Professional Documents
Culture Documents
Pendidikan IslamJurnal
Edukasi Islami Vol.07, No. 1Islam Vol. 07/No.1,
Pendidikan ISSNApril: 2018
2252-8970 (Media Cetak)
DOI: 10.30868/EI.V7I01.212 ISSN : 2581-1754 (Media Online)
Syamsul Rizal Mz
Abstrak
This paper intends to analyze the concept of Islamic morality in the opinion of one of the
leaders of the salaf cleric, that is Imam al-Ghazali. One of his phenomenal works is a book of
tasawuf containing religious advice that is Ihya 'Ulum al-Din and other books that explain
about morals. So, what kind of morals according to him and how the method to be good
morals. This is the focus of the problem in this study. The concept of Imam Al-Ghazali's
thought can provide reflection to everyone who studies it on how good morals and
application should be done by every Muslim individual. The approach used in this research
is the library research, or research literature with the type of qualitative research. The source
of the data is a few books by Al-Ghazali. The collected data was analyzed by using
descriptive method of analysis or content analys. The results of this study, that the moral
concepts according to Imam Al-Ghazali include; Understanding morals, the division of
various kinds of morals, (Al-Khuluq Al-Hasan) and bad morals (al-Khuluk as-Sayy'i), the
method of formation is Mujahadah and Riyadhah (training). One must have a strong
determination to want to change and to abandon the excessive lust and Al-Ghazabiyah that
exist in the soul, then muhasabah Al-Nafs (introspection), and Istiqomah (continuous).
Islamic morality comes from the Qur'an and Hadith.
Abstrak
Tulisan ini bermaksud menganalisis konsep akhlak Islami menurut pendapat salah satu
tokoh dari ulama salaf, yaitu Imam Al-Ghazali. Salah satu karyanya yang fenomenal adalah
sebuah kitab tasawuf yang berisi nasehat-nasehat agama yaitu Ihya „Ulum al-Din dan kitab
lainnya yang menjelaskan mengenai akhlak. Sehingga, seperti apa akhlak menurutnya dan
bagaimana metode menjadi akhlak yang baik. Inilah yang menjadi fokus masalah dalam
penelitian ini. Konsep pemikiran Imam Al-Ghazali itu dapat memberikan refleksi kepada
setiap orang yang mengkajinya tentang bagaimana akhlak dan penerapannya yang baik harus
dilakukan oleh setiap individu muslim. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah library research, atau penelitian kepustakaan dengan jenis penelitian kualitatif.
Sumber datanya adalah beberapa kitab karangan Al-Ghazali. Data yang terkumpul dianalisa
dengan menggunakan metode deskriptif analisis atau content analys. Hasil penelitian ini,
bahwa konsep akhlak menurut Imam Al-Ghazali meliputi; Pengertian akhlak, pembagian
macam-macam akhlak, (Al-Khuluq Al-Hasan) dan akhlak yang buruk (Al-Khuluk As-Sayy‟i),
metode pembentukannya adalah Mujahadah dan Riyadhah (pelatihan). Seseorang harus
memiliki tekad yang kuat untuk mau berubah dan meninggalkan nafsu syahwat yang
berlebihan dan Al-Ghazabiyah yang ada dalam jiwa, kemudian muhasabah Al-Nafs
(introspeksi), dan Istiqomah (kontinu). Akhlak Islami bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadits.
yaitu terdapat pendidikan agama yang didik secara langsung. Anak hanya
berada dibawah Kementrian Agama belajar secara teoritis tidak pada aplikatif
yang disebut dengan MI, MTS, Aliyah, yang mendorong pembiasaan setiap hari.
dan Perguruan Tinggi Islam. Kemudian Selanjutnya, persoalan iman, takwa,
Pendidikan Umum di bawah Mendikbud, dan akhlak mulia peserta didik di sekolah
yang membawahi SD, SMP, SMA dan sepenuhnya diserahkan kepada guru PAI.
Perguruan Tinggi Negeri. Perbedaan Konsekwensinya, jika ada salah satu
tersebut sangat jelas, terutama dari peserta didik yang berbuat tidak sesuai
muatan materi yang diberikan, dengan Iman, takwa dan akhlak yang baik,
pendidikan Agama lebih banyak muatan maka yang menjadi sorotan utama adalah
materi keagamaan. Dan pendidikan guru PAI. 7 di sisi yang lain, guru mata
Umum mengedepankan materi-materi pelajaran agama tidak mempunyai waktu
yang umum. Hal itu, selamanya akan yang sama seperti mata pelajaran yang
berbeda cara pandang di masyarakat5. lain, yakni mata pelajaran untuk
Siswa yang selesai dari sekolah kemampuan intelektual.
negeri, akan berbeda cara pandangnya Padahal sudah terbukti, bahwa
dengan siswa tamatan pesantren atau model pendidikan yang hanya menitik
Aliyah. Selain itu, Indonesia juga beratkan pada kemampuan intelektual
merupakan masyarakat yang tidak dapat mencetak manusia yang
berkependudukan mayoritas muslim, dan unggul segalanya. Dan berdasarkan
selalu mengusung “Islam adalah sumber PERC (Political and Economic
Rahmatan Lilalamin”, namun masih Risk Consutancy), menunjukan tingkat
jauh dari kenyataannya. Dan korupsi di Indonesia meningkat, bahkan
konsekwensinya ialah segala hal yang tertinggi di Asia. Hal ini cukup
berkaitan dengan Indonesia, maka umat memprihatinkan dengan penduduk
Islam masuk di dalamnya. mayoritas muslim terbesar di dunia.
Perubahan yang mengarah pada Persoalan akhlak harus menjadi
perbaikan masyarakat Indonesia harus perhatian bagi lapisan masyarakat,
segera dimulai. Generasi Indonesia saat khususnya lembaga pendidikan Islam
ini merupakan produk sistem pendidikan yang lebih banyak muatan agama,
warisan penjajah yang nampak sehingga diwajibkan untuk selalu
meningggalkan nilainilai etika serta menanamkan budi pekerti atau akhlak
karakter beragama. Sekalipun kepada peserta didik, dan banyak
penanaman karakter atau akhlak saat ini
memuat unsur-unsur pendidikan ruhani,
sudah dicantumkan dalam Sisdiknas pendidikan akal, pendidikan jasmani,
yang tertuang dalam Pendidikan pendidikan agama yang meliputi al-
Nasioal 6 . Akan tetapi, belum dapat Qur‟an, hadits dan muamalah,
diaplikasikan dengan maksimal, karena pendidikan politik serta pendidikan
tidak dikembalikan pada akhlak peserta estetika dan jihad.8
5
https://www.facebook.com/KomunikasiAn
7
tarGuruIndonesia/posts/1015121000 9741483 Prof. Dr. H. Sutrisno, M.Ag.
lihat juga Yasmadi,M.A, Modernisasi Pesantren, 2011.Pembaharuan dan Pengembangan
hlm, 3 di Lihat Pada hari ahad tgl 8 bln sept Pendidikan Islam, membentuk insan kamil yang
2013. sukses dan berkualitas”. Yogyakarta.
6
http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/22 Fadilatama. hlm. 157.
8
/kurikulum-2013-dari-sisi-pandanguu-no20-th- Prof. H. Maswardi Muhammad Amin.
2003-tentang-sisdiknas-553630.html dilihat pada 2011. Pendidikan Karakter Anak Bangsa”.
hari ahad tgl 8 bulan pkl 21;30 2013. Jakarta ; Baduose Media Jakarta. hlm. 7.
merupakan kebalikan atau lawan dari huwal „aqlu wasy syar‟u 18 ). dengan
perbuatan bila mana kekuatan-kekuatan demikian, Al-Ghazali mengambil
yang ada pada manusia tidak seimbang. kesimpulan bahwa landasan akhlak yang
Jadi, menurut Al-Ghazali jika kekuatan baik itu jika sesuai dengan pokok-pokok
emosi terlalu berlebihan dalam arti tidak yang terdiri atas empat prinsip,
dapat dikendalikan dan cendrung diantaranya : hikmah (kebijaksanaan),
liar, maka hal itu disebut asy-Syaja‟ah (keberanian), al-Iffah
Tahawwur, semberono, nekat atau berani (menjaga kehormatan diri), dan al-„adl
tanpa ada perhitungan tanpa pemikiran (bersikap adil).
yang matang Dan jika kekuatan sikap
c. Prinsip Keutamaan Akhlak
tegas cendrung kepada menutupi
kelemahan atau kekurangan, maka Prinsip atau dasar dari keutamaan
disebut sebagai penakut dan lemah akhlak pada dasarnya banyak jenisnya,
melaksanakan dari apa yang harusnya namun Al-Ghazali mengklasifikasikan
dikerjakan. Apabila kekuatan syahwat jenis tersebut dengan empat prinsip yang
cendrung terlalu berlebihan maka akan dianggap sebagai dasar yang dapat
muncul sifat rakus (Syarah). Dan, mencakup segala aspek, yaitu : a. al-
apabila sifat itu cendrung kepada Hikmah (Kebijaksanaan). b. as-Syaja‟ah
kekurangan tidak stabil, maka hal itu (Keberanian). c. al-Iffah (Menjaga
disebut dengan suatu kejumudan, Kehormatan Diri). d. al-Adl
stagnan, tidak berkembang. (Keadilan)162. Menurut Al-Ghazali, jika
ke empat dasar ini bisa dimunculkan,
Sifat-sifat tersebut menurut Al- maka akan lahirlah akhlak yang baik dari
Ghazali tidak pada posisi yang baik, semua lapisannya.
cendrung lemah dan mudah terpengaruh
pada sifat malas, sehingga mudah 1) Al-Hikmah (Bijaksana)
menimbulkan sifat negatif. Dengan Menurut Al-Ghazali, yang dimaksud
demikian, menurut Al-Ghazali yang dengan hikamh di dalam karyanya Ihya
terpuji dan baik adalah berada pada porsi Ulum al-Din adalah suatu keadaan jiwa
di tengah-tengah, hal itulah menjadi yang dapat dipergunakan untuk
sebuah keutamaan. Menurut penulis mengatur sikap marah, dan
setiap manusia memiliki syahwat atau mengendalikan nafsu syahwat, serta
nafsu, seperti nafsu makan, minum dan mendorongnya menurut kehendak
lain-lain, dan yang demikian itu adalah hikmah. Sedangkan pemakaian dan
normal pada setiap manusia. Namun pengendaliannya dapat diatur juga sesuai
manusia dianjurkan untuk tidak dengan kehendak hikmah. Dengan kata
berlebihan atau rakus dengan menuruti lain, kebijaksanaan adalah kondisi jiwa
segala kemauan syahwatnya. yang memahami yang benar dari yang
Sebagaimana Allah berfirman : salah pada semua prilaku yang bersifat
“Makan dan minumlah, dan ikhtiar/pilihan. Selanjutnya ia juga
jangan berlebihan, menyebutkan bahwa hikmah atau
sesungguhnya Allah tidak kebijaksanaan merupakan salah satu
menyukai orang-orang yang keutamaan jiwa rasional (al-Aqliyah)
berlebihan” (QS. Al-A‟araf : yang dapat memelihara jiwa serta
31).
18
Dan ukuran keseimbangan atau Abu Hamid Muhammad bin Muhammad
pertengahan (mi‟yârul I‟tidâl) adalah Al-Ghazali. 1986 M. Mizan al-amal. Taqdim,
Sulaiman sulaim al-Bawwab. daarul Hikmah.
akal dan syariat, (wa mi‟yârul I‟tidâl Bairut. hlm. 60.
pertengahan antara kedua kehinaan yang arahan dan pemahaman akal sangat
meliputinya yaitu melampui batas dan dibutuhkan sebagai penyeimbang dari
pengecut, karena sifat pengecut adalah sikap keberanian. Artinya, manakala
tindakan yang berada pada tingkatan terdapat pada diri seseorang sebuah
kekurangan, yaitu suatu tindakan yang kekuatan, maka dengan kekuatan yang
membawa kurangnya nafsu marah sesuai tersedia itu ia akan patuh pada arahan
ukuran yang mesti, sehingga akan dari pemahaman akalnya. Karena itulah
menyimpangkan tindakan untuk maju, Allah Swt, telah berfirman dalam
padahal keadaannya harus maju24. alqur‟an surat Al-Fath ayat 29.
Kesadaran untuk memperoleh Dalam ayat itu, Allah Swt,
konsekwensi keberanian, Al-Ghazali memberikan sifat untuk Rasulallah dan
lebih menitik beratkan kepada akibat para sahabat dengan bersifat tegas,
setelah kematian disbanding dengan karena sesungguhnya bersikap tegas itu
semasa masih hidup. Hal ini dapat muncul dari landasan sikap tidak
dimengerti karena sikap yang lebih menyukai perbuatan aniaya, perbuatan
daminan ada pada pribadinya, sehingga yang dzholim. Namun, jika sikap tegas
ia lebih cendrung mengutamakan sesuatu dan berani itu kemudian hilang, maka
hal yang bersifat ukhrawi dari pada hal- niscaya akan hilang pula perjuangan
hal yang mengandung unsur duniawi. untuk membela dan menegakkan agama
Sehingga dalam memperjuangkan atau ini26.
menegakkan suatu keberanian tidak Seperti halnya sikap kebijaksanaan,
muncul rasa takut mati, sebab itu keberanian juga memiliki beberapa
menurut Al-Ghazali sikap keberanian cabang sebagai pendukungnya. Al-
adalah merupakan salah satu keutamaan Ghazali menyebut cabangcabang
akhlak yang amat mulia dan terpuji25. keberanian ini dengan beberapa jenis. Di
Secara garis besar, yang dibutuhkan dalam kitab Mizal al„Amal ia menyebut
pada sikap as-Syaja‟ah adalah sebuah ada Sembilan macam, berbeda dengan
pengendalian, di mana seseorang harus kitab al-Arba‟in, Al-Ghazali hanya
pandai memposisikan sikap tersebut menyebutkan delapan macam,
berada di tengah-tengah antara sikap sedangkan dalam kitab Ihya Ulum al-
berlebih-lebihan dan sikap Din, ia menyebutkan ada sepuluh macam
berkekurangan. Seperti apabila cabang dari sifat keberanian. Cabang-
seseorang membiarkan sikap tahawwur cabang dari sikap keberanian tersebut
(berani tanpa perhitungan, dan pemikiran adalah: al-Karam (Kemuliaan), al-
yang matang, semberono atau nekat) Najdat (Pantang takut), alSyahamat
tumbuh di dalam jiwanya tanpa (perkasa), Kibar al-Nafs (Berjiwa besar),
diimbangi dengan memiliki sikap al-Ihtimal (tahan uji), al-Hilm (murah
penakut. Maka, akan muncul akhlak hati), al-Sabat (Ulet), Kazhm al-Ghaizh
yang buruk, sombong, hilang rasa malu, (tahan marah), alWaqar (tahu diri), dan
dan bertindak tanpa mempertimbangkan al-Tawaddud (ramah)27.
kerugian orang lain. Dari itu, kekuatan,
24
Ibid.
25
Abu Hamid Muhammad bin
26
Muhammad Al-Ghazali. 1988. Kitab al- Al-Ghazali, Al-Ghazali. Ihya Ulum al-
Arba‟in Fi Usul al-Din. Bairut: Dar al-Jil. Din. hlm. 199.
27
hlm. 136. Lihat juga pada. Mizan al-„Amal. Ibid, juz III. Hlm, 53 dan “Mizan al-
hlm. „Amal”, hlm. 276.
akhlaknya. 32 ” (HR. Abu Hurairah, dalam hati. Seperti ria, sombong, bukan
ra). dengan niat untuk saling menjatuhkan
atau pun untuk kemewahan. Dan jika
“Tidak halal (tidak
sifat-sifat penyakit hati tidak muncul
diperbolehkan) bagi seorang
dengan cara pensucian jiwa dan dekat
muslim untuk menakutnakuti
kepada Allah, maka tujuan pendidikan
saudaranya sesame Muslim.”
yang lainnya akan mudah diikuti dan
(HR. Imam al-Thabrani)
mudah di dapati terutama akhlak yang
Selanjutnya , tujuan pendidikan terpuji.
akhlak menurut Al-Ghazali adalah
proses manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah Swt, selain itu juga sebagai e. Metode atau Proses Mendidik
tujuan akhir yang akan dicapai oleh Akhlak
manusia. Membersihkan diri (tazkiyatun
an-Nafs), terbiasa selalu berbuat Setelah mengetahui tentang akhlak,
kebaikan dengan akhlak yang kaamil yang baik dan yang buruk menurut Abu
(sempurna), ma‟rifah, dengan kata lain Hamid Muhammad bin Muhammad Al-
ia selalu mendekatkan diri kepada Allah Ghazali. Dan telah mengetahui bahwa
Swt, untuk mendapatkan kebahagiaan akhlak yang baik itu kembali kepada
dan ketenangan di dunia dan kahirat33. lurusnya kekuatan akal serta
sempurnanya hikmah. Juga dengan
Dengan demikian, pendidikan lurusnya kekuatan mengendalikan nafsu
akhlak adalah suatu upaya pembentukan amarah beserta syahwat. Kesemuanya itu
manusia untuk menjadi lebih sempurna, pun tunduk pada benarnya kekuatan
baik di dunia maupun di akhirat. fungsi akal dan ketaatan terhadap
Menurut Al-Ghazali manusia dapat syari‟at.
mencapai paripurna apabila diiringi
dengan usaha mencari ilmu dan Manusia dengan karunia Allah Swt,
kemudian mengamalkan fadilah dengan diciptakan dan dilahirkan dengan
ilmu pengetahuan yang telah ia pelajari. sempurna akalnya dan berakhlak mulia.
Dengan fadilah ini kembudian Allah Swt, pula yang menyimpan peranti
diharapkan dapat menjadikan manusia lunak di dalam dirinya berupa
kian dekat kepada Allah Swt, yang penguasaan atas nafsu syahwat dan sikap
kemudian memberikan kebahagiaan amarah. Bahkan menurut Al-Ghazali
hidupnya di dunia dan di akhirat34. syahwat dan sifat marah tersebut
diciptakan tunduk kepada fungsi akal
Menurut penulis, pendapat Al- dan aturan syari‟at35. Sekalipun manusia
Ghazali dalam mendidik akhlak anak telah dikarunia akal yang sempurna yang
dengan dilatih untuk selalu mendekatkan menjadi sarana untuk berfikir dan
diri kepada Allah Swt, agar tidak muncul merenung tentang hidup di dunia, akan
sifat-sifat yang buruk, yang muncul tetapi, diantara sebagian manusia masih
ada yang memperturutkan hawa
32
Hadits berstatus shahih, sebagai mana nafsunya secara berlebihan sehingga
telah disebutkan oleh Imam al-Bani dalam kitab menjadi tersendat dan sulit untuk
“shahih al-Jami”, hadits nomer 1230, dari menerima kebenaran dan dan nasehat
riwayat Abu Hurairah ra.
33
Al-Ghazali. Ihya ulum al-Din. Jilid I, yang baik.
hlm. 50.
34
Djamluddin. 1988. Kapita Selekta
Pendidikan Islam. Bandung : Pustaka Setia. hlm
35
14. Al-Ghazali. Ihya Ulum al-Din. hlm. 195.
Tingkah laku manusia juga juga ada pada manusia. Di mana baik
terkadang jauh lebih hina dari pada dan buruknya suatu lingkungan juga
hewan. Hal itu tidak dapat dipungkiri ditentukan terhadap manusia yang
oleh siapa pun, dan tak terkecuali oleh menempatinya. Oleh karena itu, Al-
al-Gahzali. Pasalnya, manusia di dunia Ghazali membagi manusia dalam
adalah sebagai hkalifah yang mengatur merubah akhlak menjadi baik atau
kelangsungan hidup di dunia, mendidik akhlak yang baik menjadi pada
selanjutnya objek utama pada akhlak empat tingkatan. Yaitu201 :
data primer dan sumber data skunder.
Adapun sumber data primer yang akan
C. METODE PEMBAHASAN
digunakan pada penelitian ini adalah
Penelitian ini termasuk jenis buku-buku atau karya-karya yang
penelitian kepustakaan (library langsung ditulis oleh Al-Ghazali,
research), yaitu penelitian yang diantaranya ; Ihya al-Ulumuddin,
mengumpulkan seluruh data dan Minhajul „abidin, Mizan alAmal, Ayat
informasi yang terdapat dalam al-Walad al-Muhib. Sedangkan sumber
kepustakaan (buku). 36 Penelitian ini data skunder adalah semua data yang
disebut juga dengan penelitian kualitatif, mendukung dan berkaitan dengan
oleh karena itu metode yang digunakan penelitian ini.
adalah kualitatif dengan menggunakan Agar penlitian ini terarah secara
teknik penulisan deskriptif.37 sistematis, maka diperlukan langkah-
Penelitian ini menggunakan langkah yang memudahkan penelitian,
pendekatan histori dari seorang tokoh dengan cara mengumpulkan data yang
muslim yang tercatat namanya di era relevan, kemudian data-data tersebut
keemasan peradaban Islam. Pendekatan dianalisis dengan menggunakan metode
histori berarti banyak meneliti dan deskriptif analisis. Metode itu akan
mengkaji keadaan-keadaan, pengalaman digunakan untuk menjelaskan pemikiran
hidup dan masa belajar serta mengkaji akhlak menurut imam Al-Ghazali,
teori-teori, serta menimbang dengan kemudian dianalisa secara umum
cukup teliti dan hati-hati terhadap bukti mengenai rumusan konsep dan
validitas dari sumber sejarah. karakteristiknya serta relevansinya
Pendekatan ini digunakan untuk dengan pendidikan saat ini.
mengatahui sejarah yang berkaitan
dengan pemikiran Imam Al-Ghazali
tentang konsep akhlak, untuk dapat D. HASIL PEMBAHASAN
diketahui sumber dan faktor apa saja 1. Isi Hasil
yang melahirkan pemikirannya.
Menurut penulis, sifat berani sangat
Sumber penelitian yang akan diperlukan bagi setiap muslim laki-laki
digunakan ialah dengan mengumpulkan dan perempuan, namun bukan hanya
data-data yang mendukung penelitian. harus terukur dan tidak berlebihan,
Mengingat penelitian ini bersifat sebagaimana menurut Al-Ghazali. Akan
kepustakaan, maka dapat dikelompokan tetapi harus pula disertai dengan
menjadi dua sumber data yaitu, sumber memelihara adab atau etika. Pasalnya,
sifat tersebut merupakan fondasi
36
terpenting dalam Islam, dan merupakan
Suharsimi Arikunto. Managemen bentuk dari amar ma‟ruf nahi munkar
Penelitian. hlm. 332.
37
Ibid. hlm. 310. (memerintahkan kebaikan dan mencegah
memang diperlukan di alam wujud ini al-Hai‟at (cinta kepada perhiasan yang
sesuai dengan sunatullah, dan dengan wajib namun tidak sampai tergila-gila),
kehendak-Nya yang azali yang tiada 8) Al-Qona‟at (Kemampuan mengatur
pergantian dan perpindahan. kehidupan yang baik tanpa cela), 9) Al-
Hudu (Ketenangan jiwa lantaran
2. Mendorong umat manusia untuk
memperoleh kenikmatan yang baik), 10
mencapai kebahagiaan akhirat, sebab
Al-Wara‟ yaitu menghiasi jiwa dengan
selama mereka tidak merasakan
perbautan yang baik, 11) Al-Thalaqat
kelezatan duniawi dan kepedihannya,
atau Lathafat, yaitu bergurau yang sopan
maka mereka tidak akan senang dan
tidak keterlaluan,.12) Al-Zharf, yaitu
menginginkan surge, dan tidak takut
pandai menempatkan diri, 13) Al-
neraka, dan seandainya mereka
Musa‟adat, yaitu menghindari
dijanjikan dengan adanya kenikmatan
Perselisihan), 14) Al-Tasakhkhut, yaitu
yang belum dilihat mata, belum
pertengahan antara dengki dan gembira
didengar telinga dan belum terlintas
atas kedudukan orang lain, 15) Al-
di hati manusia, tentulah hal itu
Inbisath, yaitu merasa Senang).
semua tidak terkesan dalam hati
mereka.43 Manusia yang dapat memelihara
kehormatan diri atau pensucian dirinya
Dibanding dengan pokok keutamaan
dari hal-hal yang tidak baik, maka ia
akhlak sebelumnya, al-„iffat justru
akan menumbuhkan sifat yang baik dari
memiliki cabang dan cenderung lebih
dalam dirinya. Seperti : sifat pemurah,
banyak. Al-Ghazali menyebutkan
memiliki rasa malu, sabar yang tiada
cabang-cabang Al-„iffat ini dalam tiga
batas, pemaaf, dan selalu menerima
buah karyanya antara lain cabang-
anugrah Allah Swt, memiliki sifat
cabang tersebut ialah 44 : 1) Al-Haya”
ramah, suka membantu atau menolong
(pertengahan antara tidak malu dan
orang lain, daemawan dan tidak tamak
feminis (Al-Khunusat).
terhadap harat45.
Al-Khajal (terlalu malu), 2) Al-
Selanjutnya, sifat al-Iffah juga tidak
Musamahat (kesediaan melepaskan
dibolehkan dalam keadaan yang
haknya dengan sukarela), 3) Al-Sabr
berlebihan atau pun sebaliknya dalam
(kemampuan jiwa melawan nafsu dan
kekuranga, hal itu, akan
menjaganya dari kelezatan yang
memunculkansifat yang negative. Dan
berakibat buruk), 4) Al-Sakha‟ (suka
akan muncul pada diri seseorang sifat-
memberi sedekah dan menjauhkan dari
sifat kebalikan dari yang baik, seperti,
memperoleh sesuatu yang bukan pada
boros, sombong, riya, haus harta dan lain
tempatnya), 5) Husn Al-Taqdir
sebagainya. Maka, jika diperhatikan
(seimbang dalam membelanjakan harta),
secara umum, penulis berpendapat,
6) Al-Damasat, yaitu kondisi jiwa Al-
bahwa cabang-cabang dari sifat al-Iffah
Syahwaniyat yang baik dalam
yang dikemukakan oleh Abu Hamid
merindukan sesuatu yang sangat
Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali
diinginkan), 6) Al-Intizam (kondisi jiwa
amat sangat mengutamakan keselamatan
yang mendorong untuk mengukur diri
jiwa untuk menghasilkan perbuatan yang
dalam membelanjakan harta), 7) Husn
baik, dan hal itu merupakan ciri-ciri
43 khusus dari konsep akhlak.
Ibid, lihat juga dalam Ihya, Jilid III, pada
bagian. Kasr al-syahwatain. Op-Cit., hlm. 77-
104 .
44 45
Ibid, Jus III, hlm. 53, “kitab al-Arba‟in, Al-Ghazali. Ihya Ulum al-Din.
hlm. 266. Mizan al-„Amal”. hlm. 280283. diterjemahkan Mohammad Zuhri dkk, hlm.
ujung tersebut, yaitu lebih dan kurang, maka ia pun akan mencapai akhlak yang
tetapi yang ada hanyalah satu lawan dan baik dan mencapai kemuliaan yang
satu penyeimbang, yaitu penyelewengan tinggi derajatnya sampai pada setingkat
dan ketidak-adilan50. malaikat yang bisa terhindar dari noda
dan dosa, namun sebaliknya, manusia
Pokok-pokok keutamaan akhlak ini,
yang tidak mempunyai tekad yang kuat
yaitu al-Hikmah (kebijaksanaan), al-
untuk membersihkan diri, menjaga
Syaja‟ah (Keberanian), al-Iffah
kehormatan dirinya, menghumbar hawa
(menjaga kehormatan diri) dan al-„Adl
nafsunya serta tidak menghindari diri
(Keadilan), menurut Al-Ghazali
dari yang haram. Maka manusia itu pun
merupakan sumber dari akhlak yang baik
bisa lebih rendah derajatnya dari pada
(Akhlak al-Karimah), dan jika ada dalam
binatang.
bentuk-bentuk yang lain, maka hal itu
hanya merupakan cabang dari ke empat Menurut Al-Ghazali
jenis akhlak di atas. Dan Al-Ghazali manusia yang berusaha untuk
berpendapat dalam kitabnya Ihya Ulum menggabungkan kesempurnaan akhlak
alDin, bahwa tidak ada yang memiliki tersebut, dari ke empat prinsip akhlak
akhlak yang sempurna, di mana semua yang telah disebutkan, maka dia berhak
kekuatan Ilmu, kekuatan emosi, menduduki derajat malaikat yang mulia
kekuatan syahwat dan kekuatan adil di di antara para makhluk yang lainnya.
antara tiga kekuatan tersebut seimbang Semua makhluk akan merujuk
kecuali Rasulullah Saw, dan hal ini kepadanya, dan mengikuti jejak-jejaknya
berbeda dengan Abu Bakar ar-Razi. dalam setiap perbuatan. Dan sebaliknya,
Menurutnya, al fadhîlah –yang setiap manusia yang memiliki sifat
dimaksud al fadhîlah di sini adalah kebalikannya, maka ia berhak tidak lagi
ishlâhu akhlâqin nafs „an tharîqi ittibâ‟il menyandang status sebagai hamba di
„aqli wa qam‟il hawâ wa tarkisy hadapan Allah. Karena, ia telah dekat
syahawât– tidak bisa diraih dengan dengan syetan terkutuk yang
sempurna kecuali oleh lelaki filosof yang menjauhkan manusia dari sisi Allah
utama, lelaki filosof yang sempurna itu Swt., oleh karena itu, seharusnya sifat
adalah Plato51. dan prilaku yang semacam itu harus
dijauhkan dan selalu berusaha
Manusia saat ini, setelah masa
menjalankan sifat yang pertama yang
Rasulallah Saw, berbeda-beda
akan menjadikan manusia akan sederajat
tingkatnya, mulai dari faham yang
seperti malaikat. Karena itu, Rasulallah
berbeda sampai pada pengamalan
Saw, tidak diutus kecuali untuk
terhadap ajaran akhlak yang baik,
menyempurnakan akhlak manusia
terutama pada pengamalan ajaran pokok
sebagai mana pernah di sabdakan oleh
keutamaan akhlak yang diajarkan Al-
Rasulallah Saw bersabda,
Ghazali. Menurut penulis, pencapaian
“Sesungguhnya aku diutus untuk
akhlak yang baik yang di ajarkan oleh
meyempurnakan akhlak yang baik” (HR.
Imam Al-Ghazali mampu dilaksanakan
Imam Malik).
oleh setiap manusia, jika ia berusaha
sepenuh hati, diusahakan lahir dan batin, Dan al-Qur‟an pun telah
memberikan isyarat kepada akhlak-
50 akhlak semacam itu. Berkaitan erat
M. Abdul Majid. Bimbingan Mencapai
Ketenangan Jiwa. hlm. 44. dengan sifat-sifat seorang mukmin,
51
http://www.oaseimani.com/konsep- Allah Saw, telah berfirman :
akhlak-perspektif-Al-Ghazali.html diambil pada
sabtu, 26 oktober 2013 pukul 10:10 WIB
saja bisa dirubah menjadi menahan diri untuk diobati. Ia hanya butuh seorang
dan beretika. Dan begitu pula dengan guru dan seorang petunjuk (mursyid)
hewan kuda liar yang dapat diubah dari yang selalu mendorongnya kepada
sifat suka melawan menjadi penurut dan aktivitas mujahadah. Manusia semacam
tunduk sesuai keinginan pengendalinya. ini, perlahan tapi pasti akan menjadi baik
Hal itu semua merupakan bentuk (mulia) akhlaknya dalam waktu yang
perubahan, dan merupakan perubahan tidak terlalu lama.
yang bisa pula terjadi pada akhlak b. Orang yang mengetahui
manusia54. buruknya suatu perkara tertentu. Akan
Menurut Al-Ghazali, pada tetapi, ia tidak membiasakan pada
hakikatnya manusia memang tidak akan perbuatan yang baik, sekalipun ia telah
bisa menghilangkan serta memaksa mengetahui keutamaannya. Bahkan
hilangnya nafsu emosi atau syahwat amalnya yang buruk dihiasi dengan
secara keseluruhan, manusia tidak akan seolah-olah berbuat baik. Kemudian ia
mampu. Tetapi menurut AlGhazali selalu mengikuti hawa nafsunya dengan
manusia dapat mengekang dan menyimpang dari fitrahnya yang benar.
mengendalikan keduanya dengan cara Artinya, dia selalu tunduk kepada
Riyadhah (melatih batin) dan mujahadah syahwatnya dan menolak dari kebenaran
(mendekatkan diri pada Allah). Jadi, rasionya, hal itu, karena di dalam dirinya
menurut Al-Ghazali, akhlak itu telah dikuasai oleh syahwatnya dan tidak
mengalami perubahan, dan perubahan itu dikendalikan. Dan ia mengetahui,
dapat diperoleh melalui proses belajar mengerti dan sekaligus menyadari
atau selalu berusaha melatih jiwa untuk penyimpangan dalam perbuatannya.
selalu melakukan perbuatan-perbuatan Maka, menurut Al-Ghazali manusia
yang mendorong akhlak menjadi baik. semacam ini akan lebih sulit dari pada
Seperti akhlak dermawan, maka ciri manusia yang pertama, karena
seseorang harus selalu melatih berderma penyakitnya telah berlipat-lipat. Dan ia
dengan berbagi sesama mengeluarkan wajib melepaskan kebiasaan buruk yang
sebagian hartanya sehingga menjadi telah mengakar dan melekat karena
sebuah kebiasaan serta ringan setiap kali banyaknya ia pada membiasakan diri
melakukannya55. dalam kerusakan, dan harus
mengarahkan jiwanya pada hal-hal yang
berlawanan dengan kebiasaan buruknya.
a. Manusia lalai. Ia tidak dapat
c. Manusia yang telah terlanjru
membedakan antara yang hak
meyakini kepada akhlak yang buruk. Ia
(kebenaran) dan yang batil, yang bernilai
juga menyakini bahwa akhlak yang
kebaikan dan yang jelek, namun manusia
buruk itulah yang wajib dipandang
seperti ini yang memiliki kecendrungan
sebagai sebuah kebaikan. Atau dengan
kembali dalam fitrahnya yang terbebas
kata lain, akhlak yang buruk baginya
dari semua keyakinan, dan ia juga tidak
adalah kebenaran dan sesuatu yang
mengikuti syahwat dengan sepenuhnya,
berharaga bagi dirinya.
tidak mengikuti kesenangan-kesenangan.
Dan inilah manusia yang paling mudah Dan ia pun telah terdidik dengan
dengan akhlak yang buruk tersebut.
Manusia yang semacam ini menurut Al-
54
55
Ibid, Ghazali, hamper-hampir mencegah
Zaki Mubarak. 1408 H/1988 M. al- pengobatan atas dirinya dan tidak bisa
Akhlak „Inda Ghazali. Daarul Jil, Bairut, hlm.
156.
diharapkan kebaikan darinya kecuali
sangat sedikit sekali yang bisa lakukan, dan mengira bahwa apa yang
disembuhkan. Yang demikian itu karena telah ia lakukan di dalam keburukan bisa
berlipat-ganda sebab-sebab kesesatannya. mengangkat derajatnya dalam
pandangan manusia. Hal ini menurut Al-
d. Manusia yang dalam
Ghazali merupaka tingkatana yang palig
pertumbuhannya berada di atas
sulit diobati. Perumpamaan orang
pemikiran yang batil/rusak, dan terdidik
semacam ini laksana melatih orang yang
dalam mengamalkan keyakinannya
sudah tua, dan termasuk bagian dari
tersebut. Orang semacam ini cendrung
siksaan adalah mendidik orang yang
melihat keutamaan pada banyak
yang jahil. Atau seperti melatih singa liar
keburukan, dan itu berpotensi
agar beretika, dan mencuci sesuatu yang
menghancurkan jiwanya sendiri. Ia
hitam pekat agar menjadi putih kembali.
merasa bangga dengan apa yang telah ia
Kemudian, Al-Ghazali Seperti nafsu makan, jika terputus pada
menyimpulkan bahwa tipe orang yang manusia, maka manusia akan segera
pertama dari pembagian ini adalah orang binasa. Sebagimana nafsu bersetubuh
yang tidak berilmu saja atau orang yang (penyaluran insting biologis), apabila
bodoh. Sedangkan tipe yang kedua, hilang pada diri manusia, maka akan
mereka adalah orang yang tidak berilmu putus hirarki keturunan pada manusia.
dan juga tersesat. Tipe orang yang ketiga Maka yang dimaksudkan di sini ialah
adalah orang yang tidak berilmu, sifat pertengahan, kemampuan kendali,
tersesat, dan gemar berbuat tidak tahawwur (sembrono), tidak
kefasika/keburukan (fasik). Sedangkan berlebih-lebih, dan tidak pula terlalu
tipe orang yang keempat adalah, orang kurang. Secara garis besar, menurut Al-
yang tidak berilmu, tersesat, fasik dan Ghazali, jika di dalam diri manusia
jahat (Jahilun wa dhallun wa fasiqun wa terdapat kekuatan, maka dengan
syirrirun)56. kekuatan yang tersedia itu manusia akan
patuh pada arahan pemahaman akal yang
Al-Ghazali juga tidak sependapat
dibentengi hikmah dan ilmu. Untuk bisa
dengan statemen yang menyatakan
sampai kepada kebaikan akhlak yang
bahwa “selama manusia masih hidup,
telah didukung oleh lurusnya kekuatan
maka tidak akan terputus darinya perkara
akal dan sempurnanya hikmah. Menurut
yang berkaitan dengan nafsu syahwat,
AlGhazali terdapat dua syarat yang
sifat amarah, mencintai dunia, dan
mengiringinya, yaitu 58:
akhlak yang berbeda-beda atas ragam
dari manusia” dan pendapat ini menurut Syarat Pertama, akhlak yang baik
Al-Ghazali disandarkan pada satu dengan karunia Allah Swt, berupa
golongan yang mengira bahwa sempurnanya fitrah (ciptaan pertama), di
mujahadah adalah mengalahkan dan atau mana manusia itu pada mulanya
menundukan sifat-sifat ini secara diciptakan dan dilahirkan dengan
keseluruhan. Pendapat seperti ini sangat sempurna akalnya dan berakhlak mulia.
jauh dari kebenaran makna mujahadah Menurut penulis, Al-Ghazali dalam
yang sebenarnya57. memberikan syarat yang pertama ini
dengan melihat awal penciptaan manusia
Karena, nafsu syahwat menurut Al-
yang suci dan bersih dari segala yang
Ghazali akan selalu ada pada manusia,
buruk. Manusia juga diciptakan dengan
dan untuk suatu kemanfaatan tertentu.
sebaikbaiknya bentuk ciptaan. Didukung
56
Ibid,196.
57 58
Ibid, Ibid, 204.
pula dengan sifat spiritual individunya oleh akhlak adalah untuk memperbaiki
Al-Ghazali yang selalu menyandarkan jiwa. 60 Dan untuk memperbaiki jiwa
segala sesuatu berasal dari Allah yang ialah dengan menghilangkan berbagai
maha bijaksana dan cinta kepada kenistaan dan akhlak yang buruk, serta
perbuatan yang baik. meraih keutamaan dan akhlak-akhlak
yang baik, sebagaimana mengobati
Syarat kedua, proses membentuk
anggota badan yang terkena sakit, yakni
akhlak menjadi baik yakni dengan cara
dengan menghilangkan penyakit dan
selalu berusaha melalui Mujahadah dan
mngusahakan kesembuhannya.
menjalani proses Riyadah nafs. Azas
yang terpenting di dalam mujahadah Selanjutnya, Al-Ghazali
(perjuangan) adalah mewujudkan mengatakan, sebagimana tubuh manusia
keinginan. Artinya, ada dorongan jiwa itu pada mulanya tidaklah dijadikan
dan qalbu secara bersama-sama dengan secara sempurna. Sesungguhnya ia
kuat untuk mengerjakan perbuatan- menjadi sempurna dan kuat melaui
perbuatan yang dikehendaki oleh akhlak. proses pertumbuhan, pendidikan dan
Siapa yang menginginkan akhlak yang asupan makanan. Maka, begitu juga
pemurah, maka jalannya adalah halnya pada kondisi jiwa, ia dijadikan
memaksakan dan membiasakan pada dalam keadaan kurang, tetapi memiliki
dirinya untuk melakukan perbuatan- potensi untuk sampai pada
perbuatan yang mengarah kepada sikap kesempurnaan. Jiwa bisa sempurna
pemurah; seperti membelanjakan harta dengan didikan, akhlak yang baik, dan
di jalan Allah Swt, dengan kata lain, ia asupan ilmu pengetahuan.
harus menuntut, membiasakan dan Sebagaimana halnya tubuh, jika ia
mewajibkan dirinya untuk hal yang sehat, maka hal itu menjadi tugas
demikian itu. Selain itu, penulis seorang dokter merancang aturan yang
menambahkan, bahwa ia juga harus bisa menjaga kesehatan. Dan jika ia
berkeinginan kuat untuk meninggalkan sakit, maka tugas dokter itu membuatnya
segala nafsu syahwat yang akan sehat kembali. Oleh karena itu jiwa
membawanya kepada kenikmatan dunia seseorang jika ia murni, bersih dan
yang berlebihan. terdidik, maka hendaknya diusahakan
Al-Ghazali juga mengingatkan akan terus untuk memeliharanya.
adanya ujian selama perjalanan Sebagaimana alnya penyakit, ia merusak
mujahadah (perjuangan), oleh akrena itu, kebaikan badan yang kemudian
hendaknya bagi mereka yang dalam membawanya pada ondisi sakit. Ia harus
proses menuju akhlak yang baik denga diobati dengan cara melawan
jalan mujahadah untuk selalu bersabar penyakitnya begitu juga penyakit hati
dan terus menjalankannya dengan seseorang obatnya adalah dengan apa
istiqomah/kontinu 59 . Karenanya, jika ia yang menjadi lawannya. Misalnya
mampu bersabar dari segala ujian, maka penyakit bakhil, diobati dengan sikap
kenikmatan surgalah yang nanti akan kedermawanan. Penyakit sombong,
menjadi tempat tinggalnya. Sebagai diobati dengan merendahnya hati (sikap
mana Allah berfirman dalam al-Qur‟an tawadhu). Penyakit rakus, maka diobati
Surat al-Nazi‟at ayat 40-41. dengan menahan diri secara paksa dari
sesuatu yang diinginkan syahwat.
Maksud dari selalu mendorong jiwa
untuk melakukan amalan yang dituntut
59 60
Ibid, hlm 219. Ibid,
65
Ibid, hlm. 63.
dalam al-Qur‟an surah Hud ayat 48-48. (waktu tua) bagai mengukir di atas
Kemudian kesombongan kaum nabi Hud air”70.
as, tanpa alasan yang benar, dan merasa Dari beberapa metode proses akhlak
kaumnya itu lebih kuat, perkasa dari di atas, semua bertujuan untuk
pada apa yang di sembah nabi Hud as. menyempurnakan bentuk jiwa agar
Dan kemudian Allah S.W.A. kirim menjadi lebih baik proses tersebut antara
angina sorsor selam delapan hari tujuh lain ; Mujahadah dan Riyadhah.
malam secara terus menerus di Kesungguhan manusia untuk berubah
Hadralmaut Yaman. Kisah ini direkam haruslah kuat dan dengan tekad yang
pada surah al-Fushshilat ayat 15-16, al- benar, disertai pula pelatihan (riyadhah
Haaqah ayat 6-8, dan al-Fajr ayat 6-8. al-Nafs) untuk tidak menuruti hawa
Contoh-contoh tesebut baik untuk nafsu, mengekang agar tidak melampaui
diceritakan kepada anak-anak agar bisa batas. Pelatihan tersebut harus dilakukan
meniru yang baik dan meninggalkan dengan proses berikutnya yaitu
kisah yang kurang baik. Masa kanak- Istiqomah (kontiu) atau dengan kata lain
kanak sangat baik untuk pendidikan dan adalah pembiasaan untuk selalu berbuat
muatan ilmu pengetahuan, Al-Ghazali baik („Amal Shaleh).
menyarankan untuk selalu menjaganya. Selain itu, mawas diri juga menjadi
Karena sesungguhnya anak itu pada penting dalam membentuk akhlak yang
naluri kejadiannya, anak juga diciptakan baik. Menjadikan sesuatu yang terdapat
dalam keadaan yang labil, sehingga bisa pada orang lain sebagai cermin bagi
menerima kebaikan dan bisa menerima dirinya, dengan cara ini diharapkan
kejahatan. Maka kedua orangtuanyalah seseorang tidak hanyut ke dalam
yang membawa atau menjadikan anak perbuatan yang tidak karena melihat dan
itu baik atau buruk, condong kepada menganalisa dari ketidak baikan orang
yang benar atau salah. lain. Dan metode tersebut juga selalu
Rasulullah Saw, pernah bersabda, berkaitan dengan Muhasabat al-Nafs
“Setiap anak yang dilahirkan itu adalah yakni introsfeksi. Metode ini
dalam keadaan suci, maka kedua mengandung pengertian sebuah
orangtuanyalah yang menjadikannya kesadaran untuk mencari sendiri cacat
Yahudi, atau Nasrani atau Majusi 69 . atau aib pribadi, artinya, lebih baik sibuk
(Muttafaqun „Alaih) memperhatikan kekurangan atau kesalah
diri sendiri dari pada mengurus
Konsep menuju perbaikan akhlak
kesalahan orang lain.
menurut Al-Ghazali memang sangat
menitik beratkan pada manusia dan yang Proses introsfeksi akan lebih
lebih mudah adalah terhadap anak usia sempurna jika terdapat Qudwah
dini. Perkembangan dan daya ingat anak (keteladanan) untuk selalu mengingatkan
terutama sejak usia dini harus akan kebaikan dan untuk menjauhi
dimanfaatkan orang tua dan juga guru perbuatan yang jelek. Dengan selalu
sebagai pendidik dengan pembiasaan dekat kepada orang yang baik, maka
yang baik, hal ini juga sejalan dengan diharapkan juga dapat mengikuti
sebuah pribahasa yang mengatakan jejaknya. Maka dari itu, dalam memilih
“Belajar diwaktu kecil bagai mengukir di
atas batu, dan belajar diwaktu dewasa
70
Fathiyah Hasan Sulaiman. 1986. Konsep
Pendidikan Al-Ghazali. Alih bahasa Ahmad
69
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Hakim dan M. Imam Aziz. Jakarta : P3M. hlm.
Imam Muslim, dari hadits Abu Hurairah ra. 63.
teman dekat atau guru sebagai diharapkan menularkan kepada jiwa agar
pembimbing tidak sembarangan, menjadi lebih baik. Metode-metode ini
melainkan dengan kehati-hatian. yang diharapkan dapat menjadikan jiwa
manusia pada jalan yang benar, akhlak
Metode salanjutnya adalah lawan
yang terpuji dan mulia, sehingga
dari kebalikan. Penulis berpendapat
manusia mendapatkan kebahagian baik
metode ini dengan opposisi, artinya,
di dunia lebihlebih di akhirat.
segala macam penyebab akhlak yang
buruk harus dilawan dengan kebaikan, Dengan demikian, menurut penulis,
dan kebaikan lebih sempurna jika konsep akhlak yang telah dijelaskan oleh
mendapat ilmu dan hikmah. Hal ini Imam al-Ghazali, jika dilihat dari
bukan pekerjaan yang ringan, sebab pendekatan dan juga metode, pendidikan
melawan keinginan hawa nafsu akhlak yang dijelaskan cendrung bersifat
merupakan pekerjaan yang berat praktis, dan diterapkan langsung dalam
tantangannya. kehidupan sehari-hari dengan cara
spontan.
Selanjutnya adalah lingkungan yang
baik, di dalam lingkungan yang baik
akan terdapat cerita yang baik, dan
E. KESIMPULAN
Hakikat manusia di muka bumi ini Pertama; pengertian akhlak menurut
adalah sebagai Khalifah, makhluk yang al-Ghazali adalah: “Suatu ibarat atau
paling mulia dan sempurna yang Allah ungkapan tentang kondisi yang menetap
ciptakan. Penciptaan manusia bukan di dalam jiwa, dari keadaan dalam jiwa
tanpa missi yang jelas dan main-main, itu kemudian muncul perbuatan-
untuk memelihara keberadaan dan perbuatan dengan mudah, tanpa
keselamatan bumi dan yang Nampak di memerlukan pemikiran maupun
dalamnya. Hal itu pula, Allah lengkapi penelitian”. Jadi, apabila aplikasi dari
manusia dengan akal dan nafsu. kondisi tersebut muncul perbuatan-
perbuatan yang baik dan terpuji secara
Akal dianggap penyeimbang nafsu akal dan syara‟, maka kondisi tersebut
yang berlebihan, dan tidak lengkap disebut sebagai akhlak yang baik.
keberadaannya tanpa ada ilmu dan Sedangkan apabila perbuatan-perbuatan
hikmah. Bimbingan ilmu terhadap akal yang muncul dari kondisi yang dimaksud
diperlukan agar memunculkan kelakukan adalah sesuatu yang berdampak buruk,
yang baik, akhlak yang mulia dan maka keadaan yang menjadi tempat
terpuji. Sehingga manusia menjadi munculnya perbuatan-perbuatan itu
makhluk yang tidak sia-sia disebut sebagai akhlak yang buruk .
penciptaannya.
Pendapat ini sejalan dengan
Sebagai mana telah diuraikan pengertian akhlak Imam Ibnu miskawaih
sebelumnya pada pembahasan pokok, (320-450), yaitu, sama-sama merupakan
yakni pemahasan akhlak dalam sikap batin yang mampu mendorong
perspektif al-Ghazali, materi dan metode secara spontan untuk melahirkan semua
akhlak al-Ghazali sangatlah penting dan perbuatan yang bernilai baik. Perbedaan
mendasar pada proses pendidikan saat yang penulis amati dari segi
ini. Selanjutnya pada bab ini, penulis pendekatannya. Menurut Ibn Miskawaih
akan menyimpulkan semua yang lebih cendrung bersifat teoritis,
menjadi pokok permasalahan, dan sedangkan pendekatan yang dilakukan
terjawab semua apa yang penulis amati, oleh al-Ghazali baik materi maupun
telaah dan analisa.
Iyyad, Beirut: Dar Al-Andalus Tt, albayari, Bairut : Darul Kitab al-Arabi,
“Ihya Ulum al-Din”. Bairut : Darul Fikr, Juz I.
juz III. Khaldun, Ibnu. 2001.
Singgih, Gunarsa. 1999. “Psikologi “Mukaddimah”, terjemahan masturi Lc,
Perkembangan”, Jakarta : Gunung dkk, Jakarta : Pustaka al-Kautsar.
Mulia. Lickona, Thomas. 2012. “Educating
Hamid, Abdul. 1974. “Al-Munqiz For Character”, trj. Juma Abdu
min Al-Dhalal Li Hujjat Al-Islam Wamanguo, Mendidik untuk membentuk
AlGhazali ma a abbas fi At-Tasawuf wa Karakter, Jakarta, Bumi Aksara.
Dirasat an Al-Imam Al-Ghazali”, Lubis, H. M. Arief. 1965. “Imam
Kairo: Dar Al-Kutub Al-Haditsah. Al-Ghazali dan Folosof Barat”, Cet. II,
Hamka, 1993. “Tasawuf, Jakarta: Bulan Bintang.
Perkembnagan dan pemurnian”, Ma‟arif, Ahmad Syafi‟I. 1997.
Pustaka Panjimas “Islam Kekuatan Doktrin dan
Hasyim, Ahmad Umar. 2004. Kegamangan Ummat”, Yogyakarta:
“Menjadi Muslim Kaffah ; Berdasarkan Pustaka Pelajar.
al-Qur‟an dan Sunnah Nabi”, terjemah Maftuhah, Anna. 2005. dalam Tesis
Joko Suryanto, Yogyakarta: Mitra “Konsep Akhlak Ibnu Miskawaih” Pasca
Pustaka. Sarjana Program Magister Agama Islam
Hasyimi, Abdul Mun‟im al. 2009. Universitas Ibn Khaldun Bogor.
“Akhlak Rasul menurut Imam Bukhari
Mahjuddin. 2010. “Akhlak Tasawuf
dan Muslim”, Jakarta : Gema Insani. II, Pencarian Ma‟rifah bagi Sufi Klasik
Helmy, Masdar, “Akhlak Nabi dan Penemuan Kebahagiaan Batin bagi
Muhammad SAW,keluhuran dan Sufi Kontemporer”, Jakarta: Kalam
kemuliaannya”, Mulia.
Hitti, Philip K. 1970. “History of the Mahmud, Abdul Halim, “Qadhiyah
Arabs”, London: The Machmillen Presc. al-Tashauf al-Munqidz min al-Dhalal”,
Kairo: Dar al-Ma‟rifah,
Husaini, Adian. 2011. “Pendidikan
Islam, Memebentuk Manusia Majid, Abdul al-Aziz Abdul al, Tt.
Berkarakter dan Beradab”, Jakarta: “Al-Tarbiyyah wa-Turuq Al-Tadris”, juz
Komunitas Nuun. I, Dar al-Ma‟arif. Qairo.
Husaini, Adian,et, all. 2013. Mishri, Muhammad bin Mukarram
“Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan bin Manzur al-Afriqi al, “Lisanul
Islam”, Jakarta: Gema Insani. „Arabi”, Bairut : Daru Shadir, cet. I, Juz
10.
Jawad, Musthafa, “Ashr Al-
Ghazali” dalam Muhrajan Al-Ghazali bi Miskawaih, Ibn. 1398. “Tahdzib al-
Akhlaq”, tahqiq, syekh Hasan Tamir,
Dimasyq “Abu Hamid Al-Ghazali fi
Bairut, Dar Maktabat al-Hayat.
zikr Al-Mu‟awiyat l-Tasi‟at li Miladihi”,
Kairo: Al-Majlis Al-A‟la li ri‟ayat Al- Mubarak, Zaki. 1924. “Al-Akhlak
Funun wa Al-Adab wa Al-Ulum Al- „inda Al-Ghazali”, Kairo: Darul Kitab
Ijtima‟iyah, 1962. Al„Arabi .
Jurjani, Ali bin Muhammad bin Ali
al, Tt, “At-Tarifat”, tahqiq; Ibrahim
http://blog.dianmas.com/2013/03/penger akhlak-perspektif-Al-Ghazali.html
tian-pendidikan-karakter- menurut-para- diambil pada sabtu, 26 oktober 2013
ahli.html. Pada Hari Sabtu, 28, pukul 10:10 WIB
September, 2013, Pukul 21:40 https://www.facebook.com/Komunikasi
http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/ AntarGuruIndonesia/posts/101512
22/kurikulum-2013-dari-sisi- 10009741483 lihat juga
pandang-uu-no20-th-2003-tentang- Yasmadi,M.A, Modernisasi Pesantren,
sisdiknas-553630.html dilihat pada hari hlm, 3 di Lihat Pada hari ahad tgl 8 bln
ahad tgl 8 bulan pkl 21 ; 30 2013 sept 2013.
http://www.oaseimani.com/konsep-