You are on page 1of 21

REVIEW INTERAKSI OBAT PADA OBAT-OBAT ANTIHIPERTENSI

KARYA TULIS ILMIAH


untuk memenuhi persyaratan
dalam menyelesaikan program profesi apoteker

Oleh:
Febrina Susilawati, S.Farm 1731015320007
Ma’ruf Algifarie, S.Farm 1731015310015
Safira Evani Rizki Anwar, S.Farm 1731015320032

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
JUNI 2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH

REVIEW INTERAKSI OBAT PADA OBAT-OBAT ANTIHIPERTENSI

Karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker Fakultas MIPA Universitas
Lambung Mangkurat

Disetujui oleh :
Pembimbing

Nurlely, S.Farm., M.Sc(Pharm)., Apt.


NIP. 19820907 200801 2 009

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Apoteker
FMIPA Universitas Lambung Mangkurat

Difa Intannia, M.Farm-Klin., Apt


NIP. 19860919 201212 2 001
Abstract

Hypertension is a cardiovascular disease that causes 4.5% of the disease in the


world. Patients with hypertension are mostly elderly patients. The existence of
physiological changes, pharmacokinetics, pharmacodynamics, the existence of
complications and the development of polypharmacy causes the vulnerability
of drug related problems (DRP) so as to reduce the effectiveness of treatment
and the emergence of unwanted side effects. The more types of drugs that
patient receives, the potential for DRP and drug interactions will increase. The
purpose of this scientific papers is considering the number uses of a
combination of antihipertensive drugs that cause drug interactions. This
Scientific papers uses the method of antihypertensive drug interaction journal
review with online and offline literature. Online literature is obtained from
local and international publication journals obtained from journal providers
on the internet. The offline literature used is books and e-books. The
antihypertensive drug of the ACE Inhibitor group has the potential to cause
interactions when used with other group antihypertensive drugs, both
synergistic and antagonistic effects. Therefore, the use of combination
antihypertensive drugs should be considered, so as not to cause potential drug
interactions harmful or antagonistic effect, causing the drug does not work
optimally or fatal to the patient. The research of Fiqrianty, A. et al (2014) found
that the greatest potential of antagonistic interaction was on the use of
captopril and spironolactone. Research of Pahlawan, MK, et al (2013) got the
highest interaction potential of antihypertensive drug of ACEI class is the
synergistic interaction between the ACEI class with calcium antagonists,
captopril + amlodipine and captopril + nifedipine. Mahamudu, et al (2017)
research obtained the effect of synergistic interaction between ramipril and
furosemide when used simultaneously.

Keywords: Hypertension, Drug Interaction

1
Abstrak

Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang menyebabkan 4,5% dari


beban penyakit di dunia. Pasien yang menderita hipertensi kebanyakan adalah
pasien yang berusia lanjut. Adanya perubahan fisiologis, farmakokinetika,
farmakodinamika, adanya komplikasi dan berkembangnya polifarmasi
menyebabkan rentannya terjadinya permasalahan terkait penggunaan obat
(DRP) sehingga dapat menurunkan efektifitas pengobatan serta munculnya
efek samping yang tidak diinginkan. Semakin banyak pasien menerima obat
semakin tinggi terjadinya DRP maupun interaksi obat. Tujuan dari penulisan
karya tulis ilmiah ini adalah mengingat banyaknya penggunaan kombinasi obat
antihipertensi yang menyebabkan interaksi obat. Karya tulis ilmiah ini
menggunakan metode review jurnal interaksi obat antihipertensi dengan
literatur online dan offline. Literatur online didapat dari jurnal publikasi lokal
maupun internasional yang diperoleh dari penyedia jurnal di internet. Literatur
offline yang digunakan yaitu buku dan e-book. Obat antihipertensi golongan
ACE Inhibitor berpotensi mengakibatkan interaksi jika digunakan dengan obat
antihipertensi golongan lain, baik efek sinergisme maupun efek antagonis.
Oleh karena itu penggunaan obat antihipertensi secara kombinasi harus
diperhatikan, agar tidak menimbulkan potensi interaksi obat yang merugikan
atau berefek antagonis sehingga mengakibatkan obat tidak bekerja maksimal
atau berakibat fatal terhadap pasien. Penelitian Fiqrianty, A. et al (2014)
didapatkan bahwa potensi interaksi antagonis major yang paling banyak terjadi
adalah pada penggunaan captopril dan spironolakton. Penelitian Pahlawan,
M.K., et al (2013) mendapatkan potensi interaksi obat antihipertensi golongan
ACEI terbesar adalah interaksi sinergisme obat golongan ACEI dengan
antagonis kalsium, yaitu captopril+amlodipine dan captopril+nifedipine.
Penelitian Mahamudu, et al (2017) didapatkan efek interaksi sinergisme antara
ramipril dan furosemide ketika digunakan secara bersamaan.

Kata kunci : Hipertensi, Interaksi Obat


I. PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan penyakit kardivaskuler yang menyebabkan 4,5%
dari beban penyakit di dunia, sedangkan prevalensinya sama antara negara
berkembang dan negara maju. Hipertensi adalah salah satu faktor resiko utama
gangguan jantung, dapat berakibat terjadinya gagal ginjal dan penyakit
serebrovaskuler. Hipertensi menjadikan salah satu alasan tertinggi angka
kunjungan pasien ke perawatan kesehatan karena penggunaan obat hipertensi
yang membutuhkan waktu panjang (Depkes, 2006).
Hipertensi disebut juga sebagai Silent Killer karena biasanya hipertensi
terdeteksi ketika dilakukan pemeriksaan fisik karena ada penyakit tertentu.
Tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti
jantung, otak maupun ginjal. Gejala-gejala akibat hipertensi, seperti pusing,
gangguan penglihatan, dan sakit kepala, seringkali terjadi pada saat hipertensi
sudah lanjut disaat tekanan darah sudah mencapai angka tertentu yang
bermakna. Penderita dikatakan mengalami hipertensi jika terjadi peningkatan
tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Depkes, 2006).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2011, menunjukan
bahwa satu Milyar orang di dunia mengalami hipertensi, 2/3 diantaranya
dialami oleh negara berkembang berpenghasilan rendah sampai sedang.
Prevalensi hipertensi akan terus meningkat tajam dan diprediksi pada tahun
2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia terkena hipertensi.
Hipertensi telah mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun,
dimana 1,5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara yang 1/3 populasinya
menderita hipertensi sehingga dapat menyebabkan peningkatan beban biaya
kesehatan (Kemenkes, 2017).
Berdasarkan Riskesdas 2013, Prevalensi hipertensi nasional sebesar
25,8%, tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan terendah
di Papua sebesar (16,8%). Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang
mengalami hipertensi hanya 1/3 yang tediagnosis, sisanya 2/3 tidak
terdiagnosis. Data menunjukkan hanya 0,7% orang yang terdiagnosis tekanan
darah tinggi minum obat hipertensi (Infodatin, 2016).
Hipertensi yang tidak mendapat penanganan yang baik menyebabkan
komplikasi sepert stroke, penyakit jantung koroner, diabetes, gagal ginjal dan
Kebutaan. stroke (51%) dan penyakit Jantung Koroner (45%) merupakan
penyebab kematian tertinggi. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung
dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada
ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak
(menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
penggobatan yang memadai (Yonata, 2016).
Kujungan pasien yang menderita hipertensi kebanyakan adalah pasien
yang berusia lanjut. Adanya perubahan fisiologis, farmakokinetika,
farmakodinamika, adanya komplikasi dan berkembangnya polifarmasi
menyebabkan rentannya terjadinya permasalahan terkait penggunaan obat
(DRP) sehingga dapat menurunkan efektifitas pengobatan serta munculnya
efek samping yang tidak diinginkan. Semakin banyak pasien menerima obat
semakin tinggi terjadinya DRP maupun interaksi obat.
Interaksi obat merupakan suatu kejadian yang dapat terjadi bila
penggunaan bersama dua macam obat atau lebih. Pemberian obat antihipertensi
lebih dari satu dapat menimbulkan interaksi obat, begitu pula interaksi obat
antihipertensi dengan obat lain. Interaksi obat adalah Drug Related Problem
yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan. Hasil dari
interaksi obat adalah berupa peningkatan maupun penurunan efek yang dapat
mempengaruhi outcome terapi pada pasien (Mahamudu et al., 2017). Oleh
karena itu penulis berkeinginan untuk mereview jurnal tentang interaksi obat
pada obat-obat antihipertensi
II. METODE PENELITIAN
Pada review artikel ini digunakan literatur online dan offline. Literatur
online didapat dari jurnal publikasi lokal maupun internasional yang diperoleh
dari penyedia jurnal di internet. Literatur offline yang digunakan yaitu buku dan
e-book.

1
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber Tahun Judul Karakteristik Metode Hasil End Point


sampel (Interaksi Obat
ACEI)
Fiqrianty, A., 2014 Kajian Potensi Pasien GGK yang Rancangan deskriptif Berdasarkan penelitian yang Captopril -
et al Interaksi Obata tidak menjalani yang bersifat sudah dilakukan dengan Calcium Carbonat
Antihipertensi hemodialisa retrospektif dengan menggunakan metode (CaCO3)
pada Pasien (nonhemodialisa) menggunakan data analisis deskriptif yang
Penderita Gagal dengan pasien yakni data bersifat retrospektif di ruang Captopril-
Ginjal Kronik menggunakan data rekam medik pasien rawat inap RSUD Ulin Spiranolakton
Stadium V di pasien yakni data penderita GGK Banjarmasin diperoleh 204
Ruang Rawat rekam medik pasien stadium V di ruang pasien yang mengalami Captopril -
Inap Penyakit penderita GGK rawat inap periode GGK stadium V dan Furosemid
Dalam di stadium V diruang Januari 2013 - Juni mengalami hipertensi.
RSUD Ulin rawat inap penyakit 2014 Lisinopril -
Banjarmasin dalam pada periode Diperoleh 390 kasus Furosemid
Januari 2013 - Juni berpotensi terjadi interaksi
2014 obat berdasarkan parameter Captopril -
sofware online. Clobazam

Interaksi Obat yang terjadi Ramipril -


adalah sebagai berikut : Furosemid
1. Captopril dan Calcium
Carbonate (CaCO3)
yaitu sebanyak 42,6 %.

1
2. Captopril dan
spiranolakton yaitu
sebesar 66,7%
Diperoleh 112 kasus
berpotensi terjadi interaksi
obat berdasarkan Drug
Interaction Facts: The
authority on drug
interaction (Tatro, 2008).
Interaksi Obat yang terjadi
adalah sebagai berikut :
1. Captopril dan Furosemid
yaitu sebesar 53 kasus
dari 112 kasus
2. Lisinopril dan
Furosemid yaitu 15
kasus dari 112 kasus
3. Captopril dan Clobazam
yaitu sebesar 1 kasus
dari 112 kasus
4. Ramipril dan Furosemid
yaitu 1 kasus dari 112
kasus
Pahlawan, 2013 Penggunaan Penderita hipertensi Metode deskriptif Dari 170 sampel didapatkan ACEI Inhbitor-
M.K, et al Obat Anti- di bagian rawat jalan berupa studi hasil interaksi obat obat antihipertensi
Hipertensi pada RSMP periode Juli penggunaan obat, dan hipertensi golongan ACEI golongan lain
Pasien 2011-Juni 2012. pendataan melalui Inhibitor
Hipertensi di rekam medik. a. Sinergistik
Bagian Rawat 1. ACE Inhibitor+
Jalan RS Antagonis Kalsium :
Muhammdiyah Captopril + Amlodi-pine
Palembang (13,5%),
Periode Juli captopril+Diltiazem
2011–Juni 2012 (0,6%) Captopril
+Nifedipine (17,1%).
2. ACE Inhibitor +Beta
Blocker : Captopril +
Alprenolol (0,6%),
Captopril + Bisoprolol
(4,1%)
3. ACE Inhibitor + Diuretik
: Captopril + Furosemid
(3,5%), Captopril + HCT
(4,1%)
4. ACE Inhibitor +
Antagonis Kalsium +
Beta Blocker : Captopril
+Amlodipine +Bisoprolol
(1,2%), Captopril
+Nifedipine +Propanolol
(0,6%)
5. ACE Inhibitor +
Antagonis Kalsium +
Diuretik : Captopril
+Amlodipine +HCT
(1,8%), Captopril
+Nifedipine+ Furosemid
(1,2%)
6. ACE Inhibitor +Beta
Blocker +Diuretik :
Captopril +Bisoprolol
+HCT (0,6%)
b. Antagonistik
1. ACE Inhibitor
+Adrenolitik Sentral
: captopril+klonidin
(0,6%)
2. ACE Inhibitor
+Diuretik Hemat
Kalium : Captopril
+Spironalactone
(0,6%).
Mahamudu, et 2017 Kajian Potensi Karakteristik penelitian non Obat yang berinteraksi yaitu : ACE Inhibitor
al Interaksi Obat pasien, meliputi : eksperimental dengan Furosemid dan Ramipril Ramipril -
Antihipertensi Jenis kelamin yaitu pendekatan deskriptif Furosemid
Pada laki-laki berjumlah dengan pengambilan
Pasien 29 pasien dan data diambil secara
Hipertensi perempuan retrospektif yang
Primer Di berjumlah 15 pasien didasarkan pada data
Instalasi Rawat rekam medik rawat.
Jalan Umur Pasien yaitu
Rsud Luwuk 20-39 tahun
Periode Januari berjumlah 2 orang,
– Maret 2016 40-59 tahun
berjumlah 26 orang
dan lebih dari 60
tahun berjumlah 16
orang
Berdasarkan penelitian oleh Fiqrianty, A., et al (2014), Obat-obatan yang
berpotensi mengalami kejadian interaksi obat dengan tingkat keparahan minor pada
penelitian ini paling banyak terjadi pada penggunaan captopril dan Calcium
Carbonate (CaCO3) yaitu sebanyak 42,6 %. Potensi interaksi major yang paling
banyak terjadi adalah pada penggunaan captopril dan spironolakton (66,7 %).
Interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat probabilitas yang tinggi
kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa
pasien dan dapat terjadinya kerusakan permanen pada organ (Bailie, 2004). ACE
inhibitor yang dikombinasikan dengan spironolakton dapat menyebabkan
hiperkalemia klinis yang relevan atau berat (Stockley, 2008).
Dari 112 kasus potensi interaksi obat, diperoleh 70 potensi interaksi obat
yang termasuk ke dalam tingkat signifikansi 3, yaitu penggunaan kaptopril-
furosemid (53 kasus), furosemide-lisinopril (15 kasus), kaptoprilklobazam (1
kasus), dan furosemide-ramipril (1 kasus). Interaksi dengan taraf signifikansi 3
merupakan interaksi obat yang memiliki tingkat keparahan minor (tidak
berbahaya), dengan onset tertunda (tidak langsung terjadi), dan mempunyai level
kejadian interaksi obat suspected (interaksi obat diduga terjadi). Akibat dari
interaksi ini mungkin mengganggu atau tidak disadari, tetapi tidak mempengaruhi
secara signifikan terhadap efek obat yang diinginkan. Penggunaan kombinasi antara
ACE inhibitor dan loop diuretic dapat menyebabkan terjadinya hipotensi dan
hipovolemia (Stockley, 2010). Sedangkan pemberian klobazam bersama
antihipertensi, dapat mengakibatkan efek aditif pada tekanan darah dan hipotensi
orthostasis (Feder, 1991).
Penelitian Pahlawan, M.K., et al (2013) didapatkan hasil bahwa interaksi
obat antihipertensi dengan obat antihipertensi lain yang bersifat sinergistik paling
banyak digunakan pada pasien hipertensi yaitu golongan obat ACE Inhibitor
dengan antagonis kalsium berupa captopril dengan amlodipin serta captopril
dengan nifedipine dengan masing-masing 23 pasien (13,5%) dan 29 pasien
(17,1%).
ACE Inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin
II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu,

10
degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah
meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE Inhibitor. Vasodilatasi
secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya
aldosteron akan menyebabkan eksresi air dan natrium dan retensi kalium. Menurut
Locatelli et al (2002), CCB mempunyai kemampuan dalam mengurangi induksi
vasokontriksi oleh angiotensin II pada arteriol eferen glomerulus dan mengganggu
vasokonstriksi ginjal. CCB bertindak seperti antagonis postreseptor non-spesifik
angiotensin II. Kombinasi ACEI dengan CCB yaitu dari satu sisi mengurangi
pembentukan angiotensin II (efek diperantarai ACEI), dari sisi lain mengganggu
aksi angiotensin II (efek dari CCB). Mekanisme kerja terjadinya interaksi obat
antara ACEI dan CCB adalah farmakodinamik dimana adanya efek yang
sinergisme apabila keduanya dikombinasikan sehingga meningkatkan efek
hipotensi. Penanganan yang tepat untuk efek sinergisme ini hanya monitoring
tekanan darah Pasien hipertensi.
Selain itu golongan obat ACE Inhibitor dengan diuretik juga memiliki efek
sinergistik dengan 13 pasien (7,6%). Interaksi obat antihipertensi yang bersifat
antagonistik yaitu kombinasi antara golongan obat ACE Inhibitor dan adrenolitik
sentral berupa captopril dengan klonidin dan kombinasi antara golongan obat ACE
Inhibitor dan diuretik hemat kalium berupa captopril dan spironalactone masing-
masing 1 pasien (0,6%). Selain itu terdapat pula interaksi obat yang tidak jelas dapat
meningkatkan efek antihipertensi juga ditemukan yaitu kombinasi antara diuretik
dan antagonis kalsium. Kombinasi antara Calcium channel blockers (CCB) dan
diuretik menyebabkan vasodilatasi dan natriuresis, kemudian masing-masing dapat
mengaktifkan sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS). Renin Angiotensin
Aldosteron System adalah suatu sistem/mekanisme hormon yang mengatur
keseimbangan tekanan darah dan cairan dalam tubuh sehingga efektif dalam
menurunkan tekanan darah (Nice Guideline, 2004).
ACE Inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang, maupun berat.
Bahkan beberapa diantaranya dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti
captopril. Obat ini efektif pada sekitar 70% pasien. Kombinasi dengan diuretik
memberikan efek sinergistik (sekitar 85% tekanan darahnya terkendali dengan

11
kombinasi ini),sedangkan efek hipokalemia diuretik dapat dicegah. Dari skema
kerja sistem RAAS, jika angiotensin II berikatan dengan reseptornya, maka akan
menghasilkan efek vasodilatasi, sekresi aldosteron dimana aldosteron
menimbulkan efek retensi natrium dan cairan serta ekskresi kalium, dan
meningkatkan aktivitas saraf simpatis. Efek tersebut dapat menyebabkan tekanan
darah meningkat. ACE Inhibitor menghambat angiotensin converting enzym
sehingga angiotensin I tidak dirubah menjadi angiotensin II. Akibatnya efek yang
ditimbulkan ACEI Inhibior adalah vasodilatasi, penghambatan sekresi aldosteron,
sehingga menghambat terjadinya retensi cairan, meningkatkan eksresi natrium dan
penahan kalium serta menurunkan aktivitas saraf simpatis. Berdasarkan kinerja
ACE Inhibitor, maka efek samping dari obat ini adalah hiperkalemia atas dasar
penghambatan sekresi aldosteron. Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium
dan air dan meretensi atau menahan kalium. Apabila dalam terapi, ACEI inhibitor
dan diuretik digunakan secara bersamaan, maka harus tetap dipantau kadar
kaliumnya.
Antagonis kalsium telah menjadi salah satu golongan antihipertensi tahap
pertama, antagonis kalsium memberikan efektivitas yang sama dengan obat
antihipertensi lain. Kombinasi ACE Inhibitor dengan beta blocker dan antagonis
kalsium memberikan efek aditif. Beta blocker bekerja menghalangi norepineprhrin
dan epinephrin (adrenalin) dari pengikatan pada reseptor-reseptor beta pada saraf-
saraf. Antagonis kalsium bekerja mendepresi fungsi nodus SA dan AV, juga
vasodiltasi arteri dan arteriol koroner serta perifer. Efek bradikardia dari beta
blocker dapat aditif dengan keterlambatan dalam konduksi melalui node
atrioventrikular (AV node). Hal ini menguntungkan karena meningkatkan efek
antianginal pada kebanyakan pasien, tetapi beberapa efek ini dapat memperburuk
kelainan jantung. Kombinasi dengan vasodilator lain, termasuk prazosin memberi
efek yang baik. Antagonis kalsium terbukti sangat efektif pada hipertensi dengan
kadar renin yang rendah seperti pada usia lanjut. Pasien lanjut usia dengan
hipertensi sistolik dan diastolik memiliki output jantung, volume intravaskuler,
aliran darah ke ginjal dan aktivitas plasma renin yang lebih rendah ,serta terjadi
resistensi perifer. Renin adalah enzim yang berperan dalam mengatur tekanan darah

12
dengan menyeimbangkan kadar natrium dan kalium dalam darah dan tingkat cairan
dalam tubuh. Antagonis kalsium bekerja dengan cara mempengaruhi jalan masuk
kalsium ke sel-sel dan mengendurkan otot-otot di dalam dinding pembuluh darah
sehingga menurunkan perlawanan terhadap aliran darah dan tekanan darah.
Antagonis kalsium bertindak sebagai vasodilator. Golongan obat ini menurunkan
daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas).
Kombinasi dengan ACE Inhibitor memberikan efek yang aditif, kombinasi dengan
diuretik tidak jelas meningkatkan efek antihipertensi antagonis kalsium.
Penelitian Mahamudu, et al (2017), dilakukan pengkajian potensi interaksi
obat antihipertensi pada pasien hipertensi primer dengan 714 kasus di RSUD
Luwuk. Metode penelitian yaitu non eksperimental dengan pendekatan deskriptif
dengan pengambilan data diambil secara retrospektif yang didasarkan pada data
rekam medik rawat. Populasi dalam penelitian ini merupakan 78 pasien rawat jalan
yang didiagnosis hipertensi primer periode Januari-Maret 2016 yang telah
memenuhi kriteria Inklusi yaitu sebagai berikut :
1. Usia minimal 20 tahun dan maksimal 75 tahun.
2. Pasien dengan diagnosa tunggal hipertensi primer dan/tanpa penyakit
penyerta.
3. Pasien rawat jalan di RSUD Luwuk pada bulan Januari – Maret 2016.
4. Pasien mendapat terapi 2 jenis obat atau lebih.
5. mempunyai data rekam medik dengan kelengkapan data: nomor rekam
medik, jenis kelamin, umur, dagnosis, tekanan darah, dan terapi
pengobatan.

Disimpulkan dari 78 populasi dengan menggunaan rumus Slovin jumlah sampel


yang diambil adalah 44 rekam medik.
Kemudian dilakukan penganalisisan data dengan metode deskriptif non
analitik untuk memperoleh gambaran mengenai kemunkinan adanya interaksi obat
menggunakan literatur Stckley’s Drug Interaction Eighth Edition dan Drug
Interaction Facts. Data diolah dengan melihat karakteristik pasien (jenis kelamin,
umur), jumlah kejadian interaksi obat berdasarkan jumlah pasien, jumlah interaksi
obat berdasarkan jumlah kasus, jumlah interaksi obat berdasarkan signifikan.

13
Hasil yang diperoleh yaitu ditemukan interaksi obat ACEI dengan obat lain
yaitu interaksi obat ramipril (ACEI) dan furosemid (Diuretik) pada fase
farmakodinamik yang bersifat sinergisyaitu efek kedua obat memiliki efek terapi
yang sama sehingga menguatkan efek terapi obat. Umumnya kombinasi ramipril
dan furosemid aman dan efektif namun terdapat efek samping yaitu hipotensi
(pusing hingga pingsan) apabila kedua obat tersebut digunakan secara bersamaan,
dikarenakan obat tersebut sama-sama menguatkan penurunan tekanan darah. Pasien
yang mengkonsumsi obat golongan diuretik, maka obat ACEI harus dimulai dengan
dosis yang sangat rendah. Interaksi antara furosemid dan ramipril juga dapat
menyebabkan hipokalemia. Penyebab hipokalemia akibat dari efek diuretik yang
bekerja memperbanyak pengeluaran kalium dan air. 50% kalium yang difiltrasi
oleh glomerulus akan direabsorbsi di tubulus proksimal dan sebagian besar dari
sisanya di reabsorbsi di ascending limb loop dari Henle. Hanya 10% yang mencapai
tubulus konvolutus distal. Kalium ada yang disekresi di pars recta tubulus distal.
Terjadinya hipokalemia pada pemberian diuretik disebabkan oleh: Peningkatan
aliran urin dan natrium di tubulus distal, meningkatkan sekresi kalium di tubulus
distal. Peningkatan kadar bikarbonat dalam tubulus distal akibat hambatan
reabsorbsi di tubulus proksimal oleh penghambat karbonik anhidrase akan
meningkatkan sekresi kalium di tubulus distal. Diuretik osmotik akan menghambat
reabsorbsi kalium ditubulus proksimal. Diuretik loop juga menghambat reabsorbsi
kalium di thickascending limb (Tierney & Stephen, 2004).
Menurut Tatro, tingkat keparahan interaksi furosemid dan ramipril yaitu
minor atau hanya menimbulkan efek yang ringan, atau mungkin tidak timbul dan
biasanya tidak mempengaruhi outcome terapi. Tingkat kepercayaan dikategorikan
suspected (diduga adanya interaksi obat tapi harus dilakukan penelitian lebih lanjut)
dan interaksi obat memiliki onset delay dalam beberapa hari/minggu.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan tiga penelitian yang dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa :

14
1. Obat antihipertensi golongan ACE Inhibitor berpotensi mengakibatkan
interaksi jika digunakan dengan obat antihipertensi golongan lain, baik
efek sinergisme maupun efek antagonis. Oleh karena itu penggunaan obat
antihipertensi secara kombinasi harus diperhatikan, agar tidak
menimbulkan potensi interaksi obat yang merugikan atau berefek
antagonis sehingga mengakibatkan obat tidak bekerja maksimal atau
berakibat fatal terhadap pasien.
2. Penelitian Fiqrianty, A. et al (2014) didapatkan bahwa potensi interaksi
antagonis major yang paling banyak terjadi adalah pada penggunaan
captopril dan spironolakton.
3. Penelitian Pahlawan, M.K., et al (2013) mendapatkan potensi interaksi
obat antihipertensi golongan ACEI terbesar adalah interaksi sinergisme
obat golongan ACEI dengan Antagonis Kalsium, yaitu
captopril+amlodipine dan captopril+nifedipine.
4. Penelitian Mahamudu, et al (2017) didapatkan efek interaksi sinergisme
antara Ramipril dan furosemide ketika digunakan secara bersamaan

15
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Fiqrianty,A. et al. 2014. Kajian Potensi Interaksi Obat Antihipertensi Pada Pasien
Penderita Gagal Ginjal Kronik Stadium V Di Ruang Rawat Inap Penyakit
Dalam RSUD Ulin Banjarmasin Periode Januari 2013 – Juni 2014. Jurnal
Pharmascience, Vol 1, No. 2, Oktober 2014, hal: 9 - 15

Kemenkes RI. 2017. Sebagian Besar Penderita Hipertensi Tidak Menyadarinya.


www.depkes.go.id, (Diakses April 2018).

Locatelli et al. 2002. Role Of Combination Therapy With ACE Inhibitors And
Calcium Channel Blockers In Renal Protection. Kidney International, Vol.
62, Supplement 82 (2002), pp. S53–S60.

Mahamudu et al. 2017. Kajian Potensi Interaksi Obat Antihipertensi Pada pasien
Hipertensi Primer Di Instalasi Rawat Jalan RSUD Luwuk Periode Januari
– Maret 2016. Pharmacon. Vol.6. No.3

Nice guidelines. Management Of Hypertension In Adults In Primary Care. 2004.


www.nice.org.uk.

Pahlawan,M.K., et al. 2013. Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien


Hipertensi di Bagian Rawat Jalan RS Muhammadiyah Palembang Periode
Juli 2011–Juni 2012. Syifa’MEDIKA, Vol. 4 (No.1), September 2013.

Pusat data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Infodatin


Hipertensi. Kementerian Kesehatan RI.

Tierney, L.M., and Stephen, J. 2004. Current Medical Diagnosis Treatment. Lange
Medical Book. Jakarta.

Yonata, A., Satria, A. 2016. Hipertensi sebagai Faktor Pencetus Terjadinya


Stroke. Majority. Vol. 5 No. 3.

12
Lampiran 1. Jadwal Karya Tulis Ilmiah (KTI) Mahasiswa Prodi Profesi Apoteker
Universitas Lambung Mangkurat
April Mei Juni
Jenis Kegiatan
II III IV I II III IV I II III IV

Pembagian
pembimbing KTI
Pengumpulan judul
KTI
Bimbingan

Pengumpulan data

Penyusunan KTI

Diseminasi

12
Lampiran 2. Lembar Konsultasi

13

You might also like