You are on page 1of 8

http://dx.doi.org/10.22435/bpk.v45i2.6042.

81-88
Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai Hambatan ... (Irfan Ardani dan Sri Handayani)

Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai Hambatan Pencarian


Pengobatan: Studi Kasus pada Pecandu Narkoba Suntik di Jakarta

HIV/AIDS RELATED STIGMA AS A BARRIER FOR HEALTH SEEKING BEHAVIOR:


A CASE STUDY OF INJECTING DRUG USERS IN JAKARTA

Irfan Ardani dan Sri Handayani


Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan
Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560, Indonesia
E-mail: ardhani.irfan@gmail.com

Submitted : 1-2-2017, Revised : 8-3-2017, Revised : 13-3-2017, Accepted : 17-5-2017

Abstract
The number of people living with HIV/AIDS (PLWH) in Indonesia has been increasing every year. One of
the main causes of HIV cases was the use of non sterile needles among injecting drug users. Many people
still considered HIV/AIDS as a stigmatized disease. The people tend to hide their HIV status to their
family, friends, other people and health providers. PLWH and their family were vulnerable from stigma
and discrimination; therefore, they had barriers of HIV/AIDS to receive treatments. A qualitative research
has been conducted in Jakarta with in-depth interview and observation as methods for data collection.
The informants have been selected purposively, which are PLWH among injecting drug users (IDU’s) and
former IDU’s. Stigmatization among PLWH from IDU’s group consisted of self stigmatization and social
stigmatization. Self stigmatization aroused from the IDU’s fearness of rejection from other people and the
result of external stigma’s internalization. Social stigmatization included discrimination, intimidation and
indifferent behavior toward PLWH from IDU’s group. As a conclusion, PLWH from IDU’s group tended
not seeking help, delayed or ended their HIV/AIDS treatment because they had been stigmatized. Self-
efficacy of PLWH from IDU’s group also limited as a result of stigmatization.

Key words: stigma, HIV/AIDS, drug user, treatment

Abstrak
Jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya. Salah
satu penyebab penularan HIV/AIDS adalah penggunaan jarum suntik tidak steril pada pecandu narkoba
suntik (penasun). HIV dan AIDS masih dianggap penyakit yang tabu dibicarakan secara terbuka kepada
orang tua, masyarakat dan bahkan pelayanan kesehatan. Hal ini membuat ODHA dan keluarganya rentan
terhadap stigma dan diskriminasi yang berakibat pada hambatan memperoleh perawatan dan pengobatan.
Penelitian dilakukan di Jakarta dengan metode wawancara dan observasi pada komunitas penasun.
Sampel diambil secara purposif dengan kriteria penasun atau mantan penasun yang sudah terinfeksi HIV.
Stigma memiliki dua jenis yaitu stigma yang berasal dari dalam diri sendiri dan yang berasal dari luar
diri. Stigma dari dalam muncul dari rasa ketakutan dalam diri ODHA dan juga hasil dari internalisasi
stigma dari luar. Stigma dari luar diterima ODHA penasun dalam bentuk diskriminasi, intimidasi dan
pembiaran. Sebagai kesimpulan ODHA penasun yang merasa terstigma akan mengurangi kemungkinan
untuk mencari bantuan, menunda pengobatan atau memilih mengakhiri pengobatan. Kepercayaan diri
ODHA penasun untuk mengatasi masalah adiksi mereka juga akan berkurang akibat stigma yang mereka
dapat.

Kata kunci: stigma, HIV/AIDS, pecandu, pengobatan

81
Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 45, No. 2, Juni 2017: 81 - 88

PENDAHULUAN mendapat pelayanan kesehatan karena stigma dan


diskriminasi.3
Jumlah kasus penularan HIV di Indonesia Pollak (1992) menyebutkan bahwa sejarah
cenderung mengalami kenaikan dari tahun 2010 HIV-AIDS yang identik dengan kelompok yang
sampai bulan Desember 2015. Pada tahun 2010 terdiskriminasi seperti kelompok homoseksual
jumlah kasus HIV di Indonesia yang dilaporkan dan pecandu narkoba menyebabkan munculnya
sebanyak 21.591 orang dan pada tahun 2015 stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Stigma
tercatat sebanyak 30.935 orang. Penderita AIDS muncul karena melihat HIV-AIDS dapat terjadi
di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 7.418 pada kelompok yang memiliki perilaku berbeda
orang kemudian meningkat menjadi 11.682 orang dengan masyarakat kebanyakan.4
pada tahun 2013 dan kemudian menurun menjadi Stigma merupakan atribut, perilaku, atau
6.373 orang pada tahun 2015. Provinsi yang reputasi sosial yang mendiskreditkan dengan cara
memiliki jumlah kumulatif kasus HIV terbanyak tertentu.5 Menurut Corrigan dan Kleinlein6 stigma
di Indonesia dari April 1987 sampai dengan Maret memiliki dua pemahaman sudut pandang, yaitu
2016 adalah DKI Jakarta sebanyak 40.500 orang.1 stigma masyarakat dan stigma pada diri sendiri
(self stigma). Stigma masyarakat terjadi ketika
masyarakat umum setuju dengan stereotipe buruk
14 seseorang (misal, penyakit mental, pecandu, dll)
11,682
12 10,763 dan self stigma adalah konsekuensi dari orang
10 yang distigmakan menerapkan stigma untuk diri
8,177 7,864 mereka sendiri.
7,418
8 6,373 Pecandu narkoba suntik yang terinfeksi
6 HIV memiliki beban ganda stigma dalam
4 hubungan sosial di masyarakat.7 Pecandu narkoba
2 termasuk orang atau kelompok penyandang stigma
sebelum terkena HIV/AIDS dan stigma tersebut
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 meningkat pada saat mereka terkena penyakit.8
Stigma sebagai pecandu cenderung disifatkan
Grafik 1. Jumlah Penderita AIDS di Indonesia dari sebagai orang yang “tercela” dan “berbahaya”.6
Tahun 2010-2015 Infeksi virus HIV karena sifatnya yang menular
Sumber : Data Ditjen P2PL Kemenkes RI dan belum ditemukan obatnya sering dianggap
sebagai penyakit yang mengerikan. Pandangan
Salah satu faktor penyebab penularan ini mempengaruhi penerimaan masyarakat
HIV adalah penggunaan narkoba suntik yang terhadap orang yang positif terinfeksi virus HIV.9
tidak steril. Prevalensi pengguna narkoba suntik Akibatnya ODHA sering dikucilkan dan dijauhi
di Indonesia diperkirakan sebesar 2,4 % dari total dalam pergaulan di masyarakat.
penggunaan berbagai jenis narkoba.2 Penularan Lebih lanjut, stigma mempengaruhi
HIV di Indonesia 11,4 % disebabkan penggunaan kehidupan ODHA dengan menimbulkan depresi
jarum suntik secara bergantian pada pecandu dan kecemasan, rasa sedih, rasa bersalah, dan
narkoba.1 perasaan kurang bernilai. Selain itu stigma dapat
Sekitar 50% laki-laki dan perempuan menurunkan kualitas hidup, membatasi akses dan
mengalami stigma dan perlakuan diskriminasi penggunaan layanan kesehatan, dan mengurangi
terkait dengan status HIV-nya di 35% negara di kepatuhan terhadap antiretroviral (ARV).10
dunia. Akibat dari adanya stigma dan diskriminasi,
ODHA cenderung dikucilkan oleh keluarga, BAHAN DAN METODE
teman-temannya dan lingkungan yang lebih luas.
Pada sisi lain mereka juga mengalami diskriminasi Penelitian dengan persetujuan Komisi
dalam pelayanan kesehatan, pendidikan dan Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbangkes No.
hak-hak lainnya. Indeks stigma terhadap ODHA LB.02.01/5.2/KE.602/2013 tanggal 24 Desember
mengindikasikan bahwa 1 dari 8 ODHA tidak 2013 dilakukan pada komunitas pecandu narkoba

82
Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai Hambatan ... (Irfan Ardani dan Sri Handayani)

di Jakarta dengan desain penelitian kualitatif. terdekat, teman dan tetangga, serta dari akses
Pengumpulan data dilakukan pada bulan April layanan publik. Stigma dari keluarga diterima
sampai dengan bulan Agustus 2014 dengan metode ODHA pecandu narkoba suntik dalam bentuk
wawancara mendalam dan observasi. Instrumen diskriminasi dan pembiaran. Diskriminasi terjadi
yang digunakan adalah panduan wawancara karena keluarga merasa takut tertular infeksi
semi terstruktur dan daftar observasi. Wawancara virus HIV. Bentuk deskriminasi seperti barang-
dilakukan kepada pengguna narkoba suntik yang barang yang dipisahkan penggunaannya, barang
secara medis dinyatakan terinfeksi HIV. Validasi yang disentuh ODHA langsung dibersihkan, dan
dilakukan dengan triangulasi sumber melalui dikucilkan dengan tidak membolehkan anak-anak
wawancara mendalam terhadap keluarga dan bermain bersama ODHA.
petugas kesehatan. Pembiaran oleh keluarga yang diterima
Informan dipilih secara purposif dengan ODHA pecandu narkoba suntik berupa anggapan
kriteria masih aktif atau pernah aktif menggunakan oleh keluarga bahwa ODHA bersangkutan
narkoba suntik, pernah melakukan tes CD4 dan
dianggap tidak ada dalam keluarga meskipun secara
positif terinfeksi HIV, belum mengalami infeksi
fisik ia ada dalam lingkungan keluarga. Stigma
oportunistik, serta bersedia berpartisipasi dalam
dari teman atau tetangga yang diterima ODHA
kegiatan penelitian. Informan dari keluarga dipilih
pecandu narkoba suntik berbentuk diskriminasi
dengan kriteria sering berinteraksi setiap hari
dengan ODHA pecandu narkoba suntik. Informan dan intimidasi (bullying). Diskriminasi tidak
petugas kesehatan dipilih dengan kriteria pernah hanya pada saat ODHA masih hidup, tetapi
berinteraksi dan memberi pelayanan kesehatan juga pada saat sudah meninggal. ODHA juga
terhadap ODHA pecandu narkoba suntik. menerima intimidasi dalam bentuk kata-kata yang
merendahkan.
HASIL Perlakuan berbeda kepada ODHA
pecandu narkoba suntik menurut keluarga
Sebanyak 14 informan ODHA pengguna merupakan reaksi dari penerimaan kondisi ODHA
narkoba suntik berpartisipasi dalam penelitian ini, dan kurangnya informasi tentang HIV/AIDS yang
terdiri dari 3 orang perempuan dan 11 orang laki- diderita anggota keluarganya. Reaksi keluarga
laki. Usia paling muda 18 tahun dan paling tua 36 saat mengetahui anggota keluarganya terinfeksi
tahun. Sebagian besar informan saat wawancara HIV adalah kaget, marah dan sedih. Perasaan
dilakukan tidak memiliki pekerjaan tetap. Rata- ini kemudian diekspresikan secara beragam. Ada
rata bekerja di sektor informal seperti tukang keluarga yang bisa menerima kondisi ODHA dan
parkir, pak ogah di pertigaan dan perempatan jalan, mendukung pengobatannya.
dan mengaku menganggur. Empat orang dari total “Ya agak kaget sedikit tapi kita kan
informan ODHA pecandu narkoba suntik sedang bersyukur pada Allah, ya habis bagaimana,
atau pernah mengakses terapi Antiretroviral. jalannya kalau sudah mengidap virus HIVnya
Tiga orang informan dari keluarga ODHA masa mau didiamkan. Harus kita diobati, ya ada
pecandu narkoba suntik bersedia berpartisipasi obatnya untuk menidurkan virus-virusnya, bukan
dalam penelitian ini. Dua orang merupakan untuk menyembuhkan”. Ibu Fr – Keluarga ODHA
orang tua dari ODHA, dan satu orang merupakan di Jakarta.
pasangan dari ODHA. Informan petugas kesehatan Namun ada pula keluarga yang tidak bisa
sebanyak dua orang, satu orang merupakan petugas menerima kondisi anggota keluarganya yang
konselor adiksi pecandu narkona suntik, dan satu
terinfeksi HIV. Sering kali kekerasan fisik menjadi
orang lainnya adalah dokter pada rumah sakit
cara untuk mengekspresikan kondisi tersebut.
yang memberikan pelayanan terapi Antiretroviral
“Saya marah sambil nangis, kalau bapak sering
(ARV).
marah, sering mukul juga” Ibu Ha – Keluarga
Stigma masyarakat ODHA di Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan stigma Stigma juga diterima ODHA pecandu
dari masyarakat bisa berasal dari keluarga narkoba suntik dari pelayanan kesehatan dan

83
Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 45, No. 2, Juni 2017: 81 - 88

panti rehabilitasi pecandu narkoba. Stigma yang “Ada pasien yang nggak patuh (terapi)…
diterima berupa kata-kata dan tindakan yang takutnya itu ya resisten karena dia udah stop ini
merendahkan, perlakuan kasar, disamakan dengan (ARV) nggak diterusin. Kita marahin…jadinya
pasien gangguan mental, dan pendapat yang tidak susah ya enggak dikasih juga salah dikasih juga
dipercaya. Akibat perlakuan tersebut, beberapa maksudnya udah kesel gitu harus menanyakan
informan mengaku tidak ingin melanjutkan berhentinya seharusnya dia masih pake itu.…
pengobatan. Ada juga yang ngomongnya keras-keras lah…
Menurut petugas kesehatan, tidak ada ngomongnya agak sedikit ini, nggak sopan, jadi
perlakuan yang berbeda yang diberikan kepada ya kayak gitulah, suka kesel”. Dokter RSPAD di
pasien biasa dengan pasien ODHA pecandu Jakarta.
narkoba suntik. Perlakuan berbeda hanya Berikut ini adalah tabel pernyataan
diberikan kepada pasien ODHA pecandu narkoba beberapa informan terkait dengan adanya stigma
suntik yang tidak patuh pada tahapan terapi atau dari keluarga, masyarakat dan petugas kesehatan:
yang memberikan sikap kasar.

Tabel 1. Pernyataan Informan Terkait dengan Stigma


Stigma dari Keluarga Stigma dari Masyarakat Stigma dari Petugas Kesehatan
“Pas habis gitu (positif HIV) keluarga “Ambulans udah nyampe di kuburan “Kan di tes dikasih unjuk, kamu kalau
ya udah kayak ngejauhin saya udah. mayatnya kagak ada yang mau nurunin hasilnya positif (harusnya dinasehati)
Jadi anak nih jangan main sama dia lo, bang. Emak bapaknya pada diem aja di sabar yah. Malah diketawain sama
minum bekas saya dipisahin gelasnya, kuburan, gila kayak camping aja,” (Ba dokter sananya, malah bilang mampus
enggak boleh”, (Ba – ODHA di – ODHA di Jakarta). lo…diketawain sama dia diledek-
Jakarta). “Setiap ada yang meninggal bekas ledekin mas”, (Ba – ODHA di Jakarta).
“…ih gila balikin pulpen pulpen bekas mantan narkoba tanggapannya tu udah “…kita ngadep tembok terus punggung
gue sampe dilap-lap dulu”, (Fe – jelek aja deh… tetangga kalau saya di... pake tungkak ini. itu kan udah
ODHA di Jakarta). lewat nih suka dibilangin, nih tinggal violence jatuhnya”, (Do – ODHA di
“Awal-awal papa ku sempet nggak mau dia nih bentar lagi nyusul, gitu”, (No – Jakarta).
makan dan minum bareng aku. Papa ODHA di Jakarta). “Sama Psikiater, gue disamain kaya
sempet nggak mau anter ke rumah orang lain (orang dengan gangguan jiwa
sakit, katanya penyakit dicari sendiri berat), gue nggak terima dong, enak
kok,” (Ve – ODHA di Jakarta). aja gue nggak gila”, (Ve – ODHA di
Jakarta)
“Kemarin ditanyain sama dokter …
kamu ngemix (mencampur terapi obat
dengan narkoba) nih, sempet dicurigain
kemarin, udah kamu tes urin kalau kamu
nggak mau tes urin nggak boleh minum
methadone. Ya udah saya nggak minum
methadone deh, akhirnya saya keluar
(dari program terapi), (Ha – ODHA di
Jakarta).

Self Stigma aktif sebagai pecandu maka pengobatan untuk


Pecandu narkoba suntik yang menyandang HIV tidak akan efektif.
ODHA selain menerima stigma dari masyarakat “Palingan yah gimana masih make
atau lingkungannya juga stigma dari dalam (narkoba), ya gak bisa (ikut program terapi HIV)
dirinya (self stigma). Sebagian besar informan karena masih pake”, Aj – ODHA di Jakarta.
mengungkapkan bahwa mereka merasa takut Terapi HIV dengan mengkonsumsi obat
terhadap kondisinya dan takut terhadap penerimaan antiretroviral tertentu setiap hari seumur hidup
masyarakat. Ketakutan terhadap kondisi pribadi juga menimbulkan ketakutan ketidakpatuhan
seperti pemahaman ODHA bahwa selama masih minum obat.

84
Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai Hambatan ... (Irfan Ardani dan Sri Handayani)

“Takut, wah ini minum obat seumur hidup, sempet seperti penerimaan label negatif dan berbagai
mikirin terus, pikirannya ah nanti aja gue masih bentuk diskriminasi dari lingkungan. HIV dan
sehat nanti aja kalau udah ngedrop baru minum”, AIDS dianggap sebagai penyakit kutukan akibat
Fr – ODHA di Jakarta. perbuatan menyimpang karena penyakit HIV
Selain ketakutan terhadap proses terapi dan AIDS begitu melekat pada orang-orang yang
obat, informan juga mengaku takut terhadap melakukan penyimpangan seperti PSK (Pekerja
penerimaan masyarakat tentang kondisinya Seks Komersial), gay, pelaku seks bebas dan
sebagai ODHA. Seorang informan berusia remaja pengguna narkoba suntik.9 HIV dan AIDS masih
mengaku bahwa ia belum memberi tahu statusnya dianggap sebagai sesuatu penyakit yang tabu yang
sebagai ODHA kepada keluarga maupun tidak dibicarakan secara terbuka dengan para orang
lingkungan sosialnya. tua, guru, masyarakat dan bahkan dengan penyedia
“Saya belum open status, ada ketakutan pelayanan kesehatan. Anggapan tabu inilah yang
tersendiri buat open status. Masalahnya saya membuat ODHA dan keluarganya rentan terhadap
belum siap, saya masih mikir gitu entar kalau stigma dan diskriminasi,11 yang berakibat pada
saya lagi nongkrong ya kan, jam sembilan saya berkurangnya akses ke layanan, kehilangan
bilang mau minum obat dulu, obat apan nih, obat martabat dan meningkatnya deskriminasi. Stigma
ARV, ya gimana ya masih belum siap lah”, Al – yang dialami ODHA pecandu narkoba di Jakarta
ODHA di Jakarta. menghambat mereka untuk mengakses pelayanan
Selain dari rasa takut, self stigma juga kesehatan.
berupa internalisasi ODHA terhadap cap negatif
dari lingkungan sosialnya. ODHA menerima Stigma masyarakat
dan meyakini bahwa cap negatif dari masyarakat Stigma masyarakat merupakan perasaan
terhadap dirinya memang merupakan sifat aslinya. bahwa seseorang atau kelompok merasa mereka
“Mau saya lakuin apa aja sedangkan orang-orang lebih unggul dari yang lain dan menyebabkan
di lingkungan saya enggak percaya sama saya seseorang atau kelompok lain dikucilkan
maupun keluarga gitu. Akhirnya saya udah dicap secara sosial yang pada akhirnya mengarah
emang lo mah nggak bakalan berhenti lo percuma kepada terjadinya ketimpangan sosial.12 Stigma
lo. Akhirnya timbul rasa putus asa,… ini karena masyarakat terhadap ODHA dipengaruhi beberapa
apa ya, image pikiran gitu ya. Oh ternyata orang anggapan seperti, penyakit yang tidak dapat
nggak suka sama saya, enggak ada dukungan apa dicegah atau dikendalikan, penyakit akibat dari
pun”, Ha – ODHA di Jakarta. “orang yang tidak bermoral”, dan penyakit yang
Pada ODHA pecandu narkoba suntik mudah menular kepada orang lain. Stigma ini
di Jakarta hampir semua informan mengalami mencerminkan bias kelas sosial yang mendalam.
self stigma berupa ketakutan untuk memulai Penyakit ini sering dikaitkan dengan kemiskinan
pengobatan. Alasan paling banyak adalah dan menjadi pembenaran untuk ketidakadilan
takut tidak bisa konsisten mengkonsumsi obat. sosial. ODHA sering diberi label sebagai 'yang
Ketakutan lainnya adalah penerimaan masyarakat lain'. Ia adalah ras yang lain, manusia yang
tentang statusnya sebagai ODHA. Seorang lain, atau kelompok yang lain. Tak pelak lokus
informan remaja mengatakan bahwa ia belum menyalahkan juga terkait dengan masalah
berniat membuka statusnya sebagai ODHA, ideologi, politik dan sosial tertentu.13
akibatnya adalah ia juga belum akan memulai Stigma dari masyarakat tercermin dari
melakukan pengobatan. persepsi perlakuan negatif berupa penghindaran,
penghinaan, penolakan dalam pergaulan sosial,
PEMBAHASAN dan kehilangan pekerjaan.10 Perlakuan negatif
muncul dari ketakutan tertular, dimana seseorang
Permasalahan yang dihadapi ODHA bukan merasa tidak nyaman pada saat kontak langsung
hanya permasalahan kondisi fisik yang semakin dengan ODHA maupun dengan benda-benda yang
menurun, namun juga timbul permasalahan sosial digunakan oleh ODHA.14

85
Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 45, No. 2, Juni 2017: 81 - 88

Self Stigma tentang stigma dan HIV/AIDS di wilayah


Masalah utama yang menjadi stigma pegunungan Papua menunjukkan bahwa
dalam diri ODHA pecandu narkoba suntik adalah pengungkapan status HIV merupakan hal yang
ketakutan. Ketakutan menimbulkan resistansi mempengaruhi pengalaman stigma ODHA di
terhadap tes HIV, rasa malu untuk memulai pedalaman Papua. Mereka takut apabila kerabat
pengobatan, dan dalam beberapa hal, keengganan jauh dan masyarakat tahu status HIV mereka maka
untuk menerima pendidikan tentang HIV. akan terjadi diskriminasi dan stigma terhadap
Self stigma menyebabkan ODHA mereka. Apalagi ada kecenderungan petugas
pecandu narkoba suntik ketakutan untuk kesehatan dan pemimpin agama akan memberitahu
memulai pengobatan karena takut tidak konsisten status HIV mereka kepada masyarakat luas.18
mengkonsumsi obat. Ketakutan lainnya adalah Stigma sebagai hambatan pencarian pengobatan
penerimaan masyarakat tentang statusnya sebagai Adanya stigma terhadap ODHA
ODHA. berdampak terhadap program pencegahan dan
Ketakutan ini disebabkan oleh kurangnya penanggulangan HIV/AIDS. Kelompok yang
pemahaman tentang HIV dan tes HIV, bagaimana berisiko akan takut melakukan test HIV karena
HIV ditularkan, risiko bagi orang lain, ke mana takut apabila status HIV mereka positif maka
untuk pengujian, biaya pengujian berapa, masalah mereka akan dikucilkan. ODHA cenderung
berapa lama waktu menunggu hasil tes, merasa
menunda pengobatan karena adanya ketakutan
tidak memiliki siapa pun untuk mendapatkan untuk mengungkapkan status HIV mereka.
dukungan moral, dan bayangan prosedur rumah Stigma terhadap ODHA dapat terjadi karena
sakit yang rumit. Selain itu juga karena merasa kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/
malu tentang status sebagai pengguna narkoba, AIDS. Apabila masyarakat memiliki pengetahuan
ketakutan apabila hasil tes positif, bayangan yang cukup mengenai faktor risiko, transmisi,
kematian akibat AIDS, reaksi dari keluarga, pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS maka
teman-teman dan masyarakat jika positif terinfeksi stigma terhadap ODHA dapat berkurang.19
HIV, stigmatisasi. Tidak ada obat untuk AIDS, Stigma adalah penghalang yang signifikan
obat ARV apakah tersedia, apakah harganya bagi ODHA untuk pencegahan dan pengobatan
mahal, atau apakah memiliki efek samping dan infeksi HIV.10 Berbagai bentuk stigma, baik dari
ketakutan tidak dapat melakukan apa-apa jika masyarakat maupun self stigma mengarahkan
positif terinfeksi HIV.15 individu untuk melabeli diri sebagai tidak dapat
Selain rasa takut, self stigma yang diterima untuk mencari pengobatan.20 Faktor
dialami ODHA pecandu narkoba suntik adalah lain yang mengganggu kemampuan untuk
penerimaan mereka terhadap label negatif dari mendapatkan perawatan adalah hambatan bahwa
masyarakat. Akibatnya adalah pelabelan diri individu yang menggunakan narkoba menghadapi
bahwa mereka adalah golongan yang tidak disukai diskriminasi dalam hal perawatan kesehatan,
oleh masyarakat karena kebiasaannya memakai pekerjaan (yang mempengaruhi imbalan kerja
narkoba suntik dan infeksi HIV yang mereka dan keuangan untuk membayar pengobatan), dan
derita. manfaat layanan publik. Individu yang merasa
Dibandingkan dengan bentuk stigma ter-stigma akan mengurangi kemungkinan untuk
dari luar seperti dari masyarakat, bentuk self mencari bantuan, mungkin juga akan memilih
stigma memiliki pengaruh lebih kuat pada mengakhiri pengobatan, dan mungkin akan
keseluruhan kesejahteraan ODHA, terutama mengurangi kepercayaan diri individu terhadap
kesehatan psikologis mereka.16 Self stigma bagi kemampuan mereka untuk menolak adiksi
ODHA merupakan bentuk internalisasi stigma, narkoba.6
dimana seseorang melabeli dirinya sebagai tidak Penelitian dari O’ Laughin Hanand
dapat diterima oleh masyarakat karena memiliki menunjukkan pentingnya pengobatan yang
masalah penyakit HIV.17 melibatkan partner untuk mengembalikan
Penelitian dari Leslie Butt tahun 2010 hubungan sosial dan mengintegrasikan

86
Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai Hambatan ... (Irfan Ardani dan Sri Handayani)

kembali ODHA di dalam masyarakat. Agar penulis sampaikan kepada Yayasan Karisma
terjadi kepatuhan pada ODHA yang mengikuti Jakarta sebagai fasilitator yang menghubungkan
pengobatan maka partner memiliki peran sosial penulis dengan informan, dan segenap informan
yang sangat penting. Mereka akan memotivasi yang bersedia berbagi pengalaman hidup mereka.
ODHA untuk patuh terhadap pengobatan,
memberantas stigma, mengembalikan harapan DAFTAR RUJUKAN
dan mengurangi perbedaan sosial. Semua cara ini
dilakukan untuk melakukan normalisasi terhadap 1. Kementerian Kesehatan. Laporan Situasi
ODHA dalam rangka menghilangkan isolasi sosial Perkembangan HIV & AIDS di Indonesia
dan mengembalikan koneksi ODHA dengan orang Tahun 2015. Jakarta: Direktorat Jenderal
lain.21 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit; 2016.
2. Badan Narkotika Nasional. Laporan
KESIMPULAN Akhir Survei Nasional Perkembangan
Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Badan
Stigma yang diterima oleh ODHA pecandu Narkotika Nasional Republik Indonesia; 2014.
narkoba suntik di Jakarta terdiri dari stigma 3. Avert.org. Stigma, Discrimination and HIV
dari masyarakat dan self stigma. Stigma dari 2016 [updated 16 Desember 2016; cited 2016
masyarakat bisa berasal dari keluarga terdekat, 27 Desember 2016]. Available from: http://
teman dan tetangga, serta dari petugas kesehatan. www.avert.org/professionals/hiv-social-
Stigma masyarakat yang diterima ODHA pecandu issues/stigma-discrimination.
narkoba suntik di Jakarta berupa diskriminasi, 4. Mason T. Stigma and Social Exclusion in
perlakuan yang merendahkan, perlakuan kasar, Healthcare. s.l: Psychology Press; 2001.
dan pembiaran baik di dalam keluarga, lingkungan 5. Goffman E. Stigma. Notes on the Management
sosial maupun pelayanan kesehatan. Self stigma of Spoiled Identity. New York: Simon and
berupa perasaan takut terhadap kondisi diri sendiri Shuster. Inc; 1963.
dan takut terhadap penerimaan masyarakat, serta 6. Phillips LA. Stigma and Substance Use
internalisasi stigma masyarakat atau mengganggap Disorders: Research, Implications, and
bahwa cap negatif masyarakat terhadap mereka PotentialL Solutions. Journal of Drug
adalah benar. Addiction, Education, and Eradication.
Kedua jenis stigma ini mempengaruhi 2011;7(2):91.
upaya ODHA pecandu narkoba suntik di Jakarta 7. Amin M, MacLachlan M, Mannan H, Tayeb
untuk mencari pengobatan atas infeksi HIV yang SE, Khatim AE, Swartz L, et al. EquiFrame:
diderita serta pengobatan atas adiksi narkoba. A framework for analysis of the inclusion
ODHA pecandu narkoba yang merasa terstigma of human rights and vulnerable groups in
akan mengurangi kemungkinan untuk mencari health policies. Health and Human Rights.
pengobatan, bagi yang telah menjalani pengobatan 2011;13(2):82-101.
mungkin akan memilih mengakhiri pengobatan, 8. Burkholder GJ, Harlow LL, Washkwich
dan mungkin akan mengurangi kepercayaan diri JL. Social Stigma, HIV/AIDS Knowledge,
mereka untuk menolak adiksi narkoba. and Sexual Risk1. Journal of Applied
Biobehavioral Research. 1999;4(1):27-44.
UCAPAN TERIMA KASIH 9. Sarikusuma H, Hasanah N, Herani I. Konsep
diri orang dengan HIV dan AIDS (ODHA)
Penulis mengucapkan terimakasih yang menerima label negatif dan diskriminasi
kepada segenap pimpinan Pusat Penelitian dan dari lingkungan sosial. Psikologia: Jurnal
Pengembangan Humaniora dan Manajemen Pemikiran dan Penelitian Psikologi. 2012;7(1).
Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan 10. Li X, Wang H, He G, Fennie K, Williams AB.
Kesehatan, segenap rekan peneliti yang tergabung Shadow on my heart: a culturally grounded
dalam penelitian ini. Ucapan terimakasih juga concept of HIV stigma among Chinese

87
Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 45, No. 2, Juni 2017: 81 - 88

injection drug users. Journal of the Association 16. Steward WT, Herek GM, Ramakrishna J,
of Nurses in AIDS Care. 2012;23(1):52-62. Bharat S, Chandy S, Wrubel J, et al. HIV-
11. Thi MDA, Brickley DB, Vinh DTN, Colby Related Stigma: Adapting a Theoretical
DJ, Sohn AH, Trung NQ, et al. A qualitative Framework for Use in India. Social science &
study of stigma and discrimination against medicine. 2008;67(8):1225-35.
people living with HIV in Ho Chi Minh City, 17. Vogel DL, Wade NG. Stigma and Help-
Vietnam. AIDS and Behavior. 2008;12(1):63- Seeking. The Psychologist. 2009.
70. 18. Butt L, Morin J, Numbery G, Peyon I, Goo A.
12. Parker R, Aggleton P. HIV and AIDS-related Stigma and HIV/AIDS in Highlands Papua.
stigma and discrimination: a conceptual Pusat Studi Kependudukan–Universitas
framework and implications for action. Social Cenderawasih and University of Victoria
science & medicine. 2003;57(1):13-24. Canada: UNCEN UoV; 2010.
13. Deacon H, Stephney I. HIV/AIDS, Stigma 19. Shaluhiyah Z, Musthofa SB, Widjanarko B.
and Children: A Literature Review. Cape Stigma Masyarakat Terhadap Orang Dengan
Town:HRC Press; 2007 HIV/AIDS. Kesmas: Jurnal Kesehatan
14. Bogart LM, Cowgill BO, Kennedy D, Ryan Masyarakat Nasional. 2015;9(4):333-9.
G, Murphy DA, Elijah J, et al. HIV-Related 20. Vogel DL, Wade NG, Haake S. Measuring
Stigma Among People With HIV and Their The Self-Stigma Associated With Seeking
Families: A Qualitative Analysis. AIDS and Psychological Help. Journal of Counseling
Behavior. 2008;12(2):244-54. Psychology. 2006;53(3):325.
15. Ford K, Wirawan DN, Sumantera GM, Sawitri 21. O’Laughlin KN, Wyatt MA, Kaaya S,
AAS, Stahre M. Voluntary HIV Testing, Bangsberg DR, Ware NC. How Treatment
Disclosure, and Stigma Among Injection Drug Partners Help: Social Analysis of an African
Users in Bali, Indonesia. AIDS Education and Adherence Support Intervention. AIDS and
prevention. 2004;16(6):487-98. Behavior. 2012;16(5):1308-15.

88

You might also like