Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
AMALIA WIDYASARI
F 34062201
ABSTRACT
Soap is a cleanser which is made with a chemical reaction between alkaline sodium or
potassium bases with acids from vegetable oils or animal fats. The selection of fatty acids type
determines the characteristics of soap because each type of fatty acids will give a different character
on the soap. In the manufacture of transparent soap, glycerin is used to form the structure of
transparent soap. In addition, the glycerin serves as humektan (moisturizer). Based on assessments by
using the weighting technique, the type of olein fraction of palm oil and 10% glycerin concentration is
the best formula for making transparent soap. The nature of the transparent soap is 11.89% a
substance to evaporate water content, 35.36% fatty acid content, 8.27% non-saponated fraction
levels, 1.16% alcohol insoluble levels, 0.30% free alkali content calculated as NaOH, pH value 9.79,
hardness 3.7 mm/10 seconds, 96.85% emulsion stability, 35.87% foam stability, and the detergency
382.25 FTU turbidity. Results preference test on the best transparent soap formulation shows that the
majority of the panelists liked the transparency with percentage of 36.67%, somewhat like the texture
of 43.33%, a bit like a lot of foam at 36.67%, and provide regular assessment of the rough impression
of 40%.
RINGKASAN
Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa natrium atau
kalium dengan asam dari minyak nabati atau lemak hewani. Produk yang diamati pada penelitian
ini adalah sabun transparan yang dibuat melalui reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH.
Pemilihan jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan karena setiap jenis asam
lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun. Sumber asam lemak yang digunakan
adalah minyak sawit fraksi olein (palm olein) dengan asam lemak dominan asam oleat, RBDPO
(Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dengan asam lemak dominan asam palmitat, dan NPKO
(Netralized Palm Kernel Oil) dengan asam lemak dominan asam laurat. Sabun transparan memiliki
penampilan yang transparan karena adanya penambahan transparent agent, seperti gliserin, sukrosa,
dan alkohol. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin berfungsi dalam pembentukan struktur
sabun transparan. Selain itu, gliserin berfungsi sebagai humektan (moisturizer). Tujuan penelitian
ini adalah mencari formula terbaik dalam pembuatan sabun transparan, yaitu jenis minyak dan
konsentrasi gliserin.
Penelitian diawali dengan analisa karakteristik jenis minyak yang digunakan, seperti % FFA,
bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, bilangan tak tersabunkan, dan bilangan peroksida.
Selanjutnya dilakukan pembuatan sabun transparan dengan asam lemak dari minyak kelapa dengan
konsentrasi gliserin 4%, 7%, 10%, 13%, dan 16% untuk mengetahui konsentrasi glisein terbaik yang
akan digunakan dalam penelitian utama. Analisa yang dilakukan terhadap sabun transparan yang
dihasilkan meliputi kadar air dan zat menguap, kadar asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, kadar
bagian tak larut alkohol, kadar alkali bebas dihitung sebagai NaOH, nilai pH, kekerasan, stabilitas
emulsi, stabilitas busa, dan daya detergensi. Uji kesukaan dilakukan oleh 30 orang panelis agak
terlatih. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua
kali ulangan.
Hasil analisa keragaman sifat fisiko kimia sabun transparan pada tingkat kepercayaan 95 %
(α = 0.05) menunjukkan bahwa faktor perbedaan jenis minyak yang digunakan berpengaruh nyata
terhadap kadar asam lemak, nilai pH, kekerasan, stabilitas busa, dan daya detergensi. Sedangkan
perbedaan konsentrasi gliserin yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap kadar air dan zat
menguap, serta kekerasan. Pada uji kesukaan (uji hedonik), hasil uji Friedman menunjukkan bahwa
perlakuan perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin di dalam formulasi sabun transparan
berpengaruh nyata terhadap parameter transparansi, terkstur, dan banyak busa, sedangkan untuk
parameter kesan kesat menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin
tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan konsumen.
Berdasarkan penilaian dengan menggunakan teknik pembobotan, jenis minyak sawit fraksi
olein dan konsentrasi gliserin 10 % merupakan formula terbaik untuk pembuatan sabun transparan.
Sifat dari sabun transparan tersebut adalah kadar air dan zat menguap 11.89 %, kadar asam lemak
35.36 %, kadar fraksi tak tersabunkan 8.27 %, kadar bagian tak larut alkohol 1.16 %, kadar alkali
bebas dihitung sebagai NaOH 0.30 %, nilai pH 9.79, kekerasan 3.7 mm/10 detik, stabilitas emulsi
96.85 %, stabilitas busa 35.87 %, dan daya detergensi 382.25 ftu turbidity. Hasil uji kesukaan pada
formulasi sabun transparan terbaik menunjukkan bahwa mayoritas panelis menyukai transparansi
dengan persentase sebesar 36.67 %, agak menyukai tekstur sebesar 43.33 %, agak menyukai banyak
busa sebesar 36.67 %, dan memberikan penilaian biasa terhadap kesan kesat sebesar 40 %.
KAJIAN PENGARUH JENIS MINYAK DAN KONSENTRASI
GLISERIN TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian.
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
AMALIA WIDYASARI
F 34062201
Menyetujui,
Pembimbing,
Mengetahui :
Ketua Departemen,
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Pengaruh
Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Mutu Sabun Transparan adalah hasil karya
saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun
pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang
diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Amalia Widyasari
F 34062201
BIODATA PENULIS
Amalia Widyasari. Lahir di Muara Enim, 28 Januari 1989 dari ayah Kamisdin,
S. PKP (Alm) dan Sri Martini, S. PKP, sebagai putri pertama dari tiga
bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMA SMAN 1
Unggulan, Muara Enim dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi
Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam
organisasi Ikatan Mahasiswa Bumi Sriwijaya pada tahun 2006-2007 dan
Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri pada tahun 2008/2009, serta aktif
dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten praktikum Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, dan
Fitofarmaka pada tahun 2010. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2009 di PT. Inti
Indosawit Subur Pabrik Muara Bulian, Jambi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini
berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi
Gliserin terhadap Mutu Sabun Transparan dilaksanakan di Laboraturium Teknologi Industri Pertanian
sejak bulan Maret sampai Agustus 2010.
Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1) Ir. Semangat Ketaren, M. S. sebagai dosen pembimbing atas pengarahan dan bimbingannya
selama penelitian dan penulisan skripsi.
2) Dr. Ir. Lisbetini Hartoto, M. S. dan Ir. Andes Ismayana, M. T. sebagai dosen penguji atas koreksi
dan masukannya
3) Keluarga besar Ayahanda Kamisdin (alm) dan Ibunda Sri Martini, S. PKP serta Ardy dan Fika
atas perhatian, pengorbanan, dukungan, dan doa yang telah diberikan selama ini.
4) Seluruh laboran dan staf TIN, terutama Bu Sri, Bu Ega, Pak Gun, Pak Sugi, dan Pak Mul atas
bantuan dan informasi yang telah diberikan.
5) Syelly Fathiyah dan Vivi Juliyenti sebagai teman satu bimbingan.
6) Tya Rachmawati, Dwi Windiana, Gabriella Vinita, Dwi Ajias, Kusuma Ratih, Devina Sandriati,
Nurul Pustikasari, Eka Marliana, Wynda Julia, Neza Fadia, Vioni Derosya, dan Martin Dwiko
serta teman-teman TIN 43 yang telah memberikan semangat dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan skripsi.
7) Elin, Yuk Cici, Jeng Risna, Yuk Olga, Yuk Hervi, Ela, dan anak-anak Wisma Gajah atas
motivasi dan kebersamaannya.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang
nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang perindustrian.
Amalia Widyasari
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Halaman
Halaman
1.2 TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah mencari formula terbaik dalam pembuatan sabun transparan, yaitu
jenis minyak dan konsentrasi gliserin. Minyak yang digunakan berasal dari tanaman kelapa sawit,
yaitu minyak sawit fraksi olein (minyak goreng sawit), RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm
Oil), dan NPKO (Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil).
II. TINJAUAN PUSTAKA
O
CH2 – OC – R CH2 – OH
O
CH – OC – R + 3 NaOH 3 RCOONa + CH – OH
O
CH2 – OC – R CH2 – OH
Lemak Kaustik Soda Sabun Natrium Gliserol
Dalam rangka memberikan struktur transparan pada sabun maka dalam formulasi pembuatan
sabun transparan ditambahkan gliserin, sukrosa, dan alkohol serta transparent agent lainnya. Propilen
glikol, sorbitol, polietilen glikol, surfaktan amfoterik, dan surfaktan anionik dapat pula ditambahkan
sebagai transparent agent melengkapi fungsi yang sama dengan gliserin (Mitsui, 1997).
Berikut adalah penjelasan mengenai bahan baku yang digunakan dalam formulasi sabun
transparan :
1) Minyak yang berfungsi sebagai sumber asam lemak. Setiap jenis menghasilkan karakteristik
sabun yang berbeda-beda.
2) Asam stearat berbentuk padatan berwarna putih. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh dan
berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada produk (Mitsui, 1997).
3) Natrium hidroksida (NaOH) adalah salah satu jenis basa kuat yang bersifat korosif serta mudah
menghancurkan jaringan organik yang halus. NaOH berbentuk padat berwarna putih dan memiliki
sifat higroskopi, serta rekasinya dengan asam lemak menghasilkan sabun dan gliserol (Swern,
1979).
4) Menurut Mitsui (1997), gliserin telah digunakan sejak lama sebagai humektan. Gliserin diperoleh
dari hasil samping pembuatan sabun dari asam lemak tumbuhan dan hewan. Gliserin berbentuk
cairan jernih dan agak kental, tidak berbau, serta memiliki rasa agak manis. Pada pembuatan
sabun transparan gliserin bersama dengan sukrosa dan alkohol berfungsi dalam pembentukan
struktur transparan.
5) Dietanolamida (DEA) adalah surfaktan kationik yang dihasilkan dari minyak/lemak. DEA dalam
suatu formula sediaan kosmetika berfungsi sebagai surfaktan dan sebagai zat penstabil busa.
6) NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk
akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras
struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal).
NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserol. Gliserol tidak mengalami
pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap.
NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
Selain itu, NaCl berfungsi sebagai pembentuk busa.
Adanya penambahan transparent agent dan berbagai bahan tambahan lainnya dalam formulasi
membuat sabun transparan mengandung lebih sedikit stok sabun dari pada sabun mandi biasa. Sabun
transparan tidak hanya tampak menarik, tetapi juga dapat merawat kulit dengan baik dan sangat
lembut ketika digunakan. Hal ini dikarenakan sabun transparan mengandung gliserin dan gula yang
berfungsi juga sebagai humektan (Mitsui, 1997). Humektan adalah bahan yang mampu menyerap air
dari udara dan menjaga kelembaban kulit.
Menurut Swern (1979), asam stearat memiliki titik leleh (melting point) 69.6 °C dan titik didih
(boiling point) 240 °C. Titik didih dan titik leleh asam stearat lebih tinggi dibandingkan dengan asam
lemak jenuh yang memiliki atom karbon yang sedikit dan relatif lebih rendah dibandingkan dengan
asam lemak jenuh dengan atom karbon yang lebih banyak. Titik didih dan titik leleh beberapa asam
lemak tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Titik Didih dan Titik Leleh Beberapa Asam Lemak Jenuh
Jumlah Atom C Asam Lemak Titik Didih (°C) Titik Leleh (°C)
12 Laurat 182 44.2
14 Miristat 202 54.4
16 Palmitat 222 62.9
18 Stearat 240 69.6
20 Arachidonat - 75.4
22 Bihenat - 80.0
24 Lignoserat - 84.2
Sumber : Swern (1979).
2.3 GLISERIN
Gliserin adalah nama dagang dari gliserol. Perbedaan antara gliserin dan gliserol terletak pada
tingkat kemurniannya, gliserin mempunyai kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan gliserol.
Gliserol merupakan hasil samping dari pemecahan minyak atau lemak untuk menghasilkan asam
lemak.
Kegunaan gliserin bervariasi sesuai dengan produknya. Beberapa contoh kegunaan gliserin
adalah sebagai pengawet buah dalam kaleng, bahan dasar lotion, penjaga kebekuan pada dongkrak
hidraulik, bahan baku tinta printer, kue, dan permen. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin
berfungsi dalam pembentukan struktur sabun transparan.
Menurut Mitsui (1997), gliserin telah lama digunakan sebagai humektan. Humektan
(moisturizer) adalah skin conditioning agents yang dapat meningkatkan kelembaban kulit. Fungsinya
adalah sebagai komponen higroskopis yang mengundang air dan mengurangi jumlah air yang
menguap dari permukaan kulit.
Efektifitas humektan tergantung kelembaban lingkungan disekitarnya. Menurut Murphy
(1978), humektan, contohnya gliserin, dapat melembabkan kulit pada kondisi atmosfer sedang atau
pada kondisi kelembaban tinggi. George dan Serdakowski (1996) mengatakan bahwa gliserin dengan
konsentrasi 10 % dapat meningkatkan kehalusan dan kelembaban kulit. Penggunaan gliserin dalam
konsentrasi tinggi (diatas 10 %) dapat menyebabkan terbentuknya titik-titik air (sweating) pada
produk jika disimpan dalam lingkungan yang lembab. Ini adalah masalah yang umum terjadi pada
sabun transparan yang menggunakan humektan sebagai bahan baku.
III. METODOLOGI
3.1.3 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan sabun adalah hot plate, penangas air, buret,
pisau, timbangan digital, pendingin tegak, termometer, gelas piala, pengaduk kaca, erlenmeyer, gelas
ukur, labu ukur, labu Cassia, labu pemisah, tabung reaksi, corong, alat titrasi, vortex, oven, freezer,
pipet tetes, pipet volumetrik, pH meter, penetrometer, desikator, turbidimeter, cawan alumunium,
penggaris, strirrer, penyaring vakum, dan peralatan analisis lainnya.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik pada produk sabun transparan dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan
konsumen terhadap transparansi, tekstur, banyak busa, dan kesan kesat pada kulit setelah pemakaian
sabun transparan. Uji ini menggunakan panelis sebanyak 30 orang dengan skala 1 – 5. Skala
penilaian yang diberikan, yaitu (1) tidak suka, (2) agak tidak suka, (3) biasa, (4) agak suka, dan (5)
suka. Lembar uji organolpetik ini tersaji pada Lampiran 6. Analisis data untuk uji organoleptik
dilakukan dengan metode statistika non parametrik menggunakan uji Friedman.
Keterangan :
Yijk : Peubah yang diukur
µ : Rata-rata yang sebenarnya
Ai : Pengaruh jenis minyak
Bj : Pengaruh konsentrasi gliserin
ABij : Pengaruh interaksi antara jenis minyak dengan konsentrasi gliserin yang digunakan
εk(ij) : Kekeliruan karena anggota ke-k dari jenis minyak dan konsentrasi gliserin ke-j
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa yang dilakukan terhadap minyak yang digunakan sebagai asam lemak adalah asam
lemak bebas (ALB) dan bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, dan bilangan peroksida.
Dari hasil analisa bilangan penyabunan yang dilakukan menunjukkan bahwa ketiga jenis
minyak memiliki bilangan penyabunan yang terdapat dalam kisaran literatur. Semakin tinggi bilangan
penyabunan maka semakin banyak KOH yang digunakan. Minyak sawit fraksi olein dan RBDPO
memiliki bilangan penyabunan yang hampir sama. Hal ini disebabkan jumlah asam lemak dominan
penyusun kedua jenis minyak, yaitu asam oleat dan asam palmitat hampir sama banyak pada masing-
masing minyak. Asam lemak dominan penyusun NPKO dan minyak kelapa adalah asam laurat
sehingga nilai bilangan penyabunan yang diperoleh juga tidak berbeda jauh.
Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari bobot molekul. Bilangan penyabunan juga
dipergunakan untuk menentukan bobot molekul minyak secara kasar. Minyak yang tersusun oleh
asam lemak rantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil yang akan mempunyai
angka penyabunan yang besar. Hal ini dapat dilihat dari NPKO dan minyak kelapa dengan asam
lemak dominan asam laurat (C12H24O2) memiliki bilangan penyabunan lebih besar dibandingkan
minyak sawit fraksi olein dengan asam lemak dominan asam oleat (C18H34O2) dan RBDPO dengan
asam lemak dominan asam palmitat (C16H32O2).
Hasil analisa bilangan iod yang dilakukan menunjukkan nilai yang mendekati kisaran literatur.
Semakin tinggi nilai bilangan iod maka ketidakjenuhan minyak/lemak semakin tinggi. Minyak sawit
fraksi olein dengan dominan asam oleat (C18H34O2) yang merupakan asam lemak tidak jenuh
mempunyai nilai bilangan iod paling besar dibandingkan RBDPO dengan asam lemak dominan asam
palmitat (C16H32O2) serta RBDPO dan minyak kelapa dengan dominan asam laurat (C12H24O2) yang
merupakan asam lemak jenuh.
Ketidak-jenuhan minyak digunakan untuk menentukan beberapa karakteristik minyak, seperti
titik cair maupun bilangan peroksida. Semakin tinggi bilangan iod menggambarkan semakin banyak
jumlah ikatan rangkap yang dimilikinya. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap pada minyak maka
titik cair minyak semakin rendah, selain itu banyaknya ikatan rangkap pada umumnya membuat
minyak mudah teroksidasi sehingga bilangan peroksida biasanya tinggi.
Tabel 14. Analisa Fisik Sabun Transparan dari Minyak Kelapa dengan Berbagai Konsentrasi Gliserin
Analisa
Formula
Transparansi Tekstur Busa
Gliserin 4 % +++ ++ +++
Gliserin 7 % +++ ++ +++
Gliserin 10 % +++ + +++
Gliserin 13 % + - +++
Gliserin 16 % + - ++
Keterangan : + : cukup ++ : sedang +++ : baik
Transparansi merupakan sifat yang menentukan mutu sabun transparan. Dari kelima formula
sabun transparan yang dicobakan diperoleh tiga konsentrasi gliserin yang memiliki sifat transparansi
dan tekstur yang baik, yaitu konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10 %. Sedangkan untuk sifat
pembusaan, peningkatan konsentrasi gliserin tidak terlalu mempengaruhi sabun transparan.
Semakin tinggi konsentrasi gliserin yang digunakan maka sifat transparansi semakin
berkurang. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi penggunaan konsentrasi gliserin, maka jumlah air
yang ditambahkan semakin berkurang sehingga menyebabkan sifat transparansi sabun semakin
berkurang walaupun sifat gliserin sebagai transparent agent. Selain itu juga, peningkatan konsentrasi
gliserin menyebabkan tekstur dari sabun tidak terlalu baik. Sabun yang dihasilkan dengan konsentrasi
tinggi bertekstur tidak lembut dan rapuh.
Dari hasil analisa sabun transparan yang dihasilkan terhadap sifat transparansi, tekstur, dan
banyak busa diperoleh tiga konsentrasi yang baik, yaitu konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10%. Tiga
konsentrasi gliserin ini akan digunakan pada formula penelitian utama.
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 3. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Air dan Zat
Menguap
Menurut SNI 1994, kadar air dan zat menguap pada sabun batang (hard soap) adalah 15 %.
Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air dan zat menguap berkisar antara 11.89 % - 24.19
%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air
dan zat menguap yang lebih besar daripada sabun mandi biasa berdasarkan SNI 1994. Sabun
transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa disebabkan adanya
penambahan berbagai transparent agent. Menurut Shrivastava (1982), sabun mandi umumnya
memiliki kadar air sekitar 30 %. Jika kadar airnya kurang dari 30 % kemungkinan besar sabun telah
mengalami proses pengeringan buatan (artificial drying) atau menjadi lebih kering karena pengaruh
lingkungan tempatnya disimpan.
Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin serta
interaksi antara perbedaan konsentrasi gleserin dan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar air
dan zat menguap sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar air dan
zat menguap pada sabun transparan disajikan pada Lampiran 8. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa masing-masing konsentrasi gliserin saling berbeda nyata satu sama lain. Peningkatan
konsentrasi gliserin berakibat kadar air dan zat menguap sabun transparan berkurang. Hal ini
dikarenakan persentase air yang ditambahkan pada formula berkurang seiring dengan bertambahnya
konsentrasi gliserin.
4.3.2 Kadar Asam Lemak
Asam lemak merupakan komponen utama penyusun minyak/lemak. Jenis asam lemak yang
digunakan menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan. Pengukuran jumlah asam lemak dalam
sabun diukur dengan cara memutus ikatan ester asam lemak dalam trigliserida dan Na dengan
menggunakan asam kuat. Kandungan asam lemak dalam sabun berasal dari minyak nabati dan asam
stearat yang digunakan sebagai bahan baku. Bahan lain yang mungkin menjadi sumber asam lemak
adalah DEA dan gliserin. Menurut Williams dan Schmitt (2002), dietanolamida (DEA) adalah
surfaktan nonionik yang dihasilkan dari minyak/lemak, sementara gliserin merupakan produk samping
hidrolisis minyak/lemak untuk menghasilkan asam lemak bebas. Reaksi pembentukan DEA dan
gliserin yang tidak sempurna mungkin masih menyisakan asam-asam lemak dalam bentuk aslinya.
Hasil analisa kadar asam lemak sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 4. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Asam Lemak
Menurut SNI 1994, kadar asam lemak yang baik pada sabun mandi adalah minimal 70 %.
Namun, sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar asam lemak yang jauh dibawah SNI yaitu
berkisar antara 19.93 % - 41.82 %. Menurut Shrivastava (1982), sebagian besar asam lemak dalam
sabun berikatan dengan NaOH membentuk sabun (real soap), tetapi sebagian lain ada dalam bentuk
bebas. Asam lemak setelah bereaksi dengan basa kuat akan menghasilkan sabun yang mengandung
real soap minimal 65 %. Mitsui (1997) menyatakan bahwa penambahan transparent agent seperti
alkohol, gliserin, dan sukrosa, serta berbagai bahan lainnya membuat sabun transparan mengandung
lebih sedikit real soap daripada sabun mandi biasa.
Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh
nyata terhadap kadar asam lemak sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman
terhadap kadar asam lemak dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 9. Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa NPKO dan olein tidak berbeda nyata, olein dan RBDPO tidak berbeda
nyata, namun NPKO dan RBDPO saling berbeda nyata. Kadar asam lemak dalam minyak
dipengaruhi oleh bobot molekul dari asam-asam lemak yang terkandung di dalam minyak, yaitu kadar
asam lemak berbanding terbalik dengan bobot molekul. Dalam satu satuan volum, asam lemak
dengan rantai molekul pendek memiliki jumlah asam lemak per volum lebih tinggi. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah asam lemak NPKO lebih tinggi dibandingkan RBDPO karena bobot molekul asam
laurat (BM = 200) pada NPKO lebih kecil dibandingkan asam palmitat (BM = 256) pada RBDPO.
4.3.3 Kadar Fraksi Tak Tersabunkan
Fraksi tak tersabunkan adalah senyawa-senyawa yang sering terdapat larut dalam minyak, tapi
tidak dapat membentuk sabun dengan soda alkali dan dapat diekstrak dengan pelarut lemak. Adanya
bahan yang tidak tersabunkan dalam sabun dapat menurunkan kemampuan membersihkan (daya
detergensi) dalam sabun (Wood, 1996). Menurut Hill (2005), bahan-bahan tak tersabunkan biasanya
bersifat non-volatil (tidak mudah menguap) pada suhu 103 °C. Yang termasuk bahan tak tersabunkan,
antara lain alkohol alifatik, sterol, pigmen, minyak mineral dan hidrokarbon. Hasil analisa kadar
fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan yang dihasilkan, dapat dilihat pada Gambar 5.
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 5. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Fraksi Tak
Tersabunkan
Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun
transparan berkisar antara 4.56 % - 10.68 %. Kadar fraksi tak tersabunkan yang didapat tidak
memenuhi standar SNI 1994, yaitu maksimal 2.5 %. Sabun transparan yang dihasilkan memiliki
kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih besar daripada sabun mandi biasa berdasarkan SNI 1994.
Sabun transparan memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa
disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent. Penggunaan NaOH juga mempengaruhi
kadar fraksi tak tersabunkan. Jenis NaOH yang digunakan dalam pambuatan sabun adalah NaOH
teknis sehingga dimungkinkan pada saat pembuatan stok sabun masih terdapat asam lemak yang tidak
ikut tersabunkan.
Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh
nyata terhadap kadar fraksi tak tersabunkan sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis
keragaman terhadap kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 10.
Sabun transparan yang terbuat dari NPKO memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih
dibandingkan sabun transparan yang terbuat dari RBDPO dan minyak sawit fraksi olein. Hal ini
dikarenakan bilangan penyabunan yang dimiliki NPKO lebih besar dibandingkan RBDPO dan minyak
sawit fraksi olein sehingga dalam pembuatan stok sabun transparan jumlah NaOH yang digunakan
bertambah sesuai bilangan penyabunan. Semakin banyak NaOH yang digunakan maka kadar fraksi
tak tersabunkan semakin tinggi, hal ini mungkin dikarenakan ada sebagian NaOH yang tidak ikut
tersabunkan pada proses pembuatan stok sabun. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis
minyak RBDPO dan Olein tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan NPKO.
Minyak dan lemak dengan kandungan bahan tak tersabunkan yang tinggi sangat tidak
disarankan untuk digunakan dalam pembuatan sabun karena besarnya jumlah bahan tak tersabunkan
yang akan tertinggal setelah proses penyabunan.
4.3.4 Kadar Bagian Tak Larut Alkohol
Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai polaritas yang sama. Etil alkohol (etanol)
berfungsi sebagai pelarut pada proses pembuatan sabun transparan karena sifatnya yang mudah larut
dalam air dan lemak (Puspito, 2007). Menurut ASTM (2001), bahan tak larut alkohol pada sabun
meliputi garam alkali seperti karbonat, silikat, fosfat dan sulfat, serta pati (starch).
Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar bagian tak larut alkohol berada pada kisaran
0.92 % - 1.57 %. Kadar fraksi bagian tak larut alkohol tersebut telah memenuhi standar sabun mandi
SNI 1994, yaitu maksimal 2.5 %. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa semua
perlakuan (jenis minyak, konsentrasi gliserin, serta interaksi jenis minyak dan konsentrasi gliserin)
tidak berpengaruh nyata terhadap kadar bagian tak larut alkohol pada sabun transparan yang
dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan
disajikan pada Lampiran 11.
Kadar bagian tak larut alkohol diketahui untuk melihat seberapa besar bagian dari sabun yang
tidak larut dalam alkohol. Semakin banyak bagian yang tidak larut dalam alkohol maka semakin
sedikit stok sabun dalam sabun transparan. Selain itu, bagian yang tidak larut dalam alkohol
menimbulkan gumpalan-gumpalan yang mengganggu penampilan sabun transparan. Minyak dan
lemak hanya sedikit mengandung bagian tak larut alkohol sehingga tidak mempengaruhi hasil analisa.
4.3.6 Nilai pH
Derajat keasaman atau pH merupakan parameter untuk mengetahui sabun yang dihasilkan
bersifat asam atau basa. Sabun merupakan garam alkali yang bersifat basa. Kulit normal memiliki pH
sekitar 5. Mencuci dengan sabun akan membuat nilai pH kulit meningkat untuk sementara. Sabun
yang memiliki nilai pH yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat meningkatkan daya absorbansi
kulit sehingga kulit dapat mengalami iritasi. Hasil analisa nilai pH sabun transparan yang dihasilkan
dapat dilihat pada Gambar 6.
Hasil analisa nilai pH sabun transparan yang dihasilkan berkisar 9.96 – 10.58. Nilai pH sabun
tersebut masih termasuk dalam kisaran sabun menurut Jellinek (1970), yaitu antara 9.5 – 10.8. Nilai
pH sabun salah satunya dipengaruhi jumlah alkali yang ada dalam sabun. Semakin banyak alkali yang
digunakan dalam pembuatan sabun maka nilai pH sabun semakin meningkat karena alkali bersifat
basa kuat.
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 6. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Nilai pH
Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh
nyata terhadap nilai pH sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap nilai pH
sabun transparan disajikan pada Lampiran 13. Sabun yang terbuat dari NPKO memiliki nilai pH
yang lebih tinggi dikarenakan NPKO mempunyai bilangan penyabunan yang lebih besar sehingga
alkali yang ditambahkan pada proses pembuatan sabun lebih banyak. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan Olein tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda
nyata dengan NPKO.
4.3.7 Kekerasan
Kekerasan didefinisikan sebagai karakteristik yang dimiliki oleh benda padat dan
menggambarkan ketahanannya terhadap perubahan bentuk secara permanen. Benda yang lebih keras
memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau perubahan bentuk yang disebabkan
karena gangguan fisik yang berasal dari lingkungannya.
Kekerasan pada produk sabun dipengaruhi oleh adanya asam lemak jenuh yang terdapat dalam
sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap dan memiliki
titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh. Kekerasan sabun juga
dipengaruhi kadar air yang terdapat dalam sabun. Semakin tinggi kadar air sabun maka sabun
semakin lunak. Hasil analisa nilai penetrasi per satuan waktu sabun transparan yang dihasilkan dapat
dilihat pada Gambar 7.
Pengukuran tingkat kekerasan sabun transparan dilakukan menggunakan alat penetrometer.
Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan seberapa dalam jarum penetrometer dapat
menembus sabun dalam rentang waktu tertentu. Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi lebih
besar.
Berdasarkan hasil analisa terhadap kekerasan sabun transparan diketahui bahwa nilai penetrasi
jarum ke dalam sabun transparan berkisar antara 0.29 – 0.63 mm/detik. Hasil analisa keragaman (α =
0.05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin dan jenis minyak berpengaruh nyata
terhadap kekerasan sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kekerasan
sabun transparan disajikan pada Lampiran 14. Kekerasan sabun transparan dipengaruhi oleh kadar air
dalam sabun. Semakin tinggi konsentrasi gliserin maka persentase air dalam formula pembuatan stok
sabun berkurang sehingga kekerasan sabun semakin berkurang.
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 7. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kekerasan
Mutu dan konsentrasi sabun juga ditentukan oleh jenis asam lemak yang digunakan. Sabun
yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul lebih kecil, misalnya asam laurat, akan lebih
lunak daripada sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul yang lebih besar, misalnya
asam oleat atau palmitat. Menurut Atmoko (2005), kekerasan sabun juga dipengaruhi oleh adanya
asam lemak jenuh dalam sabun. Asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi
dibandingkan asam lemak tidak jenuh. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun
menjadikan sabun semakin keras. Hal ini dapat dilihat dari nilai penetrasi sabun yang dibuat dari
minyak sawit fraksi olein lebih lunak dibandingkan sabun yang dibuat dari NPKO dan RBDPO.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan NPKO tidak berbeda
nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan olein. Hasil uji Duncan untuk perbedaan konsentrasi
gliserin menunjukkan bahwa konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10 % berbeda nyata satu sama
lainnya.
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 8. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Stabilitas Busa
4.3.10 Daya Bersih
Sabun merupakan produk pembersih yang digunakan baik untuk membersihkan tubuh maupun
peralatan lainnya. Pengukuran daya bersih pada sabun diperlukan untuk mengetahui sejauh mana
produk tersebut dapat membersihkan kotoran pada saat digunakan. Hasil analisa daya bersih sabun
transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 9.bHubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Daya Bersih
Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh
nyata terhadap daya bersih sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap daya
bersih sabun transparan disajikan pada Lampiran 17. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
jenis minyak RBDPO, NPKO, dan Olein tidak saling berbeda nyata.
Sabun transparan yang terbuat dari NPKO memiliki kemampuan membersihkan lebih tinggi
dibandingkan sabun transparan yang terbuat dari RBDPO dan olein. Semakin pendek rantai molekul
asam lemak maka semakin mudah bereaksi mengikat kotoran. Asam laurat dengan atom C 12 pada
NPKO yang mempunyai sifat membersihkan lebih tinggi dibandingkan olein dan RBDPO. Menurut
Cavitch (2001), asam laurat menghasilkan sabun dengan sifat keras, mempunyai daya detergenasi
(daya membersihkan) tinggi, dan menghasilkan busa yang lembut.
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 10. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Transparansi
4.4.2 Tekstur
Kelembutan/kekerasan sabun dipengaruhi oleh penggunaan bahan baku, seperti asam lemak
dan gliseirn. Pemilihan rantai C dari komposisi asam lemak bahan baku yang digunakan
mempengaruhi tekstur sabun. Rantai C yang baik untuk fungsi kekerasan, yaitu rantai C16 – C18.
Penilaian kesukaan terhadap tekstur sabun dilakukan dengan cara merasakan tekstur atau
tampilan sabun. Panelis memberikan respon terhadap transparansi sabun transparan yang dihasilkan
dengan nilai rata-rata tertinggi pada sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan
konsentrasi gliserin 10 % (A1B3), yaitu sebesar 3.87 (antara biasa hingga agak suka). Nilai rata-rata
penilaian panelis terendah terhadap transparansi sabun transparan yaitu 2.30 (antara agak tidak suka
hingga biasa) pada sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 4 % (A3B1). Data
penilaian panelis terhadap transparansi sabun transparan disajikan pada Lampiran 19.
Berdasarkan uji Friedman terhadap tekstur sabun transparan menunjukkan bahwa faktor
perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin berpengaruh nyata pada kesukaan panelis terhadap
tekstur sabun transparan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena penggunaan jenis asam lemak
memberikan hasil yang berbeda terhadap kekerasan sabun. Semakin banyak jumlah asam lemak
jenuh dalam sabun menjadikan sabun semakin keras. Penilaian panelis terhadap tekstur sabun
transparan dapat dilihat pada Gambar 14.
Berdasarkan persentase penilaian kesukaan panelis terhadap tekstur menunjukkan bahwa
jumlah panelis terbesar yang memberikan respon penilaian terhadap transparansi pada skala penilaian
3 (biasa) yaitu 53.33 % pada sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi
gliserin 4 % (A1B1) seperti terlihat pada Gambar 11.
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 11. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Tekstur
5.1 SIMPULAN
Minyak sawit fraksi olein menghasilkan sabun yang lebih lunak, stabilitas busa tinggi, dan
fraksi tak tersabunkan rendah, bagian tak larut alkohol, namun memiliki kadar asam lemak, serta daya
bersih yang rendah. RBDPO menghasilkan sabun yang memiliki kadar alkali bebas yang rendah,
namun memiliki bagian tak larut alkohol tinggi dan kadar asam lemak rendah. Sementara itu, NPKO
menghasilkan sabun yang memiliki kadar asam lemak dan daya bersih yang tinggi, namun sabun yang
dihasilkan keras, stabilitas busa rendah, dan fraksi tak tersabunkan tinggi. Semakin tinggi
penggunaan gliserin maka kadar air dan zat menguap, kadar alkali bebas, dan kekerasan semakin
rendah, selain itu bagian tak larut alkohol dan stabilitas busa semakin tinggi.
Berdasarkan penilaian dengan menggunakan teknik pembobotan, jenis minyak sawit fraksi
olein dan konsentrasi gliserin 10 % merupakan formula terbaik untuk pembuatan sabun transparan.
Sifat dari sabun transparan tersebut adalah kadar air dan zat menguap 11.89 %, kadar asam lemak
35.36 %, kadar frkasi tak tersabunkan 8.27 %, kadar bagian tak larut alkohol 1.16 %, kadar alkali
bebas dihitung sebagai NaOH 0.30 %, nilai pH 9.79, kekerasan 3.7 mm/10 detik, stabilitas emulsi
96.85 %, stabilitas busa 35.87 %, dan daya detergensi 382.25 ftu turbidity. Hasil uji kesukaan pada
formulasi sabun transparan terbaik menunjukkan bahwa mayoritas panelis menyukai transparansi
dengan persentase sebesar 36.67 %, agak menyukai tekstur sebesar 43.33 %, agak menyukai banyak
busa sebesar 36.67 %, dan memberikan penilaian biasa terhadap kesan kesat sebesar 40 %.
5.2 SARAN
Perlu diadakan pengkajian kemungkinan penggunaan lebih satu jenis minyak dalan satu
formula sabun. Karakter yang tidak dimiliki oleh minyak yang satu diharapkan dapat disubtitusi oleh
minyak lain, sementara itu kemungkinan munculnya sifat-sifat yang tidak diinginkan dapat ditekan
serendah mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Annual Book of ASTM Standards. 2001. Volume 15.04. United States : West Conshocken, PA.
Atmoko, Y. D. 2005. Kajian Penambahan Ekstrak Mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap
Karakteristik Sabun Mandi Opaque [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian
Bogor.
[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2008. Profil Investasi Biofuel dari Kelapa Sawit.
http://agribisnis.deptan.go.id. [4 Jun 2010]
Hill, J. C. 2005. High Unsaponifiables and Methods of Using the Same. WO/2005/004831.
http://wipo.int. [27 Feb 2010]
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI Press.
Krik, R. E., D. F. Othmer, J. D. Scott dan A. Standen. 1954. Encyclopedia of Chemical Technology.
12 : 573-592. New York : Interscience Publishers.
Krischenbauer. 1960. Fat and Oil. An Outline of Their Chemistry and Technology. New York :
Reinhold Publishing Co.
Kusumah, G. A. 2004. Aplikasi DEA (Dietanolamida) dari Minyak Inti Sawit pada Pembuatan Sabun
Transparan [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Martin, A, J. Swarbick, dan Cammantara. 1993. Buku Farmasi Fisik Edisi Ketiga. Jilid 2.
Terjemahan. Jakarta : UI Press.
Piyali, G., R. G. Bhirud dan V. V. Kumar. 1999. Detergency and Foam Studies on Linear
Alkylbenzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate. Journal of Surfactant and Detergent.
2 (4) : 489-493.
Poucher, W. A. 1974. Perfumes, Cosmetics, and Soap. London : Chapman and Hall.
Puspito, H. 2007. Fakta tentang Sabun Natural. http://javanaturalsoap.wordpress.com. [21 Mei 2010]
Satyawibawa, I. dan Y. E. Widyastuti. 1992. Kelapa Sawit, Budidaya dan Bisnis. Jakarta : CV
Penebar Swadaya.
Shrivastava, S. B. 1982. Soap, Detergent, and Parfum Industry. New Delhi : Small Industry Research
Institute.
SNI 01-0023. 1987. Standar for Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBD Palm Kernel
Oil). Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
Swern, D. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Volume 1. Fourth Edition. New York :
John Wiley & Sons.
Wade, A. dan P. J. Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Exipients. Second Edition. The
American Pharmceutical Association. Washington, USA : The Pharmceutical Press.
Williams D. F, Schmitt W. H. 2002. Kimia dan Teknologi Industri Kosmetika dan Produk-Produk
Perawatan Diri. Terjemahan. FATETA – IPB, Bogor.
Wood, T. E. 1996. Quality Control and Evaluation of Soap and Related Materials. Di dalam Spitz, L.
(ed). 1996. Soaps and Detergents, A Theorotical and Practical Review. AOCS Press, Illinois.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan
Lampiran 2. Formula sabun transparan pada penelitian pendahuluan
Asam sterarat 7 7 7 7 7
Minyak kelapa 20 20 20 20 20
NaOH Sesuai bilangan penyabunan *)
Gliserin 4 7 10 13 16
Etanol 15 15 15 15 15
Sukrosa 17 17 17 17 17
DEA 3 3 3 3 3
NaCl 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
Air Hingga 100 %
Keterangan : *) Minyak kelapa = 361.6 mg NaOH/1 gram minyak
Lampiran 3. Formula sabun transparan pada penelitian utama
3. Bilangan iod
Prinsip :
Banyaknya jumlah Iodium (mg) yang diserap oleh 100 g sampel. Bilangan iod ini
menunjukan banyaknya asam-asam lemak tak jenuh baik dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk
ester-nya disebabkan sifat asam lemak tak jenuh yang sangat mudah menyerap iodium.
Prosedur :
Sampel minyak sebanyak 0,25 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer
bertutup. Kemudian sampel dilarutkan dengan 15 ml karbon tetra klorida. Sebanyak 25 ml larutan
wijs ditambahkan dan disimpan selama 30 menit dalam tempat atau kamar gelap. Selanjutnya larutan
KI 30% 10 ml dan 100 ml air ditambahkan serta segera labu ditutup. Setelah itu dilakukan titrasi
dengan larutan baku natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan sebagai indikator digunakan larutan kanji.
Dengan cara yang sama dibuat blanko.
Keterangan :
V1 = ml larutan baku Na2S2O3 untuk titrasi contoh
V = ml larutan baku Na2S2O3 untuk titrasi blanko
W = bobot contoh minyak (gram)
N = normalitas larutan baku Na2S2O3
4. Bilangan peroksida
Prinsip :
Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari
KI melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang didalam medium asam asetat khloroform.
Prosedur :
Sampel minyak sebanyak 5 gram ditimbang dan dimasukkan ke labu erlenmeyer kemudian
sebanyak 30 ml campuran pelarut yang terdiri dari 60 % asam asetat dan 40 % kloroform
ditambahkan ke dalamnya. Setelah minyak larut, ditambahkan 0.5 ml larutan kalium iodida jenuh
sambil dikocok. Setelah dua menit sejak penambahan kalium iodida ditambahkan 30 ml air.
Kelebihan iod dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3) 0.1 N. Dengan cara yang sama
dibuat blanko.
Keterangan :
V1 = ml larutan baku Na2S2O3 untuk titrasi contoh
V2 = ml larutan baku Na2S2O3 untuk titrasi blanko
W = bobot contoh minyak (gram)
N = normalitas larutan baku Na2S2O3
Lampiran 5. Analisa karakterisasi sifat fisiko kimia sabun transparan
Keterangan :
0,84 = BD asam lemak pada 100 °C
Keterangan :
a = Volume HCl untuk sampel (ml)
b = Volume HCl untuk sampel (ml)
N = Normalitas HCl (N)
56,1 = Bobot molekul larutan KOH
258 = Rata-rata bilangan penyabunan
6. pH (SNI 06-4075-1996)
Prinsip :
Pengukuran derajat keasaman sabun dengan pH meter.
Prosedur :
Timbang sampel sebanyak ± 1 gram, kemudian masukkan ke dalam tabung film. Pipetkan
± 9 ml aquades ke dalamnya dan kocok secukupnya. Pengukuran pH menggunakan pH meter,
sebelum dilakukan pengukuran terlebih dahulu pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan
9. Selanjutnya elekktroda dibersihkan menggunakan air bebas CO2 dengan pH antara 6,5 sampai 7.
Elektroda yang telah dibersihkan kemudian dicelupkan ke dalam contoh pada suhu 25 °C. Nilai pH
dibaca pada pH meter setelah angka stabil dan dicatat. Apabila dari dua kali pengukuran terbaca
mempunyai selisih lebih dari 0,2 maka harus dilakukan pengukuran termasuk kalibrasi.
Nama panelis :
Tanggal :
Kode
Parameter
279 796 513 408 610 256 972 821 304
Transparansi
Tekstur
Aroma
Banyak Busa
Kesan Kesat
Berdasarkan penilaian anda secara umum, urutkan sabun transparan yang paling disukai menurut kode :
Rangking Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Karakteristik Minyak
Minyak FFA Bilangan Bilangan Bilangan
Bilangan Asam
(%) Peroksida Iod Penyabunan
Olein 0,091 0,129 3,629 58,481 198,950
RBDPO 0,085 0,133 3,608 52,341 197,858
NPKO 0,086 0,172 3,672 7,472 239,210
Minyak
0,066 0,132 5,487 6,394 257,158
kelapa
Lampiran 8. Rekapitulasi analisis produk sabun transparan
1. Rekapitulasi data hasil analisa kadar air dan zat menguap (%)
Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 22.82 24.04 23.43
Olein, Gliserin 7% 22.57 21.96 22.26
Olein, Gliserin 10% 12.09 11.68 11.89
RBDPO, Gliserin 4% 24.16 20.98 22.57
RBDPO, Gliserin 7% 22.40 22.11 22.25
RBDPO, Gliserin 10% 14.40 14.06 14.23
NPKO, Gliserin 4% 24.07 24.30 24.19
NPKO, Gliserin 7% 20.74 20.08 20.41
NPKO, Gliserin 10% 13.48 13.32 13.40
Total 378.02 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin serta interaksi antara
perbedaan konsentrasi gleserin dan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan zat menguap sabun
transparan yang dihasilkan.
Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 33.43 29.25 31.34
Olein, Gliserin 7% 33.34 37.43 35.38
Olein, Gliserin 10% 39.52 31.21 35.36
RBDPO, Gliserin 4% 25.20 14.67 19.93
RBDPO, Gliserin 7% 27.23 33.52 30.37
RBDPO, Gliserin 10% 33.52 33.45 33.49
NPKO, Gliserin 4% 43.99 37.71 40.85
NPKO, Gliserin 7% 50.04 33.60 41.82
NPKO, Gliserin 10% 39.90 30.95 35.43
Total 984.91 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap
kadar asam lemak sabun transparan yang dihasilkan.
Total 30.07 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap
kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan yang dihasilkan.
1. Rekapitulasi data hasil analisa kadar bagian tak larut alkohol (%)
Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 1.03 1.43 1.23
Olein, Gliserin 7% 1.00 0.85 0.92
Olein, Gliserin 10% 1.31 1.01 1.16
RBDPO, Gliserin 4% 0.66 1.88 1.27
RBDPO, Gliserin 7% 1.30 1.51 1.40
RBDPO, Gliserin 10% 1.75 1.39 1.57
NPKO, Gliserin 4% 1.06 0.94 1.00
NPKO, Gliserin 7% 1.06 1.41 1.23
NPKO, Gliserin 10% 1.26 1.38 1.32
Total 1.66 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
bagian tak larut alkohol pada sabun transparan yang dihasilkan.
Lampiran 13. Analisa kadar alkali bebas dihitung sebagai NaOH
1. Rekapitulasi data hasil analisa kadar alkali bebas sebagai NaOH (%)
Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 0.28 0.59 0.43
Olein, Gliserin 7% 0.50 0.34 0.42
Olein, Gliserin 10% 0.31 0.29 0.30
RBDPO, Gliserin 4% 0.35 0.35 0.35
RBDPO, Gliserin 7% 0.27 0.27 0.27
RBDPO, Gliserin 10% 0.29 0.32 0.31
NPKO, Gliserin 4% 0.40 0.40 0.40
NPKO, Gliserin 7% 0.32 0.39 0.36
NPKO, Gliserin 10% 0.32 0.36 0.34
Total 0.11 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) pada sabun transparan yang dihasilkan.
Lampiran 14. Analisa nilai pH
Total 1.38 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap
nilai pH sabun transparan yang dihasilkan.
Total 0.21 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin dan jenis minyak
berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun transparan yang dihasilkan.
Total 30.57 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap
stabilitas emulsi sabun transparan yang dihasilkan.
Lampiran 17. Analisa stabilitas busa
Total 1632.85 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap
stabilitas busa sabun transparan yang dihasilkan.
Total 448534.44 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap
daya bersih sabun transparan yang dihasilkan.
Deskripsi Statistik
Perlakuan
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
A1B1 30 3.33 1.0613 1 5
A1B2 30 3.50 1.0748 1 5
A1B3 30 4.03 0.8899 2 5
A2B1 30 1.93 0.9072 1 4
A2B2 30 3.37 0.9994 1 5
A2B3 30 3.97 0.8503 2 5
A3B1 30 1.63 0.7649 1 4
A3B2 30 3.13 0.9371 1 5
A3B3 30 3.40 1.1326 1 5
Uji Friedman
Perlakuan Rata-rata Sig
N df Chi - square
rangking (α = 0.05)
A1B1 5.27
A1B2 5.77
A1B3 6.95
A2B1 2.53
A2B2 5.47 30 8 117.057 0.000*
A2B3 6.93
A3B1 1.87
A3B2 4.68
A3B3 5.53
Keterangan : *Sig (Signifikasi/Probabilities) < 0.05 menunjukkan berbeda nyata
Lampiran 20. Analisa Tekstur Sabun Transparan
Skala Penilaian
Perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5
A1B1 1 5 16 7 1 30
% 3.33 16.67 53.33 23.33 3.33 100
A1B2 0.00 5 13 10 2 30
% 0.00 16.67 43.33 33.33 6.67 100
A1B3 0 1 9 13 7 30
% 0.00 3.33 30.00 43.33 23.33 100
A2B1 3 10 7 6 4 30
% 10.00 33.33 23.33 20.00 13.33 100
A2B2 0 2 10 12 6 30
% 0.00 6.67 33.33 40.00 20.00 100
A2B3 0 11 2 13 4 30
% 0.00 36.67 6.67 43.33 13.33 100
A3B1 8 9 9 4 0 30
% 26.67 30.00 30.00 13.33 0.00 100
A3B2 3 10 7 8 2 30
% 10.00 33.33 23.33 26.67 6.67 100
A3B3 1 0 10 13 6 30
% 3.33 0.00 33.33 43.33 20.00 100
Deskripsi Statistik
Perlakuan
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
A1B1 30 3.07 0.8277 1 5
A1B2 30 3.30 0.8367 2 5
A1B3 30 3.87 0.8193 2 5
A2B1 30 2.93 1.2299 1 5
A2B2 30 3.73 0.8683 2 5
A2B3 30 3.63 0.8087 2 5
A3B1 30 2.30 1.0222 1 4
A3B2 30 2.87 1.1366 1 5
A3B3 30 3.77 0.8976 1 5
Uji Friedman
Perlakuan Rata-rata Sig
N df Chi - square
rangking (α = 0.05)
A1B1 4.33
A1B2 4.90
A1B3 6.47
A2B1 4.28
A2B2 5.95 30 8 60.109 0.000*
A2B3 5.90
A3B1 2.62
A3B2 4.30
A3B3 6.25
Keterangan : *Sig (Signifikasi/Probabilities) < 0.05 menunjukkan berbeda nyata
Lampiran 21. Analisa banyak busa sabun transparan
Deskripsi Statistik
Perlakuan
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
A1B1 30 2.63 0.9279 1 4
A1B2 30 3.53 0.9732 1 5
A1B3 30 3.57 0.9353 2 5
A2B1 30 3.10 0.9229 1 5
A2B2 30 3.37 1.0662 2 5
A2B3 30 3.30 1.2636 1 5
A3B1 30 3.93 1.0483 1 5
A3B2 30 3.87 0.7761 2 5
A3B3 30 3.93 1.0148 1 5
Uji Friedman
Perlakuan Rata-rata Sig
N df Chi - square
rangking (α = 0.05)
A1B1 3.12
A1B2 4.93
A1B3 5.18
A2B1 3.97
A2B2 4.73 30 8 46.354 0.000*
A2B3 4.60
A3B1 6.23
A3B2 6.17
A3B3 6.07
Keterangan : *Sig (Signifikasi/Probabilities) < 0.05 menunjukkan berbeda nyata
Lampiran 22. Analisa kesan kesat sabun transparan
Deskripsi Statistik
Perlakuan
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
A1B1 30 2.93 0.9444 1 4
A1B2 30 3.37 0.8087 2 5
A1B3 30 3.40 0.9322 1 5
A2B1 30 3.23 1.0727 1 5
A2B2 30 3.23 0.9353 1 5
A2B3 30 3.20 0.9966 1 5
A3B1 30 3.20 1.0955 1 5
A3B2 30 3.27 0.7849 1 4
A3B3 30 3.33 0.9589 1 5
Uji Friedman
Perlakuan Rata-rata Sig
N df Chi - square
rangking (α = 0.05)
A1B1 4.18
A1B2 5.27
A1B3 5.62
A2B1 4.88
A2B2 4.85 30 8 7.336 0.501*
A2B3 4.85
A3B1 4.98
A3B2 5.10
A3B3 5.27
Keterangan : *Sig (Signifikasi/Probabilities) < 0.05 menunjukkan berbeda nyata
Lampiran 23. Hasil pembobotan berdasarkan nilai kepentingan
Nilai Perlakuan
Parameter Kepen- Bobot A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
tingan N B N B N B N B N B N B N B N B N B
Objektif
Kadar air & zat menguap 5 0.082 2 0.164 4 0.328 9 0.738 3 0.246 5 0.410 7 0.574 1 0.082 6 0.492 8 0.656
Jumlah asam lemak 5 0.082 3 0.238 6 0.476 5 0.397 1 0.079 2 0.159 4 0.317 8 0.635 9 0.714 7 0.556
Fraksi tak tersabunkan 5 0.082 9 0.738 7 0.574 6 0.492 4 0.328 8 0.656 5 0.410 2 0.164 1 0.082 3 0.246
Bagian tak larut alkohol 5 0.082 5.5 0.451 9 0.738 7 0.574 4 0.328 2 0.164 1 0.082 8 0.656 5.5 0.451 3 0.246
Alkali bebas (NaoH) 5 0.082 1 0.082 2 0.164 8 0.656 5 0.410 9 0.738 7 0.574 3 0.246 4 0.328 6 0.492
pH 4 0.066 3 0.197 6 0.393 9 0.590 8 0.525 7 0.459 5 0.328 1 0.066 2 0.131 4 0.262
Kekerasan 4 0.066 1 0.066 4 0.262 7 0.459 2 0.131 5 0.328 8 0.525 3 0.197 6 0.393 9 0.590
Stabilitas emulsi 4 0.066 1 0.066 3 0.197 9 0.590 2 0.131 6 0.393 8 0.525 5 0.328 7 0.459 4 0.262
Stabilitas busa 4 0.066 5 0.328 8 0.525 9 0.590 4 0.262 6 0.393 7 0.459 1 0.066 2 0.131 3 0.197
Daya bersih 5 0.082 2 0.164 4 0.328 9 0.738 3 0.246 5 0.410 7 0.574 1 0.082 6 0.492 8 0.656
Subjektif
Transparansi 5 0.082 4 0.328 7 0.574 9 0.738 2 0.164 5 0.410 8 0.656 1 0.082 3 0.246 6 0.492
Tekstur 4 0.066 4 0.262 5 0.328 9 0.590 2 0.131 7 0.459 6 0.393 1 0.066 3 0.197 8 0.525
Banyak busa 3 0.049 1 0.049 5 0.246 6 0.295 2 0.098 4 0.197 3 0.148 9 0.443 8 0.393 7 0.344
Kesan kesat 3 0.049 1 0.049 7.5 0.369 9 0.443 4 0.197 2.5 0.123 2.5 0.123 5 0.246 6 0.295 7.5 0.369
Jumlah 61 1 3.270 5.270 7.328 3.361 5.385 5.533 3.869 5.074 5.910
Keterangan :
A1 : Minyak goreng sawit (olein) A2 : RBDPO A3 : NPKO
B1 : Gliserin 4 % B2 : Gliserin 7 % B3 : Gliserin 10 %
N : Nilai score B : Hasil perkalian antara bobot dengan nilai score
Lampiran 24. Syarat mutu sabun mandi biasa (SNI 06-3532-1994)