You are on page 1of 21

Pengaruh Kepemilikan Perusahaan, Kualitas Auditor, Debt Default Dan

Opinion Shopping Terhadap Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan


Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2014-2016

Fela Nomita Sari, Jack Febriand Adel, Prima Aprilyani Rambe

Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji


Jl. Politeknik Senggarang, Tanjungpinang 29111, Phone. (0771).7001550
Email : fe@umrah.ac.id

ABSTRACT
This study aims to analyze and provide empirical evidence of the influence of
ownership of companies, quality audit, debt default, auditor quality and opinion
shopping, of a going concern opinion. Hypothesis proposed (1) ownership of
companies effect on going concern audit opinion, (2) auditor quality effect on going
concern audit opinion (3) debt default effect on going concern audit opinion (4)
opinion shopping effect on going concern audit opinion.
This study used 55 manufacturing companies listed on the Stock Exchange
2014-2016. Data was collected by using a purposive sampling method towards
manufacturing companies listed in the Indonesia Stock Exchange. The research data
were analyzed with logistic regression analysis.
The results based on logistic regression analyses, indicated that ownership of
companies, auditor quality and opinion shopping has no effect on revenues going
concern audit opinion. While that debt default the revenue going concern audit
opinion.
Keywords :ownership of companies, auditor quality, debt default, opinion shopping ,
going concern audit opinion.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memberikan bukti empiris
pengaruh kepemilikan perusahaan, kualitas auditor, debt default, dan opinion
shopping terhadap opini audit going concern. Hipotesis yang diajukan (1)
kepemilikan perusahaaan berpengaruh terhadap opini audit going concern, (2)
kualitas auditor berpengaruh terhadap opini audit going concern, (3) debt default
berpengaruh terhadap opini audit going concern, (4) opinion shopping berpengaruh
terhadap opini audit going concern.
Penelitian ini menggunakan 55 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
2014-20106. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode purposive sampling
terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Data
penelitian dianalisa dengan analisis regresi logistik.
Hasil dari penelitian ini berdasarkan analisis regresi logistik menunjukkan
bahwa kepemilikan perusahaan, kualitas auditor dan opinion shopping tidak
berpengaruh terhadap opini audit going concern. Sedangkan debt default berpengaruh
terhadap opini audit going concern.

1
Kata kunci : kepemilikan perusahaan, kualitas auditor, debt default, dan
opinion shopping, opini audit going concern.
PENDAHULUAN
Seiring berkembangnya dunia pasar modal yang begitu pesat, suatu
perusahaan harus mampu bersaing secara ketat dengan menjalankan tujuan
perusahaan yang tidak lain adalah mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin
dan mempertahankan kelangsungan hidup (going concern) suatu entitas.
Kelangsungan hidup perusahaan selalu dihubungkan dengan kemampuan
manajemen dalam mengelola perusahaan agar bertahan hidup. Ketika kondisi
ekonomi tidak pasti, para investor mengharapkan auditor memberikan early warning
akan kegagalan keuangan perusahaan (Chen dan Church dalam Praptitorini dan
Januarti , 2007). Opini audit atas laporan keuangan menjadi salah satu pertimbangan
yang penting bagi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi. Auditor harus
memiliki keberanian untuk mengungkapkan permasalahan mengenai kelangsungan
hidup entitas klien.
Auditor juga bertanggungjawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian
besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya (going concern) dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak
tanggal laporan audit (SPAP seksi 341, 2011). Opini audit going concern yang akan
dikeluarkan auditor seringkali mendapatkan dampak yang tidak diharapkan. Hal itu
mendorong pihak manajemen perusahaan untuk mempengaruhi auditor dan
menimbulkan konsekuensi negatif dalam pengeluaran opini audit audit going concern
(Kwarto,2015).Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menemukan bukti
empiris pengaruh kepemililikan perusahaan, kualitas aduditor, debt default, dan
opinion shopping terhadap opini audit going concern.
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN PERUMUSAN
HIPOTESIS
Kajian Pustaka
Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976), masalah agensi timbul karena adanya konflik
kepentingan antara principal dengan agen. Agen (manajer) diberi wewenang oleh
principal (pemilik) untuk melakukan operasional perusahaan yakni dalam
mendelegasikan pembuatan keputusan perusahaan, sehingga agen lebih banyak
mempunyai informasi dibandingkan pemilik. Sehingga dengan banyaknya informasi
yang dimiliki oleh agen. Agen cenderung memanipulasi laporan keuangan
perusahaan karena agen tidak ingin mengungkapkan bahkan tidak berani
mengungkapkan laporan yang tidak sesuai harapan principal. Tujuan utama teori
keagenan adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan
hubungan kontrak dapat mendesain kotrak yang tujuannya untuk meminilaisasi cost
sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi ketidakpastian
Nurutama,2011 (dalam Ningsih,2016).
Principal dan agen diasumsikan sebagai orang ekonomi yang rasional, memiliki
kepentingan masing-masing dan bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Principal

2
diasumsikan hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi
mereka di dalam perusahaan. Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan
berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan
tersebut. Karena perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha
memperbesar keuntungan bagi dirinya sendiri. Informasi keuangan dan laporan
keuangan yang disampaikan terkadang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
Ketimpangan informasi ini disebut asymetri information (Surbakti dan
Hadiprajitno,2011). Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal)
dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manipulasi laba
sehingga akan merugikan pemilik dan juga mengganggu kelangsungan hidup (going
concern) perusahaan (Richardson, 1998 dalam Setiawan 2011).
Dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan
antara principal dan agen. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku
manajer (agen) apakah sudah bertidak sesuai dengan keinginan principal
(Tamba,2007). Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani
kepentingan pihak principal (shareholders) dengan pihak manager (princinpal) dalam
mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2011). Auditor melakukan fungsi
monitoring pekerjaan agen melalui suatu sarana yaitu laporan keuangan. Auditor
disini tugasnya adalah melakukan penilaian atas laporan keuangan yang telah dibuat
agen yaitu dengan cara memberikan opini audit dan mempertimbangkan
kelangsungan hidup suatu perusahaan.

Opini Audit
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 110
paragraf 1, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada
umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal
yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Opini audit yang
dikeluarkan oleh auditor merupakan informasi utama yang tidak dapat terpisahkan
dari laporan audit. Opini yang dikeluarkan auditor setelah melewati beberapa tahapan
proses audit merupakan kesimpulan atas laporan keuangan yang diauditnya mengenai
kewajaran laporan keuangan dengan mempertimbangkan akan kelangsungan hidup
perusahaan (Ningsih, 2016). Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan
keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau
kecurangan Hery (2011:30). Mulyadi (2013), terdapat 5 jenis opini audit yaitu :
1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan ( Unqualified
Opinion Report with Explanatory Languange)
3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)
5. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat ( Disclaner of Opinion)

3
Opini Audit Going Concern
Tugas seorang auditor adalah memberikan opini terhadap laporan keuangan
perusahaan. Opini yang diberikan merupakan pernyataan kewajaran, dalam semua hal
yang material, posisi keuangan dan hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum (SPAP, 2011). Opini audit mengenai going concern
merupakan opini audit yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan
atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam
menjalankan operasinya pada kurun waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun
sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (SPAP,2011: SA Seksi 341:2).
Menurut Liestiyowati (2013), auditor sering gagal komentar pada opini audit
going concern, karena penerbitan pendapat audit going going concern dikhawatirkan
menjadi self-fulfilling prophecy, yang menyatakan bahwa apabila auditor memberikan
opini audit going concern, maka perusahaan akan menjadi lebih cepat bangkrut
karena banyak investor yang membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik
dananya. Meskipun demikian, opini audit going concern harus diungkapkan dengan
harapan dapat segera mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang
bermasalah. Sebenarnya opini audit going concern bermaksud baik untuk
menjelaskan kondisi perusahaan yang sebenarnya, namun hal tersebut justru
menyebabkan perusahaan menjadi cepat bangkrut karena pengguna laporan
keuangan merespon informasi tersebut secara negatif seperti investor membatalkan
investasinya dan kreditor menarik pinjamannya
SA Seksi 341 paragraf 6 menyebutkan auditor dapat mengidentifikasi
informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu jika dipertimbangkan secara
keseluruhan, menunjukkan adanya kesangsian besar tentan kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas.
Sutedja (2010) menjelaskan opini audit going concern dikeluarkan auditor
karena auditor sangsi atas kelangsungan usaha suatu entitas. Menurut Ningsih (2016),
dalam kaitan dari teori agensi dengan opini audit going concern, agen bertugas dalam
menjalankan perusahaan dan menghasilkan laporan keuangan sebagai bentuk dari
pertanggungjawaban manajemen. Laporan keuangan ini yang nantinya akan
menunjukkan kondisi perusahaan dan digunakan sebagai principal sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan.

Kepemilikan Perusahaan
Struktur kepemilikan dalam suatu perusahaan akan memiliki motivasi yang
berbeda dalam hal mengawasi atau memonitor perusahaan serta manajemen dan
dewan direksinya. Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja suatu
perusahaan.
Menurut penelitian Difa dan Suryono (2015) pemilik perusahaan dari pihak luar
dianggap berbeda dari pihak dalam dimana kecil kemungkinan pemilik dari pihak
luar untuk terlibat dalam urusan bisnis sehari-hari perusahaan. Pemegang saham
berkepentingan untuk mengetahui tingkat kembalian (rate of return) atas investasi
mereka. Oleh sebab itu mereka membutuhkan informasi yang membantu mereka
untuk memutuskan tindakan mereka, apakah untuk membeli, menahan atau menjual

4
saham-saham suatu perusahaan. Kepemilikan perusahaan oleh pihak luar perusahaan
mempunyai kekuatan yang besar dalam mempengaruhi perusahaan melalui media
masa berupa kritikan atau komentar yang semuanya dianggap suara publik atau
masyarakat. Adanya konsentrasi kepemilikan pihak luar menimbulkan pengaruh dari
pihak luar sehingga mengubah pengelolaan perusahaan yang semula berjalan sesuai
keinginan perusahaan itu sendiri menjadi memiliki keterbatasan.
Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak
manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola (Gideon, 2005 dalam
Setiawan,2011). Jensen dan Meckling (1976) mengungkapkan kepemilikan
manajerial dapat menyelaraskan kepentingan manajer dengan pemegang saham
sehingga berhasil menjadi mekanisme yang dapat mengurangi masalah keagenan.
Struktur kepemilikan manajerial dapat dijelaskan melalui dua sudut pandang, yaitu
pendekatan keagenan dan pendekatan ketidakseimbangan. Pendekatan keagenan
menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu instrumen atau alat yang
digunakan untuk mengurangi konflik keagenan diantara beberapa klaim terhadap
sebuah perusahaan. Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang
mekanisme struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu cara untuk mengurangi
ketidakseimbangan informasi antara insider dengan outsider melalui pengungkapan
informasi didalam perusahaan (Irfana:2012).
Jika tingkat presentase kepemilikan manajeral tinggi, diharapkan manajer lebih
termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan tanggung jawab meningkatkan
kemakmuran pemegang saham(Irfana dan Mudi,2012). Kinerja meningkat ditandai
juga dengan harapan perusahaan dapat menjaga kelangsungan hidup dalan jangka
waktu yang tidak ditentukan.

Kualitas Auditor
Tidak mudah untuk menggambarkan dan mengukur kualitas jasa secara objektif
dengan beberapa indikator. Dalam penelitian Januarti (2007), auditor yang memiliki
reputasi baik akan cenderung untuk mempertahankan kualitas auditnya agar
reputasinya terjaga dan tidak kehilangan klien. Namun, apakah reputasi auditor dapat
dijadikan proksi kualitas audit yang reliable masih diragukan karena tingginya
kegagalan audit yang terungkap akhir-akhir ini.
Perusahaan dalam menyampaikan suatu laporan atau informasi akan kinerja
perusahaan kepada publik agar akurat dan terpercaya diminta untuk menggunakan
jasa KAP (Harahap,2016). Struktur KAP mengingat pekerjaan audit atas laporan
keuangan menuntut tanggung jawab yang besar, maka pekerjaan profesional KAP
menuntut independensi dan kompetensi yang tinggi pula.
Craswell et al. (1995) menyatakan klien biasanya mempersepsikan bahwa
auditor yang berasal dari KAP besar dan yang memiliki afiliasi dengan KAP
internasional akan memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut
memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan,
pengakuan internasional, dan adanya peer review.
Penelitian DeAngelo (1981) menyimpulkan bahwa KAP yang lebih besar dapat
diartikan menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan kantor akuntan
kecil. Kantor audit kecil cenderung berkompromi terhadap kualitas audit karena

5
ketergantungan ekonomis terhadap klien tertentu. Kehilangan reputasi akibat
kegagalan audit memiliki pengaruh lebih besar bagi kantor audit besar dibandingkan
kantor audit yang lebih kecil. Kantor audit besar kurang merespon tekanan klien
untuk memperlancar pelaporan dibandingkan kantor audit kecil dan cenderung tidak
mau berkompromi atas kualitas audit, sehingga kantor audit besar mampu memberi
kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan kantor audit yang lebih kecil..
Economies of scale KAP yang besar akan memberikan insentif yang kuat untuk
mematuhi aturan SEC sebagai cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP
tersebut. JIka suatu perusahaan mengalami keraguan dalam kelangsungan hidupnya
maka akan diberikan opini audit going concern (Santosa dan Wedari,2007).
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, proksi yang sering digunakan
untuk menilai kualitas audit adalah dengan menggunakan skala Kantor Akuntan
Publik. Yang dimaksud KAP berasal dari the big four firm adalah :
1. Siddharta dan Widjaja berafiliasi dengan Klynveld Peat Marwick Goerdeler
(KPMG)
2. Purwantono, Sarwoko & Sandjaja berafiliasi dengan Ernst & Young.
3. Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deolitte Touche,
Tohmatsu, dan
4. Haryantono Sahari dan Rekan bearfiliasi dengan Price Waterhouse Coopers.

2.1.6 Debt Default


Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitur (perusahaan) untuk
membayar hutang pokok atau bunganya pada jatuh tempo ,Chen dan Church, 1992
(dalam Januarti:2009). Dalam Pernyataan Standar Auditing No.30 (SPAP, IAPI
2011:341) indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam
memberikan keputusan audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya
(default). Sebuah perusahaan dapat dikategorikan dalam keadaan default hutangnya
bila salah satu kondisi dibawah ini terpenuhi Chen dan Church, 1992 (dalam
Ningsih,2016), yaitu :
1. Perusahaan tidak dapat atau lalai dalam membayar utang pokok atau bunga.
2. Persetujuan perjanjian hutang dilanggar, jika pelanggaran perjanjian tersebut
tidak dituntut atau telah dituntut kreditor untuk masa kurang dari satu tahun.
3. Perusahaan sedang dalam proses negoisasi reskrukturisasi hutang yang jatuh
tempo.
Manfaat status default utang sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan Church
(1992) dalam Surbakti (2011) yang menemukan hubungan yang kuat status default
terhadap opini audit going concern. Hasil temuannya menyatakan bahwa kesulitan
dalam mentaati persetujuan utang, fakta-fakta pembayaran yang lalai atau
pelanggaran perjanjian, memperjelas masalah going concern suatu perusahaan.
Semenjak auditor lebih cenderung disalahkan karena tidak berhasil mengeluarkan
opini going concern setelah peristiwa-peristiwa yang menyarankan bahwa opini
seperti itu mungkin tidak sesuai, biaya kegagalan untuk mengeluarkan opini going
concern ketika perusahaan dalam keadaan default tinggi sekali karenanya diharapkan
status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini audit

6
going concern. Ketika perusahaan mengalami utang yang sangat tinggi, maka
perusahaan banyak mengalokasikan aliran kas untuk menutupi utang perusahaan yang
akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan tersebut. Kreditor akan
memberikan status default kepada perusahaan apabila perusahaan tersebut tidak
mampu melunasi utang.
Opinion Shopping
Opinion shopping didefinisikan oleh security exchange commission (SEC),
sebagai aktivitas mencari auditor yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang
diajukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan pelaporan perusahaan, walaupun
menyebabkan laporan tersebut menjadi tidak reliable. Tujuan pelaporan dalam
opinion shopping dimaksudkan untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi
atau kondisi keuangan perusahaan.
Opinion shopping dalam penelitian ini dapat di ilustrasikan seorang auditor
independen yang melakukan perikatan dengan seorang klien, dimana pihak
manajemen dari kliennya tersebut diibaratkan sebagai seorang yang suka berbelanja
atau membeli opini sehingga disebut dengan “Opinion Shopping”. Ketika auditor
tidak dapat memenuhi permintaan manajemen untuk memberikan suatu opini tertentu
seperti yang dikehendakinya maka auditor tersebut akan diputuskan kontraknya dan
akan digantikan oleh auditor lain yang dapat memenuhi permintaan manajemen
dengan upah yang menggiurkan (Kwarto,2015).
Sementara itu dalam penelitian Irfana (2012), seorang auditor baru akan
cenderung memperlihatkan kinerjanya pada tahun-tahun pertama saat auditor
melakukan audit. Pada awal tahun kontrak pelakasanaan audit, auditor baru akan
berusaha mencari tahu kinerja auditor lama, dan untuk itu auditor baru akan
membandingkan dengan kinerja yang mungkin dapat dicapainyan. Harapan seorang
auditor baru adalah pelaksanaan audit sebaik-baiknya, tanpa mengurangi sikap
profesionalnya sebagai seorang auditor. Tujuan pergantian auditor dimaksudkan
untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan.
Pergantian auditor menyebabkan dampak negatif.
Jika sebelumnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.17/PMK.01 /2008
tentang Jasa Akuntan Publik tanggal 5 Februari 2008 dalam ayat 3 yang mengatur
sebuah KAP dibatasi hanya boleh melakukan audit laporan keuangan historis
perusahaan dalam 6 tahun berturut-turut dan Akuntan Publik hanya dalam 3tahun
berturut-turut, maka berdasarkan peraturan baru pemerintah telah menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) No.20 tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik yang
merupakan peraturan lebih lanjut dari Undang-undang No.5 tahun 2011 tentang
Akuntan Publik yang menjelaskan bahwa tidak ada pembatasan lagi untuk KAP
melainkan berlaku untuk Akuntan Publik yakni selama 5 tahun buku berturut-turut
terhadap entitas.
Entitas sebagaimana yang dimaksud adalah industri di sektor pasar modal,
bank umum, dana pensiun, perusahaan asuransi atau reasuransi dan Badan Usaha
Milik Negara. Dan dijelaskan pula pembatasan ini berlaku juga untuk Akuntan Publik
yang merupakan Pihak Terasosiasi yakni Akuntan Publik yang tidak menandatangani
laporan auditor independen namun terlibat langsung dalam pemberian jasa, misal :
Akuntan Publik yang merupakan partner in charge dalam suatu perikatan audit.

7
KERANGKA PEMIKIRAN
Untuk membantu memahami penelitian ini, diperlukan suatu kerangka
pemikiran sebagai berikut :
Kepemilikan
perusahaan

Kualitas auditor

opini audit going


concern
Debt default

Opinion
shopping
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Kepemilikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit
Going
Concern
Dalam penelitian Januarti (2007) kepemilikan perusahaan dapat meningkatkan
nilai perusahaan, sehingga mengurangi risiko terjadinya kesulitan keuangan. Jensen
dan Meckling (1976) mengemukakan kepemilikan manajerial dapat menyelaraskan
kepentingan manajer dengan pemegang saham sehingga berhasil menjadi mekanisme
yang dapat mengurangi masalah keagenan antara manajer dengan pemilik. Dengan
adanya kesalaran antara manajer dengan pemilik, maka kelangsungan hidup
perusahaan akan terjaga karena antara manajer dan pemilik akan berusaha bersama-
sama untuk memajukan perusahaannya. Dengan begitu semakin besar kepemilikan
manajerial maka akan semakin rendah praktek manipulasi data laporan keuangan
seperti manipulasi manajemen laba karena adanya peningkatan kualitas informasi
laporan keuangan karena manajer merasa memiliki perusahaan serta semakin besar
saham yang dimiliki manajemen maka semakin rendah kemungkinan perusahaan
menerima opini audit going concern. Namun pendapat ini disanggah oleh penelitian
Januarti (2009), serta Difa dan Suryono (2015) yang menyatakan bahwa kepemilikan
perusahaan manajerial tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern.
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (2011) memberikan pedoman
bahwa jika suatu kelangsungan hidup entitas diragukan dan mengarah ke
kebangkrutan maka auditor harus mengungkapkan informasi tersebut dalam opininya.
Auditor dapat memberikan opini audit going concern. Hal ini sejalan dengan

8
penelitian penelitian Irfana (2012) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh terhadap opini audit going concern.
: Diduga kepemilikan perusahaan berpengaruh terhadap opini
audit going concern.
Pengaruh Kualitas Auditor terhadap Penerimaan Opini Audit Going
Concern
Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu selalu self-
interest maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada
hubungan antara principal dan agen sangat diperlukan, dalam hal ini adalah auditor
independen (Setiawan,2011). Penelitian De Angelo (1981) menyatakan bahwa
auditor skala besar memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan
kerusakan reputasi audit dibandingkan pada auditor skala kecil. Santosa dan Wedari
(2007), auditor skala besar juga lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-
masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi resiko proses pengadilan
Penyataan tersebut berarti menandakan auditor skala besar memiliki kemungkinan
atau dorongan yang lebih untuk melaporkan masalah going concern kliennya apabila
terbukti klien terdapat masalah untuk dan melangsungkan usahanya dibandingkan
auditor skala kecil.
Penelitian ini dikuatkan melalui penelitian terdahulu Difa dan Suryono(2015) yang
memberikan bukti bahwa dari penelitiannya bahwa kualitas auditor berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern. Adanya hubungan positif antara
kualitas auditor terhadap opini audit going concern semakin besar kantor akuntan
publik maka akan mencerminkan kinerja perusahaan dengan independen. Namun
pendapat ini juga tidak sejalan dengan hasil penelitian dari Praptitorini dan Januarti
(2007), Januarti (2009), Tamba (2009), Surbakti dan Hadiprajitno(2011),Sutedja
(2010), Seytiawan (2011), Irfana(2012), Ningsih(2016)yang menyatakan dari hasil
penelitan mereka adalah kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap opini audit going
concern.
: Diduga kualitas auditor berpengaruh terhadap opini audit
going concern.
Pengaruh Debt Default terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern.
Debt default adalah sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar
hutang pokok dan bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church,1992) dalam
Praptitorini dan Januarti (2007). Keadaan itu mengakibatkan perusahaan mengalami
kegagalan hutang atau debt default. Oleh karenanya terjadinya kegagalan hutang atau
debt default baik yang timbul karena perusahaan tidak mampu untuk memenuhi
kewajibannya atau perusahaan tidak dapat memenuhi perjanjian hutang merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan opini audit going concern oleh
auditor (Chen dan Church, 1992) dalam (Astuti,2012).
Dalam penelitian penelitian Irfana (2012), hasil penelitiannya menyatakan
bahwa debt default tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern. Namun disangkutkan oleh penelitian Harris dan Merianto (2015) dan
Ningsih (2016), berdasarkan teori agensi, prinsipal menilai kinerja agen
menggunakan pihak auditor, untuk mengetahui keadaan perusahaan. Auditor akan
melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan, terutama pada kegiatan utang. Apabila
perusahaan gagal membayar utang (debt default) maka keberlangsungan perusahaan
itu akan menjadi diragukan, oleh sebab itu kemungkinan diberikannya opini audit
going concern akan semakin besar, dan investasi oleh pihak luar akan menurun.
Dalam hal ini menunjukkan bahwa debt default berpengaruh terhadap opini audit
going concern dan berpengaruh yang positif terhadap opini audit going concern.
Tidak menutup kemungkinan auditor akan menerbitkan kembali opini audit going
concern pada tahun berikutnya apabila pada tahun sebelumnya auditor telah
menerbitkan opini audit going concern. Hasil penelitian Surbakti(2011) dan Tamba
(2009) yang menyatakan bahwa variabel debt default berpengaruh signifikan terhadap
opini audit going concern. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan penelitian
terdahulu Januarti (2009). menemukan bukti antara pemberian status debt default
dengan masalah going concern.
: Diduga debt default berpengaruh terhadap opini audit going
concern.
Pengaruh Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Audit Going
Concern
Opinion shopping didefinisikan oleh SEC, sebagai aktivitas mencari auditor
yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang diajukan oleh manajemen untuk
mencapai tujuan pelaporan perusahaan. Tujuannya adalah memanipulasi hasil operasi
atau kondisi keuangan.
Perkembangan baru mengenai topik ini adalah adanya fenomena opinion
shopping (auditor switching). Lennox (2000), menggunakan model pelaporan audit
untuk memprediksi opini dan menguji dampaknya pada pergantian auditor. Hasil dari
metode ini berkesimpulan bahwa perusahaan-perusahaan di Inggris melakukan
praktik opinion shopping.
Ketika perusahaan menerima opini audit tahun sebelumnya dengan modifikasi
(opini going concern) maka tahun berikutnya akan berupaya untuk memperoleh opini
yang lebih bagus. Upaya yang dilakukan adalah mengganti auditor. Harapan
perusahaan adalah ketika mengganti auditornya maka opini yang akan diperoleh
adalah wajar tanpa pengecualian. Yang dikuatkan dalam penelitian Praptitorini dan
Januarti (2007) , serta Harris dan Merianto (2015) yang memberikan hasil
penelitiannya bahwa variabel opinion shopping berpengaruh terhadap opini audit
going concern.yang diperkuat dan telah dibuktikan dari penelitian Irfana(2012) yang
juga menyatakan opinion shopping berpengaruh terhadap opini audit going concern.
: Diduga opinion shopping berpengaruh terhadap opini audit going
concern

METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pengambilan sampel dalam penelitian
ini diperoleh dengan metode purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2014-2016.
2. Perusahaan tidak sedang berada pada proses delisting selama periode
pengamatan 2014-2016.
3. Data yang dibutuhkan tersedia dengan lengkap dan menerbitkan laporan
tahunan secara lengkap yang telah diaudit selama periode 2014-2016.
4. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan dengan menggunakan satuan
mata uang Rupiah (Rp)
5. Perusahaan yang tidak memiliki kepemilikan manajerial secara berturut-turut
selama periode penelitian 2014-2016.
Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder diperoleh dari laporan keuangan auditan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2014-2016 yang telah
dipublikasikan.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Variabel Dependen
Opini Audit Going Concern
Opini audit modifikasi mengenai going concern merupakan opini audit yang
dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan
atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya pada kurun
waktu yang pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang
sedang diaudit (SPAP, 2011). Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel
dummy. Opini audit going concern diberi kode 1 sedangkan opini audit non going
concern diberi kode 0.

Variabel Independen
1. Kepemilikan Perusahaan
Kepemilikan manajerial diukur dengan persentase jumlah saham dalam
perusahaan yang dimiliki pihak manajemen dari seluruh modal saham perusahaan
yang beredar. Kepemilikan manajerial dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Jumlah Saham Manajer
Kepemilikan Manajerial = ----------------------------------- x 100 %
Total Saham Beredar
2. Kualitas Auditor
Variabel kualitas audit diukur dengan menggunakan variabel dummy,
diberikan kode 1 untuk KAP yang berafiliasi dengan KAP the big four, dan diberikan
kode 0 apabila KAP tidak berafiliasi dengan KAP the big four.
3. Debt Default
Variabel ini diukur menggunakan variabel dummy. Kode 1 digunakan untuk
status debt default dimana perusahaan tidak mampu membayar utangnya pada waktu
jatuh tempo, sedangkan nilai 0 untuk status tidak debt default. Status default biasanya
terungkap dari laporan auditor independen atau catatan atas laporan keuangan.
4. Opinion Shopping
Variabel ini menggunakan variabel dummy, kode 1 diberikan kepada
perusahaan yang melakukan pergantian auditor ketika mendapatkan opini going
concern, dan 0 jika tidak melakukan pergantian auditor ketika mendapatkan opini
going concern.

METODE ANALISIS DATA


1. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum dan generalisasi (Sugiyono,2016). Statistik deskriptif digunakan untuk
memberikan gambaran mengenai variabel-variabel penelitian, sehingga dapat
menjadi patokan analisis lebih lanjut tentang nilai minimum, nilai maksimum, mean,
varians dan standar deviasi.
2. Analisis Regresi Logistik
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
logistick (logistic regression) dengan bantuan SPSS versi 21. Alasan pemilihan
penggunaan regeresi logistik dalam penelitian ini karena variabel bebasnya
merupakan kombinasi antara variabel kontinu (metrik) dan kategorial (non-metrik).
Oleh karena itu, asumsi multivariate normal distribution tidak dapat dipenuhi dan
dalam hal ini dapat dianalisi dengan menggunakan regresi logistik karena tidak
memerlukan asumsi normalitas data pada variabel bebasnya (Ghozali,2013). Model
logistic regression dalam penelitian ini ditunjukkan dalam persamaan berikut ini :
GC = + β1KP + β2KA + β3DD + β4OS + e
GC = opini going concern (variabel dummy, 1 jika opini going concern, 0 jika
opini non going concern)
KP = kepemilikan manajer (rasio)
KA = kualitas audit (variabel dummy, 1 jika KAP Big Four, 0 jika non
BigFour)
DD = debt default (variabel dummy, 1 jika perusahaan dalam keadaan default,
dan 0 jika tidak)
OS = Opinion Shopping (variable dummy, 1 jika melakukan pergantian
auditor, 0 jika tidak melakukan pergantian auditor)
e = kesalahan residual
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan regresi
logistik dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Menilai kelayakan model regresi
Kelayakan model regresi ini dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Model ini menguji hipotesis nol bahwa data
empiris sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga
model ini dapat dikatakan fit). Adapun hasilnya jika (Ghozali,2013) :
a. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan
atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Hal ini menandakan ada
perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga
Goodness of Fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi nilai
observasinya.
b. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar
dari 0,05, maka hipotesis tidak dapat ditolak dan berarti model mampu
memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima
karena cocok dengan data observasinya
2. Menilai Model Fit (Overall model fit test)
Langkah pertama adalah menilai overall fit model terhadap data. Hipotesis
untuk menilai model fit adalah :
H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data.
HA : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data.
Dari hipotesis ini jelas bahwa kita tidak akan menolak hipotesa nol agar
supaya model fit dengan data. Statistik yang digunakan berdasarkan pada fungsi
likehood. Likehood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesa
menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesa nol dan alternatif, L
ditransformasikan menjadi -2LogL. Penurunan likehood (-2LL) menunjukkan model
regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan
data. Log Likehood pada regresi logistik mirip dengan pengertian “Sum of Square
Error” pada model regresi. Sehingga penurunan Log Likehood menunjukkan model
regresi semakin baik (Ghozali,2013).
3. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)
Cox dan Snell’s R square merupakan ukuran yang mencoba meniru ukuran
pada multiple regression yang didasarkan pada teknik estimasi likehood dengan nilai
maksimum kurang dari 1 (satu) sehingga sulit diinterprestasikan. Nagelkerk’s R
square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan Snell untuk memastikan bahwa
nilainya bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu). Hal ini dilakukan dengan cara
membagi nilai Cox dan Snell’s dengan nilai maksimumnya.Nagelkerke’s dapat
diinterprestasikan seperti nilai pada multiple regression. Nilai yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksikan variasi
variabel dependen (Ghozali,2013).
4. Estimasi Parameter dan Interprestasinya
Estimasi parameter dapat dilihat dari koefisien regresi. Pengujian koefisien
regresi dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji seberapa jauh variabel
independen mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Adapun dalam
pengujian ini adalah :
a. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikasi 5% (α
= 0,05).
b. Apabila taraf signifikan lebih besar dari 0,05 maka diterima dan ditolak
, hal ini menandakan bahwa variabel independen tidak berpengauh secara
signifikan terhadap terjadinya variabel dependen. Begitu pula sebaliknya,
apabila taraf signifikan lebih kecil dari 0,05 maka diterima dan ditolak,
hal ini menandakan bahwa variabel independen berpengaruh secara signifikan
terhadap terjadinya variabel dependen.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1
Kriteria Penentuan Sampel
No Kriteria Jumlah
1. Total perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2014-2016. 140
2. Perusahaan delisting selama periode penelitian tahun 2014-2016. (3)
3. Tidak menerbitkan laporan tahunan yang telah diaudit secara lengkap (16)
beserta data yang dibutuhkan tahun 2014-2016.
4. Perusahaan yang menggunakan mata uang asing selama periode (26)
penelitian 2014-2016.
5. Perusahaan yang tidak memiliki kepemilikan manajerial secara (40)
berturut-turut selama periode penelitian 2014-2016.
Jumlah sampel total periode penelitian 55
Tahun penelitian 3
Jumlah penelitian 165

Analisis Statistik Deskriptif


Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
GC 165 ,0 1,0 ,097 ,2968
165 ,0000100000 ,8944444444 ,13375609072 ,21806036265
KP 3 40

KA 165 ,0 1,0 ,352 ,4789


DD 165 ,0 1,0 ,121 ,3274
OS Valid 165 ,0 1,0 ,539 ,5000
N 165
(listwise)
Berdasarkan tabel 4.2 untuk variabel going concern yang diproksikan dengan
variabel dummy yang memiliki nilai minimum yaitu sebesar 0 dan nilai maksimum
sebesar 1 dengan nilai rata-rata adalah 0,097 serta memiliki nilai standar deviasi
sebesar 0,2968.
Untuk kepemilikan perusahaan terdapat rentang yang sangat jauh antara nilai
minimum yaitu 0,000010000 (Unilever Indonesia Tbk) di tahun 2014 dan maksimum
0,8944444444 (Beton Jaya Manunggal Tbk) di tahun 2016. Nilai rata-rata untuk
variabel ini adalah 0,133756090723 dengan nilai standar deviasi 0,2180603626540.
Kualitas auditor yang diproksikan dengan menggunakan variabel dummy ini
memiliki nilai minimum yakni sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1. Adapun nilai
rata-rata untuk variabel ini adalah sebesar 0,352 dengan nilai standar deviasi sebesar
0,4789.
Debt default yang diproksikan dengan menggunakan variabel dummy ini
memiliki nilai minimum yakni sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1. Nilai rata-
rata untuk variabel ini adalah sebesar 0,121 dengan standar deviasi sebesar 0,3274.
Oppinion shopping yang juga diproksikan dengan menggunakan variabel dummy
memiliki nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1. Nilai rata-rata
untuk variabel ini adalah sebesar 0,539 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,5000.

Analisis Regresi Logistik


Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 4,960 8 ,762
a.Menilai model regresi. Uji kelayakan model regresi, pengujian yang menggunakan
Hosmer and Lemeshow Test,dimana hasil pengujian tersebut dapat diketahui bahwa
nilai Chi-square sebesar 4,960 dengan df8 dan dengan nilai signifian 0,762 dimana
dasar pengambilan keputusannya adalah jika nilai sig lebih dari (>) 0,05 maka tidak
ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dan yang diamati. Dan
berdasarkan Tabel 4.7 nilai sig adalah 0,762 dimana nilai tersebut lebih dari 0,05 dan
itu artinya model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model
dapat diterima karena cocok dengan data observasinya sehingga model ini dapat
digunakan untuk analisis selanjutnya.
b. Menilai Keseluruhan Model (Overall model fit test).
a,b,c
Iteration History
-2 Log Likelihood Blok 0 (awal)
Iteration -2 Log Coefficients
likelihood Constant
1 111,607 -1,612
2 105,275 -2,112
Step 0 3 105,064 -2,226
4 105,063 -2,231
5 105,063 -2,231

a,b,c,d
Iteration History
-2 Log Likehood Block 1 (akhir)
Iteration -2 Log Coefficients
likelihood Constant KP KA DD OS
1 76,948 -1,908 -,039 -,114 2,510 ,069
2 58,448 -2,868 -,065 -,298 3,481 ,186
3 54,567 -3,541 -,032 -,546 4,127 ,353
Step 1 4 54,110 -3,874 ,028 -,709 4,432 ,470
5 54,099 -3,938 ,045 -,743 4,490 ,496
6 54,099 -3,940 ,046 -,744 4,492 ,496
7 54,099 -3,940 ,046 -,744 4,492 ,496
Uji ini dilakukan untuk melihat apakah model yang digunakan telah fit
dengan data atau belum. Dalam pengujian ini yang harus diperhatikan adalah angka
pada bagian -2 Log Likelihood. Apabila angka -2 Log Likelihood pada awal (Tabel
Iteration History Block Number = 0) lebih tinggi daripada angka -2 Log Likelihood
pada Iteration History Block Number = 1 maka hal ini menunjukkan bahwa model
regresi tersebut baik atau fit dengan data. Dan dari tabel 4.8 dan 4.9 yang merupakan
hasil dari pengujian penelitian ini di dapatkan bahwa nilai -2 Log Likelihood awal
(111,607) lebih tinggi dari nilai -2 Likelihood pada Iteration History Block Number =
1 (76,948) yang artinya model yang dihipotesiskan cocok dengan data.

c.Koefisien determinasi (Nagelkerke R square).


Model Summary
Step -2 Log Cox & Snell R Nagelkerke R
likelihood Square Square
a
1 54,099 ,266 ,564

Nilai Nagelkerke R Square pada Tabel 4.10 Model Summary menjelaskan


tentang hubungan variabel independen terhadap dependen. Lebih dari 20% saja sudah
bisa dikatakan variabel independen baik dalam mengartikan ragam dari variabel
dependen. Dan dari tabel tersebut didapatkan angka 0,564 yang berarti bahwa variasi
variabel independen (KP, KA, DB, dan OP) mampu mengartikan ragam dari variabel
dependen (GC) sebesar 56,4% dalam memprediksi opini audit going concern
sedangkan sisanya sebesar 43,6% diartikan oleh variabel lain yang tidak masuk
dalam model regresi.

d.Uji Parsial
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
KP ,046 1,552 ,001 1 ,976 1,047
KA -,744 ,850 ,767 1 ,381 ,475
a
Step 1 DD 4,492 ,773 33,785 1 ,000 89,309
OS ,496 ,780 ,405 1 ,525 1,643
Constant -3,940 ,791 24,829 1 ,000 ,019
Sumber : Data diolah (2017)

Model yang terbentuk berdasarkan tabel diatas adalah sebagai berikut:


+e
Berdasarkan model dapat dijelaskan bahwa :
1. Hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah diduga kepemilikan
perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern. Dan hasil
pengujian menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel ini adalah
0,046 dan hasil signifikansi adalah 0,976 yang mana nilai pengujian
tersebut lebih besar dari 0,05. Maka dapat diketahui bahwa kepemilikan
perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern atau
dengan kata lain tidak diterima.
2. Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah diduga kualitas auditor
berpengaruh terhadap opini audit going concern. Dan bersadarkan hasil
pengujianya, didapatkan nilai koefisien regresi adalah -0,744 dan hasil
signifikan sebesar 0,381 yang mana angka tersebut lebih besar dari 0,05.
Dan dapat disimpulkan bahwa variabel kualitas auditor tidak berpengaruh
signifikan terhadap opini audit going concern atau tidak diterima.
3. Hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah diduga debt default
berpengaruh terhadap opini audit going concern. Berdasarkan hasil
pengujian, didapatkan nilai koefisien regresi adalah 4,492 dan nilai
signifikan untuk variabel profitabilitas adalah 0,000 atau lebih kecil dari
0,05 yang mana artinya variabel debt default berpengaruh signifikan
terhadap opini audit going concern dan diterima.
4. Hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah diduga opinion shopping
berpengaruh terhadap opini audit going concern. Dan hasil pengujian
menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi variabel ini adalah 0,496 dan
nilai signifikan untuk variabel likuiditas adalah 0,525 atau lebih dari 0,05
yang artinya variabel opinion shopping tidak berpengaruh terhadap opini
audit going concern atau tidak diterima.

Pembahasan Hasil Penelitian


Pengaruh Kepemilikan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern.
Dari hasil penelitian ini membuktikan bahwa kepemilikan perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern. Dan penelitian ini sejalan
dengan penelitian Januarti (2009) dan Difa dan Suryono (2015), dimana kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa besar kecilnya persentase kepemilikan manajerial tidak
membuat suatu perusahaan lebih efektif dalam menangani masalah keuangannya
sehingga tidak mengurangi resiko diterimanya opini audit going concern. Meskipun
adanya kepemilikan manajerial ternyata fungsi pengawasan yang ada belum
menjamin untuk tidak diberikannya opini audit going concern, karena untuk kinerja
perusahaan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor.
Pengaruh Kualitas Auditor terhadap Opini Audit Going
Concern.
Penelitian ini membuktikan bahwa kualitas auditor tidak berpengauh
signifikan terhadap opini audit going concern. Penelitian ini konsisten dengan
penelitian Praptitorini dan Januarti (2007), Januarti (2009), Tamba (2009), Sutedja
(2010), Surbakti dan Hadiprajitno (2011), Setiawan (2011), Irfana (2012) dan
Ningsih (2016) yang menemukan bukti bahwa kualitas auditor tidak berpengaruh
signifikan terhadap opini audit going concern. Artinya baik auditor yang berafiliasi
dengan The Big Four maupun tidak, sama-sama berusaha memberikan jaminan
profesionalitas pekerjaan audit yang objektif kepada kliennya. Bahkan auditor yang
berafiliasi dengan The Big Four sekalipun tidak menjamin untuk tidak melakukan
kesalahan dalam melaksanakan tugasnya.
Pengaruh Debt Default terhadap Opini Audit Going
Concern.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Surbakti (2011), Tamba (2009)
dan Januarti (2009) dan Ningsih (2016) yang menemukan bukti bahwa debt default
berpengaruh terhadap opini audit going concern . Hasil ini menunjukkan bahwa debt
default digunakan oleh auditor dalam mengambil keputusan untuk mengeluarkan
opini audit berkaitan dengan going concern sesuai dengan yang tercantum dalam
PSA 30 Seksi 341. Semakin besar terjadinya debt default didalam sebuah entitas,
maka semakin tinggi kemungkinan entitas tersebut mendapatkan opini audit going
concern.
Pengaruh Opinion Shopping terhadap Opini Audit Going
Concern.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Januarti (2009), Januarti dan Surbakti
dan Hadiprajitno (2011) dan Ningsih (2016) yang menemukan bahwa opinion
shopping tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Dimana dikatakan
bahwa walapun perusahaan sering mengganti auditor setelah menerima opini audit
going concern, masih belum jelas apakah ini mencerminkan praktik opinion
shopping. Jadi walaupun perusahaan melakukan pergantian auditor setelah menerima
atau mendapatkan opini audit going concern pada tahun sebelumnya, auditor yang
baru tetap akan mengeluarkan opini audit going concern jika terdapat kesangsian
besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Kesangsian besar disini bisa merupakan debt default yang telah dibuktikan dalam
pengujian penelitian ini.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Penelitian ini mencoba menguji bagaimana pengaruh kepemikina perusahaan,
kualitas auditor, debt default dan opinion shopping terhadap opini audit going
concern. Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab
sebelumnya, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kepemilikan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit
going concern.
2. Kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern.
3. Debt default berpengaruh terhadap opini audit going concern.
4. Opinion shopping tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern.

Saran
Adapun saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah :
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan memperpanjang tahun penelitian.
2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menambah variabel yang mungkin
bisa memprediksi kemungkinan opini audit going concern secara tepat.
3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode lain
dalam analisis data.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. 2012. Auditing. Salemba Empat. Jakarta.
Astuti, Irtani Retno. 2012. Pengaruh Faktor Keuangan dan Non Keuangan terhadap
Penerimaan Opini Audit Going concern. Skripsi, Universitas Diponegoro.
Tidak Dipublikasikan.
Craswell, A. T., Jere R. F., dan Stephen L. T. 1995. Auditor Brand Name Reputations
and Industry Specialization. Journal of Accounting and Economics 20: 297-
322.
DeAngelo, L. E. 1981. Auditor Size and Audit Quality. Journal of Accounting and
Economics 3: 183-199.
Difa, Adwinda Rivenski dan Suryono, Bambang. 2015. Pengaruh Keuangan,
Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit
Going Concern. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi. Vol. 4 No. 8. Surabaya
Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 2005. Opini Audit Going Concern : Kajian
Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan
Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta),
Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang
Harahap, Selviana Suci. 2016. Pengaruh Audit Lag, Debt Default, Pertumbuhan
Perusahaan, Opini Audit Sebelumnya dan Reputasi KAP Terhadap
Penerimaan Opini Audit Going Concern. Skripsi. Universitas Maritim Raja
Ali Haji. Tanjungpinang.
Harris, Randy dan Merianto, Wahyu. 2015. Pengaruh Debt Default, Disclosure, Opini
Audit Tahun Sebelumnya, Ukuran Perusahaan, Dan Opinion Shopping
Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. Diponegoro Journal Of
Accounting Volume 4, Nomor 3, Tahun 2015, Halaman 1-11.
Hery. 2011. Auditing 1 (Dasar-Dasar Pemeriksaan Akuntansi). Kencana. Jakarta
Institut Akuntan Publik Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik, Per 1
Maret 2011, Penerbit Salemba Empat. Jakarta
Irfana, Muhammad Jauhan. 2012. Analisis Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit,
Opinion Shopping Dan Kepemilikan Perusahaan Terhadap Penerimaan
Opini Audit Going Concern. Skripsi. Fakultas Ekonomika Dan Bisnis
Universitas Diponegoro. Semarang
Januarti, Indira 2009. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor,
Kepemilikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going concern
(Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Makalah
Disampaikan dalam Simposium NasionalAkuntansi XII Palembang: 4-6
November
Jensen, M.C and Meckling, W.H. 1976. “Theory Of The Firm, Managerial
Behaviour, Agency Costs & Ownership Structure”. Journal of Financial
Economics. Vol 3 October. Pp 305-360.
Kwarto, Febrian. 2015. Pengaruh Opinion Shopping Dan Pengalaman Auditor
terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Dalam Sisi Pandang
Perusahaan Auditan. Jurnal Akuntansi/Volume XIX, No. 03, September 2015:
311-325. Jakarta
Liestiyowati. 2013. Pengertian Going Concern didalam standar auditing.
Lennox, C., 2000. “Do Companies Successfully Engage in Opinion Shopping:
Evidence from The UK?”. Journal of Accounting and Economics 29. pp 321-37.
Nuswantari, Suprobo Ningtias dan Dewayanto, Totok. 2011. Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Ningsih, Eva. 2016. Pengaruh Kualitas Audit, Audit Client Tenure, Debt Default,
Opinion Shopping dan Kondisi Keuangan Perusahaan Terhadap Penerimaan
Opini Audit Going Concern. Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Tanjungpinang
Mulyadi. 2013. Auditing. Edisi Keenam. Salemba Empat. Jakarta.
Praptitorini, M. D. dan I. Januarti. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt
Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Going Concern.
Simposium Nasional Akuntansi X Makassar. Juli 2007.
Santosa. dan Wedari. 2007. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Audit,
Dan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Penerimaan Opini
Audit Going Concern. Skripsi. Universitas Diponegoro Fakultas Ekonomi.
Semarang.
Setyarno, E., Budi, I. Januarti, dan Faisal 2006. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi
Keuanga Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan
Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern. Simposium Nasional
Akuntansi IX Padang: 1- 25.
Setiawan, Teguh Heri. 2011Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Audit,
Dan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Penerimaan Opini
Audit Going Concern (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI Tahun 2007-2009). Skipsi.
Universitas Diponegoro. Semarang
Soemarso, S.R, 2010. Pengantar Akuntansi, Jakarta. Salemba Empat
Surbakti, Meliyanti Yosephine, dan Hadiprajitno.2011 Basuki. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern
Sutedja, Christian. 2010. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pemberian Opini
Audit Going Concern. Jurnal Akuntansi Kontemporer, Vol. 2.No. 2.
Tamba, R. L. 2009. Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit, dan Opini Audit
Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Skripsi, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Teoh, S. 1992. Auditor Independence, Dismissal Threats and The Market Reactions
to Auditor Switches. Journal of Accounting Research.
Warnida. 2000. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit
Going Concern (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Listing Di Bei). Jurnal
Akuntansi & Manajemen Vol 6 No.1 Juni 2011 ISSN 1858-3687 hal 30-
43.Padang

You might also like