You are on page 1of 26

Abstract

Country of Indonesia located at the meeting of three tectonic plates of the


world, the Indo-Australian Plate, Eurasian and Pacific Plate which is cause of the
frequent earthquakes in Indonesia and could make long-term impact of Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD) for the victims of earthquakes. Proper handling
needs to be done so that the impact is not prolonged. The method used is the
literature review from international journals about Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD) on earthquake victims in various countries. The results of several studies
found that the prevalence of PTSD due to the earthquake is quite high. This
disorder occurs in all ages, including children, adolescents, to the elderly. After
several years after the earthquake the patient is still have PTSD. It may take a long
time for PTSD recovery. Continuous screening is recommended to identify
earthquake victims with PTSD symptoms. Education and health promotion can
help local communities identify the main health threat they suffering.
Rehabilitative therapy has better functional outcomes and is proven to reduce
complications and thus can improve quality of life. The conclusions from the
analysis of some of these journals can be said if handling and rehabilitation
therapy is effective for earthquake victims with PTSD and need to continue to be
developed.
Keywords: earthquake, Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), intervention,
rehabilitation.
Abstrak
Negara Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik
dunia yakni Lempeng Indo-Australian, Eurasia dan Lempeng Pasifik yang melatar
belakangi seringnya terjadi gempa bumi dengan dampak panjang yang bisa
ditimbulkan adalah Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) bagi korbannya.
Penanganan yang tepat perlu untuk dilakukan agar dampak tersebut tidak
berkepanjangan. Metode yang digunakan adalah metode literature review dari
berbagai jurnal internasional tentang Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada
korban gempa bumi dibebarapa negara. Hasil beberapa penelitian di dapati bahwa
prevalensi PTSD akibat gempa bumi cukup tinggi. Gangguan ini terjadi pada
semua usia, termasuk anak-anak, remaja, hingga lansia. Setelah beberapa tahun
pasca gempa bumi masih di dapati penderita PTSD. Memerlukan waktu yang
cukup lama untuk pemulihan PTSD. Skrining berkelanjutan direkomendasikan
untuk mengidentifikasi korban gempa dengan gejala PTSD. Pendidikan dan
promosi kesehatan dapat membantu masyarakat setempat mengidentifikasi
ancaman kesehatan utama yang mereka hadapi. Terapi rehabilitatif memiliki hasil
fungsional yang lebih baik dan terbukti mengurangi komplikasi dan dengan
demikian dapat meningkatkan kualitas hidup. Kesimpulan dari analisis beberapa
jurnal tersebut dapat dikatakan jika penanganan dan terapi rehabilitasi efektif
untuk korban gempa bumi dengan PTSD dan perlu untuk terus dikembangkan.

Kata kunci: gempa bumi, Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), penanganan
PTSD, rehabilitasi.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 dalam Gulo (2014)
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, faktor
non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam, berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (BNPB, 2012).
Bencana alam telah banyak terjadi di wilayah Indonesia. Salah satu
bencana alam yang sering terjadi di Indonesia yaitu bencana alam berupa gempa
bumi. Wilayah posisi Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng
tektonik dunia yakni Lempeng Indo-Australian, Eurasia dan Lempeng Pasifik
yang apabila bertemu dapat menghasilkan tumpukan energi yang memiliki
ambang batas tertentu. Di samping itu, terdapat banyak sesar-sesar aktif yang
terletak pada badan pulau di pulau-pulau Indonesia. Akibat dari tatanan yang
demikian membuat wilayah kepulauan Indonesia menjadi daerah rawan gempa
bumi (Novianta, 2015).
Gempa bumi sering terjadi di seluruh dunia, namun kebanyakan dari
kejadian gempa tersebut tidak penting karena intensitas atau jaraknya jauh dari
daerah berpenduduk. Gempa bumi mengakibatkan hilangnya nyawa yang
signifikan jarang terjadi. Pusat Penelitian Epidemiologi Bencana Dunia (CRED)
menyediakan daftar bencana yang diperbarui dan, untuk satu yang harus
dipertimbangkan, gempa harus memenuhi satu atau lebih dari kriteria berikut: i)
sepuluh atau lebih orang melaporkan terbunuh, ii) 100 orang atau lebih dilaporkan
terkena dampak, iii) meminta bantuan internasional, atau iv) deklarasi keadaan
darurat. Sejak tahun 2000, sebanyak 456 bencana terkait gempa sesuai kriteria
diatas telah didokumentasikan secara global (32 di Eropa) (Navarro, 2017).
Sedangkan kejadian gempa di Indonesia menurut BNPB (2017) dalam Buku
Capaian Kinerja 2016 menyebutkan bahwa selama 2016 terjadi 5.578 gempa bumi
atau rata-rata 460 gempa setiap bulan. Berdasarkan kekuatannya terdapat 181 kali
gempa di atas 5 SR, 10 kali gempa dengan kekuatan 6-6,9 SR dan 1 kali gempa
berkekuatan 7,8 SR pada 2 Maret 2016.
Menurut Erwina (2010) dalam Gulo (2014), salah satu bentuk dampak
psikologis yang sering ditemui pada masyarakat korban bencana alam adalah Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD). Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
sebenarnya muncul sebagai manifestasi dari pengalaman mengerikan.
Penderitanya adalah mereka yang merupakan korban hidup yang secara fisik
selamat, tetapi secara mental masih berada dalam tekanan psikologis dan terus-
menerus berada dalam keadaan tersebut (Hartuti, 2009 dalam Gulo, 2014).
Individu dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) akan mengalami ansietas
dan selalu teringat trauma melalui memori, mimpi atau reaksi terhadap isyarat
internal tentang peristiwa yang terkait dengan trauma. Gangguan ini dapat terjadi
pada semua usia, termasuk anak-anak dan remaja (APA, 2000; Videback, 2008
dalam Astuti, 2012 dalam Gulo, 2014).
Gangguan stres pascatrauma (PTSD) adalah salah satu gangguan patologis
yang paling umum setelah terpapar trauma. Jumlah studi tentang trauma dan
PTSD telah meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Ada konsensus yang
berkembang bahwa perbedaan individu yang hebat ada kaitannya dengan respons
jangka panjang posttrauma. PTSD yang umum diamati pada studi trauma
sebelumnya mencakup 'hambatan' (minimal atau tidak ada gejala dari waktu ke
waktu), 'disfungsi kronis' (gejala sedang atau berat dari waktu ke waktu),
'disfungsi tertunda' (gejala minimal / tidak ada gejala diikuti dengan gejala tinggi),
'pemulihan' (gejala awalnya moderat / parah diikuti oleh kembalinya fungsi pra-
trauma secara bertahap) dan 'kambuh / pengantaran' (gejala yang menunjukkan
jalur siklis) (Fan, 2015). Diperkirakan oleh para peneliti, pemulihan PTSD bisa
memerlukan waktu 8 tahun lebih bagi mereka yang mengalami stres setelah
bencana (Kusumo, 2009 dalam Gulo, 2014).
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan tersebut diketahui bahwa
negara Indonesia sangat sering mengalami bencana gempa bumi yang dapat
menimbulkan efek Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) bagi korbannya, untuk
itu sangat perlu adanya penanganan dan rehabilitasi post traumatic stress disorder
pada korban gempa bumi ini, agar tetap dapat tercapai kesehatan yang optimal
untuk korban gempa bumi dan trauma pada korban tidak berkepanjangan.

1.2 Metode
Metode yang digunakan adalah metode literature review dari berbagai
jurnal internasional tentang Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada korban
gempa bumi dibebarapa negara. Literatur review dilakukan dengan cara membaca,
memahami, mengkritik, dan mereview literature dari berbagai macam sumber,
dalam hal ini sumber yang digunakan adalah jurnal internasional yang dicari
melalui ProQuest, Biomedcentral, Science Direct, EBSCO, Google Cendekia, dan
lain-lain dengan literature jurnal yang terpublish 5 tahun terakhir. Kata kunci yang
digunakan untuk mencari literature agar sesuai dengan tema adalah menggunakan
kata Post Traumatic Stress Disorder In Earthquake Victims. Setelah memperoleh
jurnal yang sesui, tahap review jurnal dilakukan untuk menemukan ulasan,
rangkuman, dan pemikiran penulis tentang tema yang dibahas.

1.3 Ringkasan Artikel


1. Judul: Post-traumatic Stress Disorder among Medical Personnel after Nepal
earthquake, 2015
Penulis
Shrestha R (2015)
Sampel
64 Petugas Medis profesional medis atau tenaga medis dirumah sakit Manmohan
Memorial Teaching, Swoyambhu, Kathmandu, Nepal..
Metode
Cross sectional deskriptif dilakukan di antara para profesional medis di Rumah
Sakit Manmohan Memorial Teaching, Swoyambhu, Kathmandu, Nepal.
Intervensi
Intervensi dengan dua cara: 1.menggunakan kriteria diagnostik DSM V (paling
sedikit satu gangguan, satu penghindaran, dua perubahan negatif dalam kognisi /
mood dan dua perubahan pada gejala gairah dan reaktivitas); dan 2. skor cutoff
30.
Target intervensi psikologis dan mendukung pencegahan di tempat kerja harus
dimulai lebih awal dan terus dari waktu ke waktu untuk mengurangi
perkembangan PTSD dan sekuel kejiwaan lainnya. Kelelahan pekerja medis,
perhatian dan tindakan harus dilaksanakan untuk memperbaiki kondisi kerja untuk
staf medis saat bencana (misalnya pentingnya rotasi staf untuk mencegah terbakar,
mengembangkan program pendidikan untuk staf untuk menginformasikan gejala
dan teknik manajemen stres).
Hasil
Prevalensi keseluruhan posttraumatic stress disorder (PTSD) di antara semua
personil kesehatan adalah 21,9% (n = 14/64) dan 17,1% (n = 11/64) menggunakan
skor cutoff dan criter diagnostik besarbesaran masing-masing. Perempuan
mencetak secara signifikan lebih tinggi daripada laki-laki. Tidak ada perbedaan
signifikan yang diamati menurut umur, status perkawinan, profesi, pengalaman
bencana sebelumnya, peristiwa tragis dengan kerabat. Mereka yang hadir di
rumah sakit selama masuknya awal korban, menyaksikan pasien yang menderita,
bekerja waktu ekstra berisiko cukup tinggi untuk pengembangan PTSD. PTSD
sangat umum di kalangan profesional kesehatan setelah manajemen bencana dan
oleh karena itu menyoroti kebutuhan untuk intervensi yang ditargetkan untuk staf
khusus yang merespon bencana besar untuk mengurangi beban psikologis.

2. Judul: Post-Traumatic Stress Disorder and other mental disorders in the


general population after Lorca's earthquakes, 2011 (Murcia, Spain): A cross-
sectional study
Penulis
Fernando Navarro-Mateu, Diego Salmero´n, Gemma Vilagut, Ma Jose´ Tormo,
Guadalupe Ruı´z-Merino, Teresa Esca´mez, Javier Ju´dez, Salvador Martı´nez,
Karestan C. Koenen, Carmen Navarro, Jordi Alonso, Ronald C. Kessle (2017)
Sampel
populasi dewasa umum (berusia 18 atau lebih) di Murcia.
Metode
A cross-sectional study
Intervensi
survei wawancara tatap muka cross-sectional terhadap sampel perwakilan orang
dewasa yang tidak dilembagakan di Murcia. Ukuran hasil utama adalah prevalensi
dan tingkat keparahan gangguan kecemasan, mood, impuls dan zat dalam 12
bulan sebelumnya terhadap survei, yang dinilai menggunakan Composite
International Diagnostic Interview (CIDI 3.0). Variabel sosiodemografi, riwayat
gangguan mental dan stres terkait sebelumnya dimasukkan sebagai variabel
independen dalam analisis regresi logistik.
Hasil
Sejumlah 412 peserta (tingkat tanggapan: 71%) diwawancarai. Perbedaan
signifikan dalam prevalensi mental 12 bulan ditemukan di Lorca dibandingkan
dengan jumlah lainnya di Murcia untuk setiap (12,8% vs 16,8%), PTSD (3,6% vs
0,5%) dan gangguan kecemasan lainnya (5,3% vs 9,2%) p≤ 0,05 untuk
semua). Tidak ada perbedaan yang ditemukan untuk prevalensi 12 bulan dari
setiap suasana hati atau kelainan zat apapun. Dua prediktor utama untuk
mengembangkan gangguan mental pasca gempa 12 bulan adalah gangguan mental
sebelumnya dan tingkat keterpaparan. Faktor risiko lainnya termasuk jenis
kelamin perempuan dan pendapatan rata-rata rendah.

3. Judul: A Cross-Sectional Study on Risk Factors of Posttraumatic Stress


Disorder in Shidu Parents of the Sichuan Earthquake
Penulis
Ziqi Wang dan Jiuping Xu (2016)
Sampel
Survei cross-sectional terhadap 357 peserta dilakukan dari Mei sampai September
2014. 176 responden berasal dari 324 responden 10 kabupaten yang rusak berat
dan 148 responden dari 12 negara rusak sedang.
Metode
Study Cross-Sectional
Intervensi
Kuesioner penilaian memiliki dua bagian. Pertama mengumpulkan data demografi
dasar seperti usia, jenis kelamin, etnisitas dan dukungan sosial selama 6 tahun
sebelumnya. Itu Bagian kedua memiliki dua sisik, seperti yang dijelaskan di
berikut. Gejala PTSD dinilai menggunakan PTSD CheckList-Civilian Versi
(PCL-C) yang memiliki 17 item, masing-masing yang sesuai dengan gejala di
Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Mental, Edisi Keempat (DSMIV)
Kriteria PTSD B, C, dan D. Versi Cina dari PCL-C telah menunjukkan
kesepakatan dan suara diagnostik yang baik reliabilitas dan validitas.
Hasil
Prevalensi PTSD pada orang tua Shidu sangat bervariasi Kabupaten yang rusak
ditemukan 83,5% dan cukup moderat Kabupaten yang rusak adalah 72,3%
(berdasarkan DSM-IV kriteria). ada statistik Perbedaan signifikan untuk
prevalensi PTSD pada keduanya kelompok usia, etnis, tingkat pendidikan, usia
anak, jenis kelamin anak, dukungan sosial selama 6 tahun sebelumnya, dan
ketahanan (p \ 0,05). Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan ditemukan di
antara jenis kelamin di kedua kelompok.

4. Judul: Dysfunction and Post-Traumatic Stress Disorder in Fracture Victims


50 month after the Sichuan Earthquake
Penulis
Jun Ni, Jan D. Reinhardt, Xia Zhang, et al (2013)
Sampel
459 korban patah tulang yang tertimpa gempa dari negara Mianzhu.
Metode
metode yang digunakan yaitu survei crossectional yang dilakukan pada bulan juli
2012 dengan menggunakan desain kohort retrospektif untuk membandingkan
sekelompok korban yang menjalani rehabilitasi dengan kelompok yang tidak
mendapat rehabilitasi. Dengan tim peneliti yang dilakukan oleh dokter termasuk
fisiotris, terapis dan perawat.
Intervensi
Intervensi yang dilakukan yaitu upaya rehabilitasi secara menyeluruh pada gempa
bumi yang terjadi di Sichuan, termasuk intervensi terapeutik, pelatihan dan
pendidikan, serta rehabilitasi kejuruan dan sosial dan dilakukan segera dan
bersamaan dengan pengobatan klinis. Pengobatan tersebut dilakuakan oleh dokter
rehabilitasi dan terapis menggunakan kekuatan otot, rentang gerak sendi (ROM),
fungsi sensorik dan uji keseimbangan kapasitas sit-to-stand
Hasil
Studi menunjukkan bahwa kejadian disfungsi fisik dan PTSD pada 50 bulan
setelah kejadian bencana gempa bumi Sichuan 2008 menjadi berkurang secara
signifikan pada korban yang selamat ketika mengikuti atau menjalani rehabilitasi.
Terapi rehabilitatif memiliki hasil fungsional yang lebih baik dan terbukti
mengurangi komplikasi dan dengan demikian dapat meningkatkan kualitas hidup.
Ada beberapa penjelasan yang disebutkan bahwa terapi rehabilitatif berfungsi
memperbaiki kesehatan fungsional, dan memperbaiki fungsi kesehatan yang lebih
baik

5. Judul : Post- Traumatic Stress Symptoms And Post-Traumatic Growth:


Evidence From A Longitudinal Study Following An Earthquake Disaster
Penulis
Jieling chen, Xiao Zeng, Xinchun Wu
Sampel
122 orangg dewasa yang parah terkena dampak setelah terjadi gempa yang terjadi
di Wenchuan China
Metode
Metode yang digunakan self report questionnaires, yang dilakukan di daerah yang
paling terkena dampak gempa bumi wenchuan dimana survei yang dilakukan dari
akhir mei sampai awal juni di tahun 2009 dan 223 orang dewasa disurvei oleh
random cluster sampling dan 122 peserta yeng telah mengikuti survei pertama
diwawancarai dalam survei tindak lanjut.
Intervensi
Untuk mengurangi gejala dari PTSD maka dilakukan menunjukkan
perkembangan perubahan positif, merasakan makna dan harapan yang didalamnya
dapat mengimbangi kognisi negatif dan tekanan emosional, strategi ini digunakan
individu untuk menghindari trauma.
Hasil
Hasil menunjukkan bahwa PTG pada 12 bulan pasca gempa dapat menunjukkan
prediksi PTSS secara negatif pada 18 bulan pasca gempa, sedangkan PTTS pada
12 bulan pasca gempa tidak bisa secara signifikan mempridiksi PTG berikutnya.

6. Judul : Prevalence And Risk Factors Of Posttraumatic Stress Disorder Among


Teachers 3 Months After The Lushan Earthquake
Penulis
Juz zhang, Ye Zhang, Changhui Du et al (2013)
Sampel
21 sekolah dasar dan sekolah menengah di Baoxing County, itu dipilih karena
kepala sekolah dan manajer Biro pendidikan kabupaten Baoxing.
Metode
Penelitian dilakukan di Baoxing County, dengan menjalani penilaian 2 tahap
dimana peserta harus menyelesaikan kuesioner, dan tahap dua harus
menyelesaikan wawancara telepon 1 ke 1 untuk menangani kriteria PTSD MINI
oleh 4 penyidik.
Intervensi
Fokus pada mengurangi gejala stress posttraumatic pada siswa mereka, dukungan
sosial, mengatasi masalah tidur, dan menciptakan keamanan somatik dengan baik.
Hasil
PTSD biasanya terlihat pada guru setelah gempa bumi, Prevalensi PTSD adalah
24,4% di antara para guru, dimana hal ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya dilakukan diantara korban selamat setelah gempa. Daerah
bencana tidak hanya rentan terhadap pengorbanan langsung umum untuk semua
warga negara, tapi mungkin juga mengahadapi tantangan tambahan melalui
profesi meereka. Mereka sering fokus mengurangi gejala stres posttraumatic siswa
mereka.

7. Judul: Acute stress disorder as a predictor of posttraumatic stress: A


longitudinal study of Chinese children exposed to the Lushan earthquake
Penulis
Peiling Zhou; Yuqing Zhang; Chuguang Wei; Zhengkui Liu; Walter Hannak
(2016)
Sampel
Sampel terdiri dari 197 siswa mulai dari kelas empat sampai kelas delapan.
Mereka diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Dari 197 siswa, 92
(46,7%) diidentifikasi sebagai laki-laki dan sisanya 105 (53,3%) diidentifikasi
sebagai perempuan. Semua siswa selamat dari gempa bumi Lushan. Mayoritas
(172 siswa, 87,3%) adalah etnis Han, dengan hanya sejumlah kecil kelompok
etnis lainnya termasuk (lima siswa adalah Qiang dan 20 adalah Zang).
Metode
Studi ini didasarkan pada penilaian pendahuluan trauma psikologis siswa dari
Sekolah Menengah Longxing, Lushan, yang terletak di pusat gempa. Ada empat
protokol dalam penelitian ini. Pada Waktu 1 (T1), 2 minggu setelah gempa, data
tentang reaksi akut setelah trauma dikumpulkan. Tingkat keparahan gejala PTSD
dinilai pada 2 bulan (Waktu 2, T2), 6 bulan (Sisa 3, T3) dan 12 bulan (Sisa 4, T4)
pasca bencana.
Intervensi
Sebelum melakukan Survei seluruh responden diberikan lembar persetujuan yang
harus di tanda tangani. Setelah itu responden diberikan kuesioner mengenai
informasi demografis untuk mengukur keterpaparan trauma selama gempa. Data
dikumpulkan pada 2 minggu setelah kejadian trauma dan lagi pada interval 2
bulan. Pengalaman bencana dan paparan bencana Kuesioner pertama (T1)
memasukkan pertanyaan tentang kerusakan akibat tingkat pemaparan korban
terhadap gempa tersebut. Skala Disorder Stress Disorder (ASDS) untuk DSM-IV
digunakan untuk memeriksa gejala ASD pada siswa. Gejala PTSD pada siswa di
Longxing Middle School dinilai oleh University of California di Los Angeles
Post-Traumatic Stress Disorder Reaction Index (UCLA-PTSD) untuk anak-anak 2
bulan setelah gempa. Secara berkala penelitian ini dilakukan dalam T4 atau
selama 12 bulan (T1 2 minggu setelah Bencana, T2 2 bulan setelah bencana, T3 6
bulan setelah bencana dan T4 12 bulan setelah Bencana)
Hasil
Dari jumlah responden 197 siswa yang mengalami gempa Lushan di Sekolah
Menengah Longxing. Hasilnya menunjukkan bahwa 28,4% anak-anak menderita
ASD, namun hanya sebagian kecil dari populasi yang terus mengembangkan
PTSD. Di antara semua siswa, 35,0% dari mereka yang memenuhi kriteria ASD
didiagnosis dengan PTSD pada interval 12 bulan.

8. Judul: Traumatic Severity and Trait Resilience as Predictors of Posttraumatic


Stress Disorder and Depressive Symptoms among Adolescent Survivors of the
Wenchuan Earthquake
Penulis
Liuhua Ying; Xinchun Wu; Chongde Lin; Lina Jiang (2014)
Sampel
Dalam penelitian tersebut, 3, 052 anak yang selamat secara acak dipilih dari 20
sekolah dasar dan menengah di kabupaten Wenchuan dan Maoxian, dua daerah
yang paling parah terkena dampak gempa. Peserta ini rata-rata berusia 13 tahun
(SD = 2,27), dengan rentang usia antara 8 sampai 19 tahun, dan 53,5% adalah
perempuan. Responden yang terpilih menjadi sampel sekitar 788 anak.
Metode
788 peserta dipilih secara acak dari sekolah menengah di kabupaten Wenchuan
dan Maoxian, dua daerah yang paling parah terkena dampak gempa. Peserta
menyelesaikan empat kuesioner utama termasuk Skala Gejala PTSD Anak, Pusat
Skala Depresi Studi Epidemiologi untuk Anak-anak, Skala Ketahanan Connor dan
Davidson, dan Tingkat Keterpaparan terhadap Skala Gempa. Empat penilaian
diselesaikan pada 12, 18, 24 dan 30 bulan setelah gempa Wenchuan. Siswa
diberikan deskripsi penelitian yang sedang dilakukan dan diinformasikan bahwa
partisipasi bersifat sukarela dan mereka berhak menolak untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini. Informed consent tertulis diperoleh dari masing-masing
subjek. Di bawah pengawasan orang-orang terlatih dengan gelar Master di bidang
psikologi, para peserta membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk menyelesaikan
kuesioner rahasia di kelas mereka.
Intervensi
Penelitia ini bertujuan untuk membantu anak-anak mengatasi akibat gempa, tidak
ada insentif yang ditawarkan kepada siswa atas partisipasi mereka selain
konseling yang mungkin jika diperlukan untuk menghilangkan trauma tersebut.
Hasil
Setelah disesuaikan dengan pengaruh usia dan jenis kelamin, empat aspek
keparahan trauma (yaitu, paparan langsung, keterpaparan langsung, kekhawatiran
orang lain, dan kerusakan rumah) berhubungan positif dengan tingkat keparahan
PTSD dan gejala depresi, sedangkan ketahanan sifatnya negatif. terkait dengan
PTSD dan gejala depresi dan memoderasi hubungan antara pengalaman subyektif
(yaitu, khawatir tentang orang lain) dan PTSD dan gejala depresi.

9. Judul: The incidence of post-traumatic stress disorder among survivors after


earthquakes:a systematic review and meta-analysis
Penulis
Wenjie Dai; Long Chen; Zhiwei Lai; Yan Li; Jieru Wang; Aizhong Liu (2016)
Sampel
Empat puluh enam artikel yang relevan yang diambil melalui Database elektronik
PubMed, Embase, Web of Science dan Psyc ARTICLES.
Metode
Database elektronik PubMed, Embase, Web of Science dan PsycARTICLES
dicari untuk artikel yang relevan dalam penelitian ini. Kriteria Loney digunakan
untuk menilai kualitas artikel yang memenuhi syarat. Kejadian gabungan PTSD
diperkirakan dengan menggunakan metode transformasi arcsine Freeman-Tukey.
Analisis subkelompok dilakukan dengan menggunakan variabel berikut: waktu
penilaian PTSD, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, kerusakan
pada rumah seseorang, duka cita, luka tubuh dan kematian saksi. Jadi pada
kesimpulannya metode yang digunakan penelitian ini adalah Tinjaun Sistematis
(review literatur terstruktur yang dirancang untuk menjawab pertanyaan yang
secara jelas dirumuskan) dan Meta analisis (teknik statistika yang mengabungkan
dua atau lebih penelitian sejenis sehingga diperoleh paduan data secara
kuantitatif).
Intervensi
Tidak ada intervensi dalam penelitian ini karena penelitian ini merupakan
penelitian yang mengumpulkan Artikel-artkel tentang Insiden gangguan stres
pascatrauma di antara korban selamat setelahnya gempa bumi. Namun dari hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa hampir 1 dari 4 korban gempa didiagnosis
memiliki PTSD. Oleh karena itu, pemerintah daerah merencanakan intervensi
psikologis yang efektif bagi korban gempa.
Hasil
Empat puluh enam artikel yang memenuhi syarat yang berisi 76.101 korban
gempa memenuhi kriteria inklusi, dimana 17.706 didiagnosis memiliki PTSD.
Dengan menggunakan model efek acak, gabungan kejadian PTSD setelah gempa
bumi adalah 23,66%. Selain itu, gabungan insiden PTSD di antara korban yang
didiagnosis tidak lebih dari 9 bulan setelah gempa adalah 28,76%, sedangkan
untuk korban selamat yang didiagnosis pada lebih dari sembilan bulan setelah
gempa, kejadian gabungan adalah 19,48%. Tingkat heterogenitas yang tinggi (I2
= 99,5%, p <0,001) diamati pada hasil, dengan kejadian berkisar antara 1,20
sampai 82,64%. Analisis subkelompok menunjukkan bahwa kejadian PTSD
setelah gempa bervariasi secara signifikan pada penelitian terkait dengan penilaian
PTSD, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kerusakan pada rumah seseorang,
kehilangan dendam, cedera tubuh dan kematian saksi. Namun, analisis bertingkat
tidak bisa sepenuhnya menjelaskan heterogenitas hasilnya.

10. Judul: A Longitudinal Study of Posttraumatic Stress Disorder Symptoms and


Its Relationship with Coping Skill and Locus of Control in Adolescents after
an Earthquake in China
Penulis
Weiqing Zhang; Hui Liu; Xiaolian Jiang; Dongmei Wu; Yali Tian (2014)
Sampel
1.420 remaja dievaluasi dua kali setelah gempa dengan Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) Checklist-Civilian Version, Skala Internal, Powerfull, dan Skala
Kesempatan dan Coping Styles Scale. Studi ini dilakukan di lima sekolah
menengah yang paling parah rusak di sekitar pusat gempa. Semua siswa direkrut
sesuai dengan kriteria sampel berikut: 1) siswa mengalami gempa secara
langsung; 2) baik siswa dan orang tua atau wali mereka setuju untuk
berpartisipasi; dan 3) umur siswa berkisar antara 12-20 tahun.
Metode
Penelitian ini menggunakan observational longitudinal design. Data dikumpulkan
dengan menggunakan Post Traumatic Stress Disorder Checklist-Civilian Version,
Skala Internal, Powerfull, dan Skala Kesempatan dan Coping Styles Scale..
Pengumpulan data kali pertama dilakukan pada 3 bulan setelah gempa.
Intervensi
Peserta yang telah menerima partisipasi dalam penyelidikan tindak lanjut dinilai
kembali 14 bulan kemudian. Evaluasi baseline terdiri dari data demografi, fitur
eksposur gempa, karakteristik internal dan gejala PTSD, sedangkan studi lanjutan
terdiri dari data demografi dan gejala PTSD
Hasil
Hasilnya menunjukkan bahwa skor rata-rata gejala Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) menurun secara signifikan dan tingkat positif gejala PTSD juga
menurun secara nyata pada 17 bulan dibandingkan dengan 3 bulan pasca gempa.
Lokasi pengendalian internal dan keterampilan koping merupakan faktor tangguh
yang efektif untuk pengembangan dan pemeliharaan gejala PTSD, sementara
lokus kontrol peluang merupakan faktor risiko yang kuat terhadap gejala PTSD
dan juga perempuan, terluka, dan kehilangan harta benda. Skrining berkelanjutan
direkomendasikan untuk mengidentifikasi korban gempa remaja dengan gejala
PTSD. Perhatian lebih harus diberikan kepada orang-orang yang selamat dari
remaja yang cenderung mengadopsi strategi koping negatif yang merespons
peristiwa trauma dan yang memiliki atribusi kausal eksternal.

11. Judul: What are the determinants of post-traumatic stress disorder: age,
gender, ethnicity or other? Evidence from 2008 Wenchuan earthquake
Penulis
P. Kun; X. Tong; Y. Liu; X. Pei a; H. Luo a (2013)
Sampel
Survei dilakukan secara terpisah di empat kabupaten di Provinsi Sichuan, dengan
total responden pada tahun 2004. Kota Beichuan dan Kota Dujiangyan rusak lebih
parah daripada Kabupaten Yaan dan Kabupaten Langzhong saat terjadi gempa.
Secara keseluruhan, 1890 rumah tangga diwakili, dengan rata-rata 2,2 responden
per rumah tangga.
Metode
Data dikumpulkan dengan menggunakan wawancara terstruktur, dan Kuesioner
Harvard Trauma and Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
kriteria Fourth Edition digunakan untuk mendiagnosis PTSD.
Intervensi
Intervensi yang dirancang untuk mengurangi PTSD di antara populasi yang
terkena dampak gempa 2008 harus berfokus pada orang-orang tanpa pendapatan
rumah tangga, mereka yang memiliki rumah tangga yang rusak dan mereka yang
mengalami kematian anggota keluarga. Intervensi psikososial yang efektif,
berkelanjutan dan budaya sensitif dan layanan kesehatan mental diperlukan, dan
perhatian harus ditujukan kepada orang-orang yang selamat yang mengalami
kematian anggota keluarga, wanita dan orang dewasa yang lebih tua setelah
bencana alam yang menghancurkan.
Hasil
Tingkat prevalensi dugaan PTSD adalah 47,3% (n ¼ 436) di daerah yang rusak
berat dan 10,4% (n ¼ 93) di daerah yang rusak ringan. Tingkat prevalensi gejala
PTSD di antara orang tua, tengah umur dan dewasa muda masing-masing adalah
55,8%, 50,2% dan 28,6% (P ¼ 0,001), di daerah yang rusak parah. Usia yang
lebih tua, jenis kelamin perempuan, tidak menikah / bercerai / janda, etnis
minoritas, kematian anggota keluarga, tidak ada pendapatan rumah tangga dan
rumah tangga yang rusak merupakan faktor risiko independen untuk gejala PTSD
di daerah yang rusak parah. Pemerintah harus mendukung kegiatan menghasilkan
pendapatan dan memperbaiki kondisi kehidupan. Petugas lapangan terlatih dapat
membantu penilaian dan rujukan PTSD, dan layanan kesehatan pedesaan yang ada
dapat digunakan untuk memberikan perawatan untuk gangguan kejiwaan umum.

12. Judul: Coping And PTSD Symptoms in Pakistani Earthquake Survivors:


Purpose in Life, Religious Coping And Social Support
Penulis
Adriana Feder; Samoon Ahmad; Elisa J. Lee; Julia E. Morgan; Ritika Singh;
Bruce W. Smith; Steven M. Southwick; Dennis S. Charney (2012)
Sampel
Korban gempa dewasa (N ¼ 200) direkrut dari yang terkena dampak adalah
seperti di Northwestern Pakistan dan menyelesaikan kuesioner laporan sendiri
yang mengukur PTSD dan gejala depresi, positif dan pengaruh negatif, dan empat
variabel psikososial (tujuan hidup, positif dan negatif religius coping, dan
dukungan sosial).
Metode
Metode dalam jurnal ini menggunakan kuisioner. Penelitian ini disetujui oleh
Institutional Review Board PT Universitas New York. Informed consent diperoleh
dari semua subjek sebelum kuesioner self-report diberikan. Formulir persetujuan
diterjemahkan ke bahasa Urdu dan dibacakan dan menjelaskan kepada peserta
yang buta huruf sebelum mendapat persetujuan diperoleh. Semua kuesioner juga
diterjemahkan ke bahasa Urdu dan ditinjau oleh tim konsensus sebelum mereka
diadministrasikan.
Hasil
Enam puluh lima persen peserta memenuhi kriteria untuk kemungkinan PTSD.
Tujuan hidup dikaitkan dengan tingkat gejala yang lebih rendah dan emosi positif
yang lebih tinggi. Suatu bentuk pengabdian religius negatif (merasa dihina oleh
dosa Tuhan atas dosa spiritualitas) dikaitkan dengan tingkat gejala dan emosi
negatif yang lebih tinggi. Dukungan sosial yang lebih tinggi dikaitkan dengan
emosi positif yang lebih tinggi. Hubungan signifikan lainnya juga diidentifikasi.
Temuan menunjukkan bahwa beberapa faktor psikososial mungkin melindungi
lintas budaya, dan bahwa penggunaan penanganan keagamaan negatif dikaitkan
dengan hasil kesehatan mental yang lebih buruk di korban gempa. Penelitian ini
dapat menginformasikan intervensi pencegahan dan pengobatan untuk korban
gempa di Pakistan dan negara-negara industri lainnya yang kurang berkembang
karena mereka adalah layanan kesehatan perkembangan.

13. Judul: Subliminal trauma reminders impact neural processing of cognitive


control in adults with devellopmental earthquake trauma: a preliminary
report
Penulis
Xue Du; Yu Li; Qian Ran; Pilyoung Kim; Barbara L; Ganzel; Guang Sheng
Liang; Lei Hao; Qinglin Zhang; Huaqing Meng; Jiang Qiu (2016)
Sampel
Tiga puluh sukarelawan dari Universitas Southwest China berpartisipasi dalam
penelitian ini. Mereka semua memiliki tangan kanan dan sehat, mulai usia 19
sampai 23 tahun. Ada 16 orang yang selamat dari gempa Wenchuan 2008
(kelompok korban, tujuh laki-laki dan delapan orang wanita) dan 14 subyek
kontrol (kelompok kontrol, delapan laki-laki dan tujuh perempuan). Saat terjadi
gempa Wenchuan, subjek dalam kelompok yang selamat semuanya paling tinggi
siswa sekolah yang tinggal di daerah bencana yang paling serius (misalnya, di
kota Mianyang, 140 km dari pusat gempa bumi, atau di kota Deyang, berjarak 101
km dari sumber episenter. Apalagi semua korban selamat di skrining untuk Post
Traumatic Stress Disorder ( PTSD) oleh seorang psikiater klinis dengan keahlian
dalam menggunakan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Edisi
Keempat (DSM-IV: American Psychiatric Association, 1994). Tidak satu pun
korban yang selamat memenuhi standar klinis untuk PTSD. Kelompok kontrol
terdiri dari relawan yang juga terdaftar di SMA pada tanggal 12 Mei 2008, namun
tinggal jauh dari pusat gempa (misalnya di Beijing kota, 1933 km dari pusat
gempa, atau di kota Jinan, 1593 km dari pusat gempa). Anggota kelompok kontrol
tidak memiliki keluarga atau teman dekat dirugikan dalam bencana Individu
dengan masa lalu dan sekarang gangguan kejiwaan dan / penyakit medis akut atau
kronis dikecualikan dari partisipasi dalam penelitian ini. Subjek semua memiliki
penglihatan normal atau koreksi normal.
Metode
Penelitian ini menggunakan menggunakan pencitraan resonansi magnet
fungsional untuk membandingkan efek subliminal priming dengan gambar terkait
gempa di kelompok kontrol selama tugas Stroop pada korban selamat dari
Wenchuan 2008 gempa di China (kelompok korban selamat, korban selamat
remaja pada saat gempa) dan diimbangi kontrol (kelompok kontrol).
Intervensi
Peserta yang telah menerima partisipasi dalam penyelidikan kemudian dilakukan
The Beck Depression Inventory (BDI), yaitu pengukuran konservatif untuk
melihat perubahan gejala simtomatologi (Dobson 1989), digunakan dalam
penelitian ini setelah skrining untuk menilai tingkat keparahan gejala depresi; Ini
mencakup 21 poin laporan pribadi yang diberi nilai pada skala empat poin dari
"tidak ada gejala"(0) sampai "gejala paling parah"(3) (Blackburn 1987; Rabkin
dan Klein 1987; Reinecke 2000). Itu mengukur kognitif, perilaku, afektif, dan
komponen somatik depresi. Skor yang lebih tinggi mewakili gejaladepresi yang
lebih parah (Beck 1967). BDI dianggap menjadi ukuran yang valid dan dapat
diandalkan untuk tingkat keparahan depresi gejala pada sampel klinis dan non
klinis
Hasil
Hasilnya menunjukkan bahwa gempa Wenchuan memang memiliki pengaruh
signifikan pada korban selamat, yang menunjukkan kelainan dalam kaitan antara
daerah otak yang berhubungan dengan emosi memori, regulasi emosi, dan kontrol
kognitif. Perbedaan yang berkaitan dengan trauma ini tampak menormalkan
dalam kondisi beban kognitif. Berdasarkan hasil tersebut, ini menunjukkan bahwa
bahkan setelah 3 tahun gempa. Orang yang selamat masih menunjukkan aktivasi
otak "atipikal" dibandingkan dengan populasi yang tidak terkena gempa. Oleh
karena itu, hal ini memberikan dasar lebih lanjut untuk intervensi dengan trauma
yang terpapar populasi yang tidak memiliki PTSD, khususnya dalam kasus
pemaparan trauma perkembangan.

14. Judul: Longitudinal trajectories of post-traumatic stress disorder symptoms


among adolescents after the Wenchuan earthquake in China
Penulis
F. Fan; K. Long; Y. Zhou; Y. Zheng; X. Liu (2015)
Sampel
Peserta diambil sampel dari SMP (kelas 7-9) dan SMA (kelas 10-12) di
Dujiangyan, salah satu kota yang paling terkena dampak gempa bumi. Hanya anak
kelas 7 dan 10 yang secara sukarela direkrut untuk penelitian ini sehingga peserta
bisa diikuti minimal 2 tahun sebelum mereka lulus. Dua sekolah yang dipilih
adalah sekolah negeri dengan sejumlah besar pendaftaran, dan siswa datang dari
berbagai latar belakang sosio-ekonomi. Demikian, sampel dapat dianggap
mewakili populasi siswa sekolah menengah di kabupaten Dujiangyan.
Metode
Demografi remaja dan eksposur gempa dinilai dengan kuesioner yang dirancang
sendiri. Demografis informasi meliputi jenis kelamin, kelas dan saudara kandung
jumlah. Pemaparan gempa dinilai oleh empat item: (1) kematian, lenyapnya dan /
atau cedera anggota keluarga; (2) kerusakan rumah; (3) kehilangan harta benda;
dan (4) saksi langsung peristiwa traumatis. Pertama item termasuk lima pilihan: 1
= kematian anggota keluarga; 2 = menghilangnya anggota keluarga; 3 = serius
cedera anggota keluarga; 4 = cedera sedang aanggota keluarga; dan 5 = tidak satu
pun di atas. Yang lain tiga item diberi nilai pada skala Likert lima poin dengan 1
mewakili tingkat paparan tertinggi dan 5 mewakili terendah. Posttraumatic
Disorder Self-Rating Skala (PTSD-SS) (Liu et al 1998) digunakan untuk menilai
Gejala PTSD pada keempat survei tersebut.
Intervensi
Sebanyak 1573 pemuda yang selamat ditindaklanjuti pada waktu 6, 12, 18 dan 24
bulan pasca gempa. Peserta melengkapi Posttraumatic Self-Rating Scale (PTSD-
SS), daftar Riwayat Hidup Remaja, skala tingkat dukungan sosial, dan kuesioner
gaya coping sederhana. Pola berbeda dari lintasan gejala PTSD didirikan melalui
pengelompokan peserta berdasarkan perubahan waktu yang bervariasi dalam
pengembangan PTSD (yaitu menjangkau cut off klinis pada PTSD-SS). Regresi
logistik multivariat digunakan untuk memeriksa prediktor untuk lintasan
keanggotaan.
Hasil
Tingkat prevalensi PTSD pada tanggal 6, 12, 18 dan 24 bulan masing-masing
adalah 21,0, 23,3, 13,5 dan 14,7%. Lima gejala PTSD yang diamati: resistensi
(65,3% sampel), pemulihan (20,0%), kambuh / pengampunan (3,3%), tertunda
disfungsi (4,2%) dan disfungsi kronis (7,2%). Jenis kelamin wanita dan kelas
senior terkait dengan risiko pengembangan yang lebih tinggi. Gejala PTSD
setidaknya dalam satu titik waktu, padahal menjadi anak tunggal meningkatkan
kemungkinan pemulihan relatif untuk disfungsi kronis. Cedera / kehilangan
anggota keluarga dan saksi kejadian traumatis juga dapat menyebabkan PTSD
kronisitas. Kejadian hidup yang lebih negatif, kurang mendapat dukungan sosial,
penanganan yang lebih negatif dan penanganan yang kurang positif juga biasa
terjadi prediktor untuk tidak mengembangkan resistensi atau pemulihan.

15. Judul: Health education and promotion at the site of an emergency:


experience from the Chinese Wenchuan earthquake response
Penulis
Xiangyang Tian; Genming Zhao; Dequan Cao; Duoquan Wang; Liang Wang
(2015)
Sampel
Sebuah kelompok belajar dengan 10 anggota dari tingkat nasional, provinsi, dan
Pusat Pengendalian Penyakit (CDCs) berada terorganisir untuk melakukan
penilaian kebutuhan, untuk berkembang intervensi, dan untuk melakukan kegiatan
evaluasi, yang meliputi promosi promosi, koordinasi, dan summarization, review
data, kunjungan lapangan, wawancara, dan pengumpulan data. Semua situs
Kegiatan evaluasi dilakukan dari bulan Mei sampai Oktober 2008.
Metode
Semua data kuantitatif dikumpulkan oleh kuesioner dicatat pada catatan standar
formulir, kode, dan masuk dua kali ke komputer untuk memastikan akurasi.
Ringkasan ukuran karakteristik socialdemographic, pengetahuan, kepercayaan,
dan perilaku dinyatakan sebagai frekuensi dan persentase. Semua variabel
kategoris dianalisis menggunakan uji chi-square, dan nilai p kurang dari 0,05
dianggap signifikan secara statistik Semua data dianalisis dilakukan dengan
menggunakan statistik SPSS 11.5 perangkat lunak (SPSS, Chicago, IL, USA).
Data kualitatif yang dikumpulkan di lapangan diproses segera setelah
penyelidikan dilakukan lengkap. Semua wawancara pribadi adalah audior,
ditranskrip dan diubah menjadi dokumen Word, dan diekstrak melalui setidaknya
tiga ulasan peneliti berturut-turut.
Intervensi
Beberapa bulan setelah gempa, evaluasi menyeluruh dan menyeluruh dilakukan
melalui survivor semi terstruktur wawancara menggunakan kuesioner terbimbing
dan terbuka pertanyaan wawancara dengan pemimpin opini atau kunci informan
dan observasi di tempat, informasi dikumpulkan tentang pendidikan dan promosi
kesehatan kegiatan setelah gempa. Subjeknya adalah sampel terpisah dari tenda
darurat, lokasi pemukiman kembali, dan penempatan pedesaan yang tersebar di
kabupaten yang terkena gempa bumi. Lingkungan Kondisi kebersihan diselidiki
dan secara subyektif dievaluasi sesuai standar nasional yang dibuat oleh
Departemen Kesehatan , dan dinilai sebagai 'Baik', 'biasa', atau 'buruk'. Beberapa
intervensi jangka pendek terpisah adalah dievaluasi menggunakan desain pre-post.
Survei acak cross-sectional telah dilakukan sebelumnya dan setelah intervensi,
dan dampaknya promosi pendidikan dan komunikasi kesehatan diukur dengan
membandingkan tingkat sebelum dan sesudah kesadaran kesehatan, pengetahuan,
keterampilan, perilaku, dan onset penyakit.
Hasil
Studi ini menunjukkan bahwa sangat diperlukan bagian dari tanggap darurat
kesehatan masyarakat gempa adalah pendidikan kesehatan dan promosi. Hasil dari
studi ini menunjukkan bahwa pendidikan dan promosi kesehatan memainkan
peran kunci dalam membantu masyarakat setempat mengidentifikasi ancaman
kesehatan utama yang mereka hadapi,yang menciptakan lingkungan sosial yang
mendukung dan memberdayakan anggota masyarakat dengan kesehatan
pengetahuan, keterampilan pengurangan risiko, dan kemampuan untuk
mendukung perilaku kesehatan yang kondusif. Pelaksanaan strategi pendidikan
dan promosi kesehatan tidak hanya mendorong masyarakat setempat untuk
bergabung dengan situs yang akut relief penggalian dan perawatan luka tapi juga
upaya komunikasi pengetahuan kesehatan dan perubahan perilaku berkaitan
dengan kebersihan lingkungan dan pencegahan penyakit menular.
BAB 2. HASIL REVIEW
2.1 Hasil
2.2 Pembahasan
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BNBP. 2012. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Nomor 07 Tahun 2012. Serial Online.
https://bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/65.pdf
BNPB. 2017. Buku Capaian Kinerja 2016. Serial Online
https://www.bnpb.go.id/uploads/publication/BUKU%20CAPAIAN%20KE
RJA%20BNPB_Page_001.pdf
Fan, F. 2015. Longitudinal trajectories of post-traumatic stress disorder
symptoms among adolescents after the Wenchuan earthquake in China.
Psychological Medicine (2015), 45, 2885–2896. ©Cambridge University
Press 2015 doi:10.1017/S0033291715000884
Gulo, F. N. K. 2014. Gambaran Post Traumatic Stress Disorder (Ptsd) Pada
Remaja Teluk Dalam Pasca 8 Tahun Bencana Gempa Bumi Di Pulau Nias.
Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Serial Online
https://text-id.123dok.com/document/myjjx6yl-gambaran-post-traumatic-
stress-disorder-ptsd-pada-remaja-teluk-dalam-pasca-8-tahun-bencana-
gempa-bumi-di-pulau-nias.html
Navarro-Mateu F, SalmeroÂn D, Vilagut G,Tormo MJ, RuõÂz-Merino G,
EscaÂmez T, et al.(2017) Post-Traumatic Stress Disorder and other mental
disorders in the general population after Lorca's earthquakes, 2011
(Murcia, Spain): A cross-sectional study. PLoS ONE 12(7): e0179690.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0179690
Novianta, M.A & E.Setyaningsih. 2015. Rancang Bangun Sistem Deteksi Dini
Gempabumi Berdasarkan Fluktuasi Medan Magnet Menggunakan Sensor
Mems. Techno, ISSN 1410 – 8607 Volume 16 No. 1, April 2015 Hal. 35 –
44. Serial online
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/Techno/article/view/64/63

You might also like