You are on page 1of 34

Edukasi Islam, JurnalJurnal

Pendidikan IslamJurnal
Edukasi Islami Vol.07, No. 1Islam Vol. 07/No.1,
Pendidikan ISSNApril: 2018
2252-8970 (Media Cetak)
DOI: 10.30868/EI.V7I01.212 ISSN : 2581-1754 (Media Online)

AKHLAK ISLAMI PERSPEKTIF ULAMA SALAF

Syamsul Rizal Mz

(Institut Ummul Quro Al-Islami Bogor)


rijaa.ghoib@gmail.com

Received: 06-03-18, Accepted: 01-04-18, Published: 16-04-18

Abstrak

This paper intends to analyze the concept of Islamic morality in the opinion of one of the
leaders of the salaf cleric, that is Imam al-Ghazali. One of his phenomenal works is a book of
tasawuf containing religious advice that is Ihya 'Ulum al-Din and other books that explain
about morals. So, what kind of morals according to him and how the method to be good
morals. This is the focus of the problem in this study. The concept of Imam Al-Ghazali's
thought can provide reflection to everyone who studies it on how good morals and
application should be done by every Muslim individual. The approach used in this research
is the library research, or research literature with the type of qualitative research. The source
of the data is a few books by Al-Ghazali. The collected data was analyzed by using
descriptive method of analysis or content analys. The results of this study, that the moral
concepts according to Imam Al-Ghazali include; Understanding morals, the division of
various kinds of morals, (Al-Khuluq Al-Hasan) and bad morals (al-Khuluk as-Sayy'i), the
method of formation is Mujahadah and Riyadhah (training). One must have a strong
determination to want to change and to abandon the excessive lust and Al-Ghazabiyah that
exist in the soul, then muhasabah Al-Nafs (introspection), and Istiqomah (continuous).
Islamic morality comes from the Qur'an and Hadith.

Abstrak

Tulisan ini bermaksud menganalisis konsep akhlak Islami menurut pendapat salah satu
tokoh dari ulama salaf, yaitu Imam Al-Ghazali. Salah satu karyanya yang fenomenal adalah
sebuah kitab tasawuf yang berisi nasehat-nasehat agama yaitu Ihya „Ulum al-Din dan kitab
lainnya yang menjelaskan mengenai akhlak. Sehingga, seperti apa akhlak menurutnya dan
bagaimana metode menjadi akhlak yang baik. Inilah yang menjadi fokus masalah dalam
penelitian ini. Konsep pemikiran Imam Al-Ghazali itu dapat memberikan refleksi kepada
setiap orang yang mengkajinya tentang bagaimana akhlak dan penerapannya yang baik harus
dilakukan oleh setiap individu muslim. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah library research, atau penelitian kepustakaan dengan jenis penelitian kualitatif.
Sumber datanya adalah beberapa kitab karangan Al-Ghazali. Data yang terkumpul dianalisa
dengan menggunakan metode deskriptif analisis atau content analys. Hasil penelitian ini,
bahwa konsep akhlak menurut Imam Al-Ghazali meliputi; Pengertian akhlak, pembagian
macam-macam akhlak, (Al-Khuluq Al-Hasan) dan akhlak yang buruk (Al-Khuluk As-Sayy‟i),
metode pembentukannya adalah Mujahadah dan Riyadhah (pelatihan). Seseorang harus
memiliki tekad yang kuat untuk mau berubah dan meninggalkan nafsu syahwat yang
berlebihan dan Al-Ghazabiyah yang ada dalam jiwa, kemudian muhasabah Al-Nafs
(introspeksi), dan Istiqomah (kontinu). Akhlak Islami bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadits.

Keywords: morals, salafic scholars, Al-Ghazali.

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 76


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

menghegemoni pemikiran umat Islam. 2


A. PENDAHULUAN
Perubahan tersebut dapat dilihat dari
Elemen yang paling penting dalam hilangnya nilai-nilai leluhur bangsa.
membangun sebuah peradaban adalah Indonesia yang dahulu terkenal ramah,
pendidikan. Jika dilihat dari perspektif sopan santun dan memiliki rasa toleransi
sejarah, kehidupan umat Islam pernah yang tinggi sudah mulai sulit ditemukan
mengalami pasang surut, dan naik-turun. saat ini.
Umat Islam pernah mengalami masa Dalam beberapa bulan terakhir,
pertumbuhan, perkembangan, kejayaan. Negara ini disuguhkan banyak sekali tindak
Hal ini dibuktikan dalam sejarah kekerasan. Parahnya tindakan itu menyasar
peradaban Islam pada masa dinasti kepada simbolsimbol Negara. Mulai dari
abbasiah dengan adanya Baitul Hikmah penyerbuan serta pembakaran Mapolres
sebagai pusat kegiatan intelektual saat Ogan komering Ulu (OKU) Sumatra
itu. Umat Islam juga pernah mengalami selatan, penyerbuan ke LP seleman, hingga
kemunduran, akan tetapi mulai akhir kasus penganiayaan kapolsek Dolok
abad ke-19 ada gejala-gejala menuju Pardamean, Simalungun, AKP Andar
kebangkitan kembali. 1 Peradaban umat Yonas Siahaan. 3 Symbol Negara yang
Islam pernah memimpin peradaban seharusnya menjadi pelindung serta
dunia tidak kurang 600 tahun (sejak abad menjadi contoh yang baik kepada
7 M-13 M). namun sejak abad ke-13 M. rakyatnya, sering kali menampakan sikap
sampai sekarang peradaban umat Islam yang tidak ramah dan selal identik dengan
mengalami pasang surut. Sementara di kekerasan yang mengakibatkan kemarahan.
wilayah barat saat ini menunjukan diri Kejadian itu pun dapat dilihat dan diikuti
sebagai peradaban dunia dengan oleh masyarakat yang berpendidikan
munculnya lembaga-lembaga pendidikan rendah, terutama rendah dalam
yang terkemuka. pengetahuan agama.
Perkembangan pendidikan juga Fenomena ini telah
dapat dilihat dan dirasakan dengan menimbulkan keprihatinan bagi banyak
perkembangan teknologi yang telah kalangan terutama bagi dunia
terbukti membawa perubahan besar pada pendidikan. Kondisi tersebut tidak boleh
kehidupan di dunia, terutama di negara- dibiarkan, apapun alasannya, kasus-
negara barat yang mengaku sebagai kasus kekerasan seperti itu wajib
pelopor teknologi. Arus globalisasi diselesaikan dan dicarikan solusinya.
tersebut, disamping berdampak positif Karena kekerasan tersebut terjadi bukan
juga membawa dampak negatif yang hanya pengaruh globalisasi semata, akan
tidak kalah besar pengaruhnya terhadap tetapi dampak dari kegagalan sistem
cara pandang kehidupan manusia di pendidikan di negeri ini. 4 Sebagaimana
dunia khususnya di Indonesia. diketahui, sistem pendidikan di
Di tengah-tengah era globalisasi dan Indonesia memiliki sistem dualisme,
hegemoni peradaban barat saat ini,
2
seyogyanya para ulama dan cendikiawan DR. Adian Husaini,. 2011. Pendidikan
muslim juga memahami paham-paham Islam, Memebentuk Manusia Berkarakter dan
yang berasal dari barat yang kini Beradab”, Jakarta; Komunitas Nuun. hlm, 115
3
Lihat Detik.com, terkait kasus
Penyerbuan serta Pembakaran Mapolres OKU
4
Mansur Muslich, Pendidikan Krakter.
1
Ahmad Syafi‟i Ma‟arif. 1997. Islam 2011. menjawab Tantangan Krisis
Kekuatan Doktrin dan Kegamangan Ummat. Multidimensional. Jakarta; PT Bumi Aksara. hlm
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 34-37. 2.

68 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

yaitu terdapat pendidikan agama yang didik secara langsung. Anak hanya
berada dibawah Kementrian Agama belajar secara teoritis tidak pada aplikatif
yang disebut dengan MI, MTS, Aliyah, yang mendorong pembiasaan setiap hari.
dan Perguruan Tinggi Islam. Kemudian Selanjutnya, persoalan iman, takwa,
Pendidikan Umum di bawah Mendikbud, dan akhlak mulia peserta didik di sekolah
yang membawahi SD, SMP, SMA dan sepenuhnya diserahkan kepada guru PAI.
Perguruan Tinggi Negeri. Perbedaan Konsekwensinya, jika ada salah satu
tersebut sangat jelas, terutama dari peserta didik yang berbuat tidak sesuai
muatan materi yang diberikan, dengan Iman, takwa dan akhlak yang baik,
pendidikan Agama lebih banyak muatan maka yang menjadi sorotan utama adalah
materi keagamaan. Dan pendidikan guru PAI. 7 di sisi yang lain, guru mata
Umum mengedepankan materi-materi pelajaran agama tidak mempunyai waktu
yang umum. Hal itu, selamanya akan yang sama seperti mata pelajaran yang
berbeda cara pandang di masyarakat5. lain, yakni mata pelajaran untuk
Siswa yang selesai dari sekolah kemampuan intelektual.
negeri, akan berbeda cara pandangnya Padahal sudah terbukti, bahwa
dengan siswa tamatan pesantren atau model pendidikan yang hanya menitik
Aliyah. Selain itu, Indonesia juga beratkan pada kemampuan intelektual
merupakan masyarakat yang tidak dapat mencetak manusia yang
berkependudukan mayoritas muslim, dan unggul segalanya. Dan berdasarkan
selalu mengusung “Islam adalah sumber PERC (Political and Economic
Rahmatan Lilalamin”, namun masih Risk Consutancy), menunjukan tingkat
jauh dari kenyataannya. Dan korupsi di Indonesia meningkat, bahkan
konsekwensinya ialah segala hal yang tertinggi di Asia. Hal ini cukup
berkaitan dengan Indonesia, maka umat memprihatinkan dengan penduduk
Islam masuk di dalamnya. mayoritas muslim terbesar di dunia.
Perubahan yang mengarah pada Persoalan akhlak harus menjadi
perbaikan masyarakat Indonesia harus perhatian bagi lapisan masyarakat,
segera dimulai. Generasi Indonesia saat khususnya lembaga pendidikan Islam
ini merupakan produk sistem pendidikan yang lebih banyak muatan agama,
warisan penjajah yang nampak sehingga diwajibkan untuk selalu
meningggalkan nilainilai etika serta menanamkan budi pekerti atau akhlak
karakter beragama. Sekalipun kepada peserta didik, dan banyak
penanaman karakter atau akhlak saat ini
memuat unsur-unsur pendidikan ruhani,
sudah dicantumkan dalam Sisdiknas pendidikan akal, pendidikan jasmani,
yang tertuang dalam Pendidikan pendidikan agama yang meliputi al-
Nasioal 6 . Akan tetapi, belum dapat Qur‟an, hadits dan muamalah,
diaplikasikan dengan maksimal, karena pendidikan politik serta pendidikan
tidak dikembalikan pada akhlak peserta estetika dan jihad.8
5
https://www.facebook.com/KomunikasiAn
7
tarGuruIndonesia/posts/1015121000 9741483 Prof. Dr. H. Sutrisno, M.Ag.
lihat juga Yasmadi,M.A, Modernisasi Pesantren, 2011.Pembaharuan dan Pengembangan
hlm, 3 di Lihat Pada hari ahad tgl 8 bln sept Pendidikan Islam, membentuk insan kamil yang
2013. sukses dan berkualitas”. Yogyakarta.
6
http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/22 Fadilatama. hlm. 157.
8
/kurikulum-2013-dari-sisi-pandanguu-no20-th- Prof. H. Maswardi Muhammad Amin.
2003-tentang-sisdiknas-553630.html dilihat pada 2011. Pendidikan Karakter Anak Bangsa”.
hari ahad tgl 8 bulan pkl 21;30 2013. Jakarta ; Baduose Media Jakarta. hlm. 7.

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 76


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

Akhlak dalam peradaban Islam berulang-ulang sehingga menjadi


merupakan pagar yang membatasi kebiasaan yang mengarah kepada
sekaligus dasar yang di atasnya kejayaan kebaikan dan keburukan. Para tokoh
Islam. Nilai-nilai akhlak dalam Islam abad lampau juga menekankan
masuk dalam setiap aturan kehidupan, pentingnnya pendidikan akhlak sebagai
baik secara individu maupun salah satu landasan dasar dari sebuah
masyarakat, politik maupun ekonomi. proses pembentukan karakter dalam
Bahkan. Rasulullah diutus tak lain hanya pendidikan10. Imam Al-Ghazali misalnya,
untuk menyempurnakan akhlak. mengklasifikasikan pendidikan menjadi
Sebagaimana sabdanya, “Sesungguhnya dua golongan besar, yaitu pendidikan
aku diutus untuk meyempurnakan akhlak rohani (tauhid) dan pendidikan jasmani,
yang baik” (HR. Imam Malik). namun pembahasan di dalamnya termasuk
pendidikan akhlak. Menurut Al-Ghazali
Dan salah satu keberhasilan da‟wah
dalam mendefinisikan akhlak sebagai
Rasulallah Shallallahu „alaihi wa
ihwal yang melekat dalam jiwa, lalu
sallam, adalah dengan akhlak atau budi
timbul perbuatan-perbuatan dengan
pekerti yang baik, maka tidak salah jika 11
mudah tanpa dipikir dan diteliti. Jika hal
Michael H. Hart, mencatat Rasulallah
ihwal atau tingkah laku tersebut
Shallallahu „alaihi wa sallam sebagai
menimbulkan perbuatan-perbuatan yang
orang nomer satu di antara 100 tokoh
baik lagi terpuji oleh akal dan syara maka
yang paling berpengaruh di dunia.
tingkah laku itu dinamakan akhlak yang
Menurutnya, salah satu keberhasilan
baik, begitu pula sebaliknya, jika
da‟wah Rasulullah, ialah dengan
menimbulkan perbuatan yang buruk maka
memainkan peran terhadap teologi Islam
tingkah laku itu dinamakan akhlak yang
maupun prinsip moral dan etikanya9.
buruk.
Semestinya, akhlak atau budi
Akhlak yang mulia atau budi pekerti
pekerti yang Rasulallah Saw, contohkan
yang baik itu merupakan satu di antara
dan ajarkan diikuti oleh manusia pada
sifat seseorang baik pemimpin, para
saat ini, pasalnya, akhlak dan budi
utusan Allah, dan merupakan amal serta
pekerti memiliki arti penting secara
perbuatan orang-orang terpercaya
maknawi atau ruhani dalam peradaban
(shiddiqun) yang paling utama. Akhlak
manusia. Peradaban masa lalu
yang baik sebenarnya menjadi bagian
sebagaimana telah diketahui sangat
dari esensi agama dan sekaligus juga
menghormati dan mengikuti leluhurnya,
buah dari kesungguhan orang-orang
sehingga ajaran yang disampaikan tetap
yang bertakwa, serta pelatihan bagi
dijaga dan dilestarikan. Akhlak yang
orang-orang yang ahli dalam urusan
dibicarakan pada saat itu bukan hanya
ibadah. Sedangkan akhlak yang buruk
sebatas teori, namun melekat pada
lebih sebagai racun pembunuh yang
dataran praktek.
membinasakan, memecahkan kepala,
Defenisi yang mudah difahami dari melingkari perbuatan-perbuatan yang
akhlak itu adalah adat yang dengan keji, perbuatan-perbuatan yang kotor,
sengaja dikehendaki, dalam arti lain dan kekejian-kekejian lain yang sanggup
adalah „azimah atau kemauan yang kuat
tentang sesuatu yang dilakukan 10
Dr. Ulil Amri Syafri, M.A. Pendidikan
Krakter Berbasis Al-Qur‟an. Jakarta, Rajawali
Pers. hlm, 70.
9 11
Michael H. Hart. 2009. 100 Tokoh Paling Prof, Masdar Helmy. Akhlak Nabi
Berpengaruh di Dunia. terjemahan Ken Ndaru, Muhammad SAW, keluhuran dan kemuliaannya.
M. Nurul Islam. Bandung : Noura books. hlm. 7. hlm. 15.

70 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

menjauhkan hamba dari rabb semesta Berangkat dari masalah tersebut,


alam, juga yang memasukan orang yang penulis tertarik untuk menggali lebih
memilikinya kepada jerat atau perangkap dalam konsep akhlak menurut pemikiran
syetan.12 Menurut tokoh muslim abad Imam Al-Ghazali yang diharapkan
20 Hamka, pendidikan merupakan menjadi solusi alternatif untuk sebuah
sarana untuk mendidik watak-watak perubahan, khususnya perubahan pada
pribadi dan manusia dilahirkan tidak manusia untuk menjadi lebih baik yang
hanya cukup mengenal antara baik dan didukung dengan lembaga pendidikan
buruk saja akan tetapi juga harus yang ada saat ini serta untuk kemajuan
beribadah kepada Allah, bermanfaat bagi bangsa pada umumnya.
sesama dan lingkungannya. Dan Berdasarkan uraian di atas, maka
menurutnya bahwa sistem pendidikan penelitian ini dibatasi dengan beberapa
modern sehebat apapun bila tidak masalah, diantaranya; 1) Bagaimana
diiringi dengan pendidikan agama dan konsep akhlak menurut Imam Al-
akhlak yang mulia maka itu tidak akan Ghazali? 2) Bagaimana metode
berhasil dengan baik.13 Dengan kata lain, membentuk akhlak yang baik?
pembentukan watak yang baik harus
berkesinambungan atau terus menerus Adapun tujuan penelitian ini yaitu;
agar menjadi akhlak yang baik. 1) Untuk mengetahui konsep akhlak
menurut Imam Al-Ghazali, 2) Untuk
Dari pemaparan di atas, untuk mengetahui proses membentuk akhlak
merubah suatu keadaan yang lebih baik yang baik.
harus dilibatkan peran akhlak yang
mulia, namun mendefinisikan makna Kegunaan penelitian ini adalah
akhlak itu sendiri cakupannya sangatlah untuk mengetahui dan menemukan
luas terutama menurut pemikiran Imam jawaban konsep akhlak menurut Imam
Al-Ghazali, dan hampir disetiap kitab Al-Ghazali. Rincian kegunaan secara
karangannya selalu mencantumkan pokok dari masalah di atas yaitu antara
akhlak yang mulia serta dengan cara- lain; 1)Memberikan pemahaman tentang
cara pendekatannya agar mencari pentingnya akhlak bagi pendidik dan
manusia yang lebih baik. Di antara karya peserta didik disaat lemahnya moralitas.,
Al-Ghazali yang paling monumental 2) bagi Lembaga Pedidikan Islam
ialah Ihya Ulum al-Din (menghidupkan sebagai benteng moralitas bangsa bisa
kembali Ilmuilmu agama), kitab tersebut tetap konsisten dengan ajaran-ajaran
berisikan kumpulan pokok-pokok agama leluhurnya sebagai yang utama,
dan akidah, ibadah, akhlak, dan kaidah- kemudian ditambah dan disesuaikan
kaidah suluk, adab dan lain sebagainya. dengan perkemangan zaman, 3) Bagi
Perhatian Al-Ghazali terhadap akhlak penulis kegunaan penelitian ini adalah
bukan hanya faktor sosial atau untuk menambah wawasan keilmuan
lingkungan saat itu, akan tetapi akhlak sebagai bahan pengembangan
merupakan jalan bagi manusia menuju pembelajaran khususnya terkait
kehidupan di dunia dan di akhirat. pendidikan agam Islam. Selain itu,
penelitian ini juga diharapkan
bermanfaat secara teoritis, hasilnya bisa
12
Al-Ghazali,. Ihya al-Ulumuddin, menjadi reverensi tambahan bagi
menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama. hlm. pendidik untuk peningkatan karakter
170.
13
peserta didik khususnya pada lembaga
Herry Muhammad, dkk. 2006. Tokoh- Pendidikan Islam.
tokoh Islam Abad 20 yang berpengaruh”.
Jakarta: Gema Insani. hlm. 64.

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 67


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

dalam satu rangkaian kalimat. Seperti


diucapkan, “Pulan itu bagus bentuknya
B. TINJAUAN PUSTAKA
dan juga akhlaknya.” Yang dimaksud
1. Pandangan Akhlak Menurut dengan al-Khalqu merupakan bentuk
Imam Al-Ghazali lahiriah, adapun yang dimaksud dengan
a. Pengertian Akhlak al-Khuluqu merupakan bentuk batiniah.
Hal itu karena manusia terdiri dari jasad
Akhlak yang baik sebenarnya yang dapat dilihat oleh mata, dan juga
menjadi bagian dari esensi agama dan ruh serta jiwa yang dapat dilihat melalui
sekaligus juga buah dari kesungguhan penglihatan kalbu 14 . Oleh karena itu,
orang-orang yang bertakwa, serta kata Khuluqu (akhlak) menurut Al-
pelatihan bagi orang-orang yang ahli Ghazali jika dilihat secara terminology
dalam urusan ibadah mendekatkan diri adalah
kepada Allah. Sedangkan akhlak yang
buruk lebih sebagai racun pembunuh “Suatu ibarat atau ungkapan
yang siap membinasakan manusia, tentang kondisi yang menetap
menjauhkan manusia dari sisi Allah, di dalam jiwa, dari keadaan
serta memasukan manusia yang dalam jiwa itu kemudian
memilikinya kepada eratan syaitan. muncul perbuatan-perbuatan
dengan mudah, tanpa
Imam Abu Hamid Muhammad bin memerlukan pemikiran maupun
Muhammad, atau yang dikenal dengan penelitian”. Jadi, apabila
sebutan Imam Al-Ghazali sebelum aplikasi dari kondisi tersebut
memulai pembahasan tentang akhlak, muncul perbuatan-perbuatan
beliau memulai dengan pembahasan al- yang baik dan terpuji secara
Qalb, al-Ruh, al-Nafs dan al-Aql. Lebih akal dan syara‟, maka kondisi
jauh dari itu, Al-Ghazali juga membahas tersebut disebut sebagai akhlak
tentang manusia, tujuan hidup manusia yang baik. Sedangkan apabila
sebagai individu. Menurutnya manusia perbuatan-perbuatan yang
dalam hidupnya adalah mencari muncul dari kondisi yang
kebahagiaan dan kebahagiaan yang dimaksud adalah sesuatu yang
paling penting adalah di masa yang akan berdampak buruk, maka
datang yakni kehidupan akhirat. Tujuan keadaan yang menjadi tempat
kebahagiaan ini dapat dicapai melalui munculnya perbuatanperbuatan
amal baik lahir maupun dzahir, berupa itu disebut sebagai akhlak yang
ketaatan kepada ajaran agama mengenai buruk.
aturan bertingkah laku atau berhubungan
dengan sesama manusia serta upaya Imam Al-Ghazali mendefinisikan
batiniah untuk mencapai kebaikan dan akhlak tersebut dengan mengkaji firman
keutamaan jiwa. Landasan inilah yang Allah S.W.T, yang mengagungkan
menjadi pemikiran imam Al-Ghazali urusan jiwa dengan disandarkan hanya
tentang akhlak yang kemudian banyak kepada-Nya.
dituangkan dalam karyanya kitab Ihya “Sesungguhnya Aku akan
ulum al-Din. menciptakan manusia dari
Menurut Al-Ghazali dalam tanah. Apabila telah Aku
menjelaskan kata al-Khalqu (ciptaan,
makhluk) dan al-Khuluqu (akhlak) itu 14
Al-Ghazali. Ihya Ulum al-Din. Jilid IV.
adalah dua contoh yang bisa hlm. 187-188
dipergunakan secara bersama-sama 157
Ibid.

72 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

sempurnakan kejadiannya, dan Dengan kekuatan ilmu


aku tiupkan kepadanya ruh menurut Al-Ghazali akan mudah
(ciptaan-Ku, maka hendaklah mengetahui perbedaan antara yang jujur
kalian tersungkur dengan dan yang berdusta di dalam setiap
bersujud kepadanya.” perkataan, akan mengetahui antara yang
(QS.Shad [38] : 71-72) benar dan yang batil dalam beri‟tikad
dan berbuat. Sehingga setiap perbuatan
Di dalam ayat tersebut Allah S.W.T,
akan bernilai pahala yang besar, sekali
menginggatkan bahwa jasad manusia itu
pun amal atau perbuatan itu sedikit.
dihubungkan kepada tanah, sedangkan ruh
manusia dihungkan langsung kepada “Amal yang sedikit akan
Allah, Rabb seru sekalian alam. Yang bermanfaat dengan ilmu dan amal yang
dimaksudkan dengan ruh dan jiwa pada banyak tidak akan bermanfaat dengan
tempat ini ialah satu. Artinya, Al-Ghazali kebodohan”16.
hendak menyampaikan disini, bahwa Selanjutnya, Al-Ghazali
semua itu merupakan kondisi yang menjelaskan hal tersebut dapat diraih
menetap di dalam jiwa. Karena itu, hanya dengan ilmu, dan jika kekuatan
manusia yang memberikan harta ilmu itu baik, maka akan mebuahkan
disebabkan adanya satu kebutuhan atau hikmah, dan hikmah menurutnya adalah
suatu maksud tujuan tertentu, maka hal itu puncak dari akhlak yang baik, hal itu
tidak dapat disebut sebagai representasi merujuk pada firman Allah :
dari akhlak yang baik atau orang yang
pemurah, karena menurut Al-Ghazali hal “Barang siapa yang dikaruniai
itu belum menetap menjadi satu di dalam hikmah, maka sungguh dia
jiwanya secara kuat. telah dikaruniai kebaikan yang
banyak.” (QS. Al-Baqarah [2];
Jadi, hakikat akhlak menurut Al- 269)
Ghazali seperti kondisi jiwa dan
bentuknya yang batin. Sebagaimana Adapun kekuatan sikap tegas
sempurnya bentuk lahir secara mutlak menurut Al-Ghazali terletak pada sikap
yang kemudian menjadi tidak sempurna mampu mengekang dan melepaskannya,
dengan indahnya keberadaan dua mata menurut batas yang dibutuhkan oleh
saja, tanpa hidung, mulut dan pipi, tetapi kebijaksanaan. Demikian pula dengan
kebagusan semuanya harus ada agar pengendalian nafsu syahwat. Maka
kebagusan dhahir menjadi sempurna.
Maka, demikian pula dalam urusan 16
Ad-Dailami dalam al-Firdaus dari Anas
batiniah (jiwa), ada empat unsur yang bin Malik. R,a. dijelaskan dari Anas, asbabul
harus baik semua, sehingga kebagusan Wurud dari hadist ini adalah; ada seorang laki-
akhlak menjadi sempurna. Apabila laki menemui Rasulullah Saw, kemudian ia
kebagusan empat unsur ini seimbang dan bertanya : “Ya Rasulallah, amal apa yang paling
setara serta sesuai maka kebagusan utama?”. Maka Rasulallah menjawab Ilmu
pengetahuan tantang Allah. Dikatakannya tiga
akhlak bisa di dapatkan dan niscaya akan kali. Lalu orang tersebut bertanya kembali : “ya
mencapai kemuliaannya. Diantara empat Rasulallah yang aku tanyakan adalah amal tetapi
unsur tersebut adalah: kekuatan ilmu, yang engkau jawab adalah ilmu” kemudian
kekuatan emosi, kekuatan syahwat, dan Rasulallah bersabda : “Amal yang sedikit tetapi
kekuatan adil diantara tiga kekuatan disertai dengan Ilmu Pengetahuan akan sangat
bermanfaat dan amal yang banyak tidak akan
tersebut15. bermanfaat dengan kebodohan”. Ibnu Hamzah
al-Husaini al-Hanafi ad-Damsyiqi. Asbab al-
Wurud, Tarjih. Zafrullah Salim. Jakarta, Kalam
15
Ibid. hlm. 189. mulia. 2005. hlm, 77.

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 67


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

kebaikannya pula apabila berada di akhlak yang buruk 17 . Al-Ghazali juga


bawah isyarat kebijaksanaan, yakni mengutip perkataan Sayyidin Ali bin Abi
isyarat akal dan perintah syari‟at. Thalib ra. Yang pernah mengatakan
Sedangkan kekuatan keadilan tentang akhlak yang baik “ hakikat dari
(keseimbangan), maka itu merupakan akhlak yang baik dan mulia ialah ada
batasan nafsu syahwat dan sikap marah pada tiga perkara; yaitu. Menjauhi
yang berada di bawah isyarat akal dan larangan Allah S.W.T., mencari yang
perintah syari‟at. Perumpamaan akal halal dan berlapang dada kepada sesama
seperti orang yang memberi nasihat atau manusia. Beliau juga mengutip ucapan
yang menunjukan jalan pilihan. Abu Sa‟id al-Karaz yang mendefinisikan
Sedangkan kekuatan keadilan lebih tentang akhlak yang baik, ia
sebagai suatu kekuasaan. mengatakan; “Hakikat akhlak yang baik
Perumpamaannya adalah seperti orang ialah, bila mana tidak ada suatu
yang melaksanakan kebaikan atau yang keinginan pun bagi seorang hamba selain
meneruskan isyarat akal demi hanya bergantung kepada Allah S.W.T.
melakukan kebaikan. Al-Ghazali Menurut penulis kutipan-kutipan Al-
memberikan perumpamaan seperti Ghazali mengenai definisi akhlak yang
seekor anjing buruan yang diajak baik selalu melekat dan erat kaitannya
mengawal binatang buruan, anjing dengan Allah S.W.T. Sehingga untuk
tersebut memerlukan didikan, sehingga mencapai akhlak yang mulia hanya dapat
lari dan berhentinya harus sesuai dengan diraih dengan selalu menjauhi segala
isyarat si pemiliknya, tidak menuruti larangannya dan menjalankan segala
kehebatan nafsu syahwat atau keinginan
perintahnya dan hal itu tidak mudah
kuat si anjing itu sendiri. Didikan itu didapat kecuali dengan karakter yang ia
menurut penulis harus berisfat kintinu telah sebutkan terutama adalah ilmu
atau istiqomah serta diringi dengan yang akan mendatangkan hikmah.
bimbingan setiap saat sehingga sifat Artinya standarisasi yang merupaka ciri
syahwat yang liar dapat mudah akhlak yang baik adalah sebuah
dikendalikan dengan selalu mendapat pengendalian dalam menahan, mengatur
arahan. serta mendidik agar tidak berlebihan,
b. Pembagian Akhlak titik tengah (tashuth) antara yang
berlebihan dan sesuatu yang sangat
Setelah merujuk definisi akhlak
kurang. Seperti sifat dermawan
yang telah dijelaskan panjang lebar di
merupakan upaya mendekatkan diri
atas, selanjutnya Imam Al-Ghazali
kepada Allah, hal itu juga merupakan
membagi akhlak menjadi dua bagian,
akhlak yang mulia atau terpuji, dan
diantaranya :
perbuatan tersebut berada ditengah-
1) Akhlak yang baik (Khuluq al- tengah diantara sifat kikir dan mubadzir
Hasan) (berlebih-lebihan). Sebagaimana Allah
Menurut Imam al Ghazali dalam S.W.T. berfirman yang tercantum dalam
menjelaskan pengertian akhlak yang surat al-Furqon ayat 67.
baik, dia menyimpulkan tentang makna 2) Akhlak yang Buruk (Khuluq al-
akhlak yang baik dengan, “fa man- Sayyi‟)
istawat fîhi hâdzihil khishâl wa-„tadalat
Mengenai akhlak yang buruk
fa huwa husnul khuluqi muthlaqan.
(Khuluq al-Sayyi‟), menurut Al Ghazali
Sebaliknya, bila kekuatan-kekutan itu
tidak seimbang maka itulah makna
17
Ibid.

74 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

merupakan kebalikan atau lawan dari huwal „aqlu wasy syar‟u 18 ). dengan
perbuatan bila mana kekuatan-kekuatan demikian, Al-Ghazali mengambil
yang ada pada manusia tidak seimbang. kesimpulan bahwa landasan akhlak yang
Jadi, menurut Al-Ghazali jika kekuatan baik itu jika sesuai dengan pokok-pokok
emosi terlalu berlebihan dalam arti tidak yang terdiri atas empat prinsip,
dapat dikendalikan dan cendrung diantaranya : hikmah (kebijaksanaan),
liar, maka hal itu disebut asy-Syaja‟ah (keberanian), al-Iffah
Tahawwur, semberono, nekat atau berani (menjaga kehormatan diri), dan al-„adl
tanpa ada perhitungan tanpa pemikiran (bersikap adil).
yang matang Dan jika kekuatan sikap
c. Prinsip Keutamaan Akhlak
tegas cendrung kepada menutupi
kelemahan atau kekurangan, maka Prinsip atau dasar dari keutamaan
disebut sebagai penakut dan lemah akhlak pada dasarnya banyak jenisnya,
melaksanakan dari apa yang harusnya namun Al-Ghazali mengklasifikasikan
dikerjakan. Apabila kekuatan syahwat jenis tersebut dengan empat prinsip yang
cendrung terlalu berlebihan maka akan dianggap sebagai dasar yang dapat
muncul sifat rakus (Syarah). Dan, mencakup segala aspek, yaitu : a. al-
apabila sifat itu cendrung kepada Hikmah (Kebijaksanaan). b. as-Syaja‟ah
kekurangan tidak stabil, maka hal itu (Keberanian). c. al-Iffah (Menjaga
disebut dengan suatu kejumudan, Kehormatan Diri). d. al-Adl
stagnan, tidak berkembang. (Keadilan)162. Menurut Al-Ghazali, jika
ke empat dasar ini bisa dimunculkan,
Sifat-sifat tersebut menurut Al- maka akan lahirlah akhlak yang baik dari
Ghazali tidak pada posisi yang baik, semua lapisannya.
cendrung lemah dan mudah terpengaruh
pada sifat malas, sehingga mudah 1) Al-Hikmah (Bijaksana)
menimbulkan sifat negatif. Dengan Menurut Al-Ghazali, yang dimaksud
demikian, menurut Al-Ghazali yang dengan hikamh di dalam karyanya Ihya
terpuji dan baik adalah berada pada porsi Ulum al-Din adalah suatu keadaan jiwa
di tengah-tengah, hal itulah menjadi yang dapat dipergunakan untuk
sebuah keutamaan. Menurut penulis mengatur sikap marah, dan
setiap manusia memiliki syahwat atau mengendalikan nafsu syahwat, serta
nafsu, seperti nafsu makan, minum dan mendorongnya menurut kehendak
lain-lain, dan yang demikian itu adalah hikmah. Sedangkan pemakaian dan
normal pada setiap manusia. Namun pengendaliannya dapat diatur juga sesuai
manusia dianjurkan untuk tidak dengan kehendak hikmah. Dengan kata
berlebihan atau rakus dengan menuruti lain, kebijaksanaan adalah kondisi jiwa
segala kemauan syahwatnya. yang memahami yang benar dari yang
Sebagaimana Allah berfirman : salah pada semua prilaku yang bersifat
“Makan dan minumlah, dan ikhtiar/pilihan. Selanjutnya ia juga
jangan berlebihan, menyebutkan bahwa hikmah atau
sesungguhnya Allah tidak kebijaksanaan merupakan salah satu
menyukai orang-orang yang keutamaan jiwa rasional (al-Aqliyah)
berlebihan” (QS. Al-A‟araf : yang dapat memelihara jiwa serta
31).
18
Dan ukuran keseimbangan atau Abu Hamid Muhammad bin Muhammad
pertengahan (mi‟yârul I‟tidâl) adalah Al-Ghazali. 1986 M. Mizan al-amal. Taqdim,
Sulaiman sulaim al-Bawwab. daarul Hikmah.
akal dan syariat, (wa mi‟yârul I‟tidâl Bairut. hlm. 60.

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 67


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

memungkinkan seseorang dapat dan gembira 20 . Dari situ penulis dapat


membedakan yang benar dari yang salah mengambil kesimpulan maksud
dalam semua perbuatan yang disengaja alhikmah menurut Al-Ghazali, yaitu.
Kemampuan sesoarng menggunakan
Selain itu, ia juga memberi
penalaran, renungan dengan benar untuk
pengertian bahwa hikmah ini merupakan
mendapatkan pengetahuan yang masuk
posisi tengah-tengah antara penipu yang
akal/rasional dan kemuadian
pandai dengan kebodohan (al-Baladah).
diaplikasikan setiap hari dalam tingkah
Kelihayan atau kepandaian (al-Khib)
lakunya.
merupaka ekstrim kelebihan
(ifrath/exess) sedangkan al-Baladah 2) Ass-Syaja‟ah (Keberanian)
adalah sebagai ekstrim kekurangan
Akhlak yag bertalian dengan sikap
(tafrith/deficiency), dan Al-Ghazali keberanian, maka akan dapat
menyebut jenisjenis keutamaan yang menimbulkan sifat pemurah, tegas,
berada di bawah kebijaksanaan ini keinginan pada hal-hal yang
adalah dengan pemikiran yang baik mengharuskan atas perbaikan diri
Husn al-Tadbir, pemikiran yang jernih kedepan, mengekang hawa nafsu,
Judat al-Zihn, pendapat yang cemerlang menanggung penderitaan, penyantun,
Saqabat al-Ra‟y, Praduga yang benar berpendirian teguh, menahan sikap
atau Ishabat al-Zann, dan selalu sadar kasar, berhati yang tenang dan mulia,
terhadap perbuatan kejahatan jiwa yang bercinta kasih, dan lain sebagainya. Dan
sangat kecil sekalipun al-Tafathun li rangkaian itu semua merupakan akhlak
Daqa‟id al-„Amal wa Khafaya Afat al- yang terpuji21.
Nufus19. Hikamh itulah yang disandarkan
pada kekuatan akal yang dapat Keberanian itu menurut Al-Ghazali
mengalahkan kekuatan yang ada pada tidak boleh berlebihan, dan jika
ilmu Dharariah (tanpa berdasarkan akal) berlebihan dinamakan tahawwur yakni
atau pun ilmu Nadzhariah (ilmu yang berani tanpa perhitungan dan pemikiran
berdasarkan pemikiran dan memerlukan yang matang, semberono atau nekat. Hal
dalil), serta kekuatan yang menguasai itu, akan menimbulkan sifat-sifat seperti
tubuh dan segala pengaturannya, sombong, cepat marah, takabur dan
sehingga jiwa dapat menemukan ujub22.
kebaikankebaikan amal perbuatan. Keberanian atau as-Syaja‟ah
Kekuatan tersebut bisa disebut dengan menurut Al-Ghazali juga merupakan
akal amaliah. suatu keutamaan bagi kekuatan marah,
Kemudian yang kedua disebut karena memang kekuatan marah itu
“hikmah Khulukiyah”. Al-Ghazali nyata adanya, namun bersama kekuatan
mendefinisikan Hikmah Khulukiyah semangatnya, ia harus tunduk kepada
dengan “ suatu tingkah dan keutamaan akal yang mendapat didikan dengan
jiwa yang berakal, dan dengan jiwa pendidikan agama dalam tindakan maju
tersebut dapat mengatur kekuatan marah dan mundurnya 23 Dengan demikian,
dan kekuatan syahwat serta dapat keberanian juga merupakan tindakan
membatasi pergerakannya sesuai dengan
kadar yang wajib dalam keadaan duka 20
Al-Ghazali. Timbangan „Amal. diedit
oleh M. Ali Chasan Umar. hlm. 92.
21
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad
19
Ibid, hlm 53. Jika di dalam kitab. Mizan Al-Ghazali. “Ihya Ulum al-Din”. Hlm. 192.
22
al-„Amal. Hlm. 274, hanya menyebutkan empat Ibid.
23
tanpa menyebutkan yang terakhir. Al-Ghazali. Mizan al-„Amal. Ibid, hlm. 94.

76 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

pertengahan antara kedua kehinaan yang arahan dan pemahaman akal sangat
meliputinya yaitu melampui batas dan dibutuhkan sebagai penyeimbang dari
pengecut, karena sifat pengecut adalah sikap keberanian. Artinya, manakala
tindakan yang berada pada tingkatan terdapat pada diri seseorang sebuah
kekurangan, yaitu suatu tindakan yang kekuatan, maka dengan kekuatan yang
membawa kurangnya nafsu marah sesuai tersedia itu ia akan patuh pada arahan
ukuran yang mesti, sehingga akan dari pemahaman akalnya. Karena itulah
menyimpangkan tindakan untuk maju, Allah Swt, telah berfirman dalam
padahal keadaannya harus maju24. alqur‟an surat Al-Fath ayat 29.
Kesadaran untuk memperoleh Dalam ayat itu, Allah Swt,
konsekwensi keberanian, Al-Ghazali memberikan sifat untuk Rasulallah dan
lebih menitik beratkan kepada akibat para sahabat dengan bersifat tegas,
setelah kematian disbanding dengan karena sesungguhnya bersikap tegas itu
semasa masih hidup. Hal ini dapat muncul dari landasan sikap tidak
dimengerti karena sikap yang lebih menyukai perbuatan aniaya, perbuatan
daminan ada pada pribadinya, sehingga yang dzholim. Namun, jika sikap tegas
ia lebih cendrung mengutamakan sesuatu dan berani itu kemudian hilang, maka
hal yang bersifat ukhrawi dari pada hal- niscaya akan hilang pula perjuangan
hal yang mengandung unsur duniawi. untuk membela dan menegakkan agama
Sehingga dalam memperjuangkan atau ini26.
menegakkan suatu keberanian tidak Seperti halnya sikap kebijaksanaan,
muncul rasa takut mati, sebab itu keberanian juga memiliki beberapa
menurut Al-Ghazali sikap keberanian cabang sebagai pendukungnya. Al-
adalah merupakan salah satu keutamaan Ghazali menyebut cabangcabang
akhlak yang amat mulia dan terpuji25. keberanian ini dengan beberapa jenis. Di
Secara garis besar, yang dibutuhkan dalam kitab Mizal al„Amal ia menyebut
pada sikap as-Syaja‟ah adalah sebuah ada Sembilan macam, berbeda dengan
pengendalian, di mana seseorang harus kitab al-Arba‟in, Al-Ghazali hanya
pandai memposisikan sikap tersebut menyebutkan delapan macam,
berada di tengah-tengah antara sikap sedangkan dalam kitab Ihya Ulum al-
berlebih-lebihan dan sikap Din, ia menyebutkan ada sepuluh macam
berkekurangan. Seperti apabila cabang dari sifat keberanian. Cabang-
seseorang membiarkan sikap tahawwur cabang dari sikap keberanian tersebut
(berani tanpa perhitungan, dan pemikiran adalah: al-Karam (Kemuliaan), al-
yang matang, semberono atau nekat) Najdat (Pantang takut), alSyahamat
tumbuh di dalam jiwanya tanpa (perkasa), Kibar al-Nafs (Berjiwa besar),
diimbangi dengan memiliki sikap al-Ihtimal (tahan uji), al-Hilm (murah
penakut. Maka, akan muncul akhlak hati), al-Sabat (Ulet), Kazhm al-Ghaizh
yang buruk, sombong, hilang rasa malu, (tahan marah), alWaqar (tahu diri), dan
dan bertindak tanpa mempertimbangkan al-Tawaddud (ramah)27.
kerugian orang lain. Dari itu, kekuatan,

24
Ibid.
25
Abu Hamid Muhammad bin
26
Muhammad Al-Ghazali. 1988. Kitab al- Al-Ghazali, Al-Ghazali. Ihya Ulum al-
Arba‟in Fi Usul al-Din. Bairut: Dar al-Jil. Din. hlm. 199.
27
hlm. 136. Lihat juga pada. Mizan al-„Amal. Ibid, juz III. Hlm, 53 dan “Mizan al-
hlm. „Amal”, hlm. 276.

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 66


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

d. Dasar dan Tujuan Akhlak yang mau menunaikan zakat, dan


orang-orang yang mau menjaga
Menurut al-Ghazalai tujuan akhlak kemaluannya, kecuali trhadap istri-
yang telah diuraikannya adalah istri, atau budak-budak yang mereka
terbentuknya suatu sikap batin yang miliki, maka sesungguhnya mereka
mendorong munculnya keutamaan jiwa, dalam hal ini tidak tercela. Siapa saja
dan biasa disebut Al-Ghazali dengan al- yang mencari di balik itu semua,
Sa‟adat al-Haqiqiyat (kebahagiaan yang maka mereka itulah orang-orang
hakiki) 28 . Dikatakan sebagai yang melampaui batas. Dan orang-
kebahagiaan yang hakiki karena, karena orang yang memlihara
akhlak merupakan pusat yang menjadi amanahamanah (yang dipikulnya),
dasar penilaian keutamaan pada serta memenuhi janjinya, juga
manusia. Dan keuatamaan jiwa menjadi orangorang yang menjaga sholatnya.
salah satu jalan ketenangan batin Mereka itulah yang akan mewarisi.
manusia sehingga tercapai tujuan hidup (QS al-Mu‟minun [23] : 1-10)
yang sebenarnya. kemudian yang
menjadi landasan atau konsep akhlak “Sesungguhnya orang-orang yang
yang dipaparkan AlGhazali adalah al- beriman itu adalah mereka yang
Quran dan al-Hadist. Ia juga apabila disebut nama Allah, maka
menjelaskan seputar ayat dan hadits bergetarlah qalbu mereka, dan
yang menjadi pembimbing akhlak yang apabila dibacakan kepada mereka
mulia. Di antaranya29 ayat-ayatnya, bertambahlah
keimanan mereka, serta kepada
“Mereka itulah orang-orang yang Rabblah mereka bertawakal. [yaitu],
bertaubat, yang beribadah, yang orang-orang yang mendirikan sholat,
memuji, yang melawat30, yang ruku‟, dan yang menafkahkan sebagian dari
yang sujud, yang menyuruh berbuat rezki yang kami berikan kepada
ma‟ruf, dan mencegah dari berbuat mereka. Itulah orang-orang yang
munkar, juga yang memelihara beriman dengan sebenarbenarnya,”
hukum-hukum Allah. Dan berikanlah (QS al-Anfal [8] : 2-4)
kabar gembira bagi orang-orang
yang mukmin (beriman). (QS al- Al-Ghazali juga mengambil
Taubah [9] : 112) beberapa sumber dari al-Hadits yang
menunjukan pada akhlak yang baik. Di
“Sungguh beruntunglah orang-oarng antaranya31 :
yang beriman. Yaitu, orangorang
yang khusyu dalam sholatnya, dan “Seorang mukmin itu mencintai
orang-rang yang menjauhkan diri saudaranya, seperti ia mencintai
dari perbuatan serta perkataan yang dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan
tidak berguna. Juga orang-orang Muslim)
“Siapa saja yang menyatakan diri
28 beriman kepada Allah, dan hari
Al-Ghazali. 1964. Mizan al-„Amal.
Sulaiman Dunya. Kairo: Dar al-Ma‟arif. hlm. akhir, maka berkatalah yang baik,
303. atau diam.” (HR. Muttafaqun „Alaih)
29
Al-Ghazali. Ihya Ulum al-Din.
terjemah, Ibnu Ibrahim Ba‟adillah. Hlm. 247-
“Orang mukmin yang lebih
251. sempurna keimanannya, adalah
30
Melawat maknanya untuk mencari ilmu mereka yang sangat baik
pengetahuan, atau berjihad. Ada pula yang
menafsirkan dengan orang-orang yang selalu
31
berpuasa sunnah. Ibid.

78 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

akhlaknya. 32 ” (HR. Abu Hurairah, dalam hati. Seperti ria, sombong, bukan
ra). dengan niat untuk saling menjatuhkan
atau pun untuk kemewahan. Dan jika
“Tidak halal (tidak
sifat-sifat penyakit hati tidak muncul
diperbolehkan) bagi seorang
dengan cara pensucian jiwa dan dekat
muslim untuk menakutnakuti
kepada Allah, maka tujuan pendidikan
saudaranya sesame Muslim.”
yang lainnya akan mudah diikuti dan
(HR. Imam al-Thabrani)
mudah di dapati terutama akhlak yang
Selanjutnya , tujuan pendidikan terpuji.
akhlak menurut Al-Ghazali adalah
proses manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah Swt, selain itu juga sebagai e. Metode atau Proses Mendidik
tujuan akhir yang akan dicapai oleh Akhlak
manusia. Membersihkan diri (tazkiyatun
an-Nafs), terbiasa selalu berbuat Setelah mengetahui tentang akhlak,
kebaikan dengan akhlak yang kaamil yang baik dan yang buruk menurut Abu
(sempurna), ma‟rifah, dengan kata lain Hamid Muhammad bin Muhammad Al-
ia selalu mendekatkan diri kepada Allah Ghazali. Dan telah mengetahui bahwa
Swt, untuk mendapatkan kebahagiaan akhlak yang baik itu kembali kepada
dan ketenangan di dunia dan kahirat33. lurusnya kekuatan akal serta
sempurnanya hikmah. Juga dengan
Dengan demikian, pendidikan lurusnya kekuatan mengendalikan nafsu
akhlak adalah suatu upaya pembentukan amarah beserta syahwat. Kesemuanya itu
manusia untuk menjadi lebih sempurna, pun tunduk pada benarnya kekuatan
baik di dunia maupun di akhirat. fungsi akal dan ketaatan terhadap
Menurut Al-Ghazali manusia dapat syari‟at.
mencapai paripurna apabila diiringi
dengan usaha mencari ilmu dan Manusia dengan karunia Allah Swt,
kemudian mengamalkan fadilah dengan diciptakan dan dilahirkan dengan
ilmu pengetahuan yang telah ia pelajari. sempurna akalnya dan berakhlak mulia.
Dengan fadilah ini kembudian Allah Swt, pula yang menyimpan peranti
diharapkan dapat menjadikan manusia lunak di dalam dirinya berupa
kian dekat kepada Allah Swt, yang penguasaan atas nafsu syahwat dan sikap
kemudian memberikan kebahagiaan amarah. Bahkan menurut Al-Ghazali
hidupnya di dunia dan di akhirat34. syahwat dan sifat marah tersebut
diciptakan tunduk kepada fungsi akal
Menurut penulis, pendapat Al- dan aturan syari‟at35. Sekalipun manusia
Ghazali dalam mendidik akhlak anak telah dikarunia akal yang sempurna yang
dengan dilatih untuk selalu mendekatkan menjadi sarana untuk berfikir dan
diri kepada Allah Swt, agar tidak muncul merenung tentang hidup di dunia, akan
sifat-sifat yang buruk, yang muncul tetapi, diantara sebagian manusia masih
ada yang memperturutkan hawa
32
Hadits berstatus shahih, sebagai mana nafsunya secara berlebihan sehingga
telah disebutkan oleh Imam al-Bani dalam kitab menjadi tersendat dan sulit untuk
“shahih al-Jami”, hadits nomer 1230, dari menerima kebenaran dan dan nasehat
riwayat Abu Hurairah ra.
33
Al-Ghazali. Ihya ulum al-Din. Jilid I, yang baik.
hlm. 50.
34
Djamluddin. 1988. Kapita Selekta
Pendidikan Islam. Bandung : Pustaka Setia. hlm
35
14. Al-Ghazali. Ihya Ulum al-Din. hlm. 195.

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 66


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

Tingkah laku manusia juga juga ada pada manusia. Di mana baik
terkadang jauh lebih hina dari pada dan buruknya suatu lingkungan juga
hewan. Hal itu tidak dapat dipungkiri ditentukan terhadap manusia yang
oleh siapa pun, dan tak terkecuali oleh menempatinya. Oleh karena itu, Al-
al-Gahzali. Pasalnya, manusia di dunia Ghazali membagi manusia dalam
adalah sebagai hkalifah yang mengatur merubah akhlak menjadi baik atau
kelangsungan hidup di dunia, mendidik akhlak yang baik menjadi pada
selanjutnya objek utama pada akhlak empat tingkatan. Yaitu201 :
data primer dan sumber data skunder.
Adapun sumber data primer yang akan
C. METODE PEMBAHASAN
digunakan pada penelitian ini adalah
Penelitian ini termasuk jenis buku-buku atau karya-karya yang
penelitian kepustakaan (library langsung ditulis oleh Al-Ghazali,
research), yaitu penelitian yang diantaranya ; Ihya al-Ulumuddin,
mengumpulkan seluruh data dan Minhajul „abidin, Mizan alAmal, Ayat
informasi yang terdapat dalam al-Walad al-Muhib. Sedangkan sumber
kepustakaan (buku). 36 Penelitian ini data skunder adalah semua data yang
disebut juga dengan penelitian kualitatif, mendukung dan berkaitan dengan
oleh karena itu metode yang digunakan penelitian ini.
adalah kualitatif dengan menggunakan Agar penlitian ini terarah secara
teknik penulisan deskriptif.37 sistematis, maka diperlukan langkah-
Penelitian ini menggunakan langkah yang memudahkan penelitian,
pendekatan histori dari seorang tokoh dengan cara mengumpulkan data yang
muslim yang tercatat namanya di era relevan, kemudian data-data tersebut
keemasan peradaban Islam. Pendekatan dianalisis dengan menggunakan metode
histori berarti banyak meneliti dan deskriptif analisis. Metode itu akan
mengkaji keadaan-keadaan, pengalaman digunakan untuk menjelaskan pemikiran
hidup dan masa belajar serta mengkaji akhlak menurut imam Al-Ghazali,
teori-teori, serta menimbang dengan kemudian dianalisa secara umum
cukup teliti dan hati-hati terhadap bukti mengenai rumusan konsep dan
validitas dari sumber sejarah. karakteristiknya serta relevansinya
Pendekatan ini digunakan untuk dengan pendidikan saat ini.
mengatahui sejarah yang berkaitan
dengan pemikiran Imam Al-Ghazali
tentang konsep akhlak, untuk dapat D. HASIL PEMBAHASAN
diketahui sumber dan faktor apa saja 1. Isi Hasil
yang melahirkan pemikirannya.
Menurut penulis, sifat berani sangat
Sumber penelitian yang akan diperlukan bagi setiap muslim laki-laki
digunakan ialah dengan mengumpulkan dan perempuan, namun bukan hanya
data-data yang mendukung penelitian. harus terukur dan tidak berlebihan,
Mengingat penelitian ini bersifat sebagaimana menurut Al-Ghazali. Akan
kepustakaan, maka dapat dikelompokan tetapi harus pula disertai dengan
menjadi dua sumber data yaitu, sumber memelihara adab atau etika. Pasalnya,
sifat tersebut merupakan fondasi
36
terpenting dalam Islam, dan merupakan
Suharsimi Arikunto. Managemen bentuk dari amar ma‟ruf nahi munkar
Penelitian. hlm. 332.
37
Ibid. hlm. 310. (memerintahkan kebaikan dan mencegah

80 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

keburukan). Sifat tersebut jelas yang demikian itu adalah lebih


dibutuhkan untuk memerangi kebatilan, suci bagi mereka, Sesungguhnya
penyelewengan yang dilakukan sebagian Allah Maha mengetahui apa
orang, serta berbagai macam yang mereka perbuat. Dan
kedzoliman, hal itu juga merupakan Katakanlah kepada wanita yang
sebuah perjuangan dalam menegakkan beriman: "Hendaklah mereka
kebenaran. Al-Qur‟an pun telah menahan pandangannya, dan
mengisyaratkan sifat-sifat berani ini, kemaluannya. (QS. An-Nur: 30,
hingga seorang muslim tidak takut 31)
mengatakan kebenaran dan tidak pula Pembentukan keperibadian yang
takut dengan celaan orang lain. Hal ini lurus, tidak akan sempurna
sebagaimana tercantum dalam surat Al- tandatandanya kecuali dengan
Maidah ayat 54. pembersihan jiwa. Yaitu pembersihan
Serta Rasulallah Saw, pun bersabda : lubuk hati manusia yang paling dalam.
Pensucian itu harus dilakukan sebelum
“Hendaklah seorang di antara
tandatanda yang nampak dari luar. Jika
kalian tidak takut karena
sesorang tidak mampu mensucikan jiwa,
manusia untuk mengatakan
niscaya ia tak mampu melakukan sesuatu
kebenaran jika ia melihatnya,
yang baik dengan kesenangan hati, dan
atau menjadi saksinya, karena
tidak pula mampu melakukan hal yang
sesungguhnya dia tidak dekat
sama pada orang lain, dan tidak mampu
dari ajal, dan tak jauh dari
pula mempengaruhi orang lain untuk
rezeki disebabkan mengatakan
menjadi baik.
kebenaran atau menjadi saksi
itu.”38 Jiwa-jiwa yang suci tidak akan
muncul dari lingkungan yang tidak baik.
3) Al-„Iffah (Menjaga Kesucian
Dengan kata lain, munculnya jiwa-jiwa
Diri)
suci dari lingkungan yang Islami dan taat
Termasuk ciri pribadi muslim yang pada syari‟at Allah Swt 39 . Mana kala
baik adalah menjada kehormatan diri nurani keagamaan telah tumbuh,
(Iffah). Seorang muslim harus selalu kesadaran berbuat baik pun akan
berusaha untuk menjaga, mulai dari muncul, manusia akan takut kepada
dirinya, agama, harta, kehormatan serta Tuhannya, dan ketika itu juga, jiwa akan
kemuliannya. melarang untuk melakukan kejahatan
Di dalam al-Qur‟an Allah telah dan kemungkaran.
menjelaskan kepada orang-orang yang Al‟iffah, (memelihara diri agar
tidak kuasa menjaga kehormatannya terhindar dari segala perbuatan tercela)40
dengan menikah untuk selalu menjaga adalah keutamaan kekuatan syahwat
kehormatan. bahimiyah, yaitu kekuatan syahwat yang
Katakanlah kepada orang laki- sangat mudah untuk mengikuti kekuatan
laki yang beriman: "Hendaklah akal, sehingga kesedihan dan
mereka menahan pandanganya,
dan memelihara kemaluannya; 39
Ibid, hlm. 206
40
Al-Ghazali. Ihya „Ulum al-Din, OP-Cit.
Juz III, hlm. 53 Istilah Kibar al-nafs dan al-
38
Ahmad Umar Hasyim. 2004. Menjadi ihtimal tidak disebutkan dalam “Kitab al-
Muslim Kaffah: Berdasarkan al-Qur‟an dan Arba‟in, Loc-Cit.”, selanjutnya yang tidak
Sunnah Nabi. Yogyakarta. Mitra Pustaka. hlm. disebutkan dalam “Mizan al-„Amal adalah kahzm
157. al-ghaizh dan tawaddud”, Op-Cit. hlm. 276.

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 17


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

kegembiraan sesuai dengan petunjuk hidup terus berlanjut serta pancaindra


yang diperintahkan oleh akal. dapat berfungsi dengan sempurna.
Al-„iffah diselubungi oleh dua Dengan kondisi jasmani yang sehat
macam budi pekerti tercela, yaitu diharapkan dapat pula meningkatkan
“keterlaluan syahwat” dan “kelemahan kondisi rohani yang baik dengan
syahwat” yang dimaksud dengan menuntut ilmu pengetahuan, sehingga
keterlaluan syahwat adalah semangat manusia dapat menyerupai makhluk
yang menggebu-gebu untuk yang berbudi luhur seperti malaikat,
mendapatkan kelezatan, kemewahan, sehingga dengan tercapainya derajat
kesenangan, yang dianggap buruk oleh tersebut, maka tercapai pula
kekuatan akal dan akal berupaya untuk kesempurnaan hidup dan kebahagiaan.
mencegahnya. Sementara kelemahan Apabila manusia telah mengetahui
syahwat ialah upaya untuk bangkit proses dan tujuan pemenuhan kebutuhan
setelah mencapai sesuatu yang hidup seperti makan yang disebutkan di
diinginkan oleh akal. Kedua sifat atas, maka tujuan makan tersebut adalah
tersebut tercela, maka untuk menetralisir untuk menguatkan kondisi fisik agar
kedua sifat tersebut diperlukan „iffah mampu menunaikan kewajiban
untuk menyeimbangkannya sehingga beribadah kepada Tuhan dengan baik.
menjadi sifat yang terpuji. Jadi tujuan makan yang disebutkan di
atas bukanlah untuk mencari kenikmatan
Manusia berkewajiban untuk
semata, sehingga makan tersebut bukan
mengawasi syahwatnya, biasanya orang
merupakan tujuan hidup melainkan
cenderung untuk memperturutkan
hanya sekedar alat untuk
syahwatnya, terutama yang menyangkut
mempertahankan kehidupan dalam
alat kelamin, dan perut dan juga
menjalankan misi kemansiaan dengan
kehendak untuk mendapatkan harta yang
hamba Allah yang penuh pengabdian.
banyak, pangkat dan kedudukan yang
tinggi dan dibarengi dengan gila hormat. Demikian pula halnya keinginan
Keterlaluan dan kekurangan dalam sifat- untuk bersenggama; hal ini diciptakan
sifat tersebut adalah merupakan cacat menurut Al-Ghazali adalah untuk
dan merupakan suatu kekurangan, menggerakan keinginan atau nafsu
sedangkan yang sempurna adalah senggama yang bertujuan untuk
keseimbangan menurut ukuran akal yang mempertahankan eksistensi manusia di
sehat dan agama yang benar.41 muka bumi. Dengan demikian sepasang
manusia yang beriman melangsungkan
Syahwat atau keinginan nafsu dan
perkawinan adalah karena menginginkan
marah mempunyai peranan yang amat
keturunan dan membentengi nafsu,
vital dalam kelanggengan manusia dan
bukan bertujuan untuk bersenang-
makhluk lainnya seperti binatang.
senang.42
Sebagai contoh, misalnya rasa lapar akan
menggerakan keinginan untuk makan, Selanjutnya menurut Al-Ghazali ada
makanan tentunya harus diupayakan dua hikmah yang dapat diambil dari
dengan berusaha, dengan makan yang syahwat alat kelamin dan syahwat perut,
layak dan bergizi maka kebutuhan tubuh yaitu:
akan terpenuhi, ketika kesehatan tubuh 1. Menjadikan kelangsungan jenis
dapat dipertahankan, kelangsungan manusia dengan makan dan
pembibitan, karena keduanya
41 42
Ibid, Ibid, hlm. 99.

82 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

memang diperlukan di alam wujud ini al-Hai‟at (cinta kepada perhiasan yang
sesuai dengan sunatullah, dan dengan wajib namun tidak sampai tergila-gila),
kehendak-Nya yang azali yang tiada 8) Al-Qona‟at (Kemampuan mengatur
pergantian dan perpindahan. kehidupan yang baik tanpa cela), 9) Al-
Hudu (Ketenangan jiwa lantaran
2. Mendorong umat manusia untuk
memperoleh kenikmatan yang baik), 10
mencapai kebahagiaan akhirat, sebab
Al-Wara‟ yaitu menghiasi jiwa dengan
selama mereka tidak merasakan
perbautan yang baik, 11) Al-Thalaqat
kelezatan duniawi dan kepedihannya,
atau Lathafat, yaitu bergurau yang sopan
maka mereka tidak akan senang dan
tidak keterlaluan,.12) Al-Zharf, yaitu
menginginkan surge, dan tidak takut
pandai menempatkan diri, 13) Al-
neraka, dan seandainya mereka
Musa‟adat, yaitu menghindari
dijanjikan dengan adanya kenikmatan
Perselisihan), 14) Al-Tasakhkhut, yaitu
yang belum dilihat mata, belum
pertengahan antara dengki dan gembira
didengar telinga dan belum terlintas
atas kedudukan orang lain, 15) Al-
di hati manusia, tentulah hal itu
Inbisath, yaitu merasa Senang).
semua tidak terkesan dalam hati
mereka.43 Manusia yang dapat memelihara
kehormatan diri atau pensucian dirinya
Dibanding dengan pokok keutamaan
dari hal-hal yang tidak baik, maka ia
akhlak sebelumnya, al-„iffat justru
akan menumbuhkan sifat yang baik dari
memiliki cabang dan cenderung lebih
dalam dirinya. Seperti : sifat pemurah,
banyak. Al-Ghazali menyebutkan
memiliki rasa malu, sabar yang tiada
cabang-cabang Al-„iffat ini dalam tiga
batas, pemaaf, dan selalu menerima
buah karyanya antara lain cabang-
anugrah Allah Swt, memiliki sifat
cabang tersebut ialah 44 : 1) Al-Haya”
ramah, suka membantu atau menolong
(pertengahan antara tidak malu dan
orang lain, daemawan dan tidak tamak
feminis (Al-Khunusat).
terhadap harat45.
Al-Khajal (terlalu malu), 2) Al-
Selanjutnya, sifat al-Iffah juga tidak
Musamahat (kesediaan melepaskan
dibolehkan dalam keadaan yang
haknya dengan sukarela), 3) Al-Sabr
berlebihan atau pun sebaliknya dalam
(kemampuan jiwa melawan nafsu dan
kekuranga, hal itu, akan
menjaganya dari kelezatan yang
memunculkansifat yang negative. Dan
berakibat buruk), 4) Al-Sakha‟ (suka
akan muncul pada diri seseorang sifat-
memberi sedekah dan menjauhkan dari
sifat kebalikan dari yang baik, seperti,
memperoleh sesuatu yang bukan pada
boros, sombong, riya, haus harta dan lain
tempatnya), 5) Husn Al-Taqdir
sebagainya. Maka, jika diperhatikan
(seimbang dalam membelanjakan harta),
secara umum, penulis berpendapat,
6) Al-Damasat, yaitu kondisi jiwa Al-
bahwa cabang-cabang dari sifat al-Iffah
Syahwaniyat yang baik dalam
yang dikemukakan oleh Abu Hamid
merindukan sesuatu yang sangat
Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali
diinginkan), 6) Al-Intizam (kondisi jiwa
amat sangat mengutamakan keselamatan
yang mendorong untuk mengukur diri
jiwa untuk menghasilkan perbuatan yang
dalam membelanjakan harta), 7) Husn
baik, dan hal itu merupakan ciri-ciri
43 khusus dari konsep akhlak.
Ibid, lihat juga dalam Ihya, Jilid III, pada
bagian. Kasr al-syahwatain. Op-Cit., hlm. 77-
104 .
44 45
Ibid, Jus III, hlm. 53, “kitab al-Arba‟in, Al-Ghazali. Ihya Ulum al-Din.
hlm. 266. Mizan al-„Amal”. hlm. 280283. diterjemahkan Mohammad Zuhri dkk, hlm.

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 17


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

2. Pembahasan (Keseimbangan) merupakan prinsip


utama dalam ajaran akhlak.
Dalam kerangka membersihkan
Keseimbangan atau keadilan dalam budi
jiwa, teori yang dikemukakan Al-
pekerti tentu akan dapat menimbulkan
Ghazali bersumber dari al-Qur‟an. Islam
persamaan hak dan keadilan dalam
itu sendiri memang sangat menganjurkan
pergaulan masyarakat, sehingga tidak
kepada manusia untuk selalu menjaga
aka nada manusia yang merasa tidak
kesucian jiwa untuk ketenangan pada
mendapatkan haknya setelah memenuhi
dirinya, dan sangat menganjurkan untuk
kewajibannya. Maka pada setiap
mempersenjatai jiwa dengan berdzikir
keadaan, keadilan merupakan cabang
kepada Allah, sholat, memberi satu sama
dari pada keadilan budi pekerti.
lain, serta selalu meminta perlindungan
kepada Allah dari segala godaan syetan Al-Ghazali berpendapat mengenai
yang terkutuk. Dengan demikian, sangat keadilan dengan sebuah ketertiban yang
beruntunglah bagi hamba Allah Swt, disenangi, baik dalam berprilaku atau
yang selalu mensucikan dirinya, dan berbudi pekerti, hakhak pergaulan
sebaliknya, amat sangat merugi bagi masyarakat, dan dalam unsur-unsur
hamba-Nya yang mengotori jiwanya. penegak kestabilan negara 47 . Keadilan
Sebagai mana Allah berfirman dalam al- dalam sebuah oergaulan di masyarkat
Qur‟an surat Al-Syams ayat 9-10. adalah berada di antara kehinaan rugi
dan merugikan, yaitu mengambil segala
Suatu kondisi bagi tiga macam
sesuatu yang harus diambil dan
kekuatan tersebut berada secara teratur
memberikan segala sesuatu yang harus
dan sesuai dengan ketertiban yang
diberikan.
seharusnya, maka itu disebut adil atau
keseimbangan. Maka adil itu bukanlah Selanjutnya, menurut Al-Ghazali,
dari sebagian keutamaan melainkan bahwa segala sesuatu yang akan
sebuah nama dari sejumlah keutamaan46. diperlukan hendaknya di tempatkan pada
Perumpamaannya, jika ada seorang tempatnya. Ia juga mengatakan bahwa
pemimpin serta pengikutnya sama-sama keadilan itu tidak diselubungi dengan
menerapkan ketertiban atau kedisiplinan dua kehinaan, namun harus diselubungi
dalam diri mereka masing-masing, oleh kebalikan dari penyelewengan yang
semua pengikutnya akan memiliki sifat merupakan keadilan, karena antara
yang patuh pula kepada pemimpinnya keadilan dan adil, dan antara ketertiban
dan mempunyai pasukan yang loyal serta dan tertib itu tidak ada pertengahan48.
taat terhadap aturan-aturan hukum yang
Menurut Al-Ghazali, keadilan itu
berlaku. Maka akan dipastikan bahwa tidak memiliki ekstrim kelebihan dan
keadilan dalam sebuah negara akan ekstrim kekurangan. Keadilan hanya
dengan mudah dapat ditegakkan. memiliki satu lawan makna, yakni
Namun jika prinsip tersebut tidak ketidak adilan (al-Jaur), alasannya,
berjalan secara holistic, karena yang karena tidak ada pertengahan antara
menjalankan peraturan hanya keteraturan atau rapih dan
sebagiannya saja, serta pengikutnya ketidakteraturan atau ketidakrapihan 49 .
tidak taat terhadap pemimpinnya, maka Keadilan tidak mempunyai dua ujung,
stabilitas, keadilan akan sulit untuk apa bila ia hilang, maka hilanglah kedua
diwujudkan. Jadi, keadilan
47
Ibid,,
46 48
Al-Ghazali. Mizal al-„Amal. M. Ali Ibid, hlm. 100.
49
chasan Umar. hlm. 99. Al-Ghazali. Mizal al-„Amal. hlm. 273.

84 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

ujung tersebut, yaitu lebih dan kurang, maka ia pun akan mencapai akhlak yang
tetapi yang ada hanyalah satu lawan dan baik dan mencapai kemuliaan yang
satu penyeimbang, yaitu penyelewengan tinggi derajatnya sampai pada setingkat
dan ketidak-adilan50. malaikat yang bisa terhindar dari noda
dan dosa, namun sebaliknya, manusia
Pokok-pokok keutamaan akhlak ini,
yang tidak mempunyai tekad yang kuat
yaitu al-Hikmah (kebijaksanaan), al-
untuk membersihkan diri, menjaga
Syaja‟ah (Keberanian), al-Iffah
kehormatan dirinya, menghumbar hawa
(menjaga kehormatan diri) dan al-„Adl
nafsunya serta tidak menghindari diri
(Keadilan), menurut Al-Ghazali
dari yang haram. Maka manusia itu pun
merupakan sumber dari akhlak yang baik
bisa lebih rendah derajatnya dari pada
(Akhlak al-Karimah), dan jika ada dalam
binatang.
bentuk-bentuk yang lain, maka hal itu
hanya merupakan cabang dari ke empat Menurut Al-Ghazali
jenis akhlak di atas. Dan Al-Ghazali manusia yang berusaha untuk
berpendapat dalam kitabnya Ihya Ulum menggabungkan kesempurnaan akhlak
alDin, bahwa tidak ada yang memiliki tersebut, dari ke empat prinsip akhlak
akhlak yang sempurna, di mana semua yang telah disebutkan, maka dia berhak
kekuatan Ilmu, kekuatan emosi, menduduki derajat malaikat yang mulia
kekuatan syahwat dan kekuatan adil di di antara para makhluk yang lainnya.
antara tiga kekuatan tersebut seimbang Semua makhluk akan merujuk
kecuali Rasulullah Saw, dan hal ini kepadanya, dan mengikuti jejak-jejaknya
berbeda dengan Abu Bakar ar-Razi. dalam setiap perbuatan. Dan sebaliknya,
Menurutnya, al fadhîlah –yang setiap manusia yang memiliki sifat
dimaksud al fadhîlah di sini adalah kebalikannya, maka ia berhak tidak lagi
ishlâhu akhlâqin nafs „an tharîqi ittibâ‟il menyandang status sebagai hamba di
„aqli wa qam‟il hawâ wa tarkisy hadapan Allah. Karena, ia telah dekat
syahawât– tidak bisa diraih dengan dengan syetan terkutuk yang
sempurna kecuali oleh lelaki filosof yang menjauhkan manusia dari sisi Allah
utama, lelaki filosof yang sempurna itu Swt., oleh karena itu, seharusnya sifat
adalah Plato51. dan prilaku yang semacam itu harus
dijauhkan dan selalu berusaha
Manusia saat ini, setelah masa
menjalankan sifat yang pertama yang
Rasulallah Saw, berbeda-beda
akan menjadikan manusia akan sederajat
tingkatnya, mulai dari faham yang
seperti malaikat. Karena itu, Rasulallah
berbeda sampai pada pengamalan
Saw, tidak diutus kecuali untuk
terhadap ajaran akhlak yang baik,
menyempurnakan akhlak manusia
terutama pada pengamalan ajaran pokok
sebagai mana pernah di sabdakan oleh
keutamaan akhlak yang diajarkan Al-
Rasulallah Saw bersabda,
Ghazali. Menurut penulis, pencapaian
“Sesungguhnya aku diutus untuk
akhlak yang baik yang di ajarkan oleh
meyempurnakan akhlak yang baik” (HR.
Imam Al-Ghazali mampu dilaksanakan
Imam Malik).
oleh setiap manusia, jika ia berusaha
sepenuh hati, diusahakan lahir dan batin, Dan al-Qur‟an pun telah
memberikan isyarat kepada akhlak-
50 akhlak semacam itu. Berkaitan erat
M. Abdul Majid. Bimbingan Mencapai
Ketenangan Jiwa. hlm. 44. dengan sifat-sifat seorang mukmin,
51
http://www.oaseimani.com/konsep- Allah Saw, telah berfirman :
akhlak-perspektif-Al-Ghazali.html diambil pada
sabtu, 26 oktober 2013 pukul 10:10 WIB

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 17


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

“Sesungguhnya orang-orang bersifat mabni (tetap tidak dapat


yang beriman itu hanyalah dirubah)188.
orangorang yang percaya Alasan berfikiran semacam itu
(beriman) kepada Allah Swt, disandarkan pada dua perkara, yaitu
dan Rasul-Nya, kemudian :Pertama, Akhlak adalah suatu bentuk
mereka tidak ragu-ragu, serta urusan batin, sebagaimana ciptaan diri
mereka berjuang (berjihad) atau fisik manusia lebih sebagai suatu
dengan harta, dan jiwa mereka bentuk yang lahir. Dengan kata lain,
pada jalan Allah. Mereka itulah bahwa bentuk lahir itu tidak akan
orang-orang yang benar,” (QS mampu untuk dirubah. Seperti orang
al-Hujarat [49] : 15). yang bertumbuh tinggi tidak dapat
Salah satu dari kekuatan dan dirumbah menjadi pendek, orang yang
keyakinan diri adalah mereka beriman buruk rupanya tidak akan mungkin
kepada Allah Swt, dan Rasul-Nya, tanpa mampu dirumbah menjadi baik rupanya.
sikap ragu-ragu. Hal itu juga merupakan Maka demikian pula dengan keburukan
buah akal dan batas terakhir dari batin yang dianggap berlaku sama tidak
rangkaian hikmah (kebijaksanaan). dapat dirubah. Kedua, mereka
berjuang dengan harta adalah sifat berpendapat bahwa akhlak yang baik itu
pemurah yang kembali kepada dapat dikondisikan dengan
pengendalian atas kekuatan nafsu mengendalikan nafsu syahwat dan sifat
syahwat. mengelola marah52.
Sedangkan berjuang dengan jiwa, Menurut Al-Ghazali, yang telah
maka hal itu lebih sebagai keberanian mencoba membuktikannya melalui riset
yang kembali kepada penggunaan (penelitian terpadu) atas hal itu, ia
kekuatan ketegasan sesuai ketentuan dengan tegas menolak atas pendapat
akal dan batas kelurusan atau kebenaran. manusia yang mengatakan bahwa akhlak
Semua itu sebagai isyarat bahwa sikap tidak dapat berubah karena tabiat atau
tegas mempunyai tempat tersediri, dan watak dasar. Oleh karena itu, Al-Ghazali
mempunyai sikap kasih sayang juga beranggapan bahwa akhlak itu dapat
mempunyai tempat dan porsi yang diubah. Dan seandainya akhlak tidak
khusus. Maka menurut Al-Ghazali, mengalami perubahan, maka wasiat
tidaklah disebut sempurna bersikap tegas bijak, nasehat kebaikan, dan pendidikan
di setiap tempat dan bersikap kasih tidak akan berarti apa-apa. Dan
sayang di setiap kondisi, jika menyalahi Rasulallah Saw, pun tidak akan pernah
prinsip yang dibenarkan oleh Allah Swt. bersabda:
Sebagian orang yang menuruti hawa “Perbaikilah akhlak kalian.”53
nafsunya, dan dikalahkan sifat malas, Al-Ghazali melanjutkan, bagaimana
maka menjadi berat baginya untuk hal itu dipungkiri pada akhlak manusia?
berjuang, berlatih dan bekerja untuk Padahal, perubahan akhlak atau karakter
mensucikan jiwa serta mendidik akhlak pada binatang saja dapat kemungkinan
dengan yang baik. Kemudian orang yang terjadi. Pasalnya, binatang yang buas
seperti itu beranggapan atau menyangka akan dapat diubah menjadi jinak, dan ia
bahwa akhlak yang dimiliki tidak juga mencontohkan, bahwa seekor
tergambar sebagai sesuatu yang dapat anjing yang rakus dalam urusan makan
berubah, karena ia beranggapan bahwa
akhlak sebagai watak dasar (tabi‟at) 52
Ibid, 195.
yang tidak mungkin dapat diubah, 53
Ibid

86 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

saja bisa dirubah menjadi menahan diri untuk diobati. Ia hanya butuh seorang
dan beretika. Dan begitu pula dengan guru dan seorang petunjuk (mursyid)
hewan kuda liar yang dapat diubah dari yang selalu mendorongnya kepada
sifat suka melawan menjadi penurut dan aktivitas mujahadah. Manusia semacam
tunduk sesuai keinginan pengendalinya. ini, perlahan tapi pasti akan menjadi baik
Hal itu semua merupakan bentuk (mulia) akhlaknya dalam waktu yang
perubahan, dan merupakan perubahan tidak terlalu lama.
yang bisa pula terjadi pada akhlak b. Orang yang mengetahui
manusia54. buruknya suatu perkara tertentu. Akan
Menurut Al-Ghazali, pada tetapi, ia tidak membiasakan pada
hakikatnya manusia memang tidak akan perbuatan yang baik, sekalipun ia telah
bisa menghilangkan serta memaksa mengetahui keutamaannya. Bahkan
hilangnya nafsu emosi atau syahwat amalnya yang buruk dihiasi dengan
secara keseluruhan, manusia tidak akan seolah-olah berbuat baik. Kemudian ia
mampu. Tetapi menurut AlGhazali selalu mengikuti hawa nafsunya dengan
manusia dapat mengekang dan menyimpang dari fitrahnya yang benar.
mengendalikan keduanya dengan cara Artinya, dia selalu tunduk kepada
Riyadhah (melatih batin) dan mujahadah syahwatnya dan menolak dari kebenaran
(mendekatkan diri pada Allah). Jadi, rasionya, hal itu, karena di dalam dirinya
menurut Al-Ghazali, akhlak itu telah dikuasai oleh syahwatnya dan tidak
mengalami perubahan, dan perubahan itu dikendalikan. Dan ia mengetahui,
dapat diperoleh melalui proses belajar mengerti dan sekaligus menyadari
atau selalu berusaha melatih jiwa untuk penyimpangan dalam perbuatannya.
selalu melakukan perbuatan-perbuatan Maka, menurut Al-Ghazali manusia
yang mendorong akhlak menjadi baik. semacam ini akan lebih sulit dari pada
Seperti akhlak dermawan, maka ciri manusia yang pertama, karena
seseorang harus selalu melatih berderma penyakitnya telah berlipat-lipat. Dan ia
dengan berbagi sesama mengeluarkan wajib melepaskan kebiasaan buruk yang
sebagian hartanya sehingga menjadi telah mengakar dan melekat karena
sebuah kebiasaan serta ringan setiap kali banyaknya ia pada membiasakan diri
melakukannya55. dalam kerusakan, dan harus
mengarahkan jiwanya pada hal-hal yang
berlawanan dengan kebiasaan buruknya.
a. Manusia lalai. Ia tidak dapat
c. Manusia yang telah terlanjru
membedakan antara yang hak
meyakini kepada akhlak yang buruk. Ia
(kebenaran) dan yang batil, yang bernilai
juga menyakini bahwa akhlak yang
kebaikan dan yang jelek, namun manusia
buruk itulah yang wajib dipandang
seperti ini yang memiliki kecendrungan
sebagai sebuah kebaikan. Atau dengan
kembali dalam fitrahnya yang terbebas
kata lain, akhlak yang buruk baginya
dari semua keyakinan, dan ia juga tidak
adalah kebenaran dan sesuatu yang
mengikuti syahwat dengan sepenuhnya,
berharaga bagi dirinya.
tidak mengikuti kesenangan-kesenangan.
Dan inilah manusia yang paling mudah Dan ia pun telah terdidik dengan
dengan akhlak yang buruk tersebut.
Manusia yang semacam ini menurut Al-
54
55
Ibid, Ghazali, hamper-hampir mencegah
Zaki Mubarak. 1408 H/1988 M. al- pengobatan atas dirinya dan tidak bisa
Akhlak „Inda Ghazali. Daarul Jil, Bairut, hlm.
156.
diharapkan kebaikan darinya kecuali

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 16


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

sangat sedikit sekali yang bisa lakukan, dan mengira bahwa apa yang
disembuhkan. Yang demikian itu karena telah ia lakukan di dalam keburukan bisa
berlipat-ganda sebab-sebab kesesatannya. mengangkat derajatnya dalam
pandangan manusia. Hal ini menurut Al-
d. Manusia yang dalam
Ghazali merupaka tingkatana yang palig
pertumbuhannya berada di atas
sulit diobati. Perumpamaan orang
pemikiran yang batil/rusak, dan terdidik
semacam ini laksana melatih orang yang
dalam mengamalkan keyakinannya
sudah tua, dan termasuk bagian dari
tersebut. Orang semacam ini cendrung
siksaan adalah mendidik orang yang
melihat keutamaan pada banyak
yang jahil. Atau seperti melatih singa liar
keburukan, dan itu berpotensi
agar beretika, dan mencuci sesuatu yang
menghancurkan jiwanya sendiri. Ia
hitam pekat agar menjadi putih kembali.
merasa bangga dengan apa yang telah ia
Kemudian, Al-Ghazali Seperti nafsu makan, jika terputus pada
menyimpulkan bahwa tipe orang yang manusia, maka manusia akan segera
pertama dari pembagian ini adalah orang binasa. Sebagimana nafsu bersetubuh
yang tidak berilmu saja atau orang yang (penyaluran insting biologis), apabila
bodoh. Sedangkan tipe yang kedua, hilang pada diri manusia, maka akan
mereka adalah orang yang tidak berilmu putus hirarki keturunan pada manusia.
dan juga tersesat. Tipe orang yang ketiga Maka yang dimaksudkan di sini ialah
adalah orang yang tidak berilmu, sifat pertengahan, kemampuan kendali,
tersesat, dan gemar berbuat tidak tahawwur (sembrono), tidak
kefasika/keburukan (fasik). Sedangkan berlebih-lebih, dan tidak pula terlalu
tipe orang yang keempat adalah, orang kurang. Secara garis besar, menurut Al-
yang tidak berilmu, tersesat, fasik dan Ghazali, jika di dalam diri manusia
jahat (Jahilun wa dhallun wa fasiqun wa terdapat kekuatan, maka dengan
syirrirun)56. kekuatan yang tersedia itu manusia akan
patuh pada arahan pemahaman akal yang
Al-Ghazali juga tidak sependapat
dibentengi hikmah dan ilmu. Untuk bisa
dengan statemen yang menyatakan
sampai kepada kebaikan akhlak yang
bahwa “selama manusia masih hidup,
telah didukung oleh lurusnya kekuatan
maka tidak akan terputus darinya perkara
akal dan sempurnanya hikmah. Menurut
yang berkaitan dengan nafsu syahwat,
AlGhazali terdapat dua syarat yang
sifat amarah, mencintai dunia, dan
mengiringinya, yaitu 58:
akhlak yang berbeda-beda atas ragam
dari manusia” dan pendapat ini menurut Syarat Pertama, akhlak yang baik
Al-Ghazali disandarkan pada satu dengan karunia Allah Swt, berupa
golongan yang mengira bahwa sempurnanya fitrah (ciptaan pertama), di
mujahadah adalah mengalahkan dan atau mana manusia itu pada mulanya
menundukan sifat-sifat ini secara diciptakan dan dilahirkan dengan
keseluruhan. Pendapat seperti ini sangat sempurna akalnya dan berakhlak mulia.
jauh dari kebenaran makna mujahadah Menurut penulis, Al-Ghazali dalam
yang sebenarnya57. memberikan syarat yang pertama ini
dengan melihat awal penciptaan manusia
Karena, nafsu syahwat menurut Al-
yang suci dan bersih dari segala yang
Ghazali akan selalu ada pada manusia,
buruk. Manusia juga diciptakan dengan
dan untuk suatu kemanfaatan tertentu.
sebaikbaiknya bentuk ciptaan. Didukung
56
Ibid,196.
57 58
Ibid, Ibid, 204.

88 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

pula dengan sifat spiritual individunya oleh akhlak adalah untuk memperbaiki
Al-Ghazali yang selalu menyandarkan jiwa. 60 Dan untuk memperbaiki jiwa
segala sesuatu berasal dari Allah yang ialah dengan menghilangkan berbagai
maha bijaksana dan cinta kepada kenistaan dan akhlak yang buruk, serta
perbuatan yang baik. meraih keutamaan dan akhlak-akhlak
yang baik, sebagaimana mengobati
Syarat kedua, proses membentuk
anggota badan yang terkena sakit, yakni
akhlak menjadi baik yakni dengan cara
dengan menghilangkan penyakit dan
selalu berusaha melalui Mujahadah dan
mngusahakan kesembuhannya.
menjalani proses Riyadah nafs. Azas
yang terpenting di dalam mujahadah Selanjutnya, Al-Ghazali
(perjuangan) adalah mewujudkan mengatakan, sebagimana tubuh manusia
keinginan. Artinya, ada dorongan jiwa itu pada mulanya tidaklah dijadikan
dan qalbu secara bersama-sama dengan secara sempurna. Sesungguhnya ia
kuat untuk mengerjakan perbuatan- menjadi sempurna dan kuat melaui
perbuatan yang dikehendaki oleh akhlak. proses pertumbuhan, pendidikan dan
Siapa yang menginginkan akhlak yang asupan makanan. Maka, begitu juga
pemurah, maka jalannya adalah halnya pada kondisi jiwa, ia dijadikan
memaksakan dan membiasakan pada dalam keadaan kurang, tetapi memiliki
dirinya untuk melakukan perbuatan- potensi untuk sampai pada
perbuatan yang mengarah kepada sikap kesempurnaan. Jiwa bisa sempurna
pemurah; seperti membelanjakan harta dengan didikan, akhlak yang baik, dan
di jalan Allah Swt, dengan kata lain, ia asupan ilmu pengetahuan.
harus menuntut, membiasakan dan Sebagaimana halnya tubuh, jika ia
mewajibkan dirinya untuk hal yang sehat, maka hal itu menjadi tugas
demikian itu. Selain itu, penulis seorang dokter merancang aturan yang
menambahkan, bahwa ia juga harus bisa menjaga kesehatan. Dan jika ia
berkeinginan kuat untuk meninggalkan sakit, maka tugas dokter itu membuatnya
segala nafsu syahwat yang akan sehat kembali. Oleh karena itu jiwa
membawanya kepada kenikmatan dunia seseorang jika ia murni, bersih dan
yang berlebihan. terdidik, maka hendaknya diusahakan
Al-Ghazali juga mengingatkan akan terus untuk memeliharanya.
adanya ujian selama perjalanan Sebagaimana alnya penyakit, ia merusak
mujahadah (perjuangan), oleh akrena itu, kebaikan badan yang kemudian
hendaknya bagi mereka yang dalam membawanya pada ondisi sakit. Ia harus
proses menuju akhlak yang baik denga diobati dengan cara melawan
jalan mujahadah untuk selalu bersabar penyakitnya begitu juga penyakit hati
dan terus menjalankannya dengan seseorang obatnya adalah dengan apa
istiqomah/kontinu 59 . Karenanya, jika ia yang menjadi lawannya. Misalnya
mampu bersabar dari segala ujian, maka penyakit bakhil, diobati dengan sikap
kenikmatan surgalah yang nanti akan kedermawanan. Penyakit sombong,
menjadi tempat tinggalnya. Sebagai diobati dengan merendahnya hati (sikap
mana Allah berfirman dalam al-Qur‟an tawadhu). Penyakit rakus, maka diobati
Surat al-Nazi‟at ayat 40-41. dengan menahan diri secara paksa dari
sesuatu yang diinginkan syahwat.
Maksud dari selalu mendorong jiwa
untuk melakukan amalan yang dituntut

59 60
Ibid, hlm 219. Ibid,

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 16


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

Rasulullah Saw juga Pembiasaan, karena, proses pembiasaan


pernah berpesan –sebagai itu pada mulanya harus di paksakan,
bentuk penyambutan kepada para sehingga, dari sifat yang tidak biasa
sahabat yang baru dating dari perang, menjadi sifat yang mengakar di dalam
“Selamat datang untuk kalian yang baru dirinya. Seperti sholat berjamaah, jika
datang dari berperang „jihad asghar‟ tidak dibiasakan dan tidak dipaksakan,
(peperangan yang kecil) kepada „jihad maka jiwa akan selalu dikalahkan
akbar‟ (peperangan yang besar)”. dengan nasfu yang kuat yaitu rasa malas
kemudian ada sahabat yang bertanya untuk melakukannya.
“Wahai Rosulullah, apa itu „jihad akbar‟ Model seperti ini, menurut Ulil amri
(peperangan yang besar)?” rosulullah bisa dilihat di dalam al-qur‟an dengan
Saw. Menjawab, “jihad nafsi (berperang term “‟amilu shalihat” dan hal itu pun
melawan hawa nafsu kalian sendiri)”61 diungkapkan dalam alQur‟an sebanyak
Nabi Saw. Juga pernah bersabda, 73 kali, dan bisa diterjemahkan dengan
“Yang dinamakan pejuang sejati itu kalimat “mereka selalu melakukan amal
adalah orang yang berhasil kebaikan” atau membiasakan perbuatan
mengendalikan hawa nafsunya untuk yang baikbaik”64. Proses pembiasaan di
menuju sikap taat kepada Allah „Azza dalam pembentukan akhlak yang baik
wa jalla.”62 sangat diperlukan, seperti selalu
memulai pekerjaan yang baik dengan
Dari itu, menurut Al-Ghazali, untuk
membaca “basmalah.”
mencapai akhlak yang baik ada beberapa
metode yang diajukan yang di dalamnya Dan jika dalam prktiknya
pun tidak terlepas dari Mujahadah dan proses ini dikesampingkan, maka
Riyadah nafs. Diantaranya : pendidikan akhlak yang baik, akan
menjadi sia-sia dan hanya akan menjadi
Pertama, adanya kemauan yang
wacana yang tidak akan pernah
kuat, sungguh-sungguh (Mujahadah)
terwujudkan. Model pembiasaan
untuk selalu berlatih (riyadhah) secara
merupakan praktek dari meteri yang
istiqamah atau kontinu dan menahan diri
telah di sampaikan, tentunya
untuk mendapatkan keutamaan dan
memerlukan bimbingan dan
sopan santun yang sebenarnya sesuai
pengawasan.
dengan keutamaan jiwa agar tidak
memperturutkan nafau syhawat dan al- Kedua, menjadikan segala sesuatu
Ghadabiyah. Pasalnya, kedua sifat ini baik pengetahuan atau pun pengalaman
terkait erat dengan yang ada di dalam orang yang berada disekitarnya sebagai
tubuh, maka salah satu latihan cermin untuk dirinya. Dan tidak hanyut
penahanan dirinya adalah dengan dalam perbuatannya. Metode ini bisa
berpuasa63. juga dikatakan sebagai mawas diri yang
berfungsi untuk perbaikan akhlak yang
Menurut penulis, model yang
buruk dan mencapai akhlak yang terpuji.
dimaksudkan ini adalah model
Model kedua adalah mawas diri,
61
Diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi, menurut penulis penulis model ini bisa
62
Diriwayatkan oleh Imam Al-Tirmidzi disamakan dengan „Ibroh atau i‟tibar.
dalam kitab “Atsana-I”, dan beliau Dimana I‟tibar itu merupakan suatu
menshahihkan statusnya. Diriwayatkan pula oleh kondisi psikologis yang mengantarkan
Imam Ibnu Majah dari hadits Fadhalan ibn
„Ubaid ra.
63 64
Al-Ghazali. Ihya Ulum al-Din. Jilid III, Ulil Amri Syafri. Pendidikan Krakter
hlm. 56-57. Berbasis al-Qur‟an. hlm. 137.

90 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

manusia menuju pengetahuan yang yang lainnya, dan saling menginggatkan


diamati dan dirujuk, dituju oleh suatu satu sama lainnya.
perkara yang dilihat, diselidiki, Menurut hemat penulis, untuk
ditimbang-timbang, diukur dan model yang ketiga ini tidak akan
ditetapkan oleh manusia menurut sempurna jika tdak ada keteladanan
pertimbangan akalnya sehingga dia (Qudwah), pasalanya, sebagai mana
sampai pada suatu kesimpulan yang menurut Al-Ghazali, bahwa untuk
dapat menjadikan hatinya tenang, baik, mengetahaui kekurangan dirinya harus
sehingga mendorongnya untuk selalu dekat dengan orang yang
berperilaku sesuai akalnya yang logis dipandang lebih baik darinya, dan untuk
dan sesuai dengan kondisi pada dirinya selalu dimintai nasihat, bimbingan dan
sendiri di dalam kehidupan di pengarahan, hal ini hanya bisa dilakukan
masyarakat. oleh orang yang dianggap lebih tinggi
Pengamatan disekitar lingkungan, kedudukannya. Seperti guru di dalam
dari apa yang dia lihat akan berdampak lingkungan pendidikan, orang tua di
kepada prilakunya, maka peran akal dalam lingkungan keluarga, pimpinan di
sehat dan ilmu yang ia dapat sangat dalam suatu komunitas atau kelompok.
diperlukan untuk mencerna, menganalisa Peran-peran mereka itu yang
apakah hal itu perbuatan baik atau buruk. kemudian menjadi acuan dalam prilaku
Jika baik, maka rasionalitas akan seseorang. Dan hal ini juga, seperti yang
mendorong dirinya untuk berbuat baik dilakukan oleh para sahabat nabi Saw.
pula. Yaitu selalu dekat dengan nabi untuk
Ketiga, Muhasabat al-Nafs dimintai nasehat, bimbingan dan selalu
(introsfeksi). Metode ini sangat penting di lihat sikap dan prilakunya nabi Saw.
untuk memperbaiki akhlak dengan Bahkan dijelaskan juga, bahwa salah
mengetahui segala kekurangan yang satu obat hati adalah selalu berkumpul
terdapat di dalam dirinya. Al-Ghazali dengan orang-orang sholeh, orang-orang
memberikan metode untuk manusia yang yang prilakunya baik.
ingin mengetahui kekurangan dirinya, di Keempat, metode ini menurut
antaranya65: Dengan berkumpul bersama penulis yang dapat disimpulkan dari
seorang guru (syekh) yang pandai uraian Al-Ghazali adalah metode lawan
melihat kekurangan diri, sekaligus dari kebalikannya, seperti penyebab
mendapat bimbingannya. Kemudian akhlak yang buruk harus dilawan dengan
dengan cara mencari teman yang benar
perbuatan yang baik disertai dengan ilmu
dan kuat dalam agamanya. Selanjutnya dan hikmah. Ilmu dan hikmah bisa
dengan melalui orang yang tidak senang disebut pengobatan secara teoritis,
dengannya (musuh), yang kemudian sedangkan perbuatan yang baik adalah
orang tersebut selalu mencari-cari pengobatan secara praktis. Dalam
kesalahan, kekurangan dan menerapkan proses yang ke empat ini
kelemahannya. Dan jarang sekali bukan hal yang mudah, pasalnya,
mencari kelebihan dan keutamaanyaa. manusia harus membenturkan keinginan
Dan yang terakhir, hendaknya ia selalu hawa nafsu yang biasa dilakukan dengan
berkumpul kepada orang yang beriman. cara mengekangnya dan melakukan
Karena sesungguhnya orang mukmin itu perbuatan-perbuatan yang tidak menuruti
adalah sebagai cermin orang mukmin hawa nafsu.

65
Ibid, hlm. 63.

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 67


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

Metode keempat ini melawan mempelajari, menghayatai dan


perbuatan yang selalu menuruti hawa menganalisa akhlak yang buruk, dan
nafsu, maka, menurut penulis peoses ini secara praktis itu merubah akhlak yang
bisa juga disebut jalan tengah. Artinya, buruk tersebut dengan akhlak yang
Al-Ghazali menjelaskan, jika manusia berlawanan.
ingin mengetahui makna pertengahan, Kelima, metode yang dijelaskan Al-
maka perhatikanlah kepada perbuatan Ghazali adalah berkaitan dengan
yang seharusnya oleh akhlak bisa lingkungan, ia menjelaskan, “hendaknya
dijauhi. Jika oleh perbuatan yang anak selalu disibukan di madrasah”,
dimaksud lebih mudah bagi manusia karena madrasah di dalamnya terdapat
untuk melaksanakannya, dan lebih pembelajaran, seperti belajar al-Qur‟an,
nyaman daripada perbuatan yang hadits-hadits213. Di mana hadits tersebut
menjadi lawannya, maka yang lebih kuat banyak yang mengandung cerita-cerita,
pada sisi manusia adalah akhlak yang dan riwayat-riwayat serta tingkah laku
mewajibkan pada perbuatan tersebut. orangorang yang baik, hal itu
Misalnya, menahannahan harta yang dimaksudkan agar anak bisa mengikuti
dimiliki lebih mudah dan enak daripada tingkah lakunya dan tertanam di dalam
membeikan harta itu untuk jalan Allah jiwa anak rasa cinta kepada orang yang
Swt, yaitu memberikan harta kepada shaleh67.
yang berhak, maka ketahuilah bahwa
yang lebih kuat pada diri manusia Di sini penulis berpendapat, bahwa
tersebut adalah sifat kikir. Oleh karena di dalam lingkunga yang baik akan
itu, sempurnakanlah di dalam terdapat cerita yang baik, dan di dalam
menginfakkan harta kepada yang berhak sebuah kisah-kisah, tersimpan hikmah
menerimanya66. yang dapat di ambil. Bahkan al-Qur‟an
sendiri banyak sekali yang bermuatan
Jika menginfakan harta kepada dengan kisah orang-orang terdahulu,
ornga yang tidak berhak menerimanya, begitu juga dengan hadits nabi, banyak
dan itu menjadikan rasa yang nyaman pula yang menceritakan kisah orang-
pada diri manusia. Dan lebih ringan orang yang baik dan yang jelek. Ada
daripada menahankannya dengan benar, yang baik untuk diikuti da nada pula
maka itu pun lebih kuat pada sifat yang yang tidak patut untuk diikuti. Contoh
berlebihan atau boros pada diri manusia. kisah yang dapat diikuti adalah
Maka kembalilah kepada cara kesabaran nabi Ibrahim as dan nabi
pertengahan, yakni kepada membiasakan Ismail as dalam menjalankan perintah
sifat menahan diri agar tidak berlebihan. Allah Swt, pristiwa ini ditulis pada al-
Pada hakekatnya, pelaksanaan Qur‟an surah as-Shaffat ayat 101-107.
menuju akhlak yang baik berada pada Sedangkan kisah di dalam al-Qur‟an
keseriusan manusia itu sendiri, maka yang tidak patut diikuti seperti
mujahadahnya kepada pengekangan kecongkakan kaum nabi Nuh as, yang
hawa nafsu merupakan riyadah nafs kemudian datang malapetaka bagi
menuju akhlak yang baik. Karena kaumnya berupa banjir besar (great
penyembuhan akhlak yang buruk terjadi flood) 68 , kisah ini pun diceritakan di
melalui proses yang bersifat teoritis dan
praktis secara bersamaan. Teoritis berarti 67
Ibid
68
Prof. Dr. Ace Partadireja. 1999. Al-
66
Al-Ghazali, “Ihya Ulum al-Din”, Qur‟an; Mukjizat Karomah Maunah dan Hukum
terjemah, Ibnu Ibrahim Ba‟adillah, hlm, 224. 213 Evolusi Spiritual. Yogyakarta: Dana Bhakti
Ibid, hlm. 262. Prima Yasa. hlm.

92 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

dalam al-Qur‟an surah Hud ayat 48-48. (waktu tua) bagai mengukir di atas
Kemudian kesombongan kaum nabi Hud air”70.
as, tanpa alasan yang benar, dan merasa Dari beberapa metode proses akhlak
kaumnya itu lebih kuat, perkasa dari di atas, semua bertujuan untuk
pada apa yang di sembah nabi Hud as. menyempurnakan bentuk jiwa agar
Dan kemudian Allah S.W.A. kirim menjadi lebih baik proses tersebut antara
angina sorsor selam delapan hari tujuh lain ; Mujahadah dan Riyadhah.
malam secara terus menerus di Kesungguhan manusia untuk berubah
Hadralmaut Yaman. Kisah ini direkam haruslah kuat dan dengan tekad yang
pada surah al-Fushshilat ayat 15-16, al- benar, disertai pula pelatihan (riyadhah
Haaqah ayat 6-8, dan al-Fajr ayat 6-8. al-Nafs) untuk tidak menuruti hawa
Contoh-contoh tesebut baik untuk nafsu, mengekang agar tidak melampaui
diceritakan kepada anak-anak agar bisa batas. Pelatihan tersebut harus dilakukan
meniru yang baik dan meninggalkan dengan proses berikutnya yaitu
kisah yang kurang baik. Masa kanak- Istiqomah (kontiu) atau dengan kata lain
kanak sangat baik untuk pendidikan dan adalah pembiasaan untuk selalu berbuat
muatan ilmu pengetahuan, Al-Ghazali baik („Amal Shaleh).
menyarankan untuk selalu menjaganya. Selain itu, mawas diri juga menjadi
Karena sesungguhnya anak itu pada penting dalam membentuk akhlak yang
naluri kejadiannya, anak juga diciptakan baik. Menjadikan sesuatu yang terdapat
dalam keadaan yang labil, sehingga bisa pada orang lain sebagai cermin bagi
menerima kebaikan dan bisa menerima dirinya, dengan cara ini diharapkan
kejahatan. Maka kedua orangtuanyalah seseorang tidak hanyut ke dalam
yang membawa atau menjadikan anak perbuatan yang tidak karena melihat dan
itu baik atau buruk, condong kepada menganalisa dari ketidak baikan orang
yang benar atau salah. lain. Dan metode tersebut juga selalu
Rasulullah Saw, pernah bersabda, berkaitan dengan Muhasabat al-Nafs
“Setiap anak yang dilahirkan itu adalah yakni introsfeksi. Metode ini
dalam keadaan suci, maka kedua mengandung pengertian sebuah
orangtuanyalah yang menjadikannya kesadaran untuk mencari sendiri cacat
Yahudi, atau Nasrani atau Majusi 69 . atau aib pribadi, artinya, lebih baik sibuk
(Muttafaqun „Alaih) memperhatikan kekurangan atau kesalah
diri sendiri dari pada mengurus
Konsep menuju perbaikan akhlak
kesalahan orang lain.
menurut Al-Ghazali memang sangat
menitik beratkan pada manusia dan yang Proses introsfeksi akan lebih
lebih mudah adalah terhadap anak usia sempurna jika terdapat Qudwah
dini. Perkembangan dan daya ingat anak (keteladanan) untuk selalu mengingatkan
terutama sejak usia dini harus akan kebaikan dan untuk menjauhi
dimanfaatkan orang tua dan juga guru perbuatan yang jelek. Dengan selalu
sebagai pendidik dengan pembiasaan dekat kepada orang yang baik, maka
yang baik, hal ini juga sejalan dengan diharapkan juga dapat mengikuti
sebuah pribahasa yang mengatakan jejaknya. Maka dari itu, dalam memilih
“Belajar diwaktu kecil bagai mengukir di
atas batu, dan belajar diwaktu dewasa
70
Fathiyah Hasan Sulaiman. 1986. Konsep
Pendidikan Al-Ghazali. Alih bahasa Ahmad
69
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Hakim dan M. Imam Aziz. Jakarta : P3M. hlm.
Imam Muslim, dari hadits Abu Hurairah ra. 63.

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 67


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

teman dekat atau guru sebagai diharapkan menularkan kepada jiwa agar
pembimbing tidak sembarangan, menjadi lebih baik. Metode-metode ini
melainkan dengan kehati-hatian. yang diharapkan dapat menjadikan jiwa
manusia pada jalan yang benar, akhlak
Metode salanjutnya adalah lawan
yang terpuji dan mulia, sehingga
dari kebalikan. Penulis berpendapat
manusia mendapatkan kebahagian baik
metode ini dengan opposisi, artinya,
di dunia lebihlebih di akhirat.
segala macam penyebab akhlak yang
buruk harus dilawan dengan kebaikan, Dengan demikian, menurut penulis,
dan kebaikan lebih sempurna jika konsep akhlak yang telah dijelaskan oleh
mendapat ilmu dan hikmah. Hal ini Imam al-Ghazali, jika dilihat dari
bukan pekerjaan yang ringan, sebab pendekatan dan juga metode, pendidikan
melawan keinginan hawa nafsu akhlak yang dijelaskan cendrung bersifat
merupakan pekerjaan yang berat praktis, dan diterapkan langsung dalam
tantangannya. kehidupan sehari-hari dengan cara
spontan.
Selanjutnya adalah lingkungan yang
baik, di dalam lingkungan yang baik
akan terdapat cerita yang baik, dan
E. KESIMPULAN
Hakikat manusia di muka bumi ini Pertama; pengertian akhlak menurut
adalah sebagai Khalifah, makhluk yang al-Ghazali adalah: “Suatu ibarat atau
paling mulia dan sempurna yang Allah ungkapan tentang kondisi yang menetap
ciptakan. Penciptaan manusia bukan di dalam jiwa, dari keadaan dalam jiwa
tanpa missi yang jelas dan main-main, itu kemudian muncul perbuatan-
untuk memelihara keberadaan dan perbuatan dengan mudah, tanpa
keselamatan bumi dan yang Nampak di memerlukan pemikiran maupun
dalamnya. Hal itu pula, Allah lengkapi penelitian”. Jadi, apabila aplikasi dari
manusia dengan akal dan nafsu. kondisi tersebut muncul perbuatan-
perbuatan yang baik dan terpuji secara
Akal dianggap penyeimbang nafsu akal dan syara‟, maka kondisi tersebut
yang berlebihan, dan tidak lengkap disebut sebagai akhlak yang baik.
keberadaannya tanpa ada ilmu dan Sedangkan apabila perbuatan-perbuatan
hikmah. Bimbingan ilmu terhadap akal yang muncul dari kondisi yang dimaksud
diperlukan agar memunculkan kelakukan adalah sesuatu yang berdampak buruk,
yang baik, akhlak yang mulia dan maka keadaan yang menjadi tempat
terpuji. Sehingga manusia menjadi munculnya perbuatan-perbuatan itu
makhluk yang tidak sia-sia disebut sebagai akhlak yang buruk .
penciptaannya.
Pendapat ini sejalan dengan
Sebagai mana telah diuraikan pengertian akhlak Imam Ibnu miskawaih
sebelumnya pada pembahasan pokok, (320-450), yaitu, sama-sama merupakan
yakni pemahasan akhlak dalam sikap batin yang mampu mendorong
perspektif al-Ghazali, materi dan metode secara spontan untuk melahirkan semua
akhlak al-Ghazali sangatlah penting dan perbuatan yang bernilai baik. Perbedaan
mendasar pada proses pendidikan saat yang penulis amati dari segi
ini. Selanjutnya pada bab ini, penulis pendekatannya. Menurut Ibn Miskawaih
akan menyimpulkan semua yang lebih cendrung bersifat teoritis,
menjadi pokok permasalahan, dan sedangkan pendekatan yang dilakukan
terjawab semua apa yang penulis amati, oleh al-Ghazali baik materi maupun
telaah dan analisa.

94 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

metodenya cendrung bersifat praktis Membersihkan diri (tazkiyatun anNafs),


yang diterapkan langsung dalam terbiasa selalu berbuat kebaikan dengan
kehidupan sehari-hari secara spontan. akhlak yang kaamil (sempurna),
ma‟rifah, dengan kata lain ia selalu
Sedangkan hakikat akhlak menurut
mendekatkan diri kepada Allah Swt,
al-Ghazali adalah seperti kondisi jiwa
untuk mendapatkan kebahagiaan dan
dan bentuknya yang batin. Sebagaimana
ketenangan di dunia dan kahirat.
sempurnya bentuk lahir secara mutlak
yang kemudian menjadi tidak sempurna 2. Pembagian Akhlak
dengan indahnya keberadaan dua mata Merujuk dari definisi, dasar dan
saja, tanpa hidung, mulut dan pipi, tetapi tujuan di atas, selanjutnya al-Ghazali
kebagusan semuanya harus ada agar
membagi akhlak kepada dua macam,
kebagusan dhahir menjadi sempurna. yaitu; akhlak yang baik (al-Khuluq al-
Maka, demikian pula dalam urusan Hasan) dan akhlak yang buruk (al-
batiniah (jiwa), ada empat unsur yang Khuluq as-Sayyi‟).
harus baik semua, sehingga kebagusan
akhlak menjadi sempurna. Apabila 3. Metode Pembentukan Akhlak
kebagusan empat unsur ini seimbang dan
setara serta sesuai maka kebagusan Al-Ghazali menjelaskan cara
akhlak bisa di dapatkan dan niscaya akan mendapatkan akhlak yang baik,
mencapai kemuliaannya. Diantara empat diantaranya; pertama dengan Mujahadah
unsur tersebut adalah: kekuatan ilmu, dan Riyadhah, artinya, manusia dalam
kekuatan emosi, kekuatan syahwat, dan menuju kepada kebaikan harus memiliki
kekuatan adil diantara tiga kekuatan tekad yang kuat. Kedua pembiasaan
tersebut . dengan istiqomah atau selalu melakukan
amal shaleh. Ke tiga ialah mawas diri,
1. Landasan dan Tujuan menurut penulis metode ini lekat dengan
Menurut al-Ghazalai tujuan akhlak ibroh atau I‟tibar. Ke empat, Muhasabat
yang telah diuraikannya adalah al-Nafs atau dengan istilah lain
terbentuknya suatu sikap batin yang introsfeksi, menyibukan diri dengan
mendorong munculnya keutamaan jiwa, menilai kesalahan dan kekurangan dalam
dan biasa disebut al-Ghazali dengan al- diri sendiri dan tidak sibuk dengan
Sa‟adat al-Haqiqiyat (kebahagiaan yang kesalahan orang lain. Kelima adalah
hakiki). Dikatakan sebagai kebahagiaan oposisi, artinya lawan dari kebalikan,
yang hakiki karena, karena akhlak melawan segala keinginan nafsu yang
merupakan pusat yang menjadi dasar berlebihan dengan perbuatan-perbuatan
penilaian keutamaan pada manusia. Dan yang baik. Dan yang terakhir adalah
keuatamaan jiwa menjadi salah satu selalu dalam lingkungan yang baik,
jalan ketenangan batin manusia sehingga pasalnya, di dalam lingkungan yang baik
tercapai tujuan hidup yang sebenarnya. terdapat cerita atau kondisi yang baik,
kemudian yang menjadi landasan atau hal itu diharapkan agar anak selalu
konsep akhlak yang dipaparkan terbiasa pada kondisi yang baik,
alGhazali adalah al-Quran dan al-Hadist. sehingga melekat dalam dirinya
perbuatan yang baik. Konsep akhlak
Tujuan selanjutnya dari pendidikan yang ditawarkan al-Ghazali ini
akhlak adalah proses manusia untuk diharapkan dapat meruntuhkan sifat
mendekatkan diri kepada Allah Swt, sombong pada manusia. Dan bertujuan
selain itu juga sebagai tujuan akhir yang
agar menjadi manusia yang bahagia di
akan dicapai oleh manusia. dunia dan di akhirat, dengan

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 67


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

menjalankannya secara tepat, dalam setiap kehidupan sehari-hari.


mengaplikasikan dan mendalaminya
Dewantara, Ki Hajar Dewantara.
1996. “Bagian Pertama Pendidikan”,
Yogyakarta: Taman Siswa
DAFTAR PUSTAKA
Direja, Ace Parta. 1999. “Al-
Qur‟an ; Mukjizat Karomah Maunah
Abdullah, M. Amin. 2002. “Antara dan Hukum Evolusi Spiritual”,
al Ghazali dan Kant : Filsafat Etika Yogyakarta : Dana Bhakti Prima Yasa
Islam”, Cet. I. Bandung: Mizan. Djamaluddin, 1988. “Kapita Selekta
Ahmad, Zainal Abidin. 1975. Pendidikan Islam”, Bandung : Pustaka
“Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali”, Setia.
Jakarta: Bulan Bintang. Dunya, Sulaiman. 1971. “Al-
Amin, Ahmad. 1983. “Etika, Ilmu Haqiqah fi Al-Nazhar Al-Ghazal”i,
Akhlak”, cet III, (terj) K, H, Farid Mesir : Dar al-Ma‟rifah, cet, III.
Ma‟ruf dari, Al-Akhlak,Jakarta,Bulan _________ 1947. “Al-Jaqiqah fi
Bintang. Nazar Al-Ghazali”, Kairo: Dar Al-Kutub
Amin, Maswardi Muhammad. 2011. Al-Arabiyah.
“Pendidikan Karakter Anak Bangsa”, Farahidi, Abu Abdurrahman al-
Jakarta ; Baduose Media Jakarta. Khalil bin Ahmad al, Tt., “Kitabul
Asmara, AS. 1994. “Pengantar „Ain”, Tahqiq; Dr. Mahdi al-Makhzumi
Tsawuf”. PT. Raja Grafindo, Persada dan Dr. Ibrahim as Samirai, maktabah
al-Hilal, Juz IV.
__________ 1992. “Pengantar Studi
Akhlak”, Jakarta: Rajawali Pers Faris, Ibnu, “Maqayis al-Lughah”,
Jilid 2.
Asnawi, al. 1378. „Thabaqotu al-
Syafi‟iyah”, Tahqiq Abdullah al-Jaburi, Gazalba, Sidi. 2001. “Sistematika
Baghdad : Matba‟ah Isa al-Babi al- filsafat: Buku Keempat Pengantar
Halabi, Jilid VI. Kepada Teori Nilai”, Jakarta: Bulan
Bintang.
Assegaf, Abd Rahman. 2005. “Studi
Islam Kontekstual; Elaborasi Paradigma Ghazali, Abu Hamid Muhammad
Baru Muslim Kaffah”, Yogyakarta: bin Muhammad Al. 1986. “Mizan
Gema Media. alamal”, Taqdim, Sulaiman sulaim al-
Bawwab, Beirut: Daarul Hikmah.
Baidawi, Abdurrahman. 1924.
“Madzahib Al-Islamiyah”, Beirut: Dar _____ 1988, “Kitab al-Arba‟in Fi
Al-„Ilmi wa Al-Malayin. Usul al-Din”, Beirut : Dar al-Jil.

Bagus, Lorens. 2002. “Kamus _____ 1991, “Ihya „Ulum al-Din”,


Filsafat”, Jakarta: Gramedia Pustaka Beirut: Dar al Jil.
Utama _____ Ihya “Ulum al-Din”,
Bertens, K. 2002.“Etika”, Jakarta: terjemahan Ibnu Ibrahim Ba‟adillah.
Gramedia Pustaka Utama. _____ Tt., “Al-Munqiz min Al-
Daud, Anas Ismail Abu. 2004. Dhala”, Tahqiq Jamil Shulaiba dan
“Dalil As-Sailin; Ensiklopedi Dakwah”, Kamil.
Malang: Al-Qayyim.

96 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

Iyyad, Beirut: Dar Al-Andalus Tt, albayari, Bairut : Darul Kitab al-Arabi,
“Ihya Ulum al-Din”. Bairut : Darul Fikr, Juz I.
juz III. Khaldun, Ibnu. 2001.
Singgih, Gunarsa. 1999. “Psikologi “Mukaddimah”, terjemahan masturi Lc,
Perkembangan”, Jakarta : Gunung dkk, Jakarta : Pustaka al-Kautsar.
Mulia. Lickona, Thomas. 2012. “Educating
Hamid, Abdul. 1974. “Al-Munqiz For Character”, trj. Juma Abdu
min Al-Dhalal Li Hujjat Al-Islam Wamanguo, Mendidik untuk membentuk
AlGhazali ma a abbas fi At-Tasawuf wa Karakter, Jakarta, Bumi Aksara.
Dirasat an Al-Imam Al-Ghazali”, Lubis, H. M. Arief. 1965. “Imam
Kairo: Dar Al-Kutub Al-Haditsah. Al-Ghazali dan Folosof Barat”, Cet. II,
Hamka, 1993. “Tasawuf, Jakarta: Bulan Bintang.
Perkembnagan dan pemurnian”, Ma‟arif, Ahmad Syafi‟I. 1997.
Pustaka Panjimas “Islam Kekuatan Doktrin dan
Hasyim, Ahmad Umar. 2004. Kegamangan Ummat”, Yogyakarta:
“Menjadi Muslim Kaffah ; Berdasarkan Pustaka Pelajar.
al-Qur‟an dan Sunnah Nabi”, terjemah Maftuhah, Anna. 2005. dalam Tesis
Joko Suryanto, Yogyakarta: Mitra “Konsep Akhlak Ibnu Miskawaih” Pasca
Pustaka. Sarjana Program Magister Agama Islam
Hasyimi, Abdul Mun‟im al. 2009. Universitas Ibn Khaldun Bogor.
“Akhlak Rasul menurut Imam Bukhari
Mahjuddin. 2010. “Akhlak Tasawuf
dan Muslim”, Jakarta : Gema Insani. II, Pencarian Ma‟rifah bagi Sufi Klasik
Helmy, Masdar, “Akhlak Nabi dan Penemuan Kebahagiaan Batin bagi
Muhammad SAW,keluhuran dan Sufi Kontemporer”, Jakarta: Kalam
kemuliaannya”, Mulia.
Hitti, Philip K. 1970. “History of the Mahmud, Abdul Halim, “Qadhiyah
Arabs”, London: The Machmillen Presc. al-Tashauf al-Munqidz min al-Dhalal”,
Kairo: Dar al-Ma‟rifah,
Husaini, Adian. 2011. “Pendidikan
Islam, Memebentuk Manusia Majid, Abdul al-Aziz Abdul al, Tt.
Berkarakter dan Beradab”, Jakarta: “Al-Tarbiyyah wa-Turuq Al-Tadris”, juz
Komunitas Nuun. I, Dar al-Ma‟arif. Qairo.
Husaini, Adian,et, all. 2013. Mishri, Muhammad bin Mukarram
“Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan bin Manzur al-Afriqi al, “Lisanul
Islam”, Jakarta: Gema Insani. „Arabi”, Bairut : Daru Shadir, cet. I, Juz
10.
Jawad, Musthafa, “Ashr Al-
Ghazali” dalam Muhrajan Al-Ghazali bi Miskawaih, Ibn. 1398. “Tahdzib al-
Akhlaq”, tahqiq, syekh Hasan Tamir,
Dimasyq “Abu Hamid Al-Ghazali fi
Bairut, Dar Maktabat al-Hayat.
zikr Al-Mu‟awiyat l-Tasi‟at li Miladihi”,
Kairo: Al-Majlis Al-A‟la li ri‟ayat Al- Mubarak, Zaki. 1924. “Al-Akhlak
Funun wa Al-Adab wa Al-Ulum Al- „inda Al-Ghazali”, Kairo: Darul Kitab
Ijtima‟iyah, 1962. Al„Arabi .
Jurjani, Ali bin Muhammad bin Ali
al, Tt, “At-Tarifat”, tahqiq; Ibrahim

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 66


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

Mubarak, Zaki. 1988. “Al-Akhlak Sauri, Sofyan Sauri. 2011. “Filsafat


„Inda Ghazali”, cet, I, 1408 H/1988 M. dan Teosofat Akhlak”, Bandung : Rizqi
Beirut: Daarul Jil. Press.
Muhammad, Herry, dkk. 2006. Selamat, Kasmuri, dan Ihsan Sanusi,
“Tokoh-tokoh Islam Abad 20 yang “Akhlak Tasawuf, Upaya Meraih
berpengaruh”, Jakarta : Gema Insani. Kehalusan Budi dan Kedekatan Ilahi”,
Kalam Mulia, Jakarta.
Munawwir, Achmad Warson. 1997.
“Al-Munawwir”, Yogyakarta : Pustaka Shihab, M. Quraish. 2010. “Tafsir
Progresif. al-Mishbah”, Jakarta : Lentera Hati.
Muslich, Mansur. 2011. Sholeh, Q., dan A. Ahmad Dahlan.
“Pendidikan Krakter : menjawab 2000. “Asbabunnuzul;, Latar Belakang
Tantangan Krisis Multidimensional”, turunnya Ayat-ayat al-Qur‟an”,
Jakarta; PT Bumi Aksar. Bandung, Diponogoro.
Musthofa, 1997. “Filsafat Islam”. Siraj, Fuad Mahbub. 2012. “Al-
Pustaka Setia, Bandung : Mizan Ghazali ; Pembela sejati Kemurnian
Islam”, Jakarta: Dian Rakyat.
Nadwy, Abu Al-Hasan Al. 1969.
“Rizal Al-Fikry wa Al-Dakwah fi Al- Sulaiman, Fathiyah Hasan, 1986,
Islamiyah”, Kuwait: Dar Al-Qalam. “Konsep Pendidikan Al-Ghazali”, Alih
bahasa Ahmad Hakim dan M. Imam
Nata, Abuddin. 2012. “Akhlak
Aziz. Jakarta : P3M.
Tasawuf”, Jakarta: Raja Wali Pers.
Sutrisno, 2011. “Pembaharuan dan
_____ 2001. “Pemikiran Para tokoh
Pengembangan Pendidikan Islam,
Pendidikan Islam”, Jakarta: Rajawali
membentuk insan kamil yang sukses dan
Pers.
berkualitas”, Yogyakarta: Fadilatama.
Natsir, Mohammad. 2006. “Fiqhud
Suyuti, Jalaluddin al, Tt. “Al-jami‟u
Da‟wah”, Media Dakwah, Jakarta, 2006,
Al-Saghir Fi-alhadith Al-Basyir Al-
cet, XII.
Nadhir”, juz I, Beirut: Dar al-Fikr.
Poerwadarminta, W.J.S. 1991.
Syafri, Ulil Amri. 2012.
“Kamus Umum Bahasa Indonesia”,
“Pendidikan Krakter Berbasis al-
Jakarta:,Balai Pustaka.
Qur‟an”, Jakarta : Rajawali Pers.
Rajab, Mansur Ali. 1961.
Syaifuddin, Fuad. 2011. “Bunga
“Taammulat, Fi-Falsafah al-Akhlaq”,
Rampai Pribahasa Arab”, Cet. I, Jakarta
al-Injiliwi al-Misriyah, Qairo.
: Rene Asia Publika.
Ridajuddin FN. 2008. “Kehidupan
Tim Penyusun Kamus Pusat dan
Sufistik Versi Al-Ghazali, dan responnya
Pembiaan dan Pengembangan Bahasa
terhadap dinamika perkembangan
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa
Tasawuf”, Jakarta : LPSI Jakarta
Indonesia, Balai Pustaka; Jakarta, 1994.
Samarqandi, Abullaits al. 2011.
Zar, Sirajuddin. 2009. “Filsafat
“Mutiara Hadit, Tanbihul
Islam; Filosof dan Filsafatnya”, Jakarta:
Ghafilin;Peringatan Bagi yang Lupa”,
Rajawali Pers.
alih bahasa, Salim Bahreisy, Surabaya :
Bina Ilmu, hlm. 834. Zubair, Achmad Charis,1980,
Kuliah Etika, cet II, Jakarta: Rajawali
Pers.

98 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

http://blog.dianmas.com/2013/03/penger akhlak-perspektif-Al-Ghazali.html
tian-pendidikan-karakter- menurut-para- diambil pada sabtu, 26 oktober 2013
ahli.html. Pada Hari Sabtu, 28, pukul 10:10 WIB
September, 2013, Pukul 21:40 https://www.facebook.com/Komunikasi
http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/ AntarGuruIndonesia/posts/101512
22/kurikulum-2013-dari-sisi- 10009741483 lihat juga
pandang-uu-no20-th-2003-tentang- Yasmadi,M.A, Modernisasi Pesantren,
sisdiknas-553630.html dilihat pada hari hlm, 3 di Lihat Pada hari ahad tgl 8 bln
ahad tgl 8 bulan pkl 21 ; 30 2013 sept 2013.
http://www.oaseimani.com/konsep-

Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf … 66


Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 07/No.1, April 2018

100 Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf …

You might also like