You are on page 1of 9

Sains Peternakan Vol. 16 (2), September 2018: 54-62 www.jurnal.uns.ac.

id/Sains-Peternakan
DOI: hhttp://dx.doi.org/10.20961/sainspet.v16i2.21776 pISSN 1693-8828 eISSN 2548-9321

Keragaan Pengembangan Kuda Sandelwood di Wilayah Pasola Kabupaten Sumba


Barat Daya

M. D. S. Randu1,* dan B. Hartono2


1
Jurusan Peternakan, Politeknik Pertanian Negeri Kupang
2
Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang

ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik peternak dan kondisi eksisting pengembangan kuda Sandelwood
di wilayah Pasola Kabupaten Sumba Barat Daya. Penelitian menggunakan metode survey. Lokasi penelitian di Kecamatan
Kodi, Kecamatan Kodi Bangedo, dan Kecamatan Kodi Balaghar ditentukan menggunakan teknik purposive sampling.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam terhadap 79 responden peternak kuda Sandelwood dengan
berpedoman pada instrumen penelitian. Analisis data menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
karakteristik peternak merupakan laki-laki berusia produktif dengan pengalaman beternak 21–30 tahun, jumlah kepemilikan
ternak kuda di bawah 5 ekor, 35,44% berpendidikan tamat SD, dan 68,35% tidak pernah mengikuti pelatihan teknis bidang
peternakan. Kondisi eksisting aktivitas pengembangan kuda Sandelwood di wilayah Pasola Kabupaten Sumba Barat Daya
dipengaruhi oleh terbatasnya modal, tata laksana pemeliharaan yang bersifat tradisional, rendahnya perhatian terhadap
pemanfaatan produk (daging dan susu), dan kurangnya penerapan teknologi reproduksi, pakan, maupun limbah.

Kata kunci: Karakteristik peternak, Kondisi eksisting, Kuda Sandelwood, Pasola

Development Performance of Sandalwood Horse in Pasola Areas of South-West Sumba


Regency

ABSTRACT
The research objectives were to evaluate farmer characteristics and existing conditions of Sandalwood horse
development in Pasola areas at South-West of Sumba Regency. The research was conducted based on a survey method. The
research location were Kodi, Kodi Bangedo, and Kodi Balaghar Districts, which were determined by using purposive sampling
technique. Data collection were obtained by a depth-interviewing toward 79 respondents of the Sandalwood horse farmers
based on the research instrument. The data were analyzed by applying descriptively statistic. The result shows that the farmer
characteristics were men in productive age with 21-30 years period of experience in raising the horses, the amount of the
horses were under 5, primary school graduated 35,44% and 68,35% have never followed technical training in livestock. The
existing conditions of the Sandalwood horse development in the Pasola areas at South-West of Sumba Regency were influenced
by some factors such as low capital, traditionally raising management, limitation attention towards the horse products (meat
and milk), and low application of technologies in reproduction, feed, and waste aspects.

Keywords: Farmer characteristics, Existing conditions, Sandalwood horse, Pasola

PENDAHULUAN ketangkasan, dan simbol kebudayaan tertinggi


masyarakat (Randu, 2017a).
Kuda Sandelwood atau sering disebut sebagai Sumba Barat Daya (SBD) merupakan satu
kuda Sandel merupakan sumber daya genetik (SDG) diantara empat Kabupaten di Pulau Sumba Provinsi
rumpun kuda lokal Indonesia yang dikembangkan di NTT yang memiliki potensi pengembangan kuda
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan wilayah Sandelwood. Hal tersebut didukung oleh tersedianya
sebaran asli geografis berada di Pulau Sumba lahan penggembalaan seluas 17.607 Ha, kebiasaan
(Ditjennak, 2014). Kuda Sandelwood berasal dari hasil memelihara kuda Sandelwood secara turun-temurun,
persilangan antara kuda Arab dengan kuda poni lokal infrastruktur pendukung distribusi dan pemasaran,
untuk memperbaiki penampilannya, dan dominan pasar hewan yang memudahkan perdagangan, harga
digunakan sebagai kuda pacu Indonesia (Detha et al., jual dan permintaan yang tinggi dari Provinsi Sulawesi
2013). Sejarah perkembangan kuda Sandelwood di Selatan dan Nusa Tenggara Barat, keberadaan
Pulau Sumba diawali pada abad ke-16 melalui pemerintah dan swasta sebagai instrumen modal dan
perdagangan orang Eropa, yaitu pembelian hasil bumi kebijakan, serta tersedianya kelompok tani sebagai
berupa kayu cendana untuk ditukarkan dengan kuda pelaksana inovasi dan teknologi. Potensi lain
maupun koin logam (Adams, 2004). Kuda Sandelwood ditunjukkan melalui peran kuda Sandelwood dalam
banyak memberikan manfaat dalam kehidupan kegiatan sosial budaya (Pasola, Mahar / Belis
masyarakat Sumba baik secara ekonomi, sosial dan perkawinan, dan upacara kematian) sehingga
budaya, karena dominan digunakan sebagai sarana menjadikan Kabupaten SBD sebagai destinasi
transportasi, sumber protein hewani, pertandingan pariwisata (Adams, 2004; Djawa, 2014; Nurrochsyam,
2011; Randu, 2017b).
*Penulis Korespondensi: Melkianus D. S. Randu Pasola merupakan salah satu ritual sosial budaya
Alamat: Jl. Prof. Dr. Herman Yohanes, Kupang, NTT 85011
E-mail: deddy_randu@yahoo.co.id tahunan yang selalu dipertahankan dan dilaksanakan

54
masyarakat di Kabupaten SBD sebagai ungkapan terhadap nilai gizi daging dan susu kuda. Takaendengan
syukur atas hasil panen pertanian. Kegiatan tersebut (2011) dalam penelitian di Provinsi Sulawesi Utara
dilakukan pada bulan Februari-Maret berdasarkan menemukan bahwa kondisi sosio-ekonomi peternak
perhitungan kalender adat, dan menjadi perhatian kuda didominasi pendidikan formal setara SLTA;
wisatawan asing (foreign tourism) maupun domestik pengetahuan rendah-sedang dalam bidang pemuliaan,
(domestic foreign tourism). Pasola diwujudkan melalui pakan, manajemen, dan kelembagaan; jumlah kuda
atraksi saling melempar lembing dari atas punggung peliharaan yang terbatas; pengalaman beternak yang
kuda yang sedang dipacu oleh dua kelompok lama; dukungan pemerintah daerah yang rendah dalam
masyarakat yang berbeda (Nurrochsyam, 2011). Pasola penyediaan infrastruktur dan peraturan yang
dilaksanakan secara terpusat pada 3 dari 11 wilayah mendukung industri perkudaan; minimnya peran
Kecamatan di Kabupaten SBD. Kuda Sandelwood lembaga akademik dalam menciptakan sumber daya
dalam ritual Pasola tidak saja memiliki peran interaksi manusia pada industri ternak kuda; serta kajian yang
secara ekologi, namun telah menjadi bagian sosiologis masih terbatas bagi pengembangan ternak kuda.
dalam kehidupan budaya masyarakat Sumba. Kuda Sandelwood yang dikembangkan di
Kuda Sandelwood yang dikembangkan di wilayah Pasola Kabupaten SBD pada masa mendatang
Kabupaten SBD saat ini mengalami beberapa perlu didukung berbagai data dan informasi terkait
permasalahan. Dinas Peternakan Kabupaten SBD karakteristik peternak dan kondisi eksisting.
(2016) melaporkan terjadinya penurunan populasi kuda Karakteristik peternak memiliki peran penting dalam
sebesar 2,75% selama tahun 2010-2014. Kondisi meningkatkan jumlah populasi dan skala usaha
tersebut berbanding terbalik dengan kegiatan antar pengembangan kuda Sandelwood, sedangkan kondisi
pulau ternak kuda yang meningkat 57,81% tahun 2011- eksisting diperlukan sebagai upaya mengoptimalkan
2015. Badan Pusat Statistik Kabupaten SBD (2017) nilai tambah dan efisiensi dalam pengelolaan kuda
melaporkan populasi kuda di wilayah Pasola, yaitu Sandelwood yang berkelanjutan. Penelitian bertujuan
Kecamatan Kodi, Kodi Bangedo, dan Kodi Balaghar untuk: (1) mengetahui karakteristik peternak kuda
hanya memberikan kontribusi sebesar 2,67%; 3,81%; Sandelwood di wilayah Pasola Kabupaten SBD, (2)
4,00% terhadap total populasi kuda di Kabupaten SBD. mengetahui kondisi eksisting aktivitas peternak dalam
Badan Pusat Statistik Provinsi NTT (2017) melaporkan pengembangan kuda Sandelwood di wilayah Pasola
populasi kuda di Pulau Sumba yang disumbangkan Kabupaten SBD.
Kabupaten SBD memberikan kontribusi sebesar
10,51%, lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Sumba MATERI DAN METODE
Barat (9,82%), namun lebih rendah dibandingkan
Kabupaten Sumba Tengah (18,47%) dan Kabupaten Penelitian dilaksanakan di Desa Pero Batang,
Sumba Timur (61,20%). Desa Ate Dalo (Kecamatan Kodi), Desa Waikaninyo,
Permasalahan lain berkaitan dengan kebijakan Desa Umbu Ngedo (Kecamatan Kodi Bangedo), dan
level terendah yang kurang memberikan perhatian Desa Waiha, Desa Wainyapu (Kecamatan Kodi
terhadap pengembangan kuda Sandelwood akibat Balaghar) pada bulan April-Juli 2016. Penentuan Desa
orientasi kebijakan yang terfokus untuk memenuhi sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling)
kebutuhan daging dan susu, sehingga dikonsentrasikan dengan mempertimbangkan bahwa tradisi Pasola di
kepada ternak Sapi dan Kerbau. Kondisi tersebut Kabupaten SBD hanya dilaksanakan pada 6 Desa dan 3
apabila tidak ditangani dikhawatirkan dapat wilayah Kecamatan bersangkutan.
mengakibatkan terjadinya pengurasan populasi, Metode pengumpulan data dilakukan
mengancam keberlanjutan, mengurangi nilai budaya, menggunakan teknik survey. Data yang dikumpulkan
sekaligus mengubah pandangan tradisi budaya lokal terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer
sebagai sebuah beban sosial dalam melestarikannya. diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth
Secara khusus penelitian yang berkaitan dengan interview) terhadap 79 responden peternak
pengembangan kuda Sandelwood di Indonesia masih menggunakan kuesioner. Metode penentuan responden
sangat terbatas. Setyobudi et al. (2009) menyatakan dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria
bahwa penelitian ternak kuda belum banyak dilakukan memiliki pengalaman beternak kuda Sandelwood
dan kurang mendapatkan perhatian, dibuktikan dari minimal 3 (tiga) tahun terakhir, memanfaatkan kuda
terbatasnya publikasi dan diskusi pengembangannya. Sandelwood dalam urusan sosial budaya minimal 2
Randu (2017c) dalam penelitian di Kabupaten SBD (dua) tahun terakhir, mempunyai motivasi
menemukan bahwa status keberlanjutan dimensi mengembangkan kuda Sandelwood, dan pada saat
ekologi pengembangan kuda Pasola berada pada penelitian dilakukan sedang memelihara kuda
kategori kurang berkelanjutan (42,74%) sedangkan Sandelwood.
sosial budaya cukup berkelanjutan (51,61%). Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber dan
Peningkatan status keberlanjutan dapat diupayakan instansi terkait, berupa koleksi dokumen yang relevan
melalui kerja sama pemerintah daerah dan peternak dengan tujuan penelitian. Analisis data dilakukan
kuda melalui penyediaan bibit, pakan, dan air; secara statistik deskriptif untuk diketahui distribusi
pemanfaatan limbah pertanian; peningkatan frekuensi jawaban peternak kuda Sandelwood dari
manajemen usaha; serta peningkatan pengetahuan kuesioner yang diberikan. Variabel karakteristik

Keragaan Pengembangan Kuda Sandelwood… (Randu dan Hartono) 55


peternak terdiri atas umur, jenis kelamin, pendidikan penghambat dalam proses adopsi dan inovasi teknologi
formal, pendidikan non formal, mata pencaharian, peternakan, sehingga peternak cenderung untuk terus
jumlah tanggungan keluarga, pengalaman beternak, menerapkan manajemen pengelolaan usaha kuda
jumlah kepemilikan ternak, dan tujuan pemeliharaan Sandelwood secara konvensional dan turun–temurun.
ternak. Variabel kondisi eksisting pengembangan kuda Pendidikan non formal merupakan upaya
Sandelwood terdiri atas kondisi modal dan pemasaran, peningkatan kualitas peternak dalam pengembangan
kondisi manajemen dan sumber daya manusia, kondisi usaha tani, terutama untuk memperbaiki pengetahuan,
infrastruktur dan teknologi, serta kondisi kelembagaan sikap, dan keterampilan sehingga memiliki dampak
dan kebijakan. positif terhadap diri dan keluarga. Pendidikan non
formal meliputi pelatihan, kursus, dan penyuluhan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa 68,35% peternak
kuda Sandelwood di wilayah Pasola Kabupaten SBD
Karakteristik Peternak Kuda Sandelwood tidak pernah mengikuti pendidikan non formal, dan
Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak hanya 31,65% yang pernah mengikuti pendidikan non
kuda Sandelwood diketahui bahwa umur peternak formal melalui pelatihan pembuatan silase dan bokashi
berkisar antara 23–67 tahun, dengan rata-rata 43,51 (Tabel 1). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingkat
tahun. Peternak yang berada dalam umur produktif pengenalan dan transfer teknologi dalam aktivitas
sebanyak 75 orang (94,94%), dan non produktif pengembangan kuda Sandelwood mengalami
sebanyak 4 orang (5,06%). Rohaeni et al. (2014) hambatan akibat tidak adanya pelatihan terkait
menyatakan bahwa umur produktif berkisar 15–64 manajemen produksi maupun reproduksi, usaha, serta
tahun, sedangkan umur non produktif berada di bawah pemasaran kuda Sandelwood. Hambatan lainnya
15 tahun dan di atas 64 tahun. Peternak dalam usia dipengaruhi oleh terbatasnya jumlah kelompok
produktif memiliki potensi mengembangkan diri dan peternak yang dibentuk sebagai wadah untuk
menjalankan aktivitas usaha tani. Apabila ditinjau dari memperoleh informasi teknologi peternakan. Tomatala
kategori umur, diketahui bahwa peternak kuda (2008) menyatakan bahwa melalui pendidikan non
Sandelwood tergolong produktif sehingga memiliki formal diharapkan mampu mengubah cara berpikir
kemampuan fisik dan psikologi untuk meningkatkan peternak melalui penguasaan pengetahuan praktis
produktivitas ternak kuda, mempertahankan dalam bidang peternakan yang kelak dimanfaatkan bagi
keberlanjutan, serta meminimalisir risiko peningkatan usaha.
pengembangan kuda Sandelwood (Tabel 1). Peternak kuda Sandelwood di wilayah Pasola
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi Kabupaten SBD diketahui memiliki mata pencaharian
peternak berdasarkan jenis kelamin didominasi laki- utama yang cukup bervariasi, diantaranya: petani,
laki (89,87%) dan perempuan (10,13%). Kondisi peternak, ojek, tukang bangunan, dan pegawai kontrak
tersebut menggambarkan bahwa pemeliharaan kuda daerah (Honorer). Namun demikian, petani merupakan
Sandelwood di wilayah Pasola Kabupaten SBD mata pencaharian yang dominan dijalani 86,07%
dominan dilakukan laki-laki. Hasil penelitian serupa peternak kuda Sandelwood (Tabel 1). Hasil tersebut
dikemukakan Takaendengan (2011) yang melaporkan lebih tinggi dari penelitian Dongga (2013a) di
dominasi laki–laki (96%) sebagai peternak kuda di Kabupaten Sumba Timur yang menyatakan bahwa
Provinsi Sulawesi Utara. Tingginya kontribusi laki-laki sebanyak 62,5% peternak kuda memiliki mata
dalam pemeliharaan kuda Sandelwood di wilayah pencaharian sebagai petani, relatif sesuai dengan
Pasola Kabupaten SBD selain berkaitan dengan peran penelitian Riadi et al. (2014) di Kabupaten Banyumas
sebagai kepala rumah tangga, juga memiliki hubungan yang menyatakan bahwa 88,4% peternak sapi memiliki
secara sosial budaya. Kuda diasosiasikan sebagai mata pencaharian pokok sebagai petani/buruh, dan
simbol maskulinitas yang tanggung jawab lebih tinggi dibandingkan penelitian Takaendengan
pemeliharaannya diserahkan kepada laki-laki. (2011) yang menyatakan bahwa 75,5% peternak kuda
Pengembangan kuda Sandelwood yang dilakukan di Sulawesi Utara memilki mata pencaharian utama
perempuan umumnya hanya meneruskan usaha sebagai petani. Kondisi tersebut memberikan gambaran
keluarga, warisan suami yang meninggal, ataupun bahwa usaha pengembangan kuda Sandelwood masih
diperoleh dari urusan adat–istiadat (mahar). merupakan usaha sampingan dan belum menjadi usaha
Rataan pendidikan formal peternak kuda pokok yang ditekuni para peternak di wilayah Pasola
Sandelwood berdasarkan hasil analisis diketahui sangat Kabupaten SBD.
rendah (35,44%) dan merupakan tamatan Sekolah Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya
Dasar, sedangkan yang menyelesaikan pendidikan orang yang berada di dalam manajemen rumah tangga
Sekolah Menengah Atas hanya 12,66% (Tabel 1). selain kepala keluarga. Jumlah tanggungan keluarga
Penelitian yang dilakukan Dongga (2014b) di memiliki keterkaitan dengan alokasi biaya untuk
Kabupaten Sumba Timur serta Turangan (2017) di konsumsi rumah tangga dan turut mempengaruhi
Kabupaten Minahasa juga menunjukkan hasil yang besaran biaya untuk mengembangkan kuda
relatif sama, dimana sebagian besar peternak kuda Sandelwood. Pada sisi yang lain, jumlah tanggungan
memiliki tingkat pendidikan setara Sekolah Dasar (SD). keluarga sesungguhnya merupakan potensi tenaga kerja
Rendahnya tingkat pendidikan peternak merupakan dalam mendukung pengembangan kuda Sandelwood.

56 Sains Peternakan Vol. 16 (2), 2018


Berdasarkan hasil penelitian, diketahui jumlah 4–7 orang (59,58%), namun berbeda dengan hasil
tanggungan keluarga peternak kuda Sandelwood di penelitian Dongga (2014b) di Kabupaten Sumba Timur
wilayah Pasola Kabupaten SBD berkisar antara 1–10 yang berada pada kisaran 5–10 orang (53,13%), 1–4
orang. Peternak kuda Sandelwood sebagian besar orang (38,54%), dan di atas 10 orang (8,33%). Febrina
mempunyai tanggungan keluarga 4–7 orang (45,57%). dan Liana (2008) menyatakan bahwa jumlah anggota
Hasil penelitian tersebut relatif sama dengan Rohaeni et keluarga mempengaruhi kebutuhan ekonomi walaupun
al. (2014) di Kabupaten Tanah Laut yang menemukan di satu sisi dapat digunakan untuk meringankan usaha
rataan jumlah tanggungan keluarga peternak berada peternakan.
dalam kategori sedang yaitu 3–4 orang (60,29%), dan

Tabel 1. Karakteristik peternak kuda sandelwood di wilayah pasola Kabupaten SBD


Karakteristik Peternak Jumlah (Orang) Persentase (%)
Umur
15 – 24 tahun 1 1,27
25 – 34 tahun 13 16,46
35 – 44 tahun 29 36,71
45 – 54 tahun 23 29,11
55 – 64 tahun 9 11,39
> 65 tahun 4 5,06
Jenis Kelamin
Laki – laki 71 89,87
Perempuan 8 10,13
Pendidikan Formal
Tidak sekolah 14 17,72
Tidak tamat SD 15 18,98
Tamat SD 28 35,44
Tidak tamat SMP 1 1,27
Tamat SMP 8 10,13
Tidak tamat SMA 3 3,80
Tamat SMA 10 12,66
Pendidikan Non Formal
Tidak pernah mengikuti 54 68,35
Pernah mengikuti 25 31,65
Mata Pencaharian Utama
Petani 68 86,07
Peternak 8 10,12
Ojek 1 1,27
Tukang 1 1,27
Tenaga kontrak daerah (Honor) 1 1,27
Jumlah Tanggungan Keluarga
0 – 3 orang 28 35,44
4 – 7 orang 36 45,57
> 8 orang 15 18,99
Pengalaman Beternak
1 – 10 tahun 11 13,92
11 – 20 tahun 26 32,91
21 – 30 tahun 28 35,44
31 – 40 tahun 9 11,39
41 – 50 tahun 5 6,33
Jumlah Kepemilikan Ternak
< 5 ekor 76 96,20
5 – 6 ekor 2 2,53
> 6 ekor 1 1,27
Tujuan Pemeliharaan
Hobi 9 11,39
Persiapan pacuan kuda 15 18,99
Sarana transportasi 1 1,27
Kebutuhan adat – istiadat 43 54,43
Kebutuhan jual beli 11 13,92
Sumber: Data Primer Diolah, 2016

Keragaan Pengembangan Kuda Sandelwood… (Randu dan Hartono) 57


Berdasarkan hasil penelitian diketahui rata-rata Takaendengan (2011) bahwa sebagian besar
pengalaman beternak kuda kuda Sandelwood di pemeliharaan kuda di Provinsi Sulawesi Utara
wilayah Pasola Kabupaten SBD adalah 23 tahun, bertujuan sebagai sumber pendapatan utama.
dengan kisaran 21–30 tahun (35,44%). Kondisi tersebut Perbedaan tujuan pemeliharaan diduga berkaitan
memberikan gambaran bahwa pengembangan kuda dengan pemanfaatan kuda yang dominan di Provinsi
Sandelwood telah menjadi bagian penting dari aktivitas Sulawesi Utara untuk menarik bendi/delman dan
pertanian masyarakat. Peternak yang memelihara kuda pacuan, sedangkan kuda Sandelwood di wilayah Pasola
Sandelwood dalam waktu lama dapat dikategorikan Kabupaten SBD lebih banyak dimanfaatkan untuk
mempunyai banyak pengalaman, meskipun terdapat urusan perkawinan, kematian, dan Pasola. Hal tersebut
berbagai faktor lain yang turut mempengaruhinya. didukung oleh Eha (2004) dan Lidjang (2004) yang
Mastuti dan Hidayat (2008) menyatakan bahwa menyatakan bahwa kuda memiliki nilai tertinggi dalam
pengalaman beternak yang lama diharapkan mitologi Sumba karena digunakan sebagai pelayan
meningkatkan pengetahuan peternak, dan pada selama manusia hidup (fungsi pengangkutan barang
gilirannya mampu meningkatkan keterampilan dan jasa) dan kemudian dipotong sebagai hewan
menjalankan usaha peternakan. tunggangan menuju alam baka. Ide utama masyarakat
Jumlah kepemilikan ternak adalah jumlah kuda memelihara kuda adalah memperoleh material yang
Sandelwood yang dimiliki dan dipelihara secara dapat digunakan untuk berbagai ritual kebudayaan.
keseluruhan oleh peternak, serta diukur dalam satuan
ekor. Besar kecilnya jumlah kuda Sandelwood yang Kondisi Eksisting Pengembangan Kuda
dimiliki merupakan salah satu indikator keberhasilan Sandelwood
pengemba ngan ternak kuda di wilayah Pasola. Hasil Aktivitas pengembangan Kuda Sandelwood yang
penelitian menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan dilakukan oleh peternak di wilayah Pasola Kabupaten
kuda Sandelwood bervariasi 1–7 ekor, dengan rata-rata SBD saat ini secara internal dipengaruhi oleh kondisi
kepemilikan 2 ekor. Peternak dominan memiliki kuda modal dan pemasaran, manajemen dan sumber daya
Sandelwood di bawah 5 ekor (96,20%), sebagian kecil manusia, dan secara eksternal dipengaruhi oleh
memiliki 5–6 ekor (2,53%), dan sisanya memiliki 7 dukungan infrastruktur dan teknologi, serta
ekor (1,27%). Kuda Sandelwood dengan kepemilikan kelembagaan dan kebijakan. Modal dan pemasaran
lebih dari 7 ekor per peternak tidak ditemui dalam meliputi sumber dan dukungan modal; sistem
penelitian (Tabel 1). Hal tersebut mengindikasikan pemasaran; serta jangka waktu pemeliharaan kuda
bahwa pengelolaan usaha kuda Sandelwood masih Sandelwood sebelum dipasarkan. Manajemen dan
dilakukan dalam skala kecil dan bersifat sambilan sumber daya manusia mencakup sistem pemeliharaan;
sehingga membutuhkan peningkatan populasi dan sumber dan ketersediaan bibit; manajemen pakan
produktivitas dalam rangka meningkatkan kontribusi hijauan dan konsentrat; pengetahuan reproduksi dan
pendapatan yang disumbangkan dari usaha ternak kuda. produk utama; serta frekuensi konsumsi produk utama
Paturochmah (2005) menyatakan bahwa terdapat kuda Sandelwood. Infrastruktur dan teknologi terdiri
hubungan antara skala kepemilikan ternak dan dari ketersediaan fasilitas pendukung; penerapan
pendapatan. Ternak yang dipelihara dalam jumlah teknologi kesehatan hewan, reproduksi, pakan dan
banyak akan meningkatkan pendapatan karena terjadi limbah. Kelembagaan dan kebijakan meliputi intensitas
efisiensi penggunaan sarana dan biaya produksi, penyuluhan atau demonstrasi plot (demplot); jumlah
walaupun masih ditemui kelemahan utama yang tenaga penyuluh dan ketersediaan lembaga usaha tani;
berkaitan dengan rendahnya kemampuan peternak atau serta kebijakan politik dan anggaran untuk
produsen dalam memanfaatkan sumber daya akibat pengembangan kuda Sandelwood.
pengadaan pakan, bibit, transportasi, maupun
pemeliharaan dilakukan terbatas. Kondisi Modal dan Pemasaran
Pemeliharaan kuda Sandelwood di wilayah Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuda
Pasola Kabupaten SBD memiliki tujuan ekonomi dan Sandelwood yang dikembangkan peternak sebagian
non ekonomi. Tujuan ekonomi berkaitan dengan besar menggunakan modal pribadi (43,04%), demikian
keinginan peternak untuk mendapatkan manfaat usaha pula dukungan modal pemerintah umumnya hanya
berupa tabungan keluarga yang dapat digunakan diberikan dalam bentuk bibit kuda Sandelwood yang
sewaktu-waktu, sedangkan tujuan non ekonomi jumlahnya terbatas dan penyebaran tidak merata
berkaitan dengan keinginan peternak untuk (34,18%). Sistem pemasaran kuda Sandelwood
menyalurkan hobi, persiapan pacuan kuda, umumnya dilakukan melalui pedagang perantara
meningkatkan status sosial, sarana transportasi, serta (pengumpul) dalam wilayah Desa (41,77%). Sistem
memenuhi kebutuhan adat-istiadat. Hasil penelitian pemasaran yang demikian merugikan para peternak
menunjukkan bahwa kuda Sandelwood dominan akibat terbatasnya informasi dan ketidakmampuan
dipelihara untuk tujuan non ekonomi, yaitu memenuhi mempengaruhi harga jual walaupun tersedia peluang
kebutuhan adat istiadat (54,43%), dan hanya 13,92% atau potensi yang sangat besar dari sisi pemasaran
peternak memelihara kuda Sandelwood untuk tujuan akibat pemanfaatan kuda Sandelwood yang wajib
ekonomi, yaitu kebutuhan jual beli (Tabel 1). Hasil digunakan dalam setiap upacara perkawinan, kematian,
tersebut berbeda dengan penelitian yang dilaporkan dan pasola. Besaran harga jual kuda Sandelwood saat

58 Sains Peternakan Vol. 16 (2), 2018


dilakukan penelitian, yaitu: anak Rp.3.000.000- Terbatasnya pengetahuan dan frekuensi konsumsi
Rp.4.500.000; muda Rp.4.500.000-Rp.5.500.000; dan produk ternak kuda (daging dan susu) memberikan
dewasa Rp.5.500.000-Rp.7.500.000. gambaran rendahnya dukungan manajemen dan sumber
Jangka waktu pemeliharaan kuda Sandelwood di daya manusia dalam pengembangan kuda Sandelwood
wilayah Pasola umumnya bervariasi dan tidak menentu di wilayah Pasola Kabupaten SBD. Nur dkk. (2000)
karena lebih banyak disesuaikan dengan kebutuhan menyatakan bahwa pengembangan sumber daya
mendesak peternak yaitu perkawinan dan kematian manusia merupakan fokus yang sangat penting
(56,96%). Berbagai hal tersebut memberikan gambaran diperhatikan dalam pengembangan peternakan rakyat.
bahwa kondisi modal dan pemasaran di tingkat Hal tersebut disebabkan karena kerugian usaha
peternak masih merupakan pembatas dalam peternakan seringkali disebabkan oleh tatalaksana atau
mendukung pengembangan kuda Sandelwood di manajemen yang belum dilakukan secara baik
wilayah Pasola Kabupaten SBD. Budiraharjo (2003) (Suherman, 2008).
menyatakan bahwa usaha peternakan rakyat seringkali
memiliki kelemahan berkaitan dengan pengambilan Kondisi Infrastruktur dan Teknologi
keputusan pembelian, penjualan dan penentuan harga Kondisi infrastruktur pengembangan kuda
jual yang dilakukan tanpa pertimbangan matang. Sandelwood meliputi tersedianya pasar hewan yang
Dewanta, 2004 disitasi Riadi dkk. (2014) menyatakan telah berfungsi dengan baik dan sangat mendukung
bahwa tinggi rendahnya jumlah modal yang dimiliki dalam kegiatan pemasaran (49,37%) maupun
peternak akan sangat menentukan jumlah ternak yang puskeswan yang tersedia dan berfungsi dalam
dipelihara. mendukung pelayanan kesehatan hewan (39,24%).
Kecamatan Kodi, Kodi Bangedo, dan Kodi Balaghar
Kondisi Manajemen dan SDM yang menjadi lokasi penelitian mempunyai masing-
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem masing 1 buah pasar hewan, dan ditunjang oleh pasar
manajemen pemeliharaan kuda Sandelwood sebagian induk yang terletak di Ibu kota Kabupaten SBD.
besar dilakukan secara semi intensif yaitu ternak Transaksi penjualan hewan di pasar dilakukan setiap
dilepas pada pagi hari di sekitar tempat tinggal peternak, minggu dengan waktu (hari) penjualan bervariasi
dan sore harinya dikandangkan kembali (50,63%). antara kecamatan, sedangkan pasar induk beroperasi
Sumber bibit kuda Sandelwood yang digunakan setiap hari. Puskeswan tersedia di setiap wilayah
peternak untuk kegiatan budidaya dominan bersumber kecamatan penelitian untuk mempercepat penanganan
dari hasil pemberian belis (mahar) dalam urusan masalah kesehatan hewan di tingkat peternak.
perkawinan (35,44%). Ketersediaan bibit kuda Teknologi kesehatan hewan berupa kegiatan vaksinasi
Sandelwood yang berkualitas sangat terbatas di selalu dilakukan secara terprogram setiap tahunnya
wilayah penelitian (37,97%). Peternak umumnya oleh penyuluh (54,43%), namun di tingkat peternak
kurang memperhatikan aspek manajemen pakan, pemberian vitamin untuk menunjang kesehatan kuda
dibuktikan dari rendahnya perhatian terhadap Sandelwood sama sekali tidak pernah dilakukan
ketersediaan hijauan maupun konsentrat (70,89%). (67,09%).
Peternak umumnya memberikan hijauan yang Hasil penelitian juga diketahui bahwa peternak
bersumber dari lahan maupun padang dengan belum sepenuhnya menerapkan teknologi peternakan
ketersediaan yang tidak kontinyu, sedangkan dalam usaha pemeliharaan kuda Sandelwood,
konsentrat secara khusus diberikan hanya untuk kuda khususnya teknologi reproduksi (67,09%), teknologi
Sandelwood yang dipersiapkan dalam pacuan dan pakan (70,89%), dan teknologi pengolahan limbah
Pasola (Kuda Nyale dan Halato). Hijauan dan (63,29%). Kondisi infrastruktur yang berkaitan dengan
konsentrat diberikan peternak dengan frekuensi yang pengembangan kuda Sandelwood walaupun cukup
tidak menentu (68,35%). Peternak juga sama sekali tersedia dan menunjang, namun peranan teknologi di
belum memanfaatkan limbah ternak kuda (feces) untuk tingkat peternak masih merupakan ancaman. Tomatala
menunjang kegiatan pertanian (75,95%). Peternak (2008) menyatakan bahwa pengembangan peternakan
memiliki pengetahuan yang baik menyangkut memerlukan dukungan infrastruktur berupa: pasar
reproduksi ternak kuda (41,77%), namun dari sisi ternak, puskeswan, rumah potong hewan, dan sarana
penerapan manajemen perkawinan belum dilakukan transportasi. Gumbira (2001) menyatakan bahwa
secara teratur (67,09%) karena sistem perkawinan yang teknologi merupakan sarana peningkatan produktivitas,
dominan dilakukan adalah alamiah. Petugas IB yang pencapaian efektivitas, dan penciptaan efisiensi usaha.
secara khusus menangani perkawinan kuda Teknologi peternakan di Indonesia saat ini sebagian
Sandelwood tidak tersedia. Peternak di lokasi besar masih menempatkan peternak sebagai penerima,
penelitian juga kurang mengetahui manfaat produk dan bukan merupakan bagian dari pengguna (Hasnudi
daging (39,24%) dan susu kuda Sandelwood (59,49%). et al., 2004).
Kondisi tersebut dibuktikan secara faktual dimana
54,43% peternak tidak pernah mengkonsumsi daging Kondisi Kelembagaan dan Kebijakan
kuda Sandelwood dan 72,15% peternak tidak pernah Aspek kelembagaan dan kebijakan yang perlu
mengkonsumsi susu kuda Sandelwood. mendapatkan perhatian dalam pengembangan kuda
Sandelwood di wilayah Pasola Kabupaten SBD adalah

Keragaan Pengembangan Kuda Sandelwood… (Randu dan Hartono) 59


rendahnya intensitas penyuluhan ataupun demplot yang perubahan cara pandang terhadap nilai ekonomi kuda
dilakukan petugas teknis (penyuluh) peternakan Sandelwood, serta dorongan terhadap konsumsi daging
(64,56%). Hal tersebut disebabkan karena jumlah dan susu kuda Sandelwood di Kabupaten SBD.
tenaga penyuluh peternakan sangat terbatas (1 orang
menangani satu wilayah kecamatan sehingga tidak SIMPULAN
sebanding dengan cakupan luas wilayah pelayanan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat
(50,63%). Kondisi tersebut mengakibatkan interaksi disimpulkan bahwa pengembangan kuda Sandelwood
penyuluh dan peternak dalam kegiatan penyuluhan dan di wilayah Pasola Kabupaten SBD masih merupakan
demplot hanya terjadi 2 – 3 kali setiap tahunnya usaha sampingan yang diarahkan untuk tujuan non
bertepatan dengan saat dilakukan kegiatan vaksinasi ekonomi yaitu memenuhi kebutuhan adat-istiadat.
dan pengobatan massal ternak kuda, ataupun pada saat Karakteristik peternak didominasi laki-laki yang
pemberian bantuan bibit kuda Sandelwood oleh berusia produktif dengan pengalaman beternak yang
pemerintah daerah. Pada sisi lain, kelembagaan usaha lama, namun mempunyai jumlah kepemilikan kuda
tani dalam bentuk kelompok peternak sangat terbatas Sandelwood yang terbatas, tingkat pendidikan yang
(62,03%) sehingga tidak mampu mengakomodir rendah, dan pelatihan teknis peternakan yang terbatas.
keberadaan seluruh peternak kuda Sandelwood untuk Kondisi eksisting aktivitas pengembangan kuda
aktif dalam kegiatan penyuluhan/demplot (53,16%). Sandelwood dipengaruhi oleh terbatasnya modal di
Kelembagaan swasta yang mendukung pengembangan tingkat peternak serta ketidakmampuan mempengaruhi
kuda Sandelwood dalam bentuk perusahaan peternakan harga jual ternak kuda. Tatalaksana pemeliharaan kuda
tidak tersedia di Kabupaten SBD. Sandelwood masih dilakukan secara tradisional, kurang
Lembaga usaha tani (kelompok peternak) kuda memperhatikan aspek manajemen pakan dan
Sandelwood di wilayah Pasola seringkali dibentuk pemanfaatan produk daging maupun susu, serta belum
hanya sebagai prasyarat memperoleh bantuan, menerapkan teknologi reproduksi, pakan, dan limbah.
walaupun secara teknis kurang mampu meningkatkan Kelembagaan pengembangan kuda Sandelwood masih
partisipasi dan keaktifan anggota. Penyuluh peternakan sangat terbatas dan kurang didukung oleh jumlah dan
mempunyai keterbatasan dalam meningkatkan aktivitas tenaga teknis penyuluh peternakan.
keaktifan peternak dan kelompok peternak karena
kurang tersedianya program kerja yang dirancang DAFTAR PUSTAKA
dengan melibatkan peternak. Ketersediaan
kelembagaan koperasi unit desa (KUD) maupun badan Abdullah, A. 2008. Identifikasi Kelas Kemampuan
usaha milik desa (BUMDES) sebagai lokomotif Kelompok Tani Ternak di Kecamatan Herlang
pembangunan ekonomi lokal di tingkat peternak juga Kabupaten Bulukumba. Jurnal Ilmu Ternak 8(1):
belum dikembangkan secara optimal. Aspek kebijakan 77-82.
pada level Provinsi (55,70%), Kabupaten (65,82%), Adams, R. 2004. The Megalithic Tradition of West
dan Kecamatan/ Desa (51,90%) masih kurang Sumba. Simon Fraser University. Canada.
memberikan perhatian terhadap pengembangan kuda Adinata, K. I., A. I. Sari., dan E. T. Rahayu. 2012.
Sandelwood. Kebijakan anggaran pada level Provinsi Strategi Pengembangan Usaha Sapi Potong di
dan Kabupaten (64,56%) diarahkan untuk Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.
pengembangan ternak sapi, kerbau, kambing, dan babi. Tropical Animal Husbandry 1(1): 24-32.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dukungan Badan Pusat Statistik Kabupaten SBD. 2017. Sumba
kelembagaan dan peran kebijakan kurang menunjang Barat dalam Angka. Katalog BPS: 1102001.5317.
upaya pengembangan kuda Sandelwood di wilayah Badan Pusat Statistik Provinsi NTT. 2017. Nusa
Pasola Kabupaten SBD. Abdullah (2008) dan Philips et Tenggara Timur dalam Angka. Katalog BPS:
al. (2011) menyatakan bahwa peningkatan 1102001.53.
produktivitas ternak maupun peternak di wilayah Budiraharjo, K. 2003. Beberapa Faktor yang
pedesaan dapat dioptimalkan melalui pendekatan Mempengaruhi Petani Peternak dalam
kelompok tani. Keberadaan kelompok tani merupakan Pengambilan Keputusan Manajemen Usaha
komponen penunjang aktivitas pembinaan oleh Ternak Kambing di Kota Semarang. Tesis.
lembaga terkait disamping wahana peningkatan Program Studi Magister Ilmu Ternak. Universitas
pengetahuan dan keterampilan anggota kelompok tani Diponegoro. Semarang.
melalui penyuluhan, pelatihan, dan demplot. Detha, A., Sudarwanto, M., Latif, H., dan F. U. Datta.
Pemerintah di era otonomi daerah perlu menghasilkan 2013. Identifikasi Kandungan Protein dan Potensi
kebijakan yang mempertimbangkan kesesuaian Pemanfaatan Susu Kuda Sumba di Pulau Sumba.
komoditas, sehingga pada akhirnya dapat Jurnal Flobamora Pemerintah Provinsi Nusa
meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam Tenggara Timur 8(4): 250-259
kerangka mendukung kreativitas maupun daya kerja Disnak Kabupaten SBD. 2016. Pengeluaran Ternak
peternak (Paggasa, 2008). Optimalisasi potensi dari Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun 2011-
pengembangan kuda Sandelwood di wilayah Pasola 2015. Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Barat
saat ini perlu dilakukan pada setiap level pemerintahan Daya. Weetabula.
melalui dukungan kebijakan politik maupun anggaran,

60 Sains Peternakan Vol. 16 (2), 2018


Ditjennak. 2014. Keputusan Menteri Pertanian Paturochmah, M. 2005. Hubungan Antara Tingkat
Republik Indonesia Nomor Pendapatan Keluarga Peternak dengan Tingkat
426/Kpts/SR.120/3/2014 Tentang Penetapan Konsumsi (Kasus di Koperasi Peternakan
Rumpun Kuda Sandel. Bandung Selatan (KBPS) Pangalengan).
http://bibit.ditjennak.pertanian.go. Sosiohumaniora 7(3): 264-272.
id/sites/default/files/Kuda%20Sandel.pdf. Philips, J. C., F. Kolb., and C. Biknell. 2011. Strategic
Diakses tanggal 22 Oktober 2015. Analysis of The U. S. Quarter Horse Industry,
Djawa, A. R. 2014. Ritual Marapu di Masyarakat Emphasizing California. Center for Food
Sumba Timur. Avatara, e-journal Pendidikan Marketing and Agribusiness Solutions California
Sejarah 2(1): 71-85. State Polytechnic University. Pomoma. California.
Dongga, R. E. D. 2013a. Adopsi Teknologi Putro, H. O., A. Setiadi., dan L. Kustiawan. 2014.
Pengendalian Penyakit Surra oleh Peternak Kuda Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
di Kabupaten Sumba Timur. Nusa Tenggara Pengembangan Usaha Ternak Sapi Jawa Brebes
Timur. Tesis. Program Studi Ilmu Peternakan. (JABRES) di Kabupaten Brebes. Agromedia
Program Pasca Sarjana. Universitas Udayana. 32(1): 1-11.
Denpasar. Randu, M. D. S. 2017a. Strategi Pengembangan Ternak
Dongga, R. E. D. 2013b. Adopsi Teknologi Kuda (Equus Caballus) Sebagai Sumber daya
Pengendalian Penyakit Surra oleh Peternak Kuda Lokal yang Bernilai Budaya di Kabupaten Sumba
di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Barat Daya (Studi Kasus Kecamatan Kodi, Kodi
Timur. Buletin Veteriner Udayana 6(1): 49-57. Bangedo, dan Kodi Balaghar). Disertasi. Program
Eha, E. B. 2004. Analisis Pergeseran Fungsi Sosial Pascasarjana. Fakultas Peternakan. Universitas
Kerbau di Sumba Timur. Tesis. Program Magister Brawijaya. Malang.
Studi Pembangunan. Universitas Kristen Satya Randu, M. D. S., B. Hartono., B. A. Nugroho., and H.
Wacana. Salatiga. D. Utami. 2017b. Strategies in Developing Horse
Febrina, D., M. Liana. 2008. Pemanfaatan Limbah Breeding with Socio-Cultural Concept in The
Pertanian Sebagai Pakan Ruminansia pada Regency of Sumba Barat Daya. International
Peternak Rakyat di Kecamatan Rengat Barat Journal of Economic Research 14(3): 363-373.
Kabupaten Indragiri Hulu. Jurnal Peternakan 5(1): Randu, M. D. S., F. S. Suek., dan B. Hartono. 2017c.
28-37. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi dan Sosial
Gumbira, S., dan A. H. Intan. 2001. Manajemen Budaya dalam Pengembangan Kuda Pasola di
Agribsnis. PT. Ghalia Indonesia. Jakarta. Kabupaten Sumba Barat Daya, Indonesia.
Hasnudi, I. Sembiring., dan S. Umar. 2004. Pokok- Prosiding. Seminar Nasional Laboratorium Riset
pokok Pemikiran Bidang Peternakan. Jurusan Terpadu Undana ke-2. Kupang: 77-83.
Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Riadi, S., S. Nur., dan K. Muatip. 2014. Faktor-Faktor
Sumatera Utara. yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan Peternak
Lidjang, I. K., O. T. Lailogo., dan Y. Ngongo. 2004. Sapi di Kabupaten Banyumas. Jurnal Ilmiah
Kelayakan Sosial Budaya Inovasi Teknologi Peternakan 2(1): 313-318.
Pertanian/ Peternakan (Kasus Masyarakat Sumba Rohaeni, E. S., B. Hartono., Z. Fanani., and B. A.
Timur). Prosiding. Seminar Nasional Penelitian Nugroho. 2014. Sustainability of Cattle Farming
Ternak dan Usaha tani Lahan Kering: 348-368. using Analysis Approach of Structural Equation
Mastuti, S., dan NN. Hidayat. 2008. Peranan Tenaga Modeling (A Study on Dry Land of Tanah Laut
Kerja Perempuan dalam Usaha Ternak Sapi Perah Regency, South Kalimantan, Indonesia).
di Kabupaten Kuningan. Animal Production 11(1): International Journal of Agronomy and
40-47. Agricultural Research (IJAAR) 4(1): 8-21.
Nur, S., O. E. Djatmiko., dan S. Zubaidah. 2000. Setyobudi, A., Kustono., dan D. T. Widayati. 2009.
Pengembangan Industri Peternakan Rakyat Kinerja Reproduksi Ternak Kuda di Daerah
Mandiri Melalui Penguatan Kelembagaan dan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Buletin
Pemberdayaan SDM. Animal Production 2(2): Peternakan 33(3): 148-153.
60-68 Suherman, D. 2008. Evaluasi Penerapan Aspek Teknis
Nurrochsyam, M. W. 2011. Tradisi Pasola Antara Peternakan pada Usaha Peternakan Sapi Perah
Kekerasan dan Kearifan Lokal. Text Book Sistem Individu dan Kelompok di Rejang Lebong.
Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi. Jurnal Sain Peternakan Indonesia 3(1): 35-42.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Takaendengan, B. J. 2011. Potensi Genetik Kuda Lokal
Republik Indonesia. Jakarta. di Sulawesi Utara sebagai Sumber Bibit Kuda
Paggasa, Y. 2008. Potensi Pengembangan Sapi Potong Indonesia. Disertasi. Sekolah Pascasarjana.
Melalui Sistem Integrasi Sawit-Ternak di Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Tomatala, G. S. J. 2008. Kompetensi dan Keberdayaan
Timur. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Peternak dalam Pengembangan Usaha Peternakan
Pertanian Bogor. Bogor. Sapi Potong (Kasus Kabupaten Seram Bagian

Keragaan Pengembangan Kuda Sandelwood… (Randu dan Hartono) 61


Barat Provinsi Maluku). Disertasi. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Turangan, S. H. 2017. Penampilan Ternak Kuda Bendi
di Kecamatan Tompaso Kabupaten Minahasa.
Jurnal Zootek 37(1): 186-198.

62 Sains Peternakan Vol. 16 (2), 2018

You might also like