You are on page 1of 6

STUDI KEMAMPUAN VERTICAL SUBSURFACE FLOW

CONSTRUCTED WETLANDS DALAM MENYISIHKAN


COD, NITRIT, DAN NITRAT PADA AIR LINDI
(STUDI KASUS: TPA NGRONGGO, SALATIGA)

Ismaryanto Gunawan1, Wiharyanto Oktiawan2, Mochtar Hadiwidodo2


Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP, Jl. Prof. H. Sudarto, SH
Tembalang Semarang
Email: ismaryantogunawan@yahoo.co.id

ABSTRACT
Leachate is one of resulting negative impact from landfilling in Indonesia. In common
leachate containing an organic and inorganic matter with high concentration. Therefore,
treatment of the leachate is essential before it could be discharged directly into the
receiving water bodies. One of technology to treat landfill leachate which is by use of
biological treatment. But this processing apparently is still result organic and inorganic
content one high enough. Therefore, necessary continuing processing alternative which
is by use of system Constructed Wetlands. This research intent to know decrease of
concentration COD, nitrit and nitrate, and removal efficiency on system Vertical
Subsurface Flow Constructed Wetlands by use of plant Scirpus grossus. Besides that,
the impact of variation amount plants and residence time would be analized. The
laboratory research was conducted with use 4 reactors. Reactor A with 4 plants, reactor
B with 6 plants, reactor C with 8 plants, and rector C without plant. Four of the reactors
operated at a flow rate of 10,5 ml / minutes for residence time 3 days, 5,3 ml / minutes for
residence time 6 days, and 3,5 ml / minutes for residence time 9 days. System Vertical
Subsurface Flow Constructed Wetlands by use of plant Scirpus grossus (lingi) can
removal concentration of COD, nitrit, and nitrate. The highest removal efficiency for COD,
nitrit and nitrat were 63,4%, 57,6%, and 59,0% respectively. All of them was reached by
reactor C with residence time 9 days. Besides that, decrease concentrations COD, nitrit
and nitrate on system Vertical Subsurface Flow Constructed Wetlands regarded by
amount plants and residence time.

Key words : Vertical Subsurface Flow Constructed Wetlands, Scirpus grossus, leachate

PENDAHULUAN
Lindi (leachate) adalah cairan Secara umum leachate mengandung
yang merembes melalui tumpukan zat organik dan anorganik dengan
sampah dengan membawa materi konsentrasi tinggi, terutama pada
terlarut atau tersuspensi terutama hasil timbunan sampah yang masih baru.
proses dekomposisi materi sampah atau Usia TPA sangat mempengaruhi
dapat pula didefinisikan sebagai limbah kualitas leachate yang dihasilkan seperti
cair yang timbul akibat masuknya air BOD, COD, TOC dan pH, pada TPA
eksternal ke dalam timbunan sampah, yang berusia baru atau dibawah 2 tahun
melarutkan dan membilas materi mempunyai kualitas leachate (air lindi)
terlarut, termasuk juga materi organik yang cenderung besar. Namun pada
hasil proses dekomposisi biologis TPA yang berusai diatas 10 tahun, akan
(Damanhuri, 2010). menghasilkan leachate yang cenderung
Pada umumnya lindi netral bahkan mempunyai kandungan
mengandung logam berat, zat organik karbon organik dan mineral relatif
dan zat anorganik seperti amonia, sulfat rendah (J.Glynn Henry dan Gary
dan logam-logam kation (Christnsen W.Heinke, 1996). Komponen organik
et al 2002 dalam Yalcuk et al 2009). yang biodegradable dan ammonia
Ismaryanto Gunawan, Wiharyanto
Oktiawan, Mochtar Hadiwidodo

Studi Kemampuan Vertical Subsurface Flow


Constructed Wetlands Dalam Menyisihkan
COD, Nitrit, Dan Nitrat Pada Air Lindi (Studi
Kasus: TPA Ngronggo, SALATIGA)

merupakan zat yang utama yang memiliki karakteristik performa yang


terdapat dalam lindi dan mengancam baik, biaya pengoperasian dan investasi
lingkungan secara signifikan (Mehmood, yang minimum, sangat ekonomis dan
et.al., 2009). bermanfaat secara bagi masyarakat
Salah satu contoh pengolahan dalam menangani air limbah dan
lindi yaitu dengan menggunakan mekanisme penyisihan polutan
biological treatment seperti biofilter. merupakan dasar yang penting pada
Namun penggunaan metode biofilter ini desain teknik Constructed Wetlands,
ternyata masih menghasilkan dan dapat memberikan keandalan
kandungan organik dan anorganik yang dalam desain rekayasa dan operasi
cukup tinggi. Oleh karena itu, diperlukan (Mengzhi, 2009). Ada tiga jenis
alternatif pengolahan lanjutan untuk wetlands yang dapat digolongkan sesuai
mengolah air lindi TPA Ngronggo. Salah dengan jenis alirannya seperti free water
satunya yaitu dengan menggunakan surface flow, horizontal subsurface flow
sistem Constructed Wetlands. dan vertical subsurface flow.
Sistem pengolahan Constructed Pada penelitian ini metode yang
Wetlands adalah sistem yang digunakan yaitu vertical subsurface flow.
direkayasa yang telah didisain dan Tujuan penggunaan sistem vertical
dibangun dengan memanfaatkan proses subsurface flow adalah karena sistem ini
secara alami yang melibatkan tanaman, memiliki efisiensi pengolahan yang lebih
tanah, dan kumpulan mikrobia untuk baik jika dibandingkan dengan sistem
membantu dalam mengolah limbah cair yang lain.
(Vymazal, 1998). Constructed Wetlands

METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan tahap penjenuhan ini adalah sekitar 1-2
air lindi yang berasal dari pengolahan hari. Indikator telah selesainya tahap
awal dengan menggunakan metode penjenuhan reaktor ini adalah jika muka
biofilter dengan objek penelitian air lindi tanah pada reaktor tidak lagi mengalami
TPA Ngronggo, Salatiga. Penelitian ini penurunan meskipun ditambahkan air
dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus – lagi.
30 November 2012 di Laboratorium Tumbuhan yang digunakan
Lingkungan, Teknik Lingkungan dalam penelitian ini adalah anakan
Universitas Diponegoro Scirpus grossius (lingi) hasil dari tahap
Tumbuhan yang digunakan seeding tumbuhan yang berumur sekitar
pada penelitian ini adalah Scirpus 2 bulan. Anakan Scirpus grossius (lingi)
grossius (lingi). Tumbuhan ini diambil yang akan digunakan untuk penelitian
dari Rawa Pening, Ambarawa. Sebelum dipilih yang mempunyai tinggi relatif
digunakan untuk penelitian, tumbuhan sama yaitu sekitar 50-70 cm. Pada
tersebut di seeding dalam media pasir penelitian ini digunakan tumbuhan
yang diberi air pada sebuah akuarium dengan berat basah sebesar 200 gram
yang berdimensi 30cmx20cmx20cm. untuk 4 tumbuhan, 300 gram untuk 6
Tahap Seeding ini bertujuan agar tumbuhan, dan 400 gram untuk 8
tumbuhan Scirpus grossius (lingi) tumbuhan. Setelah diukur berat
mampu menyesuaikan diri dengan basahnya. Scirpus grossius (lingi)
lingkungan tumbuh sehingga diperoleh ditanam pada reaktor dengan
anakan yang baru. kedalaman sekitar 15 cm serta jarak
Pada tahap awal pengoperasian antar tumbuhan yang digunakan adalah
reaktor dilakukan penjenuhan reaktor. 10 cm.
Penjenuhan reaktor ini bertujuan untuk Tahap aklimatisasi bertujuan
melarutkan partikel-partikel halus yang untuk mengetahui tingkat ketahanan
berasal dari media agar terbentuk Scirpus grossius (lingi) terhadap air lindi.
porositas media dengan baik. Reaktor Pada tahap aklimatisasi, reaktor dialiri
yang telah siap digunakan diisi dengan dengan air lindi yang telah diencerkan
air kran. waktu yang dibutuhkan pada mulai dari konsentrasi 25%, 50%, 75%,
Ismaryanto Gunawan, Wiharyanto
Oktiawan, Mochtar Hadiwidodo

Studi Kemampuan Vertical Subsurface Flow


Constructed Wetlands Dalam Menyisihkan
COD, Nitrit, Dan Nitrat Pada Air Lindi (Studi
Kasus: TPA Ngronggo, SALATIGA)

dan 100%. Tahap running bertujuan nitrat pada air lindi Pada tahap running,
untuk mengetahui pengaruh waktu reaktor dialiri air lindi dengan
tinggal dan jumlah tanaman terhadap konsentrasi 100% (tanpa pengenceran).
penyisihan parameter COD, nitrit, dan

Gambar 1. Desain Reaktor Tampak Gambar 2. Desain Reaktor Potongan


Atas A-A

PEMBAHASAN
Pada tahap running dilakukan Purwanta (2007) yang menyatakan
pengukuran parameter yang lebih bahwa leachate dari TPA di Indonesia
kompleks yaitu pengukuran terhadap mempunyai karakter tidak asam.
konsentrasi COD, nitrit dan nitrat. Pada Sedangkan suhu pada air lindi masih
tahap running menggunakan waktu berada dibawah baku mutu yaitu berada
tinggal yang bervariasi yaitu 3 hari, 6 dibawah 38oC. Efisiensi pengolahan
hari, dan 9 hari. Hal ini bertujuan untuk COD pada tahap running dapat dilihat
mengetahui pengaruh waktu tinggal pada gambar dibawah ini:
terhadap penurunan konsentrasi
pencemar.Data karakteristik awal air
lindi untuk tahap running dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Karakteristik Awal Air Lindi
Pada Tahap Running

Gambar 3. Grafik Efisiensi


Penyisihan COD Selama Tahap
Running
Berdasarkan tabel diatas dapat
disimpulkan bahwa efisiensi terbaik
Dari data karakteristik awal air terjadi pada reaktor C dengan 8
lindi pada tahap running diatas dapat tumbuhan dengan waktu tinggal 9 hari
dilihat bahwa konsentrasi COD, nitrit, yaitu 63,4%. Sedangkan efisiensi
dan nitrat masih cukup tinggi karena terendah terjadi pada reaktor D tanpa
berada diatas baku mutu Perda Jateng tumbuhan dengan waktu tinggal 3 hari
No. 5 Tahun 2012. Oleh karena itu, yaitu 29,5%. Efisiensi penyisihan
diperlukan pengolahan lanjutan untuk kandungan air limbah bergantung pada
mengurangi konsentrasi COD, nitrit, dan konsentrasi dan lamanya waktu
nitrat. Untuk nilai pH juga menunjukkan penahanan di dalam lahan basah.
bahwa nilai pH masih melebihi baku Tingkat permeabilitas dan koduktivitas
mutu yaitu berada dalam kondisi basa. hidrolis media tersebut sangat
Hal ini sesuai dengan pernyataan berpengaruh terhadap waktu detensi air
Ismaryanto Gunawan, Wiharyanto
Oktiawan, Mochtar Hadiwidodo

Studi Kemampuan Vertical Subsurface Flow


Constructed Wetlands Dalam Menyisihkan
COD, Nitrit, Dan Nitrat Pada Air Lindi (Studi
Kasus: TPA Ngronggo, SALATIGA)

limbah, dimana waktu detensi yang Pada tahap running terjadi penurunan
cukup akan memberikan kesempatan efisiensi pengolahan terhadap
kontak antara mikroorganisme dengan parameter COD Jika dibandingkan
air limbah (Wood dalam Supradata, dengan tahap aklimatisasi. Berdasarkan
2005). Pada reaktor C diperoleh tabel 3. dapat dilihat bahwa reaktor A
efisiensi yang baik karena adanya pada tahap aklimatisasi menghasilkan
pengaruh tumbuhan. Adanya akar efisiensi sebesar 50,8% dengan waktu
tumbuhan memberikan tempat bagi tinggal 3 hari. Sedangkan reaktor A
mikroorganisme untuk berkembang biak. pada tahap running hanya menghasilkan
Selain itu, rizosfer memberikan oksigen efisiensi sebesar 32,1% dengan waktu
yang dibutuhkan untuk proses degradasi tinggal yang sama yaitu 3 hari. Hal ini
secara aerob. Sedangkan untuk reaktor disebabkan karena kemampuan
d diperoleh efisiensi yang rendah karena tumbuhan yang telah berkurang dalam
hanya terjadi proses fisik yaitu filtasi dan menyerap unsur organik yang terdapat
sedimentasi yang diakibatkan oleh ada dalam air lindi. Selain itu, kemampuan
saringan berupa pasir dan kerikil tumbuhan dalam memberikan pasokan
(Vymazal, 1998). oksigen ke dalam media juga berkurang.
Tingkat permeabilitas dan Hal ini menyebabkan jumlah oksigen
koduktivitas hidrolis media tersebut yang ada di dalam reaktor berkurang,
sangat berpengaruh terhadap waktu sehingga mengakibatkan jumlah
detensi air limbah, dimana waktu mikroba pendegradasi bahan organik
detensi yang cukup akan memberikan juga berkurang. Sedangkan untuk
kesempatan kontak antara reaktor D tanpa tumbuhan terjadi
mikroorganisme dengan air limbah penurunun efisiensi pengolahan dari
(Wood dalam Supradata, 2005). tahap aklimatisasi ke tahap running yaitu
Bahan organik yang terdapat didalam dari 49,2% ke 29,5%. Hal ini diakibatkan
air limbah akan dirombak oleh oleh reaktor yang telah mulai jenuh. Hal
mikroorganisme menjadi senyawa lebih ini mengakibatkan kemampuan media
sederhana dan akan dimanfaatkan oleh dalam melakukan penyerapan terhadap
tumbuhan sebagai nutrient, bahan organik semakin menurun.
sedangkan sistem perakaran Berdasarkan tabel 3. juga dapat
tumbuhan air akan menghasilkan dilihat bahwa pada tahap running,
oksigen yang dapat digunakan reaktor A memiliki efisiensi pengolahan
sebagai sumber energi/katalis untuk sebesar 32,1% pada waktu tinggal 3
rangkaian proses metabolisme bagi hari, kemudian meningkat menjadi
kehidupan mikroorganisme (Supradata, 50,5% pada waktu tinggal 6 hari dan
2005). pada waktu tinggal 9 hari menjadi
Berikut hasil perbandingan 53,3%. Dari data tersebut dapat
efisiensi pengolahan tahap aklimatisasi disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
dengan tahap running: efisiensi seiring bertambahnya waktu
Tabel 3. Perbandingan Efisiensi pengolahan. Pada waktu tinggal 6 hari
Tahap Aklimatisasi dengan Tahap terjadi peningkatan efisiensi yang cukup
Running tinggi jika dibandingkan dengan waktu
tinggal 3 hari, sementara perbandingan
efisiensi dari waktu tinggal 6 hari dengan
9 hari tidak begitu besar. Hal ini
disebabkan karena semakin
berkurangnya kemampuan penyerapan
yang dilakukan oleh tumbuhan terhadap
air lindi, penurunan efisiensi pengolahan
juga disebabkan karena kemampuan
memasok oksigen tumbuhan melalui
akar juga berkurang, sehingga
menyebabkan aktivitas mikroba aerob
terhambat akibat kekurangan oksigen.
Ismaryanto Gunawan, Wiharyanto
Oktiawan, Mochtar Hadiwidodo

Studi Kemampuan Vertical Subsurface Flow


Constructed Wetlands Dalam Menyisihkan
COD, Nitrit, Dan Nitrat Pada Air Lindi (Studi
Kasus: TPA Ngronggo, SALATIGA)

Sedangkan pada reaktor D rhizosfer dari tanaman akan


(tanpa tumbuhan) terjadi peningkatan menstimulus proses dekomposisi,
efisiensi pengolahan seiring dengan meningkatkan nitrifikasi dan gas-gas
semakin lamanya waktu tinggal air lindi. nitrogen yang kemudian hilang melalui
Hal ini terjadi karena pada rektor D denitrifikasi sehingga dengan adanya
penyisihan zat organik terjadi secara tanaman tentu lebih membantu proses
filtrasi dan sedimentasi. Sehingga penyisihan nitrogen (Kadlec, R.H.,
semakin lama waktu tinggal maka 2009). Sedangkan untuk reaktor D
semakin lama zat organik tertahan di diperoleh efisiensi yang rendah karena
dalam media. Selain itu, semakin hanya terjadi matrix adsopsion oleh
banyaknya zat organik yang tertahan media yang ada didalam wetlands
menyebabkan semakin kecilnya pori- (Vymazal, 1998).
pori media sehingga mengakibatkan Efisiensi pengolahan nitrat pada
meningkatnya kemampuan media dalam tahap running dapat dilihat pada gambar
menahan zat-zat organik pada air lindi dibawah ini:
yang melewatinya.
Efisiensi pengolahan nitrit pada
tahap running dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

Gambar 5. Grafik Efisiensi Penyisihan


nitrat

Berdasarkan tabel diatas dapat


Gambar 4. Grafik Efisiensi Penyisihan disimpulkan bahwa efisiensi penurunan
nitrit konsentrasi nitrat terbaik terjadi pada
reaktor C dengan 8 tumbuhan dengan
Berdasarkan gambar diatas waktu tinggal 9 hari yaitu 59,0%.
dapat disimpulkan bahwa efisiensi Sedangkan efisiensi terendah terjadi
terbaik terjadi pada reaktor C dengan 8 pada reaktor D tanpa tumbuhan dengan
tumbuhan dengan waktu tinggal 9 hari waktu tinggal 3 hari yaitu 40,6%. Pada
yaitu 57,6%. Sedangkan efisiensi reaktor C diperoleh efisiensi yang baik
terendah terjadi pada reaktor D tanpa karena adanya proses denitrifikasi dan
tumbuhan dengan waktu tinggal 3 hari penyerapan oleh tanaman itu sendiri
yaitu 28,5%. Pada reaktor C diperoleh sebagai sumber nutrien. Proses
efisiensi yang baik karena adanya denitrifikasi terjadi akibat adanya kondisi
proses nitrifikasi dan penyerapan oleh anoxic pada wetlands. Kondisi ini sangat
tanaman itu sendiri. Adanya akar membantu golongan bakteri spesies
tumbuhan juga memberikan oksigen heterotropik seperti Psedonomas,
yang dibutuhkan untuk proses nitrifikasi. Arthrobacter, acinetobacter atau bacillus
Oksigen diperlukan oleh bakteri dalam mengubah nitrat menjadi gas
nitrosomonas untuk mengubah nitrogen. Sedangkan untuk reaktor D
amonium menjadi nitrat dan digunakan diperoleh efisiensi yang rendah karena
juga oleh bakteri nitrobacter untuk hanya terjadi sediment adsopsion oleh
mengubah nitrit menjadi nitrat. Oksigen media yang ada didalam wetlands.
digunakan untuk nitrifikasi dan Sediment adsopsion ini mengubah
penyisihan zat organik. Oksigen juga amonium menjadi humus dan senyawa
berasal dari proses fotosintesis yang yang mengandung molekul nitrogen
terjadi selama siang hari. Aerasi yang tinggi (Cooper,1996).
Ismaryanto Gunawan, Wiharyanto
Oktiawan, Mochtar Hadiwidodo

Studi Kemampuan Vertical Subsurface Flow


Constructed Wetlands Dalam Menyisihkan
COD, Nitrit, Dan Nitrat Pada Air Lindi (Studi
Kasus: TPA Ngronggo, SALATIGA)

KESIMPULAN
1. Sistem Vertical Subsurface Flow Wetlands dengan tumbuhan Scirpus
Constructed Wetlands dengan grossius (lingi) adalah:
menggunakan tumbuhan Scirpus a. Efisiensi COD, nitrit, dan nitrat
grossius (lingi) mampu menurunkan terendah terjadi di reaktor D
konsentrasi COD, nitrit, dan nitrat (tanpa tumbuhan) pada waktu
yang terdapat pada air lindi. tinggal 3 hari, yaitu masing-
2. Penurunan konsentrasi COD, nitrit masing sebesar 29,5%, 28,5%,
dan nitrat pada sistem Vertical dan 40,6%.
Subsurface Flow Constructed b. Efisiensi COD, nitrit, dan nitrat
Wetland dipengaruhi oleh jumlah tertinggi terjadi di reaktor C (8
tumbuhan dan waktu tinggal. tumbuhan) pada waktu tinggal 9
3. Efisiensi pengolahan dengan hari, yaitu masing-masing sebesar
menggunakan sistem Vertical 63,4%, 57,6%, dan 59,0%.
Subsurface Flow Constructed

DAFTAR PUSTAKA Mehmood, M.K, Adetutu, E. Nedwell,


D.B. Ball, A.S. 2009. In Situ Microbial
. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Treatment of Landfill Leachate Using
Tengah No.5 tahun 2012 tentang Aerated Lagoons. Bioresource
Baku Mutu Air Limbah Industri Technology 100 , 2741-2744
Cooper, P. F., Jobk G.D., Green, M. B. Mengzhi, Chen, Yingying Tang, Xianpo
and Shutes, R. B. E. 1996. Reed Li, Zhaoxiang Yu. 2009. Study on the
Beds and Constructed Wetlands for Heavy Metals Removal Efficiencies
Wastewater Treatment. Wrc of Constructed Wetlands with
Publications, Medmenhan, Marlow: Different Substrates, J. Water
UK Resources and Protection Volume 1,
Damanhuri, E. Padmi, Tri. (2010). Pages 1-57
Pengelolaan Sampah. Diktat Kuliah Purwanta, Wahyu. 2007. Tinjauan
TL-3104. Program Studi Teknik Teknologi Pengolahan Leachate Di
Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
dan Lingkungan. Institut Teknologi Sampah Perkotaan. Pusat Teknologi
Bandung Lingkungan, Badan Pengkajian dan
Glynn Henry J dan Gary W, Heinke, Penerapan Teknolgi (BPPT)
1996, Environmental Science And Supradata. 2005. Pengolahan Limbah
Engineering. Prentice-Hall Inc: New Domestik Menggunakan Tanaman
Jersey Hias Cyperus alternifolius, L. Dalam
Kadlec, R.H., 2009. Comparison of Free Sistem Lahan Basah Buatan Aliran
Water and Horizontal Subsurface Bawah Permukaan (SSF-Wetlands).
Treatment Wetlands. Ecol.Eng.35, Magister Ilmu Lingkungan.
159-174 Universitas Diponegoro. Semarang
Khiatuddin, M., 2003, Melestarikan Vymazal J., Brix H., Cooper P.F.,
Sumber Daya Air Dengan Teknologi Green M.B., Haberl R. 1998.
Rawa Buatan, Gadjah Mada Constructed Wetlands for
University Press: Yogyakarta Wastewater Treatment in Europe.
Martono D H.1996. Pengendalian Air Backhuys Publishers: Leiden
Kotor (Leachate) dari Tempat Yalcuk A, Ugurlu A. 2009. Comparison
Pembuangan akhir (TPA) Sampah. of Horizontal and Vertikal
Analisis Sistem Badan Pengkajian Constructed Wetland Sistem for
Penerapan Teknologi: Jakarta Landfill Leachate Treatment.
Bioresource Technology 100, 2521-
2526.

You might also like