You are on page 1of 78

KAJIAN PENGARUH JENIS MINYAK DAN KONSENTRASI

GLISERIN TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN

SKRIPSI

AMALIA WIDYASARI
F 34062201

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
STUDY EFFECT OF TYPE OIL AND GLYCERIN CONSENTTATION ON
QUALITY OF TRANSPARENT SOAP

S. Ketaren dan Amalia Widyasari


Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology
Bogor Agroindustrial Unviversity, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

ABSTRACT

Soap is a cleanser which is made with a chemical reaction between alkaline sodium or
potassium bases with acids from vegetable oils or animal fats. The selection of fatty acids type
determines the characteristics of soap because each type of fatty acids will give a different character
on the soap. In the manufacture of transparent soap, glycerin is used to form the structure of
transparent soap. In addition, the glycerin serves as humektan (moisturizer). Based on assessments by
using the weighting technique, the type of olein fraction of palm oil and 10% glycerin concentration is
the best formula for making transparent soap. The nature of the transparent soap is 11.89% a
substance to evaporate water content, 35.36% fatty acid content, 8.27% non-saponated fraction
levels, 1.16% alcohol insoluble levels, 0.30% free alkali content calculated as NaOH, pH value 9.79,
hardness 3.7 mm/10 seconds, 96.85% emulsion stability, 35.87% foam stability, and the detergency
382.25 FTU turbidity. Results preference test on the best transparent soap formulation shows that the
majority of the panelists liked the transparency with percentage of 36.67%, somewhat like the texture
of 43.33%, a bit like a lot of foam at 36.67%, and provide regular assessment of the rough impression
of 40%.

Keywords : Transparent soap, soap, glycerin, fatty acid


AMALIA WIDYASARI. F34062201. Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin
terhadap Mutu Sabun Transparan. Di bawah bimbingan Semangat Ketaren. 2010.

RINGKASAN

Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara basa natrium atau
kalium dengan asam dari minyak nabati atau lemak hewani. Produk yang diamati pada penelitian
ini adalah sabun transparan yang dibuat melalui reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH.
Pemilihan jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan karena setiap jenis asam
lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun. Sumber asam lemak yang digunakan
adalah minyak sawit fraksi olein (palm olein) dengan asam lemak dominan asam oleat, RBDPO
(Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dengan asam lemak dominan asam palmitat, dan NPKO
(Netralized Palm Kernel Oil) dengan asam lemak dominan asam laurat. Sabun transparan memiliki
penampilan yang transparan karena adanya penambahan transparent agent, seperti gliserin, sukrosa,
dan alkohol. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin berfungsi dalam pembentukan struktur
sabun transparan. Selain itu, gliserin berfungsi sebagai humektan (moisturizer). Tujuan penelitian
ini adalah mencari formula terbaik dalam pembuatan sabun transparan, yaitu jenis minyak dan
konsentrasi gliserin.
Penelitian diawali dengan analisa karakteristik jenis minyak yang digunakan, seperti % FFA,
bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, bilangan tak tersabunkan, dan bilangan peroksida.
Selanjutnya dilakukan pembuatan sabun transparan dengan asam lemak dari minyak kelapa dengan
konsentrasi gliserin 4%, 7%, 10%, 13%, dan 16% untuk mengetahui konsentrasi glisein terbaik yang
akan digunakan dalam penelitian utama. Analisa yang dilakukan terhadap sabun transparan yang
dihasilkan meliputi kadar air dan zat menguap, kadar asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, kadar
bagian tak larut alkohol, kadar alkali bebas dihitung sebagai NaOH, nilai pH, kekerasan, stabilitas
emulsi, stabilitas busa, dan daya detergensi. Uji kesukaan dilakukan oleh 30 orang panelis agak
terlatih. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua
kali ulangan.
Hasil analisa keragaman sifat fisiko kimia sabun transparan pada tingkat kepercayaan 95 %
(α = 0.05) menunjukkan bahwa faktor perbedaan jenis minyak yang digunakan berpengaruh nyata
terhadap kadar asam lemak, nilai pH, kekerasan, stabilitas busa, dan daya detergensi. Sedangkan
perbedaan konsentrasi gliserin yang digunakan berpengaruh secara nyata terhadap kadar air dan zat
menguap, serta kekerasan. Pada uji kesukaan (uji hedonik), hasil uji Friedman menunjukkan bahwa
perlakuan perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin di dalam formulasi sabun transparan
berpengaruh nyata terhadap parameter transparansi, terkstur, dan banyak busa, sedangkan untuk
parameter kesan kesat menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin
tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan konsumen.
Berdasarkan penilaian dengan menggunakan teknik pembobotan, jenis minyak sawit fraksi
olein dan konsentrasi gliserin 10 % merupakan formula terbaik untuk pembuatan sabun transparan.
Sifat dari sabun transparan tersebut adalah kadar air dan zat menguap 11.89 %, kadar asam lemak
35.36 %, kadar fraksi tak tersabunkan 8.27 %, kadar bagian tak larut alkohol 1.16 %, kadar alkali
bebas dihitung sebagai NaOH 0.30 %, nilai pH 9.79, kekerasan 3.7 mm/10 detik, stabilitas emulsi
96.85 %, stabilitas busa 35.87 %, dan daya detergensi 382.25 ftu turbidity. Hasil uji kesukaan pada
formulasi sabun transparan terbaik menunjukkan bahwa mayoritas panelis menyukai transparansi
dengan persentase sebesar 36.67 %, agak menyukai tekstur sebesar 43.33 %, agak menyukai banyak
busa sebesar 36.67 %, dan memberikan penilaian biasa terhadap kesan kesat sebesar 40 %.
KAJIAN PENGARUH JENIS MINYAK DAN KONSENTRASI
GLISERIN TERHADAP MUTU SABUN TRANSPARAN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian.
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh
AMALIA WIDYASARI
F 34062201

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap
Mutu Sabun Transparan
Nama : Amalia Widyasari
NIM : F34062201

Menyetujui,
Pembimbing,

(Ir. Semangat Ketaren, M.S.)


NIP 19460124 197501 1001

Mengetahui :
Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)


NIP 19621009 198903 2001

Tanggal lulus : 26 Oktober 2010


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Pengaruh
Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Mutu Sabun Transparan adalah hasil karya
saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun
pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang
diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2010


Yang membuat pernyataan

Amalia Widyasari
F 34062201
BIODATA PENULIS

Amalia Widyasari. Lahir di Muara Enim, 28 Januari 1989 dari ayah Kamisdin,
S. PKP (Alm) dan Sri Martini, S. PKP, sebagai putri pertama dari tiga
bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2006 dari SMA SMAN 1
Unggulan, Muara Enim dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi
Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam
organisasi Ikatan Mahasiswa Bumi Sriwijaya pada tahun 2006-2007 dan
Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri pada tahun 2008/2009, serta aktif
dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten praktikum Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, dan
Fitofarmaka pada tahun 2010. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2009 di PT. Inti
Indosawit Subur Pabrik Muara Bulian, Jambi.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini
berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kajian Pengaruh Jenis Minyak dan Konsentrasi
Gliserin terhadap Mutu Sabun Transparan dilaksanakan di Laboraturium Teknologi Industri Pertanian
sejak bulan Maret sampai Agustus 2010.
Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1) Ir. Semangat Ketaren, M. S. sebagai dosen pembimbing atas pengarahan dan bimbingannya
selama penelitian dan penulisan skripsi.
2) Dr. Ir. Lisbetini Hartoto, M. S. dan Ir. Andes Ismayana, M. T. sebagai dosen penguji atas koreksi
dan masukannya
3) Keluarga besar Ayahanda Kamisdin (alm) dan Ibunda Sri Martini, S. PKP serta Ardy dan Fika
atas perhatian, pengorbanan, dukungan, dan doa yang telah diberikan selama ini.
4) Seluruh laboran dan staf TIN, terutama Bu Sri, Bu Ega, Pak Gun, Pak Sugi, dan Pak Mul atas
bantuan dan informasi yang telah diberikan.
5) Syelly Fathiyah dan Vivi Juliyenti sebagai teman satu bimbingan.
6) Tya Rachmawati, Dwi Windiana, Gabriella Vinita, Dwi Ajias, Kusuma Ratih, Devina Sandriati,
Nurul Pustikasari, Eka Marliana, Wynda Julia, Neza Fadia, Vioni Derosya, dan Martin Dwiko
serta teman-teman TIN 43 yang telah memberikan semangat dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan skripsi.
7) Elin, Yuk Cici, Jeng Risna, Yuk Olga, Yuk Hervi, Ela, dan anak-anak Wisma Gajah atas
motivasi dan kebersamaannya.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang
nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang perindustrian.

Bogor, Oktober 2010


Penulis,

Amalia Widyasari
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL .................................................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1

1.2 Tujuan .............................................................................................................................. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 2

2.1 Sabun Transparan ........................................................................................................... 2

2.2 Asam Lemak ................................................................................................................... 2

2.2.1 Fungsi Asam Lemak dalam Sabun ...................................................................... 3

2.2.2 Sumber Asam Lemak .......................................................................................... 4

2.2.2.1 RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)................................. 4

2.2.2.2 Minyak Sawit Fraksi Olein .................................................................... 5

2.2.2.3 NPKO (Netralized Palm Kernel Oil) ..................................................... 6

2.3 Gliserin ........................................................................................................................... 7

III. METODOLOGI ...................................................................................................................... 8

3.1 Bahan dan Alat ............................................................................................................... 8

3.1.1 Bahan Baku ......................................................................................................... 8

3.1.2 Bahan Kimia ........................................................................................................ 8

3.1.3 Alat ...................................................................................................................... 8

3.2 Metode Penelitian ........................................................................................................... 8

3.2.1 Penelitian Pendahuluan ....................................................................................... 8

3.2.1.1 Karakterisasi Minyak ............................................................................. 8

3.2.1.2 Percobaan Pembuatan Sabun Transparan ............................................... 8


3.2.2 Penelitian Utama ................................................................................................. 9

3.2.2.1 Pembuatan Sabun Transparan ................................................................ 9

3.2.2.2 Analisa Mutu Produk ............................................................................. 9

3.3 Rancangan Percobaan ..................................................................................................... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................................. 11

4.1 Karakterisasi Minyak ...................................................................................................... 11

4.1.1 Bilangan Asam dan Kadar Asam Lemak Bebas .................................................. 11

4.1.2 Bilangan Penyabunan .......................................................................................... 12

4.1.3 Bilangan Iod ........................................................................................................ 12

4.1.4 Bilangan Peroksida .............................................................................................. 13

4.2 Pemilihan Formula .......................................................................................................... 13

4.3 Karakterisasi Sabun Transparan ..................................................................................... 14

4.3.1 Kadar Air dan Zat Menguap ................................................................................ 15

4.3.2 Kadar Asam Lemak ............................................................................................. 16

4.3.3 Kadar Fraksi Tak Tersabunkan ........................................................................... 17

4.3.4 Kadar Bagian Tak Larut Alkohol ........................................................................ 18

4.3.5 Kadar Alkali Bebas Dihitung sebagai NaOH ...................................................... 18

4.3.6 Nilai pH ............................................................................................................... 18

4.3.7 Kekerasan ............................................................................................................ 19

4.3.8 Stabilitas Emulsi ................................................................................................. 20

4.3.9 Stabilitas Busa ..................................................................................................... 21

4.3.10 Daya Bersih ......................................................................................................... 22

4.4 Uji Organoleptik ............................................................................................................. 22

4.4.1 Transparansi ........................................................................................................ 23

4.4.2 Tekstur ................................................................................................................. 23

4.4.3 Banyak Busa ........................................................................................................ 24

4.4.4 Kesan Kesat ......................................................................................................... 25

4.5 Pembobotan Hasil Pengamatan ....................................................................................... 26

4.6 Analisis Finansial ............................................................................................................ 27


V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................................... 29

5.1 Simpulan ......................................................................................................................... 29

5.2 Saran ............................................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 30

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pengaruh Jenis Asam Lemak terhadap Karakteristik Sabun ........................................... 3


Tabel 2. Titik Didih dan Titik Leleh Beberapa Asam Lemak Jenuh ............................................. 4
Tabel 3. Sifat Minyak Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah dimurnikan ...................................... 4
Tabel 4. Komposisi Asam Lemak dalam RBDPO ........................................................................ 5
Tabel 5. Sifat Fisiko-kimia Minyak Sawit Fraksi Olein................................................................ 5
Tabel 6. Komposisi Asam Lemak dalam Sawit Fraksi Olein........................................................ 5
Tabel 7. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Inti Sawit ........................................................ 6
Tabel 8. Standar Mutu Minyak Inti Sawit ..................................................................................... 6
Tabel 9. Formulasi Sabun Transparan........................................................................................... 9
Tabel 10. Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas ........................................................................ 11
Tabel 11. Bilangan Penyabunan dan Standar .................................................................................. 12
Tabel 12. Bilangan Iod dan Standar ................................................................................................ 12
Tabel 13. Bilangan Peroksida ......................................................................................................... 13
Tabel 14. Analisa Visual Sabun Transparan dari Minyak Kelapa dengan Berbagai Konsentrasi
Gliserin ........................................................................................................................... 13
Tabel 15. Penilaian Kepentingan Setiap Parameter Fisiko-Kimia dan Uji Hedonik ..................... 27
Tabel 16. Uraian Biaya Bahan Baku .............................................................................................. 28
Tabel 17. Uraian Biaya Produksi 1 Kg Sabun Transparan ............................................................. 28
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Jenis Minyak sebagai Bahan Baku .............................................................................. 11


Gambar 2. Penampilan Sabun Transparan .................................................................................... 14
Gambar 3. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Air dan
Zat Menguap................................................................................................................. 15
Gambar 4. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Asam
Lemak .......................................................................................................................... 16
Gambar 5. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Fraksi
Tak Tersabunkan .......................................................................................................... 17
Gambar 6. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Nilai pH ............. 19
Gambar 7. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kekerasan ......... 20
Gambar 8. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Stabilitas Busa ... 21
Gambar 9. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Daya Bersih ...... 22
Gambar 10. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap
Transparansi ................................................................................................................ 23
Gambar 11. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Tekstur ...... 24
Gambar 12. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Banyak
Busa ............................................................................................................................. 25
Gambar 13. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Kesan
Busa ............................................................................................................................. 26
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan................................................................. 32


Lampiran 2. Formula sabun transparan pada penelitian pendahuluan ........................................... 33
Lampiran 3. Formula sabun transparan pada penelitian utama ...................................................... 34
Lampiran 4. Analisa karakterisasi minyak .................................................................................... 35
Lampiran 5. Analisa karakterisasi sifat fisiko kimia sabun transparan .......................................... 37
Lampiran 6. Lembar uji organoleptik ........................................................................................... 40
Lampiran 7. Hasil analisa karakterisasi minyak............................................................................. 41
Lampiran 8. Rekapitulasi analisis produk sabun transparan ......................................................... 42
Lampiran 9. Analisa kadar air dan zat menguap ........................................................................... 43
Lampiran 10. Analisa kadar asam lemak ........................................................................................ 45
Lampiran 11. Analisa kadar fraksi tak tersabunkan ......................................................................... 46
Lampiran 12. Analisa kadar bagian tak larut alkohol ...................................................................... 47
Lampiran 13. Analisa kadar alkali bebas dihitung sebagai NaoH.................................................... 48
Lampiran 14. Analisa nilai pH ........................................................................................................ 49
Lampiran 15. Analisa kekerasan ..................................................................................................... 50
Lampiran 16. Analisa stabilitas emulsi ........................................................................................... 51
Lampiran 17. Analisa stabilitas busa ............................................................................................... 52
Lampiran 18. Analisa daya bersih ................................................................................................... 53
Lampiran 19. Analisa transparansi sabun transparan ...................................................................... 54
Lampiran 20. Analisa tekstur sabun transparan .............................................................................. 56
Lampiran 21. Analisa banyak busa sabun transparan ..................................................................... 58
Lampiran 22. Analisa kesan kesat sabun transparan ....................................................................... 60
Lampiran 23. Hasil pembobotan berdasarkan nilai kepentingan .................................................... 62
Lampiran 24. Syarat mutu sabun mandi biasa (SNI 06-3532-1994) ............................................... 63
I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi antara basa natsium atau kalium
dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani (SNI, 1994). Salah satu jenis adalah sabun
transparan yang merupakan hasil penyabunan antara asam lemak dan basa kuat seperti sabun mandi
biasa. Perbedaan diantara keduanya hanya terletak pada penampilan yang transparan dan tidak
transparan. Sabun transparan memiliki penampilan yang transparan dan menarik, serta mampu
menghasilkan busa yang lembut di kulit.
Jenis minyak yang biasanya digunakan sebagai sumber asam lemak dalam pembuatan sabun
transparan adalah minyak kelapa. Industri sabun transparan berbasis minyak kelapa bersaing dengan
bahan pangan dalam mendapatkan bahan baku. Alternatif penggunaan bahan baku lain untuk sabun
transparan adalah minyak sawit. Walaupun bersaing dengan industri pangan, ketersediaan minyak
sawit di Indonesia sangat besar, mengingat Indonesia merupakan salah satu penghasil CPO terbesar di
dunia. Harga minyak sawit jauh lebih murah dibandingkan minyak kelapa.
Pemilihan jenis lemak menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan karena setiap jenis
asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda-beda pada sabun. Asam lemak dari berbagai jenis
minyak yang digunakan mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing. Oleh karena itu perlu
dikaji pemanfaatan minyak yang dihasilkan dari tanaman kelapa sawit, mulai dari minyak sawit murni
(RBDPO), minyak sawit fraksi olein, hingga minyak inti sawit dalam pembuatan sabun transparan.
Bahan lain pembuatan sabun transparan adalah gliserin. Gliserin merupakan bahan yang
membedakan sabun biasa dan sabun transparan. Gliserin adalah nama dagang dari gliserol.
Perbedaan antara gliserin dan gliserol terletak pada tingkat kemurniannya, gliserin mempunyai
kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan gliserol. Gliserol merupakan hasil samping dari
pemecahan minyak atau lemak untuk menghasilkan asam lemak. Penggunaan gliserin dalam
pembuatan sabun transparan menentukan sifat sabun. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian
konsentrasi optimal gliserin yang digunakan untuk masing-masing jenis minyak.

1.2 TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah mencari formula terbaik dalam pembuatan sabun transparan, yaitu
jenis minyak dan konsentrasi gliserin. Minyak yang digunakan berasal dari tanaman kelapa sawit,
yaitu minyak sawit fraksi olein (minyak goreng sawit), RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm
Oil), dan NPKO (Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil).
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SABUN TRANSPARAN


SNI (1994) mendefinisikan sabun sebagai pembersih yang dibuat melalui reaksi kimia antara
basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang
dibuat dari NaOH dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dari
KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap). Krik et al. (1954) menyebutkan bahwa sabun
adalah bahan yang digunakan untuk tujuan mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen
utama, yaitu asam lemak dengan rantai karbon C12 – C18 dan sodium atau potasium.
Ada tiga jenis sabun batangan, yaitu cold-made, opaque, dan transparan. Sabun cold made
dapat berbusa dengan baik dalam air yang mengandung garam atau air sadah. Sabun opaque adalah
sabun mandi biasa yang berbentuk batangan dan penampilannya tidak transparan, sementara sabun
transparan memiliki penampilan yang transparan dan menarik, serta mampu menghasilkan busa yang
lembut di kulit.
Proses pembuatan sabun transparan telah dikenal sejak lama. Produk sabun transparan tertua
yang cukup dikenal adalah pears transparant soap. Sama halnya dengan sabun mandi biasa, sabun
transparan juga merupakan reaksi hasil penyabunan antara asam lemak dan basa kuat, yang
membedakan hanyalah penampilan yang transparan (Mitsui, 1997).
Menurut Swern (1979), reaksi dasar pembuatan sabun sangatlah sederhana, yaitu berupa reaksi
antara lemak dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserol :

O
CH2 – OC – R CH2 – OH
O
CH – OC – R + 3 NaOH 3 RCOONa + CH – OH
O
CH2 – OC – R CH2 – OH
Lemak Kaustik Soda Sabun Natrium Gliserol

Dalam rangka memberikan struktur transparan pada sabun maka dalam formulasi pembuatan
sabun transparan ditambahkan gliserin, sukrosa, dan alkohol serta transparent agent lainnya. Propilen
glikol, sorbitol, polietilen glikol, surfaktan amfoterik, dan surfaktan anionik dapat pula ditambahkan
sebagai transparent agent melengkapi fungsi yang sama dengan gliserin (Mitsui, 1997).
Berikut adalah penjelasan mengenai bahan baku yang digunakan dalam formulasi sabun
transparan :
1) Minyak yang berfungsi sebagai sumber asam lemak. Setiap jenis menghasilkan karakteristik
sabun yang berbeda-beda.
2) Asam stearat berbentuk padatan berwarna putih. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh dan
berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada produk (Mitsui, 1997).
3) Natrium hidroksida (NaOH) adalah salah satu jenis basa kuat yang bersifat korosif serta mudah
menghancurkan jaringan organik yang halus. NaOH berbentuk padat berwarna putih dan memiliki
sifat higroskopi, serta rekasinya dengan asam lemak menghasilkan sabun dan gliserol (Swern,
1979).
4) Menurut Mitsui (1997), gliserin telah digunakan sejak lama sebagai humektan. Gliserin diperoleh
dari hasil samping pembuatan sabun dari asam lemak tumbuhan dan hewan. Gliserin berbentuk
cairan jernih dan agak kental, tidak berbau, serta memiliki rasa agak manis. Pada pembuatan
sabun transparan gliserin bersama dengan sukrosa dan alkohol berfungsi dalam pembentukan
struktur transparan.
5) Dietanolamida (DEA) adalah surfaktan kationik yang dihasilkan dari minyak/lemak. DEA dalam
suatu formula sediaan kosmetika berfungsi sebagai surfaktan dan sebagai zat penstabil busa.
6) NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk
akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras
struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal).
NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserol. Gliserol tidak mengalami
pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap.
NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
Selain itu, NaCl berfungsi sebagai pembentuk busa.
Adanya penambahan transparent agent dan berbagai bahan tambahan lainnya dalam formulasi
membuat sabun transparan mengandung lebih sedikit stok sabun dari pada sabun mandi biasa. Sabun
transparan tidak hanya tampak menarik, tetapi juga dapat merawat kulit dengan baik dan sangat
lembut ketika digunakan. Hal ini dikarenakan sabun transparan mengandung gliserin dan gula yang
berfungsi juga sebagai humektan (Mitsui, 1997). Humektan adalah bahan yang mampu menyerap air
dari udara dan menjaga kelembaban kulit.

2.2 ASAM LEMAK

2.2.1 Fungsi Asam Lemak dalam Sabun


Asam lemak merupakan monokarboksilat berantai panjang, mungkin bersifat jenuh atau tidak
jenuh, dengan panjang rantai berbeda-beda tetapi bukan siklik atau bercabang. Pada umumnya asam
lemak yang ditemukan di alam merupakan monokarboksilat dengan rantai tidak bercabang dan
memiliki jumlah atom genap. Asam-asam ini dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak
jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Penggolongan tersebut berdasarkan pada perbedaan bobot
molekul dan derajat ketidak-jenuhannya (Winarno, 1997).
Menurut Cavitch (2001), setiap asam lemak memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang
dihasilkan. Asam lemak dengan rantai karbon 12- 14 memberikan fungsi yang baik untuk pembusaan
sementara asam lemak dengan rantai karbon 16-18 baik untuk kekerasan dan daya detergensi.
Penggunaan asam lemak yang memiliki rantai panjang menghasilkan sabun batangan dengan struktur
yang lebih kompak dan dapat mencegah atau memperlambat disintegrasi sabun saat kontak oleh air.
Pengaruh perbedaan asam lemak terhadap karakteristik sabun yang dihasilkan tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Jenis Asam Lemak terhadap Karakteristik Sabun


Asam Lemak Karakteristik Sabun
Asam laurat (C12H24O2) Keras, kelarutan tinggi, menghasilkan yang busa lembut
Asam linoleat (C18H32O2) Melembabkan kulit
Asam miristat (C14H28O2) Keras, daya detergensi tinggi, menghasilkan busa yang lembut
Asam oleat (C18H34O2) Melembabkan kulit
Asam palmitat (C16H32O2) Keras, menghasilkan busa yang stabil
Asam risinoleat (C18H34O2) Melembabkan kulit, menghasilkan busa yang stabil dan lembut
Asam stearat(C18H36O2) Keras, menghasilkan busa yang stabil
Sumber : Cavitch (2001).

Menurut Swern (1979), asam stearat memiliki titik leleh (melting point) 69.6 °C dan titik didih
(boiling point) 240 °C. Titik didih dan titik leleh asam stearat lebih tinggi dibandingkan dengan asam
lemak jenuh yang memiliki atom karbon yang sedikit dan relatif lebih rendah dibandingkan dengan
asam lemak jenuh dengan atom karbon yang lebih banyak. Titik didih dan titik leleh beberapa asam
lemak tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Titik Didih dan Titik Leleh Beberapa Asam Lemak Jenuh
Jumlah Atom C Asam Lemak Titik Didih (°C) Titik Leleh (°C)
12 Laurat 182 44.2
14 Miristat 202 54.4
16 Palmitat 222 62.9
18 Stearat 240 69.6
20 Arachidonat - 75.4
22 Bihenat - 80.0
24 Lignoserat - 84.2
Sumber : Swern (1979).

2.2.2 Sumber Asam Lemak

2.2.2.1 RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)


Buah kelapa sawit terdiri atas 80 % perikarp dan 20 % daging buah yang dilapisi kulit tipis.
Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40 % (Ketaren, 1986).Minyak kelapa sawit hasil
pengepresan (CPO) sebelum diolah lebih lanjut harus mengalami proses pemurnian, yaitu degumming,
netralisasi, pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization). Minyak yang dihasilkan
dari proses pemurnian ini disebut Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang belum
dipisahkan fraksi padat dan fraksi cairnya. Jenis minyak ini biasanya digunakan sebagai bahan baku
dalam industri minyak goreng, margarin, shortening, dan berbagai industri turunan lainnya.
Perbedaan sifat minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah dimurnikan dapat dilihat pada Tabel 3,
sedangkan komposisi asam lemak RBDPO dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Sifat Minyak Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah dimurnikan


Sifat Minyak Sawit Kasar Minyak Sawit Murni
Titik cair : awal 21 – 24 29,4
akhir 26 – 29 40,0
Bobot jenis 15 °C 0,859 – 0,870
Indeks bias D 40 °C 36,0 – 37,5 46 – 49
Bilangan penyabunan 224 – 249 196 – 206
Bilangan iod 14,5 – 19,0 46 – 52
Bilangan Reichert Meissl 5,2 – 6,5 -
Bilangan Polenske 9,7 – 10,7 -
Bilangan Krichner 0,8 – 1,2 -
Bilangan Barya 33 -
Sumber : Krischenbauer (1960).
Tabel 4. Komposisi Asam Lemak dalam RBDPO
Asam Lemak Jumlah (%)
Asam Lemak Jenuh
Laurat (C12H24O2) 0,37
Miristat (C14H28O2) 1,19
Palmitat (C16H32O2) 43,94
Stearat (C18H36O2) 4,09
Arachidat (C20H40O2) 0,14
Asam Lemak Tak Jenuh
Oleat (C18H34O2) 38,55
Linoleat (C18H32O2) 11,66
Sumber : Mittelbach, 2004 dan Tirto, 2005 (www.ptpn13.com)

2.2.2.2 Minyak Sawit Fraksi Olein


Menurut Departemen Pertanian (2008), RBD olein merupakan minyak berwujud cair yang
diperoleh dari fraksinasi CPO. Sifat fisiko-kimia minyak sawit fraksi olein dapat dilihat pada Tabel 5.
Menurut Ketaren (1986), asam-asam lemak dan trigliserida tidak memiliki warna, sehingga warna
minyak ditentukan oleh pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan. Warna oranye atau
kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Komposisi asam lemak dalam
minyak sawit fraksi olein dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Sifat Fisiko-kimia Minyak Sawit Fraksi Olein


Karakteristik Nilai
Bobot jenis 15 °C 0,9000
Indeks bias D 40 °C 1,4565 – 1,4585
Bilangan penyabunan 196 – 205
Bilangan iod 48 – 56
Sumber : Luthana (2008).

Tabel 6. Komposisi Asam Lemak dalam Sawit Fraksi Olein


Asam Lemak Jumlah (%)
Asam Lemak Jenuh
Palmitat (C16H32O2) 37,9 – 41,7
Stearat (C18H36O2) 4,0 – 4,8
Miristat (C14H28O2) 0,9 – 1,5
Laurat (C12H24O2) 0,1 – 0,5
Asam Lemak Tak Jenuh
Oleat (C18H34O2) 40,7 – 43,9
Linoleat (C18H32O2) 10,4 – 13,4
Linolenat (C18H30O2) 0,1 – 0,5
Sumber : Departemen Pertanian (2008).
2.2.2.3 NPKO (Neutralized Palm Kernel Oil)
Minyak inti sawit (palm kernel oil) adalah minyak yang dihasilkan dari pengerpesan inti kelapa
sawit. Untuk dapat dipergunakan lebih lanjut, minyak inti sawit harus mengalami pemurnian terlebih
dahulu, yaitu degumming, netralisasi, pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization).
Menurut Satyawibawa dan Widyastuti (1992), sekitar 48 % kandungan yang terdapat dalam NPKO
adalah asam laurat. Asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki sifat pembusaan yang
baik dan sering digunakan dalam formulasi sabun.
NPKO sangat mirip dengan minyak kelapa (coconut oil) dalam hal komposisi asam lemak
yang dimiliki. Komposisi asam lemak NPKO disajikan pada Tabel 7 dan standar mutu NPKO
disajikan pada Tabel 8.

Tabel 7. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Inti Sawit


Asam Lemak Jumlah (%)
Asam Lemak Jenuh
Oktanoat (C8H16O2) 2–4
Dekanoat (C10H20O2) 3–7
Kaproat (C6H12O2) 0–1
Kaprilat (C8H16O2) 3–5
Kaprat (C10H20O2) 3–5
Laurat (C12H24O2) 44 – 55
Miristat (C14H28O2) 15 – 17
Palmitat (C16H32O2) 7 – 10
Stearat (C18H36O2) 2–3
Asam Lemak Tak Jenuh
Oleat (C18H34O2) 12 – 19
Linoleat (C18H32O2) 1–2
Linolenat (C18H30O2) 1–5
Sumber : Swern, 1979.

Tabel 8. Standar Mutu Minyak Inti Sawit


Karakteristik Minyak Inti Sawit
Asam lemak bebas (%) 3,5
Kadar kotoran (%) 0,02
Kadar zat menguap (%) 0,2
Bilangan peroksida (meq) 2,2
Bilangan iod (mg/g) 10,5 – 18,5
Kadar logam (Fe, Cu) 0
Lovibond 0
Kontaminasi 0
Sumber : SNI 01-0023-1987
Menurut Satyawibawa dan Widyastuti (1992), minyak inti sawit merupakan hasil pengolahan
dari endosperm (kernel atau daging biji) sawit yang berwarna putih. Minyak inti sawit dihasilkan
setelah bagian ini melalui proses ekstraksi yang menghasilkan 10 % – 12 % minyak. Perbedaan
minyak inti sawit dan CPO adalah minyak inti sawit memiliki kandungan asam laurat yang tinggi (41
% – 55 %) dan kisaran titik leleh yang sempit, sedangkan CPO memiliki kandungan asam laurat
rendah dan kisaran titik leleh yang luas. Seperti halnya minyak kelapa, minyak inti sawit memiliki
kisaran titik leleh berkisar 24 – 26 °C. Kisaran titik leleh asam lemak- asam lemak jenuh pada minyak
inti sawit sangat kecil, yaitu berkisar 20 °C, sedangkan perbedaan titik leleh antar asam lemak-asam
lemak jenuh dalam CPO lebih dari 70 °C.

2.3 GLISERIN
Gliserin adalah nama dagang dari gliserol. Perbedaan antara gliserin dan gliserol terletak pada
tingkat kemurniannya, gliserin mempunyai kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan gliserol.
Gliserol merupakan hasil samping dari pemecahan minyak atau lemak untuk menghasilkan asam
lemak.
Kegunaan gliserin bervariasi sesuai dengan produknya. Beberapa contoh kegunaan gliserin
adalah sebagai pengawet buah dalam kaleng, bahan dasar lotion, penjaga kebekuan pada dongkrak
hidraulik, bahan baku tinta printer, kue, dan permen. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin
berfungsi dalam pembentukan struktur sabun transparan.
Menurut Mitsui (1997), gliserin telah lama digunakan sebagai humektan. Humektan
(moisturizer) adalah skin conditioning agents yang dapat meningkatkan kelembaban kulit. Fungsinya
adalah sebagai komponen higroskopis yang mengundang air dan mengurangi jumlah air yang
menguap dari permukaan kulit.
Efektifitas humektan tergantung kelembaban lingkungan disekitarnya. Menurut Murphy
(1978), humektan, contohnya gliserin, dapat melembabkan kulit pada kondisi atmosfer sedang atau
pada kondisi kelembaban tinggi. George dan Serdakowski (1996) mengatakan bahwa gliserin dengan
konsentrasi 10 % dapat meningkatkan kehalusan dan kelembaban kulit. Penggunaan gliserin dalam
konsentrasi tinggi (diatas 10 %) dapat menyebabkan terbentuknya titik-titik air (sweating) pada
produk jika disimpan dalam lingkungan yang lembab. Ini adalah masalah yang umum terjadi pada
sabun transparan yang menggunakan humektan sebagai bahan baku.
III. METODOLOGI

3.1 BAHAN DAN ALAT

3.1.1 Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan adalah RBDPO dan NPKO yang berasal dari PT Sinar Meadow
Internasional Indonesia. Bahan baku lain yang yang digunakan adalah minyak goreng sawit komersial
dengan merek Tropicana dan minyak goreng kelapa komersial dengan merek Barco.

3.1.2 Bahan Kimia


Bahan kimia yang digunakan adalah asam stearat, NaOH, gliserin, etanol, sukrosa,
dietanolamida (DEA), NaCl, HCl, larutan wijs, KCl, KI, Na2S2O3, asam asetat, kloroform, H2SO4,
BaCl, margarin, indikator PP, indikator metil oranye, dan indikator kanji.

3.1.3 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan sabun adalah hot plate, penangas air, buret,
pisau, timbangan digital, pendingin tegak, termometer, gelas piala, pengaduk kaca, erlenmeyer, gelas
ukur, labu ukur, labu Cassia, labu pemisah, tabung reaksi, corong, alat titrasi, vortex, oven, freezer,
pipet tetes, pipet volumetrik, pH meter, penetrometer, desikator, turbidimeter, cawan alumunium,
penggaris, strirrer, penyaring vakum, dan peralatan analisis lainnya.

3.2 METODE PENELITIAN

3.2.1 Penelitian Pendahuluan

3.2.1.1 Karakterisasi Minyak


Karakterisasi minyak dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat dari minyak yang digunakan
sebagai bahan baku proses. Karakterisasi yang dilakukan adalah analisa kadar asam lemak bebas dan
bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, serta bilangan peroksida.

3.2.1.2 Percobaan Pembuatan Sabun Transparan


Percobaan pembuatan sabun transparan dilakukan untuk menentukan besarnya konsentrasi
gliserin yang digunakan pada penelitian utama dengan menggunakan minyak kelapa sebagai sumber
bahan baku. Tahap ini menggunakan lima perlakuan, yaitu penggunaan gliserin pada konsentrasi 4 %,
7 %, 10 %, 13 %, dan 16 %. Pemilihan formula untuk sabun transparan dalam penelitian ini
didasarkan pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kusumah (2004) yang disajikan pada Tabel
9. Formula pembuatan stok sabun dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 9. Formulasi Sabun Transparan
Komponen Jumlah % (b/b) Fungsi
Asam stearat 7 Pembuatan stok sabun
Minyak kelapa 20 Pembuatan stok sabun
NaOH 20.3 Pembuatan stok sabun
Gliserin 13 Transparent agent, humektan
Etanol 15 Transparent agent, pelarut
Sukrosa 17 Transparent agent, humektan
DEA 3 Surfaktan, penstabil busa
NaCl 0.2 Elektrolit
Air 4.5 Pelarut
Sumber : Kusumah (2004).

3.2.2 Penelitian UtamaPendahuluan

3.2.2.1 Pembuatan Sabun Transparan


Pembuatan sabun transparan dilakukan dengan perbedaan jenis minyak yang digunakan
sebagai bahan baku dan tiga taraf konsentrasi gliserin yang diperoleh dari percobaan pembuatan sabun
sebelumnya. Faktor-faktor yang terlibat dalam penelitian ini adalah :
 Faktor A, yaitu jenis minyak yang digunakan, terdiri atas 3 taraf perlakuan :
A1 = Minyak sawit fraksi olein
A2 = RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)
A3 = NPKO (Neutralized Palm Kernel Oil)
 Faktor B, yaitu tiga konsentrasi gliserin terbaik dari penelitian pendahuluan.
Pembuatan sabun transparan dimulai dengan pencairan asam stearat pada suhu sekitar 70 °C
selama 15 menit. Selanjutnya setelah asam stearat mencair dilakukan penambahan minyak dan
pengadukan hingga merata. Kemudian dilakukan penambahan NaOH dan pengadukan selama 2 – 4
menit hingga campuran membentuk sabun. Untuk melarutkan sabun tersebut ditambahkan etanol dan
diaduk merata. Setelah sabun larut selanjutnya gliserin, gula, DEA, NaCl, dan air ditambahkan
disertai pengadukan sampai campuran bahan homogen. Campuran yang telah homogen dituangkan ke
dalam cetakan dan didiamkan hingga mengeras kemudian dikeluarkan dari cetakan. Diagram alir
proses pembuatan sabun transparan disajikan pada Lampiran 1.

3.2.2.2 Analisa Mutu Produk

Sifat Fisiko Kimia


Analisa yang dilakukan pada produk adalah analisa yang didasarkan pada standar mutu sabun
mandi (SNI 06-3532-1994 tentang syarat mutu sabun mandi) dan beberapa parameter analisis yang
didasarkan pada literatur berkenaan dengan sabun. Analisa yang dilakukan adalah sebagai berikut :
 Kadar air dan zat menguap pada suhu 105 °C (SNI 06-3532-1994)
 Kadar asam lemak (SNI 06-3532-1994)
 Kadar fraksi tak tersabunkan (SNI 06-3532-1994)
 Kadar bagian tak larut dalam alkohol (SNI 06-3532-1994)
 Kadar alkali bebas (SNI 06-3532-1994)
 Nilai pH (SNI 06-4075-1996)
 Kekerasan (Wood, 1996)
 Stabilitas emulsi (Piyali et al., 1999)
 Stabilitas busa (Piyali et al., 1999)
 Daya pembersih

Uji Organoleptik
Uji organoleptik pada produk sabun transparan dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan
konsumen terhadap transparansi, tekstur, banyak busa, dan kesan kesat pada kulit setelah pemakaian
sabun transparan. Uji ini menggunakan panelis sebanyak 30 orang dengan skala 1 – 5. Skala
penilaian yang diberikan, yaitu (1) tidak suka, (2) agak tidak suka, (3) biasa, (4) agak suka, dan (5)
suka. Lembar uji organolpetik ini tersaji pada Lampiran 6. Analisis data untuk uji organoleptik
dilakukan dengan metode statistika non parametrik menggunakan uji Friedman.

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN


Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial. Rancangan ini dipilih karena tepat untuk mencari kombinasi yang terbaik antara
pengaruh dua variasi yaitu perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin yang digunakan. Pada
penelitian dilakukan dua kali ulangan sehingga jumlah satuan perlakuan adalah 18 satuan perlakuan,
yaitu : 3 (faktor A) x 3 (faktor B) x 2 (ulangan).
Model matematis untuk rancangan percobaan yang digunakan (Sudjana, 1985) adalah sebagai
berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + Abij + εk(ij)

Keterangan :
Yijk : Peubah yang diukur
µ : Rata-rata yang sebenarnya
Ai : Pengaruh jenis minyak
Bj : Pengaruh konsentrasi gliserin
ABij : Pengaruh interaksi antara jenis minyak dengan konsentrasi gliserin yang digunakan
εk(ij) : Kekeliruan karena anggota ke-k dari jenis minyak dan konsentrasi gliserin ke-j
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISASI MINYAK


Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang
digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari tiga jenis minyak, yaitu minyak
sawit fraksi olein, RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil), dan NPKO (Neutralized Palm
Kernel Oil). Jenis minyak yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.

Olein RBDPO NPKO

Gambar 1. Jenis Minyak sebagai Bahan Baku

Analisa yang dilakukan terhadap minyak yang digunakan sebagai asam lemak adalah asam
lemak bebas (ALB) dan bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan iod, dan bilangan peroksida.

4.1.1 Bilangan Asam dan Kadar Asam Lemak Bebas


Pengukuran bilangan asam dipergunakan untuk mengukur kadar asam lemak bebas (ALB)
yang terdapat dalam minyak/lemak. Semakin tinggi kadar ALB minyak/lemak menunjukkan
miyak/lemak sudah tidak baik. Asam lemak bebas dalam minyak/lemak berasal dari reaksi oksidasi,
hidrolisis, pemanasan, dan lain-lain. Analisa besarnya bilangan asam dan kadar asam lemak bebas
pada minyak sawit fraksi olein, RBDPO, NPKO, dan minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 10. Dari
hasil kedua analisa tersebut didapat bahwa semua jenis minyak yang dianalisa memiliki bilangan asam
dan kadar ALB rendah yang berarti miyak dalam kualitas baik.

Tabel 10. Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas


Jenis Minyak Bil. Asam Asam Lemak Bebas (%)
Minyak sawit (olein) 0.129 0.091
RBDPO 0.133 0.086
NPKO 0.173 0.087
Minyak Kelapa 0.133 0.067
4.1.2 Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah
contoh minyak. Analisa besarnya bilangan penyabunan yang dilakukan pada minyak sawit fraksi
olein, RBDPO, NPKO, dan minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Bilangan Penyabunan dan Standar


Jenis Minyak Bil. Penyabunan Literatur*
Minyak sawit (olein) 198.95
196 – 205
RBDPO 197.86
NPKO 239.21 244 – 254
Minyak Kelapa 257.16 –
*Sumber : Krischenbauer (1960)

Dari hasil analisa bilangan penyabunan yang dilakukan menunjukkan bahwa ketiga jenis
minyak memiliki bilangan penyabunan yang terdapat dalam kisaran literatur. Semakin tinggi bilangan
penyabunan maka semakin banyak KOH yang digunakan. Minyak sawit fraksi olein dan RBDPO
memiliki bilangan penyabunan yang hampir sama. Hal ini disebabkan jumlah asam lemak dominan
penyusun kedua jenis minyak, yaitu asam oleat dan asam palmitat hampir sama banyak pada masing-
masing minyak. Asam lemak dominan penyusun NPKO dan minyak kelapa adalah asam laurat
sehingga nilai bilangan penyabunan yang diperoleh juga tidak berbeda jauh.
Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari bobot molekul. Bilangan penyabunan juga
dipergunakan untuk menentukan bobot molekul minyak secara kasar. Minyak yang tersusun oleh
asam lemak rantai C pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil yang akan mempunyai
angka penyabunan yang besar. Hal ini dapat dilihat dari NPKO dan minyak kelapa dengan asam
lemak dominan asam laurat (C12H24O2) memiliki bilangan penyabunan lebih besar dibandingkan
minyak sawit fraksi olein dengan asam lemak dominan asam oleat (C18H34O2) dan RBDPO dengan
asam lemak dominan asam palmitat (C16H32O2).

4.1.3 Bilangan Iod


Pengukuran bilangan iod ditujukan untuk mengetahui ketidakjenuhan minyak. Analisa
besarnya bilangan iod yang dilakukan pada minyak sawit fraksi olein, RBDPO, NPKO, dan minyak
kelapa dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Bilangan Iod dan Standar


Jenis Minyak Bilangan Iod Literatur*
Minyak sawit (olein) 58.48
48 – 56
RBDPO 52.34
NPKO 7.472 14 – 20
Minyak kelapa 6.39 7.5 – 10.5
*Sumber : Krischenbauer (1960)

Hasil analisa bilangan iod yang dilakukan menunjukkan nilai yang mendekati kisaran literatur.
Semakin tinggi nilai bilangan iod maka ketidakjenuhan minyak/lemak semakin tinggi. Minyak sawit
fraksi olein dengan dominan asam oleat (C18H34O2) yang merupakan asam lemak tidak jenuh
mempunyai nilai bilangan iod paling besar dibandingkan RBDPO dengan asam lemak dominan asam
palmitat (C16H32O2) serta RBDPO dan minyak kelapa dengan dominan asam laurat (C12H24O2) yang
merupakan asam lemak jenuh.
Ketidak-jenuhan minyak digunakan untuk menentukan beberapa karakteristik minyak, seperti
titik cair maupun bilangan peroksida. Semakin tinggi bilangan iod menggambarkan semakin banyak
jumlah ikatan rangkap yang dimilikinya. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap pada minyak maka
titik cair minyak semakin rendah, selain itu banyaknya ikatan rangkap pada umumnya membuat
minyak mudah teroksidasi sehingga bilangan peroksida biasanya tinggi.

4.1.4 Bilangan Peroksida


Bilangan peroksida merupakan salah satu parameter kerusakan minyak. Bilangan peroksida
digunakan untuk mengukur tingkat oksidasi. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada
ikatan rangkapnya sehingga membentuk senyawa peroksida. Asam lemak yang berikatan dengan
oksigen akan terurai membentuk senyawa dengan rantai-rantai molekul yang lebih pendek. Semakin
pendek rantai molekul senyawa tersebut maka minyak akan semakin berbau tidak sedap (tengik).
Analisa besarnya bilangan peroksida pada minyak sawit fraksi olein, RBDPO, NPKO, dan minyak
kelapa dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil analisa bilangan peroksida menunjukkan nilai bilangan
peroksida yang rendah. Hal ini berarti minyak mempunyai kualitas yang baik dan belum rusak.

Tabel 13. Bilangan Peroksida


Jenis Minyak Bilangan Peroksida
Minyak sawit (olein) 3.36
RBDPO 3.61
NPKO 3.67
Minyak kelapa 5.49

4.2 PEMILIHAN FORMULA


Penelitian tahap pemilihan formula sabun transparan dilakukan untuk mendapatkan tiga
konsentrasi gliserin terbaik yang akan digunakan sebagai konsentrasi yang dipilih pada penelitian
utama. Pemilihan formula ini diperoleh dari tiga konsentrasi gliserin terbaik dari lima formula sabun
transparan yang dibuat dengan asam lemak dari minyak kelapa. Konsentrasi gliserin yang dicobakan
adalah 4 %, 7 %, 10%, 13%, dan 16.
Sabun transparan dikenal juga dengan nama sabun gliserin. Konsentrasi gliserin pada formula
memberikan pengaruh yang berbeda pada sabun yang dihasilkan. Penggunaan gliserin dalam sabun
transparan berfungsi sebagai humektan dan transparent agent. Analisa fisik yang dilakukan terhadap
lima formula dengan konsentrasi 4 %, 7 %, 10%, 13%, dan 16% dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Analisa Fisik Sabun Transparan dari Minyak Kelapa dengan Berbagai Konsentrasi Gliserin
Analisa
Formula
Transparansi Tekstur Busa
Gliserin 4 % +++ ++ +++
Gliserin 7 % +++ ++ +++
Gliserin 10 % +++ + +++
Gliserin 13 % + - +++
Gliserin 16 % + - ++
Keterangan : + : cukup ++ : sedang +++ : baik
Transparansi merupakan sifat yang menentukan mutu sabun transparan. Dari kelima formula
sabun transparan yang dicobakan diperoleh tiga konsentrasi gliserin yang memiliki sifat transparansi
dan tekstur yang baik, yaitu konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10 %. Sedangkan untuk sifat
pembusaan, peningkatan konsentrasi gliserin tidak terlalu mempengaruhi sabun transparan.
Semakin tinggi konsentrasi gliserin yang digunakan maka sifat transparansi semakin
berkurang. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi penggunaan konsentrasi gliserin, maka jumlah air
yang ditambahkan semakin berkurang sehingga menyebabkan sifat transparansi sabun semakin
berkurang walaupun sifat gliserin sebagai transparent agent. Selain itu juga, peningkatan konsentrasi
gliserin menyebabkan tekstur dari sabun tidak terlalu baik. Sabun yang dihasilkan dengan konsentrasi
tinggi bertekstur tidak lembut dan rapuh.
Dari hasil analisa sabun transparan yang dihasilkan terhadap sifat transparansi, tekstur, dan
banyak busa diperoleh tiga konsentrasi yang baik, yaitu konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10%. Tiga
konsentrasi gliserin ini akan digunakan pada formula penelitian utama.

4.3 KARAKTERISASI SABUN TRANSPARAN


Analisa terhadap produk sabun transparan yang dihasilkan meliputi pengukuran kadar air dan
zat menguap, kadar asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, kadar bagian tak larut alkohol, kadar
alkali bebas yang dihitung sebagai NaOH, nilai pH, kekerasan, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan
daya pembersih. Penampilan sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.

A1B1 A1B2 A1B3

A2B1 A2B2 A2B3

A3B1 A3B2 A3B3

Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %

Gambar 2. Penampilan Sabun Transparan Hasil Penelitian


4.3.1 Kadar Air dan Zat Menguap
Kadar air dan zat menguap sabun berpengaruh terhadap karakteristik sabun pada saat dipakai
dan disimpan. Semakin banyak air yang terkandung dalam sabun maka sabun akan semakin mudah
menyusut pada saat digunakan (Spitz, 1996). Selain itu, kadar air dalam sabun berpengaruh terhadap
kekerasan sabun batang yang dihasilkan, semakin tinggi kadar airnya maka kekerasan sabun semakin
menurun.
Kandungan zat menguap dalam produk sabun transparan yang dihasilkan selain berasal dari
bahan penyusunnya yang bersifat volatile atau mudah menguap, dapat pula berasal dari hasil lanjut
reaksi oksidasi asam lemak yang terdapat dalam sabun transparan. Menurut Ketaren (1986), proses
oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak.
Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya
ialah terurainya peroksida asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan
keton serta asam-asam lemak bebas. Senyawa aldehid dan keton yang dihasilkan dari lanjutan reksi
oksidasi ini memiliki sifat mudah menguap seperti alkohol. Hasil analisa kadar air dan zat menguap
terhadap sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 3. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Air dan Zat
Menguap

Menurut SNI 1994, kadar air dan zat menguap pada sabun batang (hard soap) adalah 15 %.
Sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air dan zat menguap berkisar antara 11.89 % - 24.19
%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar air
dan zat menguap yang lebih besar daripada sabun mandi biasa berdasarkan SNI 1994. Sabun
transparan memiliki kadar air yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa disebabkan adanya
penambahan berbagai transparent agent. Menurut Shrivastava (1982), sabun mandi umumnya
memiliki kadar air sekitar 30 %. Jika kadar airnya kurang dari 30 % kemungkinan besar sabun telah
mengalami proses pengeringan buatan (artificial drying) atau menjadi lebih kering karena pengaruh
lingkungan tempatnya disimpan.
Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin serta
interaksi antara perbedaan konsentrasi gleserin dan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar air
dan zat menguap sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar air dan
zat menguap pada sabun transparan disajikan pada Lampiran 8. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa masing-masing konsentrasi gliserin saling berbeda nyata satu sama lain. Peningkatan
konsentrasi gliserin berakibat kadar air dan zat menguap sabun transparan berkurang. Hal ini
dikarenakan persentase air yang ditambahkan pada formula berkurang seiring dengan bertambahnya
konsentrasi gliserin.
4.3.2 Kadar Asam Lemak
Asam lemak merupakan komponen utama penyusun minyak/lemak. Jenis asam lemak yang
digunakan menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan. Pengukuran jumlah asam lemak dalam
sabun diukur dengan cara memutus ikatan ester asam lemak dalam trigliserida dan Na dengan
menggunakan asam kuat. Kandungan asam lemak dalam sabun berasal dari minyak nabati dan asam
stearat yang digunakan sebagai bahan baku. Bahan lain yang mungkin menjadi sumber asam lemak
adalah DEA dan gliserin. Menurut Williams dan Schmitt (2002), dietanolamida (DEA) adalah
surfaktan nonionik yang dihasilkan dari minyak/lemak, sementara gliserin merupakan produk samping
hidrolisis minyak/lemak untuk menghasilkan asam lemak bebas. Reaksi pembentukan DEA dan
gliserin yang tidak sempurna mungkin masih menyisakan asam-asam lemak dalam bentuk aslinya.
Hasil analisa kadar asam lemak sabun transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 4. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Asam Lemak

Menurut SNI 1994, kadar asam lemak yang baik pada sabun mandi adalah minimal 70 %.
Namun, sabun transparan yang dihasilkan memiliki kadar asam lemak yang jauh dibawah SNI yaitu
berkisar antara 19.93 % - 41.82 %. Menurut Shrivastava (1982), sebagian besar asam lemak dalam
sabun berikatan dengan NaOH membentuk sabun (real soap), tetapi sebagian lain ada dalam bentuk
bebas. Asam lemak setelah bereaksi dengan basa kuat akan menghasilkan sabun yang mengandung
real soap minimal 65 %. Mitsui (1997) menyatakan bahwa penambahan transparent agent seperti
alkohol, gliserin, dan sukrosa, serta berbagai bahan lainnya membuat sabun transparan mengandung
lebih sedikit real soap daripada sabun mandi biasa.
Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh
nyata terhadap kadar asam lemak sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman
terhadap kadar asam lemak dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 9. Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan bahwa NPKO dan olein tidak berbeda nyata, olein dan RBDPO tidak berbeda
nyata, namun NPKO dan RBDPO saling berbeda nyata. Kadar asam lemak dalam minyak
dipengaruhi oleh bobot molekul dari asam-asam lemak yang terkandung di dalam minyak, yaitu kadar
asam lemak berbanding terbalik dengan bobot molekul. Dalam satu satuan volum, asam lemak
dengan rantai molekul pendek memiliki jumlah asam lemak per volum lebih tinggi. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah asam lemak NPKO lebih tinggi dibandingkan RBDPO karena bobot molekul asam
laurat (BM = 200) pada NPKO lebih kecil dibandingkan asam palmitat (BM = 256) pada RBDPO.
4.3.3 Kadar Fraksi Tak Tersabunkan
Fraksi tak tersabunkan adalah senyawa-senyawa yang sering terdapat larut dalam minyak, tapi
tidak dapat membentuk sabun dengan soda alkali dan dapat diekstrak dengan pelarut lemak. Adanya
bahan yang tidak tersabunkan dalam sabun dapat menurunkan kemampuan membersihkan (daya
detergensi) dalam sabun (Wood, 1996). Menurut Hill (2005), bahan-bahan tak tersabunkan biasanya
bersifat non-volatil (tidak mudah menguap) pada suhu 103 °C. Yang termasuk bahan tak tersabunkan,
antara lain alkohol alifatik, sterol, pigmen, minyak mineral dan hidrokarbon. Hasil analisa kadar
fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan yang dihasilkan, dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 5. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kadar Fraksi Tak
Tersabunkan

Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun
transparan berkisar antara 4.56 % - 10.68 %. Kadar fraksi tak tersabunkan yang didapat tidak
memenuhi standar SNI 1994, yaitu maksimal 2.5 %. Sabun transparan yang dihasilkan memiliki
kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih besar daripada sabun mandi biasa berdasarkan SNI 1994.
Sabun transparan memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih besar dibanding sabun mandi biasa
disebabkan adanya penambahan berbagai transparent agent. Penggunaan NaOH juga mempengaruhi
kadar fraksi tak tersabunkan. Jenis NaOH yang digunakan dalam pambuatan sabun adalah NaOH
teknis sehingga dimungkinkan pada saat pembuatan stok sabun masih terdapat asam lemak yang tidak
ikut tersabunkan.
Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh
nyata terhadap kadar fraksi tak tersabunkan sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis
keragaman terhadap kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 10.
Sabun transparan yang terbuat dari NPKO memiliki kadar fraksi tak tersabunkan yang lebih
dibandingkan sabun transparan yang terbuat dari RBDPO dan minyak sawit fraksi olein. Hal ini
dikarenakan bilangan penyabunan yang dimiliki NPKO lebih besar dibandingkan RBDPO dan minyak
sawit fraksi olein sehingga dalam pembuatan stok sabun transparan jumlah NaOH yang digunakan
bertambah sesuai bilangan penyabunan. Semakin banyak NaOH yang digunakan maka kadar fraksi
tak tersabunkan semakin tinggi, hal ini mungkin dikarenakan ada sebagian NaOH yang tidak ikut
tersabunkan pada proses pembuatan stok sabun. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis
minyak RBDPO dan Olein tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan NPKO.
Minyak dan lemak dengan kandungan bahan tak tersabunkan yang tinggi sangat tidak
disarankan untuk digunakan dalam pembuatan sabun karena besarnya jumlah bahan tak tersabunkan
yang akan tertinggal setelah proses penyabunan.
4.3.4 Kadar Bagian Tak Larut Alkohol
Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai polaritas yang sama. Etil alkohol (etanol)
berfungsi sebagai pelarut pada proses pembuatan sabun transparan karena sifatnya yang mudah larut
dalam air dan lemak (Puspito, 2007). Menurut ASTM (2001), bahan tak larut alkohol pada sabun
meliputi garam alkali seperti karbonat, silikat, fosfat dan sulfat, serta pati (starch).
Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar bagian tak larut alkohol berada pada kisaran
0.92 % - 1.57 %. Kadar fraksi bagian tak larut alkohol tersebut telah memenuhi standar sabun mandi
SNI 1994, yaitu maksimal 2.5 %. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa semua
perlakuan (jenis minyak, konsentrasi gliserin, serta interaksi jenis minyak dan konsentrasi gliserin)
tidak berpengaruh nyata terhadap kadar bagian tak larut alkohol pada sabun transparan yang
dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun transparan
disajikan pada Lampiran 11.
Kadar bagian tak larut alkohol diketahui untuk melihat seberapa besar bagian dari sabun yang
tidak larut dalam alkohol. Semakin banyak bagian yang tidak larut dalam alkohol maka semakin
sedikit stok sabun dalam sabun transparan. Selain itu, bagian yang tidak larut dalam alkohol
menimbulkan gumpalan-gumpalan yang mengganggu penampilan sabun transparan. Minyak dan
lemak hanya sedikit mengandung bagian tak larut alkohol sehingga tidak mempengaruhi hasil analisa.

4.3.5 Kadar Alkali Bebas Dihitung sebagai NaOH


Menurut Shrivastava (1982), sebagian besar alkali dalam sabun ada dalam bentuk terikat
dengan asam lemak, sementara sebagian yang lain ada dalam bentuk bebas. Alkali bebas dalam sabun
dapat berupa Na atau Ka.
Berdasarkan hasil analisa diperoleh bahwa kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) dalam
sabun transparan berkisar antara 0.27 % - 0.43 %. Kadar kadar alkali bebas produk sabun transparan
belum memenuhi standar sabun mandi SNI 1994, yaitu maksimal 0.1 %. Namun, dari hasil analisis
nilai pH masih memenuhi standar sabun mandi sehingga masih aman digunakan. Sabun transparan
yang dihasilkan memiliki kadar alkali bebas yang lebih tinggi dibandingkan standar sabun mandi
biasa SNI 1994 dikarenakan penambahan NaOH pada saat pembuatan stok sabun mempunyai
persentase lebih banyak, yaitu sesuai bilangan penyabunan. Dimungkinkan pada saat pembuatan stok
sabun tidak semua NaOH berikatan dengan asam lemak membentuk sabun.
Alkali bebas adalah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa.pada proses
pembuatan sabun, penambahan alkali harus dilakukan pada jumlah yang tepat. Kelebihan alkali
dalam sabun mandi tidak diperbolehkan karena alkali mempunyai sifat yang keras dan menyebabkan
iritasi pada kulit. Menurut Poucher (1974), NaOH memiliki sifat higrokopis dan dapat menurunkan
kelembaban kulit dengan cepat. Wade dan Weller (1994), menyatakan bahwa NaOH termasuk
golongan alkali kuat yang bersifat korosif dan dapat dengan mudah menghancurkan jaringan organik
halus. Sabun dengan kadar alkali yang lebih besar biasanya digolongkan ke dalam sabun cuci.
Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa semua perlakuan (jenis minyak,
konsentrasi gliserin, serta interaksi jenis minyak dan konsentrasi gliserin) tidak berpengaruh nyata
terhadap kadar alkali bebas pada sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap
kadar alkali bebas dalam sabun transparan disajikan pada Lampiran 12.

4.3.6 Nilai pH
Derajat keasaman atau pH merupakan parameter untuk mengetahui sabun yang dihasilkan
bersifat asam atau basa. Sabun merupakan garam alkali yang bersifat basa. Kulit normal memiliki pH
sekitar 5. Mencuci dengan sabun akan membuat nilai pH kulit meningkat untuk sementara. Sabun
yang memiliki nilai pH yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat meningkatkan daya absorbansi
kulit sehingga kulit dapat mengalami iritasi. Hasil analisa nilai pH sabun transparan yang dihasilkan
dapat dilihat pada Gambar 6.
Hasil analisa nilai pH sabun transparan yang dihasilkan berkisar 9.96 – 10.58. Nilai pH sabun
tersebut masih termasuk dalam kisaran sabun menurut Jellinek (1970), yaitu antara 9.5 – 10.8. Nilai
pH sabun salah satunya dipengaruhi jumlah alkali yang ada dalam sabun. Semakin banyak alkali yang
digunakan dalam pembuatan sabun maka nilai pH sabun semakin meningkat karena alkali bersifat
basa kuat.

Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 6. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Nilai pH

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh
nyata terhadap nilai pH sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap nilai pH
sabun transparan disajikan pada Lampiran 13. Sabun yang terbuat dari NPKO memiliki nilai pH
yang lebih tinggi dikarenakan NPKO mempunyai bilangan penyabunan yang lebih besar sehingga
alkali yang ditambahkan pada proses pembuatan sabun lebih banyak. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan Olein tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda
nyata dengan NPKO.

4.3.7 Kekerasan
Kekerasan didefinisikan sebagai karakteristik yang dimiliki oleh benda padat dan
menggambarkan ketahanannya terhadap perubahan bentuk secara permanen. Benda yang lebih keras
memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap kerusakan atau perubahan bentuk yang disebabkan
karena gangguan fisik yang berasal dari lingkungannya.
Kekerasan pada produk sabun dipengaruhi oleh adanya asam lemak jenuh yang terdapat dalam
sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap dan memiliki
titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh. Kekerasan sabun juga
dipengaruhi kadar air yang terdapat dalam sabun. Semakin tinggi kadar air sabun maka sabun
semakin lunak. Hasil analisa nilai penetrasi per satuan waktu sabun transparan yang dihasilkan dapat
dilihat pada Gambar 7.
Pengukuran tingkat kekerasan sabun transparan dilakukan menggunakan alat penetrometer.
Nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran menunjukkan seberapa dalam jarum penetrometer dapat
menembus sabun dalam rentang waktu tertentu. Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi lebih
besar.
Berdasarkan hasil analisa terhadap kekerasan sabun transparan diketahui bahwa nilai penetrasi
jarum ke dalam sabun transparan berkisar antara 0.29 – 0.63 mm/detik. Hasil analisa keragaman (α =
0.05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin dan jenis minyak berpengaruh nyata
terhadap kekerasan sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap kekerasan
sabun transparan disajikan pada Lampiran 14. Kekerasan sabun transparan dipengaruhi oleh kadar air
dalam sabun. Semakin tinggi konsentrasi gliserin maka persentase air dalam formula pembuatan stok
sabun berkurang sehingga kekerasan sabun semakin berkurang.
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 7. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Kekerasan

Mutu dan konsentrasi sabun juga ditentukan oleh jenis asam lemak yang digunakan. Sabun
yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul lebih kecil, misalnya asam laurat, akan lebih
lunak daripada sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul yang lebih besar, misalnya
asam oleat atau palmitat. Menurut Atmoko (2005), kekerasan sabun juga dipengaruhi oleh adanya
asam lemak jenuh dalam sabun. Asam lemak jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi
dibandingkan asam lemak tidak jenuh. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun
menjadikan sabun semakin keras. Hal ini dapat dilihat dari nilai penetrasi sabun yang dibuat dari
minyak sawit fraksi olein lebih lunak dibandingkan sabun yang dibuat dari NPKO dan RBDPO.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak RBDPO dan NPKO tidak berbeda
nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan olein. Hasil uji Duncan untuk perbedaan konsentrasi
gliserin menunjukkan bahwa konsentrasi gliserin 4 %, 7 %, dan 10 % berbeda nyata satu sama
lainnya.

4.3.8 Stabilitas Emulsi


Stabilitas emulsi merupakan daya tahan sistem emulsi yang terdapat dalam suatu produk
emulsi untuk mempertahankan kestabilannya pada berbagai kondisi. Kestabilan emulsi dapat diamati
dari fenomena yang terjadi selama emulsi dibiarkan atau disimpan pada jangka waktu dan kondisi
tertentu.
Kestabilan emulsi merupakan salah satu parameter mutu produk emulsi. Emulsi yang baik
tidak membentuk lapisan-lapisan, tidak terjadi perubahan warna, dan memiliki konsistensi tetap.
Sebagai produk emulsi, penentuan stabilitas emulsi pada sabun bertujuan untuk mengetahui daya
simpan sabun. Sabun yang mempunyai daya stabilitas emulsi tinggi akan memiliki umur simpan yang
lebih lama. Selain itu, stabilitas emulsi berpengaruh terhadap daya detergensi (sifat membersihkan)
sabun transparan. Sabun yang merupakan produk emulsi w/o (water in oil), apabila emulsinya rusak
maka fungsi dari sabun itu sendiri ikut menurun.
Stabilitas emulsi dari sabun transparan yang dihasilkan menunjukkan nilai yang cukup tinggi
yaitu berada dalam kisaran 93.77 % – 96.85 %. Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan
bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sabun transparan yang
dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap stabilitas emulsi sabun transparan disajikan pada
Lampiran 15. Jumlah asam lemak berperan dalam menjaga konsistensi sabun dan ikut mempengaruhi
daya stabilitas emulsinya.
Prinsip kestabilan emulsi adalah keseimbangan gaya tarik-menarik dan tolak-menolak antara
partikel dalam sistem emulsi. Sabun padat (hard soap) merupakan produk emulsi tipe w/o (water in
oil). Dalam hal ini, yang menjadi fase terdispersi adalah air dan minyak sebagai fase pendispersi.
Sistem emulsi yang stabil dipengaruhi oleh adanya penambahan emulsifier dan stabilizer. Dalam
penelitian ini emulsifier yang digunakan adalah dietanolamida (DEA).

4.3.9 Stabilitas Busa


Busa adalah suatu struktur yang relatif stabil yang terdiri dari kantong-kantong udara yang
terbungkus dalam lapisan tipis, dispersi gas dalam cairan yang distabilkan oleh suatu zat pembusa.
Larutan-larutan yang mengandung bahan-bahan aktif permukaan menghasilkan busa yang stabil bila
dicampur dengan air (Martin et al., 1993). Kecepatan pembentukan dan stabilitas busa merupakan
dua hal penting untuk produk pembersih tubuh. Busa yang banyak dan stabil lebih disukai daripada
busa yang sedikit atau tidak stabil. Hasil analisa stabilitas busa sabun transparan yang dihasilkan
dapat dilihat pada Gambar 8.
Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh
nyata terhadap stabilitas busa sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap
stabilitas busa sabun transparan disajikan pada Lampiran 16. Nilai kestabilan busa dari hasil analisa
berada dalam kisaran 13.89 % - 35.87 %. Nilai stabilitas busa dari sabun transparan yang dihasilkan
dari yang terbesar ke kecil berturut-turut adalah sabun transparan yang berasal dari minyak sawit
fraksi olein, RBDPO, dan NPKO. Menurut Cavitch (2001), karakteristik busa yang dihasilkan oleh
sabun dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang digunakan. Asam laurat menghasilkan busa yang
cepat, lembut, namun daya detergensi rendah atau busa yang tidak stabil. Sementara asam palmitat
dan asam stearat menghasilkan busa yang stabil. Asam oleat mengasilkan busa yang stabil dan
lembut, namun tidak selembut busa yang dihasilkan asam laurat.
Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi kecepatan pembentukan dan kestabilan busa adalah
konsentrasi ion logam dalam air. Keberadaan ion-ion logam, seperti Ca2+ dan Mg2+, dalam air dapat
menurunkan stabilitas busa (Piyali et al., 1999). Stabilitas busa dapat ditingkatkan dengan
penambahan surfaktan. Dietanolamida sebagai surfaktan yang ditambahkan pada pembuatan stok
sabun berfungsi menstabilkan busa dan membuat sabun menjadi lembut. Hal ini dapat dilihat dari
meningkatnya nilai kestabilan busa seiring dengan bertambahnya konsentrasi gliserin yang digunakan.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jenis minyak Olein dan RBDPO tidak berbeda nyata,
namun keduanya berbeda nyata dengan NPKO.

Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 8. Hubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Stabilitas Busa
4.3.10 Daya Bersih
Sabun merupakan produk pembersih yang digunakan baik untuk membersihkan tubuh maupun
peralatan lainnya. Pengukuran daya bersih pada sabun diperlukan untuk mengetahui sejauh mana
produk tersebut dapat membersihkan kotoran pada saat digunakan. Hasil analisa daya bersih sabun
transparan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.

Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 9.bHubungan Antara Jenis Minyak dan Konsentrasi Gliserin terhadap Daya Bersih

Hasil analisa keragaman (α = 0.05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh
nyata terhadap daya bersih sabun transparan yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman terhadap daya
bersih sabun transparan disajikan pada Lampiran 17. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
jenis minyak RBDPO, NPKO, dan Olein tidak saling berbeda nyata.
Sabun transparan yang terbuat dari NPKO memiliki kemampuan membersihkan lebih tinggi
dibandingkan sabun transparan yang terbuat dari RBDPO dan olein. Semakin pendek rantai molekul
asam lemak maka semakin mudah bereaksi mengikat kotoran. Asam laurat dengan atom C 12 pada
NPKO yang mempunyai sifat membersihkan lebih tinggi dibandingkan olein dan RBDPO. Menurut
Cavitch (2001), asam laurat menghasilkan sabun dengan sifat keras, mempunyai daya detergenasi
(daya membersihkan) tinggi, dan menghasilkan busa yang lembut.

4.4 UJI ORGANOLEPTIK


Uji organoleptik yang dilakukan merupakan uji kesukaan atau uji hedonik. Uji hedonik atau
kesukaan merupakan salah satu uji penerimaan yang menyangkut penilaian seseorang terhadap
kesukaan atau ketidaksukaan suatu produk. Uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui tingkat
penerimaan konsumen terhadap sabun transparan yang dihasilkan dari semua perlakuan dengan
menggunakan minyak (A1 = olein, A2 = RBDPO, A3 = NPKO) dan gliserin (B1 = 4%, B2 = 7%, B3
= 10%). Uji organoleptik yang dilakukan meliputi transparansi, tekstur, banyak busa, dan kesan kesat
setelah pemakaian. Panelis yang digunakan dalam uji ini merupakan panelis agak terlatih berjumlah
30 orang.
4.4.1 Transparansi
Pemilihan bahan baku khususnya asam lemak akan memberikan pengaruh yang signifikan
pada warna produk akhir sabun transparan. Sifat transparansi sabun transparan dipengaruhi oleh
adanya penambahan transparent agent, seperti gliserin, etanol, dan sukrosa.
Penilaian kesukaan terhadap transparansi merupakan penilaian secara visual. Panelis
memberikan respon terhadap transparansi sabun transparan yang dihasilkan dengan nilai rata-rata
tertinggi pada sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi gliserin 10 %
(A1B3), yaitu sebesar 4.03 (antara agak suka hingga suka). Nilai rata-rata penilaian panelis terendah
terhadap transparansi sabun transparan yaitu 1.63 (antara tidak suka hingga agak tidak suka) pada
sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 4 % (A3B1). Data penilaian panelis
terhadap transparansi sabun transparan disajikan pada Lampiran 18.
Berdasarkan uji Friedman terhadap transparansi menunjukkan bahwa faktor perbedaan jenis
minyak dan konsentrasi gliserin berpengaruh nyata pada kesukaan panelis terhadap transparansi sabun
transparan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena gliserin berfungsi sebagai transparent agent,
sehingga transparansi sabun meningkat seiring bertambahnya penggunaan gliserin.
Berdasarkan persentase penilaian kesukaan panelis terhadap transparansi menunjukkan bahwa
jumlah panelis terbesar yang memberikan respon penilaian terhadap transparansi pada skala penilaian
3 (biasa) yaitu 53.33 % pada sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 7 % (A3B2)
seperti terlihat pada Gambar 10.

Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 10. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Transparansi

4.4.2 Tekstur
Kelembutan/kekerasan sabun dipengaruhi oleh penggunaan bahan baku, seperti asam lemak
dan gliseirn. Pemilihan rantai C dari komposisi asam lemak bahan baku yang digunakan
mempengaruhi tekstur sabun. Rantai C yang baik untuk fungsi kekerasan, yaitu rantai C16 – C18.
Penilaian kesukaan terhadap tekstur sabun dilakukan dengan cara merasakan tekstur atau
tampilan sabun. Panelis memberikan respon terhadap transparansi sabun transparan yang dihasilkan
dengan nilai rata-rata tertinggi pada sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan
konsentrasi gliserin 10 % (A1B3), yaitu sebesar 3.87 (antara biasa hingga agak suka). Nilai rata-rata
penilaian panelis terendah terhadap transparansi sabun transparan yaitu 2.30 (antara agak tidak suka
hingga biasa) pada sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 4 % (A3B1). Data
penilaian panelis terhadap transparansi sabun transparan disajikan pada Lampiran 19.
Berdasarkan uji Friedman terhadap tekstur sabun transparan menunjukkan bahwa faktor
perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin berpengaruh nyata pada kesukaan panelis terhadap
tekstur sabun transparan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena penggunaan jenis asam lemak
memberikan hasil yang berbeda terhadap kekerasan sabun. Semakin banyak jumlah asam lemak
jenuh dalam sabun menjadikan sabun semakin keras. Penilaian panelis terhadap tekstur sabun
transparan dapat dilihat pada Gambar 14.
Berdasarkan persentase penilaian kesukaan panelis terhadap tekstur menunjukkan bahwa
jumlah panelis terbesar yang memberikan respon penilaian terhadap transparansi pada skala penilaian
3 (biasa) yaitu 53.33 % pada sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi
gliserin 4 % (A1B1) seperti terlihat pada Gambar 11.

Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 11. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Tekstur

4.4.3 Banyak Busa


Pada umumnya konsumen beranggapan bahwa sabun yang baik adalah sabun yang
menghasilkan busa yang banyak, padahal banyaknya busa tidak selalu sebanding dengan kemampuan
daya bersih sabun. Karakteristik busa sendiri dihasilkan oleh bahan aktif sabun, seperti surfaktan,
penstabil busa, serta komposisi asam lemak yang digunakan.
Penilaian banyaknya busa sabun dilakukan dengan cara membasuh tangan dengan sabun
transparan dan panelis menilai banyaknya busa yang dihasilkan berdasarkan skala kesukaan. Panelis
memberikan respon terhadap transparansi sabun transparan yang dihasilkan dengan nilai rata-rata
tertinggi pada sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 4 % dan 10 % (A3B1 dan
A3B3), yaitu sebesar 3.93 (antara biasa hingga agak suka). Nilai rata-rata penilaian panelis terendah
terhadap transparansi sabun transparan yaitu 2.63 (antara agak tidak suka hingga biasa) pada sabun
yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi gliserin 4 % (A1B1). Data penilaian
panelis terhadap transparansi sabun transparan disajikan pada Lampiran 20.
Berdasarkan uji Friedman terhadap banyak busa menunjukkan bahwa faktor perbedaan jenis
minyak dan konsentrasi gliserin berpengaruh nyata pada kesukaan panelis terhadap banyak busa sabun
transparan yang dihasilkan. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan asam lemak sebagai bahan baku.
Asam laurat dalam NPKO menghasilkan sabun dengan busa yang lebih banyak.
Berdasarkan persentase penilaian kesukaan panelis terhadap banyak busa menunjukkan bahwa
jumlah panelis terbesar yang memberikan respon penilaian terhadap transparansi pada skala penilaian
4 (agak suka) yaitu 50 % pada sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 7 % (A3B2)
seperti terlihat pada Gambar 12.
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 12. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Banyak Busa

4.4.4 Kesan Kesat


Sabun merupakan produk perawatan diri yang berfungsi untuk membersihkan kotoran
sehingga kesan kesat atau bersih setelah pemakaian sabun menjadi salah satu faktor yang cukup
penting dalam penilaian kesukaan. Namun kesan kesat setelah pemakaian sabun tidak selalu
menunjukkan tingkat kebersihan.
Penilaian kesan kesat dilakukan dengan cara membasuh tangan dengan sabun transparan dan
panelis menilai kesan kesat setelah mencuci tangan berdasarkan skala kesukaan. Panelis memberikan
respon terhadap transparansi sabun transparan yang dihasilkan dengan nilai rata-rata tertinggi pada
sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi gliserin 10 % (A1B3), yaitu
sebesar 3.40 (antara biasa hingga agak suka). Nilai rata-rata penilaian panelis terendah terhadap
transparansi sabun transparan yaitu 2.93 (antara agak tidak suka hingga biasa) pada sabun yang
terbuat dari minyak sawit fraksi olein dengan konsentrasi gliserin 4 % (A1B1). Data penilaian panelis
terhadap transparansi sabun transparan disajikan pada Lampiran 21.
Berdasarkan uji Friedman terhadapkesan kesat menunjukkan bahwa faktor perbedaan jenis
minyak dan konsentrasi gliserin tidak berpengaruh nyata pada kesukaan panelis terhadap kesan kesat
setelah penggunaan sabun transpran yang dihasilkan. Hal ini disebabkan penggunaan NaOH sebagai
basa kuat pembentuk sabun pada komposisi perlakuan adalah hampir sama. Kesan kesat dipengaruhi
oleh banyaknya penambahan NaOH sebagai bahan pembentuk stok sabun.
Berdasarkan persentase penilaian kesukaan panelis terhadap kesan kesat menunjukkan bahwa
jumlah panelis terbesar yang memberikan respon penilaian terhadap transparansi pada skala penilaian
4 (agak suka) yaitu 50 % pada sabun yang terbuat dari NPKO dengan konsentrasi gliserin 10 %
(A3B3) seperti terlihat pada Gambar 13.
Keterangan :
A1 : Minyak sawit fraksi olein B1 : Gliserin 4 %
A2 : RBDPO B2 : Gliserin 7 %
A3 : NPKO B3 : Gliserin 10 %
Gambar 13. Grafik Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Kesan Kesat

4.5 Pembobotan Hasil Pengamatan


Pembobotan yang dihasilkan berdasarkan penilaian tingkat kepentingan semua parameter hasil
analisa karakteristik fisiko kimia (bersifat objektif) dan uji hedonik (bersifat subjektif). Penilaian
berdasarkan tingkat kepentingan menggunakan nilai numerik seperti (1) mewakili nilai sangat tidak
penting, 2 = mewakili nilai tidak penting, (3) mewakili nilai biasa, (4) mewakili nilai penting, dan (5)
mewakili nilai sangat penting. Penilaian dan dasar pertimbangan nilai penilaian tersaji pada Tabel 15.
Teknik pembobotan dilakukan dengan menentukan nilai score (N) pada semua parameter
objektif dan subjektif. Nilai score merupakan nilai rangking hasil perhitungan uji Friedman dengan
skala 1 – 9. Nilai score ini dikalikan dengan masing-masing bobot. Total hasil perkalian antara nilai
bobot dengan nilai rangking (score) ini kemudian dirangking. Jumlah yang paling besar merupakan
sabun transparan dengan rangking terbaik. Hasil pembobotan nilai kepentingan parameter fisiko
kimia dan uji hedonik sabun transparan disajikan pada Lampiran 22. Dari hasil perhitungan bobot
diperoleh formulasi sabun transparan terbaik yaitu sabun yang terbuat dari minyak sawit fraksi olein
dengan konsentrasi gliserin 10 %.
Tabel 15. Penilaian Kepentingan Setiap Parameter Fisiko - Kimia dan Uji Hedonik
Parameter Nilai
Dasar Pertimbangan Kepentingan
Analisia Kepentingan
Kadar air dan zat
Kadar air merupakan salah satu parameter mutu sabun 5
menguap
Jumlah asam Jumlah asam lemak yang terkandung berpenga-ruh pada
5
lemak jumlah stok sabun yang dihasilkan
Fraksi tak Fraksi tak tersabunkan berpengaruh terhadap pembuatan
5
tersabunkan stok sabun
Bagian tak larut Bagian tak larut alkohol berpengaruh terhadap pembuatan
5
alkohol stok sabun
Alkali bebas
Kelebihan alkali dapat menyebabkan iritasi pada kulit 5
(NaoH)
pH Nilai pH merupakan parameter yang penting karena
4
berhubungan dengan pH kulit
Kekerasan Kekerasan berpengaruh terhadap ketahanan pemakaian
4
sabun
Stabilitas emulsi Stabilitas emulsi berpengaruh terhadap ketahanan simpan
4
sabun
Stabilitas busa Stabilitas busa berpengaruh terhadap kestabilan busa pada
4
saat penggunaan.
Daya bersih Daya bersih berfungsi untuk mengetahui kemampuan sabun
5
dalam mengangkat kotoran
Transparansi Transparansi merupakan kesan pertama dari penampilan
5
sabun transparan
Tekstur Kesukaan terhadap tekstur merupakan parameter yang cukup
4
penting
Banyak busa Banyak busa tidak berhubungan dengan daya bersih sabun 3
Kesan kesat Kesan kesat tidak berhubungan dengan daya bersih sabun 3

4.6 Analis Finansial


Suatu proses produksi membutuhkan biaya baik untuk operasional maupun investasi.
Perhitungan analisis finansial dilakukan untuk menghitung biaya produksi. Dengan diketahui biaya
operasional dapat ditentukan harga jual sabun transparan. Uraian biaya dalam proses produksi sabun
transparan dalam skala produksi 1 kg dapat dilihat pada Tabel 16. Dari 100 % bahan baku
menghasilkan produk sabun transparan sekitar 85 %. Diasumsikan biaya untuk 1 kg bahan baku
sabun disajikan pada Tabel 17. Dari 1 kg bahan baku menghasilkan sekitar 850 g sabun transparan
atau sekitar 10 sabun transparan batangan dengan berat 85 gram. Biaya produksi per batangan sabun
transparan adalah Rp 13693 / 10 = Rp 1396,-
Tabel 16. Uraian Biaya Bahan Baku
Bahan Baku Biaya
Minyak sawit (olein) Rp 12000/liter
RBDPO Rp 8500/liter
NPKO Rp 11000,-/liter
Asam stearat Rp 22500,-/kg
Gliserin Rp 18000,-/liter
Alkohol Rp 19000,-/liter
DEA Rp 40000,-/liter
NaOH Rp 9000,-/kg
Sukrosa (gula) Rp 10500,-/kg
NaCl Rp 4000,-/kg
Pewangi Rp 6000,-/20 ml

Tabel 17. Uraian Biaya Produksi 1 Kg Sabun Transparan


Bahan Kebutuhan Biaya (Rp)
Minyak sawit (olein) 20 % x 1 kg = 0.2 kg ~ 0.2 liter 2400
Asam stearat 7 % x 1 kg = 0.07 kg 1575
Gliserin 10 % x 1 kg = 0.1 kg ~ 0.1 liter 1800
Alkohol 15 % x 1 kg = 0.15 kg ~ 0.15 liter 2850
DEA 3 % x 1 kg = 0.03 kg ~ 0.03 liter 1200
NaOH 200 g x 279.72 = 55944 mg = 0.0559 kg 503
Sukrosa 17 % x 1 kg = 0.17 kg 1785
NaCl 0.2 % x 1 kg = 0.02 kg 80
Pewangi 0.05 % x 1 kg = 0.005 kg ~ 0.005 liter = 5 ml 1500
Total 13693
V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN
Minyak sawit fraksi olein menghasilkan sabun yang lebih lunak, stabilitas busa tinggi, dan
fraksi tak tersabunkan rendah, bagian tak larut alkohol, namun memiliki kadar asam lemak, serta daya
bersih yang rendah. RBDPO menghasilkan sabun yang memiliki kadar alkali bebas yang rendah,
namun memiliki bagian tak larut alkohol tinggi dan kadar asam lemak rendah. Sementara itu, NPKO
menghasilkan sabun yang memiliki kadar asam lemak dan daya bersih yang tinggi, namun sabun yang
dihasilkan keras, stabilitas busa rendah, dan fraksi tak tersabunkan tinggi. Semakin tinggi
penggunaan gliserin maka kadar air dan zat menguap, kadar alkali bebas, dan kekerasan semakin
rendah, selain itu bagian tak larut alkohol dan stabilitas busa semakin tinggi.
Berdasarkan penilaian dengan menggunakan teknik pembobotan, jenis minyak sawit fraksi
olein dan konsentrasi gliserin 10 % merupakan formula terbaik untuk pembuatan sabun transparan.
Sifat dari sabun transparan tersebut adalah kadar air dan zat menguap 11.89 %, kadar asam lemak
35.36 %, kadar frkasi tak tersabunkan 8.27 %, kadar bagian tak larut alkohol 1.16 %, kadar alkali
bebas dihitung sebagai NaOH 0.30 %, nilai pH 9.79, kekerasan 3.7 mm/10 detik, stabilitas emulsi
96.85 %, stabilitas busa 35.87 %, dan daya detergensi 382.25 ftu turbidity. Hasil uji kesukaan pada
formulasi sabun transparan terbaik menunjukkan bahwa mayoritas panelis menyukai transparansi
dengan persentase sebesar 36.67 %, agak menyukai tekstur sebesar 43.33 %, agak menyukai banyak
busa sebesar 36.67 %, dan memberikan penilaian biasa terhadap kesan kesat sebesar 40 %.

5.2 SARAN
Perlu diadakan pengkajian kemungkinan penggunaan lebih satu jenis minyak dalan satu
formula sabun. Karakter yang tidak dimiliki oleh minyak yang satu diharapkan dapat disubtitusi oleh
minyak lain, sementara itu kemungkinan munculnya sifat-sifat yang tidak diinginkan dapat ditekan
serendah mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Annual Book of ASTM Standards. 2001. Volume 15.04. United States : West Conshocken, PA.

Atmoko, Y. D. 2005. Kajian Penambahan Ekstrak Mentimun (Cucumis sativus L.) terhadap
Karakteristik Sabun Mandi Opaque [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian
Bogor.

Cavitch, S. M. 2001. Choosing Yours Oil, Oil Properties of Fatty Acid.


http://users.siloverlink.net/~timer/soapdesign.html. [15 Mei 2010]

[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2008. Profil Investasi Biofuel dari Kelapa Sawit.
http://agribisnis.deptan.go.id. [4 Jun 2010]

Hill, J. C. 2005. High Unsaponifiables and Methods of Using the Same. WO/2005/004831.
http://wipo.int. [27 Feb 2010]

Jellinek, S. 1970. Formulation and Function of Cosmetics. New York : Wiley-Interscience.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI Press.

Krik, R. E., D. F. Othmer, J. D. Scott dan A. Standen. 1954. Encyclopedia of Chemical Technology.
12 : 573-592. New York : Interscience Publishers.

Krischenbauer. 1960. Fat and Oil. An Outline of Their Chemistry and Technology. New York :
Reinhold Publishing Co.

Kusumah, G. A. 2004. Aplikasi DEA (Dietanolamida) dari Minyak Inti Sawit pada Pembuatan Sabun
Transparan [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Luthana, Y. K. 2008. Minyak Sawit. http://yongkikastanyaluthana.wordpress.com. [15 Mei 2010]

Martin, A, J. Swarbick, dan Cammantara. 1993. Buku Farmasi Fisik Edisi Ketiga. Jilid 2.
Terjemahan. Jakarta : UI Press.

Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Tokyo : Shiseido Co., Ltd.

Piyali, G., R. G. Bhirud dan V. V. Kumar. 1999. Detergency and Foam Studies on Linear
Alkylbenzene Sulfonate and Secondary Alkyl Sulfonate. Journal of Surfactant and Detergent.
2 (4) : 489-493.

Poucher, W. A. 1974. Perfumes, Cosmetics, and Soap. London : Chapman and Hall.

Puspito, H. 2007. Fakta tentang Sabun Natural. http://javanaturalsoap.wordpress.com. [21 Mei 2010]

Satyawibawa, I. dan Y. E. Widyastuti. 1992. Kelapa Sawit, Budidaya dan Bisnis. Jakarta : CV
Penebar Swadaya.

Shrivastava, S. B. 1982. Soap, Detergent, and Parfum Industry. New Delhi : Small Industry Research
Institute.

SNI 01-0023. 1987. Standar for Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBD Palm Kernel
Oil). Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.

SNI 06-3532. 1994. Sabun Mandi. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional


Spitz. L. 1996. Bar Soap Finishing. Di dalam Spitz, L (ed). 1996. Soap and Detergents, A Theorotical
and Practical Review. AOCS Press, Illinois.

Swern, D. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Volume 1. Fourth Edition. New York :
John Wiley & Sons.

Wade, A. dan P. J. Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Exipients. Second Edition. The
American Pharmceutical Association. Washington, USA : The Pharmceutical Press.

Williams D. F, Schmitt W. H. 2002. Kimia dan Teknologi Industri Kosmetika dan Produk-Produk
Perawatan Diri. Terjemahan. FATETA – IPB, Bogor.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia.

Wood, T. E. 1996. Quality Control and Evaluation of Soap and Related Materials. Di dalam Spitz, L.
(ed). 1996. Soaps and Detergents, A Theorotical and Practical Review. AOCS Press, Illinois.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan
Lampiran 2. Formula sabun transparan pada penelitian pendahuluan

Bahan I (%) II (%) III (%) IV (%) V (%)

Asam sterarat 7 7 7 7 7
Minyak kelapa 20 20 20 20 20
NaOH Sesuai bilangan penyabunan *)
Gliserin 4 7 10 13 16
Etanol 15 15 15 15 15
Sukrosa 17 17 17 17 17
DEA 3 3 3 3 3
NaCl 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
Air Hingga 100 %
Keterangan : *) Minyak kelapa = 361.6 mg NaOH/1 gram minyak
Lampiran 3. Formula sabun transparan pada penelitian utama

I II III IV V VI VII VIII IX


Bahan
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Asam sterarat 7 7 7 7 7 7 7 7 7
Minyak sawit (olein) 20 20 20 - - - - - -
RBDPO - - - 20 20 20 - - -
NPKO - - - - - - 20 20 20
NaOH Sesuai bilangan penyabunan *)
Gliserin 7 10 13 7 10 13 7 10 13
Etanol 15 15 15 15 15 15 15 15 15
Sukrosa 17 17 17 17 17 17 17 17 17
DEA 3 3 3 3 3 3 3 3 3
NaCl 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
Air Hingga 100 %
Ket : *) Minyak sawit (olein) = 361.6 mg NaOH/1 gram minyak
RBDPO = 283.9 mg NaOH/1 gram minyak
NPKO = 336.3 mg NaOH/1 gram minyak
Lampiran 4. Analisa karakterisasi minyak

1. Kadar asam lemak bebas dan bilangan asam (SNI 01-3555-1998)


Prinsip :
Kadar asam lemak bebas merupakan persentase jumlah asam lemak bebas yang terdapat
didalam minyak, dihitung berdasarkan berat molekul asam lemak dominan yang terdapat didalam
minyak atau lemak dengan menyabunkan asam lemak bebas tersebut dengan alkali yang
ditambahkan Bilangan asam adalah banyaknya kalium hidroksida dalam miligram untuk menetralkan
1 gram lemak yang terkandung dalam senyawaan.
Reaksi :
O O
 
R – C – OH + NaOH  R – C – ONa + H2O
Prosedur :
Sampel ditimbang sebanyak 2-5 gram kedalam erlenmeyer 250 ml. Ditambahkan 50 ml
etanol 95% netral. Larutan ini kemudian ditambahkan 3-5 tetes indikator PP dan dititrasi dengan
larutan standar NaOH 0.1 N hingga warna merah muda tetap (tidak berubah selama 15 detik).

ml NaOH x N NaOH x 282


Kadar Asam Lemak Bebas = x 100%
10 x gr sampel

ml NaOH x N NaOH x 56,1


Bilangan Asam =
gr sampel
Keterangan :
56,1 = bobot molekul NaOH
282 = bobot molekul asam lemak dominan (asam oleat 282)

2. Bilangan penyabunan (SNI 01-3555-1998)


Prinsip :
Asam lemak terikat (dalam trigliserida) dan asam lemak bebas (FFA) bereaksi dengan basa
(NaOH/KOH) membentuk garam, gliserol, dan air.
Prosedur :
Sampel minyak ditimbang sebanyak 2 gram dengan ketelitian 0,0001 gram dan dimasukkan
kedalam erlenmeyer 250 ml. Ditambahkan 25 ml larutan KOH 0.5 N dalam etanol 95% yang dibuat
dari 40 gram KOH dalam 1 liter alkohol dengan menggunakan pipet. Erlenmeyer dihubungkan
dengan pendingin tegak dan dididihkan diatas penangas air atau pemanas listrik selama satu jam.
Larutan ini kemudian ditambahkan 3-5 tetes indikator PP dan dititrasi dengan larutan standar HCl 0.5
N sehingga warna indikator berubah menjadi tidak berwarna. Dengan cara yang sama dilakukan pula
penetapan blanko.

(V0 – V1) x N HCl x 56,1


Bilangan Penyabunan = gr sampel
Keterangan :
V0 = volume HCl 0.5 N yang diperlukan pada titrasi blanko (dalam ml)
V1 = volume HCl 0.5 N yang diperlukan pada titrasi contoh (dalam ml)

3. Bilangan iod
Prinsip :
Banyaknya jumlah Iodium (mg) yang diserap oleh 100 g sampel. Bilangan iod ini
menunjukan banyaknya asam-asam lemak tak jenuh baik dalam bentuk bebas maupun dalam bentuk
ester-nya disebabkan sifat asam lemak tak jenuh yang sangat mudah menyerap iodium.
Prosedur :
Sampel minyak sebanyak 0,25 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer
bertutup. Kemudian sampel dilarutkan dengan 15 ml karbon tetra klorida. Sebanyak 25 ml larutan
wijs ditambahkan dan disimpan selama 30 menit dalam tempat atau kamar gelap. Selanjutnya larutan
KI 30% 10 ml dan 100 ml air ditambahkan serta segera labu ditutup. Setelah itu dilakukan titrasi
dengan larutan baku natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan sebagai indikator digunakan larutan kanji.
Dengan cara yang sama dibuat blanko.

Keterangan :
V1 = ml larutan baku Na2S2O3 untuk titrasi contoh
V = ml larutan baku Na2S2O3 untuk titrasi blanko
W = bobot contoh minyak (gram)
N = normalitas larutan baku Na2S2O3

4. Bilangan peroksida
Prinsip :
Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari
KI melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang didalam medium asam asetat khloroform.
Prosedur :
Sampel minyak sebanyak 5 gram ditimbang dan dimasukkan ke labu erlenmeyer kemudian
sebanyak 30 ml campuran pelarut yang terdiri dari 60 % asam asetat dan 40 % kloroform
ditambahkan ke dalamnya. Setelah minyak larut, ditambahkan 0.5 ml larutan kalium iodida jenuh
sambil dikocok. Setelah dua menit sejak penambahan kalium iodida ditambahkan 30 ml air.
Kelebihan iod dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3) 0.1 N. Dengan cara yang sama
dibuat blanko.

Keterangan :
V1 = ml larutan baku Na2S2O3 untuk titrasi contoh
V2 = ml larutan baku Na2S2O3 untuk titrasi blanko
W = bobot contoh minyak (gram)
N = normalitas larutan baku Na2S2O3
Lampiran 5. Analisa karakterisasi sifat fisiko kimia sabun transparan

1. Kadar air dan zat menguap sabun (SNI 06-3532-1994)


Prinsip :
Penguapan air dan zat menguap menggunakan energi panas.
Prosedur :
Sampel sebanyak 5 gram ditempatkan di dalam wadah tahan panas, kemudian dipanaskan
dalam oven bersuhu 105 °C selama 2 jam. Gelembung yang timbul dihancurkan dengan batang
pengaduk. Sampel ditimbang setelah didinginkan di dalam desikator, atau dipanaskan lagi bila perlu
sampai bobotnya tetap.

2. Kadar asam lemak (SNI 06-3532-1994)


Prinsip :
Pengukuran asam lemak yang terikat dalam bentuk garam pada sabun diukur dengan cara
memutus ikatan asam lemak dan Na dengan menggunakan asam kuat.
Prosedur :
Kurang lebih 2 gram sampel dimasukkan ke dalam gelas piala, ditambah 25 ml air panas
dan dipanaskan di atas penangas air sampai sampel larut seluruhnya, kemudian dimasukkan ke
dalam labu Cassia berskala minimal 0,1 ml. Sisa sampel dalam gelas piala dibilas dengan air
destilata dan air bilasannya dituang ke dalam labu Cassia, kemudian ditambah beberapa tetes
indikator oranye dan 10 – 15 ml HCl 10 % (atau 7 – 10 ml H2SO4 25 %). Asam lemak bebas akan
mengapung dan larutan berubah warna menjadi merah muda.
Labu Cassia berisi larutan sampel dipanaskan dalam penangas air dengan kondisi leher
labu terendam air sampai setengahnya. Setelah asam lemaknya terpisah dan mengapung, ke dalam
labu ditambahkan air panas sampai asam lemaknya berada di antara skala pembangian pada leher
labu. Larutan dipanaskan terus selama ± 30 menit dan dibaca pada suhu 100 °C (pada saat air dalam
penangas mendidih).

Keterangan :
0,84 = BD asam lemak pada 100 °C

3. Kadar Fraksi Tak Tersabunkan (SNI 06-3532-1994)


Prinsip :
Pengukuran senyawa-senyawa yang sering terdapat larut dalam minyak tapi tidak dapat
membentuk sabun dengan soda alkali, seperti gum.
Prosedur :
Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml,
ditambah 10 ml KOH 0,5 N dalam alkohol dan kemudian dipanaskan di atas penangas air dengan
menggunakan pendingin tegak selama kurang lebih 1 jam. Setelah itu sampel didinginkan dan
ditambah indikator phenoptalein serta dititrasi dengan HCl 0,5 N. Pengerjaan blanko menggunakan
70 ml alkohol netral untuk menggantikan sampel. Prosedur yang dilakukan sama seperti pengerjaan
sampel.

Keterangan :
a = Volume HCl untuk sampel (ml)
b = Volume HCl untuk sampel (ml)
N = Normalitas HCl (N)
56,1 = Bobot molekul larutan KOH
258 = Rata-rata bilangan penyabunan

4. Kadar bagian tak larut dalam alkohol (SNI 06-3532-1994)


Prinsip :
Pengukuran bagian yang tidak larut dalam alkohol berdasarkan sifat kepolarannya.
Bahan-bahan yang tidak larut alkohol dapat berasal dari minyak atau bahan baku lainnya.
Prosedur :
Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 ml, kemudian ditambah
10 ml etil alkohol 95 % dan diuapkan di atas penangas air sampai kering. Perlakuan tersebut
dilakukan sebanyak 3 kali. Sampel kemudian dilarutkan dalam 100 ml alkohol netral, kemudian
disaring dengan menggunakan penghisap vakum melalui krus Gooch (atau krus kaca masir) yang
telah dilapisi kertas saring. Kertas saring yang digunakan telah diketahui bobotnya. Selama
pengerjaan, krus harus ditutup dengan kaca arloji. Residu yang tertahan oleh kertas saring dibilas
dengan alkohol netral. Kertas saring kemudian dikeringkan pada suhu 105 °C sampai bobotnya
konstan dan setelah itu ditimbang.

5. Kadar Alkali Bebas (dihitung sebagai NaOH) (SNI 06-3532-1994)


Prinsip :
Pengukuran NaOH yang tidak bereaksi dengan asam lemak membentuk sabun. NaOH
yang tersisa direaksikan dengan BaCl lalu direaksikan dengan H2SO4.
Reaksi :
NaOH + BaCl BaOH + NaCl
2 BaOH + H2SO4 Ba2SO4 + 2 H2O
Prosedur :
Sampel sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, ditambah ± 150 ml
etanol dan sedikit batu didih, kemudian dipanaskan. Setelah sampel larut, ke dalam erlenmeyer
ditambahkan 10 ml Barium klorida panas (BaCl 20 %) dan indikator phenoptalein. Labu diputar
agar pencampuran terjadi secara sempurna. Sampel kemudian dititrasi dengan H2SO4 1 N sampai
warna merah jambu hilang.

6. pH (SNI 06-4075-1996)
Prinsip :
Pengukuran derajat keasaman sabun dengan pH meter.
Prosedur :
Timbang sampel sebanyak ± 1 gram, kemudian masukkan ke dalam tabung film. Pipetkan
± 9 ml aquades ke dalamnya dan kocok secukupnya. Pengukuran pH menggunakan pH meter,
sebelum dilakukan pengukuran terlebih dahulu pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan
9. Selanjutnya elekktroda dibersihkan menggunakan air bebas CO2 dengan pH antara 6,5 sampai 7.
Elektroda yang telah dibersihkan kemudian dicelupkan ke dalam contoh pada suhu 25 °C. Nilai pH
dibaca pada pH meter setelah angka stabil dan dicatat. Apabila dari dua kali pengukuran terbaca
mempunyai selisih lebih dari 0,2 maka harus dilakukan pengukuran termasuk kalibrasi.

7. Kekerasan (Wood, 1996)


Prinsip :
Kekerasan sabun diukur dengan kedalaman jarum penetrometer menembus sabun
transparan pada selang waktu tertentu.
Prosedur :
Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan penetrometer. Sampel diletakkan
di bawah jarum penetrometer dengan kondisi ujung jarum tepat menyentuh permukaan sampel.
Tombol kendali ditekan dan jarum dibiarkan menembus bahan selama 10 detik. Pengukuran
dilakukan pada tiga titik yang berbeda. Hasil akhirnya adalah rata-rata dari ke tiga pembacaan
tersebut.

8. Stabilitas emulsi (Piyali et al., 1999)


Prinsip :
Stabilitas emulsi diukur dengan mengukur ketahanan emulsi dalam berbagai kondisi.
Prosedur :
Sebanyak 2 gram sampel ditempatkan dalam wadah dan dimasukkan ke dalam oven
bersuhu 45 °C selama 1 jam, kemudian dimasukkan ke dalam pendingin bersuhu di bawah 0 °C
selama 1 jam, dan akhirnya dimasukkan kembali ke dalam oven bersuhu 45 °C selama 1 jam.
Sampel dibiarkan hingga dingin di dalam desikator dan kemudian ditimbang bobotnya.

9. Stabilitas busa (Piyali et al., 1999)


Prinsip :
Stabilitas busa diukur dengan mengukur persentase busa yang bertahan pada selang
waktu tertentu.
Prosedur :
Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan ke dalam 9 ml air, dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian dikocok dengan menggunakan vorteks selama 30 detik. Busa yang terbentuk
diukur tingginya. Sampel didiamkan selama 1 jam kemudian tinggi busa diukur kembali. Jika
sampel yang diukur jumlahnya lebih dari satu, harus menggunakan tabung reaksi yang dimensinya
sama.

10. Daya bersih


Prinsip :
Daya bersih diukur dengan perbandingan tingkat kekeruhan air sabun sebelum dan
sesudah pencucian (ftu turbidity)
Prosedur :
Mentega sebanyak 1 g dioleskan secara merata pada kain bersih dengan ukuran 10 x 10
cm. Tempatkan sabun ke dalam air sebanyak 200 ml dalam gelas piala dan diukur kekeruhannya
sebagai A ftu turbidity. Kain yang telah diolesi mentega dimasukkan ke dalam air sabun dan
didiamkan selama 10 menit. Air yang didiamkan tersebut diukur kekeruhannya sebagai B ftu
turbidity.
Lampiran 6. Lembar uji organoleptik

Nama panelis :
Tanggal :

Sampel : SABUN TRANSPARAN


Instruksi : Berikan penilaian/tingkat kesukaan Anda terhadap transparansi,
tekstur, aroma, banyak busa, dan kesan kulit Anda setelah pemakaian
sabun.

Tuliskan penilaian Anda dalam tabel sebagai berikut :


5 = Suka 2 = Agak tidak suka
4 = Agak suka 1 = Tidak suka
3 = Biasa

Kode
Parameter
279 796 513 408 610 256 972 821 304
Transparansi
Tekstur
Aroma
Banyak Busa
Kesan Kesat

Berdasarkan penilaian anda secara umum, urutkan sabun transparan yang paling disukai menurut kode :

Rangking Kode
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Atas partisipasi Anda, saya ucapkan terima kasih.


Lampiran 7. Hasil analisa karakterisasi minyak

Karakteristik Minyak
Minyak FFA Bilangan Bilangan Bilangan
Bilangan Asam
(%) Peroksida Iod Penyabunan
Olein 0,091 0,129 3,629 58,481 198,950
RBDPO 0,085 0,133 3,608 52,341 197,858
NPKO 0,086 0,172 3,672 7,472 239,210
Minyak
0,066 0,132 5,487 6,394 257,158
kelapa
Lampiran 8. Rekapitulasi analisis produk sabun transparan

Kadar air Kadar Bagian tak


Fraksi tak Alkali Stabilitas Daya
dan zat asam larut pH Kekerasan Stabilitas
Produk tersabunkan bebas busa bersih (ftu
menguap lemak alkohol (mmd/det) emulsi (%)
(%) (%) (%) turbidity)
(%) (%) (%)
A1B1 23.43 31.34 4.56 1.23 0.43 10.37 0.63 93.77 26.67 396.75
A1B2 22.26 35.38 9.39 0.92 0.42 10.06 0.52 93.99 31.79 360.00
A1B3 11.89 35.36 8.27 1.16 0.30 9.79 0.37 96.85 35.87 382.25
A2B1 22.57 19.93 8.50 1.27 0.35 10.01 0.57 93.81 22.10 574.75
A2B2 22.25 30.37 7.45 1.40 0.27 9.96 0.45 94.55 28.17 667.75
A2B3 14.23 33.49 8.30 1.57 0.31 10.07 0.34 95.86 30.83 650.25
A3B1 24.19 40.85 10.31 1.00 0.40 10.58 0.53 94.33 13.89 687.75
A3B2 20.41 41.82 10.68 1.23 0.36 10.45 0.42 94.61 14.03 769.75
A3B3 13.40 35.43 9.77 1.32 0.34 10.35 0.29 94.04 17.57 762.75
P1 10.31 32.84 1.08 1.06 0.44 10.33 2.95 98.37 51.50 -
P2 24.80 33.80 5.00 2.90 0.10 9.51 3.12 97.90 0.60 118
P3 11.92 32.73 1.74 0.03 0.01 9.40 10.26 95.60 92.40 -
Keterangan :
A : Jenis minyak (A1 = Minyak sawit fraksi olein; A2 = RBDPO; dan A3 = NPKO)
B : Konsentrasi gliserin (B1 = 4 %; B2 = 7 %; dan B3 = 10 %)
P1 : Sabun transparan berdasarkan penelitian Giri Angga Kusuma (2004)
P2 : Sabun transparan berdasarkan penelitian Debbi Purnamawati (2006)
P2 : Sabun transparan berdasarkan penelitian Evimia Indriani Umiarti (2004)
Lampiran 9. Analisa kadar air dan zat menguap

1. Rekapitulasi data hasil analisa kadar air dan zat menguap (%)

Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 22.82 24.04 23.43
Olein, Gliserin 7% 22.57 21.96 22.26
Olein, Gliserin 10% 12.09 11.68 11.89
RBDPO, Gliserin 4% 24.16 20.98 22.57
RBDPO, Gliserin 7% 22.40 22.11 22.25
RBDPO, Gliserin 10% 14.40 14.06 14.23
NPKO, Gliserin 4% 24.07 24.30 24.19
NPKO, Gliserin 7% 20.74 20.08 20.41
NPKO, Gliserin 10% 13.48 13.32 13.40

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)


Tabel Anova
Sumber
JK db KT F hit Fα
Keragaman
Gliserin 358.75 2 179.38 251.41 4.26
Minyak 0.77 2 0.38 0.54 4.26
Interaksi 12.08 4 3.02 4.23 3.63
Galat 6.42 9 0.71

Total 378.02 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin serta interaksi antara
perbedaan konsentrasi gleserin dan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap kadar air dan zat menguap sabun
transparan yang dihasilkan.

3. Hasil uji Duncan


Uji lanjut pebedaan konsentrasi gliserin
Kelompok Duncan*) Rata-rata N Keterangan
A 23.3950 6 Gliserin 4 %
B 21.6433 6 Gliserin 7 %
C 13.1717 6 Gliserin 10 %
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata.
Uji lanjut interaksi antara perbedaan jenis minyak dan konsentrasi gliserin
Kelompok Duncan*) Rata-rata N Keterangan

A 24.1850 2 NPKO, Gliserin4%


A 23.4300 2 Olein, Gliserin4%
A 22.5700 2 RBDPO, Gliserin4%
A B 22.2650 2 Olein, Gliserin 7%
A B 22.2550 2 RBDPO, Gliserin 7%
B 20.4100 2 NPKO, Gliserin7%
C 14.2300 2 RBDPO, Gliserin10%
C D 13.4000 2 NPKO, Gliserin10%
D 11.8850 2 Olein, Gliserin10%
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata.
Lampiran 10. Analisa kadar asam lemak

1. Rekapitulasi data hasil analisa kadar asam lemak (%)

Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 33.43 29.25 31.34
Olein, Gliserin 7% 33.34 37.43 35.38
Olein, Gliserin 10% 39.52 31.21 35.36
RBDPO, Gliserin 4% 25.20 14.67 19.93
RBDPO, Gliserin 7% 27.23 33.52 30.37
RBDPO, Gliserin 10% 33.52 33.45 33.49
NPKO, Gliserin 4% 43.99 37.71 40.85
NPKO, Gliserin 7% 50.04 33.60 41.82
NPKO, Gliserin 10% 39.90 30.95 35.43

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)


Tabel Anova
Sumber
JK db KT F hit Fα
Keragaman
Gliserin 88.27 2 44.13 1.24 4.26
Minyak 392.72 2 196.36 5.50 4.26
Interaksi 182.33 4 45.58 1.28 3.63
Galat 321.60 9 35.73

Total 984.91 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap
kadar asam lemak sabun transparan yang dihasilkan.

3. Hasil uji Duncan


Uji lanjut pebedaan jenis minyak
Kelompok Duncan*) Rata-rata N Keterangan
A 39.365 6 NPKO
A B 34.030 6 Olein
B 27.932 6 RBDPO
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata.
Lampiran 11. Analisa kadar fraksi tak tersabunkan

1. Rekapitulasi data hasil analisa kadar fraksi tak tersabunkan (%)


Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 7.32 1.79 4.56
Olein, Gliserin 7% 10.79 7.99 9.39
Olein, Gliserin 10% 9.29 7.26 8.27
RBDPO, Gliserin 4% 9.55 7.46 8.50
RBDPO, Gliserin 7% 7.43 7.47 7.45
RBDPO, Gliserin 10% 7.96 8.63 8.30
NPKO, Gliserin 4% 10.23 10.40 10.31
NPKO, Gliserin 7% 10.65 10.71 10.68
NPKO, Gliserin 10% 10.02 9.51 9.77

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)


Tabel Anova
Sumber
JK db KT F hit Fα
Keragaman
Gliserin 0.11 2 0.05 0.10 4.26
Minyak 21.13 2 10.57 19.46 4.26
Interaksi 3.94 4 0.99 1.82 3.63
Galat 4.89 9 0.54

Total 30.07 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap
kadar fraksi tak tersabunkan pada sabun transparan yang dihasilkan.

3. Hasil uji Duncan


Uji lanjut pebedaan jenis minyak
Kelompok Duncan*) Rata-rata N Keterangan
A 10.2533 6 NPKO
B 8.0833 6 RBDPO
B 7.8417 6 Olein
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata.
Lampiran 12. Analisa kadar bagian tak larut alkohol

1. Rekapitulasi data hasil analisa kadar bagian tak larut alkohol (%)
Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 1.03 1.43 1.23
Olein, Gliserin 7% 1.00 0.85 0.92
Olein, Gliserin 10% 1.31 1.01 1.16
RBDPO, Gliserin 4% 0.66 1.88 1.27
RBDPO, Gliserin 7% 1.30 1.51 1.40
RBDPO, Gliserin 10% 1.75 1.39 1.57
NPKO, Gliserin 4% 1.06 0.94 1.00
NPKO, Gliserin 7% 1.06 1.41 1.23
NPKO, Gliserin 10% 1.26 1.38 1.32

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)


Tabel Anova
Sumber
JK db KT F hit Fα
Keragaman
Gliserin 0.12 2 0.06 0.53 4.26
Minyak 0.31 2 0.16 1.33 4.26
Interaksi 0.18 4 0.05 0.39 3.63
Galat 1.05 9 0.12

Total 1.66 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
bagian tak larut alkohol pada sabun transparan yang dihasilkan.
Lampiran 13. Analisa kadar alkali bebas dihitung sebagai NaOH

1. Rekapitulasi data hasil analisa kadar alkali bebas sebagai NaOH (%)
Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 0.28 0.59 0.43
Olein, Gliserin 7% 0.50 0.34 0.42
Olein, Gliserin 10% 0.31 0.29 0.30
RBDPO, Gliserin 4% 0.35 0.35 0.35
RBDPO, Gliserin 7% 0.27 0.27 0.27
RBDPO, Gliserin 10% 0.29 0.32 0.31
NPKO, Gliserin 4% 0.40 0.40 0.40
NPKO, Gliserin 7% 0.32 0.39 0.36
NPKO, Gliserin 10% 0.32 0.36 0.34

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)


Tabel Anova
Sumber
JK db KT F hit Fα
Keragaman
Gliserin 0.02 2 0.01 1.36 4.26
Minyak 0.02 2 0.01 1.22 4.26
Interaksi 0.01 4 0.00 0.45 3.63
Galat 0.06 9 0.01

Total 0.11 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) pada sabun transparan yang dihasilkan.
Lampiran 14. Analisa nilai pH

1. Rekapitulasi data hasil analisa nilai pH


Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 10.67 10.07 10.37
Olein, Gliserin 7% 9.86 10.26 10.06
Olein, Gliserin 10% 9.74 9.85 9.79
RBDPO, Gliserin 4% 10.23 9.79 10.01
RBDPO, Gliserin 7% 9.89 10.02 9.96
RBDPO, Gliserin 10% 10.05 10.10 10.07
NPKO, Gliserin 4% 10.65 10.51 10.58
NPKO, Gliserin 7% 10.44 10.47 10.45
NPKO, Gliserin 10% 10.36 10.33 10.35

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)


Tabel Anova
Sumber
JK db KT F hit Fα
Keragaman
Gliserin 0.24 2 0.12 3.43 4.26
Minyak 0.65 2 0.32 9.07 4.26
Interaksi 0.17 4 0.04 1.17 3.63
Galat 0.32 9 0.04

Total 1.38 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap
nilai pH sabun transparan yang dihasilkan.

3. Hasil uji Duncan


Uji lanjut pebedaan jenis minyak
Kelompok Duncan*) Rata-rata N Keterangan
A 10.4600 6 NPKO
B 10.0750 6 Olein
B 10.0133 6 RBDPO
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata.
Lampiran 15. Analisa kekerasan

1. Rekapitulasi data hasil analisa kekerasan (mm/detik)


Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 0.59 0.66 0.63
Olein, Gliserin 7% 0.53 0.50 0.52
Olein, Gliserin 10% 0.39 0.35 0.37
RBDPO, Gliserin 4% 0.56 0.57 0.57
RBDPO, Gliserin 7% 0.43 0.47 0.45
RBDPO, Gliserin 10% 0.29 0.38 0.34
NPKO, Gliserin 4% 0.49 0.56 0.53
NPKO, Gliserin 7% 0.41 0.42 0.42
NPKO, Gliserin 10% 0.30 0.28 0.29

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)


Tabel Anova
Sumber
JK db KT F hit Fα
Keragaman
Gliserin 0.17 2 0.08 62.63 4.26
Minyak 0.03 2 0.01 9.74 4.26
Interaksi 0.00 4 0.00 0.15 3.63
Galat 0.01 9 0.00

Total 0.21 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi gliserin dan jenis minyak
berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun transparan yang dihasilkan.

3. Hasil uji Duncan


Uji lanjut pebedaan jenis minyak
Kelompok Duncan*) Rata-rata N Keterangan
A 0.50333 6 Olein
B 0.45000 6 RBDPO
B 0.41000 6 NPKO
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata.

Uji lanjut pebedaan Konsentrasi Gliserin


Kelompok Duncan*) Rata-rata N Keterangan
A 0.57167 6 Gliserin 4 %
B 0.46000 6 Gliserin 7 %
C 0.33167 6 Gliserin 10 %
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata.
Lampiran 16. Analisa stabilitas emulsi

1. Rekapitulasi data hasil analisa stabilitas emulsi (%)


Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 94.32 93.22 93.77
Olein, Gliserin 7% 92.24 95.74 93.99
Olein, Gliserin 10% 96.57 97.13 96.85
RBDPO, Gliserin 4% 93.13 94.50 93.81
RBDPO, Gliserin 7% 94.30 94.81 94.55
RBDPO, Gliserin 10% 95.52 96.20 95.86
NPKO, Gliserin 4% 94.28 94.37 94.33
NPKO, Gliserin 7% 94.11 95.11 94.61
NPKO, Gliserin 10% 95.53 92.54 94.04

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)


Tabel Anova
Sumber
JK db KT F hit Fα
Keragaman
Gliserin 8.40 2 4.20 2.87 4.26
Minyak 0.98 2 0.49 0.34 4.26
Interaksi 8.03 4 2.01 1.37 3.63
Galat 13.16 9 1.46

Total 30.57 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap
stabilitas emulsi sabun transparan yang dihasilkan.
Lampiran 17. Analisa stabilitas busa

1. Rekapitulasi data hasil analisa stabilitas busa (%)


Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 18.82 34.52 26.67
Olein, Gliserin 7% 38.33 25.24 31.79
Olein, Gliserin 10% 45.20 26.54 35.87
RBDPO, Gliserin 4% 17.52 26.67 22.10
RBDPO, Gliserin 7% 36.04 20.30 28.17
RBDPO, Gliserin 10% 35.00 26.67 30.83
NPKO, Gliserin 4% 94.28 94.37 94.33
NPKO, Gliserin 7% 94.11 95.11 94.61
NPKO, Gliserin 10% 95.53 92.54 94.04

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)


Tabel Anova
Sumber
JK db KT F hit Fα
Keragaman
Gliserin 155.87 2 77.94 1.17 4.26
Minyak 850.29 2 425.15 6.38 4.26
Interaksi 26.69 4 6.67 0.10 3.63
Galat 599.99 9 66.67

Total 1632.85 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap
stabilitas busa sabun transparan yang dihasilkan.

3. Hasil uji Duncan


Uji lanjut pebedaan jenis minyak
Kelompok Duncan*) Rata-rata N Keterangan
A 31.442 6 Olein
A 27.033 6 RBDPO
B 15.167 6 NPKO
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata.
Lampiran 18. Analisa daya bersih

1. Rekapitulasi data hasil analisa daya bersih


Ulangan
Produk Rata-rata
1 2
Olein, Gliserin 4% 426.50 367.00 396.75
Olein, Gliserin 7% 366.00 354.00 360.00
Olein, Gliserin 10% 373.50 391.00 382.25
RBDPO, Gliserin 4% 536.00 613.50 574.75
RBDPO, Gliserin 7% 696.00 639.50 667.75
RBDPO, Gliserin 10% 658.50 642.00 650.25
NPKO, Gliserin 4% 681.50 694.00 687.75
NPKO, Gliserin 7% 698.50 841.00 769.75
NPKO, Gliserin 10% 796.50 729.00 762.75

2. Hasil analisa keragaman (α = 0,05)


Tabel Anova
Sumber
JK db KT F hit Fα
Keragaman
Gliserin 8358.69 2 4179.35 1.95 4.26
Minyak 409888.19 2 204944.10 95.87 4.26
Interaksi 11047.56 4 2761.89 1.29 3.63
Galat 19240.00 9 2137.78

Total 448534.44 17
Kesimpulan :
Hasil analisa keragaman (α = 0,05) menunjukkan bahwa perbedaan jenis minyak berpengaruh nyata terhadap
daya bersih sabun transparan yang dihasilkan.

3. Hasil uji Duncan


Uji lanjut pebedaan jenis minyak
Kelompok Duncan*) Rata-rata N Keterangan
A 740.08 6 NPKO
B 630.92 6 RBDPO
C 379.67 6 Olein
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata.
Lampiran 19. Analisa Transparansi Sabun Transparan

1. Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap


Transparansi Sabun Transparan
Skala Penilaian
Perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5
A1B1 1 5 12 7 5 30
% 3.33 16.67 40.00 23.33 16.67 100
A1B2 1.00 4 10 9 6 30
% 3.33 13.33 33.33 30.00 20.00 100
A1B3 0 1 8 10 11 30
% 0.00 3.33 26.67 33.33 36.67 100
A2B1 11 12 5 2 0 30
% 36.67 40.00 16.67 6.67 0.00 100
A2B2 1 4 12 9 4 30
% 3.33 13.33 40.00 30.00 13.33 100
A2B3 0 1 8 12 9 30
% 0.00 3.33 26.67 40.00 30.00 100
A3B1 15 12 2 1 0 30
% 50.00 40.00 6.67 3.33 0.00 100
A3B2 1 5 16 5 3 30
% 3.33 16.67 53.33 16.67 10.00 100
A3B3 2 3 12 7 6 30
% 6.67 10.00 40.00 23.33 20.00 100

2. Hasil Perhitungan Uji Friedman Respon Panelis terhadap Transparansi


Sabun Transparan

Deskripsi Statistik
Perlakuan
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
A1B1 30 3.33 1.0613 1 5
A1B2 30 3.50 1.0748 1 5
A1B3 30 4.03 0.8899 2 5
A2B1 30 1.93 0.9072 1 4
A2B2 30 3.37 0.9994 1 5
A2B3 30 3.97 0.8503 2 5
A3B1 30 1.63 0.7649 1 4
A3B2 30 3.13 0.9371 1 5
A3B3 30 3.40 1.1326 1 5
Uji Friedman
Perlakuan Rata-rata Sig
N df Chi - square
rangking (α = 0.05)
A1B1 5.27
A1B2 5.77
A1B3 6.95
A2B1 2.53
A2B2 5.47 30 8 117.057 0.000*
A2B3 6.93
A3B1 1.87
A3B2 4.68
A3B3 5.53
Keterangan : *Sig (Signifikasi/Probabilities) < 0.05 menunjukkan berbeda nyata
Lampiran 20. Analisa Tekstur Sabun Transparan

1. Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap


Transparansi Sabun Transparan

Skala Penilaian
Perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5
A1B1 1 5 16 7 1 30
% 3.33 16.67 53.33 23.33 3.33 100
A1B2 0.00 5 13 10 2 30
% 0.00 16.67 43.33 33.33 6.67 100
A1B3 0 1 9 13 7 30
% 0.00 3.33 30.00 43.33 23.33 100
A2B1 3 10 7 6 4 30
% 10.00 33.33 23.33 20.00 13.33 100
A2B2 0 2 10 12 6 30
% 0.00 6.67 33.33 40.00 20.00 100
A2B3 0 11 2 13 4 30
% 0.00 36.67 6.67 43.33 13.33 100
A3B1 8 9 9 4 0 30
% 26.67 30.00 30.00 13.33 0.00 100
A3B2 3 10 7 8 2 30
% 10.00 33.33 23.33 26.67 6.67 100
A3B3 1 0 10 13 6 30
% 3.33 0.00 33.33 43.33 20.00 100

2. Hasil Perhitungan Uji Friedman Respon Panelis terhadap Tekstur Sabun


Transparan

Deskripsi Statistik
Perlakuan
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
A1B1 30 3.07 0.8277 1 5
A1B2 30 3.30 0.8367 2 5
A1B3 30 3.87 0.8193 2 5
A2B1 30 2.93 1.2299 1 5
A2B2 30 3.73 0.8683 2 5
A2B3 30 3.63 0.8087 2 5
A3B1 30 2.30 1.0222 1 4
A3B2 30 2.87 1.1366 1 5
A3B3 30 3.77 0.8976 1 5
Uji Friedman
Perlakuan Rata-rata Sig
N df Chi - square
rangking (α = 0.05)
A1B1 4.33
A1B2 4.90
A1B3 6.47
A2B1 4.28
A2B2 5.95 30 8 60.109 0.000*
A2B3 5.90
A3B1 2.62
A3B2 4.30
A3B3 6.25
Keterangan : *Sig (Signifikasi/Probabilities) < 0.05 menunjukkan berbeda nyata
Lampiran 21. Analisa banyak busa sabun transparan

1. Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Banyak


Busa Sabun Transparan
Skala Penilaian
Perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5
A1B1 3 11 10 6 0 30
% 10.00 36.67 33.33 20.00 0.00 100
A1B2 1 3 9 13 4 30
% 3.33 10.00 30.00 43.33 13.33 100
A1B3 0 4 10 11 5 30
% 0.00 13.33 33.33 36.67 16.67 100
A2B1 1 7 11 10 1 30
% 3.33 23.33 36.67 33.33 3.33 100
A2B2 0 8 8 9 5 30
% 0.00 26.67 26.67 30.00 16.67 100
A2B3 3 5 8 8 6 30
% 10.00 16.67 26.67 26.67 20.00 100
A3B1 1 2 5 12 10 30
% 3.33 6.67 16.67 40.00 33.33 100
A3B2 0 1 8 15 6 30
% 0.00 3.33 26.67 50.00 20.00 100
A3B3 1 1 7 11 10 30
% 3.33 3.33 23.33 36.67 33.33 100

2. Hasil Perhitungan Uji Friedman Respon Panelis terhadap Banyak Busa


Sabun Transparan

Deskripsi Statistik
Perlakuan
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
A1B1 30 2.63 0.9279 1 4
A1B2 30 3.53 0.9732 1 5
A1B3 30 3.57 0.9353 2 5
A2B1 30 3.10 0.9229 1 5
A2B2 30 3.37 1.0662 2 5
A2B3 30 3.30 1.2636 1 5
A3B1 30 3.93 1.0483 1 5
A3B2 30 3.87 0.7761 2 5
A3B3 30 3.93 1.0148 1 5
Uji Friedman
Perlakuan Rata-rata Sig
N df Chi - square
rangking (α = 0.05)
A1B1 3.12
A1B2 4.93
A1B3 5.18
A2B1 3.97
A2B2 4.73 30 8 46.354 0.000*
A2B3 4.60
A3B1 6.23
A3B2 6.17
A3B3 6.07
Keterangan : *Sig (Signifikasi/Probabilities) < 0.05 menunjukkan berbeda nyata
Lampiran 22. Analisa kesan kesat sabun transparan

1. Persentase Jumlah Panelis Berdasarkan Skala Penilaian terhadap Kesan


Kesat Sabun Transparan
Skala Penilaian
Perlakuan Jumlah
1 2 3 4 5
A1B1 1 11 7 11 0 30
% 3.33 36.67 23.33 36.67 0.00 100
A1B2 0 5 10 14 1 30
% 0.00 16.67 33.33 46.67 3.33 100
A1B3 1 3 12 11 3 30
% 3.33 10.00 40.00 36.67 10.00 100
A2B1 2 4 13 7 4 30
% 6.67 13.33 43.33 23.33 13.33 100
A2B2 1 5 12 10 2 30
% 3.33 16.67 40.00 33.33 6.67 100
A2B3 2 4 12 10 2 30
% 6.67 13.33 40.00 33.33 6.67 100
A3B1 3 3 12 9 3 30
% 10.00 10.00 40.00 30.00 10.00 100
A3B2 1 3 13 13 0 30
% 3.33 10.00 43.33 43.33 0.00 100
A3B3 2 1 15 9 3 30
% 6.67 3.33 50.00 30.00 10.00 100

2. Hasil Perhitungan Uji Friedman Respon Panelis terhadap Kesan Kesat


Sabun Transparan

Deskripsi Statistik
Perlakuan
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
A1B1 30 2.93 0.9444 1 4
A1B2 30 3.37 0.8087 2 5
A1B3 30 3.40 0.9322 1 5
A2B1 30 3.23 1.0727 1 5
A2B2 30 3.23 0.9353 1 5
A2B3 30 3.20 0.9966 1 5
A3B1 30 3.20 1.0955 1 5
A3B2 30 3.27 0.7849 1 4
A3B3 30 3.33 0.9589 1 5
Uji Friedman
Perlakuan Rata-rata Sig
N df Chi - square
rangking (α = 0.05)
A1B1 4.18
A1B2 5.27
A1B3 5.62
A2B1 4.88
A2B2 4.85 30 8 7.336 0.501*
A2B3 4.85
A3B1 4.98
A3B2 5.10
A3B3 5.27
Keterangan : *Sig (Signifikasi/Probabilities) < 0.05 menunjukkan berbeda nyata
Lampiran 23. Hasil pembobotan berdasarkan nilai kepentingan

Nilai Perlakuan
Parameter Kepen- Bobot A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
tingan N B N B N B N B N B N B N B N B N B
Objektif
Kadar air & zat menguap 5 0.082 2 0.164 4 0.328 9 0.738 3 0.246 5 0.410 7 0.574 1 0.082 6 0.492 8 0.656
Jumlah asam lemak 5 0.082 3 0.238 6 0.476 5 0.397 1 0.079 2 0.159 4 0.317 8 0.635 9 0.714 7 0.556
Fraksi tak tersabunkan 5 0.082 9 0.738 7 0.574 6 0.492 4 0.328 8 0.656 5 0.410 2 0.164 1 0.082 3 0.246
Bagian tak larut alkohol 5 0.082 5.5 0.451 9 0.738 7 0.574 4 0.328 2 0.164 1 0.082 8 0.656 5.5 0.451 3 0.246
Alkali bebas (NaoH) 5 0.082 1 0.082 2 0.164 8 0.656 5 0.410 9 0.738 7 0.574 3 0.246 4 0.328 6 0.492
pH 4 0.066 3 0.197 6 0.393 9 0.590 8 0.525 7 0.459 5 0.328 1 0.066 2 0.131 4 0.262
Kekerasan 4 0.066 1 0.066 4 0.262 7 0.459 2 0.131 5 0.328 8 0.525 3 0.197 6 0.393 9 0.590
Stabilitas emulsi 4 0.066 1 0.066 3 0.197 9 0.590 2 0.131 6 0.393 8 0.525 5 0.328 7 0.459 4 0.262
Stabilitas busa 4 0.066 5 0.328 8 0.525 9 0.590 4 0.262 6 0.393 7 0.459 1 0.066 2 0.131 3 0.197
Daya bersih 5 0.082 2 0.164 4 0.328 9 0.738 3 0.246 5 0.410 7 0.574 1 0.082 6 0.492 8 0.656
Subjektif
Transparansi 5 0.082 4 0.328 7 0.574 9 0.738 2 0.164 5 0.410 8 0.656 1 0.082 3 0.246 6 0.492
Tekstur 4 0.066 4 0.262 5 0.328 9 0.590 2 0.131 7 0.459 6 0.393 1 0.066 3 0.197 8 0.525
Banyak busa 3 0.049 1 0.049 5 0.246 6 0.295 2 0.098 4 0.197 3 0.148 9 0.443 8 0.393 7 0.344
Kesan kesat 3 0.049 1 0.049 7.5 0.369 9 0.443 4 0.197 2.5 0.123 2.5 0.123 5 0.246 6 0.295 7.5 0.369
Jumlah 61 1 3.270 5.270 7.328 3.361 5.385 5.533 3.869 5.074 5.910
Keterangan :
A1 : Minyak goreng sawit (olein) A2 : RBDPO A3 : NPKO
B1 : Gliserin 4 % B2 : Gliserin 7 % B3 : Gliserin 10 %
N : Nilai score B : Hasil perkalian antara bobot dengan nilai score
Lampiran 24. Syarat mutu sabun mandi biasa (SNI 06-3532-1994)

No. Jenis Uji Satuan Syarat Mutu


1 Kadar air dan zat menguap pada 105 °C (b/b) % Maksimal 15
2 Jumlah asam lemak (b/b) % Minimal 70
3 Fraksi tak tersabunkan (b/b) % Maksimal 2,5
4 Bagian tak larut dalam alkohol (b/b) % Maksimal 2,5
5 Alkali bebas dihitung sebagai NaOH (b/b) % Maksimal 0,1
6 Minyak mineral - Negatif
Sumber : Badan Standarisasi Nasional

You might also like