You are on page 1of 211

BEDAH 2

Bedah Umum, Digestive, Urologi, Orthopaedi,


Onkologi

Contributor:
dr. Andreas W. Wicaksono
dr. Anindya K. Zahra
dr. Rizky Atmagusta
dr. Benedictus Anindita S.
dr. Alexey Fernanda N.
dr. Mufid Arifin
dr. Galih Prasetya S Batch Februari 2017 – Mantap ©
Orthopaedic Urologic
Surgery Surgery

Digestive Oncology
Surgery Surgery

General
Surgery
ORTHOPAEDIC SURGERY
Initial management for Trauma

Primary Survey : Adjuncts :


- Airway ABG
- Breathing EKG Secondary Survey :
- Circulation Gastric & Urinary Catheters Head to toe exam
- Disability X-ray
- Exposure/Environmental FAST/DPL

Reassess Reassess
Fraktur

• Suatu kondisi DISKONTINUITAS STRUKTUR TULANG yang


dapat bersifat komplit / inkomplit.
• Kondisi fraktur ini terjadi akibat adanya gaya yang
melebihi elastisitas tulang.

• Deskripsi Fraktur :
– Hubungan dengan jaringan sekitar (open/closed)
– Orientasi (transverse, oblique, spiral)
– Lokasi (dorsal, volar, metaphysis, diaphysis, epiphysis middle/shaft, dll)
– Nama tulang

Contoh : Closed Fracture oblique 1/3 media os. Clavicula


Klasifikasi Fraktur
Orientation/extension of fracture line
Manajemen Fraktur – “4R”

RECOGNITION REDUCTION RETENTION REHABILITATION


Manajemen Fraktur – “4R”

RECOGNITION REDUCTION RETENTION REHABILITATION


Recognition
• Anamnesis
– History of trauma? ( dracture is not always at the site
of injury)
– Age
– Mechanism of injury?
– Localized pain, aggravated by movement
– Deformity, decreased function
– “heard the bone break”
– “feel the ends of the bone grating”
– Previus musculoskeletal abnormality
Physical Examination
Airway – Breathing – Circulation

LOOK (Inspection)
 Symetricity right-left
 Swelling, wound, deformity (angulation, rotation, shortening), abnormal
movement, discoloration (ecchymoses)
 Bone exposure
 Posture and colour of distal extremity

FEEL (Palpation)
 Localized tenderness
 Distal neurological status (S&M), pulsation
 Aggravation of pain and muscle spasm during even the slightest passive movement
 Feeling and listening the crepitus  unnecessary -> Xray Diagnosis more
reliable

Move
 Move joint distal to injury
Imaging – X-Ray – “Rule of Two”
Two views
• Anteroposterior and lateral view

Two joints
• Joints above and below the fracture must both be included on
the x-ray films.

Two limbs
• X-rays of the uninjured limb are needed for comparison
• In children, the appearance of immature epiphyses may
confuse the diagnosis of a fracture
Imaging – X-Ray – “Rule of Two”

Two injuries
• Severe force often causes injuries at more than one level.
• Thus, with fractures of the calcaneum or femur it is
important to also x-ray the pelvis and spine.
Two occasion
• Before and after reduction
• Soon after injury and several weeks later (some fractures
are notoriously difficult to detect soon after injury)
Special Type Of Fracture
Fraktur Pediatrik

GREENSTICK

INKOMPLIT TORUS/BUCKLING
FRAKTUR
PEDIATRIK
KOMPLIT BOW
Greenstick Fracture

• Suatu kondisi fraktur inkomplete pada tulang, dimana garis fraktur


hanya terjadi pada salah satu sisi dan tidak meluas ke seluruh
korteks.
Torus / Buckle Fracture

• Suatu kondisi fraktur yang diakibatkan oleh gaya yang


menekan pada aksis longitudinal tulang, yang
mengakibatkan impaksi.
Bow Fracture

• Fracture yang terjadi karena adanya tekanan longitudinal yang melebihi kemampuan
tulang untuk rekoil ke posisi normal sehingga menyebabkan terjadinya lengkungan.
Fraktur Lempeng Epifisis – Salter
Harris
Supracondylar Fracture Of Humerus
• Fraktur yang paling sering terjadi pada anak –
anak
• Terdapat 2 tipe fraktur :
– Ekstensi ( TIPE TERBANYAK )
– Fleksi
• Perlu diperhatikan, pada kasus ini sering tidak
tampak garis fraktur yang nyata, oleh karena
itu perlu dilakukan evaluasi dalam 1 minggu
paska trauma.
Supracondylar Fracture of Humerus
Supracondylar Fracture of Humerus

• Fall on the outstretched hand


• Nyeri dan bengkak pada siku

S-deformity of the elbow Distal fragment is posteriorly


angulated
Fraktur Colles VS Fraktur Smith
CD-VS
Fraktur Colles
• Fraktur pada distal tulang radius yang berjarak ≤ 2,5
cm dari pergelangan tangan yang disertai dengan
pergeseran fragmen distal patahan ke arah dorsal
• Mekanisme trauma : terjatuh dan menumpu dengan
siku dalam kondisi ekstensi serta tangan dalam
kondisi dorsofleksi.
• Deformitas = “Dinner fork deformity”
CD-VS
Fraktur Smith (Reversed Colles)
• Fraktur pada distal tulang radius yang berjarak ≤ ½ - 1
inchi dari pergelangan tangan yang disertai dengan
pergeseran fragmen distal patahan ke arah ventral.
• Mekanisme trauma adalah terjatuh dan menumpu
dengan siku dalam kondisi ekstensi serta dangan dalam
kondisi fleksi palmar.
• Deformitas = “House spade / garden spade deformity”
MU-GR
Manajemen Fraktur – “4R”

RECOGNITION REDUCTION RETENTION REHABILITATION


Reduction
• Mengembalikan fragmen tulang yang fraktur ke
alignment yang normal dan posisi yang adekuat
• Closed Reduction
– Indikasi
• Fraktur undisplaced atau minimally displaced
• Fraktur yang stabil setelah reduksi
• Unstable fracture sebelum fiksasi internal atau external
• Open Reduction
– Indikasi
• Fraktur yang tidak stabil
• Ketika closed reduction gagal
• Fraktur yang melibatkan fragmen artikular yang besar
• Fraktur avulsi dengan fragmen fraktur yang terpisah jauh
Manajemen Fraktur – “4R”

RECOGNITION REDUCTION RETENTION REHABILITATION


Bidai / Splint
• Alat yang digunakan untuk mengimobilisasi bagian
tubuh, dapat bersifat lunak ataupun kaku (rigid)
• Tujuan  mengurangi nyeri, mencegah kerusakan
jaringan lebih lanjut

Melibatkan 2 sendi (di


proksimal dan distal lokasi
fraktur) !
RETENTION (Hold Reduction)
• Nama lain = imobilisasi
• Mempertahankan supaya tidak terjadi
displacement setelah reduksi
• Metode Retensi
– Continuous traction
– Cast splintage
– Internal fixation
– External fixation
Continuous Traction
• Traksi dilakukan pada bagian extremitas di
distal fraktur
• Memberikan tarikan kontinyu di sepanjang
aksis tulang  mempertahankan alignment
tulang
• Cocok untuk shaft fracture tipe oblik / spiral
• Jenis
– Traction by gravity
– Skin traction
– Skeletal traction
Continuous Traction

• Traction by gravity • Skin traction


– Hanya untuk fraktur di
extremitas atas – Beban tarikan <4-5 kg
– Misal fraktur corpus humerus
 mengandalkan berat
lengan bawah dan gravitasi
sebagai traksi
Continuous Traction
Skeletal Traction

• untuk injury hip, thigh, knee  Stiff wire atau pin dimasukkan di belakang tibial
tubercle
• Fraktur tibia  pin dimasukkan ke calcaneus
Cast Splintage
• Paling sering mengunakan Plaster of Paris (GIPS)
• Circular Cast
– Jangan terlalu kencang  risiko tight cast (vascular
compression) dan pressure sore
• Tight cast  nyeri difus
• Pressure sore pada daerah penonjolan tulang yang
tertutup gips. nyeri lokal pada lokasi tekanan

• Plaster Slab Cast


– lempengan gips untuk imobilisasi
– Sebagian besar fraktur dislab untuk 24-48 pertama
untuk mengakomodasi pembengkakan, sebelum
dipasang gips sirkuler.
Cast Splintage

U Slab Back Slab

Circular Cast Volar Slab


Internal Fixation vs External Fixation
Internal Fixation - Indikasi

Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali tanpa operasi

Fraktur yang tidak stabil dan cenderung mengalami redisplace setelah reduksi
• Midshaft fracture of forearm

Fraktur yang union-nya lama dan sulit


• Fraktur collum femoris

Fraktur patologis
• Penyakit tulang memperlambat penyembuhan

Multiple fractures

Fraktur pada pasien yang memiliki kesulitan merawat diri


• Pasien paraplegia, multiple injuries, usia tua
External Fixation - Indikasi
Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak berat
• Fraktur terbuka (II, III), terkontaminasi
• Luka bakar
• Perlunya akses dan perawatan luka berulang
• Fraktur kominutif berat dan unstable
Fraktur di sekitar sendi
• Dengan pembengkakan soft tissue yang berat

Ununited fracture

Multiple injuries yang berat


• Fraktur femur bilateral, fraktur pelvis dengan perdarahan

Fraktur yang terinfeksi


Fraktur Clavicula
Mechanism of Evaluation Classification Treatment
Trauma
Fall on the PE: Swelling, • 1/3 media (69%) • Media &
shoulder, direct tenderness, tenting • 1/3 lateral/distal Proximal
blow to clavicle skin, deformity (28%) (undisplaced)
outstretched hand • 1/3medial/proxi  closed
mal (3 %) treatment (Arm
Sling)
• Distal  ORIF
• Severely
shortened,
open, tented,
neurovascular
injury  ORIF
Arm Sling

Figure-of-8 bandage

ORIF
OPEN FRACTURE
Fraktur Terbuka
• Adanya hubungan antara tulang yang fraktur
dengan dunia luar melalui luka traumatik
– Luka besar tanpa tereksposnya tulang yang fraktur
≠ fraktur terbuka
• Kontaminasi dan risiko infeksi tinggi
Klasifikasi Fraktur Terbuka (Gustilo)

• I  luka kecil (< 1 cm), bersih, cedera jaringan lunak minimal tanpa crushing,
fraktur non-kominutif
• II  luka 1-10 cm, tanpa hilangnya kulit penutup luka (skin flap), cedera jaringan
lunak tidak banyak, moderate crushing, moderate comminution
• III  luka laserasi luas (> 10 cm), kerusakan kulit dan jaringan lunak luas, high
energy injury.
– IIIA  laserasi luas, namun tulang yang fraktur masih dapat ditutup oleh jaringan lunak
– IIIB  periosteal stripping ekstensif, fraktur tidak dapat ditutup tanpa flap jaringan
– IIIC  terdapat cedera arteri yang memerlukan repair, dengan atau tanpa cedera jaringan lunak
Fraktur terbuka III termasuk farmyard injuries, fraktur dengan luka tembak, fraktur pada lingkungan yang
terkontaminasi
Manajemen Fraktur Terbuka
ATLS (initial trauma survey & resuscitation)
• Safe the life then safe the limb

Pencegahan infeksi
• Antibiotik profilaksis (IV, lokal), profilaksis tetanus, debridemen
luka

Stabilisasi fraktur
• Internal or external

Early soft tissue coverage


• Initial flap preservation, secondary intention, skin graft, flap
Gustilo Type I II IIIA IIIB IIIC
Wound Size < 1 cm > 1cm >10cm >10cm >10cm
Soft Tissue Minimal Moderate Extensive Extensive Extensive
Contamination Clean Moderate Extensive Extensive Extensive
contamination
Simple fx pattern Severe Severe Severe
with minimal Moderate comminution or comminution or comminution or
Fracture Pattern
comminution comminution segmental fractures segmental fractures segmental fractures

Requires free tissue


Local coverage flap or rotational Typically requires
Skin Coverage Local coverage Local coverage
including flap coverage flap coverage

•1st generation cephalosporin for 24


hours after closure (ex: Cefazolin IV) •1st generation cephalosporin for gram positive coverage.
•Aminoglycoside (such as gentamicin) for gram negative coverage
in type III injuries
• the cephalosporin/aminoglycoside should be
continued for 24-72 hours after the last debridement
procedure
•Penicillin should be added if concern for anaerobic organism
Antibiotics (farm injury)
aminoglycoside (such as gentamicin) for gram negative coverage
1st cephalosporin (ancef) for gram positive coverage.
the cephalosporin/aminoglycoside should be continued for 72
hours after the last debridment procedure
penicillin should be added if concern for anaerobic organism (farm
injury

•Flouroquinolones
• should be used for fresh water wounds or salt water wounds
Antibiotics (other • can be used if allergic to cephalosporins or clindamycin
considerations) •Doxycycline and ceftazidime
•can be used for salt water wounds
KOMPLIKASI FRAKTUR
Visceral Injury

Neurovascular
compromised
Early
Infection

Compartement
syndrome
Fracture
complication
Delayed union

Non union
Late
Mal union

Avascular
Necrosis
KOMPLIKASI FRAKTUR - Early
Cedera Saraf Akibat Fraktur
• Fraktur collum chirurgicum
(surgical neck) nervus axillaris

• Fraktur corpus humerus (humeral


shaft)  nervus radialis

• Fraktur supracondylar humerus


 nervus medianus, nervus
ulnaris, nervus radialis

• Fraktur epicondylus medial 


nervus ulnaris
Cedera Nervus Axillaris
• Disebabkan oleh fraktur
collum chirurgicum (surgical
neck) humerus, dislokasi
caput humeri ke inferior
• Musculus deltoideus dan
teres minor paralisis
• Abduksi bahu terganggu
• Atrofi deltoid  hilangnya
rounded contour bahu
• Hilangnya sensasi di lateral
bawah bahu
Cedera Nervus Radialis
• Dapat disebabkan oleh
fraktur shaft humerus,
fraktur distal humerus,
fraktur Monteggia
• Radial nerve palsy 
paralisis otot-otot
ekstensor di
kompartemen posterior
antebrachii  WRIST
DROP (DROP HAND)
• Hilangnya sensasi pada
aspek lateral dorsum
manus
Cedera Nervus Medianus
• Dapat disebabkan oleh fraktur
supracondylar humerus,
fraktur forearm, dislokasi
elbow
• Paralisis otot-otot di
kompartemen anterior
forearm (kecuali FCU dan FDP
jari 4,5)
• PITCHER HAND / PRIEST HAND
/ HAND OF BENEDICTUS /
OBSTETRICAL HAND
• Hilangnya sensasi pada aspek
lateral palmar
• Cedera AIN (anterior
interosseus nerve)
Normal
“Okay sign”
Abnormal
“Pinch sign”
 abnormally
Cedera Nervus Ulnaris
• Dapat disebabkan oleh
fraktur epicondylus medial,
fraktur atau dislokasi pada
siku
• Paralisis otot-otot intrinsik
tangan selain otot-otot
thenar, FCU, dan FDP jari 4,5
• CLAW HAND
• Hilangnya sensasi pada
aspek ulnar (medial)
palmar dan dorsum manus
Cedera Nervus Peroneus Communis

• Sering mengalami cedera


pada level collum fibula
• Etiologi  fraktur atau
dislokasi di sekitar lutut,
cedera ligamentum lateral,
traksi ketika lutut dipaksa
ke posisi varus
• Common peroneal nerve
palsy  DROP FOOT (tidak
bisa dorsiflexi ankle),
ketidakmampuan eversi
ankle, high-stepping gait
Artery of Lower Limb
Compartment
Syndrome
• 5-P of Compartment
Syndrome
– Pain
– Pallor
– Pulseless
– Paresthesis
– Paralysis
• Lokasi tersering =
antebrachii dan cruris
• Manajemen : Fasciotomy
• Apabila compartment
syndrome disebabkan karena
pemasangan cast yang
terlalu kuat  longgarkan
atau ganti cast
KOMPLIKASI FRAKTUR - Late
Fracture Healing Disorders
Delayed Union Non Union Mal Union

Definisi Proses union Tidak terjadi Penyambungan tulang


(incomplete repair) dan yang tidak disertai
penyambungan
konsolidasi (complete dengan koreksi
repair) yang lebih fragmen patahan alignment yang baik,
lambat dibandingkan tulang Secara klinis dan sehingga menimbulkan
kondisi normalnya radiologis deformitas

Gejala Nyeri pada lokasi pseudoarthrosis (false Deformitas pada


fraktur persisten dan joint), nyeri berkurang tulang yang pernah
memberat apabila ada patah
paparan stress pada
tulang
Px Penunjang (X-ray) garis fraktur masih garis fraktur masih Alignment tulang
tampak dengan callus tampak  buruk, deformitas
minimal. Ujung-ujung hyperthropic pada foto X-ray
tulang fragmen fraktur nonunion/athropic
TIDAK sklerosis atau nonunion
atrofi
Fracture Complication – Non Union

Pseudoarthrosis Hypertrophic Non Union Atrophic Non Union


humerus
Tampak sklerosis dan
callus minimal
Mal Union
• Penyambungan tulang
yang tidak disertai
dengan koreksi
alignment yang baik,
sehingga menimbulkan
deformitas.
• Ditangani dengan
refraktur atau osteotomi.
Fracture Complication - Late

Avascular Necrosis
• Nama lain osteonecrosis.
• Merupakan kematian bone tissue akibat
kurangnya aliran darah
• Paling sering muncul pada fracture column
femoris
Caput femoris mengalami • Bagian yg memiliki faktor resiko untuk terjadi
avascular necrosis akibat hilangnya
aliran darah • Proximal schapoid pada fracture wrist
• Os lunatum pada dislocation os lunatum
• Corpus os tallus pada fracture column tallus
Avascular necrosis : Fraktur Collumn Femoris

• Fraktur tersering pada usia tua dan


sangat berkaitan dengan osteoporosis
• Terutama pada wanita umur dekade ke
7-8
• Riwayat jatuh (+), nyeri panggul,
tungkai eksorotasi dan tampak
memendek (bila displacement)
• Resiko komplikasi untuk terjadi
AVASKULAR NEKROSIS sangatlah tinggi.
• Manajemen 
– Displace  operasi
– Undisplace  konservatif bila gejala
pada pasien minimal
A. Circumflexa Lateral Rr. Ascenden

A. Ligamentum Teres

A. Circumflexa femoris media

A. Profunda Femoris
DISLOCATION
Dislokasi Panggul (Hip Dislocation)

Dislokasi POSTERIOR Dislokasi ANTERIOR


• Lebih sering • Lebih jarang
• Dashboard injury
• ADDUKSI, ENDOROTASI, FLEKSI • ABDUKSI, EKSOROTASI, FLEKSI HIP
HIP
• Risiko cedera nervus ischiadicus
Dislokasi Panggul (Hip Dislocation)

Dislokasi Panggul Posterior Dislokasi Panggul Anterior


- Tampak caput femoris keluar - Tampak caput femoris keluar
dari socket dan terletak di atas dari socket dan terletak di depan
acetabulum acetabulum
- Hip joint dalam posisi ADDUKSI - Hip joint dalam posisi ABDUKSI
Dislokasi Bahu (Shoulder Dislocation)
Dislokasi Bahu
Anterior
• LEBIH SERING
• Fall on the hand
• Nyeri sekali, pasien
menyangga lengan yang
dislokasi dengan lengan yang
sehat
• Lateral outline dari bahu
tampak rata
• Caput humeri dapat diraba di
bawah clavicula
• LENGAN DALAM POSISI
ABDUKSI DAN EKSOROTASI
• Tidak mampu abduksi dan
endorotasi bahu secara
penuh
Dislokasi Bahu
Posterior
• LEBIH JARANG (<2 %)
• Indirect force yang
menyebabkan adduksi dan
endorotasi bahu berlebih
• LENGAN TERKUNCI DALAM
POSISI ENDOROTASI
• EKSOROTASI BAHU
TERBATAS DAN NYERI
• X-Ray  caput humeri
mengalami rotasi interna
 “electrical light bulb
appearance” pada foto AP
SPRAIN (Cedera Ligamen)
Grade I
• Regangan (strecth) ligamen  nyeri dan
bengkak ringan
• No joint laxity
Grade II
• Robekan (tear) parsial ligamen  nyeri dan
bengkak moderate
• Moderate joint laxity
Grade III
• Robekan (tear) komplit ligamen  nyeri
dan bengkak berat
• Gross joint laxity
Knee Injury – Ruptur ACL & PCL
• Anterior Cruciate
Ligament (ACL)
• Posterior Cruciate
Ligament (PCL)
Knee Injury – Ruptur ACL & PCL
Anterior Cruciate Ligament Posterior Cruciate
(ACL) Ligament (PCL)

Fungsi Mencegah hiperekstensi Mencegah hiperfleksi knee


knee joint, mencegah joint, mencegah
displacement anterior tibia displacement posterior
terhadap femur tibia terhadap femur

Mechanism of injury Twisting injury, noncontact Direct blow to proximal


pivoting tibia (dashboard injury),
hyperextension
Manifestasi klinis • Effusi/hemarthrosis • Effusi/hemarthrosis
• Pain at deep knee • posterior knee pain
• sensasi “pop/plop” • Instability
Physical examination Lachman Test (lebih Posterior drawer sign
sensitive) Posterior sag sign
Anterior drawer sign
Pivot test
Pivot shift test

Lachman Test
Ruptur Tendon Achilles
• Sering terjadi pada
dewasa (40-50 tahun)
• Laki-laki > perempuan
• Mekanisme cedera :
dorsifleksi paksa pada
kaki yang plantarfleksi
– Aktivitas olahraga =
basket, tenis, berenang
Ruptur Tendon
Achilles-cont’d
• Sudden “snap” in heel
• Nyeri akut berat di
belakang tumit
• Tidak mampu plantarfleksi
• Gap in tendon
• Palpable swelling
• Tes Thompson (+)

• PEMERIKSAAN PENUNJANG: USG, MRI,


Foto polos utk ekslusi kelainan lain
• Tes Thompson (+)  tidak adanya plantar fleksi 
ruptur tendon Achilles
• Tes Thompson (-)  terdapat plantar fleksi  kondisi normal
Osteomyelitis
• Inflamasi tulang dan sumsum tulang yang
disebabkan oleh bakteri, dapat bersifat akut
atau kronik
• Patogenesis (Waldvogel, 1971) :
– Hematogenous (TERSERING)
– Contiguous focus of infection  dari abses
jaringan, diabetic foot
– Direct inoculation  dari luka trauma, operasi
Osteomyelitis
• Gejala non spesifik
 DEMAM,
MENGGIGIL,
FATIGUE, LETARGI,
IRRITABILITY
• Tanda klasik inflamasi
 NYERI LOKAL,
BENGKAK, ERITEMA
Osteomyelitis
• Patogen tersering : Staphylococcus aureus
• Penyebab lain : Pseudomonas,
Enterobacteriaceae, basil gram negatif
anaerob
• Pengguna obat intravena dapat mengalami
infeksi Pseudomonas
• Acute hematogenous osteomyelitis
memiliki predileksi pada tulang panjang
• METAFISIS tulang panjang, yang
merupakan tulang cancellous, merupakan
tempat osteomyelitis berkembang
Osteomyelitis – X-Ray
• Sensitivitas 43-75%, spesifisitas
75-83%
• Perubahan pada soft tissue akan
tampak dalam 3 hari, perubahan
pada tulang akan terlihat 1-2
minggu
• Soft tissue swelling
• Tulang  erosi cortical,
campuran lusensi dan sklerosis,
reaksi periosteal, abses
subperiosteal
• Pada kasus kronik
– Sequestrum  tulang mati yang
dikelilingi pus atau jaringan skar
Involucrum  pembentukan
tulang baru disekitar area tulang
yang nekrosis
Osteosarcoma
• Tumor primer pada tulang, ganas,
sering pada
metafisis tulang panjang
• 80% terjadi pada <30 tahun
• Nyeri tulang persisten, massa pada
tulang Osteoblastic type
• Gambaran radiologis
– Destruksi tulang (lesi litik /
radiolusen) dan lesi sklerotik
(radio-opak)
– Eccentric extraosseous mass
(pembentukan tulang
baru periosteal)
– Reaksi periosteal  “SUNBURST”
APPEARANCE, CODMAN’S Osteolytic type
TRIANGLE
OSTEOSARCOMA – REAKSI PERIOSTEAL

Codman’s triangle

Extraosseous
mass

“sunburst" and "hair-


on-end" periosteal
reaction
Codman’s
triangle
Ewing’s Sarcoma
• Tumor primer tulang ganas
• Berasal dari sel endotelial sumsum tulang
• 10-20 tahun
• Kebanyakan terjadi pada regio metadiafiseal
tulang panjang (tibia, fibula, clavicula)
• Nyeri dan pembengkakan tulang
• Gambaran radiologis
– Multilaminar periosteal reaction (ONION PEEL)
– Reaksi periosteal lain = Codman’s triangle, “hair-on-
end”
Ewing’s Sarcoma

“ONION PEEL”
Osteoporosis
• Penyakit tulang metabolik dan sistemik
yang ditandai oleh penurunan massa
tulang dan kerusakan mikroarsitektur
dari jaringan tulang
• Kerapuhan tulang  rentan
fraktur (fraktur patologis)
• Bone density : -2.5 SD or below
Osteoporosis
• OSTEOPOROSIS PRIMER
– Osteoporosis postmenopausal terjadi karena
kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium ke
dalam tulang pada wanita.
– Osteoporosis senilis terjadi karena
kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan di antara kecepatan hancurnya tulang
dan pembentukan tulang yang baru.
• OSTEOPOROSIS SEKUNDER
– Cushing's disease, hyperthyroidism, hyperparathyroidism,
hypogonadism, kelainan hepar, kegagalan ginjal kronis,
kurang gerak, kebiasaan minum alkohol, pemakai obat-
obatan/corticosteroid, kelebihan kafein, merokok
Insidensi Fraktur Patologis akibat
Osteoporosis
Vertebral
Fracture
Forearm
Fracture

Hip
Fracture
SPONDILITIS TB (Pott’s Disease)
• TB ekstraparu, vertebra merupakan lokasi TB
tulang tersering
• Hanya 20% pasien spondilitis TB yang memiliki TB
paru
• Mycobacterium tuberculosis dapat mencapai
vertebra secara hematogen, limfogen,
penyebaran dari paru
• Lokasi = vertebra thorakalis bawah dan lumbalis
• 10-45% kasus spondilitis TB menyebabkan defisit
neurologis serius
SPONDILITIS TB (Pott’s Disease)
• Gejala klasik TB  lemas, penurunan nafsu
makan, penurunan BB, keringat malam hari,
demam subfebris
• Deformitas kifosis, small knuckle kyphosis pada
palpasis processus spinosus, GIBBUS, cold
abscess
Spondylosis Spondylolysis Spondylolisthesis
Natural aging process Defect/fracture of pars Displacement of vertebra
of spine interarticularis
(degenerative) vertebra
Asymptomatic • Insidious onset of low • Insidious onset of low
to pain or back pain, worse with back pain, worse with
radiculopathy activities activities
• Radicular symptoms
• Sensory/motor deficit
Osteophyte, joint “scottie dog” appearance Anterior displacement
space narrowing
UROLOGIC SURGERY
Benign Prostatic Hyperplasia

• Tumor jinak tersering pada laki-laki


• Insidensi meningkat seiring pertambahan usia
• Hiperplasia terjadi terutama di zona transisi / periurethral prostat
BPH – Manifestasi Klinis
LUTS (Lower Urinary
• Frekuensi = sering miksi
Tract Symptoms) • Urgensi = rasa tidak dapat
menahan saat ingin miksi
Gejala Iritatif / Storage • Nokturia = terbangun malam
Symptoms hari untuk miksi
• Inkontinensia = urin keluar di
•Frekuensi
•Urgensi luar kehendak
•Nokturia
•Inkontinensia
• Hesitansi = saat miksi pasien harus
menunggu sebelum urin keluar
Gejala Obstruktif / • Intermitensi = miksi terputus
Voiding Symptoms • Strain = mengedan
•Hesitansi • Terminal dribbling = menetes pada
•Intermitensi akhir miksi
•Strain
• Rest urine = Rasa tidak lampias
•TErminal dribbling
setelah miksi (incomplete emptying)
•Rest urine
• Pancaran urin lemah (weak stream)
BPH – Pemeriksaan
• Rectal toucher /Digital
Rectal Examination
(DRE)
– Pembesaran JINAK
 kenyal, simetris,
tidak berbenjol
– Pembesaran GANAS
 keras, asimetris,
berbenjol-benjol /
nodul
BPH – Pemeriksaan Penunjang
• Prostate Specific Antigen (PSA)
– Spesifik ke prostat, tetapi tidak spesifik ke kanker
– PSA tinggi  laju pertumbuhan prostat cepat, gejala BPH
lebih berat, risiko retensi urin akut meningkat
– Nilai normal di serum < 4 ng/mL
– Berdasarkan usia, rentang normalnya :
• 40-49 tahun = 0-2,5 ng/mL
• 50-59 tahun = 0-3,5 ng/mL
• 60-69 tahun = 0-4,5 ng/mL
• 70-79 tahun = 0-6,5 ng/mL
• Flowmetri  Qmax turun, biasanya < 15 cc
• Kateter  menilai volume urin residual
• Transrectal / Transabdominal Ultrasonography (TRUS
/ TAUS)  menilai volume prostat, volume urin residual
• International
Prostate
Symptoms
Score (IPSS)
BPH - Tatalaksana

• IPSS 1-7  watchful waiting (observasi


waspada)
• IPSS 8-18  farmakologi
• IPSS >18  operasi
• Watchful waiting
– Indikasi  gejala ringan, tanpa penyulit, IPSS <8, flowmetri
non-obstruktif
– Evaluasi berkala, pada 3, 6, dan 12 bulan kemudian, lalu
dilanjutkan 1 kali per tahun
– Ulangi IPSS setiap evaluasi, flowmetri setiap 6 bulan, PSA
setiap 6-12 bulan
• IPSS gejala ringan
dan sedang 
mulai dengan
monoterapi
• IPSS gejala berat
 kombinasi
terapi alpha-1
blocker + 5-ARI
• Monoterapi awal  Alpha-1 Blocker
– Efek pengurangan gejala BPH cepat didapat
– Lebih efektif dibandingkan monoterapi 5-ARI dalam pengobatan jangka
panjang BPH
• 5-ARI dapat digunakan sebagai monoterapi BPH, apabila terdapat kontraindikasi
alpha-1 blocker. Namun, butuh waktu 6-12 bulan pengobatan untuk
memunculkan efek terapi 5-ARI
• Alpha-1 Blocker  merelaksasikan otot polos di bladder neck, kapsul
prostat, dan urethra prostatika  mengurangi obstruksi
– Efek samping = hipotensi orthostatik dan dizziness.
– Alpha-1A Blocker (tamsulosin, alfuzosin, silodosin)  lebih uroselektif, EFEK
SAMPING HIPOTENSI MINIMAL
• 5-Alpha Reductase Inhibitor (5-ARI)  menghambat enzim 5-Alpha
Reductase yang mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron 
mengurangi volume prostat jangka panjang & menurunkan kebutuhan
pembedahan
– Efek samping = penurunan libido dan disfungsi ereksi
BPH – Tatalaksana Bedah
• Indikasi
• TURP (Trans Urethral
– Retensi urin akut Resection Prostatectomy)
– Retensi urin kronis (selalu  90-95%
>300 mL)
– Volume residu urin >100 mL
– ISK berulang
– Gross hematuria
– Gagal ginjal
– Divertikulum buli yang besar
– Batu buli
– Keluhan pasien sedang-berat
– Tidak ada perbaikan dengan
• Open prostatectomy
terapi non-bedah yang – 5-10 %
optimal
– BPH besar (>50-100 gram,
volume >80-100 cm3)
Kanker Prostat
Jenis terbanyak 
adenokarsinoma (95%)

Manifestasi klinis

• Gejala  gejala obstruksi mirip BPH,


penurunan berat badan, anoreksia,
anemia, nyeri punggung (metastasis
ke vertebra), nyeri tulang dan fraktur
(metastasis ke tulang)
• Buli distensi, retensi urin
• Rectal toucher = prostat teraba
asimetris, permukaan tidak
rata/berbenjol-benjol/ nodul,
konsistensi keras
Batu Saluran Kemih (Urolithiasis)

• Nephrolithiasis
• Ureterolithiasis
• Vesicolithiasis
• Urethrolithiasis
Lokasi Gejala
GINJAL Nyeri regio flank / nyeri pinggang, dapat berupa
(Nephrolithias -Nyeri kolik akibat aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises, atau
is) -Non-kolik akibat peregangan kapsul ginjal, hidronefrosis, atau infeksi pada
ginjal
- Nyeri ketok kostovertebra (+), massa ginjal (bila hidronefrosis)

URETER Nyeri pinggang kolik (akibat peristaltik) dan menjalar (nyeri alih), tergantung
(Ureterolithias letak batu :
is) - Ureter proksimal  pinggang setinggi pusar (T10)
- Ureter media  medial paha, inguinal, skrotum (L1-3)
- Ureter distal  ujung penis (S2-3), + disuria
VESICA -Gejala iritatif (frekuensi, urgensi, nokturia)
(Vesicolithiasi -Miksi tiba-tiba berhenti dan menjadi lancar kembali dengan perubahan
s) posisi tubuh.
- Nyeri berkemih pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, atau kaki
-Anak sering mengeluh enuresis nokturna, sering menarik-narik penisnya
(laki-laki) atau menggosok-gosok vulva (perempuan)
URETHRA Miksi tiba-tiba berhenti, retensi urin.
(Urethrolithia -Batu pada urethra anterior  benjolan keras di penis, atau tampak di
sis)
meatus uretra eksterna. Nyeri pada glans penis.
- Batu pada urethra posterior  nyeri pada perineum atau rektum
Urinary Tract Referred Pain
Jenis-jenis Batu

• f

• Batu RADIOPAK pada BNO  batu KALSIUM (kalsium oksalat, kalsium


fosfat), batu CYSTINE, batu STRUVIT (MAP)
• Batu RADIOLUSEN pada BNO  batu ASAM URAT murni
Batu Kalsium (70-80 %)
• Hiperkalsiuri
– Absorptif (peningkatan absrobsi di usus)
– renal (reabsorbsi turun)
– resorptif (kalsium tulang)  pada hiperparatiroidisme
• Hiperoksaluri
– post operasi usus atau banyak konsumsi makanan yang kaya oksalat (teh, kopi
instan, soft drink, coklat, bayam, dll)
• Hiperurikosuria
– asam urat bertindak sebagai inti batu/nidus untuk terbentuknya batu kalsium
oksalat.
• Hipositraturia
– Di dalam urin, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat 
cegah ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat.
• Hipomagnesuria.
– Di dalam urin, magnesium bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium
oksalat  cegah ikatan kalsium dengan oksalat.
Batu Struvit
• Nama lain = MAP (magnesium ammonium phosphate)
• >> PADA PEREMPUAN, BERHUBUNGAN DENGAN ISK
• Infeksi oleh bakteri yang memproduksi urease 
hidrolisis urea menjadi ammonium  pH urin
meningkat  mengurangi kelarutan fosfat  struvit
mengendap
• Batu struvit dapat tumbuh besar dan memenuhi kaliks
& pelvis renalis  membentuk staghorn calculi.
• Struvit merupakan 70% pembentuk batu staghorn,
dan biasanya bercampur dengan kalsium fosfat
 radioopak
Batu Staghorn
Diagnosis BSK – Pemeriksaan Penunjang

Urinalisis
• Hematuria, kristal, tanda infeksi

Darah Rutin dan Kimia Darah


• Terutama ureum, creatinin, asam urat

Radiologi
• BNO / KUB  hanya untuk batu radioopak (kalsium, sistin, staghorn)
• IVP  bisa untuk batu radiolusen / non-opak (asam urat)
• USG  aman untuk ibu hamil dan pasien yang memiliki kontraindikasi IVP.
Dapat melihat semua batu (radioopak atau radiolusen pada BNO)
• Pyelografi antegrade/retrograde  bila fungsi voiding terganggu (misal
pada obstructive uropathy)
• CT scan  gold standard batu saluran kemih

BNO = Blass Nier Overzicht/KUB = Kidney Ureter Bladder


IVP

BNO

USG
Tatalaksana Urolithiasis
Indikasi pengeluaran batu aktif
• Kasus batu dengan kemungkinan keluar spontan rendah
• Adanya obstruksi saluran kemih persisten
• Ukuran batu >15 mm
• Adanya infeksi
• Nyeri menetap atau berulang
• Disertai infeksi
• Batu metabolik yang tumbuh cepat
• Adanya gangguan fungsi ginjal
• Keadaan sosial pasien

Indikasi terapi konservatif / ekspulsif medikamentosa


• Belum memiliki indikasi untuk pengeluaran batu aktif
• Biasanya pada batu <5 mm, lokasi di ureter distal, tidak ada obstuksi total
Tatalaksana Urolithiasis
Tujuan
• Mengatasi nyeri, menghilangkan batu, mencegah rekurensi

Terapi konservatif / Terapi ekspulsif medikamentosa


• Peningkatan asupan minum (1-2 L/hari) dengan target diuresis 2L/hari
• Manajamen nyeri  analgetik, NSAID
• Pemantauan berkala setiap 1-14 hari sekali selama maksimal 6 minggu

Pelarutan
• Batu asam urat, hanya terjadi pada urin yang asam (pH 6,2)  alkalinisasi urindengan
Natrium bikarbonat. Lakukan terapi untuk hiperurisemia
Lithotripsi

Pembedahan
• Batu kaliks  adanya hidrokaliks, nefrolitiasis kompleks, ESWL gagal
• Batu pelvis  adanya hidronefrosis, infeksi, nyeri hebat, staghorn calculi
• Batu ureter  telah terjadi gangguan fungsi ginjal, nyeri hebat, impaksi ureter
• Batu buli-buli  ukuran >3 cm
Tumor Ganas Buli-buli
• Bentuk terbanyak  transitional
cell carcinoma
• Faktor risiko  laki-laki, merokok,
penggunaan zat pemanis buatan,
ISK, paparan zat kimia (substansi
amine aromatic di industri cat,
tekstil, karet)
• Klinis
– PAINLESS GROSS HEMATURIA
– Gejala iritatif  frekuensi, urgensi,
disuria
– Penurunan berat badan, anoreksia
– Nyeri tulang, nyeri pada pelvis,
edema ekstremitas bawah, nyeri
pinggang
Ruptur Urethra - Anatomi

RUPTUR URETHRA ANTERIOR VS RUPTUR URETHRA POSTERIOR


RUPTUR URETHRA
Ruptur Urethra Anterior Ruptur urethra Posterior
Trauma tumpul Perineum (Straddle injury), Trauma tumpul, biasanya disertai trauma
biasanya disertai fraktur penis pelvis
Meatal bleeding Meatal bleeding
Retensi urin akut Retensi urin akut
Hemotama penis, hematoma perineum Floating Prostat
(butterfly-shaped hematoma)
Ruptur Urethra Anterior
Meatal bleeding

Fascia Buck robek  hematoma perineum


(butterfly hematoma)
Fascia Buck intak  hematoma penis
Ruptur Urethra - Diagnosis
• Retrograde urethrography

Urethrografi normal Urethrografi pada ruptur urethra


 ekstravasasi kontras
Tatalaksana Ruptur Urethra
– Tindakan sementara  Pungsi
suprapubik
Pungsi – Setelah kondisi gawat darurat
suprapubik
tertangani  sistostomi
suprapubic

– KATETERISASI URIN TRANSURETHRAL ->


KONTRAINDIKASI
Sistostomi
suprapubik
Bladder Trauma
Mayoritas terjadi akibat fracture pelvis
Sign & symptomps :
• Fracture pelvis
• Pasien biasanya tidak bisa berkemih.
• Jika bisa berkemih  grosshematuria
• Nyeri abdomen bawah, suprapubic atau pelvis
• Rectal toucher -> eksklusi trauma rectal dan uretra posterior.
• Meatal bleeding -> kemungkinan trauma uretra.

Tipe :
• Extraperitoneal rupture
• Intraperitoneal rupture
• Combined

Pemeriksaan Penunjang :
• Kateterisasi  gross or less hematuria
• CT atau plain Film Cystogram
Extraperitoneal bladder rupture :
• Disebabkan trauma oleh arcus anterior pubicum,
os. Pelvis atau ligamentum puboprostaticum.
• Sistografi : ekstravasasi kontras di basis vesical,
didalam spatium perivesica.
Intraperitoneal Bladder Ruptur :
• Robekan pada bladder dome. Biasanya terjadi
ketika bladder terisi penuh.
• Sering tidak terdiagnosis karena urin mengalir ke
cavum intraperitoneal. Pasien bisa mengalami
abnormalitas metabolic dan elektrolit akibat
reabsorbsi urin. Beberapa pasien kesan anuri.
• Sistografi : ekstravasasi kontras ke cavum
peritoneum
Renal Trauma
• Etiology : trauma tumpul penetrating trauma
• Sign & symptoms : abdominal or flank pain,
Hematuria
Derajat Gambaran jejas

1 Kontusio atau hematoma subkapsular yang tidak


meluas
Tida ada laserasi
2 Hematoma perirenal yang tidak meluas
Laserasi korteks <1cm tanpa ekstravasasi
3 Laserasi korteks >1 cm tanpa ekstravasasi urin

4 Laserasi melalui corticomedullary junction hingga


collecting system
ATAU
Vaskular : jejas arteri atau vena renalis segmental
dengan hematoma
5 Laserasi : ginjal rusak
ATAU
Vaskular : jejas pedikel renalis atau avulsi
Inkontinensia Urin
Inkontinensia Urin
Incontinence type Common cause Common symptoms

Urge Incontinence Stroke Urgency and frequency,


Azheimer’s disease day or night
Parkinson’s disease
Stress Incontinence Urologic procedures Small volumes of urine
Multiparity loss with coughing,
sneezing
Overflow Incontinence BPH Poor stream
Fecal impaction Incomplete emptying

Functional Incontinence Inability to get to the Symptoms will vary


bathroom, change in
mental status
Scrotal Swelling
Gangguan Etiologi Klinis
Torsio testis Torsi (puntiran) Nyeri testis berat dengan onset
testis dan mendadak yang diikuti pembengkakan
spermatic cord inguinal dan/atau skrotum. Gejala
intra/extra vaginal gastrointestinal seperti mual dan muntah
Orkhitis Komplikasi infeksi Nyeri dan pembengkakan testis dan skrotum,
virus Mumps hiperemia pada kulit skrotum,
Infeksi saluran Gejala konstitusional  demam,
kemih menggigil,malaise
Hidrokele Kelaian Akumulasi cairan di dalam cavum vaginalis di
kongenital, sekitar testis. Skrotum tampak membengkak
gangguan aliran Transiluminasi (+)
darah di spermatic
cord, inflamasi,
injury
Varikokele Insufisiensi vena Rasa nyeri atau berat di skrotum.
 dilatasi Palpasi skrotum  “feeling like a bag of
pleksus worms”
pampiniformis
Torsio Testis

• Torsi (puntiran) pada spermatic cord 


penurunan suplai darah ke testis  iskemia
• Kondisi GAWAT DARURAT
Torsio Testis
• Kejadian tersering pada
pubertas (12-21 tahun)
dan dewasa 22-52
tahun)
• Pemicu  tidak jelas.
Mungkin dipengaruhi
oleh aktivitas fisik,
ereksi, kontraksi
cremaster karena
trauma, peningkatan
volume testis
Gejala = nyeri testis onset mendadak,
demam (10 %), mual, muntah, anoreksia
Torsio Testis - Tanda
• Elevasi abnormal dari testis dengan
pemendekan spermatic cord
• Aksis abnormal dari testis ketika
pasien berdiri (misal, letak
horizontal)  Angle sign (+)
• Posisi epididymis yang abnormal
(misal, epididymis terletak di
anterior)
• Tidak adanya reflex cremaster
• Prehn’s sign (-)  elevasi testis
tidak mengurangi rasa nyeri
Tatalaksana Torsio Testis
• Golden period = 6 jam
• Doppler Ultrasound 
– Aliran darah berkurang
atau tidak ada  torsio
testis
– Aliran darah meningkat
 inflamasi (orchitis)
Tatalaksana Torsio Testis (con’t)
• Jika USG Dopler tidak bisa dilakukan secara
cepat dan kecurigaan tinggi -> Intraoperative
exploration is mandatory
– Testis viabel (onset <6 jam) ORCHIDOPEXY
– Testis non-viabel (onset >6 jam) 
ORCHIDECTOMY
• Detorsi manual hanya boleh dilakukan apabila
terdapat Doppler ultrasound. Kontraindikasi
pada kejadian >6jam.
Orkhitis / Epidimo-orkhitis
• Inflamasi pada testis
dan/atau epididimis
• Etiologi
– Infeksi bakteri
• Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorrhea  pada
remaja dan dewasa (<35
tahun) yang aktif secara
seksual (komplikasi IMS)
• Eschericia coli (80 %),
Pseudomonas, Klebsiella
 pada dewasa >35
tahun
– Infeksi virus = komplikasi
Mumps. Kebanyakan pada
anak <10 tahun
Orkhitis / Epidimo-orkhitis
• Gejala
– Sistemik  demam, sakit
kepala, mual, muntah, malaise
– Lokal  nyeri dan
pembengkakan skrotum
• Tanda
– Prehn’s sign (+)  elevasi
testis mengurangi rasa nyeri
Orchitis viral  analgetik,
antipiretik
skrotum
Orchitis bakterial  antibiotik – Edema dan indurasi testis.
(ceftriaxone, doksisiklin,
azitromisin, ciprofloxacin,
Kulit skrotum hiperemia,
kotrimoksazol) analgetik, antipiretik tenderness skrotum
Varikokele
• Dilatasi plexus
pampiniformis dari vena
testicularis
• Kebanyakan terjadi sisi
kiri
• Asimptomatik atau
bergejala
– Nyeri skrotum,
memberat saat berdiri,
berkurang saat berbaring
– Atrofi testis
• Adanya apoptosis dari sel
Palpasi skrotum  teraba germinal akibat paparan
massa seperti “kantong berisi suhu yang relatif lebih
tinggi
cacing” – Infertilitas
Hidrokele
• Akumulasi cairan serosa di sekitar
testis, yang
berada di dalam tunika vaginalis
• Sering pada bayi laki-laki yang
baru lahir, akibat keterlambatan
penutupan processus vaginalis

• Translumination test /
diapanoscopy
• Positive : Hydrocele
• Negative : mass, hernia scrotalis,
hematocele
Hipospadia & Epispadia
• Hipospadia defek
kongenital, ostium urethra
externum (OUE) terletak di
sisi ventral penis
– Tidak ditemukannya
preputium di sisi ventral.
Digantikan jaringan parut
yang menyebabkan
kontraktur ventral penis
(chordee)
• Epispadia  defek
kongenital, ostium urethra
externum (OUE) terletak di
sisi dorsal penis
Tatalaksana Hipospadia
Anak dengan hipospadia sebaiknya jangan disirkumsisi
dahulu  preputium dibutuhkan untuk rekonstruksi urethra

Sebaiknya hipospadia ditatalaksana sebelum usia 3 tahun


(alasan psikologis)

Tujuan utama

• Orthoplasti & release chordee (chordektomi)  meluruskan kembali


penis dan mengembalikan kurvatura penis
• Urethroplasty  rekonstruksi urethra supaya OUE bisa di ujung glans
penis
• Glansplasty  membentuk kembali konfigurasi glans penis
Fimosis
• Definisi = ketidakmampuan retraksi preputium
(foreskin) yang menutupi glans penis
• Fimosis fisiologis
– Anak dengan preputium yang ketat sejak lahir
dan pemisahan terjadi secara natural seiring
berjalannya waktu
– Resolve spontan biasanya pada umur 5-7 tahun
• Fimosis patologis
– Fimosis yang terjadi akibat jaringan parut,
infeksi, atau inflamasi
– Retraksi paksa preputium dapat menyebabkan
jaringan parut, perdarahan, dan trauma
psikologis

Gejala = disuria, retensi urin, penggelembungan preputium


saat miksi, mengedan saat miksi, nyeri ereksi, iritasi penis,
perdarahan
Komplikasi = balanoposthitis, parafimosis, infeksi saluran kemih
Fimosis - Tatalaksana
Kebanyakan kasus fimosis akan resolve spontan

Terapi konservatif
• Perawatan preputium rutin
• Bila dapat diretraksikan parsial, lakukan retraksi rutin saat mandi dan
jaga kebershan glans penis
• Steroid topikal  bisa digunakan selama 4-6 minggu untuk
meningkatkan retraktabilitas fimosis fisiologis
Sirkumsisi
• Fimosis fisiologis bukan indikasi sirkumsisi
• Indikasi sirkumsisi  fimosis patologis, kegagalan terapi dengan
salep steroid, parafimosis, ISK berulang, balanoposthitis berat dan
berulang, fimosis fisiologis yang persisten hingga remaja
Parafimosis
• Preputium penis teretraksi di belakang glans
penis dan tidak dapat dikembalikan ke posisi
normalnya  cincin konstriksi  iskemia
• Kegawatan dalam urologi
• Bengkak dan nyeri penis Faktor Risiko
- Fimosis
- Prosedur
genitourinari
(kateter urin,
cystoscopy)
- Trauma penis
- Aktivitas seksual
Parafimosis - tatalaksana
Goal : mengurangi edem penis dan mengembalikan posisi
preputium.

Lakukan nerve block, analgetik topical atau narkotik oral jika


diperlukan sebelum manipulasi

Tatalaksana awal :

• Reduksi Manual : tekanan manual, ice pack secara intermiten, elastic dressing.
• farmakologi : injeksi hyaluronidase, granulated sugar
• Minimal-invasive : teknik “puncture”, aspirasi darah.
• Terapi bedah (jika sangat terkonstriksi) : emergency dorsal slit

Terapi definitive  Sirkumsisi


Undescended Testicle
(Kriptorkidismus)
• Kelainan kongenital dimana salah satu atau
kedua testis tidak berada pada kantung
skrotum namun berada pada jalur turunnya
testis dari perut ke skrotum
• Prevalensi = 3% bayi laki-laki aterm, 30% bayi
laki-laki prematur
• Pada 70% penderita UDT, testis akan turun ke
scrotum secara spontan dalam satu tahun
pertama kehidupan
Klasifikasi UDT
• Menurut klinis:
– Palpable (80%)
– Unpalpable

• Menurut lokasi:
– Abdominal
– Inguinal
– Suprascrotal

• Skrotum tidak berkembang, rugae


sedikit, mungkin asimetris.
• Tidak ditemukan testis dalam
skrotum
• Infertilitas
• Hernia Inguinalis
Tatalaksana UDT
• Observasi hingga usia 6 bulan
• Apabila testis belum turun setelah
observasi 6 bulan, idealnya dilakukan
operasi (orchidopexy) saat usia 6-12
bulan, dengan batas maksimal 18 bulan.
• Pada UDT unilateral  orchidopexy
merupakan pilihan
• Pada UDT bilateral  coba dengan terapi
hormonal  1 bulan belum turun 
operasi
DIGESTIVE SURGERY
Appendicitis Akut

Akut abdomen tersering


Inflamasi dan infeksi bakterial pada appendix vermiformis

Etiologi
• Obstruksi lumen appendix oleh hiperplasia limfoid, fecalith, corpus
alienum, neoplasma, striktur paska inflamasi
• Infeksi (biasanya bersifat hematogen)
Patofisiologi
• Obstruksi lumen  sekresi mukus terus berlanjut dan kolonisasi bakteri
 tekanan intraluminal naik  pembuluh limfe dan vena terjepit
 edema dan transudasi  tekanan intraluminal semakin naik 
arteri terjepit  iskemia dan nekrosis  perforasi
Appendicitis Akut - Gejala Klinis

Nyeri kuadran kanan bawah (titik


Nyeri periumbilikal, kolik, 6-12
McBurney), menetap, nyeri
nyeri visceral, diffuse jam 
somatik, dapat ditunjuk
• Demam
• Mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), diare, obstipasi, disuria,
• Nyeri flank/punggung (letak retrocecal), nyeri suprapubik (letak pelvical), nyeri
testikular (letak retroileal)
• Nyeri lepas tekan (rebound tenderness) / Blumberg sign  akibat iritasi
peritoneum
• Dunphy sign  peningkatan nyeri saat batuk
• Colok dubur  nyeri tekan pada arah jam 9-12
Appendicitis Akut - Tanda Klinis
• Rovsing sign  nyeri perut kuadran kanan bawah
saat palpasi kuadran kiri bawah
• Psoas sign  nyeri perut kuadran kanan bawah
saat ekstensi panggul kanan
• Obturator sign  nyeri perut kanan bawah saat
rotasi internal panggul kanan

Obturator sign
Diagnosis & Tatalaksana
• Preoperatif 
observasi TTV, resusitasi
cairan, tirah baring,
puasa, antibiotik IV
spektrum luas
• Operatif
– Open Appendectomy =
insisi transversal
(Davis-Rockey) atau
insisi oblique
(McArthur-McBurney)
pada kuadran kanan
bawah
– Laparoscopic
appendectomy

0-3  dapat dipulangkan tanpaimaging


4-6  evaluasi dengan pemeriksaan penunjang
≥7  konsul bedah
Peritonitis
• Inflamasi peritoneum, jaringan yang melapisi
permukaan dalam dinding abdomen dan viscera
abdomen
• Klasifikasi :
– Peritonitis primer
• Infeksi peritoneum yang tidak berhubungan langsung dengan
kelainan intrabdominal (spontaneous bacterial peritonitis)
• Biasanya berhubungan dengan ascites
– Peritonitis sekunder
• Infeksi peritoneum karena kelainan intrabdominal (misal perforasi
hollow viscous  isi gastrointestinal masuk ke cavum peritoneum
menyebabkan peritonitis)
– Peritonitis tersier
• Tahap akhir peritonitis. Tanda dan gejala klinis peritonitis dan
sepsis tetap ada walaupun peritonitis sekunder sudah diterapi
Peritonitis Sekunder – Etiologi
Tanda dan Gejala Peritonitis
Gejala Tanda

• Penurunan nafsu makan, • Bising usus menurun hingga


mual, muntah tidak ada
• Nyeri abdomen tumpul yang • Defans muskular (board-like
segera berubah menjadi nyeri abdomen)  spasm otot
abdomen tajam, persisten, dinding abdomen involunter
pada semua lapang abdomen • Nyeri lepas tekan abdomen
• Distensi abdomen, nyeri tekan (rebound tenderness)
abdomen
• Demam dan menggigil
• Tanda-tanda dehidrasi
• Susah flatus atau BAB
Ileus
• Definisi = gangguan pasase usus
• Etiologi
– Ileus obstruktif (ileus mekanik/dinamik) : adanya
sumbatan mekanik pada usus
– Ileus paralitik (ileus fungsional/adinamik) : tidak
adanya atau tidak adekuatnya peristaltik usus
tanpa obtruksi mekanik. Disebabkan oleh
penghambatan neuromuskular, tonus simpatis
yang berlebihan.
Ileus
Ileus Obstruktif Ileus Paralytic
Manifestasi Klinis Nyeri abdomen kolik, Nausea, vomiting,
nausea, vomiting, distensi abdomen,
obstipasi obstipasi,
Pemeriksaan fisik • Abdominal • Abdominal
distention (darm distention
countour, darm • Silent abdomen
steifung) • Tympanic percussion
• Hyperperistaltic • RT : ampulla recti
(Hipoperistaltik pada
prolonged obstruction) intak
• Metalic sound (+) • Tanda dehidrasi
• RT : ampulla recti
kolaps
• Tanda dehidrasi
Pemeriksaan Penunjang • Dilatasi usus dengan • Dilatasi diffuse usus
air fluid level (udara mengisi kolon &
• Tidak adanya udara rektum)
pada bagian distal usus
Klasifikasi Ileus Obstruktif
• Letak sumbatan
– Ileus letak tinggi : sumbatan di proximal
ligamentum Treitz (flexura
duodenojejunalis)  dominan vomiting
– Ileus letak rendah : sumbatan di distal
ligamentum Treitz  dominan distensi
abdomen
• Derajat obstruksi
– Obstruksi total  gejala lebih berat,
tidak bisa flatus dan BAB
– Obstruksi parsial  gejala lebih ringan,
masih bisa flatus dan BAB
• Open VS Closed-Loop
– Open ended obstruction  risiko
strangulasi lebih rendah
– Closed loop obstruction  risiko
strangulasi tinggi (misal pada hernia
inkarserata, volvulus)
Ileus – Pemeriksaan Penunjang
• Foto polos abdomen 3 posisi  supine,
semierect / erect, LLD (left lateral decubitus)

Herring bone appearance Coiled spring Multiple air fluid level – step ladder appearance
Tatalaksana Ileus
Tatalaksana:
– Nil per os
(NPO)/dipuasakan
– Resusitasi cairan
& monitor Urin
output
– Pemasangan NGT
 dekompresi,
mencegah aspirasi
– Serial abdominal
exam

Source: Schwartz’s Principles of Surgery


Hemorrhoid

• Definisi = penebalan bantalan jaringan


submukosa (anal cushion) yang terdiri dari
venula, arteriole, dan jaringan otot polos yang
terletak di kanalis analis
• Hemorrhoid interna
– Pelebaran plexus hemorrhoidalis
interna (dibentuk oleh vena rectalis
superior et media)
• Hemorrhoid externa
– Pelebaran plexus hemorrhoidalis
externa (dibentuk oleh vena
rectalis inferior)
Hemorrhoid - Klasifikasi

Hemorrhoid interna Hemorrhoid externa

Hemorrhoid Interna Hemorrhoid Externa

• Terletak di atas linea dentata • Terletak di bawah linea dentata


• Berasal dari endoderm • Berasal ektoderm
• Ditutupi oleh epitel simplex • Ditutupi oleh epitel stratified
columnar canalis analis squamosum
• Tidak diinervasi oleh persarafan • Diinervasi oleh persarafan
somatis  jarang cutaneous yang menyuplai area
menyebabkan nyeri (kecuali perianal  biasanya nyeri
bila terjepit  iskemia 
nyeri menetap)
Hemorrhoid Interna - Grading
Hemorrhoid - Tatalaksana
Tatalaksana Non-Bedah
• Modifikasi gaya hidup  menghindari pengejanan berlebihan saat
defekasi atau aktivitas
• Diet tinggi serat, banyak minum
• Farmakologis  analgetik, fecal softener, antibiotik (bila ada infeksi),
suppositoria hemorrhoid (mengandung venotonik, anestesi lokal, steroid
)
• Rubber band ligation
• Skleroterapi
• Fotokoagulasi inframerah
Tatalaksana Bedah
• Hemorrhoidektomi (excision atau stapled)
Hemorrhoid - Tatalaksana
Hemorrhoid interna grade 1
• Modifikasi diet, medikamentosa

Hemorrhoid interna grade 2


• Rubber band ligation, koagulasi, ligasi arteri hemorrhoidalis-repair rektoanal, modifikasi
diet, medikamentosa
Hemorrhoid interna grade 3
• Hemorrhoidektomi, ligasi arteri hemorrhoidalis-repair rektoanal, hemorrhoidopexy
dengan stapler, rubber band ligation, modifikasi diet
Hemorrhoid interna grade 4
• Hemorrhoidektomi (cito untuk kasus trombosis), hemorrhoidopexy dengan stapler,
modifikasi diet

Hemorrhoid externa (dengan keluhan)


• Hemorrhoidektomi
Abses perianal
• Abses anorektal sederhana, manifestasi fase akut
dari akumulasi pus yang berasal dari glandular
crypts yang terinfeksi di anus dan rektum
Gejala
• Nyeri berat dan konstan pada anus atau rektum
• Demam, malaise
• Drainase pus
Tanda
• Massa eritematosa, fluktuasi (+) pada kulit
perianal
• Pada kasus kronik dapat ditemukan fistula
perianal
Terapi
Tender and fluctuant mass • Insisi dan drainase, antibiotik, analgetik-
antipiretik
Karsinoma Kolorektal
• Keganasan pada kolon dan
rektum, yang terletak antara
valvula ileosekal sampai
dengan kanalis ani.
• Keganasan tersering pada
saluran cerna
• Jenis terbanyak =
adenokarsinoma

• Biasanya terdiagnosis saat :


i. Pasien dengan gangguan pola BAB dan gejala mengarah ke kanker
ii. Screening pada pasien asimptomatis
iii. Pasien dengan intestinal obstruction, peritonitis, acute GI
bleeding
Pemeriksaan Penunjang Karsinoma Kolorektal

• Laboratorium Filling
– Hb, fecal occult blood defect

testing (FOBT)
– CEA (Carcinoembryonic
Antigen. Kadar normal <
2,5 n/mL)
• Colon In Loop (CIL) 
barium enema
– Filling defect, apple core
Apple core
appearance appearance
• Colonoscopy + Biopsi
Ca Caput Pankreas
• Nyeri epigastrik yang
menjalar ke punggung
• Anorexia, mual, muntah
• Penurunan berat badan
• Tahap awal jaundice
obstruktif, nyeri (-)
• Tahap lanjut  nyeri (+)
• Tumor Marker  CA 19-
9
Courvoisier law/sign = pembesaran kantung empedu yang tidak nyeri dan dapat
terpalpasi kemungkinan besar disebabkan oleh ca caput pankreas, bukan oleh batu di
saluran empedu.
Hernia Abdominalis
• 75% hernia abdominal
 hernia inguinal
• Hernia inguinal dibagi
menjadi
– Hernia inguinalis
lateralis (HIL) / hernia
inguinalis indirek
 2/3 kasus
– Hernia inguinalis
medialis (HIM) /
hernia inguinalis direk
 1/3 kasus
Hernia reponibilis (reducible)
• Isi hernia MASIH DAPAT KELUARMASUK
• Protrusi isi hernia biasanya terjadi saat peningkatan tekanan intrabdomen (bersin, batuk, mengejan,
menangis, tertawa)dan posisi berdiri
• Protrusi isi hernia biasanya menghilang saat posisiberbaring
Hernia ireponibilis (irreducible)
• Isi hernia TIDAK DAPAT DIKEMBALIKAN ke ronggaasalnya

Hernia inkarserata
• Isi hernia TIDAK DAPAT DIKEMBALIKAN DAN TERJEPIT OLEH CINCIN HERNIA.
•GANGGUAN PASASE USUS (+). GEJALA ILEUS  mual, muntah, distensi abdomen, nyeri abdomen
kolik (hilang timbul)
Hernia strangulata
• Isi hernia TIDAK DAPAT DIKEMBALIKAN DAN TERJEPIT OLEH CINCIN HERNIA disertai gangguan aliran
arteri
• Adanya gangguan vaskularisasi akibat jepitan. Gejala  NYERI ISKEMIK MENETAP, takikardia,
leukositosis, edema dan eritem pada kulit yang melapisi hernia, pasien tampak toxic, dehidrasi dan
demam
Hernia Inguinalis Lateralis
• Lokus minoris resisten = anulus
inguinalis internus / profundus /
lateral
• Isi hernia masuk melalui anulus
inguinalis internus  memasuki
canalis inguinalis  keluar
melalui anulus inguinalis
externus  memasuki funiculus
spermaticus dan DAPAT TURUN
HINGGA SCROTUM (HERNIA
SKROTALIS)
• HIL kongenital  akibat
processus vaginalis persisten
• HIL akuisita  adanya
Keyword  isi hernia DAPAT masuk peningkatan tekanan
hingga skrotum intraabdominal kronis 
terbukanya anulus inguinalis
internus
Hernia Inguinalis Medialis
• Lokus minoris resisten
= Trigonum Hasselbach
• Hernia melalui dinding
inguinal yang disebut
trigonum Hasselbach
• Selalu didapat ketika
dewasa akibat
peningkatan tekanan
intraabdominal kronis
Keyword  isi hernia TIDAK DAPAT
masuk hingga skrotum
dan kelemahan relatif
dinding inguinal
Trigonum Hasselbach = Dibentuk tepi musculus
rectus abdominis, arteri epigastrica inferior,
posterior
ligamentum inguinalis
Membedakan HIL dan HIM
• Finger Examination
Test
– Minta pasien berdiri
lalu masukkan jari
melalui skrotum
 ikuti funiculus
spermaticus hingga
mencapai anulus
inguinalis externus
– Minta pasien mengejan
• Massa menyentuh
UJUNG JARI  Hernia
inguinalis lateralis
• Massa menyentuh SISI
JARI  Hernia
inguinalis medialis
Tatalaksana Hernia Inguinalis
Non Bedah
• Mencari dan memperbaiki faktor risiko yang menyebabkan
hernia (misal BPH, batuk kronis)
• Analgetik bila nyeri

Bedah  tatalaksana definitif


• Herniotomi, Herniorrhapy, Hernioplasty
• Hernia inguinalis reponibilis dan ireponibilis  BEDAH
ELEKTIF
• Hernia inguinalis inkarserata dan strangulata  BEDAH
CITO / EMERGENSI
ONCOLOGY SURGERY
Breast Swelling Pregnancy,
Lactation
Bilateral
Drug-induced
Whole Breast
Pubertal
Unilateral
Newborn
Breast Swelling Mastitis /
Abscess
Fibrocystic
Cystic
Localized Galactocele

Fibroadenoma
Solid lump
Malignancy
Diagnosis Banding Benjolan Payudara

Benigna Maligna

• Kenyal • Keras
• Nyeri +/- • Tidak nyeri
• Reguler, halus • Ireguler
• Mobile, tidak terfiksasi • Terfiksasi ke kulit/dinding
• Tidak ada skin dimpling dada
• Discharge lebih ke arah • Skin dimpling
kuning/hijau • Discharge bloody
• Tidak ada retraksi puting • Retraksi puting
• Ulkus
Diagnosis Banding Benjolan Payudara
Fibroadenoma Mammae (FAM)
• Usia muda (15-25 tahun)
• Benjolan soliter, bulat, ukuran 1-3 cm, batas tegas, kenyal, mobile, tidak nyeri
(non tender)
Lesi Fibrokistik Mammae
• Usia reproduktif (25-40 tahun)
• Benjolan kistik, batas tidak tegas, ireguler, tender, soliter / multiple, nyeri dan
membesar saat menjelang haid
Tumor Phyllodes
• Usia 40-50an tahun
• Secara klinis  tumor jinak, mirip FAM
• Massa payudara yang berukuran besar, ukuran dapat mencapai 20-30 cm
• Pertumbuhan tumor cepat dan menyebabkan regangan kulit  kulit payudara
tampak mengkilap. Histopatologis  “LEAF-LIKE PATTERN”
Benjolan Payudara

Phyllodes tumor

FAM Lesi Fibrokistik Mammae

Leaf-like pattern
Diagnosis Banding Benjolan Payudara
Mastitis
• Biasanya pada wanita menyusui
• Tanda inflamasi lokal aktif  eritema, edema, nyeri, teraba hangat pada
payudara.
• Gejala sistemik  demam, malaise, sakit kepala, nyeri otot

Abses Mammae
• Komplikasi mastitis
• Benjolan FLUKTUATIF, nyeri, eritema, edema, hangat. Gejala sistemik (+)

Galaktokele
• Pada wanita menyusui
• Massa berisi susu akibat sumbatan duktus laktiferus
• Tanda inflamasi (-)
Galactocele Abscess mammae
MASTITIS ABCESS MAMMAE GALACTOKELE
Inflamasi payudara saat masa Riwayat mastitis Massa berisi susu akibat
nifas. Paling sering sumbatan ductus lactiferous
disebabkan S. Aureus
Tanda inflamasi lokal aktif -> Benjolan eritema, bengkak, Massa solid, mobile, inflamasi
eritema, edema, tenderness, calor, FLUKTUASI, demam (-)
palor
Gejala sistemik -> demam,
malaise, myalgia
Terapi : Insisi dan DRAINAGE Aspirated
• Antibiotik (10-14 hari) Antibiotik sistemik ( antibiotic Ice packs and good
• Kompres hangat dan/atau tanpa drainage tidak mechanical support (well-
dingin (tergantung bermanfaat) fitting brassiere)
kenyamanan pasien)
• Masase Punggung
• Analgetik
• Lanjutkan menyusui dan
perbaiki teknik menyusui
(sangat membantu pada
mastitis ringan dan
Ca Mammae
• Tumor ganas pada payudara.
• Adenokarsinoma : jenis paling banyak
• Karsinoma invasif = sel tumor menembus
membrana basalis dan menyebar ke jaringan
sekitar
– Karsinoma duktal invasif (70%)
– Karsinoma lobular invasif
• Karsinoma in situ (Paget’s disease)
• Faktor risiko  riwayat kanker payudara pada ibu
atau saudara kandung perempuan, riwayat
kanker payudara sebelumnya, menarche terlalu
awal, menopause terlambat, penggunaan KB
hormonal, hormonal replacement therapy
Ca Mammae

Peau d’orange
Imaging In Breast Lump

Ultrasonografi
• Cocok untuk pemeriksaan pada
wanita muda, dimana jaringan
glandular payudaranya masih
padat
• Dapat membedakan kista (fluid-
filled) dan tumor solid
• Sangat baik dalam mendeteksi
kista
• Tidak dapat mendeteksi
mikrokalsifikasi (tanda awal lesi
ganas)
Imaging In Breast
Lump
Mammografi
• Tidak begitu cocok pada wanita muda,
dimana jaringan glandular payudaranya
masih padat.
• Seiring bertambah tua, jaringan glandular
akan atrofi dan digantikan oleh lemak
• Lemak  lusen, jaringan glandular dan
kanker  opak. Sulit membedakan
jaringan kanker dari jaringan glandular
normal payudara pada mammografi
• Sangat baik dalam mendeteksi kalsifikasi
• Lesi kanker  mikrokalsifikasi dan
spiculated
Sand-like microcalcification Spiculated
Kista Ganglion & Kista Baker

Ganglion cyst Baker cyst

• Kista Ganglion = Kista yang berisi cairan bening


kental dengan dinding tipis yang berasal dari
tonjolan selaput sinovial/sarung tendo
Kista Ganglion vs Kista Baker
Ganglion cyst Baker cyst
Definisi Suatu kista yang berisi cairan bening dan Suatu kista pada poplitea yang berasal dari
kental dengan dinding tipis yang berasal dari pembengkakan jinak atau herniasi
tonjolan selaput synovial sendi atau sarung membran synovial atau keluarnya cairan
tendo melalui bursa semimembranosa (atau
struktur bursa synovial) yang terdapat pada
lutut.
Biasa berasal dari kondisi athritis maupun
luka pada ligamen

Letak Di sekitar sendi subkutis Disekitar sendi subkutis

Predileksi Pergelangan tangan, pergelangan kaki, Posterior condylus medialis di antara otot
belakang lutut gastrocnemius caput medial dan otot
semimembranosus

Histopatologi Dense fibrous tissue, TIDAK DILAPISI DILAPISI SINOVIUM ATAU PUN
LAPISAN SYNOVIAL MAUPUN EPITELIAL. KARTILAGO PADA DINDINGNYA
Inflamasi dapat berkaitan dengan ruptur
kista
Lipoma
• Tumor jinak jaringan lemak
yang tersusun oleh lobulus
dan dipisahkan oleh jaringan
fibrosa
• Predileksi : bahu, pantat,
punggung, lengan atas
• Mobile (dapat digerakkan dari
dasar), pseudofluktuatif,
tidak nyeri, berlobul-lobul,
kulit di atasnya menyerupai
kulit jeruk
Kista Sebasea (Atheroma)
• Sumbatan pada muara saluran
kelenjar minyak folikel rambut
 lemak menumpuk
membentuk bubur yang
dikelilingi jaringan ikat
• Predileksi : kepala, punggung,
plantar
• PUNGTA, bulat, fluktuatif, kistik
• Terletak subkutan, bebas dari
dasar, tetapi melekat pada
dermis dan lapisan di atasnya
Biopsy Tumor
Excisional or incisional biopsy
• In this type of biopsy, a surgeon cuts through the skin to remove the entire tumor with
certain margin of normal tissue (called an excisional biopsy) or a small part of a large
tumor (called an incisional biopsy).

Enucleation
• Surgical removal of a mass without cutting into or dissecting it. Eg: eye, oral pathology,
uterine fibroids (without hysterectomy)

FNA
• Does not require an incision

Core biopsy
• Uses needles that are slightly larger than those used inFNA
• Local anasthesia
• Sometimes uses a special vacuum tools to get larger core biopsies from breast tissue
GENERAL SURGERY
Trauma Abdomen-Tumpul
Trauma organ Peritonitis >24
berongga (hollow jam
viscous)
Regio abdomen
Trauma organ Peritonitis <8
padat (solid) jam

• Seat belt sign -> curigai visceral injury, terutama organ


viscera abdomen.
• Organ paling sering : spleen > liver > small bowel.
• Ruptur organ berongga  kebocoran isi organ ke rongga
peritoneum  peritonitis, muncul setelah >24 jam
• Ruptur organ solid  darah akan masuk ke rongga
peritoneum  peritonitis, muncul cepat (<8 jam)
Abdominal seat belt sign

Lap belt marks: Correlate with hollow and solid organ


trauma
Trauma Organ Solid - Lien
• Trauma lien
– Jejas pada abdomen kiri atas
– Tanda syok hemorrhagik
– Nyeri abdomen pada
kuadran kiri atas
– Ruang Traube  perkusi dull
– Tanda peritonitis
– Kehr’s sign
• Nyeri bahu kiri akibat iritasi pada
peritoneum yang melapisi
permukaan bawah diafragma kiri
Trauma Organ Solid - Liver
• Trauma liver
– Jejas pada abdomen kanan atas
– Tanda syok hemorrhagik
– Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas
– Boa’s Sign : Nyeri yang menjalar hingga ke bahu kanan
Pemeriksaan Penunjang Abdominal
Trauma
X.Ray
• Pneumoperitonium, hemothorax and pneumothorax
• Tidak diindikasikan untuk pasien dengan hemodinamik tidak stabil
FAST (Focused Assessment Sonography in Trauma)
• Dapat menemukan : hemoperitonium
• Rapid, noninvasive, accurate and inexpensive
Diagnostic Peritoneal Lavage
• Dapat menemukan : Hemoperitoneum dan cedera organ berongga
• Dilakukan jika tidak ada USG dan CT
CT abdomen
• Pasien dengan hemodynamic stabil
FAST
Perforasi visceral abdomen  Pneumoperitoneum
Plain Abdomen AP & Semierect : Subdiaphragmatic Air
Plain Abdomen LLD (Left Lateral Decubitus) :
Subdiaphragmatic Air (udara bebas)
Rabies
• Infeksi virus Rabies (genus Lyssa-virus) pada
sistem saraf pusat melalui saraf perifer
• Ditularkan terutama melalui gigitan hewan yang
terinfeksi (anjing, monyet, kelelawar, kucing,
serigala)
• Inkubasi virus = 2 minggu-2 tahun (umumnya 3-8
minggu
• Prognosis hampir selalu fatal (mortalitas
mencapai 100 %) apabila virus telah menginfeksi
SSP  PENCEGAHAN PENTING !!
Rabies
• Tanda dan gejala Rabies di • Tanda dan gejala Rabies di
hewan (anjing) manusia
– tak mengenal dan – Stadium prodromal  flu-like
mematuhi pemiliknya, – Stadium sensoris  nyeri, panas,
mudah terkejut, kesemutan pada tempat bekas
– mudah berontak luka, cemas. Reaksi berlebihan
– Fotofobia terhadap rangsang sensoris
– gelisah, – Stadium eksitasi  tonus otot >>,
– Beringas aktvitas simpatis >>,
hiperhidrosis, hipersalivasi,
– kelumpuhan tenggorokan hiperlakrimasi, midriasis, fobia,
– kelumpuhan kaki belakang apneu, konvulsi, takikardia,henti
– Dalam 10-14 hari akan jantung
mati karena rabies – Stadium paralisis  pada pasien
yang tidak menunjukkan gejala
eksitasi, paresis otot progresif
Luka Risiko Tinggi = jilatan / luka pada mukosa, luka di atas bahu (mukosa, leher, kepala), luka pada jari
tangan / kaki, genitalia, luka lebar / dalam, multiple wounds  BERIKAN VAR dan SAR
Luka Risiko Rendah = jilatan pada kulit luka, garukan atau lecet, luka kecil disekitar tangan, badan dan
kaki  BERIKAN VAR saja
Tatalaksana Profilaksis Rabies
PEP (Post-Exposure Prophylaxis)
Wound treatment
• SEGERA CUCI LUKA GIGITAN DENGAN SABUN + AIR MENGALIR ATAU AIR SAJA SELAMA
15 MENIT
• Debridemen dan disinfeksi luka dengan detergen, alkohol 70%, povidon iodin
• Administrasi antibiotic
• Profilaksis tetanus
Serum Anti-Rabies (SAR) / Rabies Immunoglobulin (RIG)
• Human-RIG (HRIG) / serum homolog  20 IU/kg. Sediaan = vial 2 mL (150IU/mL),
• atau Equine-RIG (ERIG) / serum heterolog 40 IU/kg. Sediaan = vial 20 mL (100 IU/mL)
• Infiltrasikan di sekitar luka sebanyak-banyaknya, sisanya disuntikkan secara IM (jauh dari lokasiinjeksi
vaksin)
•Bila RIG tidak ada, pemberiannya dapat ditunda maksimal 7 hari setelah pemberian VAR yang pertama
Vaksin Anti-Rabies (VAR)
•PVRV (Purified Vero Rabies Vaccine)
•Dosis 0,5 / kali. Administrasi secara IM (deltoid, atau anterolateral paha usia <2 tahun)
• Diberikan 5 dosis hari 0, 3, 7, 14, 28 (regimen Essen / rekomendasi WHO, atau
• Diberikan dengan regimen 2-1-1 (regimen Zagreb / rekomendasi Depkes RI)  hari 0, 7, 21 2 dosis pada
hari 0 (deltoid kanan dan kiri), 1 dosis pada hari 7 dan 21
Gigitan Ular Berbisa
Tidak ada cara pasti untuk membedakan Ular berbisa dan Ular tidak berbisa.
Namun, ular berbisa cenderung memiliki kebiasaan/mengeluarkan
suara/melawan jika terancam.
Contoh : Ular kobra melebarkan tudung, “berdiri”, dan mengeluarkan suara
“hiss”
(WHO guidelines for management of snake bite, 2010)

Ular berbisa Ular tidak berbisa

• Bentuk kepala • Kepala segitiga


segiempat panjang • Dua gigi taring
• Gigi taring kecil besar di rahang
• Bekas gigitan : luka atas
halus berbentuk • Dua luka gigitan
lengkungan utama akibat gigi
taring

Source: PAPDI 2009


Gigitan Ular Berbisa
• Klasifikasi menurut Schwartz
Derajat Luka Gigit Nyeri Edema / eritema Tanda sistemik
0 + +/- < 3 cm/ 12 jam -
1 + + 3-12 cm / 12 jam -
2 + +++ > 12–25 cm / 12 jam + (mual, syok, pusing,
neurotoksik)

3 + +++ > 25 cm / 12 jam ++ (syok, petekiae, ekimosis)

4 + +++ > ekstremitas ++ (gangguan fungsi ginjal,


koma , perdarahan)
Gigitan Ular Berbisa

First Aid (segera setelah kejadian)


• Tekan tempat gigitan & imobilisasi dengan splint / sling
• Bila dalam 45 menit dapat mencapai RS, tindakan eksisi dan
pengisapan tidak dianjurkan.
• Menggosok, memijat, kompres pada luka gigitan tidak dianjurkan
• Tornikuet tidak dianjurkan  risiko iskemia
Tatalaksana di fasilitas kesehatan
• Resusitasi ABC
• Uji koagulasi dan lab (PT, APTT, D-dimer, fibrinogen, Hb, AL, AT,
ureum, kreatinin, kalium. Bila clotting time >10 menit  suspek
koagulopati
• Tetanus toxoid 0,5 mL
Gigitan Ular Berbisa

Tatalaksana di fasilitas kesehatan (con’t)


• SABU (Serum Anti Bisa Ular)  serum polivalen dari plasma
kuda yang dikebalkan terhadap bisa ular
• Teknik pemberian: 2 vial @ 5ml intravena dalam 500 ml
NaCl 0,9% atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80
tpm. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka
tidak dianjurkan
• Antibiotik (Penisilin prokain 900.000 IU) pada kecurigaan
infeksi bakteri sekunder
• Antihistamin IV atau steroid IV bila terjadi alergi terhadap
SABU
TERIMAKASIH
www.ukdimantap.com

Bimbingan Ukdi Mantap @bimbelmantap @bimbelmantap

You might also like