You are on page 1of 12

Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 4 Nomor 2, Oktober 2018 | xx1

Analisis Risiko Produksi Daging Sapi di Rumah Potong Hewan Menggunakan


Metode Fuzzy FMEA (Studi Kasus di RPH X)
Risk Analysis of Beef Production in Slaughterhouse Using Fuzzzy FMEA Method
(Case Study at Slaughterhouse X)
Sucipto Sucipto1,2a, Dimas Reditya Laksmana Putra1, Mas’ud Effendi1,2
1Departemen Teknologi Industri Pertanian, Universtas Brawijaya, Gedung Fakultas Teknologi
Pertanian lantai 5, Jl Veteran Malang, Kode post 65145.
2Halal-Qualified Industry Development (Hal-Q ID) Universitas Brawijaya, Gedung Fakultas Teknologi

Pertanian lantai 5, Jl Veteran Malang.


aKorespondensi: Sucipto Sucipto, E-mail: ciptotip@ub.ac.id

ABSTRACT

Slaughtering is important to be controlled to produce halal, safe and quality beef. The risk of
beef production needs to be identified and anticipated. This study aimed to identify risks and
propose improvements for early prevention. Risk is analyzed using the method of Fuzzy
Failure Mode and Effect Analysis (F-FMEA) by weighting each factor and competency of each
expert. Each risk is prioritized with Fuzzy Risk Priority Numbers (F-RPN). The results showed
that out of 10 risks, there were 3 risks with the highest F-RPN values, namely non-compliant
workers, less skilled workers, and poor physical condition of meat. The risk was given an
improvement proposal in the form of periodic counseling and training regarding halal,
hygiene, and quality of beef to workers, improvement of facilities, and giving standard
operational procedure (SOP) posters in each production process room. In addition, clear and
firm reward and punishment are important to apply.

Keywords: Beef, Fuzzy FMEA, slaughtering, risk, halal

ABSTRAK

Penyembelihan penting dikontrol untuk memproduksi daging sapi yang halal, aman, dan
berkualitas. Risiko produksi daging sapi perlu diidentifikasi dan diantisipasi. Penelitian ini
bertujuan mengidentifikasi risiko dan memberi usul perbaikan untuk pencegahan dini. Risiko
diananlisis menggunakan metode Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (F-FMEA) dengan
pembobotan tiap faktor dan kompetensi setiap pakar. Setiap risiko dibuat prioritas dengan
Fuzzy Risk Priority Numbers (F-RPN). Hasil penelitian menunjukkan dari 10 risiko terdapat 3
risiko dengan nilai F-RPN tertinggi yaitu pekerja tidak taat aturan, pekerja kurang terampil,
dan kondisi fisik daging buruk. Risiko tersebut diberi usul perbaikan berupa penyuluhan dan
pelatihan berkala mengenai kehalalan, higienitas, dan mutu daging sapi pada pekerja,
pembenahan fasilitas, dan pemberian poster standard operational procedure (SOP) di setiap
ruang proses produksi. Selain itu, reward and punishment yang jelas dan tegas penting
diterapkan.

Kata kunci: Daging sapi, Fuzzy FMEA, penyembelihan, risiko, halal

Sucipto, dkk. 2018. Analisis Risiko Produksi Daging Sapi di Rumah Potong Hewan Menggunakan
Fuzzy FMEA (Studi Kasus di RPH X). Jurnal Agroindustri Halal 4(2): xx – xx.
xx2 | Sucipto S, Putra DRL, Effendi M Analisis Risiko Produksi Daging Sapi dengan Fuzzy FMEA

PENDAHULUAN Identifikasi potensi dan penanganan


Indonesia memiliki potensi besar di risiko telah dilakukan pada sistem, proses,
sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. dan layanan konsumen (Kutlu and
Daging sapi berperan penting pada ekonomi Ekmekçioğlu, 2012; Cicek and Celik, 2013).
Indonesia. Daging merupakan seluruh bagian Fattahi and Khalilzadeh (2018)
jaringan hewan dan hasil olahannya yang menggunakan metode gabungan berbasis
dapat dikonsumsi, namun tidak berefek multi-objective optimization by ratio analysis
negatif bagi konsumen (Komariah et al., (MULTIMOORA), Failure Mode and Effect
2005). Di Indonesia, daging sapi diminati Analysis (FMEA), dan Analytic Hierarchy
konsumen, namun produksi nasional dan Process (AHP). Shirouyehzad et al. (2010)
kualitasnya perlu ditingkatkan. Konsumsi menggunakan Fuzzy Failure Mode and Effect
daging sapi pada 2016 dalam kg per kapita Analysis (F-FMEA) untuk mencegah dan
per tahun sebesar 0,417 di bawah ayam ras mengurangi tingkat kegagalan, identifikasi
5,110 dan ayam kampung 0,626. Hal ini penyebab kegagalan besar, dan efek cacat
berdasar data Direktorat Jenderal PKH potensial. Wessiani dan Satria (2015) telah
Kementerian Pertanian (Anonimous, 2017). menganalisis risiko produksi pakan unggas
dengan F-FMEA. Dari 89 potensi risiko
Kabupaten Sidoarjo merupakan salah
produksi pakan unggas, mitigasi dan
satu sumber ternak di Indonesia. Ada 4
tindakan korektif diprioritaskan pada 39
Rumah Potong Hewan (RPH) yang
risiko. F-FMEA juga telah digunakan di bidang
menyembelih sekitar 160 ekor sapi per hari.
pangan dan pertanian (Jong et al, 2013). F-
RPH tersebut dikelola Dinas Peternakan
FMEA belum digunakan untuk analisis resiko
Sidoarjo. Daging sapi yang didistribusikan
penyembelihan sapi non stunning. Analisis
RPH harus disembelih sesuai syariat Islam
risiko yang akurat memudahkan rencana
dan bebas dari bahan penyebab kualitas
pengembangan usaha, mitigasi, dan
daging sapi menurun.
mengamankan produksi untuk memenuhi
Berdasar Undang-undang (UU) Nomor 18 permintaan konsumen.
tahun 2009 tentang Peternakan dan
Penelitian ini dilakukan di RPH X
Kesehatan Hewan, daging yang baik
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur karena
memenuhi syarat Aman, Sehat, Utuh, dan
belum ada mitigasi risiko terstruktur dan
Halal (ASUH). Selain itu, telah ada Pedoman
terdokumentasi dengan baik. Berdasar
Sistem Jaminan Halal (SJH) untuk Rumah
pertimbangan di atas identifikasi risiko
Potong Hewan (LPPOM MUI, 2012). UU No.
produksi daging sapi di RPH dilakukan
33 tahun 2014 juga mensyaratkan sertifikasi
dengan metode F-FMEA. Tujuan penelitian ini
halal produk, termasuk daging sapi.
adalah untuk mengidentifikasi risiko yang
Daging sapi berkualitas diperoleh dari mungkin terjadi pada produksi daging sapi di
ternak sapi sehat, ditangani secara baik RPH dan memberi usul perbaikan untuk
sebelum penyembelihan (ante mortem), saat mencegah risiko sejak dini.
penyembelihan, dan setelah penyembelihan
(post mortem). Pengawasan kualitas daging
merupakan kewenangan pemerintah dan MATERI DAN METODE
pemerintah daerah. Penyebab utama kualitas Identifikasi Masalah
daging sapi buruk adalah kesalahan prosedur Pada identifikasi masalah diketahui 10
penanganan sapi di RPH. Kesalahan prosedur risiko di proses ante mortem, penyembelihan,
tersebut seperti kurang ada penanganan dan post mortem di RPH X. Data risiko diolah
sebelum dan setelah penyembelihan, kondisi menggunakan metode F-FMEA. Risiko
lingkungan kurang bersih, dan kurang dengan nilai FRPN tertinggi diberi saran
memperhatikan kesejahteraan hewan. perbaikan. Risiko tersebut pada Tabel 1.
Faktor-faktor tersebut menjadi risiko RPH,
yang perlu diidentifikasi dan dicegak sejak
dini.
3

Tabel 1. Risiko ante mortem, penyembelihan, penanggungjawab di RPH X dengan bobot


dan post mortem kepentingan 40%. Pakar kedua dan ketiga
Proses Risiko adalah keurmaster bertugas memeriksa sapi,
Ante mortem - Risiko sapi menentukan kelayakan sapi disembelih dan
cedera/ luka memeriksa hasil daging sapi. Bobot
- Risiko sapi kepentingan setiap pakar kedua dan ketiga
terindikasi 30%. Bobot pakar satu lebih tinggi karena
penyakit sebagai dokter hewan dan ketua RPH X lebih
menular/ zoonosis memahami teori dan praktek setiap proses.
- Risiko sapi stress Output langkah ini berupa skor fuzzy.
- Risiko sapi mati
sebelum dipotong Pengumpulan Data
- Risiko berat sapi Data dikumpulkan melalui dokumentasi,
menurun observasi, wawancara mendalam, dan
Penyembelihan - Risiko kuesioner. Data risiko dari pengamatan
kontaminasi langsung di RPH X. Bobot risiko dan bobot
- Risiko pekerja faktor severity, occurrence, dan detection dari
kurang terampil hasil kuesioner pakar.
- Risiko pekerja
tidak taat aturan Analisis Data
Post mortem - Risiko kondisi Data diolah menggunakan metode F-
fisik daging buruk FMEA. Risiko mungkin terjadi pada proses
- Risiko daging ante mortem, penyembelihan, dan post
berbau busuk mortem. Logika fuzzy dalam F-FMEA untuk
Sumber: Data Primer, 2016 identifikasi risiko dengan faktor S, O, dan D.
Risiko dikonversi menjadi kuesioner.
Penyusunan Kuesioner Faktor S, O, dan D dapat dikaji secara
Kuesioner ada 2 tahap, yaitu tahap linguistik dan numerik. Fuzzy rating untuk
identifikasi risiko dan penentuan bobot risiko faktor O, S, dan D pada Tabel 2, Tabel 3, dan
untuk diolah menggunakan metode F-FMEA. Tabel 4. Fuzzy weight untuk kepentingan
Kuesioner menggunakan skala 1-10 untuk relatif faktor risiko S, O, dan D pada Tabel 5.
menilai faktor severity (S), occurrence (O), dan
detection (D). Menurut Wang et al. (2009) Tabel 2. Fuzzy rating faktor occurrence
tidak mudah mengevaluasi faktor S, O, dan D. Istilah Probability of Fuzzy
Penggunaan skala 1-10 dianggap cukup tepat. Linguistic Occurrence Number
Very High Kegagalan tidak
(8,9,10,10)
Penentuan Pakar (VH) dapat dihindari
Metode F-FMEA mengutamakan High (H) Kegagalan yang
(6, 7, 8, 9)
kompetensi pakar. Pakar ditentukan dengan terjadi berulang
teknik purposive sampling sesuai tujuan Moderate Kegagalan
penelitian. Pakar harus mengetahui kondisi (M) kadang kali (3, 4, 6, 7)
produksi daging di RPH. Pakar penelitian ini terjadi
3 orang yaitu Kepala Unit Pelaksana Teknis Low (L) Kegagalan
(1, 2, 3, 4)
Daerah RPH dan 2 tenaga keurmaster. relatif sedikit
Pembobotan kepentingan tiap pakar sesuai Remote Kegagalan tidak
(1, 1, 2)
kompetensi. Menurut Hidayat et al. (2012), (R) mungkin terjadi
agregasi masukan para pakar berbentuk Sumber: Wang et al., 2009
fuzzy dengan pembobotan rata-rata. Pakar
pertama adalah dokter hewan dan
xx4 | Sucipto S, Putra DRL, dan Effendi M Analisis Risiko Produksi Daging Sapi dengan Fuzzy FMEA

Tabel 3. Fuzzy rating faktor severity


Fuzzy
Istilah Linguistic Severity of Effect
Number
Hazardous without Tingkat keparahan sangat tinggi tanpa (9, 10, 10)
warning (HWOW) peringatan
Hazardous with Tingkat keparahan sangat tinggi dengan (8, 9, 10)
warning (HWW) peringatan
Very High (VH) Proses ante mortem/ penyembelihan/ post (7, 8, 9)
mortem tidak dapat beroperasi dengan adanya
kegagalan yang merusak
High (H) Proses ante mortem/ penyembelihan/ post (6, 7, 8)
mortem tidak dapat beroperasi dengan adanya
kerusakan pada peralatan
Moderate(M) Proses ante mortem/ penyembelihan/ post (5, 6, 7)
mortem tidak dapat beroperasi dengan adanya
kerusakan kecil
Low (L) Proses ante mortem/ penyembelihan/ post (4, 5, 6)
mortem tidak dapat beroperasi tanpa adanya
kerusakan
Very Low (VL) Proses ante mortem/ penyembelihan/ post (3, 4, 5)
mortem dapat beroperasi dengan kinerja
mengalami penurunan secara signifikan
Minor (MR) Proses ante mortem/ penyembelihan/ post (2, 3, 4)
mortem dapat beroperasi dengan kinerja
mengalami beberapa penurunan
Very Minor (VMR) Proses ante mortem/ penyembelihan/ post (1, 2, 3)
mortem dapat beroperasi dengan adanya
gangguan kecil
None (N) Tidak ada pengaruh (1, 1, 2)
Sumber: Wang et al., 2009

Tabel 4. Fuzzy weight kepentingan relatif c. Menghitung agregasi faktor S, O, dan D


faktor detection dengan Persamaan 1 sampai 3.
S 1 m
Istilah Fuzzy ̃ ̃Sij = (∑m
Ri = n ∑j=1 hj R ̃S m ̃S
j=1 hj RijL , ∑j=1 hj RijM ,
Linguistik Number
S
Very Low (VL) (0 ; 0 ; 0,25) ∑m ̃
j=1 hj RijU ) ...................................................... 1
Low (L) (0 ; 0,25 ; 0,5)
Medium (M) (0,25 ; 0,5 ;0,75) ̃Oi = 1 ∑m
R j=1 hj
̃Oij = (∑m
R j=1 hj
̃OijL , ∑m
R j=1 hj
̃OijM ,
R
n 1
High (H) (0,5 ; 0,75; 1)
Very High (VH) (0,75 ; 1 ; 1) O O
∑m ̃ m ̃
j=1 hj RijM2 , ∑j=1 hj RijU ).............................. 2
Sumber: Wang et al., 2009
̃Di = 1 ∑m
R hR̃D = (∑m ̃D
j=1 hj RijL ,
Setiap risiko dinilai menggunakan metode n j=1 j ij

Fuzzy FMEA dengan tahap berikut: ∑m ̃D m ̃D


j=1 hj RijM , ∑j=1 hj RijU ) ................................. 3
a. Penentuan nilai skala severity (S),
occurrence (O), dan detection (D). dimana: n merupakan banyak fuzzy number
hj merupakan responden ke-j
b. Penyesuaian nilai skala S, O, dan D ke merupakan jumlah responden dari j ke m,
bahasa linguistik dan fuzzy number dimana j=1
menggunakan Tabel 2 sampai Tabel 4.
5

L/ M/ U merupakan peringkat setiap risiko e. Menentukan FRPN untuk setiap risiko


pada membership function faktor S, O, dan D. dengan Persamaan 7.
̃Si = (R
R ̃ SiL ,R
̃SiM ,R
̃SiU ) , R
̃Oi = (R
̃ OiL ,R
̃OiM ,R
̃OiU ) , ̃S
W ̃O
W
̃Si )W
FRPNi = (R ̃ O +W
̃ S +W
̃D × ̃Oi )W
(R ̃ O +W
̃ S +W
̃D
̃Di = (R
R ̃DiL ,R
̃DiM ,R
̃DiU )
̃D
merupakan nilai agregat severity, occurrence, W

dan detection setiap risiko. ̃Di )


× (R ̃ O +W
W ̃ S +W
̃D
………………….. 7

d. Melakukan agregasi bobot kepentingan dimana: R ̃Si , R


̃Oi ,R
̃Di merupakan nilai agregat S,
untuk faktor S, O, dan D berdasar Tabel 5 O, dan D setiap risiko
dengan Persamaan 4 sampai Persmaan 6. ̃ Si , w
w ̃ Oi ,w
̃ Di merupakan nilai agregat bobot
faktor S, O, dan D.
Tabel 5. Kategori variabel output Fuzzy FMEA
Nilai Output Kategori f. Nilai FRPN disesuaikan skala variabel
0,00-1,11 Very Low (VL) output Fuzzy FMEA (Tabel 5). Tiga nilai
1,12-2,22 Very Low-Low (VL-L) FRPN tertinggi dijadikan prioritas risiko
2,23-3,33 Low (L) yang dibahas dan diberi saran perbaikan.
3,34-4,44 Low-Moderate (L-M)
4,45-5,55 Moderate (M) Dari prioritas risiko, saran perbaikan,
5,56-6,66 Moderate-High (M-H) diharapkan membantu RPH menghasilkan
6,67-7,77 High (H) daging sapi berkualitas baik sesuai standar.
7,78-8,88 High-Very High (H-VH)
8,89-10,00 Very High (VH) Gambaran Umum Rumah Potong Hewan X
Sumber: Suharjito, 2011 Rumah Potong Hewan (RPH) X berdiri
sejak 1997. RPH ini dikelola Dinas Pertanian,
1
m Perkebunan, dan Peternakan (DP3)
w S
̃ Sj =
̃ = ∑ hj w Kabupaten Sidoarjo. Sebelum dikelola DP3,
n
j=1 RPH X dikelola Dinas Pasar Kabupaten
Sidoarjo. Sapi yang diterima RPH X dari
(∑m ̃ SjL , ∑m
j=1 hj w ̃ SjM , ∑m
j=1 hj w ̃ SjU ) ……..4
j=1 hj w Gresik, Tuban, Mojokerto, dan sekitar
m
O1 Kabupaten Sidoarjo.
w ̃ Oj =
̃ = ∑ hj w
n Sapi yang masuk RPH harus diperiksa
j=1
ante mortem melalui penampakan fisik. Sapi
(∑m ̃ OjL , ∑m
j=1 hj w ̃ OjM , ∑m
j=1 hj w ̃ OjU )……………..5
j=1 hj w yang lolos pemeriksaan ante mortem digiring
1 ke ruang penyembelihan. Penyembelihan
̃ D = n ∑m
w ̃ Dj =
j=1 hj w
dilakukan tanpa stunning oleh juru sembelih
=(∑m ̃ DjL , ∑m ̃ DjM , ∑m ̃ DjU ) ...... ..6 halal (juleha) bersertifikat. Pemeriksaan post
j=1 hj w j=1 hj w j=1 hj w
mortem daging sapi berdasar kriteria
dimana: n merupakan banyak fuzzy number tertentu. Daging sapi yang keluar dari RPH
merupakan jumlah responden dari j ke m, diberi surat keterangan jaminan kualitas dari
dimana j=1 RPH.
L/ M/ U merupakan peringkat setiap risiko
pada membership function faktor S, O, dan D.
Identifikasi Risiko Proses Produksi
̃ Si =(w
w ̃ SL ,w
̃ SM ,w
̃ SU ), w
̃ Oi =(w
̃ OL ,w
̃ OM ,w
̃ OU ), Daging
̃ Di =(w
w ̃ DL ,w
̃ DM ,w
̃ DU )
Kuesioner tahap pertama diketahui
merupakan nilai agregat bobot faktor S, O, identitas pakar, yaitu Ketua UPTD RPH X dan
dan D. 2 tenaga keurmaster. Hasil kuesioner
menunjukkan RPH X melakukan
pemeriksaan ante mortem dan post mortem,
namun tidak memeriksa alat. Menurut
xx6 | Sucipto S, Putra DRL, dan Effendi M Analisis Risiko Produksi Daging Sapi dengan Fuzzy FMEA

Bontong et al. (2012) peralatan yang jarang et al. (2009) kesamaan sumber risiko dapat
dibersihkan pasca digunakan sangat menimbulkan multi risiko. Risiko selanjutnya
mungkin mengkontaminasi daging sapi. adalah kontaminasi karena metode
Setiap risiko memiliki penyebab masing- penyembelihan “perosotan” di RPH ini.
masing. Risiko sapi cedera/ luka pada proses Penyembelihan “perosotan” adalah teknik
ante mortem disebabkan perlakuan kasar penyembelihan sapi dengan memisahkan
pekerja saat menangani sapi. Perlakuan kasar seluruh bagian daging dari tulang di lantai.
pada sapi mulai sapi tiba di RPH X hingga sapi Berdasar peraturan penyembelihan di RPH
dipindah ke tempat penyembelihan untuk ini, metode penyembelihan “perosotan” tidak
disembelih. Risiko sapi terindikasi penyakit dibolehkan. Selain itu, berdasar UU No 18
disebabkan perawatan sapi oleh peternak tahun 2009 tentang Peternakan dan
kurang menjaga kebersihan pakan dan Kesehatan Hewan, untuk menjamin
kandang. Penyakit ini seperti anthrax yang menjamin produk hewan ASUH pemerintah
menular. Menurut Rahmat dan Bagus (2012) dan pemerintah daerah sesuai
gejala anthrax adalah suhu badan sangat kewenangannya melaksanakan pengawasan,
tinggi, 3 hari kemudian suhu turun, keluar pemeriksaan, pengujian, standardisasi,
darah dari mulut, hidung, dan vulva, nafsu sertifikasi, dan registrasi produk hewan.
makan hilang, sulit buang kotoran, dan diare. Menurut Murtidjo (2012) tubuh sapi yang
telah disembelih harus diletakan di atas
Risiko sapi stress disebabkan transportasi
cradle untuk menghindari kontaminasi,
dari tempat asal ke RPH terlalu lama kurang
kemudian dipotong kaki dan bagian bawah.
lebih 2 hingga 3 jam. Grandin (2014)
menambahkan bahwa saat penanganan dan Risiko pekerja kurang terampil karena
transportasi hewan terjadi perlakuan kasar kurang pelatihan sehingga pekerja tidak
pada hewan. Penyebabnya pertimbangan bekerja efektif dan efisien. Berdasar SNI 01-
efisiensi produksi, tidak mempedulikan 6159-1999 tentang RPH, setiap pekerja harus
kondisi sapi, dan kurang pengetahuan mendapat pelatihan berkesinambungan
tentang kesejahteraan hewan. Aspek mengenai higiene dan mutu. Risiko pekerja
kesejahteraan hewan penting diperhatikan. tidak taat aturan karena kesadaran setiap
Dalam hal ini dikenal dengan 5 kebebasan, pekerja kurang baik. Sapi yang akan
diantaraya adalah bebas dari rasa takut dan disembelih diperlakukan dengan baik agar
stres (FAWC, 2009). Pada penyembelihan tidak stress. Fakta di lapang, pekerja
kesejahteraan dapat ternak dapat dinilai dari memperlakukan sapi secara kasar dan
prinsip pakan, tempat, dan kesehatan yang terburu-buru dengan alasan efisiensi
baik dan perilaku yang sesuai (Velarde and produksi. Menurut Murtidjo (2012) sapi
Dalmau, 2012). Risiko sapi mati sebelum harus dipuasakan lalu diperiksa sekali lagi
dipotong karena sapi digelonggong. Menurut sebelum dipotong. Penyembelihan di RPH X,
Prasetyo et al. (2009) daging sapi sapi hanya diperiksa sekali lalu digiring
gelonggongan memiliki kualitas gizi dan dengan kasar ke ruang penyembelihan tanpa
kadar protein lebih rendah dari daging sapi dipuasakan dan diperiksa kembali.
normal. Daging gelonggongan terjadi Risiko kondisi fisik daging buruk karena
kerusakan mikrostruktur organ hati, otot kurang optimal proses ante mortem dan
Longissimus Dorsi (LD), dan Biceps Femoris penyembelihan. Proses ante mortem/
(BF). Kerusakan tersebut dapat penyembelihan tidak optimal menyebabkan
menyebabkankualitas daging sapi menurun kontaminasi daging sapi. Risiko daging
dan mudah membusuk. Bahkan, berbau busuk disebabkan sapi digelonggong
penggelonggongan dapat menyebabkan sapi sebelum penyembelihan. Sapi digelonggong
mati sebelum dipotong. menyebabkan daging sapi memiliki
Risiko berat sapi menurun penyebabnya kandungan air berlebih sehingga lebih
sama dengan risiko sapi stress, yaitu sapi mudah busuk. Menurut Kiswanto (2012)
terlalu lama di perjalanan. Menurut Pujawan kelebihan air dalam daging mengakibatkan
7

penurunan kualitas daging dan subjektif setiap pakar (Suhartini dan Ziko,
mempersingkat waktu simpan. Penurunan 2013). Output dari tabel fuzzy adalah fuzzy
kualitas daging terindikasi melalui number. Penilaian S, O, dan D setiap risiko
perubahan warna, rasa, aroma, hingga dari setiap pakar pada Tabel 6 kolom 2-4.
pembusukan.
Perhitungan Agregasi Nilai Fuzzy untuk
Pengukuran Risiko Proses Produksi Faktor Severity, Occurrence, dan Detection
Daging Sapi Nilai severity, occurrence, dan detection
Iqbal et al. (2013) mengungkapkan yang diperoleh disesuaikan ke tabel nilai
bahwa F-FMEA merupakan pengembangan fuzzy setiap faktor S, O, dan, D untuk
metode FMEA yang memberi fleksibilitas memperoleh fuzzy number. Menurut
menampung ketidakpastian akibat samarnya Rusmiati (2012) penerapan logika fuzzy
informasi dan preferensi subjektif untuk dalam FMEA untuk menentukan nilai Fuzzy
penilaian mode kegagalan. Metode F-FMEA Risk Priority Number (FRPN) setiap risiko.
memiliki bobot faktor severity, occurrence, Kemudian, dilakukan agregasi dengan
dan detection, serta bobot setiap pakar. Pakar mengabung nilai fuzzy faktor S, O, dan D dari
memberi nilai dari skala di kuesioner. ketiga pakar menggunakan rumus agregasi
(Persamaan 1-3). Nilai agregasi untuk
Hasil kuesioner dimasukkan tabel tiap
menghitung nilai FRPN. Nilai agregasi tiap
faktor dan tabel fuzzy. Terdapat perbedaan
risiko faktor S, O, dan D pada Tabel 6 kolom 5-
nilai pada beberapa risiko. Perbedaan nilai S,
7.
O, dan D karena penilaian berdasar opini

Tabel 6. Nilai awal dan agregasi severity, occurrence, dan detection


Risiko S O D S O D FRPN R
P1; P2; P3 P1; P2; P3 P1; P2; P3 A A A
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
- Risiko sapi cedera/ 3; 2; 2 3; 3; 3 6; 5; 5 2,4 2,5 5,4 2,869 7
luka
- Risiko sapi 1; 2; 2 2; 1; 1 2; 2; 2 1,73 1,6 2 1,727 9
terindikasi
penyakit menular/
zoonosis
- Risiko sapi stress 7; 4; 4 7; 5; 5 5; 5; 5 5,2 6 5 5,463 5
- Risiko sapi mati 1; 1; 1 1; 1; 1 1; 1; 1 1,33 1 1,33 1,188 10
sebelum dipotong
- Risiko berat sapi 2; 2; 2 2; 2; 2 5; 2; 2 2 2,5 3,2 2,402 8
menurun
- Risiko kontaminasi 8; 6; 6 8; 6; 6 5; 5; 5 6,8 6 5 6,082 4
- Risiko pekerja 7; 8; 8 7; 7; 7 6; 6; 6 7,6 7,5 6 7,211 2
kurang terampil
- Risiko pekerja 8; 8; 8 8; 8; 8 5; 7; 7 8 7,5 6,2 7,409 1
tidak taat aturan
- Risiko kondisi fisik 8; 7; 7 8; 7; 7 5; 6; 6 7,4 7,5 5,6 7,036 3
daging buruk
- Risiko daging 4; 4; 4 4; 6; 6 5; 3; 3 4 5 3,8 4,329 6
berbau busuk
Keterangan: P1: Pakar 1, P2: Pakar 2, P3: Pakar 3, A: Agregasi seluruh pakar, R: Rangking
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
xx8 | Sucipto S, Putra DRL, Effendi M Analisis Risiko Produksi Daging Sapi dengan Fuzzy FMEA

pekerja kurang terampil, dan ketiga kondisi


Bobot Kepentingan untuk Faktor fisik daging buruk. Ketiga risiko ini
Severity, Occurrence, dan Detection memiliki hubungan keterkaitan tinggi.
Bobot kepentingan untuk faktor Pekerja ada 2 kelompok, yaitu pekerja yang
severity, occurrence, dan detection mengetahui peraturan di RPH X, namun
diberikan oleh setiap pakar. Menurut tidak melaksanakan dan pekerja yang
Sunahwan dkk. (2014) bobot kepentingan kurang mengetahui peraturan sehingga
untuk faktor S, O, dan D dihitung tidak dapat menjalakan pekerjaan dengan
mempertimbangkan bobot setiap faktor. baik. Kedua kelompok pekerja tersebut
Pakar pertama, kedua, dan ketiga bobot dapat mengakibatkan buruknya kondisi
kepentingan S, O, dan D sama, yaitu 0,5; 0,5; fisik daging. Sering terjadi perselisihan saat
dan 0,25. Bobot kepentingan faktor severity keurmaster dalam melakukan inspeksi
adalah medium karena besar dampak risiko penyembelihan dan saat penilaian dan
dapat mempengaruhi kualitas daging sapi. penentuan sapi layak disembelih. Hal itu
Bobot kepentingan faktor occurrence menyebabkan faktor pekerja adalah risiko
adalah medium, karena risiko dirasa cukup utama di RPH X.
sering terjadi. Bobot kepentingan faktor
detection adalah low, karena kemampuan Usul Perbaikan Risiko Pekerja Tidak
deteksi RPH X terbilang rendah. Taat Aturan dan Pekerja Kurang
Terampil
Perhitungan Nilai Fuzzy Risk Priority Pekerja tidak taat aturan dapat
Number (FRPN) menimbulkan multi-risiko, seperti risiko
Tahap akhir metode F-FMEA adalah sapi cidera/ luka dan sapi stress karena
menghitung nilai FRPN dengan Persamaan perlakuan kasar pekerja pada sapi sebelum
7. Nilai FRPN untuk setiap risiko dan penyembelihan. Bousfield dan Richard
diranking seperti pada Tabel 6 kolom 8-9. (2010) mengungkapkan bahwa hewan
memiliki kesejahteraan baik jika sehat,
Berdasar kategori variabel output F-
nyaman, cukup gizi, aman, mampu
FMEA, hasil FRPN digunakan untuk
mengekspresikan perilaku bawaan, dan
mewakili prioritas tindakan pemecahan
bebas dari rasa nyeri, takut, serta kesulitan.
masalah dengan skala 1-10. Menurut
Suharjito (2011) output variabel adalah Risiko yang mungkin terjadi selanjutnya
adalah kontaminasi. Pekerja tidak
nilai RPN untuk mengetahui prioritas
menyembelih sapi pada tempatnya,
tindakan koreksi. Pada risiko sapi cidera/
sehingga kotoran dan air seni sapi dapat
luka dan risiko berat sapi menurun
mengkontaminasi daging sapi. Menurut
terkategori low. Pada risiko sapi terindikasi
Kuntoro et al (2013) kontaminasi E. coli,
penyakit termasuk very low-low. Risiko
Coliform, dan Salmonella pada daging sapi
sapi stress terkategori moderate. Risiko
selama produksi daging yang belum
sapi mati sebelum dipotong terkategori
menerapkan sistem sanitasi dan higienitas.
very low. Risiko kontaminasi terkategori
Penilaian risiko sangat berguna untuk
moderate-high. Risiko pekerja kurang
mengevaluasi berbagai strategi intervensi
terampil, pekerja tidak taat aturan, dan
untuk mereduksi kontaminasi dan risiko
kondisi fisik daging buruk terkategori high.
kesehatan masyarakat (Ebel et al, 2004;
Risiko daging berbau busuk terkategori
Smith et al, 2012; Brown et al, 2013).
low-moderate.
Di RPH X sering terjadi perdebatan
antara supplier dan keurmaster mengenai
Usul Perbaikan Risiko Utama sapi yang layak disembelih. Supplier tidak
Berdasar ranking FRPN (Tabel 6 kolom memperhatikan keamanan pangan bagi
9) diketahui beberapa risiko utama. konsumen daging sapi. Keadaan itu
Pertama pekerja tidak taat aturan, kedua melanggar persyaratan pengawasan
Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 2, Oktober 2018| xx9

kesehatan masyarakat dan veteriner seharusnya ada pada penyembelih adalah


berdasarkan SNI 01-6159-1999 mengenai kompetensi kerja penyembelihan hewan
RPH, seharusnya pemeriksaan ante halal (Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
mortem wewenang penuh dokter hewan/ Transmigrasi RI No 196 Tahun 2014).
petugas di bawah pengawasan dokter RPH X dapat menerapkan reward and
hewan (di RPH X, merupakan punishment dalam usaha penertiban aturan
tanggungjawab keurmaster) dalam setelah penyuluhan dan pelatihan. Reward
pemeriksaan dan pemilihan sapi yang dapat berupa pemberian insentif (uang)
dapat disembelih. pada pekerja terpilih. Punisment dapat
Pada penyembelihan ada aturan ruang diberikan berdasar tingkat keparahan
produksi dan peralatan harus bersih pelanggaran aturan oleh pekerja di RPH ini.
sebelum digunakan. Sapi harus dibersihkan Keparahan pelanggaran dapat dibagi
dulu dengan disemprot air sebelum menjadi 3 tingkatan, yaitu low, medium, dan
disembelih. Di RPH X pekerja tidak high. Pelanggaran tingkat low dapat diberi
melaksanakan aturan tersebut. Menurut peringatan lisan, pelanggaran tingkat
Bugallo et al. (2013), pembersihan kandang medium diberi peringatan tertulis, dan
dan tempat penyembelihan secara kering pelanggaran tingkat high diberi sanksi
dan basah dari kotoran harus dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
berkala. Peraturan RPH X mengatur
perlakuan pekerja terhadap hewan ternak. Usul Perbaikan Risiko Kondisi Fisik
Proses penggiringan hewan ternak dari Daging Buruk
kandang menuju ruang penyembelihan dan Kondisi fisik daging sapi sangat
perebahan hewan ternak saat akan dipengaruhi proses sebelum, selama, dan
disembelih harus dengan cara wajar, setelah penyembelihan. Risiko ini
meminimalkan rasa sakit, serta stres merupakan akibat pekerja tidak taat aturan
hewan ternak. Pekerja bekerja dengan dan pekerja kurang terampil. Pada proses
tergesa-gesa tanpa memedulikan kondisi ante mortem bila seleksi sapi yang dipotong
sapi, higienitas, dan kualitas daging sapi. tidak dilaksanakan dengan baik maka
Menurut Jamhari (2000) salah satu faktor mungkin sapi terindikasi penyakit seperti
penting penentu kualitas fisik daging sapi anthrax dapat disembelih. Perlakuan kasar
adalah tingkat stress sapi. Berdasar hal itu, pada sapi oleh pekerja juga memengaruhi
bila RPH X ingin daging sapi berkualitas kualitas fisik daging sapi. Kartasudjana
maka peraturan penanganan sapi harus (2011) mengungkapkan hal yang sangat
diterapkan dengan baik. penting untuk menjaga kualitas daging
Pekerja tidak taat aturan tidak berani adalah perlakuan terhadap ternak.
bertindak tanpa ada waktu dan Perlakuan kasar pada ternak sebelum
kesempatan yang tepat. Kontrol dari dipotong menyebabkan memar pada
pengawas langsung sangat penting. daging sehingga menurunkan kualitas
Berdasar hal itu, disarankan daging. Untuk mengurangi penurunan
mengintegrasikan penerapan aturan untuk kualitas daging maka pekerja harus
risiko pekerja tidak taat aturan dan memerlakukan ternak dengan baik.
peningkatan kesadaran serta pengetahuan Faktor lain yang memengaruhi kondisi
untuk pekerja kurang terampil. fisik daging sapi adalah higienitas selama
Peningkatan kesadaran dan pengetahuan penyembelihan. Menurut Murtidjo (2012)
pekerja dilakukan dengan penyuluhan dan bila setelah penyembelihan daging tidak
pelatihan rutin dari pihak berkompeten ditangani dengan baik maka daging rusak,
mengenai Good Slaughtering Practices terutama mutu dan higienitasnya. Perilaku
(GSP), higienitas, mutu, serta Standard
pekerja di RPH yang tidak memperhatikan
Sanitation Operating Procedure (SSOP) ke higienitas penyembelihan dapat
jagal dan pekerja. Kompetensi lain yang mengakibatkan penurunan kualitas daging
xx10 | Sucipto S, Putra DRL, dan Effendi M Analisis Risiko Produksi Daging Sapi dengan Fuzzy FMEA

sapi. Pekerja tidak taat aturan dan kurang Agriculture Fisheries, and
terampil menyebabkan RPH X sulit Conservation Department Newsletter.
mendapat daging sapi berkualitas baik dan 1(4):1-12.
memenuhi standar ASUH. https://www.afcd.gov.hk/english/qua
Rekomendasi tindakan untuk rantine/qua_vb/files/AW8.pdf
menanggulangi risiko ini adalah Brown VR, Ebel ED, Williams MS. 2013.
melakukan penyuluhan dan pelatihan Risk assessment of intervention
berkala ke pekerja. Tindakan reward and strategies for fallen carcasses in beef
punishment untuk mengatasi risiko pekerja slaughter establishments. Food
tidak taat aturan dan kurang terampil Control. 33: 254-261.
dapat dipertegas. Hal ini penting karena
risiko pekerja tidak taat aturan, pekerja Bugallo PMB, Laura CA, Maria ADLT, dan
kurang terampil, dan kondisi fisik daging Rosa TL. 2013. Analysis of The
buruk merupakan 3 risiko utama di RPH X Slaughterhouse in Galicia (NW Spain).
dengan keterkaitan tinggi. Science of The Total Environment.
Santiago de Compostela.

KESIMPULAN Cicek K and Celik M. 2013. Application of


failure modes and effects analysis to
Penilaian 10 risiko produksi daging main engine crankcase explosion
sapi di RPH X diperoleh 3 risiko utama. failure on-board ship. Safety Science.
Pertama pekerja tidak taat, kedua pekerja 51(1): 6-10.
kurang terampil, dan ketiga kondisi fisik
daging buruk. Keterkaitan ketiga risiko Ebel E, Schlosser W, Krause J, Orloski K,
utama ini tinggi. Usul tindakan pencegahan Roberts T, Narrod C. 2004. Draft risk
dini 3 risiko utama adalah memberi assessment of the public health impact
penyuluhan dan pelatihan berkala agar of Escherichia coli O157:H7 in ground
memberi kesadaran dan ketaatan pada beef. Journal of Food Protection. 67:
aturan, membenahi fasilitas RPH, dan 1991-1999.
memberi poster SOP pada tiap ruang Fattahi R and Khalilzadeh M. 2018. Risk
proses produksi. Reward and punishment evaluation using a novel hybrid
perlu direrapkan secara tegas setelah method based on FMEA, extended
penyuluhan dan pelatihan. MULTIMOORA, and AHP methods
under fuzzy environment. Safety
DAFTAR PUSTAKA Science. 102: 230-300.
Anonimous. 2017. Konsumsi periode tahun FAWC. 2009. Farm animal welfare in Great
2016, edisi: 01/konsumsi/03/2017. Britain: Past, present and future: Farm
Direktorat Jenderal Peternakan dan animal welfare council.
Kesehatan Hewan (PKH). Kementerian
Pertanian. Diakses pada 12 Juli 2018. Hidayat S. Marimin, Suryani A, Sukardi, dan
http://ditjenpkh.pertanian.go.id/userfi Yani M. 2012. Model identifikasi risiko
les/File/Konsumsi1_Periode_2016.pdf dan strategi peningkatan nilai tambah
?time=1501058657531. pada rantai pasok kelapa sawit. Jurnal
Teknik Industri. 14(2): 89-96.
Bontong RA, Hapsari M, dan Suada IK.
Iqbal M, Lailil M, dan Nanang YS. 2013.
2012. Kontaminasi bakteri Escherichia
Penggunaan fuzzy failure mode and
Coli pada daging Se’i sapi dipasarkan di
effect analysis (Fuzzy FMEA) dalam
Kota Padang. Indonesia Medicus
mengidentifikasi risiko kegagalan
Veterinus. 1(1): 699-711.
proses pemasangan dan perbaikan AC.
Bousfield B and Richard B. 2010. Animal Information Technology and
welfare. Veterinary Bulletin- Computer Science. 2(7): 1-6.
Jurnal Agroindustri Halal ISSN 2442-3548 Volume 3 Nomor 2, Oktober 2018| xx11

Jamhari. 2000. Perubahan sifat fisik dan Mikrostruktur Otot daari Sapi
organoleptik daging sapi selama Glonggongan. Seminar Nasional
penyimpanan beku. Buletin Teknologi Peternakan dan Veteriner,
Peternakan. 24(1): 43-50. Balai Penelitian Ternak, Bogor. 322-
https://doi.org/10.21059/buletinpeternak. 332.
v24i1.1404
Pujawan IN and Geraldin LH. 2009. House
Jong CH, Tay KM, Lim CP. 2013. Application of Risk: A Model for Proactive Supply
of the fuzzy failure mode and effect Chain Risk Management. Business
analysis methodology to edible bird Process Management Journal. 15(6):
nest processing. Computer Electronic 953-967. https://doi.org/
and Agriculture. 96: 90-108. 10.1108/14637150911003801
Kartasudjana R. 2011. Proses Pemotongan Rahmat dan Bagus H. 2012. 3 Jurus Sukses
Ternak di RPH. Modul Budidaya Menggemukan Sapi Potong. PT Agro
Ternak Program Keahlian. Jakarta. Media Pustaka. Jakarta.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Rusmiati E. 2012. Penerapan fuzzy failure
Transmigrasi RI No 196 Tahun 2014 mode and effect analysis (Fuzzy FMEA)
tentang Penetapan standar dalam mengidentifikasi kegagalan
kompetensi kerja nasional Indonesia pada proses produksi di PT Daesol
kategori pertanian, kehutanan dan Indonesia. Jurnal Teknologi dan
perikanan golongan pokok jasa Manajemen. 10(2): 1693-2285.
penunjang peternakan bidang
penyembelihan hewan halal. Shirouyehzad H, Mostafa B, Reza D, dan
Hamidreza P. 2010. Fuzzy FMEA
Kiswanto. 2012. Identifikasi Citra untuk analysis for identification and control
Mengidentifikasi Jenis Daging Sapi of failure preferences in ERP
dengan Menggunakan Transformasi implementation. The Journal of
Wavelet Haar. [Tesis]. UNDIP. Mathematics and Computer Science.
Semarang. 1(4): 366-376.
Komariah, Surajudin, dan Purnomo D. Smith BA, Fazil A and Lammerding AM.
2005. Aneka Olahan Daging Sapi. 2012. A risk assessment model for
Agromedia Pustaka. Jakarta. Escherichia coli O157:H7 in ground
Kuntoro B, Maheswari RRA, dan Nuraini H. beef and beef cuts in Canada:
2013. Mutu fisik dan mikrobiologi evaluating the effects of interventions.
daging sapi asal rumah potong hewan Food Control. 29(2): 364-381.
(RPH) Kota Pekan Baru. Jurnal Suharjito. 2011. Pemodelan Sistem
Peternakan. 10(1): 1-8. Pendukung Pengambilan Keputusan
Kutlu AC, Ekmekçioğlu M. 2012. Fuzzy Cerdas Manajemen Risiko Rantai
failure modes and effects analysis by Pasok Produk/ Komoditi Jagung.
using fuzzy TOPSIS-based fuzzy AHP. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Expert Syst. Appl. 39(1): 61–67. Suhartini dan Ziko D. 2013. Analisa Risiko
LPPOM MUI. 2012. Pedoman pemenuhan Kegagalan Proses Produksi di PDAM
kriteria sistem jaminan halal di rumah dengan Metode Fuzzy FMEA.
potong hewan (HAS 23103). Jakarta: Proceeding Industrial Design National
LPPOM MUI. Seminar. Universitas Diponegoro,
Semarang. Hal.1-7.
Murtidjo BA. 2012. Beternak Sapi Potong
Edisi 20. Kanisius. Yogyakarta. Sunahwan V. Dania, WAP, dan Dewi IA.
2014. Pengukuran Risiko Rantai Pasok
Prasetyo AT, Prasetyo, dan Subandriyo. Produk Hortikultura Organik
2009. Tinjauan Gizi, Finansial, dan
xx12 | Sucipto S, Putra DRL, dan Effendi M Analisis Risiko Produksi Daging Sapi dengan Fuzzy FMEA

Menggunakan Metode Fuzzy Failure


mode and effect analysis (Studi Kasus di
Koperasi Brenjonk Kabupaten
Mojokerto). [Skripsi]. Universitas
Brawijaya. Malang.
Undang-Undang nomor 18 tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan.
Velarde A & Dalmau A. 2012. Animal
welfare assessment at slaughter in
Europe: Moving from inputs to
outputs. Meat Science, 92(3):244–251.
Wang YM. Kwai SC, Gary KKP, dan Jian B Y.
2009. Risk evaluation in failure mode
and effects analysis using fuzzy
weighted geometric mean. Journal
Expert Systems with Applications. 36:
1195-1207.
Wessiani N dan Satria OS. 2015. Risk
analysis of poultry feed production
using fuzzy FMEA. Industrial
Engineering and Service Science. 4:
270-281.

You might also like