You are on page 1of 15

TRANSMISI SEKSUAL (PMTS) DI KALANGAN WANITA PEKERJA SEKS

(WPS) LOKASI GANG LALER KEMAYORAN JAKARTA PUSAT TAHUN


2014

Hubaybah1, Fadzlul2
1
Bagian Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
2
Bagian Psikologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
E-mail: beebeeideh@gmail.com

Abstract

PMTS (HIV-AIDS Prevention Program through Sexual Transmission) is a program of HIV-AIDS


prevention which was initiated by the National AIDS Commission (KPAN), its aim is to do HIV prevention
comprehensively, interactively and effectively on the key population which is female sex workers, however,
as it is known that the purpose of this program has not been reached. The research objective was to evaluate
HIV-AIDS prevention program through sexual transmittion among female sex workers at Gang Laler
Kemayoran Central Jakarta 2014.The research is using cualitative method, data assessment method is
found through deep interview and document review, data validation is using triangulate sourch, data and
method. The reseach show thatlack of coordination, lack of funds, facilities and infrastructure have become
the reason whythe goal PMTS program cannot be achieved yet, marked with dysfunctional Location Working
Unit. Location Working Unit is one key to success that can run the entire activities, so the suggestions of
this research are to improve the coordination of KPAK with LSM/NGO, SKPD, Location Working in a form
of routine meetings, to allocate the routine funds for Location Working Unit and the entire activities, as
well as providing facilities and infrastructure to support the activities.

Keywords: HIV AIDS, PMTS, Program Evaluation

Abstrak
PMTS (Pencegahan HIV-AIDS melalui Transmisi Seksual) merupakan program pencegahan HIV-
AIDS yang dicetuskan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), bertujuan untuk melakukan
pencegahan HIV secara komprehensif, integratif dan efektif pada populasi kunci yang salah satunya
adalah WPS, namun dalam perjalanannya diketahui bahwa tujuan dari program ini belum tercapai. Tujuan
penelitian adalah untuk melakukan evaluasi program PMTS bagi Wanita Pekerja Seks (WPS) lokasi Gang
Laler Kemayoran Jakarta Pusat tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, teknik
pengumpulan data diperoleh melalui wawancara mendalam dan telaah dokumen, validasi data
menggunakan triangulasi sumber, data dan metode. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi yang
belum maksimal, kurangnya dana, sarana dan prasarana menjadi penyebab utama belum tercapainya
tujuan program PMTS ini, ditandai dengan tidak berjalannya Pokja Lokasi yang telah dibentuk. Pokja
Lokasi merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam menjalankan seluruh kegiatan, sehingga saran
dari penelitian ini adalah meningkatkan koordinasi dari KPAK dengan LSM, SKPD, Pokja Lokasi dalam
bentuk pertemuan rutin, mengalokasikan dana rutin untuk Pokja Lokasi dan keseluruhan kegiatan, serta
menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan ini.

Kata kunci: HIV AIDS, PMTS, Evaluasi Program


JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

PENDAHULUAN antara tahun 2006-2010, sebanyak 55%.


Sedangkan berdasarkan data dari Ditjen
HIV (Human Immunodeficiency
PP & PL, (2014) diketahui bahwa persentase
Virus) dan AIDS (Acquired
faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan
Immunodeficiency Syndrome) secara global
seks berisiko pada heteroseksual (57%),
masih merupakan masalah kesehatan yang
Lelaki Seks Lelaki (15%) dan penggunaan
serius karena dapat menimpa semua orang
jarum suntik tidak
tanpa mengenal umur, jenis kelamin, suku 2,3
steril pada penasun (4%).
bangsa, ras, agama, tingkat pendidikan,
PMTS (Program Pencegahan HIV-
status ekonomi dan sosial. Epidemi HIV di
AIDS melalui Transmisi Seksual)
Indonesia telah memasuki epidemi
merupakan program pencegahan HIV-AIDS
terkonsentrasi, dimana prevalensi HIV
yang dicetuskan oleh Komisi
sudah melebihi angka 5% pada populasi
Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN),
kunci yang rawan tertular HIV diantaranya
bertujuan untuk melakukan pencegahan
Wanita Pekerja Seks (WPS), sehingga
HIV secara komprehensif, integratif dan
perlu dilakukan upaya pencegahan HIV-
efektif pada populasi kunci yang salah
AIDS yang lebih intensif, menyeluruh,
satunya adalah W PS. Sedangkan tujuan
terpadu dan terkoordinasi untuk
khusus program PMTS antara lain : 1)
menghasilkan program yang cakupannya
1
mendorong terciptanya lingkungan yang
tinggi, efektif dan berkelanjutan.
kondusif dalam upaya pencegahan HIV
Berdasarkan permodelan Asean
bagi populasi W PS (indikator :
Epidemic Model (AEM) untuk Provinsi
pembentukan Pokja, peraturan lokal lokasi,
Jakarta tahun 1995 – 2015 terlihat bahwa
program kerja); 2) mendorong praktek
terjadi perubahan pola penularan atau
perilaku aman baik pada tingkat individu,
infeksi baru. Penularan yang semula terlihat
kelompok dan komunitas pada populasi
tinggi pada kelompok pengguna NAPZA
WPS (indikator : pendidik sebaya, kader
suntik (penasun), namun kemudian
lokasi, media Komunikasi, Informasi dan
kelompok penasun ini seperti tetap dan
Edukasi (KIE), penyuluhan, Voluntary
penularan berpindah ke kelompok Wanita
Counseling and Testingmobile atau VCT
Pekerja Seks (WPS) dan pelanggannya.
mobile) ; 3) memfasilitasi tersedianya
Kelompok populasi kunci lain seperti Lelaki
kondom dan pelicin yang mudah diakses
Seks dengan Lelaki (LSL) dan wanita risiko
oleh W PS (indikator : manajemen kondom
rendah ternyata mengalami peningkatan
1 dan pelicin, outlet kondom dan pelicin); dan
walaupun eskalasinya rendah.
4) mendorong tersedianya layanan IMS,
Laporan Kementerian Kesehatan
HIV dan AIDS yang mudah diakses oleh
Republik Indonesia, menunjukkan sampai
WPS (persediaan layanan Infeksi Menular
dengan 30 Desember 2013 penularan HIV
Seksual/ IMS, HIV, Profilaksis Pasca
melalui transmisi seksual mencapai
Pajanan/ PPP, Pencegahan Penularan dari
sebesar 62,5%, meningkat dibandingkan
Ibu ke Anak/ PPIA dan dukungan ODHA).

40
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

Untuk mencapai tujuan diatas manajemen pasokan kondom dan pelicin,


kegiatan yang dilakukan meliputi 4 penatalaksanaan IMS dan HIV dalam
komponen yaitu : 1) peningkatan peran program PMTS bagi W PS di lokasi Gang
positif pemangku kepentingan; 2) Laler Kemayoran Jakarta Pusat tahun
komunikasi perubahan perilaku; 3) 2014.
manajemen pasokan kondom dan pelicin;
2
dan 4) penatalaksanaan IMS dan HIV. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan survey data awal Human Immunodeficiency Virus
peneliti dari berbagai stakeholder di lokasi yang selanjutnya disingkat HIV adalah virus
penelitian, didapat informasi bahwa masih yang menyebabkan suatau penyakit yang
ada tujuan program PMTS di lokasi Gang disebut Acquired Immuno Deficiency
Laler yang belum tercapai, antara lain: 1) Syndrome (AIDS). Sementara AIDS adalah
lingkungan yang belum kondusif, tergambar suatu kumpulan gejala berkurangnya
dari belum berjalannya Pokja Lokasi, belum kemampuan pertahanan diri yang
terbentuknya peraturan lokal lokasi dan disebabkan oleh masuknya virus HIV dalam
belum berjalannya program kerja; 2) tubuh seseorang. HIV adalah virus yang
perilaku aman masih rendah dimana menyerang dan membunuh sel-sel darah
berdasarkan wawancara dengan putih yang merupakan bagian dari sistem
stakeholder diketahui bahwa belum banyak kekebalan tubuh. Masa inkubasi virus HIV
4,5
WPS yang memakai kondom setiap cukup lama yaitu mencapai 5-7 tahun.
melakukan hubungan berisiko dan belum HIV/AIDS dapat ditularkan melalui
banyak WPS yang mau memeriksakan beberapa cara penularan, yaitu hubungan
kesehatannya sendiri ke fasilitas seksual lawan jenis (heteroseksual),
kesehatan, meskipun pendidik sebaya dan hubungan sejenis melalui Lelaki Seks
kader lokasi sudah ada dan berjalan, dengan Lelaki (LSL), penggunaan alat
pendistribusian media KIE, penyuluhan dan suntik secara bergantian, transfusi darah dan
VCT mobile sudah rutin dilakukan. dari ibu ke anak. HIV berada terutama dalam
cairan tubuh manusia. Cairan yang
Tujuan Penelitian berpotensial mengandung HIV adalah
Penelitian ini bertujuan untuk darah, cairan sperma, cairan vagina dan air
3,6
melakukan evaluasi program Pencegahan susu ibu.
HIV-AIDS Melalui Transmisi Seksual bagi Pencegahan penularan HIV melalui
WPS di lokasi Gang Laler Kemayoran hubungan seksual merupakan berbagai
Jakarta Pusat tahun 2014 dengan upaya untuk mencegah seseorang
Menganalisis faktor SDM, waktu, dana, terinfeksi HIV dan/atau penyakit IMS lain
riset serta sarana dan prasarana terkait yang ditularkan melalui hubungan seksual,
dengan pelaksanaan kegiatan peningkatan yang dilaksanakan terutama di tempat yang
peran positif pemangku kepentingan, berpotensi terjadinya hubungan seksual
komunikasi perubahan perilaku, berisiko. Pencegahan dilakukan dengan 4

41
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

(empat) kegiatan yang terintegrasi, yaitu : kegiatan yang dimaksudkan untuk


1) peningkatan peran positif pemangku mengetahui sejauh mana tingkat
kepentingan (untuk menciptakan tatanan keberhasilan dari suatu kegiatan yang
7
sosial di lingkungan populasi kunci yang direncanakan.
kondusif); 2) intervensi perubahan perilaku Kerangka kerja yang digunakan
(untuk memberi pemahaman dan dalam evaluasi program pencegahan HIV-
mengubah perilaku kelompok secara AIDS adalah Programme Logic Model atau
kolektif dan perilaku setiap individu dalam Programme Impact Pathway (PIP) yang
kelompok sehingga kerentanan terhadap dikembangkan oleh Leroy et al (2009) yaitu
HIV berkurang); 3) manajemen pasokan alat manajemen yang digunakan untuk
perbekalan kesehatan pencegahan (untuk memperbaiki rancangan intervensi dalam
menjamin tersedianya perbekalan pencegahan HIV-AIDS. Tahapan PIP
kesehatan pencegahan yang bermutu dan antara lain : 1) mengidentifikasi elemen
terjangkau) ; dan 4) penatalaksanaan IMS strategis (input, output, aktifitas, hasil dan
(untuk menyembuhkan IMS pada individu dampak); 2) mengidentifikasi hubungan
dengan memutus mata rantai penularan sebab akibat elemen strategis; 3)
IMS melalui penyediaan pelayanan mengidentifikasi indikator elemen strategis;
diagnosis dan pengobatan serta konseling dan 4) mengidentifikasi asumsi-asumsi
perubahan perilaku). risiko yang mempengaruhi keberhasilan
8
Pencegahan ini dilakukan melalui dan kegagalan program.
upaya : 1) tidak melakukan hubungan
seksual (Abstinensia); 2) setia dengan METODE
pasangan (Be faithful); 3) menggunakan Penelitian ini dilakukan dengan
kondom secara konsisten (Condom use); 4) menggunakan desain penelitian kualitatif,
menghindari penyalahgunaan obat/zat dilaksanakandi kecamatan Kemayoran
adiktif (no Drug); 5) meningkatkan Jakarta Pusat. Informan adalah: pihak
kemampuan pencegahan melalui edukasi Komisi Penanggulangan AIDS Kotamadya
termasuk mengobati IMS sedini mungkin (KPAK) Jakarta Pusat (bidang dukungan dan
(Education); dan 6) melakukan pencegahan layanan, bidang monitoring, evaluasi dan
lain, antara lain sirkumsisi. pengembangan, bidang promosi dan

Menurut Arikunto, evaluasi program pencegahan), pihak Puskesmas kecamatan


adalah suatu rangkaian kegiatan yang Kemayoran Jakarta Pusat (bidang IMS dan

dilakukan dengan sengaja untuk melihat HIV-AIDS), pihak LSM JPC, Pokja

tingkat keberhasilan suatu program atau HIV/AIDS Lokasi Gang Laler.


kegiatan. Ada beberapa pengertian tentang Pengumpulan data primer
program sendiri. Dalam kamus (a) program dilakukan dengan wawancara mendalam
adalah rencana, (b) program adalah terhadap informan terkait program
kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Pencegahan HIV-AIDS Melalui Transmisi
Melakukan evaluasi program adalah Seksual (PMTS). Pertanyaan-pertanyaan

42
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

yang akan diajukan adalah pertanyaan Nasional (SRAN) dari Komisi


terbuka yang disusun dalam suatu panduan Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN)
wawancara. Dalam wawancara ini informan serta Strategi dan Rencana Aksi Provinsi
diberi kesempatan seluas-luasnya untuk (SRAP) dari Komisi Penanggulangan AIDS
menyampaikan pendapat sesuai Provinsi (KPAP) DKI Jakarta. Data lainnya
pertanyaan yang diberikan namun tetap juga berupa laporan hasil kegiatan dari
terarah sesuai topik pertanyaan. Dalam masing-masing stakeholder dan foto.
wawancara mendalam peneliti juga Sebelum melakukan analisis data,
menggunakan audio visual dan bentuk dilakukan pengolahan data terlebih dahulu,
catatan tertulis sebagai dokumentasi agar yaitu dengan mengumpulkan data yang
kebermaknaan data yang diperoleh lebih sudah didapat dari catatan hasil
bernilai dan dapat dipertanggungjawabkan. pengamatan, wawancara mendalam dan
Data sekunder yang digunakan dokumen. Kemudian hasil rekaman
adalah telaahan dokumen Pedoman PMTS wawancara mendalam ditranskrip dan
Paripurna Kemitraan Pemerintah, Swasta disederhanakan dalam bentuk matriks.
dan Komunitas, Strategi dan Rencana Aksi

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
Tabel 1. Matriks Hasil Penelitian

NO KOMPONEN INPUT HASIL PENELITIAN


1. Peningkatan Peran SDM SDM untuk kegiatan ini masih dirasakan kurang, salah
Positif Pemangku satu kendalanya karena personil KPAK yang sering
Kepentingan berganti-ganti, pelatihan untuk komponen ini juga
belum rutin dilakukan, sehingga berdampak pada
kurangnya komitmen Pokja Lokasi.
Waktu Waktu yang disediakan untuk kegiatan pembentukan
Pokja Lokasi Gang Laler sekitar 3 bulan, namun
pertemuannya hanya beberapa kali karena kesibukan
masing-masing pemangku kepentingan.
Dana untuk kegiatan ini diberikan per kegiatan, tidak
Dana rutin, bersumber dari APBD dan Global Fund melalui
KPAK.

Riset Informasi dari kalangan akademisi misalnya jurnal


penelitian, yang dipakai untuk menunjang kegiatan ini
belum ada, tetapi diharapkan kedepannya bisa
diadakan kerjasama dengan pihak akademisi untuk
pemberdayaan masyarakat ikut serta dalam mengatur
Pokja atau membentuk Pokja Lokasi.
Sarana dan Sarana dan Prasarana untuk kegiatan ini berupa
Prasarana tempat pertemuan yang tidak permanen, Pokja Lokasi
juga tidak mempunyai kantor atau ruangan khusus
sebagai tempat pertemuan.
2. Komunikasi SDM SDM untuk kegiatan ini masih dirasakan kurang, salah
Perubahan Perilaku satu kendalanya karena pihak Pokja Lokasi yang
belum berjalan sehingga sulit untuk melakukan
kegiatan di lokasi tersebut, pelatihan untuk komponen
ini juga belum rutin dilakukan.

43
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

Waktu Kegiatan pengelolaan pendidik sebaya dan kader


lokasi dilakukan selama kurang lebih 2 minggu sampai
tahap koordinasi, pembentukan hanya 1 hari, LSM
yang memfasilitasi dan sumber dananya dari KPAK.
Dana untuk kegiatan komunikasi perubahan perilaku
Dana juga diberikan per kegiatan, yang pernah dilakukan di
lokasi Gang Laler hanya pelatihan pendidik sebaya
dan kader lokasi dimana dana bersumber dari Global
Fund dan APBD melalui KPAK, sedangkan untuk
kegiatan VCT mobile bersamaan dengan penyuluhan,
dana juga didapat dari Global Fund namun melalui
LSM.
Informasi dari kalangan akademisi misalnya jurnal
Riset penelitian pernah ada, tetapi belum pernah dijadikan
acuan untuk menunjang kegiatan ini.
Sarana dan Prasarana untuk kegiatan komunikasi
Sarana dan perubahan perilaku juga tidak ada tempat khusus,
Prasarana media KIE sudah tersedia baik dari KPAK, LSM
maupun Puskesmas dan telah rutin didistribusikan.
3. Manajemen SDM SDM untuk kegiatan manajemen pasokan kondom dan
Pasokan Kondom pelicin sudah cukup memadai, namun belum pernah
dan Pelicin dilakukan pelatihan untuk pengelola outlet sehingga
sistem pengaturan keluar masuk pasokan kondom dan
pelicin tidak berjalan.
Waktu Waktuyang diperlukanuntukmembentuk outlet kondom
hanya 1 hari. Laporan manajemen pasokan kondom
dan pelicin semestinya dilakukan setiap bulan, namun
belum pernah dilakukan.
Dana Dana untuk kegiatan manajemen pasokan kondom dan
pelicin belum pernah diberikan, baik untuk kegiatan
perumusan rantai pasok kondom dan pelicin, maupun
pelatihan untuk pengelola outlet.
Riset Risetsebagaiacuan atau informasi dari kalangan
akademisi misalnya jurnal penelitian, yang dipakai
untuk menunjang kegiatan ini belum ada.
Sarana dan Sarana dan Prasarana untuk kegiatan manajemen
Prasarana pasokan kondom dan pelicin, belum ada tempat untuk
penyimpanan kondom dan pelicin, namun pasokan
kondom dan pelicin di lokasi Gang Laler sudah cukup.
4. Penatalaksanaan SDM SDM untuk kegiatan penatalaksanaan IMS dan HIV-
IMS dan HIV-AIDS AIDS sudah cukup memadai, pelatihan juga sudah
rutin dilakukan.
Waktu Waktu yang disediakan oleh Puskesmas Kemayoran,
untukpoli IMS melayani pasien hanya hari senin,
selasa dan kamis, dari pagi sampai sore, sedangkan
rabu dan jumat tidak melayani pasien. Jadi semestinya
kalau mau mengadakan VCT mobile bisa di hari yang
tidak ada pelayanan statis.
Dana Dana untuk kegiatan penatalaksanaan IMS dan HIV-
AIDS sudah cukup memadai, bersumber dari Global
Fund melalui Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat.
Riset Risetatauinformasi dari kalangan akademisi misalnya
jurnal penelitian ada di Puskesmas Kemayoran,
mahasiswa yang melakukan praktek kerja lapangan
atau sekedar mengambil data untuk penelitian juga
ada, tetapi belum pernah dijadikan acuan untuk
menunjang kegiatan ini.
Sarana dan Prasarana untuk kegiatan
Sarana dan
penatalaksanaan IMS dan HIV-AIDS sudah cukup
Prasarana memadai, fasilitas lengkap.

44
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

PEMBAHASAN keadaan lingkungan dimana W PS tahu,


Peningkatan Peran Positif Pemangku mau dan melakukan pola hidup sehat
Kepentingan dengan berperilaku aman. Hal ini terlihat
Peningkatan peran positif dari belum adanya dukungan dari Pokja
pemangku kepentingan adalah Lokasi kepada WPS di lokasi Gang Laler
meningkatkan kepedulian, komitmen dan untuk berperilaku aman. Dukungan tersebut
keberpihakan para pemangku kepentingan bisa saja dalam bentuk peraturan lokal
dalam pencegahan IMS dan HIV-AIDS lokasi.
yang terkoordinir pada populasi W PS, baik Terdapat beberapa faktor
di tempat kerja maupun di hotspot. penyebab tidak tercapainya tujuan dari
Komponen peningkatan peran komponen ini. Faktor utamanya adalah dari
positif pemangku kepentingan terdiri dari 3 aspek SDM yaitu peran KPAK dalam
kegiatan, yaitu pembentukan Pokja Lokasi, melakukan koordinasi antara sesama
Pembuatan peraturan lokal lokasi dan pemangku kepentingan masih kurang.
penyusunan program kerja Pokja Lokasi. Meskipun demikian upaya KPAK dalam
Pokja HIV-AIDS Lokasi adalah tim membentuk Pokja lokasi Gang Laler sudah
kerja yang terdiri dari sekelompok individu cukup baik, dengan mempertemukan
atau unsur/ komponen komunitas di lokasi seluruh pemangku kepentingan yang pada
yang berperan mengkoordinir semua akhirnya terbentuklah Pokja lokasi. Dalam
kegiatan yang menjadi program kerjanya perjalanannya Pokja diberi pelatihan di
sesuai kesepakatan. Proses pembentukan Bandung selama beberapa hari sekaligus
Pokja Lokasi Gang Laler dilakukan sesuai menyusun program kerja. Akan tetapi
dengan langkah-langkah dalam pedoman pembentukan Pokja lokasi kemudian tidak
PMTS KPAN (2014), yaitu mengidentifikasi ditindaklanjuti.
pemangku kepentingan dan orang kunci, Setelah pembentukan Pokja lokasi,
pendekatan informal kepada pemangku pihak pemangku kepentingan tetap bekerja
kepentingan dan orang kunci, pendekatan masing-masing dalam menjalankan
formal dalam bentuk pertemuan inisiasi program ini. Sedangkan pihak KPAK
pemangku kepentingan dan orang kunci, berharap setelah pelatihan itu Pokja lokasi
pertemuan pembentukan tim Pokja HIV- akan bergerak sendiri menjalankan
AIDS Lokasi dan pengesahan Pokja HIV- program kerja yang sudah ada, namun
2
AIDS Lokasi. dikarenakan tanpa koordinasi dari KPAK,
Dampak dari kegiatan peningkatan program kerja belum berjalan maksimal dan
peran positif pemangku kepentingan di peraturan lokal lokasipun belum dibuat.
lokasi Gang Laler belum tercapai, yaitu Koordinasi antara pemangku
menciptakan lingkungan yang kondusif, kepentingan bisa dilakukan dengan tidak
untuk peningkatan pemakaian kondom dan hanya melibatkan mereka dalam satu kali
penurunan prevalensi IMS dan HIV bagi pertemuan pembentukan pokja lokasi saja,
WPS secara berkesinambungan, artinya

45
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

tetapi juga pada setiap kegiatan dalam dan komitmen untuk membuat program
2
program ini. berhasil.
Dari teori koordinasi dapat dilihat Permasalahan lain yang tidak kalah
bahwa salah satu permasalahan koordinasi penting dalam kegiatan ini adalah sarana
dalam program ini yaitu koordinasi yang dan prasarana, meliputi kantor dan
belum terpusat. Semestinya KPAK bisa perlengkapannya. Minimnya fasilitas sarana
mengkoordinir semua SKPD, LSM maupun dan prasarana yang dimiliki oleh Pokja lokasi
pokja lokasi sendiri. Namun nyatanya gang laler dalam menjalankan
masing-masing SKPD mempunyai atasan pekerjaannya bisa berakibat tidak
sendiri-sendiri, program kerja sendiri- maksimalnya Pokja lokasi gang Lelar
sendiri, sumber dana yang berbeda-beda, menjalankan program kerjanya dan dapat
begitu juga dengan LSM, mereka bekerja menghambat tercapainya kinerja yang baik.
berdasarkan target dari Global Fund. Hal ini Sarana dan prasarana tidak hanya sebagai
menyebabkan tugas sesama pemangku tempat Pokja Lokasi bekerja tetapi juga
kepentingan menjadi tumpang tindih. sebagai tempat untuk melakukan
Jika pokja lokasi diberikan dana sosialisasi secara rutin.
rutin seperti gaji setiap bulan, maka mereka
Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP)
akan lebih termotivasi serta merasa
menjadi bagian penting dari program ini. KPP adalah berbagai macam
Pemberian gaji merupakan salah satu kegiatan komunikasi yang direncanakan
upaya untuk memotivasi Pokja lokasi agar dan dilakukan secara sistematis untuk
menjalankan program kerjanya dengan memenuhi kebutuhan WPS agar selalu
baik. Gaji adalah pemberian pembayaran berperilaku aman. KPP fokus pada pola
finansial kepada seseorang sebagai balas pikir, nilai-nilai yang dianut dan
jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan perilaku.KPP dilakukan melalui proses
dan sebagai motivasi pelaksanaan kegiatan interaktif yang melibatkan W PS untuk
9
di waktu yang akan datang. Permasalahan mempromosikan, mengembangakan dan
di atas menyebabkan komitmen dari Pokja memelihara perilaku aman. Tujuan KPP
lokasi rendah, sehingga program kerja adalah mengubah perilaku W PS secara
Pokja lokasi tidak berjalan. kolektif baik tingkat individu, kelompok dan
Dengan demikian jika Pokja lokasi komunitas sehingga kerentanan WPS
setelah dibentuk terus dibina dan diberi terhadap HIV akan berkurang.
dukungan, maka akan melahirkan Menurut hasil penelitian, baik Pokja
komitmen yang tinggi dalam menjalankan lokasi maupun pemangku kepentingan
program-program yang telah diberikan, lainnya telah melakukan komunikasi dalam
karena dukungan dan keterlibatan sosialisasi kepada WPS secara rutin di
pemangku kepentingan merupakan motor lokasi Gang Laler antara lain penyuluhan,
pendorong pelaksanaan program dan penyebaran media KIE, namun kegiatan
diwujudkan dalam bentuk kepemimpinan VCT mobile di lokasi Gang Laler tahun

46
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

2014 hanya dilakukan satu kali, hal ini penyampaian informasi saat melakukan
dikarenakan sulitnya LSM mendapatkan sosialisasi. Pada akhirnya dapat dilihat
izin dari Pokja lokasi untuk melakukan VCT apakah strategi komunikasi yang digunakan
mobile di lokasi tersebut. telah tepat sasaran atau tidak untuk mampu
Meskipun kegiatan pada komponen menyampaikan informasi pengetahuan
ini telah dilakukan, namun belum banyak tentang HIV-AIDS kepada masyarakat.
terlihat perubahan perilaku dari W PS. Faktor lain yang juga menjadi
Masih banyak WPS yang belum mau kendala dalam kegiatan ini adalah alokasi
memakai kondom setiap melakukan dana untuk Pokja Lokasi, pendidik sebaya
hubungan berisiko, disamping dan kader lokasi yang tidak rutin,
memeriksakan diri secara mandiri ke menyebabkan setiap hendak melakukan
puskesmas. Hal ini diketahui dari kegiatan apapun terkait program ini kepada
banyaknya penderita IMS saat pelaksanaan WPS di lokasi Gang Laler pihak Pokja Lokasi
VCT mobile dimana para W PS yang selalu meminta dana. Bahkan dari hasil
terinfeksi IMS diberi suntikan, namun ketika penelitian diketahui saat ingin mengajukan
harus kembali ke puskesmas untuk VCT mobile, pihak puskesmas atau LSM
pemeriksaan selanjutnya, kebanyakan dari harus membayar sejumlah uang kepada
mereka tidak datang. Pokja lokasi, selain itu juga menyiapkan
Faktor-faktor yang menjadi kendala konsumsi dan dana kebersihan. Hal ini bisa
dalam mencapai tujuan kegiatan ini antara terjadi karena faktor kekurangan dana bagi
lain dari segi SDM, dimana kurang mereka selama ini, bila sudah ada alokasi
efektifnya komunikasi dan sosialisasi yang dana rutin untuk mereka maka bisa jadi
dilakukan. Padahal dari kegiatan ini, KPAK mereka sendiri yang meminta VCT mobile di
dituntut mampu memberikan pengetahuan lokasi mereka sesuai program kerjanya.
dan pemahaman tentang HIV/AIDS, Seperti yang telah dijelaskan
sehingga masyarakat sadar dengan sebelumnya bahwa VCT mobile yang telah
sendirinya untuk berpola hidup sehat dan dilaksanakan pada tahun 2014 tidak tepat
penyebaran HIV/AIDS dapat dicegah. sasaran, mungkin salah satu solusinya
Oleh sebab itu, sosialisasi harus adalah dengan mengadakan VCT mobile
terintregasi dalam aktifitas pemberdayaan dimalam hari, saat semua WPS sedanga
dan dilakukan secara terus menerus untuk ada di lokasi, juga mengalokasikan dana
memampukan masyarakat menanggulangi khusus semacam uang lembur untuk
masalah-masalah secara mandiri dan petugas yang melakukan pemeriksaan IMS
berkesinambungan. Untuk tercapainya hal dan HIV-AIDS.
tersebut, tentunya diperlukan strategi Sarana dan prasarana untuk
komunikasi yang dirancang, dirumuskan, kegiatan ini didistribusikan oleh KPAK,
dan dipilih sebelum pelaksanaan Puskemas, dan LSM. Pelaksanaan
sosialisasi. Mengingat, strategi komunikasi pendistribusian antara KPAK dan LSM
memegang peranan penting dalam upaya

47
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

tumpang tindih, namun hal ini secara umum pelatihan dalam rangka peningkatan
tidak mengganggu pelakasanaan kegiatan kapasitas outlet kondom, namun belum
KPP. pernah ada pelatihan pengelola outlet di
lokasi Gang Laler. Di lokasi Gang Laler outlet
Manajemen Pasokan Kondom dan
kondom ada yang bersifat statis, salah
Pelicin
satunya di warung kopi dan yang mobile
Manajemen pasokan kondom dan dengan membagikan kondom dan pelicin
pelicin adalah kegiatan perumusan rantai kepada WPS oleh Pokja lokasi, pendidik
pasok kondom dan pelicin serta sebaya atau kader lokasi yang didapat dari
pembentukan outlet kondom dan pelicin LSM.
yang bertujuan untuk menjamin Outlet yang paling banyak di lokasi
ketersediaan serta akses kondom dan Gang Laler yaitu mobile, dengan
pelicin bagi W PS dalam jumlah yang cukup. pertimbangan kondom dan pelicin tidak
Kondom dan pelicin sendiri terdapat 2 jenis, bisa dijual bebas meskipun di lokasi,
yaitu kondom mandiri dan kondom subsidi, karena masih ada aturan-aturan yang
namun di lokasi Gang Laler hanya ada mengatur tempat penjualan kondom dan
kondom subsidi yang didapat dari KPAK pelicin, jadi untuk meminimalisir risiko,
ataupun LSM. maka memang lebih banyak outlet mobile.
Perumusan rantai pasok kondom Berdasarkan hasil penelitian
dan pelicin adalah sistem pengaturan diketahui bahwa dampak dari komponen ini
pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran sudah tercapai. Akses kondom dan pelicin
kondom dan pelicin. Di lokasi Gang Laler di lokasi Gang laler cukup dan mudah
manajemen kondom belum berjalan, terlihat didapat, karena outlet kondom sudah
dari belum adanya pencatatan keluar banyak, namun perumusan rantai pasok
masuk kondom dari pihak lokasi. kondom belum berjalan. Banyak faktor
Berdasarkan pernyataan pihak pokja lokasi, yang menjadi kendala, dari segi SDM dapat
mereka selalu membuat pencatatan keluar dilihat bahwa dalam pendistribusian
masuk pasokan kondom dan pelicin, kondom dan pelicin ke lokasi peran KPAK
namun tidak ada dokumen yang dan LSM tumpang tindih. KPAK
mendukung pernyataan mereka. mendistribusikan kondom dan pelicin
Outlet kondom dan pelicin di lokasi langsung ke para W PS, pokja lokasi atau
Gang Laler sudah banyak. Pengertian PE dan kader lokasi namun tidak rutin,
outlet disini bukan dalam artian fisik sedangkan LSM mendapatkan stok
berbentuk toko atau lokasi untuk menjual kondom dan pelicin dari PKBI dan
barang, melainkan pengertian secara mendistribusikannya sendiri pula. LSM
“sistem” dimana di lokasi tersebut terjadi mendistribusikan kondom secara rutin
proses permintaan dan pemasokan karena bertepatan dengan kegiatan
kondom dan pelicin. Semestinya penjangkauan.
pembentukan outlet kondom diikuti dengan

48
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

Pokja Lokasi, pendidik sebaya Kemayoran terkait program ini sudah baik,
maupun kader lokasi tidak pernah akan tetapi belum banyak WPS yang mau
melakukan pencatatan ataupun melaporkan mengakses secara mandiri kesana,
berapa banyak pengadaan, penyimpanan alasannya antara lain tempat tinggal WPS
ataupun pengeluaran kondom dan pelicin di yang jauh dari puskesmas, atau juga sulitnya
lokasi Gang Laler. Hal ini bisa jadi karena menyesuaikan waktu antara jadwal
pokja sendiri tidak mempunyai tempat operasional puskesmas dengan jadwal
khusus untuk menyimpan stok kondom dan WPS. Jadwal VCT mobile pun sekarang
pelicin, selain itu mereka juga belum sudah tidak terlalu sering, karena hanya
mempunyai keahlian atau kemampuan berupa promosi agar para WPS mau
administratif. Semestinya pihak KPAK memeriksakan diri secara mandiri ke
memberikan sarana berupa tempat atau puskesmas. Para WPS biasanya mau
ruangan khusus untuk penyimpanan stok memeriksakan diri ke puskesmas secara
kondom dan pelicin. mandiri bila sudah ada keluhan, kadang
Pelatihan dalam rangka sudah ada keluhan pun mereka masih mau
peningkatan kapasitas outlet kondom juga untuk datang ke puskesmas. Kegiatan VCT
merupakan solusi yang bisa dilakukan oleh mobile memang mempunyai kekurangan
KPAK, sesuai pedoman PMTS KPAN dan kelebihan, namun tujuan dari program
(2014) yang bertujuan agar pengelola outlet ini sendiri adalah W PS mau datang secara
memiliki pemahaman dan keterampilan mandiri ke fasilitas kesehatan, sehingga
secara manajerial dalam mengelola outlet, tidak mungkin terus menerus dilakukan
mampu melakukan promosi dengan baik VCT mobile.
2
dan mampu berjejaring dengan mitra kerja. Penatalaksanaan IMS dan HIV-
Penatalaksanaan IMS dan HIV-AIDS AIDS pada program PMTS di puskesmas
Penatalaksanaan IMS dan HIV- kemayoran sudah cukup baik. Pelayanan
AIDS dengan menyediakan layanan dan yang dilakukan sesuai dengan acuan
pengobatan IMS, VCT/KTS, penapisan Permenkes Nomor 21 tahun (2013),
IMS rutin, profilaksis pasca pajanan (PPP), diantaranya memberikan konseling kepada
pencegahan penularan ibu ke anak siapa saja yang telah melakukan tes HIV.
(PPIA/PMTCT) dan ketersediaan dukungan SDM Puskesmas juga sudah diberi
kepada ODHA yang mengacu pada pelatihan IMS dan HIV-AIDS terlebih
Permenkes No. 21 tahun 2013 dan dahulu, baik dari dokter, bidan atau
4
tatalaksana IMS dan HIV serta SUFA perawat.
berbasis LKB yang dibuat oleh Kemenkes. Pelayanan di Puskesmas
Selain itu juga melakukan upaya agar Kemayoran bisa jadi sudah baik, tetapi
muncul kemandirian W PS untuk mencari tidak pada upaya promosi kesehatannya.
4
layanan kesehatan sendiri. Semestinya pihak Puskesmas juga ikut
Berdasarkan hasil penelitian, melakukan penyuluhan atau sosialisasi ke
pelayanan kesehatan di Puskesmas lokasi Gang Laler untuk mengajak para

49
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

WPS memeriksakan diri secara mandiri ke 1. Peningkatan peran positif pemangku


puskesmas secara rutin, tidak hanya pada kepentingan (komponen 1) merupakan
saat VCT mobile saja. Hal ini sesuai kegiatan yang melibatkan banyak
dengan peran Puskesmas sebagai Pokja pihak sehingga sulit dilaksanakan.
Lokasi. Keberhasilan kegiatan ini memberi
Program Pokja Lokasi yang tidak peluang keberhasilan lebih besar
berjalan berdampak pada belum dibuatnya kepada kegiatan lainnya (komponen
peraturan lokal lokasi di Gang Laler. Hal ini 2,3 dan 4). Dari hasil penelitian
terlihat dari hasil penelitian bahwa salah ternyata program ini belum berjalan
satu kendala WPS untuk berobat ke dengan baik di lokasi Gang Laler.
Puskesmas secara mandiri karena tidak Beberapa hal yang menjadi penyebab
mendapat izin dari mucikari di lokasi kegiatan ini tidak berjalan, di antaranya
mereka. Disamping itu tidak ada advokasi adalah:
dengan mucikari dalam membuat aturan - Keterbatasan dan seringnya
atau sekedar memberi saran kepada pergantian SDM KPAK Jakarta
WPSnya untuk selalu menggunakan Pusat sebagai koordinator LSM
kondom setiap melakukan hubungan dan SKPD dalam pembentukan
berisiko. Advokasi merupakan kombinasi Pokja Lokasi;
dari kegiatan individu dan sosial yang - Alokasi dana untuk kegiatan Pokja
dirancang untuk memperoleh komitmen Lokasi tidak bersifat rutin dan
politis, dukungan kebijakan, penerimaan hanya diberikan per kegiatan. Hal
sosial dan sistem yang mendukung tujuan ini menyebabkan sulitnya meminta
10
atau program kesehatan tertentu. Pokja Lokasi bekerja sesuai
Berdasarkan dari seluruh hasil program keja yang telah disusun;
penelitian, bisa dikatakan bahwa - Sarana dan prasarana yang
pelaksanaan program PMTS di lokasi Gang kurang memadai, hanya berbentuk
Laler belum efektif, dilihat dari belum tempat pertemuan yang tidak
adanya perubahan perilaku, perubahan permanen, sehingga tidak bisa
sikap dan tingginya angka IMS. digunakan sesuai kebutuhan.
Penyebabnya antara lain lingkungan yang 2. Seluruh kegiatan Komunikasi
belum mendukung untuk adanya Perubahan Perilaku (KPP) sudah
perubahan perilaku WPS agar dilaksanakan, tetapi tujuan utama
menggunakan kondom setiap melakukan komponen ini yaitu perilaku aman
hubungan berisiko dan belum adanya belum tercapai. Hal ini dapat terlihat
kesadaran para W PS untuk memeriksakan dari masih banyaknya hasil positif
dirinya secara mandiri ke Puskesmas. pada saat pemeriksaan IMS dan WPS
belum mau secara mandiri
Kesimpulan
memeriksakan diri ke Puskesmas.

50
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

Beberapa hal yang menjadi kendala pelicin, ataupun pembentukan


dalam kegiatan ini adalah : outlet kondom;
- Peran LSM cukup menonjol dalam - Sarana dan prasana untuk
kegiatan KPP, namun jumlah SDM menyimpan kondom dan pelicin
masih kurang sehingga tidak ada oleh Pokja Lokasi tidak ada
tindak lanjut untuk mengetahui sehingga secara administratif tidak
efektifitas KPP; bisa dilakukan pencatatan dan
- Alokasi dana untuk kegiatan KPP pelaporan.
tidak bersifat rutin dan hanya 4. Pelayanan VCT dan IMS di
diberikan per kegiatan, bahkan Puskesmas sudah baik, namun masih
LSM atau Puskesmas harus belum banyak WPS lokasi Gang Laler
menyiapkan dana khusus untuk yang mau memeriksakan diri secara
Pokja Lokasi saat ada kegiatan; mandiri. Hal ini disebabkan peran
Sarana dan prasarana untuk kegiatan Puskesmas hanya dalam pelayanan
KPP didistribusikan oleh KPAK, VCT dan IMS saja, belum sampai
Puskemas, dan LSM. Pelaksanaan pada upaya promosi kesehatan, juga
pendistribusian antara KPAK dan LSM sulit menyesuaikan antara jam
tumpang tindih, namun hal ini secara operasional Puskesmas dengan waktu
umum tidak mengganggu WPS. Sarana dan prasarana serta
pelakasanaan kegiatan KPP. dana untuk kegiatan ini tidak ada
3. Tujuan komponen Manajemen kendala.
Pasokan Kondom dan Pelicin sudah 5. Riset atau informasi dari kalangan
tercapai yaitu akses kondom dan akademisi belum pernah dijadikan
pelicin cukup, namun untuk sebagai acuan untuk menunjang
perumusan rantai pasok kondom keseluruhan aktivitas pada program
belum dijalankan. Beberapa kendala ini. Sedangkan variabel Waktu hampir
dalam komponen ini adalah: untuk keseluruhan aktivitas tidak ada
- SDM dalam kegiatan ini belum kendala, kecuali komponen
pernah diberi pelatihan penatalaksanaan IMS dan HIV-AIDS.
manajemen pasokan kondom dan 6. Berdasarkan hasil penelitian secara
pelicin baik dari KPAK, maupun keseluruhan, program PMTS dapat
dari Pokja Lokasi mengadakan dijalankan secara berkesinambungan,
sendiri. Hal ini disebabkan sering bila Pokja Lokasi mempunyai
bergantinya pemegang program komitmen yang tinggi dan bisa mandiri.
dari KPAK; Hal yang perlu diperhatikan untuk
- Dana untuk kegiatan ini belum ada mencapai komitmen dan kemandirian
dari KPAK, baik untuk pelatihan Pokja Lokasi antara lain : (1) pelatihan
manajemen pasokan kondom dan rutin untuk meningkatkan kapasitas
Pokja Lokasi; (2) alokasi dana untuk

51
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

Pokja Lokasi dan seluruh pelaksanaan ruangan kerja dan tempat


kegiatan dalam program PMTS; (3) penyimpanan kondom dan pelicin.
sarana dan prasarana untuk Ruangan kerja sebaiknya dapat
menunjang kinerja Pokja Lokasi. digunakan untuk tempat
pertemuan, kegiatan penyuluhan,
Saran
dan VCT mobile. Ruangan kerja ini
1. Koordinasi antara KPAK dengan diharapkan dapat digunakan
LSM, SKPD dan Pokja Lokasi, sewaktu-sewaktu oleh Pokja Lokasi
untuk meningkatkan peran positif sesuai dengan kebutuhan. Tempat
pemangku kepentingan agar penyimpanan kondom dan pelicin
ditingkatkan dalam bentuk bisa berbentuk lemari, meja, atau
pertemuan rutin. Pertemuan rutin wadah yang memastikan bahwa
tersebut dapat dilakukan sebulan kondom dan pelicin tersebut dalam
sekali di lokasi Gang Laler dari keadaan tidak rusak.
mulai perencanaan setiap kegiatan, 5. Memberikan pelatihan manajemen
pelaksanaan dan evaluasi program pasokan kondom dan pelicin untuk
PMTS, sehingga bisa dilihat apa pengelola outlet. Pelatihan dapat
kekurangan dari semua pihak dilakukan setiap pembentukan
dalam pelaksanaan dan bisa outlet baru dan setiap pergantian
segera diperbaiki. pengelola outlet baru, bisa
2. Pemberian pelatihan Pokja Lokasi dilakukan di lokasi Gang Laler.
secara rutin untuk meningkatkan Pelatihan ini untuk meningkatkan
kapasitasnya, sehingga Pokja kemampuan administratif pengelola
Lokasi benar-benar tahu apa tugas outlet.
pokok dan fungsinya dan bisa 6. Melaksanakan kegiatan sosialisasi,
memberdayakan masyarakat penyuluhan, dan VCT mobile
sekitar lokasi sesuai tujuan secara rutin, bila perlu untuk
pembentukan Pokja Lokasi sendiri. menyesuaikan waktu W PS
3. Pihak KPAK mengajukan alokasi dilaksanakan VCT mobile di malam
dana rutin kepada KPAP DKI hari. Pelaksanaan kegiatan secara
Jakarta untuk Pokja Lokasi dalam rutin bertujuan agar WPS mau
melaksanakan semua komponen berperilaku aman dengan
PMTS, seperti gaji/honor yang menggunakan kondom dan pelicin
diberikan setiap bulan yang setiap melakukan hubungan
bertujuan untuk meningkatkan berisiko dan mau memeriksakan
komitmen kerja Pokja Lokasi. diri secara mandiri ke Puskesmas.
4. Menyiapkan sarana dan prasarana Kegiatan ini bisa dilakukan tiap 3
yang dibutuhkan untuk kegiatan bulan sekali.
Pokja Lokasi, seperti menyediakan

52
JMJ, Volume 4, Nomor 1, Mei 2016, Hal: 39 – 53 Hubaybah, dkk. Transmisi Seksual
...

Daftar Pustaka
1. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. (2010). Strategi dan Rencana Aksi Nasional (SRAN)
Penanggulangan HIV dan AIDS Tahun 2010-2014. Jakarta.
2. Komisi Penanggulangan AIDS. (2014). Pedoman PMTS Paripurna Kemitraan Pemerintah Swasta
dan Komunitas. Jakarta.
3. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
(2014). Laporan Situasi Perkembangan HIV&AIDS di Indonesia Tahun 2014. Jakarta.
4. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS. Jakarta.
5. Horsburgh, R.J.R., Larsen, A.S., Josephine, M., Fedorko, P.D., Spiegel, A.C., Levin, M.j., Michele, E.,
Fields, G.A.H. (1991). Laboratory Methods for the Diagnosis of Sexually Transmitted Diseases, Second
Edition, American Public Health Association.
6. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat & Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.
(2003). Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS 2003-2007. Jakarta.
7. Arikunto, Suharsimi. (1993). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Kesembilan.
Jakarta: Rineka Cipta.
8. Leroy et al. (2009). Strategic Guidance for Evaluating HIV Prevention Programmes.
9. Arikunto, Suharsimi. (1993). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Kesembilan.
Jakarta: Rineka Cipta.
10. WHO. (1989) dalam UNFPA dan BKKBN. (2002).

53

You might also like