Professional Documents
Culture Documents
an yang sudah dilakukan.10,11,12 Di dalam penerapan efektivitas proses pelayanan pasien selama tiga bu-
clinical pathway diperlukan monitoring dan evaluasi lan penerapan clinical pathway skizofrenia rawat inap
terhadap kesesuaian tahapan proses pengembang- di RSUP Dr. Sardjito. Sumber data diperoleh dari
an, aktivitas yang diterapkan, dan realisasi tujuan sumber data primer dan sekunder. Penelitian ini dila-
yang diharapkan, namun seringkali terdapat keterba- kukan di Instalasi Rawat Inap IV RSUP Dr. Sardjito,
tasan waktu observasi, sistem dokumentasi rekam yang mempunyai kapasitas kapasitas satu kamar
medis, serta pelaporan monitoring standar pelayanan ruang VIP, satu kamar utama, dua ruang kelas pera-
medis.13,14 watan wanita, dan tiga ruang kelas perawatan pria.
Pelayanan kesehatan jiwa, seringkali terlambat Ruang isolasi sebanyak dua ruang dan ruang tindak-
merespon perubahan, termasuk dalam pengembang- an satu ruang.
an clinical pathway, sehingga praktisi kesehatan jiwa Sumber daya manusia yang terlibat dalam pela-
sering kesulitan dalam menghadapi standarisasi yanan pasien skizofrenia rawat inap di IRNA IV RSUP
akreditasi layanan yang terus berkembang.15 Pe- Dr. Sardjito pada periode penelitian terdiri dari bebe-
ngembangan dan penerapan clinical pathway skizo- rapa tenaga profesional, yaitu 12 orang psikiater, 2
frenia rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat orang psikolog, 1 orang sosiolog, 13 perawat, dan 8
(RSUP) Dr. Sardjito diharapkan dapat menjadi salah orang PPDS stase bangsal. Peran tim multidisiplin
satu instrumen dalam upaya peningkatan mutu la- dalam proses pengembangan clinical pathway sa-
yanan pasien skizofrenia rawat inap sesuai standar ngat penting, terutama pada negara-negara dengan
akreditasi rumah sakit internasional dan proses sumber daya terbatas. Data tentang pemanfaatan
pembelajaran sistem pelayanan sebagai rumah sakit sumber daya seperti alur proses layanan (pathway
pendidikan. to care), keterlambatan penanganan, dan akses
Beberapa indikator yang dapat digunakan seba- pelayanan dokter spesialis, merupakan hal yang sa-
gai alat ukur keberhasilan penerapan clinical path- ngat penting dalam rencana pelayanan kesehatan.19
way antara lain kelengkapan pengisian form clinical Clinical pathway merupakan suatu metode untuk
pathway, analisis variasi layanan, dan beberapa indi- memperbaiki luaran pasien yang dikembangkan oleh
kator mutu layanan seperti ketepatan jam visite psi- tim multidisiplin.13
kiater sesuai standar pelayanan minimal, rata-rata Form clinical pathway disediakan di bangsal
lama rawat inap pasien skizofrenia, dan ketenangan IRNA IV sejak tanggal 7 Januari 2004. Sebagai uji
pasien gaduh gelisah tidak lebih dari 48 jam sejak coba penerapan digunakan form clinical pathway “uji
pasien diterima di Instalasi Gawat Darurat.15,16,17,18 coba” sambil menunggu proses penerbitan form clini-
cal pathway dari Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.
BAHAN DAN CARA Sardjito.
Penelitian ini mempergunakan rancangan pene- Berdasarkan hasil wawancara mendalam untuk
litian kuasi eksperimental dengan pendekatan kuali- mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ke-
tatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui lengkapan pengisian form clinical pathway skizofrenia
Tabel 1. Evaluasi Kelengkapan Pengisian Form Clinical Pathway Skizofrenia Rawat Inap
di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
Kelengkapan pengisian (%) Petugas
1. Identitas pasien 36,2 Perawat/dokter/psikiater
2. Waktu layanan 45,0 Perawat/dokter/psikiater
3. Diagnosis 25,0 Dokter/psikiater
4. Anamnesis 77,5 Dokter/psikiater
5. Pemeriksaan fisik & neurologis 22,5 Dokter/psikiater
6. Pemeriksaan psikiatris 90,0 Dokter/psikiater
7. Pemeriksaan dan asuhan gizi 25,0 Ahli gizi
8. Pemeriksaan dan intervensi psikologis 10,0 Psikolog
9. Pemeriksaan dan intervensi sosiologis 0 Sosiolog/pekerja sosial
10. Asuhan dan tindakan keperawatan 10,0 Perawat
11. Monitoring risiko 46,6 Dokter/psikiater
12. Pemeriksaan penunjang 36,6 Dokter
13. Prosedur tindakan 13,3 Dokter/psikiater
14. Rencana pulang 13,3 Dokter/psikiater
15. Monitoring outcome 72,0 Dokter/psikiater/perawat
16. Monitoring komplikasi 20,0 Dokter/psikiater
17. Identitas petugas 20,0 Dokter/psikiater
Rata-rata kelengkapan pengisian 33,11
rawat inap di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta dapat PPDS setiap hari dan masing-masing satu kali visite
diketahui bahwa penyebab kurangnya kelengkapan psikiater selama periode perawatan (periode pera-
pengisian form clinical pathway antara lain disebab- watan pertama dan kedua). Standar monitoring pa-
kan oleh informasi tentang penerapan clinical path- sien gaduh gelisah pada pasien ini tidak terpenuhi.
way belum sepenuhnya sampai kepada informan pe- Monitoring pasien berdasarkan PANNS-EC dilakukan
nelitian dan desain form yang terlalu kecil, sehingga hanya pada dua hari pertama perawatan, dengan
menimbulkan kesulitan pengisian. total skor di atas cut off point sebesar 10 (dengan
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai masing-masing komponen tidak ada nilai >3).
dengan hasil yang didapatkan pada studi yang dila- Berdasarkan sistematik review yang dilakukan
kukan pada tahun 2000 di Inggris. Studi tersebut oleh Lima, dkk., disebutkan bahwa skizofrenia meru-
dilakukan untuk mengukur pengaruh penggunaan pakan salah satu indikasi tindakan elektrokonvulsi
clinical pathway pada pasien skizofrenia yang rawat terapi (ECT).20 Elektrokonvulsi terapi pada remaja
inap, namun didapatkan hasil yang rudimenter karena digunakan pada kasus-kasus dengan gejala berat
kelengkapan pengisian formulir clinical pathway dan persisten yang sudah dicoba dua atau lebih far-
hanya sekitar 31%13. makoterapi yang adekuat, baik dosis, jenis, mau-
pun durasi pemberiannya, namun pada kasus di atas
Kasus : pemberian terapi oral belum terdokumentasi adanya
Pasien wanita, 17 tahun, gangguan perilaku selama 5 evaluasi terapi yang adekuat sebelum dilakukan ECT.
tahun. Keluhan utama dibawa ke rumah sakit adalah
mengamuk tanpa sebab. Diagnosis masuk rumah sakit Pada fase akut diperlukan farmakoterapi yang
(MRS) adalah skizofrenia residual eksaserbasi akut. Terapi bertujuan untuk mengurangi agitasi. Farmakoterapi
yang diberikan saat MRS adalah Haloperidol drop 10 tetes yang dapat digunakan pada fase akut adalah anti-
(1 mg)/12 jam, Risperidone tablet 1 mg/24 jam dan psikotik short acting injeksi tunggal maupun kombi-
Lorazepam per oral 0,5 mg/24 jam. Farmakoterapi yang
diberikan tetap seperti pada saat pasien pertama kali nasi dengan Benzodiazepin (Lorazepam). Antipsi-
masuk rumah sakit. Direncanakan ECT “selang-seling”. kotik short acting injeksi yang dapat digunakan pada
Selama dalam perawatan pasien mendapatkan terapi ECT fase akut antara lain Olanzapine, Ziprasidon, dan
selama 9 kali pada hari ke-3, ke-4, ke- 8, ke- 15, ke-17, ke- Haloperidol.21 Efek terapi pada pemberian antipsi-
19, ke- 26, ke-28, ke-32. Dalam catatan perkembangan
harian pada dokumen rekam medis, terdokumentasi kotik injeksi intramuskular short acting dapat dilihat
perubahan diagnosis menjadi skizofrenia katatonik pada secara klinis sekitar 15–30 menit sesudah injeksi,
hari perawatan ke-12, namun tidak terdokumentasi gejala- dan kadar plasma tertinggi tercapai sekitar 30 menit.
gejala katatonik pada pasien. Pasien pulang pada hari ke- Pada pemberian per oral, kadar plasma tertinggi se-
35 dengan diagnosis akhir skizofrenia tak terinci.
Lima belas hari kemudian pasien MRS lagi dengan diagno- sudah 2–4 jam pemberian obat.22 Pada kasus di atas,
sis masuk skizofrenia katatonik. Terapi pada saat masuk : fase akut diberikan Haloperidol tetes 1 mg dan
Risperidone per oral 1 mg/12 jam, Lorazepam per oral 0,5 Lorazepam oral 0,5 mg. Fase akut pada episode
mg/12 jam. Pasien mendapatkan terapi ECT 3x pada hari MRS yang kedua diberikan Risperidone per oral 1
ke-7, 8, dan 9. Pada hari ke-14 Risperidone per oral
dihentikan, diganti Injeksi Flufenazine decanoas (long act- mg/12 jam dan Lorazepam oral 0,5 mg/24 jam. Tidak
ing). Pada hari ke-18 pasien mendapatkan Amitriptilin per ada upaya monitoring harian yang terdokumentasi
oral 12,5 mg/24 jam. Dalam catatan perkembangan pasien di dalam dokumen rekam medis maupun form clini-
tidak didapatkan keterangan indikasi pemberian Amitriptilin. cal pathway. Pada hari ketiga dilakukan ECT pada
Pasien pulang pada hari ke- 20, dengan diagnosis akhir
skizofrenia residual in remisi. Pemeriksaan psikologis 1 pasien, tanpa bukti evaluasi efektivitas terapi yang
kali. Visite psikiater 1 kali. Asuhan keperawatan setiap 8 terdokumentasi. Evaluasi efektivitas ECT juga tidak
jam. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan: EKG, labo- terdokumentasi dengan baik. Discharge planing pada
ratorium darah lengkap. Monitoring PANSS-EC pada hari kasus di atas juga tidak terdokumentasi dalam clini-
pertama total 17, hari kedua total 15. Pada hari berikutnya,
hasil monitoring tidak terdokumentasi. cal pathway maupun lembar perkembangan harian.
Target terapi pada hari pertama masuk rumah
Box 1. Studi kasus skizofrenia rawat inap sakit adalah memberikan okupansi yang adekuat
terhadap reseptor D-2 dan menjaga agar pasien tetap
Berdasarkan hasil observasi dan analisis doku- nyaman tanpa efek samping. Jika tidak ada respon
mentasi pada kasus di atas, didapatkan bahwa clini- pada minggu pertama, harus dievaluasi dosis dan
cal pathway diterapkan sejak pertama pasien masuk durasi terapi. Dosis terapeutik rata-rata pemberian
rumah sakit. Kelengkapan pengisian form clinical Haloperidol sebesar 10–15 mg/hari. Dosis untuk
pathway pada kasus di atas sebesar 26%. Standar skizofrenia kronis 20–40 mg/hari. Dosis untuk kasus
pelayanan minimal visite psikiater maksimal pukul resisten sampai 50–60 mg/hari. Dosis maintenance
10.00 setiap hari pada pasien ini tidak terpenuhi. (tanpa kambuh) pada pasien rawat jalan bervariasi
Pada pasien ini hanya mendapatkan visite dokter antara 0.5 sampai 5 mg/hari.22
15. Dykes PC, Psychiatric Clinical Pathways, An With Schizophrenia Spectrum Disorders in
Interdiciplinary Approach, An Aspen Publication, South Africa, Psychiatrics Service, March 4,
Maryland, 1998. 2010;61(3).
16. Gaebel W, Becker T, Janssen B, Munk- 20. Lima N, Nascimento VB, Peixoto JAC, Moirena
Jogersen P, Musalek M, Rossler W, et al., EPA MM, Neto M, Almeida,JC, dkk. Electroconvul-
Guidance on The Quality of Mental Health Ser- sive Therapy Uses in Adolescents: A System-
vices, European Psychiatry, 2012;27:87-113. atic Review, Annals of General Psychiatry,
17. Rogers RE, Improving Quality of Care for Psy- 2013;12:17.
chiatric Patiens in Emergency Department, A 21. Meltzer H, Bobo W, Hecker SH, Fatemi,HS,
Manuscript Master of Nursing, Washington Schizophrenia in Current Diagnosis and Treat-
State University, Department of Nursing, 2011. ment Psychiatry, Second Editon, 2008.
18. Kepmenkes Nomor 129 Tahun 2008 tentang 22. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P, Schizophrenia
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. and Other Psychotic Disorder. Kaplan &
19. Lund C, Oosthuizen P, Flisher AJ, Emsley R, Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychia-
Stein DJ, Botha U, Koen L, Joska J, Pathways try, 9th Edition, 2009.
to Inpatient Mental Health Care Among People