Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Razi Maulana
ABSTRACT
The women in productive age characteristic was consisted of age, education, income,
occupation and marital status. This characteristic may influences to the differ sensitivity on
premenstrual syndrome (PMS) symptoms. The premenstrual syndrome (PMS) is a batch of
symptoms that occurred in a few days before menstruation and disappearing with release of
the menstruation blood. This research is aim to know the correlation of the women in
productive age characteristic with Premenstrual Syndrome (PMS) in the Obstetri dan
Gynekology policlinic BPK - RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh 2008. This research
design is descriptively correlatively with cross sectional study approach and use the sample
collection technique by random sampling system. Gathering of data was conducted from 9th
up to 23th Juli 2008 in the Obstetri dan Gynekology policlinic BPK - RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh 2008 on 46 respondents of the women in productive age. The data
gathering device is in the form of questionnaire which consisted of two sections they are
section A is in form of the women in productive age characteristic and section B is in form of
premenstrual syndrome (PMS) symptoms. The sheet of questionnaire was compiled in form
of likert scale. The data tabulation was conducted used chi-square test manually. Based on
the result of the research on independent variable that is the women in productive age were
obtained the result that age is be in early adult age category as many 22 persons (47,83 %),
the education is be in high category as many 24 persons (52,17%), income is be in low
category as many 29 persons (63,04 %), respondent is be in jobless category as many 25
persons (54,35%) and from marital status there are 25 persons (54,35 %) in married category
and 21 persons (45,65 %) are unmarried. The descriptions of independent variable of
premenstrual syndrome (PMS) symptoms were obtained the result namely that were 17
persons (36,96 %), and non premenstrual persons were namely 29 persons (63,04%). From
data tabulation, so the conclusion of research obtained the result that there was no significant
correlation between income, occupation, education level and marital status to premenstrual
syndrome (PMS) in the Obstetri dan Gynekology policlinic BPK - RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh 2008.
Key words : Women in productive age characteristic, age, education, income, occupation,
marital status, premenstrual syndrome(PMS).
BAB I
PENDAHULUAN
Wanita mulai dari usia remaja hingga dewasa normalnya akan mengalami
periode menstruasi atau haid dalam perjalanan hidupnya, yaitu pengeluaran darah
yang terjadi secara periodik melalui vagina yang berasal dari dinding rahim wanita.
Keluarnya darah tersebut disebabkan karena sel telur tidak dibuahi sehingga terjadi
peluruhan lapisan dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah (Mochtar,
1989).
mengalami rasa tidak enak. Mereka biasanya merasakan satu atau beberapa gejala
yang disebut dengan kumpulan gejala sebelum datang bulan atau istilah populernya
premenstrual syndrome (PMS). Hal-hal yang sering dirasakan adalah nyeri payudara,
rasa penuh atau kembung di perut bagian bawah, merasa sangat lelah, nyeri otot,
terutama di punggung bagian bawah atau perut, perubahan kebasahan vagina atau
tumbuh jerawat dan emosi yang sangat kuat atau sukar di kontrol. Banyak wanita
sejumlah wanita lain mengalami semua gejala. Seorang wanita bisa merasakan gejala
yang berbeda-beda dari satu bulan ke bulan berikutnya (Burns, 2000). Banyak wanita
tidak terpengaruh sama sekali, sementara yang lainnya mengalami gejala yang hebat
dan sangat melemahkan (Brunner & Suddarth, 2001). Ciri khas dari kelainan ini
adalah keluhan muncul saat menjelang haid dan akan hilang dengan sendirinya begitu
bersifat sedang sampai berat yang berkaitan dengan siklus menstruasi. Mereka pada
umumnya mencari bantuan medis. 20-40% merasa kurang sehat selama fase luteal
akhir serta awal fase menstruasi dan satu hari atau lebih pada pertengahan siklus
berusia 14-50 tahun mengalami premenstrual syndrome (PMS). Bahkan survey tahun
1982 di Amerika Serikat menunjukkan, PMS dialami 50% wanita dengan sosio
Dalam suatu penelitian pada tahun 1994 yang berjudul Biological, Social and
wanita di Virginia menunjukkan 8,3% dari wanita tersebut mengalami PMS, dari
penelitian tersebut terungkap bahwa wanita yang mengalami PMS 2,9 kali lebih
sering memeriksakan diri dibandingkan dengan wanita tanpa PMS. Wanita yang lebih
muda, wanita dari ras kulit hitam dan wanita dengan siklus menstruasi yang lebih
panjang lebih sering mengalami PMS. Prevalensi PMS adalah 10,4% pada wanita
kulit hitam, 7,4% pada wanita kulit putih dan 4,3% pada wanita ras lainnya,
sedangkan jika dilihat dari segi usia prevalensi PMS pada wanita yang berusia 35-44
tahun adalah 4,5%, wanita yang berusia dibawah 35 tahun (9,4%) dan prevalensi
yang paling tinggi adalah pada wanita yang berusia 25-34 tahun (10,7%). Wanita
yang berpendapatan kurang dari $ 20.000 pertahun lebih banyak mengalami PMS
(8,4%) dari pada wanita yang berpenghasilan > $ 20.000 pertahun (6,5%)( (Deuster,
1999).
Berat ringannya gejala PMS tersebut dikelompokkan dalam tidak ada gejala
yang berarti, ringan, sedang dan berat sampai gejala yang ekstrim. Gejala yang paling
dirasakan oleh sebagian besar wanita tersebut yang berupa gejala ringan sampai berat
adalah irritable (rasa cepat marah) sebanyak 17,4%, nyeri punggung atau nyeri otot
masalah kesehatan umum yang paling banyak dilaporkan oleh wanita usia
reproduksi, pada saat ini diperkirakan prevalensi dari gejala klinis yang berarti adalah
menunjukkan kurang lebih 20% dari wanita usia reproduksi mengalami gejala PMS
sedang sampai berat (Freeman, 2007). Dalam suatu penelitian terhadap 384 wanita
yang berusia 15 tahun melaporkan bahwa mereka mengalami PMS adalah sebanyak
14%. Sedangkan pada penelitian yang disponsori oleh WHO pada tahun 1981
menunjukkan bahwa gejala PMS dialami oleh 23% wanita Indonesia (Essel, 2007).
Menurut Karyadi (1999), sindrom ini biasanya lebih mudah terjadi pada
wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid. Akan tetapi
ada beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya PMS yaitu wanita yang
pernah melahirkan (PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak), usia
(PMS semakin mengganggu dengan semakin bertambahnya usia, terutama antara usia
30-45 tahun), stres (faktor stres memperberat gangguan PMS), diet (faktor kebiasaan
makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, produk susu
dan makanan olahan memperberat gejala PMS), kekurangan zat-zat gizi seperti
kurang vitamin B (terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng,
mangan, asam lemak linoleat, kebiasaan merokok dan minum alkohol serta kurang
berolah raga dan aktivitas fisik juga dapat memperberat gejala PMS.
mengganggu hubungan pribadi (Llewellyn, 2005). Kehidupan yang penuh stres dan
gejala-gejala fisik. Beberapa wanita melaporkan gangguan hidup yang parah akibat
PMS yang secara negatif mempengaruhi hubungan interpersonal mereka. PMS juga
dengan pekerjaan dan ketidakhadiran di tempat kerja (Brunner & Suddarth, 2001).
Masalah utama yang ditimbulkan oleh PMS ini ialah gangguan pada diri
wanita sendiri dan keluarganya, kerugian dalam bidang industri dan komersial, serta
dalam skala yang lebih besar adalah kerugian pada ekonomi nasional. Masalah
kehadiran, kegiatan di tempat kerja terganggu selama 7-10 hari, dan ini sama dengan
84-120 hari pertahun, dan merupakan suatu kehilangan personal dan sosial yang
Aceh Besar tahun 2008, didapatkan bahwa sebanyak 28 orang (41,18%) mengalami
gejala Premenstrual Syndrome (PMS) yang dirasakan berada dalam kategori sedang
(Linda, 2008)
Berdasarkan data di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
apakah terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik wanita usia produktif
dengan premenstrual syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekology BPK - RSUD
premenstrual syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekology BPK - RSUD dr.
premenstrual syndrome (PMS) di Poli Obstetri dan Gynekology BPK - RSUD dr.
d. Bagi wanita usia produktif, sebagai bahan masukan agar wanita dapat
menanggulanginya.
mengunjungi Poli Obstetri dan Gynekology BPK - RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.1 Pengertian
yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi. Hari pertama keluarnya darah menstruasi
ditetapkan sebagai hari pertama siklus endometrium. Lama rata-rata aliran menstruasi
adalah lima hari (dengan rentang tiga sampai enam hari) dan jumlah darah rata-rata
yang hilang ialah 50 ml (rentang 20 sampai 80 ml), namun hal ini sangat bervariasi.
kehamilan, terjadi menstruasi. Usia wanita, status fisik dan emosi wanita serta
pada saluran reproduksi normal. Ovarium memainkan peranan penting dalam proses
yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan. Adapun
1) Fase menstruasi
2) Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai
pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata
fase ini berlangsung selama lima hari (rentang tiga sampai enam hari).
Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar
3) Fase proliferasi
sejak sekitar hari kelima ovulasi, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari
secara lengkap kembali normal dalam sekitar empat hari atau menjelang
perdarahan berhenti. Sejak saat ini, terjadi penebalan 8-10 kali lipat, yang
5) Fase sekresi/luteal
6) Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari
7) Fase iskemi/premenstrual
8) Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari
b. Siklus hipotalamus-hipofisis
progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini
Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior
untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari
ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi
ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan
c. Siklus ovarium
Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum
ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH
terpilih. Didalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang
puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, mensekresi baik hormon estrogen
maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan
LH
FSH
Siklus
Ovarium
Folikel
Folikel Grazi Telur
primer Korpus Luteum Korpus luteum yang
Ovulasi berdegenerasi
Estrogen Progesteron sejumlah
kecil estrogen Hormon
Ovarium
Fase
Menstruasi Fase Prolifeterasi Fase Sekresi Iskemik Menstruasi
Lapisan
fungsional Siklus
endometrium
Lapisan basal
Hari 1 5 10 14 28 1 5
Sumber : dikutip dari Bobak (2004), halaman 47
2.1.3 Aspek Hormonal Dalam Siklus Menstruasi
organ, yaitu uterus, ovarium, vagina, dan mammae yang berlangsung dalam waktu
tertentu atau adanya sinkronisasi, maka hal ini dimungkinkan adanya pengaturan,
koordinasi yang disebut hormon. Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh
kelenjar endokrin, yang langsung dialirkan dalam peredaran darah dan mempengaruhi
organ tertentu yang disebut organ target (Syahrum et al., 1994). Hormon-hormon
yang disusun oleh sel-sel lutein dan disebut korpus luteum (Syahrum et.
FSH dihasilkan oleh sel-sel basofilik (afinitas terhadap basa). Hormon ini
menghasilkan estrogen (Syahrum et. al., 1994 dan Greenspan et. al.,
1998).
Secara pilogenetis, prolaktin adalah suatu hormon yang sangat tua serta
payudara dan laktasi, serta berperan pada pembentukan dan fungsi korpus
b. Steroid ovarium
steroid yang dihasilkan ini juga disekresi oleh kelenjar adrenal atau dapat dibentuk di
1). Estrogen
Fase pubertas terjadi perkembangan sifat seks primer. Kemudian juga terjadi
uterus, vagina dan kelenjar mammae. Hal ini disebabkan oleh pengaruh
oleh teka interna folikel. Estradiol (E2) merupakan produk yang paling
penting yang disekresi oleh ovarium karena memiliki potensi biologik dan
ukuran folikel pra-ovulasi. Setelah lonjakan LH, kadar estradiol serum akan
mencapai kadar terendah selama beberapa hari dan terjadi peningkatan kedua
fase luteal, yang akan mencerminkan sekresi estrogen oleh korpus luteum.
plasma pada fase pra-evolusi dan pertengahan fase luteal dari siklus
2). Progesteron
Kadar progesteron adalah rendah selama fase folikuler, kurang dari 1 ng/ml
(3,8 nmol/l) dan kadar progesteron akan mencapai puncak yaitu antara 10-20
mg/ ml (32-64 nmol) pada pertengahan fase luteal. Selama fase luteal,
korpus luteum.
yang berguna untuk makanan dan proteksi terhadap embrio yang akan
3). Androgen
menyebabkan gangguan yang berarti. Fase folikuler dan fase luteal kadar
nmol/l) dan sedikit meningkat pada fase pra-ovulasi (Jacoeb et. al., 1994).
haid dan menghilang dengan keluarnya darah menstruasi serta dialami oleh banyak
wanita sebelum awitan setiap siklus menstruasi (Brunner & Suddarth, 2001).
(PMS) adalah gejala fisik, psikologis dan perilaku yang menyusahkan yang tidak
disebabkan oleh penyakit organik yang secara teratur berulang selama fase siklus haid
menghilang selama waktu haid yang tersisa. Sekitar 5-10% wanita menderita PMS
perubahan mental maupun fisik yang terjadi antara hari ke-2 sampai hari ke-14
Setiap wanita yang haid adalah calon bagi premenstrual syndrome (PMS),
dengan hampir 50% dari semua wanita dalam usia reproduksi mengalami gejala-
gejala yang ringan atau berat. Meskipun para remaja mungkin menderita sindroma
itu. Gejala-gejala premenstrual syndrome (PMS) lebih berat pada wanita yang berusia
lebih tua. Seringkali para wanita dalam usia 30-an memperlihatkan kesukaran-
kesukaran prahaid untuk pertama kalinya (Health Media Nutrition Series, 1996).
untuk mendiagnosis PMS baru-baru ini telah dikembangkan dan ketika kriteria
tersebut digunakan 3%-8% dari wanita didiagnosa mengalami PMS. Wanita dengan
PMS berat melaporkan bahwa PMS mengganggu kegiatan sehari-hari mereka, baik
dari segi diri mereka sendiri, sosial dan pekerjaan mereka (Deuster et.,al., 1999)
adanya kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dari siklus
menstruasi. Selama bertahun-tahun teori ini mendapat dukungan yang cukup banyak
dan terapi progesteron biasa dipakai untuk mengatasi PMS. Penelitian lebih lanjut
wanita, selain kadar progesteron pada penderita tidak menurun secara konsisten. Bila
kadar progesteron yang menurun dapat ditemukan hampir pada semua wanita yang
menderita PMS, maka dapat dipahami bahwa kekurangan hormon ini merupakan
sebab utama. Sebagian wanita yang menderita PMS terjadi penurunan kadar
progesteron dan dapat sembuh dengan penambahan progesteron, akan tetapi banyak
juga wanita yang menderita gangguan PMS hebat tapi kadar progesteronnya normal
kadar estrogen dalam darah, yang akan menyebabkan gejala depresi dan khususnya
gangguan mental. Kadar estrogen yang meningkat akan mengganggu proses kimia
tubuh termasuk vitamin B6 (Piridoksin) yang dikenal sebagai vitamin anti depresi
karena berfungsi mengontrol produksi serotonin. Serotonin penting sekali bagi otak
dan syaraf, dan kurangnya persediaan zat ini dalam jumlah yang cukup dapat
mengakibatkan depresi. (Shreeve, 1983, Hacker et, al., 2001 dan Brunner &
Suddarth, 2001 ).
Batas tertentu estrogen menyebabkan retensi garam dan air serta berat
badan dicegah. Peranan estrogen pada PMS tidak nyata, sebab ketegangan ini timbul
terlambat pada siklus tidak pada saat ovulasi waktu sekresi estrogen berada pada saat
Hormon lain yang dikatakan sebagai penyebab gejala PMS adalah prolaktin.
Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis dan dapat mempengaruhi jumlah estrogen
dan progesteron yang dihasilkan pada setiap siklus. Jumlah prolaktin yang terlalu
produksi kedua hormon tersebut. Wanita yang mengalami PMS tersebut kadar
prolaktin dapat tinggi atau normal. Wanita yang mempunyai kadar prolaktin cukup
atau defisiensi kortisol dan androgen, kelebihan hormon anti diuresis, abnormalitas
sekresi opiate endogen atau melatonin, defisiensi vitamin A, B1, B6 atau mineral,
seperti magnesium, hipoglikemia reaktif, alergi hormon, toksin haid,serta faktor-
dalam keluarga, masalah sosial dan lain-lain juga memegang peranan penting. Yang
lebih mudah menderita PMS adalah wanita yang lebih peka terhadap perubahan
termasuk stres, kurangnya kegiatan fisik dan diet yang mengandung gula, karbohidrat
yang diolah, garam, lemak, alkohol dan kafein yang tinggi (Health Media Nutrition
Series, 1996).
(PMS), namun urutan serta kombinasi dari gejala-gejala dapat berbeda-beda diantara
para wanita. Jenis dan kuatnya gejala juga dapat berbeda-beda setiap bulan dan dapat
Series, 1996).
dan nyeri pada payudara, dan perasaan begah pada abdomen. Irritabilitas umum,
perubahan suasana hati, ketakutan akan kehilangan kontrol, makan sangat berlebihan
dan menangis tiba-tiba dapat juga terjadi. Gejala-gejala sangat beragam dari satu
wanita ke wanita lainnya dan dari satu siklus ke siklus berikutnya pada wanita yang
Menurut Hacker et. al. (2001), gejala-gejala yang paling banyak ditemukan
pada PMS adalah perasaan bengkak, kenaikan berat badan, hilangnya efisiensi, sukar
(insomnia).
Scott et. al. (2002) membagi gejala-gejala PMS berdasarkan fungsi yang
(nyeri tekan pada payudara), kembug, sakit kepala, kelelahan dan insomnia serta
gangguan pada fungsi fisik dan emosional. Klasifikasinya dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2.1
Gejala-gejala premanstrual syndrome
(PMS). Riwayat yang terinci dan dikaji dengan cermat serta kelompok gejala harian
dan fluktuasi mood yang terdapat pada beberapa siklus dapat menjadi petunjuk dalam
(parlodel) untuk mengatasi nyeri tekan pada payudara dan diet yang seimbang,
rendah kafein dan natrium atau disertai makanan diuretik alami dapat meredakan
gejala. Latihan fisik dan suplemen vitamin (B6 dan E) seringkali direkomendasikan.
melakukan perubahan pada dietnya seperti mengurangi jumlah gula yang dimakan,
garam jika terdapat retensi cairan dan menghindari kafein (Health Media Nutrition
Series, 1996).
Menurut Rayburn (2001), terapi PMS dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
menghentikan haid.
berusia 15-49 tahun dan wanita pada usia ini masih berpotensi untuk mempunyai
keturunan. Sedangkan menurut (BKKBN, 2001), wanita usia subur (wanita usia
produktif) adalah wanita yang berumur 18-49 tahun yang berstatus belum kawin,
Menurut Karyadi (1999), PMS biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang
lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid. Akan tetapi ada beberapa
faktor yang meningkatkan resiko terjadinya PMS yang beberapa diantaranya adalah
berkaitan dengan karakter wanita itu sendiri. Menurut Oakley (1998), setiap individu
mempunyai karakteristik biografi yang berbeda, karakteristik tersebut dapat
syndrome (PMS) antara lain: umur, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, jenis kelamin
2.3.1 Umur
karena itu gejala-gejala PMS dapat terjadi kapan saja setelah menarche dan berlanjut
hingga ovulasi berhenti pada saat menopause. Sebagian besar pasien yang mencari
pengobatan untuk PMS berusia antara pertengahan 20-an sampai dengan akhir 30-an,
(Freeman, 2007).
peningkatan umur, penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita yang mencari
pengobatan PMS adalah mereka yang berusia lebih dari 30 tahun (Cornforth, 2000).
Walaupun ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-
gelaja yang sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh
Sedangkan dalam suatu penelitian pada tahun 1994 yang melibatkan 874
wanita di Virginia menggambarkan bahwa wanita yang berusia antara 35-44 tahun
lebih jarang menderita PMS jika dibandingkan dengan wanita yang lebih muda
(Deuster, 1999).
Menurut teori perkembangan psikososial Erikson, dikuitip dari Whalley &
Wongs (1999), tahap perkembangan manusia menurut umur dibagi dalam delapan
Pada masa ini hubungan sosial utama bagi anak sudah beralih pada
Pada masa dewasa awal ini, hubungan sosial utama seseorang sudah
pembagian tugas antara bekerja dengan rumah tangga dan pada masa ini
2.3.2. Pendidikan
(Notoatmodjo, 1997).
mempunyai tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu
kemampuan untuk mengerti faktor-faktor yang berpengaruh dalam kondisi sakit dan
untuk menerapkan pengetahuan tentang sehat dan sakit dalam praktek kesehatan
yang tidak menamatkan pendidikan menengah lebih sering melaporkan adanya gejala
premenstrual syndrome (PMS) dari pada mereka yang berpendidikan menengah dan
perguruan tinggi atau mereka yang telah menamatkan perguruan tinggi (Deuster,
1999).
Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional terbagi atas tiga tingkat
sederajat) serta pendidikan tinggi (Akademi dan Perguruan tinggi) (Sekneg RI, 2003).
2.3.3 Pendapatan
wanita yang sedikit membuat status kesehatan rendah dan mempunyai kesulitan yang
lebih besar untuk mengakses pelayanan kesehatan dibandingkan dengan wanita yang
(Oakley, 1998).
dibandingkan dengan orang yang berasal dari keluarga dengan penghasilan rendah
(Azwar, 1996).
menetapkan UMP sebesar Rp1 juta dari sebelumnya Rp850 per bulan, terhitung
2.3.4 Pekerjaan
Wanita yang bekerja mengalami berbagai stres ditempat kerja, baik stres yang
bersifat fisik karena beberapa kondisi lingkungan kerja fisik yang berada diatas nilai
ambang batas yang diperkenankan, atau juga dapat ditambah oleh adanya stres yang
Zaman sekarang ini, semakin banyak wanita yang memilih untuk beraktivitas
di luar rumah. Kondisi ini akan berhubungan erat dengan semakin banyaknya stres
yang menyerang wanita. Stres ini berasal dari internal maupun eksternal diri wanita
diperlukan kondisi fisik dan mental yang baik untuk menghadapi dan mengatasi
Perkawinan adalah suatu hubungan hukum sebagai pertalian sah untuk jangka
waktu selama mungkin, antara seorang pria dan seorang wanita yang telah memenuhi
yang telah menikah pada umumnya mempunyai angka kesakitan dan kematian yang
lebih rendah dan biasanya mempunyai kesehatan fisik dan mental yang lebih baik
daripada wanita yang tidak menikah (Burman & Margolin dalam Haijiang Wang,
2005).
Sebuah penelitian pada tahun 1994 yang berjudul Biological, Social and
wanita di Virginia menemukan fakta bahwa mereka yang telah menikah cenderung
mempunyai resiko yang lebih kecil untuk mengalami PMS (3,7%) dari pada mereka
Simanjuntak (2005)
1. Faktor kejiwaan
2. Masalah dalam keluarga Sindroma Premenstrual
Karyadi (1999)
karakteristik biografi
Wanita
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pendapatan
4. Pekerjaan
5. Status
Perkawinan
BAB III
dengan premenstrual syndrome (PMS) dapat dilihat dari variabel independen dan
dependen yang tergambar pada skema kerangka konsep penelitian berikut ini :
Pendidikan
Sindroma Premenstrual
Pendapatan
Pekerjaan
Status Perkawinan
Banda Aceh.
Banda Aceh.
Ha : Terdapat hubungan antara pendapatan wanita usia produktif
Banda Aceh r.
Banda Aceh.
Tabel 3.1
Defenisi operasional
METODOLOGI PENELITIAN
korelatif dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk melihat hubungan antara
Obstetri dan Gynekology BPK - RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penelitian ini
bertujuan untuk mencari ada tidaknya hubungan yang signifikan anta kedua variabel
tersebut. Menurut Arikunto (1998), dengan teknik kolerasi peneliti dapat mengetahui
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2008 sampai dengan 23 Juli
2008. Pengambilan data dilaksanakan di Poli Obstetri dan Gynekology BPK - RSUD
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Wanita yang
telah mengalami menstruasi (wanita usia produktif) yang mengunjungi Poli Obstetri
dan Gynekology BPK - RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, periode 9 Juli 2008
b. Berada di Poli Obstetri dan Gynekology BPK - RSUD dr. Zainoel Abidin
Sampling, yaitu dengan metoda Accidental Sampling pada wanita yang telah
mengalami menstruasi dan belum menopouse yang mengunjungi Poli Obstetri dan
Gynekology BPK - RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, periode 9 Juli 2008
Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini
berupa kuesioner berbentuk angket yang terdiri dari dua bagian, yaitu : bagian A,
merupakan data demografi berupa identitas responden yang meliputi kode responden,
premenstrual syndrome (PMS) pada wanita usia produktif yang terdiri dari 39
pernyataan 1 - 9, dan criteria minor untuk gejala minor/agak jarang muncul dengan
nomor pernyataan 10 - 39. Dikatakan PMS jika memiliki minimal 8 kriteria mayor
Pengumpulan data akan dilakukan oleh dokter muda yang sedang bertugas
sedang bertugas di Poli Obstetri dan Gynekology BPK - RSUD dr. Zainoel Abidin
4.6.1 Coding
Coding yaitu memberikan kode berupa nomor pada setiap jawaban yang diisi
oleh responden. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan atau menghindari
4.6.2 Editing
4.6.3 Skoring
4.6.4 Tabulating
dibuat untuk tiap tiap sub variable yang diukur dan selanjutnya dimasukkan kedalam
dalam data.
1. Univariat
x =
x
n
n = jumlah sampel
rumus:
x x 2
Sd n 1
x = Rata-rata (mean)
n = Jumlah responden
Untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel
fi
P x100%
n
Ket : P = persentase
fi = frekwensi teramati
n = jumlah responden
2. Bivariat
tabel silang yang dikenal dengan baris kali kolom dengan derajat keabsahan (df) yang
sesuai dan tingkat kemaknaan () 0,05 (95%), masing-masing variabel diuji dengan
uji statistik chi square test (X2) dikutip dari Chandra (2002) dengan rumus sbb:
x2
O e 2
e
x2 = Chi-Square Test
Bila pengolahan data menggunakan table 3x2 dijumpai 20% sel nilai e
(expended frequency) < 5, maka dilakukan marger cell (grouping) maka table
menjadi tabel contingency 2x2 , apabila dijumpai 20% sel nilai e < 5 koreksi dengan
x = [(O-e)-(0,5)]
e
Pengujian hipotesa dilakukan dengan kriteria jika X2 hitung < X2 tabel maka
hipotesa null (Ho) diterima dan sebaliknya apabila X2 hitung X2 tabel maka
Data yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi
HASIL PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan dari tanggal 9 Juli 2008 sampai dengan 23 Juli
2008 pada wanita usia produktif yaitu wanita yang berusia 13-45 tahun yang Berada
di Poli Obstetri dan Gynekology BPK - RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
data dengan menggunakan alat ukur berbentuk kuesioner. Adapun hasil penelitian
1) Umur
Distribusi frekuensi umur responden dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Wanita Usia Produktif Berdasarkan
Umur Di Poli Kebidanan RSUZA Tahun 2008
Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat diketahui bahwa distribusi terbesar umur
2) Pendidikan
Distribusi frekuensi pendidikan responden dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut
ini:
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Wanita Usia Produktif Berdasarkan
Pendidikan Di Poli Kebidanan RSUZA Tahun 2008
responden yang paling banyak adalah kategori tinggi sebanyak 24 orang (52,17%).
3) Pendapatan
Distribusi tingkat pendapatan responden dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut
ini :
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Wanita Usia Produktif Berdasarkan
Pendapatan Di Poli Kebidanan RSUZA Tahun 2008
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa distribusi tingkat pendapatan keluarga
responden yang paling banyak adalah kategori rendah sebanyak 29 orang (63,04%).
4) Pekerjaan
Distribusi pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini:
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Wanita Usia Produktif Berdasarkan
Pekerjaan Di Poli Kebidanan RSUZA Tahun 2008
Distribusi status perkawinan responden dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut
ini:
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Wanita Usia Produktif Berdasarkan
Status Perkawinan Di Poli Kebidanan RSUZA Tahun 2008
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Wanita Usia Produktif Berdasarkan
Tingkat Premenstrual Syndrome (PMS) Di Poli Kebidanan RSUZA
Tahun 2008
selanjutnya data dianalisa untuk melihat hubungan karakteristik wanita usia produktif
Adapun analisa statistik yang digunakan adalah chi-square test (x) yaitu:
(PMS).
Tabel 5.7
Distribusi Premenstrual Syndrome (PMS) Berdasarkan
Umur Di poli kebidanan RSUZA Banda Aceh
Premenstrual Syndrome X2
Ada Tidak ada Total Hitung
No Umur
n % n % n %
1 Remaja 5 55,56 4 44,44 9 100
2 Dewasa awal 6 27,27 16 72,73 22 100
3 Dewasa 6 40,00 9 60,00 15 100 2,275
pertengahan
Total 17 29 46
Sumber: Data Primer (Diolah, 2008)
(2,275) < x tabel (5,991). Sehingga dapat diketahui bahwa hipotesa kerja
(Ha) ditolak yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara umur
Syndrome (PMS).
RSUZA Banda Aceh, dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini:
Tabel 5.8
Distribusi Premenstrual Syndrome (PMS) dengan Pendidikan
Di poli kebidanan RSUZA Banda Aceh
Premenstrual Syndrome X2
Ada Tidak ada Total Hitung
No Umur
n % n % n %
1 Rendah 3 60,00 2 40,00 5 100
2 Menengah 5 29,41 12 70,59 17 100
1,552
3 Tinggi 9 37,50 15 62,50 24 100
Total 17 29 46
Sumber: Data Primer (Diolah, 2008)
hitung (1,552) < x tabel (5,991). Sehingga dapat diketahui bahwa hipotesa
kerja (Ha) ditolak yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara
Syndrome (PMS).
RSUZA Banda Aceh, dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut ini:
Tabel 5.9
Distribusi Premenstrual Syndrome (PMS) dengan Pendapatan
Di poli kebidanan RSUZA Banda Aceh
Premenstrual Syndrome X2
Ada Tidak ada Total Hitung
No Umur
n % n % n %
1 Rendah 10 34,48 19 65,52 29 100
2 Sedang 4 50,00 4 50,00 8 100 0,720
3 Tinggi 3 33,33 6 66,67 9 100
Total 17 29 46
Sumber: Data Primer (Diolah, 2008)
(0,720) < x tabel (5,991). Sehingga dapat diketahui bahwa hipotesa kerja
(Ha) ditolak yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara pendapatan
wanita usia produktif dengan Premenstrual Syndrome (PMS) di poli
Syndrome (PMS).
RSUZA Banda Aceh, dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini:
Tabel 5.10
Distribusi Premenstrual Syndrome (PMS) dengan Pekerjaan
Di poli kebidanan RSUZA Banda Aceh
Premenstrual Syndrome X2
Ada Tidak ada Total Hitung
No Umur
n % n % n %
1 Bekerja 7 33,33 14 66,67 21 100
2 Tidak bekerja 10 40,00 15 60,00 25 100 0,217
Total 17 29 46
Sumber: Data Primer (Diolah, 2008)
(0,217) < x tabel (5,991). Sehingga dapat diketahui bahwa hipotesa kerja
(Ha) ditolak yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan
RSUZA Banda Aceh, dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut ini:
Tabel 5.11
Distribusi Premenstrual Syndrome (PMS) dengan Status Perkawinan
Di poli kebidanan RSUZA Banda Aceh
Premenstrual Syndrome X2
Ada Tidak ada Total Hitung
No Umur
n % n % n %
1 Kawin 6 24,00 19 76,00 25 100
2 Belum kawin 9 42,86 10 57,14 21 100 0,217
Total 17 29 46
Sumber: Data Primer (Diolah, 2008
Berdasarkan perhitungan chi-square test (x) (lampiran 14),
hipotesa kerja (Ha) ditolak yang berarti tidak ada hubungan bermakna
PEMBAHASAN
Aceh.
(32,61).
Secara teoritis dikatakan bahwa pada usia dewasa awal ini merupakan
perubahan nilai dan masa penyesuaian diri dengan cara hidup kreatif
(Widayatun, 1999).
24 orang (52,17). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar wanita usia
tinggi.
belakang pendidikan dan pengalaman masa lalu (Potter & Perry, 1997).
(Muhiman, 1996).
Banda Aceh.
tua selama satu bulan yang berasal dari berbagai sumber dibagi dengan
(Depkes, 1996).
Banda Aceh.
responden (54,35 %) dan hal ini memberi gambaran bahwa sebagian besar
wanita usia produktif yang datang ke poli kebidanan RSUZA Banda Aceh
tidak bekerja.
itu dapat berupa pemakaian tenaga jasmani maupun rohani (Pandji, 1992).
usia produktif di poli kebidanan RSUZA Banda Aceh yang telah menikah
menikah adalah 21 orang (45,65 %). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
wanita yang belum menikah lebih besar dari mereka yang menikah.
untuk jangka waktu selama mungkin, antara seorang pria dan seorang
kesehatan fisik dan mental yang lebih baik daripada wanita yang tidak
yang dialami oleh responden, hal ini dapat dihubungkan dengan pekerjaan
juga dapat dihubungkan dengan gejala. Hal ini dapat berpengaruh karena
dirasakan.
tersebut diperoleh dari hasil x hitung 2,275 < x tabel 5,991. Sehingga
dapat diketahui bahwa hipotesa kerja (Ha) ditolak yang berarti tidak ada
hubungan bermakna antara umur wanita usia produktif dengan
umur dan sebagian besar wanita yang mencari pengobatan PMS adalah
depresi, rata-rata orang yang lebih tua akan mengalami lebih banyak
pada usia tua gangguan ini lebih cepat pulih dibandingkan dengan usia
muda karena memiliki harapan dan kematangan mental yang lebih baik.
tetapi pada kejadian PMS tidak terlalu berpengaruh karena pada usia
faktor umur tidak berhubungan dengan PMS, hal ini juga mungkin
tersebut diperoleh dari hasil x hitung 1,552 < x tabel 5,991. Sehingga
dapat diketahui bahwa hipotesa kerja (Ha) ditolak yang berarti tidak ada
kesehatan dan bagaimana gaya hidup yang sehat serta cara menjaga
tersebut diperoleh dari hasil x hitung 0,720 < x tabel 5,991. Sehingga
dapat diketahui bahwa hipotesa kerja (Ha) ditolak yang berarti tidak ada
hubungan bermakna antara pendapatan wanita usia produktif dengan
akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka dan hal ini akan
degan segi pendidikan dapat dilihat bahwa 2/3 dari responden yang
tersebut diperoleh dari hasil x hitung 0,217 < x tabel 5,991. Sehingga
dapat diketahui bahwa hipotesa kerja (Ha) ditolak yang berarti tidak ada
rumah tangga) adalah tugas laki-laki masih menjadi norma yang umum.
Meskipun sebagian besar perempuan juga ikut melakukan kerja diluar
sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga, atau menjadi single parent
baik dibanding mereka yang melulu hanya sebagai ibu rumah tangga
(Anonymous, 2008).
Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas 27 megalami gejala PMS yang lebih
sedangkan wanita yang hanya berperan sebagai ibu rumah tangga sering
tersebut diperoleh dari hasil x hitung 2,116 < x tabel 5,991. Sehingga
dapat diketahui bahwa hipotesa kerja (Ha) ditolak yang berarti tidak ada
Aceh.
Sebuah penelitian menemukan fakta bahwa mereka yang telah
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
(63,04 %), tidak bekerja yaitu sebanyak 25 orang (54,35%) dan responden
3. Dari hasil uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
hasil x hitung (2,275) < x tabel (5,991). Sehingga dapat diketahui bahwa
hipotesa kerja (Ha) ditolak yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara
diperoleh hasil x hitung (1,552) < x tabel (5,991). Sehingga dapat diketahui
bahwa hipotesa kerja (Ha) ditolak yang berarti tidak ada hubungan bermakna
5. Dari hasil uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
diperoleh hasil x hitung (0,720) < x tabel (5,991). Sehingga dapat diketahui
bahwa hipotesa kerja (Ha) ditolak yang berarti tidak ada hubungan bermakna
6. Dari hasil uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
diperoleh hasil x hitung (0,217) < x tabel (5,991). Sehingga dapat diketahui
bahwa hipotesa kerja (Ha) ditolak yang berarti tidak ada hubungan bermakna
7. Dari hasil uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
(PMS) diperoleh hasil x hitung (2,116) < x tabel (5,991). Sehingga dapat
diketahui bahwa hipotesa kerja (Ha) ditolak yang berarti tidak ada hubungan
bermakna antara status perkawinan wanita usia produktif dengan
7.2 Saran
2. Bagi profesi dokter agar dapat memberikan informasi yang benar dan lengkap
BKKBN. (1996). Pedoman Penggunaan Alat Ukur Lingkar Lengan Atas (LILA)
Pada Wanita Usia Subur (WUS), Kantor Menteri Negara Kependudukan ,
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Departemen Kesehatan dan
Tim Penggerak PKK Pusat.
Bobak, M & Irene et., al. (2004). Keperawatan Maternitas, Edisi 4, Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC.
Deuster et., al. (1999). Biological, Social and Behavioral Factors Associated with
Premenstrual Syndrome, http://www.archfammed.com. diperoleh tanggal 20
Juni 2007.
Greenspan S. F & Baxter D. J. (1998). Endroklinologi Dasar dan Klinik, Edisi IV,
Jakarta: EGC.
Hacker & Moore. (2001). Essensial Obstetri dan Ginekologi, edidi 2, Jakarta:
Hipokrates.
Health Media Nutrition Series. (1996). Wanita & Nutrisi, Jakarta: PT Bumi Aksara
Mulyono dkk. (2001). Stres Psikososial Pada Wanita Pekerja Status Kawin Di PT
Tulus Trituggal Gresik, http://www.jurnal.unair.ac.id/login.jurnal/. diperoleh
tanggal 14 September 2007.
Oakley L.D. (1998). Social Cultural Context of Phsyciatric Nursing, sixth edition,
Philadelphia: Mosby Year Book Inc.
Potter, P.A & Perry, A.G. (1997), Fundamental Of Nursing, Concept, Process and
Practice, 1st Edition, New York : Lippincott.
Rayburn, W.F & Carey, C. (2001). Obstetri dan Ginekologi, Jakarta: Widya Medika.
Scott et. al. (2002). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi, Jakarta: Widya Medika.
Syahrum M.H, Kamaludin, T. (1994). Reproduksi dan Embriologi : Dari Satu Sel
Menjadi Organisme, Jakarta: FKUI.
Whalley & Wongs. (1999). Nursing Care Of Infant and Children, 6th edition, Mosby
Company, Philadelphia.
Youngkin, E.Q & Davis, M.Z. (1998). Womens Health; A Primary Care Clinical
Guide, Second Edition, Stanford : Appleton & Lange.