You are on page 1of 6

Diagnosis Skrofuloderma dan Tuberkulosis Kutis Verukosa

pada Seorang Pasien


(Diagnosis of Skrofuloderma and Verrucous Tuberculosis Cutis One Patient)
Augustina H ehanussa, Tracy L awalata, Agnes Kartini, Renate T. Kandou
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/Rumah Sakit Umum P rof. Dr. R.D. Kandou
Manado

ABST RAK
L atar Belakang: Skrofuloderma dan tuberkulosis kutis verukosa merupakan bentuk klinis tuberkulosis kutis sekunder. Jarang
dilaporkan ditemukan secara bersamaan. Tujuan: melaporkan satu kasus, skrofuloderma dan tuberkulosis kutis verukosa pada
seorang pasien. Kasus: L aki-laki 27 tahun, dengan plak keunguan kasar di pangkal ibu jari tangan kanan, sejak 1,5 tahun lalu.
Terdapat riwayat trauma. Satu bulan lalu timbul benjolan di ketiak kanan, mengeluarkan nanah, tanpa rasa nyeri dan demam.
Tuberkulosis paru belum dapat disingkirkan. Pada region digiti I palmaris dekstra ditemukan lesi verukosa dengan dasar livide
bentuk serpiginosa, ukuran 4× 4 cm dan region aksila dekstra nodus livide, ukuran 0,5× 0,3 cm, tepi tidak rata, terdapat pus
dan jaringan nekrotik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan histopatologik. Penatalaksanaan:
Penderita diterapi dengan oral antituberkulosis dan memberikan hasil baik. Kesimpulan: Penularan tuberkulosis kutis verukosa
melalui trauma luka tusuk, sedangkan skrofuloderma tidak jelas. L esi sembuh dengan pengobatan oral antituberkulosis.

Kata kunci: Skrofuloderma, tuberkulosis kutis verukosa, oral antituberkulosis

ABST RACT
Background: Scrofuloderma and verrucous tuberculosis cutis are categorized as secondary tuberculosis cutis. A concomitantly
manifestation is rarely found. Purpose: T he purpose of this paper report a case of scrofuloderma and tuberculosis verrucosa cutis
on a patient. Case: 27- year- old male, with purplish verrucous plak on his proximal digiti 1st of palmaris dextra, suffering since
1.5 years ago. H e had a traumatic history. A slight tumor at the right axilla were observed since one month ago, associated with
pus excretion, no pain and fever. T he pulmonary tuberculosis couldn’t be excluded yet. An erytematous verrucous lesion, with a
size 4× 4 cm with serpiginous form was observed on his palmaris dextra and showed a livide nodus 0,5× 0,3 cm, within irregular
margin, covered by pus and were also observed necrotic tissue. T he diagnosis based on the clinical feature and histopatology
examination. Case M anagement: Oral antituberculosis treatment was given to him and the good result. Conclusion: T he
spreading of tuberculosis verrucosa cutis was by penetration with through a puncture wound, while scrofuloderma was still
unclear. T he lesion cured by oral antituberculosis treatment.

Key words: Scrofuloderma, tuberculosis verrucosa cutis, oral antituberculosis

Alamat korespondensi: Augustina H ehanussa, email: august_h@yahoo.com

PENDAH ULUAN kelompok sosial ekonomi rendah dan umumnya pada


Skrofuloderma dan tuberkulosis kutis verukosa anak-anak dan dewasa muda.1,2
adalah bentuk klinis tuberkulosis kutis sekunder Sk r ofu lod er m a t er jad i ak ib at p en jalar an
yan g disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis perkontinuitatum dari organ di bawah kulit yang
(M . tuberculosis) d an M ycoba cterium a typica l telah diserang Mycobacterium, paling sering berasal
(M . a typica l). 1 Sk r ofu l od er m a d i R S Ci p t o dari kelenjar getah bening, namun dapat juga berasal
Mangunkusumo Jakarta merupakan tuberkulosis dari sendi, tendon, cairan sinovial dan tulang.3,4,5
kutis yang paling banyak ditemukan (84%), disusul G a m b a r a n k l i n i k b e r u p a l i m fa d e n i t i s
tuberkulosis kutis verukosa (13%) dan terutama terjadi berkelompok maupun soliter tanpa disertai rasa sakit.
pada anak-anak. Tuberkulosis kutis verukosa banyak Dasar masa pada kulit mengalami perlunakan tidak
terdapat di negara-negara berkembang terutama pada serentak, konsistensinya kenyal dan mengakibatkan

Pengarang Utama 2 SKP. Pengarang Pembantu 1 SKP


(SK PB IDI No. 318/PB/A.7/06/1990)

221
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 22 No. 3 Desember 2010

perlunakan (abses dingin), kemudian abses mengalami nyeri pada bekas luka, pasien berobat ke dokter dan
supurasi, pecah dan membentuk ulkus linier dan diberi 3 macam obat minum dan salep, namun tidak
tidak teratur, di sekitarnya berwarna merah kebiru- ada perbaikan bah kan semakin besar. satu bulan
biruan (livide).2,6 setelahnya timbul benjolan di ketiak kanan sebesar
D iagn osis b an d in g sk r ofu lod er m a ad alah biji kacang hijau, bertambah besar mengeluarkan
h idraden itis supurativa, sin us den tal, tularemia, n an ah , tidak disertai n yeri dan dem am . Pasien
cat-scrath fever, blastomikosis, limfopatia venerum, menyangkal adanya riwayat batuk-batuk lama, alergi
kokidioidom ikosis, dan h ist oplasm osis kar en a terhadap makanan atau pun obat-obatan. Pasien juga
terdapat karakteristik pada limfadenitis supurativa mengatakan bahwa di dalam keluarga hanya pasien
dengan sinus-sinus kulit.6 yang sakit seperti ini.
Tuberkulosis kutis verukosa adalah ben tuk Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum
verukosa dari reinfeksi basil tuberkel eksogen pada sakit sedan g, kesadaran kompos men tis, tekan an
kulit orang yang telah memiliki kekebalan tingkat darah 110/70 mm H g, frekuensi nadi 80× /menit,
sedang atau tinggi terhadap M. tuberculosis.6,7 Predileksi frekuensi napas 20× /menit, dan suhu badan afebris.
tuberkulosis kutis verukosa adalah pada bagian tubuh Berat badan pasien adalah 61 kg, dan tinggi badan
yang terbuka dan sering mengalami trauma.7,8,9 162 cm. Jantung, paru, hati, dan limpa tidak ditemukan
Gambaran klinik berupa plak verukosa dengan kelainan. Pembesaran kelenjar getah bening aksila
tepi tidak teratur, berkonsistensi kasar atau lunak dekstra tanpa nyeri.
pada bagian ten gah , dikelilin gi oleh suatu h alo Status dermatologis, pada regio palmaris dekstra
hiperpigmentasi dan terdapat lesi serpiginosa, biasanya didapatkan plak verukosa, diameter 4 cm, tebal
tidak nyeri dan tanpa gejala sistemik.10,11,12 0,3 m m d en gan d asar er it em at ou s k eu n gu an ,
D iagn osis t u b er k u losis k u t is d it egak k an men yebar serpigin osa. Status dermatologis pada
berdasarkan gam baran klin is dan pem eriksaan regio aksila dekstra: didapatkan nodul eritematous
penunjang.8,13 kebiruan (livide), diameter 2 cm, pada puncak terdapat
Diagnosis banding tuberkulosis kutis verukosa, ulkus berukuran tidak 0,5× 0,3 cm, tepi tidak rata,
an tara lain : in feksi mikobakteria atipik (N T M), terdapat pus dan jaringan nekrotik (gambar 1 dan 2).
sarkoidosis, veruka vulgaris, blastomikosis, kusta, Pemeriksaan bakteriologis dari pus menunjukkan
sifilis tertier.4 Pengobatan tuberkulosis kutis adalah tidak ditemukan bakteri tahan asam (BTA).
sama dengan pengobatan tuberkulosis paru yaitu Beberapa diagnosis banding yang dibuat pada
kemoterapi dengan menggunakan oral antituberkulosis pasien in i adalah t uber kulosis kut is ver ukosa,
(OAT). berupa izoniazid (INH), rifampisin, etambutol, skrofuloderm a, blastom ikosis, dan h idraden itis
dan vitamin B6.14,15,16 supurativa dengan diagnosis kerja tuberkulosis kutis
Prognosis dari penyakit ini baik jika pengobatan verukosa dan skrofuloderma.
dilakukan secara teratur.8,10,16 Ren can a d iagn ost ik ad alah p em er ik saan :
Laporan kasus ini akan membahas skrofuloderma pemeriksaan darah len gkap, urin e len gkap, fases
dan tuberkulosis kutis verukosa pada seorang pasien lengkap, glukosa darah sewaktu (GDS), faal hati, faal
yang jarang ditemukan di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou
Manado.

KASUS
Seorang laki-laki umur 27 tahun, bekerja sebagai
tukang meubel, berobat ke Unit Rawat Jalan Kulit
dan Kelamin RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado,
dengan keluhan utama bercak kasar berwarna merah
keunguan di pangkal ibu jari tangan kanan sejak
1,5 tahun yang lalu disertai benjolan dan luka bernanah
di ketiak kanan satu bulan sebelum berobat ke RS.
Mula-mula, pasien mengelukan luka kecil karena
tertusuk bambu, tetapi sembuh tanpa pengobatan.
Enam bulan kemudian, timbul bercak kasar berwarna G ambar 1. Tuberkulosis Kutis Verukosa, sebelum
ungu sebesar biji kacang tanah tanpa rasa gatal dan terapi (hari ke-1)

222
Laporan Kasus Diagnosis Skrofuloderma dan Tuberkulosis Kutis Verukosa pada Seorang Pasien

Gambar 2. Skrofuloderma, sebelum terapi hari ke-1 G ambar 3. H istopatologik skrofuloderma (regio
aksila dekstra)

ginjal, foto toraks, dan biopsi eksisi. Serta menjelaskan


kepada pasien tentang penyakit dan pengobatannya.
Rencana terapi setelah biopsi yaitu siprofloksasin
2 × 500 mg dan asam mefenamat 3× 500 mg.
H asil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
H b: 15,2 g/dL , L ED : 7 mm/jam, leukosit: 7000/
uL , GDS: 89 mg/dL , ureum: 42 mg/dL , kreatinin:
1,2 mg/dL, SGOT: 25 U/L, SGPT: 20 U/L, urin lengkap
dan feses lengkap dalam batas normal. H asil foto
torak: menunjukkan tidak ada kelainan pada jantung
dan paru.
H asil pemeriksaan h istopatologis dari regio
aksila dekstra men un jukkan jarin gan epidermis
dengan sedikit akantotik dan hiperkeratotik ringan, G ambar 4. Histopatologik tuberkulosis kutis verukosa
subepiderm al h iperem ik bersebukan sel radan g (regio palmaris dekstra)
m en ah un disertai fibrosis m em ben tuk jarin gan
granulomatik, sedangkan pada bagian lainnya fibrosis Satu bulan setelah pengobatan OAT, lesi kulit
lebih dominan. Hasil pemeriksaan histopatologis dari menipis. Pada regio palmaris dekstra didapatkan plak
palmaris dekstra menunjukkan jaringan epidermis verukosa menipis (tebal: 0,1 mm) berukuran 4 × 4 cm,
yang akantotik dan hiperkeratotik, subepidermal dasar eritematous keunguan dan regio aksila dekstra:
jaringan ikat renggang bersebukan pada limfosit. n odul eritematous keun guan men gecil, diameter
Kesimpulan pemeriksaan histologis pada pasien ini 1 cm dengan puncak terdapat ulkus dengan diameter
adalah radang granulomatik aksila dekstra dan radang 0,1 cm, pus tidak didapatkan jarin gan n ekrotik.
kron ik palmaris dekstra dan tidak tampak tan da Kelenjar getah bening aksila dekstra tidak teraba
keganasan (gambar 3 dan 4). Diagnosis akhir pasien (gambar 5 dan 6). Memotivasi pasien untuk minum
ini setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, obat secara teratur dan tetap m elan jutkan IN H
dan pemeriksaan penunjang adalah skrofuloderma 400 mg, rifampisin 600 mg, etambutol 1000 mg, dan
dan tuberkulosis kutis verukosa. vitamin B6 10 mg.
Tin dak lan jut, setelah pen egakan diagn osis Tiga
iga bu lan set elah pen gobat an (d ilaku kan
adalah menjelaskan kepada pasien tentang penyakit kunjungan rumah), lesi kulit membaik. Pada regio
d an pen gobat an n ya, m em ot ivasi pasien un t uk palmaris dekstra didapatkan makula hiperpigmentasi
m in u m obat secar a t er at u r. Pen gobat an yan g batas jelas, diameter 4 cm. dan regio aksila dekstra:
diberikan adalah oral an tituberkulosis (OAT ), didapatkan skar dengan berukuran tambah besar
b er u p a izon iazid (I N H ) 400 m g, r ifam p isin 0,2 × 0,2 cm. Kelenjar getah bening aksila dekstra: tidak
600 mg, etambutol 1000 mg, dan vitamin B6 10 mg. teraba. Memotivasi pasien untuk kontrol ke RS dan

223
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 22 No. 3 Desember 2010

G ambar 5. Tuberkulosis Kutis Verukosa, setelah G ambar 7. Tuberkulosis Kutis Verukosa, setelah
1 bulan terapi 6 bulan terapi

G ambar 6. Skrofuloderma, setelah 1 bulan terapi G ambar 8. Skrofuloderma, setelah 6 bulan terapi

rencana pemeriksaan ulangan DL, TFH, TFG, GDS, PEM BAH ASAN
UL, FL. Terapi INH 400, rifampisin 600 mg, vitamin B6
D iagn osis tuberkulosis kutis pada kasus in i
10 mg diberikan 3 kali seminggu sampai 6 bulan.
ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis,
L im a bu lan set elah pen gobat an , lesi ku lit
dan pemeriksaan histopatologis.2,4,8
membaik. Pada regio palmaris dekstra: didapatkan
Pada anamnesis didapatkan seorang laki-laki
m ak u la h iper pigm en t asi bat as jelas, d iam et er
umur 27 tahun dengan keluhan bercak kasar berwarna
4 × 4 cm dan pada regio aksila dekstra didapatkan
merah keunguan di pangkal ibu jari tangan kanan
skar dengan ukuran tambah besar 0,2 × 0,2 cm.
sejak 1,5 tahun yang lalu. Awalnya timbul luka kecil
Kelenjar getah bening aksila dekstra: tidak teraba.
karena tertusuk bambu, sembuh tanpa pengobatan.
H asil pemeriksaan laboratorium menunjukkan H b:
Enam bulan kemudian timbul bercak kasar berwarna
16 g/dL , L ED: 4 mm/jam, leukosit: 7000/uL , GDS:
ungu pada bekas luka, bertambah besar tanpa nyeri.
96 mg/dL , ureum: 43 mg/dL , kreatinin: 1 mg/dL ,
Timbul benjolan disertai luka bernanah di ketiak
SGOT: 35 U/L , SGPT: 30 U/L , urin lengkap dan
kanan tanpa rasa sakit dan demam satu bulan sebelum
feses len gkap dalam batas n orm al. Mem otivasi
pasien datang berobat ke rumah sakit. Kepustakaan
pasien untuk berobat rutin dan INH 400, rifampisin
m en gat ak an bah wa in fek si pad a t u ber k u losis
600 mg, vitamin B6 10 mg diberikan 3 kali seminggu
verukosa kutis terjadi secara eksogen yaitu kuman
sampai 6 bulan.
M. tuberculosis langsung masuk melalui luka kecil atau
En am bulan set elah pen gobat an , lesi kulit
abrasi mengadakan inokulasi membentuk papul atau
m en galam i pen yem buh an . Pada regio palm aris
nodus, biasanya soliter namun dapat juga multipel,
dekstra: makula hiperpigmentasi batas jelas, ukuran
kemudian menjadi hiperkeratotik, menyerupai kutil
4 × 4 cm. Regio aksila dekstra: skar dengan berukuran
(wartypapules) di atas dasar eritematous, tanpa disertai
0,2 × 0,2 cm. Kelenjar getah bening aksila dekstra:
nyeri dan gejala sistemik.3,5,6
tidak teraba (gambar 7 dan 8).

224
Laporan Kasus Diagnosis Skrofuloderma dan Tuberkulosis Kutis Verukosa pada Seorang Pasien

Pada regio palmaris dekstra ditemukan gambaran G am b ar an h i st op at ologi s d ar i k asu s i n i


klin ik tuberkulosis verukosa kutis berupa plak menyimpulkan adanya radang granulomatik aksila
verukosa di atas dasar eritematous keunguan berukuran dekstra dan radang kronik palmaris dekstra. Dengan
4 × 4 cm bersifat serpiginosa. Pada regio aksila dekstra demikian pada kasus ini diagnosis skrofuloderma
terdapat gambaran skrofuloderma berupa n odus sesuai gambaran klinik dan histopatologik sedangkan
eritematous kebiruan (livide) berukuran 2 × 2 cm tuberkulosis kutis verukosa hanya sesuai dengan
pada bagian puncak terdapat ulkus dengan berukuran gambaran klinik saja. Walaupun tidak memperlihatkan
0,5 × 0,3 cm, tepi tidak rata, dengan adanya pus adanya tuberkel karena pada kepustakaan dikatakan
d an jar in gan n ek r ot ik . H al in i sesu ai d en gan bahwa basil tuberkel kadang-kadang dapat ditemukan
kepustakaan. Pada pasien ini ditemukan dua jenis pada pemeriksaan histopatologik.13
tuberkulosis kutis yaitu tuberkulosis kutis verukosa Prin sip pen gobatan tuberkulosis kutis sama
dan skrofuloderma yang merupakan tuberkulosis dengan pengobatan pada tuberkulosis paru. Untuk
kutis sekunder.2 Patogenesis kedua kasus ini berbeda. mencapai hasil yang baik, hendaknya diperhatikan
Menurut kepustakaan basil tuberkulosis adalah parasit syarat-syarat antara lain pengobatan dilakukan secara
intraselular yang dapat ditemukan dalam jaringan teratur tanpa terputus agar tidak cepat terjadi resistensi,
tubuh manusia dan kadang-kadang hewan, sehingga pengobatan harus dalam kombinasi, dan dipilih paling
penularannya memerlukan pajanan pada sumber sedikit 2 obat yang bersifat bakterisidal.14 American
infeksi.7,8,9 College P hysician (ACPP) merekomendasikan suatu
Infeksi pada tuberkulosis kutis verukosa terjadi standar terapi tuberkulosis, dibagi menjadi dua fase
secara eksogen yaitu kuman lan gsun g masuk ke yaitu fase inisial dan fase lanjutan. Pada fase inisial,
dalam kulit individu yang pernah terinfeksi atau diberikan IN H 400 mg/h ari, rifampisin 600 mg/
tersensitisasi sehingga memiliki imunitas sedang hari ditambah etambutol 1000 mg/hari. Ketiga obat
atau tinggi.3,4,5,6 Skrofuloderma disebabkan karena tersebut diberikan selama 2 sampai 3 bulan.9,14,15,16
penjalaran langsung ke kulit dari organ di bawah Kemudian diteruskan dengan fase lanjutan, INH dan
kulit yang telah terkena infeksi tuberkulosis.2 Pada rifampisin tiga kali seminggu dilanjutkan sampai
pasien ini kemungkinan sumber infeksi tuberkulosis enam bulan.
verukosa kutis berasal dari luar, autoinokulasi yang Pengobatan yang diberikan pada kasus ini adalah
terjadi pada luka kecil sebelumnya melalui kontak INH 400 mg, rifampisin 600 mg, etambutol 1000 mg
lan gsun g den gan M. tuberkulosis. Skrofuloderma dan vitamin B6 10 mg. Selama tiga bulan kemudian
pada pasien ini penularannya tidak dapat dipastikan diteruskan OAT fase lanjutan dengan INH 400 mg,
karena tuberkulosis paru pada pasien ini belum bisa rifampisin 600 mg, dan vitamin B6 10 mg tiga kali
disingkirkan oleh karena kasus ini tidak dilakukan seminggu sampai enam bulan, lesi kulit mengalami
pemeriksaan IgG dan IgM antibodi M. tuberculosis.2 penyembuhan.9,14,15,16
Infeksi T BC paling sering terjadi di paru-paru, oleh D ar i K asu s in i d apat d isim pu lk an bah wa
karena itu pada penderita tuberkulosis kutis verukosa penularan tuberkulosis kutis verukosa melalui trauma
dan skrofuloderma perlu dilakukan pemeriksaan luka tusuk, sedangkan skrofuloderma tidak jelas. Lesi
foto toraks untuk mencari fokal infeksi di paru-paru. sembuh dengan pengobatan oral antituberkulosis.
Namun hasil pemeriksaan toraks foto pada pasien
in i n ormal dan h asil pemeriksaan bakteriologis KEPUST AKAAN
juga tidak ditemukan basil tahan asam. Keadaan ini
1. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases
sesuai kepustakaan yang mengatakan bahwa basil
of the Skin Clinical Dermatology. 10th ed. Philadelphia:
tahan asam tidak selalu ditemukan pada pemeriksaan WB Saunders Co; 2006.
bakteriologis.10,11,12 Tes tuberkulin tidak dilakukan 2. Djuanda A. Tuberkulosis kutis. Dalam: Djuanda A,
pada kasus ini karena tes tersebut mempunyai arti pada H amzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
usia 5 tahun ke bawah dan jika positif hanya berarti Kelamin. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
pernah atau sedang menderita penyakit tuberkulosis.4 Universitas Indonesia; 2005. h. 64–72.
Jadi pada kasus ini timbulnya skrofuloderma setelah 3. Tappein er G, Wolff K . Tu ber cu losis an d ot h er
1 tahun 5 bulan terkena tuberkulosis kutis verukosa, mycobacterial infections. In: Freedberg IM, Eissen
oleh karena itu kemungkinan timbulnya skrofuloderma AZ , Wolff K , Au st in K F, Gold sm it h L A, K at z
SI, editors. F itzpatrick’s D ermatology in Gen eral
tidak diketah ui secara pasti apakah berasal dari
Medicine. 6th ed. Philadelphia: WB Saunders Co; 2003.
tuberkulosis kutis verukosa. p. 2274–92.

225
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 22 No. 3 Desember 2010

4. Yates VM, Rook GAW. Mycobacterial infections. In: 12. Barakbah J, Atlas Pen yakit K ulit dan K elam in .
Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths Ch, editors. Surabaya: AUP; 2007.
Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed. Massachusetts: 13. Lucas S. Bacterial Diseases. In: Elder DE, Elenitsas R,
Blackwell publishing; 2004. p. 2810–14. Johnson BL, Murphy GF, editors. Lever’s histopathology
5. H o CK , H o MH , Chong LY. Cutaneous tuberculosis of the skin. 9th ed. New York: Williams L , Wilkins,
in H ong Kong: an update. H ong Kong Med J 2006; K luwer AW Co; 2005. p. 562–3.
12: 272–7. 14. T Perh impun an D okter Paru In don esia. Pedoman
6. Meltzer MS et al. Cutaneous tuberculosis. Available d iagn osis d an pen at alaksan aan t u ber ku losis d i
from URL : http://www.emedicine.com/derm/topic. In don esia. Perh im pun an D okter Paru In don esia
7. Moschella SL. Diseases of the mononuclear phagocytic 2003.
system (T he So-Called Reticuloendothelial System). 15. Pet r i WA, Jr. Ch em ot h er ap y of t u b er cu losis,
In: Moschella SL, Hurley HJ, editors. Dermatology. 2nd Mycobacterium avium complex disease, and leprosy. In:
ed. Philadelphia: WB Saunders Co; 1991. p. 933–42. Brunton L L , L azo JS, Parker K L , editors. Goodman
8. Ramos-e-Silva M, de Castro MCR. Mycobacterial & Gilman’s the pharmacological basic of therapeutics;
infections. In: Bolognia Jl, Jorizzo Jl, Rapini RP, editors. 11 th ed. N ew York: T h e McGraw-H ill Co; 2006.
Dermatology. y. 1st ed. Toronto: Mosby; 2004. p. 1152–5. p. 1203–16.
9. Sehgal VN, Wagh SA. Cutaneous Tuberculosis, Current 16. Istian toro YH , Setiabudi R. Tuberkulostatik dan
Consept. Int J of Dermatol 1990; 29: 237–51. lepr ost at ik. D alam : Gun awan SG, Set iabud i R,
10. Tyring SK, Lupi O, Hengge UR. Tropical Dermatology. Nafrialdi, Elysabeth, editor. Farmakologi dan terapi.
Oxford: Churchill L ivingstone 2006: 251–5. Edisi ke-5. Jakarta: D epartemen Farmakologi dan
11. Steger JW, Barrett TL. Cutaneous Tuberculosis. Military Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
dermatology. San Diego, US Army. 1999. 2007. h. 613–32.

226

You might also like