You are on page 1of 200

BEDAH 2

Bedah Orthopaedi, Urologi, Digestive, Onkologi


Batch Agustus 2018

Contributor:
dr. Andreas W. Wicaksono dr. Anindya K. Zahra
dr. Rizky Atmagusta dr. Benedictus Anindita
S. dr. Alexey Fernanda N. dr. Mufid Arifin
dr. Galih Prasetya S dr. Regina Arumsari
ORTHOPAEDI
C SURGERY
Initial management for Trauma

Primary Survey : Adjuncts :


ABG
- Airway Secondary Survey :
EKG
- Breathing
Gastric & Urinary Catheters Head to toe exam
- Circulation
X-ray AMPLE history
- Disability
FAST/DPL
- Exposure/Environmental
Immobilization

Reassess Reassess
FRAKTUR
• Suatu kondisi DISKONTINUITAS STRUKTUR TULANG yang dapat bersifat
komplit / inkomplit.
• Fraktur terjadi akibat adanya gaya yang melebihi elastisitas tulang.
• Deskripsi Fraktur :
– Hubungan dengan jaringan sekitar (open/closed)
– Orientasi (transverse, oblique, spiral)
– Lokasi (dorsal, volar, metaphysis, diaphysis, epiphysis middle/shaft, dll)
– Nama tulang

Contoh : Closed Fracture oblique


1/3 media os. Clavicula Sinistra
Manajemen Fraktur – “4R”

RECOGNITION REDUCTION RETENTION REHABILITATION


Manajemen Fraktur – “4R”

RECOGNITION REDUCTION RETENTION REHABILITATION


RECOGNITION
• Anamnesis
– History of trauma?
(Remember : fracture is not always at the site of
injury)
– Age
– Mechanism of injury?
– Localized pain, aggravated by movement
– Deformity, decreased function
– “Heard the bone break”
– “Feel the ends of the bone grating”
– Previus musculoskeletal abnormality
Physical Examination
Airway – Breathing – Circulation

LOOK (Inspection)
 Symetricity right-left
 Swelling, wound, deformity (angulation, rotation, shortening), abnormal
movement, discoloration (ecchymoses)
 Bone exposure
 Posture and colour of distal extremity

FEEL (Palpation)
 Localized tenderness
 Distal neurological status (S&M), pulsation
 Aggravation of pain and muscle spasm during even the slightest passive
movement
 Feeling and listening the crepitus  unnecessary -> Xray Diagnosis more
reliable

Move
 Active movement  ROM
 Passive movement  ROM
Imaging – X-ray
“Rule of Two”
Two views Different point of view.
Ex: Anteroposterior and lateral

Two joints Joints proximal and distal the fracture


must be included

Two limbs X-rays of the uninjured limb are needed


for comparison

Two injuries Search for the possibility of another


injury. Severe force often causes injuries
at more than one level.
Ex : pelvic and spine fracture

Two occasion Pre and post treatment


KLASIFIKASI FRAKTUR
Skin and Soft Tissue Integrity

Amount of Displacement
Orientasi Garis Patahan Tulang
Special Type Of Fracture
Fraktur Pediatrik

GREENSTICK

INKOMPLI TORUS/BUCKLING
FRAKTUR T
PEDIATRIK
KOMPLIT BOW
Greenstick Fracture

• Suatu kondisi fraktur inkomplete pada tulang, dimana garis fraktur


hanya terjadi pada salah satu sisi dan tidak meluas ke seluruh
korteks.
Torus / Buckle Fracture

• Suatu kondisi fraktur yang diakibatkan oleh gaya yang


menekan pada aksis longitudinal tulang, yang
mengakibatkan impaksi.
Bow Fracture

• Fracture yang terjadi karena adanya tekanan longitudinal yang melebihi kemampuan
tulang untuk rekoil ke posisi normal sehingga menyebabkan terjadinya lengkungan.
Fraktur Lempeng Epifisis
Salter-Harris Fracture

S A L T ER
Straight across Above Lower Two/Through ERasure/Crush
Fraktur Colles VS Fraktur Smith
CD-VS

Fraktur Colles
• Fraktur pada distal tulang radius yang berjarak ≤ 2,5
cm dari pergelangan tangan yang disertai dengan
pergeseran fragmen distal patahan ke arah DORSAL
• Deformitas = “Dinner fork deformity”
CD-VS

Fraktur Smith (Reversed Colles)


• Fraktur pada distal tulang radius yang berjarak ≤ ½ - 1
inchi dari pergelangan tangan yang disertai dengan
pergeseran fragmen distal patahan ke arah VENTRAL
• Deformitas = “House spade / garden spade deformity”
MU-GR
Fraktur Clavicula
Mechanism Evaluation Classification Treatment
of Trauma
Fall the Swelling, • 1/3 media (69%) • Media &
on PE: direct
tenderness, • 1/3 lateral/distal Proximal
blow to clavicle, fall tenting skin,
shoulder, (28%) (undisplaced)
on deformity • 1/3medial/prox closed treatment
hand
outstretched i mal (3 %) (Arm Sling)
• Distal  ORIF
• Severely
shortened, open,
tented,
neurovascular
injury  ORIF
Arm Sling

Figure of 8 - bandage
ORIF
Fraktur Terbuka
• Adanya hubungan antara tulang yang fraktur
dengan dunia luar melalui luka traumatik
– Luka besar tanpa tereksposnya tulang yang
fraktur
≠ fraktur terbuka
• Kontaminasi dan risiko infeksi tinggi
Gustilo-Anderson Classification

• I  luka kecil (< 1 cm), bersih, cedera jaringan lunak minimal tanpa crushing,
fraktur non-kominutif
• II  luka 1-10 cm, tanpa hilangnya kulit penutup luka (skin flap), cedera
jaringan lunak tidak banyak, moderate crushing, moderate comminution
• III  luka laserasi luas (> 10 cm), kerusakan kulit dan jaringan lunak luas, high
energy injury.
– IIIA  laserasi luas, namun tulang yang fraktur masih dapat ditutup oleh jaringan lunak
– IIIB  periosteal stripping ekstensif, fraktur tidak dapat ditutup tanpa flap jaringan
– IIIC  terdapat cedera arteri yang memerlukan repair, dengan atau tanpa cedera jaringan lunak
Fraktur terbuka III termasuk farmyard injuries, fraktur dengan luka tembak, fraktur pada lingkungan yang
terkontaminasi
Manajemen Fraktur Terbuka
ATLS (initial trauma survey & resuscitation)
• Safe the life then safe the limb

Pencegahan infeksi
• Antibiotik profilaksis (IV, lokal), profilaksis tetanus, debridemen
luka
Stabilisasi fraktur
• Internal or external

Early soft tissue coverage


• Initial flap preservation, secondary intention, skin graft, flap
Gustilo Type I II IIIA IIIB IIIC
Wound Size < 1 cm > 1cm >10cm >10cm >10cm
Soft Tissue Minimal Moderate Extensive Extensive Extensive
Moderate
Contamination Clean contaminat Extensive Extensive Extensive
ion
Simple fx Severe Severe Severe
pattern with comminution comminution comminution
minimal Moderate or segmental or segmental or segmental
Fracture Pattern comminution
comminution fractures fractures fractures

Requires free Typically


Local tissue flap or requires
coverage rotational flap flap
Skin Coverage Local coverage Local coverage
coverage
including coverage

•1st generation
cephalosporin for 24 hours •1st generation cephalosporin for gram positive
Antibiotics after closure (ex: Cefazolin coverage.
“initiate as soon IV) •Aminoglycoside (such as gentamicin) for gram
as possible” Clindamycin or Vancomycin negative coverage in type III injuries
can also be used if allergies • the cephalosporin/aminoglycoside should
exist be continued for 24-72 hours after the
.com/open fracture management last debridement procedure
www.orthobullet
s
Manajemen Fraktur – “4R”

RECOGNITION REDUCTION RETENTION REHABILITATION


REDUCTIO
• N tulang yang fraktur ke alignment yang
Mengembalikan fragmen
normal dan posisi yang adekuat
• Closed Reduction
– Indikasi
• Fraktur undisplaced atau minimally displaced
• Fraktur yang stabil setelah reduksi
• Unstable fracture sebelum fiksasi internal
atau external
• Open Reduction
– Indikasi
• Fraktur yang tidak stabil
• Ketika closed reduction gagal
• Fraktur yang melibatkan fragmen
artikular
yang besar
• Fraktur avulsi dengan fragmen fraktur yang
terpisah jauh
Manajemen Fraktur – “4R”

RECOGNITION REDUCTION RETENTION REHABILITATION


Bidai / Splint
• Alat yang digunakan untuk mengimobilisasi
bagian tubuh, dapat bersifat
lunak ataupun kaku (rigid)
• Tujuan  mengurangi nyeri, mencegah kerusakan
jaringan lebih lanjut

Melibatkan 2 sendi (proksimal dan distal lokasi fraktur)


RETENTION (Hold Reduction)
• Nama lain = imobilisasi
• Mempertahankan supaya tidak terjadi displacement
setelah reduksi
• Metode Retensi
– Continuous traction
– Cast splintage
– Internal fixation
– External fixation
Continuous Traction
• Traksi dilakukan pada bagian extremitas didistal fraktur
• Memberikan tarikan kontinyu di sepanjang aksis tulang 
mempertahankan alignment tulang
• Cocok untuk shaft fracture tipe oblik / spiral
• Jenis :

Traction by gravity Skin traction Skeletal traction


Cast Splintage
• Paling sering mengunakan Plaster of Paris (GIPS)
• Circular Cast
– Apabila terlalu kencang  tight cast (vascular
compression) dan pressure sore
• Tight cast  nyeri difus
• Pressure sore pada daerah penonjolan tulang yang
tertutup gips. nyeri lokal pada lokasi tekanan

• Plaster Slab Cast


– lempengan gips untuk imobilisasi
– Sebagian besar fraktur dislab untuk 24-48 pertama
untuk mengakomodasi pembengkakan,
sebelum dipasang gips sirkuler.
Cast Splintage

U Slab Back Slab

Circular Cast Volar Slab


Internal Fixation vs External Fixation
Internal Fixation External Fixation
• Fraktur yang tidak dapat direduksi • Fraktur dengan kerusakan jaringan
kecuali tanpa operasi lunak berat
• Fraktur yang tidak stabil dan  Fraktur terbuka (II, III),
cenderung mengalami redisplace terkontaminasi
setelah reduksi  Luka bakar
• Fraktur yang union-nya lama dan  Perlunya akses dan
sulit (ex: Fraktur collum femoris) perawatan
• Fraktur patologis luka berulang
• Multiple fractures  Fraktur kominutif berat dan
• Fraktur pada pasien yang memiliki unstable
kesulitan merawat diri (Pasien • Fraktur di sekitar sendi
paraplegia, multiple injuries, usia • Ununited fracture
tua) • Multiple injuries yang berat (ex:
Fraktur femur bilateral, fraktur pelvis
dengan perdarahan)
• Fraktur yang terinfeksi
Manajemen Fraktur – “4R”

RECOGNITION REDUCTION RETENTION REHABILITATION


Rehabilitation
Mobilisasi aktif dimulai segera setelah stabilisasi
fraktur (internal fixation/external fixation/fraktur brace)

Physiotherapy dan exercise


Dilakukan dalam waktu yang cukup panjang pada pasien yang
mengalami immobiliasi dalam waktu yang lama, bertujuan untuk
meningkatkan mobilitas sendi yang kaku, meningkatkan massa
otot dan tulang yang mengalami osteoporosis
KOMPLIKASI FRAKTUR
Visceral Injury

Neurovascular
compromised
Early
Infection

Compartement
syndrome
Fracture
complicatio
n Delayed union

Non union
Late
Mal union

Avascular
Necrosis
KOMPLIKASI FRAKTUR - Early
Cedera Saraf Akibat Fraktur
• Fraktur collum chirurgicum
(surgical neck) nervus axillaris

• Fraktur corpus humerus (humeral


shaft)  nervus radialis

• Fraktur supracondylar humerus


 nervus medianus, nervus
ulnaris, nervus radialis

• Fraktur epicondylus medial



nervus ulnaris
Cedera Nervus Axillaris
Etiologi :
- Fraktur collum chirurgicum humeri
- Dislokasi caput humeri ke inferior

Gambaran Klinis :
• Abduksi bahu terganggu
• Atrofi m. deltoideus → hilangnya
rounded contour bahu → bahu
tampak datar
• Hilangnya sensasi di lateral
bawah bahu
Cedera Nervus Radialis
Etiologi :
- fraktur shaft humerus
- fraktur distal humerus
- Penekanan Torniquet

Gambaran Klinis :
- Wrist drop/Drop Hand
- Tidak dapat ekstensi MCP
- Hilangnya sensasi pada aspek
lateral dorsum manus, disekitar
tabatiere anatomicum
Cedera Nervus Medianus
Etiologi :
- fraktur supracondylar
humerus, - fraktur antebrachii --
> AIN Injury
- dislokasi art. cubiti

Gambaran Klinis :
-Paralisis otot-otot fleksor
Anterior Interosseus (kecuali FCU dan FDP jari
Nerve/AIN Injury 4,5)
-The “pointing
sign”PREACHER's
HAND/POPE's BLESSING/HAND
OF BENEDICTION/PITCHER's
Normal Abnormal HAND/OBSTETRICAL HAND
“Okay sign” “Pinch sign”
- Tidak dapat abduksi ibu jari
- Hilangnya sensasi pada aspek
Cedera Nervus Ulnaris
Etiologi :
• Fraktur epicondylus medial,
• Fraktur/dislokasi pada siku

Gambaran Klinis :
• Paralisis otot-otot intrinsik
tangan (selain otot-otot
thenar), FCU, dan FDP jari 4,5
• CLAW HAND
• Hilangnya sensasi pada
aspek ulnar (medial) palmar
dan dorsum manus
Cedera Nervus Peroneus Communis

Etiologi :
- fraktur/dislokasi sekitar lutut,
-cedera ligamentum lateral,
traksi ketika lutut dipaksa ke
posisi varus

Gambaran Klinis:
- Common peroneal nerve
palsy  “DROP FOOT”
- Gangguan eversi ankle
- high-stepping gait
Artery of Lower Limb
Compartment
Syndrome
• 5P's of Compartment Syndrome :
- Pain → earliest indicator,
pain in passive stretching
- Pallor
- Pulseless
- Paresthesis
- Paralysis

• Lokasi tersering =
antebrachii dan cruris
• Manajemen : Fasciotomy
• Apabila compartment
syndrome disebabkan karena
pemasangan cast yang terlalu
kuat  longgarkan atau ganti
cast
KOMPLIKASI FRAKTUR - Late
Fracture Healing Disorders
Delayed Union Non Union Mal Union

Definisi Proses union (incomplete Tidak terjadi Penyambungan tulang


repair) dan konsolidasi penyambungan fragmen yang tidak disertai
(complete repair) yang lebih dengan koreksi
lambat dibandingkan kondisi patahan tulang Secara klinis alignment yang baik,
normalnya dan radiologis sehingga menimbulkan
deformitas

Gejala Nyeri pada lokasi fraktur pseudoarthrosis (false Deformitas pada tulang
persisten dan memberat joint), nyeri berkurang yang pernah patah
apabila ada paparan stress
pada tulang

Px garis fraktur masih tampak garis fraktur masih tampak Alignment tulang buruk,
Penunjang dengan callus minimal.  hyperthropic deformitas pada foto X-
(X-ray) Ujung-ujung tulang fragmen nonunion/athropic ray
fraktur TIDAK sklerosis atau nonunion
atrofi
Delayed Union
• Proses union (incomplete repair) dan konsolidasi (complete repair) yang
lebih lambat dibandingkan kondisi normalnya
• Gejala  nyeri pada lokasi fraktur persisten dan memberat apabila ada
paparan stress pada tulang
• Tanda (X-Ray)  garis fraktur masih tampak dengan callus minimal.
Ujung-ujung tulang fragmen fraktur TIDAK sklerosis atau atrofi
• Manajemen  konservatif selama 20 minggu, apabila terapi gagal
dapat
dilakukan bone grafting
• Timetable union and consolidation of fracture :
• Fraktur spiral upper limb butuh 6-8 minggu untuk konsolidasi
• Lower limb butuh 2 kali lebih lama
• Tambahkan 25% bila fraktur non-spiral atau melibatkan femur
• Fraktur pada anak lebih cepat union dan konsolidasi
Non Union
• Secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan fragmen
patahan tulang setelah 9 bulan post operasi dan tidak adanya
progress penyembuhan dalam 3 bulan terakhir
• Fraktur gap  pseudoarthrosis (false joint), nyeri berkurang
• Penyebab : Mechanical instability, impaired vascularity

Pseudoarthrosis Hypertrophic Non Union Atrophic Non Union


humerus
Tampak sklerosis dan
callus minimal
Mal Union
• Penyambungan tulang
yang tidak disertai
dengan koreksi
alignment yang baik,
sehingga menimbulkan
deformitas.
• Ditangani dengan
refraktur atau osteotomi.
Late Fracture Complication :
AVASCULAR NECROSIS
• Nama lain osteonecrosis.
• Merupakan kematian bone tissue akibat
kurangnya aliran darah
• Paling sering muncul pada fracture column
femoris
• Bagian yg memiliki faktor resiko untuk
• Proximal schapoid pada fracture wrist
terjadi:
• Os lunatum pada dislocation os lunatum
Caput femoris mengalami • Corpus os tallus pada fracture column
avascular necrosis akibat hilangnya
aliran darah
tallus
Fraktur Collumn Femoris

• Fraktur tersering pada usia tua


dan
sangat berkaitan dengan osteoporosis
• Terutama pada wanita umur dekade ke
7-8
• Riwayat jatuh (+), nyeri panggul,
tungkai eksorotasi dan tampak
memendek (bila displacement)
• Resiko AVASKULAR NEKROSIS tinggi.
• Manajemen 
– Displace  operasi
– Undisplace  konservatif bila
gejala pada pasien minimal
A. Circumflexa Lateral Rr. Ascenden

A. Ligamentum Teres

A. Circumflexa femoris media

A. Profunda Femoris
DISLOCATION
(luxation)
Dislokasi Panggul (Hip Dislocation)

Dislokasi POSTERIOR Dislokasi ANTERIOR


• Lebih sering • Lebih jarang
• Dashboard injury • ABDUKSI, EKSOROTASI,
• ADDUKSI, ENDOROTASI,
FLEKSI HIP
FLEKSI HIP
• Risiko cedera nervus
ischiadicus
Dislokasi Panggul (Hip Dislocation)

Dislokasi Panggul Posterior Dislokasi Panggul Anterior


- Tampak caput femoris keluar - Tampak caput femoris keluar
dari socket dan terletak di atas dari socket dan terletak di depan
acetabulum acetabulum
- Hip joint dalam posisi - Hip joint dalam posisi ABDUKSI
ADDUKSI
Dislokasi Bahu (Shoulder Dislocation)
Dislokasi Bahu
Anterior
• LEBIH SERING
• Etiologi : Fall on the hand
• Nyeri, pasien
menyangga lengan yang
dislokasi dengan lengan
yang sehat
• Lateral outline dari bahu
tampak rata
• Caput humeri dapat
diraba di
bawah clavicula
• LENGAN DALAM POSISI
ABDUKSI DAN
EKSOROTASI
• Tidak mampu abduksi
dan endorotasi bahu
Dislokasi Bahu
Posterior
• LEBIH JARANG (<2 %)
• Etiologi : Indirect force yang
menyebabkan adduksi dan
endorotasi bahu berlebih
• LENGAN TERKUNCI
DALAM
POSISI ENDOROTASI
• EKSOROTASI BAHU
TERBATAS DAN NYERI
• X-Ray  caput humeri
mengalami rotasi interna
 “electrical light bulb
appearance” pada foto AP
SPRAIN (Cedera Ligamen)
Grade I
• Regangan (strecth) ligamen  nyeri dan
bengkak ringan
• No joint laxity

Grade II
• Robekan (tear) parsial ligamen  nyeri dan
bengkak moderate
• Moderate joint laxity

Grade III
• Robekan (tear) komplit ligamen  nyeri
dan bengkak berat
• Gross joint laxity
Knee Injury

• Anterior Cruciate
Ligament (ACL)
Injury
• Posterior Cruciate
Ligament (PCL)
Injury
• Meniscus Injury
Knee Injury – Ruptur ACL & PCL
Anterior Cruciate Ligament Posterior Cruciate
(ACL) Ligament (PCL)

Function Mencegah hiperekstensi knee joint, Mencegah hiperfleksi knee joint,


mencegah displacement anterior mencegah displacement posterior
tibia terhadap femur tibia terhadap femur

Mechanism of Twisting injury, noncontact Direct blow to proximal tibia


injury pivoting (dashboard
injury), hyperextension

Clinical • Effusi/hemarthrosis • Effusi/hemarthrosis


Manifestation • Pain at deep knee • posterior knee pain
• sensasi “pop/plop” • Instability

Physical Lachman Test (lebih Posterior drawer sign


examination sensitive) Posterior sag sign
Anterior drawer sign
Pivot test
Lachman Test Pivot shift test
• Injury to the meniscus (crescent-
shaped pads of fibrocartilage located
between the femoral condyles and the
tibial plateaus)  common indication
for knee surgery

• Location :
• Medial tear
• Lateral tear
Medial > lateral tears

• Mechanism of injury : Trauma/twisting


injuries, Degenerative

• Symptoms :
- Pain localizing to medial/lateral side
- Mechanical symptoms
(clicking/locking)
- Delayed or intermittent swelling
Pain/locking sensation :
positive test

Pain : positive test

• Physical Exam:
Pain : positive test
- Joint line tenderness (most
sensitive exam, but not
spesific)
- Effusion
- Provocative test (Apley
compression test, Thesaly
test, McMurray test)
Ruptur Tendon Achilles
• Sering terjadi pada
dewasa (40-50 tahun)
• Laki-laki >
perempuan
• Mekanisme cedera :
dorsifleksi paksa pada
kaki yang
plantarfleksi
– Aktivitas olahraga
(basket, tenis, berenang)
Ruptur Tendon
Achilles
• Sudden “snap” in heel
• Nyeri akut berat di
belakang tumit
• Tidak mampu
plantarfleksi
• Gap in tendon
• Palpable swelling
• Tes Thompson (+)

PEMERIKSAAN
PENUNJANG: USG, MRI,
Foto polos utk ekslusi
kelainan lain
• Tes Thompson (+)  tidak adanya plantar fleksi 
ruptur tendon Achilles
• Tes Thompson (-)  terdapat plantar fleksi  kondisi normal
Osteomyelitis
• Inflamasi tulang dan sumsum tulang yang
disebabkan oleh bakteri, dapat bersifat akut
atau kronik
• Patogenesis (Waldvogel, 1971) :
– Hematogenous (TERSERING)
– Contiguous focus of infection  dari abses
jaringan, diabetic foot
– Direct inoculation  dari luka trauma,
operasi
• Gejala non spesifik : DEMAM, MENGGIGIL,
FATIGUE, LETARGI, IRRITABILITY
• Tanda klasik inflamasi : NYERI LOKAL,
BENGKAK, ERITEMA
• Patogen Penyebab tersering : S. aureus
• Penyebab lain : Pseudomonas, Enterobacteriaceae, basil
gram negatif anaerob, M. tuberculosis,
Streptococcus
• Pengguna obat intravena dapat mengalami infeksi
Pseudomonas
• Acute hematogenous osteomyelitis
memiliki predileksi pada tulang panjang (METAFISIS tulang
Osteomyelitis – X-Ray
• Sensitivitas 43-75% Involucrum Sequestrum

spesifisitas 75-83%
• Perubahan pada soft tissue akan
tampak dalam 3 hari, perubahan
pada tulang 1-2 minggu
• Soft tissue swelling
• Tulang  erosi cortical, campuran
lusensi dan sklerosis, reaksi
periosteal, abses
subperiosteal
• Pada kasus kronik
- Sequestrum  tulang mati yang
dikelilingi pus atau jaringan skar
- Involucrum  pembentukan tulang
baru disekitar area tulang yang nekrosis
SPONDILITIS TB (Pott’s Disease)
• TB ekstraparu, vertebra merupakan lokasi TB tulang tersering
• M. tuberculosis mencapai vertebra secara hematogen,
limfogen, direct dari paru
• Lokasi = vertebra thorakalis bawah dan lumbalis
• 10-45% spondilitis TB menyebabkan defisit neurologis serius
• Gejala klasik TB : lemas, penurunan nafsu
makan, penurunan BB, keringat malam hari, demam
subfebris
• Deformitas kifosis, small knuckle kyphosis pada palpasis
proc.
spinosus, GIBBUS, cold abscess
SPONDILITIS TB (Pott’s Disease)
The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001
Osteosarcoma
• Tumor primer pada tulang, ganas,
sering pada
metafisis tulang panjang
• 80% terjadi pada <30 tahun
• Nyeri tulang persisten, massa
pada
tulang Osteoblastic type
• Gambaran radiologis
– Destruksi tulang (lesi litik /
radiolusen) dan lesi sklerotik
(radio-opak)
– Eccentric extraosseous mass
(pembentukan tulang
baru periosteal)
– Reaksi periosteal  “SUNBURST”
APPEARANCE, CODMAN’S Osteolytic type
TRIANGLE
OSTEOSARCOMA – REAKSI PERIOSTEAL

Codman’s triangle

Extraosseous
mass

“sunburst" and "hair-


on-end" periosteal
reaction
Codman’
s triangle
Ewing’s Sarcoma
• Tumor primer tulang ganas
• Berasal dari sel endotelial sumsum tulang
• 10-20 tahun
• Regio metadiafiseal tulang panjang (tibia, fibula, clavicula)
• Nyeri dan pembengkakan tulang
• Gambaran radiologis
– Multilaminar periosteal reaction (ONION PEEL)
– Reaksi periosteal lain = Codman’s triangle, “hair-on-
end”

“ONION PEEL”
Osteoporosis
• Penyakit tulang metabolik dan sistemik
yang ditandai oleh penurunan massa
tulang dan kerusakan mikroarsitektur
dari jaringan tulang
• Kerapuhan tulang  rentan
fraktur (fraktur patologis)
• Bone density : -2.5 SD or
below
Osteoporosis
• OSTEOPOROSIS PRIMER
– Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur
pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
– Osteoporosis senilis terjadi karena kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan di antara
kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.

• OSTEOPOROSIS SEKUNDER
– Cushing's disease, hyperthyroidism, hyperparathyroidism,
hypogonadism, kelainan hepar, kegagalan ginjal kronis, kurang gerak,
kebiasaan minum alkohol, pemakai obat- obatan/corticosteroid,
kelebihan kafein, merokok
Insidensi Fraktur Patologis akibat
Osteoporosis
Vertebra
l
Forearm Fracture
Fracture

Hip
Fracture
Spondylosis Spondylolysis Spondylolisthesis
Natural aging process Defect/fracture of pars Displacement of vertebra
of spine interarticularis
(degenerative) vertebra
Asymptomatic • Insidious onset of low • Insidious onset of low
to pain or back pain, worse with back pain, worse with
radiculopathy activities activities
• Radicular symptoms
• Sensory/motor
deficit
Osteophyte, joint “scottie dog” appearance Anterior displacement
space narrowing
UROLOGI
C
SURGERY
Benign Prostatic Hyperplasia

• Tumor jinak tersering pada laki-laki


• Insidensi meningkat seiring pertambahan usia
• Hiperplasia terjadi terutama di zona transisi / periurethral prostat
BPH – Manifestasi Klinis
LUTS (Lower Urinary
Tract Symptoms)
• Frekuensi = sering miksi
Gejala Iritatif / Storage • Urgensi = rasa tidak dapat
Symptoms menahan saat ingin miksi
• Frekuensi • Nokturia = terbangun
• Urgensi malam hari
• Nokturia untuk miksi
• Inkontinensia • Inkontinensia = urin
keluar di
luar kehendak
Gejala Obstruktif /
Voiding Symptoms • Hesitansi = saat miksi pasien harus
• Hesitansi menunggu sebelum urin keluar
• Intermitensi • Intermitensi = miksi terputus
• Strain • Strain = mengedan
• TErminal dribbling • Terminal dribbling = menetes
• Rest urine pada
akhir miksi
BPH – Pemeriksaan

• Rectal toucher /Digital


Rectal Examination
(DRE)
– Pembesaran
JINAKkenyal, simetris,
tidak berbenjol
– Pembesaran GANAS 
keras, asimetris,
berbenjol-benjol /
nodul
BPH – Pemeriksaan Penunjang
• Prostate Specific Antigen (PSA)
– Spesifik ke prostat, tetapi tidak spesifik ke kanker
– PSA tinggi  laju pertumbuhan prostat cepat, gejala BPH
lebih berat, risiko retensi urin akut meningkat
– Nilai normal di serum < 4 ng/mL
– Berdasarkan usia, rentang normalnya :
• 40-49 tahun = 0-2,5 ng/mL
• 50-59 tahun = 0-3,5 ng/mL
• 60-69 tahun = 0-4,5 ng/mL
• 70-79 tahun = 0-6,5 ng/mL
• Flowmetri  Qmax turun, biasanya < 15 cc
• Kateter  menilai volume urin residual
• Transrectal / Transabdominal Ultrasonography
(TRUS
/ TAUS)  menilai volume prostat, volume urin
• Internationa
l Prostate
Symptoms
Score (IPSS)
BPH - Tatalaksana

• IPSS 1-7  watchful waiting (observasi


waspada)
• IPSS 8 - 19  farmakologi
• IPSS 20 - 35  operasi
• Watchful waiting
– Indikasi  gejala ringan, tanpa penyulit, IPSS <8,
flowmetri
non-obstruktif
– Evaluasi berkala, pada 3, 6, dan 12 bulan kemudian, lalu
dilanjutkan 1 kali per tahun
– Ulangi IPSS setiap evaluasi, flowmetri setiap 6 bulan,
PSA
• IPSS gejala ringan dan
sedang  mulai
dengan monoterapi
• IPSS gejala berat
 kombinasi terapi :
alpha-1 blocker + 5-
ARI

• Monoterapi awal  Alpha-1 Blocker


– Efek pengurangan gejala BPH cepat didapat
– Lebih efektif dibandingkan monoterapi 5-ARI dalam pengobatan jangka panjang BPH
• 5-ARI dapat digunakan sebagai monoterapi BPH, apabila terdapat kontraindikasi alpha-1
blocker. Namun, butuh waktu 6-12 bulan pengobatan untuk memunculkan efek terapi 5-
ARI
• Alpha-1 Blocker  merelaksasikan otot polos di bladder neck, kapsul
prostat, dan urethra prostatika  mengurangi obstruksi
– Efek samping = hipotensi orthostatik dan dizziness.
– Alpha-1A Blocker (tamsulosin, alfuzosin, silodosin)  lebih uroselektif, EFEK
SAMPING HIPOTENSI MINIMAL
• 5-Alpha Reductase Inhibitor (5-ARI)  menghambat enzim 5-Alpha
Reductase yang mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron 
mengurangi volume prostat jangka panjang & menurunkan kebutuhan
pembedahan
– Efek samping = penurunan libido dan disfungsi ereksi
BPH – Tatalaksana Bedah
• Indikasi
• TURP (Trans Urethral
– Retensi urin akut Resection Prostatectomy)
– Retensi urin kronis (selalu  90-95%
>300 mL)
– Volume residu urin >100 mL
– ISK berulang
– Gross hematuria
– Gagal ginjal
– Divertikulum buli yang besar
– Batu buli • Open prostatectomy
– Keluhan pasien sedang-berat
– Tidak ada perbaikan dengan – 5-10 %
terapi non-bedah yang
optimal – BPH besar (>50-100 gram,
volume >80-100 cm3)
Kanker Prostat
• Jenis terbanyak 
adenokarsinoma (95%)
• Gejala 
- gejala obstruksi mirip BPH,
- penurunan berat badan
- anoreksia
- anemia
- nyeri punggung (metastasis vertebra)
- nyeri tulang dan fraktur (metastasis ke
tulang)
- Buli distensi, retensi urin

Rectal toucher = prostat teraba asimetris, permukaan


tidak rata/berbenjol-benjol/ nodul, konsistensi keras
Batu Saluran Kemih (Urolithiasis)

• Nephrolithiasis
• Ureterolithiasis
• Vesicolithiasis
• Urethrolithiasis

Urinary Tract Referred Pain


Lokasi Gejala
GINJAL Nyeri regio flank / nyeri pinggang, dapat berupa
(Nephrolithias -Nyeri kolik akibat aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises, atau
is) -Non-kolik akibat peregangan kapsul ginjal, hidronefrosis, atau infeksi pada
ginjal
- Nyeri ketok kostovertebra (+), massa ginjal (bila hidronefrosis)

URETER Nyeri pinggang kolik (akibat peristaltik) dan menjalar (nyeri alih), tergantung
(Ureterolithia letak batu :
s is) - Ureter proksimal  pinggang setinggi pusar (T10)
- Ureter media  medial paha, inguinal, skrotum (L1-3)
- Ureter distal  ujung penis (S2-3), + disuria

VESICA -Gejala iritatif (frekuensi, urgensi, nokturia)


(Vesicolithias -Miksi tiba-tiba berhenti dan menjadi lancar kembali dengan perubahan
i s) posisi tubuh.
- Nyeri berkemih pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, atau kaki

URETHRA Miksi tiba-tiba berhenti, retensi urin.


(Urethrolithi -Batu pada urethra anterior  benjolan keras di penis, atau tampak di
a sis)
meatus uretra eksterna. Nyeri pada glans penis.
- Batu pada urethra posterior  nyeri pada perineum atau rektum
Jenis-jenis Batu

• f

• Batu RADIOPAK pada BNO  batu KALSIUM (kalsium oksalat, kalsium


fosfat), batu CYSTINE, batu STRUVIT (MAP)
• Batu RADIOLUSEN pada BNO  batu ASAM URAT murni
Batu Struvit
• Nama lain = MAP (magnesium ammonium phosphate)
• >> PADA PEREMPUAN, BERHUBUNGAN DENGAN ISK
• Infeksi oleh bakteri yang memproduksi urease 
hidrolisis urea menjadi ammonium  pH urin
meningkat  mengurangi kelarutan fosfat 
struvit mengendap
• Batu struvit dapat tumbuh besar dan memenuhi kaliks
& pelvis renalis  membentuk staghorn calculi.
• Struvit merupakan 70% pembentuk batu staghorn,
dan biasanya bercampur dengan kalsium
fosfat
 radioopak
Batu Staghorn
Batu asam urat
• Merupakan 5-10% penyebab renal calculi (US & Europe).
• Faktor risiko terpenting : PH urin rendah secara persisten
• Volume urine rendah + PH urin asam  soluble urate 
insoluble uric acid
• Penunjang diagnosis yang disarankan : Non contrast CT Scan;
foto polos radiologi tidak membantu karena batu asam urat
radiolucent
• Gout, diare kronis, diabetes, metabolic syndrome 
meningkatkan risiko batu asam urat
Diagnosis BSK – Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
• Hematuria, kristal, tanda infeksi

Darah Rutin dan Kimia Darah


• Terutama ureum, creatinin, asam urat

Radiologi
• BNO / KUB  hanya untuk batu radioopak (kalsium, sistin, staghorn)
• IVP  bisa untuk batu radiolusen / non-opak (asam urat)
• USG  aman untuk ibu hamil dan pasien yang memiliki kontraindikasi IVP.
Dapat melihat semua batu (radioopak atau radiolusen pada BNO)
• Pyelografi antegrade/retrograde  bila fungsi voiding terganggu (misal
pada obstructive uropathy)
• CT scan  gold standard batu saluran kemih

BNO = Blass Nier Overzicht/KUB = Kidney Ureter Bladder


IVP

BNO

USG
Tatalaksana Urolithiasis
Indikasi pengeluaran batu aktif
• Kasus batu dengan kemungkinan keluar spontan rendah
• Adanya obstruksi saluran kemih persisten
• Ukuran batu >15 mm
• Adanya infeksi
• Nyeri menetap atau berulang
• Disertai infeksi
• Batu metabolik yang tumbuh cepat
• Adanya gangguan fungsi ginjal
• Keadaan sosial pasien

Indikasi terapi konservatif / ekspulsif medikamentosa


• Belum memiliki indikasi untuk pengeluaran batu aktif
• Biasanya pada batu <5 mm, lokasi di ureter distal, tidak ada obstuksi total
Tatalaksana Urolithiasis
Tujuan
• Mengatasi nyeri, menghilangkan batu, mencegah rekurensi

Terapi konservatif / Terapi ekspulsif medikamentosa


• Peningkatan asupan minum (1-2 L/hari) dengan target diuresis 2 L/hari
• Manajamen nyeri  analgetik, NSAID
• Pemantauan berkala setiap 1-14 hari sekali selama maksimal 6 minggu

Pelarutan
• Batu asam urat, hanya terjadi pada urin yang asam (pH 6,2)  alkalinisasi
urindengan Natrium bikarbonat. Lakukan terapi untuk hiperurisemia
Lithotripsi

Pembedahan
• Batu kaliks  adanya hidrokaliks, nefrolitiasis kompleks, ESWLgagal
• Batu pelvis  adanya hidronefrosis, infeksi, nyeri hebat, staghorn calculi
• Batu ureter  telah terjadi gangguan fungsi ginjal, nyeri hebat, impaksi ureter
• Batu buli-buli  ukuran >3 cm
Pasien dengan batu
ginjal

≥5 mm <5 mm

Konservatif, observasi,
5-10 10-20 >20 mm terapi ekspulsif
mm mm medikamentosa

Kaliks superior atau


1. ESWL/RIRS; 2. PNL Kaliks inferior 1. PNL; 2. RIRS/ESWL
media

ESWL atau
Ideal untuk
endourologi
ESWL?

ESWL  Extracorporeal
Ya  ESWL atau Shockwave Lithotripsy
endourologi RIRS  Retrograde
Intrarenal Surgery
PNL  Percutaneous
Tidak  1. Nephrolithotomy
Endourologi; 2. ESWL
Tumor Ganas Buli-buli
• Bentuk terbanyak  transitional
cell carcinoma
• Faktor risiko  laki-laki, merokok,
penggunaan zat pemanis buatan,
ISK, paparan zat kimia (substansi
amine aromatic di industri cat,
tekstil, karet)
• Klinis
– PAINLESS GROSS HEMATURIA
– Gejala iritatif  frekuensi, urgensi,
disuria
– Penurunan berat badan, anoreksia
– Nyeri tulang, nyeri pada pelvis,
edema ekstremitas bawah, nyeri
pinggang
Ruptur Urethra - Anatomi

RUPTUR URETHRA ANTERIOR VS RUPTUR URETHRA POSTERIOR


RUPTUR
URETHRA
Ruptur Urethra Anterior Ruptur urethra Posterior
Trauma tumpul Perineum (Straddle injury), Trauma tumpul, biasanya disertai trauma
biasanya disertai fraktur penis pelvis
Meatal bleeding Meatal bleeding
Retensi urin akut Retensi urin akut
Hemotama penis, hematoma perineum Floating Prostat
(butterfly-shaped hematoma)
Ruptur Urethra Anterior
Meatal bleeding

Fascia Buck robek → hematoma


perineum (butterfly hematoma)
F
a
s
c
i
Ruptur Urethra - Diagnosis

• Retrograde urethrography

Urethrografi normal Urethrografi pada ruptur urethra


 ekstravasasikontras
Tatalaksana Ruptur Urethra
– Tindakan sementara  Pungsi
suprapubik
Pungsi – Setelah kondisi gawat darurat
suprapubik
tertangani  sistostomi
suprapubic

– KATETERISASI URIN TRANSURETHRAL ->


KONTRAINDIKASI
Sistostomi
suprapubik
Rupture Bladder
• Blunt abdominal trauma  Fracture
pelvis
• Pasien biasanya tidak bisa berkemih.
• Jika bisa berkemih  gross hematuria
• Nyeri abdomen bawah, suprapubic
atau pelvis Extraperitoneal Bladder
•Penunjang : Cystography/CT Rupture (70%)

Tipe
Cystography
Intraperitoneal Bladder
Rupture (20%)

Combined (10%)

Pic: Open book pelvic fracture


Extraperitoneal bladder rupture :
• Disebabkan trauma oleh arcus anterior pubicum,
os. Pelvis atau ligamentum puboprostaticum.
• Sistografi : ekstravasasi kontras di basis
vesical, didalam spatium perivesica.
• Management : bladder drainage +
delayed
reconstruction
Intraperitoneal Bladder Ruptur :
• Robekan pada bladder dome. Biasanya
terjadi ketika bladder terisi penuh.
• Sering tidak terdiagnosis karena urin mengalir ke
cavum intraperitoneal. Pasien bisa mengalami
abnormalitas metabolic dan elektrolit akibat
reabsorbsi urin. Beberapa pasien kesan anuri.
• Sistografi : ekstravasasi kontras ke cavum
peritoneum
• EMERGENCY  Immediate Surgical
treatment
Renal Trauma
• Etiology : trauma tumpul penetrating trauma
• Sign & symptoms : abdominal or flank pain, hematuria
Derajat Gambaran jejas
1 Kontusio atau hematoma subkapsular yang tidak
meluas
Tida ada laserasi
2 Hematoma perirenal yang tidak meluas
Laserasi korteks <1cm tanpa ekstravasasi
3 Laserasi korteks >1 cm tanpa ekstravasasi urin
4 Laserasi melalui corticomedullary junction hingga
collecting system
ATAU
Vaskular : jejas
arteri atau vena
renalis
segmental
dengan
hematoma

5 Laserasi : ginjal rusak


ATAU
Vaskular : jejas pedikel renalis atau avulsi
Inkontinensia Urin
Inkontinensia Urin
Incontinence type Common cause Common symptoms

Urge Incontinence Stroke Urgency and frequency,


Azheimer’s disease day or night
Parkinson’s disease

Stress Incontinence Urologic procedures Small volumes of urine


Multiparity loss with coughing,
sneezing

Overflow Incontinence BPH Poor stream


Fecal impaction Incomplete emptying

Functional Incontinence Inability to get to the Symptoms will vary


bathroom, change
in mental status
Scrotal Swelling
Gangguan Etiologi Klinis
Torsio testis Torsi (puntiran) Nyeri testis berat dengan onset mendadak
testis dan yang diikuti pembengkakan inguinal dan/atau
spermatic cord skrotum. Gejala gastrointestinal seperti mual
intra/extra vaginal dan muntah
Orkhitis Komplikasi infeksi Nyeri dan pembengkakan testis dan skrotum,
virus Mumps hiperemia pada kulit skrotum,
Infeksi saluran kemih Gejala konstitusional  demam, menggigil,malaise
Hidrokele Kelaian kongenital, Akumulasi cairan di dalam cavum vaginalis di
gangguan aliran sekitar testis. Skrotum tampak membengkak
darah di spermatic Transiluminasi (+)
cord, inflamasi,
injury
Varikokele Insufisiensi vena Rasa nyeri atau berat di skrotum.
 dilatasi Palpasi skrotum  “feeling like a bag of worms”
pleksus
pampiniformis
Spermatocele Idiopathic, Sebagian besar asimptomatis
Obstruksi  Massa halus, kistik, berbatas tegas pada supero-
akumulasi sperma posterior testis
Transluminasi (+)
 kista
Torsio Testis

• Torsi (puntiran) pada spermatic cord 


penurunan suplai darah ke testis  iskemia
• Kondisi GAWAT DARURAT
Torsio Testis
• Kejadian tersering pada
pubertas (12-21
tahun) dan dewasa 22-
52 tahun)
• Pemicu  tidak
jelas. Mungkin
dipengaruhi oleh
aktivitas fisik, ereksi,
kontraksi cremaster
karena trauma,
peningkatan volume
testis
Gejala = nyeri testis onset mendadak,
demam (10 %), mual, muntah, anoreksia
Torsio Testis - Tanda
• Elevasi abnormal dari testis dengan
pemendekan spermatic cord
• Aksis abnormal dari testis
ketika pasien berdiri (misal,
letak horizontal)  Angle
sign (+)
• Posisi epididymis yang
abnormal (misal,
epididymis terletak di
anterior)
• Tidak adanya reflex
cremaster
• Prehn’s sign (-)  elevasi testis
Tatalaksana Torsio Testis
• Golden period = 6 jam
• Doppler Ultrasound 
– Aliran darah berkurang
atau tidak ada  torsio
testis
– Aliran darah meningkat
 inflamasi (orchitis)
Tatalaksana Torsio Testis (con’t)
• Jika USG Dopler tidak bisa dilakukan secara
cepat dan kecurigaan tinggi -> Intraoperative
exploration is mandatory
– Testis viabel (onset <6 jam) ORCHIDOPEXY
– Testis non-viabel (onset >6 jam) 
ORCHIDECTOMY
• Detorsi manual hanya boleh dilakukan apabila
terdapat Doppler ultrasound. Kontraindikasi
pada kejadian >6jam.
Orkhitis / Epidimo-orkhitis
• Inflamasi pada testis
dan/atau epididimis
• Etiologi
– Infeksi bakteri
• Chlamydia trachomatis,
Neisseria gonorrhea  pada
remaja dan dewasa (<35
tahun) yang aktif secara
seksual (komplikasi IMS)
• Eschericia coli (80 %),
Pseudomonas, Klebsiella 
pada dewasa >35 tahun
– Infeksi virus = komplikasi
Mumps. Kebanyakan pada
anak <10 tahun
Orkhitis / Epidimo-orkhitis
• Gejala
– Sistemik  demam, sakit
kepala, mual, muntah, malaise
– Lokal  nyeri dan
pembengkakan skrotum
• Tanda
– Prehn’s sign (+)  elevasi
testis mengurangi rasa nyeri
Orchitis viral  analgetik,
antipiretik
skrotum
Orchitis bakterial  – Edema dan indurasi testis.
antibiotik
(ceftriaxone, doksisiklin,
Kulit skrotum hiperemia,
azitromisin, ciprofloxacin, tenderness skrotum
kotrimoksazol) analgetik,
antipiretik
Varikokel
e • Dilatasi plexus
pampiniformis dari vena
testicularis
• Kebanyakan terjadi sisi
kiri
• Asimptomatik atau
bergejala
– Nyeri skrotum,
memberat saat berdiri,
berkurang saat berbaring
– Atrofi testis
• Adanya apoptosis dari sel
Palpasi skrotum  teraba germinal akibat paparan
massa seperti “kantong berisi suhu yang relatif lebih
tinggi
cacing” – Infertilitas
Hidrokele
• Akumulasi cairan serosa di sekitar
testis, yang
berada di dalam tunika vaginalis
• Sering pada bayi laki-laki yang
baru lahir, akibat
keterlambatan penutupan
processus vaginalis

• Translumination test /
diapanoscopy
• Positive : Hydrocele
• Negative : mass, hernia scrotalis,
hematocele
Spermatocele
Benign cyst accumulation of sperm
Arises from the head of the epididymis-on
superior aspect
Typically asymptomatic
Px exam :
Usually painless mobile swelling
posterosuperiorly
Smooth, soft, and well-circumscribed
mass
Hipospadia &
• Epispadia
Hipospadia defek
kongenital, ostium urethra
externum (OUE) terletak di
sisi ventral penis
– Tidak ditemukannya
preputium di sisi ventral.
Digantikan jaringan parut
yang menyebabkan
kontraktur ventral penis
(chordee)
• Epispadia  defek
kongenital, ostium urethra
externum (OUE) terletak di
sisi dorsal penis
Tatalaksana Hipospadia
Anak dengan hipospadia sebaiknya jangan disirkumsisi
dahulu  preputium dibutuhkan untuk rekonstruksi urethra

Sebaiknya hipospadia ditatalaksana sebelum usia 3 tahun


(alasan psikologis)

Tujuan utama

• Orthoplasti & release chordee (chordektomi)  meluruskan kembali


penis dan mengembalikan kurvatura penis
• Urethroplasty  rekonstruksi urethra supaya OUE bisa di ujung glans
penis
• Glansplasty  membentuk kembali konfigurasi glans penis
Fimosis
• Definisi = ketidakmampuan retraksi preputium
(foreskin) yang menutupi glans penis
• Fimosis fisiologis
– Anak dengan preputium yang ketat sejak lahir
dan pemisahan terjadi secara natural seiring
berjalannya waktu
– Resolve spontan biasanya pada umur 5-7
tahun
• Fimosis patologis
– Fimosis yang terjadi akibat jaringan parut,
infeksi, atau inflamasi
– Retraksi paksa preputium dapat menyebabkan
jaringan parut, perdarahan, dan trauma
psikologis
Gejala = disuria, retensi urin, penggelembungan preputium
saat miksi, mengedan saat miksi, nyeri ereksi, iritasi penis,
perdarahan
Komplikasi = balanoposthitis, parafimosis, infeksi saluran
kemih
Fimosis - Tatalaksana
Kebanyakan kasus fimosis akan resolve spontan

Terapi konservatif
• Perawatan preputium rutin
• Bila dapat diretraksikan parsial, lakukan retraksi rutin saat mandi dan
jaga kebershan glans penis
• Steroid topikal  bisa digunakan selama 4-6 minggu untuk
meningkatkan retraktabilitas fimosis fisiologis
Sirkumsisi
• Fimosis fisiologis bukan indikasi sirkumsisi
• Indikasi sirkumsisi  fimosis patologis, kegagalan terapi dengan
salep steroid, parafimosis, ISK berulang, balanoposthitis berat dan
berulang, fimosis fisiologis yang persisten hingga remaja
Parafimosis
• Preputium penis teretraksi di belakang glans
penis dan tidak dapat dikembalikan ke posisi
normalnya  cincin konstriksi  iskemia
• Kegawatan dalam urologi
• Bengkak dan nyeri penis Faktor Risiko
- Fimosis
- Prosedur
genitourinari
(kateter
urin,
cystoscopy)
- Trauma
penis
- Aktivitas
seksual
Parafimosis - tatalaksana
Goal : mengurangi edem penis dan mengembalikan posisi
preputium.

Lakukan nerve block, analgetik topical atau narkotik oral jika


diperlukan sebelum manipulasi

Tatalaksana awal :

• Reduksi Manual : tekanan manual, ice pack secara intermiten, elastic


dressing.
• farmakologi : injeksi hyaluronidase, granulated sugar
• Minimal-invasive : teknik “puncture”, aspirasi darah.
• Terapi bedah (jika sangat terkonstriksi) : emergency dorsal slit

Terapi definitive  Sirkumsisi


Compression of the
swollen foreskin
for several
minutes.
Alternatively
osmotic agent, ice,
or compression
bandages can be
applied.
Undescended Testicle
(Kriptorkidismus)
• Kelainan kongenital dimana salah satu atau
kedua testis tidak berada pada kantung
skrotum namun berada pada jalur turunnya
testis dari perut ke skrotum
• Prevalensi = 3% bayi laki-laki aterm, 30%
bayi laki-laki prematur
• Pada 70% penderita UDT, testis akan turun ke
scrotum secara spontan dalam satu tahun
pertama kehidupan
Klasifikasi UDT
• Menurut klinis:
– Palpable (80%)
– Unpalpable

• Menurut lokasi:
– Abdominal
– Inguinal
– Suprascrotal

• Skrotum tidak berkembang, rugae


sedikit, mungkin asimetris.
• Tidak ditemukan testis dalam
skrotum
• Infertilitas
• Hernia Inguinalis
Tatalaksana UDT
• Observasi hingga usia 6 bulan
• Apabila testis belum turun setelah
observas 6 bulan, idealnya dilakukan
i operasi (orchidopexy saat
) batas maksimal 18 bulan.
bulan, dengan
• Pad UDT unilateral usia orchidopexy

a
merupakan pilihan
6-12
• Pada bilateral  coba dengan terapi
UDT
 1 bulan belum turun
hormonal

operasi
Priapismus
Keadaan dimana penis terus
dalam posisi ereksi, dan tak
berhubungan dengan stimulasi
seksual (lebih dari 4 jam)

Etiologi
Klasifikasi

Ischemic/Low-flow Non-Ischemic/High-flow

Painful and Rigid Erection Less painful-less rigid


Iskemia pada badan penis Aliran darah cukup
Tidak ada riwayat trauma Badan penis teroksigenasi dengan baik
Terdapat riwayat trauma pada penis
atau perineum
(straddle injury paling sering)
DIGESTIV
E
SURGERY
Appendicitis Akut
Akut abdomen tersering
Inflamasi dan infeksi bakterial pada appendix vermiformis

Etiologi
• Obstruksi lumen appendix oleh hiperplasia limfoid, fecalith, corpus
alienum, neoplasma, striktur paska inflamasi
• Infeksi (biasanya bersifat hematogen)

Patofisiologi
• Obstruksi lumen  sekresi mukus terus berlanjut dan kolonisasi
bakteri
 tekanan intraluminal naik  pembuluh limfe dan vena
terjepit
 edema dan transudasi  tekanan intraluminal semakin
naik 
Appendicitis Akut - Gejala Klinis

Nyeri kuadran kanan bawah (titik


Nyeri periumbilikal, kolik, 6-12
McBurney), menetap, nyeri
nyeri visceral, diffuse jam 
somatik, dapat ditunjuk
• Demam
• Mual, muntah, penurunan nafsu

makan (anoreksia), diare, obstipasi,

disuria,
• Nyeri flank/punggung (letak retrocecal), nyeri suprapubik (letak pelvical), nyeri testikular
(letak retroileal)
• Nyeri lepas tekan (rebound tenderness) / Blumberg sign  akibat iritasi
peritoneum
Appendicitis Akut - Tanda Klinis
• Rovsing sign  nyeri perut kuadran kanan bawah
saat palpasi kuadran kiri bawah
• Psoas sign  nyeri perut kuadran kanan bawah
saat ekstensi panggul kanan
• Obturator sign  nyeri perut kanan bawah saat
rotasi internal panggul kanan

Obturator sign
Diagnosis & Tatalaksana
• Preoperatif
observasi TTV, resusitasi
cairan, tirah baring, puasa,
antibiotik IV spektrum luas

• Operatif
1. Open Appendectomy =
insisi transversal (Davis-
Rockey) atau insisi oblique
(McArthur-McBurney) pada
kuadran kanan bawah
2. Laparoscopic
appendectomy
0-3 : dapat dipulangkan tanpa imaging
4-6 : evaluasi dengan pemeriksaan penunjang
≥7 : konsul bedah

Penunjang Radiologi :
- USG : pilihan awal pada anak, dewasa muda, ibu hamil. Efisien, aksesibel, non
radiasi
- CT Scan : Akurat (highly sensitive & specific), “invasive” karena efek
penggunaan radiasi
- MRI : sensitif dan spesifik, namun kurang aksesibel
- Foto polos abdomen : mengidentifikasi free gas di cavum abdomen (app
Peritonitis
• Inflamasi peritoneum, jaringan yang melapisi
permukaan dalam dinding abdomen dan viscera
abdomen
• Klasifikasi :
– Peritonitis primer
• Infeksi peritoneum yang tidak berhubungan langsung dengan
kelainan intrabdominal (spontaneous bacterial peritonitis)
• Biasanya berhubungan dengan ascites
– Peritonitis sekunder
• Infeksi peritoneum karena kelainan intrabdominal (misal perforasi
hollow viscous  isi gastrointestinal masuk ke cavum peritoneum
menyebabkan peritonitis)
– Peritonitis tersier
• Tahap akhir peritonitis. Tanda dan gejala klinis peritonitis dan
sepsis tetap ada walaupun peritonitis sekunder sudah diterapi
Peritonitis Sekunder – Etiologi
Tanda dan Gejala Peritonitis
Gejala Tanda

• Penurunan nafsu makan, • Bising usus menurun hingga


mual, muntah tidak ada
• Nyeri abdomen tumpul yang • Defans muskular (board-like
segera berubah menjadi nyeri abdomen)  spasm otot
abdomen tajam, persisten, dinding abdomen involunter
pada semua lapang abdomen • Nyeri lepas tekan abdomen
• Distensi abdomen, nyeri tekan (rebound tenderness)
abdomen
• Demam dan menggigil
• Tanda-tanda dehidrasi
• Susah flatus atau BAB
Ileus
• Definisi = gangguan pasase usus
• Etiologi
– Ileus obstruktif (ileus mekanik/dinamik) : adanya
sumbatan mekanik pada usus
– Ileus paralitik (ileus fungsional/adinamik) : tidak
adanya atau tidak adekuatnya peristaltik usus
tanpa obtruksi mekanik. Disebabkan oleh
penghambatan neuromuskular, tonus simpatis
yang berlebihan.
Ileus
Ileus Obstruktif Ileus Paralytic
Manifestasi Nyeri abdomen kolik, nausea, Nausea, vomiting, distensi
Klinis
vomiting, obstipasi abdomen, obstipasi,

Pemeriksaan
fisik
• Abdominal distention • Abdominal
(darm countour, darm distention
steifung) • Silent abdomen
• Hyperperistaltic • Tympanic percussion
(Hipoperistaltik pada
prolonged • RT : ampulla recti
obstruction) intak
• Metalic sound (+) • Tanda dehidrasi
• RT : ampulla recti
kolaps
• Tanda dehidrasi
Pemeriksaan
Penunjang
• Dilatasi usus dengan air fluid • Dilatasi diffuse usus
level (udara mengisi kolon & rektum)
• Tidak adanya udara pada bagian
distal usus
Klasifikasi Ileus Obstruktif
• Letak sumbatan
– Ileus letak tinggi : sumbatan di proximal
ligamentum Treitz (flexura
duodenojejunalis)  dominan
vomiting
– Ileus letak rendah : sumbatan di distal
ligamentum Treitz  dominan distensi
abdomen
• Derajat obstruksi
– Obstruksi total  gejala lebih berat,
tidak bisa flatus dan BAB
– Obstruksi parsial  gejala lebih ringan,
masih bisa flatus dan BAB
• Open VS Closed-Loop
– Open ended obstruction  risiko
strangulasi lebih rendah
– Closed loop obstruction  risiko
strangulasi tinggi (misal pada hernia
inkarserata, volvulus)
Ileus – Pemeriksaan Penunjang
• Foto polos abdomen 3 posisi  supine,
semierect / erect, LLD (left lateral decubitus)

Herring bone appearance Coiled spring Multiple air fluid level – step ladderappearance
Tatalaksana Ileus
Tatalaksana:
– Nil per os
(NPO)/dipuasakan
– Resusitasi cairan
& monitor Urin
output
– Pemasangan
NGT
 dekompresi,
mencegah
aspirasi
– Serial abdominal
exam

Source: Schwartz’s Principles of Surgery


Hemorrhoid
• Definisi = penebalan bantalan jaringan submukosa
(anal cushion) yang terdiri dari venula, arteriole,
dan jaringan otot polos yang terletak di kanalis
analis

• Hemorrhoid interna
– Pelebaran plexus hemorrhoidalis
interna (dibentuk oleh vena rectalis
superior et media)
• Hemorrhoid externa
– Pelebaran plexus hemorrhoidalis
externa (dibentuk oleh vena
rectalis inferior)
Hemorrhoid - Klasifikasi

Hemorrhoid interna Hemorrhoid externa

Hemorrhoid Interna Hemorrhoid Externa


• Terletak di atas linea dentata • Terletak di bawah linea dentata
• Berasal dari endoderm • Berasal ektoderm
• Ditutupi oleh epitel simplex • Ditutupi oleh epitel stratified
columnar canalis analis squamosum
• Tidak diinervasi oleh persarafan • Diinervasi oleh persarafan
somatis  jarang cutaneous yang menyuplai area
menyebabkan nyeri (kecuali perianal  biasanya nyeri
bila terjepit  iskemia 
nyeri menetap)
Goligher’s classification of Internal Hemorrhoid
Hemorrhoid - Tatalaksana
Tatalaksana Non-Bedah
• Modifikasi gaya hidup  menghindari pengejanan berlebihan saat
defekasi atau aktivitas
• Diet tinggi serat, banyak minum
• Farmakologis  analgetik, fecal softener, antibiotik (bila ada infeksi),
suppositoria hemorrhoid (mengandung venotonik, anestesi lokal, steroid)
• Rubber band ligation
• Skleroterapi
• Fotokoagulasi inframerah

Tatalaksana Bedah
• Hemorrhoidektomi (excision atau stapled)
Sumber :
Hemorrhoids: From basic pathophysiology
to clinical management
World J Gastroenterol. 2012 May 7;
18(17):
2009–2017.

Hemorrhoid externa (dengan keluhan) → Hemorrhoidektomi


Anal Fissure
Anal fissure is a tear in the anoderm distal to the dentate line
Etiology : Primary (local trauma) or Secondary (IBD,
malignancy, infection)
Painful defecation, bright rectal bleeding (limited to small
amount), laceration on the posterior anal midline (most
common location for primary anal fissure)
Acute anal fissure typically
heals within six weeks
with conservative local
management
Chronic anal fissure fails
conservative management and
requires a more aggressive,
surgical approach
Treatment : conservative
management (local wound
care, relief of constipation)
Prevention : proper anal
hygiene, preventing
constipation, adequate fluids
intake, avoid straining during
defecation.
Abses perianal
Abses anorektal sederhana, manifestasi fase akut
dari akumulasi pus yang berasal dari glandular
crypts yang terinfeksi di anus dan rektum
Gejala
• Nyeri berat dan konstan pada anus atau rektum
• Demam, malaise
• Drainase pus

Tanda
• Massa eritematosa, fluktuasi (+) pada kulit
perianal
• Pada kasus kronik dapat ditemukan fistula
perianal
Terapi
Tender and fluctuant mass • Insisi dan drainase, antibiotik, analgetik-
antipiretik
Anal Fistula
• The majority of anorectal fistulas
originate from an infected anal crypt
gland.
• “Non healing” anorectal abscess 
fistula

• Symptoms : Intermittent rectal pain


(during defecation/sit/activity)
• Px exam: Perianal skin may be
excoriated and inflamed. External
opening of the fistula/induration(if
external opening is incomplete)
• Surgical management is the
mainstay
of therapy
Karsinoma Kolorektal
• Keganasan pada kolon dan rektum, yang terletak antara valvula ileosekal
sampai dengan kanalis ani.
• Merupakan Keganasan tersering pada saluran cerna dan Tersering
ketiga pada semua jenis kanker.
• Jenis terbanyak = adenokarsinoma
Gambaran Klinis Karsinoma Kolorektal
Berdasarkan Lokasi Tumor
Tumor di kolon ascenden
• Lumen besar, dinding kolon tipis, massa feses
masih agak cair  sering asimptomatik
• Anemia, occult blood pada feses
• Tumor di kolon kanan cenderung lebih lunak,
ulseratif dan rapuh

Tumor di kolon descenden


• Lumen relatif kecil, massa feses semisolid,
tumor di kolon kiri biasanya sirkuler dan firm
 gejala obstruktif (konstipasi)
• Perdarahan biasanya tidak masif,
hematochezia

Tumor di kolon sigmoid


dan rektum
• Hematochezia
• Feses seperti kotoran kambing
• Perdarahan biasanya banyak
• Dapat diperiksa dengan rectal
Pemeriksaan Penunjang Karsinoma Kolorektal

• Laboratorium
– Hb, fecal occult blood Filling
testing (FOBT) defec
t
– CEA (Carcinoembryonic
Antigen. Kadar normal <
2,5 n/mL)
• Colon In Loop (CIL) 
Apple core
barium enema appearanc
– Filling defect, apple core e
appearance
• Colonoscopy + Biopsi
Hernia Abdominalis
• 75% hernia abdominal
 hernia inguinal
• Hernia inguinal
dibagi menjadi
– Hernia inguinalis
lateralis (HIL) / hernia
inguinalis indirek
 2/3 kasus
– Hernia inguinalis
medialis (HIM) /
hernia inguinalis direk
 1/3 kasus
Hernia Inguinalis Lateralis
• Lokus minoris resisten = anulus
inguinalis internus / profundus /
lateral
• Isi hernia masuk melalui anulus
inguinalis internus  memasuki
canalis inguinalis  keluar
melalui anulus inguinalis
externus  memasuki funiculus
spermaticus dan DAPAT TURUN
HINGGA SCROTUM (HERNIA
SKROTALIS)
• HIL kongenital  akibat
processus vaginalis persisten
• HIL akuisita  adanya
Keyword  isi hernia DAPAT masuk peningkatan tekanan
hingga skrotum intraabdominal kronis 
terbukanya anulus inguinalis
internus
Hernia Inguinalis Medialis
• Lokus minoris resisten
= Trigonum Hasselbach
• Hernia melalui dinding
inguinal yang disebut
trigonum Hasselbach
• Selalu didapat ketika
dewasa akibat
Keyword  isi hernia TIDAK DAPAT
peningkatan tekanan
masuk hingga skrotum intraabdominal kronis
dan kelemahan
Trigonum Hasselbach = Dibentuk tepi musculus relatif dinding
rectus abdominis, arteri epigastrica inferior,
ligamentum inguinalis inguinal posterior
Membedakan HIL dan
HIM • Finger Examination
Test
– Minta pasien berdiri
lalu masukkan jari
melalui skrotum
 ikuti
funiculus
spermaticus hingga
mencapai anulus
inguinalis externus
– Minta pasien
mengejan
• Massa menyentuh
UJUNG JARI 
Hernia inguinalis
lateralis
• Massa menyentuh SISI
JARI  Hernia
Hernia reponibilis (reducible)
• Isi hernia MASIH DAPAT KELUARMASUK
• Protrusi isi hernia biasanya terjadi saat peningkatan tekanan intrabdomen (bersin, batuk, mengejan,
menangis, tertawa)dan posisi berdiri
• Protrusi isi hernia biasanya menghilang saat posisiberbaring

Hernia ireponibilis (irreducible)


• Isi hernia TIDAK DAPAT DIKEMBALIKAN ke ronggaasalnya

Hernia inkarserata
• Isi hernia TIDAK DAPAT DIKEMBALIKAN DAN TERJEPIT OLEH CINCIN HERNIA.
• GANGGUAN PASASE USUS (+). GEJALA ILEUS  mual, muntah, distensi abdomen, nyeri abdomen
kolik (hilang timbul)
Hernia strangulata
• Isi hernia TIDAK DAPAT DIKEMBALIKAN DAN TERJEPIT OLEH CINCIN HERNIA disertai gangguan
aliran
arteri
• Adanya gangguan vaskularisasi akibat jepitan. Gejala  NYERI ISKEMIK MENETAP, takikardia,
leukositosis, edema dan eritem pada kulit yang melapisi hernia, pasien tampak toxic, dehidrasi dan
demam
Tatalaksana Hernia Inguinalis
Non Bedah
• Mencari dan memperbaiki faktor risiko yang menyebabkan
hernia (misal BPH, batuk kronis)
• Analgetik bila nyeri

Bedah  tatalaksana definitif


• Herniotomi, Herniorrhapy, Hernioplasty
• Hernia inguinalis reponibilis dan ireponibilis  BEDAH
ELEKTIF
• Hernia inguinalis inkarserata dan strangulata  BEDAH
CITO / EMERGENSI
Trauma Abdomen-Tumpul
Trauma organ Peritonitis >24
berongga (hollow
jam
viscous)
Regio abdomen
Trauma organ Peritonitis <8
padat jam
(solid)
• Seat belt sign -> curigai visceral injury, terutama
organ viscera abdomen.
• Organ paling sering : spleen > liver > small bowel.
• Ruptur organ berongga  kebocoran isi organ ke
rongga peritoneum  peritonitis, muncul setelah >24 jam
• Ruptur organ solid  darah akan masuk ke
rongga peritoneum  peritonitis, muncul cepat (<8 jam)
“Abdominal seat belt sign” Seat belt scar
(Bukan abdominal seatbelt sign)

Lap belt marks -> Correlate with hollow and solid organ trauma
Trauma Organ Solid - Lien
Gambaran Klinis
– Jejas pada abdomen kiri atas
– Tanda syok hemorrhagik
– Nyeri abdomen pada
kuadran kiri atas
– Ruang Traube 
perkusi dull
– Tanda peritonitis
– Kehr’s sign
• Nyeri bahu kiri akibat iritasi pada
peritoneum yang melapisi
permukaan bawah diafragma kiri
Trauma Organ Solid - Liver
Gambaran Klinis
– Jejas pada abdomen kanan atas
– Tanda syok hemorrhagik
– Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas
– Boa’s Sign : Nyeri yang menjalar hingga ke bahu kanan
Pemeriksaan Penunjang Abdominal
Trauma
X.Ray
• Pneumoperitonium, hemothorax and pneumothorax
• Tidak diindikasikan untuk pasien dengan hemodinamik tidak stabil

FAST (Focused Assessment Sonography in Trauma)


• Dapat menemukan : hemoperitonium
• Rapid, noninvasive, accurate and inexpensive

Diagnostic Peritoneal Lavage


• Dapat menemukan : Hemoperitoneum dan cedera organ berongga
• Dilakukan jika tidak ada USG dan CT

CT abdomen
• Pasien dengan hemodynamic stabil
FAS
T
Perforasi visceral abdomen  Pneumoperitoneum
Plain Abdomen AP & Semierect : Subdiaphragmatic Air
Plain Abdomen LLD (Left Lateral Decubitus) :
Subdiaphragmatic Air (udara bebas)
Indications for a Laparotomy
 Blunt abdominal trauma with hypotension with a
positive FAST or clinical evidence of intraperitoneal
bleeding
 Blunt or penetrating abdominal trauma with a
positive DPL (diagnostic peritoneal lavage)
 Hypotension with a penetrating abdominal wound
 Gunshot wounds traversing the peritoneal cavity or
visceral/vascular retroperitoneum
 Evisceration
 Bleeding from the stomach, rectum,
or genitourinary tract from penetrating trauma
 Peritonitis
 Free air, retroperitoneal air, or rupture of
the hemidiaphragm
 Contrast-enhanced CT that demonstrates ruptured
gastrointestinal tract, intraperitoneal
injury,
bladder pedicle injury, or severe visceral
renal
parenchymal injury after blunt or penetrating
trauma
ONCOLOG
Y
SURGERY
Breast Swelling Pregnancy
,
Bilateral Lactation

Drug-induced
Whole Breast
Pubertal
Unilateral
Newborn
Breast Swelling Mastitis /
Abscess
Fibrocystic
Cystic
Localized Galactocele

Fibroadenoma
Solid lump
Malignancy
Diagnosis Banding Benjolan Payudara

Benigna Maligna
• Kenyal • Keras
• Nyeri +/- • Tidak nyeri
• Reguler, halus • Ireguler
• Mobile, tidak terfiksasi • Terfiksasi ke kulit/dinding
• Tidak ada skin dimpling dada
• Discharge lebih ke arah • Skin dimpling
kuning/hijau • Discharge bloody
• Tidak ada retraksi • Retraksi puting
puting • Ulkus
Diagnosis Banding Benjolan Payudara
Fibroadenoma Mammae (FAM)
• Usia muda (15-25 tahun)
• Benjolan soliter/multiple, bulat, ukuran 1-3 cm, batas tegas, kenyal, mobile, tidak
nyeri (non tender)
Lesi Fibrokistik Mammae
• Usia reproduktif (25-40 tahun)
• Benjolan kistik, batas tidak tegas, ireguler, tender, soliter / multiple, nyeri dan
membesar saat menjelang haid

Tumor Phyllodes
• Usia 40-50an tahun
• Secara klinis  tumor jinak, mirip FAM
• Massa payudara yang berukuran besar, ukuran dapat mencapai 20-30 cm
• Pertumbuhan tumor cepat dan menyebabkan regangan kulit  kulit payudara
tampak mengkilap. Histopatologis  “LEAF-LIKE PATTERN”
Benjolan Payudara

Phyllodes tumor

FA Fibrokistik Mammae
M “blue-dome cyst”
Leaf-like pattern
Diagnosis Banding Benjolan Payudara
Galaktokele
• Pada wanita menyusui -> Massa berisi susu akibat sumbatan duktus
laktiferus
• Massa solid, mobile, Tanda inflamasi (-)

Mastitis
• Pada wanita menyusui, paling sering disebabkan S. Aureus
• Tanda inflamasi lokal aktif (eritema, edema, nyeri, teraba hangat pada
payudara) dan Gejala sistemik (demam, malaise, sakit kepala, nyeri otot)

Abses Mammae
• Komplikasi mastitis
• Benjolan FLUKTUATIF, nyeri, eritema, edema, hangat. Gejala sistemik (+)
MASTITIS ABCESS MAMMAE GALACTOKELE
Tatalaksana : Tatalaksana: Tatalaksana:
• Antibiotik (10-14 hari) • Insisi dan DRAINAGE • Aspirated
• Kompres hangat dan/atau • Antibiotik sistemik • Ice packs and good
dingin (tergantung (antibiotic tanpa drainage mechanical support
kenyamanan pasien) tidak bermanfaat) (well- fitting brassiere)
• Masase Punggung
• Analgetik
• Lanjutkan menyusui dan
perbaiki teknik menyusui
(sangat membantu pada
mastitis ringan dan
Ca Mammae
• Tumor ganas pada payudara.
• Adenokarsinoma : jenis paling banyak
• Karsinoma invasif = sel tumor menembus
membrana basalis dan menyebar ke jaringan
sekitar
– Karsinoma duktal invasif (70%)
– Karsinoma lobular invasif
• Karsinoma in situ (Paget’s disease)
• Faktor risiko  riwayat kanker payudara pada ibu
atau saudara kandung perempuan, riwayat
kanker payudara sebelumnya, menarche terlalu
awal, menopause terlambat, penggunaan KB
hormonal, hormonal replacement therapy
Ca Mammae

Peau d’orange
Imaging In Breast Lump
Ultrasonografi
• Cocok untuk pemeriksaan pada
wanita muda, dimana jaringan
glandular payudaranya masih
padat
• Dapat membedakan kista (fluid-
filled) dan tumor solid
• Sangat baik dalam mendeteksi
kista
• Tidak dapat mendeteksi
mikrokalsifikasi (tanda awal lesi
ganas)
Imaging In Breast Lump
Mammografi
• Tidak begitu cocok pada
wanita dimana
muda,
jaringan glandular
payudaranya masih
• padat.
Seiring bertambah tua, jaringan glandular
akan atrofi dan digantikan oleh lemak
• Lemak  lusen,
jaringan glandular dan
kanker  opak. Sulit
membedakan
jaringan kanker dari
jaringan glandular
normal payudara pada Sand-like
mammografi microcalcificatio Spiculated
n
Kista Ganglion & Kista Baker

Ganglion cyst Baker cyst

• Kista Ganglion = Kista yang berisi cairan bening


kental dengan dinding tipis yang berasal dari
tonjolan selaput sinovial/sarung tendo
Kista Ganglion vs Kista Baker
Ganglion cyst Baker cyst
Definisi kista yang berisi cairan bening Kista pada poplitea yang berasal
dan kental dengan dinding dari pembengkakan jinak atau
tipis herniasi membran synovial
Berasal dari tonjolan selaput Biasa berasal dari kondisi
synovial sendi atau sarung athritis maupun luka pada
tendo ligamen

Letak Di sekitar sendi subkutis Disekitar sendi subkutis


Predileksi Pergelangan tangan, Posterior condylus medialis di
pergelangan kaki, antara otot gastrocnemius
belakang lutut caput medial dan otot
semimembranosus

Histopatologi Dense fibrous tissue, TIDAK DILAPISI SINOVIUM ATAU PUN


DILAPISI LAPISAN SYNOVIAL KARTILAGO PADA DINDINGNYA
MAUPUN EPITELIAL.
Lipoma
• Tumor jinak jaringan lemak
yang tersusun oleh lobulus
dan dipisahkan oleh jaringan
fibrosa
• Predileksi : bahu, pantat,
punggung, lengan atas
• Mobile, pseudofluktuatif,
tidak nyeri, berlobul-lobul,
kulit di atasnya menyerupai
kulit jeruk
Kista Sebasea
(Atheroma)
• Sumbatan pada muara saluran
kelenjar minyak folikel rambut
 lemak menumpuk
membentuk bubur yang
dikelilingi jaringan ikat
• Predileksi : kepala, punggung,
plantar
• PUNGTA, bulat, fluktuatif,
kistik
• Terletak subkutan, bebas dari
dasar, tetapi melekat pada
dermis dan lapisan di atasnya
BIOPSY TYPE TISSUE OBTAINED ADVANTAGES DISADVANTAGES
Fine-needle Cells Cost effective Small sample size
aspiration Fewer complications Need expert
Good for obese pathologist
patient or tumor near
neurovascular
structure

Core needle Small tissue core Cost effective More complications*


More tissue than fine- than fine-needle
needle aspiration aspiration

Incisional biopsy Adequate sample of Adequate tissue Increased


mass/lesion sample complications*
May compromise
definitive resection

Excisional biopsy Entire lesion removed Removes entire Increased


lesion complications*
Indicated for small
lesion or expendable
bone

*complications include infection, bleeding/hematoma, phatologic fracture, tumor contamination/seeding


TERIMAKASIH
www.ukdimantap.com

Bimbingan Ukdi Mantap @bimbelmantap @bimbelmantap

You might also like