You are on page 1of 214

ANALISIS POLA SPASIAL KEMISKINAN, PEMBANGUNAN

MANUSIA/SOSIAL, DAN AKTIVITAS EKONOMI, SERTA


KETERKAITANNYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

NOVITA SALIM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pola Spasial


Kemiskinan, Pembangunan Manusia/Sosial dan Aktivitas Ekonomi, serta
Keterkaitannya di Provinsi Kalimantan Barat adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2011

Novita Salim
NRP A 156090204
4

ABSTRACT

NOVITA SALIM. An Analysis of Spatial Patterns of Poverty, Human/Social


Development, and Economic Activities, and Their Linkages in West Kalimantan
Province. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and FREDIAN TONNY

This research uses the secondary data set of 175 sub-districts of disricts in
West Kalimantan Province to know the spatial patterns of poverty, human/social
development and economic activities and to analyze their linkages. The Principal
Component Analysis (PCA), Cluster and Discriminant Analysis are used to obtain
the characteristic of poverty, human/social development, and economic activities,
and input the result to GIS operation system (ArcGIS 9.3) to show the spatial
patterns. The results of PCA used to analyze the linkage of poverty, human/social
development and economic activities by weighted multiple regression to
formulate the Spatial Durbin Model. The study found that the pockets of poverty
located in mainly areas and few in border areas. Most of areas have found low
human/social development and economic activities, especially in the centre areas.
The parameters of region itself could decline the poverty are the maize production
and the number of leather home industries. The parameters of related region
affected are number of poor people (the pre-prosperous and first prosperous
families), number of teachers of primary up to senior high school, number of pre-
school, senior high school and university, and the maize, rubber and oil palm
productions.

Keywords : poverty, human/social development, economic activities, spatial


pattern, lingkage, West Kalimantan Province
RINGKASAN

NOVITA SALIM. Analisis Pola Spasial Kemiskinan, Pembangunan


Manusia/Sosial, dan Aktivitas Ekonomi, serta Keterkaitannya di Provinsi
Kalimantan Barat. Dibimbing oleh SANTUN RP SITORUS dan FREDIAN
TONNY.

Masalah fundamental yang dihadapi Indonesia secara umum pada saat ini
adalah tingginya tingkat kemiskinan baik di tingkat nasional maupun regional.
Dari data BPS pada bulan Maret 2008 tercatat jumlah penduduk miskin di
Indonesia mencapai 34,96 juta orang (15,42%) yang 1,46%-nya berada di
Kalimantan Barat yakni sekitar 508,8 ribu jiwa atau sekitar 11,07% dari total
jumlah penduduk di Kalimantan Barat. Persentase penduduk miskin yang tinggi di
tingkat kabupaten/kota akan dijumpai pada wilayah-wilayah yang aktivitasnya
berbasis sektor pertanian. Tingginya persentase penduduk miskin ini juga
berkaitan dengan tingkat pembangunan manusia di kabupaten/kota. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola spasial kemiskinan,
pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi, serta keterkaitannya. Dari
hasil analisis pola spasial dan analisis keterkaitan, penelitian ini juga bertujuan
menyusun arahan kebijakan penanganan kemiskinan di Provinsi Kalimatan Barat.
Analisis pola spasial dalam penelitian ini dibangun dari konfigurasi penciri
wilayah yang dihasilkan dari teknik Principal Component Analysis (PCA).
Kabupaten/kota dikelompokkan berdasarkan kesamaan penciri dengan teknik
Cluster Analysis dan Discriminant Analysis, dan untuk melihat pola kemiskinan,
pembangunan manusia/sosial, dan aktivitas ekonomi digunakan analisis kuadran.
Penciri yang dihasilkan dari PCA juga dimanfaatkan untuk menganalisis
keterkaitan antara variabel-variabel pembangunan manusia/sosial dan aktivitas
ekonomi dengan kemiskinan. Fungsi keterkaitan ini dibuat dengan membangun
Spatial Durbin Model. Model tersebut merupakan bentuk dari regresi bobot
berganda (weighted multiple regression) yang memanfaatkan keterbalikan jarak
(ketetanggaan) sebagai pembobotnya. Hasilnya adalah varibel-variabel
pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi yang berpengaruh nyata
menurunkan atau meningkatkan kemiskinan, baik di wilayah sendiri maupun di
wilayah terkait.
Hasil dari pola spasial dimanfaatkan untuk menyusun tipologi pola spasial
kemiskinan, pembangunan manusia/sosial, dan aktivitas ekonomi sebagai arahan
penanganan kemiskinan di kabupaten/kota. Variabel-variabel yang signifikan
menurunkan jumlah keluarga miskin, direkomendasikan sebagai strategi
penanganan kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat.
Analisis pola spasial kemiskinan membentuk empat pola wilayah, yaitu:
a) wilayah dengan sebaran keluarga miskin dan sebaran penduduk tinggi adalah
Kota Pontianak dan Kubu Raya; b) wilayah dengan sebaran keluarga miskin
rendah dan sebaran penduduk tinggi adalah Kabupaten Sanggau, Kabupaten
Sambas, dan Kota Singkawang; c) wilayah dengan sebaran keluarga miskin dan
sebaran penduduk rendah adalah Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten
Bengkayang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau dan Kabupaten
Ketapang; dan d) wilayah dengan pola sebaran keluarga miskin tinggi dan sebaran
6

penduduk rendah adalah Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak, Kabupaten


Melawi, dan Kabupaten Pontianak.
Analisis pola spasial pembangunan manusia/sosial di Kalimantan Barat
membentuk tiga pola wilayah, yaitu: a) wilayah dengan tingkat pembangunan
manusia rendah dan pembangunan sosial tinggi adalah Kabupaten Sintang,
Kabupaten Ketapang, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Landak, Kabupaten
Melawi, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu;
b) wilayah dengan tingkat pembangunan manusia dan pembangunan sosial rendah
adalah Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, dan Kabupaten Kayong Utara;
dan c) wilayah dengan tingkat pembangunan manusia tinggi dan pembangunan
sosial rendah adalah Kota Pontianak, Kota Singkawang dan Kabupaten Kubu
Raya.
Analisis pola spasial aktivitas ekonomi di Kalimantan Barat membentuk
empat pola wilayah, yaitu: a) wilayah dengan aktivitas sektor pertanian dan sektor
industri/perdagangan tinggi adalah Kabupaten Pontianak; b) wilayah dengan
aktivitas sektor pertanian rendah dan sektor industri/perdagangan tinggi adalah
Kota Pontianak dan Kota Singkawang; c) wilayah dengan aktivitas sektor
pertanian dan sektor industri/perdagangan rendah adalah Kabupaten Bengkayang,
Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Kapuas Hulu, dan Kabupaten Melawi; dan d) wilayah dengan aktivitas sektor
pertanian rendah dan sektor industri/perdagangan tinggi adalah Kabupaten
Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Sambas dan
Kabupaten Kayong Utara.
Variabel-variabel pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi yang
p-levelnya kurang dari level nyata (α = 0,05) digunakan untuk menghasilkan
Spatial Durbin Model. Dengan koefisien determinasi 92,46% dan intersep sebesar
0,0387, persamaan yang terbentuk menunjukkan bahwa: a) variabel-variabel dari
wilayah sendiri yang berpengaruh menurunkan jumlah keluarga miskin adalah
jumlah produksi jagung dan jumlah industri kecil/rumah tangga berbahan baku
kulit; dan b) variabel-variabel pada wilayah terkait yang menurunkan jumlah
keluarga miskin yaitu jumlah keluarga miskin di wilayah sekitarnya, jumlah
tenaga guru SD sampai SLTA, jumlah TK Negeri, jumlah SMU/SMK dan
Perguruan Tinggi Negeri, produksi jagung, karet dan kelapa sawit.
Pola spasial kemiskinan, pembangunan manusia/sosial, dan aktivitas
ekonomi membentuk empat tipologi berdasarkan persamaan keragaman tingkatan
pencapaian dari pola spasial. Arahan penanganan kemiskinan yang sesuai dengan
pola empat tipologi wilayah tersebut, yaitu: a) peningkatan kemampuan
individu/rumah tangga miskin untuk memenuhi kebutuhan makan-minum,
kesehatan, dan pendidikan melalui pendekatan social safety net di seluruh
wilayah kabupaten/kota; b) penataan lokasi pemukiman kumuh dan tempat tinggal
keluarga miskin yang diprioritaskan pada kecamatan-kecamatan yang ditemukan
adanya kantong-kantong kemiskinan yang terdapat di Kabupaten Sintang,
Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, dan Kota Pontianak; c) peningkatan
ketersediaan tenaga kesehatan dan pendidikan dengan memperhatikan tingkat
kebutuhan dan keterkaitan antar wilayah khususnya di Kabupaten Sintang,
Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara,
dan Kabupaten Bengkayang; d) peningkatan fasilitas kesehatan dan pendidikan
dengan memperhatikan tingkat kebutuhan dan akses penduduk terhadap fasilitas
tersebut di Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau,
Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten
Melawi, Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Bengkayang; e) peningkatan
produksi hasil pertanian, khususnya pertanian skala kecil (smallholding farm) di
Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten
Melawi, Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Bengkayang; f) peningkatan
aktivitas sektor industri skala kecil/rumah tangga dan peningkatan nilai tambah
hasil pertanian melalui peningkatan keterkaitan dengan sektor perekonomian
lainnya pada suatu rangkaian wilayah yang saling terkait di Kabupaten Sintang,
Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara,
dan Kabupaten Bengkayang; g) pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di
wilayah tertinggal guna mendorong peningkatan perekonomian wilayah yang
diharapkan dapat mengurangi tekanan urbanisasi di wilayah perkotaan dan
ketimpangan pembangunan antar wilayah pengembangan yang dikhususkan di
Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten
Melawi, Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Bengkayang.

Kata Kunci : kemiskinan, pembangunan manusia/sosial, aktivitas ekonomi,


analisis pola spasial, keterkaitan, Provinsi Kalimantan Barat
8

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
ANALISIS POLA SPASIAL KEMISKINAN, PEMBANGUNAN
MANUSIA/SOSIAL, DAN AKTIVITAS EKONOMI, SERTA
KETERKAITANNYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

NOVITA SALIM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
10

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si
Judul Tesis : Analisis Pola Spasial Kemiskinan, Pembangunan Manusia/
Sosial, dan Aktivitas Ekonomi, serta Keterkaitannya di Provinsi
Kalimantan Barat
Nama : Novita Salim
NRP : A156090204

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Santun R.P. Sitorus Ir. Fredian Tonny, MS


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr.Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian : 24 Maret 2011 Tanggal Lulus :


12

Kupersembahkan Karya ini


Kepada:
Kedua Almarhum orang tua tercinta :
Ayahanda A.Salim Bani dan Ibunda Mantasia.
Suamiku tercinta Iwan Susetiyo & Kedua putraku tersayang:
Ibnu Fadhil Hadyan & Naufal Hadi Rasikhin,
Serta Kakak dan Adik-adikku yang telah mendukung selama ini
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat
dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2010 ini adalah
Analisis Pola Spasial Kemiskinan, Pembangunan Manusia/Sosial, dan Aktivitas
Ekonomi, serta Keterkaitannya di Provinsi Kalimantan Barat.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus
selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Fredian Tonny, M.S selaku
anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang
diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini, serta kepada penguji
luar komisi Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si, yang telah memberikan koreksi dan masukan
bagi penyempurnaan tesis ini. Di samping itu, penghargaan dan terima kasih
penulis haturkan kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB dan Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc
selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB beserta segenap
staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB,
Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat yang telah memberikan izin dan
bantuan kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini, Kepala
Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang
diberikan kepada penulis, sahabat-sahabat terbaikku Hadijah Siregar, Yulita, Mira
Sofia, dan Susanto, serta rekan-rekan PWL kelas Bappenas angkatan 2009 atas
segala do’a, dukungan dan kebersamaannya selama proses belajar hingga selesai,
dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian tesis ini.
Akhirnya ucapan terima kasih yang setinggi-tinginya juga disampaikan
kepada suami dan kedua anakku beserta seluruh keluarga, atas segala do’a,
dukungan, pengertian dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2011

Novita Salim
14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Pontianak pada tanggal 12 November 1973 dari


pasangan A. Salim Bani dan Mantasia. Penulis merupakan putri kedua dari lima
bersaudara. Pendidikan SD dan SMA diselesaikan di kota Pontianak, SMP di
Kota Singkawang, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi
Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)
Universitas Hassanuddin di Makassar dan lulus tahun 1999. Penulis menikah
dengan Iwan Susetiyo pada tahun 2002, dan telah dianugrahi dua orang putra,
Ibnu Fadhil Hadyan dan Naufal Hadi Rasikhin. Kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada
tahun 2009 dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui
beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana
(Pusbindiklatren) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).
Pada tahun 2003 penulis diangkat sebagai pegawai negeri sipil di
lingkungan pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan bertugas sebagai staf
Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Barat.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix

I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 9


2.1 Pembangunan Daerah/Wilayah ................................................. 9
2.1.1 Kinerja Pembangunan Daerah ....................................... 10
2.1.2 Indikator Pembangunan Daerah .................................... 11
2.2 Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Penduduk .............. 13
2.3 Pembangunan Manusia dan Indikatornya ................................ 15
2.4 Kemiskinan ............................................................................... 17
2.4.1 Kemiskinan Absolut dan Relatif ................................... 19
2.4.2 Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan ...................... 20
2.4.3 Ukuran Kemiskinan ..................................................... 20
2.4.4 Kriteria Keluarga Miskin .............................................. 21
2.5 Interaksi Spasial ....................................................................... 22
2.6 Kemiskinan, Pembangunan Manusia/Sosial dan
Aktivitas Ekonomi ................................................................... 23
2.7 Principal Component Analysis (PCA)...................................... 26
2.8 Cluster Analysis................... ..................................................... 28
2.9 Discriminant Analysis ............................................................... 30

III. METODE PENELITIAN .................................................................. 33


3.1 Kerangka Pemikiran ................................................................. 33
3.2 Lokasi Penelitian ...................................................................... 34
3.3 Jenis Data ................................................................................ 34
3.4 Kerangka Alir Penelitian ......................................................... 34
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................ 35
3.5.1 Pemetaan Pola Spasial Kemiskinan ............................. 35
3.5.2 Pemetaan Pola Spasial Pembangunan Manusia/Sosial . 39
3.5.3 Pemetaan Pola Spasial Aktivitas Ekonomi ................... 40
3.5.4 Analisis Keterkaitan Kemiskinan, Pembangunan
Manusia/Sosial dan Aktivitas Ekonomi ....................... 42
3.5.4.1 Model Regresi Berganda ................................ 43
3.5.4.2 Spatial Durbin Model ................................... 43
3.5.5 Arahan Kebijakan Penanganan Kemiskinan ............... 44
ii

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN .......................... 45


4.1 Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat .............................. 45
4.2 Kondisi Demografi ................................................................... 46
4.3 Aktivitas Ekonomi .................................................................... 47
4.4 Pembangunan Manusia/Sosial ................................................. 51
4.5 Kemiskinan .............................................................................. 54

V. POLA SPASIAL KEMISKINAN, PEMBANGUNAN


MANUSIA/SOSIAL, DAN AKTIVITAS EKONOMI DI
PROVINSI KALIMANTAN BARAT............................................... 61
5.1 Pola Spasial Kemiskinan .......................................................... 61
5.1.1 Konfigurasi Sebaran Keluarga Miskin .......................... 61
5.1.2 Konfigurasi Sebaran Penduduk ..................................... 65
5.1.3 Pola Kuadran Sebaran Keluarga Miskin terhadap
Sebaran Penduduk ......................................................... 69
5.2 Pola Spasial Pembangunan Manusia/Sosial ............................. 72
5.2.1 Konfigurasi Pembangunan Bidang Kesehatan .............. 73
5.2.2 Konfigurasi Pembangunan Bidang Pendidikan.............. 80
5.2.3 Konfigurasi Pembangunan Bidang Sosial ..................... 87
5.2.4 Pola Kuadran Pembangunan Manusia terhadap
Pembangunan Sosial ..................................................... 92
5.3 Pola Spasial Aktivitas Ekonomi ............................................... 94
5.3.1 Konfigurasi Sebaran Aktivitas Sektor Pertanian .......... 94
5.3.2 Konfigurasi Sebaran Aktivitas Sektor Industri/
Perdagangan .................................................................. 101
5.3.3 Pola Kuadran Sebaran Aktivitas Sektor Pertanian
terhadap Sektor Industri/Perdagangan........................... 107
5.4 Tipologi Wilayah Berdasarkan Pola Spasial Kemiskinan,
Pembangunan Manusia/Sosial, dan Aktivitas Ekonomi ........... 109

VI. PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN AKTIVITAS


EKONOMI DALAM MENGURANGI KEMISKINAN
DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT .......................................... 117
6.1 Keterkaitan Variabel-variabel Pembangunan Manusia/Sosial
dan Aktivitas Ekonomi, dengan Kemiskinan ........................... 117
6.2 Arahan Penanganan Kemiskinan di Kalimantan Barat ........... 126

VII. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 133


7.1 Kesimpulan .............................................................................. 133
7.2 Saran ......................................................................................... 135

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 137

LAMPIRAN .................................................................................................. 141


DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perbandingan Tingkat Kemiskinan, IPM dan Pendapatan per kapita


antar provinsi di Kalimantan Tahun 2008 ........................................... 2

2 Indeks Pembangunan Manusia beserta kompositnya di Kabupaten/


Kota se-Kalimantan Barat Tahun 2008 ................................................ 3

3 Persen rumahtangga pertanian, share sektor-sektor unggulan dan


jumlah penduduk miskin pada kabupaten/kota di Kalimantan Barat
Tahun 2008. .......................................................................................... 4

4 Jenis, sumber data yang digunakan, teknik analisis data dan output
yang diharapkan ..................................................................................... 35

5 Bobot Klaster pada pola spasial tipologi kemiskinan............................ 38

6 Bobot Klaster pada pola spasial tipologi pembangunan manusia/sosial 39

7 Bobot Klaster pada pola spasial tipologi aktivitas ekonomi.................. 41

8 Luas dan Persentase luas wilayah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan


Barat Tahun 2008 ................................................................................ 46

9 Jumlah penduduk dan persentase, laju pertumbuhan dan kepadatan


penduduk menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2008............................................................................................ 47

10 Jumlah Penduduk Usia diatas 15 tahun yang bekerja dan pengangguran


terbuka di Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2008 ............................ 48

11 Produk Domestik Regional Bruto Berdasarkan Harga Berlaku,


Kontribusi Sektoral, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pendapatan Per Kapita
pada Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2008 ...... 50

12 Jumlah Penduduk Usia diatas 15 tahun yang bekerja menurut Tingkat


Pendidikan yang ditamatkan di Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2008 ........................................................................................... 52

13 AngkaHarapan Hidup, Angka Kematian Ibu dan Anak menurut


Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat .................................... 53

14 Besaran IPM dan komponennya menurut Kabupaten/Kota di Provinsi


Kalimantan Barat, Tahun 2008.............................................................. 54
iv

15 Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, P1, P2 dan


Garis Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan
Barat, Tahun 2008 ............................................................................... 55

16 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Air Bersih, Jamban


sendiri dan Luas Lantai Rumah kurang dari 19 m2 pada Kabupaten/Kota
di Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2008 ........................................... 56

17 Persentase Pengeluaran untuk Makanan pada rumah tangga pada


Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat, Tahun 2008 ............................. 57

18 Sebaran Penduduk Miskin 15 tahun ke atas berdasarkan tingkat


pendidikan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat ,
Tahun 2008 (Persen) ............................................................................ 58

19 Sebaran Penduduk Miskin 15 tahun ke atas berdasarkan status


pekerjaan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat ,
Tahun 2008 (Persen) ............................................................................ 59

20 Muatan faktor (factor loading) variabel dari penciri konfigurasi sebaran


keluarga miskin .................................................................................... 62

21 Kategori pembeda utama pada konfigurasi sebaran keluarga miskin ... 63

22 Distribusi kategori sebaran keluarga miskin pada kabupaten/kota ...... 64

23 Muatan faktor (factor loading) variabel dari penciri konfigurasi sebaran


jumlah penduduk ................................................................................. 65

24 Kategori pembeda utama pada konfigurasi sebaran penduduk ............ 67

25 Distribusi kategori sebaran penduduk pada kabupaten/kota ................ 69

26 Plot bobot konfigurasi pada Pola Spasial Kemiskinan di kabupaten/


kota pada analisis kuadran .................................................................. 69

27 Muatan faktor (factor loading) variabel dari penciri konfigurasi


pembangunan bidang kesehatan ......................................................... 74

28 Kategori pembeda utama pada konfigurasi pembangunan bidang


kesehatan ............................................................................................. 78

29 Distribusi kategori tingkatan pembangunan kesehatan pada


kabupaten/kota ..................................................................................... 80

30 Muatan faktor (factor loading) variabel dari penciri konfigurasi


pembangunan bidang pendidikan ........................................................ 81
v

31 Kategori pembeda pada konfigurasi pembangunan bidang pendidikan.. 84

32 Distribusi kategori tingkatan pembangunan pendidikan pada


kabupaten/kota .................................................................................... 86
33 Muatan faktor variabel dari penciri konfigurasi pembangunan bidang
sosial .................................................................................................... 88
34 Kategori Penciri pada tipologi pembangunan bidang sosial ............... 90

35 Distribusi kecamatan dengan kategori tingkat pembangunan sosial di


kabupaten/kota .................................................................................... 91

36 Plot Bobot Konfigurasi pada Pola Spasial Pembangunan Manusia/Sosial


di Kabupaten/Kota pada Analisis Kuadran ........................................... 92

37 Muatan faktor variabel dari penciri konfigurasi sektor pertanian ........ 95

38 Kategori penciri pada konfigurasi aktivitas sektor pertanian................ 100

39 Distribusi kecamatan dengan kategori sebaran aktivitas sektor pertanian


di kabupaten/kota ................................................................................. 101

40 Muatan faktor penciri dari konfigurasi sebaran aktivitas sektor


industri/perdagangan .......................................................................... 103

41 Kategori pembeda pada konfigurasi aktivitas sektor industri/


perdagangan ....................................................................................... 105

42 Distribusi kecamatan dengan kategori sebaran aktivitas sektor


industri/perdagangan di kabupaten/kota ............................................. 107

43 Plot Bobot Konfigurasi pada Pola Spasial tipologi Aktivitas Ekonomi di


Kabupaten/Kota pada Analisis Kuadran ............................................. 108

44 Tipologi wilayah berdasarkan kategori tingkat kemiskinan,


pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi .......................... 112

45 Tabel Keterkaitan Kemiskinan, Pembangunan Manusia/Sosial dan


Aktifitas Ekonomi ............................................................................... 117

46 Arahan Kebijakan Penanganan Kemiskinan pada Prioritas Wilayah


Tipologi ............................................................................................... 130

47 Pemetaan Arahan Kebijakan Penanganan Kemiskinan di Provinsi


Kalimantan Barat ................................................................................. 132
vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Perubahan PDRB per kapita dan perubahan persentase penduduk miskin


pada tahun 2007-2008 di kabupaten/kota................................................. 5

2 Sistematika penyusunan konsep-konsep indikator kinerja pembangunan


wilayah .................................................................................................... 12

3 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 34

4 Bagan Alir Penelitian .............................................................................. 37

5 Proses pemetaan pola spasial tipologi kemiskinan ................................ 39

6 Proses pemetaan pola spasial tipologi pembangunan manusia/sosial ... 40

7 Proses pemetaan pola spasial tipologi aktivitas ekonomi ...................... 42

8 Peta Administrasi Provinsi Kalimantan Barat ....................................... 45

9 Distribusi PDRB sektoral berdasarkan harga berlaku pada setiap


kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2008 ................... 49

10 Pendapatan per kapita berdasarkan harga berlaku pada kabupaten/kota


di Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2008 ............................................ 51

11 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) penciri konfigurasi sebaran


keluarga miskin ....................................................................................... 62

12 Peta Konfigurasi Sebaran Keluarga Miskin di Provinsi


Kalimantan Barat ................................................................................... 64

13 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) penciri konfigurasi sebaran


penduduk .................................................................................. 67

14 Peta konfigurasi sebaran penduduk di Provinsi Kalimantan Barat ........ 68

15 Kuadran pola spasial kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat ............ 70

16 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) penciri konfigurasi


pembangunan bidang kesehatan ............................................................ 77

17 Peta konfigurasi spasial pembangunan bidang kesehatan ..................... 79

18 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) penciri konfigurasi


pembangunan bidang pendidikan .......................................................... 84

19 Peta konfigurasi pembangunan bidang pendidikan ............................... 86


viii

20 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel konfigurasi


pembangunan bidang sosial ................................................................... 89

21 Peta konfigurasi pembangunan bidang sosial ........................................ 90

22 Kuadran pola spasial pembangunan manusia/sosial di Provinsi


Kalimantan Barat ................................................................................... 93

23 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) penciri konfigurasi sebaran


aktivitas sektor pertanian ........................................................................ 99

24 Peta konfigurasi aktivitas sektor pertanian di Provinsi Kalimantan Barat 100

25 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) penciri konfigutasi sebaran


aktivitas sektor perdagangan dan industri................................................ 104

26 Peta konfigurasi aktivitas sektor industri/perdagangan di Provinsi


Kalimantan Barat .................................................................................. 106

27 Pola spasial tipologi aktivitas ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat .. 109

28 Proses klasterisasi tipologi wilayah berdasarkan pola spasial kemiskinan,


pembangunan manusia/sosial, dan aktivitas ekonomi di Provinsi
Kalimantan Barat .................................................................................... 110

29 Tipologi wilayah berdasarkan pola spasial kemiskinan, pembangunan


manusia/sosial, dan aktivitas ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat .... 111

30 Model keterkaitan pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi


dengan kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat ................................. 127

31 Peta Arahan Penanganan Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat .... 131


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Variabel penyusun indeks komposit hasil Analisis Komponen Utama .. 142

2 Factor score untuk penciri konfigurasi sebaran keluarga miskin............ 145

3 Distribusi klaster konfigurasi sebaran keluarga miskin di tingkat


kecamatan................................................................................................. 149

4 Factor score untuk penciri konfigurasi sebaran jumlah penduduk.......... 150

5 Distribusi klaster konfigurasi sebaran jumlah penduduk di tingkat


kecamatan ................................................................................................. 154

6 Factor score untuk penciri konfigurasi pembangunan bidang kesehatan. 155

7 Distribusi klaster pembangunan bidang kesehatan di tingkat kecamatan 161

8 Factor score untuk penciri konfigurasi pembangunan bidang


pendidikan................................................................................................ 162

9 Distribusi klaster konfigurasi pembangunan bidang pendidikan di tingkat


kecamatan.................................................................................................. 168

10 Factor score untuk penciri konfigurasi pembangunan bidang sosial...... 169

11 Distribusi Klaster pembangunan bidang sosial di tingkat kecamatan..... 175

12 Factor score penciri konfigurasi aktivitas sektor pertanian..................... 176

13 Distribusi klaster aktivitas sektor pertanian di tingkat kecamatan........... 182

14 Factor score penciri konfigurasi aktivitas sektor industri/


perdagangan.............................................................................................. 183

15 Distribusi klaster aktivitas sektor perdagangan dan industri di tingkat


kecamatan ............................................................................................... 189

16 Hasil Olahan Regressi Berganda untuk Spatial Durbin Model................ 190


x
1

II. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Isu orientasi pembangunan berubah dan berkembang pada setiap urutan
waktu yang berbeda. Setelah Perang Dunia Kedua (PDII), pembangunan
ditujukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan
ekonomi menjadi satu-satunya indikator keberhasilan pembangunan di suatu
negara. Beberapa negara berhasil meletakkan landasan pembangunan dengan
pertumbuhan yang tinggi termasuk Indonesia. Tetapi keberhasilan ini tidak diikuti
dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga isu pembangunan pada
periode 1980-an bergeser dengan memasukkan unsur kesejahteraan sebagai tujuan
dari pembangunan.
Todaro (1989) menjelaskan pembangunan sebagai suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
serta pengentasan kemiskinan. Masuknya kesejahteraan dalam pemaknaan
pembangunan terus bergulir di antara beberapa pakar pembangunan, hingga
mencapai puncak dengan lahirnya Deklarasi Millenium hasil kesepakatan 189
kepala negara dan pemerintahan anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di bulan September 2000 (Hulme, 2003).
Millenium Development Goals (MDGs) adalah tujuan pembangunan global
yang mengedepankan kesejahteraan rakyat baik untuk generasi sekarang maupun
generasi akan datang, yang kemudian diadopsi oleh negara-negara anggota PBB
(Gentilini & Webb, 2008). MDGs Indonesia menargetkan penurunan proporsi
penduduk yang tingkat pendapatannya dibawah US $1 per hari menjadi
setengahnya dalam rentang waktu 1990-2015. Target pencapaian ini belum
menunjukkan hasil yang baik, sehingga kemiskinan masih menjadi masalah
fundamental di Indonesia. Pada rentang tahun 1990 hingga 2008, tim laporan
pencapaian MDGs Indonesia (2007) dan BPS (2009) mencatat proporsi penduduk
miskin di Indonesia belum menunjukkan penurunan, bahkan sedikit lebih tinggi.
Jika tahun 1990 proporsi penduduk miskin Indonesia sebesar 15,10%, di tahun
2

2008 proporsinya menjadi 15,42%. Pada periode yang sama penurunan penduduk
miskin di Provinsi Kalimantan Barat lebih baik dibandingkan tingkat nasional,
dimana penurunan proporsi penduduk miskin telah melebihi setengahnya dari
27,60% menjadi 11,07%. meskipun dibandingkan wilayah lain di Kalimantan,
jumlah dan persentase penduduk miskin Kalimantan Barat masih lebih tinggi,
seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan tingkat kemiskinan, IPM dan pendapatan per kapita antar
provinsi di Kalimantan Tahun 2008
Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk
(000 orang) Miskin (%) PDRB per
Provinsi IPM kapita (Rp
Kota+ Kota+ juta/kap)
Kota Desa Kota Desa
Desa Desa
Kalbar 127,5 381,3 508,8 9,98 11,49 11,07 68,17 6,52
Kalteng 45,3 154,6 200,0 5,81 10,20 8,71 73,88 8,13
Kalsel 81,1 137,8 218,9 5,79 6,97 6,48 68,72 7,99
Kaltim 110,4 176,1 286,4 5,89 15,47 9,51 74,52 33,34
Indonesia 12 768,5 22 194,8 34 963,3 11,65 18,93 15,42 71,17 21,70
Sumber : BPS (2009) (diolah)
Upaya pengurangan kemiskinan dapat dilakukan dengan membangun
kapabilitas penduduk miskin agar mampu bersaing mendapatkan kesempatan
kerja dan meningkatkan pendapatan (Sumodiningrat, 2009). Strategi melalui
pembangunan pendidikan dan kesehatan diukur melalui Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Tingginya tingkat kemiskinan di Kalimantan Barat berkorelasi
dengan rendahnya IPM di wilayah ini yang sebesar 68,17, yang juga
menunjukkan IPM terendah di wilayah Kalimantan.
Pada tingkat kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat, besaran IPM
menunjukkan korelasi yang cukup kuat dengan persentase penduduk miskin. Pada
Tabel 2, Kabupaten Sambas dengan IPM terendah yang sebesar 63,73, persentase
penduduk miskinnya mendekati persentase penduduk miskin di tingkat provinsi.
Hal yang sama tampak pada data Kabupaten Landak dengan proporsi penduduk
miskinnya tertinggi, yaitu 18,65%, IPM-nya menunjukkan pencapaian dibawah
provinsi. Hanya Kota Pontianak yang menunjukkan IPM lebih tinggi dan
persentase penduduk miskin yang lebih rendah dibandingkan di tingkat provinsi.
3

Hal ini menunjukkan bahwa investasi di bidang pembangunan manusia di provinsi


ini masih terkonsentrasi di Kota Pontianak sebagai ibukota provinsi.
Tabel 2 Indeks Pembangunan Manusia beserta kompositnya dan persentase
penduduk miskin di kabupaten/kota pada Provinsi Kalimantan Barat,
Tahun 2008
Usia Angka Rata-rata Pengeluaran Persentase
Harapan Melek Lama per Kapita penduduk
Kabupaten/Kota IPM
Hidup Huruf Sekolah (Rp000.00/ miskin
(tahun) (%) (tahun) kap/bul) (%)
Kab. Sambas 60,70 89,50 5,90 614,92 63,73 11,51
Kab. Bengkayang 68,57 88,68 6,03 599,30 66,81 9,41
Kab. Landak 64,98 91,45 6,86 608,21 66,74 18,65
Kab. Pontianak 67,12 89,40 6,48 617,52 67,90 7,03
Kab. Sanggau 67,99 89,92 6,40 609,95 67,86 6,25
Kab. Ketapang 67,02 88,87 6,22 608,43 66,84 15,21
Kab. Sintang 67,91 90,41 6,58 602,01 67,44 13,61
Kab. Kapuas Hulu 66,39 92,55 7,10 627,31 69,41 11,44
Kab. Sekadau 67,27 88,98 6,06 598,62 66,13 7,66
Kab. Melawi 67,63 92,32 7,20 598,62 67,91 14,80
Kab. Kayong Utara 65,33 88,20 5,60 600,67 64,69 14,50
Kab. Kubu Raya 66,17 85,83 6,16 617,00 66,31 -
Kota Pontianak 66,86 93,59 9,11 636,18 72,08 9,29
Kota Singkawang 66,95 89,62 7,30 611,76 68,02 7,89
Sumber : BPS Kalbar (2009) (diolah)
BPS Kalbar (2009) mencatat jumlah penduduk miskin di Kalimantan Barat
pada tahun 2008 mencapai 508 800 jiwa, dengan jumlah tertinggi di Kabupaten
Ketapang sebesar 67 700 orang dan persentase tertinggi di Kabupaten Landak
sebesar 18,65%. Kabupaten Ketapang yang menghasilkan total output wilayah
(PDRB) ketiga terbesar di Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan bahwa
pendapatan wilayah yang tinggi belum mampu berperan untuk menekan tingkat
kemiskinan di wilayahnya. Berbeda dengan Kabupaten Landak yang menempati
urutan kesembilan penyumbang PDRB provinsi, persentase penduduk miskin
terkait dengan persentase rumahtangga sebesar 91,91% adalah rumahtangga
pertanian yang juga ditunjukkan dengan share sektor pertanian yang sangat tinggi,
yaitu sebesar 51,94% (Tabel 3). Sektor pertanian yang merupakan sektor yang
padat tenaga kerja, dengan produktivitas dan tingkat keterampilan sumber daya
manusia yang rendah, serta memiliki struktur penduduk berusia tua dan
berpendidikan rendah, berkontribusi terhadap peningkatan proporsi penduduk
miskin (Yudhoyono dan Harniati, 2004). Keterkaitan ini memberikan gambaran
bahwa konsentrasi penduduk miskin di Kalimantan Barat secara umum dijumpai
di wilayah perdesaan yang aktivitas utamanya adalah pertanian.
4

Tabel 3 Persen rumahtangga pertanian, share sektor-sektor unggulan dan


jumlah penduduk miskin pada kabupaten/kota di Kalimantan Barat,
Tahun 2008
Rumah Share sektor (%) penduduk miskin
Kabupaten/ kota tangga tani (juta
Pertanian Industri Dagang Jasa (%)
(%) orang)
Kab. Sambas 81,71 42.58 10.59 28.87 5.47 0.06 11.51
Kab. Bengkayang 87,23 46.49 4.51 26.33 7.05 0.02 9.41
Kab. Landak 91,91 51.93 10.91 19.94 5.39 0.07 18.65
Kab. Pontianak 71,37 26.89 14.62 18.43 26.12 0.05 7.03
Kab. Sanggau 84,18 37.19 24.71 18.93 8.43 0.03 6.25
Kab. Ketapang 80,02 33.12 16.48 20.03 6.22 0.07 15.21
Kab. Sintang 85,82 41.31 9.46 23.76 8.95 0.05 13.61
Kab. Kapuas Hulu 85,10 34.51 4.09 15.96 11.73 0.03 11.44
Kab. Sekadau 83,87 47.55 10.54 20.42 4.86 0.01 7.66
Kab. Melawi 87,26 33.32 10.94 34.30 6.99 0.03 14.80
Kab. Kayong Utara 85,67 47.43 16.78 16.00 5.94 0.01 14.50
Kab. Kubu Raya 80,75 20.21 47.00 18.04 3.88 - -
Kota Pontianak 2,97 1.67 7.83 24.05 20.23 0.05 9.29
Kota Singkawang 53,54 13.38 7.51 40.78 13.90 0.02 7.89
Kalimantan Barat 75,81 27.80 16.96 22.74 10.44 0.51 11.07
Sumber : BPS Kalbar (2009) (diolah)
Selain di wilayah dengan basis pertanian, pola kemiskinan di provinsi ini
juga menunjukkan bahwa Kota Pontianak sebagai ibukota provinsi harus
menghadapi desakan atas pergeseran kemiskinan di perdesaan. Estimasi untuk
meningkatkan pendapatan di perkotaan bagi penduduk perdesaan mengakibatkan
Kota Pontianak harus menanggung beban penduduk dengan pendidikan dan
keterampilan rendah yang menekuni sektor-sektor informal dengan upah yang
rendah. Dampak nyata pergeseran penduduk ke perkotaan ini adalah banyak
dijumpai pemukiman kumuh di pinggiran Kota Pontianak. Kondisi ini
memunculkan bentuk lain dari gambaran kemiskinan di provinsi Kalimantan
Barat.
Adam (2004) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa perubahan satu
persen PDRB per kapita akan menurunkan 0,252% jumlah penduduk miskin. Di
tahun 2008, seluruh wilayah kabupaten telah melampaui estimasi dari penelitian
tersebut. Berbeda dengan Kota Pontianak dan Kota Singkawang, dimana kenaikan
PDRB per kapita meningkatkan pula jumlah penduduk miskin dengan persentase
yang besar (Gambar 1). Dengan pola seperti ini menunjukkan tingginya daya tarik
wilayah kota karena pendapatan wilayah yang tinggi yang justru menimbulkan
bias ibukota (first city bias).
5

50.00
40.00
30.00
20.00 % perubahan PDRB
10.00 per kapita
0.00
-10.00 % perubahan jumlah
penduduk miskin
-20.00
-30.00 estimasi %

Kab. Kubu Raya


Kab. Kapuas Hulu

Kota Singkawang
Kab. Bengkayang

Kab. Kayong Utara

Kota Pontianak
Kab. Pontianak
Kab. Sambas

Kab. Landak

Kab. Sanggau

Kab. Melawi
Kab. Ketapang
Kab. Sintang

Kab. Sekadau
perubahan jumlah
penduduk miskin

Gambar 1 Perubahan PDRB per kapita dan perubahan persentase penduduk


miskin pada tahun 2007-2008 di kabupaten/kota.

1.2 Perumusan Masalah


Kemiskinan masih menjadi permasalahan penting bagi pemerintah daerah
Provinsi Kalimantan Barat. Data statistik di tahun 2008 menunjukkan bahwa
jumlah penduduk miskin di provinsi ini mencapai 508 800 orang, yaitu 11,07%
dari total penduduk Provinsi Kalimantan Barat. Proporsi ini turun 4,39%
dibandingkan proporsi penduduk miskin Kalimantan Barat di tahun 2002, dan jika
dirata-ratakan penurunannya mencapai 0,73% per tahunnya. Adam (2004)
mensyaratkan perubahan 1,00% pertumbuhan ekonomi untuk dapat menurunkan
0,252% jumlah penduduk miskin di negara-negara berkembang. Di Provinsi
Kalimantan Barat, dalam rentang tahun 2002-2008, rata-rata pertumbuhan
ekonomi mencapai 4,48%, sehingga estimasi dari perhitungan ini diharapkan
penurunan penduduk miskin dapat mencapai 1,13% per tahunnya. Angka ini
masih lebih tinggi dibandingkan prestasi penurunan proporsi penduduk miskin di
Provinsi Kalimantan Barat pada periode yang sama.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup
sebagai prasyarat mengurangi kemiskinan, terlebih lagi jika wilayah tersebut
menunjukkan keragaman yang tinggi baik etnik, geografi, ekologi dan demografi
(Kalwija dan Verschoorb, 2007). Provinsi Kalimantan Barat yang terdiri atas 14
kabupaten/kota menunjukkan keragaman pola pencapaian indikator kinerja
pembangunan daerah. Tingkat kemiskinan sebagai salah satu indikator
6

pembangunan menunjukkan pola hubungan yang berbeda-beda dengan indikator


pembangunan lainnya, seperti total output wilayah yang diukur dalam Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). Kabupaten Ketapang sebagai salah satu
wilayah berbasis sektor pertanian dan penyumbang ketiga terbesar total PDRB
provinsi, jumlah penduduk miskinnya adalah yang tertinggi di Provinsi
Kalimantan Barat. Demikian halnya dengan Kota Pontianak dengan basis
ekonomi daerah adalah sektor sekunder dan tersier, juga menunjukkan jumlah
penduduk miskin tertinggi kelima di provinsi ini. Oleh karena itu, keterkaitan
antara pola aktivitas ekonomi dengan kemiskinan berbeda antar satu daerah
dengan daerah lainnya.
Strategi pembangunan manusia dalam ukuran Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang diharapkan sebagai senjata lain untuk mengatasi
kemiskinan, juga belum cukup mampu menjelaskan pola kemiskinan di suatu
wilayah, sebagaimana yang ditunjukkan di Provinsi Kalimantan Barat. Pola
hubungan antara tingkatan pembangunan manusia dengan tingkat kemiskinan
yang berbeda-beda antar kabupaten/kota menunjukan bahwa untuk mengatasi
kemiskinan, memerlukan strategi yang sesuai dengan pola masing-masing
wilayah. Oleh karena itu, mengetahui karakteristik pembangunan di masing-
masing kabupaten/kota diperlukan untuk mengelola dan mengembangkan strategi
penanganan kemiskinan di suatu wilayah. Karakteristik wilayah sebagaimana
dimaksud, tentunya terkait pula dengan pola interaksi antar wilayah terdekat
(ketetanggaan). Wilayah yang berdekatan akan saling mempengaruhi, dan untuk
hal-hal tertentu dimana interaksinya tinggi, wilayah yang berdekatan memiliki
kesamaan atau kemiripan pola aktivitasnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pola spasial kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan
Barat?
2. Bagaimana pola spasial pembangunan manusia/sosial kabupaten/kota di
Provinsi Kalimantan Barat?
3. Bagaimana pola spasial aktivitas ekonomi kabupaten/kota di Provinsi
Kalimantan Barat?
7

4. Bagaimana hubungan antara pembangunan manusia dan aktivitas ekonomi


dengan kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat?
5. Bagaimana arah kebijakan penanganan kemiskinan yang diperlukan pada
kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk menjawab pertanyaan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Memetakan pola spasial kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat.
2. Memetakan pola spasial pembangunan manusia/sosial di Provinsi Kalimantan
Barat.
3. Memetakan pola spasial aktivitas ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat.
4. Menganalisis keterkaitan variabel-variabel pembangunan manusia/sosial dan
aktivitas ekonomi dengan kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat.
5. Menyusun arahan kebijakan penanganan kemiskinan di Provinsi Kalimantan
Barat.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah
dalam upaya menyusun strategi penanggulangan kemiskinan;
2. Sebagai bahan masukan dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah;
3. Sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan perencanaan wilayah dengan
isu sentralnya adalah penanggulangan kemiskinan melalui pembangunan
ekonomi dan pembangunan manusia/sosial.
8
9

III. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pembangunan Daerah/Wilayah


Riyadi dan Bratakusumah (2004) menjelaskan secara sederhana,
pembangunan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih
baik dan tidak jarang pembangunan diasumsikan sebagai pertumbuhan.
Pembangunan adalah suatu proses yang dilakukan dengan sadar dan terencana,
artinya bahwa suatu perubahan dapat dikatakan pembangunan manakala proses
perencanaan memberikan kontribusi penting terhadap perubahan tersebut,
sehingga perubahan tanpa perencanaan tidak dapat dikatakan sebagai
pembangunan.
Rustiadi et al. (2009) berpendapat bahwa secara filosofis suatu proses
pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan
berkesinambungan, untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan
berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling
humanistik. Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1989).
Menurut Sumardjo et al. (2009), pembangunan pada hakekatnya adalah
perubahan progresif yang berkelanjutan untuk mempertahankan kepentingan
individu maupun komunitas melalui pengembangan, intensifikasi, dan
penyesuaian terhadap pemanfaatan sumber daya. Demikian halnya Kartasasmita
mengemukaan proses pembangunan daerah sebagai upaya mengurangi
kesenjangan ekonomi antar daerah dengan memanfaatkan sumber daya
pembangunan dan lokasi kegiatan di daerah (Kartasasmita 1979 dalam Riyadi dan
Bratasukuma, 2004).
Pembangunan merupakan proses yang kontinyu, dan jika dipisahkan dari
konsep pertumbuhan maka pembangunan merupakan konsep yang lebih luas dan
simultan melibatkan aspek sosial, lingkungan dan ekonomi untuk meningkatkan
taraf hidup. Rustiadi et al. (2009) menjelaskan tiga tujuan pembangunan, yakni:
10

(1) produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan (growth), (2) pemerataan keadilan


dan keberimbangan (equity), dan (3) keberlanjutan (sustainability). Ketiga
indikator tersebut akan bermuara kepada tercapainya perubahan yang
berkelanjutan sebagai upaya peningkatan taraf hidup ke arah yang lebih baik.
Jika pembangunan dipandang sebagai suatu proses dimana terdapat saling
keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang dapat
mewujudkan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat dalam suatu wilayah,
maka pembangunan wilayah merupakan instrumen potensial untuk integrasi dan
promosi dari usaha pengembangan sosial dan ekonomi. Dalam kerangka
pembangunan Nasional di Indonesia, pada GBHN 1993, pembangunan daerah
diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran
serta masyarakat serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara
optimal dan terpadu. Pemerataan dan keberimbangan dapat diwujudkan melalui
pembangunan daerah yang mampu mengembangkan potensi-potensi
pembangunan sesuai kapasitasnya, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004.

3.1.1. Kinerja Pembangunan Daerah


Proses pembangunan bukanlah sekedar fenomena yang mengejar
pertumbuhan ekonomi. Dimensi sosial yang terabaikan dalam perspektif
pertumbuhan menjadi strategis dalam pembahasan tentang kinerja pembangunan
daerah. Rustiadi et al. (2009) menjelaskan jika pertumbuhan perekonomian yang
pesat, disertai munculnya berbagai masalah berupa penurunan distribusi
pendapatan, peningkatan jumlah pengangguran, peningkatan jumlah keluarga di
bawah garis kemiskinan, serta kerusakan sumber daya alam akan berdampak
paradoks dan mengarah pada kemunduran pembangunan itu sendiri.
Pembangunan merupakan proses dimana pendapatan per kapita suatu negara
meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan absolute tidak meningkat dan
distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Meier, 1995 dalam Kuncoro, 2006).
Penjelasan ini mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan
prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia, karena didalamnya terdapat
11

peningkatan produktivitas dan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja.


Dengan demikian terdapat hubungan timbal balik antara pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan manusia, dimana pertumbuhan ekonomi mempengaruhi
pembangunan manusia, walaupun secara empiris tidak selalu otomatis (Rustiadi et
al., 2009).
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia dapat
berlangsung dua jalur. Pertama melalui kebijaksanaan pengeluaran pemerintah di
bidang sosial seperti pendidikan dan kesehatan dasar. Kedua yaitu melalui besaran
dan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar serta pemenuhan
nutrisi anggota keluarga, untuk biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar,
serta untuk kegiatan lain yang serupa (Rustiadi et al., 2009). Disebutkan pula
bahwa selain kedua jalur tersebut, keberlangsungan interaksi kedua variabel
tersebut berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja.

2.1.2 Indikator Pembangunan Daerah


Indikator adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan
tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur
serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik
dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan
berfungsi. Secara umum, indikator kinerja memiliki fungsi untuk (1) memperjelas
tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan, (2) menciptakan
konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari
kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan dan dalam
menilai kinerjanya, dan (3) membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan
evaluasi kinerja organisasi/unit kerja (Rustiadi et al., 2009).
Kuncoro (2006) membagi indikator pembangunan dalam dua garis besar,
yakni indikator ekonomi dan indikator sosial. Indikator ekonomi yang dapat
digunakan diantaranya GDP per kapita, laju pertumbuhan ekonomi, dan lainnya.
Sedangkan indikator sosial pada umumnya beberapa Negara menggunakan
Human Development Index (HDI) dan Physical Quality Life Index (PQLI).
Rustiadi et al. (2009) membagi tiga kelompok cara dalam menetapkan indikator
pembangunan, yakni: (1) indikator berbasis tujuan pembangunan, (2) indikator
12

berbasis kapasitas sumber daya, dan (3) indikator berbasis proses pembangunan
(Gambar 2).
“Growth” (Produktifitas, Efisiensi
dan Pertumbuhan)
Indikator
berdasarkan “Equity” (Pemerataan, Keadilan
“Tujuan dan Keberimbangan)
pembangunan
“Sustainability” (Keberlanjutan)

Sumberdaya Alam
Indikator
Indikator Kinerja berdasarkan Sumberdaya Manusia
Pembangunan “Kapasitas
Daerah Sumberdaya Sumberdaya Buatan
Pembangunan”
Sumberdaya Sosial

Input

Implementasi/Proses
Indikator
berdasarkan Output
“Proses
pembangunan Outcome

Benefit
Sumber Rustiadi et al. (2009)
Impact

Gambar 2 Sistematika penyusunan konsep-konsep indikator kinerja


pembangunan wilayah.

Indikator berbasis tujuan pembangunan merupakan sekumpulan cara


mengukur tingkat kinerja pembangunan dengan mengembangkan berbagai ukuran
operasional berdasarkan tujuan-tujuan pembangunan. Dari berbagai pendekatan,
dapat disimpulkan tiga tujuan pembangunan, yakni: (1) produktivitas, efisiensi
dan pertumbuhan (growth), (2) pemerataan keadilan dan keberimbangan (equity),
dan (3) keberlanjutan (sustainability) (Rustiadi et al., 2009).
Pembangunan juga harus dilihat sebagai suatu upaya secara terus- menerus
untuk meningkatkan dan mempertahankan kapasitas sumber daya pembangunan,
sehingga kapasitas sumber daya pembangunan sering menjadi indikator yang
penting dalam pembangunan. Sumber daya adalah segala sesuatu yang dapat
menghasilkan utilitas (kemanfaatan) baik melalui proses produksi atau penyediaan
barang dan jasa maupun tidak. Dalam perspektif ekonomi sumber daya, sumber
daya juga diartikan sebagai segala sesuatu yang dipandang memiliki nilai
ekonomi. Terdapat berbagai cara mengelompokkan atau mengklasifikasikan
sumber daya. Salah satu cara mengklasifikasikan sumber daya yang paling umum
13

menurut Rustiadi et al. (2009) adalah dengan memilah sumber daya atas sumber
daya yang dapat diperbarui (renewable resources) dan sumber daya yang tidak
dapat diperbarui (non renewable resources). Pendekatan lain dalam klasifikasi
sumber daya adalah dengan memilah atas: (1) sumber daya alam (natural
resources), (2) sumber daya manusia (human resource), (3) sumber daya fisik
buatan (man-made resources), mencakup prasarana dan sarana wilayah, dan (4)
sumber daya sosial. Masing-masing sumber daya memiliki sifat kelangkaan dan
berbagai bentuk karakteristik unik yang menyebabkan pengelolaannya
memerlukan pendekatan yang berbeda-beda.
Pembangunan adalah suatu proses, yang kinerja pembangunannya tetap
perlu dievaluasi proses dari pembangunan. Penilaian kinerja proses pembangunan
setidaknya dapat dilihat dari input yang digunakan untuk menghasilkan output
dari proses pembangunan. Input yang digunakan setidaknya akan menentukan
kelanjutan dari pembangunan pada tahapan selanjutnya. Akan tetapi seringkali
evaluasi atau kinerja pembangunan hanya dilakukan pada tujuan jangka pendek,
yaitu keberhasilan dari suatu proyek pembangunan jangka pendek (tahunan) yang
tidak bersifat esensial atau mendasar. Akibatnya tidak menghasilkan manfaat-
manfaat jangka panjang atau bahkan merugikan akibat akumulasi dampak yang
bersifat jangka panjang. Oleh karenanya, pencapaian output jangka pendek belum
memberi jaminan tercapainya tujuan-tujuan jangka panjang yang lebih hakiki.

1.2 Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Penduduk


Dalam beberapa varian pemikiran, pembangunan diidentikkan dengan
pertumbuhan ekonomi melalui pembentukan modal. Oleh karena itu, setelah
Perang Dunia II, strategi pembangunan yang ditempuh di beberapa negara adalah
akselerasi pertumbuhan ekonomi dengan mengundang modal asing dan
melakukan industrialisasi.
Dalam teorinya Adam Smith (Skousen, 2006) menjelaskan bahwa
akumulasi modal dan investasi dalam pembangunan sebagai prasyarat
pertumbuhan ekonomi tergantung dari kemampuan masyarakat menguasai dan
mengeksplorasi sumber daya yang ada. Mobilisasi sumber daya ekonomi adalah
upaya penggalian dan pemanfatan sumber daya alam, sumber daya manusia,
teknologi, modal dan sumber daya sosial bagi mereka yang memerlukannya.
14

Mobilisasi ini akan menjadi masalah jika menimbulkan ketimpangan


kesejahteraan karena penguasaan yang didominasi oleh kelompok tertentu. Untuk
menghilangkan inefisiensi dan membuka akses masyarakat terhadap sumber daya
tersebut dapat dilakukan melalui mobilisasi sumber daya melalui redistribusi asset
(Rustiadi et al., 2009).
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu wujud redistribusi asset dalam
mengelola dan mengeksplorasi sumber daya untuk kepentingan pertumbuhan
wilayah. Menurut Arsyad (1999) pembangunan ekonomi daerah adalah suatu
proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya
yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan
sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.
Pendapatan wilayah merupakan gambaran pendapatan masyarakat di suatu
wilayah. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah ukuran produktivitas
wilayah yang paling umum diterima secara luas sebagai standar ukuran
pembangunan dalam skala wilayah. PDRB pada dasarnya adalah total produksi
kotor dari suatu wilayah, yakni total nilai tambah dari semua barang dan jasa yang
diproduksi di suatu Negara atau wilayah dalam periode satu tahun. Artinya PDRB
menunjukkan nilai tambah dari aktivitas manusia.
PDRB yang dibagi dengan jumlah penduduk akan menunjukkan pendapatan
per kapita masyarakat di suatu wilayah (Rustiadi et al., 2009). Pendapatan per
kapita yang tinggi di suatu wilayah akan menjadi daya tarik penduduk untuk
berimigrasi ke wilayah tersebut. Tingkat imigrasi yang tinggi akan menyebabkan
tingginya pertumbuhan penduduk (social increase), selain faktor kelahiran dan
kematian (natural increase). Sehingga pembangunan ekonomi wilayah yang
tinggi, juga menjadi penyebab tingginya pertumbuhan penduduk di wilayah
tersebut.
Menurut Todaro dan Smith (2003), pertumbuhan penduduk bukanlah
masalah kependudukan semata. Ada masalah lain yang terkait, dibalik
pertumbuhan itu sendiri. Pembangunan ekonomi wilayah yang tinggi secara
otomatis mampu mengontrol pertumbuhan dan penyebaran penduduk. Jika
pembangunan ekonomi di suatu wilayah rendah, maka penduduknya akan
15

mempertahankan pola keluarga besar sebagai sumber jaminan sosial di masa


mendatang.
Pertumbuhan penduduk yang tinggi juga menyebabkan degradasi sumber
daya alam dan penyusutannya. Kerusakan ini justru mengakibatkan pertumbuhan
ekonomi di wilayah tersebut akan meluruh. Daya dukung dan kerusakan sumber
daya alam akan diperparah dengan penyebaran penduduk yang tidak merata.
Permasalahan lain dari pertumbuhan penduduk ini, justru terkait dengan
rendahnya pembangunan ekonomi di suatu wilayah. Pembangunan ekonomi yang
rendah menjadi penyebab tingginya insiden kemiskinan, sehingga untuk
mengatasinya selain mengurangi laju pertumbuhan penduduk, diperlukan pula
strategi yang dapat meningkatkan pembangunan ekonomi wilayah. Selain itu,
jumlah penduduk yang rendah akan membantu mengurangi alokasi pembangunan
dasar seperti pendidikan dan kesehatan, sehingga porsi untuk investasi
peningkatan aktivitas ekonomi justru akan meningkat.

1.3 Pembangunan Manusia/Sosial


Konteks kesejahteraan dalam pembangunan, tidak hanya dimaknai sebagai
kecukupan, pertumbuhan dan produktivitas ekonomi yang tinggi, tetapi juga
menunjukkan kemajuan sosial budaya, interaksi sosial dan akses masyarakat pada
pendidikan, kesehatan, dan politik. UNDP mendefinisikan pembangunan manusia
sebagai suatu proses yang ditujukan untuk memperluas pilihan-pilihan bagi
penduduk ( a process of enlarging people choices). Dalam konsep tersebut,
penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir, bukan alat, cara atau instrument
pembangunan (Rustiadi et al., 2009).
Pembangunan manusia adalah perpaduan antara pembangunan sosial
ekonomi dan pengorganisasian masyarakat. Pembangunan sektor sosial ekonomi
masyarakat perlu diwujudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
yang didukung oleh organisasi dan partisipasi masyarakat yang memiliki
kapasitas, kapabilitas, dan kinerja yang secara terus menerus tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat (Rustiadi et al., 2009). Dari pandangan
tersebut, cita-cita pembangunan manusia mencakupi semua komponen
pembangunan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat. Masyarakat
sejahtera adalah masyarakat yang dapat menikmati kemakmuran secara utuh,
16

tidak miskin, tidak menderita kelaparan, menikmati pelayanan pendidikan secara


layak, mampu mengimplementasikan kesetaraan gender, dan merasakan fasilitas
kesehatan secara merata.
Pembangunan manusia pada dasarnya adalah suatu upaya terstruktur untuk
meningkatkan kapabilitas modal manusia (human capital) sehingga memiliki
peluang meningkatkan kesejahteraan melalui pembangunan kesehatan dan
pendidikan. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan pendidikan
merupakan hal pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan berharga
(Todaro dan Smith 2003). Pendidikan memainkan peran kunci untuk menciptakan
pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk
menyerap teknologi dalam aktivitas pembangunan. Kesehatan merupakan
prasyarat untuk peningkatan produktivitas penduduk dan sebagai tumpuan atas
keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan dan kesehatan menjadi
penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, sebagai modal peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Rustiadi et al. (2009) menjelaskan bahwa untuk mencapai cita-cita dari
pembangunan manusia, empat hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan
manusia yaitu produktivitas, pemerataan, keberlanjutan dan pemberdayaan.
Perhatian pembangunan manusia tidak hanya pada upaya meningkatkan
kapabilitas manusia, tetapi juga upaya pemanfaatan kapabilitas tersebut secara
penuh. Dengan demikian terdapat dua sisi paradigma pembangunan manusia,
yaitu sisi pertama adalah formasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf
kesehatan, pendidikan dan keterampilan, dan sisi keduanya adalah pemanfaatan
kapabilitas mereka untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural,
sosial dan politik.
Selain modal manusia, dalam pembangunan diperlukan pula adanya modal
sosial (social capital) yang berfungsi sebagai katalisator dalam mencapai tujuan
pembangunan. Modal sosial adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma
informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok
masyarakat dan memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka
(Fukuyama, 2002).
17

Pembangunan sosial sebagai proses pembangunan yang memanfaatkan


modal sosial dengan memperhatikan tiga komponennya, yaitu: norma, jaringan,
dan kepercayaan. Norma sebagai serangkaian nilai yang disepakati bersama,
jaringan menggambarkan adanya ikatan dari segolongan atau sekelompok
masyarakat, dan kepercayaan adalah nilai yang menghasilkan tingkatan ikatan
antar masyarakat atau golongan. Ketiga komponen tersebut bersifat spesifik,
sehingga akan berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya karena
perbedaan pola karakteristik sosial kelompok atau masyarakat (Fukuyama, 2002).

1.4 Kemiskinan
Secara ekonomi kemiskinan diidentikkan dengan permasalahan pendapatan.
Akan tetapi pendekatan ini tidak mampu menjelaskan masalah kemiskinan secara
tuntas. Karenanya kemiskinan harus didefinisikan secara plural, dimana
kemiskinan adalah suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar (esensial)
individu sebagai manusia. Menggambarkan kemiskinan, terutama di pedesaan,
ada lima karakteristik yang saling terkait: kemiskinan material, kelemahan fisik,
keterkucilan dan keterpencilan, kerentanan, dan ketidakberdayaan. Kerentanan
tersebut dapat dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin untuk menyediakan
sesuatu guna menghadapi situasi darurat seperti datangnya bencana alam,
kegagalan panen, atau penyakit yang tiba-tiba menimpa keluarga miskin itu
(Chambers, 1983 dalam Kuncoro, 2006).
Keluarga miskin pada umumnya selalu lemah dalam kemampuan berusaha
dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin
tertinggal jauh dari masyarakat lain yang memiliki potensi lebih tinggi. Rustiadi
et al. (2009) mendefinisikan kemiskinan sebagai keadaan di mana tingkat
pendapatan seseorang mengakibatkan dirinya tidak dapat mengikuti tata nilai dan
norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Kemiskinan Natural atau alamiah, yakni, kemiskinan yang timbul sebagai
akibat terbatasnya jumlah sumber daya dan/atau karena tingkat perkembangan
teknologi yang sangat rendah. Artinya faktor-faktor yang menyebabkan suatu
masyarakat menjadi miskin terjadi secara alami memang ada, dan bukan
karena adanya kelompok atau individu di dalam masyarakat tersebut lebih
18

kaya atau miskin dari yang lain. Mungkin saja dalam keadaan kemiskinan
alamiah tersebut akan terdapat perbedaan-perbedaan kekayaan, tetapi dampak
perbedaan tersebut akan diperlunak atau dieliminasi oleh adanya pranata-
pranata tradisional, seperti pola hubungan patron-client, jiwa gotong royong
dan sejenisnya yang secara fungsional untuk meredam kemungkinan
timbulnya kecemburuan sosial (Kuncorojakti, 1986).
2. Kemiskinan struktural, yakni kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial
yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana
ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata. Dengan demikian sebagian
anggota masyarakat tetap miskin walaupun sebenarnya jumlah total produksi
yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut bila dibagi rata dapat membebaskan
semua anggota masyarakat dari kemiskinan. Kemiskinan struktural ini dapat
diartikan sebagai suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat
yang penyebab utamanya bersumber dari strukur sosial yang berlaku dalam
masyarakat itu sendiri. Oleh karena struktur sosial yang berlaku
menggolongkan mereka dalam golongan miskin tampak tidak berdaya untuk
mengubah nasibnya dan tidak mampu memperbaiki hidupnya. Struktur sosial
yang berlaku telah mengurung mereka kedalam suasana kemiskinan secara
turun temurun selama bertahun-tahun. Mereka hanya mungkin keluar dari
penjara kemelaratan melalui suatu proses perubahan struktur yang mendasar.
Kemiskinan struktural, biasanya terjadi dalam suatu masyarakat di mana
terdapat perbedaan yang tajam antara mereka yang hidup melarat dengan
mereka yang hidup dalam kemewahan dan kaya raya. Walaupun mereka
merupakan mayoritas terbesar dari masyarakat, dalam realita tidak
mempunyai kekuatan apa-apa untuk mampu memperbaiki nasib hidupnya.
Sementara minoritas kecil mayarakat yang kaya raya biasanya berhasil
memonopoli dan mengontrol berbagai kehidupan, terutama segi ekonomi dan
politik. Selama golongan kecil yang kaya raya itu masih menguasai berbagai
kehidupan masyarakat, selama itu pula diperkirakan struktur sosial yang
berlaku akan bertahan. Akibatnya terjadilah apa yang disebut dengan
kemiskinan struktural.
19

Ciri utama dari kemiskinan struktural ialah tidak terjadinya - kalaupun


terjadi sifatnya lamban sekali - apa yang disebut sebagai mobilitas sosial
vertikal. Struktur sosial yang berlaku telah melahirkan berbagai corak
rintangan yang menghalangi mereka untuk maju. Ciri lain dari kemiskinan
struktural adalah timbulnya ketergantungan yang kuat antara pihak si miskin
terhadap kelas sosial-ekonomi di atasnya (Kuncorojakti, 1986).
3. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian,
bukan berasal dari kebodohan dan ketidakmampuan fisik, tetapi lebih kepada
sikap apatis dan pasrah dalam menerima kondisi kemiskinan yang dimilikinya
yang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi, sehingga seringkali kita
dapat dapat menemui kemiskinan ini pada masyarakat strata sosial yang lebih
rendah, masyarakat terasing, dan warga urban yang berasal dari buruh tani
yang tidak memiliki tanah.
2.4.1 Kemiskinan Absolut dan Relatif
Kemiskinan absolut dan relatif adalah konsep kemiskinan yang mengacu
pada kepemilikan materi dikaitkan dengan standar kelayakan hidup
seseorang/keluarga. Kedua istilah itu merujuk pada perbedaan sosial (social
distinction) yang ada dalam masyarakat berangkat dari distribusi pendapatan.
Perbedaannya adalah pada kemiskinan absolut ukurannya sudah terlebih dahulu
ditentukan dengan angka-angka nyata dan atau indikator atau kriteria yang
digunakan, sementara pada kemiskinan relatif, kategorisasi kemiskinan ditentukan
berdasarkan perbandingan relatif tingkat kesejahteraan antar penduduk. Kategori
ini dapat digunakan untuk mengukur kemiskinan konsumsi maupun kemiskinan
keterbelakangan yang bersifat multidimensi.
Dalam kemiskinan absolut, standar kemiskinan dihitung berdasarkan nilai
uang yang dibutuhkan untuk membayar jumlah kalori minimal yang dibutuhkan
untuk hidup sehat dan kebutuhan non-makanan tertentu; Tingkat pendidikan yang
dianggap tertinggal ditetapkan berdasarkan kemampuan membaca/menulis (melek
huruf) atau kelulusan dari sekolah dasar. Standar-standar ini tidak akan berubah
meskipun tingkat kemakmuran masyarakat berubah. Standar kemiskinan absolut
digunakan untuk menganalisis angka kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS)
20

menetapkan garis kemiskinan sebagai ukuran minimal memenuhi kebutuhan


makanannya setara dengan 2100 kalori per kapita per hari. Bank dunia
menetapkan garis kemiskinan USD 1.00 per orang per hari di negara kategori
pendapatan rendah, USD 14.00 per hari di negara maju dan USD 2.00 per hari di
negara pendapatan sedang.
Kemiskinan relatif memandang kemiskinan berdasarkan kondisi riil tingkat
kemakmuran masyarakat. Kemiskinan ini menggunakan garis kemiskinan yang
berbeda antar wilayah, berdasarkan tingkat kemakmuran masyarakat di wilayah
tersebut (GAPRI,2003).

2.4.2 Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan


Secara kuantitatif, Kedalaman kemiskinan berarti mengukur secara rata-rata
seberapa jauh jarak orang miskin dari garis kemiskinan. Secara singkat,
pengukuran ini melihat seberapa miskinnya si miskin. Jika secara rata-rata
konsumsi orang miskin hanya sedikit di bawah garis kemiskinan, maka
kedalaman kemiskinan lebih kecil daripada jika rata-rata konsumsi orang miskin
jauh di bawah garis kemiskinan. Indeks dalam pengukuran kedalaman kemiskinan
ini dapat mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari
garis kemiskinan, yang dinyatakan dalam rasio dari garis kemiskinan.
Secara kualitatif, kedalaman kemiskinan juga dapat ditunjukkan dengan gap
antara klasifikasi kaum termiskin dengan kelompok-kelompok diatasnya.
Keparahan kemiskinan, secara kuantitatif dapat mengukur ketimpangan distribusi
di antara orang miskin (GAPRI,2003). Jika indeks dari Kedalaman Kemiskinan
tidak sensitif terhadap distribusi pendapatan diantara penduduk miskin, maka
indeks dari keparahan kemiskinan mampu memberikan gambaran ketimpangan
distribusi pendapatan dalam kelompok miskin.
Penggabungan indikator kemiskinan dengan ukuran ketimpangan
mempertajam dan memperkaya gambaran mengenai sebaran permasalahan
kemiskinan, sekaligus perilaku kaum miskin itu sendiri.

2.4.3 Ukuran Kemiskinan


Rustiadi et al. (2009) menggunakan beberapa kategori dalam merumuskan
pengukuran kemiskinan. Kategori tolok ukur tersebut dapat dilihat berdasarkan:
a. Rasio barang dan jasa yang dikonsumsi (Good-Service Ratio, GSR).
21

Konsep ini berdasarkan fakta bahwa semakin tinggi kesejahteraan seseorang


maka semakin besar persentase pendapatan (income) yang digunakan untuk
jasa.
b. Persentase/ratio pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makanan.
Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi kesempatan
mengkonsumsi komoditi selain makanan. Dengan demikian semakin tinggi
persentase pengeluaran untuk bukan-makanan terhadap total pendapatan
seseorang, semakin tinggi tingkat kesejahteraannya.
c. Pendapatan setara beras.
Kebutuhan setara beras dihitung untuk kebutuhan kalori orang per hari.
Pendapatan yang diperoleh seseorang jika dapat melebihi pemenuhan
kebutuhan kalori per harinya, maka tingkat kesejahteraannya semakin baik.
d. Pemenuhan kebutuhan pokok.
Pengukuran kesejahteraan seseorang yang didasarkan pada pemenuhan
kebutuhan sembilan bahan pokok, yang apabila dapat terpenuhi, maka tingkat
kesejahteraannya akan lebih baik.
2.4.4 Kriteria Keluarga Miskin
Indikator Keluarga Sejahtera pada dasarnya berangkat dari pokok pikiran
yang terkandung didalam undang-undang nomor 10 Tahun 1992 disertai asumsi
bahwa kesejahteraan merupakan variabel komposit yang terdiri atas berbagai
indikator yang spesifik dan operasional. Indikator dan kriteria keluarga miskin
adalah adalah keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan
ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :
a. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telor.
b. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel
pakaian baru.
c. Luas lantai rumah paling kurang 8 M2 untuk tiap penghuni.
Selain keluarga miskin, disusun pula kriteria untuk keluarga miskin sekali,
yakni keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan ekonomi
tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :
a. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.
22

b. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah


dan bepergian.
c. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.
Karena penetapan keluarga miskin dan miskin sekali berdasar pada kriteria
keluarga pra sejahtera dan sejahtera I, maka indikator bagi keluarga sejahtera I
dan pra sejahtera adalah sebagai berikut :
a. Keluarga Pra Sejahtera
adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5
kebutuhan dasarnya (basic needs) sebagai keluarga Sejahtera I, seperti
kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan.
b. Keluarga Sejahtera Tahap I
adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal yaitu :
1) Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota
keluarga.
2) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau
lebih.
3) Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
4) Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
5) Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa
kesarana/petugas kesehatan.
2.5 Interaksi Spasial
Interaksi spasial menggambarkan pola hubungan antar wilayah yang
berdekatan karena adanya sifat kontiguitas spasial (spatial contiguity) dan spatial
compactness. Sifat spatial contiguity menggambarkan kecendrungan dua wilayah
yang bersebelahan akan saling mempengaruhi, sementara spatial compactness
menggambarkan bahwa dua wilayah yang bersebelahan akan saling berinteraksi dan
memiliki keterkaitan spasial. Keterkaitan untuk saling mempengaruhi dan
berinteraksi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efesiensi dalam proses
pembangunan wilayah (Rustiadi et al., 2009).
Dalam interaksi spasial, pembangunan dapat diterjemahkan sebagai alokasi
sumber daya menurut ruang (spatial order) dan interaksi spasial dalam mencapai
23

sasaran pembangunan dan memecahkan permasalahan sosial ekonomi dengan


menekankan pada “apa yang menjadi masalah (what) dan mengapa masalah itu
terjadi (why)” dalam suatu wilayah. Menggabungkan aspek geografi dan sosial-
ekonomi untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam suatu wilayah telah
dikembangkan dengan pendekatan spatial econometrics yang didukung
perkembangan teknologi komputer untuk menyajikan informasi spasial seperti
Sistem Informasi Geografis (SIG).

2.6 Kemiskinan, Pembangunan Manusia/Sosial dan Aktivitas Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia merupakan dua sisi mata
uang yang harus beriringan dalam pembangunan di suatu wilayah, beberapa
penelitian telah mengembangkan argumentasi tersebut, diantaranya Brata (2002)
dalam tulisannya pada Jurnal Ekonomi Pembangunan yang berjudul
Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional, adanya hubungan dua
arah antara pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi regional di
Indonesia, termasuk di masa krisis. Pembangunan manusia yang berkualitas
mendukung pembangunan ekonomi dan sebaliknya kinerja ekonomi yang baik
mendukung pembangunan manusia. Masing-masing hubungan ini ditunjukkan
dengan berperannya variabel-variabel, seperti variabel PDRB, lama pendidikan
sekolah perempuan, yang terbukti sangat signifikan pengaruhnya terhadap tingkat
pembangunan manusia jika dilihat dari IPM.
Studi yang dikembangkan oleh Adam (2004) mengenai keterkaitan
pertumbuhan ekonomi, ketimpangan dan kemiskinan di beberapa Dunia
Berkembang menunjukkan bahwa elastisitas kemiskinan lebih tinggi ketika
pertumbuhan yang dimaksud adalah perubahan pendapatan rata-rata rumah tangga
per kapita dibandingkan dengan pertumbuhan GDP per kapita. Setiap aktivitas
yang mampu mendorong peningkatan pendapatan penduduk miskin akan
signifikan menurunkan angka kemiskinan, sehingga penting melihat kemiskinan
pada skala aktivitas mikro.
Dalam Makalah berjudul “Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Penurunan Jumlah Penduduk Miskin” yang ditulis oleh Siregar et al. (2007)
menjelaskan bahwa output suatu daerah dipengaruhi oleh teknologi, modal fisik
dan tenaga kerja. Semakin baik pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan output,
24

dan mengindikasikan semakin banyak orang yang bekerja, sehingga dapat


mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Tetapi kondisi ini tidak selalu tercapai
karena banyaknya faktor-faktor pertumbuhan ekonomi berpengaruh pada
tingkatan berbeda terhadap pengurangan kemiskinan dan pengangguran. Dari
hasil analisis yang dilakukannya menyimpulkan bahwa pertumbuhan berpengaruh
tidak signifikan mengurangi kemiskinan, demikian halnya pengaruh inflasi dan
jumlah penduduk. Faktor yang signifikan menurunkan tingkat kemiskinan dan
pengangguran adalah peningkatan share sektor pertanian dan industri, serta
tingkat pendidikan.
Dalam makalah yang lain, Siregar (2006) menyebutkan peningkatan
ekonomi sebagai syarat keharusan dalam mengurangi kemiskinan dan
pengangguran yang dibangun melalui investasi dan pengembangan sektor-sektor
padat karya baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Investasi publik
atau pemerintah dikembangkan melalui infrastruktur perekonomian, kualitas
SDM, kualitas pelayanan publik yang merata. Investasi swasta dikembangkan
melalui pengembangan pertanian dan industri pertanian, serta mendukung
pengembangan UKM.
Pengalaman China menangani kemiskinan yang diangkat oleh Ravallion
dan Chen (2005) menekankan penanganan kemiskinan di pedesaan. Dengan
melakukan pemetaan kemiskinan dan mempelajari penyebab munculnya
kemiskinan, maka China mengembangkan kebijakan reformasi agraria dengan
melakukan de-kolektivitas pertanian dari kelompok menjadi pengelolaan rumah
tangga dan memperluas pertanian tanaman pangan sehingga mampu
meningkatkan produksi, dan akhirnya berdampak pada menurunnya harga pasar
bahan pangan. Dampak tak langsung dari kebijakan ini, pendapatan petani
meningkat dan daya beli pangan oleh penduduk miskin juga meningkat.
Kebijakan ini mampu menurunkan jumlah penduduk miskin, sehingga China
memandang bahwa pertanian dan kemiskinan di pedesaan adalah sasaran yang
effektif meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Pro Poor Growth) bagi negara-
negara berkembang.
Pengalaman Bolivia justru berbeda dengan China, dimana Bolivia
mengembangkan pengelolaan komunal dalam mengelola sumber daya alam yang
25

sejalan dengan penelitian Grooter dan Narayan (2004). Penelitian ini mampu
menjelaskan bahwa dampak penguatan sumber daya sosial 2,5 kali lebih besar
daripada penguatan sumber daya manusia dalam meningkatkan pendapatan. Jika
meningkatkan 25% pengeluaran rumah tangga di bidang pendidikan mampu
meningkatkan pendapatan 4,2%, maka dengan investasi yang sama besar pada
sumber daya sosial, maka pendapatan akan meningkat 9-10,5%, sehingga
disimpulkan bahwa pendekatan pembangunan sosial adalah akselerator penurunan
kemiskinan.
Dalam menganalisis keterkaitan kemiskinan dan aktivitas ekonomi di
Provinsi Riau, dalam tesisnya, Hajiji (2010) menyimpulkan bahwa sektor-sektor
yang berpengaruh dalam pengentasan kemiskinan adalah sektor bangunan, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, dan sektor
keuangan, persewaan dan jawa perusahaan. Sementara peningkatan sektor
pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih justru
meningkatkan kemiskinan.
Pola interaksi spasial dalam keterkaitan pembangunan manusia/sosial dan
aktivitas ekonomi, dengan kemiskinan dijelaskan oleh Arman (2009) dalam
tesisnya yang berjudul Peran Pembangunan Manusia/Sosial dan Interaksi Spasial
dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran. Penelitiannya
menunjukkan bahwa interaksi spasial antar kecamatan di Kabupaten Bogor sangat
kuat berpengaruh terhadap penurunan angka kemiskinan. Kerjasama antar
kecamatan dapat mengefesiensikan biaya. Hal tersebut dipengaruhi oleh
pemanfaatan infrastruktur, alokasi anggaran, ketersediaan sumber daya alam
seperti lahan produksi pertanian dan sumber daya manusia seperti tenaga guru di
beberapa lembaga pendidikan, dan ketersediaan lapangan pekerjaan, kecamatan
yang berdekatan cenderung dapat memanfaatkan fasilitas dan sumber daya
tersebut secara bersama. Untuk itu pemerataan pembangunan manusia dalam
suatu wilayah perlu dikaji dalam kacamata pembangunan daerah yang berimbang.
Interaksi spasial dalam menangani kemiskinan oleh Crandall dan Weber
(2004) juga menyatakan bahwa pertumbuhan kesempatan kerja dan pembangunan
manusia/sosial mampu menurunkan tingkat kemiskinan pada wilayah yang saling
terkait (ketetanggaan). Penguatan modal sosial dan peningkatan kesempatan kerja
26

pada wilayah yang keterkaitannya tinggi lebih efektif menangangani kemiskinan


dibandingkan pada wilayah yang keterkaitannya rendah. Dampak penurunan
kemiskinan bersifat spillover pada serentetan wilayah dengan kemiskinan yang
tinggi.

2.7 Principal Component Analysis (PCA)


Principal Component Analysis (PCA) atau Analisis Komponen Utama
digunakan untuk mengelompokkan variabel-variabel penentu tingkat
perkembangan wilayah menjadi beberapa faktor-faktor utama yang lebih sedikit
dari jumlah variabel awalnya, namun masih memuat sebagian besar
varian/informasi dari data aslinya. Data yang digunakan dalam analisis ini bersifat
kuantitatif melalui proses rasionalisasi yaitu variabel-variabel yang dapat
mencirikan tipologi wilayah. Untuk melakukan perhitungan dengan metode ini
digunakan aplikasi statistica.
Adapun maksud dari analisis ini adalah untuk mengelompokkan beberapa
variabel yang memiliki kemiripan untuk dijadikan satu faktor, sehingga
dimungkinkan dari beberapa atribut yang mempengaruhi suatu komponen variabel
dapat diringkas menjadi beberapa faktor utama yang jumlahnya lebih sedikit.
Menurut Saefulhakim (2006) ada dua tujuan dasar dari PCA, yaitu:
1. Ortogonalisasi Variabel: mentransformasikan suatu struktur data dengan
variabel-variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan
variabel-variabel baru (yang disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor)
yang tidak saling berkorelasi.
2. Penyederhanaan Variabel: banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh
lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tetapi total kandungan informasinya
(total ragamnya) relatif tidak berubah.
Teknik ekstraksi data dengan PCA pada dasarnya adalah dengan
memaksimalkan keragaman dalam 1 (satu) variabel/faktor yang baru dan
meminimalkan keragaman dengan variabel/faktor yang lain, menjadi variabel
yang saling bebas (independent).
27

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis ini adalah :


1. Ortogonalisasi Variabel
Tujuannya adalah membuat variabel baru Z (=1,2,...,qp) yang memiliki
karakteristik:
1) satu sama lain tidak saling berkorelasi, yakni: r’ = 0,
2) nilai rataan masing-masing, tetap sama dengan nol, dan
3) nilai ragam masing-masing Z sama dengan 0, dimana = p.
2. Penyederhanaan jumlah variabel
Mengurutkan masing-masing faktor/komponen utama (F) yang dihasilkan,
dari yang memiliki eigenvalue (λ) tertinggi hingga terendah, yakni :
a. Memilih faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki 1,
artinya faktor atau komponen utama yang memiliki kandungan informasi
(ragam) setara dengan informasi yang terkandung dalam satu variabel asal.
b. Membuang faktor atau komponen utama yang mempunyai eigenvalue
antar dua faktor atau komponen utama yang berdekatan/tidak begitu
signifikan, jika (-( - 1))<1. Sebagai alternatif lain digunakan juga metode
The Scree Test yang diperkenalkan oleh Catell dimana dari hasil scree plot
yang dipilih adalah yang paling curam.
c. Menentukan faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki
koefisien korelasi nyata minimal satu variabel asal. Kriteria yang
digunakan adalah | rj|0.7 Hal ini dimaksudkan agar setiap faktor atau
komponen utama yang terpilih, paling tidak memiliki satu penciri dominan
dari variabel asalnya.
Hasil PCA antara lain:
Akar ciri (eigen value) merupakan suatu nilai yang menunjukkan keragaman
dari peubah komponen utama yang dihasilkan dari analisis, semakin besar
nilai eigen value, maka semakin besar pula keragaman data awal yang mampu
dijelaskan oleh data baru.
Component/factor score adalah nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik
data baru dari hasil komponen utama dan digunakan setelah PCA.
Factor loading menggambarkan besarnya korelasi antar variabel awal dengan
komponen ke-i. PC scores ini yang digunakan jika terjadi analisis lanjutan
28

setelah PCA. Factor Loadings (L) adalah sama dengan Factor Score
Coefficients (C) kali Eigenvalue Faktor atau Komponen Utamanya.
2.8 ClusterAnalysis
Cluster Analysis atau analisis gerombol pada prinsipnya digunakan untuk
mengelompokkan obyek atau merupakan proses untuk meringkas sejumlah obyek
menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai klaster. Dalam analisis klaster
tidak ada variabel bebas maupun variabel tergantung. Dasar pengelompokan yang
digunakan dalam analisis klaster adalah kesamaan (similarity) atau jarak
(distance) ketidaksamaan (dissimilarity). Obyek yang berada dalam satu klaster
relatif memiliki kemiripan dibandingkan dengan obyek yang berada pada klaster
yang lain. Analisis klaster juga sering disebut analisis klasifikasi (classification
analysis). Hasil analisis klaster yang diharapkan adalah adanya perbedaan yang
tinggi antara satu klaster dengan klaster yang lain, sehingga jelas adanya
perbedaan karakteristik antar klaster yang terbentuk, dan memiliki kesamaan yang
tinggi antar anggota dalam satu klaster, sehingga dalam satu klaster akan berisi
obyek yang sama (Saefulhakim, 2006).
Secara umum terdapat dua metode pengelompokan dalam analisis klaster
(gerombol) yaitu: (1) metode berhirarki dan (2) metode tak berhirarki
(Saefulhakim 2006). Metode tak berhirarki merupakan metode pengelompokan
dimana jumlah kelompok yang terbentuk sudah diketahui sebelumnya. Misalnya
orde pembangunan wilayah secara umum diketahui berjumlah 5 (lima), yaitu:
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah, atau 3 (tiga) yaitu: tinggi,
sedang dan rendah. Pengklasifikasian selanjutnya akan dilakukan berdasarkan
jumlah yang kita inginkan tersebut. Unit-unit analisis yang dikelompokkan akan
bergerombol sesuai dengan kedekatan/kemiripan karakteristiknya masing-masing.
Salah satu metode tak berhirarki yang sering digunakan adalah K-Mean Cluster.
Sedangkan pada klaster berhirarki jumlah kelompok yang terbentuk belum
diketahui. Pengelompokan selanjutnya dilakukan terhadap seluruh unit
berdasarkan seluruh karakteristik yang diamati. Selanjutnya berdasarkan
kenampakan hasil pengklasteran/penggerombolan ditentukan pemotongan
seberapa banyak klaster yang akan digunakan (Saefulhakim, 2006).
29

Sebelum melakukan penggabungan data perlu dihitung terlebih dahulu jarak


antara dua data atau jarak antara dua klaster data dengan ciri yang serupa. Untuk
dapat melakukan penggerombolan diperlukan suatu skala pengukuran yang sama.
Jika skala data tidak sama maka data perlu ditransformasikan dalam suatu bentuk
skor tertentu yang disebut jarak baku. Dalam analisis klaster terdapat beberapa
ukuran jarak antara lain: jarak mahalanobis, jarak eucledian, jarak kuadrat
eucledian, jarak manhattan (city-block), jarak chebycev, power distance, dan
percent disagreement. Ukuran jarak yang sering digunakan adalah jarak eucledian
(euclidean distance). Persamaan penghitungan jarak eucledian antara dua titik
atau dua klaster atau gerombol adalah:
2 1/2
D ={ }
Nilai D merupakan jarak antara titik data/ gerombol X dan Y. Makin kecil
nilai D makin besar kemiripan data X dan Y. Asumsi yang harus dipenuhi dalam
penggunaan jarak eucledian ini adalah bahwa antar variabel tidak terjadi
multicollinearity atau variabel-variabel yang ada saling tegak lurus (ortogonal).
Berhubung pengkelasan suatu wilayah pada umumnya didasarkan pada
karakteristik (variabel) dalam jumlah cukup besar, maka kemungkinan terjadinya
multicollinearity cukup besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan teknik antara
dengan menghilangkan kondisi tersebut melalui transformasi PCA. Dengan
transformasi PCA tersebut variabel-variabel yang digunakan akan saling
ortogonal satu dengan yang lain.
Pada tahap selanjutnya, dalam teknik penggerombolan, dilakukan
amalgamasi antar gerombol sesuai dengan kedekatan jaraknya. Terdapat banyak
teknik amalgamasi diantaranya: single linkage, complete linkage, unweighted pair
group-average, weighted pair-group average, unweighted pair-group centroid,
weighted pair-group centroid, dan ward’s. Dalam penelitian ini digunakan
metode Ward’s. Penggabungan antara dua klaster atau gerombol data berdasarkan
Metode Ward’s dilakukan berdasarkan penghitungan jumlah kuadrat jarak dari
kedua klaster hipotetis tersebut. Metode ini sangat efisien, namun demikian,
umumnya metode ini cenderung membentuk ukuran gerombol yang kecil.
Dalam penelitian ini, analisis klaster bertujuan mengelompokan wilayah
berdasarkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat perkembangan
30

wilayah. Pengelompokan wilayah-wilayah menjadi beberapa kelompok


didasarkan pada pengukuran variabel-variabel yang diamati, sehingga diperoleh
kemiripan wilayah dalam kelompok yang sama dibandingkan antara wilayah dari
kelompok yang berbeda.

2.9 Discriminant Analysis


Discriminant Analysis atau analisis diskriminan merupakan salah satu
analisis multivariabel untuk menentukan variabel mana yang membedakan secara
nyata dengan kelompok-kelompok yang telah ada secara alami, sehingga
digunakan untuk menentukan variabel mana yang merupakan penduga terbaik
dari pembagian kelompok-kelompok yang ada.
Pada prinsipnya, penentuan dalam analisis diskriminan ini berbalikan
dengan metode analisis klaster. Jika analisis klaster (khususnya klaster unit)
menentukan klaster dari ciri-ciri yang diduga mirip, maka analisis diskriminan
menentukan dengan kelompok yang sudah tentu yang terbentuk secara alamiah
ingin ditentukan variabel yang mana yang sebenarnya secara nyata membedakan
kelompok-kelompok tersebut. Selain itu, analisis diskriminan juga dapat
dilakukan untuk menguji ketepatan pengelompokan wilayah hasil analisis
pengelompokan yang lain, yaitu pengelompokan berdasarkan hasil analisis
tipologi Klassen. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis diskriminan
antara lain adalah (Saefulhakim, 2006):
a. Data contoh merupakan data multivariabel yang menyebar normal. Walaupun
demikian, jika syarat penyebaran normal ini tidak dipenuhi, perbedaan hasil
pengujian tidak ”fatal”. Artinya hasil pengujian masih layak untuk dipercaya;
b. Matriks ragam (variances) atau peragam (covariances) variabel antar
kelompok bersifat homogen. Jika terdapat deviasi kecil masih bisa diterima.
Oleh karena itu, akan lebih baik jika sebelum menggunakan hasil pengujian
terlebih dahulu dilihat lagi nilai korelasi dan ragam variabel dalam setiap
kelompoknya;
c. Tidak terdapat korelasi antara nilai tengah variabel antar kelompok dengan
nilai ragam atau standar deviasinya;
31

d. Variabel yang digunakan tidak bersifat ”redundant”. Jika kondisi ini tidak
terpenuhi maka matrik tersebut disebut ”ill-condition”. Matriks yang ill-
conditioned tidak dapat diinverskan;
e. Nilai toleransi seharusnya tidak mendekati 0. Dalam analisis diskriminan akan
dilakukan pengujian terhadap keadaan redundant yang diharapkan tidak
terjadi. Pengujian ini disebut dengan pengujian nilai toleransi. Nilai toleransi
ini dihitung dengan persaman 1-R2. Jika kondisi redundant terjadi, maka nilai
toleransi akan mendekati nol.
Fungsi yang terbentuk sebenarnya mirip dengan fungsi regresi. Dalam hal
ini variabel bebas (Y) adalah resultan skor klasifikasi. Variabel tak bebasnya (X)
adalah variabel-variabel yang digunakan sebagai penduga.
Skor = a +b1X1 + b2X2+ ......+bnXn
Variabel dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang
mempunyai peranan terbesar dalam membedakan kelompok-kelompok yang ada.
Hasil pengolahan statistik ini (hasil analisis multivariat yang meliputi analisis
PCA, cluster dan discriminant analysis) akan menghasilkan tipologi wilayah yang
kemudian dibuat peta tipologinya.
32
33

IV. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran


Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, penelitian ini
dibangun atas dasar kerangka pemikiran bahwa kemiskinan merupakan masalah
multidimensi yang sangat kompleks. Kondisi, sifat dan konteks kemiskinan yang
menjadi penyebab kemiskinan antara wilayah yang satu dengan wilayah lain akan
berbeda. Karakteristik tersebut menjadi faktor penentu timbulnya kemiskinan
disuatu wilayah, diantaranya karakteristik struktur dan aktivitas ekonomi,
karakteristik ruang, dan sumber daya (alam, manusia, buatan dan sosial), serta
pengaruh wilayah lain di sekitarnya. Oleh karena itu dalam mengatasi kemiskinan
di suatu wilayah, tidak dapat dilihat dalam kacamata agregat wilayah, tetapi lebih
kepada pendekatan pembangunan daerah/regional baik melalui pembangunan
ekonomi maupun pembangunan manusia/sosial. Pembangunan ekonomi sebagai
upaya untuk mengumpulkan modal melalui aktivitas ekonomi yang mendorong
pertumbuhan ekonomi khususnya yang signifikan mengatasi kemiskinan di suatu
wilayah.
Pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh menurunkan kemiskinan
merupakan modal dalam pembangunan manusia, dapat dikembangkan melalui
kebijakan pengeluaran. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui investasi di
bidang sosial seperti pendidikan dan kesehatan dasar, besaran dan komposisi
pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar, dan pemenuhan nutrisi anggota
keluarga, serta untuk kegiatan lain yang serupa. Pembangunan manusia akan
bermuara pada peningkatan kualitas hidup manusia untuk dapat hidup normal
dalam memenuhi kebutuhannya yang berimplikasi kepada penurunan jumlah
penduduk miskin di suatu wilayah.
Dengan demikian pola pembangunan ekonomi dan pembangunan
manusia/sosial bersama-sama berpengaruh terhadap pola kemiskinan di suatu
wilayah. Pola aktivitas ekonomi dan pembangunan manusia/sosial yang signifikan
berpengaruh terhadap tingkat penurunan kemiskinan dapat dijadikan dasar
kebijakan bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan strategi penanganan
34

kemiskinan. Alur atau kerangka pemikiran dari penelitian ini ditunjukkan pada
alur kerangka pemikiran penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Pembangunan Karakteristik
Daerah Kemiskinan

Pembangunan Sd Manusia Karakteristik sumber


Ekonomi daya
Sd Alam
Karakteristik struktur
Dukungan ekonomi
Sd Sosial
Sumberdaya
Karakteristik struktur
Sd Buatan
sosial
Interaksi Karakteristik
antar wilayah ruang

Aktivitas Pembangunan Profil


Ekonomi Manusia Kemiskinan

Arahan Kebijakan
Penanganan Kemiskinan

Gambar 3 Kerangka Pemikiran.

3.2 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian adalah Provinsi Kalimantan Barat yang terletak di posisi
antara 2o 08’ Lintang Utara sampai dengan 3o05’ Lintang Selatan dan 1o30’-
114o10’ Bujur Timur, dengan unit penelitian adalah pada 175 kecamatan.

3.3 Jenis Data


Jenis data terdiri atas data sekunder yang dikumpulkan melalui literatur dari
Dinas/Badan/Lembaga terkait seperti BPS, Bappeda, P4W dan lainnya, serta
perpustakaan. Jenis data yang dikumpulkan disesuaikan dengan tujuan penelitian
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.

3.4 Kerangka Alir Penelitian


Data yang dikumpulkan diklasifikasikan sesuai dengan tujuan penelitian,
yaitu Kemiskinan, Pembangunan Manusia/Sosial, dan Aktivitas Ekonomi. Pada
setiap tujuan, data yang homogen diubah menjadi variabel dengan software excel,
sehingga variabel dapat dihadirkan dalam dua bentuk olahan data dasar, yakni
berupa variabel pangsa dan/atau rasio.
35

Tabel 4 Jenis, sumber data yang digunakan, teknik analisis data dan output yang diharapkan
Sumber
No. Tujuan Jenis Data Teknik Analisis Data Output yang diharapkan
Data
1. Memetakan pola spasial Jumlah keluarga pra-Sejahtera dan Sejahtera I PODES Principal Component Analysis Peta konfigurasi sebaran
kemiskinan . per Kecamatan, jumlah penduduk miskin di BPS Cluster Analysis kemiskinan dan penduduk,
bantaran sungai, dibawah jaringan SUTET, Discriminant Analysis dan pola spasial tipologi
lokasi terisolasi dan di pemukiman kumuh, peta. Analisis Kuadran kemiskinan
2. Memetakan pola spasial Jumlah penduduk (laki-laki/perempuan, cacat, PODES Principal Component Analysis Peta Konfigurasi tingkatan
Pembangunan kelahiran, kematian, keluar/ masuk, PUS dan BPS Cluster Analysis Pembangunan Kesehatan,
Manusia/Sosial akseptor KB), jumlah tenaga pendidik dan Discriminant Analysis Pendidikan dan Sosial, serta
fasilitas pendidikan, jumlah tenaga kesehatan Analisis Kuadran Pola Spasial tipologi
dan fasilitas kesehatan, jumlah peserta Pembangunan Manusia/Sosial
ASKESKIN, jumlah surat miskin, jumlah
penderita wabah penyakit dan yang meninggal,
Jumlah aparat desa dan keamanan, Fasilitas
Ibadah, Intensitas Konflik, peta.
3. Memetakan pola spasial Luas panen padi, produksi tanaman pangan PODES Principal Component Analysis Peta konfigurasi sebaran
Aktivitas Ekonomi. lain, produksi hasil perkebunan, populasi ternak BPS Cluster Analysis aktivitas sektor pertanian dan
besar, kecil dan unggas, jumlah dan jenis Discriminant Analysis industri/perdagangan, dan pola
industri, koperasi , perdagangan dan hotel, Analisis Kuadran spasial tipologi
jumlah surat izin industri dan perdagangan yang
dikeluarkan, intensitas bencana dan luasan
penggunaan lahan, peta.
4. Menganalisis Keterkaitan - Indeks Komposit Kemiskinan, Hasil Multiple regression Hubungan fungsional antara
Variabel Pembangunan pembangunan manusia/sosial dan analisis 1, 2 Spatial Durbin Model kemiskinan dengan variabel-
Manusia/Sosial dan aktivitas ekonomi dan 3 variabel Pembangunan
aktivitas ekonomi dengan - Jarak ketetanggaan BAPPEDA Manusia/Sosial dan aktivitas
kemiskinan. ekonomi
5. Menyusun arahan - Pola Spasial Tipologi Kemiskinan, Hasil Cluster Analysis Susunan arahan penanganan
kebijakan penanganan pembangunan manusia/sosial dan aktivitas analisis 1, Analisis Deskriptif kemiskinan
kemiskinan ekonomi. 2,3 dan 4.
- Data-data statistik dan hasil analisis
penelitian terkait.

35
36

Pangsa data dihitung dengan persamaan berikut :

PAi = ∑Ai ∕ ∑Atot


Keterangan: PAi = pangsa data aktivitas i
∑Ai = jumlah aktivitas di wilayah i
∑Atot = jumlah aktivitas di total wilayah agregat

Rasio data dihitung dengan persamaan berikut :

rasAi = ∑Ai ∕ ∑Pdi


Keterangan: rasAi = rasio data aktivitas i
∑Ai = jumlah aktivitas di wilayah i
∑Pdi = jumlah penduduk di wilayah i

Variabel pangsa/rasio diortogonalisasi dengan menggunakan teknik


Principal Component Analysis (PCA) menjadi variabel yang saling lepas dan
menjadi penciri wilayah (Lampiran 1). Penciri utama adalah faktor dengan
eigenvalue-nya satu atau lebih dan variabel yang terkait dengan penciri utama
adalah variabel yang factor loading-nya lebih dari 0,7.
Penciri wilayah dimanfaatkan untuk mengelompokkan (klaster) wilayah
berdasarkan kedekatan jarak (Euclidean distance) penciri menggunakan Cluster
Analysis dengan tiga klasifikasi penciri (tinggi, sedang, rendah). Hasil klasifikasi
menjadi atribut untuk menghasilkan peta konfigurasi dengan memanfaatkan
ArcGIS 9.3, dimana warna hijau menjelaskan penciri dengan tingkatan
pencapaian baik, warna kuning untuk penciri dengan pencapaian sedang, dan
warna merah untuk pencapaian buruk. Pembeda dari klaster ditentukan dengan
Discriminant Analysis, dimana pembeda yang paling signifikan adalah penciri
dengan p-level yang kurang dari 0,01.
Konfigurasi wilayah yang dihasilkan dari formasi penciri di tingkat
kecamatan menjadi pembobot untuk kabupaten/kota, dimana bobot tersebut
digunakan untuk membangun pola spasial kabupaten/kota dengan teknik analisis
kuadran. Pola spasial kelompok analisis dalam penelitian ini terdiri atas:
1) konfigurasi sebaran keluarga miskin dengan sebaran penduduk yang
membentuk pola spasial tipologi kemiskinan; 2) konfigurasi pembangunan
manusia dengan pembangunan sosial membentuk pola spasial tipologi
pembangunan manusia/sosial; dan 3) konfigurasi aktivitas sektor pertanian dengan
sektor industri/perdagangan membentuk pola spasial tipologi aktivitas ekonomi.
37

Penciri-penciri yang dihasilkan dari Analisis Komponen Utama


dimanfaatkan pula untuk menganalisis keterkaitan antara variabel-variabel
pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi dengan kemiskinan melalui
analisis regresi bobot berganda yang membentuk Spatial Durbin Model. Model
yang terbentuk dengan koefisien korelasi berganda (R) dan koefisien determinasi
(R2) mendekati satu adalah model yang lebih tepat menggambarkan keterkaitan.
Bobot dari setiap kabupaten/kota berikutnya dianalisis untuk menjadi dasar
penyusunan tipologi wilayah kabupaten/kota berdasarkan pola spasial kemiskinan,
pembangunan manusia/sosial, dan aktivitas ekonomi. Tipologi kabupaten/kota
dan variabel-variabel yang terkait secara fungsional dijadikan dasar arahan
penanganan kemiskinan dan didukung analisis deskriptif dari teori-teori yang
terkait permasalahan pembangunan. Hasil-hasil penelitian sebelumnya
dimanfaatkan untuk memperkuat arahan yang disusun. Keseluruhan analisis
dalam penelitian ini ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Bagan Alir Penelitian.


38

3.5 Teknik Analisis Data


3.5.1 Pemetaan Pola Spasial Kemiskinan
Variabel-variabel yang terkait dengan kemiskinan diortoganalisasi untuk
mendapatkan penciri utamanya yang diperlukan untuk membentuk dua
konfigurasi, yaitu konfigurasi sebaran keluarga miskin dan konfigurasi sebaran
jumlah penduduk. Factor score dari penciri konfigurasi sebaran keluarga miskin
dan konfigurasi sebaran penduduk diklaster dengan teknik Cluster Analysis dan
untuk mendapatkan pembeda pada setiap klaster konfigurasi digunakan teknik
Discriminant Analysis. Wilayah kecamatan (unit analisis) dikelompokkan
berdasarkan tingkat capaian setiap pembeda, hingga diperoleh kategori tinggi,
sedang, dan rendah. Penciri menjadi atribut unit analisis dan ditampilkan secara
spasial untuk menghasilkan konfigurasi spasialnya. Sebaran keluarga miskin dan
sebaran penduduk tinggi menggunakan tampilan warna merah, sebaran sedang
dengan tampilan kuning, dan sebaran rendah dengan tampilan hijau.
Persentase kecamatan yang ada pada setiap klaster di tingkat kabupaten/kota
dikalikan bobot klaster untuk menghasilkan bobot tipologi spasial tingkat
kabupaten/kota sebagai nilai yang akan di-plot dalam analisis kuadran. Bobot
klaster konfigurasi ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Bobot Klaster pada pola spasial tipologi kemiskinan
Bobot Klaster
Konfigurasi
Tinggi Sedang Rendah
Konfigurasi sebaran keluarga miskin 3 2 1
Konfigurasi sebaran penduduk 3 2 1

Dari konfigurasi sebaran keluarga miskin dan sebaran penduduk


membentuk empat pola spasial, yaitu: 1) di kuadran pertama untuk wilayah
dengan pola sebaran keluarga miskin dan sebaran jumlah penduduk tinggi;
2) di kuadran kedua untuk wilayah dengan pola sebaran keluarga miskin rendah
dan sebaran jumlah penduduk tinggi; 3) di kuadran ketiga untuk wilayah dengan
pola sebaran keluarga miskin dan sebaran jumlah penduduk rendah; dan 4) di
kuadran keempat untuk wilayah dengan pola sebaran keluarga miskin tinggi dan
sebaran jumlah penduduk rendah. Keseluruhan alur analisis pemetaan pola spasial
tipologi kemiskinan ditunjukkan pada Gambar 5.
39

Kemiskinan

Sebaran keluarga miskin Sebaran penduduk

Orthogonalisasi, clustering Orthogonalisasi, clustering


dan discrimant function dan discrimant function

Konfigurasi sebaran Konfigurasi sebaran


keluarga miskin penduduk

Analisis Kuadran

Pola spasial kemiskinan

Gambar 5 Proses pemetaan pola spasial tipologi kemiskinan.

3.5.2 Pemetaan Pola Spasial Pembangunan Manusia/Sosial


Variabel-variabel yang terkait dengan pembangunan manusia/sosial
diortoganalisasi untuk mendapatkan penciri utamanya yang diperlukan untuk
membentuk tiga konfigurasi, yaitu konfigurasi tingkatan pembangunan di bidang
kesehatan, bidang pendidikan dan bidang sosial. Factor score penciri masing-
masing konfigurasi diklaster dengan teknik Cluster Analysis dan untuk
mendapatkan pembeda dari tiap pola konfigurasi digunakan teknik Discriminant
Analysis. Penciri ditampilkan secara spasial dan menghasilkan konfigurasi
spasialnya. Tingkatan pembangunan yang tinggi ditunjukkan dengan warna hijau,
tingkatan sedang dengan tampilan warna kuning, dan tingkatan rendah dengan
tampilan warna merah.
Persentase kecamatan yang ada pada setiap klaster di kabupaten/kota
dikalikan skala bobot klaster menghasilkan bobot kabupaten/kota yang akan di-
plot dalam analisis kuadran. Bobot klaster konfigurasi pada pola spasial tipologi
pembangunan manusia/sosial ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Bobot Klaster pada pola spasial tipologi pembangunan manusia/sosial
Bobot Klaster
Konfigurasi
Tinggi Sedang Rendah
Konfigurasi pembangunan bidang kesehatan 3 2 1
Konfigurasi pembangunan bidang pendidikan 3 2 1
Konfigurasi pembangunan bidang sosial 3 2 1
40

Pola spasial yang dibangun adalah konfigurasi tingkatan pembangunan


manusia (komposit dari pembangunan kesehatan dan pendidikan) terhadap
konfigurasi tingkatan pembangunan sosial. Pola spasial membentuk empat
kuadran, yaitu: 1) kuadran pertama untuk wilayah dengan tingkatan pembangunan
manusia dan pembangunan sosial tinggi; 2) kuadran kedua untuk wilayah dengan
tingkatan pembangunan manusia rendah dan pembangunan sosial tinggi; 3)
kuadran ketiga untuk wilayah dengan tingkatan pembangunan manusia dan
pembangunan sosial rendah; dan 4) kuadran keempat untuk wilayah dengan
tingkatan pembangunan manusia tinggi dan pembangunan sosial rendah.
Keseluruhan alur analisis pemetaan pola spasial tipologi pembangunan
manusia/sosial ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Proses pemetaan pola spasial tipologi pembangunan manusia/sosial.

3.5.3 Pemetaan Pola Spasial Aktivitas Ekonomi


Variabel-variabel yang terkait dengan aktivitas ekonomi diortoganalisasi
untuk mendapatkan penciri utama yang diperlukan untuk membentuk dua
konfigurasi, yaitu konfigurasi sebaran aktivitas sektor pertanian dan konfigurasi
sebaran aktivitas sektor industri/perdagangan. Factor score penciri konfigurasi
sebaran aktivitas sektor pertanian dan konfigurasi sebaran aktivitas sektor
41

industri/perdagangan digunakan dalam teknik Cluster Analysis dan untuk


mendapatkan pembeda dari tiap pola konfigurasi digunakan teknik Discriminant
Analysis. Wilayah kecamatan (unit analisis) dikelompokkan berdasarkan tingkat
capaian setiap pembeda, hingga diperoleh kategori tinggi, sedang, dan rendah.
Penciri menjadi atribut unit analisis dan ditampilkan secara spasial untuk
menghasilkan konfigurasi spasialnya. Sebaran aktivitas ekonomi yang tinggi
ditampilkan dengan warna hijau, sebaran sedang dengan tampilan warna kuning,
dan sebaran rendah dengan tampilan warna merah.
Persentase kecamatan pada setiap klaster di kabupaten/kota dikalikan skala
bobot klaster untuk menghasilkan bobot spasial kabupaten/kota sebagai nilai yang
akan di-plot dalam analisis kuadran. Bobot klaster konfigurasi pada pola spasial
tipologi aktivitas ekonomi ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Bobot Klaster pada pola spasial tipologi aktivitas ekonomi
Bobot Klaster
Konfigurasi
Tinggi Sedang Rendah
Konfigurasi sebaran aktivitas sektor pertanian 3 2 1
Konfigurasi sebaran aktivitas sektor 3 2 1
industri/perdagangan

Konfigurasi spasial yang menggunakan atribut di tingkat kecamatan, akan


digunakan untuk menentukan pola spasial tipologi aktivitas ekonomi di tingkat
kabupaten/kota dengan pendekatan kuadran, yaitu pemetaan kabupaten kota
berdasarkan pola sebaran aktivitas sektor pertanian terhadap pola sebaran aktivitas
sektor industri/perdagangan. Pola spasial membentuk empat kuadran, yaitu: 1)
kuadran pertama untuk wilayah dengan sebaran aktivitas sektor pertanian dan
sebaran industri/perdagangan tinggi; 2) kuadran kedua untuk wilayah dengan
sebaran aktivitas sektor pertanian rendah dan sebaran industri/perdagangan tinggi;
3) kuadran ketiga untuk wilayah dengan sebaran aktivitas sektor pertanian dan
sebaran industri/perdagangan rendah; dan 4) kuadran keempat untuk wilayah
dengan sebaran aktivitas sektor pertanian tinggi dan sebaran industri/perdagangan
rendah. Alur analisis pemetaan pola spasial tipologi aktivitas ekonomi secara
keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 7.
42

Gambar 7 Proses pemetaan pola spasial tipologi aktivitas ekonomi.

3.5.4 Analisis Keterkaitan Variabel-variabel Pembangunan Manusia/Sosial


dan Aktivitas Ekonomi, dengan Kemiskinan.
Analisis ini menggunakan analisis fungsional untuk melihat seberapa besar
variable-variabel utama dari aktivitas ekonomi dan pembangunan manusia/sosial
berperan dalam menentukan jumlah penduduk miskin baik di wilayahnya maupun
pengaruh dari wilayah lain. Untuk mengatasi multikolinieritas, maka dalam
analisis ini digunakan indeks komposit dari setiap kelompok variabel.
Analisis ini didasarkan pemikiran bahwa untuk dapat menekan tingginya
tingkat kemiskinan perlu meningkatkan aktivitas ekonomi daerah dan upaya
pembangunan manusia. Indeks komposit dari variabel-variabel pada aktivitas
ekonomi dan pembangunan manusia/sosial menjadi variabel independen (X),
sedangkan jumlah penduduk miskin yang merupakan variabel dependen (Y).
Analisis hubungan fungsional ini menggunakan komponen utama masing-
masing variabel dan data jarak antar kecamatan yang kemudian dianalisis dengan
spatial econometric. Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi menyebabkan
munculnya autokorelasi spasial, yang menunjukkan bahwa tingkat perkembangan
di suatu wilayah selain dipengaruhi oleh variabel bebas, juga dipengaruhi oleh
hubungan spasial.
43

Spatial econometric hampir sama dengan regresi berbobot. Untuk


perhitungan pembobotan spasial didasarkan pada dua aspek, yaitu :
 Ketetanggaan
 Kebalikan jarak
3.5.4.1 Model Regresi Berganda
Model regresi berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kemiskinan dalam suatu wilayah sendiri tanpa melihat pengaruh
daerah lain. Variabel-variabel dari komponen utama yang dihasilkan dari PCA
pada variabel keadaan diregresikan dengan terhadap variabel tujuan yaitu jumlah
penduduk miskin pada suatu wilayah.
Variabel yang berpengaruh signifikan dalam menekan jumlah penduduk
yang hidup di bawah garis kemiskinan, direkomendasikan kepada pemerintah
sebagai bahan pertimbangan strategi pembangunan daerah dalam mengatasi
kemiskinan.
Rumus dari model regresi berganda :
Yr = α + βXr + εr
dimana : Yr adalah variabel tujuan (sebaran keluarga miskin), α dan β adalah
koefisien fungsi regresi, Xr adalah variabel bebas pembangunan manusia/sosial
dan aktivitas ekonomi, dan εr adalah error.
3.5.4.2 Spatial Durbin Model
Teknik ini digunakan untuk apakah melihat kemiskinan dalam suatu
wilayah disebabkan oleh kemiskinan daerah lainnya yang berdekatan dan
memiliki keterkaitan, dan dipengaruhi pula oleh variabel-variabel dari komponen
utama pada indikator pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia di
wilayahnya dan diwilayah lain. Jika jarak antar daerah sangat mempengaruhi
interaksi antar daerah, maka dapat dilihat parameter apa saja pada daerah lain
yang memberi pengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan di daerah
tersebut, dan seberapa besar pengaruhnya.
Variabel-variabel dari komponen utama dari pembangunan ekonomi dan
pembangunan di wilayahnya dan di wilayah lain yang dihasilkan dari PCA akan
digunakan sebagai variabel bebas (Xr), dan jumlah penduduk miskin wilayah lain
dan di wilayahnya sendiri menjadi variabel tujuan (Yr). Prinsip dasarnya adalah
44

sama dengan regresi berbobot (weighted regression) dengan faktor pembobot


adalah faktor lokasi. Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi ini memunculkan
fenomena “autokorelasi spasial”, sehingga dapat melihat kemiskinan dalam suatu
wilayah selain disebabkan oleh variabel bebas juga disebabkan oleh interaksi
spasial. Variabel bebas diperoleh dari hasil analisis PCA, sedangkan faktor lokasi
dalam bentuk matriks jarak.
Model dari Spatial Durbin :

Yr = α + 1.k. 1.k. + βXr + εr


dimana : Yr adalah variabel tujuan (sebaran keluarga miskin), α, β dan ρ adalah
koefisien fungsi regresi, Wk adalah matriks pembobot spasial antar wilayah, Xr
adalah variabel bebas dari pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi,
dan εr adalah error.

3.5.5 Arahan Kebijakan Penanganan Kemiskinan

Kebijakan penanganan kemiskinan di Kalimantan Barat diarahkan secara


deskriptif dengan menggunakan hasil-hasil dari analisis pola spasial dan analisis
keterkaitan. Arahan prioritas penanganan di kabupaten/kota menggunakan analisis
klaster dari bobot kabupaten/kota pada pola spasial kemiskinan, pembangunan
manusia/sosial dan aktivitas ekonomi untuk menghasilkan pemetaan wilayah
arahan penanganan kemiskinan seperti yang dikembangkan Hyman et al. (2005).
Variabel-variabel yang signifikan menurunkan kemiskinan menjadi arahan
strategi penanganan kemiskinan serta memperhatikan potensi-potensi yang
dimiliki masing-masing wilayah. Hasil dari penelitian sebelumnya, baik di
wilayah Kalimantan Barat ataupun wilayah lainnya, dengan pola kemiskinan,
pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi yang sama, menjadi rujukan
yang memperkuat analisis ini.
45

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat


Provinsi Kalimantan Barat dengan luas wilayah 146 807 km2 terletak di
bagian barat pulau Kalimantan, yakni di antara garis 2o08’ LU dan 3 o05’ LS serta
di antara 108o00’ - 114o08’ BT seperti yang terlihat pada peta administrasi
Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 8). Dari posisi geografis ini, daerah
Kalimantan Barat dilalui oleh garis Khatulistiwa yang tepat di atas Kota
Pontianak. Secara lengkap batas wilayah provinsi adalah:
- Utara : Sarawak (Malaysia)
- Selatan : Laut Jawa dan Kalimantan Tengah
- Timur : Kalimantan Timur
- Barat : Laut Natuna dan Selat Karimata
Terdapat 14 kecamatan pada 5 kabupaten dibagian utara Provinsi
Kalimantan Barat yang berbatasan darat langsung dengan Serawak, Malaysia
seperti terlihat pada peta administrasi Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 8).
Akses ke negara tetangga diantaranya telah terhubung secara langsung melalui
jalan keluar masuk baik resmi maupun jalur tikus. Pintu resmi Pos Pemeriksaan
Lintas Batas yang berada di Kecamatan Entikong dapat ditempuh melalui jalur
Pontianak-Entikong sepanjang 400 km atau sekitar enam sampai delapan jam
perjalanan.

Gambar 8 Peta Administrasi Provinsi Kalimantan Barat.


46

Provinsi Kalimantan Barat yang menjadi daerah otonom tingkat provinsi


sejak tahun 1957 yang telah mengalami pemekaran wilayah kabupaten/kota secara
bertahap, dan pada saat ini telah terbagi menjadi 14 (empat belas) kabupaten/kota.
Kabupaten Ketapang yang berada di bagian paling selatan merupakan wilayah
terluas dengan luas 31 240,74 km2 (21,28%) dan Kota Pontianak dengan luas
terkecil yakni 107,80 km2 (0,07%) yang juga merupakan pusat kota di Provinsi
Kalimantan Barat (Tabel 8).
Tabel 8 Luas dan Persentase luas wilayah kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan
Barat, Tahun 2008
Luas Wilayah Persentase
Kabupaten/Kota
(Km2) (%)
Kabupaten Sambas 6 394,70 4,36
Kabupaten Bengkayang 5 397,30 3,68
Kabupaten Landak 9 909,10 6,75
Kabupaten Pontianak 1 276,90 0,87
Kabupaten Sanggau 12 857,70 8,76
Kabupaten Ketapang 31 240,74 21,28
Kabupaten Sintang 21 635,00 14,74
Kabupaten Kapuas Hulu 29 842,00 20,33
Kabupaten Sekadau 5 444,30 3,71
Kabupaten Melawi 10 644,00 7,25
Kabupaten Kayong Utara 4 568,26 3,11
Kabupaten Kubu Raya 6 985,20 4,75
Kota Pontianak 107,80 0,07
Kota Singkawang 504,00 0,34
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2009) (diolah)
Dalam konsep pengembangan wilayah, Kalimantan Barat dibagi kedalam
4 (empat) Wilayah Pengembangan (WP) yang meliputi WP Tengah, WP Pesisir,
WP Antar Provinsi, dan WP Antar Negara, sebagaimana dituangkan dalam
Peraturan Daerah Kalimantan Barat Nomor 7 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2007-2027.
- WP Tengah terdiri atas 3 (tiga) kabupaten, yakni Kabupaten Sanggau,
Kabupaten Sekadau, dan Kabupaten Landak.
- WP Pesisir terdiri atas 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Pontianak,
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Kayong Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak dan Kota Singkawang.
- WP Antar Provinsi meliputi Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu,
Kabupaten Melawi, dan Kabupaten Ketapang.
47

- WP Antar Negara mencukup 5 (lima) kabupaten yang meliputi Kabupaten


Kapuas Hulu, Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau, Kabupaten
Bengkayang dan Kabupaten Sambas.
4.2 Kondisi Demografi
Penduduk yang merupakan penggerak dan pelaksana pembangunan
merupakan modal utama untuk mengoptimalkan pembangunan di suatu wilayah.
Dengan wilayah yang luas, pada tahun 2008 Provinsi Kalimantan Barat
berpenduduk 4,25 juta jiwa dengan kepadatan 28,94 jiwa/km2 (Tabel 9).
Penyebaran penduduk yang tidak merata seperti terlihat di Kota Pontianak yang
luas wilayahnya 0,07% dari luas total provinsi memiliki kepadatan penduduk
tertinggi mencapai 4 838,30 jiwa/km2, sedangkan Kabupaten Kapuas Hulu yang
merupakan wilayah terluas hanya memiliki kepadatan 7,33 jiwa/km2. Dengan
kepadatan yang tinggi mengakibatkan Kota Pontianak harus menampung 12,7%
penduduk Provinsi Kalimantan Barat, sedangkan Kabupaten Kayong Utara
sebagai salah satu kabupaten termuda penyebaran penduduknya hanya sebesar
2,15% dari seluruh jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Barat.
Tabel 9 Jumlah Penduduk dan Persentase, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan
Penduduk menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat,
Tahun 2008
Jumlah Persen LP* Kepadatan
Kabupaten/Kota
Penduduk (%) (%) (jiwa/km2)
Kabupaten Sambas 491 077 11,56 1,16 76,79
Kabupaten Bengkayang 205 675 4,84 2,02 38,11
Kabupaten Landak 324 976 7,65 2,01 32,80
Kabupaten Pontianak 218 483 5,14 1,53 171,10
Kabupaten Sanggau 388 909 9,15 1,65 30,25
Kabupaten Ketapang 408 549 9,61 2,16 13,08
Kabupaten Sintang 365 058 8,59 2,12 16,87
Kabupaten Kapuas Hulu 218 804 5,15 2,36 7,33
Kabupaten Sekadau 178 129 4,21 1,48 32,72
Kabupaten Melawi 168 309 3,96 1,58 15,81
Kabupaten Kayong Utara 91 168 2,15 1,58 19,96
Kabupaten Kubu Raya 493 213 11,61 1,63 70,61
Kota Pontianak 521 569 12,27 1,35 4 838,30
Kota Singkawang 175 198 4,12 1,23 347,62
Kalimantan Barat 4 249 117 100,00 1,46 28,95
Catatan : * Laju Pertumbuhan Penduduk 2007-2008
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2009) (diolah)
Dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 2007-2008 sebesar 1,46%,
struktur umur penduduk Kalimantan Barat pada tahun 2008 sebesar 50,77% untuk
48

usia produktif (usia 15-44 tahun), usia 0 – 14 tahun sebesar 31,19%, usia 45-59
tahun sebesar 12,46% dan usia di atas 60 tahun 5,59%. Dengan komposisi usia
produktif yang melebihi separuh jumlah penduduk, menjadi modal bagi
Kalimantan Barat untuk membangun wilayahnya, akan tetapi dari jumlah usia
produktif 15- 44 tahun yang bekerja adalah sebesar 69,12%, penduduk usia 45-59
tahun yang bekerja adalah 81,69%-nya, dan pada penduduk usia lebih dari 60
tahun yang bekerja 49,41%-nya (Tabel 10).
Tabel 10 Jumlah Penduduk Usia diatas 15 tahun yang bekerja dan pengangguran
terbuka di Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2008
Pengangguran
Jumlah Bekerja Lain-lain
Kelompok Umur Terbuka
Penduduk (%) (%)
(%)
Usia 15 – 44 2 157 117 69,12 5,18 25,70
Usia 45 – 59 529 305 81,69 0,65 17,66
Usia 60+ 237 324 49,41 0,66 49,93
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2009) (diolah)
4.3 Aktivitas Ekonomi
Indikator yang disepakati dalam mengukur aktivitas ekonomi adalah
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) baik berdasarkan Harga Berlaku
maupun Harga Konstan. Pada tahun 2008, PDRB Kalimantan Barat berdasarkan
harga berlaku mencapai Rp45,96 trilyun, dengan pertumbuhan tahun 2007-2008
sebesar 5,11%. Kontribusi terbesar disumbangkan oleh sektor pertanian yang
mencapai 27,80%. Sektor pertanian menjadi sektor unggulan di beberapa
kabupaten/kota, yang ditunjukkan dengan kontribusi sektor pertanian pada 10
kabupaten yang melebihi proporsi sektor pertanian di tingkat provinsi , 4 wilayah
lainnya share sektor pertaniannya dibawah persentase provinsi. Hal tersebut
menggambarkan pertanian menjadi penyumbang terbesar baik di tingkat
kabupaten/kota maupun di tingkat provinsi. Pada Gambar 9 akan terlihat proporsi
PDRB pada masing-masing kabupaten/kota.
Di sektor industri, Kabupaten Kubu Raya menunjukkan distribusi
sumbangan sektor ini sangat besar. Setelah mekar dari Kabupaten Pontianak,
beberapa pusat industri, khususnya di daerah kecamatan Sungai Raya yang
menjadi kawasan industri, masuk dalam kawasan pemekaran Kabupaten Kubu
Raya. Selain sektor industri, sektor pertanian di wilayah ini juga menunjukkan
proporsi yang cukup besar, sumbangan 6 kecamatan dari 9 kecamatan yang ada.
49

Kabupaten Pontianak sebagai kabupaten induk dari Kabupaten Kubu Raya,


sumbangan sektor pertaniannya masih cukup tinggi meskipun tidak melebihi
tingkat provinsi. Ketersediaan sarana prasarana sebagai kabupaten induk,
menjadikan aktivitas jasa di Kabupaten Pontianak tergolong tinggi, sedangkan
sektor industrinya lebih rendah dibanding kabupaten pecahannya.

100%
Jasa-jasa
90%
80%
Keuangan, Persewaan dan Jasa
70% Perusahaan
60% Pengangkutan dan Komunikasi
50%
40% Perdagangan, Hotel dan Restoran
30%
Bangunan
20%
10%
Listrik, Gas dan Air Bersih
0%
Kab. Sanggau

Kab. Kayong Utara


Kab. Pontianak

Kab. Sintang

Kota Singkawang
Kab. Ketapang

Kota Pontianak
Kab. Sambas

Kab. Landak

Kab. Sekadau
Kab. Bengkayang

Kalimantan Barat
Kab. Kapuas Hulu

Kab. Melawi

Kab. Kubu Raya

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Pertanian

Gambar 9 Distribusi PDRB sektoral berdasarkan harga berlaku pada setiap


kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2008.

Aktivitas sektor sekunder dan tersier di Kota Pontianak sangat menonjol.


Kabupaten lain seperti Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang dan
Kabupaten Melawi, kontribusi sektor perdagangannya melebihi di tingkat
provinsi. Sementara kabupaten dengan sektor jasa yang lebih tinggi dibandingkan
di tingkat provinsi, diantaranya adalah Kabupaten Pontianak dan Kabupaten
Kapuas Hulu. Akan tetapi kedua kabupaten ini masih menunjukkan bahwa sektor
pertanian masih menjadi penyumbang utama perekonomian daerah seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 11. Terdapat sepuluh kabupaten yang share sektor
pertaniannya melampaui provinsi. Oleh karena itu, sektor pertanian masih menjadi
sektor unggulan perekonomian daerah Provinsi Kalimantan Barat.
50

Tabel 11 Produk Domestik Regional Bruto Berdasarkan Harga Berlaku, Kontribusi Sektoral, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pendapatan Per Kapita pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2008
Kontribusi Sektor (%) Laju
PDRB per
PDRB Harga Pertambangan Keuangan, Pertumbuhan
Perdagangan, Kapita
Kab/Kota Berlaku (Juta dan Industri Persewaan Jasa- Ekonomi
Pertanian Hotel dan (Rp 000/
Rupiah) penggalian Pengolahan dan Jasa Jasa 2007-2008
Restoran Jiwa)
Perusahaan (%)
Kab. Sambas 4 692 011,81 43,41 0,21 10,40 29,12 5,02 4,86 5,56 9 554,53
Kab. Bengkayang 1 925 131,35 43,32 1,85 5,10 27,80 4,33 7,54 5,57 9 360,06
Kab. Landak 2 426 138,30 51,94 1,65 11,18 20,08 4,68 5,07 4,19 7 465,59
Kab. Pontianak 1 882 909,32 25,61 0,23 14,85 18,47 4,44 26,49 6,09 8 618,10
Kab. Sanggau 4 294 782,06 37,71 1,18 25,05 19,00 2,45 8,25 3,49 11 043,15
Kab. Ketapang 4 858 653,07 35,63 9,45 18,74 19,43 3,60 7,39 7,13 11 892,46
Kab. Sintang 3 103 914,24 42,17 3,61 9,17 23,27 3,07 9,10 4,69 8 502,52
Kab. Kapuas Hulu 1 925 838,42 38,25 1,34 4,59 15,71 5,47 11,00 3,55 8 801,66
Kab. Sekadau 972 286,27 46,22 2,50 12,58 20,89 4,12 4,64 5,76 5 439,09
Kab. Melawi 774 133,76 38,76 3,90 10,30 31,63 2,37 6,87 5,11 4 599,48
Kab. Kayong Utara 673 188,89 48,41 2,03 19,01 14,27 3,29 5,36 5,84 7 384,05
Kab. Kubu Raya 6 892 797,19 19,66 0,41 48,09 17,93 2,30 3,59 5,02 13 975,30
Kota Pontianak 9 506 999,17 1,64 0,00 7,65 22,32 10,36 20,78 5,05 18 277,69
Kota Singkawang 2 026 711,82 13,58 1,94 7,44 40,75 5,97 13,58 5,02 11 568,12
Kalimantan Barat 45 955 495,67 27,80 1,83 17,41 22,33 5,14 10,58 5,11 10 813,70
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2009) (diolah)

50
51 51

Dilihat dari pertumbuhan ekonomi di tingkat kabupaten/kota menunjukkan


perbedaan tingkat pertumbuhan yang cukup nyata. Hal tersebut dapat dilihat dari
pertumbuhan Kabupaten Ketapang yang tinggi sebesar 7,13%, sementara
Kabupaten Kapuas Hulu dengan pertumbuhan terendah sebesar 3,55%. Ukuran
perkembangan ekonomi lainnya, seperti besarnya pendapata per kapita pada
masing-masing wilayah secara makro memberikan gambaran kemajuan
perekonomian suatu daerah. Rata-rata pendapatan per kapita Kalimantan Barat
pada tahun 2008 sebesar Rp10,81 juta per kapita, dengan pendapatan tertinggi di
Kota Pontianak sebesar Rp18,28 juta per kapita dan terendah adalah kabupaten
Melawi yang hanya sebesar Rp4,60 juta per kapita (Gambar 10).

20,000,000
18,000,000
16,000,000
14,000,000
12,000,000
10,000,000
8,000,000
6,000,000
4,000,000
2,000,000
- Kota Pontianak

Kalimantan Barat
Kab. Sintang
Kab. Pontianak
Kab. Landak

Kota Singkawang
Kab. Sanggau
Kab. Ketapang

Kab. Kayong Utara


Kab. Bengkayang
Kab. Sambas

Kab. Kapuas Hulu


Kab. Sekadau
Kab. Melawi

Kab. Kubu Raya

PDRB per kapita (Rp/Kap)

Gambar 10 Pendapatan per kapita berdasarkan harga berlaku pada


kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2008.

4.4 Pembangunan Manusia/Sosial


Strategi peningkatan kapabilitas sumber daya manusia diantaranya melalui
pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi, terutama pada usia produktif akan
menciptakan pembangunan yang berkualitas. Pada Tabel 12 menunjukkan tingkat
pendidikan penduduk umur diatas 15 tahun di Provinsi Kalimantan Barat pada
tahun 2008, dimana penduduk yang bekerja dan tidak pernah mengenyam
pendidikan mencapai 8,37%, yang bekerja dengan pendidikan minimal 9 tahun
52

(SMTP/sederajat) sebesar 37,24%, dan 35,84% adalah pekerja dengan pendidikan


hanya sampai dengan Sekolah Dasar. Proporsi penduduk usia produktif yang
bekerja dengan pendidikan akademi dan universitas hanya sebesar 4,13% atau jika
dilihat dari seluruh jumlah penduduk Kalimantan Barat hanya 1,99% penduduk
berpendidikan hingga perguruan tinggi.
Tabel 12 Jumlah Penduduk Usia diatas 15 tahun yang bekerja menurut Tingkat
Pendidikan yang ditamatkan di Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2008
Jumlah Persentase Akumulasi
Tingkat Pendidikan
(Orang) (%) (%)
1. Tidak/Belum Pernah Sekolah 170 743 8,37 8,37
2. Tidak/Belum Tamat SD 378 628 18,55 26,92
3. Sekolah Dasar 731 387 35,84 62,76
4. SMTP/Sederajat 348 747 17,09 79,85
5. SMTA/Sederaja 326 879 16,02 95,87
6. Akademi dan Universitas 84 383 4,13 100,00
Jumlah 2 040 767 100.00
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2009) (diolah)

Selain pendidikan, pengembangan kualitas hidup manusia dilakukan melalui


pembangunan di bidang kesehatan. Dari data statistik mencatat bahwa di Provinsi
Kalimantan Barat pada tahun 2008 Angka Harapan Hidup terendah adalah
Kabupaten Sambas sebesar 60,70 tahun, dan tertinggi adalah Kabupaten
Bengkayang sebesar 68,57 tahun. Sementara besarnya Angka Kematian Ibu pada
tahun 2004 tertinggi adalah Kabupaten Kapuas Hulu sebesar 668 orang ibu per
100 000 kelahiran hidup dan terendah adalah Kabupaten Landak yang mencapai
428 orang ibu per 100 000 kelahiran hidup. Untuk Angka Kematian bayi tertinggi
tahun 2006 adalah Kabupaten Bengkayang 42,72 bayi per 1 000 kelahiran hidup
dan terendah adalah Kabupaten Kota Pontianak yaitu 30,77 bayi per 1000
kelahiran hidup (Tabel 13). Jika dilihat dari target pembangunan kesehatan di
Indonesia untuk angka kematian bayi sebesar 40 bayi per 1 000 kelahiran hidup
maka hanya dua kabupaten yang masih diatas target tersebut, yaitu Kabupaten
Sambas dan Kabupaten Bengkayang.
Angka-angka yang ditampilkan dari aktivitas pembangunan bidang
kesehatan secara makro tidak cukup menjadi pembeda antara kota dan non-kota.
Penggunaan indikator angka harapan hidup tidak dapat dijadikan ukuran langsung
kemajuan aktivitas bidang kesehatan di suatu wilayah, karena tidak selalu
berkorelasi dengan aktivitas kesehatan yang lainnya. Tiga indikator yang
53

ditampilkan pada Tabel 13 perlu dicermati dari sisi suplai, yaitu tingkatan
investasi pemerintah daerah di bidang kesehatan, seperti ketersediaan fasilitas,
tenaga kesehatan dan jenis pelayanan kesehatan lainnya, khususnya pelayanan
kepada masyarakat miskin.
Tabel 13 AngkaHarapan Hidup, Angka Kematian Ibu dan Anak menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat
Angka Angka Angka
Kab/Kota Harapan Kematian Kematian
Hidup 2008 Ibu 2004 Bayi 2006
Kabupaten Sambas 60,70 513 40,73
Kabupaten Bengkayang 68,57 513 42,72
Kabupaten Landak 64,98 428 39,07
Kabupaten Pontianak 67,12 504 36,76
Kabupaten Sanggau 67,99 622 31,77
Kabupaten Ketapang 67,02 506 37,74
Kabupaten Sintang 67,91 575 38,07
Kabupaten Kapuas Hulu 66,39 668 37,24
Kabupaten Sekadau 67,27 - 32,76
Kabupaten Melawi 67,63 - 35,09
Kabupaten Kayong Utara 65,33 - -
Kabupaten Kubu Raya 66,17 - -
Kota Pontianak 66,86 532 30,77
Kota Singkawang 66,95 430 33,76
Kalimantan Barat 66,30 566 38,41
Keterangan : (-) Data tergabung dengan kabupaten induk.
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Barat (2009)
Indikator IPM yang merupakan komposit dari Angka Harapan Hidup,
Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah dan Pengeluaran per Kapita, BPS
mencatat pada tahun 2008 IPM tertinggi di Provinsi Kalimantan Barat adalah
Kota Pontianak dengan Indeks mencapai 72,08 dan yang terendah adalah
Kabupaten Sambas sebesar 63,73 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 14.
Tingginya IPM di Kota Pontianak menunjukkan investasi pembangunan manusia
di Kalimantan Barat masih terpusat pada kota utama. Faktor-faktor penentu
diantaranya tingginya aktivitas di daerah perkotaan yang secara langsung menjadi
penyebab meningkatnya jumlah penduduk, dan sebaliknya (first city bias). Gejala-
gejala tersebut juga menjadi pemicu terbentuknya slum area dan meningkatkan
proporsi penduduk miskin di perkotaan.
Pada Tabel 14, masing-masing komponen IPM menunjukkan tingkat
pencapaian yang berbeda antar kabupaten/kota, dimana komponen angka harapan
hidup tertinggi adalah Kabupaten Bengkayang dan terendah adalah Kabupaten
54

Sambas, komponen angka melek huruf tertinggi dicapai Kota Pontianak dan
terendah adalah Kabupaten Kubu Raya, komponen rata-rata lama sekolah
tertinggi dicapai Kota Pontianak dan terendah adalah Kabupaten Sambas, dan
untuk pengeluran per kapita tertinggi adalah Kota Pontianak dan terendah adalah
Kabupaten Sekadau dan Kabupaten Melawi.
Tabel 14 Besaran IPM dan komponennya menurut Kabupaten/Kota di Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2008
Angka Angka Rata-rata
Pengeluaran
Harapan Melek Lama
Kab/Kota per Kapita IPM
Hidup Huruf Sekolah
(Rp000)
(tahun) (%) (tahun)
Kabupaten Sambas 60,70 89,50 5,90 614,92 63,73
Kab Bengkayang 68,57 88,68 6,03 599,30 66,81
Kabupaten Landak 64,98 91,45 6,86 608,21 66,74
Kabupaten Pontianak 67,12 89,40 6,48 617,52 67,90
Kabupaten Sanggau 67,99 89,92 6,40 609,95 67,86
Kabupaten Ketapang 67,02 88,87 6,22 608,43 66,84
Kabupaten Sintang 67,91 90,41 6,58 602,01 67,44
Kab Kapuas Hulu 66,39 92,55 7,10 627,31 69,41
Kabupaten Sekadau 67,27 88,98 6,06 598,62 66,13
Kabupaten Melawi 67,63 92,32 7,20 598,62 67,91
Kab Kayong Utara 65,33 88,20 5,60 600,67 64,69
Kab Kubu Raya 66,17 85,83 6,16 617,00 66,31
Kota Pontianak 66,86 93,59 9,11 636,18 72,08
Kota Singkawang 66,95 89,62 7,30 611,76 68,02
Kalimantan Barat 66,30 89,40 6,70 624,74 68,17
Sumber : BPS (2009)
4.5 Kemiskinan
Implikasi dari tingginya aktivitas ekonomi dan pembangunan manusia/sosial
adalah meningkatnya kualitas hidup manusia yang kemudian akan mampu
menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah tersebut. Indikator yang digunakan
untuk dapat membandingkan kemiskinan antar satu wilayah dengan wilayah
lainnya adalah jumlah penduduk miskin berdasarkan ukuran kemiskinan absolut
standar BPS.
Dengan garis kemiskinan Kalimantan Barat pada tahun 2008 sebesar
Rp 168 942 /kap/bulan, jumlah penduduk miskin mencapai 10,87%. Kabupaten
dengan persentase penduduk miskin (P0) terbesar adalah Kabupaten Landak yang
mencapai 18,65% dan terendah adalah Kabupaten Sanggau yang hanya sebesar
6,25%. Jika P0 hanya melihat secara umum jumlah penduduk yang hidup dibawah
garis kemiskinan, maka untuk lebih jauh indikator yang digunakan untuk melihat
55

seberapa dalam miskinnya penduduk miskin tersebut dari garis kemiskinan yang
dapat dilihat dari tingkat kedalaman kemiskinan (P1) dan bagaimana ketimpangan
dari kelompok miskin dengan melihat indikator keparahan kemiskinan (P 2), maka
P1 dan P2 yang tertinggi adalah Kabupaten Melawi yang sebesar 6,04 dan 2,54,
sedangkan terendah adalah Kabupaten Pontianak yang sebesar 1,16 dan 0,28.
Semakin tinggi angka yang ditampilkan menunjukkan wilayah dengan kategori
tingkat kemiskinan yang semakin buruk (Tabel 15).
Tabel 15 Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, P1, P2 dan
Garis Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat Tahun
2008
Jumlah Persentase
Garis
Penduduk Penduduk
Kab/Kota P1 P2 Kemiskinan
Miskin Miskin
(Rp/Kap/bl)
(000 orang) (%)
Kab. Sambas 61,50 11,51 2,19 0,67 163 773
Kab. Bengkayang 21,10 9,41 1,80 0,46 146 825
Kab. Landak 66,00 18,65 3,85 1,14 163 954
Kab. Pontianak 54,50 7,03 1,16 0,28 164 604
Kab. Sanggau 26,50 6,25 1,39 0,37 141 341
Kab. Ketapang 67,70 15,21 3,47 1,02 178 060
Kab. Sintang 54,10 13,61 3,26 0,93 182 626
Kab. Kapuas Hulu 27,30 11,44 2,21 0,66 163 380
Kab. Sekadau 14,80 7,66 2,05 0,69 137 343
Kab. Melawi 27,10 14,80 6,04 2,54 204 947
Kab. Kayong Utara 14,40 14,50 3,48 1,04 136 037
Kab. Kubu Raya - - - - -
Kota Pontianak 52,80 9,29 1,94 0,64 193 984
Kota Singkawang 15,10 7,89 1,33 0,31 194 818
Kalimantan Barat 50,80 10,87 2,38 0,72 168 942
Keterangan : (-) Data tergabung dengan kabupaten induk.
Sumber : BPS (2009)
Gambaran lain dari kemiskinan di kabupaten/kota dapat pula dilihat dari
kemampuan rumah tangga memenuhi standar hidup minimal yang sehat, seperti
penggunaan air bersih, jamban pribadi dan luasan lantai rumah. Dari data BPS
(2009) persentase rumah tangga yang mendapat suplai air bersih terendah adalah
Kabupaten Sambas dan tertinggi adalah Kota Singkawang. Sementara persentase
rumah tangga yang menggunakan jamban sendiri yang paling rendah adalah
Kabupaten Melawi dan tertinggi adalah Kota Pontianak yang lengkapnya
ditampilkan pada Tabel 16. Wilayah yang persentase penduduk dengan pelayanan
air bersih dan penggunaan jamban sendiri dalam jumlah kecil, menunjukkan
rendahnya kesejahteraan penduduk di wilayah tersebut.
56

Untuk ukuran luas lantai yang dianggap layak adalah minimal 8 m2. Pada
Tabel 16 menunjukkan persentase rumah tangga yang tinggal dengan luasan
lantai rumah yang kurang dari 8 m2 tertinggi adalah Kabupaten Kapuas Hulu dan
terendah adalah Kabupaten Landak. Indikator ini menunjukkan bahwa ukuran
tempat tinggal kurang dari 8 m2 dikelompokkan kedalam rumah tangga miskin,
dengan demikian semakin tinggi persentase rumah tangga yang tinggal dengan
ukuran luas lantai kurang dari 8 m2, maka kesejahteraan rumah tangga di wilayah
tersebut dikategorikan rendah.
Tabel 16 Persentase Rumah Tangga yang Menggunakan Air Bersih, Jamban
sendiri dan Luas Lantai Rumah kurang dari 8 m2 pada Kabupaten/Kota
di Provinsi Kalimantan Barat, Tahun 2008
Persentase Rumah Tangga (%)
Kab/Kota Menggunakan Menggunakan Luas Lantai
Air Bersih Jamban Sendiri Rumah < 8 m2
Kab. Sambas 2,51 71,42 1,95
Kab. Bengkayang 19,09 56,50 2,34
Kab. Landak 8,04 38,18 0,49
Kab. Pontianak 7,13 69,09 1,98
Kab. Sanggau 3,45 47,24 1,81
Kab. Ketapang 27,14 60,51 4,39
Kab. Sintang 19,99 63,02 1,84
Kab. Kapuas Hulu 27,34 57,60 5,10
Kab. Sekadau 16,72 52,61 3,03
Kab. Melawi 31,52 44,02 3,61
Kab. Kayong Utara 19,25 48,69 3,13
Kab. Kubu Raya - - -
Kota Pontianak 21,98 98,67 3,50
Kota Singkawang 53,33 89,49 2,73
Kalimantan Barat 19,13 67,15 2,62
Keterangan : (-) Data tergabung dengan kabupaten induk.
Sumber : BPS (2009)
Kemiskinan rumah tangga dapat pula dilihat dari persentase pendapatan
yang dikeluarkan untuk makanan dalam rumah tangga. Semakin tinggi persentase
pendapatan dikeluarkan untuk makanan, semakin rendah kualitas hidupnya,
karena tidak tercukupi alokasi pembiayaan untuk keperluan lain, seperti
pendidikan, kesehatan dan jasa, dengan kata lain semakin dikategorikan rumah
tangga kurang sejahtera.
Pada tahun 2008, penduduk miskin dengan persentase pengeluaran untuk
makanan tertinggi ada di Kabupaten Landak, yakni sebesar 75,88%, dan terendah
adalah Kota Singkawang (63,86%). Secara keseluruhan, porsi pengeluaran untuk
makanan penduduk Kalimantan Barat adalah sebesar 64,43% (Tabel 17).
57

Tabel 17 Persentase Pengeluaran untuk Makanan pada rumah tangga di


Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008
Persentase Pengeluaran untuk makanan pada
rumah tangga (%)
Kab/Kota
Miskin +
Miskin Tidak Miskin
Tidak miskin
Kab. Sambas 71,24 64,17 64,97
Kab. Bengkayang 71,50 66,89 67,32
Kab. Landak 75,88 69,02 70,30
Kab. Pontianak 70,61 63,51 64,02
Kab. Sanggau 71,24 64,33 64,76
Kab. Ketapang 72,10 63,94 65,18
Kab. Sintang 68,48 67,85 67,94
Kab. Kapuas Hulu 76,29 70,37 71,06
Kab. Sekadau 73,43 65,43 66,04
Kab. Melawi 71,23 65,71 66,52
Kab. Kayong Utara 72,92 69,53 70,01
Kab. Kubu Raya - - -
Kota Pontianak 64,01 54,56 55,40
Kota Singkawang 63,86 54,91 55,60
Kalimantan Barat 70,94 63,64 64,43
Keterangan : (-) Data tergabung dengan kabupaten induk.
Sumber : BPS (2009)
Investasi yang besar dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dapat
dikembangkan melalui peningkatan pendidikan. Masyarakat miskin identik
dengan tingkat pendidikan rendah. Semakin rendah tingkat pendidikan
masyarakat miskin semakin rendah kualitas hidup dan produktivitasnya, sehingga
semakin sulit orang tersebut untuk keluar dari kemiskinannya.
Untuk gambaran pendidikan penduduk miskin di Kalimantan Barat dapat
dilihat pada Tabel 18, dimana 51,44% masyarakat miskin berpendidikan kurang
dari atau tidak menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar. Persentase penduduk
miskin yang kurang dari atau tidak menamatkan pendidikan Sekolah dasar
terbesar adalah Kabupaten Kayong Utara yang mencapai 69,58% dan terendah
adalah Kabupaten Kapuas Hulu sebesar 36,15%. Semakin rendah akses
pendidikan keluarga miskin di suatu wilayah terhadap pendidikan dasar, maka
kemiskinan di wilayah tersebut akan semakin sulit ditekan. Dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi, menjadi modal bagi penduduk miskin untuk
mencapai masa depan dengan diperolehnya pekerjaan yang lebih baik. Pendidikan
di tingkat SLTA ke atas menunjukkan, persentase penduduk miskin yang
berpartisipasi tertinggi adalah Kota Pontianak dan terendah adalah Kabupaten
Sekadau.
58

Tabel 18 Sebaran Penduduk Miskin 15 tahun ke atas berdasarkan tingkat


pendidikan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat,
Tahun 2008
Persentase penduduk miskin (%)
Kab/Kota Tamat
< SD SLTA+
SD/SLTP
Kab. Sambas 49.84 44.76 5.40
Kab. Bengkayang 54.16 40.77 5.08
Kab. Landak 51.55 40.33 8.13
Kab. Pontianak 56.29 37.53 6.18
Kab. Sanggau 60.79 36.53 2.68
Kab. Ketapang 53.77 38.91 7.33
Kab. Sintang 41.43 54.50 4.08
Kab. Kapuas Hulu 36.15 56.88 6.97
Kab. Sekadau 61.12 36.49 2.39
Kab. Melawi 53.37 41.21 5.42
Kab. Kayong Utara 69.58 31.50 2.52
Kab. Kubu Raya - - -
Kota Pontianak 51.72 39.32 8.96
Kota Singkawang 53.15 38.65 8.20
Kalimantan Barat 51.44 42.29 6.27
Keterangan : (-) Data tergabung dengan kabupaten induk.
Sumber : BPS (2009)
Hal lain yang juga akan mempersulit keluarnya penduduk miskin dari
kemiskinannya, apabila tidak memiliki penghasilan. Dari Tabel 19, penduduk
miskin usia diatas 15 tahun yang tidak bekerja di Kalimantan Barat pada tahun
2008 sebesar 4,16%, persentase tertinggi adalah Kota Pontianak yang mencapai
13,95%. Penyebabnya adalah tingginya jumlah penduduk yang ada di Kota
Pontianak karena arus urbanisasi, terutama pendatang dari desa dengan tingkat
pendidikan dan keterampilan yang rendah. Dampaknya adalah adanya kelompok
masyarakat miskin tanpa pekerjaan yang tinggal di perkotaan.
Adapun ciri lain dari kelompok masyarakat miskin yang bekerja tampak
dari konsentrasi penduduk miskin yang bekerja di Kalimantan Barat pada sektor
informal dan sektor pertanian, yakni berturut-turut 78,15% dan 72,94%, untuk
sektor informal konsentrasi tertinggi di Kabupaten Kapuas Hulu, dan konsentrasi
tertinggi penduduk miskin yang bekerja di sektor pertanian ada di Kabupaten
Landak. Semakin tingginya aktivitas sektor informal dan sektor pertanian yang
berkembang di suatu wilayah, semakin tinggi insiden kemiskinan di wilayah
tersebut, karena tingginya demand terhadap tenaga kerja massal dengan upah
rendah yang menjadi ciri dari pekerja dari kelompok masyarakat miskin.
Persentase tertinggi keluarga miskin yang bekerja di sektor informal pada
59

Kabupaten Kapuas Hulu sebesar 95,09%, terendah di Kota Pontianak 31,41%.


Untuk sektor pertanian, persentase pekerja penduduk miskin tertinggi ada pada
Kabupaten Sintang sebesar 93,47% dan terendah pada Kota Pontianak sebesar
6,98%. Adanya pekerja sektor pertanian di Kota Pontianak dijumpai pada lahan-
lahan terbuka di perkotaan yang tidak termanfaatkan untuk aktivitas sektor
perkotaan, utamanya di area pinggiran (suburban area).
Tabel 19 Sebaran Penduduk Miskin 15 tahun ke atas berdasarkan status
pekerjaan pada Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2008
Persentaase penduduk miskin (%)
Bekerja
Bekerja di Bekerja Bekerja
Kab/Kota Tidak Bukan di
Sektor di Sektor di sektor
Bekerja sektor
InFormal formal Pertanian
Pertanian
Kab. Sambas 9.68 75.10 15.22 69.67 20.65
Kab. Bengkayang 4.01 84.37 11.63 78.47 17.52
Kab. Landak 0.85 92.34 6.81 89.80 9.35
Kab. Pontianak 6.28 75.39 18.33 65.48 28.24
Kab. Sanggau 0.00 93.97 6.03 85.03 14.97
Kab. Ketapang 3.96 65.23 30.82 68.19 27.85
Kab. Sintang 0.56 92.96 6.48 93.47 5.97
Kab. Kapuas Hulu 0.00 95.09 4.91 91.35 8.65
Kab. Sekadau 1.16 91.86 6.98 88.38 10.46
Kab. Melawi 1.61 90.68 7.71 89.07 9.32
Kab. Kayong Utara 0.81 68.17 31.02 68.84 30.35
Kab. Kubu Raya - - - - -
Kota Pontianak 13.95 31.41 54.64 6.98 79.07
Kota Singkawang 5.49 47.17 47.34 27.85 66.66
Kalimantan Barat 4.16 78.15 17.70 72.94 22.90
Keterangan : (-) Data tergabung dengan kabupaten induk.
Sumber : BPS (2009)
60
61

V. POLA SPASIAL KEMISKINAN, PEMBANGUNAN


MANUSIA/SOSIAL, DAN AKTIVITAS EKONOMI DI
PROVINSI KALIMANTAN BARAT

5.1. Pola Spasial Kemiskinan


Gambaran kemiskinan di Kalimantan Barat dalam analisis ini menggunakan
dua pendekatan konfigurasi, yaitu konfigurasi sebaran keluarga miskin dan
konfigurasi sebaran penduduk. Sebaran keluarga miskin menggunakan indikator
jumlah keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) dan lokasi tempat
tinggal keluarga miskin (lokasi tinggal di bantaran sungai, di bawah jaringan
SUTET, di pemukiman kumuh dan lokasi yang sulit dijangkau).
5.1.1 Konfigurasi Sebaran Keluarga Miskin
Kemiskinan dipersepsikan dalam konteks ketidakcukupan pendapatan dan
kepemilikan uang serta aset dalam dimensi ekonomi. Keluarga miskin pada
umumnya selalu lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada
kegiatan ekonomi sehingga seringkali makin tertinggal jauh dari masyarakat lain
yang memiliki kemampuan lebih tinggi (Cotter, 2002).
Dua variabel yang digunakan untuk menunjukkan penciri jumlah keluarga
miskin pada konfigurasi ini adalah adalah jumlah keluarga prasejahtera dan
sejahtera I. Data yang diambil dari 175 kecamatan se-Kalimantan Barat
membentuk satu komponen utama dengan keragaman 52,46% kecamatan di
Kalimantan Barat berkorelasi dengan pangsa keluarga sejahtera I dan pra
Sejahtera. Pada Tabel 20 menunjukkan keterkaitan variabel dengan komponen
utama masing-masing sebesar 0,72 yang artinya peningkatan satu unit komponen
utama berkorelasi dengan kenaikan pangsa keluarga prasejahtera dan sejahtera I
masing-masing sebesar 0,72 unit.
Berhubung sebagian besar konsentrasi penduduk miskin pada 175
kecamatan ditemukan di empat lokasi, maka empat variabel lokasi tinggal
keluarga miskin, yaitu di bantaran sungai, pemukiman kumuh, jaringan SUTET,
dan lokasi yang sulit dijangkau dimanfaatkan dan membentuk dua komponen atau
penciri utama dengan keragaman 84,71%. Pada Tabel 20, komponen pertama
lokasi tinggal keluarga miskin (Idx_kelmiskf1) menunjukkan 58,92% kecamatan
di Provinsi Kalimantan Barat terkait dengan variabel pangsa keluarga miskin yang
62

tinggal di bantaran sungai, pangsa keluarga miskin yang tinggal di pemukiman


kumuh dan pangsa keluarga miskin di pemukiman yang sulit terjangkau.
Kenaikan satu unit nilai dari indeks ini terkait dengan kenaikan variabel berturut-
turut sebesar 0,92, 0,89 dan 0,80 unit. Untuk komponen/penciri kedua
(Idx_kelmiskf2) terkait dengan lokasi tinggal keluarga miskin di sekitar jaringan
SUTET, menunjukkan keragaman 25,79% di seluruh kecamatan. Untuk kenaikan
satu unit nilai dari indeks ini merupakan kenaikan 0,98 unit pangsa keluarga
miskin yang tinggal dibawah jaringan SUTET.
Tabel 20 Muatan faktor (factor loading) variabel dari penciri konfigurasi sebaran
keluarga miskin
Kelompok Penciri Penciri Utama Muatan
Keterangan
(% varian) (% varian) faktor
Keluarga miskin Idx_Miskf1 Pangsa Keluarga Prasejahtera 0,72(+)
(52,46) (52,46) Pangsa Keluarga Sejahtera I 0,72(+)
Pangsa Keluarga Miskin yang tinggal 0,92(+)
di bantaran Sungai
Idx_Kelmiskf1 Pangsa Keluarga Miskin yang tinggal 0,89(+)
Lokasi tinggal
(58,92) di pemukiman kumuh
keluarga miskin
Pangsa Keluarga Miskin yang tinggal 0,80(+)
(84,71)
di pemukiman sulit dijangkau
Idx_Kelmiskf2 Pangsa Keluarga Miskin yang tinggal 0,98(+)
(25,79) di bawah jaringan SUTET
Penciri pada Tabel 20 digunakan dalam mengklasifikasikan kecamatan
dengan analisis klaster (cluster analysis) yaitu dengan memanfaatkan kedekatan
jarak antar penciri (euclidean distance) dari factor score dari setiap kecamatan
(Lampiran 2). Ketiga penciri signifikan menjadi pembeda sehingga membentuk 3
klaster (tinggi, rendah, dan sedang) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.
Nilai Tengah Penciri
Konfigurasi Sebaran Keluarga Miskin
9
8
7
6
nilai tengah

5
4
3
2
1
0
-1
-2
-3
-4
Idx_Miskf1 Idx_Kelmiskf2 Klaster 1
Klaster 2
Idx_Kelmiskf1
Klaster 3
Penciri Klaster
Gambar 11 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) penciri konfigurasi sebaran
keluarga miskin.
63

Melalui analisis diskriminan ketiga penciri tersebut menjadi pembeda tiga


klaster yang terbentuk, dengan besarnya kemampuan klasifikasi 97,71%. Masing-
masing kelompok tersebut memiliki kategori seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 21.
Tabel 21 Kategori pembeda utama pada konfigurasi sebaran keluarga miskin
Kategori
Penciri Keterangan
I II III
Pangsa Keluarga Miskin yang tinggal Sedang Tinggi Rendah
Idx_Kelmiskf2
di bawah jaringan SUTET
Pangsa Keluarga Prasejahtera Tinggi Sedang Rendah
Idx_Miskf1
Pangsa Keluarga Sejahtera I Tinggi Sedang Rendah
Pangsa Keluarga Miskin yang tinggal Tinggi Sedang Rendah
di bantaran Sungai
Pangsa Keluarga Miskin yang tinggal Tinggi Sedang Rendah
Idx_Kelmiskf1
di pemukiman kumuh
Pangsa Keluarga Miskin yang tinggal Tinggi Sedang Rendah
di pemukiman sulit dijangkau
Dengan kategori yang tersusun, dari 175 kecamatan, klaster 1 terdiri atas 25
kecamatan (14,29%), klaster 2 terdiri atas 3 kecamatan (1,71%) dan klaster 3
terdiri atas 147 kecamatan (84,00%). Distribusi konfigurasi di tingkat kecamatan
ditunjukkan pada Lampiran 3.
Dari analisis ini mengindikasikan bahwa klaster 1 adalah wilayah dengan
kategori sebaran keluarga miskin yang tinggi, klaster 2 dengan sebaran keluarga
miskin sedang, dan klaster 3 dengan sebaran keluarga miskin rendah. Tampilan
tematik dari konfigurasi sebaran keluarga miskin pada Gambar 12, menunjukkan
kantong-kantong kemiskinan (warna merah) banyak ditemukan di kecamatan-
kecamatan pada wilayah tengah dan di perbatasan baik perbatasan antar negara
maupun antar provinsi. Lebih dari separuh wilayah Kabupaten Sintang dijumpai
area merah yang menyebar mulai dari utara hingga selatan wilayahnya. Di area
berwarna hijau menunjukkan penyebaran keluarga miskin yang rendah, dimana
pada wilayah tersebut insiden kemiskinan dijumpai dengan jumlah yang relatif
lebih rendah dibandingkan wilayah lainnya. Area ini meliputi sebagian besar
wilayah di Provinsi Kalimantan Barat dan dari peta konfigurasi menunjukkan
bahwa Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang dan Kayong Utara adalah
kabupaten yang tidak dijumpai spot merah atau kecamatan dengan sebaran
keluarga miskin yang tinggi.
64

Gambar 12 Peta Konfigurasi Sebaran Keluarga Miskin di Provinsi Kalimantan


Barat.
Distribusi kecamatan di kabupaten/kota pada tiap klasternya ditunjukkan
pada Tabel 22, dimana kabupaten dengan kecamatan yang terkategori sebaran
keluarga miskin tinggi terbanyak ditemukan di Kabupaten Sintang yaitu sebanyak
7 dari 14 kecamatan. Lebih dari sepertiga kecamatan di Kabupaten Landak dan
Kota Pontianak juga ditemukan kantong-kantong kemiskinan, sementara wilayah
lainnya dibawah 20%.
Tabel 22 Distribusi kategori sebaran keluarga miskin pada kabupaten/kota
Distribusi kategori sebaran (persen)
Kabupaten/Kota
Tinggi Sedang Rendah
Kabupaten Sambas 0,00 0,00 100,00
Kabupaten Bengkayang 0,00 0,00 100,00
Kabupaten Landak 38,46 0,00 61,54
Kabupaten Pontianak 11,11 11,11 77,78
Kabupaten Sanggau 6,67 0,00 93,33
Kabupaten Ketapang 10,00 0,00 90,00
Kabupaten Sintang 50,00 0,00 50,00
Kabupaten Kapuas Hulu 12,00 0,00 88,00
Kabupaten Sekadau 14,29 0,00 85,71
Kabupaten Melawi 18,18 0,00 81,82
Kabupaten Kayong Utara 0,00 0,00 100,00
Kabupaten Kubu Raya 11,11 11,11 77,78
Kota Pontianak 33,33 16,67 50,00
Kota Singkawang 0,00 0,00 100,00
Identifikasi kantong-kantong kemiskinan sangat penting dilakukan agar
target utama penanganan kemiskinan lebih terarah sebagaimana yang
dikembangkan di Kenya dalam Kenya’s Interim Poverti Reduction Strategy Paper
65

(Swallow, 2005) yang membantu pemerintah Kenya memetakan lokasi kantong-


kantong kemiskinan dalam penanganan kemiskinan.

5.1.2 Konfigurasi Sebaran Penduduk


Indikator-indikator yang digunakan dalam membuat konfigurasi sebaran
penduduk adalah jumlah penduduk, pertumbuhan dan penunjang pertumbuhan
penduduk dan jumlah penduduk cacat. Variabel dari indikator jumlah penduduk
adalah jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang membentuk satu
komponen utama dan mewakili 99,95% keragaman dari data yang ada. Pada
Tabel 23, variabel jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berkorelasi positif
dengan keterkaitan terhadap komponen utama (Idx_SDMJP) masing-masing
sebesar 0,99, yang artinya peningkatan satu unit penciri menggambarkan kenaikan
pangsa penduduk laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 0,99 unit.
Tabel 23 Muatan faktor (factor loading) variabel dari penciri konfigurasi sebaran
jumlah penduduk
Kelompok
Penciri Utama Faktor
Penciri Variabel
(% varian) Loading
(% varian)
Jumlah Pangsa Penduduk Laki-Laki 0,99(+)
Idx_SDMJP
Penduduk Pangsa Penduduk Perempuan 0,99(+)
(99,95)
(99,95)
Pangsa kelahiran Laki-Laki 0,92(–)
Pangsa kelahiran Perempuan 0,92(–)
Pertumbuhan
Idx_SDMPf1 Pangsa kematian Laki-Laki 0,93(–)
Penduduk
(81,95) Pangsa kematian Perempuan 0,89(–)
(81,95)
Pangsa imigran 0,88(–)
Pangsa emigran 0,89(–)
Penunjang
Pertumbuhan Idx_SDMPPf1 Pangsa Pasangan Usia Subur 0,97(+)
Penduduk (65,71) Pangsa Peserta KB 0,98(+)
(65,71)
Pangsa lokal penduduk Tuna Wicara 0,79(+)
Idx_SDMCf1
Pangsa lokal penduduk Tuna Daksa 0,88(+)
Penduduk Cacat (42,66)
Pangsa lokal penduduk Tuna Mental 0,82(+)
(54,47)
Idx_SDMCf2 Pangsa lokal penduduk cacat
0,93(+)
(11,81) eksKusta

Pola pertumbuhan penduduk di suatu wilayah, akan menjadi salah satu


faktor penyebab sebaran jumlah penduduk. Dari 175 kecamatan, dengan enam
variabel, yaitu pangsa kelahiran laki-laki, pangsa kelahiran perempuan, pangsa
kematian laki-laki, pangsa kematian perempuan, pangsa penduduk masuk dan
pangsa penduduk keluar wilayah, membentuk satu penciri utama. Hasil analisis
66

menunjukkan bahwa penciri tersebut (Idx_SDMJP) menggambarkan 81,95%


keragaman data dari seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Kenaikan satu
unit nilai dari indeks tersebut terkait dengan penurunan variabel masing-masing
sebesar 0,92, 0,92, 0,93, 0,89, 0,88 dan 0,89.
Pertumbuhan penduduk selain terkait dengan kelahiran, kematian dan
penduduk keluar masuk, dipengaruhi pula adanya tiga variabel yang
mempengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk digunakan, yakni pangsa
penduduk liar, pangsa pasangan usia subur dan pangsa peserta Keluarga
Berencana (KB). Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 175 kecamatan
membentuk satu komponen/penciri utama (Idx_SDMPPf1) yang mewakili
65,71% keragaman wilayah di Kalimantan Barat. Kenaikan satu unit nilai dari
indeks komposit tersebut terkait dengan kenaikan variabel pangsa pasangan usia
subur dan pangsa peserta Keluarga Berencana masing-masing sebesar 0,97 dan
0,98.
Jumlah penduduk cacat merupakan satu komponen yang mempengaruhi
besarnya beban untuk menanggung penduduk cacat per penduduk di suatu
wilayah. Hal tersebut terkait pula dengan produktifitas penduduk, semakin tinggi
jumlah penduduk cacat di suatu wilayah, maka pangsa penduduk produktif
menurun, serta beban pemerintah untuk mengalokasikan pembiayaan pembinaan
penduduk cacat akan tinggi pula. Dari data jumlah penduduk cacat
dikelompokkan dalam sembilan kategori. Analisis menghasilkan dua
komponen/penciri utama yang menggambarkan 54,47% keragaman data dari 175
unit analisis. Penciri pertama (Idx_SDMCf1) menggambarkan 42,66% keragaman
data yang terkait dengan variabel pangsa lokal penduduk tuna wicara, pangsa
lokal penduduk tuna daksa, dan pangsa lokal penduduk cacat mental. Kenaikan
satu unit penciri pertama terkait dengan kenaikan dari masing-masing variabel
sebesar 0,79, 0,88 dan 0,82. Untuk komponen kedua (Idx_SDMCf2)
menggambarkan keragaman 11,81% yang terkait dengan pangsa lokal penduduk
cacat eks-Kusta. Naiknya satu unit indeks kedua berkorelasi dengan kenaikan 0,93
unit pangsa lokal penduduk cacat eks-Kusta.
Penciri-penciri konfigurasi sebaran penduduk digunakan untuk
mengklasifikasikan kecamatan dengan pendekatan jarak terdekat antar penciri
67

(euclidean distance) pada analisis klaster (cluster analysis) yang memanfaatkan


factor score unit analisis (wilayah kecamatan) seperti yang ditunjukkan pada
Lampiran 4. Tiga penciri signifikan menjadi pembeda tiga klaster (tinggi, rendah,
dan sedang), yaitu jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, dan penunjang
pertumbuhan penduduk seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13.
Nilai Tengah Penciri
Konfigurasi Sebaran Penduduk
16
14
12
10
nilai tengah

8
6
4
2
0
-2
-4
-6
Idx_SDMPf1 Idx_SDMCf1 Idx_JP Klaster 1
Klaster 2
Idx_SDMPPf1 Idx_SDMCf2
Klaster 3
Penciri Klaster
Gambar 13 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) penciri konfigurasi sebaran
penduduk.
Dari analisis ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk berkorelasi kuat
dengan pola pertumbuhan penduduk. Klaster 1 dengan jumlah penduduk yang
tinggi menunjukkan pola pertumbuhan penduduk yang tinggi pula. Demikian
halnya dengan klaster 2 dan klaster 3 juga menunjukkan korelasi searah.
Karenanya klaster 1 menunjukkan jumlah dan pertumbuhan penduduk yang
tinggi, klaster 2 dengan kategori sedang, dan klaster 3 dengan kategori rendah
(Tabel 24).
Tabel 24 Kategori pembeda utama pada konfigurasi sebaran penduduk
Kategori
Penciri Keterangan
I II III
Pangsa Penduduk Laki-Laki Tinggi Sedang Rendah
Idx_JP
Pangsa Penduduk Perempuan Tinggi Sedang Rendah
Pangsa kelahiran Laki-Laki Tinggi Sedang Rendah
Pangsa kelahiran Perempuan Tinggi Sedang Rendah
Pangsa kematian Laki-Laki Tinggi Sedang Rendah
Idx_SDMPf1
Pangsa kematian Perempuan Tinggi Sedang Rendah
Pangsa imigran Tinggi Sedang Rendah
Pangsa emigran Tinggi Sedang Rendah
Pangsa Pasangan Usia Subur Tinggi Sedang Rendah
Idx_SDMPPf1
Pangsa Peserta KB Tinggi Sedang Rendah
68

Melalui analisis diskriminan, tiga indeks yang signifikan menjadi penciri/


pembeda dari tiga kelompok dengan besarnya kemampuan klasifikasi 98,85%.
Klasifikasi pada 175 kecamatan menghasilkan klaster 1 yang terdiri atas 27
kecamatan (15,43%), klaster 2 terdiri dengan 1 kecamatan (0,57%) dan klaster 3
terdiri atas 147 kecamatan (84,00%). Secara umum jumlah penduduk dan
pertumbuhan penduduk di Provinsi Kalimantan Barat terkategori rendah dan
distribusi sebaran kecamatan pada setiap klaster ditunjukkan pada Lampiran 5.
Tampilan tematik dari konfigurasi sebaran jumlah pada Gambar 14,
menunjukkan konsentrasi penduduk yang tinggi (warna merah) ditemukan di
kecamatan-kecamatan pada wilayah tengah dan pesisir. Pada wilayah perbatasan
antar negara dan antara provinsi, sebaran penduduk terkategori rendah yang
tampak dari tampilan warna hijau. Secara keseluruhan wilayah di Provinsi
Kalimantan Barat lebih menunjukkan ke arah pola sebaran penduduk rendah dan
hanya satu spot dengan sebaran sedang (kuning), yaitu Kota Singkawang.

Gambar 14 Peta konfigurasi sebaran penduduk di Provinsi Kalimantan Barat.

Distribusi kecamatan di kabupaten/kota pada tiap klasternya ditunjukkan


pada Tabel 25, dimana kabupaten dengan kecamatan yang terkategori sebaran
penduduk tinggi terbanyak ditemukan di Kota Pontianak yang mencapai 83,33%.
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Kayong Utara
adalah seluruh kecamatannya dengan sebaran penduduk terkategori rendah.
69

Tabel 25 Distribusi kategori sebaran penduduk pada kabupaten/kota


Distribusi kecamtan dengan kategori
Kabupaten/Kota sebaran penduduk (persen)
Tinggi Sedang Rendah
Kabupaten Sambas 26,32 0,00 73,68
Kabupaten Bengkayang 0,00 0,00 100,00
Kabupaten Landak 15,38 0,00 84,62
Kabupaten Pontianak 11,11 0,00 88,89
Kabupaten Sanggau 26,67 0,00 73,33
Kabupaten Ketapang 5,00 0,00 95,00
Kabupaten Sintang 14,29 0,00 85,71
Kabupaten Kapuas Hulu 0,00 0,00 100,00
Kabupaten Sekadau 14,29 0,00 85,71
Kabupaten Melawi 9,09 0,00 90,91
Kabupaten Kayong Utara 0,00 0,00 100,00
Kabupaten Kubu Raya 33,33 0,00 66,67
Kota Pontianak 83,33 0,00 16,67
Kota Singkawang 40,00 20,00 40,00

5.1.3 Pola Kuadran Sebaran Keluarga Miskin terhadap Sebaran Penduduk


Pola spasial tipologi kemiskinan adalah pola yang menunjukkan keterkaitan
konfigurasi sebaran keluarga miskin dengan konfigurasi sebaran penduduk
miskin. Empat pola kuadran dihasilkan dari plot bobot masing-masing konfigurasi
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 26.
Tabel 26 Plot bobot konfigurasi pada Pola Spasial Kemiskinan di kabupaten/
kota pada analisis kuadran
Bobot Konfigurasi
Plot pada
Kabupaten/kota Sebaran keluarga Sebaran
Kuadran
miskin penduduk
Kota Pontianak 0,3056 0,4444 I
Kabupaten Kubu Raya 0,2222 0,2778 I
Kabupaten Sanggau 0,1889 0,2556 II
Kota Singkawang 0,1667 0,3333 II
Kabupaten Sambas 0,1667 0,2544 II
Kabupaten Bengkayang 0,1667 0,1667 III
Kabupaten Kayong Utara 0,1667 0,1667 III
Kabupaten Ketapang 0,2000 0,1833 III
Kabupaten Sekadau 0,2143 0,2143 III
Kabupaten Kapuas Hulu 0,2067 0,1667 III
Kabupaten Sintang 0,3333 0,2143 IV
Kabupaten Landak 0,2949 0,2179 IV
Kabupaten Melawi 0,2273 0,1970 IV
Kabupaten Pontianak 0,2222 0,2037 IV
Dari pola spasial tipologi kemiskinan di Kalimantan Barat, lokasi kantong
kemiskinan teralokasi di Kuadran I dan IV. Pada Kuadran I, sebaran keluarga
miskin tinggi terkait dengan sebaran penduduk yang tinggi, yaitu di Kota
70

Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya (Gambar 15). Pada kuadran I menjelaskan
bahwa terbentuknya kantong kemiskinan di perkotaan sebagai akibat tingginya
daya tarik (pull factor) kota bagi penduduk di luar wilayah perkotaan yang
mengakibatkan tingginya arus urbanisasi. Terpusatnya penduduk di perkotaan
akan menurunkan daya tampung kota dan berdampak pada tingginya
pengangguran dan kemiskinan di perkotaan (Rustiadi et al. 2009). Dari data BPS
Kalbar (2009), sebaran penduduk Kota Pontianak di tahun 2008 mencapai 12,27%
dari total jumlah penduduk di Kalimantan Barat, sedangkan luasan wilayahnya
hanya sebesar 0,07% dari total luas provinsi. Jumlah penduduk miskin di Kota
Pontianak adalah sebesar 52 800 jiwa dengan kepadatan penduduk miskinnya
tertinggi di Provinsi Kalimantan Barat yang mencapai 0,49 jiwa /km2, artinya
pada setiap km2 luas wilayah di Kota Pontianak ditemukan 0,49 orang miskin.
Kabupaten Kubu Raya yang berbatasan langsung di sebelah barat, selatan dan
timur Kota Pontianak, mengalami interaksi yang kurang menguntungkan bagi
wilayahnya (backwash linkage). Kabupaten Kubu Raya yang merupakan salah
satu sentra padi dan tanaman pangan lainnya di Kalimantan Barat, serta memiliki
sentra-sentra industri yang dapat dilihat dari tingginya PDRB sektor pertanian dan
sektor industri dengan total PDRB Kabupaten Kubu Raya di Tahun 2008 sebesar
Rp6,89 trilyun, dalam analisis kabupaten ini tergolong dalam kuadran dengan pola
sebaran keluarga miskin yang tinggi di wilayah yang berpenduduk tinggi.

Pola Spasial Tipologi Kemiskinan


2,5
Kuadran IV SINTANG Kuadran I
2,0

KOTA PONTIANAK
Sebaran Keluarga Miskin

1,5 LANDAK

1,0

0,5
MELAWI
PONTIANAK KUBU RAYA
0,0 SEKADAU
KAPUAS HULU
KETAPANG
-0,5 SANGGAU

KAYONG
BENGKAYANG
UTARA SAMBAS SINGKAWANG
-1,0

Kuadran III Kuadran II


-1,5
-1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

Sebaran Penduduk

Gambar 15 Kuadran pola spasial kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat.


71

Selain di Kuadran I, lokasi kantong kemiskinan ditemukan pula di


Kabupaten yang ada pada Kuadran IV. Pola yang ditunjukkan pada Kuadran ini
adalah wilayah dengan sebaran penduduk rendah, tetapi sebaran keluarga
miskinnya tinggi yang ditemukan di Kabupaten Sintang, Kabupaten Melawi,
Kabupaten Landak, dan Kabupaten Pontianak. Untuk tiga kabupaten pertama, dari
data statistik, persentase penduduk miskinnya diatas persentase di tingkat
provinsi, yaitu berturut-turut 13,61%, 18,65, dan 14,80%, sedangkan Kabupaten
Pontianak persentase penduduk miskinnya hanya sebesar 7,03%, tetapi kepadatan
penduduk miskinnya kedua tertinggi setelah Kota Pontianak, yaitu mencapai 0,04
jiwa penduduk miskin/km2 luas wilayah. Diduga kabupaten pada kuadran ini,
tingginya insiden kemiskinan terkait pola pembangunan yang rendah ataupun
karakteristik sumber daya yang terbatas.
Untuk Kuadran II dan III, sebaran penduduk miskinnya relatif lebih rendah
dibandingkan kabupaten/kota pada Kuadran I dan IV. Kabupaten Sanggau, Kota
Singkawang, dan Kabupaten Sambas adalah wilayah dengan sebaran penduduk
tinggi, tetapi tidak ditemukan kantong kemiskinan, sebaran keluarga miskinnya
relatif lebih rendah dibandingkan wilyah lainnya. Data BPS Kalbar (2009)
menunjukkan persentase penduduk miskin ketiga wilayah kabupaten/kota tersebut
berturut-turut adalah 6,25%, 7.89% dan 11,51%. Pada Kabupaten Sanggau dan
Kota Singkawang, sebaran keluarga miskin yang rendah berkaitan dengan
proporsi penduduk miskinnya yang rendah, sementara Kabupaten Sambas sebaran
keluarga miskin yang rendah disebabkan sebaran penduduknya lebih rendah
dibandingkan Kota Singkawang. Jika dilihat dari sebaran penduduk di Kalimantan
Barat, persentase penduduk Kabupaten Sambas sebesar 11,56% , lebih tinggi
dibandingkan penduduk Kabupaten Sanggau dan Kota Singkawang yang sebesar
4,12%. Artinya, meskipun persentase penduduk miskin di Kabupaten Sambas
tinggi, akan tetapi sebaran keluarga miskinnya relatif lebih menyebar atau tidak
membentuk spot-spot keluarga miskin.
Di Kabupaten Sekadau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Ketapang,
Kabupaten Kayong Utara dan Bengkayang adalah wilayah dengan sebaran
keluarga miskin dan sebaran penduduk rendah. Persentase penduduk miskin di
wilayah tersebut berkisar antara 4-5% dari total penduduk di Kalimantan Barat.
72

Adanya sebaran kemiskinan pada wilayah ini, relatif lebih rendah dibandingkan
wilayah pada kuadran I dan IV. Demikian halnya dengan proporsi penduduk
miskin di wilayah ini. Dari Data BPS Kalbar (2009), pada tahun 2008, proporsi
keempat kabupaten/kota pada wilayah ini berkisar 9,41-15,21%.
Pemetaan kabupaten/kota pada empat kuadran yang dihasilkan dari pola
spasial tipologi kemiskinan menunjukkan bahwa Kota Pontianak, Kabupaten
Sintang, dan Kabupaten Landak adalah kabupaten/kota yang secara nyata
menunjukkan kategori sebaran keluarga miskin yang jauh lebih tinggi
dibandingkan wilayah lainnya. Kabupaten Pontianak, Kabupaten Melawi dan
Kabupaten Kubu Raya menunjukkan pola sebaran keluarga miskin dan sebaran
penduduknya cenderung mendekati titik tengah nol, yang artinya pola sebarannya
relatif lebih rendah dibandingkan Kota Pontianak, Kabupaten Sintang, dan
Kabupaten Landak.

5.2 Pola Spasial Pembangunan Manusia/Sosial


Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai
perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi
nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan
ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro dan Smith,
2003). Dalam konteks ini, sasaran pembangunan adalah peningkatan kapabilitas
manusia untuk dapat meningkatkan kualitasnya, sehingga mampu memenuhi
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Tingginya upaya yang dikembangkan
dalam meningkatkan sumber daya manusia diharapkan berdampak pada
peningkatan kesejahteraan penduduk di suatu wilayah tersebut.
Pembangunan manusia/sosial adalah salah satu upaya untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Pembangunan manusia merupakan upaya
pembangunan modal manusia (human capital development), sedangkan
pembangunan sosial merupakan upaya pembangunan modal sosial (social capital
development). Investasi dalam bidang kesehatan dan pendidikan menyatu dalam
pendekatan modal manusia, kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan, dan
pendidikan adalah hal pokok untuk menggapai kehidupan yang lebih memuaskan
dan berharga.
73

Selain pembangunan modal manusia, pembangunan sosial sebagai


perwujudan pembangunan modal sosial perlu memperhatikan tiga komponen
pembangunan sosial, yaitu norm, network, dan trust (Fukuyama, 2004). Ikatan
sosial antar anggota kelompok tertentu (bonding social capital) yang menyerap
ketiga komponen pembangunan sosial tersebut, merupakan salah satu unsur dalam
pembangunan sosial, selain bridging dan linking social capital (Rustiadi et al.,
2009).
Untuk menggambarkan pola spasial pembangunan manusia/sosial yang
berkembang di Kalimantan Barat, indikator-indikator yang menjelaskannya
dikelompokkan dalam tiga konfigurasi, yakni konfigurasi pembangunan bidang
kesehatan, pembangunan bidang pendidikan dan pembangunan bidang sosial.
5.2.1. Konfigurasi Pembangunan Bidang Kesehatan
Pembangunan bidang kesehatan adalah upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kesehatan penduduk di suatu wilayah yang berimplikasi kepada
peningkatan produktivitas penduduknya serta kinerja pertumbuhan ekonomi
wilayah tersebut. Semakin tinggi beban penyakit yang ditanggung oleh seseorang,
maka produktivitas untuk bekerja akan rendah dan alokasi pembiayaan untuk
peningkatan kesejahteraan menjadi berkurang pula. Penduduk yang
produktivitasnya rendah, memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan
yang baik menjadi berkurang. Hal ini akan berdampak pada orang miskin yang
sakit akan semakin miskin dan sulit meningkatkan status sosialnya (Todaro dan
Smith, 2003).
Indikator-indikator yang digunakan dalam konfigurasi pembangunan
kesehatan dikelompokkan dalam lima bagian, yaitu ketersediaan tenaga
kesehatan, ketersediaan fasilitas kesehatan, pelayanan kesehatan bagi penduduk
miskin, intensitas kejadian wabah penyakit dan penderita wabah penyakit yang
meninggal. Komponen utama sebaran tenaga kesehatan merupakan penggabungan
dari enam variabel, yaitu pangsa jumlah dokter laki-laki, dokter perempuan,
dokter gigi, bidan, tenaga kesehatan lainnya dan dukun bayi. Enam varibel ini
membentuk dua komponen utama yang mewakili 77,24% keragaman dari data
yang ada. Pada Tabel 27, kompenen/penciri pertama (Idx_SDSTKesf1)
menunjukkan 58,41% keragaman yang terkait dengan pangsa lokal dokter laki-
74

laki, dokter perempuan, dokter gigi, dan bidan. Masing-masing variabel


berkorelasi positif dengan penciri pertama berturut-turut 0,94, 0,93, 0,90 dan 0,79
yang menunjukkan peningkatan satu unit indeks berkorelasi dengan kenaikan
pangsa lokal variabelnya masing-masing sebesar muatan faktornya. Penciri
pertama ini menunjukkan ketersediaan tenaga kesehatan bagi kecamatan yang
pelayanan kesehatannya relatif lebih berkembang. Komponen kedua yang
menggambarkan 18,83% keragaman data terkait dengan pangsa lokal jumlah
dukun bayi dengan muatan faktor 0,89. Satu unit kenaikan komponen/penciri
kedua (Idx_SDSTKesf2) berkaitan dengan peningkatan 0,89 unit pangsa lokal
dukun bayi. Penciri ini menggambarkan tenaga kesehatan yang tersedia relatif
tertinggal, karena pelayanan kesehatan yang lebih ditentukan oleh keberadaan
tenaga kesehatan non formal.
Tabel 27 Muatan faktor (factor loading) variabel dari penciri konfigurasi
pembangunan bidang kesehatan
Kelompok Penciri Penciri Faktor
Keterangan
(% varian) (% varian) Loading
Pangsa Dokter Laki-laki 0,94(+)
Idx_SDSTKesf1 Pangsa Dokter Perempuan 0,93(+)
Penderita Wabah
(58.41) Pangsa Dokter Gigi 0,90(+)
Penyakit
Pangsa Bidan 0,79(+)
(63,35)
Idx_SDSTKesf2
Pangsa Dukun Bayi 0,89(+)
(18.83)
Idx_SDSFKesf1 Pangsa Apotik 0,90(+)
Fasilitas Kesehatan (38,92) Pangsa Toko Obat 0,89(+)
(66,37) Idx_SDSFKesf2
Pangsa Polindes 0,88(+)
(27,45)
Pelayanan Kesehatan
pada Masyarakat Idx_SDSAskes Pangsa Surat Miskin yang dikeluarkan 0,86(+)
Miskin (74,80) Pangsa Peserta ASKESKIN 0,86(+)
(74,80)
Idx_SDSWf1 Pangsa penderita Malaria 0.76(+)
(36.21) Pangsa penderita wabah lainnya 0.89(+)
Penderita Wabah
Idx_SDSWf2 Pangsa penderita Campak 0.74(+)
Penyakit
(14.21) Pangsa penderita TBC 0.72(+)
(63,35)
Idx_SDSWf3
Pangsa penderita ISPA 0.69(+)
(12.93)
Idx_SDSWWf1 Pangsa penderita wafat karena Diare 0.85(+)
Penderita Wabah (30.88) Pangsa penderita wafat karena Campak 0.87(+)
Penyakit yang Idx_SDSWWf2 Pangsa penderita wafat karena wabah
0.81(+)
Meninggal (17.59) lainnya
(62,76) Idx_SDSWWf3 Pangsa penderita wafat karena DBD 0.76(+)
(14.29) Pangsa penderita wafat karena Malaria 0.71(+)
Penciri utama dari fasilitas kesehatan merupakan komposit dari lima
variabel fasilitas kesehatan tersedia, yakni pangsa lokal jumlah pos kesehatan
desa, poliklinik desa, pos pelayanan terpadu, apotik dan toko obat/jamu yang
75

membentuk dua penciri. Lima penciri hasil analisis mewakili 66,37% keragaman
data yang ada. Penciri pertama (Idx_SDSTKesf1) menunjukkan 38,92%
keragaman yang terkait dengan pangsa lokal jumlah apotik dan toko obat.
Masing-masing variabel berkorelasi positif dengan penciri pertama masing-
masing 0,90 dan 0,89, yang artinya peningkatan satu unit penciri pertama
berkorelasi dengan kenaikan pangsa lokal variabelnya sebesar muatan faktornya.
Kedua fasilitas ini menunjukkan ketersediaan fasilitas daerah urban atau daerah
yang relatif lebih berkembang. Untuk penciri kedua yang menggambarkan
27,44% keragaman data yang terkait dengan pangsa lokal jumlah poliklinik desa
dengan muatan faktor 0,88, dimana kenaikan satu unit penciri kedua
(Idx_SDSTKesf2) menunjukkan peningkatan 0,88 unit pangsa jumlah poliklinik
desa. Dari keterkaitan ini menunjukkan bahwa komponen kedua mencerminkan
ketersediaan fasilitas rural area atau wilayah yang relatif tertinggal.
Dua variabel yang digunakan untuk mengukur pelayanan kesehatan untuk
penduduk miskin adalah pangsa lokal surat miskin yang dikeluarkan dan keluarga
miskin yang menerima ASKESKIN. Analisis ini menghasilkan satu komponen
utama yang mewakili 74,80% keragaman dari data yang ada. Dua variabel yang
berkorelasi positif dengan komponen/penciri utama (Idx_SDMJP) masing-masing
0,86 yang artinya peningkatan satu unit penciri menggambarkan kenaikan pangsa
lokal surat miskin yang dikeluarkan dan keluarga miskin peserta ASKESKIN
sebesar 0,86 unit.
Kejadian wabah penyakit yang diidentifikasikan dengan jumlah
penderitanya dibangun dari delapan kejadian di Kalimantan Barat, yakni pangsa
lokal penderita diare, demam berdarah, campak, ISPA, malaria, flu burung, TBC
dan wabah lainnya. Kejadian membentuk tiga indeks komposit yang mewakili
63,35% keragaman dari data yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
komponen pertama (Idx_SDSWf1) menunjukkan 36,21% keragaman yang terkait
dengan pangsa lokal penderita malaria dan pangsa lokal penderita wabah lainnya.
Setiap variabel berkorelasi positif dengan pencirinya masing-masing sebesar 0,76
dan 0,89 yang artinya peningkatan satu unit penciri pertama menggambarkan
kenaikan pangsa lokal variabelnya sebesar muatan faktornya. Untuk penciri kedua
(Idx_SDSWf2) menggambarkan 14,21% keragaman data yang terkait dengan
76

pangsa lokal penderita campak dan TBC dengan muatan faktor 0,74 dan 0,72
yang menunjukkan kenaikan satu unit penciri kedua meningkatkan variabelnya
masing-masing sebesar muatan faktornya. Penciri lainnya, yaitu penciri ketiga
menggambarkan 12,93% keragaman data yang terkait dengan pangsa lokal
penderita ISPA dengan muatan faktor 0,69, dimana kenaikan satu unit faktor
ketiga (Idx_SDSWf3) menunjukkan peningkatan pangsa lokal penderita ISPA
sebesar muatan 0,69 unit.
Insiden pasien yang meninggal karena wabah penyakit di Kalimantan Barat,
yaitu pangsa lokal penderita diare, demam berdarah, campak, ISPA, malaria, flu
burung, TBC dan wabah lainnya, digunakan untuk mengindikasikan tingkat
pelayanan kesehatan. Semakin tinggi pasien wabah penyakit tertentu yang
meninggal di daerah tertentu, maka kinerja pelayanan kesehatan dianggap masih
rendah. Delapan variabel membentuk tiga penciri, yang mewakili 62,76%
keragaman dari data yang ada, yang artinya ditemukan 62,76% kejadian pasien
yang meninggal karena wabah penyakit. Pada penciri pertama (Idx_SDSWWf1)
menunjukkan 30,88% keragaman yang terkait dengan pangsa lokal penderita diare
dan pangsa lokal penderita campak, yang artinya 30,88% wilayah di Kalimantan
Barat terindikasi adanya penderita diare dan campak yang meninggal. Masing-
masing variabel berkorelasi positif dengan pencirinya masing-masing sebesar
0,85 dan 0,87 yang artinya peningkatan satu unit faktor pertama menggambarkan
kenaikan pangsa lokal variabel sebesar muatan faktornya. Untuk penciri kedua
yang menggambarkan 17,59% keragaman data yang terkait dengan pangsa lokal
penderita wabah lainnya dengan muatan faktor 0,81, dimana kenaikan satu unit
penciri kedua (Idx_SDSWWf2) berkorelasi dengan peningkatan 0,81 unit pangsa
penderita meninggal karena wabah penyakit-penyakit lain. Indikasi dari penciri
kedua ini adalah 17,59% wilayah di Kalimantan Barat terdapat kejadian orang
meninggal karena wabah penyakit tertentu. Penciri lainnya yang menggambarkan
14,29% keragaman data yang terkait dengan pangsa lokal penderita DBD dan
malaria dengan muatan faktor 0,76 dan 0,71 dimana kenaikan satu unit penciri
ketiga (Idx_SDSWWf3) menunjukkan peningkatan variabelnya sebesar muatan
faktornya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian DBD dan malaria
77

merupakan wabah penyakit yang menimbulkan kejadian meninggalnya penderita


pada 14,29% wilayah di Kalimantan Barat.
Seluruh kecamatan di Provinsi Kalimantan Barat diklasifikasikan
berdasarkan kedekatan jarak antar penciri (euclidean distance) dengan teknik
analisis klaster (cluster analysis) yang memanfaatkan factor score (Lampiran 6).
Kesebelas penciri signifikan menjadi pembeda klaster dengan tiga kategori yaitu
tinggi, rendah, dan sedang, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16.
Nilai Tengah Penciri
Konfigurasi Pembangunan Kesehatan
3,5

3,0

2,5

2,0
nilai tengah

1,5

1,0

0,5

0,0

-0,5

-1,0

-1,5
Klaster 1
Idx_SDSTKesf2 Idx_SDSWf1 Idx_SDSWWf2
Klaster 2
Idx_SDSFKesf2 Idx_SDSWf3
Klaster 3
Penciri
Gambar 16 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) penciri konfigurasi
pembangunan bidang kesehatan.
Melalui analisis diskriminan kesebelas penciri menjadi pembeda tiga klaster
dengan besarnya kemampuan klasifikasi 96,57%. Masing-masing klaster memiliki
kategori tinggi, sedang, dan rendah untuk setiap penciri, seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 28. Klasifikasi 175 kecamatan menghasilkan klaster 1 yang terdiri atas
130 kecamatan (74,29%), klaster 2 terdiri atas 27 kecamatan (15,43%) dan klaster
3 terdiri atas 18 kecamatan (10,27%) dan distribusi konfigurasi kecamatan
ditunjukkan pada Lampiran 7.
Pada klaster pertama, kategori pada pencirinya mengindikasikan wilayah
yang tertinggal dengan ketersediaan tenaga medis/paramedis yang rendah, tenaga
kesehatan non formal (dukun bayi) yang rendah, kejadian wabah penyakit yang
rendah. Munculnya penciri pangsa penderita wafat karena wabah penyakit yang
sedang, menunjukkan kejadian ini muncul lebih dikarenakan rendahnya jumlah
78

penduduk yang menyebabkan rendahnya ketersediaan tenaga kesehatan dan


pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin.
Tabel 28 Kategori pembeda utama pada konfigurasi pembangunan bidang
kesehatan
Kategori
Indeks Komposit Penciri/Pembeda
I II III
Pangsa Dokter Laki-laki Rendah Sedang Tinggi
Pangsa Dokter Perempuan Rendah Sedang Tinggi
Idx_SDSTKesf1
Pangsa Dokter Gigi Rendah Sedang Tinggi
Pangsa Bidan Rendah Sedang Tinggi
Idx_SDSTKesf2 Pangsa Dukun Bayi Rendah Tinggi Sedang
Pangsa penderita Campak Rendah Tinggi Sedang
Idx_SDSWf2
Pangsa penderita TBC Rendah Tinggi Sedang
Pangsa penderita wafat karena wabah Sedang Tinggi Rendah
Idx_SDSWWf2
lainnya
Pangsa penderita wafat karena DBD Rendah Tinggi Sedang
Idx_SDSWWf3
Pangsa penderita wafat karena Malaria Rendah Tinggi Sedang
Idx_SDSFKesf2 Pangsa Polindes Rendah Tinggi Sedang
Pangsa Surat Miskin yang dikeluarkan Rendah Tinggi Sedang
Idx_SDSAskes
Pangsa Peserta ASKESKIN Rendah Tinggi Sedang
Pangsa penderita wafat karena Diare Sedang Tinggi Rendah
Idx_SDSWWf1
Pangsa penderita wafat karena Campak Sedang Tinggi Rendah
Pada klaster kedua, pencirinya dalam kategori sedang untuk jumlah tenaga
medis/paramedis, tinggi untuk intensitas kejadian wabah penyakit, penderita
wabah yang meninggal, pelayanan keluarga miskin dan jumlah polindes. Wilayah
pada klaster ini diidentifikasi sebagai wilayah kantong kemiskinan atau wilayah
tertinggal yang berpenduduk cukup tinggi.
Di klaster ketiga, pencirinya adalah jumlah tenaga medis/paramedis yang
tinggi, jumlah penderita wabah penyakit dan penderita wafat yang rendah, jumlah
dukun bayi dan polindes yang sedang, pangsa pelayanan kesehatan bagi keluarga
miskin yang sedang, menunjukkan bahwa wilayah pada tipologi ini adalah
wilayah yang relatif lebih berkembang dengan jumlah penduduk yang lebih tinggi
dibandingkan klaster pertama dan kedua. Pada wilayah ini, ditemukan pula pangsa
keluarga miskin, akan tetapi jumlahnya lebih rendah dibandingkan klaster kedua.
Dari ketiga klaster ini, klaster ketiga dapat dikategorikan sebagai wilayah
dengan pembangunan bidang kesehatan yang paling tinggi, sedangkan klaster
pertama menjadi wilayah dengan kategori pembangunan bidang kesehatan yang
rendah, dan klaster kedua dengan kategori sedang. Klasifikasi klaster ditampilkan
secara tematik pada peta konfigurasi pembangunan kesehatan di Provinsi
Kalimantan Barat yang ditunjukkan pada Gambar 17, menunjukkan bahwa lebih
79

dari separuh wilayah tingkatan pembangunan kesehatannya terkategori rendah


(warna merah). Dalam jumlah kecil wilayah berwarna hijau yang menunjukkan
tingkatan pembangunan kesehatan yang tinggi, yaitu di Kota Singkawang,
Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten
Sanggau, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Melawi. Hanya
Kota Pontianak dengan spot hijau yang meliputi seluruh wilayahnya, sedangkan
keseluruhan wilayah di Kabupaten Kapuas Hulu tidak dijumpai area berwarna
hijau.

Gambar 17 Peta konfigurasi spasial pembangunan bidang kesehatan.


Distribusi kecamatan di kabupaten/kota pada tiap klasternya ditunjukkan
pada Tabel 29, dimana kabupaten dengan kecamatan yang terkategori
pembangunan kesehatan tinggi terbanyak ditemukan di Kota Pontianak yang
mencapai 83,33%, tigabelas kabupaten/kota lainnya lebih menunjukkan
kecamatannya pada tingkatan pembangunan kesehatan yang rendah, dengan
distribusi kecamatan melebihi 50% wilayah. Keseluruhan sebaran aktivitas
pembangunan manusia di bidang kesehatan, menunjukkan bahwa pembangunan
kesehatan masih difokuskan di Kota Pontianak sebagai kota utama, sementara
pada wilayah lainnya pembangunan kesehatan kurang dikembangkan.
80

Todaro dan Smith (2003) memaparkan karakteristik pembangunan kota di


negara-negara berkembang, dimana investasi publik di ibu kota yang lebih besar
dibandingkan kota kedua atau wilayah lainnya. Kondisi tersebut juga terlihat di
Provinsi Kalimantan Barat, dimana Kota Pontianak sebagai ibukota provinsi,
mendapatkan investasi publik yang lebih baik dibandingkan kabupaten/kota
lainnya. Investasi yang tinggi di bidang kesehatan ini berimplikasi pula pada
tingginya pertumbuhan penduduk, sehingga secara demografi memungkinkan
adanya ledakan penduduk di wilayah tersebut.
Tabel 29 Distribusi kategori tingkatan pembangunan kesehatan pada
kabupaten/kota
Distribusi kecamatan dengan kategori
Kabupaten/Kota pembangunan kesehatan (persen)
Rendah Sedang Tinggi
Kabupaten Sambas 63,16 26,32 10,53
Kabupaten Bengkayang 94,12 0,00 5,88
Kabupaten Landak 76,92 23,08 0,00
Kabupaten Pontianak 88,89 0,00 11,11
Kabupaten Sanggau 66,67 26,67 6,67
Kabupaten Ketapang 75,00 20,00 5,00
Kabupaten Sintang 57,14 35,71 7,14
Kabupaten Kapuas Hulu 88,00 8,00 4,00
Kabupaten Sekadau 85,71 0,00 14,29
Kabupaten Melawi 81,82 9,09 9,09
Kabupaten Kayong Utara 80,00 20,00 0,00
Kabupaten Kubu Raya 66,67 22,22 11,11
Kota Pontianak 16,67 0,00 83,33
Kota Singkawang 60,00 0,00 40,00

5.2.2 Konfigurasi Pembangunan Bidang Pendidikan


Pembangunan pendidikan merupakan bagian dari pembangunan manusia,
dengan harapan meningkatnya kualitas sumber daya manusianya dan berimplikasi
pada penurunan tingkat kemiskinan. Melalui pendidikan yang memadai
memungkinkan masyarakat memiliki daya untuk meningkatkan taraf hidupnya
(Lichter et al., 1993).
Dalam konteks pembangunan di wilayah tertinggal, hampir keseluruhan
investasi jasa dan sarana pendidikan menjadi tugas pemerintah, sehingga
ketersediaan berupa jumlah, tenaga guru, dan lembaga pendidikan/keterampilan
masih sangat bergantung kepada kebijakan pemerintah daerah dalam bidang
pendidikan. Dalam analisis ini, indikator yang digunakan untuk menggambarkan
pembangunan pendidikan dikelompokkan ke dalam lima kelompok penciri, yakni
ketersediaan tenaga dan fasilitas pendidikan, fasilitas pendidikan sendiri
81

dibedakan atas pendidikan prasekolah dan sekolah dasar, pendidikan menengah


atas dan tinggi, pendidikan formal lainnya dan lembaga keterampilan.
Ketersediaan tenaga guru TK sampai dengan SMA/SMK membentuk satu
komponen/penciri (Idx_SDSTDik) yang menggambarkan 83,78% keragaman
ketersediaan tenaga guru. Pada Tabel 30, penciri tenaga pendidikan berkorelasi
negatif dengan masing-masing variabel sebesar 0,92, 0,92, 0,93, 0,92 dan 0,88
yang artinya peningkatan satu unit penciri berkorelasi dengan penurunan variabel
penyusunnya sebesar muatan faktornya.
Tabel 30 Muatan faktor (factor loading) variabel dari penciri konfigurasi
pembangunan bidang pendidikan
Kelompok Penciri Penciri Utama Faktor
Keterangan
(% varian) (% varian) Loading
Pangsa Guru TK 0,92(–)
Pangsa Guru SD 0,92(–)
Tenaga Pendidik Idx_SDSTDik
Pangsa Guru SLTP 0,93(–)
(83,78) (83,78)
Pangsa Guru SMA 0,92(–)
Pangsa Guru SMK 0,88(–)
Pangsa TK Swasta 0,82(+)
Fasilitas
Pangsa SD Negeri 0,74(+)
Pendidikan Idx_SDSFDDf1
Pangsa SD Swasta 0,80(+)
Prasekolah, Dasar (58,09)
Pangsa SLTP Negeri 0,72(+)
dan Menengah
Pangsa SLTP Swasta 0,92(+)
Pertama
(74,88) Idx_SDSFDDf2
Pangsa TK Negeri 0,94(+)
(16,78)
Fasilitas Pangsa SMU Swasta 0,89(+)
Idx_SDSFDMTf1
Pendidikan Pangsa SMK Swasta 0,84(+)
(53,23)
Menengah Atas Pangsa Perguruan Tinggi Swasta 0,83(+)
dan Pangsa SMU Negeri 0,76(+)
PendidikanTinggi Idx_SDSFDMTf2
Pangsa SMK Negeri 0,90(+)
(74,72) (21,49)
Pangsa Perguruan Tinggi Negeri 0,82(+)
Pangsa SLB Swasta 0,79(+)
Idx_SDSFDFLf1
Fasilitas Pangsa Pesantren 0,93(+)
(44,36)
Pendidikan lainnya Pangsa Madrasah Ibtidaiyah Swasta 0,82(+)
(68,03) Idx_SDSFDFLf2
Pangsa Sekolah Seminari Swasta 0,73(+)
(21,67)
Pangsa Lembaga Pendidikan/Ketrampilan 0,70(+)
Komputer
Pangsa Lembaga Pendidikan/Ketrampilan 0,75(+)
Menjahit
Lembaga Idx_SDSLPf1 Pangsa Lembaga Pendidikan/Ketrampilan 0,84(+)
Pendidikan/ (55,63) Kecantikan
keterampilan Pangsa Lembaga Pendidikan/Ketrampilan 0,84(+)
(72,46) Montir
Pangsa Lembaga Pendidikan/Ketrampilan 0,91(+)
Elektronik
Idx_SDSLPf2 Pangsa Lembaga Pendidikan/Ketrampilan 0,92(+)
(16,83) lainnya
82

Pendidikan dasar dalam analisis ini adalah pendidikan pra sekolah, sekolah
dasar dan menengah pertama. Variabel ketersediaan fasilitas pendidikan dasar
membentuk dua komponen/penciri yang mewakili 74,88% keragaman data dari
175 kecamatan. Penciri pertama (Idx_SDSFDDf1) dengan keragaman 58,09%
berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah TK Swasta, SD negeri, SD Swasta,
SLTP Negeri dan SLTP Swasta masing-masing 0,82, 0,74, 0,80, 0,72 dan 0,92
yang artinya peningkatan satu unit indeks menggambarkan peningkatan variabel
penyusunnya sebesar muatan faktornya. Indeks ini menunjukkan 58,09%
kecamatan di Kalimantan Barat telah memenuhi kebutuhan fasiltias pendidikan
dasar. Penciri kedua dari pendidikan dasar (Idx_SDSFDDf2) menunjukkan
keragaman 16,78% yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah TK
Negeri. Peningkatan satu unit penciri menggambarkan peningkatan 0,94 unit
pangsa lokal jumlah TK Negeri.
Untuk fasilitas pendidikan menengah atas dan tinggi diwakili oleh enam
variabel, yakni Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri, SMU Swasta, Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Negeri, SMK Swasta, Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) dan Swasta (PTS). Enam variabel membentuk dua penciri yang mewakili
74,72% keragaman data dari kecamatan yang ada. Penciri pertama
(Idx_SDSFDMTf1) dengan keragaman 53,23% berkorelasi positif dengan pangsa
lokal jumlah SMU Swasta, SMK Swasta dan Perguruan Tinggi Swasta masing-
masing 0,89, 0,84, dan 0,83 yang artinya peningkatan satu unit penciri berkaitan
dengan peningkatan variabel penyusunnya sebesar muatan faktornya. Dilihat dari
variabel terkait, maka penciri ini mendekati ciri wilayah yang relatif lebih
berkembang atau urban area. Untuk komponen/penciri kedua (Idx_SDSFDMTf2)
dengan keragaman 21,49% berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah SMU
Negeri, SMK Negeri dan Perguruan Tinggi Negeri, dimana peningkatan satu unit
penciri kedua menggambarkan peningkatan 0,76, 0,90 dan 0,82 unit masing-
masing variabel penyusun. Ketersediaan fasilitas pendidikan negeri, menunjukkan
gambaran wilayah pada umumnya yang memiliki fasilitas dasar untuk pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi.
Ketersediaan fasilitas formal lainnya seperti Sekolah Luar Biasa, Pesantren,
Madrasah Ibtidaiyah dan Seminari menjadi variabel ketersediaan fasilitas
83

pendidikan formal lainnya yang membentuk dua penciri mewakili 66,03%


keragaman data yang ada. Penciri pertama (Idx_SDSFDFLf1) dengan keragaman
44,36% berkorelasi positif pangsa lokal jumlah SLB Swasta, Pesantren dan
Madrasah Ibtidaiah Swasta masing-masing 0,79, 0,93, dan 0,82 yang artinya
peningkatan satu unit penciri menggambarkan peningkatan variabel penyusunnya
sebesar muatan faktornya. Untuk penciri kedua (Idx_SDSFDFLf2) dengan
keragaman 21,67% berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah sekolah
Seminari Swasta, dimana peningkatan satu unit penciri kedua menggambarkan
kenaikan 0,73 unit variabel tersebut.
Ketersediaan lembaga pendidikan dan keterampilan di Kalimantan Barat
membentuk tujuh variabel, yang dianalisis menghasilkan dua komponen utama
mewakili 72,46% keragaman data yang ada, yang artinya 72,46% wilayah di
Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan ketersediaan lembaga
pendidikan/keterampilan non formal yang lebih dikembangkan di wilayah-
wilayah tertinggal dan dibutuhkan oleh penduduk dengan rata-rata tingkat
pendidikan menengah ke bawah. Penciri pertama (Idx_SDSFDLPf1) dengan
keragaman 55,63% berkorelasi positif pangsa lokal jumlah lembaga
pendidikan/keterampilan komputer, menjahit, kecantikan, montir dan elektronik
masing-masing 0,70, 0,75, 0,84, 0,84 dan 0,91 yang artinya peningkatan satu unit
penciri pertama menggambarkan peningkatan variabel penyusunnya sebesar
muatan faktor. Untuk penciri kedua (Idx_SDSFDLPf2) dengan keragaman
16,83% berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah lembaga pendidikan dan
formal lainnya. Peningkatan satu unit faktor kedua menggambarkan peningkatan
0,91 unit variabel tersebut.
Penciri-penciri pada konfigurasi pembangunan pendidikan digunakan dalam
mengklasifikasikan kecamatan berdasarkan kedekatan jarak antar penciri
(euclidean distance) dengan teknik analisis klaster (cluster analysis) yang
memanfaatkan factor score (Lampiran 8) unit analisis. Ketiga penciri signifikan
menjadi pembeda tiga klaster dengan kategori tinggi, rendah, dan sedang, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 18. Melalui analisis diskriminan lima faktor yang
signifikan menjadi penciri/pembeda dari tiga kelompok yang terbentuk dengan
besarnya kemampuan klasifikasi 98,86%.
84

Nilai Tengah Penciri


Konfigurasi Pembangunan Pendidikan
5
4
3
nilai tengah

2
1
0
-1
-2
-3
-4
-5 Idx_SDSFDMTf1

Idx_SDSFDMTf2
Idx_SDSTDik

Idx_SDSFDDf2
Idx_SDSFDDf1

Idx_SDSFDFLf1

Idx_SDSFDFLf2

Idx_SDSFDLPf1

Idx_SDSFDLPf2
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Penciri

Gambar 18 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) penciri konfigurasi


pembangunan bidang pendidikan.

Masing-masing kelompok penciri/pembeda utama konfigurasi


pembangunan pendidikan memiliki kategori seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 31.
Tabel 31 Kategori pembeda pada konfigurasi pembangunan bidang pendidikan
Kategori
Pembeda Keterangan
I II III
Pangsa Lembaga Pendidikan/ Rendah Sedang Tinggi
Ketrampilan Komputer
Pangsa Lembaga Pendidikan/ Rendah Sedang Tinggi
Ketrampilan Menjahit
Pangsa Lembaga Pendidikan/ Rendah Sedang Tinggi
Idx_SDSLPf1
Ketrampilan Kecantikan
Pangsa Lembaga Pendidikan/ Rendah Sedang Tinggi
Ketrampilan Montir
Pangsa Lembaga Pendidikan/ Rendah Sedang Tinggi
Ketrampilan Elektronik
Idx_SDSFLf2 Pangsa Sekolah Seminari Swasta Sedang Tinggi Rendah
Pangsa Lembaga Tinggi Sedang Rendah
Idx_SDSLPf2
Pendidikan/Ketrampilan lainnya
Pangsa SMU Swasta Tinggi Sedang Rendah
Idx_SDSMTf1 Pangsa SMK Swasta Tinggi Sedang Rendah
Pangsa Perguruan Tinggi Swasta Tinggi Sedang Rendah
Idx_SDSDDf2 Pangsa TK Negeri Sedang Tinggi Rendah
Klasifikasi 175 kecamatan menghasilkan klaster 1 yang terdiri atas 7
kecamatan (4,00%), klaster 2 terdiri atas 14 kecamatan (8,00%) dan klaster 3
terdiri atas 154 kecamatan (88,00%). Distribusi konfigurasi di tingkat kecamatan
ditunjukkan pada Lampiran 9.
85

Dilihat dari sebaran pada tiap klaster, menunjukkan bahwa klaster pertama
memiliki penciri dengan kategori lembaga pendidikan keterampilan (montir,
menjahit, dan lainnya) yang rendah, sekolah seminari dan TK Negeri yang
sedang, sementara lembaga keterampilan lainnya seperti bahasa dan pangsa
SMU/SMK dan PT swasta yang tinggi menunjukkan bahwa tingkatan
pembangunan pendidikan pada klaster ini mencirikan wilayah yang lebih maju.
Klaster kedua dengan penciri lembaga pendidikan keterampilan (montir,
menjahit, dan lainnya) yang sedang, lembaga keterampilan lainnya seperti bahasa
dan pangsa SMU/SMK dan PT swasta yang tinggi, dan sekolah seminari dan TK
Negeri yang tinggi menunjukkan bahwa klaster ini lebih mencirikan bentuk
daerah yang cukup berkembang.
Klaster ketiga dengan ciri lembaga pendidikan keterampilan (montir,
menjahit, dan lainnya) yang tinggi, lembaga keterampilan lainnya seperti bahasa
dan pangsa SMU/SMK dan PT swasta, sekolah seminari dan TK Negeri yang
rendah menunjukkan bahwa klaster ini mencirikan karakteristik daerah yang
kurang berkembang (rural area), Ketersediaan lembaga keterampilan teknis
(montir, kecantikan, dan lainnya) adalah upaya pemerintah meningkatkan
keterampilan angkatan kerja berpendidikan rendah di wilayahnya dan di wilayah
sekitarnya.
Dari ketiga klaster, hasil analisis kategori pembangunan bidang pendidikan,
klaster pertama menggambarkan wilayah dengan kategori pembangunan bidang
pendidikan yang tinggi, klaster kedua dengan kategori sedang dan klaster ketiga
dengan kategori rendah. Secara spasial spot-spot pada setiap klaster ditunjukkan
pada Gambar 20. Tampilan yang dihasilkan dari peta konfigurasi pembangunan
bidang pendidikan menunjukkan bahwa secara umum tingkat pembangunan
bidang pendidikan di Provinsi Kalimantan Barat terkategori dengan tingkatan
rendah yang ditandai dengan warna merah. Hanya sedikit spot hijau yang tampak
pada peta yaitu 7 dari 175 kecamatan yang tingkat pembangunan bidang
pendidikannya tinggi. Demikian halnya dengan spot kuning yang menunjukkan
tingkat pembangunan bidang pendidikan sedang, hanya terlihat dalam beberapa
titik kecamatan.
86

Gambar 20 Peta konfigurasi pembangunan bidang pendidikan


Distribusi kecamatan di kabupaten/kota pada tiap klasternya yang
ditunjukkan pada Tabel 32, dimana kabupaten dengan kecamatan yang terkategori
pembangunan pendidikan tinggi terbanyak ditemukan di Kota Pontianak yang
mencapai 50%, tigabelas kabupaten/kota lainnya lebih menunjukkan
kecamatannya pada tingkatan pembangunan pendidikan yang rendah, dengan
distribusi kecamatan berkisar 40-100% wilayah. Sebaran ini menunjukkan bahwa
pembangunan pendidikan masih terfokus di Kota Pontianak sebagai kota utama,
sementara pada wilayah lainnya pembangunan pendidikan kurang dikembangkan.
Tabel 32 Distribusi kategori tingkatan pembangunan pendidikan pada
kabupaten/kota
Distribusi kecamatan dengan kategori
Kabupaten/Kota pembangunan kesehatan (persen)
Tinggi Sedang Rendah
Kabupaten Sambas 0,00 10,53 89,47
Kabupaten Bengkayang 0,00 5,88 94,12
Kabupaten Landak 0,00 7,69 92,31
Kabupaten Pontianak 0,00 11,11 88,89
Kabupaten Sanggau 6,67 0,00 93,33
Kabupaten Ketapang 0,00 10,00 90,00
Kabupaten Sintang 7,14 0,00 92,86
Kabupaten Kapuas Hulu 0,00 0,00 100,00
Kabupaten Sekadau 0,00 14,29 85,71
Kabupaten Melawi 0,00 9,09 90,91
Kabupaten Kayong Utara 0,00 0,00 100,00
Kabupaten Kubu Raya 11,11 11,11 77,78
Kota Pontianak 50,00 33,33 16,67
Kota Singkawang 20,00 40,00 40,00
87

5.2.3 Konfigurasi Pembangunan Bidang Sosial


Dalam konteks pembangunan wilayah, modal sosial memegang peranan
cukup penting yang berupa gambaran sosial untuk bertindak bersama mencapai
tujuan. Modal sosial diartikan sebagai faktor produksi yang mampu menurunkan
ongkos produksi. Pendekatan yang digunakan dalam pembangunan modal sosial
melalui tiga komponennya, yaitu Norm, Trust dan Network. Norm adalah nilai-
nilai yang membuat individu mau berinvestasi pada aktivitas kolektif, trust
menumbuhkan rasa saling percaya sehingga membangun kerjasama dengan orang
lain, dan network adalah keterikatan yang terbangun karena adanya norma dan
rasa saling percaya antar masyarakat.
Indikator yang digunakan pada pembangunan sosial dikelompokkan dalam
empat bagian, yakni intensitas konflik, ketersediaan aparat keamanan, aparat
pemerintah desa dan fasilitas ibadah. Ketersediaan aparat pemerintah desa,
dibangun dari empat variabel, yaitu rasio Kepala Desa, Sekretaris Desa, ketua
BPD dan Ketua LPMD terhadap jumlah penduduk desa. Keempat variabel
tersebut membentuk satu komponen/penciri (Idx_SDSAPD), yang
menggambarkan 82,33% keragaman data dan berkorelasi dengan penurunan 0,97,
0,91, 0,96 dan 0,78 dari empat variabel penyusunnya berturut-turut (Tabel 33),
Antara variabel dengan penciri berkorelasi positif, artinya kenaikan satu unit
penciri menggambarkan kenaikan variabel sebesar muatan faktornya masing-
masing.
Dari ketersediaan aparat keamanan desa terbangun dua penciri yang
mewakili 77,89% keragaman dari data yang ada. Penciri pertama
(Idx_SDSapkamf1) dengan keragaman 44,43% berkorelasi positif dengan rasio
jumlah Babinsa dan jumlah Polisi Pelayanan Masyarakat terhadap jumlah
penduduk masing-masing dengan muatan faktor sebesar 0,84 dan 0,77 yang
artinya peningkatan satu unit penciri berkaitan dengan peningkatan variabel
penyusunnya sebesar muatan faktornya. Untuk penciri kedua (Idx_SDSApkamf2)
dengan keragaman 33,46% berkorelasi negatif dengan rasio jumlah
Hansip/Linmas terhadap jumlah penduduk. Peningkatan satu unit indeks kedua
berkorelasi dengan penurunan 0,97 unit variabel tersebut. Kedua komponen yang
88

terbangun menunjukkan bahwa ketersediaan aparat keamanaan desa telah dapat


memenuhi kebutuhan masyarakat pada 77,89% kecamatan yang ada.
Tabel 33 Muatan faktor variabel dari penciri konfigurasi pembangunan bidang
sosial
Kelompok Penciri Penciri Faktor
Keterangan
(% varian) (% varian) Loading
Ratio kepala desa per penduduk 0,97(–)
Aparat
Idx_SDSAPD Ratio sekretaris desa per penduduk 0,91(–)
Pemerintahan Desa
(82,33) Ratio ketua BPD per penduduk 0,96(–)
(82,33)
Ratio ketua LPMD per penduduk 0,78(–)
Ratio Bantuan Bintara Desa (Babinsa) per 0,84(+)
Idx_SDSApkamf1 pernduduk
Aparat Keamanan
(44,43) Ratio Polisi Pelayanan Masyarakat per 0,77(+)
Desa
penduduk
(77,89)
Idx_SDSApkamf2
Ratio Hansip/Linmas per penduduk 0,97(-)
(33,46)
Idx_SDSFIf1 Pangsa Mesjid 0,89(+)
Fasilitas Ibadah (37,02) Pangsa Surau 0,92(+)
(64,99) Idx_SDSFIf2 Pangsa Gereja Kristen 0,89(+)
(27,97) Pangsa Gereja Katolik 0,90(+)
Idx_SDSKf1 Pangsa lokal konflik antar warga 0,78(+)
(30,94) Pangsa lokal konflik warga antar desa 0,78(+)
Intensitas Konflik
Pangsa lokal konflik antar warga dengan 0,71(-)
(36,08) Idx_SDSKf2
aparat keamanan
(25,14)
Pangsa lokal konflik warga lainnya 0,71(+)
Ketersediaan Fasilitas Ibadah di setiap kecamatan diwakili oleh enam
variabel ketersediaan fasilitas ibadah. Enam variabel direduksi menjadi dua
penciri yang mewakili 74,99% keragaman dari data yang ada. Penciri pertama
(Idx_SDSFIf1) dengan keragaman 37,02% berkorelasi positif pangsa lokal jumlah
Mesjid dan Surau dengan masing-masing 0,89 dan 0,92 yang artinya peningkatan
satu unit penciri ini menggambarkan peningkatan variabel penyusunnya sebesar
muatan faktornya. Penciri keduanya (Idx_SDSFIf2) dengan keragaman 27,97%
berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah Gereja Kristen dan Gereja Katolik.
Peningkatan satu unit penciri kedua menggambarkan peningkatan 0,89 dan 0,90
unit variabel penyusunnya.
Tujuh data intensitas konflik merupakan variabel intensitas konflik yang
membentuk dua penciri yang mewakili 56,08% keragaman dari data yang ada.
Penciri pertama (Idx_SDSKf1) dengan keragaman 30,94% berkorelasi positif
dengan intensitas konflik antar warga dan konflik warga antar desa dengan
muatan faktor masing-masing 0,78 yang artinya peningkatan satu unit penciri
menggambarkan peningkatan variabel penyusunnya sebesar 0,78 unit masing-
masing variabel. Untuk penciri kedua (Idx_SDSKf2) dengan keragaman 25,14%
89

berkorelasi negatif dengan intensitas konflik warga dengan aparat keamanan


sebesar 0,71 dan berkorelasi positif dengan intensitas konflik lainnya sebesar
0,71. Dengan demikian peningkatan satu unit penciri kedua berkorelasi dengan
menurunnya 0,71 unit intensitas konflik warga dengan aparat dan menaikkan 0,71
unit intensitas bentuk konflik yang lainnya.
Penciri-penciri yang dihasilkan dari analisis PCA digunakan untuk
mengklasifikasikan kecamatan dengan memanfaatkan factor score (Lampiran 10)
melalui analisis klaster (cluster analysis) berdasarkan kedekatan jarak antar
penciri (euclidean distance). Ketujuh penciri yang signifikan menjadi pembeda
tiga klaster dengan kategori tinggi, rendah, dan sedang seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 20.
Nilai Tengah Penciri
Konfigurasi Pembangunan Sosial
4

2
nilai tengah

-1

-2

-3

-4 Klaster 1
Idx_SDSAPD Idx_SDSFIf1 Idx_SDSKf1 Klaster 2
Idx_SDSAK Idx_SDSFIf2 Idx_SDSKf2 Klaster 3
Penciri
Gambar 20 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) variabel konfigurasi
pembangunan bidang sosial.

Melalui analisis diskriminan lima penciri signifikan menjadi


penciri/pembeda, dengan besarnya kemampuan klasifikasi 95,67%. Masing-
masing kelompok tersebut memiliki kategori yang ditunjukkan pada Tabel 34.
Klasifikasi pada 175 kecamatan menghasilkan klaster 1 yang terdiri atas 105
kecamatan (60,00%), klaster 2 terdiri atas 56 kecamatan (32,00%), dan klaster 3
terdiri atas 14 kecamatan (8,00%). Keterkaitan penciri keberadaan aparat
pemerintah desa dan aparat keamanan berkorelasi terbalik. Distribusi konfigurasi
di tingkat kecamatan ditunjukkan pada Lampiran 11.
90

Tabel 34 Kategori Penciri pada tipologi pembangunan bidang sosial


Kategori
Indeks Komposit Penciri/Pembeda
I II III
Pangsa lokal konflik antar warga Rendah Tinggi Sedang
Idx_SDSKf1
Pangsa lokal konflik warga antar desa Rendah Tinggi Sedang
Pangsa Mesjid Rendah Tinggi Sedang
Idx_SDSFIf1
Pangsa Surau Rendah Tinggi Sedang
Pangsa Gereja Kristen Tinggi Rendah Sedang
Idx_SDSFIf2
Pangsa Gereja Katolik Tinggi Rendah Sedang
Ratio kepala desa per penduduk Tinggi Rendah Sedang
Ratio sekretaris desa per penduduk Tinggi Rendah Sedang
Idx_SDSAPD
Ratio ketua BPD per penduduk Tinggi Rendah Sedang
Ratio ketua LPMD per penduduk Tinggi Rendah Sedang
Idx_SDSApkamf2 Ratio Hansip/Linmas per penduduk Tinggi Rendah Sedang
Untuk klaster pertama, rendahnya intensitas konflik disertai dengan
tingginya ketersediaan aparat keamanan dan aparat pemerintahan desa, dan
sebaliknya, dimana tingginya intensitas konflik di karenakan rendahnya rasio
aparat keamanan dan aparat desa. Di klaster ketiga intensitas konflik sedang,
karena rasio aparat pemerintah desa dan keamanan yang memadai. Dari ketiga
klaster ini, kategori untuk klaster pertama adalah wilayah dengan ikatan sosial
yang tinggi, klaster kedua untuk kategori rendah dan klaster ketiga dengan
kategori sedang. Secara spasial spot-spot pada setiap klaster ditunjukkan pada
Gambar 21.

Gambar 21 Peta konfigurasi pembangunan bidang sosial.


91

Gambar 21 menunjukkan bahwa enam wilayah dengan tingkatan


pembangunan sosial yang rendah adalah wilayah di sepanjang pesisir Provinsi
Kalimantan Barat. Tingginya interaksi dengan wilayah di luar provinsi
dibandingkan wilayah tengah dan pesisir, mengakibatkan tingginya keragaman
penduduk. Keragaman yang tinggi menjadi faktor resiko bagi pembangunan
sosial, karena semakin tinggi keragaman diduga berdampak pada rendahnya
ikatan sosial masyarakat (bonding social capital). Proses menuju miniaturisasi
komunitas terbangun pada wilayah dengan tingkat keragaman penduduk yang
tinggi, karena keterikatan norma dan kepercayaan yang berbeda (Fukuyama,
2002).
Distribusi kecamatan di kabupaten/kota pada tiap klasternya ditunjukkan
pada Tabel 35, dimana kabupaten dengan kecamatan pada kabupaten/kota dengan
kategori pembangunan sosial yang tinggi mencapai persentase 5,26-96,00%. Tiga
wilayah dengan sebaran kecamatan lebih dari 50% yang pembangunan sosialnya
rendah adalah Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kayong
Utara, Kabupaten Kubu Raya, Kota Pontianak dan Kota Singkawang. Kabupaten
yang berada di bagian tengah provinsi seperti Kabupaten Bengkayang, Kabupaten
Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sintang,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, dan Kabupaten Melawi lebih dari
70% kecamatannya terkategori tingkatan pembangunan sosial yang tinggi.
Tabel 35 Distribusi kecamatan dengan kategori tingkat pembangunan sosial di
kabupaten/kota
Distribusi kecamatan dengan kategori
Kabupaten/Kota pembangunan sosial (persen)
Tinggi Rendah Sedang
Kabupaten Sambas 5,26 73,68 21,05
Kabupaten Bengkayang 70,59 23,53 5,88
Kabupaten Landak 76,92 0,00 23,08
Kabupaten Pontianak 22,22 77,78 0,00
Kabupaten Sanggau 86,67 0,00 13,33
Kabupaten Ketapang 70,00 30,00 0,00
Kabupaten Sintang 78,57 14,29 7,14
Kabupaten Kapuas Hulu 96,00 4,00 0,00
Kabupaten Sekadau 85,71 14,29 0,00
Kabupaten Melawi 81,82 0,00 18,18
Kabupaten Kayong Utara 40,00 60,00 0,00
Kabupaten Kubu Raya 11,11 88,89 0,00
Kota Pontianak 0,00 83,33 16,67
Kota Singkawang 0,00 100,00 0,00
92

5.2.4 Pola Kuadran Pembangunan Manusia terhadap Pembangunan Sosial


Pola spasial pembangunan manusia/sosial adalah pola yang menunjukkan
pola konfigurasi pembangunan manusia dengan pembangunan sosial,
pembangunan manusia merupakan komposit dari pembangunan pendidikan dan
kesehatan. Empat pola kuadran dihasilkan dari plot bobot masing-masing
konfigurasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 36. Dari hasil analisis ini
menunjukkan tidak satupun wilayah kabupaten/kota yang berada pada kuadran I.
Tabel 36 Plot bobot konfigurasi pada Pola Spasial Pembangunan Manusia/Sosial
Kabupaten/Kota pada analisis kuadran
Bobot Konfigurasi
Pembangunan manusia Plot pada
Kabupaten/kota Pembangunan
Pembangunan Pembangunan Kuadran
Komposit sosial
kesehatan pendidikan
Kabupaten Sintang 0,2500 0,1905 0,22024 0,4405 II
Kabupaten Sanggau 0,2333 0,1889 0,21111 0,4778 II
Kabupaten Ketapang 0,2167 0,1833 0,20000 0,4000 II
Kabupaten Sekadau 0,2143 0,1905 0,20238 0,4524 II
Kabupaten Melawi 0,2121 0,1818 0,19697 0,4697 II
Kabupaten Landak 0,2051 0,1795 0,19231 0,4615 II
Kabupaten Kapuas Hulu 0,1933 0,1667 0,18000 0,4867 II
Kabupaten Bengkayang 0,1863 0,1765 0,18137 0,4118 II
Kabupaten Sambas 0,2456 0,1842 0,21491 0,2193 III
Kabupaten Pontianak 0,2037 0,1852 0,19444 0,2407 III
Kabupaten Kayong Utara 0,2000 0,1667 0,18333 0,3000 III
Kota Pontianak 0,4444 0,3889 0,41667 0,1944 IV
Kota Singkawang 0,3000 0,3000 0,30000 0,1667 IV
Kabupaten Kubu Raya 0,2407 0,2222 0,23148 0,2037 IV
Dari pola spasial pembangunan manusia/sosial di Kalimantan Barat
menunjukkan bahwa sebelas wilayah kabupaten yang berada pada tingkatan
pembangunan manusia yang rendah (kuadran II dan III), dan enam wilayah
dengan tingkat pembangunan sosialnya yang rendah (kuadran III dan IV). Tidak
satupun wilayah yang berada pada kuadran I, yaitu wilayah dengan tingkat
pembangunan manusia dan sosial yang tinggi (Gambar 22).
Kota Pontianak, Kota Singkawang dan Kabupaten Kubu Raya menunjukkan
pola pembangunan manusia yang tinggi, tetapi pembangunan sosialnya rendah.
Kabupaten Kubu Raya adalah wilayah pemekaran dari Kabupaten Pontianak yang
berbatasan di sebelah barat, selatan maupun timur Kota Pontianak. Ketetanggaan
ini membuat kedua wilayah ini, memiliki kemiripan pola pembangunan
manusia/sosial. Kota Singkawang juga menunjukkan tingginya tingkat
pembangunan manusianya karena sejarah terbentuknya Kota Singkawang sebagai
pecahan dari Kabupaten Sambas pada tahun 2003, yang menjadikan Kota
93

Singkawang sebagai ibukota kabupaten. Posisi first city di tingkat kabupaten


menjadi keuntungan bagi Kota Singkawang, karena investasi pembangunan
pendidikan dan kesehatan yang terpusat di wilayah ini. Setelah pemekaran
menjadi wilayah administrasi kota, Kota Singkawang mewarisi infrastruktur dan
sarana prasarana sebelumnya.

Pola Spasial Pembangunan Manusia/Sosial


3,5
KOTA PONTIANAK Kuadran IV Kuadran I
3,0

2,5
Pembangunan Manusia

2,0

1,5
SINGKAWANG
1,0

0,5
KUBU RAYA
SAMBAS SINTANG
0,0 SANGGAU
PONTIANAK KETAPANGSEKADAU
MELAWI
LANDAK
-0,5 KAYONG UTARA BENGKAYANGKAPUAS HULU

-1,0 Kuadran III Kuadran II


-1,8 -1,6 -1,4 -1,2 -1,0 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2

Pembangunan Sosial

Gambar 22 Kuadran pola spasial pembangunan manusia/sosial di Provinsi


Kalimantan Barat.
Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak, dan Kabupaten Kayong Utara
adalah tiga wilayah yang berada di Kuadran III. Ketiga kota ini memiliki
kemiripan sejarah, yaitu sebagai wilayah induk pemekaran. Kabupaten Sambas
mengalami dua kali pemekaran, pemekaran pertama menjadi Kabupaten Sambas
dan Kabupaten Bengkayang, yang kemudian terbentuk lagi wilayah admistrasi
baru yaitu Kota Singkawang. Untuk Kabupaten Pontianak mengalami pemekaran
menjadi Kabupaten Kubu Raya, khususnya wilayah-wilayah kecamatan yang
bertetangga langsung di bagian barat, selatan dan timur Kota Pontianak. Berbeda
dengan Kabupaten Sambas dan Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kayong Utara
adalah hasil pemekaran Kabupaten Ketapang di tahun 2008. Kesamaan sejarah
sebagai wilayah pemekaran merupakan faktor yang menempatkan investasi
pendidikan dan kesehatan di ketiga kabupaten ini masih terkategori rendah.
Di kudran II adalah wilayah dengan tingkat pembangunan manusia rendah,
sedangkan pembangunan sosialnya terkategori tinggi, yaitu Kabupaten Sintang,
94

Kabupaten Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten


Melawi, Kabupaten Landak, Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten
Bengkayang. Wilayah pada kuadran ini berada di wilayah tengah Provinsi
Kalimantan Barat, hanya sebagian kecil dari Kabupaten Bengkayang yang berada
di wilayah pesisir. Keterbatasan investasi pendidikan dan kesehatan di wilayah ini
disebabkan banyaknya kecamatan-kecamatan yang terisolasi karena rendahnya
akses jalan ke wilayah-wilayah tersebut dan kepadatan penduduk yang rendah
yang berkisar 7-30 jiwa/km2. Wilayah pada kuadran ini, dapat dikategorikan
sebagai wilayah-wilayah yang cukup terbelakang, sehingga dimungkinkan
memiliki tingkat resiko munculnya kejadian kemiskinan.

5.3 Pola Spasial Aktivitas Ekonomi


Peningkatan aktivitas ekonomi berbasis sumber daya lokal adalah upaya
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagai syarat keharusan dan
kecukupan dalam mengurangi kemiskinan (Siregar, 2006). Oleh karena itu, pola
spasial tipologi aktivitas ekonomi dibangun dari konfigurasi sektor pertanian dan
sektor industri/perdagangan sebagai sektor penggerak utama perekonomian.
Dalam analisis ini, pemetaan sektor-sektor perkotaan dan sektor perdesaan juga
akan muncul dari analisis ini, yaitu dengan terpolarisasinya wilayah
kabupaten/kota terhadap dua sektor ini.
5.3.1 Konfigurasi Sebaran Aktivitas Sektor Pertanian
Pada kelompok indikator aktivitas sektor pertanian dibagi kembali dalam
aktivitas pertanian padi, tanaman pangan lain, perkebunan, peternakan besar/kecil
dan peternakan unggas. Masing-masing indikator akan membangun penciri utama
wilayah untuk masing-masing aktivitas di sektor pertanian tersebut. Penciri utama
adalah faktor yang memiliki eigenvalue satu atau lebih, yang menggambarkan
faktor yang paling representatif mewakili keseluruhan data yang ditampilkan
dalam analisis ini.
Dua variabel yakni pangsa lokal luas panen padi sawah dan padi ladang
membentuk satu penciri luasan panen tanaman padi (Idx_AEPadi) dengan
keragaman 50,61% yang berkorelasi positif dengan pangsa luasan panen padi
sawah dan padi ladang masing-masing sebesar 0,71 (Tabel 37). Peningkatan satu
unit penciri berkorelasi dengan kenaikan variabel sebesar muatan faktornya.
95

Tabel 37 Muatan faktor variabel dari penciri konfigurasi sektor pertanian


Kelompok Penciri Penciri Faktor
Keterangan
(% varian) (% varian) Loading
Luas Panen Padi Idx_AEPadi Pangsa lokal luas panen padi sawah 0,71(+)
(50,61) (50,61) Pangsa lokal luas panen padi ladang 0,71(+)
Idx_AEPangf1
Pangsa produksi Ubi Kayu 0,85(+)
Produksi Tanaman (27,12)
Pangan Idx_AEPangf2
Pangsa produksi Kacang Hijau 0,78(+)
bukan-padi (19,47)
(64,00) Idx_AEPangf3
Pangsa produksi Jagung 0,88(+)
(17,42)
Pangsa lokal produksi kopi 0,72(+)
Idx_AEBunf1
Pangsa lokal produksi tanaman 0,88(+)
(20,55)
perkebunan lainnya
Produksi Hasil Idx_AEBunf2 Pangsa lokal produksi karet 0,79(+)
Perkebunan (18,40) Pangsa lokal produksi kelapa sawit 0,72(+)
(68,35) Idx_AEBunf3 Pangsa lokal produksi lada 0,81(+)
(15,16) Pangsa lokal produksi kakao 0,84(+)
Idx_AEBunf4
Pangsa lokal produksi kelapa hybrida 0,83(+)
(14,24)
Idx_AETBf1
Populasi Ternak Pangsa lokal populasi ternak sapi 0,84(+)
(36,67)
Besar/Kecil
Idx_AETBf2
(62,21) Pangsa lokal populasi ternak babi 0,89(+)
(25,54)
Idx_AETUf1
Populas ternak Pangsa lokal populasi ayam telur 0,90(+)
(40,07)
Unggas
Idx_AETUf2
(66,55) Pangsa lokal populasi itik 0,89(+)
(26,48)
Pangsa luasan sawah beririgasi teknis 0,83(+)
Idx_AELahf1
Pangsa luasan sawah beririgasi non-
Penggunaan (42,93) 0,87(+)
teknis
Lahan
Pangsa luasan lahan pertanian non
(71,22) Idx_AELahf2 0,87(+)
sawah
(28,29)
Pangsa luasan lahan non pertanian 0,91(+)
Subsektor pertanian tanaman pangan selain padi, di Kalimantan Barat,
dijumpai pula adanya aktivitas pertanian tanaman pangan lain, seperti jagung, ubi
kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelei. Keenam
komoditas tersebut digunakan sebagai variabel penyusun penciri utama aktivitas
tanaman pangan bukan-padi. Variabel-variabel tersebut membentuk tiga penciri
yang mewakili 64,00% keragaman data. Penciri pertama (Idx_AEPangf1)
menunjukkan keragaman 27,12% yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal
produksi ubi kayu dengan muatan faktor 0,85, yang artinya kenaikan satu unit
penciri pertama menunjukkan kenaikan 0,85 unit pangsa produksi ubi kayu.
Penciri ini sekaligus menunjukkan sentra-sentra produksi ubi kayu di Kalimantan
Barat. Penciri kedua dari kelompok tanaman pangan bukan-padi (Idx_AEPangf2)
menunjukkan keragaman 19,46% yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal
produksi kacang hijau dengan muatan faktor 0,78. Kenaikan satu unit penciri
96

kedua menunjukkan kenaikan kenaikan 0,78 unit pangsa produksi kacang hijau.
Besaran ini menunjukkan 19,46% wilayah di Kalimantan Barat akan didapati
produksi kacang hijau. Penciri ketiga (Idx_AEPangf3) pada kelompok ini
menunjukkan keragaman 17,42% yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal
produksi jagung dengan muatan faktor 0,88, yang artinya kenaikan satu unit
penciri ketiga menunjukkan kenaikan kenaikan 0,88 unit pangsa produksi jagung.
Gambaran dari penciri ini adalah 17,42% wilayah kecamatan di Kalimantan Barat
mengembangkan produksi tanaman jagung.
Aktifitas perkebunan mencatat enam komoditas utama, dan beberapa
komoditas perkebunan lainnya. Komoditas-komoditas tersebut membentuk tujuh
variabel yang akan dianalisis, yakni pangsa lokal produksi karet, kelapa dalam,
kelapa hybrida, kelapa sawit, lada, kopi, kakao dan tanaman perkebunan lainnya.
Tujuh variabel direduksi membentuk empat penciri utama yang mewakili 68,35%
keragaman data, yang artinya 68,35% wilayah kecamatan di Kalimantan Barat
dijumpai adanya aktivitas sub sektor perkebunan. Penciri pertama (Idx_AEBunf1)
memiliki keragaman 20,55% yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal
produksi kopi dan tanaman perkebunan lainnya dengan muatan faktor berturut-
turut 0,72 dan 0,88. Kenaikan satu unit penciri pertama berkorelasi dengan
kenaikan variabel penyusunnya sebesar muatan faktornya. Penciri ini sekaligus
menggambarkan bahwa 20,55% kecamatan menunjukkan adanya aktivitas
perkebunan kopi dan hasil perkebunan lainnya. Pada penciri kedua
(Idx_AEBunf2) menunjukkan keragaman 18,40% yang berkorelasi positif dengan
pangsa lokal produksi karet dan kelapa sawit dengan muatan faktor berturut-turut
0,79 dan 0,72. Kenaikan satu unit penciri kedua berkorelasi dengan kenaikan
variabel penyusunnya sebesar muatan faktornya. Dengan demikian karet dan
kelapa sawit merupakan komoditas yang dikembangkan pada 18,40% wilayah
kecamatan di Kalimantan Barat. Untuk penciri ketiga (Idx_AEBunf3)
menunjukkan keragaman 15,16% yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal
produksi lada dan kakao dengan muatan faktor berturut-turut 0,81 dan 0,84.
Kenaikan satu unit penciri ketiga menunjukkan kenaikan variabel penyusunnya
sebesar muatan faktornya. Penciri lainnya, yaitu penciri keempat (Idx_AEBunf4)
menunjukkan keragaman 14,23% yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal
97

produksi Kelapa hybrida dengan muatan faktor 0,83. Kenaikan satu unit penciri
keempat berkorelasi dengan kenaikan 0,83 pangsa lokal kelapa hybrida.
Dalam sebaran aktifitas peternakan ternak besar dan kecil, ada empat
komoditas ternak yang membentuk empat variabel yang akan dianalisis, yakni
pangsa lokal populasi sapi, kerbau, babi dan kambing. Keempat variabel
membentuk dua penciri yang mewakili 62,20% keragaman data, yang
menunjukkan adanya aktivitas peternakan pada 62,20% wilayah kecamatan di
Provinsi Kalimantan Barat. Penciri pertama (Idx_AETBf1) menunjukkan
keragaman 30,67% yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal populasi ternak
sapi dengan muatan faktor 0,84. Kenaikan satu unit penciri pertama menunjukkan
kenaikan 0,84 unit pangsa lokal populasi ternak sapi. Penciri pertama ini,
sekaligus memberikan gambaran ditemuinya aktivitas peternakan sapi pada
30,67% kecamatan di Kalimantan Barat. Pada penciri kedua (Idx_AETBf2)
menunjukkan keragaman 25,54%, menunjukkan adanya aktivitas peternakan babi,
dimana pangsa lokal populasi babi berkorelasi positif dengan pangsa lokal
populasi ternak babi dengan muatan faktor 0,89. Kenaikan satu unit penciri kedua
berkaitan dengan kenaikan 0,89 unit pangsa lokal populasi ternak babi.
Pada aktifitas peternakan unggas, empat komoditas utama membentuk
empat variabel yang akan dianalisis, yakni pangsa lokal populasi ayam daging,
ayam telur, ayam buras dan itik. Keempat variabel direduksi membentuk dua
penciri yang mewakili 66,55% keragaman data, atau dapat dikatakan 66,55%
wilayah kecamatan di Provinsi Kalimantan Barat mengembangkan peternakan
unggas. Penciri pertama (Idx_AETUf1) merupakan gambaran dari keragaman
40,07% wilayah kecamatan yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal populasi
ayam petelur dengan muatan faktor 0,90, dimana kenaikan satu unit penciri
pertama menunjukkan kenaikan 0,90 unit pangsa lokal populasi ayam petelur.
Untuk penciri kedua (Idx_AETUf2) menunjukkan keragaman 26,48% yang
berkorelasi positif dengan pangsa lokal populasi ternak itik dengan muatan faktor
0,89. Kenaikan satu unit penciri kedua terkait dengan kenaikan 0,89 unit pangsa
lokal populasi ternak itik. Penciri ini sekaligus menggambarkan 26,48% wilayah
kecamatan di Provinsi Kalimantan Barat ditemui adanya aktivitas peternakan itik.
98

Berlangsungnya suatu aktivitas tidak terlepas dari ketersediaan lahan untuk


aktivitas tersebut. Semakin tinggi alokasi penggunaan lahan untuk melakukan
suatu kegiatan, dimungkinkan kegiatan tersebut akan semakin berkembang.
Demikian halnya dengan aktivitas ekonomi yang berkembang di Provinsi
Kalimantan Barat, secara umum masih berbasis ketersediaan dan daya dukung
lahan. Dari lima kategori alokasi penggunaan lahan dibangun menjadi variabel
penggunaan lahan yang direduksi menjadi dua penciri penggunaan lahan yang
mewakili keragaman 71,22% wilayah dengan gambaran ketersediaan penggunaan
lahan. Penciri pertama menunjukkan keragaman 42,93% berkorelasi positif
dengan pangsa luasan sawah beririgasi teknis dan non teknis. Setiap kenaikan satu
unit penciri pertama berkorelasi dengan kenaikan 0,83 unit pangsa luasan sawah
berigasi teknis dan 0,87 unit pangsa sawah beririgasi non teknis. Penciri ini
menggambarkan bahwa 42,93% wilayah di Kalimantan Barat masih didukung
oleh ketersediaan lahan untuk penggunaan sawah. Untuk penciri kedua memiliki
total keragaman 28,29% yang berkorelasi positif dengan pangsa luasan lahan
pertanian non sawah dan luasan lahan non pertanian. Kenaikan satu unit penciri
kedua berkaitan dengan kenaikan 0,87 unit pangsa luasan lahan pertanian non
sawah dan 0,91 luasan lahan non pertanian.
Penciri-penciri yang dihasilkan dari PCA dimanfaatkan untuk
mengklasifikasikan kecamatan berdasarkan kedekatan jarak antar penciri
(euclidean distance) dengan teknik analisis klaster (cluster analysis) dengan
memanfaatkan factor score unit analisis (Lampiran 12). Nilai tengah penciri
menjadi kategori pada tiap klaster seperti yang ditunjukkan pada Gambar 23.
Melalui analisis diskriminan sepuluh penciri signifikan menjadi pembeda
dari tiga kelompok yang terbentuk dengan besarnya kemampuan klasifikasi
98,86%, artinya hanya 1,14% wilayah kecamatan yang berpeluang
dikelompokkan pada kelompok lain. Setiap klaster menunjukkan tingkat kategori
penciri yang beragam, bahkan klasterisasi jenis aktivitas sektor pertanian
terpetakan dari analisis ini. Apabila aktivitas pertanian berbasis lahan merupakan
penciri pada klaster 2, maka pada klaster 3 lebih menunjukkan wilayah dengan
penciri utamanya adalah berbasis aktivitas peternakan.
99

Nilai Tengah Penciri


Konfigurasi Sebaran Aktivitas Pertanian
2,5

2,0

1,5
nilai tengah

1,0

0,5

0,0

-0,5

-1,0

-1,5
Klaster 1
Idx_AEPangf1 Idx_AEBunf2 Idx_AETBf2 Idx_AELahf2
Klaster 2
Idx_AEPangf3 Idx_AEBunf4 Idx_AETUf2
Klaster 3
Penciri
Gambar 23 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) penciri konfigurasi sebaran
aktivitas sektor pertanian.

Dengan kategori yang tersusun, pada 175 kecamatan, untuk klaster 1 terdiri
atas 132 kecamatan (75,43%), klaster 2 terdiri atas 18 kecamatan (10,29%) dan
klaster 3 terdiri atas 25 kecamatan (14,29%). Distribusi konfigurasi di tingkat
kecamatan ditunjukkan pada Lampiran 13.
Klasifikasi penciri menunjukkan bahwa klaster pertama menggambarkan
wilayah dengan produksi kelapa hybrida, lada, kakao, populasi itik, sapi, dan babi,
serta produksi padi yang rendah, sedangkan produksi ubi kayu, jagung dan kacang
hijau terkategori sedang. Penciri untuk klaster kedua menunjukkan produksi
kelapa hybrida, populasi itik, sapi, babi, dan ayam petelur terkategori sedang,
aktivitas pertanian padi, ubi kayu, jagung, lada dan kakao terkategori tinggi,
sedangkan produksi kacang hijau terkategori rendah. Pada klaster ketiga dijumpai
tingginya aktivitas sektor perkebunan kelapa hybrida, populasi itik, ayam petelur,
sapi dan babi, budidaya kacang hijau. Luas panen padi sawah dan padi ladang,
produksi lada dan kakao terkategori sedang, sedangkan penanaman ubi kayu dan
jagung terkategori rendah (Tabel 38).
Dari pencirian masing-masing klaster, klaster pertama dapat dikategorikan
sebagai wilayah dengan aktivitas sektor pertanian yang rendah, klaster kedua
berkategori sedang dan klaster ketiga dengan kategori tinggi. Secara spasial,
konfigurasi sebaran aktivitas sektor pertanian ditampilkan pada Gambar 24.
100

Tabel 38 Kategori Penciri pada tipologi aktivitas sektor pertanian


Kategori
Indeks Komposit Penciri/Pembeda
I II III
Idx_AEBunf4 Pangsa lokal produksi kelapa hybrida Rendah Sedang Tinggi
Idx_AETUf2 Pangsa lokal populasi itik Rendah Sedang Tinggi
Idx_AEPangf1 Pangsa produksi Ubi Kayu Sedang Tinggi Rendah
Idx_AEPangf3 Pangsa produksi Jagung Sedang Tinggi Rendah
Idx_AETBf1 Pangsa lokal populasi ternak sapi Rendah Sedang Tinggi
Idx_AETBf2 Pangsa lokal populasi ternak babi Rendah Sedang Tinggi
Pangsa lokal luas panen padi sawah Rendah Tinggi Sedang
Idx_AEPadi
Pangsa lokal luas panen padi ladang Rendah Tinggi Sedang
Idx_AETUf1 Pangsa lokal populasi ayam telur Rendah Sedang Tinggi
Idx_AEPangf2 Pangsa produksi Kacang Hijau Sedang Rendah Tinggi
Pangsa lokal produksi lada Rendah Tinggi Sedang
Idx_AEBunf3
Pangsa lokal produksi kakao Rendah Tinggi Sedang
Sebaran spasial dari tipologi ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh
kecamatan tergolong kecamatan dengan kategori yang memiliki aktifitas pertanian
yang rendah. Pada wilayah dalam klaster 2 dan klaster 3 aktifitas ekonomi
pertanian cukup tinggi pada beberapa bidang yang berbeda. Gambaran ini
menunjukkan bahwa aktifitas sektor pertanian di Kalimantan Barat, masih belum
berimbang perkembangannya, meskipun sumbangan sektor pertanian secara
regional merupakan sektor basis perekonomian daerah.

Gambar 24 Peta konfigurasi aktivitas sektor pertanian di Provinsi Kalimantan


Barat.
101

Pada Tabel 39 menunjukkan ada dua kabupaten dengan kecamatan yang


sebaran aktivitas sektor pertaniannya tinggi melebih separuh jumlah kecamatan
yang ada, yaitu Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya, sedangkan pada
7 wilayah kabupaten/kota yang tidak satupun kecamatannya masuk kategori
sebaran aktivitas tinggi, yaitu Kabupaten Bengkayang, Kaupaten Sanggau,
Kabupaten Sintang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Kapuas Hulu,
Kabupaten Melawi, dan Kota Pontianak. Bahkan untuk tiga wilayah terakhir,
yaitu Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Melawi, dan Kota Pontianak,
keseluruhan kecamatan di wilayahnya terkategori aktivitas sektor pertanian
rendah. Kota Pontianak yang merupakan wilayah perkotaan yang aktivitas
ekonominya tidak relevan dengan sektor pertanian. Rendahnya aktivitas sektor
pertanian di Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Melawi disebabkan karena
kondisi fisik wilayah yang teralokasi untuk lahan pertanian hanya sebesar 6% dan
4% dari total luas wilayahnya masing-masing (BPS, 2009). Untuk Kabupaten
Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya, lebih dari separuh kecamatan terkategori
sebaran sektor pertanian sedang.
Tabel 39 Distribusi kecamatan dengan kategori sebaran aktivitas sektor pertanian
di tingkat kabupaten/kota
Distribusi kecamatan dengan kategori sebaran
Kabupaten/Kota aktivitas sektor pertanian (persen)
Rendah Sedang Tinggi
Kabupaten Sambas 57,89 5,26 36,84
Kabupaten Bengkayang 82,35 17,65 0,00
Kabupaten Landak 46,15 46,15 7,69
Kabupaten Pontianak 33,33 0,00 66,67
Kabupaten Sanggau 60,00 40,00 0,00
Kabupaten Ketapang 90,00 0,00 10,00
Kabupaten Sintang 92,86 7,14 0,00
Kabupaten Kapuas Hulu 100,00 0,00 0,00
Kabupaten Sekadau 71,43 0,00 28,57
Kabupaten Melawi 100,00 0,00 0,00
Kabupaten Kayong Utara 80,00 20,00 0,00
Kabupaten Kubu Raya 33,33 0,00 66,67
Kota Pontianak 100,00 0,00 0,00
Kota Singkawang 80,00 0,00 20,00

5.3.2 Konfigurasi Sebaran Aktivitas Sektor Industri/Perdagangan


Sektor perdagangan dan industri merupakan sektor ekonomi yang
memberikan kontribusi kedua terbesar di Kalimantan Barat. Aktivitas di sektor ini
dikelompokkan dalam industri kecil/rumah tangga, perdagangan, hotel dan
restoran, koperasi, perdagangan/ industri berizin.
102

Aktifitas ekonomi di sektor industri khususnya industri kecil/rumah tangga


menampilkan delapan kategori aktifitas industri yang membangun variabel
industri kecil/rumah tangga, yakni pangsa lokal jumlah industri berbahan baku
kulit, berbahan baku kayu, berbahan baku logam, pengrajin anyaman, pengrajin
keramik, kain tenun, industri makanan dan minuman, serta industri kecil lainnya.
Variabel-variabel tersebut membentuk tiga penciri yang menggambarkan 53,60%
wilayah dijumpai aktivitas industri kecil/rumah tangga. Pada Tabel 40, penciri
pertama (Idx_AEIRTf1) menunjukkan keragaman 24,03% yang berkorelasi
positif dengan pangsa lokal industri kecil makanan dan minuman dan industri
lainnya dengan muatan faktor masing-masing 0,87 dan 0,90 dimana kenaikan satu
unit penciri pertama menunjukkan kenaikan variabel penyusunnya sebesar muatan
faktornya masing-masing. Penciri keduanya (Idx_AEIRTf2) menunjukkan
keragaman 16,41% yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal industri kecil
berbahan baku kayu dan logam dengan muatan faktor masing-masing 0,72 dan
0,75. Kenaikan satu unit penciri kedua berkorelasi dengan kenaikan variabel
penyusunnya sebesar muatan faktornya masing-masing. Penciri ketiga
(Idx_AEIRTf3) menunjukkan keragaman 13,16% yang berkorelasi negatif dengan
pangsa lokal industri kecil berbahan baku kulit dengan muatan faktor 0,87. Untuk
kenaikan satu unit penciri ketiga menunjukkan penurunan variabel penyusunnya
sebesar 0,87 pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan baku kulit.
Aktifitas ekonomi di sektor perdagangan, hotel dan restoran menampilkan
sembilan model aktifitas yang membangun variabel perdagangan, hotel dan
restoran, yakni pangsa lokal jumlah kios tani KUD, kios tani non-KUD, pasar
tradisional, minimarket, restoran, kedai makan, toko kelontong, hotel dan motel.
Variabel-variabel tersebut membangun tiga penciri yang menggambarkan 69,18%
wilayah terkait dengan aktivitas perdagangan, hotel dan restoran. Penciri pertama
(Idx_AEDHRf1) menunjukkan keragaman 42,59% yang berkorelasi positif
dengan pangsa lokal jumlah pasar tradisional, minimarket dan restoran dengan
muatan faktor masing-masing 0,72, 0,85 dan 0,86. Kenaikan satu unit penciri
pertama menunjukkan kenaikan variabel penyusunnya sebesar muatan faktornya
masing-masing. Penciri ini akan terkait dengan aktivitas perdagangan pada
wilayah yang lebih berkembang. Penciri keduanya (Idx_AEDHRf2) menunjukkan
103

keragaman 13,66% yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah


motel/penginapan lainnya dengan muatan faktor 0,76. Kenaikan satu unit penciri
kedua menunjukkan kenaikan variabel penyusunnya sebesar 0,76 pangsa lokal
jumlah motel/penginapan lain. Penciri lainnya, yaitu penciri ketiga
(Idx_AEDHRf3) menunjukkan keragaman 12,96% yang berkorelasi positif
dengan pangsa lokal jumlah kios tani dengan muatan faktor 0,88. Kenaikan satu
unit penciri ketiga menunjukkan kenaikan variabel penyusunnya sebesar 0,88
pangsa lokal jumlah kios tani. Penciri ini terkait dengan fasilitas
industri/perdagangan di pedesaan.
Tabel 40 Muatan faktor penciri dari konfigurasi sebaran aktivitas sektor
industri/perdagangan
Kelompok Penciri Penciri Faktor
Keterangan
(% varian) (% varian) Loading
Pangsa lokal Industri makanan dan 0,87(+)
Idx_AEIRTf1 minuman
(24,03) Pangsa lokal Industri kecil/ rumah tangga 0,90(+)
lainnya
Industri Kecil/
Pangsa lokal kerajinan rumah tangga 0,72(+)
Rumah tangga
Idx_AEIRTf2 berbahan kayu
(53,60)
(16,41) Pangsa lokal kerajinan rumah tangga 0,75(+)
berbahan logam
Idx_AEIRTf3 Pangsa lokal kerajinan rumah tangga 0,87(-)
(13,16) berbahan kulit
Pangsa lokal pasar tradisional 0,72(+)
Idx_AEDHRf1
Pangsa lokal minimarket 0,85(+)
Perdagangan, (42,56)
Pangsa lokal restoran 0,86(+)
Hotel, dan Rumah
Idx_AEDHRf2
Makan Pangsa lokal motel/penginapan lain 0,76(+)
(13,66)
(69,18)
Idx_AEDHRf3
Pangsa lokal kios tani non KUD 0,88(+)
(12,96)
Kelembagaan
Idx_AEKopr
Koperasi Pangsa lokal koperasi non KUD 0,79(-)
(36,98)
(36,98)
Izin Industri/ Pangsa lokal Perdagangan Besar 0,90(+)
Idx_AEIUD
Perdagangan
(59,05) Pangsa lokal Perdagangan Kecil 0,91(+)
(59,05)
Aktifitas ekonomi oleh koperasi menampilkan empat model kelembagaan
koperasi yang membangun variabel kelembagaan koperasi, yakni pangsa lokal
jumlah KUD, Kopinkra, Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi non-KUD. Dari
empat variabel tersebut direduksi membentuk satu komponen utama yang
mewakili 36,98% keragaman data yang ada dan berkorelasi negatif dengan
pangsa lokal jumlah lembaga koperasi non-KUD dengan muatan faktor 0,79.
104

Kenaikan satu unit penciri menunjukkan penurunan variabel penyusunnya sebesar


0,79 unit pangsa lokal lembaga koperasi non-KUD.
Aktifitas ekonomi di sektor perdagangan dan industri secara formal dapat
pula ditampilkan dari jumlah surat izin usaha yang dikeluarkan, dan menampilkan
empat variabel aktifitas industri/perdagangan, yakni pangsa lokal jumlah
industri/perdagangan besar, menengah dan kecil. Dari tiga variabel tersebut
membentuk satu penciri yang menunjukkan adanya aktivitas industri/perdagangan
pada 59,05% wilayah dan berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah
perdagangan besar dan kecil dengan muatan faktor masing-masing 0,90 dan 0,91.
Kenaikan satu unit penciri menunjukkan peningkatan variabel penyusunnya
sebesar muatan faktornya masing-masing.
Penciri-penciri hasil PCA digunakan dalam mengklasifikasikan kecamatan
dengan memanfaatkan factor score (Lampiran 14) berdasarkan kedekatan jarak
antar penciri (euclidean distance) melalui analisis klaster (cluster analysis).
Kedelapan penciri signifikan menjadi pembeda tiga klaster dengan kategori tinggi,
rendah, dan sedang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 25.
Nilai Tengah Penciri
Konfigurasi Aktivitas Sektor Industri/Perdagangan
5

3
nilai tengah

-1

-2

-3
Idx_AEIRTf1 Idx_AEIRTf3 Idx_AEDHRf2 Idx_AEKopr Klaster 1
Idx_AEIRTf2 Idx_AEDHRf1 Idx_AEDHRf3 Idx_AEIUD Klaster 2
Klaster 3
Penciri

Gambar 25 Grafik nilai tengah (Euclidean Distance) penciri konfigurasi


aktivitas sektor industri/perdagangan.
Melalui analisis diskriminan enam penciri signifikan menjadi
penciri/pembeda dari tiga kelompok yang terbentuk dengan besarnya kemampuan
klasifikasi 100,00%. Masing-masing kelompok tersebut memiliki kategori seperti
yang diuraikan pada Tabel 41.
105

Tabel 41 Kategori pembeda pada konfigurasi aktivitas sektor industri/ perdagangan


Kategori
Penciri Keterangan
I II III
Pangsa lokal Perdagangan Besar Tinggi Rendah Sedang
Idx_AEIUD
Pangsa lokal Perdagangan Kecil Tinggi Rendah Sedang
Idx_AEDHRf3 Pangsa lokal kios tani non KUD Rendah Sedang Tinggi
Pangsa lokal pasar tradisional Sedang Rendah Tinggi
Idx_AEDHRf1 Pangsa lokal minimarket Sedang Rendah Tinggi
Pangsa lokal restoran Sedang Rendah Tinggi
Idx_AEDHRf2 Pangsa lokal motel/penginapan lain Tinggi Sedang Rendah
Pangsa lokal Industri makanan dan Sedang Rendah Tinggi
minuman
Idx_AEIRTf1
Pangsa lokal Industri kecil/ rumah Sedang Rendah Tinggi
tangga lainnya
Idx_AEKopr Pangsa lokal koperasi non KUD Sedang Rendah Tinggi

Klasifikasi pada 175 kecamatan menghasilkan klaster 1 terdiri atas 17


kecamatan (9,71%), tipologi II terdiri atas 153 kecamatan (87,43%) dan tipologi 3
terdiri atas 5 kecamatan (2,86%). Distribusi konfigurasi di tingkat kecamatan
ditunjukkan pada Lampiran 15.
Dari hasil klasifikasi, penciri dari kategori pertama menunjukkan tingginya
aktivitas perdagangan/industri besar dan kecil yang terdaftar, dan pangsa lokal
penginapan kecil/motel. Sementara untuk jumlah kios tani non KUD dengan
kategori rendah, dan sebaran yang sedang untuk pangsa lokal pasar tradisional,
minimarket dan restoran, serta aktivitas sektor industri kecil/rumah tangga dan
koperasi non KUD.
Untuk klaster kedua dicirikan dengan rendahnya aktivitas
perdagangan/industri besar dan kecil yang terdaftar, pangsa lokal pasar
tradisional, minimarket dan restoran, dan koperasi non KUD, serta aktivitas sektor
industri kecil/rumah tangga. Kategori sedang untuk pangsa kios tani non KUD
dan pangsa lokal penginapan kecil/motel.
Di klaster ketiga pencirinya adalah pangsa lokal pasar tradisional,
minimarket dan restoran, sektor industri kecil/rumah tangga dan pangsa koperasi
non KUD yang tinggi. Kategori aktivitas yang sedang untuk pangsa kios tani non
KUD yang tinggi serta aktivitas kategori sedang untuk aktivitas
perdagangan/industri besar dan kecil yang terdaftar dan rendah untuk pangsa lokal
penginapan kecil/motel.
106

Secara umum, masing-masing klaster dapat dikategorikan dengan aktivitas


tinggi pada klaster pertama, kategori rendah untuk klaster kedua dan sedang untuk
klaster ketiga. Dari Gambar 26, tampak bahwa wilayah di Provinsi Kalimantan
Barat dominan berada pada tipologi ketiga, yang mencerminkan rendahnya
aktivitas sektor perdagangan dan industri. Aktivitas sektor ini hanya berkembang
pada sebagian kecil kecamatan. Kondisi ini tentunya berdampak pula pada
terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia untuk menampung tenaga kerja non
pertanian. Dampak nyata dari keterbatasan lapangan pekerjaan ini dapat menjadi
pemicu tingginya insiden kemiskinan pada suatu wilayah.

Gambar 26 Peta konfigurasi aktivitas sektor industri/perdagangan di Provinsi


Kalimantan Barat.
Kabupaten yang dijumpai adanya kecamatan dengan kategori sebaran
aktivitas industri/perdagangan tinggi adalah Kabupaten Sintang, Kabupaten
Sanggau, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Landak, Kabupaten
Sambas, Kabupaten Ketapang, Kota Singkawang, dan Kota Pontianak. Kota
Pontianak sebagai kota utama di provinsi ini menunjukkan seluruh kecamatannya
terkategori sebaran aktivitas industri/perdangan yang tinggi. Kabupaten
Bengkayang, dan Kabupaten Kapuas Hulu, meskipun PDRB-nya di tahun 2008
termasuk tinggi, akan tetapi tidak satupun kecamatan di wilayahnya terkategori
sebaran aktivitas sektor industri/perdagangan tinggi. Untuk Kabupaten Kayong
107

Utara sebagai kabupaten kedua termuda, belum mampu mendorong aktivitas


industri/perdagangan di wilayah ini berkembang, terlihat dari rendahnya
kontribusi PDRB wilayahnya terhadap PDRB provinsi, dalam analisis ini juga
menunjukkan bahwa keseluruhan kecamatan terkategori sebaran aktivitas sektor
industri dan perdagangan tinggi.
Distribusi kecamatan di kabupaten/kota pada tiap klasternya ditunjukkan
pada Tabel 42. Gambaran distribusi ini menunjukkan, di Provinsi Kalimantan
Barat aktivitas sektor industri/perdagangannya belum berkembang baik di wilayah
kabupaten/kota selain Kota Pontianak.
Tabel 42 Distribusi kecamatan dengan kategori sebaran aktivitas sektor
industri/perdagangan di kabupaten/kota
Distribusi kecamatan dengan kategori
Kabupaten/Kota aktivitas sektor industri/perdagangan (persen)
Tinggi Rendah Sedang
Kabupaten Sambas 5,26 78,95 15,79
Kabupaten Bengkayang 0,00 100,00 0,00
Kabupaten Landak 7,69 92,31 0,00
Kabupaten Pontianak 22,22 77,78 0,00
Kabupaten Sanggau 6,67 93,33 0,00
Kabupaten Ketapang 5,00 95,00 0,00
Kabupaten Sintang 7,14 92,86 0,00
Kabupaten Kapuas Hulu 0,00 100,00 0,00
Kabupaten Sekadau 14,29 85,71 0,00
Kabupaten Melawi 9,09 90,91 0,00
Kabupaten Kayong Utara 0,00 100,00 0,00
Kabupaten Kubu Raya 0,00 77,78 22,22
Kota Pontianak 100,00 0,00 0,00
Kota Singkawang 40,00 60,00 0,00

5.3.3 Pola Kuadran Sebaran Aktivitas Sektor Pertanian terhadap Sektor


Industri/Perdagangan

Pola spasial aktivitas ekonomi adalah pola yang menunjukkan pola


konfigurasi sebaran aktivitas sektor pertanian terhadap sektor industri/
perdagangan. Empat pola kuadran dihasilkan dari plot bobot masing-masing
konfigurasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 43. Dari pola spasial tipologi
aktivitas ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat juga menunjukkan polarisasi
tipologi wilayah desa-kota pada kabupaten/kota dalam kuadran. Kota Pontianak
dan Kota Singkawang ada dalam kuadran II yang menunjukkan tingginya
aktivitas sektor industri/perdagangan tinggi, sedangkan aktivitas sektor pertanian
terkategori rendah.
108

Tabel 43 Plot Bobot Konfigurasi pada Pola Spasial tipologi Aktivitas Ekonomi di
Kabupaten/Kota pada Analisis Kuadran
Bobot Konfigurasi
Plot pada
Kabupaten/kota Aktivitas sektor Aktivitas sektor
Kuadran
pertanian industri/perdagangan
Kota Singkawang 0,2000 0,3000 II
Kota Pontianak 0,1667 0,5000 II
Kabupaten Bengkayang 0,2255 0,1667 III
Kabupaten Ketapang 0,1833 0,1833 III
Kabupaten Sintang 0,1905 0,1905 III
Kabupaten Kapuas Hulu 0,1667 0,1667 III
Kabupaten Sekadau 0,2143 0,2143 III
Kabupaten Melawi 0,1667 0,1970 III
Kabupaten Landak 0,3333 0,1923 IV
Kabupaten Sanggau 0,3000 0,1889 IV
Kabupaten Pontianak 0,2778 0,2407 IV
Kabupaten Kubu Raya 0,2778 0,2037 IV
Kabupaten Sambas 0,2456 0,2105 IV
Kabupaten Kayong Utara 0,2333 0,1667 IV
Kuadran IV yang terdiri atas Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau,
Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Sambas dan Kabupaten
Kayong Utara merupakan wilayah yang aktivitas sektor pertaniannya tinggi,
sedangkan sektor industri/perdagangan rendah. Untuk Kabupaten Sambas dan
Kabupaten Landak, tingginya intensitasi aktivitas di wilayah ini sejalan dengan
kontribusi sektor pertanian di wilayahnya masing-masing yang berturut-turut
sebesar 43,41% dan 51,94% dengan besaran PDRB sektor pertaniannya sebesar
Rp1,99 trilyun dan Rp1,26 trilyun. Untuk Kabupaten Sanggau dan Kabupaten
Kubu Raya yang berada di kuadran ini, kontribusi sektor pertanian tidak sebesar
dua kabupaten yang disebutkan tadi, tetapi magnitude-nya menunjukkan besaran
yang relevan dengan pola spasialnya, dimana PDRB sektor pertanian tahun 2008
berdasarkan harga berlaku tahun 2000, Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Kubu
Raya masing-masing sebesar Rp1,60 dan Rp1,4 trilyun. Kondisi yang sangat
berbeda pada Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Kayong Utara, dimana
meskipun pola spasial sebaran aktivitas sektor pertaniannya terkategori tinggi,
tetapi PDRB sektor pertaniannya jauh lebih rendah dibandingkan kabupaten lain
yang berada di kuadran yang sama yang hanya mencapai Rp0,51 trilyun dan
Rp0,32 trilyun. Diduga pada wilayah ini, pengelolaan sektor pertaniannya tidak
efisien, meskipun intensitas aktivitas tinggi, tetapi dimungkinkan komoditas yang
berkembang tidak memiliki nilai tukar tinggi dibandingkan wilayah lain seperti
109

pada Kabupaten Sambas, Kabupaten Sanggau, dan Kabupaten Landak yang


memiliki komoditas unggulan karet dan kelapa sawit. Dari data statistik 2008,
menunjukkan intensitas produk pertanian di Kabupaten Pontianak yang unggul
adalah ayam potong yang populasinya mencapai 3,51 juta ekor atau sebesar
26,81% dari populasi ayam potong yang ada di Provinsi Kalimantan Barat.
Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang,
Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu dan Kabupaten Melawi yang
berada di Kuadran III, dengan pola sebaran sektor pertanian dan
industri/perdagangan rendah sejalan dengan PDRB wilayahnya yang berada pada
besaran dibawah Rp 1,00 trilyun. Pola spasial aktivitas ekonomi yang dihasilkan
dari analisis ini terlihat pada Gambar 27.
Pola Spasial Aktivitas Ekonomi
2,5
Kuadran IV Kuadran I
LANDAK
2,0

1,5 SANGGAU
Sektor Pertanian

1,0
KUBU RAYA
PONTIANAK

0,5 SAMBAS
KAYONG UTARA
BENGKAYANG
0,0
SEKADAU
SINGKAWANG
-0,5 SINTANG
KETAPANG
KAPUAS
-1,0 HULU
MELAWI KOTA PONTIANAK

Kuadran II
-1,5 Kuadran III
-1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5

Sektor Industri/Perdagangan

Gambar 27 Pola spasial tipologi aktivitas ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat.

5.4 Tipologi Wilayah Berdasarkan Pola Spasial Kemiskinan,


Pembangunan Manusia/Sosial, dan Aktivitas Ekonomi

Analisis pola spasial kemiskinan, pembangunan manusia/sosial, dan


aktivitas ekonomi yang dibangun dari komponen konfigurasinya membentuk
tipologi wilayah kabupaten/kota dengan memanfaatkan prinsip tree clustering,
dimana wilayah akan dikelompokkan berdasarkan kemiripan nilai tengah
(euclidean distance) dari bobot kabupaten/kota.
Enam konfigurasi wilayah kabupaten/kota, yaitu konfigurasi tingkat sebaran
keluarga miskin (Misk), sebaran penduduk (Demog), tingkatan pembangunan
manusia (PM), tingkatan pembangunan sosial (PS), sebaran aktivitas sektor
110

pertanian (Tani), dan sebaran aktivitas sektor industri/perdagangan (Indag)


membangun 4 tipologi berdasarkan empat tahapan pengelompokkan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 28. Tahapan pertama wilayah dikelompokkan
berdasarkan kesamaan jarak nilai tengah dari bobot konfigurasi sebaran aktivitas
industri/perdagangan, tingkat pembangunan manusia, dan sebaran penduduk.
Tahapan kedua dan ketiga adalah berturut-turut kesamaan atas dasar tingkat
pembangunan sosial dan sebaran penduduk miskin. Tahapan keempat
pengelompokkan atas dasar kesamaan sebaran aktivitas pertanian.
Proses Klasterisasi 6 variabel
Ward`s method
Euclidean distances
12

10

8
Linkage Distance

0
Indag PM Demog Tani Sosial Misk

Gambar 28 Proses klasterisasi tipologi wilayah berdasarkan pola spasial


kemiskinan, pembangunan manusia/sosial, dan aktivitas ekonomi di
Provinsi Kalimantan Barat.

Dari keempat tahapan klasterisasi, wilayah dikelompokkan dengan teknik


K-means clustering untuk mengetahui tipologi wilayah dengan tingkatan
variabelnya masing-masing seperti yang ditunjukkan pada Gambar 29. Ukuran
tinggi dan rendah dari nilai tengah variabel dilihat pada posisi nilai tengah di atas
atau di bawah sumbu nol, yaitu: a) tipologi 1 adalah wilayah dengan sebaran
keluarga miskin tinggi, sebaran penduduk rendah, tingkat pembangunan manusia
rendah, tingkat pembangunan sosial tinggi, sebaran aktivitas sektor pertanian
tinggi, dan sebaran aktivitas sektor industri/perdagangan rendah; b) tipologi 2
adalah wilayah dengan sebaran keluarga miskin tinggi, sebaran penduduk tinggi,
tingkat pembangunan manusia tinggi, tingkat pembangunan sosial rendah, sebaran
aktivitas sektor pertanian rendah, dan sebaran aktivitas sektor
111

industri/perdagangan tinggi; c) tipologi 3 adalah wilayah dengan sebaran keluarga


miskin rendah, sebaran penduduk tinggi, tingkat pembangunan manusia tinggi,
tingkat pembangunan sosial rendah, sebaran aktivitas sektor pertanian tinggi, dan
sebaran aktivitas sektor industri/perdagangan tinggi; dan d) tipologi 4 adalah
wilayah dengan sebaran keluarga miskin rendah, sebaran penduduk rendah,
tingkat pembangunan manusia rendah, tingkat pembangunan sosial tinggi, sebaran
aktivitas sektor pertanian rendah, dan sebaran aktivitas sektor
industri/perdagangan rendah;
TIPOLOGI TINGKAT KABUPATEN
5

-1

-2
Tipologi 1
Tipologi 2
-3 Tipologi 3
Misk Demog PM Sosial Tani Indag
Tipologi 4
INDIKATOR

Gambar 29 Tipologi wilayah berdasarkan pola spasial kemiskinan, pembangunan


manusia/sosial, dan aktivitas ekonomi di Provinsi Kalimantan Barat.

Tipologi yang dihasilkan dari kompilasi enam konfigurasi tersebut


menghasilkan empat tipologi, dengan susunan kabupaten/kota sebagai berikut:
a) tipologi 1 terdiri atas tiga kabupaten yaitu Kabupaten Sintang, Kabupaten
Landak, dan Kabupaten Sanggau; b) tipologi 2 yaitu Kota Pontianak; c) tipologi 3
terdiri atas empat kabupaten/kota yaitu Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten
Pontianak, Kabupaten Sambas, dan Kota Singkawang; dan d) tipologi 4 terdiri
atas enam kabupaten yaitu Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu,
Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, dan
Kabupaten Bengkayang. Hasil klasterisasi kabupaten/kota berdasarkan tingkat
sebaran keluarga miskin, sebaran penduduk, pembangunan manusia,
pembangunan sosial, aktivitas sektor pertanian dan sektor industri/perdagangan
ditampilkan pada Tabel 44.
112

Tabel 44 Tipologi wilayah berdasarkan kategori tingkat kemiskinan,


pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi
Kategori tingkatan pada konfigurasi* Tipo-
Kabupaten/ Kota
Misk Demog PM PS Tani Indag logi
Kab. Sintang Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah 1
Kab. Landak Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah 1
Kab. Sanggau Tinggi Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah 1
Kota Pontianak Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Tinggi 2
Kab. Kubu Raya Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi 3
Kab. Pontianak Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi 3
Kota Singkawang Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi 3
Kab. Sambas Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi 3
Kab. Ketapang Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah 4
Kab. Kapuas Hulu Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah 4
Kab. Sekadau Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah 4
Kab. Melawi Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah 4
Kab. Kayong Utara Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah 4
Kab. Bengkayang Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah 4
Keterangan :
Konfigurasi* : Misk = Tingkat Sebaran Keluarga Miskin
Demog = Tingkat Sebaran Penduduk
PM = Tingkat Pembangunan Manusia
PS = Tingkat Pembangunan Sosial
Tani = Tingkat Sebaran Aktivitas Sektor Pertanian
Indag = Tingkat Sebaran Aktivitas Sektor Industri/Perdagangan

Wilayah pada tipologi 1 adalah wilayah berbasis pertanian dengan tingkat


kemiskinan tinggi. Dengan jumlah penduduk rendah menandakan wilayah ini
kepadatan keluarga miskinnya tinggi. Data statistik tahun 2008 mencatat jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Sintang sebesar 66 ribu orang, dan Kabupaten
Landak sebesar 54 ribu orang. Jumlah ini melebihi 10% dari total jumlah
penduduk miskin di Kalimantan Barat. Sedangkan di Kabupaten Sanggau, jumlah
penduduk miskinnya hanya berkisar 5% dari total penduduk miskin di Kalimantan
Barat. Diduga tingginya sebaran keluarga miskin di Kabupaten Sanggau terkait
dengan ukuran keluarga miskin yang relatif lebih kecil dibandingkan dua
kabupaten pada tipologi yang sama.
Wilayah pada tipologi 1 memiliki tingkat resiko terus meningkatnya jumlah
penduduk/keluarga miskin, terkait tingkat pembangunan manusianya yang rendah.
Dengan aktivitas ekonomi berbasis pertanian yang memiliki karakteristik sumber
daya manusia berpendidikan rendah dan produktivitas tenaga kerja yang rendah,
membuat kelompok miskin terutama keluarga yang bekerja di sektor pertanian,
sulit untuk keluar dari kemiskinannya.
113

Pada tipologi 2, merupakan bentuk kemiskinan di perkotaan, dimana


tingginya jumlah penduduk miskin terkait dengan jumlah penduduk yang tinggi.
Tingginya investasi di perkotaan, yang ditunjukkan dengan tingkat pembangunan
manusia dan aktivitas sektor industri/perdagangan yang tinggi, memunculkan bias
pembangunan perkotaan. Tingginya tekanan arus urbanisasi dapat menurunkan
daya dukung perkotaan terhadap jumlah penduduk, khususnya ketersediaan
lapangan kerja. Terlebih lagi, urbanisasi diikuti oleh rendahnya kualitas penduduk
yang memasuki wilayah perkotaan, khususnya dari perdesaan yang memperparah
kemiskinan di perkotaan. Dampak urbanisasi yang paling nyata timbul di
perkotaan adalah tingginya pemukiman kumuh seperti di Kecamatan Pontianak
Barat dan juga pinggiran kota, Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan
Pontianak Timur, sehingga menjadikan tiga kecamatan ini sebagai kantong
kemiskinan di Kalimantan Barat.
Untuk wilayah di tipologi 3 adalah wilayah yang memiliki karakteristik
penduduk miskin rendah dengan sebaran penduduk tinggi, pembangunan manusia
dan aktivitas ekonomi tinggi. Tingkat kemiskinan pada wilayah ini relatif lebih
baik dibandingkan dua tipologi sebelumnya. Dari tipologi ini menunjukkan bahwa
investasi yang tinggi terhadap kualitas manusia melalui pembangunan manusia
dibidang kesehatan dan pendidikan, akan mampu meningkatkan kapabilitas
penduduknya untuk hidup lebih baik dan keluar dari lingkaran kemiskinan.
Sumber daya yang baik tentunya menjadi modal manusia untuk mengembangkan
wilayahnya melalui pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Data statistik
menunjukkan pada tahun 2008 laju pertumbuhan ekonomi empat wilayah ini
diatas 5%, lebih tinggi dibandingkan tiga kabupaten pada tipologi pertama yang
pertumbuhannya dibawah 5%. Tipologi ini dikategorikan sebagai wilayah yang
paling memungkinkan untuk keluar dari permasalahan kemiskinanannya
sebagaimana langkah pemetaan rumah tangga yang berada di 35 desa sebelah
Utara India. Hasilnya didapatkan rumah tangga mana saja yang tetap atau dapat
keluar dari kemiskinannya (Khrisna, 2003).
Di tipologi 4, pola yang muncul adalah tingkat kemiskinan yang rendah
dengan jumlah penduduk yang rendah, serta pembangunan manusia dan aktivitas
ekonomi yang rendah pula. Data Statistik tahun 2008 menunjukkan bahwa
114

Kabupaten Sekadau, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Melawi, Kabupaten


Kapuas Hulu, dan Kabupaten Bengkayang sebaran penduduk miskinnya relatif
rendah dibandingkan wilayah lainnya, dengan jumlah penduduk miskin yang
berkisar 2-5% dari total penduduk miskin di provinsi. Berbeda dengan Kabupaten
Ketapang, dari sumber data yang sama, menunjukkan jumlah penduduk
miskinnya mencapai 67,7 ribu orang atau berkisar 13,47% dari total penduduk
miskin di Provinsi Kalimantan Barat. Tingkat kemiskinan di kabupaten ini lebih
tinggi dibandingkan wilayah lain pada tipologi yang sama. Sebaran rendah untuk
keluarga miskin di Kabupaten Ketapang menunjukkan bahwa size atau ukuran
rumah tangga miskin yang berada di Kabupaten Ketapang cukup tinggi, yaitu
sebesar 2,06 orang pada setiap satu rumah tangga miskin. Selain Kabupaten
Ketapang, wilayah lain pada tipologi ini dengan size atau ukuran rumah tangga
terkategori tinggi adalah Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Kayong Utara
yang berturut-turut sebesar 2,45 dan 3,12 orang per rumah tangga miskin.
Tingkat pembangunan manusia di wilayah pada tipologi 4 menunjukkan
tingkat pembangunan manusia dan aktivitas ekonomi yang rendah, baik aktivitas
sektor pertanian maupun sektor industri/perdagangan. Tingkat kemiskinan di
tipologi ini tergolong lebih baik dibandingkan tipologi 1, akan tetapi wilayah pada
tipologi ini juga relatif rentan akan peningkatan insiden kemiskinan. Rendahnya
investasi di bidang pembangunan manusia, akan berakibat rendahnya
pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Pada tahun 2008, tiga kabupaten pada
tipologi keempat yaitu Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten
Kayong Utara adalah kabupaten dengan PDRB tiga terendah di Kalimantan Barat
dengan besaran kurang dari Rp1,00 trilyun. Apabila pemerintah daerah tidak
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, maka pembangunan
pada tiga wilayah ini akan semakin tertinggal dan beresiko tinggi akan
meningkatnya insiden kemiskinan. Timbulnya resiko kemiskinan di wilayah ini,
akan diperparah apabila sumber daya yang dimiliki terbatas untuk diakses yang
kemudian akan ditinggal oleh penduduk di wilayah tersebut, sedangkan
ketersediaan sumber daya manusia menjadi modal penggerak aktivitas ekonomi.
Kondisi yang berbeda dengan Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten
Kapuas Hulu yang pendapatan wilayahnya masing-masing sebesar Rp1,90 trilyun
115

dan Kabupaten Ketapang yang sebesar Rp4,29 trilyun. PDRB yang tinggi di
kabupaten ini disebabkan akumulasi aktivitas ekonomi dari masing-masing
kecamatan di wilayahnya masing-masing, dimana tiga wilayah ini memiliki unit
kecamatan terbanyak dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Meskipun intensitas
aktivitas ekonomi baik pertanian maupun industri/perdagangan pada tiap-tiap
kecamatan terkategori rendah, dengan banyaknya jumlah kecamatan akan
menghasilkan total output yang besar di tingkat kabupaten. Tingginya total output
kedua kabupaten ini tidak diikuti oleh prestasi pembangunan manusia di kedua
wilayah, diduga terjadinya kebocoran wilayah (regional leakages) yang jika tidak
diantisipasi dengan kebijakan pemerintah yang tepat mengakibatkan wilayah ini
akan terus tertinggal.
Modal yang cukup menguntungkan bagi kabupaten pada tipologi 4 adalah
tingginya tingkat pembangunan sosial, sebagaimana wilayah pada tipologi 1, yang
memungkinkan bagi pemerintah daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
yang lebih tinggi, karena dukungan kondisi sosial yang relatif kondusif.
Peningkatan sarana prasarana masih sangat diperlukan untuk membangun wilayah
pada tipologi 4, yang diharapkan dapat mendorong perkembangan sektor jasa,
atau melalui kebijakan pengembangan pusat pertumbuhan baru di wilayah pada
tipologi ini agar tidak ditinggalkan oleh penduduk keluar dari wilayah tersebut.
116
117

VI. PEMBANGUNAN MANUSIA/SOSIAL DAN AKTIVITAS


EKONOMI DALAM MENGURANGI KEMISKINAN
DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

6.1 Keterkaitan Variabel-variabel Pembangunan Manusia/Sosial dan


Aktivitas Ekonomi, dengan Kemiskinan.
Untuk mengetahui sejauhmana setiap variabel-variabel yang mewakili
aktivitas Pembangunan Manusia/sosial dan aktivitas ekonomi berpengaruh
terhadap jumlah keluarga miskin, dikembangkan analisis keterkaitan antara
variabel-variabel tersebut yang diwakili oleh indeks kompositnya dengan variabel
kemiskinan. Pengamatan perlu dikembangkan dengan melihat pula adanya
pengaruh faktor spasial yang mempengaruhi keterkaitan tersebut dengan
menggunakan Spatial Durbin Model (Lampiran 16).
Model yang dihasilkan dalam analisis ini menggunakan variabel-variabel
yang p-levelnya lebih kecil dari level nyata (α = 0,05), yang berarti setiap variabel
dalam persamaan berpengaruh signifikan terhadap perubahan jumlah keluarga
miskin, dengan koefisien determinasi 92,46% dan intersep sebesar 0,0387.
Variabel-variabel yang berpengaruh baik di wilayah sendiri maupun di wilayah
terkait, dan arah pengaruhnya disajikan dalam Tabel 45.
Tabel 45 Tabel Keterkaitan Kemiskinan, Pembangunan Manusia/Sosial dan
Aktifitas Ekonomi
Variabel Arah
Kelompok Keterangan Parameter
Keadaan Pengaruh
Sangat
Idx_SDMCf2 Pangsa penduduk cacat eksKusta nyata, Meningkat
tidak elastis
Pangsa SLB Swasta
Idx_SDSFDF Pangsa Pesantren Nyata,
Meningkat
Lf1 Pangsa Madrasah Ibtidaiyah tidak elastis
Swasta
Idx_SDSFDF Nyata,
Parameter Pangsa Sekolah Seminari Swasta tidak elastis
Meningkat
Lf2
instrumen
Ratio Bantuan Bintara Desa
daerah Sangat
Idx_SDS (Babinsa) per pernduduk
sendiri nyata, Menurun
Apkamf1 Ratio Polisi Pelayanan Masyarakat tidak elastis
per penduduk
Pangsa Gereja Kristen Sangat
Idx_SDSFIf2 nyata, Meningkat
Pangsa Gereja Katolik Elastis
Sangat
Idx_AEPang
Pangsa produksi Jagung nyata, Menurun
f3 tidak elastis
118

Tabel 45 (lanjutan)
Variabel Arah
Kelompok Keterangan Parameter
Keadaan Pengaruh
Nyata,
Idx_AETUf2 Pangsa lokal populasi itik tidak elastis
Meningkat
Pangsa lokal kerajinan rumah
tangga berbahan kayu Nyata,
Idx_AEIRTf2 tidak elastis
Meningkat
Pangsa lokal kerajinan rumah
tangga berbahan logam
Sangat
Pangsa lokal kerajinan rumah
Idx_AEIRTf3 nyata, Menurun
tangga berbahan kulit tidak elastis
Sangat
Idx_AEDHRf Pangsa lokal motel/penginapan
nyata, Meningkat
2 lain tidak elastis
Idx_AEDHR Nyata,
Pangsa lokal kios tani non KUD tidak elastis
Meningkat
f3
Pangsa lokal jumlah perdagangan
besar
Pangsa lokal jumlah perdagangan Nyata,
Idx_AEIUD tidak elastis
Meningkat
menengah
Pangsa lokal jumlah perdagangan
kecil
Pangsa lokal jumlah keluarga
prasejahtera Sangat
WIdx_Miskf1 nyata, elastis
Menurun
Pangsa lokal jumlah keluarga
sejahtera I
Pangsa lokal jumlah penduduk
WIdx_SDM laki-laki Nyata,
Meningkat
JP Pangsa lokal jumlah penduduk elastis
perempuan
W Nyata,
Pangsa penduduk cacat eksKusta elastis
Meningkat
Idx_SDMCf2
W Pangsa lokal jumlah penderita
Nyata,
Idx_SDSWW wabah penyakit lainnya yang tidak elastis
Menurun
f2 meninggal
Parameter Pangsa lokal jumlah Guru TK
instrumen Pangsa lokal jumlah Guru SD
W Sangat
daerah Pangsa lokal jumlah Guru SLTP nyata, elastis
Menurun
Idx_SDSTDik
terkait Pangsa lokal jumlah Guru SMA
Pangsa lokal jumlah Guru SMK
W
Nyata,
Idx_SDSFDD Pangsa TK Negeri elastis
Menurun
f2
W Pangsa SMU Negeri
Nyata,
Idx_SDSFD Pangsa SMK Negeri elastis
Menurun
MTf2 Pangsa Perguruan Tinggi Negeri
W
Sangat
Idx_SDMFD Pangsa Sekolah Seminari Swasta nyata, elastis
Meningkat
FLf2
W
Pangsa Lembaga Nyata,
Idx_SDMFD tidak elastis
Meningkat
Pendidikan/Ketrampilan lainnya
LPf2
119

Tabel 45 (lanjutan)
Variabel Arah
Kelompok Keterangan Parameter
Keadaan Pengaruh
W Pangsa Gereja Kristen Sangat
Meningkat
Idx_SDSFIf2 Pangsa Gereja Katolik nyata, elastis
W
Nyata,
Idx_AEPang Pangsa produksi Jagung tidak elastis
Menurun
f3
Pangsa lokal produksi karet
W Nyata,
Pangsa lokal produksi kelapa Menurun
Idx_AEBunf2 elastis
sawit
W Nyata,
Pangsa lokal populasi itik elastis
Meningkat
Idx_AETUf2
Pangsa lokal kerajinan rumah
W tangga berbahan kayu Nyata,
Meningkat
Idx_AEIRTf2 Pangsa lokal kerajinan rumah tidak elastis
tangga berbahan logam
W
Pangsa lokal motel/penginapan Nyata,
Idx_AEDHR elastis
Meningkat
lain
f2
W
Nyata,
Idx_AEDHR Pangsa lokal kios tani non KUD Meningkat
tidak elastis
f3
Pangsa lokal jumlah perdagangan
besar
W Pangsa lokal jumlah perdagangan Nyata,
Meningkat
Idx_AEIUD menengah elastis
Pangsa lokal jumlah perdagangan
kecil
Pangsa luasan lahan pertanian non
W Sangat
sawah nyata, elastis
Meningkat
Idx_AELahf2
Pangsa luasan lahan non pertanian
Sumber : Hasil olahan Spatial Durbin Model
Keterangan : diduga dengan regresi berganda
Nyata P-level kurang dari 0.05, sangat nyata kurang dari 0.01
Elastis jika koefisien > dari 1

Dari hasil model spasial durbin yang dihasilkan pada analisis keterkaitan ini,
variabel-variabel yang signifikan secara nyata berpengaruh terhadap tingkat
kemiskinan di Kalimantan Barat adalah:
1. Dari interaksi spasial menunjukkan korelasi negatif dari pangsa keluarga
miskin antar wilayah yang berinteraksi. Perubahan kemiskinan di wilayah
yang berinteraksi tinggi, berkorelasi sangat nyata negatif dengan pengaruh
yang elastis, dimana perubahan satu persen keluarga miskin di suatu
wilayah yang berinteraksi tinggi, akan menurunkan 1,34% keluarga miskin
di wilayah penelitian. Indikasi ini menunjukkan bahwa, kemiskinan sangat
terkait antar wilayah, dimana interaksi wilayah yang berdekatan
120

menyebabkan tingginya mobilitas antar penduduk, demikian halnya dengan


mobilitas penduduk keluarga miskin. Pergerakan penduduk adalah upaya
untuk meningkatkan penghasilan dengan mencari sumber penghasilan di
tempat yang berbeda. Kerjasama antar pemerintah daerah kabupaten/kota
diperlukan agar program penanganan kemiskinan dapat terlaksana
sebagaimana Crandall dan Weber (2004) menjelaskan bagaimana dampak
penurunan kemiskinan bersifat spillover di serentetan wilayah pada
kantong-kantong kemiskinan. Jika wilayah disekitar program penanganan
kemiskinan, tingkat kemiskinannya tinggi, maka program penanganan
kemiskinan menjadi tidak berhasil.
2. Peningkatan jumlah penduduk di wilayah yang saling berinteraksi,
memberikan dampak yang kurang baik. Peningkatan satu persen jumlah
penduduk di wilayah terkait, akan meningkatkan 6,56% penambahan jumlah
keluarga miskin di wilayah penelitian. Keterkaitan ini menunjukkan bahwa
penanganan kemiskinan di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh
perkembangan jumlah penduduk di wilayah sekitarnya. Dalam studi Todaro
dan Smith (2003), pertumbuhan penduduk, bukan permasalahan
pertumbuhan penduduk itu sendiri, tetapi lebih terkait kepada tingginya
mobilisasi penduduk dari wilayah yang tertinggal dan berpenduduk padat ke
wilayah yang lebih maju. Dampak ikutan dari mobilisasi ini akan
mendorong pula mobilisasi penduduk miskin mencari sumber pendapatan
baru. Perpindahan penduduk miskin ini yang akan membentuk area miskin
baru di tempat yang baru. Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk bukanlah
permasalahan inti di lingkup wilayah tertentu, tetapi lebih kepada
bagaimana membangun keberimbangan pembangunan antar wilayah.
3. Keberadaan penduduk cacat eks-kusta juga berpengaruh siginifikan
terhadap perubahan tingkat kemiskinan baik di wilayahnya sendiri maupun
terhadap wilayah terkait. Keterkaitan ini menunjukkan bahwa penduduk
cacat eks-kusta akan dijumpai pada wilayah dengan tingkat insiden
kemiskinan yang tinggi. Perubahan satu persen penduduk cacat eks-kusta
pada wilayahnya akan meningkatkan 0,57% jumlah penduduk miskin. Jika
perubahan satu persennya ada pada wilayah terkait akan meningkatkan
121

1,27% jumlah penduduk miskin di wilayah penelitian. Untuk itu, program


pemberdayaan penduduk cacat eks-kusta memerlukan kerjasama antar
wilayah, terutama wilayah kantong penduduk cacat eks-kusta seperti di
Singkawang Selatan, maka penting bagi pemerintah Kabupaten Singkawang
dan Kabupaten Bengkayang mengembangkan lembaga pemberdayaan bagi
penduduk cacat eks-kusta.
4. Jumlah penderita wabah penyakit yang meninggal karena wabah penyakit
tertentu di wilayah terkait nyata menurunkan kemiskinan di wilayah
penelitian. Satu persen perubahan penderita wabah penyakit meninggal akan
mengurangi 0,64% keluarga miskin. Keterkaitan ini lebih menggambarkan
bahwa jumlah penderita wabah penyakit yang meninggal dijumpai pada
wilayah-wilayah berpenduduk tinggi. Tingginya jumlah penduduk
menunjukkan bahwa wilayah tersebut relatif lebih maju dibandingkan
wilayah yang berpenduduk rendah, sehingga hasil analisis ini tidak
dikategorikan sebagai variabel yang berpengaruh nyata menurunkan, tetapi
lebih sebagai gambaran rendahnya keluarga miskin yang dijumpai di unit
analisis.
5. Pengaruh jumlah tenaga pendidik lebih nyata menurunkan tingkat
kemiskinan antar wilayah terkait. Satu persen perubahan jumlah tenaga
pendidikan di wilayah terkait akan menurunkan 5,92% jumlah keluarga
miskin. Interaksi yang kuat antar wilayah berdekatan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan akan mengurangi
kemiskinan di wilayahnya dengan nyata dan elastis. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dikembangkan oleh Brata (2002) dimana pembangunan
manusia diantaranya melalui pendidikan dengan memanfaatkan variabel
lama pendidikan berkorelasi dengan peningkatan kesejahteraan. Artinya
secara tidak langsung berdampak pula pada penekanan jumlah atau insiden
kemiskinan yang terjadi di wilayah tersebut. untuk itu penting bagi
pemerintah daerah melakukan pemetaan jumlah tenaga pendidik bagi daerah
yang saling terkait.
6. Perubahan pangsa Taman Kanak-kanak Negeri (TKN) antar wilayah terkait
nyata elastis menurunkan kemiskinan. Peningkatan satu persen jumlah TK
122

Negeri di wilayah terkait akan menurunkan 1,58% jumlah keluarga miskin


di wilayah penelitian. Indikasi ini menunjukkan bahwa keberadaan lembaga
pendidikan Taman Kanak-kanak masih berkonsentrasi pada wilayah dengan
kemiskinan rendah atau sedang. Kelompok keluarga miskin masih memiliki
akses yang rendah terhadap pendidikan di tingkat pra sekolah. Dalam
mengembangkan pendidikan pra sekolah bagi keluarga tidak mampu masih
memerlukan intervensi yang tinggi dari pemerintah.
7. Peran pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Kalimantan
Barat masih sangat tinggi. Dalam analisis ini juga menunjukkan bahwa
pangsa jumlah Sekolah tingkat menengah dan tinggi di wilayah terkait akan
menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah penelitian. Satu persen
perubahan pangsa jumlah sekolah menengah dan tinggi negeri akan
menurunkan 1,19% jumlah keluarga miskin di wilayah terkait. Pendidikan
menengah atas dan tinggi dapat diakses oleh masyarakat pada wilayah-
wilayah dengan tingkat kemiskinan rendah, serta di wilayah sekitarnya.
Untuk meningkatkan akses penduduk miskin kepada pendidikan menengah
atas dan tinggi, diperlukan pemetaan penyediaan fasilitas pendidikan
tersebut, dengan memperhatikan radius yang dapat diakses oleh masyarakat.
8. Fasilitas pendidikan lain yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan
adalah adanya fasilitas formal lainnya, seperti Sekolah Luar Biasa (SLB),
Madrasah Ibtidaiyah, Pesantren dan Seminari. Fasilitas-fasilitas ini
menunjukkan korelasi yang positif, menandakan bahwa keberadaannya
lebih ditemukan di wilayah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. SLB
menunjukkan rendahnya kualitas penduduk yang berimplikasi tingginya
insiden kemiskinan di wilayah tersebut. Pesantren, Madrasah Ibtidaiyah dan
Sekolah Seminari menunjukkan bahwa pada wilayah dengan fasilitas
tersebut, investasi pendidikan dari pemerintah masih rendah, sehingga
lembaga pendidikan pesantren, madrasah ibtidaiyah, dan seminari yang
mengisi kekosongan tersebut.
9. Keberadaan aparat keamanan menunjukkan korelasi negatif dengan tingkat
kemiskinan di wilayah penelitian itu sendiri. Peningkatan satu persen rasio
Babinsa dan Polisi Pelayanan Masyarakat terhadap jumlah penduduk di
123

wilayah penelitian, akan nyata menurunkan 0,32% kemiskinan di


wilayahnya sendiri. Hasil analisis ini hanya memberikan gambaran bahwa
keberadaan aparat keamanan lebih banyak dijumpai pada wilayah yang
relatif maju. Wilayah yang jumlah keluarga miskinnya tinggi lebih banyak
didapati di wilayah tertinggal, sehingga konsentrasi aparat keamanan di
wilayah ini sangat kecil. Oleh karena itu, variabel keberadaan aparat
keamanan bukanlah variabel yang berpengaruh menurunkan jumlah
keluarga miskin, tetapi hanya sebagai gambaran wilayah dengan tingkat
kemiskinan yang rendah.
10. Untuk aktivitas ekonomi, keterkaitannya dengan kemiskinan melibatkan
limabelas variabel. Terkait dengan pertanian tanaman pangan, variabel yang
dianalisis adalah pangsa lokal produksi jagung. Perubahan satu persen
variabel ini berpengaruh nyata menurunkan 0,40% jumlah keluarga miskin
di wilayahnya, sementara satu persen perubahan di wilayah terkait
menurunkan 1,20% kemiskinan di wilayah penelitian. Korelasi ini
menunjukkan bahwa aktivitas budidaya berhubungan dengan aktivitas
penduduk secara luas. Budidaya jagung tidak didominasi oleh pemilik atau
perusahaan besar, tetapi lebih berakar kepada aktivitas masyarakat kecil,
sehingga diduga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Dan
implikasinya adalah tingkat kemiskinan yang rendah di wilayah tersebut.
Interaksi spasial variabel ini juga menunjukkan keterkaitan, dimana aktivitas
budidaya jagung meningkat, tingkat kemiskinan akan rendah pula baik di
wilayahnya sendiri maupun di wilayah sekitar. Aktivitas perkebunan karet
dan kelapa sawit juga menunjukkan korelasi negatif antar wilayah terkait,
dimana perubahan satu persen perubahan pangsa lokal produksi karet dan
kelapa sawit menurunkan 1,27% pangsa keluarga miskin di wilayah
penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa, aktivitas perkebunan karet dan
kelapa sawit berdampak luas terhadap wilayah sekitarnya untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat. Dari hasil analisis ini, pemerintah
dapat menyusun program pengembangan dua komoditas perkebunan ini,
dengan memperhatikan spektrum dampak peningkatan pendapatan
masyarakat dari lokasi perkebunan. Studi yang dikembangkan oleh Adam
124

(2004) mengenai keterkaitan pertumbuhan ekonomi, ketimpangan dan


kemiskinan di beberapa Dunia Berkembang menunjukkan bahwa elastisitas
kemiskinan lebih tinggi ketika pertumbuhan yang dimaksud adalah
perubahan pendapatan rata-rata rumah tangga per kapita dibandingkan
dengan pertumbuhan GDP per kapita. Setiap aktivitas yang mampu
mendorong peningkatan pendapatan penduduk miskin akan signifikan
menurunkan angka kemiskinan.
11. Berbeda dengan aktivitas budidaya jagung, perkebunan karet dan kelapa
sawit, populasi itik yang tinggi mengindikasikan tingginya tingkat
kemiskinan baik di wilayahnya sendiri maupun di wilayah terkait.
Perubahan satu persen pangsa populasi ternak itik di wilayahnya sendiri
meningkatkan kemiskinan 0,52%, sementara perubahan satu persen di
wilayah terkait meningkatkan kemiskinan 1,79% kemiskinan di wilayah
sekitarnya. Gambaran kemiskinan yang muncul dari analisis ini adalah,
kegiatan budidaya itik belum berorientasi pada peningkatan pendapatan atau
hanya untuk pemenuhan kebutuhan subsisten. Dari data Ditjennak
Kementrian Pertanian RI mencatat bahwa pada tahun 2008 populasi total
itik di Provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar 457 835 ekor. Jumlah ini
10 kali lebih rendah dibanding Provinsi Kalimantan Selatan yang telah
mampu menjadikan daging itik sebagai komoditas unggul dan menjadi
sumber pendapatan masyarakat dan wilayahnya. Oleh karena itu, variabel
populasi itik lebih menggambarkan wilayah yang jumlah keluarga
miskinnya tinggi.
12. Untuk kegiatan industri, keterkaitan variabelnya dengan kemiskinan adalah
pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan baku kayu, logam dan kulit.
Perubahan satu persen pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan baku
kayu dan logam di wilayahnya sendiri meningkatkan kemiskinan 0,32% di
wilayah penelitian dan satu persen perubahannya pada wilayah terkait
meningkatkan kemiskinan 0,61% kemiskinan di wilayah penelitian.
Indikasinya adalah aktivitas kerajinan berbahan kayu dan logam akan
ditemukan tinggi pada wilayah-wilayah dengan tingkat kemiskinan yang
tinggi. Gambaran keterkaitan ini menunjukkan bahwa lokalisasi keluarga
125

miskin di Kalimantan Barat ditemukan di sekitar pusat-pusat industri


berbahan baku kayu atau logam. Menurut Todaro dan Smith (2003),
kantong-kantong kemiskinan sering dijumpai di sekitar kawasan industri
pada negara-negara berkembang, karena tenaga kerja yang dimanfaatkan di
sektor industri ini adalah tenaga kerja berpendidikan rendah dengan upah
yang rendah, sehingga sektor ini menjadi target pekerjaan bagi kelompok
miskin yang memiliki karakteristik berpendidikan dan berketerampilan
rendah.
13. Perubahan satu persen aktivitas kerajinan berbahan baku kulit di wilayahnya
sendiri, berpengaruh nyata menurunkan 0,28% pangsa keluarga miskin di
wilayah penelitian. Artinya industri ini memiliki kemampuan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat pelaku industri kecil/rumah tangga.
Sejalan dengan hasil analisis Siregar et al. (2007) yang menunjukkan
peningkatan industri kecil berpengaruh nyata menurunkan kemiskinan.
Untuk itu penting bagi pemerintah, dalam hal ini dinas terkait,
memperhatikan pengembangan industri kecil berbahan baku kulit, baik
dalam bentuk permodalan maupun pengembangan pasar hasil industri.
14. Untuk aktivitas perdagangan, hotel dan restoran, pangsa motel/ penginapan
kecil lainnya berpengaruh positif, dimana perubahan satu persen pangsa
lokal jumlah motel/penginapan lainnya di wilayah terkait meningkatkan
kemiskinan 0,88% jumlah keluarga miskin dan satu persen perubahan
jumlah motel/penginapan kecil lainnya di daerah terkait meningkatkan
1,19% jumlah keluarga miskin. Artinya, keberadaan motel/penginapan kecil
lainnya dijumpai di wilayah pinggiran yang kurang berkembang.
Identifikasi kantong kemiskinan juga didapatkan dari hasil analisis
keterkaitan ini.
15. Pangsa lokal jumlah kios tani non KUD berkorelasi positif dengan tingkat
kemiskinan baik dipengaruhi oleh wilayahnya sendiri maupun pengaruh
wilayah terkait. Perubahan satu persen jumlah kios tani non KUD di
wilayahnya sendiri meningkatkan kemiskinan 0,34% kemiskinan di wilayah
penelitian dan perubahan satu persen pangsa lokal kios tani di wilayah
terkait meningkatkan kemiskinan 0,96% kemiskinan di wilayah penelitian.
126

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa kios tani non KUD berkembang di
wilayah-wilayah perdesaan dimana masyarakat memenuhi kebutuhan untuk
aktivitas pertanian pada kios-kios tani Non KUD. Untuk itu pemerintah
perlu memperhatikan ketersediaan kios-kios tani dengan pengembangan
fasilitas kios tani yang berbasis koperasi atau dengan meningkatkan subsidi
untuk bahan pertanian. Keuntungan dari strategi ini adalah petani akan
mampu meningkatkan pendapatan dari usaha tani yang dikembangkan
karena mampu menekan biaya produksi. Peningkatan laba ini diharapkan
mampu menekan jumlah penduduk miskin pada wilayah tersebut.
16. Untuk izin usaha perdagangan/industri yang dikeluarkan berkorelasi positif
dengan tingkat kemiskinan. Satu persen perubahan pangsa izin usaha yang
dikeluarkan untuk perdagangan besar dan kecil pada wilayahnya sendiri
meningkatkan 0,62% kemiskinan di wilayah penelitian, sementara
perubahan satu persen pangsa lokal izin usaha perdagangan besar dan kecil
yang dikeluarkan pada wilayah terkait meningkatkan kemiskinan 2,01%
pada wilayah penelitian. Keterkaitan ini menggambarkan, bahwa
perdagangan besar dan kecil yang berkembang di suatu wilayah tidak
mampu mendorong peningkatan pendapatan keluarga miskin. Pertumbuhan
pendapatan hanya pada kelompok menengah dan atas, sehingga angka
kemiskinan belum berubah secara signifikan. Aktivitas perdagangan hanya
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, tanpa berpengaruh baik
terhadap pertumbuhan pendapatan kelompok keluarga miskin.
17. Terkait dengan sumber daya alam, perubahan pangsa luasan lahan pertanian
non sawah dan lahan non pertanian pada wilayah terkait sebesar satu persen
meningkatkan kemiskinan 1,13% kemiskinan di wilayah penelitian.
Keterkaitan ini menunjukkan bahwa konsentrasi penduduk miskin di
Kalimantan Barat adalah wilayah dengan luasan lahan pertanian non sawah
dan lahan non pertanian. Analisis ini, lebih menunjukkan bahwa
ketersediaan lahan sawah ada dalam jumlah yang sangat terbatas, mayoritas
lahan yang ada termanfaatkan untuk kegiatan pertanian non sawah dan non
pertanian.
127

Keterkaitan keseluruhan variabel-variabel pembangunan manusia dan


aktivitas ekonomi dengan kemiskinan dan seberapa besar keterkaitannya dapat
dilihat pada Gambar 30.

Idx_SDMCf2 Idx_SDMJP WIdx_Miskf1 WIdx_SDMCf2


+0.57 +0.56 –1.34 +1.27

+0.60 –0.64
Idx_SDSFDFLf1 WIdx_SDSWWf2

Idx_SDSFDFLf2 +0.45 +1.34


WIdx_SDSTdik

Idx_SDSApkamf1 –0.32 –1.58 WIdx_SDSFDDf2

Idx_AEIRTf2
+0.32 –1.19 WIdx_SDSFDMTf2

Idx_AEPangf3 -0.40 +1.23


WIdx_SDSFDFLf2
Idx_Miskf1
Idx_AETUf2 WIdx_SDSFDLPf2
+0.52 +0.85
Idx_AEIRTf3 WIdx_AEPangf3
+0.28 -1.20
Idx_AEDHRTf2 WIdx_AEBunf2
+0.88 -1.27
Idx_AEDHRTf3 WIdx_AETUf2
+0.34 +1.79
WIdx_AEDHRf2 WIdx_AEIRTf2
+1.19 +0.61

+2.01 +1.13 +2.01 +0.96


Idx_AEIUD WIdx_AELahf2 WIdx_AEIUD WIdx_AEDHRf3

Gambar 30 Model keterkaitan pembangunan manusia/sosial dan aktivitas


ekonomi dengan kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat.

6.2 Arahan Penanganan Kemiskinan di Kalimantan Barat


Penanganan kemiskinan di Indonesia secara umum dilakukan dengan dua
model pendekatan, yaitu social safety net dan community development
(Yudhoyono dan Harniati 2004). Pendekatan social safety net merupakan upaya
peningkatan kemampuan akses individu/keluarga miskin untuk memenuhi
kebutuhannya secara langsung, sedangkan pendekatan community development
128

adalah pendekatan peningkatan kapabilitas individu/keluarga miskin melalui


penguatan di tingkat komunitas.
Dua pendekatan tersebut belum cukup menjawab permasalahan kemiskinan
di Indonesia, khususnya di Provinsi Kalimantan Barat. Hasil penelitian Suriyanto
(2009) di Noyan Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat menyebutkan
bahwa pendekatan community development seperti Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) tidak nyata menurunkan kemiskinan di
wilayah tersebut. Kemiskinan di wilayah ini lebih disebabkan pembangunan sosial
dan ekonomi yang belum menyentuh langsung ke masyarakat miskin. Oleh karena
itu, sebelum menentukan pola penanganan kemiskinan di suatu wilayah, perlu
mengetahui faktor penyebab kemiskinan dalam dimensi regional. Dalam analisis
ini, identifikasi permasalahan di tingkat kabupaten/kota telah dikembangkan,
sehingga arahan kebijakan penanganan kemiskinan perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Penangan kemiskinan diproritaskan pada wilayah kantong-kantong
kemiskinan, baik jumlah maupun proporsi penduduk miskin yang tinggi.
Terkait dengan Model Spatial Durbin dari analisis ini, menunjukkan bahwa
wilayah terkait akan saling berinteraksi dan mempengaruhi. Jumlah penduduk
miskin di wilayah terkait merupakan parameter yang berpengaruh signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin di wilayah tertentu. Artinya, jika ditemukan
insiden kemiskinan yang tinggi di suatu wilayah, maka kemiskinan di wilayah
sekitarnya akan meningkat. Oleh karena itu, jika pengurangan kemiskinan
dilakukan di kantong-kantong kemiskinan, selain penduduk miskin di wilayah
tersebut berkurang, maka dampak pengurangan kemiskinan akan bersifat
spillover di serentetan wilayah di sekitar kantong-kantong kemiskinan.
2. Pada tipologi di tingkat kabupaten/kota yang dihasilkan dari keseluruhan
pencapaian tingkatan indikator kemiskinan, pembangunan manusia/sosial, dan
aktivitas ekonomi menunjukkan bahwa pembangunan manusia lebih berperan
nyata menurunkan tingkat kemiskinan. Hal tersebut tampak dari pola yang
dihasilkan dari tipologi 1 dan 3. Di tipologi 1, dimana pembangunan
manusianya rendah, tingkat kemiskinannya akan tinggi. Demikian sebaliknya
pada tipologi ketiga, dimana tingkat pembangunan manusianya tinggi, maka
129

tingkat kemiskinannya rendah. Secara rinci, variabel pembangunan manusia


yang paling berperan menurunkan tingkat kemiskinan baik di wilayah sendiri
maupun di wilayah terkait adalah variabel-variabel yang berkenaan dengan
aktivitas pembangunan di bidang pendidikan, seperti jumlah guru dan akses
penduduk terhadapa fasilitas pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
3. Pada tipologi 1 nampak bahwa kemiskinan berada pada wilayah yang aktivitas
ekonominya berbasis sektor pertanian. Melihat dari hasil model spatial durbin,
maka di tiga wilayah ini perlu memperhatikan pengembangan aktivitas
pertanian seperti produksi tanaman jagung, karet dan kelapa sawit yang
signifikan menurunkan kemiskinan, mengingat kontribusi produksi karet dan
kelapa sawit di kabupaten-kabupaten pada tipologi ini cukup signifikan.
4. Pada tipologi 4 nampak bahwa wilayah pada tipologi ini tergolong wilayah
tertinggal, karena rendahnya aktivitas ekonomi dan berdampak pada
rendahnya modal pemerintah daerah untuk meningkatkan investasi
pembangunan manusia. Rendahnya tingkat pembangunan manusia juga
berpengaruh sebaliknya terhadap tingkatan aktivitas ekonomi di wilayah
tersebut. Rendahnya aktivitas ekonomi dan pembangunan manusia akan
menyebabkan wilayah ini semakin tertinggal, terlebih lagi dengan rendahnya
jumlah penduduk di wilayah tersebut. Meskipun kemiskinan di tipologi ini
terkategori rendah, tetapi resiko munculnya kemiskinan tetap tinggi, karena
kemampuan sumber daya manusia yang rendah untuk meningkatkan investasi
di wilayah tersebut (The Vicious Circles).
5. Pada tipologi 2 merupakan pola kemiskinan perkotaan, yaitu kemiskinan
karena tingginya jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
karena urbanisasi menjadi ciri perkotaan. Aktivitas ekonomi yang tinggi, serta
ketersediaan sarana prasarana, khususnya pendidikan dan kesehatan menjadi
daya tarik kota (pull factor) bagi penduduk desa yang ingin meningkatkan
pendapatan di sektor-sektor perkotaan. Hal ini mengakibatkan tingginya
aktivitas sektor informal yang didominasi oleh penduduk dari kalangan
berpenghasilan dan berpendidikan rendah, dan akan memunculkan kantong-
kantong kemiskinan di perkotaan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah
daerah Provinsi Kalimantan Barat untuk memperhatikan keberimbangan
130

pembangunan antar kota-desa, baik pengembangan aktivitas ekonomi maupun


aktivitas pembangunan manusia.
6. Parameter pada wilayah terkait lebih banyak berpengaruh nyata menurunkan
kemiskinan, hal ini menunjukkan bahwa interaksi antar wilayah di Provinsi
Kalimantan Barat sangat tinggi. Oleh karena itu, penanganan kemiskinan
melalui pendekatan community development dan regional development
memerlukan kerjasama antar wilayah kabupaten/kota.
Dengan memperhatikan peluang dan permasalahan setiap wilayah untuk
mengatasi kemiskinan, maka arahan penanganan kemiskinan dan prioritas pada
setiap wilayah di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Tabel 46.
Tabel 46 Arahan kebijakan penanganan kemiskinan pada prioritas wilayah
tipologi
Prioritas Wilayah
No. Arahan Kebijakan
Sasaran (Tipologi)
1. Peningkatan kemampuan individu/rumah tangga miskin untuk 1,2,3, dan 4
memenuhi kebutuhan makan-minum, kesehatan, dan
pendidikan melalui subsidi atau fasilitasi modal usaha secara
langsung (pendekatan social safety net).
2. Penataan lokasi pemukiman kumuh dan tempat tinggal 1 dan 2
keluarga miskin, seperti akses air bersih dan fasilitas jamban
keluarga yang diprioritaskan pada kantong-kantong
kemiskinan.
3. Peningkatan ketersediaan tenaga kesehatan dan pendidikan 1 dan 4
dengan memperhatikan tingkat kebutuhan dan keterkaitan
antar wilayah.
4. Peningkatan akses penduduk terhadap fasilitas kesehatan dan 1 dan 4
pendidikan.
5. Pembinaan petani skala kecil untuk meningkatkan hasil 4
produksi pertanian seperti jagung, kelapa sawit dan karet.
6. Pembinaan pelaku industri kecil/rumah tangga berbahan baku 1 dan 4
kulit, berupa permodalan dan pengembangan skala usaha.
7. Peningkatan nilai tambah hasil-hasil pertanian melalui 1 dan 4
peningkatan keterkaitan dengan sektor perekonomian lainnya
pada suatu rangkaian wilayah yang saling terkait.
8. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah 4
tertinggal guna mendorong peningkatan perekonomian
wilayah, yang diharapkan dapat mengurangi tekanan urbanisasi
ke wilayah perkotaan.

Arahan kebijakan penanganan kemiskinan ditampilkan secara spasial pada


Gambar 31. Kabupaten di wilayah pesisir yang berwarna hijau, pembangunan
wilayahnya relatif lebih baik dibanding wilayah tengah dan perbatasan, arahan
kebijakan yang diperlukan adalah melalui pendekatan sosial safety net. Kondisi
131

ini mengindikasikan bahwa permasalahan kemiskinan dan pembangunan di


wilayah ini tidak terlalu memprihatinkan. Hal yang berbeda dapat dilihat pada
wilayah tengah dan perbatasan antar provinsi dan antar negara (warna merah dan
orange), dimana hampir keseluruhan arahan penanganan ditujukan di wilayah
tersebut. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada wilayah ini, permasalahan
kemiskinan dan pembangunan masih menjadi permasalahan yang krusial untuk
ditindaklanjuti ke arah yang lebih baik. Untuk permasalahan kemiskinan di
wilayah perkotaan (warna kuning) adalah sebagai ekses dari ketimpangan
pembangunan antara kota dan desa, sehingga pendekatan penanganan yang
diperlukan adalah mendorong pembangunan yang berimbang antara kota dan
desa, atau melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah yang
tertinggal dan jauh dari pusat kota di Provinsi Kalimantan Barat.

Arahan Penanganan :
1. Pendekatan Social Safety
Net.
2. Penataan lokasi tinggal
keluarga miskin di kantong-
kantong kemiskinan.
3. Peningkatan ketersediaan
tenaga kesehatan dan
pendidikan.
4. Peningkatan akses
penduduk terhadap fasilitas
pendidikan dan kesehatan.
5. Pembinaan petani skala
kecil untuk peningkatan
hasil produksi pertanian.
6. Pembinaan pelaku industri
kecil/rumah tangga, berupa
permodalan dan
pengembangan skala usaha.
7. Peningkatan nilai tambah
hasil pertanian dengan
membangun keterkaitan
dengan sektor lainnya.
8. Mendorong pusat-pusat
pertumbuhan baru.

Gambar 30 Peta Arahan Penanganan Kemiskinan di Provinsi Kalimantan Barat.

Secara terperinci arahan kebijakan penanganan kemiskinan di tingkat


kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 47. Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten
Sambas, Kabupaten Pontianak, dan Kota Singkawang adalah kabupaten/kota yang
akses ke Kota Pontianak terkategori lebih baik dibandingkan wilayah lainnya.
132

Lokasi yang strategis ini menempatkan empat wilayah kabupaten/kota ini relatif
lebih maju dan memiliki kemiripan tingkat pembangunannya dengan Kota
Pontianak. Tingkat kepadatan penduduk antara keempat wilayah tersebut dengan
Kota Pontianak menjadi faktor pembeda, sehingga permasalahan kemiskinan dan
pola pembangunan di wilayah ini cenderung serupa. Hal ini juga dapat dilihat dari
arahan penanganan kemiskinan di keempat wilayah tersebut dan Kota Pontianak,
dimana arahan penanganan lebih pada pendekatan social safety net.
Tabel 47 Pemetaan Arahan Kebijakan Penanganan Kemiskinan di Provinsi
Kalimantan Barat
Tipo- Arahan Penananganan Kemiskinan*
Kabupaten/ Kota
logi 1 2 3 4 5 6 7 8
Kab. Sintang 1 √ √ √ √ - √ √ -
Kab. Landak 1 √ √ √ √ - √ √ -
Kab. Sanggau 1 √ √ √ √ - √ √ -
Kota Pontianak 2 √ √ - - - - - -
Kab. Kubu Raya 3 √ - - - - - - -
Kab. Pontianak 3 √ - - - - - - -
Kota Singkawang 3 √ - - - - - - -
Kab. Sambas 3 √ - - - - - - -
Kab. Ketapang 4 √ - √ √ √ √ √ √
Kab. Kapuas Hulu 4 √ - √ √ √ √ √ √
Kab. Sekadau 4 √ - √ √ √ √ √ √
Kab. Melawi 4 √ - √ √ √ √ √ √
Kab. Kayong Utara 4 √ - √ √ √ √ √ √
Kab. Bengkayang 4 √ - √ √ √ √ √ √
Keterangan :
* dijelaskan pada Gambar 31.
√ arahan
Wilayah yang memiliki permasalahan kemiskinan dan pembangunan yang
lebih kompleks memerlukan arahan penanganan yang lebih serius, seperti terlihat
di Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten
Kayong Utara, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak,
dan Kabupaten Sanggau. Pendekatan yang diperlukan untuk mengatasi
permasalahan kemiskinan di wilayah-wilayah tersebut mencakup program-
program social safety net, community development dan pengembangan wilayah.
Studi oleh Thamrin et al. (2007) menunjukkan bahwa untuk mengatasi
kemiskinan dan mengurangi ketertinggalan kawasan perbatasan Kabupaten
Bengkayang-Malaysia, diperlukan strategi pengembangan kawasan agropolitan
sebagai pusat pertumbuhan baru di Provinsi Kalimantan Barat.
133

VI. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan uraian hasil analisis
yang dikembangkan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pola spasial kemiskinan di Kalimantan Barat terdiri atas: a) wilayah dengan
sebaran keluarga miskin dan sebaran penduduk tinggi adalah Kota Pontianak
dan Kabupaten Kubu Raya; b) wilayah dengan sebaran keluarga miskin
rendah dan sebaran penduduk tinggi adalah Kabupaten Sanggau, Kabupaten
Sambas, dan Kota Singkawang; c) wilayah dengan sebaran keluarga miskin
dan sebaran penduduk rendah adalah Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten
Bengkayang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau dan Kabupaten
Ketapang; dan d) wilayah dengan sebaran keluarga miskin tinggi dan sebaran
penduduk rendah adalah Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak, Kabupaten
Melawi, dan Kabupaten Pontianak.
2. Pola spasial pembangunan manusia/sosial di Kalimantan Barat terdiri atas:
a) tingkat pembangunan manusia rendah dan pembangunan sosial tinggi
adalah Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Bengkayang,
Kabupaten Landak, Kabupaten Melawi, Kabupaten Sekadau, Kabupaten
Sanggau, dan Kabupaten Kapuas Hulu; b) tingkat pembangunan manusia dan
pembangunan sosial rendah adalah Kabupaten Sambas, Kabupaten Pontianak,
dan Kabupaten Kayong Utara; dan c) tingkat pembangunan manusia tinggi
dan pembangunan sosial rendah adalah Kota Pontianak, Kota Singkawang dan
Kabupaten Kubu Raya.
3. Pola spasial aktivitas ekonomi di Kalimantan Barat terdiri atas: a) aktivitas
sektor pertanian dan sektor industri/perdagangan tinggi adalah Kabupaten
Pontianak; b) aktivitas sektor pertanian rendah dan sektor industri/
perdagangan tinggi adalah Kota Pontianak dan Kota Singkawang; c) aktivitas
sektor pertanian dan sektor industri/perdagangan rendah adalah Kabupaten
Bengkayang, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, Kabupaten Ketapang,
Kabupaten Kapuas Hulu, dan Kabupaten Melawi; dan d) aktivitas sektor
pertanian rendah dan sektor industri/perdagangan tinggi adalah Kabupaten
134

Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Sambas dan


Kabupaten Kayong Utara.
4. Variabel-variabel pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi yang
siginifikan menurunkan kemiskinan dikategorikan dalam dua kelompok
variabel, yaitu: a) variabel-variabel dari wilayah sendiri yaitu jumlah produksi
jagung dan jumlah industri kecil/rumah tangga berbahan baku kulit; dan
b) variabel-variabel pada wilayah terkait yaitu jumlah keluarga miskin di
wilayah sekitarnya, jumlah tenaga guru SD sampai SLTA, jumlah TK Negeri,
jumlah SMU/SMK dan Perguruan Tinggi Negeri, produksi jagung, karet dan
kelapa sawit.
5. Arahan kebijakan penanganan kemiskinan di Kalimantan Barat adalah yaitu:
a) peningkatan kemampuan individu/rumah tangga miskin untuk memenuhi
kebutuhan makan-minum, kesehatan, dan pendidikan melalui pendekatan
social safety net di seluruh wilayah kabupaten/kota; b) penataan lokasi
pemukiman kumuh dan tempat tinggal keluarga miskin, diprioritaskan pada
kecamatan-kecamatan yang ditemukan adanya kantong-kantong kemiskinan
yang terdapat di Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau,
dan Kota Pontianak; c) peningkatan ketersediaan tenaga kesehatan dan
pendidikan dengan memperhatikan tingkat kebutuhan dan keterkaitan antar
wilayah khususnya di Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak, Kabupaten
Sanggau, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau,
Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Bengkayang;
d) peningkatan akses penduduk terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan di
Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten
Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi,
Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Bengkayang; e) pembinaan petani
skala kecil untuk meningkatkan hasil produksi pertanian seperti jagung, kelapa
sawit dan karet di Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten
Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten
Bengkayang; f) pembinaan pelaku industri kecil/rumah tangga berbahan baku
kulit, berupa permodalan dan pengembangan skala usaha dan peningkatan
nilai tambah hasil pertanian melalui peningkatan keterkaitan dengan sektor
135

perekonomian lainnya pada suatu rangkaian wilayah yang saling terkait di


Kabupaten Sintang, Kabupaten Landak, Kabupaten Sanggau, Kabupaten
Ketapang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi,
Kabupaten Kayong Utara, dan Kabupaten Bengkayang; g) pengembangan
pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah tertinggal guna mendorong
peningkatan perekonomian wilayah yang diharapkan dapat mengurangi
tekanan urbanisasi di wilayah perkotaan dan ketimpangan pembangunan antar
wilayah pengembangan yang dikhususkan di Kabupaten Ketapang, Kabupaten
Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong
Utara, dan Kabupaten Bengkayang.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan, serta kesimpulan yang dihasilkan, maka
upaya yang disarankan untuk dapat dikembangkan dalam perumusan kebijakan
penanganan kemiskinan di Kalimantan Barat adalah :
1. Pemerintah lebih memperhatikan pengembangan pendidikan dan kesehatan
baik ketersediaan tenaga maupun fasilitas dengan memperhatikan tingkat
kebutuhan, akses dan keterkaitan antar wilayah.
2. Pemerintah memfasilitasi pengembangan usaha pertanian dan industri yang
dikembangkan oleh pengusaha kecil dan keluarga miskin, melalui pembinaan
aktivitas usaha dan permodalan guna mendorong pertumbuhan pendapatan
keluarga miskin (Pro Poor Growth).
3. Pemerintah lebih mendorong pembangunan yang berimbang antar wilayah
perkotaan dan perdesaan, guna mengurangi tekanan urbanisasi dan
mengurangi tingkat kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan.
4. Karena wilayah yang relatif lebih maju dan berkembang adalah di wilayah
pesisir dibandingkan wilayah tengah dan perbatasan, maka pemerintah harus
lebih mampu mendorong keberimbangan antar wilayah pengembangan baik
terkait kebijakan pengembangan aktivitas ekonomi maupun kebijakan
pengembangan sumber daya manusia/sosial.
136
137

DAFTAR PUSTAKA

Adam, RH Jr. 2004. Economic Growth, Inequality and Poverty: Estimating the
Growth Elasticity of Poverty. World Dev 32(12): 1989–2014.
www.elsevier.com/locate/worlddev.
Adisasmita R. 2008. Pengembangan Wilayah. Konsep dan Teori. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Amarasinghe U, Samad M, Anputhas M. 2005. Spatial Clustering of Rural
Poverty and Food Insecurity in Sri Lanka. Food Pol 30: 493-509.
www.sciencedirect.com. [11 Mei 2010].
Anwar A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Tinjauan
Kritis. Bogor: P4W Press.
Arman. 2009. Peran Pembangunan Manusia/Sosial dan Interaksi Spasial dalam
Penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran : Kasus Kabupaten Bogor.
[Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Arsyad L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Yogyakarta: PT BPFE Yogyakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. 2009. Provinsi Kalbar
Dalam Angka 2009. Badan Pusat Statistik.
Brata AG. 2002. Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional di
Indonesia. J Ekon Pemb 7(2): 113-122. http://journal.uii.ac.id/index.php/
JEP/article/viewFile/645/573.[25 Apr 2010].
Crandall MS, Weber BA. 2004. Local Social and Economic Conditions, Spatial
Concentrations of Poverty and Poverty Dynamics. In : Bruce A Weber,
editor. Poverty, Policy and Place: Spatial Analysis of Poverty Dynamics.
Agri Econ V: 1276-1281. [Oregon State University]. www.sciencedirect.
com. [11 Mei 2010]
Cotter DA. 2002. Poor People in Poor Places : Local Opportunity Structures and
Household Poverty. Rural Sociol 67 (4): 534-555. [Rural Sociological
Society]. www.sciencedirect.com. [11 Mei 2010].
Daryanto A, Hafizrianda Y. 2010. Model-Model Kuantitatif untuk Perencanaan
Pembangunan Ekonomi Daerah. Konsep dan Aplikasi. Bogor: IPB Press.
[Depdagri] Departemen Dalam Negeri. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Ellis F, Kutengule M, Nyasulu A. 2003. Livelihoods and Rural Poverty Reduction
in Malawi. World Dev 31(9): 1495–1510. www.elsevier.com/locate/
worlddev. [11 Mei 2010].
Friedmann J. 1979. Urban Poverty in Latin America, Some Theoritical
Considerations. In: Development Dialogue I. Upsala: Dag Hammarskjold
Foundation.
138

Fujii T. 2008. How Well Can We Target Aid with Rapidly Collected Data?
Empirical Results for Poverty Mapping from Cambodia. World
Development 36(10): 1830–1842. www.elsevier.com/locate/worlddev. [11
Mei 2010].
Fukuyama F. 2002. The Great Disruption. Hakikat Manusia dan Rekonstitusi
Tatanan Sosial. Yogyakarta: Penerbit Qalam.
[GAPRI] Gerakan Antipemiskinan Rakyat Indonesia. 2003. Advokasi Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (Buku Panduan). Jakarta:
GAPRI/OXFAM. www.gapri.org. [15 Apr 2010].
Gentilini U, Webb P. 2008. How are we doing on poverty and hunger reduction?
A new measure of country performance. Food Pol 33: 521–532.
www.elsevier.com/locate/foodpol. [01 Jun 2010].
Grootaert C, Narayan D. 2004. Local Institutions, Poverty and Household Welfare
in Bolivia. World Dev 32(7): 1179–1198. www.elsevier.com/locate/
worlddev. [11 Mei 2010].
Hajiji, A. 2010. Keterkaitan Antara Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan
Pendapatan dan Pengentasan Kemiskinan di Provinsi Riau 2002-2008.
[Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hulme D. 2003. Chronic Poverty and Development Policy: An Introduction.
World Dev 31(3): 399–402. www.elsevier.com/locate/worlddev. [01 Juni
2010].
Hyman G, Larrea C, Farrow A. 2005. Methods, Results and Policy Implications
of Poverty and Food Security Mapping Assessments. Food Pol 30: 453–
460. www.sciencedirect.com. [11 Mei 2010].
Kalwija A, Verschoorb A. 2007. Not by Growth Alone: The Role of The
Distribution of Income in Regional Diversity in Poverty Reduction. Eur
Econ Rev 51: 805–829. www.sciencedirect.com. [11 Mei 2010].
Krishna A. 2004. Escaping Poverty and Becoming Poor: Who Gains, Who Loses,
and Why? World Dev 32(1): 121–136. www.elsevier.com/locate/worlddev.
[01 Jun 2010].
Kuncoro M. 2006. Ekonomika Pembangunan. Teori. Masalah dan Kebijakan. Ed
ke-4. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Kuncorojakti D. 1986. Kemiskinan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor.
Lewis. 1983. “Kebudayaan Kemiskinan. Dalam: Parsudi Suparlan [Editor].
Jakarta: Sinar Harapan Yayasan Obor.
Lichter DT, Cornwell GT, Eggebeen DJ. 1993. Harvesting Human Capital :
Family Structure and Education among Rural Youth. Rural Sociol 58(I): 53-
75. Rural Sociological Society. www.sciencedirect.com. [01 Jun 2010].
[Pemprov Kalbar] Pemda Provinsi Kalimantan Barat. Peraturan Daerah Provinsi
Kalimantan Barat Nomor 8 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Barat 2008-2013.
Pontianak: Pemprov Kalbar.
139

Mawardi MI., 2009. Membangun Daerah yang Berkemajuan, Berkeadilan dan


Berkelanjutan. Bogor: IPB Press.
Minot N, Baulch B . 2005. Spatial Patterns of Poverty in Vietnam and Their
Implications for Policy. Food Pol 30: 461-475. www.sciencedirect.com. [11
Mei 2010].
Ravallion M, Chen S. 2005. China’s (uneven) Progress Agains Poverty. Dev Econ
82(2007): 1-42. www.elsevier.com/locate/econbase. [11 Mei 2010].
Riyadi, Bratakusuma D. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta:
Gramedia Pustaka Umum.
Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.
Saefulhakim S. 2004. Modul Permodelan. Bogor: Fakultas Pertanian IPB.
Saefulhakim S. 2006. Permodelan. Modul Analisis Kuantitatif Sosial Ekonomi
Wilayah. Bogor: PS Ilmu Perencanaan Wilayah Institut Pertanian Bogor.
Saleh S. 2002. Faktor-Faktor Penentu Tingkat Kemiskinan Regional di Indonesia.
J Ekon Pemb 7(2): 87-102. http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/
article/viewFile/645/573. [21 Mar 2010].
Seers D. 1973. The Meaning of Development. In : Charles K Wilber [Editorial].
The Political Economy of Development and Underdevelopment. New York:
Random House.
Siregar H. 2006. Perbaikan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi: Mendorong
Investasi dan Menciptakan Lapangan Kerja. Dalam: Hermanto Siregar
[editor]. Makro-Mikro Pembangunan. Kumpulan Makalah dan Esai. Bogor:
IPB Press. hlm 93-112.
Siregar H, Wahyuniarti D, Achsani NA. 2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Dalam: Hermanto Siregar
[editor]. Makro-Mikro Pembangunan. Kumpulan Makalah dan Esai. Bogor:
IPB Press. hlm 145-153.
Skousen M. 2006. Sang Maestro, “Teori Ekonomi Modern”: Sejarah Pemikiran
Ekonomi. Jakarta: Prenada.
Sumardjo, Chozin MA, Khomsan A. 2009. Transformasi Perencanaan
Pembangunan Perdesaan dengan Beragam Tipologi. Pembangun Perdesaan
dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan. Dalam: Chozin MA, Sumardjo,
Poerwanto R, Purbayanto A, Khomsan A, Fauzi A, Toharmat T, Hardjanto,
Seminar KB [Editor]. Bogor: IPB Press. Hlm 29-66.
Sumodiningrat G. 2009. Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa. Menanggulangi
Kemiskinan dengan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat. Dalam : Adhi AS
[Editor]. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Supranto J. 2004. Analisis Multivariat. Arti dan Interpretasi. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta.
140

Suriyanto A. 2009. Evaluasi Pelaksanaan Program Nasional dan Pemberdayaan


Masyarakat Program Pengembangan Kecamatan di Kecamatan Noyan
Kabupaten Sanggau. J Ilmu Adm 6(4): 338-354.
Swallow B. 2005. Potential for Poverty Reduction Strategies to Address
Community Priorities: Case Study of Kenya . World Dev 33(2): 301–321.
www.elsevier.com/locate/worlddev. [01 Jun 2010].
Tarigan R. 2006. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Ed ke-2. Jakarta: Bumi
Aksara.
Tambunan, TTH. 2001. Perekonomian Indonesia. Teori dan Temuan Empiris.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
_____________. 2003. Perekonomian Indonesia. Beberapa Masalah Penting.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
_____________. 2009. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Thamrin, Sutjahyo HS, Herison C, Sabiham S. 2007. Analisis Keberlanjutan
Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia untuk Pengembangan
Kawasan Agropolitan (Studi Kasus Kecamatan Dekat Perbatasan Kabupaten
Bengkayang). J Agro Ekon 25(2): 103-124.
[MDGs] Tim Penyusunan Laporan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs)
Indonesia Tahun 2009. 2009. Laporan Perkembangan Pencapaian
Millennium Development Goals Indonesia 2009. Jakarta: Kementerian
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Todaro M. 1989. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.
________. 1995. Economic Development. Ed ke-5. London: Longman Group UK
Limited.
Todaro M, Smith SC. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi ke-8.
Jakarta: Erlangga.
Yudhoyono SB, Harniati. 2004. Pengurangan Kemiskinan di Indonesia. Jakarta:
Brighten Press.
141

LAMPIRAN
142

Lampiran 1 Variabel penyusun komponen/penciri hasil Analisis Komponen


Utama
Komponen/
Variabel Penyusun Satuan
Penciri
Idx_Miskf1 Pangsa Keluarga Prasejahtera (KlPS) Kel. KlPSi/ Kel.KlPStot
Pangsa Keluarga Sejahtera I (KlSI) Kel. KlS1i/ Kel.KlS1tot
Idx_Kelmiskf1 Pangsa Keluarga Miskin yang tinggal di bantaran sungai Kel. KlBSi/ Kel.KlBStot
(KlBS)
Pangsa Keluarga Miskin yang tinggal di pemukiman kumuh Kel. KlPKi/ Kel.KlPKtot
(KlPK)
Pangsa Keluarga Miskin yang tinggal di pemukiman sulit Kel. KlIsi/ Kel.KlIstot
dijangkau (KlIs)
Idx_Kelmiskf2 Pangsa Keluarga Miskin yang tinggal di bawah jaringan Kel. KlSui/ Kel.KlSutot
SUTET (KlSu)
Idx_SDMJP Pangsa Penduduk Laki-Laki (PdLk) org PdLki/ org.PdLktot
Pangsa Penduduk Perempuan (PdPr) org PdPri/ org.PdPrtot
Idx_SDMPf1 Pangsa kelahiran Laki-Laki (LhLk) org LhLki/ org. LhLktot
Pangsa kelahiran Perempuan (LhPr) org LhPr i/ org. LhPrtot
Pangsa kematian Laki-Laki (MtLk) org.MtLki/org.MtLktot.
Pangsa kematian Perempuan (MtPr) org.MtPri/org.MtPrtot.
Pangsa imigran (Imig) org.Imigi/org.Imigtot.
Pangsa emigran (Emig) org.Emigi/orgEmigtot.
Idx_SDMPPf1 Pangsa Pasangan Usia Subur (PUS) PUSi /PUStot.
Pangsa Peserta KB (PsKB) PsKBi /PsKBtot.
Idx_SDMCf1 Pangsa lokal penduduk Tuna Wicara (TWic) org.TWici /org.TWictot.
Pangsa lokal penduduk Tuna Daksa (TDak) org.TDaki/org.TDaktot.
Pangsa lokal penduduk Tuna Mental (TMen) org.TMeni/org.TMentot.
Idx_SDMCf2 Pangsa penduduk cacat eksKusta (TKus) org.TKusi /org.TKustot.
Idx_SDSTKesf1 Pangsa Dokter Laki-laki (DrLk) org.DrLki/org.DrLktot.
Pangsa Dokter Perempuan (DrPr) org.DrPri/org.DrPrtot.
Pangsa Dokter Gigi (Drg) org.Drgi/org.Drgtot.
Pangsa Bidan (Bid) org.Bidi/org.Bidtot.
Idx_SDSTKesf2 Pangsa Dukun Bayi (DkBy) org.DkByi /org.DkBytot.
Idx_SDSFKesf1 Pangsa Apotik (Apot) unit Apoti /unit Apottot.
Pangsa Toko Obat (TOb) unit TObi /unit TObtot.
Idx_SDSFKesf2 Pangsa Polindes (Plds) unit Pldsi/ unit Pldstot.
Idx_SDSAskes Pangsa Surat Miskin yang dikeluarkan (SM) SMi/SMtot.
Pangsa Peserta ASKESKIN (ASK) ASKi/ASKtot.
Idx_SDSWf1 Pangsa penderita Malaria (Mal) org.Mali/org.Maltot.
Pangsa penderita wabah lainnya (Wll) org.Wlli / org.Wlltot.
Idx_SDSWf2 Pangsa penderita Campak (Camp) org.Campi / org.Camptot.
Pangsa penderita TBC (TBC) org.TBCi / org.TBCtot.
Idx_SDSWf3 Pangsa penderita ISPA (ISPA) org.TBCi / org.TBCtot.
Idx_SDSWWf1 Pangsa penderita wafat karena Diare (WD) org.WDi/ org.WDtot.
Pangsa penderita wafat karena Campak (WC) org.WCi/ org.WCtot.
Idx_SDSWWf2 Pangsa penderita wafat karena wabah lainnya (WL) org.WLi / org.WLtot.
Idx_SDSWWf3 Pangsa penderita wafat karena DBD (WDBD) org.WDBDi/ org.WDBDtot.
Pangsa penderita wafat karena Malaria (WM) org.WMi/ org.WMtot.
Idx_SDSTDik Pangsa lokal jumlah Guru TK (GTK) org.GTKi / org.GTKtot.
Pangsa lokal jumlah Guru SD (GSD) org.GSDi/ org.GSDtot.
Pangsa lokal jumlah Guru SLTP (GSMP) org.GSMPi / org.GSMPtot.
Pangsa lokal jumlah Guru SMA org.GSMAi/ org.GSMAtot.
Pangsa lokal jumlah Guru SMK org.GSMKi/ org.GSMKtot.
143

Lampiran 1 (lanjutan)
Komponen/Penciri Variabel Penyusun Satuan
Idx_SDSFDDf1 Pangsa TK Swasta (TKS) unit.TKSi/ unit.TKStot.
Pangsa SD Negeri (SDN) unit.SDNi / unit.SDNtot.
Pangsa SD Swasta (SDS) unit.SDSi / unit.SDStot.
Pangsa SLTP Negeri (SMPN) unit.SMPNi / unit.SMPNtot.
Pangsa SLTP Swasta (SMPS) unit.SMPSi / unit.SMPStot.
Idx_SDSFDDf2 Pangsa TK Negeri (TKN) unit.TKNi/ unit.TKNtot.
Idx_SDSFDMTf1 Pangsa SMU Swasta (SMUS) unit.SMUSi / unit.SMUStot.
Pangsa SMK Swasta (SMKS) unit.SMKSi / unit.SMKStot.
Pangsa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) unit.PTSi/ unit.PTStot.
Idx_SDSFDMTf2 Pangsa SMU Negeri (SMUN) unit.SMUNi / unit.SMUNtot.
Pangsa SMK Negeri (SMKN) unit.SMKNi / unit.SMKNtot.
Pangsa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) unit.PTNi/ unit.PTNtot.
Idx_SDSFDFLf1 Pangsa SLB Swasta (SLBS) unit.SLBSi / unit.SLBStot.
Pangsa Pesantren (PesS) unit.PesSi/ unit.PesStot.
Pangsa Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) unit.MISi/ unit.MIStot.
Idx_SDSFDFLf2 Pangsa Sekolah Seminari Swasta (SemS) unit.SemSi / unit.SemStot.
Idx_SDMFDLPf1 Pangsa Lembaga Pendidikan/Ketrampilan Komputer (Komp) unit.Kompi/ unit.Komptot.
Pangsa Lembaga Pendidikan/Ketrampilan Menjahit (Jah) unit.Jahi/ unit.Jahtot.
Pangsa Lembaga Pendidikan/Ketrampilan Kecantikan (Can) unit.Cani/ unit.Cantot.
Pangsa Lembaga Pendidikan/Ketrampilan Montir (Mon) unit.Moni/ unit.Montot.
Pangsa Lembaga Pendidikan/Ketrampilan Elektronik (Elek) unit.Eleki / unit.Elektot.
Idx_SDMFDLPf2 Pangsa Lembaga Pendidikan/Ketrampilan lainnya (KL) unit.KLi / unit.KLtot.
Idx_SDSAPD Ratio kepala desa per penduduk (Kdes) org.Kdesi / org.pddki.
Ratio sekretaris desa per penduduk (Sdes) org.Sdesi / org.pddki.
Ratio ketua BPD per penduduk (BPdes) org.BPdesi / org.pddki.
Ratio ketua LPMD per penduduk (LPdes) org.LPdesi/ org.pddki.
Idx_SDSApkamf1 Ratio Bantuan Bintara Desa (Babinsa) per pernduduk (Bbs) org.Bbsi / org.pddki.
Ratio Polisi Pelayanan Masyarakat per penduduk (PPM) org.PPMi/ org.pddki.
Idx_SDSApkamf2 Ratio Hansip/Linmas per penduduk (HL) org.HLi / org.pddki.
Idx_SDSFIf1 Pangsa Mesjid (Mesj) unit.Mesji / unit.Mesjtot.
Pangsa Surau (Sur) unit.Suri/ unit.Surtot.
Idx_SDSFIf2 Pangsa Gereja Kristen (Kr) unit.Kri/ unit.Krtot.
Pangsa Gereja Katolik (Kt) unit.Kti/ unit.Kttot.
Idx_SDSKf1 Pangsa lokal konflik antar warga (Kwar) Kwari /Kwartot.
Pangsa lokal konflik warga antar desa (Kdes) Kdesi /Kdestot.
Idx_SDSKf2 Pangsa lokal konflik antar warga dengan aparat keamanan Kkami/Kkamtot.
(Kkam)
Pangsa lokal konflik warga lainnya (Kla) Klai/Klatot.
Idx_AEPadi Pangsa lokal luas panen padi sawah (psaw) ha.psawi/ha.psawtot.
Pangsa lokal luas panen padi ladang (plad) ha.pladi /ha.pladtot.
Idx_AEPangf1 Pangsa produksi Ubi Kayu (UK) ton.UKi /ton.UKtot
Idx_AEPangf2 Pangsa produksi Kacang Hijau (KHij) ton.KHiji /ton.KHijtot
Idx_AEPangf3 Pangsa produksi Jagung (Jag) ton.Jagi/ton.Jagtot
Idx_AEBunf1 Pangsa lokal produksi kopi (Kop) ton.Kopi/ton.Koptot
Pangsa lokal produksi tanaman perkebunan lainnya (Kln) ton.Klni/ton.Klntot
Idx_AEBunf2 Pangsa lokal produksi karet (Kar) ton.Kari/ton.Kartot
Pangsa lokal produksi kelapa sawit (Ksaw) ton.Ksawi /ton.Ksawtot
144

Lampiran 1 (lanjutan)
Komponen/Penciri Variabel Penyusun Satuan
Idx_AEBunf3 Pangsa lokal produksi lada (lad) ton.ladi/ton.ladtot
Pangsa lokal produksi kakao (kao) ton.kaoi /ton.kaotot
Idx_AEBunf4 Pangsa lokal produksi kelapa hybrida (khyb) ton.khybi /ton.khybtot
Idx_AETBf1 Pangsa lokal populasi ternak sapi (sapi) ekor.sapii/ekor.sapitot
Idx_AETBf2 Pangsa lokal populasi ternak babi (babi) ekor.babii/ekor.babitot
Idx_AETUf21 Pangsa lokal populasi ayam telur (aytl) ekor.aytli /ekor.aytltot
Idx_AETUf2 Pangsa lokal populasi itik (itik) ekor.itiki/ekor.itiktot
Idx_AEIRTf1 Pangsa lokal Industri makanan dan minuman (InMM) unit.InMMi/unit.InMMtot
Pangsa lokal Industri kecil/ rumah tangga lainnya (InLL) unit.InLLi /unit.InLLtot
Idx_AEIRTf2 Pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan kayu (Kkay) unit.InKkayi /unit.Kkayot
Pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan logam (Klog) unit.InKlogi/unit.Klogtot
Idx_AEIRTf3 Pangsa lokal kerajinan rumah tangga berbahan kulit (Kkul) unit.InKkuli/unit.Kkultot
Idx_AEDHRf1 Pangsa lokal pasar tradisional (ptrad) unit.ptradi/unit.ptradtot
Pangsa lokal minimarket (mmar) unit.mmari/unit.mmartot
Pangsa lokal restoran (rest) unit.resti/unit.resttot
Idx_AEDHRf2 Pangsa lokal motel/penginapan lain (mot) unit.moti/unit.mottot
Idx_AEDHRf3 Pangsa lokal kios tani non KUD (OsnKU) unit.OsnKUi /unit.OsnKUtot
Idx_AEKopr Pangsa lokal koperasi non KUD (OpnKU) unit.OpnKUi/unit.OpnKUtot
Idx_AEIUD Pangsa lokal jumlah perdagangan besar (DB) unit.DBi/unit.DBtot
Pangsa lokal jumlah perdagangan menengah (DM) unit.DMi/unit.DMtot
Pangsa lokal jumlah perdagangan kecil (DK) unit.DKi/unit.DKtot
Idx_AELahf1 Pangsa luasan sawah beririgasi teknis (IrT) ha.IrTi/ha.IrTtot
Pangsa luasan sawah beririgasi non-teknis (IrnT) ha.IrnTi/ha.IrnTtot
Idx_AELahf2 Pangsa luasan lahan pertanian non sawah (nSaw) ha.nSawi/ha.nSawtot
Pangsa luasan lahan non pertanian (nTan) ha.nTani/ha.nTantot
145

Lampiran 2 Factor score untuk penciri konfigurasi sebaran keluarga miskin


Idx_Misk Idx_Kel Idx_Kel
Kabupaten Kecamatan
f1 miskf1 miskf2
Sambas Selakau -0,11776 -0,02759 -0,127393
Sambas Selakau Tua -0,80555 -0,48080 -0,266526
Sambas Pemangkat -0,69622 -0,22884 -0,022007
Sambas Semparuk 0,61362 -0,20012 0,001488
Sambas Salatiga -0,59537 -0,37024 -0,141820
Sambas Tebas 0,30629 0,82421 0,344116
Sambas Tekarang -0,81405 -0,35936 -0,128765
Sambas Sambas -0,29765 0,35164 -0,114883
Sambas Subah -0,36266 -0,28879 -0,091816
Sambas Sebawi -0,59094 -0,30153 -0,176308
Sambas Sajad -0,63490 -0,30847 -0,252600
Sambas Jawai 0,02741 0,23796 0,089863
Sambas Jawai selatan -0,48604 -0,01777 -0,164486
Sambas Teluk Keramat -0,21491 0,22484 0,045033
Sambas Galing -0,71358 -0,25636 0,183497
Sambas Tangaran -0,66149 -0,16368 -0,072554
Sambas Sejangkung -0,41770 0,23902 -0,283854
Sambas Sajingan Besar -0,85173 -0,37994 -0,253945
Sambas Paloh -0,68809 -0,15841 -0,042454
Bengkayang Sungai'Raya -0,68255 -0,37027 -0,166771
Bengkayang Capkala -0,93557 0,47642 -0,586223
Bengkayang Sungai'Raya Kepulauan -0,97658 -0,25036 -0,063147
Bengkayang Samalantan -0,99911 -0,41924 -0,177748
Bengkayang Monterado -0,88386 -0,17971 0,018182
Bengkayang Lembah Bawang -1,02607 -0,51979 -0,264837
Bengkayang Bengkayang -0,84877 1,01071 -0,674939
Bengkayang Teriak -1,00243 -0,41487 -0,174175
Bengkayang Sungai Betung -0,98914 -0,47941 -0,251887
Bengkayang Ledo -0,88682 -0,45376 -0,205983
Bengkayang Suti Semarang -0,96143 -0,55925 -0,292269
Bengkayang Lumar -1,03789 -0,53674 -0,273857
Bengkayang Sanggau Ledo -0,99541 -0,37781 -0,250991
Bengkayang Tujuhbelas -0,97695 -0,55076 -0,285330
Bengkayang Seluas -0,31095 -0,39881 -0,185090
Bengkayang Jagoi Babang -0,68550 -0,38899 -0,305644
Bengkayang Siding -0,67885 -0,11499 -0,390312
Landak Sebangki 1,02495 -0,30458 -0,115110
Landak Ngabang 2,81157 1,38277 -0,279607
Landak Jelimpo -0,00658 0,33465 -0,276044
Landak Sengah Temila 3,42019 0,23418 0,289233
Landak Mandor 0,97811 -0,02730 -0,017829
Landak Menjalin 0,31265 -0,42478 -0,185741
Landak Mempawah Hulu 1,12176 -0,18145 0,014677
Landak Sompak -0,01672 0,05250 -0,387881
Landak Menyuke -0,03794 -0,24271 -0,067274
Landak Banyuke Hulu -0,60909 -0,44924 -0,247981
Landak Meranti -0,55597 -0,35781 -0,246920
Landak Kuala Bbehe -0,18633 -0,40087 -0,175877
Landak Air Besar 0,28214 0,02280 -0,108329
Pontianak Siantan 1,39510 -1,12055 9,072799
Pontianak Segedong -0,52240 -0,25459 -0,070294
Pontianak Sungai Pinyuh 3,28013 0,30499 1,223737
Pontianak Anjongan -0,33841 -0,33869 -0,115325
Pontianak Mempawah Hilir 0,36813 -0,29101 0,865905
146

Lampiran 2 (lanjutan)
Idx_Misk Idx_Kel Idx_Kel
Kabupaten Kecamatan
f1 miskf1 miskf2
Pontianak Mempawah Timur -0,34693 0,88856 -0,327435
Pontianak Sungai Kunyit -0,45095 0,21033 -0,189108
Pontianak Toho -0,31791 -0,37212 -0,139207
Pontianak Sadaniang -0,43327 -0,45888 -0,210173
Sanggau Toba -0,62529 -0,25271 -0,247835
Sanggau Meliau 0,43483 1,10264 -0,077024
Sanggau Kapuas 0,42708 0,42608 0,201470
Sanggau Mukok 2,10688 -0,29177 -0,086637
Sanggau Jangkang 0,07173 -0,21176 -0,049577
Sanggau Bonti -0,04394 -0,22154 -0,062754
Sanggau Parindu -0,18203 0,30662 -0,096931
Sanggau Tayan Hilir 0,14561 -0,03608 -0,066835
Sanggau Balai -0,15285 -0,28599 -0,099561
Sanggau Tayan Hulu 0,14028 -0,17674 -0,174619
Sanggau Kembayan 0,35722 0,23445 -0,249126
Sanggau Beduwai 0,18657 -0,05072 -0,277287
Sanggau Noyan -0,68065 -0,19600 -0,340291
Sanggau Sekayam -0,69474 -0,19046 0,009388
Sanggau Entikong -0,68899 -0,35688 -0,243736
Ketapang Kendawangan 0,40787 -0,02579 0,013237
Ketapang Manis Mata -0,84434 1,20770 -0,124272
Ketapang Marau -0,48678 -0,32524 -0,157625
Ketapang Singkup -0,76603 -0,46376 -0,220046
Ketapang Air Upas -0,93631 -0,40538 -0,166412
Ketapang Jelai Hulu -0,46386 -0,18507 0,127838
Ketapang Tumbang Titi 0,90899 0,15627 -0,085817
Ketapang Pemahan -0,65390 -0,47562 -0,266093
Ketapang Sungai Melayu Rayak 2,26691 -0,44733 -0,222184
Ketapang Matan Hilir Selatan 0,21529 0,01922 -0,012947
Ketapang Benua Kayong -0,75332 -0,03459 -0,120885
Ketapang Matan Hilir Utara -0,54529 -0,41815 -0,176854
Ketapang Delta Pawan -0,17945 1,51744 -0,147199
Ketapang Muara Pawan -0,47933 -0,21921 -0,204916
Ketapang Nanga Tayap 0,45657 -0,03370 0,095034
Ketapang Sandai -1,06375 -0,04735 0,072793
Ketapang Hulu Sungai -0,92893 -0,35833 -0,289581
Ketapang Sungai Laur -0,63711 0,64424 -0,412444
Ketapang Simpang Hulu -0,24145 0,23031 -0,004009
Ketapang Simpang Dua -0,07800 -0,08059 -0,303813
Sintang Serawai 1,75653 -0,08038 -0,034877
Sintang Ambalau -0,23444 -0,29244 -0,129068
Sintang Kayan Hulu 1,84572 0,86613 -0,340664
Sintang Sepauk 2,93328 0,89851 0,179092
Sintang Tempunak -0,00857 -0,14266 -0,032858
Sintang Sungai Tebelian 0,71134 -0,16333 0,031578
Sintang Sintang -0,13917 0,21062 0,218034
Sintang Dedai 1,10609 1,94355 -0,769185
Sintang Kayan Hilir 1,51734 -0,17435 0,021181
Sintang Kelam Permai -0,00627 -0,34238 -0,119379
Sintang Binjai Hulu 0,15592 -0,46649 -0,287015
Sintang Ketungau Hilir 1,40793 -0,27476 -0,097641
Sintang Ketungau Tengah 0,94326 -0,07951 0,100140
Sintang Ketungau Hulu 0,11923 -0,29343 -0,074836
Kapuas Hulu Silat Hilir -0,05383 -0,33515 -0,156384
147

Lampiran 2 (lanjutan)
Idx_Misk Idx_Kel Idx_Kel
Kabupaten Kecamatan
f1 miskf1 miskf2
Kapuas Hulu Silat Hulu 0,30817 -0,36151 -0,236105
Kapuas Hulu Hulu Gurung 0,02606 -0,31695 -0,252620
Kapuas Hulu Bunut Hulu 0,22589 -0,33114 -0,217490
Kapuas Hulu Mentebah 0,22925 -0,42109 -0,179259
Kapuas Hulu Bika -0,75756 -0,53534 -0,273056
Kapuas Hulu Kalis -0,37723 -0,36721 -0,191608
Kapuas Hulu Putussibau Selatan 1,29502 -0,47513 -0,250812
Kapuas Hulu Hulu Kapuas -0,98914 -0,52171 -0,261560
Kapuas Hulu Embaloh Hilir -0,04721 -0,41197 -0,292262
Kapuas Hulu Bunut Hilir 0,33006 -0,22358 -0,285972
Kapuas Hulu Boyan Tanjung -0,47178 -0,44608 -0,238818
Kapuas Hulu Pengkadan -0,99541 -0,43797 -0,193067
Kapuas Hulu Jongkong 1,17773 -0,25446 -0,228154
Kapuas Hulu Selimbau -0,31095 -0,48584 -0,232226
Kapuas Hulu Danau Sentarum -0,68550 -0,55076 -0,285330
Kapuas Hulu Suhaid -0,67885 -0,31061 -0,393505
Kapuas Hulu Seberuang -1,03789 -0,49449 -0,239302
Kapuas Hulu Semitau -0,84858 -0,25024 -0,310545
Kapuas Hulu Empanang -0,20832 -0,55404 -0,288009
Kapuas Hulu Puring Kencana -0,46757 -0,57050 -0,301474
Kapuas Hulu Badau -0,76492 -0,42155 -0,274479
Kapuas Hulu Batang Lupar -0,99541 -0,52859 -0,267194
Kapuas Hulu Embaloh Hulu -0,97695 -0,48230 -0,272254
Kapuas Hulu Putussibau Utara 1,79919 0,25831 -0,361532
Sekadau Nanga Mahap -0,35625 0,71206 -0,376341
Sekadau Nanga Taman 0,52618 -0,29028 1,762324
Sekadau Sekadau Hulu -0,05583 -0,12433 -0,195789
Sekadau Sekadau Hilir 0,24882 0,68384 0,103991
Sekadau Belitang Hilir 0,49954 0,06455 -0,186439
Sekadau Belitang 1,62759 -0,31073 -0,245107
Sekadau Belitang Hulu -0,29801 -0,36440 -0,132887
Melawi Sokan -0,30481 -0,11720 -0,170223
Melawi Tanah Pinoh -0,35625 -0,32676 -0,145023
Melawi Tanah Pinoh Barat 0,52618 -0,35740 -0,181508
Melawi Sayan -0,05583 -0,14432 0,037092
Melawi Belimbing 0,24882 0,02528 -0,129526
Melawi Belimbing Hulu 0,49954 -0,41126 -0,171221
Melawi Nanga Pinoh 0,41600 0,28774 0,127199
Melawi Pinoh Selatan -0,29801 -0,40394 -0,183920
Melawi Pinoh Utara 1,75444 -0,36712 -0,153117
Melawi Ella Hilir 1,69175 -0,22867 -0,149945
Melawi Menukung -0,19894 -0,28722 -0,075641
Kayong Utara Pulau Maya Karimata -0,82661 1,58213 -0,736661
Kayong Utara Sukadana -0,61754 -0,22896 -0,024871
Kayong Utara Simpang Hilir -0,50672 0,32553 -0,141447
Kayong Utara Teluk Batang -0,71204 0,26709 -0,310198
Kayong Utara Seponti -0,64648 0,06083 -0,308114
Kubu Raya Batu Ampar 0,53075 0,21756 0,086058
Kubu Raya Terentang -0,12389 -0,45062 -0,209994
Kubu Raya Kubu -0,33031 -0,01754 0,116908
Kubu Raya Telok Pa'kedai -0,32166 0,18639 -0,189888
Kubu Raya Sungai Kakap 1,82857 1,45788 6,793381
Kubu Raya Rasau Jaya -0,20167 -0,11305 -0,174598
Kubu Raya Sungai Raya 6,19905 11,40634 -0,542638
148

Lampiran 2 (lanjutan)
Idx_Misk Idx_Kel Idx_Kel
Kabupaten Kecamatan
f1 miskf1 miskf2
Kubu Raya Sungai Ambawang -0,26921 0,80478 0,506596
Kubu Raya Kuala Mandor-B -0,61606 -0,22179 -0,172355
Kota Pontianak Pontianak Selatan -0,37337 -0,03493 -0,402102
Kota Pontianak Pontianak Tenggara -0,80223 -0,47755 -0,318903
Kota Pontianak Pontianak Timur 1,03360 0,91787 1,285325
Kota Pontianak Pontianak Barat 0,55230 1,22741 0,568030
Kota Pontianak Pontianak Kota 0,17036 1,55637 -0,450394
Kota Pontianak Pontianak Utara 0,80015 0,63239 5,353274
Kota Singkawang Singkawang Selatan -0,14879 -0,16780 0,020651
Kota Singkawang Singkawang Timur -0,59574 -0,30207 -0,152869
Kota Singkawang Singkawang Utara -0,58799 -0,26622 -0,099302
Kota Singkawang Singkawang Barat -0,57580 -0,39507 -0,219938
Kota Singkawang Singkawang Tengah -0,09855 0,14544 0,176419
149

Lampiran 3 Distribusi klaster konfigurasi sebaran keluarga miskin di tingkat


kecamatan
Klaster Nama Kecamatan
I Sebangki, Ngabang, Sengah Temila, Mandor, Mempawah Hulu,
Sungai Pinyuh, Mukok, Tumbang Titi, Sungai Melayu Rayak,
Serawai, Kayan Hulu, Sepauk, Dedai, Kayan Hilir, Ketungau Hilir,
Ketungau Tengah, Putussibau Selatan, Jongkong, Putussibau Utara,
Belitang, Pinoh Utara, Ella Hilir, Sungai Raya, Pontianak Timur,
Pontianak Barat
II Siantan, Sungai Kakap, Pontianak Utara
III Selakau, Selakau Tua, Pemangkat, Semparuk, Salatiga, Tebas,
Tekarang, Sambas, Subah, Sebawi, Sajad, Jawai, Jawai Selatan, Teluk
Keramat, Galing, Tangaran, Sejangkung, Sajingan Besar, Paloh,
Sungai’Raya, Capkala, Sungai’Raya Kepulauan, Samalantan,
Monterado, Lembah Bawang, Bengkayang, Teriak, Sungai Betung,
Ledo, Suti Semarang, Lumar, Sanggau Ledo, Tujuh Belas, Seluas,
Jagoi Babang, Siding, Jelimpo, Menjalin, Sompak, Menyuke, Banyuke
Hulu, Meranti, Kuala Behe, Air Besar, Segedong, Anjongan,
Mempawah Timur, Mempawah Hilir, Sungai Kunyit, Toho,
Sadaniang, Toba, Meliau, Kapuas, Jangkang, Bonti, Parindu, Tayan
Hilir, Balai, Tayan Hulu, Kembayan, Beduwai, Noyan, Sekayam,
Entikong, Kendawangan, Manis Mata, Marau, Singkup, Air Upas,
Jelai Hulu, Pemahan, Matan Hilir Selatan, Benua Kayong, Matan Hilir
Utara, Delta Pawan, Muara Pawan, Nanga Tayap, Sandai, Hulu
Sungai, Sungai Laur, Simpang Hulu, Simpang Dua, Ambalau,
Tempunak, Sungai Tebelian, Sintang, Kelam Permai, Binjai Hulu,
Ketungau Hulu, Silat Hilir, Silat Hulu, Hulu Gurung, Bunut Hulu,
Mentebah, Bika, Kalis, Hulu Kapuas, Embaloh Hilir, Bunut Hilir,
BiyanTanjung, Pengkadan, Selimbau, Danau Sentarum, Suhaid,
Seberuang, Semitau, Empanang, Puring Kencana, Badau, Batang
Lumpar, Embaloh Hulu, Nanga Mahap, Nanga Taman, Sekadau Hulu,
Sekadau Hilir, Belitang hilir, Belitang Hulu, Sokan, Tanah Pinoh,
Tanah Pinoh Barat, Sayan, Belimbing, Belimbing Hulu, Nanga Pinoh,
Pinoh Selatan, Menukung, Pulau Maya Karimata, Sukadana, Simpang
Hilir, Teluk Batang, Seponti, Batu Ampar, Terentang, Kubu, Telok
Pa’kedai, rasau Jaya, Sungai Ambawang, Kuala mandor-B, Pontianak
Selatan, Pontianak Tenggara, Pontianak Kota, Singkawang Selatan,
Singkawang Timur, Singkawang Utara, Singkawang Barat,
Singkawang Tengah
150

Lampiran 4 Factor score untuk penciri konfigurasi sebaran jumlah penduduk


Idx_SDM Idx_SDM Idx_SDM Idx_SDM Idx_SDMJ
Kabupaten Kecamatan Pf1 PPf1 Cf1 Cf2 P
Sambas Selakau -0,10108 -0,12933 -0,40674 -0,38636 0,330321
Sambas Selakau Tua 0,46489 -0,91468 -1,26176 -0,20820 -0,684464
Sambas Pemangkat -1,39324 0,93457 -0,38009 -0,07720 1,302144
Sambas Semparuk -0,46319 0,04908 -0,32525 -0,29963 0,090660
Sambas Salatiga 0,30361 -0,45466 -0,46699 -0,36088 -0,430889
Sambas Tebas -1,73066 1,69769 3,92665 1,78966 1,871342
Sambas Tekarang 0,27307 -0,39659 0,04476 -0,08976 -0,445735
Sambas Sambas -1,36195 0,90753 0,88554 0,78326 0,817877
Sambas Subah 0,22937 -0,18566 0,44580 0,08659 -0,258046
Sambas Sebawi 0,07111 -0,43021 -0,08032 0,36578 -0,380822
Sambas Sajad 0,36655 -0,71468 -0,58221 -0,10971 -0,655124
Sambas Jawai -0,74968 1,45133 0,83269 0,50478 0,568765
Sambas Jawai selatan -0,05664 0,66157 -0,20641 -0,17718 -0,203250
Sambas Teluk Keramat -2,14588 1,65851 2,77464 0,88027 1,653534
Sambas Galing 0,04946 -0,37586 -0,07154 -0,17570 -0,230397
Sambas Tangaran -0,07676 -0,11458 -0,22721 -0,24329 -0,147221
Sambas Sejangkung 0,06159 0,07917 0,23405 0,11055 -0,105846
Sambas Sajingan Besar 0,54117 -1,04370 -0,72642 -0,29911 -0,704796
Sambas Paloh 0,12937 0,06243 -0,45074 -0,18210 -0,098091
Bengkayang Sungai'Raya 0,37380 -0,32996 -0,49078 0,06696 -0,040553
Bengkayang Capkala 0,68346 -1,16957 -1,24339 -0,20145 -0,758753
Bengkayang Sungai'Raya Kepulauan 0,43714 -0,68019 -1,26646 -0,17635 -0,123753
Bengkayang Samalantan 0,22101 -0,60349 -0,02396 0,27843 -0,295259
Bengkayang Monterado 0,38829 0,66319 -0,04629 -0,63933 -0,055640
Bengkayang Lembah Bawang 0,74864 -1,06318 -1,23879 -0,23897 -0,804013
Bengkayang Bengkayang 0,78104 0,48747 0,08628 0,55053 -0,100363
Bengkayang Teriak 0,31010 -0,74745 0,88409 0,25663 -0,498959
Bengkayang Sungai Betung 0,49104 -1,06998 -0,21797 0,20201 -0,662189
Bengkayang Ledo 0,75082 -0,75541 -0,10583 0,01080 -0,585923
Bengkayang Suti Semarang 0,79249 -1,16467 -0,89870 -0,23347 -0,876906
Bengkayang Lumar 0,55571 -1,04826 -0,98820 -0,10661 -0,818667
Bengkayang Sanggau Ledo 0,31729 -0,45850 -0,66041 -0,36833 -0,587345
Bengkayang Tujuhbelas 0,48831 -0,81857 -1,05208 -0,23521 -0,599315
Bengkayang Seluas 0,61946 -0,30301 -0,95230 -0,34507 -0,485065
Bengkayang Jagoi Babang 0,51638 -0,75199 -0,78187 -0,23862 -0,809605
Bengkayang Siding 0,31220 -0,96956 -0,55255 -0,25080 -0,776440
Landak Sebangki 0,58879 -0,42413 0,59165 -0,41748 -0,321347
Landak Ngabang -0,65064 2,14012 2,69952 0,15242 1,173445
Landak Jelimpo -0,02804 0,00833 1,14143 -0,36379 -0,067133
Landak Sengah Temila 0,02697 1,48789 3,02536 -0,59704 1,327714
Landak Mandor -0,19399 0,57504 0,86083 -0,04670 0,107526
Landak Menjalin 0,31335 -0,27693 0,03671 -0,15032 -0,248708
Landak Mempawah Hulu -0,14724 -0,01125 1,24697 0,23986 0,407047
Landak Sompak -0,00208 0,57885 -0,29590 -0,25005 -0,451930
Landak Menyuke 0,79732 0,32807 0,19437 -0,87523 0,137113
Landak Banyuke Hulu 0,50471 -0,62629 -0,01829 -0,13375 -0,522969
Landak Meranti 0,59337 -0,73766 -0,33601 -0,34856 -0,639326
Landak Kuala Bbehe 0,80580 -0,57811 -1,10220 -0,11846 -0,463382
Landak Air Besar 0,34743 0,89443 2,21726 -0,98017 -0,118662
Pontianak Siantan -0,13115 0,88013 -0,45523 1,31001 0,428716
Pontianak Segedong 0,27534 -0,15315 -0,35923 0,45138 -0,179210
Pontianak Sungai Pinyuh -1,30414 1,34119 0,02751 0,09254 1,068747
Pontianak Anjongan 0,49582 -0,74253 -0,82052 -0,15498 -0,471144
Pontianak Mempawah Hilir -0,32584 0,10483 0,15324 0,26076 0,423516
Pontianak Mempawah Timur 0,09944 0,01069 0,50537 0,00844 0,021849
151

Lampiran 4 (lanjutan)
Idx_SDM Idx_SDM Idx_SDM Idx_SDM Idx_SDMJ
Kabupaten Kecamatan Pf1 PPf1 Cf1 Cf2 P
Pontianak Sungai Kunyit -0,07004 0,00248 0,36381 1,17677 -0,098880
Pontianak Toho 0,19497 -0,33561 -0,72245 0,05345 -0,284572
Pontianak Sadaniang 0,57788 -0,69503 -1,00072 0,00308 -0,638164
Sanggau Toba 0,44608 -0,46191 -1,00443 -0,16492 -0,559753
Sanggau Meliau 0,11264 1,58168 1,26485 -0,55569 0,723497
Sanggau Kapuas -0,15564 2,21976 1,02363 -0,91583 1,872382
Sanggau Mukok 0,48057 -0,36288 -0,61829 -0,17316 -0,385693
Sanggau Jangkang 0,62663 0,02297 0,33409 0,43273 0,043669
Sanggau Bonti 0,24571 -1,25114 0,06561 -0,61285 -0,236408
Sanggau Parindu -0,95474 0,67067 1,35010 -0,38338 0,180604
Sanggau Tayan Hilir 0,33638 -1,25114 -1,32789 -0,16385 0,168613
Sanggau Balai -0,19455 0,53652 -0,46142 0,28654 -0,086246
Sanggau Tayan Hulu -0,71580 0,44942 2,32716 0,28013 0,100605
Sanggau Kembayan 0,20308 -0,56524 0,19689 -0,29217 0,009076
Sanggau Beduwai 0,54134 -0,27991 -0,49556 -0,16815 -0,556560
Sanggau Noyan 0,47904 -0,63961 -1,00840 -0,31904 -0,651079
Sanggau Sekayam -0,96759 0,83079 -0,69437 -0,29844 0,095491
Sanggau Entikong 0,36117 -0,54490 1,06577 0,74868 -0,445787
Ketapang Kendawangan 0,06623 0,74461 0,35469 3,67207 0,347093
Ketapang Manis Mata -0,06558 -0,34687 0,29301 -0,68766 0,041926
Ketapang Marau 0,39345 -0,11942 -0,00894 1,91562 -0,515228
Ketapang Singkup 0,48421 -0,59714 -0,90284 -0,09952 -0,752059
Ketapang Air Upas 0,42286 -0,44536 -0,83801 -0,34906 -0,458714
Ketapang Jelai Hulu 0,40861 -0,50263 0,47629 -0,07576 -0,403666
Ketapang Tumbang Titi 0,06142 0,69662 2,03400 0,54161 -0,053747
Ketapang Pemahan 0,67965 -0,82920 -1,14395 0,01359 -0,796596
Ketapang Sungai Melayu Rayak 0,55263 -0,36405 -1,00273 0,03922 -0,613181
Ketapang Matan Hilir Selatan 0,21393 0,46548 -0,14709 0,66311 0,124827
Ketapang Benua Kayong 0,32795 0,60179 -0,30120 0,46929 0,268762
Ketapang Matan Hilir Utara 0,37572 -0,54879 -0,97735 -0,02582 -0,405692
Ketapang Delta Pawan -0,59765 1,38403 0,09948 0,14389 1,622094
Ketapang Muara Pawan 0,67540 -0,35386 -0,56209 -0,28891 -0,521494
Ketapang Nanga Tayap 0,41569 0,41863 1,12041 0,72058 0,071996
Ketapang Sandai -2,30689 -0,22490 -0,67448 -0,29025 -0,014221
Ketapang Hulu Sungai 0,46852 -0,70826 -1,08362 -0,25377 -0,540279
Ketapang Sungai Laur 0,52341 0,16091 2,06063 0,04482 -0,376502
Ketapang Simpang Hulu 0,18448 -0,01005 1,89358 -0,46651 0,136269
Ketapang Simpang Dua 0,52512 -0,77469 -0,49392 -0,15102 -0,699489
Sintang Serawai -0,08847 0,26460 0,09832 -0,43753 -0,114347
Sintang Ambalau 0,24559 -0,35442 0,99792 -0,51171 -0,354850
Sintang Kayan Hulu -0,00410 -0,31708 1,26645 -2,51167 -0,049080
Sintang Sepauk -0,10573 1,58994 1,38216 -0,23061 0,815273
Sintang Tempunak 0,27502 0,14228 -0,31580 -0,63793 0,022380
Sintang Sungai Tebelian 0,37300 0,82687 0,29091 -0,27177 0,120477
Sintang Sintang -1,13980 1,84912 -0,77127 -0,15611 1,076175
Sintang Dedai 0,19310 0,93686 1,59054 0,12920 0,222262
Sintang Kayan Hilir 0,24324 0,18872 0,12594 -0,13780 0,026579
Sintang Kelam Permai 0,33897 -0,20939 0,08322 -0,17922 -0,411735
Sintang Binjai Hulu 0,73614 -0,49501 -1,09702 -0,25147 -0,599668
Sintang Ketungau Hilir 0,09986 -0,23979 -0,09215 -0,37858 -0,259890
Sintang Ketungau Tengah -0,11386 0,17219 0,15071 -0,24416 0,108837
Sintang Ketungau Hulu -0,12916 -0,27121 -0,52556 -0,29968 -0,229700
Kapuas Hulu Silat Hilir 0,26242 0,45668 0,32655 -0,26999 -0,377584
Kapuas Hulu Silat Hulu 0,37335 -0,41982 1,64302 0,68452 -0,600900
Kapuas Hulu Hulu Gurung -0,04961 -0,37530 1,03444 -0,41589 -0,531660
152

Lampiran 4 (lanjutan)
Idx_SDM Idx_SDM Idx_SDM Idx_SDM Idx_SDMJ
Kabupaten Kecamatan Pf1 PPf1 Cf1 Cf2 P
Kapuas Hulu Bunut Hulu 0,27078 -0,71052 -1,16767 -0,26684 -0,518175
Kapuas Hulu Mentebah 0,50722 -0,57239 -0,12288 -0,19790 -0,613036
Kapuas Hulu Bika 0,63704 -1,07274 -0,80056 -0,20553 -0,866471
Kapuas Hulu Kalis 0,61226 -0,48921 0,38341 -0,18743 -0,567678
Kapuas Hulu Putussibau Selatan 0,41778 -0,45383 -0,43277 -0,17027 -0,575558
Kapuas Hulu Hulu Kapuas 0,57588 -0,92762 -0,65082 0,42417 -0,832287
Kapuas Hulu Embaloh Hilir 0,58485 -0,88165 -0,70909 -0,05781 -0,816925
Kapuas Hulu Bunut Hilir 0,48694 -0,72064 -0,54664 -0,06744 -0,669460
Kapuas Hulu Boyan Tanjung 0,64652 -0,54488 -0,26001 -0,03964 -0,619648
Kapuas Hulu Pengkadan 0,60823 -0,89402 -1,20594 -0,21118 -0,719113
Kapuas Hulu Jongkong 0,41700 -0,79324 -0,28403 0,01082 -0,619410
Kapuas Hulu Selimbau 0,51371 -0,67660 -0,66453 -0,00401 -0,647881
Kapuas Hulu Danau Sentarum 0,69376 -1,01343 -1,20522 -0,13097 -0,881951
Kapuas Hulu Suhaid 0,57641 -0,70915 -1,19588 -0,08610 -0,737996
Kapuas Hulu Seberuang 0,70552 -0,63773 -0,31783 -0,28771 -0,579030
Kapuas Hulu Semitau 0,41755 -0,87489 -0,92302 -0,20589 -0,747651
Kapuas Hulu Empanang 0,72751 -1,05552 -0,81851 -0,07099 -0,858079
Kapuas Hulu Puring Kencana 0,70204 -1,05339 -1,07698 -0,10019 -0,967576
Kapuas Hulu Badau 0,47136 -1,03220 -1,11698 -0,16467 -0,801084
Kapuas Hulu Batang Lupar 0,55564 -0,93246 -0,64662 0,05539 -0,850101
Kapuas Hulu Embaloh Hulu 0,67690 -0,65675 -1,06338 -0,13943 -0,848373
Kapuas Hulu Putussibau Utara 0,18005 -0,15897 -0,15131 0,14753 -0,156485
Sekadau Nanga Mahap 0,27177 -1,00611 -0,88052 -0,10352 -0,030670
Sekadau Nanga Taman 0,04053 -0,71928 3,49550 -0,50911 0,026450
Sekadau Sekadau Hulu -0,08167 0,29119 0,26697 -0,42686 0,049150
Sekadau Sekadau Hilir -0,38822 1,41228 1,75807 -0,21939 1,149841
Sekadau Belitang Hilir 0,10828 -0,76030 0,85733 0,08034 -0,199159
Sekadau Belitang 0,44352 -0,74823 -0,54800 -0,03078 -0,584272
Sekadau Belitang Hulu -0,94013 -0,32940 -0,45844 -0,24254 -0,279995
Melawi Sokan 0,46323 -0,20655 0,89469 -0,73165 -0,433864
Melawi Tanah Pinoh -0,07122 -0,26074 0,31254 -0,33009 -0,460178
Melawi Tanah Pinoh Barat 0,38284 -0,38826 1,03260 -0,85327 -0,542123
Melawi Sayan 0,29433 0,33613 0,21338 -0,84181 -0,322744
Melawi Belimbing 0,32031 -0,10909 0,63925 -0,28529 -0,243185
Melawi Belimbing Hulu 0,64392 -0,71029 -0,10281 -0,01949 -0,673056
Melawi Nanga Pinoh -0,03630 1,28593 1,77545 -0,89777 0,769057
Melawi Pinoh Selatan 0,58572 -0,55084 -0,86256 -0,11836 -0,683903
Melawi Pinoh Utara 0,41205 -0,45241 -0,10510 -0,33936 -0,517355
Melawi Ella Hilir 0,23338 -0,60858 -0,26026 0,44033 -0,372712
Melawi Menukung 0,08243 -0,34208 0,92216 -0,56215 -0,328553
Kayong Utara Pulau Maya Karimata -0,07638 -0,38324 -0,41391 -0,04925 -0,193082
Kayong Utara Sukadana 0,16113 0,00188 0,30899 0,21301 -0,147666
Kayong Utara Simpang Hilir 0,50702 -1,00833 -0,12160 0,12929 0,064128
Kayong Utara Teluk Batang 0,45706 -0,24456 0,53865 0,95491 -0,268131
Kayong Utara Seponti 0,48246 -0,65375 -0,65107 -0,40653 -0,609010
Kubu Raya Batu Ampar 0,78902 0,45861 -0,51203 0,01444 0,386073
Kubu Raya Terentang 0,21774 -0,55363 -0,86045 -0,24013 -0,614923
Kubu Raya Kubu -0,24121 0,99288 0,16950 0,00724 0,563964
Kubu Raya Telok Pa'kedai -0,02175 -0,47168 -0,45799 -0,07949 -0,199041
Kubu Raya Sungai Kakap 0,43678 4,18396 0,69947 0,46204 3,079754
Kubu Raya Rasau Jaya 0,03505 0,19402 0,18613 -0,18638 -0,039769
Kubu Raya Sungai Raya -3,81066 5,05503 1,39489 0,26057 6,859582
Kubu Raya Sungai Ambawang -0,50894 1,78648 2,21986 -0,95089 1,668691
Kubu Raya Kuala Mandor-B 0,78634 -0,58530 -0,99909 -0,16398 0,001109
153

Lampiran 4 (lanjutan)
Idx_SDM Idx_SDM Idx_SDM Idx_SDM Idx_SDMJ
Kabupaten Kecamatan Pf1 PPf1 Cf1 Cf2 P
Kota Pontianak Pontianak Selatan -6,53689 0,99294 -0,89569 -0,14446 2,282444
Kota Pontianak Pontianak Tenggara -1,03674 -0,32354 -1,27943 -0,10382 0,272825
Kota Pontianak Pontianak Timur -3,37654 1,30140 -0,07017 -0,31766 2,121966
Kota Pontianak Pontianak Barat -1,94673 1,07632 -0,40731 0,25945 4,025365
Kota Pontianak Pontianak Kota -5,91816 0,97235 -0,05017 0,18110 3,948421
Kota Pontianak Pontianak Utara -2,34745 0,43508 0,03982 -0,15308 3,398786
Kota Singkawang Singkawang Selatan -0,94125 1,74984 -0,54990 11,03488 0,655636
Kota Singkawang Singkawang Timur 0,16033 -0,11358 -0,82004 0,11437 -0,278671
Kota Singkawang Singkawang Utara -0,34220 -0,13721 -0,54471 0,13223 -0,172327
Kota Singkawang Singkawang Barat -2,02005 2,52325 -1,11914 -0,06551 1,472485
Kota Singkawang Singkawang Tengah -1,78742 4,40192 -0,54232 0,37370 1,294088
154

Lampiran 5 Konfigurasi klaster konfigurasi sebaran jumlah penduduk di tingkat


kecamatan
Klaster Nama Kecamatan
I Pemangkat, Tebas, Sambas, Jawai, Teluk Keramat, Ngabang, Sengah
Temila, Sungai Pinyuh, Meliau, Kapuas, Parindu, Tayan Hulu, Delta
Pawan, Sepauk, Sintang, Sekadau Hilir, Nanga Pinoh, Sungai Kakap,
Sungai Raya, Sungai Ambawang, Pontianak Selatan, Pontianak Timur,
Pontianak Barat, Pontianak Kota, Pontianak Utara, Singkawang Barat,
Singkawang Tengah
II Singkawang Selatan
III Selakau, Selakau Tua, Semparuk, Salatiga, Tekarang, Subah, Sebawi,
Sajad, Jawai Selatan, Galing, Tangaran, Sejangkung, Sajingan Besar,
Paloh, Sungai’Raya, Capkala, Sungai’Raya Kepulauan, Samalantan,
Monterado, Lembah Bawang, Bengkayang, Teriak, Sungai Betung,
Ledo, Suti Semarang, Lumar, Sanggau Ledo, Tujuh Belas, Seluas,
Jagoi Babang, Siding, Sebangki, Jelimpo, Mandor, Menjalin,
Mempawah Hulu, Sompak, Menyuke, Banyuke Hulu, Meranti, Kuala
Behe, Air Besar, Siantan, Segedong, Anjongan, Mempawah Hilir,
Mempawah Timur, Sungai Kunyit, Toho, Sadaniang, Toba, Mukok,
Jangkang, Bonti, Tayan Hilir, Balai, Kembayan, Beduwai, Noyan,
Sekayam, Entikong, Kendawangan, Manis Mata, Marau, Singkup, Air
Upas, Jelai Hulu, Tumbang Titi, Pemahan, Sungai Melayu Rayak,
Matan Hilir Selatan, Benua Kayong, Matan Hilir Utara, Muara Pawan,
Nanga Tayap, Sandai, Hulu Sungai, Sungai Laur, Simpang Hulu,
Simpang Dua, Serawai, Ambalau, Kayan Hulu, Tempunak, Sungai
Tebelian, Dedai, Kayan Hilir, Kelam Permai, Binjai Hulu, Ketungau
Hilir, Ketungau Tengah, Ketungau Hulu, Silat Hilir, Silat Hulu, Hulu
Gurung, Bunut Hulu, Mentebah, Bika, Kalis, Putussibau Selatan, Hulu
Kapuas, Embaloh Hilir, Bunut Hilir, BoyanTanjung, Pengkadan,
Jongkong, Selimbau, Danau Sentarum, Suhaid, Seberuang, Semitau,
Empanang, Puring Kencana, Badau, Batang Lumpar, Embaloh Hulu,
Putussibau Utara, Nanga Mahap, Nanga Taman, Sekadau Hulu,
Belitang Hilir, Belitang, Belitang Hulu, Sokan, Tanah Pinoh, Tanah
Pinoh Barat, Sayan, Belimbing, Belimbing Hulu, Pinoh Selatan, Pinoh
Utara, Ella Hilir, Menukung, Pulau Maya Karimata, Sukadana,
Simpang Hilir, Teluk Batang, Seponti, Batu Ampar, Terentang, Kubu,
Telok Pa’kedai, Rasau Jaya, Kuala mandor-B, Pontianak Tenggara,
Singkawang Timur, Singkawang Utara
15

Lampiran 6 Factor score untuk penciri konfigurasi pembangunan bidang kesehatan


Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS
Kabupaten Kecamatan TKesf1 TKesf2 FKesf1 FKesf2 Askes Wf1 Wf2 Wf3 WWf1 WWf2 WWf3
Sambas Selakau -0,49021 -0,07781 -0,09963 0,62305 0,44965 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sambas Selakau Tua -0,66389 -1,12151 -0,45056 -0,94977 -0,48623 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sambas Pemangkat 1,48773 0,07117 0,90295 -0,11667 0,88722 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sambas Semparuk -0,10538 -0,02057 -0,19703 -0,10806 0,36184 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sambas Salatiga -0,57434 -0,64012 -0,40281 -0,48727 -0,51239 -0,23222 -0,51464 -0,17262 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sambas Tebas 0,77083 2,80823 0,09515 3,23729 1,22879 0,11155 0,39611 0,30665 -0,34734 1,80004 2,29659
Sambas Tekarang -0,52780 -0,31773 -0,35687 -0,37736 -0,60529 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sambas Sambas 2,39847 0,84063 1,52459 1,85081 1,46863 -0,35907 -0,23696 -0,40072 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sambas Subah -0,46384 0,30044 -0,53277 0,37689 -0,31656 0,09650 0,93929 -0,08079 -0,25655 0,69200 2,34446
Sambas Sebawi -0,62149 -0,05482 -0,40869 -0,11754 -0,52716 -0,34660 -0,24756 -0,40004 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sambas Sajad -0,54728 -0,69283 -0,51513 -0,73231 -0,60991 -0,26112 -0,42441 -0,25424 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sambas Jawai -0,23772 0,56180 0,46884 0,68362 0,43678 -0,62714 3,18790 -1,10017 0,55980 3,78794 -0,89894
Sambas Jawai selatan -0,51476 -0,34847 -0,14738 0,16055 -0,21635 0,28954 3,18186 -1,06637 -0,47646 -0,63733 2,42560
Sambas Teluk Keramat 0,22223 2,83040 0,44644 3,92909 0,70858 -0,27393 0,46257 -0,30818 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sambas Galing -0,47364 -0,15264 -0,13156 -0,14924 -0,34928 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sambas Tangaran -0,35792 -0,63639 -0,39413 0,27740 -0,37402 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sambas Sejangkung -0,03398 0,38972 -0,30813 0,86696 -0,27408 0,89896 -0,17540 1,90923 -0,27250 0,13042 -0,28686
Sambas Sajingan Besar -0,36121 -0,50122 -0,47303 -0,61382 -0,67492 -0,13087 0,23481 -0,25274 0,18513 0,05627 0,43519
Sambas Paloh -0,36345 0,14201 -0,18722 0,11915 -0,30376 0,37890 1,35273 0,96116 -0,07165 -0,07329 -0,21996
Bengkayang Sungai'Raya 0,02539 -0,72627 0,34434 1,10546 -0,23629 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Capkala -0,44276 -1,24572 -0,47009 -0,79869 -0,61578 -0,23803 -0,38674 -0,30776 -0,54884 1,56610 -0,11817
Bengkayang Sungai'Raya Kepulauan 0,29518 -1,01694 -0,44482 -0,00024 -0,78782 -0,13452 -0,33757 -0,33146 -0,35176 -0,04673 0,38023
Bengkayang Samalantan 2,43982 0,75452 -0,11545 -0,15535 0,49132 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Monterado -0,40531 -0,43647 -0,38418 -0,81465 0,29031 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Lembah Bawang -0,60874 -1,15512 -0,46422 -1,16842 -0,72552 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Bengkayang 0,97844 -0,04848 1,16663 -0,73268 0,06119 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Teriak -0,73688 0,11683 -0,49257 -0,46274 0,46969 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Sungai Betung -0,55573 -0,42818 -0,36759 -0,78087 -0,06942 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Ledo -0,43562 0,37134 -0,30325 -0,28459 -0,66067 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Suti Semarang -0,70008 -0,85244 -0,38902 -1,58789 -0,79990 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Lumar -0,32087 -0,88467 -0,38418 -0,81465 -0,59099 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903

155
Lampiran 6 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS
Kabupaten Kecamatan TKesf1 TKesf2 FKesf1 FKesf2 Askes Wf1 Wf2 Wf3 WWf1 WWf2 WWf3
Bengkayang Sanggau Ledo -0,02163 -0,71031 0,04950 -0,66317 -0,801814 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Tujuhbelas -0,36405 -0,80996 -0,50238 -0,68996 -0,722980 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Seluas -0,29327 -1,15714 -0,13562 -0,57891 0,411571 -0,03209 -0,28182 -0,24374 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Jagoi Babang -0,24246 -0,54750 -0,34512 -1,11682 -0,181516 0,05237 -0,36265 -0,16476 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Bengkayang Siding -0,61924 -0,96977 -0,54538 -0,98474 -0,322245 0,27184 -0,14395 -0,07731 -0,29418 0,19936 0,84393
Landak Sebangki -0,85352 1,41839 -0,29050 -0,24223 -0,363142 1,11480 0,00739 2,39885 1,60983 0,05441 -0,19121
Landak Ngabang 0,40820 2,24090 1,26222 0,79785 -0,051622 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Landak Jelimpo -0,70129 0,54798 -0,55411 0,17538 -0,406374 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Landak Sengah Temila 0,42936 1,88950 0,46366 1,59531 0,997375 1,21241 3,59215 0,39366 0,33070 -0,04307 2,26171
Landak Mandor 0,21110 -0,26388 -0,25541 0,78344 -0,163515 -0,21080 -0,34867 -0,31442 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Landak Menjalin -0,15794 -0,31236 -0,11384 0,49909 -0,581842 -0,12222 -0,48295 -0,24874 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Landak Mempawah Hulu -0,33591 0,70812 -0,20079 1,65803 0,000510 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Landak Sompak -0,29443 -0,72472 -0,42809 -1,28572 -0,640332 -0,23491 -0,31284 -0,27534 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Landak Menyuke -0,05180 1,31402 -0,43795 0,41185 -0,110112 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Landak Banyuke Hulu -0,21555 -0,52267 -0,53941 -0,74895 0,024669 -0,04560 -0,00909 0,57042 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Landak Meranti -0,54373 -0,05146 -0,50328 -0,86625 -0,925150 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Landak Kuala Bbehe -0,00858 0,29001 -0,48479 0,12564 -0,878104 -0,25965 -0,44707 -0,34541 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Landak Air Besar -0,17234 0,30723 -0,39594 -0,07519 0,149277 -0,62181 5,82732 -0,51074 11,01318 -0,90174 0,81146
Pontianak Siantan 0,59332 0,46862 -0,00196 -0,13237 0,604143 0,33138 -0,07523 -0,23713 -0,07165 -0,07329 -0,21996
Pontianak Segedong -0,48889 -0,73099 -0,15515 -0,42783 0,708897 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Pontianak Sungai Pinyuh 0,49539 -0,02663 0,36352 0,68340 0,799455 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Pontianak Anjongan -0,33646 -0,93050 -0,32075 -0,49466 -0,166471 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Pontianak Mempawah Hilir 1,47227 1,22890 0,97830 -0,00139 0,706496 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Pontianak Mempawah Timur 0,14543 -0,05788 -0,23294 0,44749 1,309614 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Pontianak Sungai Kunyit -0,16719 0,33102 -0,10641 0,81649 0,013225 -0,26315 -0,45890 -0,33302 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Pontianak Toho -0,29835 -0,90078 -0,34616 0,02616 -0,529859 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Pontianak Sadaniang -0,54510 -0,97539 -0,45350 -0,76491 -0,668305 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sanggau Toba -0,57700 -0,01921 -0,43397 -0,91599 -0,805234 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sanggau Meliau -0,37778 0,82465 -0,14807 1,57450 -0,575579 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sanggau Kapuas 2,14542 2,14103 2,20251 2,20671 1,363215 -0,26281 -0,45315 -0,31989 -0,00085 -0,25460 -0,35609
Sanggau Mukok -0,36048 -0,72591 -0,29253 0,11893 -0,316309 0,48699 -1,59343 3,75720 -0,20341 -0,22850 -0,32903

156
17

Lampiran 6 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS
Kabupaten Kecamatan TKesf1 TKesf2 FKesf1 FKesf2 Askes Wf1 Wf2 Wf3 WWf1 WWf2 WWf3
Sanggau Jangkang -0,61249 0,50435 -0,94157 3,40496 -0,01268 1,94881 -0,27722 1,14771 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sanggau Bonti -0,76795 0,96565 -0,29931 0,31236 -0,79672 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sanggau Parindu 0,04224 0,39788 -0,32712 2,07536 -0,20139 0,06616 0,82021 -0,45722 -0,14583 0,01759 0,13467
Sanggau Tayan Hilir -0,34889 0,25840 0,73210 1,95094 -0,22228 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sanggau Balai -0,84304 1,44050 -0,02050 0,80053 -0,34173 -0,04648 0,39261 -0,07501 0,84428 1,88619 0,73698
Sanggau Tayan Hulu 0,18864 3,51461 0,21440 0,81762 0,01322 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sanggau Kembayan -0,28849 0,02902 -0,16601 0,48793 -0,20031 -0,60124 1,18520 -0,20689 3,05782 -0,94704 -1,32871
Sanggau Beduwai -0,41038 -0,68188 -0,31781 -0,67953 -0,06455 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sanggau Noyan -0,59418 -1,03872 -0,48081 -1,20220 -0,56454 0,21419 0,01405 0,19876 0,23219 4,34317 -1,17678
Sanggau Sekayam -0,01304 0,84889 0,19247 1,12270 -0,51704 -0,16260 -0,26594 0,00002 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sanggau Entikong -0,20044 -0,18978 -0,41072 -0,90838 -0,50850 0,83647 -0,35068 2,27001 -0,42594 0,04415 0,73486
Ketapang Kendawangan 0,80082 0,11555 -0,26613 0,37993 0,68300 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Ketapang Manis Mata -0,35686 0,18470 -0,21679 -0,39523 -0,59505 0,46878 0,24332 0,48154 0,67796 1,04318 -0,57580
Ketapang Marau -0,06666 -0,67809 -0,47213 -0,43753 0,08570 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Ketapang Singkup -0,24619 -0,69639 0,06293 -0,88277 -0,52398 -0,23281 -0,34829 -0,21169 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Ketapang Air Upas -0,00301 -0,70583 -0,52485 -0,35401 -0,81093 0,20835 -0,17341 0,18100 0,26268 0,05581 -0,13794
Ketapang Jelai Hulu -0,34255 0,53728 -0,29660 -0,31075 -0,17359 0,69056 2,75337 2,33113 1,24369 2,46451 4,44497
Ketapang Tumbang Titi -0,25358 1,92507 0,10130 0,22901 0,11584 0,20823 0,09075 0,33178 0,78299 0,49579 0,73535
Ketapang Pemahan -0,58895 -1,02703 -0,46422 -1,16842 -0,73437 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Ketapang Sungai Melayu Rayak -0,08052 -0,53999 -0,33069 -0,55461 -0,59677 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Ketapang Matan Hilir Selatan 0,02915 -0,38499 -0,32572 0,05137 0,38946 -0,27483 -0,25050 -0,36282 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Ketapang Benua Kayong -0,15545 -0,29885 0,16013 0,21401 -0,21437 -0,24767 -0,35598 -0,27898 -0,07502 -0,16372 -0,00146
Ketapang Matan Hilir Utara -0,59637 -0,96236 -0,48986 0,06614 -0,33744 -0,19234 -0,44348 -0,33971 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Ketapang Delta Pawan 4,20133 0,16748 2,83083 -0,69323 1,02757 0,21980 -0,12448 -0,18239 -0,45988 -0,97430 1,60727
Ketapang Muara Pawan -0,50869 -0,65161 -0,46919 -0,62239 -0,24599 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Ketapang Nanga Tayap -0,11867 1,14756 -0,36311 0,87340 0,61886 0,26785 0,65432 0,01468 -0,08440 1,93761 0,19746
Ketapang Sandai -0,53628 -0,53107 -0,19997 0,07680 -0,92515 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Ketapang Hulu Sungai -0,49028 -0,68394 -0,29240 -1,20034 -0,61155 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Ketapang Sungai Laur -0,37410 0,35361 -0,40092 0,47084 -0,25087 0,72804 0,07476 -0,15751 -0,12892 -0,93562 1,90778
Ketapang Simpang Hulu -0,47851 0,20903 -0,15348 0,09203 -0,28844 11,16402 -1,70320 -1,32205 0,30006 7,66361 -0,67806
Ketapang Simpang Dua -0,48860 -0,77053 -0,51310 -1,09347 -0,17333 -0,14202 -0,31112 -0,19623 0,33011 -0,21592 -0,05557

157
Lampiran 6 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS
Kabupaten Kecamatan TKesf1 TKesf2 FKesf1 FKesf2 Askes Wf1 Wf2 Wf3 WWf1 WWf2 WWf3
Sintang Serawai -0,39849 0,80640 -0,39698 1,06779 1,20043 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sintang Ambalau -0,71939 0,88934 -0,53163 -0,16057 0,03220 1,49810 1,02782 1,45996 0,51979 1,23927 0,27363
Sintang Kayan Hulu -0,52029 0,44288 -0,20563 0,88478 -0,19402 -0,07666 -0,35100 -0,30991 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sintang Sepauk 0,14816 0,35397 0,24529 1,64470 -0,24924 0,42928 -0,01407 -0,48500 0,92149 0,83184 0,40743
Sintang Tempunak -0,24801 0,79692 -0,35895 1,90859 0,41974 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sintang Sungai Tebelian 0,46054 0,62455 -0,63464 3,17390 0,40095 0,45299 0,12353 -0,30548 -0,11403 -0,11400 6,98092
Sintang Sintang 4,39320 0,18807 1,70039 0,42723 0,44809 0,87222 -0,59407 -0,83163 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sintang Dedai 0,20621 0,49849 -0,52128 2,27596 1,21582 2,36779 4,53614 0,93011 0,20172 -0,28070 -0,38314
Sintang Kayan Hilir -0,05920 -0,05858 -0,31781 -0,67953 -0,28561 -0,17380 -0,29477 -0,25042 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sintang Kelam Permai -0,54429 0,44001 -0,35687 -0,37736 -0,20588 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sintang Binjai Hulu -0,34506 -0,23890 -0,49257 -0,46274 -0,22063 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sintang Ketungau Hilir -0,49345 -0,07325 -0,31885 0,46345 -0,33515 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sintang Ketungau Tengah -1,52822 7,13344 -0,51224 1,00762 1,10332 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sintang Ketungau Hulu -0,54873 0,32222 -0,42429 0,63050 -0,73535 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Silat Hilir -0,46535 -0,05415 -0,32223 -0,22818 -0,65528 -0,34328 -0,04538 -0,46889 -0,71634 -1,72011 3,54356
Kapuas Hulu Silat Hulu -0,53387 -0,01459 -0,36465 -0,96573 -0,48883 0,21501 -0,16552 0,78677 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Hulu Gurung -0,28037 -0,32424 -0,32098 0,21909 -0,49816 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Bunut Hulu -0,41463 -0,33497 -0,37699 0,21650 -0,50633 -0,94537 3,60391 -1,01090 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Mentebah -0,31031 -0,53777 -0,60308 -0,35519 -0,39001 0,82013 0,32708 0,58650 0,08027 2,13494 -0,69837
Kapuas Hulu Bika -0,46567 -0,49260 -0,52282 -0,71517 -0,58792 -1,07128 2,79035 -0,78241 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Kalis -0,31824 0,57449 -0,77603 0,21419 0,11676 -0,25116 0,64198 -0,10142 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Putussibau Selatan -0,23229 -0,35651 -0,39706 -0,68973 -0,10871 -0,08540 0,21121 0,07549 -0,34158 0,48934 -0,24469
Kapuas Hulu Hulu Kapuas -0,52120 -0,27504 -0,50238 -0,68996 -0,73569 1,40673 0,24936 0,95528 -0,83474 5,58049 0,67060
Kapuas Hulu Embaloh Hilir -0,44220 -0,42190 -0,39490 -1,21816 -0,62775 0,32512 -0,51548 -0,28980 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Bunut Hilir -0,33852 -0,11688 -0,41737 -0,88221 -0,51735 -0,19333 -0,20904 -0,30648 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Boyan Tanjung -0,33257 -0,40800 -0,37844 0,13489 -0,62762 -0,16290 -0,12632 -0,09345 3,09523 -0,40002 -0,29824
Kapuas Hulu Pengkadan 0,17917 -0,89478 -0,56617 -0,12893 -0,91497 -0,11405 -0,19947 -0,31593 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Jongkong -0,41510 -0,20409 -0,28462 -0,61196 -0,26913 0,91345 -0,48739 3,79319 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Selimbau -0,12757 -0,10909 -0,47597 -0,42896 -0,84886 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Danau Sentarum -0,60651 -0,75349 -0,51310 -1,09347 -0,91370 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Suhaid -0,33646 -0,93050 -0,44672 -0,95834 -0,75858 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903

158
19

Lampiran 6 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS
Kabupaten Kecamatan TKesf1 TKesf2 FKesf1 FKesf2 Askes Wf1 Wf2 Wf3 WWf1 WWf2 WWf3
Kapuas Hulu Seberuang -0,42508 -0,22894 -0,48185 -0,05923 -0,91243 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Semitau 0,06254 -0,17178 -0,25634 -0,13295 -0,81385 0,61519 1,25110 1,42101 2,12677 0,40397 0,90058
Kapuas Hulu Empanang -0,44980 -0,82193 -0,50328 -0,86625 -0,74286 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Puring Kencana -0,63763 -0,58886 -0,41149 -1,25194 -0,92387 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Badau -0,07512 -0,55582 -0,44097 -1,16080 -0,81834 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Batang Lupar -0,34301 -0,28901 -0,50826 -0,32022 -0,59328 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Embaloh Hulu -0,47135 -0,58959 -0,54235 -0,56408 -0,92515 0,10646 -0,69290 0,50543 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kapuas Hulu Putussibau Utara 2,29936 0,57543 0,29386 0,48791 0,27105 -0,20588 -0,20092 -0,33510 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sekadau Nanga Mahap -0,00996 -0,77204 -0,48537 0,56841 -0,17166 -0,21777 -0,44789 -0,30952 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sekadau Nanga Taman -0,52435 0,14114 -0,41470 0,41946 -0,06004 0,44707 1,13745 0,01015 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sekadau Sekadau Hulu -0,43924 0,36236 3,07832 0,15240 -0,66035 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sekadau Sekadau Hilir 1,25406 0,97436 1,58514 0,36706 0,77127 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sekadau Belitang Hilir 0,07852 -0,90427 -0,42235 -0,33619 -0,22289 -0,21602 -0,48127 -0,36258 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sekadau Belitang -0,39666 -0,66431 -0,27257 -1,04775 -0,42280 -0,01373 -0,52665 -0,32309 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Sekadau Belitang Hulu 0,00866 -0,22449 -0,55026 0,16681 -0,15341 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Melawi Sokan -0,58985 0,12638 -0,51414 0,04951 -0,69075 0,14093 -0,10510 -0,08071 0,51272 0,00454 0,95420
Melawi Tanah Pinoh -0,14030 -0,38090 -0,47507 -0,25266 -0,04138 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Melawi Tanah Pinoh Barat -0,76162 -0,26868 -0,48963 -0,64760 -0,50820 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Melawi Sayan 0,05927 0,05022 -0,31781 -0,67953 -0,21837 0,16697 0,67891 -0,13172 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Melawi Belimbing -0,24679 0,00382 -0,27684 -0,02359 -0,53260 -0,23479 -0,14309 -0,27092 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Melawi Belimbing Hulu -0,53544 -0,84590 -0,45056 -0,94977 -0,67167 0,00952 0,43520 -0,16227 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Melawi Nanga Pinoh 1,13879 1,19356 2,21180 0,88809 0,87671 -0,17768 2,18700 -0,25482 0,52620 0,36622 0,08021
Melawi Pinoh Selatan -0,59992 -0,71080 -0,48375 -1,01734 -0,22670 -3,26587 -1,02958 8,22681 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Melawi Pinoh Utara -0,66805 -0,16973 -0,48963 -0,64760 -0,10583 -0,14934 -0,40997 -0,37532 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Melawi Ella Hilir -0,58302 0,55446 -0,44776 0,18463 -0,55704 -0,38886 0,73557 -0,49089 -1,16769 0,95300 4,28114
Melawi Menukung -0,40710 -0,00225 -0,25731 -0,17467 0,02620 -0,31210 -0,13324 -0,36193 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kayong Utara Pulau Maya Karimata -0,30756 0,00349 -0,25437 -0,35954 -0,58294 -0,16126 1,61692 -0,10901 -0,02081 -0,00805 0,68074
Kayong Utara Sukadana 0,22236 0,27328 -0,15774 0,02801 -0,05159 0,53612 1,74035 0,00576 2,84204 -0,49354 -0,70181
Kayong Utara Simpang Hilir -0,32968 -0,77295 -0,20585 0,44653 -0,28171 -0,12080 0,19584 -0,04109 -0,01538 1,31388 0,12471
Kayong Utara Teluk Batang -0,39246 -0,58206 -0,27390 -0,20845 -0,55910 0,71278 0,28791 3,66728 -0,07165 -0,07329 -0,21996
Kayong Utara Seponti -0,22823 -0,46842 -0,42235 -0,33619 -0,64186 1,66196 -0,00124 1,90679 -0,20341 -0,22850 -0,32903

159
Lampiran 6 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS
Kabupaten Kecamatan TKesf1 TKesf2 FKesf1 FKesf2 Askes Wf1 Wf2 Wf3 WWf1 WWf2 WWf3
Kubu Raya Batu Ampar -0,31263 0,05239 -0,28488 0,87458 0,34246 -0,08794 -0,18554 0,15537 0,60685 -0,33290 -0,43726
Kubu Raya Terentang 0,16408 -0,54222 -0,31003 -0,09115 -0,30834 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kubu Raya Kubu -0,24590 1,21056 -0,25645 1,92641 0,10723 -0,16478 -0,45939 -0,33779 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kubu Raya Telok Pa'kedai -0,42774 -0,02169 -0,24659 0,22884 -0,15293 -0,26180 -0,43591 -0,28050 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kubu Raya Sungai Kakap -0,05283 1,13156 0,44084 1,66028 3,59146 -0,22962 1,57815 0,81210 1,41711 -0,43730 -0,54549
Kubu Raya Rasau Jaya -0,22948 -0,15332 0,01323 -0,31478 0,59874 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kubu Raya Sungai Raya 3,59080 1,30120 4,37472 2,12957 7,82344 0,29689 0,17909 1,34962 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kubu Raya Sungai Ambawang 0,70374 0,73362 -0,03597 1,38129 1,30306 -0,03288 -0,10862 -0,00924 -0,45988 -0,97430 1,60727
Kubu Raya Kuala Mandor-B -0,69291 -0,19339 -0,37053 -0,59600 -0,48396 -0,15436 -0,35424 -0,35002 -0,27759 -0,13762 0,02560
Kota Pontianak Pontianak Selatan 6,17244 -2,35759 6,14585 -2,56247 -0,12711 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kota Pontianak Pontianak Tenggara 0,90526 -1,59951 1,12008 -1,73958 0,27317 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kota Pontianak Pontianak Timur 0,83943 -0,47732 1,26612 -0,33160 2,63382 -0,45631 0,54857 -0,64278 -0,45988 -0,97430 1,60727
Kota Pontianak Pontianak Barat 1,71614 0,43865 2,33949 -1,10328 3,64642 -0,43069 0,51737 0,23111 -0,71634 -1,72011 3,54356
Kota Pontianak Pontianak Kota 4,01907 -1,91002 5,51182 -1,32105 2,01974 -0,68615 1,37396 -0,71772 -0,45988 -0,97430 1,60727
Kota Pontianak Pontianak Utara 0,63373 0,02709 2,01384 0,07826 0,67064 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kota Singkawang Singkawang Selatan -0,10228 -0,74984 -0,11722 -0,19254 1,78658 0,62501 -0,30283 0,81620 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kota Singkawang Singkawang Timur -0,23247 -0,80824 -0,15935 -0,62642 1,48316 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kota Singkawang Singkawang Utara -0,31104 -0,43287 -0,38916 -0,26862 0,04394 -0,26349 -0,46465 -0,34615 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kota Singkawang Singkawang Barat 1,92502 -1,01758 3,10678 -1,26871 1,14476 0,08191 -0,46868 2,41747 -0,20341 -0,22850 -0,32903
Kota Singkawang Singkawang Tengah 1,08819 0,79079 1,08941 -1,04023 3,46921 -0,05452 1,45604 0,59154 -0,20341 -0,22850 -0,32903

160
161 161

Lampiran 7 Distribusi klaster pembangunan bidang kesehatan di tingkat


kecamatan
Klaster Nama Kecamatan
I Selakau, Selakau Tua, Semparuk, Salatiga, Tekarang, Sebawi, Sajad,
Galing, Tangaran, Sejangkung, Sajingan Besar, Paloh, Sungai’Raya,
Capkala, Sungai’Raya Kepulauan, Monterado, Lembah Bawang,
Bengkayang, Teriak, Sungai Betung, Ledo, Suti Semarang, Lumar,
Sanggau Ledo, Tujuh Belas, Seluas, Jagoi Babang, Siding, Ngabang,
Jelimpo, Mandor, Menjalin, Mempawah Hulu, Sompak, Menyuke,
Banyuke Hulu, Meranti, Kuala Behe, Siantan, Segedong, Sungai
Pinyuh, Anjongan, Mempawah Timur, Sungai Kunyit, Toho,
Sadaniang, Toba, Meliau, Mukok, Bonti, Tayan Hilir, Kembayan,
Beduwai, Noyan, Sekayam, Entikong, Kendawangan, Manis Mata,
Marau, Singkup, Air Upas, Pemahan, Sungai Melayu Rayak, Matan
Hilir Selatan, Benua Kayong, Matan Hilir Utara, Muara Pawan,
Sandai, Hulu Sungai, Sungai Laur, Simpang Dua, Serawai, Kayan
Hulu, Tempunak, Kayan Hilir, Kelam Permai, Binjai Hulu, Ketungau
Hilir, Ketungau Hulu, Silat Hilir, Silat Hulu, Hulu Gurung, Bunut
Hulu, Mentebah, Bika, Kalis, Putussibau Selatan, Embaloh Hilir,
Bunut Hilir, Boyan Tanjung, Pengkadan, Jongkong, Selimbau, Danau
Sentarum, Suhaid, Seberuang, Empanang, Puring Kencana, Badau,
Batang Lumpar, Embaloh Hulu, Nanga Mahap, Nanga Taman,
Sekadau Hulu, Belitang Hilir, Belitang, Belitang Hulu, Sokan, Tanah
Pinoh, Tanah Pinoh Barat, Sayan, Belimbing, Belimbing Hulu, Pinoh
Selatan, Pinoh Utara, Menukung, Pulau Maya Karimata, Simpang
Hilir, Teluk Batang, Seponti, Batu Ampar, Terentang, Kubu, Telok
Pa’kedai, Rasau Jaya, Kuala mandor-B, Pontianak Tenggara,
Singkawang Selatan, Singkawang Timur, Singkawang Utara
II Tebas, Subah, Jawai, Jawai Selatan, Teluk Keramat, Sebangki, Sengah
Temila, Air Besar, Jangkang, Parindu, Balai, Tayan Hulu, Jelai Hulu,
Tumbang Titi, Nanga Tayap, Simpang Hulu, Ambalau, Sepauk,
Sungai Tebelian, Dedai, Ketungau Tengah, Hulu Kapuas, Semitau,
Ella Hilir, Sukadana, Sungai Kakap, Sungai Ambawang
III Pemangkat, Sambas, Samalantan, Mempawah Hilir, Kapuas, Delta
Pawan, Sintang, Putussibau Utara, Sekadau Hilir, Nanga Pinoh,
Sungai Raya, Pontianak Selatan, Pontianak Timur, Pontianak Barat,
Pontianak Kota, Pontianak Utara, Singkawang Barat, Singkawang
Tengah
22

Lampiran 8 Factor score untuk penciri konfigurasi pembangunan bidang pendidikan


Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS
Kabupaten Kecamatan TDik FDDf1 FDDf2 FDMTf1 FDMTf2 FDFLf1 FDFLf2 FDLPf1 FDLPf2
Sambas Selakau -0,01944 -0,17823 -0,49235 -0,45432 -0,19568 -0,03664 -0,08645 -0,28216 -0,22813
Sambas Selakau Tua 0,60525 -0,92463 -0,65417 -0,64101 0,08759 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Sambas Pemangkat -1,45592 0,86805 0,63869 1,22813 0,04751 -0,29629 -0,26509 0,16043 -0,25011
Sambas Semparuk -0,01179 -0,18204 -0,31424 -0,65835 0,42483 -0,29629 -0,26509 -0,03586 -0,06406
Sambas Salatiga 0,64525 -0,46799 -0,89186 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Sambas Tebas -1,63467 1,75336 2,43541 0,81162 -0,09672 0,18352 -0,11125 0,34545 0,58125
Sambas Tekarang 0,44387 -0,63688 -0,49514 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Sambas Sambas -1,56960 0,61685 1,34310 1,52973 0,84833 0,15482 1,36480 0,23563 1,03416
Sambas Subah 0,31952 0,09740 -0,26701 -0,25324 -0,24202 -0,07612 -0,28988 -0,28216 -0,22813
Sambas Sebawi 0,30259 -0,33346 -0,68077 -0,01375 -0,26847 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Sambas Sajad 0,72442 -0,83101 -0,48270 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Sambas Jawai -0,31317 0,58722 -0,45214 0,18436 0,25934 -0,29629 -0,26509 -0,20788 -0,01872
Sambas Jawai selatan 0,32611 -0,41359 -0,21828 -0,65835 0,42483 -0,29629 -0,26509 -0,20788 -0,01872
Sambas Teluk Keramat -1,09088 1,50703 1,35263 0,22744 0,56447 -0,29629 -0,26509 -0,20860 -0,08659
Sambas Galing 0,30542 -0,22179 -0,16996 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Sambas Tangaran 0,25083 -0,23295 -0,86468 -0,64101 0,08759 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Sambas Sejangkung 0,31325 -0,07820 -0,28932 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Sambas Sajingan Besar 0,60591 -0,74996 -0,41683 -0,64101 0,08759 -0,29629 -0,26509 1,01606 -1,15668
Sambas Paloh -0,02155 -0,27359 1,12874 -0,65835 0,42483 -0,29629 -0,26509 -0,06004 0,33224
Bengkayang Sungai'Raya 0,10294 -0,82576 1,75676 -0,41684 0,27050 -0,07612 -0,28988 3,73314 -1,24727
Bengkayang Capkala 0,70030 -0,81070 -0,66304 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Bengkayang Sungai'Raya Kepulauan 0,41263 -0,26352 -0,56485 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Bengkayang Samalantan 0,16869 -0,32603 -0,67831 0,20931 -0,36684 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Bengkayang Monterado 0,26778 0,02085 -0,36872 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Bengkayang Lembah Bawang 0,80594 -0,94084 -0,66734 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Bengkayang Bengkayang -0,86266 -0,11500 0,50960 1,29320 0,30062 -0,29629 -0,26509 0,01278 0,40592
Bengkayang Teriak 0,46414 -0,62393 -0,21902 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Bengkayang Sungai Betung 0,69881 -0,90842 -0,64099 -0,43698 -0,53292 -0,07612 -0,28988 -0,28216 -0,22813
Bengkayang Ledo 0,44881 -0,66593 1,06129 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813
Bengkayang Suti Semarang 0,80153 -0,77357 -0,73115 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,28216 -0,22813

162
23

Lampiran 8 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF
Kabupaten Kecamatan TDik FDDf1 FDDf2 DMTf1 DMTf2 DFLf1 DFLf2 DLPf1 DLPf2
Bengkayang Lumar 0,57467 -0,68696 -0,70315 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Bengkayang Sanggau Ledo 0,15916 -0,46312 0,54789 -0,25620 0,33214 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Bengkayang Tujuhbelas 0,57155 -0,44011 -0,59659 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Bengkayang Seluas 0,47116 -0,43960 -0,21307 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Bengkayang Jagoi Babang 0,62583 -0,73375 -0,40366 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Bengkayang Siding 0,79419 -0,87600 -0,61464 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Landak Sebangki 0,40977 0,01257 -0,70076 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Landak Ngabang -1,32680 1,14382 1,54742 2,11858 0,47237 0,14404 -0,31467 1,820549 -0,01608
Landak Jelimpo 0,38848 0,03179 -0,17752 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Landak Sengah Temila -0,74478 1,45419 0,13129 0,73558 1,13205 -0,29629 -0,26509 -0,208607 -0,08659
Landak Mandor -0,00678 0,20144 1,07186 0,13157 0,00253 -0,29629 -0,26509 -0,208607 -0,08659
Landak Menjalin 0,09367 -0,17359 -0,31518 0,38839 -0,36117 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Landak Mempawah Hulu -0,07355 0,58307 -0,27285 0,61145 -0,45953 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Landak Sompak 0,53112 -0,54471 -0,49216 -0,47165 0,14157 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Landak Menyuke 0,08549 0,52595 -0,32564 0,59412 -0,12228 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Landak Banyuke Hulu 0,51445 -0,63965 -0,61912 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Landak Meranti 0,77351 -0,72541 -0,59054 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Landak Kuala Bbehe 0,70108 -0,49570 -0,28211 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Landak Air Besar 0,56597 -0,45964 -0,34819 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Pontianak Siantan -0,29205 0,07842 -0,40417 -0,25324 -0,24202 0,84402 -0,18562 -0,122236 -0,07532
Pontianak Segedong 0,27279 0,02238 -0,73200 -0,45432 -0,19568 0,66334 0,04259 -0,282163 -0,22813
Pontianak Sungai Pinyuh -1,56410 1,60027 -0,74763 0,38839 -0,36117 3,42376 0,35537 -0,060042 0,33224
Pontianak Anjongan 0,19707 -0,40020 -0,81371 1,06934 -0,86958 0,88350 0,01780 -0,282163 -0,22813
Pontianak Mempawah Hilir -1,95122 0,89552 0,38626 1,25388 0,68988 2,51440 1,93057 0,713280 -0,04348
Pontianak Mempawah Timur -0,42409 0,13338 -0,79201 -0,43994 0,04124 3,06240 0,81180 -0,282163 -0,22813
Pontianak Sungai Kunyit -0,20007 0,17249 -0,32096 0,14890 -0,33472 0,88350 0,01780 -0,282163 -0,22813
Pontianak Toho 0,21315 -0,33162 -0,35460 -0,25324 -0,24202 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Pontianak Sadaniang 0,58203 -0,40346 -0,55076 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sanggau Toba 0,65389 -0,56840 -0,53486 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sanggau Meliau -0,54840 1,09082 1,27542 0,42681 -0,34127 0,18352 -0,11125 -0,282163 -0,22813
Sanggau Kapuas -3,16520 2,68391 2,50107 0,39200 2,04806 -0,07612 -0,28988 -0,269932 4,26196

163
Lampiran 8 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF
Kabupaten Kecamatan TDik FDDf1 FDDf2 DMTf1 DMTf2 DFLf1 DFLf2 DLPf1 DLPf2
Sanggau Mukok 0,26926 -0,10831 -0,09059 -0,43994 0,04124 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sanggau Jangkang 0,18856 0,28192 0,43655 -0,05217 -0,28837 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sanggau Bonti 0,34737 -0,28065 -0,37584 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sanggau Parindu 0,00421 -0,02850 1,10791 -0,43994 0,04124 -0,32499 1,21095 -0,135051 0,05496
Sanggau Tayan Hilir -0,02630 0,60751 0,38390 0,42681 -0,34127 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sanggau Balai 0,15422 0,06407 -0,36417 -0,03484 -0,62562 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sanggau Tayan Hulu -0,23959 0,24933 -0,56041 1,35191 -0,59090 -0,07612 -0,28988 -0,282163 -0,22813
Sanggau Kembayan 0,07479 0,58717 -0,20621 -0,05217 -0,28837 -0,29629 -0,26509 0,010988 -0,45972
Sanggau Beduwai 0,56706 -0,44469 -0,28913 -0,47165 0,14157 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sanggau Noyan 0,56921 -0,62538 -0,38751 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sanggau Sekayam -0,17185 -0,35648 2,09644 0,37106 -0,02392 0,40369 -0,13604 -0,282163 -0,22813
Sanggau Entikong 0,49630 -0,60917 -0,37433 -0,20045 0,01479 -0,03664 -0,08645 0,024339 -0,19112
Ketapang Kendawangan -0,00893 -1,06130 6,14104 -2,52649 9,86137 0,54853 5,94676 -0,208607 -0,08659
Ketapang Manis Mata 0,56228 -0,35954 0,94296 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Ketapang Marau 0,54618 -0,39883 -0,37360 -0,47165 0,14157 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Ketapang Singkup 0,57995 -0,69522 0,55900 -0,43698 -0,53292 -0,07612 -0,28988 -0,282163 -0,22813
Ketapang Air Upas 0,44401 0,04032 -0,61849 0,36730 -0,71831 0,66334 0,04259 -0,195792 -0,21687
Ketapang Jelai Hulu 0,45380 -0,98144 3,01633 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,208607 -0,08659
Ketapang Tumbang Titi 0,19785 0,20154 -0,53050 -0,25324 -0,24202 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Ketapang Pemahan 0,77309 -0,86488 -0,67754 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Ketapang Sungai Melayu Rayak 0,38906 -0,12880 -0,88085 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Ketapang Matan Hilir Selatan -0,34137 0,43603 -0,58815 -0,25324 -0,24202 0,44317 0,06739 -0,282163 -0,22813
Ketapang Benua Kayong -1,10855 0,25540 0,67459 -0,45728 0,37849 1,50451 -0,25999 -0,195792 -0,21687
Ketapang Matan Hilir Utara 0,48640 -0,63604 -0,42571 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Ketapang Delta Pawan -3,65564 0,37611 2,18569 1,67617 1,40061 3,59247 2,84852 5,802630 -1,22910
Ketapang Muara Pawan 0,38739 -0,36778 -0,78736 -0,17846 -0,03723 0,96246 0,42465 -0,282163 -0,22813
Ketapang Nanga Tayap 0,10175 0,09494 0,05115 -0,45432 -0,19568 -0,03664 -0,08645 -0,208607 -0,08659
Ketapang Sandai 0,14489 0,17204 -0,23271 -0,25324 -0,24202 -0,29629 -0,26509 0,869487 -1,04088
Ketapang Hulu Sungai 0,69744 -0,38772 -0,42365 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Ketapang Sungai Laur 0,53181 -0,34273 -0,29170 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Ketapang Simpang Hulu 0,49931 -0,01712 -0,63019 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813

164
25

Lampiran 8 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF
Kabupaten Kecamatan TDik FDDf1 FDDf2 DMTf1 DMTf2 DFLf1 DFLf2 DLPf1 DLPf2
Ketapang Simpang Dua 0,71537 -0,54015 -0,78677 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 0,879963 -1,09769
Sintang Serawai 0,34886 -0,17869 -0,39125 -0,65835 0,42483 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sintang Ambalau 0,52876 -0,37986 -0,22359 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sintang Kayan Hulu 0,51026 -0,24317 0,01242 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sintang Sepauk -0,04938 1,40982 -0,07000 -0,66131 0,99900 -0,29629 -0,26509 -0,195792 -0,21687
Sintang Tempunak 0,22536 0,22560 -0,04427 -0,45432 -0,19568 0,18352 -0,11125 -0,282163 -0,22813
Sintang Sungai Tebelian -0,14155 0,95660 -0,33650 0,00528 0,25367 0,44317 0,06739 -0,122236 -0,07532
Sintang Sintang -2,68976 2,06725 0,38617 6,05915 0,69011 0,15482 1,36480 1,744519 0,73589
Sintang Dedai 0,24156 -0,24077 1,31277 -0,45432 -0,19568 -0,03664 -0,08645 -0,282163 -0,22813
Sintang Kayan Hilir 0,44587 -0,35345 -0,07113 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sintang Kelam Permai 0,38231 -0,29218 -0,19763 -0,65835 0,42483 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sintang Binjai Hulu 0,54492 -0,37288 -0,86343 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,208607 -0,08659
Sintang Ketungau Hilir 0,51526 0,14912 -0,66490 -0,43698 -0,53292 -0,03664 -0,08645 -0,934115 2,78445
Sintang Ketungau Tengah 0,29808 -0,11434 0,67757 -0,45728 0,37849 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sintang Ketungau Hulu 0,52004 -0,11621 0,00805 0,00824 -0,32049 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Silat Hilir 0,51017 0,01248 -0,15615 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Silat Hulu 0,63174 -0,35020 -0,33408 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Hulu Gurung 0,43145 0,53304 -0,46664 -0,25324 -0,24202 -0,07612 -0,28988 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Bunut Hulu 0,54868 -0,21489 -0,52533 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Mentebah 0,67126 -0,69808 -0,64026 -0,45432 -0,19568 -0,03664 -0,08645 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Bika 0,71482 -0,87600 -0,61464 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Kalis 0,66799 -0,32564 -0,50778 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Putussibau Selatan 0,21139 -0,74202 0,85850 -1,06641 1,66586 -0,06534 1,38959 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Hulu Kapuas 0,88312 -0,63324 -0,58756 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Embaloh Hilir 0,64002 -0,80004 -0,62484 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Bunut Hilir 0,52849 -0,41181 -0,36388 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,208607 -0,08659
Kapuas Hulu Boyan Tanjung 0,67349 -0,28808 -0,39115 -0,45432 -0,19568 -0,03664 -0,08645 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Pengkadan 0,46675 -0,52016 -0,66587 -0,45432 -0,19568 -0,03664 -0,08645 -0,934115 2,78445
Kapuas Hulu Jongkong 0,40052 -0,25155 -0,57116 -0,25324 -0,24202 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Selimbau 0,43047 -0,29218 -0,19763 -0,25324 -0,24202 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Danau Sentarum 0,88312 -0,90842 -0,64099 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813

165
Lampiran 8 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF
Kabupaten Kecamatan TDik FDDf1 FDDf2 DMTf1 DMTf2 DFLf1 DFLf2 DLPf1 DLPf2
Kapuas Hulu Suhaid 0,58887 -0,91800 0,66567 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Seberuang 0,57567 -0,93382 0,82302 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Semitau 0,58218 -0,69531 -0,51627 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Empanang 0,80345 -0,83246 -0,65119 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Puring Kencana 0,82542 -0,89221 -0,62782 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Badau 0,71287 -1,32841 1,89161 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Batang Lupar 0,68656 -0,69022 -0,44020 -0,47165 0,14157 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kapuas Hulu Embaloh Hulu 0,68837 -0,67401 -0,42703 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,135587 -0,34393
Kapuas Hulu Putussibau Utara -0,59645 0,83677 0,03718 0,39305 -0,07594 -0,29629 -0,26509 -0,060042 0,33224
Sekadau Nanga Mahap 0,55081 -0,67208 0,98726 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sekadau Nanga Taman 0,32619 0,10023 0,34159 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sekadau Sekadau Hulu 0,12398 0,46501 0,21538 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sekadau Sekadau Hilir -0,83790 0,98235 3,47797 2,07084 -0,11799 -0,03664 -0,08645 2,354471 1,17200
Sekadau Belitang Hilir 0,29778 -0,20749 -0,22418 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sekadau Belitang 0,42024 -0,35568 -0,58067 -0,05217 -0,28837 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Sekadau Belitang Hulu 0,46086 -0,37185 0,17661 -0,25324 -0,24202 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Melawi Sokan 0,29874 -0,46222 -0,25780 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,208607 -0,08659
Melawi Tanah Pinoh 0,06003 -0,62384 0,85626 -0,05217 -0,28837 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Melawi Tanah Pinoh Barat 0,67879 -0,85979 -0,60147 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Melawi Sayan 0,35766 -0,99893 2,44553 -0,65835 0,42483 -0,03664 -0,08645 -0,282163 -0,22813
Melawi Belimbing 0,10547 -0,38062 0,78225 -0,65835 0,42483 -0,29629 -0,26509 -0,208607 -0,08659
Melawi Belimbing Hulu 0,59507 -0,54981 -0,56823 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Melawi Nanga Pinoh -1,20808 0,33596 2,17229 0,74995 1,36896 0,40369 -0,13604 8,292603 0,64254
Melawi Pinoh Selatan 0,67676 -0,71065 -0,74585 -0,43698 -0,53292 -0,49395 1,13800 -0,282163 -0,22813
Melawi Pinoh Utara 0,52470 -0,66435 -0,64557 -0,43698 -0,53292 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Melawi Ella Hilir 0,40898 -0,27704 -0,18242 -0,23591 -0,57927 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Melawi Menukung 0,47657 -0,33903 0,97699 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kayong Utara Pulau Maya Karimata 0,46468 -0,57894 -0,08707 -0,64101 0,08759 -0,03664 -0,08645 -0,282163 -0,22813
Kayong Utara Sukadana 0,14870 -0,83358 2,31432 -0,45432 -0,19568 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kayong Utara Simpang Hilir -0,15766 0,04273 -0,15473 -0,47461 0,71574 -0,29629 -0,26509 -0,208607 -0,08659
Kayong Utara Teluk Batang 0,22716 -0,31446 -0,82945 -0,25324 -0,24202 -0,29629 -0,26509 -0,135051 0,05496

166
27

Lampiran 8 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDS Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF Idx_SDSF
Kabupaten Kecamatan TDik FDDf1 FDDf2 DMTf1 DMTf2 DFLf1 DFLf2 DLPf1 DLPf2
Kayong Utara Seponti 0,44140 -0,66289 -0,48992 -0,23591 -0,57927 0,22301 0,09218 -0,282163 -0,22813
Kubu Raya Batu Ampar -0,29205 0,80180 -0,43193 0,58946 -0,40751 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kubu Raya Terentang 0,27279 -0,23899 -0,45272 -0,25324 -0,24202 -0,29629 -0,26509 -0,282163 -0,22813
Kubu Raya Kubu -1,56410 1,01570 0,00815 -0,25324 -0,24202 -0,44365 8,86797 -0,282163 -0,22813
Kubu Raya Telok Pa'kedai 0,19707 0,02507 -0,33639 -0,25324 -0,24202 0,22301 0,09218 -0,282163 -0,22813
Kubu Raya Sungai Kakap -1,95122 1,61653 -0,24984 -0,07543 1,19721 1,76416 -0,08136 -0,059315 0,40012
Kubu Raya Rasau Jaya -0,42409 0,41545 0,21109 1,50604 0,04095 1,06418 -0,21041 0,136192 -0,10386
Kubu Raya Sungai Raya -0,20007 7,40786 -0,14340 4,86895 -1,39102 10,43373 -2,19039 0,100612 0,55292
Kubu Raya Sungai Ambawang 0,21315 3,52745 -0,98060 1,17534 -0,20931 0,18352 -0,11125 0,283186 -0,57770
Kubu Raya Kuala Mandor-B 0,58203 1,54720 -1,67310 -0,03484 -0,62562 0,22301 0,09218 -0,282163 -0,22813
Kota Pontianak Pontianak Selatan -4,40391 1,48239 0,27126 2,68168 3,63712 -0,29629 -0,26509 -0,083722 7,65884
Kota Pontianak Pontianak Tenggara -2,79500 0,63629 -1,29702 3,11878 -0,55974 -0,52265 2,61404 2,398628 -1,57456
Kota Pontianak Pontianak Timur -1,39230 1,04382 -0,45675 2,19632 0,10300 0,14404 -0,31467 0,014241 0,54166
Kota Pontianak Pontianak Barat -3,86916 2,22957 -0,59845 2,71713 0,04810 0,36421 -0,33946 0,335548 0,98302
Kota Pontianak Pontianak Kota -4,49803 3,68500 -1,37609 3,02259 -0,13440 0,58437 -0,36425 1,270438 1,90283
Kota Pontianak Pontianak Utara -3,06278 2,29705 -0,89492 2,20515 2,90625 -0,49395 1,13800 3,628647 0,65638
Kota Singkawang Singkawang Selatan -0,43632 0,10371 1,98325 0,17544 1,57621 -0,07612 -0,28988 0,236362 1,10203
Kota Singkawang Singkawang Timur -1,92657 -0,18055 -0,44443 0,41038 -0,41318 -0,29629 -0,26509 0,136919 -0,03599
Kota Singkawang Singkawang Utara 0,18225 -0,72666 0,81508 -1,04049 3,03579 -0,35369 2,68700 -0,282163 -0,22813
Kota Singkawang Singkawang Barat -2,26820 1,12079 -1,21375 3,09928 1,62023 -0,52265 2,61404 -0,206587 7,22950
Kota Singkawang Singkawang Tengah 0,10892 0,45257 1,76287 -0,08980 0,96029 0,85480 1,49384 3,107672 1,37821

167
168

Lampiran 9 Distribusi klaster konfigurasi pembangunan bidang pendidikan di


tingkat kecamatan
Klaster Nama Kecamatan
I Kapuas, Sintang, Sungai Raya, Pontianak Selatan, Pontianak Barat,
Pontianak Kota, Singkawang Barat
II Tebas, Sambas, Sungai’Raya, Ngabang, Mempawah Hilir,
Kendawangan, Delta Pawan, Sekadau Hilir, Nanga Pinoh, Kubu,
Pontianak Tenggara, Pontianak Utara, Singkawang Utara, Singkawang
Tengah
III Selakau, Selakau Tua, Pemangkat, Semparuk, Salatiga, Tekarang,
Subah, Sebawi, Sajad, Jawai, Jawai Selatan, Teluk Keramat, Galing,
Tangaran, Sejangkung, Sajingan Besar, Paloh, Capkala, Sungai’Raya
Kepulauan, Samalantan, Monterado, Lembah Bawang, Bengkayang,
Teriak, Sungai Betung, Ledo, Suti Semarang, Lumar, Sanggau Ledo,
Tujuh Belas, Seluas, Jagoi Babang, Siding, Sebangki, Jelimpo, Sengah
Temila, Mandor, Menjalin, Mempawah Hulu, Sompak, Menyuke,
Banyuke Hulu, Meranti, Air Besar, Kuala Behe, Siantan, Segedong,
Sungai Pinyuh, Anjongan, Mempawah Timur, Sungai Kunyit, Toho,
Sadaniang, Toba, Meliau, Mukok, Jangkang, Bonti, Parindu, Tayan
Hilir, Balai, Tayan Hulu, Kembayan, Beduwai, Noyan, Sekayam,
Entikong, Manis Mata, Marau, Singkup, Air Upas, Jelai Hulu,
Tumbang Titi, Pemahan, Sungai Melayu Rayak, Matan Hilir Selatan,
Benua Kayong, Matan Hilir Utara, Muara Pawan, Nanga Tayap,
Sandai, Hulu Sungai, Sungai Laur, Simpang Hulu, Simpang Dua,
Serawai, Ambalau, Kayan Hulu, Sepauk, Tempunak, Sungai Tebelian,
Dedai, Kayan Hilir, Kelam Permai, Binjai Hulu, Ketungau Hilir,
Ketungau Tengah, Ketungau Hulu, Silat Hilir, Silat Hulu, Hulu
Gurung, Bunut Hulu, Mentebah, Bika, Kalis, Putussibau Selatan, Hulu
Kapuas, Embaloh Hilir, Bunut Hilir, Boyan Tanjung, Pengkadan,
Jongkong, Selimbau, Danau Sentarum, Suhaid, Seberuang, Semitau,
Empanang, Puring Kencana, Badau, Batang Lumpar, Embaloh Hulu,
Putussibau Utara, Nanga Mahap, Nanga Taman, Sekadau Hulu,
Belitang Hilir, Belitang, Belitang Hulu, Sokan, Tanah Pinoh, Tanah
Pinoh Barat, Sayan, Belimbing, Belimbing Hulu, Pinoh Selatan, Pinoh
Utara, Ella Hilir, Menukung, Pulau Maya Karimata, Sukadana,
Simpang Hilir, Teluk Batang, Seponti, Batu Ampar, Terentang, Telok
Pa’kedai, Sungai Kakap, Rasau Jaya, Sungai Ambawang, Kuala
mandor-B, Pontianak Timur, Singkawang Selatan, Singkawang Timur,
169

Lampiran 10 Factor score untuk penciri konfigurasi pembangunan bidang sosial


Idx_SDS Idx_SDSAp Idx_SDSAp Idx_SDSFI Idx_SDSFI Idx_SDSK Idx_SDSK
Kabupaten Kecamatan Konf kamf1 kamf2 f1 f2 f1 f2
Sambas Selakau 0,77772 -0,787899 0,62483 0,193033 -0,99288 -0,24762 0,00000
Sambas Selakau Tua 0,20056 -0,835993 0,93909 -0,525381 -0,92135 -0,24762 0,00000
Sambas Pemangkat 1,27620 -0,489720 1,10922 0,735061 -1,27855 -0,24762 0,00000
Sambas Semparuk 1,00681 -0,383727 1,41234 -0,018971 -0,99529 -0,24762 0,00000
Sambas Salatiga 0,61227 -0,225097 1,21053 -0,187820 -1,04734 -0,24762 0,00000
Sambas Tebas 0,58824 -0,364203 1,10209 1,242299 -0,29434 -0,24762 0,00000
Sambas Tekarang 0,07255 -0,087962 0,75717 -0,316106 -0,96752 4,58037 0,00000
Sambas Sambas 0,34816 0,055251 0,64683 0,715189 -0,84681 -0,24762 0,00000
Sambas Subah -0,22173 0,421187 -1,47975 1,831187 0,80943 1,68984 0,00000
Sambas Sebawi 0,16966 0,175068 0,41710 -0,127349 -1,07059 -0,24762 0,00000
Sambas Sajad 0,35783 -0,336155 0,31390 -0,464599 -0,92133 -0,24762 0,00000
Sambas Jawai 0,64587 0,020554 0,20292 0,623609 -1,02617 -0,24762 0,00000
Sambas Jawai selatan 0,26700 0,261998 0,11169 0,234230 -1,18018 -0,24762 0,00000
Sambas Teluk Keramat 0,44735 -0,663653 0,15477 0,840410 -0,80432 -0,24762 0,00000
Sambas Galing 0,11718 -0,170675 -0,34893 0,023493 -0,82791 1,68984 0,00000
Sambas Tangaran 0,58582 -0,594014 0,68534 -0,167751 -0,88703 -0,24762 0,00000
Sambas Sejangkung 0,22368 -0,495511 0,66536 0,042953 -0,89935 -0,24762 0,00000
Sambas Sajingan Besar -0,23572 2,727375 -1,26465 -0,776813 -0,02472 -0,24762 0,00000
Sambas Paloh 0,52861 0,267017 0,89975 0,152791 -0,96979 1,68984 0,00000
Bengkayang Sungai'Raya 0,92215 0,506141 0,16629 0,573765 -0,92546 -0,24762 0,00000
Bengkayang Capkala -0,29439 0,004095 0,59986 -0,730890 -0,57257 -1,32243 9,32738
Bengkayang Sungai'Raya Kepulauan 0,95209 -0,281762 1,80001 0,328615 -1,13608 -0,24762 0,00000
Bengkayang Samalantan 0,36305 -0,428845 -0,24938 -0,574156 0,16574 -0,24762 0,00000
Bengkayang Monterado 0,26550 -0,678999 0,37192 -0,288392 0,79247 -0,24762 0,00000
Bengkayang Lembah Bawang -0,92248 -0,327522 0,23715 -0,679221 -0,33949 -0,24762 0,00000
Bengkayang Bengkayang 0,92719 0,736335 0,23321 -0,271581 -0,24265 -0,24762 0,00000
Bengkayang Teriak -2,06391 0,149857 -0,34195 -0,675715 0,26506 -0,24762 0,00000
Bengkayang Sungai Betung 0,26005 0,082470 -0,41391 -0,193888 -0,16272 -0,24762 0,00000
Bengkayang Ledo -1,30628 -0,247025 -1,27454 -0,440698 0,43473 -0,24762 0,00000
Bengkayang Suti Semarang -2,95141 -0,964161 -1,41173 -0,763429 -0,15884 -0,24762 0,00000

169
Lampiran 10 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDSAp Idx_SDSAp Idx_SDSFI Idx_SDSFI Idx_SDSK Idx_SDSK
Kabupaten Kecamatan Konf kamf1 kamf2 f1 f2 f1 f2
Bengkayang Lumar -0,46598 0,470816 -0,21793 -0,718781 -0,19297 -0,24762 0,00000
Bengkayang Sanggau Ledo 0,18635 0,095149 0,61620 -0,340150 -0,30370 -0,24762 0,00000
Bengkayang Tujuhbelas 0,44721 -0,196886 -0,11765 0,134824 0,04813 -0,24762 0,00000
Bengkayang Seluas 0,20449 0,079798 0,03719 -0,577918 0,08700 1,68984 0,00000
Bengkayang Jagoi Babang -1,26102 -0,715053 -0,61301 -0,743663 -0,43949 -0,24762 0,00000
Bengkayang Siding -1,58471 -0,941981 -1,00491 -0,799379 -0,48800 -0,24762 0,00000
Landak Sebangki 0,92413 -0,162093 0,40681 -0,403105 -0,15233 1,68984 0,00000
Landak Ngabang 0,72815 -0,478337 1,15504 0,129567 3,78161 -0,24762 0,00000
Landak Jelimpo 0,31720 4,796863 2,97508 -0,497756 2,64889 -0,24762 0,00000
Landak Sengah Temila 0,95370 -0,637036 0,69064 -0,175688 3,88335 -0,24762 0,00000
Landak Mandor 0,16812 -0,015821 0,44529 -0,322298 2,34123 -0,24762 0,00000
Landak Menjalin 0,41449 0,870018 0,08921 -0,680325 0,86805 -0,24762 0,00000
Landak Mempawah Hulu 0,41451 -0,286571 0,80526 -0,512095 2,22461 -0,24762 0,00000
Landak Sompak 0,50697 -0,582273 0,16487 -0,720857 0,19452 1,68984 0,00000
Landak Menyuke 0,23042 0,302051 0,28229 -0,538565 1,75656 -0,24762 0,00000
Landak Banyuke Hulu 0,27069 -0,433996 0,89655 -0,752225 0,09434 4,58037 0,00000
Landak Meranti 0,08387 -0,239187 0,49923 -0,735303 0,12989 -0,24762 0,00000
Landak Kuala Bbehe 0,31808 -0,195892 -0,01102 -0,597807 0,58104 -0,24762 0,00000
Landak Air Besar -0,15191 0,537330 -0,58025 -0,520208 1,22847 -0,24762 0,00000
Pontianak Siantan 1,13203 -0,487396 0,52919 1,101692 -0,91054 -0,24762 0,00000
Pontianak Segedong 0,59721 -0,026641 1,04818 0,400079 -0,96835 -0,24762 0,00000
Pontianak Sungai Pinyuh 1,05553 -0,373410 1,07294 1,934719 -1,29489 -0,24762 0,00000
Pontianak Anjongan 0,55225 -0,191742 0,83990 -0,444267 -0,49587 -0,24762 0,00000
Pontianak Mempawah Hilir 0,89329 -0,360953 0,40328 0,922933 -0,74724 -0,24762 0,00000
Pontianak Mempawah Timur 0,63191 -0,101225 0,60568 1,241900 -0,94439 -0,24762 0,00000
Pontianak Sungai Kunyit -0,02510 0,338891 -0,82365 0,428127 -0,88308 -0,24762 0,00000
Pontianak Toho 0,26953 -0,260233 1,54272 -0,479380 0,31431 -0,24762 0,00000
Pontianak Sadaniang -0,25038 -0,340053 0,96801 -0,746631 0,09009 -0,24762 0,00000
Sanggau Toba -0,46482 0,190365 -1,90372 -0,653946 0,12689 -0,24762 0,00000
Sanggau Meliau 0,50196 -0,747602 0,38414 0,834508 2,31151 -0,24762 0,00000
Sanggau Kapuas 0,75471 -0,885092 0,03853 1,185182 2,64401 -0,24762 0,00000

170
171

Lampiran 10 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDSAp Idx_SDSAp Idx_SDSFI Idx_SDSFI Idx_SDSK Idx_SDSK
Kabupaten Kecamatan Konf kamf1 kamf2 f1 f2 f1 f2
Sanggau Mukok 0,06631 1,182398 -0,26068 -0,046409 0,53658 -0,24762 0,00000
Sanggau Jangkang 0,58960 -0,461127 0,54351 -0,617411 0,92714 -0,24762 0,00000
Sanggau Bonti 0,44929 -0,868550 -0,83007 -0,528733 1,69500 -0,24762 0,00000
Sanggau Parindu 0,54868 -0,614063 0,20833 -0,414316 2,12929 -0,24762 0,00000
Sanggau Tayan Hilir 0,29891 -0,416687 0,84928 -0,407737 0,65565 -0,24762 0,00000
Sanggau Balai 0,29803 -0,801041 -0,12351 -0,551081 1,23298 -0,24762 0,00000
Sanggau Tayan Hulu 0,61425 2,167822 -1,50258 -0,311965 2,00357 -0,24762 0,00000
Sanggau Kembayan 0,45059 -0,770026 0,59611 -0,155683 1,59797 -0,24762 0,00000
Sanggau Beduwai 0,64805 0,026706 -0,40946 -0,702346 0,09861 -0,24762 0,00000
Sanggau Noyan 0,38710 1,059327 -1,75687 -0,805290 0,35072 -0,24762 0,00000
Sanggau Sekayam 0,64580 1,295907 0,52465 -0,395828 1,05802 3,62730 0,00000
Sanggau Entikong 0,79539 0,194412 1,02510 -0,684763 0,21210 1,68984 0,00000
Ketapang Kendawangan 0,37454 -0,316665 -0,46981 0,495237 -0,32906 -0,24762 0,00000
Ketapang Manis Mata -0,13364 0,472446 0,05916 -0,407655 0,02662 -0,24762 0,00000
Ketapang Marau -0,34866 -0,185331 -0,74035 -0,153370 0,12692 -0,24762 0,00000
Ketapang Singkup -1,21191 1,261453 -3,38605 -0,178866 -0,47178 -0,24762 0,00000
Ketapang Air Upas -0,11342 -0,247242 -0,61737 0,047250 -0,08238 -0,24762 0,00000
Ketapang Jelai Hulu -1,44900 -0,307681 -1,95499 -0,753512 -0,12885 -0,24762 0,00000
Ketapang Tumbang Titi -0,62444 0,366505 -1,17845 -0,165542 0,53013 -0,24762 0,00000
Ketapang Pemahan -0,12157 0,910658 -0,92426 -0,617925 -0,67911 -0,24762 0,00000
Ketapang Sungai Melayu Rayak -1,00206 -0,359163 -1,65165 -0,150617 -0,28106 -0,24762 0,00000
Ketapang Matan Hilir Selatan 0,58333 -0,240362 0,64461 0,177112 -0,78434 -0,24762 0,00000
Ketapang Benua Kayong 0,73633 -0,534257 0,11550 0,473017 -0,83061 -0,24762 0,00000
Ketapang Matan Hilir Utara 0,66703 -0,352955 -0,30704 -0,367063 -0,68209 -0,24762 0,00000
Ketapang Delta Pawan 1,22799 0,477783 0,34185 1,005244 -0,78845 -0,24762 0,00000
Ketapang Muara Pawan -0,15206 0,128515 -0,75737 -0,284177 -0,90324 -0,24762 0,00000
Ketapang Nanga Tayap 0,06589 -0,349021 -0,39591 0,168016 0,22972 -0,24762 0,00000
Ketapang Sandai 0,62599 -0,341591 -0,43882 -0,117550 -0,65054 -0,24762 0,00000
Ketapang Hulu Sungai -0,44932 -0,961231 -1,35799 -0,833693 -0,15680 -0,24762 0,00000
Ketapang Sungai Laur -0,67757 0,950607 -2,16201 0,129620 -0,07390 -0,24762 0,00000
Ketapang Simpang Hulu 0,51557 -0,271269 0,41119 -0,670422 1,35696 -0,24762 0,00000

171
Lampiran 10 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDSAp Idx_SDSAp Idx_SDSFI Idx_SDSFI Idx_SDSK Idx_SDSK
Kabupaten Kecamatan Konf kamf1 kamf2 f1 f2 f1 f2
Ketapang Simpang Dua 0,38178 0,968218 -0,38599 -0,735222 -0,50774 -0,24762 0,00000
Sintang Serawai -0,04383 -0,051238 -0,17168 -0,453091 0,30984 -0,24762 0,00000
Sintang Ambalau 0,36807 -0,341913 0,43548 -0,761688 0,37950 -0,24762 0,00000
Sintang Kayan Hulu -0,66468 -0,745485 -0,14074 -0,499525 1,22738 -0,24762 0,00000
Sintang Sepauk 0,37881 -0,434163 -0,20222 0,955200 3,17105 -0,24762 0,00000
Sintang Tempunak -0,57070 0,342514 -0,70208 0,663115 1,30862 -0,24762 0,00000
Sintang Sungai Tebelian -0,03029 -0,077169 -1,44986 0,742508 0,62211 -0,24762 0,00000
Sintang Sintang 1,17276 0,098558 -1,30823 1,376241 0,67488 -0,24762 0,00000
Sintang Dedai 0,43609 -0,265146 0,17357 0,907054 0,55568 -0,24762 0,00000
Sintang Kayan Hilir 0,41499 -0,399081 0,66301 -0,623026 1,02959 1,68984 0,00000
Sintang Kelam Permai -0,10705 0,564216 -2,70013 -0,403033 1,02426 -0,24762 0,00000
Sintang Binjai Hulu -0,16136 0,205132 -0,20344 -0,235087 -0,28830 -0,24762 0,00000
Sintang Ketungau Hilir 0,15550 -0,920184 -2,33139 -0,493911 1,00956 -0,24762 0,00000
Sintang Ketungau Tengah 0,49992 -0,591125 -0,49750 -0,678253 0,95580 -0,24762 0,00000
Sintang Ketungau Hulu 0,62814 0,201310 -0,16042 -0,649252 0,37240 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Silat Hilir -0,53251 0,953376 -0,16698 -0,099546 0,56598 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Silat Hulu -0,45821 -0,693533 0,56580 -0,589088 0,00415 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Hulu Gurung -0,50245 0,126324 1,16561 -0,307691 -0,90117 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Bunut Hulu -0,19034 0,381568 0,18014 -0,523386 -0,55584 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Mentebah -0,34709 -0,222172 0,56638 -0,438656 -0,23845 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Bika -2,05534 1,199444 0,19519 -0,803926 -0,54668 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Kalis -0,90770 1,087514 0,00966 -0,603520 0,43879 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Putussibau Selatan -0,31273 -0,921587 -0,63085 -0,523540 -0,51964 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Hulu Kapuas -3,36145 -0,992205 -1,92610 -0,749748 -0,17235 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Embaloh Hilir -2,68990 1,848626 1,34519 -0,677789 -0,42789 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Bunut Hilir -0,95977 -0,133143 1,58175 -0,525781 -0,81140 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Boyan Tanjung -0,76949 0,181084 0,64520 -0,482258 -0,73560 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Pengkadan -0,92637 -0,041032 -0,47745 -0,455193 -0,88324 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Jongkong -0,68677 -0,111179 0,23280 -0,448840 -0,83252 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Selimbau -1,22664 0,940364 -0,66529 -0,483841 -0,84863 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Danau Sentarum -1,42463 -0,882772 0,08108 -0,689516 -0,94147 -0,24762 0,00000

172
173

Lampiran 10 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDSAp Idx_SDSAp Idx_SDSFI Idx_SDSFI Idx_SDSK Idx_SDSK
Kabupaten Kecamatan Konf kamf1 kamf2 f1 f2 f1 f2
Kapuas Hulu Suhaid -0,94753 -0,826759 1,10845 -0,609856 -0,71243 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Seberuang -1,28928 0,916020 0,88487 -0,809700 0,57794 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Semitau -1,15400 2,800639 -0,22613 -0,731177 -0,45469 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Empanang -1,48301 2,061736 -1,07187 -0,832958 -0,72421 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Puring Kencana -3,18394 1,033413 -2,20091 -0,843102 -0,54102 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Badau -2,54144 8,025714 1,77870 -0,743263 -0,43407 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Batang Lupar -3,19194 0,859677 -1,22757 -0,778152 -0,44226 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Embaloh Hulu -4,41641 -0,934061 -0,85964 -0,822137 -0,56780 -0,24762 0,00000
Kapuas Hulu Putussibau Utara -0,23829 -0,742099 0,82563 -0,303025 0,34751 -0,24762 0,00000
Sekadau Nanga Mahap 0,33292 -0,242996 -0,01124 -0,539450 0,56513 -0,24762 0,00000
Sekadau Nanga Taman 0,39932 -0,111388 0,08267 -0,616418 1,18062 -0,24762 0,00000
Sekadau Sekadau Hulu 0,35242 -0,309151 -0,00028 -0,416998 1,19976 -0,24762 0,00000
Sekadau Sekadau Hilir 0,92900 -0,083836 0,58903 0,944513 1,27454 -0,24762 0,00000
Sekadau Belitang Hilir 0,64794 0,089493 -0,86433 -0,438974 0,58743 -0,24762 0,00000
Sekadau Belitang 0,45783 0,200873 -0,50857 -0,386088 -0,25513 -0,24762 0,00000
Sekadau Belitang Hulu 0,05367 -0,794517 0,46270 -0,634806 0,43703 -0,24762 0,00000
Melawi Sokan -1,26487 -0,908171 -0,38479 -0,432000 -0,15933 -0,24762 0,00000
Melawi Tanah Pinoh -0,29185 -0,785934 0,25372 -0,260740 -0,48385 -0,24762 0,00000
Melawi Tanah Pinoh Barat -0,22578 -0,576509 1,18942 -0,563889 -0,23083 -0,24762 0,00000
Melawi Sayan -0,66374 -0,264825 0,17737 -0,412499 -0,39027 -0,24762 0,00000
Melawi Belimbing -0,24508 0,019041 -1,28974 -0,216133 0,41991 -0,24762 0,00000
Melawi Belimbing Hulu -0,32294 -0,518151 -0,99362 -0,473806 -0,20379 1,68984 0,00000
Melawi Nanga Pinoh 0,66479 -0,202531 0,41815 0,422799 -0,02617 8,45529 0,00000
Melawi Pinoh Selatan -0,91387 -0,721234 -0,58908 -0,471193 -0,41533 -0,24762 0,00000
Melawi Pinoh Utara -1,70532 -0,762677 -3,02601 -0,376548 0,05428 -0,24762 0,00000
Melawi Ella Hilir -0,48031 1,180883 -0,54467 -0,347983 0,15888 -1,32243 -9,32738
Melawi Menukung -1,10093 -0,856459 -1,69826 -0,501190 0,66295 -0,24762 0,00000
Kayong Utara Pulau Maya Karimata 0,67315 0,131362 0,50335 -0,029391 -1,03091 -0,24762 0,00000
Kayong Utara Sukadana 0,41103 -0,016004 0,68125 1,118811 -0,61382 -0,24762 0,00000
Kayong Utara Simpang Hilir 0,47468 1,660999 -0,59486 0,253975 -0,79656 -0,24762 0,00000
Kayong Utara Teluk Batang 0,53926 0,104550 -0,46827 0,114234 -0,79536 -0,24762 0,00000

173
Lampiran 10 (lanjutan)
Idx_SDS Idx_SDSAp Idx_SDSAp Idx_SDSFI Idx_SDSFI Idx_SDSK Idx_SDSK
Kabupaten Kecamatan Konf kamf1 kamf2 f1 f2 f1 f2
Kayong Utara Seponti -0,26852 -0,096453 -1,89813 0,239705 -0,65371 -0,24762 0,00000
Kubu Raya Batu Ampar 0,33284 -0,623011 0,52879 0,918384 -0,62410 -0,24762 0,00000
Kubu Raya Terentang -1,11016 -0,115426 -0,60541 0,015269 -0,70260 -0,24762 0,00000
Kubu Raya Kubu 0,02950 -0,413189 -1,12832 1,765199 -0,31510 -0,24762 0,00000
Kubu Raya Telok Pa'kedai -0,48894 -0,097913 0,20129 0,550690 -1,09315 -0,24762 0,00000
Kubu Raya Sungai Kakap 1,21037 -0,540671 1,51365 3,068225 -0,61373 -0,24762 0,00000
Kubu Raya Rasau Jaya 0,79626 -0,167630 0,72284 0,890946 -0,56267 -0,24762 0,00000
Kubu Raya Sungai Raya 1,32348 -0,699154 1,10972 8,190257 2,17776 1,68984 0,00000
Kubu Raya Sungai Ambawang 0,91459 -0,379578 1,25994 2,411066 1,02287 -0,24762 0,00000
Kubu Raya Kuala Mandor-B 0,92356 -0,773210 1,43825 2,119160 -0,20910 -0,24762 0,00000
Kota Pontianak Pontianak Selatan 1,42787 -0,739031 0,72011 0,425165 -0,75147 1,68984 0,00000
Kota Pontianak Pontianak Tenggara 1,32082 -0,647766 1,68965 0,133060 -0,82509 -0,24762 0,00000
Kota Pontianak Pontianak Timur 1,31843 -0,631156 1,02510 0,814258 -0,61468 -0,24762 0,00000
Kota Pontianak Pontianak Barat 1,47411 -0,741204 1,36393 1,339809 -0,44864 -0,24762 0,00000
Kota Pontianak Pontianak Kota 1,45073 -0,595748 0,75657 1,210840 -0,64858 -0,24762 0,00000
Kota Pontianak Pontianak Utara 1,46618 -0,763452 0,77130 3,800001 -0,59248 -0,24762 0,00000
Kota Singkawang Singkawang Selatan 1,34305 -0,554674 0,19632 1,227274 -0,89143 -0,24762 0,00000
Kota Singkawang Singkawang Timur 0,63918 1,342441 -0,25916 0,168679 -0,59372 -0,24762 0,00000
Kota Singkawang Singkawang Utara 0,83835 -0,300740 -0,44816 0,124024 -1,23517 -0,24762 0,00000
Kota Singkawang Singkawang Barat 1,39746 -0,680764 1,15180 1,523238 -2,09653 1,68984 0,00000
Kota Singkawang Singkawang Tengah 1,30104 -0,646403 0,57924 0,231586 -0,78905 -0,24762 0,00000

174
175 175

Lampiran 11 Distribusi Klaster pembangunan bidang sosial di tingkat


kecamatan
Klaster Nama Kecamatan
I Sajingan Besar, Samalantan, Monterado, Lembah Bawang, Teriak,
Sungai Betung, Ledo, Suti Semarang, Lumar, Sanggau Ledo, Tujuh
Belas, Jagoi Babang, Siding, Ngabang, Jelimpo, Sengah Temila,
Mandor, Menjalin, Mempawah Hulu, Menyuke, Meranti, Air Besar,
Kuala Behe, Sungai Kunyit, Sadaniang, Toba, Meliau, Kapuas,
Mukok, Jangkang, Bonti, Parindu, Tayan Hilir, Balai, Tayan Hulu,
Kembayan, Beduwai, Noyan, Manis Mata, Marau, Singkup, Air Upas,
Jelai Hulu, Tumbang Titi, Pemahan, Sungai Melayu Rayak, Muara
Pawan, Nanga Tayap, Hulu Sungai, Sungai Laur, Simpang Hulu,
Simpang Dua, Serawai, Ambalau, Kayan Hulu, Sepauk, Tempunak,
Sungai Tebelian, Dedai, Kelam Permai, Binjai Hulu, Ketungau Hilir,
Ketungau Tengah, Ketungau Hulu, Silat Hilir, Silat Hulu, Bunut Hulu,
Mentebah, Bika, Kalis, Putussibau Selatan, Hulu Kapuas, Embaloh
Hilir, Bunut Hilir, Boyan Tanjung, Pengkadan, Jongkong, Selimbau,
Danau Sentarum, Suhaid, Seberuang, Semitau, Empanang, Puring
Kencana, Badau, Batang Lumpar, Embaloh Hulu, Putussibau Utara,
Nanga Mahap, Nanga Taman, Sekadau Hulu, Belitang Hilir, Belitang,
Belitang Hulu, Sokan, Tanah Pinoh, Tanah Pinoh Barat, Sayan,
Belimbing, Pinoh Selatan, Pinoh Utara, Ella Hilir, Menukung,
Simpang Hilir, Seponti, Terentang
II Selakau, Selakau Tua, Pemangkat, Semparuk, Salatiga, Tebas,
Sambas, Sebawi, Sajad, Jawai, Jawai Selatan, Teluk Keramat,
Tangaran, Sejangkung, Sungai’Raya, Capkala, Sungai’Raya
Kepulauan, Bengkayang, Siantan, Segedong, Sungai Pinyuh,
Anjongan, Mempawah Hilir, Mempawah Timur, Toho, Kendawangan,
Matan Hilir Selatan, Benua Kayong, Matan Hilir Utara, Delta Pawan,
Sandai, Sintang, Hulu Gurung, Sekadau Hilir, Pulau Maya Karimata,
Sukadana, Teluk Batang, Batu Ampar, Kubu, Telok Pa’kedai, Sungai
Kakap, Rasau Jaya, Sungai Raya, Sungai Ambawang, Kuala mandor-
B, Pontianak Tenggara, Pontianak Timur, Pontianak Barat, Pontianak
Kota, Pontianak Utara, Singkawang Selatan, Singkawang Timur,
Singkawang Utara, Singkawang Barat, Singkawang Tengah
III Tekarang, Subah, Galing, Paloh, Seluas, Sebangki, Sompak, Banyuke
Hulu, Sekayam, Entikong, Kayan Hilir, Belimbing Hulu, Nanga
Pinoh, Pontianak Selatan
36

Lampiran 12 Factor score penciri konfigurasi aktivitas sektor pertanian


Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE
Kabupaten Kecamatan
Padi Pangf1 Pangf2 Pangf3 Bunf1 Bunf2 Bunf3 Bunf4 TBf1 TBf2 TUf1 TUf2 Lahf1 Lahf2
Sambas Selakau 1,3946 -0,7428 -0,3592 -0,3326 -0,1550 -0,7509 -0,4203 0,2824 -0,3810 -0,3575 -0,3906 0,6694 -0,1839 -0,3327
Sambas Selakau Tua -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,2621 -0,4672 -0,4494 -0,3525 -0,8152 -0,5239 -0,1848 -0,6636 -0,3505 -0,3481
Sambas Pemangkat 0,4925 -0,7000 -0,2684 -0,3481 -0,3271 -1,4131 -0,5800 1,4402 0,0649 -0,2022 -1,0710 5,0483 -0,3983 -0,3437
Sambas Semparuk 0,2775 -0,1522 0,2264 -0,1530 -0,1802 -0,5027 -0,2071 -0,3210 -0,5973 -0,4630 -0,2678 0,1448 -0,3353 -0,3556
Sambas Salatiga -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,2887 -1,3214 -0,5721 1,2454 -0,8152 -0,5239 -0,1848 -0,6636 -0,3549 -0,3327
Sambas Tebas 1,5464 -0,4985 0,1926 -0,3584 0,2156 -0,4476 0,1251 -0,1280 0,0785 0,1483 -0,4529 2,5064 -0,1787 -0,3033
Sambas Tekarang 0,1940 2,8361 5,8288 -0,3687 1,1410 -0,6076 -0,6176 -0,2877 -0,5783 -0,2554 -0,3292 0,3451 -0,0072 -0,3980
Sambas Sambas -0,4474 -0,6968 -0,3647 -0,3475 0,5514 0,0744 0,3772 -0,4735 -0,1808 -0,3314 -0,8898 2,6219 -0,3853 -0,2703
Sambas Subah 1,6765 -0,4452 0,0195 0,0623 0,8809 -0,1557 2,8114 -0,5186 0,3619 -0,2646 -0,1753 -0,5060 0,7023 -0,2584
Sambas Sebawi -0,5780 -0,7838 -0,3867 -0,3375 0,3486 -0,2493 -0,2598 -0,5276 -0,6281 -0,4858 -0,1665 -0,4914 -0,4278 -0,2740
Sambas Sajad -0,6662 -0,4979 -0,1758 -0,2919 -0,0631 -0,1640 -0,4287 -0,4467 -0,7547 -0,5081 -0,1971 -0,5223 -0,4343 -0,3548
Sambas Jawai 1,0273 -0,2229 3,4409 -1,6096 -0,3998 -1,7609 -0,2027 2,3459 -0,0497 -0,1687 -0,8552 2,6571 -0,2511 -0,3836
Sambas Jawai selatan 0,1006 -0,1315 6,7402 -2,6536 -0,3475 -1,6653 -0,5993 2,0385 -0,1321 -0,2020 -0,4538 0,7019 -0,3156 -0,3896
Sambas Teluk Keramat 0,7971 -0,5433 0,8087 -0,6725 10,0621 1,3694 0,3229 -1,3826 1,1673 -0,1806 -1,1412 5,5236 0,1359 -0,1978
Sambas Galing 0,5349 -0,7902 -0,3860 -0,3347 1,0592 -0,3295 0,7455 -0,2031 -0,3924 -0,4472 -0,2629 -0,1041 -0,3223 -0,3152
Sambas Tangaran -0,6429 -3,6467 7,5013 1,2384 -0,0665 -0,5966 -0,3010 0,2532 -0,5119 -0,4388 -0,1471 -0,4275 0,0154 -0,4021
Sambas Sejangkung -0,2501 -0,5867 -0,2841 -0,2181 1,8632 0,3096 -0,0611 -0,0303 -0,4721 -0,4901 -0,1700 -0,3790 -0,0764 -0,2435
Sambas Sajingan Besar -0,0874 -0,6814 -0,3992 -0,3651 -0,1186 0,1810 0,2591 -0,2953 -0,7467 -0,3781 -0,1930 -0,5856 0,6149 -0,1299
Sambas Paloh -0,0162 -0,7465 -0,3265 -0,3130 0,0191 -0,5396 0,3427 -0,4004 0,0341 -0,2670 -0,6486 1,5354 -0,2484 0,0429
Bengkayang Sungai'Raya -0,6828 -0,6575 1,3839 -0,4188 -0,2104 -0,7638 0,3501 0,4826 -0,4747 -0,3175 -0,2088 -0,3720 -0,4262 -0,3472
Bengkayang Capkala -0,5920 -0,6613 -0,3040 -0,3603 -0,6462 -0,6376 1,8561 0,5351 -0,7070 -0,4376 -0,1816 -0,6243 -0,0364 -0,3443
Bengkayang Sungai'Raya Kepulauan -0,6628 -0,2800 0,2920 -0,1247 3,6639 -0,8501 -0,8198 -0,7366 -0,5743 -0,2837 -0,2000 -0,3483 -0,4214 -0,2446
Bengkayang Samalantan -0,3797 4,6834 -0,9391 0,3180 -0,0657 1,0842 -0,0990 -0,3489 -0,1638 0,9032 -0,1752 -0,4658 -0,2158 -0,2769
Bengkayang Monterado -0,3705 0,8941 1,0894 1,3445 -0,0518 0,8370 -0,0489 -0,3991 0,1896 0,1458 -0,1723 -0,4588 0,0411 0,8903
Bengkayang Lembah Bawang -0,6594 1,0633 -0,6781 0,0541 -0,0498 1,1308 -0,1566 -0,3728 -0,7071 -0,0965 -0,1784 -0,5949 -0,4591 -0,2335
Bengkayang Bengkayang -0,5320 1,3217 -0,1021 1,0730 -0,2130 -0,1158 0,0212 -0,4303 -0,1928 -0,3548 -0,1704 -0,4938 -0,2031 -0,2357
Bengkayang Teriak -0,2577 0,6519 -0,0223 0,3884 -0,1298 0,1301 0,2178 -0,4952 -0,5328 -0,3523 -0,1770 -0,5395 -0,2818 -0,3257
Bengkayang Sungai Betung -0,2029 0,7107 -0,2979 1,0991 -0,2109 -0,1090 -0,1286 -0,3629 -0,4491 -0,1942 -0,1772 -0,5232 -0,2948 -0,3475
Bengkayang Ledo -0,6867 -0,1772 -0,0994 0,2742 -0,1806 -0,1708 0,5150 -0,5182 -0,6370 -0,3861 -0,1893 -0,5350 -0,4529 -0,2199
Bengkayang Suti Semarang -0,7890 -0,1706 -0,2050 -0,1935 -0,2309 -0,3452 0,0891 -0,4495 -0,6973 -0,1987 -0,1765 -0,5561 -0,4055 -0,2916
Bengkayang Lumar -0,4901 -0,1613 -0,1317 0,4331 -0,2000 -0,2720 0,0838 -0,4679 -0,7456 -0,4535 -0,1801 -0,6155 -0,0340 -0,2997
Bengkayang Sanggau Ledo -0,6446 0,4757 0,9643 6,0885 0,2991 0,1084 0,8067 -0,2426 0,2558 -0,2435 -0,1329 -0,4428 -0,3664 -0,2720
Bengkayang Tujuhbelas -0,7221 -1,4997 -0,3340 5,1034 -0,0154 -0,3348 0,9896 -0,4582 1,7956 -0,0552 -0,1201 -0,2066 -0,4421 -0,3017
Bengkayang Seluas -0,7268 0,8450 -0,5746 1,0196 0,1438 -0,5758 6,8181 -1,3845 -0,2855 0,1037 -0,1528 0,0219 0,4047 -0,4607

176
37

Lampiran 12 (lanjutan)
Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE
Kabupaten Kecamatan
Padi Pangf1 Pangf2 Pangf3 Bunf1 Bunf2 Bunf3 Bunf4 TBf1 TBf2 TUf1 TUf2 Lahf1 Lahf2
Bengkayang Jagoi Babang -0,5789 0,4566 0,4329 -0,0309 -0,3498 -0,4262 0,2938 -0,4177 -0,6842 -0,3161 -0,1897 -0,5137 -0,4309 -0,1887
Bengkayang Siding -0,7820 2,9145 -0,0272 -0,2523 -0,3244 -0,5037 0,2824 -0,4560 -0,7535 -0,3480 -0,1781 -0,5534 -0,4788 -0,2171
Landak Sebangki 0,0387 0,8941 1,0894 1,3445 -0,1541 -0,3821 0,0385 -0,2057 -0,1480 0,0694 1,0142 0,1056 0,5607 -0,2680
Landak Ngabang 2,2742 1,0633 -0,6781 0,0541 -0,1646 1,2614 -0,0954 -0,0424 -0,1937 0,3272 0,1007 0,0797 1,1953 -0,1440
Landak Jelimpo -0,8175 1,3217 -0,1021 1,0730 -0,3637 -0,3015 0,1184 -0,2618 -0,5486 -0,1589 -0,1417 -0,3776 0,7600 0,1422
Landak Sengah Temila 2,4015 0,6519 -0,0223 0,3884 0,3117 2,2506 0,6632 -0,0032 1,2366 1,0303 0,0598 -0,0134 2,1797 0,7264
Landak Mandor 7,2863 0,7107 -0,2979 1,0991 -0,0805 1,1106 -0,1086 -0,1333 -0,1396 1,5602 -0,0627 -0,1979 -0,2513 -0,2216
Landak Menjalin 0,7540 -0,1772 -0,0994 0,2742 -0,6649 2,9571 0,4883 6,6112 0,3103 0,7467 0,0065 -0,0139 0,9195 -0,3460
Landak Mempawah Hulu 4,3377 -0,1706 -0,2050 -0,1935 -0,2289 0,0867 0,3160 -0,0763 -0,1611 0,8928 -0,0509 0,0460 1,2714 -0,3374
Landak Sompak -0,8175 -0,1613 -0,1317 0,4331 -0,1365 0,3996 -0,3941 -0,3498 -0,1017 0,4196 -0,1223 -0,2016 1,9845 -0,3377
Landak Menyuke 2,0454 0,4757 0,9643 6,0885 -0,3471 0,2225 0,7659 -0,2323 -0,3107 0,0049 -0,1858 -0,3662 0,4994 -0,3417
Landak Banyuke Hulu -0,8175 -1,4997 -0,3340 5,1034 -0,2141 -0,1038 -0,3922 -0,3937 -0,6149 -0,2790 -0,1897 -0,5202 -0,2529 -0,3201
Landak Meranti 0,7970 0,8450 -0,5746 1,0196 -0,1954 -0,4190 -0,4146 -0,3473 -0,4569 0,0922 -0,2100 -0,4009 0,2107 -0,3594
Landak Kuala Bbehe -0,3927 0,4566 0,4329 -0,0309 -0,0136 1,8255 0,1121 -0,3233 -0,6067 -0,2956 -0,1826 -0,5604 -0,3223 -0,1728
Landak Air Besar 0,5240 2,9145 -0,0272 -0,2523 2,1884 0,0851 3,8290 2,0088 -0,5569 -0,2590 -0,1868 -0,6013 -0,2178 -0,0196
Pontianak Siantan -0,2353 -0,5271 -0,0763 -0,2145 1,0096 -0,4046 -0,4629 4,5797 0,0975 0,0408 -0,0481 0,2445 -0,2060 -0,2780
Pontianak Segedong -0,1688 0,5543 -0,5540 -0,6243 1,9638 -0,9749 -0,5245 2,7863 -0,0812 -0,2276 -0,1114 0,3249 -0,3113 -0,3871
Pontianak Sungai Pinyuh -0,4124 -0,5235 -0,2424 -0,3179 -0,3729 -0,7529 0,4339 1,3993 0,2894 -0,1253 0,0902 -0,0038 -0,3374 -0,3402
Pontianak Anjongan -0,3038 -0,5965 -0,2808 -0,3323 -0,2782 -0,3330 -0,3842 -0,3882 -0,0153 -0,1348 0,2362 -0,0522 0,1336 -0,3694
Pontianak Mempawah Hilir -0,6034 2,9735 0,3519 -1,6972 0,0825 -0,7564 -0,1543 0,5615 0,9509 0,1517 2,8527 1,7876 -0,4328 -0,3461
Pontianak Mempawah Timur -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 0,0386 -1,0968 0,1066 1,7250 0,5076 -0,0456 1,3666 3,6874 -0,4030 -0,2365
Pontianak Sungai Kunyit -0,4258 -0,8106 0,0787 -0,3237 -0,2621 -1,2227 1,4696 0,7449 4,4056 1,5142 -0,1367 1,9248 -0,4213 -0,3333
Pontianak Toho 0,4950 -0,0935 -0,1009 0,0469 -0,2549 -0,1539 0,7134 -0,1895 1,3700 3,5398 -0,1418 -0,1493 -0,0325 -0,3949
Pontianak Sadaniang -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,2061 -0,2881 -0,2999 -0,4092 -0,1033 2,7744 -0,0729 -0,1151 -0,1115 -0,3644
Sanggau Toba 0,7586 -0,4087 -0,4310 -0,4602 -0,1137 0,8128 -0,3696 -0,4057 -0,6748 -0,1822 -0,1475 -0,4738 4,0980 -1,0163
Sanggau Meliau 0,0904 -0,4627 -0,3592 -0,2446 -0,4234 5,1169 -0,8618 0,5774 -0,4202 -0,2230 -0,0584 -0,1390 -0,3583 0,0555
Sanggau Kapuas -0,0726 0,9921 -0,4048 -0,5141 -0,2590 1,8146 -0,4525 -0,0755 0,0354 -0,2745 -0,1828 -0,1373 -0,5419 0,5332
Sanggau Mukok -0,0343 0,7255 -0,0309 0,5977 -0,2804 0,4531 -0,4161 -0,0457 0,1569 -0,1360 -0,1268 -0,1361 1,3943 -0,4404
Sanggau Jangkang 2,9810 1,3755 0,2476 0,5077 -0,1971 1,0279 -0,3974 -0,3250 -0,2933 -0,2520 -0,0810 -0,1141 -0,3073 0,6680
Sanggau Bonti 0,3981 -0,3689 -0,1941 -0,1623 -0,2935 0,7390 -0,3499 -0,3220 -0,5068 -0,1846 -0,0789 0,1555 0,1575 0,8181
Sanggau Parindu -0,1251 1,1516 -0,3497 -0,0701 -0,4527 1,6917 -0,5199 -0,1411 -0,0844 -0,0103 -0,1563 -0,3789 0,6070 -0,2893
Sanggau Tayan Hilir -0,6344 -0,0083 0,3525 -0,1184 0,0697 2,3614 -0,3133 -0,3728 -0,1898 -0,2034 -0,1081 -0,2827 -0,1690 0,0289
Sanggau Balai -0,0382 -0,5343 -0,4163 -0,4168 0,0995 3,6873 0,9458 -0,1429 0,1032 0,0678 -0,1265 -0,2512 1,1528 -0,2969
Sanggau Tayan Hulu 0,3172 -0,4305 -0,0938 -0,2782 -0,1843 1,9006 -0,4178 -0,2566 -0,1589 -0,1438 -0,1536 0,2958 -0,3815 -0,1426

177
Lampiran 12 (lanjutan)
Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE
Kabupaten Kecamatan
Padi Pangf1 Pangf2 Pangf3 Bunf1 Bunf2 Bunf3 Bunf4 TBf1 TBf2 TUf1 TUf2 Lahf1 Lahf2
Sanggau Kembayan 0,8241 0,9789 -0,3839 -0,0174 -0,6461 1,8577 1,3454 0,0830 -0,2628 -0,2662 -0,1236 -0,2893 1,3276 -0,1499
Sanggau Beduwai 0,4204 -0,2323 -0,1045 -0,1530 -0,4983 0,1473 1,4418 0,0997 -0,6343 -0,3074 -0,1734 -0,5951 -0,4370 -0,3660
Sanggau Noyan 0,7673 -0,0188 -0,4973 -0,3131 -0,2372 0,1160 -0,0428 -0,3423 -0,5569 -0,1283 -0,1463 -0,4643 -0,3124 -0,2455
Sanggau Sekayam 1,2138 0,3171 -0,6085 0,5455 -1,2851 -0,1989 7,5911 0,1767 -0,3527 -0,2214 -0,2096 -0,1335 -0,0137 -0,1267
Sanggau Entikong 1,3165 1,3264 -0,7588 1,4798 -0,3817 -0,5400 1,8474 -0,4955 -0,4830 -0,1912 -0,1407 -0,4522 -0,3715 -0,2359
Ketapang Kendawangan 0,2002 -0,4889 -0,4217 -0,4315 0,9779 -0,1842 -0,3606 0,5803 -0,0578 -0,0982 0,1368 0,9325 1,0597 0,8042
Ketapang Manis Mata -0,3077 -0,0494 -0,2038 -0,2656 -0,5658 4,0620 -1,0830 0,3031 -0,1598 3,9916 0,9451 4,5368 -0,0018 0,2974
Ketapang Marau -0,2602 -0,6844 -0,3985 -0,3697 -0,0363 0,8584 0,3033 -0,3516 -0,4446 0,3775 -0,1252 -0,4263 -0,2295 -0,0480
Ketapang Singkup -0,7403 -0,2149 -0,3972 -0,3267 -0,4545 0,6131 -0,5677 -0,2649 -0,4067 2,8409 -0,0915 -0,1765 -0,4773 -0,3377
Ketapang Air Upas -0,5984 -0,2751 -0,1566 0,0715 -0,2701 0,2849 0,4509 -0,5577 -0,4730 2,0256 -0,5775 1,7510 -0,4933 -0,1285
Ketapang Jelai Hulu 2,0968 -0,0243 -0,3891 -0,5288 0,1705 -0,0646 -0,3964 -0,2330 -0,4814 0,1167 -0,1937 -0,4563 0,5686 0,1907
Ketapang Tumbang Titi -0,0115 -0,1693 -0,3200 0,0507 0,3393 0,3119 -0,4679 0,0809 -0,4479 0,2591 0,1253 0,6653 -0,3229 0,0360
Ketapang Pemahan -0,5688 1,3784 0,0225 0,9609 -0,3339 0,2044 -0,5024 -0,3408 -0,5981 -0,4002 -0,1861 -0,5370 -0,4468 -0,2764
Ketapang Sungai Melayu Rayak -0,6635 0,5262 0,2919 0,1529 -0,4250 0,4399 -0,5825 -0,2803 -0,4787 0,6391 -0,2043 -0,2537 -0,4388 -0,3258
Ketapang Matan Hilir Selatan -0,0623 -0,3467 -0,0887 -0,2894 -0,2248 -0,5807 -0,4342 0,1404 3,3938 -1,8114 -0,1382 0,2884 -0,0070 0,0713
Ketapang Benua Kayong -0,2712 0,0172 0,1510 -0,2399 -0,2097 -0,4925 -0,4706 -0,3432 4,4232 -3,3638 0,2555 0,0684 -0,2934 -0,2278
Ketapang Matan Hilir Utara -0,0972 -0,6130 -0,2915 -0,3278 -0,0007 -0,5636 -0,4889 -0,0592 0,2051 -0,2896 -0,1728 -0,3134 -0,4732 -0,1467
Ketapang Delta Pawan -0,7109 -0,6631 -0,4010 -0,3770 -0,3155 -0,4887 -0,4534 -0,3936 -0,2188 -0,4989 0,2207 0,0302 -0,3675 -0,3607
Ketapang Muara Pawan -0,3662 -0,4906 -0,0029 -0,2380 -0,0995 -0,5126 -0,4822 -0,3509 3,4032 -4,5087 0,1460 -0,4363 0,2148 0,0424
Ketapang Nanga Tayap 1,5902 -0,7951 -0,1573 -0,3323 1,9095 -0,0359 -0,3241 0,4461 0,0326 4,8704 -0,1736 -0,3620 0,5637 0,0682
Ketapang Sandai 0,4042 -0,7224 -0,3940 -0,3570 2,0885 0,0175 -0,2878 0,5181 -0,3976 -0,4563 -0,1312 -0,2653 0,0053 0,1380
Ketapang Hulu Sungai -0,7751 -0,6032 -0,2973 -0,3332 -0,2853 -0,2924 -0,4407 -0,3985 -0,5104 0,0076 -0,1674 -0,5836 -0,4919 0,9102
Ketapang Sungai Laur 0,4565 -0,5095 -0,2623 -0,3357 -0,1300 1,5195 -0,6203 -0,1314 -0,6392 -0,3138 -0,2002 -0,4744 0,4869 1,0886
Ketapang Simpang Hulu -0,0221 -0,2905 -0,4449 -0,4989 0,6130 0,2126 -0,3592 -0,1055 -0,4288 0,8228 -0,1775 -0,5092 -0,1126 0,4891
Ketapang Simpang Dua -0,6669 -0,5752 -0,2037 -0,2874 -0,2371 0,0167 -0,4209 -0,3980 -0,6511 -0,1653 -0,1671 -0,5814 -0,3265 -0,1686
Sintang Serawai 0,7319 1,0864 1,1525 0,1608 -0,2188 -0,0817 -0,1422 -0,3089 -0,3201 0,8276 -0,0554 -0,3403 -0,4493 0,2960
Sintang Ambalau -0,1983 -0,4391 -0,0872 -0,2664 -0,2855 -0,2950 -0,4409 -0,3964 -0,4438 0,2587 -0,1170 -0,5069 -0,4838 1,5482
Sintang Kayan Hulu 0,0157 0,2217 -0,0498 0,0387 -0,2841 -0,2243 -0,3137 -0,3969 -0,1894 0,7616 -0,1066 -0,4870 -0,3343 -0,0973
Sintang Sepauk 0,8898 0,7811 0,6513 0,4941 -0,2318 0,0741 -0,3475 -0,4003 2,5936 -0,0281 0,1146 0,1509 0,7178 0,1419
Sintang Tempunak 3,4580 2,9456 -0,0044 -0,7263 -0,2724 -0,2160 -0,4308 -0,3962 2,1077 0,2190 0,0645 0,1625 -0,3823 -0,1059
Sintang Sungai Tebelian -0,4430 0,1287 0,0448 0,2931 -0,2900 -0,3269 -0,4396 -0,3963 3,0334 -1,1265 0,8943 0,5077 1,4549 -0,2498
Sintang Sintang -0,6738 0,0138 -0,0865 0,2198 -0,2128 0,0908 -0,3619 -0,3888 0,0584 -0,0981 0,5183 -0,1848 -0,4873 -0,0117
Sintang Dedai -0,4284 -0,3362 -0,0580 -0,1680 -0,2533 -0,0900 -0,4234 -0,4011 1,1383 0,4820 -0,0018 -0,1474 -0,2153 -0,2171
Sintang Kayan Hilir 0,1067 -0,2844 -0,1882 -0,0865 -0,2577 -0,1230 -0,4214 -0,3998 -0,1200 0,8764 -0,0630 -0,3275 0,1914 -0,0886

178
39

Lampiran 12 (lanjutan)
Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE
Kabupaten Kecamatan
Padi Pangf1 Pangf2 Pangf3 Bunf1 Bunf2 Bunf3 Bunf4 TBf1 TBf2 TUf1 TUf2 Lahf1 Lahf2
Sintang Kelam Permai 0,8065 0,5449 0,0715 -0,0152 -0,2460 -0,0684 -0,3926 -0,4083 0,2164 0,1771 -0,0517 -0,3936 -0,1257 -0,2546
Sintang Binjai Hulu -0,0973 1,2031 0,4969 0,5831 -0,2720 -0,4186 -0,2044 -0,4594 1,3728 -0,0073 -0,0668 -0,3137 -0,3100 -0,1127
Sintang Ketungau Hilir -0,1003 -0,2324 -0,2009 0,0184 -0,2795 -0,5106 -0,1598 -0,4715 0,5038 -0,1815 -0,0857 -0,3740 -0,4550 0,1381
Sintang Ketungau Tengah -0,0608 -0,4755 -0,1690 -0,2067 -0,2441 -0,5375 0,1333 -0,5458 -0,3638 0,3648 -0,0962 -0,4559 -1,7269 11,4173
Sintang Ketungau Hulu 0,5575 -0,3460 -0,0837 -0,1284 -0,2128 0,0908 -0,3619 -0,3888 -0,5104 0,3465 -0,1174 -0,5121 -0,4632 0,2768
Kapuas Hulu Silat Hilir -0,3881 1,0864 1,1525 0,1608 -0,2331 -0,2000 -0,2236 -0,4453 0,0841 0,2422 -0,1529 -0,4649 -0,4876 -0,0357
Kapuas Hulu Silat Hulu 0,5238 -0,4391 -0,0872 -0,2664 -0,2641 -0,1778 -0,4080 -0,4058 -0,5221 -0,4072 -0,1574 -0,5288 -0,4278 -0,0694
Kapuas Hulu Hulu Gurung -0,5360 0,2217 -0,0498 0,0387 -0,2128 0,0908 -0,3619 -0,3888 0,0510 -0,4988 -0,2464 -0,3167 -0,2712 -0,2666
Kapuas Hulu Bunut Hulu -0,1704 0,7811 0,6513 0,4941 -0,2252 -0,2358 -0,3921 -0,4229 -0,3357 -0,4239 -0,1926 -0,5462 0,0575 -0,1034
Kapuas Hulu Mentebah -0,0204 2,9456 -0,0044 -0,7263 -0,2702 -0,2025 -0,4265 -0,4010 -0,3475 -0,3420 -0,1641 -0,3522 -0,3801 -0,1354
Kapuas Hulu Bika -0,2460 0,1287 0,0448 0,2931 -0,3039 -0,3907 -0,4248 -0,3942 -0,2687 -0,1460 -0,1653 -0,2691 -0,4600 -0,3382
Kapuas Hulu Kalis -0,0573 0,0138 -0,0865 0,2198 -0,1942 -0,2789 -0,4511 -0,4224 -0,2503 -0,3583 -0,1446 -0,2644 1,8045 1,0078
Kapuas Hulu Putussibau Selatan 0,1370 -0,3362 -0,0580 -0,1680 -0,3183 -0,4126 -0,0449 -0,3534 0,9782 -0,2171 -0,2622 0,1360 -0,4600 0,2170
Kapuas Hulu Hulu Kapuas -0,8175 -0,2844 -0,1882 -0,0865 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,8152 -0,5239 -0,1848 -0,6636 -0,4078 0,5956
Kapuas Hulu Embaloh Hilir -0,7823 0,5449 0,0715 -0,0152 -0,0416 -0,0865 -0,1651 -0,3565 -0,1762 -0,4410 -0,2146 -0,2355 -0,4723 -0,0954
Kapuas Hulu Bunut Hilir -0,8045 1,2031 0,4969 0,5831 -0,2855 -0,2950 -0,4409 -0,3964 -0,4309 -0,4565 -0,2289 -0,2544 -0,4827 -0,3717
Kapuas Hulu Boyan Tanjung -0,2600 -0,2324 -0,2009 0,0184 -0,2841 -0,2243 -0,3137 -0,3969 -0,5007 -0,5158 -0,1523 -0,4561 -0,4297 -0,2077
Kapuas Hulu Pengkadan -0,0177 -0,4755 -0,1690 -0,2067 -0,2318 0,0741 -0,3475 -0,4003 -0,3556 -0,4543 -0,1984 -0,3619 -0,4344 -0,2353
Kapuas Hulu Jongkong -0,6814 -0,3460 -0,0837 -0,1284 -0,2724 -0,2160 -0,4308 -0,3962 -0,3942 -0,5113 -0,1781 -0,4254 -0,3595 -0,1559
Kapuas Hulu Selimbau -0,6241 -0,2289 -0,3337 -0,1709 -0,2900 -0,3269 -0,4396 -0,3963 3,4670 -0,5135 -0,1766 -0,2824 -0,4190 -0,1287
Kapuas Hulu Danau Sentarum -0,8175 -0,0030 -0,0670 -0,2448 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,8152 -0,5239 -0,1848 -0,6636 -0,4678 -0,3019
Kapuas Hulu Suhaid -0,1032 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,2533 -0,0900 -0,4234 -0,4011 -0,0918 -0,4450 -0,1301 -0,3621 -0,4978 -0,0694
Kapuas Hulu Seberuang -0,1964 0,4194 -0,1123 0,0110 -0,2577 -0,1230 -0,4214 -0,3998 -0,2706 0,6323 -0,1168 0,0200 -0,2432 -0,1241
Kapuas Hulu Semitau -0,2827 0,0148 -0,2030 0,0650 -0,2460 -0,0684 -0,3926 -0,4083 -0,5519 -0,4634 -0,1929 -0,5878 -0,4889 0,3672
Kapuas Hulu Empanang 0,0270 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,2720 -0,4186 -0,2044 -0,4594 -0,6851 -0,2930 -0,1374 -0,4522 -0,4828 -0,3661
Kapuas Hulu Puring Kencana 0,3452 0,3969 -0,1616 0,3255 -0,2795 -0,5106 -0,1598 -0,4715 -0,5834 -0,4248 -0,1797 -0,6338 -0,4754 -0,2438
Kapuas Hulu Badau -0,4103 0,0696 -0,2242 -0,4103 -0,2441 -0,5375 0,1333 -0,5458 -0,6370 -0,2138 -0,1617 -0,5352 1,4999 -0,3564
Kapuas Hulu Batang Lupar -0,3757 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,2839 -0,4498 0,3443 -0,4104 -0,5402 -0,4246 -0,1924 -0,5715 -0,4390 0,3930
Kapuas Hulu Embaloh Hulu -0,4437 0,0696 -0,2242 -0,4103 -0,3279 -0,4052 -0,0549 -0,4015 -0,4354 -0,3601 -0,1672 -0,4442 0,7809 3,6360
Kapuas Hulu Putussibau Utara 0,1896 2,2188 -0,4365 -0,6972 -0,3418 -0,4168 -0,2433 -0,3689 0,1682 -0,3429 -0,2285 0,2243 0,0933 0,8142
Sekadau Nanga Mahap -0,6124 -0,6917 -0,3257 -0,3805 -0,4311 1,3762 0,1559 1,7017 1,5396 1,0794 -0,1897 -0,0290 -0,4440 -0,1556
Sekadau Nanga Taman 0,0547 -0,5270 -0,3497 -0,3810 -0,2141 0,8411 0,0690 -0,3266 1,0847 0,9650 -0,1827 -0,1603 1,1598 -0,0262
Sekadau Sekadau Hulu -0,3961 -0,4724 -0,2069 -0,4941 -0,3871 0,6112 0,7193 -0,2126 1,3319 0,2927 -0,1546 -0,0529 -0,2382 1,7446
Sekadau Sekadau Hilir -0,7440 -0,6009 -0,4085 -0,3948 -0,6443 3,5314 -0,5331 0,9664 1,9800 0,1209 0,1512 1,0551 -0,1736 0,1513

179
Lampiran 12 (lanjutan)
Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE
Kabupaten Kecamatan
Padi Pangf1 Pangf2 Pangf3 Bunf1 Bunf2 Bunf3 Bunf4 TBf1 TBf2 TUf1 TUf2 Lahf1 Lahf2
Sekadau Belitang Hilir -0,7449 -0,5508 -0,4144 -0,4102 -0,2188 0,5679 0,4367 -0,4527 -0,2616 -0,1454 0,0004 0,2474 -0,3266 -0,1203
Sekadau Belitang -0,6010 -0,6758 -0,3580 -0,2409 -0,5028 3,1958 0,6282 -0,1935 -0,6045 -0,2467 -0,1136 -0,1397 -0,3986 -0,2181
Sekadau Belitang Hulu -0,3098 -0,7481 -0,3920 -0,3324 -0,2215 1,3812 1,3316 -0,5972 -0,4553 0,0109 -0,1108 -0,2176 0,6971 -0,2337
Melawi Sokan 1,2774 -0,2289 -0,3337 -0,1709 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,7359 -0,4821 -0,1817 -0,4308 -0,4581 0,0948
Melawi Tanah Pinoh 0,8963 -0,0030 -0,0670 -0,2448 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,7920 -0,4914 -0,1923 -0,3718 -0,4397 -0,1171
Melawi Tanah Pinoh Barat -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,7332 -0,4836 -0,1835 -0,5635 -0,4846 -0,0990
Melawi Sayan 0,5394 0,4194 -0,1123 0,0110 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,6280 -0,4571 -0,1536 -0,4564 0,5353 -0,3137
Melawi Belimbing -0,0515 0,0148 -0,2030 0,0650 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,7337 -0,4701 -0,1745 -0,4869 -0,3434 -0,0281
Melawi Belimbing Hulu -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,5899 -0,5013 -0,1776 -0,5489 -0,4871 -0,2364
Melawi Nanga Pinoh 0,2129 0,3969 -0,1616 0,3255 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,6512 -0,4892 -0,1583 -0,4478 1,2555 -0,3251
Melawi Pinoh Selatan -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,7315 -0,4878 -0,1663 -0,5585 -0,3628 0,0833
Melawi Pinoh Utara -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,7021 -0,4986 -0,1793 -0,5964 -0,2440 0,0685
Melawi Ella Hilir -0,1464 0,0696 -0,2242 -0,4103 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,7399 -0,4952 -0,1703 -0,4474 -0,4735 0,3896
Melawi Menukung 0,0774 2,2188 -0,4365 -0,6972 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,7698 -0,4922 -0,1662 -0,4546 -0,3915 -0,0058
Kayong Utara Pulau Maya Karimata 0,0706 -0,5176 -0,2566 -0,3325 -0,2153 -0,6173 -0,4798 0,1999 0,1930 -0,2420 -0,1790 -0,4480 -0,1159 -0,1348
Kayong Utara Sukadana 0,4910 -0,5168 -0,1829 -0,2908 0,1044 -0,5048 -0,4393 0,0232 0,8367 -0,4577 -0,3894 0,4935 0,7173 1,6956
Kayong Utara Simpang Hilir 0,7578 -0,1973 0,1948 -0,1585 0,3062 -0,6064 -0,5172 2,9771 -0,0330 -0,3286 -0,2876 0,3127 10,0471 1,5295
Kayong Utara Teluk Batang -0,4920 -0,6513 -0,4023 -0,3808 1,1459 -0,8849 -0,4112 1,1561 -0,3368 -0,3483 -0,2233 0,3034 0,0128 -0,2805
Kayong Utara Seponti -0,1074 -0,6992 -0,3967 -0,3652 -0,0811 -0,4919 -0,4379 -0,2811 0,2780 -0,3815 -0,1049 -0,2131 -0,3601 -0,2890
Kubu Raya Batu Ampar -0,2353 -0,5271 -0,0763 -0,2145 0,6110 -0,3936 -0,4113 4,6868 0,0975 0,0408 -0,0481 0,2445 -0,0905 -0,1661
Kubu Raya Terentang -0,1688 0,5543 -0,5540 -0,6243 1,2663 -0,9558 -0,4343 2,9737 -0,0812 -0,2276 -0,1114 0,3249 -0,3936 -0,0536
Kubu Raya Kubu -0,4124 -0,5235 -0,2424 -0,3179 -0,3842 -0,7526 0,4354 1,4024 0,2894 -0,1253 0,0902 -0,0038 0,3838 -0,4263
Kubu Raya Telok Pa'kedai -0,3038 -0,5965 -0,2808 -0,3323 -0,2782 -0,3330 -0,3842 -0,3882 -0,0153 -0,1348 0,2362 -0,0522 -0,1745 -0,3593
Kubu Raya Sungai Kakap -0,6034 2,9735 0,3519 -1,6972 -0,3825 -0,7436 -0,0942 0,6865 0,9509 0,1517 2,8527 1,7876 0,5680 -0,4562
Kubu Raya Rasau Jaya 0,4950 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,4042 -1,0846 0,1639 1,8440 0,5076 -0,0456 1,3666 3,6874 -0,2607 -0,2312
Kubu Raya Sungai Raya -0,4258 -0,8106 0,0787 -0,3237 -0,2621 -1,2227 1,4696 0,7449 4,4056 1,5142 -0,1367 1,9248 0,0932 -0,0376
Kubu Raya Sungai Ambawang 0,4950 -0,0935 -0,1009 0,0469 -0,2549 -0,1539 0,7134 -0,1895 1,3700 3,5398 -0,1418 -0,1493 -0,3322 -0,0057
Kubu Raya Kuala Mandor-B -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,2061 -0,2881 -0,2999 -0,4092 -0,1033 2,7744 -0,0729 -0,1151 -0,3361 -0,3048
Kt. Pontianak Pontianak Selatan -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,8152 -0,5239 -0,1848 -0,6636 -0,4901 -0,3533
Kt. Pontianak Pontianak Tenggara -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,8152 -0,5239 -0,1848 -0,6636 -0,4899 -0,3540
Kt. Pontianak Pontianak Timur -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,8152 -0,5239 -0,1848 -0,6636 -0,4878 -0,3627
Kt. Pontianak Pontianak Barat -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,8152 -0,5239 -0,1848 -0,6636 -0,4821 -0,3582
Kt. Pontianak Pontianak Kota -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,8152 -0,5239 -0,1848 -0,6636 -0,4886 -0,3547
Kt. Pontianak Pontianak Utara -0,8175 -0,8118 -0,3834 -0,3284 -0,3160 -0,4904 -0,4534 -0,3971 -0,8152 -0,5239 -0,1848 -0,6636 -0,4599 -0,3439

180
41

Lampiran 12 (lanjutan)
Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE
Kabupaten Kecamatan
Padi Pangf1 Pangf2 Pangf3 Bunf1 Bunf2 Bunf3 Bunf4 TBf1 TBf2 TUf1 TUf2 Lahf1 Lahf2
Kt. Singkawang Singkawang Selatan -0,4399 -0,4258 0,0422 -0,0545 -0,2589 -0,5781 0,6300 -0,1373 0,4724 3,5689 11,6883 -1,1314 -0,1674 -0,2720
Kt. Singkawang Singkawang Timur -0,5075 -0,4166 -0,3677 -0,3570 3,9349 -0,6627 -0,3188 -1,5427 -0,1859 0,1926 2,0812 0,3319 0,2546 -0,3491
Kt. Singkawang Singkawang Utara -0,4714 -0,5124 -0,1569 -0,2725 -0,1699 -0,8225 -0,3840 0,3270 -0,2100 -0,3482 0,4306 0,5413 -0,3323 -0,3295
Kt. Singkawang Singkawang Barat -0,7327 -0,8121 -0,3834 -0,3270 -0,3161 -0,4939 -0,4539 -0,3900 -0,6155 -0,5084 -0,1434 -0,6359 -0,4767 -0,3642
Kt. Singkawang Singkawang Tengah -0,7102 -0,4928 -0,2528 -0,3223 -0,2824 -0,5294 -0,1610 -0,4711 0,2879 -0,4661 0,5344 0,2353 -0,4718 -0,3511

181
182

Lampiran 13 Distribusi klaster aktivitas sektor pertanian di tingkat kecamatan


Klaster Nama Kecamatan
I Tekarang, Subah, Samalantan, Monterado,Bengkayang, Sungai
Betung, Sanggau Ledo, Tujuh Belas, Seluas, Siding, Sebangki,
Ngabang, Jelimpo, Sengah Temila, Mandor, Mempawah Hulu,
Menyuke, Banyuke Hulu, Meranti, Air Besar, Mukok, Jangkang,
Kembayan, Sekayam, Entikong, Pemahan, Matan Hilir Selatan, Benua
Kayong, Muara Pawan, Serawai, Sepauk, Tempunak, Sungai Tebelian,
Kelam Permai, Binjai Hulu, Silat Hilir, Bunut Hulu, Mentebah, Bunut
Hilir, Selimbau, Putussibau Utara, Menukung
II Selakau, Selakau Tua, Semparuk, Salatiga, Sambas, Sebawi, Sajad,
Galing, Tangaran, Sejangkung, Sajingan Besar, Paloh, Sungai’Raya,
Capkala, Sungai’Raya Kepulauan, Lembah Bawang, Teriak, Ledo,
Suti Semarang, Lumar, Jagoi Babang, Sompak, Kuala Behe, Sungai
Pinyuh, Anjongan, Sadaniang, Toba, Meliau, Kapuas, Bonti, Parindu,
Tayan Hilir, Balai, Tayan Hulu, Beduwai, Noyan, Kendawangan,
Marau, Singkup, Air Upas, Jelai Hulu, Tumbang Titi, Sungai Melayu
Rayak, Matan Hilir Utara, Delta Pawan, Sandai, Hulu Sungai, Sungai
Laur, Simpang Hulu, Simpang Dua, Ambalau, Kayan Hulu, Sintang,
Dedai, Kayan Hilir, Ketungau Hilir, Ketungau Tengah, Ketungau
Hulu, Silat Hulu, Hulu Gurung, Bika, Kalis, Putussibau Selatan, Hulu
Kapuas, Embaloh Hilir, Boyan Tanjung, Pengkadan, Jongkong, Danau
Sentarum, Suhaid, Seberuang, Semitau, Empanang, Puring Kencana,
Badau, Batang Lumpar, Embaloh Hulu, Nanga Taman, Sekadau Hulu,
Belitang Hilir, Belitang, Belitang Hulu, Sokan, Tanah Pinoh, Tanah
Pinoh Barat, Sayan, Belimbing, Belimbing Hulu, Nanga Pinoh, Pinoh
Selatan, Pinoh Utara, Ella Hilir, Pulau Maya Karimata, Sukadana,
Teluk Batang, Seponti, Kubu, Telok Pa’kedai, Kuala mandor-B,
Pontianak Selatan, Pontianak Tenggara, Pontianak Timur, Pontianak
Barat, Pontianak Kota, Pontianak Utara, Singkawang Timur,
Singkawang Utara, Singkawang Barat, Singkawang Tengah
III Pemangkat, Tebas, Jawai, Jawai Selatan, Teluk Keramat, Menjalin,
Siantan, Segedong, Mempawah Hilir, Mempawah Timur, Sungai
Kunyit, Toho, Manis Mata, Nanga Tayap, Nanga Mahap,Sekadau
Hilir, Simpang Hilir, Batu Ampar, Terentang, Sungai Kakap, Rasau
Jaya, Sungai Raya, Sungai Ambawang, Singkawang Selatan
43

Lampiran 14 Factor score penciri konfigurasi aktivitas sektor industri/perdagangan


Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE
Kabupaten Kecamatan IRTf1 IRTf2 IRTf3 DHRf1 DHRf2 DHRf3 Kopr IUD
Sambas Selakau 2,40266 -0,628625 4,89764 0,16098 -0,32071 -0,11713 0,39122 -0,275092
Sambas Selakau Tua -0,19924 -0,623513 0,13272 -0,52224 1,74268 -1,57594 0,60789 -0,361776
Sambas Pemangkat 0,34851 0,027586 0,05796 0,24703 1,14796 -1,06803 0,17454 0,898012
Sambas Semparuk -0,36482 0,443188 -0,04114 0,23559 -0,50462 0,53602 0,23968 -0,154902
Sambas Salatiga 0,00550 -0,298876 0,04412 -0,47739 -0,44480 -0,52178 0,36242 -0,361776
Sambas Tebas 0,56228 1,400575 -0,22583 1,03481 -0,66977 6,28659 -0,34298 0,105151
Sambas Tekarang -0,33801 1,212655 0,99987 -0,45524 -0,45686 -0,30097 -0,10240 -0,347329
Sambas Sambas 0,66773 4,504338 -0,45870 0,85699 1,27806 -0,15844 0,14263 0,561705
Sambas Subah -0,13277 -0,053294 0,02164 -1,57669 1,77929 2,07696 -1,33063 -0,297471
Sambas Sebawi 1,45426 -0,640878 0,28068 0,33150 -0,52142 0,05044 0,42179 -0,313618
Sambas Sajad -0,18475 0,151875 0,08128 -0,42995 -0,41263 -0,42947 0,48515 -0,361776
Sambas Jawai 8,63313 -0,852797 0,16414 0,73110 -0,91530 3,79006 0,27069 -0,265461
Sambas Jawai selatan 0,85408 -0,480199 0,12829 -0,71042 0,49407 1,62388 0,36242 -0,270276
Sambas Teluk Keramat 0,26372 2,573144 -0,15320 2,28627 -0,59678 3,72669 -0,01333 0,102446
Sambas Galing -0,37895 -0,511720 0,22517 0,07094 -0,47109 0,77799 0,48515 -0,342513
Sambas Tangaran -0,07353 0,063389 0,00832 -0,20726 -0,54753 0,69025 0,45458 -0,289745
Sambas Sejangkung -0,70524 3,518784 2,62041 -0,44621 -0,18680 0,45951 -0,92171 -0,347329
Sambas Sajingan Besar -0,42011 -0,373919 0,16540 -0,50550 -0,47022 -0,36690 0,29949 -0,361776
Sambas Paloh -0,21520 -0,245783 -0,07583 -0,49355 -0,67883 3,62405 0,29905 -0,313618
Bengkayang Sungai'Raya -0,42846 -0,204959 0,18522 0,14298 -0,90915 1,44793 0,23569 -0,199066
Bengkayang Capkala -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,52228 -0,45611 -0,49540 0,60789 -0,337903
Bengkayang Sungai'Raya Kepulauan -0,34752 -0,589400 0,11752 -0,22707 0,14398 -0,08161 0,36242 -0,335792
Bengkayang Samalantan -0,32010 -0,286955 0,09798 -0,13237 0,31270 -0,47079 0,36064 -0,185029
Bengkayang Monterado -0,34700 -0,552511 0,09653 0,52576 -1,14596 -0,45349 0,48116 -0,333087
Bengkayang Lembah Bawang -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,43991 -0,41657 -0,43878 0,60789 -0,361776
Bengkayang Bengkayang 0,23548 0,591437 0,07350 1,23585 0,44898 -0,41496 0,10941 0,709859
Bengkayang Teriak -0,35878 -0,500495 0,23132 -0,52315 -0,44343 -0,53419 0,60789 -0,266281
Bengkayang Sungai Betung -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,50808 -0,47674 -0,35330 0,60789 -0,333087
Bengkayang Ledo -0,02232 -0,229689 0,33480 -0,13573 -0,21887 0,60469 -0,12809 -0,256650
Bengkayang Suti Semarang -0,12584 -0,477591 0,30401 -0,46226 -0,66717 0,61149 0,60789 -0,333087

183
Lampiran 14 (lanjutan)
Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE
Kabupaten Kecamatan IRTf1 IRTf2 IRTf3 DHRf1 DHRf2 DHRf3 Kopr IUD
Bengkayang Lumar -0,30974 -0,622806 0,13720 -0,47609 -0,46817 -0,31153 0,48515 -0,314029
Bengkayang Sanggau Ledo -0,22941 -0,519074 0,09815 -0,48884 -0,07210 0,12413 0,42179 -0,232571
Bengkayang Tujuhbelas -0,14763 -0,276478 -0,05719 -0,30117 -0,73771 1,36269 0,42444 -0,361776
Bengkayang Seluas -0,39765 -0,515065 0,16634 -0,41010 0,03530 -0,31226 0,45458 -0,137281
Bengkayang Jagoi Babang -0,37006 -0,586036 0,17009 -0,25201 -0,62489 -0,43488 -0,29385 -0,361776
Bengkayang Siding -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,50966 -0,44416 -0,50393 0,60789 -0,361776
Landak Sebangki -0,32621 -0,521009 0,21308 -0,40740 -0,39748 -0,42657 0,60789 -0,361776
Landak Ngabang -0,20375 0,857983 0,37912 0,77687 2,37377 -0,17378 -3,62111 2,125959
Landak Jelimpo -0,37983 -0,466490 0,26013 1,42595 -1,95395 -0,05338 0,35843 -0,361776
Landak Sengah Temila -0,14404 -0,206545 -0,03570 0,84007 0,28305 0,25924 0,23834 0,062768
Landak Mandor -0,36506 -0,627838 0,13911 0,35844 -0,63197 -0,15794 0,33007 -0,141892
Landak Menjalin -0,35603 -0,590174 0,11782 -0,31335 -0,37186 -0,43555 0,54453 -0,288044
Landak Mempawah Hulu -0,32894 -0,477184 0,05395 -0,07524 -0,07073 -0,34772 0,39122 -0,318640
Landak Sompak -0,33797 -0,514847 0,07524 -0,26315 -0,41380 -0,55443 0,57731 -0,361776
Landak Menyuke -0,25505 -0,359935 -0,01153 -0,18779 -0,07608 -0,17522 0,48338 -0,001743
Landak Banyuke Hulu -0,25410 0,029933 0,22045 -0,35076 -0,39162 -0,32545 0,60789 -0,361776
Landak Meranti -0,36158 -0,543727 0,15224 -0,49844 -0,43003 -0,52168 0,60789 -0,361776
Landak Kuala Bbehe -0,36263 -0,629089 0,11615 -0,44398 -0,40781 -0,47279 0,54453 -0,361776
Landak Air Besar -0,39560 0,080181 0,46704 -0,41263 -0,14026 -0,45740 0,60789 -0,361776
Pontianak Siantan 0,18323 0,727136 -0,01934 0,39876 -0,87077 -0,24973 -1,53499 -0,108958
Pontianak Segedong 0,33487 -0,067556 -0,02453 -0,57817 0,42436 0,85027 0,60789 -0,304192
Pontianak Sungai Pinyuh 1,55139 0,622762 0,05123 1,45597 1,37935 1,17539 -0,44711 0,106543
Pontianak Anjongan 0,69724 -0,093263 -0,06084 0,18639 0,02609 -0,29113 0,39122 -0,256034
Pontianak Mempawah Hilir 2,14871 0,210006 0,35690 0,80380 0,29304 -0,52626 -3,23950 0,456600
Pontianak Mempawah Timur 3,39236 0,494220 -0,20579 -0,30735 -0,40210 -0,42197 0,17233 -0,079653
Pontianak Sungai Kunyit 0,94779 0,986579 -0,40540 0,07417 -0,06149 0,81132 0,17853 -0,261649
Pontianak Toho -0,34932 -0,462000 0,08768 -0,34389 -0,42339 -0,25320 0,57731 -0,328066
Pontianak Sadaniang -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,46796 -0,42154 -0,48281 0,60789 -0,347329
Sanggau Toba -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,07738 -0,81337 -0,51654 0,60789 -0,356961
Sanggau Meliau -0,21638 -0,323551 0,01110 0,54840 -0,02425 0,45322 -2,09983 -0,285728
Sanggau Kapuas 0,01708 0,061980 -0,19818 -0,83405 6,71304 2,84242 -6,29150 0,334689

184
45

Lampiran 14 (lanjutan)
Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE
Kabupaten Kecamatan IRTf1 IRTf2 IRTf3 DHRf1 DHRf2 DHRf3 Kopr IUD
Sanggau Mukok -0,29266 -0,208975 0,07224 -0,78839 0,49513 0,44883 -0,01377 -0,242591
Sanggau Jangkang 0,93328 -0,752288 0,17156 -0,08665 -0,11831 -0,40697 0,10897 -0,342513
Sanggau Bonti -0,33797 -0,514847 0,07524 -0,35148 -0,37579 -0,46014 0,27069 -0,292655
Sanggau Parindu -0,31621 -0,434488 0,03596 -0,37820 1,26705 0,83344 -0,80291 -0,191318
Sanggau Tayan Hilir -0,35634 -0,499311 0,08532 0,18571 0,12734 -0,30577 0,17632 -0,104348
Sanggau Balai -0,52971 0,796509 1,04716 -0,22425 -0,18221 -0,01142 0,60789 -0,284724
Sanggau Tayan Hulu 1,08254 -0,327980 0,12063 0,10021 0,27111 0,49848 -0,53883 -0,215397
Sanggau Kembayan -0,18600 -0,281343 -0,02271 -0,55312 0,98346 0,62612 -0,28183 -0,217918
Sanggau Beduwai -0,36263 -0,629089 0,11615 -0,47238 -0,43491 -0,45309 0,35444 -0,280318
Sanggau Noyan -0,35603 -0,590174 0,11782 -0,51043 -0,44457 -0,50432 0,39165 -0,352145
Sanggau Sekayam -0,28840 -0,363197 -0,00485 0,04773 0,47635 0,11270 -0,14139 0,021435
Sanggau Entikong -0,35603 -0,590174 0,11782 -0,11500 1,03254 -0,75000 0,54453 -0,232776
Ketapang Kendawangan -0,31991 -0,439520 0,03267 -0,20749 0,66042 -0,13230 0,01902 -0,145066
Ketapang Manis Mata -0,43524 0,555489 0,81757 -0,69975 0,79599 -0,11962 0,32785 -0,096908
Ketapang Marau -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,57023 0,28636 -0,57014 0,14575 -0,222118
Ketapang Singkup -0,35655 -0,627064 0,13881 -0,83972 0,12210 0,00493 -1,43033 -0,313618
Ketapang Air Upas -0,40697 0,209833 0,09044 -1,16844 1,33234 0,67487 0,17853 -0,337697
Ketapang Jelai Hulu -0,34697 -0,593555 0,16797 -0,30549 -0,16403 0,15552 0,05003 -0,217303
Ketapang Tumbang Titi -0,93774 5,129000 1,06075 -0,07192 0,15131 0,27951 -0,72184 -0,024671
Ketapang Pemahan -0,26859 0,031079 0,31015 -0,65231 -0,18343 -0,08514 0,29507 -0,356961
Ketapang Sungai Melayu Rayak 0,10979 0,462983 -0,21627 -0,55362 0,09359 0,04319 0,04782 -0,361776
Ketapang Matan Hilir Selatan -0,15302 0,375948 0,05076 0,86993 -1,05463 0,17269 0,23170 -0,039118
Ketapang Benua Kayong 0,20526 1,315681 -0,64583 0,18703 -0,39074 0,20724 0,54674 -0,140250
Ketapang Matan Hilir Utara -0,34700 -0,552511 0,09653 -0,36396 -0,43441 -0,17592 0,42179 1,280410
Ketapang Delta Pawan 0,01784 0,241332 -0,27402 2,77260 3,67378 -1,02672 0,10542 -0,125802
Ketapang Muara Pawan -0,14971 -0,030901 0,02829 -0,33987 -0,38425 -0,32420 0,42179 -0,212487
Ketapang Nanga Tayap -0,31089 -0,401856 0,01138 -0,22382 0,84200 -0,12888 0,04383 -0,332882
Ketapang Sandai -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,70099 1,35854 -1,10699 0,54453 -0,337697
Ketapang Hulu Sungai -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,50245 -0,43513 -0,51519 0,48116 -0,361776
Ketapang Sungai Laur -0,24566 -0,381341 0,04632 -0,48700 -0,03108 -0,04393 0,13378 -0,284724
Ketapang Simpang Hulu -0,35603 -0,590174 0,11782 -0,00022 -0,26593 2,60714 -0,78391 -0,164329

185
Lampiran 14 (lanjutan)
Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE
Kabupaten Kecamatan IRTf1 IRTf2 IRTf3 DHRf1 DHRf2 DHRf3 Kopr IUD
Ketapang Simpang Dua -0,26547 -0,124713 0,04448 -0,53581 0,25174 -0,61270 0,22771 0,235382
Sintang Serawai 1,53664 2,465096 -0,57100 -0,22521 0,65204 -0,44734 0,42223 -0,328066
Sintang Ambalau -0,36080 -0,627451 0,13896 -0,48962 0,12000 0,17061 0,54453 -0,337697
Sintang Kayan Hulu -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,42384 -0,13902 -0,48438 0,36064 -0,313618
Sintang Sepauk -0,29246 -0,531849 0,20698 -0,52055 0,96620 1,03379 -1,20082 -0,035307
Sintang Tempunak -0,19718 -0,362565 0,23868 -0,40595 -0,38354 -0,46419 0,45280 -0,242386
Sintang Sungai Tebelian -0,25565 -0,413246 0,01648 -0,83331 0,94684 2,07015 -1,76441 -0,087481
Sintang Sintang 0,14443 0,970873 -0,62328 0,35087 3,52114 -0,84966 0,02476 2,813341
Sintang Dedai -0,34152 1,048338 0,10212 -0,53702 -0,11653 -0,03954 0,26449 -0,138344
Sintang Kayan Hilir -0,34337 -0,181976 0,31848 -0,33845 0,04362 -0,62874 0,10498 -0,217918
Sintang Kelam Permai -0,35603 -0,590174 0,11782 -0,33454 -0,41963 -0,51467 -0,70238 -0,294355
Sintang Binjai Hulu -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,49760 -0,45070 -0,50319 -0,28183 -0,256034
Sintang Ketungau Hilir -0,36059 -0,499698 0,08547 -0,35129 -0,43631 -0,14393 0,35843 -0,313618
Sintang Ketungau Tengah -0,29673 -0,475725 0,02997 0,00272 -0,21868 -0,26595 0,41780 -0,318434
Sintang Ketungau Hulu -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,47418 -0,30594 0,10648 0,48116 -0,342513
Kapuas Hulu Silat Hilir -0,13645 -0,486090 0,04304 -0,61442 0,19210 0,52488 0,23968 -0,173960
Kapuas Hulu Silat Hulu -0,33005 -0,467894 0,06084 -0,42859 -0,41541 -0,50559 0,48559 -0,342513
Kapuas Hulu Hulu Gurung -0,38184 1,090170 0,47131 -0,28858 -0,17992 -0,24821 0,54674 0,201672
Kapuas Hulu Bunut Hulu -0,34242 -0,477690 0,10278 -0,48633 0,32453 0,29266 0,29905 -0,092092
Kapuas Hulu Mentebah -0,33797 -0,514847 0,07524 -0,41224 -0,41897 -0,46109 0,36064 -0,328066
Kapuas Hulu Bika 0,54740 1,779375 -4,13248 -0,55588 -0,46703 -0,53373 0,60789 -0,342513
Kapuas Hulu Kalis -0,33797 -0,514847 0,07524 -0,39825 -0,42441 -0,50310 0,29329 -0,299171
Kapuas Hulu Putussibau Selatan -0,26415 -0,314530 -0,02534 -0,22087 -0,33898 -0,30905 0,57731 -0,303987
Kapuas Hulu Hulu Kapuas 0,37588 -0,328400 -5,84608 -0,52940 -0,44828 -0,53310 0,60789 -0,361776
Kapuas Hulu Embaloh Hilir -0,18825 -0,516360 0,28224 -0,52701 -0,44552 -0,53615 0,57731 -0,337697
Kapuas Hulu Bunut Hilir -0,00813 -0,760244 -2,43529 -0,50252 -0,43663 -0,51096 0,60789 -0,342513
Kapuas Hulu Boyan Tanjung -0,30030 -0,423650 0,04226 -0,16201 0,31684 -0,71412 0,36286 -0,318434
Kapuas Hulu Pengkadan -0,31144 -0,397212 0,01482 -0,39951 -0,47311 -0,17202 0,57731 -0,323250
Kapuas Hulu Jongkong -0,26679 0,543682 0,30710 -0,63973 0,33030 -0,23606 0,45458 -0,308803
Kapuas Hulu Selimbau 0,43817 -0,311199 0,06538 -0,37035 -0,40947 -0,52958 0,60789 -0,356961
Kapuas Hulu Danau Sentarum -0,26718 -0,618935 0,13573 -0,54014 -0,45264 -0,54280 0,57731 -0,361776

186
47

Lampiran 14 (lanjutan)
Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE
Kabupaten Kecamatan IRTf1 IRTf2 IRTf3 DHRf1 DHRf2 DHRf3 Kopr IUD
Kapuas Hulu Suhaid -0,32043 -0,476409 0,05366 -0,56948 -0,46855 -0,55766 0,35843 -0,342513
Kapuas Hulu Seberuang 0,00569 -0,480441 -2,85521 -0,45353 0,51635 -0,56948 0,57731 -0,356961
Kapuas Hulu Semitau -0,32894 -0,477184 0,05395 1,63674 -1,84778 -0,66416 0,38723 -0,270276
Kapuas Hulu Empanang -0,36558 -0,310310 0,04852 -0,59274 -0,22622 -0,58270 0,60789 -0,361776
Kapuas Hulu Puring Kencana -0,69042 1,446394 0,04453 -0,55249 -0,45934 -0,54905 0,60789 -0,361776
Kapuas Hulu Badau -0,45853 -0,007774 0,25741 -0,66554 0,24346 -0,64398 0,39122 -0,361776
Kapuas Hulu Batang Lupar 0,56345 -0,471705 -7,96762 -0,49136 0,66096 -0,27693 0,29507 -0,347329
Kapuas Hulu Embaloh Hulu -0,35360 -0,591426 0,09486 -0,54113 -0,52591 -0,22660 0,41780 -0,361776
Kapuas Hulu Putussibau Utara -0,30453 -0,339707 0,00269 1,31119 -0,53424 -0,81308 0,01369 0,268088
Sekadau Nanga Mahap -0,36263 -0,629089 0,11615 -0,02943 -0,32190 -0,33701 0,22771 -0,323250
Sekadau Nanga Taman -0,36561 -0,623193 0,14255 -0,10801 -0,04352 0,42969 -2,89267 -0,275503
Sekadau Sekadau Hulu -0,34457 -0,553762 0,07357 -0,12270 -0,70362 1,68812 -0,54509 -0,311713
Sekadau Sekadau Hilir -0,19518 0,101705 -0,25504 -0,35897 3,17428 0,55077 -2,52167 1,243246
Sekadau Belitang Hilir -0,33770 -0,255896 0,09963 -0,40590 -0,17083 -0,44132 0,24012 -0,184208
Sekadau Belitang -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,28260 -0,66627 1,57830 -0,43514 -0,169555
Sekadau Belitang Hulu -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,56639 -0,46688 -0,55609 0,45280 -0,313824
Melawi Sokan -0,71066 4,372258 -0,10011 0,71040 -1,22044 0,04036 0,54453 -0,192938
Melawi Tanah Pinoh -0,16347 3,825550 -0,84050 0,24862 -0,12660 -0,46204 0,23834 -0,137076
Melawi Tanah Pinoh Barat -0,50672 2,130180 -0,14499 -0,44784 -0,40991 -0,47475 0,60789 -0,361776
Melawi Sayan -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,04953 -0,55576 -0,47949 0,60789 -0,356961
Melawi Belimbing -0,30047 -0,439223 0,00912 -0,62426 0,47540 1,12980 -4,03984 -0,244497
Melawi Belimbing Hulu -0,35603 -0,590174 0,11782 -0,58326 -0,15042 -0,17667 0,02301 -0,361776
Melawi Nanga Pinoh -0,12606 0,351803 -0,41453 0,62672 1,87335 -0,47763 0,17055 2,120733
Melawi Pinoh Selatan -0,33797 -0,514847 0,07524 -0,49423 -0,45101 -0,53883 0,45458 -0,361776
Melawi Pinoh Utara 0,12211 -0,196641 0,63014 -0,63881 -0,13463 -0,25157 0,45458 -0,361776
Melawi Ella Hilir -1,36263 2,865049 0,88134 -0,56821 -0,21658 -0,55963 0,36286 -0,122013
Melawi Menukung -0,10777 0,296270 0,38253 -0,57177 -0,16955 0,09482 0,48116 -0,275708
Kayong Utara Pulau Maya Karimata -0,35603 -0,590174 0,11782 -0,50465 -0,43413 -0,52269 0,60789 -0,347329
Kayong Utara Sukadana -0,30238 -0,401082 0,01108 -0,20781 0,07220 -0,52646 0,57731 -0,328066
Kayong Utara Simpang Hilir -0,40136 -0,412108 0,24178 0,84297 -1,12608 -0,59599 0,48515 -0,361776
Kayong Utara Teluk Batang -0,31820 -0,212554 0,29364 -0,63248 0,25846 -0,61871 0,23968 -0,352145

187
Lampiran 14 (lanjutan)
Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE Idx_AE
Kabupaten Kecamatan IRTf1 IRTf2 IRTf3 DHRf1 DHRf2 DHRf3 Kopr IUD
Kayong Utara Seponti -0,37061 -0,581391 0,17353 -0,53358 -0,59767 2,05059 -0,95977 -0,347329
Kubu Raya Batu Ampar 0,38680 -0,399828 0,11068 0,26418 -0,27554 -0,56679 0,48515 -0,108958
Kubu Raya Terentang -0,23608 -0,608187 0,11862 -0,47807 -0,42849 -0,48367 0,11695 -0,304192
Kubu Raya Kubu 0,01327 0,378185 -0,12232 -0,26528 -0,40338 -0,00807 -0,41167 0,106543
Kubu Raya Telok Pa'kedai 0,23242 -0,057228 0,18146 -0,28862 -0,41240 -0,52461 0,29905 -0,256034
Kubu Raya Sungai Kakap 6,45868 -0,318042 1,14623 1,92577 -0,08357 2,52342 -0,28981 0,456600
Kubu Raya Rasau Jaya 0,27248 0,432014 -0,24134 0,07127 -0,05521 -0,34841 -1,33644 -0,079653
Kubu Raya Sungai Raya 0,35194 1,675139 -0,34699 5,87231 -2,59666 0,51834 -0,69480 -0,261649
Kubu Raya Sungai Ambawang -0,15233 0,022550 -0,17833 0,26111 -0,23728 0,08631 -0,04125 -0,328066
Kubu Raya Kuala Mandor-B -0,36506 -0,627838 0,13911 -0,50152 -0,43170 -0,52324 0,48515 -0,347329
Kota Pontianak Pontianak Selatan -0,10404 -0,198829 -0,10064 2,61642 2,45293 -1,54217 -0,53221 3,190429
Kota Pontianak Pontianak Tenggara -0,28959 -0,555496 0,09805 0,80887 -0,45839 -0,68277 -4,79617 1,818441
Kota Pontianak Pontianak Timur 1,87808 0,921743 -0,45348 3,82868 -0,44939 -0,23500 -0,47730 3,397738
Kota Pontianak Pontianak Barat 0,07262 0,851614 -0,44798 1,71179 -0,47177 -0,56692 0,17985 4,016350
Kota Pontianak Pontianak Kota 0,87778 0,699647 -0,04109 5,01016 2,95890 -1,32867 -2,82307 9,135825
Kota Pontianak Pontianak Utara 0,93052 0,757055 -0,51525 1,53432 0,29744 -0,16099 -0,73026 3,669136
Kota Singkawang Singkawang Selatan 0,14694 -0,221414 0,62918 -0,23459 -0,10756 -0,24406 0,48515 -0,094122
Kota Singkawang Singkawang Timur -0,28368 -0,468574 0,15324 0,18469 -0,70700 0,20130 0,32785 -0,270482
Kota Singkawang Singkawang Utara 0,17616 -0,359918 0,77159 -0,00209 -0,44693 0,28518 0,45458 -0,139165
Kota Singkawang Singkawang Barat 0,07704 0,847504 -0,05399 1,01114 1,65065 -1,61950 0,30171 0,902865
Kota Singkawang Singkawang Tengah 0,01015 -0,457827 0,04715 4,62921 -0,69069 -0,89017 0,07662 0,340794

188
189

Lampiran 15 Distribusi klaster aktivitas sektor perdagangan dan industri di


tingkat kecamatan
Klaster Nama Kecamatan
I Sambas, Ngabang, Sungai Pinyuh, Mempawah Hilir, Kapuas, Delta
Pawan, Sintang, Sekadau Hilir, Nanga Pinoh, Pontianak Selatan,
Pontianak Tenggara, Pontianak Timur,Pontianak Barat, Pontianak
Kota, Pontianak Utara, Singkawang Barat, Singkawang Tengah
II Selakau, Selakau Tua, Pemangkat, Semparuk, Salatiga, Tekarang,
Subah, Sebawi, Sajad, Jawai Selatan, Galing, Tangaran, Sejangkung,
Sajingan Besar, Paloh, Sungai’Raya, Capkala, Sungai’Raya
Kepulauan, Samalantan, Monterado, Lembah Bawang, Bengkayang,
Teriak, Sungai Betung, Ledo, Suti Semarang, Lumar, Sanggau Ledo,
Tujuh Belas, Seluas, Jagoi Babang, Siding, Sebangki, Jelimpo, Sengah
Temila, Mandor, Menjalin, Mempawah Hulu, Sompak, Menyuke,
Banyuke Hulu, Meranti, Kuala Behe, Air Besar, Siantan, Segedong,
Anjongan, Mempawah Timur, Sungai Kunyit, Toho, Sadaniang, Toba,
Meliau, Mukok, Jangkang, Bonti, Parindu, Tayan Hilir, Balai, Tayan
Hulu, Kembayan, Beduwai, Noyan, Sekayam, Entikong,
Kendawangan, Manis Mata, Marau, Singkup, Air Upas, Jelai Hulu,
Tumbang Titi, Pemahan, Sungai Melayu Rayak, Matan Hilir Selatan,
Benua Kayong, Matan Hilir Utara, Muara Pawan, Nanga Tayap,
Sandai, Hulu Sungai, Sungai Laur, Simpang Hulu, Simpang Dua,
Serawai, Ambalau, Kayan Hulu, Sepauk, Tempunak, Sungai Tebelian,
Dedai, Kayan Hilir, Kelam Permai, Binjai Hulu, Ketungau Hilir,
Ketungau Tengah, Ketungau Hulu, Silat Hilir, Silat Hulu, Hulu
Gurung, Bunut Hulu, Mentebah, Bika, Kalis, Putussibau Selatan, Hulu
Kapuas, Embaloh Hilir, Bunut Hilir, Boyan Tanjung, Pengkadan,
Jongkong, Selimbau, Danau Sentarum, Suhaid, Seberuang, Semitau,
Empanang, Puring Kencana, Badau, Batang Lumpar, Embaloh Hulu,
Putussibau Utara, Nanga Mahap, Nanga Taman, Sekadau Hulu,
Belitang Hilir, Belitang, Belitang Hulu, Sokan, Tanah Pinoh, Tanah
Pinoh Barat, Sayan, Belimbing, Belimbing Hulu, Pinoh Selatan, Pinoh
Utara, Ella Hilir, Menukung, Pulau Maya Karimata, Sukadana,
Simpang Hilir, Teluk Batang, Seponti, Batu Ampar, Terentang, Kubu,
Telok Pa’kedai, Rasau Jaya, Sungai Ambawang, Kuala mandor-B,
Singkawang Selatan, Singkawang Timur, Singkawang Utara
III Tebas, Jawai, Teluk Keramat, Sungai Kakap, Sungai Raya
190

Lampiran 16 Hasil Olahan Regressi Berganda untuk Spatial Durbin Model


Variabel Beta Std.Err.of p-level
Beta
Idx_SDMCf2 0.56802 0.182657 0.003089
Idx_SDSFDFLf1 0,59612 0.255259 0.023579
Idx_SDSFDFLf2 0.44994 0.210309 0.037308
Idx_SDSApkamf1 -0.31683 0.096248 0.001831
Idx_SDSFIf2 1.18891 0.277632 0.000084
Idx_AEPangf3 -0.39533 0.129252 0.003568
Idx_AETUf2 0.51732 0.197549 0.011652
Idx_AEIRTf2 0.32566 0.102671 0.002589
Idx_AEIRTf3 0.28219 0.134569 0.041072
Idx_AEDHRf2 0.87906 0.314833 0.007398
Idx_AEDHRf3 0.34268 0.150225 0.026835
Idx_AEIUD 0.62490 0.280565 0.030459
W Idx_Miskf1 -1.33841 0.352168 0.000393
W Idx_SDMJP 6.56045 2.670192 0.017527
W Idx_SDMCf2 1.27130 0.618439 0.045056
W Idx_SDSWWf2 -0.64144 0.270120 0.021444
W Idx_SDSTDik 5.92420 2.052257 0.005736
W Idx_SDSFDDf2 -1.58424 0.679562 0.023811
W Idx_SDSFDMTf2 -1.19208 0.514837 0.024731
W Idx_SDMFDFLf2 1.23328 0.457582 0.009556
W Idx_SDMFDLPf2 0.85431 0.408326 0.041516
W Idx_SDSFIf2 4.22397 1.417019 0.004430
W Idx_AEPangf3 -1.20313 0.471854 0.013891
W Idx_AEBunf2 -1.27113 0.605964 0.041007
W Idx_AETUf2 1.78854 0.682547 0.011602
W Idx_AEIRTf2 0.61000 0.262375 0.024176
W Idx_AEDHRf2 1.19106 0.560639 0.038598
W Idx_AEDHRf3 0.96405 0.478388 0.049275
W Idx_AEIUD 2.01207 0.869649 0.024837
W Idx_AELahf2 1.13142 0.400066 0.006719
Y Idx_Miskf1
R 0.96157304
R2 0.92462272
Adjusted R2 0.73768706

You might also like