You are on page 1of 47

LAPORAN KASUS 6

CARDIOVASCULAR SYSTEM
ARRHYTHMIA E.C. ELECTROLYTE IMBALANCE

TUTOR:
dr. Rika Nilapsari, Sp. PK

OLEH:
KELOMPOK J – KELAS B
Rima Maulina Hanniya 10100113012
Praluki Herliawan 10100113025
Sulastri Widia Astuti 10100113056
Putri Adinie Esca Nissa 10100113060
Adam Ibrahim 10100113073
Noviyanti Hutami Putri 10100113075
Fitria Dewi Lestari 10100113115
Nadiya Afifah 10100113126
Lita Rosdiani 10100113137
Yuni Nur Arofah 10100113147
M. Husni Aman Tubillah 10100113156

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2016
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2
REVIEW CASE 3
BAB I: BASIC SCIENCE
HISTOLOGI JANTUNG
Histologi SA Node 4
Sistem Konduksi Jantung 5
FISIOLOGI JANTUNG
Basic Electrophysiology 5
Aksi Potensial 10
Inotropik 15
Kronotropik 15
PHARMACOLOGY
Obat anti-arrhythmia 15
BAB II: CLINICAL SCIENCE
DYSPNEA 17
ARRHYTHMIA 19
CARDIOMYOPATHY 37
CARDIOMYOPATHY PERIPARTUM 38
CARDIAC EMERGENCY 39
ALGORITMA CARDIAC ARREST 41
FAMILY PLANNING 45
BAB III: KESIMPULAN
PATOMEKANISME 46
BHP 47
IIMC 47

2
REVIEW CASE
Mrs. Agnes, female, 26yo
CC: Palpitation and Dyspnea, 2nd admission to hospital (for same reason)
HPI:
 Palpitation started 1 day before, rapid and irregular heart beats
 Shortness of breath in the past few weeks, worsened to dyspnea even at rest, after palpitation
PH:
 5m SMRS  giving birth to her 2nd child.
 4m SMRS (1m after giving birth)  complaints easy fatiguability and shortness of breath.
 2m SMRS  hospitalized due to dyspnea on mild exertion (could walk only 10-15 meters) 
10 days later  discharged, diagnosed as cardiomyopathy peripartum
 Advised continue medication and do routine follow up.
 3w SMRS  stop medication, only consume diuretics.
PE:
 Dyspneic patient, with orthopnea and cold sweat.
 Pulse irregularly irregular, unequal, increased (128 bpm).
 Increased RR (32x/min.)
 Slight increase JVP
 Heart enlarged
Patient admitted to CICU:
 Cardiac monitor was hooked
 O2 4l/min via binasal catheter
 Digoxin 0.25 mg IV
 Furosemide 1 mg/kgBB
 Amiodarone (bolus 150mg) IV in 20 min, followed by 1mg/min drip.
 KCL drip to correct hypokalemia
15 minutes later  seizure
ECG:
 Ventricular Tachycardia with Vfibrillation with
Patient was revived after short period of cardiac arrest.
5 days later  Discharge after 2 weeks

3
BAB I
BASIC SCIENCE

HISTOLOGI SA NODE
 S A NODE
- Berukuran kecil AV NODE
- Bentuk fusifarm
- Memiliki sedikit miofibril
- Letak detak annulus kalup mitral
- Merupakan otot jantung yang berberntuk “ ellipsoid strip “ dengan lebar 3 mm,
panjang 15 mm dan tebal 1 mm
*Pertemuan antara muara vena cava superior dengan atrium
*tidak memiliki filament kontraktil
 Berkas atrioventrikular
 Sama
Tetapi arah distal sel – sel ini menjadi lebih besar
 Sel purkinje
- Memiliki 1 / 2 inti di pusat
- Dan sitoplasma kaya akan mitukondria dan glikogen
- Miotibrilnya sedikit ditemukan dan terutama terdapat di bagian sitoplasma
 setelah melewati lap. subendokardium, myofibril masuk
 lentrikel dan membentuk lap. Intramioskardium
 Sel saraf ganglionik dan serabut saraf terdapat di daerah  SA node  AV node

Tidak mempengaruhi denyut jantung


S A node ( pace maker ) , saraf mempengaruhi irama jantung, saat berlangsung olah raga dan
stress emosinal.
 Rangsangan parasimpatis ( nervusvagos ) memperlambat denyut jantung
 Rangsangan simpatis mempercepat irama pacemaker
 Myofibril sedikit
 Dareah pucat disekitar inti akibat akumulasi gliko proteion

4
SISTEM KONDUKSI JANTUNG

Berasal dari SA node dimana SA node memiliki kemampuan Automaticity yaitu


kemampuan untuk dapat menghasilkan impuls sendiri tanpa adanya pengaruh dari hal lain
seperti saraf. Dari SA node impuls akan dihantarkan menuju ke AV node dan ke atrium kanan.
Setelah dari AV node impuls akan dihantarkan ke bagian ventrikel yaitu Bundle of His
didalam interventrikular septum yang akan bercabang jadi Right Branch dan Left Branch setalah
itu impuls akan dihantarkan ke Purkinje Fibers dan terakhir akan langsung dihantarkan menuju
sel otot jantung.

BASIC ELECTROPHYSIOLOGY

5
Definisi
Elektrofisiologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai mekanisme untuk menghasilkan
listrik di dalam tubuh organisme. Elektrofisiologi jantung artinya adalah mekanisme
pembentukan impuls elektrik disepanjangn pathway konduksi untuk proses kontraksi otot
jantung agar darah dapat dipompakan ke seluruh tubuh. Basic elektrofisiologi pada jantung akan
banyak membahas mengenai aksi potensial sebagai marker untuk pembentukan stimulasi
elektrik. Aksi potensial ini terjadi karena adanya influx dan efflux ion kedalam myocyte melalui
channel tertentu yang terdapat di sarcolemma.
Sel-sel jantung mampu untuk menghasilkan impuls listrik melalui tiga bagian yang
terdapat pada jantung, yaitu :
1. Pacemaker cells : SA Node, AV Node
2. Specialized rapidly conducting tissue : Purkinje cells
3. Ventricular dan atrial muscle cells
Pada prinsip dasarnya, sarcolemma atau membrane plasma dari sel jantung terdiri atas
fosfolipid bilayer yang impermeable terhadap ion, sehingga agar ion-ion tertentu dapat masuk
dan keluar sel jantung untuk menghasilkan aksi potensial, maka terdapat protein yang
terspesialisasi yang berperan sebagai ion channel. Normalnya ion natrium dan kalsium banyak
terdapat di luar sel sedangkan ion kalium banyak terdapat di dalam sel.

Ion Movement and Channels


Perpindahan ion keluar masuk sel akan mengakibatkan perbedaan gradient muatan di
dalam dan diluar sel, sehingga akan menghasilkan aksi potensial. Transport ion dipengaruhi oleh
dua faktor utama yaitu :
1. Energetic
Energy yang digunakan untuk ion transport berasal dari konsentrasi gradient
dan transmembrane potensial atau voltage. Molekul atau ion-ion akan berdifusi dari
area yang konsentrasi nya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contohnya
konsentrasi natrium ekstracelullar normalnya 145Mm, sedangkan di dalam sel 15 Mm,
sehingga natrium ekstraseluler tersebut akan bergerak masuk kedalam sel sehingga
perbedaan gradient didalam dan dliuar sel tidak terlalu jauh. Selanjutnya adalah
transmembrane potential, potensial membrane sel jantung bersifat negative yaitu -90mv,
sedangkan natrium adalah ion yang bersifat positif, sehingga ia akan tertarik masuk
kedalam sel yang diakibatkan oleh perbedaan muatan.
2. Permeability

6
Setelah ion-ion tersebut mempunyai energy untuk masuk ke dalam sel melalui
mekanisme energentik, tentunya ion tersebut tidak akan berhasil masuk kedalam sel
tanpa adanya perubahan permeability dari membrane sel. Ingat konsepnya bahwa
membrane sel mengandung fosfolipid bilayer yang hidrofobik terhadapat hidrofilik
partikel, sehingga bersifat not permeable terhadap ion hidrofilik seperti natrium.
Permeabilitas dari membrane plasma tergantung dari pembukaan ion channel , yang
merupakan protein yang terspesialisasi dan bersifat hidrofilik sehingga memungkinkan
ion-ion dapat masuk kedalam sel.
Kebanyakan ion channel terdiri atas struktur yang sama yaitu terdiri atas 4
segment asam amino lysine dan arginine yang bersifat positif sehingga dapat bereaksi
dengan membrane potensial yang bersifat negative. Beberapa type dari ion channel pada
cardiac memiliki dua sifat yang berbeda yaitu selective dan gating . untuk selective
channel ion maksudnya yaitu setiap ion channel normalnya bersifat selective pada ion-
ion terterntu, ia akan mempersilahkan masuk ion-ion yang memimiliki ukuran dan
struktur yang sama dengan struktur inti dari ion channel nya. Contohnya di dalam otot
jantung ada channel ion yang spesifik untuk natrium, kalium dan kalsium saja. Selective
ion channel ini hanya terbuka dan mempersilahkan masuk ion-ion tersebut pada saat-saat
tertentu saja atau dengan kata lain tidak terbuka setiap saat. Sedangkan untuk gated ion
channel ia bersifat lebih sering terbuka pada setiap waktu hal ini dikarenakan adanya sisa
voltage yang melewati membrane setiap depolarisasi ataupun repolarisasi. sehingga
mempersilahkan ion-ion masuk ke dalam sel setiap waktu sehingga mampu untuk
menghasilkan transmembrane current atau aliran listrk yang lebih besar. gated ion
channel ini disebut juga dengan voltage sensitive.
Contoh gated ion channel ini yaitu fast sodium channel yang terbuka ataupun
tertutup sangat tergantung dari voltage pada membrane potensial. Ketika membrane
potensial -90mv, channel bersifat tertutup sehingga natrium tidak dapat masuk ke dalam
sel contohnya ini terjadi pada keadaan resting membrane potensial. Tetapi ketika sudah
terjadinya depolarisasi, maka membrane potensial akan lebih negative sehingga mampu
membuka gated ion channel dan menyebabkan ion natrium mampu masuk kedalam sel.
Tetapi fast sodium channel ini bersifat cepat menutup kembali, ia hanya terbuka selama
1/1000 second dan akan secara spontan berada di inactive state. Adapun gambarannya
yaitu :

7
Penjelasan :
A. Channel fast sodium memiliki dua gate yaitu activation gate yang berada di bagian atas
dari segmen dan inactivation gate yang berada dibagian bawah dari segmen ke-4 pada
domain. Pada keadaan resting membrane, kebanyakan channel bersifat tertutup,
walaupun inactivation gate terbuka namun activatiob gate masih tertutup sehingga
natrium tidak dapat masuk ke dalam sel.
B. Ketika terjadi proses depolarisasi, maka akan mengubah voltage pada membrane sel yang
mengakibatkan activation gate terbuka. Pada keadaan ini, activation gate dan inactivation
gate terbuka sehingga menyebabkan ion natrium dapat masuk kedalam sel.
C. Setelah ion natrium masuk kedalam sel, inactivation gate akan secara spontan menutup
sehingga influx sodium berhenti. Sedangkan activation gated masih terbuka. Pada saat
repolarisasi, voltage pada membrane menjadi lebih negative, sehingga activation gate
akan menutup sedangakan inactivation gate akan membuka kembali.
Catatan penting :
Ketika cardiac cells slowly depolarized dan tetap dalam keadaan negative dibandingkan
resting membrane potensial, maka inactivation channel terjadi tanpa initial opening. Ini terjadi
pada pacemaker SA node dan AV node yang memiliki valtage -70 mv dan lebih rendah dari
RMP. Sehingga fast sodium channel pada pace maker persisntent inactivated.

8
Resting Potential
Resting potensial terjadi ketika keadaan istirahat oada cardiac cells, yaitu sebelum
mengalami eksitasi. Besarnya resting potensial ini tergantung dari konsentrasi gradient yang
dihasilkan oleh ion yang berada didalam dan diluar sel, serta permeabilitas dari ion
channel. Resting potensial di cardiac cell ini terjadi akibat transport natrium dan kalium.
Terdapat membrane transporter yang berperan penting untuk proses transport ini yaitu Natrium
Kalium ATPase yang akan menghidrolisi ATP, dimana energy dari ATP tersebut akan
digunakan untuk mengeluarkan 3 ion natrium keluar sel dan memasukan 2 ion kalium kedalam
sel. Tujuan proses ini yaitu untuk menjaga konsentrasi natrium intracellular dalam keadaan low
levels dan menjaga konsentrasi kalium intaselular dalam keadaan high level sehingga
terbentuklah resting membrane.
Cardiac myocyte memiliki sepasang channel kalium yang selalu terbuka saat resting state
yang bernama inward rectifier. Channel kalium ini terbuka ketika ion channel kalisum dan
natrium tertutup. Sehingga dengan kata lain resting cell membrane bersifat lebih permeable
terhadap kalium dibandingkan dengan ion lain.

Ketika channel kalium terbuka, maka kalium akan keluar dari sel, yang mengakibatkan
muatan di luar sel lebih positif sedangkan didalam sel akan lebih negative. Karena gradient
konsentrasi yang tinggi ini, kalium akan tertarik kembali masuk kedalam sel, sehingga akan
terbentuk potassium equilibrium potensial yaitu -91 mv. Tetapi pada saat resting potensial ini ion
channel natrium ada yang terbuka sedikit yang mengakibatkan natrium masuk kedalam sel dalam
jumlah yang sedikit, mengakibatkan potensial di dalam sel menjadi lebih positif. Sehingga pada
akhirnya resting membrane potensial ini memiliki muatan -90mv.

9
AKSI POTENSIAL
Ketika voltage cell membrane berubah maka akan merubah permeabilitas dari ion
channel sehingga perpindahan ion akan terjadi dan akan membentuk aksi potensial. Aksi
potensial ini memiliki nama lain yaitu impuls.
Aksi potensial terjadi ketika membrane mencapai threshold. Aksi potensial ini meliputi
proses depolarisasi dan repolarisasi. Aksi potensial pada jantung terdiri atas pacemaker dan
nonpacemaker aksi potensial. Pacemaker aksi potensial secara spontan melalukan aksi potensial
sedangakan nonpacemaker aksi potensial dapat melalukan depolarisasi melalui trigger dari sel
yang berdekatan. Nonpacemaker aksi potensial ini terjadi pada ventricular dan atrial myocte
serta purkinje fibers. Aksi potensial pada jantung berbeda dengan aksi potensial pada skeletal
muscle ataupun nerve system. Durasi aksi potensial pada saraf terjadi sekitar 1-2 milisecond,
pada skeletal muscle 2-5 milisecond dan pada jantung lebih lama yaitu 200-400 milisecond,
perbedaan ini terjadi diakibatkan karena perbedaan sifat ion yang menrtigger aksi potensial.
A. NONPACEMAKER ACTION POTENTIAL (CARDIAC MUSCLE CELL)
Sebelum terstimulasi, RMP akan stabil pada keadaan -90mv. Resting state sebelum depolarisasi
ini disebut dengan phase 4 pada mekanisme aksi potensial.

10
1. PHASE 0
Ketika resting membrane voltage, channel kalsium dan natrium tertutup, ketika
channel terbuka natrium akan cepat masuk kedalam sel sehingga mengubah
konsentrasi gradient didalam dan diluar sel. Masuknya natrium kedalam sel
mengakibatkan transmembrane potensial menjadi lebih negative sehingga
menyebabkan semakin banyaknya channel natrium yang terbuka dan semakin banyak
pula natrium yang masuk kedalam sel. Hal ini mengakibatkan tercapainya threshold
potensial yaitu -70mv. Pada fase 0 ini yang berperan adalah ion natrium melalui fast
channel natrium. Pada diagram digambarkan upstroke atau garis yang lurus keatas
diakibatkan cepat masuknya natrium ke dalam sel, tetapi fase 0 ini pun hanya terjadi
dalam waktu yang singkat yaitu 1/1000 second dan channel ion natrium akan secara
cepat menutup kembali. Nah pada fase 0 ini terjadi early depolarization dengan
voltage melebihi 0 mv.
2. PHASE 1
Pada fase 1 terjadi proses aktivasi dari channel kalium sehingga menyebabkan
kalium banyak keluar sel. Hal ini mengakibatkan voltage membarane potensial
menjadi 0mv.
3. PHASE 2
Fase 2 merupakan fase yang paling lama pada aksi potensial. Fase 2 terjadi ketika
terjadinya keseimbangan antara ion kalium yang keluar dengan kalsium yang masuk.
Kalsium akan masuk kedalam sel melalui channel ion yang disebut dengan L-type.
Channel kalsium ini sebenarnya sudah terbuka saat di fase 0, ketika voltage
membrane mencapai -40mv, sehingga mengakibatkan keadaan didalam sel menjadi
lebih positif. Channel kalsium ini sifatnya adalah slower channel, sehingga flow
kalsium yang masuk ke dalam sel pun terjadi secara bertahap. Pada fase ini ketika
channel kalsium terbuka maka channel kalium pun akan ikut terbuka, namun channel
kalium yang terbuka ini bersifat slow dibandingkan pada saat RMP, sehingga disebut
dengan delayed rectifier potassium channel. Karena pada fase 2 ini channel yang
terbuka sama-sama bersifat lambat, maka jumlah calcium yang masuk dan kalium
yang keluar akan seimbang dalam janka waktu yang cukup yang disebut dengan
Plateu period. Ion kalsium yang masuk kedalam sel akan mentrigger release nya
internal calcium ion dari sarcoplasmic reticulum sehingga menginisiasi proses
kontraksi myocyte. Karena ion kalsium duluan terbuka dibandingkan ion kalium

11
,maka channel kalsium pun lebih dulu tertutup dibandingkan kalium. Sehingga ketika
kalsium tidak lagi masuk kedalam sel, tetapi kalium masih keluar sel terjadilah fase 3.
4. PHASE 3
Fase 3 merupakan fase repolarisasi, dimana voltage transmembrane kembali pada
angka -90mv. Pada fase ini terjadi proses kalium outflow yang terus menerus
sedangkan permeabilitas membrane sel untuk kation yang lain belum terjadi,
sehingga mengakibatkan rapid repolarization.
Untuk menjaga konsentrasi gradient transmembrane tetap stabil, maka kalsium
dan natrium yang masuk kedalam sel saat proses depolarisasi harus kembali
dikeluarkan. Untuk kalisum ia kembali dikeluarkan melalui Natrium-Calsium
Exchanger yang terdapat pada sarcolemma dimana energy yang dihasilkan untuk
memompa nya keluar berasal dari Calsium ATPase, sedangkan untuk kalium dan
natrium dimediasi oleh Natrium Kalium ATPase.
Catatan : untuk aksi potensial pada purkinje fibers sama saja dengan cardiac muscle, hanya saja
resting membrane potensial nya sedikit lebih negative dan upstroke pada fase 0 lebih cepat.
B. PACEMAKER ACTION POTENTIAL

12
Proses upstroke atau depoarisasi pada nonpacemaker tidak terjadi secara spontan, namun
harus di trigger oleh depolarisasi myocyte yang berdekatan. Berbeda dengan pacemaker cell,
yang memiliki kemampuan rhythmic spontaneous atau automaticity sehingga mampu
menghasilkan impuls tanpa di trigger oleh faktor eksternal. Proses depolarisasi pada pacemaker
cell ini (SA Node, AV node) terjadi secara spontan selama fase 4. Fase 4 dikarakteristikan
dengan spontan depolarisasi, ketika potential threshold terapai yaitu -40mv, upstroke aksi
potensial terjadi. Pada fase 0 di pacemaker proses upstroke lebih lambat, hal ini
dikarenakan lambatnya influx calcium karena pada fase 0 ini yang terbuka adalah slow
calcium channel.
Perbedaan antara pacemaker dan nonpacemaket aksi potensial ini terdiri atas 3 hal
yaitu :
1. Maksium negative voltage pacemaker yaitu -60Mv, lebih negative dibandingkan
dengan nonpacemaker (-90mv). Hal ini diakibatkan oleh fast sodium channel di SA
Node tetap diinaktivasi.
2. Fase 4 pada pacemaker ini digambarkan dengan upward slope dan tidak flat, hal ini
menggambarkan bahwa terjadinya depolarisasi secara spontan. Depolarisasi spontan
ini dihasilkan oleh ionic flux yang dikenal dengan sebutan pacemaker current (If) .
pacemaker channel terbuka saat repolarisasi saat membrane potensial mencapai nilai
yang sangat negative. Namun ketika channel natrium terbuka an natrium ion mulai
masuk kedalam sel, sehingga sel akan lebih positive dan bergeser dari -60mv ke -
40mv dan terbentuklah threshold sehingga terjadi depolarisasi.

13
3. Fase 0 pada pacemaker sedikit lebih lama dibandingkan dengan non pacemaker, hal
ini dikarenakan fast sodium channel masih dalam keadaan inactive, dan yang terbuka
hanya yang slow natrium channel, dan upstroke yang terjadi karena influx nya
calcium melalui slow calcium channel.
Repolarisasi pada pacemaker sama seperti pada nonpacemmaker, yaitu terjadi proses
inactivasi calcium channel dan peningkatan aktivasi kalium channel sehinga efflux kalium
meningkat.
Refractory period

Refractory period adalah periode resistensi terhadap suatu stimulus aksi potensial. Aksi
potensial pada jantung memiliki durasi yang lebih panjang dibandingkan pada saraf dan skeletal
muscle. Hal ini dikarenakan prolonged refractory period. Prolongd refractory period ini
dibutuhkan untuk mempersilahkan ventricle berkontraksi mengejeksikan darah secara sempurna
atau mempersilahkan ventricle untuk mengosongkan isi chamber nya dan refill sebelum
kontraksi selanjutnya. Terbayang jika tidaka ada refractory period ini maka darah yang
diejeksikan ke seluruh tubuh akan selalu berkurang.
Refractory period ini dihasilkan dari reopening fast sodium channel yang dimulai saat
fase 3. Refractory period ini dibagi dalam beberapa tipe :
1. Absolute refractory period , menunjukan waktu selama sel secara komplet tidak dapat
dirangsang untuk kontraksi baru.
2. Effective refractory period, menunjukkan periode dimana terjadi local aksi potensial
tetapi tidak dapat mempengaruhi aksi potensial secara besar-besaran.

14
3. Relative refractory period, stimulasi mengahsilkan aksi potensial lemah dan lebih lambat
dari biasanya. Karena channel natrium kemabli di inaktivasi dan delayed channel kalium
mulai di aktivasi.

INOTROPIK
Inotropik adalah agen atau zat yang berperan dalam kekuatan kontraksi atau kontraktilitas
otot jantung. Ada 2 :
a. Inptropik positif : agen yang meningkatkan kontraktilitas otot jantung yang digunakan
untuk mendukung fungsi jantung dalam kondisi seperti heart failure, kardiomiopati.
Contohnya adalah katekolamine, adrenaline, digoxin.
b. Inotropic negative : agen yang menurunkan kontraktilitas miokard dan digunakan untuk
mengurangi beban kerja jantung. Contohnya seperti verapamil, bisoprolol

KRONOTROPIK
Kronotropik adalah agen yang berperan dalam denyut jantung atau frekuensi jantung. Ada 2 :
a. Kronotropik positif : meningkatkan denyut jantung seperti dopamine, eponefrine.
Agonist adrenergic
b. Kronotropik negative : menurunkan denyut jantunng seperti asetilkolin

OBAT ANTI ARRHYTHMIA


Aritmia  Gangguan irama jantung yang terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak menentu,
disebabkan keabnormalan konduksi impuls atau keabnormalan pembentukan impuls
Anti Arrhythmia = Obat-obatan yang membuat irama jantung menjadi normal kembali. Obat
antiaritmia berperan di kanal Na, Ca, K dan di aktivitas simpatik.
Aktivitas normal Na, Ca, dan K di dalam sel otot jantung dan di dalam pacemaker

Irama jantung normal


Jika ada gangguan pada aktivitas Na, Ca, dan K di dalam sel otot jantung dan di dalam
pacemaker

ARRYTHMIA
Keabnormalan konduksi impuls  Jantung berdetak terlalu lambat
Keabnormalan pembentukan impuls  Jantung berdetak terlalu cepat

15
KLASIFIKASI OBAT ANTIARITMIA
Kelas 1 = Na channel blocker
Kelas 2 = Β adrenoceptor blocker
Kelas 3 = K channel blocker
Kelas 4 = Ca channel blocker
Other atau kelas 5
Amiodarone (Kelas 3)
IV, Oral
Dimetabolisme di hepar
Indikasi : supraventrikular dan ventrikular arithmia yang parah, Atrial Fibrilasi
Kontraindikasi : pasien gangguan hepar
Keterangan : Amiodaron ini punya mekanisme aksi kelas 1, 2, 3 dan 4 sehingga efeknya
digunakan pada pasien aritmia yang parah, dan amiodaron ini dapat meningkatkan kerja
Digoxin
Digoxin (kelas 5)
Mekanisme aksinya adalah dengan menginhibisi Na-K-ATPase sehingga kadar Ca di
dalam myosit akan meningkat sehingga akan terjadi pemanjangan dari phase 2 yang akan
membuat pemanjangan dari Efective Refractory Periode dan akhirnya akan
meningkatkan kontraktilitas
Dapat diberikan secara Oral, IV, atau IM
Indikasi : untuk pasien HF, atau atrial fibrilasi
Kontraindikasi : tidak boleh untuk pasien hipokalemia

16
BAB II
CLINICAL SCIENCE
DYSPNEA
The American Thoracic Society mendefinisikan dyspnea sebagai "pengalaman subjektif
dari bernapas ketidaknyamanan yang terdiri dari sensasi kualitatif berbeda yang bervariasi dalam
intensitas. Pengalaman ini berasal dari interaksi antara beberapa faktor fisiologis, psikologis,
sosial, dan lingkungan, dan dapat menyebabkan fisiologis sekunder dan tanggapan perilaku . "
Dyspnea, gejala, harus dibedakan dari tanda-tanda peningkatan kerja pernapasan.
Mechanisms of Dyspnea
Sensasi pernafasan adalah konsekuensi dari interaksi antara eferen, atau keluar, motor
keluaran dari otak ke otot-otot ventilasi (feed-forward) dan aferen, atau masuk, masukan
sensorik dari reseptor seluruh tubuh (umpan balik), serta pengolahan integratif informasi ini
bahwa kita menyimpulkan harus terjadi di otak (Gambar. 33-1). Sebuah keadaan penyakit
tertentu dapat menyebabkan dyspnea oleh satu atau lebih mekanisme, beberapa di antaranya
mungkin dapat beroperasi dalam kondisi tertentu tetapi tidak yang lain.
Motor Efferents
Gangguan pompa ventilasi yang dikaitkan dengan peningkatan kerja pernapasan atau rasa
upaya peningkatan untuk bernapas. Ketika otot-otot yang lemah atau lelah, upaya yang lebih
besar diperlukan, meskipun mekanik dari sistem ini adalah normal. peningkatan output saraf dari
korteks motor diduga merasakan akibat debit konsekuensi yang dikirim ke korteks sensorik pada
saat yang sama bahwa sinyal yang dikirim ke otot-otot ventilasi.
Sensory Afferents
 Kemoreseptor dalam tubuh karotis dan medula diaktifkan oleh hipoksemia, hiperkapnia
akut, dan asidemia. Stimulasi reseptor ini, serta yang lain yang menyebabkan
peningkatan ventilasi, menghasilkan sensasi rasa lapar udara.
 Mechanoreceptors di paru-paru, jika dirangsang oleh bronkospasme, menyebabkan
sensasi sesak dada. J-reseptor, peka terhadap edema interstitial, dan reseptor pembuluh
darah paru, diaktifkan oleh perubahan akut pada tekanan arteri pulmonalis, muncul untuk
berkontribusi kelaparan udara. Hiperinflasi dikaitkan dengan sensasi ketidakmampuan
untuk mendapatkan napas dalam-dalam atau napas tidak memuaskan. Hal ini tidak jelas
apakah sensasi ini timbul dari reseptor di paru-paru atau dinding dada, atau jika itu
adalah varian dari sensasi rasa lapar udara.

17
 Metaboreceptors, terletak di otot rangka, diyakini diaktifkan oleh perubahan dalam
lingkungan biokimia lokal dari jaringan aktif selama latihan dan, ketika dirangsang,
berkontribusi pada ketidaknyamanan pernapasan.

Hypothetical model for integration of sensory inputs in the production of dyspnea.


Informasi aferen dari reseptor seluruh proyek sistem pernapasan secara langsung ke
korteks sensorik untuk berkontribusi pengalaman sensorik kualitatif primer dan memberikan
umpan balik pada aksi pompa ventilasi. Aferen juga memproyeksikan ke daerah otak yang
bertanggung jawab untuk kontrol ventilasi. Motor cortex, menanggapi masukan dari pusat
kontrol, mengirim pesan saraf ke otot ventilasi dan debit wajar ke korteks sensorik (umpan-maju
sehubungan dengan instruksi yang dikirim ke otot). Jika umpan-maju dan umpan balik pesan
tidak cocok, sinyal kesalahan dihasilkan dan intensitas dyspnea meningkat. (Diadaptasi dari
Gillette dan Schwartzstein.)

DDx

18
Paroxymal Nocturnal Dyspnea
Episode akut dari dyspnea parah dan batuk yang umumnya terjadi saat malam hari dan
membuat pasien terbangun dari tidurnya, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. Dyspnea ini
tidak hiang dengan posisi duduk tegak.
Sering disebut juga cardiac asthma karena pasien dengan PND sering mengalami batuk
dan wheezing (disebabkan oleh bronchospasm, tetapi harus dibedakan asthma primer dan
penyebab pulmonary lain)
Berbaring (terlentang) → redistribusi darah intravaskular dari sirkulasi bagian tubuh yang
bergantung gravitasi (sirkulasi splanchnic dan ekstremitas bawah) ke sirkulasi sentral (paru-paru)
→ Tekanan kapiler pulmonary ↑ → tekanan arteri-arteri bronchial ↑ → penekanan jalan nafas

ARRHYTHMIA
MECHANISM OF ARRHYTHMOGENESIS
Mekanisme yang bertanggung jawab untuk cardiac arrhythmias:
1. disorder/altered impulse formation
2. disorder/altered of impulse conduction
3. combinations of both

19
ALTERED IMPULSE FORMATION
Keabnormalan utama dari inisisasi impuls yang menyebabkan arrhythmia adalah:
1. altered automaticity atau perubahan otomatisasi, baik yang terjadi pada sinus node atau
pada latent pacemaker dalam specialized conduction pathway.
2. abnormal automaticity di myocyte atrium maupun ventrikel.
3. triggered activity.
Enhanced Automaticity
 Alteration in Sinus Node Automaticity
Rate of impulse initiation oleh sinus node atau oleh latent pacemaker diregulasi utamanya
oleh faktor neurohormonal.
 Peningkatan sinus node automaticity
Modulator normal paling penting dari sinus node automaticity  autonomic nervous
system.
Peningkatan otomatisasi SA node secara normal biasa terjadi pada saat olehraga atau
pada saat stress emosional.
Sympathetic stimulation, acting through β1-adrenergic receptor

Meningkatkan probabilitas dari pacemaker channel untuk terbuka


(voltage-sensitive Ca2+ channels)

Ambang batas (threshold) aksi potensial menjadi lebih negatif voltasenya;


diastolic depolarization mencapai threshold potential dengan lebih cepat

Arus pacemaker mengalir

Terjadi penampakan steeper slope of phase 4 depolarization

SA node mencapai ambang batas

Tereksitasi lebih awal daripada normal

20
HR↑↑
 Penurunan sinus node automaticity
Penurunan normal SA node automaticity disebabkan oleh penurunan stimulasi
simpatis dan peningkatan parasympathetic nervous system.
Parasympathetic stimulation:
Cholinergic stimulation via vagus nerve

Menurunkan probabilitas dari pacemaker channel untuk terbuka;


meningkatkan probabilitas acetylcholine-sensitive K+ channel untuk terbuka saat
istirahat

Ambang batas (threshold) aksi potensial menjadi kurang negatif atau menjadi lebih
positif voltasenya;
K+ dengan mudah keluar melalui channel yang terbukaarus K+ mengalir keluar

Arus pacemaker menurun dikarenakan channel yang tertutup

Terjadi penampakan slope of phase 4 depolarization menurun

Intrinsic firing rate of the cell menurun

Ambang batas SA node menurun sehingga eksitasinya menurun

HR↓↓

21
 Enhanced Automaticity of Latent Pacemaker
Peningkatan konsentrasi cathecholamine, hypoxemia, ischaemia, electrolyte disturbance, drug
toxicity (digitalis)

Pembentukan intrinsic rate of depolarization dari latent pacemaker lebih cepat daripada SA node

Latent pacemaker mengambil kontrol pembentukan impuls

Ectopic beat

HR↑↑
 Ectopic beat relatif prematur daripada ritme normal. Sequence of similar ectopic
beats  escape rhythm.
 Jika sinus node tersupresi  SA node tereksitasi lebih rendah daripada normal 
tempat pembentukan impuls beralih ke latent pacemaker.
22
 Latent pacemaker atau ectopic pacemaker adalah pacemaker di luar SA node tapi
masih dalam jalur konduksi, misalnya AV node atau Purkinje fibers.
 SA node dikenal sebagai native pacemaker.
 Escape beat  impuls yang diawali dari latent pacemaker dikarenakan SA node rate
has slowed.
 Gangguan SA node yang persisten akan menyebabkan continued series of escape beat
 escape rhythm.
 Escape rhythm are protective  untuk menjaga heart rate menjadi lebih lambat
ketika eksitasi SA node terganggu.
 Supresi aktivitas SA node  dikarenakan peningkatan parasimpatis tone.
 Parasympathetic stimulation  SA node dan AV node paling sensitif, atrial tissue =
sensitif, sedangkan ventricular conducting kurang sensitif terhadap stimulasi
parasimpatis.
 Abnormal Automaticity
 Yang menjadi pacemaker adalah sel-sel yang tidak biasanya memiliki kemampuan
automaticity.
 Jika rate of depolarization dari sel-sel tersebut meningkat daripada SA node  sel-sel
tersebut secara sementara mengambil alih fungsi pacemaker dan menjadi sumber dari
abnormal ectopic rhythm.
 Keadaan ini disebabkan cardiac tissue injury  myocardial cells diluar specialized
conduction system memperoleh atau menambah automaticity dan secara spontan
terdepolarisasi.
 Ketika myocyte mengalami injury  membran sel menjadi lebih rapuh 
ketidakmampuan sel untuk mempertahankan konsentrasi gradien ion-ion  resting
membrane potential menjadi lebih positif (sebagian sel terdepolarisasi).
 Ketika cell membrane potential berkurang menjadi kurang dari -60mV, gradual phase
4 depolarization dapat terbentuk walaupun dari sel-sel nonpacemaker.
Triggered Activity
 Pada beberapa kondisi abnormal  normal cardiac action potential dapat dipotong
(interrupted) atau diikuti oleh abnormal depolarization.
 Kalau abnormal depolarization mencapai threshold  akan terbentuk upstroke 
afterdepolarization.

23
1. Early afterdepolarization
- Terjadi selama fase repolarisasi.
- Perubahan membran potensial pada positive direction yang memotong normal
repolarisasi.
- Early depolarization  dapat terjadi selama plateu of action potential (phase 2)
atau selama rapid repolarization (phase 3).
- Early depolarization terjadi akibat dari perpanjangan cardiac action potential 
extracellular K+ is low, Na+ channel activated, membrane voltage lebih negatif.

2. Delayed afterdepolarization
- Terjadi segera setelah fase repolarisasi komplit.
- Kebanyakan terjadi saat konsentrasi intraselular Ca2+ meningkat atau selama
stimulasi catecholamine yang meningkat  aktivasi arus chloride atau aktivasi
Na+-Ca2+ exchanger  banyak arus masuk  delayed afterdepolarization.
- Jika amplitudo delayed afterdepolarization mencapai threshold voltage  akan
terbentuk aksi potensial.
ALTERED IMPULSE CONDUCTION
 Conduction Block

24
 Impuls dikatakan mengalami block  jika bertemu dengan area atau wilayah jantung
yang secara elektrik tidak dapat dieksitasi.
 Block Transient/permanent
Unidirectional (dari satu arah arus)/ bidirectional (dari kedua arah
arus)
Functional  proses normal dikarenakan peningkatan refractory
periode
Fixed  proses abnormal dikarenakan ada bagian jantung yang
mengalami fibrosis atau scarring.
 Unidirectional Block and Reentry
 Mekanisme yang biasanya terjadi di mana terjadi perubahan konduksi impuls yang
menyebabkan tachyarrhythmia  reentry  impuls elektrik mengalir kembali ke
jalur reentry, sehingga menyebabkan depolarisasi kembali (redepolarization).
 Selama konduksi jantung normal  setiap impuls elektrik yang berasal dari SA node
menyebar secara teratur ke seluruh jantung.
 Pada reentry  terdapat suatu gangguan sehingga impuls elektrik tidak menyebar
secara bersamaan ke seluruh jantung.
 Biasanya reentry diawali oleh unidirectional block  merupakan blok yang terjadi
pada satu daerah jantung yang terjadi hanya pada salah satu arah arus/impuls elektrik,
namun wilayah jantung tersebut masih dapat tereksitasi dari arah yang berlawanan.
 Sedangkan bidirectional block  impuls elektrik terblok pada kedua arah arus,
sehingga wilayah jantung yang terblok tidak dapat tereksitasi sama sekali dari arah
manapun.
 Panel A  keadaan aksi potensial yang normal; pada point x, impuls terbagi menjadi
dua jalur, α dan β, untuk mencapai seluruh area jantung dan mengalir ke distal
conduction tissue.
 Panel B  menunjukkan adanya unidirectional block; aksi potensial yang secara
normal terpisah pada point x, tidak dapat mengalir melalui jalur β, dikarenakan terjadi
unidirectional block, yang mengakibatkan wilayah jantung di jalur β tidak dapat
tereksitasi. Sedangkan aksi potensial yang mengalir melalui jalur α tidak mengalami
hambatan. Ketika aksi potensial dari jalur α telah mencapai distal conduction tissue,
maka wilayah jantung yang terkena blok dan belum tereksitasi akan dialiri aksi
potensial dari jalur α yang mengalir kembali (reentry) ke wilayah jantung yang

25
terblok. Dikarenakan wilayah jantung tersebut mengalami unidirectional block, maka
wilayah jantung tersebut dapat tereksitasi.
 Panel C  menunjukkan normal retrogade conduction velocity; setelah terjadi
reentry dari aksi potensial jalur α seperti pada panel B, maka aksi potensial akan
mengalir kembali ke arah sebelumnya seperti normalnya. Jika aksi potensial dari jalur
α tidak mengalami hambatan dan tiba tepat waktu alias tidak terlambat di jalur α lagi,
maka aksi potensial akan berhenti di jalur α tepatnya di point x, karena jalur α masih
dalam masa refractory sehingga tidak dapat tereksitasi. Proses ini tidak akan
mengakibatkan tachyarrhtyhmia.
 Panel D  menunjukkan slowed retrograde conduction velocity; proses ini terjadi
pada jantung yang mengalami ischaemic. Di mana aliran balik (reentry) aksi potensial
pada jalur β mengalami hambatan sehingga saat mencapai point x, aksi potensial
tidak berhenti seperti pada panel C, tapi aksi potensial akan diteruskan ke jalur α yang
sudah selesai masa refractory-nya.

26
Basic Approach in Arrhythmia Classification

Impulse origin Supraventricular Arrhythmia


- Atrial arrhythmia
- AV junctional arrhythmia
Ventricular arrhythmia

Type and sequence of impulse formation Extrasystole/premature beat


Tachycardia
Flutter
Fibrillation
Escape
Escape rhytm

Mode of impulse conduction Block


AV dissociation
Pre-excitation

CLINICAL ASPECTS OF CARDIAC ARRHYTHMIAS


Common Arrhythmias:
Location Bradyarrhythmias Tachyarrhythmias
SA node Sinus bradycardia. Sinus tachycardia.
Sick sinus syndrome.
Atria Atrial premature beats.
Atrial flutter.
Atrial fibrillation.
Paroxysmal supraventricular tachycardias.
Ectopic atrial tachycardia.
Multifocal atrial tachycardia.
AV node Conduction blocks. Paroxysmal reentrant tachycardias (AV or AV nodal).
Junctional escape rhythm.
Ventricles Ventricular escape rhythm. Ventricular premature beats.
Ventricular tachycardia.
Torsades de pointes.
Ventricular fibrillation.

27
BRADYARRHYTHMIAS
Bradyarrhythmias adalah rhythms pada heart rate kurang dari 60 beat per minute. Muncul
dari disorder pembentukan impuls atau terganggunya konduksi impuls.
1. Sinoatrial Node
SINUS BRADYCARDIA
 Merupakan ritme normal yang lambat. Terjadi sebagai hasil dari penurunan firring SA
node sehingga rate-nya hanya kurang 60 bpm. Pada saat tidur atau istirahat pada
beberapa orang normal dapat ditemukan.
 Sinus bradycardia dapat terjadi sebagai hasil dari
- intrinsik SA node : depresi automaticity intrinsic dapat disebabkan karena aging
atau proses penyaklit yang mempengaruhi atrium, termasuk ischemic heart disease
atau cardiomyopathy.
- ekstrinsik SA node : faktor eksternal yang mensuppresi aktivitas SA node melliputi
medikasi (e.g., antiarrythmia drug, diantaranya β-blocker dan calcium channel
blocker) dan metabolic cause (e.g., hypothyroidism)

SICK SINUS SYNDROME


 Dysfungsi intrinsik SA node yang menyebabkan periodenya tidak tepat bradycardia.
 Kondisi tersebut menimbulkan symptom : dizzeness, confusion atau orthopneu
 Biasa terjadi pada orang yang sudah tua, yang juga susceptible supraventricular
tachycardia, kombinasi tersebut dikenal dengan bradycardia-tachycardia syndrome.
(Fig.12.2) dan dihasilkan dari atrial fibrosis yang mengganggu fungsi SA node dan
predisposisi atrial fibrilasi dan flutter.
 Treatment umumnya menggunakan kombinsiantiarrythmia drug therapy untuk
mensuppresi tachycardia plus permanent pacemaker untuk mencegah bradycardia.
2. Escape Rhythms
Sel di antrioventricular (AV node) dan purkinje system mampu untuk automaticity tapi lebih
lambat firring rate-nya daripada sinus node dan kemudian tersupressi selama sinus rhytm
normal.

28
Jika aktivitas SA node menjadi terganggu atau terjadi blok konduksi impuls dari SA node,
escape rhythm dapat munculdari node yang lebih distal latent pacemaker. (fig.12.3)
Junctional escape beat muncul dari AV node atau proximal his bundle. Karakteristiknya
normal, QRS kompleks sempit dan ketika terjadi berlanjutan (termed a junctional escape
rhythm), terlihat dengan rate 40-60 bpm. QRS kompleksnya tidak didahului gelombang P
normal karena impuls berasal dari bawah atrial.

3. Atrioventricular Conduction System


Kegagalan konduksi diantara atrial dan ventrikel dapat menyebabkan tiga degree/ type AV
konduksi blok.
1) 1st degree, PR interval prolong atau lebih 0,2 second.
Mengindikasikan prolong normal delay antara atrial dan ventricle depolarisasi. Gangguan
konduksi biasanya dalam AV node itu sendiri dan dapat disebabkan oleh transient
influence atau struktur defect.
Penyebab reversible meliputi heightened vagal tone, transient AV nodal ischemic, dan
obat yang apat mendepresikan konduksi melalui AV node, trmasuk calcium channel
antagonis dan obat antiarrhytnmia lainnya. Penyebab struktur meliputi myocardial
infarction, dan chronic degenerative diseasekonduksi system, yang sering terjadi dengan
aging.
Umunya jinak dan asymptomatic yang tidak membutuhkan treatment. Meskipun dapat
mengindikasikan susceptibility high degree AV blok .

29
2) 2nd degree, P wave tidak diikuti QRS complexs
Karakteristiknya intermediet failure AV conduction.
 Mobitz I block (Wenckenbach) : PR Interval (c/ 0,3 - 0,4 – 0,5 sec)
Degree AV delay meningkat secara gradual dengan tiap beat sampai impuls
komplit terblok dan stimulus ventrikular tidak mengikuti P wave untuk single
beat. (12.5)
ECG : progresivitas peningkatan PR interval dari sat beat ke beat selanjutnya
sampai QRS kompleks tidak ada.
Hasil dari gangguan konduksi di AV node.

 Mobitz II block : PR Interval 2 kali R-R normal


Karakteristik : sudden intermediet loss AV conduksi, tanpa didahului gradual
lengthening PR interval.(figure 12.6)
Disebabkan blok dibawah AV node dan QRS compleks melebar.

3) 3rd degree, P wave tidak berkorelasi dengan QRS complex


merupakan komplit heart blok. Terjadi bila kegagalan konduksi di atrium dan ventrikel
secara komplit. Terjadi dengankeadaan acute myocardial infarction dan chronic
degenerative konduksi pathway.

30
TAKIARITMIA
Tachyarritmia terjadi apabila heart rate >100 bpm. Tachyarritmia dapat dihasilkan dari 3
mekanisme, yaitu 1. Adanya automatisasi, 2. Reentry atau 3. Adanya triggered activity.
Tachyarritmia dapat dibedakan berdasar letak originnya menjadi supraventricular dan
ventricular berdasarkan :
1. Lebar QRS complex
2. Morfologi dan rate dari P wave
3. Relationship P waves dan QRS complex
4. Respon rhytm terhadap vagal manuvers
SUPRAVENTRICULAR ARRHYTHMIAS
1. Sinus tachycardia
 Dikarakteristikkan dengan adanya SA node discharge rate 100-180 bpm
 P wave dan QRS complex normal
 Biasanya normal timbul pada orang yang mengalami exercise, atau
peningkatan stimulus simpatetic seperti stress.
 Bisa timbul pada keadaan patologis seperti fever, hypoxemia,
hyperthyroidism, hypovolemia dan anemia

2. Atrial premature beat


 Atrial premature beat ini dapat timbul pada jantung yang sehat atau yang
mempunyai abnormalitas
 Dapat dihasilkan automatisasi atau reentry di atrial diluar SA node.
 APB biasanya asimptomatik tapi bisa menyebabkan palpitasi

31
 Di ECG akan terlihat P wave yang lebih awal dari seharusnya dengan bentuk
yang abnormal.

3. Atrial flutter
 Dikarakteristikkan dengan adanya aktivitas atrial yang cepat dan regular pada
rate 180-350 bpm
 Terjadi akibat adanya macro reentry pada fixed circuit pada area dinding
jantung. Sehingga terjadi kontraksi atrium besar-besaran sehingga terlihat
gelombang P yang besar dengan penampakan seperti gigi gergaji (SAW
TOOTH)
 Fixed circuit ini terbentuk dari adanya scarring dari penyakit lain, akibat
surgery atau prosedur abslasi.

4. Atrial fibrillasi
 Adanya chaotic rhytm dengan atrial rate yang sangat cepat (350-600 bpm)
tapi rate atrial ini tidak menyebabkan adanya kontraksi yang efektif sehingga
terlihat gelombang P yang kecil, tidak teratur dan bentuknya abnormal
 Penampakannya adalar ireegularly irregular
 Diakibatkan adanya wandering impuls akibat jalur micro reentry yang sangat
luas.
 Kadang atrial fibrilasi ini sering disertai dengan atrial flutter
 AF ini sangat berbahaya karena AF ini menyebabkan :

32
1. Rapid ventricular rate yang dapat mengakibatkan terganggunya
cardiac output
2. Tidak terorganisirnya kontraksi atrium dapat menyebabkan stasis
darah di chamber atrium, yang dapat menyebabkan pembentukan
thrombus, apabila terbentuk thrombus, apabila terbawa ke otak dapat
menyebabkan sumbatan dan mengakibatkan stroke.

5. Paroxysmal Supraventricular tachycardia


Paroxysmal supraventricular tachycardia manifestasi adalah :
1. sudden onset and termination
2. atrial rate berkisar antara 140-250 bpm
3. QRS complex masih narrow
Psvt terjadi akibat adanya reentry di AV node, atrium, atau adanya aksesory pathway
antara atrium dan ventricle. Di PSVT ada 2, yaitu AV node reentrant tachycardia dan
atrioventricular reentrant tachycardia.
a. AVNRT
 Pada AVNRT ini terjadi proses reentry dengan adanya unidirectional
blocked pathway dan slowed pathway, sehingga terjadi impuls masuk
yang banyak.
 Reentry ini terjadi di AV node, sehingga impuls ke ventricle lebih banyak

b. AVRT
Pada AVRT ini terbentuk adanya aksesory pathway dari atrium ke ventrikel
langsung tanpa AV node, karna impulse yang lewat aksesory pathway lebih cepat
dari pada impuls dari AV node, maka ventricle akan lebih cepat terdepolarisasi
karena dapat impuls dari 2 pathway. Yang mengakibatkan adanya tachyarritmia

33
 Contoh dari AVRT ini adalah WPW syndrome. Dimana terdapat aksesory
pathway, yang menyebabkan adanya tambahan impuls dari atrium,
sehingga pada ekg terlihat :
 PR interval memendek
 Adanya delta wave
 QRS lebih lebar

6. Ectopic atrial tachycardia


 Terjadi akibat adanya automatisasi jaringan atrial atau adanya reentry
 Pada ekg akan terlihat sinus rhtym yaitu P diikuti QRS complex, tapi
morphology P akan abnormal, menandakan bahwa gelombang P tidak
dihasilkan oleh SA node
 Dapat dihasilkan oleh adanya digitalis toxicity dan dipicu oleh peningkatan
tonus simpatetic

7. Multifocal atrial tachycardia


 Pada ECG terlihat adanya irregular rhytm dengan multiple P wave
morphologies (minimal 3)
 Atrial rate >100 bpm
 Disebabkan adanya automatisasi atrium atau reentry atau triggered activity.

34
VENTRICULAR ARRHYTHMIA
1. Ventrikular Premature Beats
 Terjadiakibatadanya ectopic ventricular focus action potential
 Dapatdigolongkanmenjadibigemini, trigeminiatauquadrigemini
 Didugaberkaitandenganadanya sudden death heart failure padapasiendengan
history myocard infarct sebelumnya
 Dapatdiberikan treatment beta blocker atauintracardiac defibrillator padapasien
yang parahkondisinyahinggamengancamjiwa

2. Ventricular Tachycardia
 Terjadinyatigaataulebihventricular premature beat
 Sustained VT bertahanlebihdari 30 detikdanterdapatgambaranklinis yang
parahseperti syncope sertamemerlukanterapiantiarrhytmic drugs
 Non-sustained VT terjadikurangdari 30 detikdanmenghilangdengansendirinya
 Gambaranpada EKG akanterlihatkomplek QRS lebihdari 0,12detikdengan rate
lebihdari 100 bpm.
 Jikakompleks QRS munculdengandengan rate yang regular danbentuk yang sama,
disebut monomorphic.
 Sedangkanjikabentukkompleks QRS bervariasidisebut polymorphic

35
3. Torsades des Pointes (LIHAT DI EBOOK YG INI)
 Merupakan polymorphic VT dengan amplitude yang beragam
 Terjadiakibat early after depolarization
 Padagambaran EKG akanditemukangambaran prolonged QT interval yang
mengindikasikandurasiaksipotensial yang meningkat
 Jikatidakditerapidenganbaikdapatberdegenerasimenjadi ventricular fibrillation
 PasiendenganTorsades des Pointes diberikan IV magnesium dan IV beta
adrenergic

4. Ventricular Fibrillation
 Berbahayakarenadapatmenyebabkankematian
 Terjadiakibat stimuli yang cepatdariventrikel
 Padagambaran EKG dapatditemukangambaran yang irregular “carutmarut “
 Pasiendengan VF diterapidengan defibrillator
dandiberikanobatantiarrhytmiasecara intravenous, ataupadaintracardiac
defibrillator padapasien yang lebihparah

36
CARDIOMYOPATHY
Cardiomyopati adalah penyakit/gangguan pada otot jantung
Dilated Hypertropic Restrictive
Cardiomyopathy Cardiomyopathy cardiomyopathy
Morfologi ventrikel Dilatasi LV + sedikit Penebalan dinding Fibrosis/infiltrasi
hipertrofi ventrikel
Etiologi  Idiopatik Genetik (mutasi pada  Amyloidosis
 Genetik gen/protein yang  Sarcoidosis
 Infeksi virus mengkode sel-sel  Hemochromatosis
(coxsackievirus otot jantung: B-  Terapi radiasi
group B, myosin, Beta  Scleroderma
parvovirus B19, MHC,Cardiac  Endomyocardial
Adenovirus) troponin, Myosin fibrosis
 Toxin : cobalt binding protein C)
 Peripartum
 Obat : cocaine,
amphethamine
 DM, Tiroid
disease
Epidemiologi Usia 20-60 thn, laki- Semua umur, Dewasa tua, paling
laki, Afrika-Amerika lk:wanita 1:1 jarang terjadi
Tanda & gejala  Fatigue  Dyspnea  Dyspnea
 Weakness  Angina  Fatigue
 Dyspnea  Syncope
 Orthopnea
 PND
PE  Rales  S4  JVD
 S3  Systolic murmur  Hepatomegali
 JVD yang kencang  Peripheral edema
 Hepatomegali pada sternal kiri
 Peripheral edema
Ukuran jantung Membesar Normal/membesar Biasanya normal

37
CARDIOMYOPATHY PERIPARTUM
Cardiomyopathy yang terjadi pada bulan terakhir kehamilan-5/6 bulan setelah pelahiran.
Etiologi
 Inflamasin pada otot jantung yang disebabkan oleh virus atau karena responn imun yang
abnormal
 Idiopatik
 Nutrisi yang buruk
 Genetik
 Defective antioxidant defenses
 Small-vessel disease
 Coronary artery spasm
Faktor Risiko
 Obesitas
 Usia ibu yang tua
 Riwayat myocarditis
 Penggunaan obat-obatan
 Merokok
 Alcholism
 Kehamilan kembar
 Nutrisi yang buruk
Tanda & gejala
 Lemas
 Palpitasi
 Nocturia
 BP menurun
 HR meningkat
 DOE
 Orthopnea
 Bengkak
 Crackles
 Abnormal suara jantung

38
CARDIAC EMERGENCY
1. Cardiac Arrest
Etiologi : gangguan ritme jantung
a. Ventrikular fibrilasi (VF)
b. Takikardi ventrikular tanpa nadi (pulselessVT)
c. Aktivitas elektrikal tanpa nadi (PEA)
d. Asistol
Tindakan :
 RJP & Defibrilasi
 Semakin cepat dilakukan maka kembalinya sirkulasi spontan juga akan lebih cepat
2. Hipertensi
Terjadinya kenaikan tekanan darah yang akut dan berat dengan ditandai dengan adanya
tanda-tanda gangguan organ. Tekanan diastolik > 120mmHg
Komplikasi :
1. Nefrosklerosis
2. Enselofati
3. Diseksi aorta
4. Eklampsia pada ibu hamil
Tanda&Gejala :
1. Sakit kepala
2. Pandangan kabur
3. Kebingungan
4. Nyeri kepala
5. Sesak nafas
6. Nyeri punggung
7. Parah : kejang dan penurunan kesadaran
3. Edema paru akut
Terdapat 2 bentuk yaitu noncardiac dan cardiac. Cardiac biasanya diakibatkan oleh
disfungsi sistolik LV yang disebabkan oleh infeksi, toksin, hipertensi, cardiomyopati,
penyakit arteri koroner
Tanda&Gejala :
1. Takipneu
2. Takikardia
3. Crackles
39
4. S3/S4/keduanya
5. Hipoksemia
6. Edema peripheral bilateral

4. Diseksi Aorta
Terjadi robekan pada Tunika intima dari Aorta yang mengakibatkan Tunika media pun
robek sehingga pecah dan terjadi perdarahan. Etiologinya bisa karena trauma atau aneurisma.
Tanda&Gejala :
1. Nyeri dada seperti tersobek
2. Sinkop
3. Hipertensi
4. Hilang denyut nadi
5. Penurunan BP

40
ALGORITMA CARDIAC ARREST

41
Ada empat ritme listrik jantung yang menyebabkan terjadinya henti jantung, yaitu
pulseless ventricular tachycardia (VT), ventricular fibrilation (VF), pulseless electric activity
(PEA), dan asystole. Ritme-ritme jantung tersebut menyebabkan jantung tidak dapat memompa
untuk membuat darah mengalir secara signifikan. Penyebab-penyebab terjadinya henti jantung
yang dapat ditangani, dalam istilah bahasa Inggris disebut sebagai the H’s dan the T’s yaitu H:
Hypoxia (hipoksia), hypovolemia (hipovolemik), hydrogen ion/asidosis (asidosis), hypo-
/hyperkalemia, hypothermia; T: Toxins (racun), tamponade jantung, tension pneumothorax,
thrombosis pulmonary, thrombosis coronary. Meski jantung berhenti, penderita belum lah
dikatakan meninggal. Penderita masih memiliki harapan untuk mendapatkan kembali sirkulasi
darah spontan atau yang disebut sebagai return of spontan circulation (ROSC). Namun, peluang
untuk penderita mengalami ROSC akan semakin berkurang seiring dengan lama terjadinya henti
jantung. Oleh karena itu, pertolongan harus segera dilakukan, yang mana setiap detik amatlah
berharga.
Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan tindakan utama yang harus segera dilakukan
pada pasien yang mengalami henti jantung. RJP terdiri dari kompresi dada dan pemberian
ventilasi dengan rasio 30:2. Artinya adalah penolong melakukan kompresi dada sebanyak 30
kali, kemudian dilanjutkan dengan memberikan napas buatan sebanyak dua kali tiupan. Jika
status infeksi pasien tidak diketahui sehingga penolong khawatir adanya risiko penularan
penyakit saat melakukan pemberian napas buatan, napas buatan tidak perlu diberikan. Pada
menit-menit awal terjadinya henti jantung, kompresi dada saja cukup membantu mengingat
pasien masih memiliki cadangan oksigen. Pada saat RJP, pengiriman oksigen ke jantung dan
otak lebih terbatasi oleh karena rendahnya aliran darah dibandingkan kandungan oksigen dalam
arteri. Bahkan, jika penolong hanya sendiri, pemberian ventilasi disarankan untuk tidak perlu
diberikan pada menit-menit awal henti jantung.
Kecepatan kompresi dada yang direkomendasikan adalah setidaknya 100 kali dalam satu
menit. Ritme kompresi dada tersebut sesuai dengan beat sebuah lagu berjudul Staying Alive
sehingga untuk mempermudah dalam melakukan kompresi dada sebanyak 100x per menit,
banyak praktisi kesehatan yang melakukan kompresi dada sembari membayangkan lagu tersebut.
RJP tidak boleh mengalami interupsi. Berhentinya RJP secara sementara hanya boleh dilakukan
saat menilai ritme jantung (dengan EKG atau monitor jantung), melakukan shock dengan
defibrilator pada kasus VT/VF, melakukan pengecekan pulsasi nadi karotis (dilakukan jika ritme
jantung teratur sudah terdeteksi), atau saat melakukan pemasanganadvanced airway (alat untuk
membantu mempertahankan jalan napas tetap terbuka, seperti endotracheal tube atau supraglotic

42
airway). Saat pergantian penolong (bisa karena kelelahan), interupsi harus diupayakan seminimal
mungkin.
Jika sudah dilakukan pemasangan advanced airway, ventilasi tidak lagi hanya diberikan
sebanyak dua kali tiap 30 kompresi dada melainkan menjadi 8-10 kali setiap menit. Jadi,
pemberian ventilasi (dengan bagging) dilakukan setiap 6 hingga 8 detik. Namun, perlu
diperhatikan bahwa ventilasi tidak boleh dilakukan secara berlebihan. Pada saat RJP, perfusi
sistemik dan paru berkurang sehingga hubungan perfusi-ventilasi yang normal dapat terjaga
dengan ventilasi yang jauh lebih rendah daripada normal. Selain itu, pada saat pemberian
ventilasi, tekanan dalam rongga dada akan meningkat sehingga aliran darah akan cenderung
terhambat padahal yang sedang lebih dibutuhkan adalah terjaganya aliran darah ke organ-organ
penting.
Selain interupsi minimal, kecepatan kompresi dada minimal 100x/menit, hindari ventilasi
berlebihan, kompresi-ventilasi 30:2, prinsip lain dalam RJP adalah kedalaman yang cukup saat
melakukan kompresi dada (sekitar 5 cm pada dewasa dan 3 cm pada anak), dan membiarkan
dada mengalami complete recoil atau relaksasi secara sempurna setiap kali kompresi dada.
Untuk kedalaman yang cukup serta efektifitas tenaga, kita tidak mengandalkan kekuatan lengan
melainkan menggunakan berat badan kita dalam melakukan kompresi dada. Posisi lengan lurus,
tidak boleh tertekuk. Telapak tangan kanan diletakan diatas tangan kiri. Kemudian, kita
mendorong dengan badan kita dengan beban dialirkan melalui lengan kita menuju dada
penderita.
Pada kasus ventricular fibrilation atau pulseless ventricular tachycardia, selain
menjalankan RJP yang berkualitas, terapi lain yang sudah terbukti meningkatkan survival adalah
defibrilator. Oleh karena itu, pada kedua kasus tersebut, pemberian defibrilator terintegrasi
dalam siklus RJP. Selain itu, meskipun pada awal pengecekan ritme didapatkan bahwa ritme
jantung pasien PEA atau asystole, defibrilator tetap perlu disiapkan karena ritme jantung dapat
mengalami evolusi.
Bagaimana algoritma penatalaksanaan henti jantung pada dewasa?
Situasi di luar rumah sakit: Pada saat melihat korban tidak sadarkan diri, pastikan bahwa
korban tidak sadar seperti dengan mengguncang-guncang bahu dan memanggil namanya (atau
dengan panggilan umum seperti pak, bu, mas, dsb). Panggil pertolongan sesegera mungkin
bahwa ada korban tidak sadarkan diri. Amankan lingkungan sekitar, jangan sampai penolong dan
korban justru mengalami bahaya lain, misalnya korban tidak sadar di tengah jalan sehingga ada
bahaya dari kendaraan yang lewat. Cek pulsasi karotis. Jika tidak ada nadi teraba, segera lakukan
kompresi dada. Minta bantuan pada orang di sekitar untuk meminta pertolongan medis

43
(menelepon ambulans atau RS). RJP dilakukan hingga ada orang yang lebih kompeten atau
ambulans datang.
Jika henti jantung terjadi di rumah sakit, segera setelah memulai RJP, korban diberikan
oksigen dan dipasang monitor. Defibrilator segera disiapkan. Setelah monitor siap, lakukan
pemeriksaan ritme jantung untuk memastikan apakah dapat dilakukan shock dengan defibrilator
atau tidak. Jika tidak dapat dishock, yaitu ritme listrik jantung PEA atau asistol, RJP dilanjutkan
kembali selama dua menit. Sembari melakukan RJP, jika belum dipasang, akses intravena
dipasang. Pertimbangkan juga untuk melakukan pemasangan advanced airway (endotracheal
tube atau supraglotic airway). Setelah dua menit RJP, lakukan kembali pengecekan ritme yang
ditampilkan pada monitor. Jika tidak dapat dishock, RJP dilanjutkan.
Suntik epinefrin diberikan setiap 3-5 menit. Dosis pemberian epinefrin adalah 1 mg.
Namun, untuk mempermudahnya, pemberian epinefrin dapat diberikan setiap 4 menit, yaitu tiap
kali dua sesi RJP dilakukan. Tatalaksana pada kasus yang tidak dapat dishock memang hanya
RJP yang berkualitas ditambah dengan pemberian epinefrin. Jadi, siklus itu terus dilanjutkan
sampai pasien ROSC atau memenuhi kriteria untuk tidak melanjutkan resusitasi. Jika tidak ada,
epinefrin dapat diganti dengan vasopresin 40 unit. Sembari melakukan upaya resusitasi,
penyebab dari henti jantung juga perlu dicari dan ditangani.
Pada kondisi ritme yang dapat dishock, yaitu VT atau VF, segera lakukan shock dengan
defibrilator. Alat defibrilator memiliki dua macam jenis, yaitu bifasik dan monofasik. Pada
bifasik, dosis energi yang digunakan sesuai dengan rekomendasi pembuat alat,misalnya dosis
inisial 120-200 J. Jika tidak diketahui, gunakan energi maksimal yang mungkin. Jika alat
monofasik, dosis yang digunakan adalah 360 J.
Setelah melakukan shock dengan defibrilator, RJP dilanjutkan selama dua menit, sembari
melakukan pemasangan akses intravena. Setelah dua menit, lakukan kembali pemeriksaan ritme
jantung. Jika masih VT/VF, shock dengan defibrilator kembali dilakukan. Epinefrin 1 mg
diberikan setiap 3-5 menit sebagaimana pada kasus PEA atau asistol. Tiap kali shock dengan
defibrilator selesai dilakukan, RJP dilanjutkan selama dua menit. Setelah tiga kali shock dengan
defibrilator dilakukan korban belum ROSC, pemberian amiodarone dapat dilakukan dengan
dosis 300 mg, bolus. Siklus tetap dilanjutkan sampai pasien ROSC. Setelah 2 kali shock lagi
setelah pemberian amiodarone pertama, amiodarone dosis kedua dapat diberikan sebesar 150
mg, bolus. Pemberian amiodarone hanya dilakukan sebanyak dua kali itu saja. Jika tidak ada
amiodarone, lidokain dapat menjadi penggantinya. Dosis inisial adalah 1-1,5 mg/kgBB IV. Jika
masih VF atau pulseless VT, dapat ditambahkan dosis 0.5-0.75 mg/kgBB IV dengan interval
pemberian 5-10 menit hingga dosis maksimal 3 mg/kgBB.

44
Shock hanya dilakukan tiap kali monitor menunjukan gambaran VT atau VF. Jika ritme
berubah menjadi PEA atau asistol, hanya RJP dan pemberian epinefrin saja yang dilakukan. Jika
epinefrin, vasopresin dan lidokain tidak dapat diberikan secara intravena karena aksesnya tidak
bisa didapatkan, pemberian dapat dilakukan melalui endotracheal tube. Dosis optimal pemberian
obat melalui ETT belum diketahui secara pasti, tetapi dosis yang diberikan biasanya adalah 2-2,5
kali pemberian melalui IV. Obat terlebih dahulu dilarutkan dalam air steril atau normal saline 5-
10 cc.

FAMILY PLANNING
WHO risk classification by medical condition for (A) contraceptive method and (B) pregnancy
WHO Class (A) (B)
1 Always usable No detectable increase risk of
maternal mortality &
morbidity
2 Broadly usable Small increase maternal
mortality & morbidity
3 Caution in use Increase maternal mortality &
morbidity
4 Do not use Extremely increase maternal
mortality and morbidity

Risiko yang memperburuk cardiac event selama kehamilan dari wanita dengan heart
disease yaitu:
a. Cyanosis (SaO2 <90%)
b. NYHA  class II
c. Systemic ventricular EF <40%
d. Prior cardiovascular event (Arrhytmia, pulmo edema, stroke, or TIA)

Jika satu gejala muncul maka risiko terjadi cardiac event selama kehamilan adalah 27%,
jika dua atau lebih adalah 75%

45
BAB III
KESIMPULAN
PATOMEKANISME

46
47

You might also like