You are on page 1of 17

Penguatan Konsep Wawasan Nusantara Sebagai Resolusi

Permasalahan Papua

Diajukan untuk memenuhi tugas utama sebagai pengganti Ujian Tengah Semester pada mata
kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Disusun oleh Kelompok 11 :

Adnan Hikam 1161004062


Adrian Budhi Hutomo 1161004028
Muhammad Hanif Setyaji 1161004054
Yulanda Bela Pramudita 1161001144

Fakultas Ilmu Sosial & Ekonomi Jurusan Ilmu Politik


Program Studi Hubungan Internasional
Jl. H.R. Rasuna Said Kav C–22, Kuningan, Jakarta Selatan.
Universitas Bakrie

2019
Abstract

Each country has guidelines for running the country. The guidelines could be in many various
forms such as national symbols, concepts, frameworks, and so on. One of them is in the form of
a National Insight, containing a concept of the nation's view of all aspects of its homeland which
includes social, cultural, political, economic, etc. which grew through the country's own history.
Indonesia also has this concept called Wawasan Nusantara. This concept has one important
function which is to strengthen relations between communities amid differences in ethnicity,
race, class and religion in the name of unity and love for Indonesia. But one of the important
functions of Wawasan Nusantara is not working as expected especially in this modern era. Over
time, Wawasan Nusantara as a whole has weakened its various aspects caused by many internal
and external factors of the country. Among other things we can see from the problems of the
Papua conflict that occurred and never found a solution until this day. This paper seeks to
describe the basic concept of Wawasan Nusantara and prove that this concept is weakened
because it is not maximized as well as possible and even ignored, causing problems in various
domestic aspects of Indonesian life as a country, namely by examining the issue of Papuan
conflict which has recently reheated. In addition, this paper tries to offer advice on improving
and strengthening the Indonesian Wawasan Nusantara as a solution to the impasse of the Papua
conflict.
keywords: national concept, Wawasan Nusantara, Papua conflict.

Abstrak

Setiap negara memiliki pedoman dalam menjalankan negara, bentuknya beragam bisa berupa
simbol, konsep, kerangka nasional, dan sebagainya. Salah satunya berbentuk Wawasan Nasional,
berisi suatu konsep pandangan bangsa atas seluruh aspek tanah airnya seperti sosial, budaya,
politik, ekonomi dsb yang tumbuh melalui sejarah perjalanan negara itu sendiri. Indonesia juga
memiliki konsep ini yang dinamakan Wawasan Nusantara. Konsep ini memiliki salah satu fungsi
penting yakni mempererat hubungan antar masyarakat ditengah perbedaan suku, ras, golongan,
dan agama atas nama persatuan dan kecintaan terhadap Indonesia. Namun salah satu fungsi
penting Wawasan Nusantara ini tidak bekerja seperti yang diharapkan terutama pada era modern
ini. Seiring berjalannya waktu, kini Wawasan Nusantara secara keseluruhan mengalami
pelemahan berbagai aspeknya yang disebabkan oleh banyak faktor internal maupun eksternal
negara. Antara lain dapat kita lihat dari permasalahan konflik Papua yang terjadi dan tak kunjung
menemukan solusi. Tulisan ini berupaya mendeskripsikan dasar konsep Wawasan Nusantara dan
bukti melemahnya konsep ini karena tidak dimaksimalkan sebaik mungkin bahkan diabaikan,
sehingga menimbulkan permasalahan diberbagai aspek domestik kehidupan Indonesia yakni
dengan mengkaji isu koflik Papua yang baru-baru ini kembali memanas. Selain itu paper ini
mencoba menawarkan saran dalam perbaikan dan penguatan Wawasan Nusantara Indonesia
sebagai solusi kebuntuan konflik Papua.
kata kunci : konsep nasional, wawasan nusantara, konflik Papua.
I. Pendahuluan

Wawasan Nusantara merupakan konsep bernegara melalui doktrin/ perspektif bangsa dalam
memandang keseluruhan aspek tanah airnya yakni Indonesia yang umumnya sebagai pedoman
untuk dalam implementasi kebijakan nasionalnya. Secara umum wawasan nusantara adalah cara
pandang ataupun ilmu bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan
politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan (keseluruhan). Wawasan nasional itu
selanjutnya menjadi pandangan atau visi bangsa dalam menentukan hingga mencapai tujuan
nasionalnya selain itu dapat diterapkan pada kebijakan negara atau diimplementasikan pada
kehidupan bangsa Indonesia sehari-hari.

Secara teori, konsep ini disebut Wawasan Nasional, dimana suatu negara merancang konsep
melalui sejarah perjalanan negeri itu sendiri sehingga timbulah pemahaman akan ciri khas
tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang serba terhubung dalam dinamika
(interaksi & interelasi) kehidupan serta pembangunannya di dalam bernegara pada poros
lingkungannya baik nasional, regional, maupun global. Hampir semua negara di dunia memiliki
konsep-konsep wawasan nasionalnya masing-masing yang saling berbeda. Ketika negara
mempunyai wawasan nasional, konsep ini dapat membantu suatu negara dalam dinamika politik,
sosial, budaya, ekonomi dan aspek-aspek bernegara lain. Dikarenakan konsep wawasan nasional
dapat memperkuat kualitas sumber daya manusia, yakni rakyat mengetahui betul siapa dirinya
dan cintanya akan tanah air. Terutama jika wawasan nasional diimplementasikan pada konstitusi
dasar & berbagai kebijakan-kebijakan negara dan diterapkan secara benar, sehingga wawasan
nasional dapat digunakan secara efektif. Bukan hanya sekedar panduan dan kata indah tertulis
semata mengenai latar belakang dan nilai-nilai negara, namun diterapkan serta dikerjakan sesuai
konsep wawasan nasional yang telah terbentuk maka kepentingan dan obyektif nasional dapat
tercapai dengan baik. Oleh sebab itu suatu negara dan bangsa akan terikat erat apabila ada
pemahaman yang mendalam tentang perbedaan dalam negara atau bangsa itu sebagai anugrah,
yang pada akhirnya akan memperkaya khasana budaya negara atau bangsa tersebut. Disamping
itu, perbedaan ini merupakan satu titik yang sangat rentan terhadap perpecahan jika tidak
diberikan pemahaman wawasan nasional dan wawasan nusantara yang tepat bagi bangsa dan
negara. Maka wawasan nasional diharapkan dapat membantu merekatkan keragaman dalam
suatu negara.

Kembali ke pembahasan dalam konteks wawasan nasional Indonesia yakni wawasan nusantara
dalam kajian secara etimologis, pengertian wawasan nusantara diambil dari dua kata, yakni
wawasan dan nusantara. Wawasan berasal dari kata wawas dari bahasa Jawa, yang berarti
pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi. Sedangkan nusantara berasal dari dua kata yakni
nusa yang berarti pulau atau kesatuan kepulauan, serta antara yang berarti letak antara dua benua
dan dua samudera. Maka definisi wawasan nusantara menurut bahasa adalah cara pandang dan
sikap yang menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan bangsa Indonesia. Pengertian
wawasan nusantara secara umum adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri
dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanaanya, wawasan
nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan
nasional. Menurut Prof. Dr. Wan Usman (2000) wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa
Indonesia perihal diri sendiri dan tanah airnya sebagai kepulauan dengan semua aspek kehidupan
yang amat beragam. Di tingkat nasional, menurut TAP MPR tahun 1993 dan 1998, apa yang
dimaksud wawasan nusantara adalah suatu cara pandang dan sikap bangsa Indonesia tentang diri
dan lingkungan dengan mengedepankan persatuan dan juga kesatuan bangsa, wilayah dalam
menjalankan kehidupan di masyarakat, berbangsa, bernegara demi mencapai suatu tujuan
nasional. Selain itu Wawasan Nusantara tercantum dan memiliki dasar hukum yang diterima
sebagai konsepsi politik kewarganegaraan yang tercantum dalam: Tap MPR. No. IV/MPR/1973
pada tanggal 22 maret 1973, Tap MPR. No IV/1978/22/Maret/1978/ tentang GBHN, Tap MPR.
No. II/MPR/1983/12/Maret/1983.

Penelitian ini berfokus pada dinamika permasalahan konflik Papua telah berlangsung sangat
lama tanpa adanya solusi akhir yang efektif bagi pihak-pihak terkait. Tulisan ini berusaha
mengupas secara lebih dalam isu konflik terutama keterkaitannya dengan konteks wawasan
nusantara, dimana konflik ini merupakan salah satu katalis/penyebab utama yang mengancam
konsep wawasan nusantara Indonesia yang tertuang dalam berbagai struktur negara ini seperti
Pancasila, panduan geopolitik Indonesia dsb. Setelah menemukan poin-poin utama yang
termasuk dalam variable untuk membuktikan adanya kelemahan dalam konsep Wawasan
Nusantara Indonesia yang akibatnya bermunculan berbagai masalah domestik negara ini. Dialog
tidak dapat secara langsung menyelesaikan konflik di Papua - yang akan mengambil langkah-
langkah konkret - tetapi dapat menjembatani keyakinan yang berbeda dan mengurangi
ketidakpercayaan antara Papua dan Jakarta. Penting untuk menghormati dan mengakui hak-hak
orang Papua di Papua. Orang Papua bisa menjadi subyek dan penguasa di tanah mereka sendiri
di dalam republik Indonesia. Pembicaraan harus mengatasi semua masalah secara komprehensif
dan simultan, tanpa dikurangi hanya untuk masalah pembangunan, seperti kesehatan dan
pendidikan dan teruttama menjadikan penguatan Wawasan Nusantara sebagai suatu solusi
penting. Presiden Jokowi dan pemerintahannya perlu menempatkan politik pada kedudukan yang
setara dalam pembicaraan ini, dalam konteks kedaulatan Indonesia. Itu membutuhkan kemauan
politiknya, atau konflik dan kekerasan akan berlanjut.

II. Kajian Teori

Untuk memahami masalah secara baik untuk mengkaji fokus penelitian maka dari itu penulis
membahas teori- teori dan penelitian, literatur, dan sumber-sumber dari internet dll yang relevan
dengan variable-variabel yang diteliti, guna mendapatkan wawasan yang lebih luas dan jelas
tentang suatu variable yang dapat membantu penulis menemukan batasan atau definisi yang jelas
mengenai variable yang diteliti yakni fokus terkait wawasan nusantara.

Wawasan Nusantara dari Perspektif Kekuasaan Nasional, dan Geopolitik.


Paper ini memiliki fokus utama tentang kajian Wawasan Nusantara yang secara detail dijelaskan
pada bahagian pendahuluan. Namun secara teori, paper ini merujuk pada perspektif, Kekuasaan
Nasional serta Geopolitik dalam memandang perancangan Wawasan Nasional dan tujuan
dibuatnya, aspek-aspek teori itu antara lain :

Perumusan wawasan nasional lahir berdasarkan pertimbangan dan pemikiran mengenai sejauh
mana konsep operasionalnya dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan. Karena itu,
dibutuhkan landasan teori yang dapat mendukung rumusan Wawasan Nasional.

Teori – teori yang dapat mendukung rumusan tersebut antara lain:

Paham Machiavelli (Abad XVII). Gerakan pembaharuan (renaissance) yang dipicu oleh
masuknya ajaran Islam di Eropa Barat sekitar abad VII telah membuka dan mengembangkan
cara pandang bangsa – bangsa Eropa Barat sehingga menghasilkan peradaban barat modern
seperti sekarang. Menurut Machiavelli, sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan dalil –
dalil berikut: pertama, segala cara dihalalkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan;
kedua, untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (devide et impera) adalah sah; dan
ketiga, dalam dunia politik (yang disamakan dengan kehidupan binatang buas) yang kuat pasti
dapat bertahan dan menang.

Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (Abad XVIII). Kaisar Napoleon merupakan tokoh
revolusioner di bidang cara pandang, selain penganut yang baik dari Machiavelli. Napoleon
berpendapat bahwa perang di masa depan akan merupakan perang total yang mengerahkan
segala daya upaya dan kekuatan nasional. Dia berpendapat bahwa kekuatan politik harus
didampingi oleh kekuatan logistik dan kekuatan nasional. Kekuatan ini juga perlu didukung oleh
kondisi sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan teknologi demi terbentuknya kekeuatan
hankam.

Paham-paham ini membuktikkan bahwa pentingnya sebuah konsep bangsa bagi suatu negara
dalam dinamika politiknya untuk meraih kekuatan nasional yang signifikan sehingga negara
memiliki kapasitas dalam bersaing dalam linkungan internasional dan dapat menjaga stabilitas
kondisi domestik negara dengan berpedoman pada konsep nasionalnya.

Paham/ konsep ini selanjutnya dapat dituangkan atau diimplementasikan pada kebijakan dan visi
misi negara, salah satunya diterapkan sebagai pedoman kekuasaan bangsa dan geopolitik suatu
negara. Bangsa Indonesia yang berfalsafah dan berideologi Pancasila menganut paham tentang
perang dan damai: “Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan.”
Wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran tentang kekuasaan dan adu
kekuatan, karena hal tersebut mengandung benih – benih persengketaan dan ekspansionisme.
Ajaran wawasan nasional bangsa Indonesia menyatakan bahwa: ideologi digunakan sebagai
landasan idiil dalam menentukan politik nasional, dihadapkan pada kondisi dan konstelasi
geografi Indonesia dengan segala aspek kehidupan nasionalnya. Tujuannya adalah agar bangsa
Indonesia dapat menjamin kepentingan bangsa dan negaranya di tengah – tengah perkembangan
dunia. Selanjutnya adalah sebagai pedoman Geopolitik Indonesia. Pemahaman tentang kekuatan
dan kekuasaan yang dikembangkan di Indonesia didasarkan pada pemahaman tentang paham
perang dan damai serta disesuaikan dengan kondisi dan konstelasi geografi Indonesia.
Sedangkan pemahaman tentang Negara Indonesia menganut paham Negara kepulauan, yaitu
paham yang dikembangkan dari asas archipelago/ kepulauan yang memang berbeda dengan
pemahaman archipelago di negara – negara Barat pada umumnya. Perbedaan yang esensial dari
pemahaman ini adalah bahwa menurut paham Barat, laut berperan sebagai “pemisah” pulau,
sedangkan menurut paham Indonesia laut adalah “penghubung” sehingga wilayah Negara
menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai “Tanah Air” dan disebut Negara Kepulauan.

Resolusi Konflik

Resolusi konflik adalah proses untuk mencapai kesepakatan antara pihak-pihak yang mengalami
konflik atau itu adalah proses untuk mencapai konsensus dan meningkatkan kerja sama antara
pihak-pihak yang bertikai, resolusi konflik adalah cara untuk mengatasi masalah konflik.
Resolusi konflik termasuk strategi yang membantu dalam menangani perselisihan antara pihak
yang bertikai. Konflik yang diberikan harus dilihat dari sudut pandang masalah yang mengarah
pada penciptaannya untuk menyelesaikannya dan memastikan bahwa konflik tidak muncul
dengan alasan yang sama lagi. Dengan demikian "resolusi konflik" mengacu pada strategi untuk
menyelesaikan atau menyelesaikan perselisihan yang jika tidak dapat menyebabkan kekerasan
atau merusak hubungan antara berbagai orang, sehingga selalu lebih baik untuk meredakan dan
menyelesaikan konflik sebelum merusak hubungan. Metode resolusi konflik pada awalnya
dikembangkan untuk keperluan manajemen bisnis secara bertahap ini digunakan dalam bidang
hubungan internasional, pengaturan hukum dll. Menurut prinsip-prinsip resolusi konflik, satu-
satunya solusi sebenarnya untuk konflik adalah salah satu yang mencoba untuk memuaskan yang
melekat kebutuhan semua pihak yang terlibat. Jadi suatu organisasi harus mengadopsi metode
penyelesaian konflik yang menghasilkan solusi untuk semua pihak, harus muncul dengan
resolusi yang memuaskan kebutuhan mereka semua, karena hanya metode penyelesaian konflik
yang menyinariinya dan meninggalkan lebih sedikit. ruang untuk munculnya konflik pada
masalah yang sama. Dengan demikian untuk menyelesaikan negosiasi konflik organisasi adalah
cara terbaik untuk menyelesaikannya, karena melalui negosiasi itulah tujuan kedua belah pihak
dipertimbangkan dan titik konsensus dicapai melalui negosiasi bersama oleh para pihak. Pada
penelitian ini penulis berupaya menjadikan Wawasan Nusantara sebagai media pemecahan
masalah konflik.

III. Pembahasan

III. i Dasar, Konsep, Wawasan Nusantara

Indonesia merupakan negara yang memiliki sejarah panjang dan berliku, dalam dinamika
perjalanannya negara ini mempunyai pengalaman pasang surut proses pembentukan identitas
nasionalnya. Salah satu yang terbentuk dan memiliki salah satu fungsi paling besar dalam
kehidupan bernegara Indonesia yakni suatu gagasan yang disebut sebagai Wawasan Nusantara.
Usaha untuk mengembangkan gagasan wawasan Nusantara di Indonesia ini merupakan proses
yang masih dalam proses perjalanan. Gagasan mengenai wawasan Nusantara diantaranya
meruupakan suatu pendukung dari integrasi dan persatuan dari bangsa kita yang butuh untuk kita
perjuangkan dan pertahankan dengan sepenuh hati baik dalam negara kita sendiri maupun di
kancah dunia. Meski begitu kita juga perlu menyadari bahwa persatuan dan juga integrasi yang
menjadi inti dari wawasan nusantara ini bukanlah hanya satu – satunya pokok pikiran dari
gagasan mengenai wawasan nusantara. Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang memiliki
wawasan nasional, seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya beberapa negara didunia
memiliki wawasan nasional yang berbeda-beda pula. Salah satunya Inggris dengan konsep
wawasan nasional yang disebut ‘Britain rules the waves’ yang berarti Inggris Menguasai Ombak
dengan makna Inggris bukan sekedar hanya menguasai tanah nya namun lautan dunia yang luas.
Hal ini tercerminkan pada watak negara Inggris yang sejak dulu memiliki banyak daerah koloni
karena konsep inilah Inggris dengan kekuatannya yakin dapat menguasai lautan dan daerah-
daerah dibelahan dunia lain untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Hal ini masih sangat
kental dengan kebijakan luar negeri serta perspektif bangsa Inggris atas konsep wawasan
nasionalnya yang masih dipegang hingga kini.

Dalam pembahasan konsep wawasan nasional Indonesia yakni wawasan nusantara, gagasan
mengenai wawasan nusantara dapat diartikn sebagai suatu indoktrinasi politik kepada rakyat
Indonesia yang dimaksudkan agar mereka dapat turut serta dalam mempertahankan dan juga
menjalankan rantai kehidupan dalam NKRI yang memiliki dasar kehidupan di dalam Pancasila
dan juga Undang Undang Dasar tahun 1945 yang juga dengan mengkalkulasikan influens dari
ekonomi, teknologi, keadaan geografi, demografi, dan juga kemungkinan strategis yang ada.
Dengan kata lain, gagasan wawasan Nusantara merupakan pemahaman mengenai Geopolitik
negara Indonesia. Serta nilai yang ada dan dkandung dalam gagasan nusantara tersebut telah
disatukan kedalam 5 aspek yang bersifat intern diantara lainnya adalah integrasi bangsa,
integrasi wilayah, integrasi budaya, integrasi ekonomi, serta integrasi pertahanan. Kemudian dari
aspek yang lebih bersifar ekstern persatuan itu dapat dilakukan dengan cara kita sebagai bangsa
dapat turut serta mewujudkan berjalannya ketertiban dunia yang mana didasarkan pada
perdamaian abadi, keadilan sosialm, beserta kemerdekaan. Hal ini sangat relevan bagi pedoman
Indonesia untuk upaya menciptakan situasi internal negara yang harmonis ditengah keragaman
budaya dan golongan di negara ini. Salah satunya dijadikan pedoman dalam berbagai strategi
politik, non politik, soft maupun hard politics Indonesia.

III. Konflik Papua dan Lemahnya Wawasan Nusantara di Indonesia

Untuk mengerti mengenai konsep Wawasan Nusantara agar dapat menjadi melembaga dalam
semua susunan komponene dari masyarakat yang ada di indonesia, suatu hal yang merupakan
paling di prioritaskan adalah untuk menciptakan rasa nasionalisme atau cinta tanah air kepada
bangsa itu sendiri yang memiliki kekayaan dan limpahan potensi yang ada di Indonesia yang
kemudian kita juga harus berusaha agar dapat menjaga dan mempertahankan kesatuan juga
persatuan bangsa agar integritas Indonesia dapat tahan. Meskipun Nasionalisme bangsa
indonesia pada masa ini masih harus dipertanyakan khususnya dengan adana sejumlah masalah
yang berpotensi mengancam kesatuan NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diantara lainnya adalah sikap dari pemerintah Indonesia sendiri terhadap tanggung jawabanya
yaitu untuk mengelola serta menjaga Indonesia yang mana di saat ini teritori kita seperti pulau-
pulau terluar mulai diakui dan dikuasai oleh negara-negara tetngga (yang dapat dicontohkan
dengan kasus Pulau Ambalat dan Cipadan yang jatuh kepada kekuasaan teritori Malysia saat ini),
selain itu terdapat pula gerakan pemecah atau separatisme yang menjadi ancaman lain, daintara
lainnya terdapat kasus Gerakan Aceh merdeka atau GAM, lalu Operasi Papua Merdeka atau
OPM, lalu ada pula kasus RMS atau Republik Maluku Selatan dan juga konflik yang terjadi
diantara etnis-etnis di Indonesia dan lainnya. Hal-hal yang dipaparkan tersebut adalah suatu
cerminan bahwa tingkat kesadaran rakyat mengenai wawasan nusantara dan juga kesadaran akan
cinta tanah air masih memerlukan kajan lebih lanjut kepada pihak dari pemerintah yang
kemudian lebih dikhususkan lagi pada Rakyat dari negara itu sendiri, yang memunculkan
pertanyaan mengenai apakah rasa cinta tanah air masih ada dalam jiwa para pemimpin dan
penguasa di Indonesia?

Papua Barat tidak duduk nyaman di Indonesia. Sejak 1962, ketika negara Indonesia mulai
menggunakan klaimnya atas bagian barat Papua, banyak orang Papua membenci, dan juga
menentang, apa yang mereka lihat sebagai kekuatan kolonial baru. Jadi upaya untuk
memaksakan kewajiban pada orang Papua atas tanah mereka untuk menjadi keranjang roti
Indonesia, perlu dipahami dalam konteks politiknya. Hal ini dikarenakan sejak dulu kita telah
menggunakan cara yang salah dalam merawat Papua sebagai salah satu dari Indonesia.
Akibatnya adalah konsep Wawasan Nusantara yang diabaikan menimbulkan banyak masalah
sosial, ekonomi, politik dsb yang salah satunya yakni permasalahan Papua.

Konflik Papua merupakan salah satu contoh kasus dari masih lemahnya implementasi wawasan
nusantara Indonesia, isu ini merupakan fenomena umum bagi khalayak domestik dan
mancanegara yang jika tidak diatasi permasalahan panjang ini akan terus berkembang yang
menciptakan ketidakstabilan negara dan masalah-masalah serius lain. Pelbagai pemberitaan di
media massa dalam dan luar negeri, yang tampil dengan frame masing-masing untuk
kepentingan mereka menunjukkan bahwa peristiwa memilukan tersebut merupakan masalah
publik (public issue merujuk pada C.Wright Mills), sebuah masalah besar bagi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), yang baru merayakan HUT ke-74. Secara teoritik, konflik adalah
sesuatu yang alami dan merupakan karakter manusia (human nature). Fisher merumuskan
konflik sebagai, “sebuah hubungan antara dua atau tiga partai (individu atau kelompok) yang
memiliki tujuan-tujuan yang tidak sesuai (bertolak belakang)”. Lebih jauh, konflik terbit karena
tidak adanya keseimbangan relasi kekuasaan, ekonomi dan sosial seperti status ketidak adilan
sosial, kekayaan yang tidak adil dan akses kepada sumber daya. Selanjutnya, ini kerap
menyebabkan problema bermunculan seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, opresi
dan kejahatan. Sumber konflik, sejatinya, beragam. Namun, berdasarkan sebab-sebab yang
paling banyak berlaku, Rupshinge (2000, h. 34-37) telah membuat tipologi konflik sebagai
berikut: Pertama, konflik berbasis sumber daya alam berdasarkan kompetisi untuk kekuasaan
ekonomi dan akses terhadap sumber daya alam. Kedua, konflik memperebutkan pemerintahan
dan otoritas berdasarkan kompetisi kekuasaan politik dan partisipasi dalam proses politik.
Ketiga, konflik berdasarkan pada kompetisi antara rival ideologi dan sistem nilai. Keempat,
konflik berdasarkan pada kompetisi antara identitas etnik, agama dan komunal lainnya yang
berlawanan untuk akses kekuasaan ekonomi dan keadilan sosial. Dalam banyak kasus penyebab-
penyebabnya saling berkelindan dan menjadi akar masalah satu sama lain.

Dari keempat tipologi konflik tersebut, krisis identitas tampaknya mendominasi yang lain, dan
juga lebih kental dengan konflik politik yang berkombinasi dengan semangat etnik dan agama di
pelbagai belahan dunia. Namun, tampaknya yang banyak terjadi sejak tahun 1990-an adalah
konflik etnik agama (konflik komunal). Krisis identitas adalah puncak dari hasil deprivasi relatif,
rakyat yang anti kepada pemerintahan otoriter, hubungan asimetrik dengan negara dan aktor-
aktor dominan yang lain. Di Papua, terutama di kota-kota yang plural seperti Jayapura, Timika
dan lain-lain, persoalan krisis identitas adalah wajar terjadi di tengah cepatnya perubahan sosial
dan persaingan ekonomi, politik dan budaya yang tinggi. Pada saat yang sama kearifan lokal
tergerus dan hubungan kemanusiaan antar etik agama menjadi renggang, impersonal,
tersegregasi dan terhalang dinding penyekat. Pada titik kulminasi tertentu, ketika perekat sosial
(societal glue) telah terkikis habis, maka konflik identitas, ibarat “api” bisa melahap “jerami”
sosial dengan cepat dan liar. Dengan kalimat lain, Papua adalah sebuah wilayah yang
diasumsikan orang luar Papua adalah wilayah yang tidak aman, terutama oleh konflik politik
yang berlarut-larut (protracted conflict), termasuk oleh ancaman konflik identitas, yang
bernuansa agama dan etnis. Krisis identitas ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya
yakni yang menjadi fokus pada tulisan ini yaitu implementasi dan dampak dari adanya konsep
wawasan nusantara Indonesia. Sebagai negara kepulauan dengan masyarakatnya yang ber-
bhineka, negara Indonesia memiliki unsur–unsur kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatannya
terletak pada posisi dan keadaan geografi yang strategis dan kaya akan sumber daya alam (SDA).
Sementara kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang
harus disatukan dalam satu bangsa, satu negara dan satu tanah air. Dengan konsep wawasan
nusantara, seharusnya dapat membantu menciptakan ketentraman kehidupan bermasyarakat
diantara keragaman manusia nya yang ada. Wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah
wilayah perairan mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh negara lain
yang pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa
Indonesia. Indonesia yang memiliki banyak pulau memerlukan pengawasan yang cukup ketat.
Dimana pengawasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh pihak TNI/Polri saja tetapi semua
lapisan masyarakat Indonesia. Bila hanya mengandalkan TNI/Polri saja yang persenjataannya
kurang lengkap mungkin bangsa Indonesia sudah tercabik–cabik oleh bangsa lain.

Adapun faktor-faktor utama dari lemahnya wawasan nusantara Indonesia ini antara lain :
Faktor yang terdapat dari dalam atau bersifat intern diantaranya adalah: 1. Terdapat nya suatu
hal yang disebut egosentrisme, yaitu dapat diartikan sebagai lemah atau nihilnya kemampuan
suatu individu ataupun kumpulan individu dalam mengerti tentang opini atau perspektif dari
orang lainnya dapat berkemungkinan tidak sama dari yang mereka miliki. Yang mana kemudian
hal tersebut dapat menjadi representasi dari kebiasan kognitif yang mana dapat terjadi seorang
individu dapat mengasumsikan tentang individu lainnya untuk memiliki cara pandang atau pikir
yang sama dengan mereka, dan tidak mengetahui bahwa individu lain dapat memiliki cara
pandangnya sendiri. Pengertian Egosentrisme yang mana dapat menjadi suatu custom dari
beragam etnis yang paling utama yaitu suatu etnis yang beranggapan bahwa mereka merupakan
etnis besar atau merupakan mayoritas ynag kemudian sesekali dapat membuat relasi antar etnis
yang ada menjadi tidak baik, yang kemduai menyebabkan usaha untuk meraih wawasan
nusantara yang baik di Indonesia bagi seluruh rakyat nya menjadi tidak kondusif dengan adanya
sikap yang lebih mengutamakan kepentingan egosentris dari suatu kelompok tertentu atau
pribadi. Adalah salah satu inti dari keberlangsungannya friksi-friksi yang berskala kecil ataupun
besar yand ada diantara masyarakat Papua dan etnis lain. Dimana jika permasalahan terjadi pada
umumnya pihak-pihak antar etnis yang terlibat tidak menyelesaikan dengan tenang dan kepala
dingin, melainkan melalui kekerasan dan amarah serta sangat kental sifat egosentris nya.

Kemudian, munculnya suatu hal yang disebut sebagai etnonasionalisme. Pemahanaman ini
merupakan suatu sikap yang mana suatu etnis tertenru menunjukkan diri sebagai suatu bentuk
etnis yang lebih superior dari berbagai etnis-etnis yang ada. Memiliki beberapa kesamaan dengan
nasionalisme, tetapi kesetiaan kepada kelompok etnis atau ras tertentu daripada ke suatu bangsa.
Namun, dalam lingkungan multietnis di Indonesia, etnonasionalisme dapat menyebabkan
perpecahan relatif antara berbagai kelompok etnis atau ras. etno-nasionalis tidak hanya
menciptakan perlawanan terhadap pemaksaan budaya dan pendidikan oleh kelompok lain; itu
juga menggunakannya secara positif untuk melestarikan dan memperluas karakteristik identitas
kelompok etnis tertentu. Salah satu cara agar etno-nasionalisme dilestarikan dalam pendidikan
adalah dengan menggunakan "bahasa ibu" etnis daripada bahasa nasional resmi di kelas. Cara
lain adalah memasukkan sastra, sejarah, dan tradisi kelompok etnis dalam kurikulum. Konflik
Papua erat sekali dengan permasalahan ini, Konflik di Papua yang melibatkan kekerasan dimulai
sejak dekolonisasi ketika pemerintah kolonial Belanda beranjak dari Papua dan Indonesia mulai
menapakkan kekuatan melalui militer di sana. Hingga kini akibat sikap etnonasionalisme
lahirnya rasialisme dan stigmatisasi terhadap masyarakat Papua, menyebabkan dehumanisasi
yang melanggengkan sikap negatif dan perseteruan. Masyarakat Papua menghadapi rasialisme
dan stigmatisasi di Indonesia dengan pandangan bahwa mereka ‘setengah binatang’. Pandangan
ini tampak pada sebutan “monyet” yang ditujukan kepada mahasiswa Papua dalam insiden di
Surabaya baru-baru ini. Menyebut masyarakat Papua dengan binatang merupakan bentuk
dehumanisasi; martabat masyarakat Papua sebagai manusia yang harus dijaga dan dihormati oleh
sesama tidak digubris hingga kini, membuktikan bahwa kuatnya rasa etno-nasionalisme di
negara kita.
Ketiga, Adanya penerapan otonomi daerah yang mengarah kepada sikap etnosentrisme. Dalam
sejarah politik, istilah ini telah digunakan sebagai sebutan untuk berbagai jenis entitas otonom,
pada tingkat menengah hierarki administratif. Dalam istilah relatif, provinsi otonom biasanya
memiliki lebih sedikit otonomi daripada negara otonom, tetapi lebih banyak otonomi daripada
daerah otonom. Otonomi administratif suatu provinsi dapat dinyatakan dalam nama resminya,
dengan menggunakan istilah tertentu yang menunjuk otonomi, tetapi istilah tersebut juga dapat
dihilangkan. Dalam hal itu, status otonomi suatu provinsi dapat ditentukan berdasarkan
ketentuan hukum yang relevan. Namun lahirlah etnosentrisme yang menjadi masalah utama dan
sikap negatif yang muncul akibat pelaksanaan rekrutmen politik maupun pada jabatan PNS,
dimana yang diprioritaskan untuk menduduki jabatan didaerah adalah orang-orang yang berasal
dari putra asli daerah, sehingga etnis lain yang ada didaerah itu tidak mendapat perlakuan yang
sama dengan etnis lokal menikmati hak-hak sebagai warga negara tidak diberikan sepunuhnya.
Sikap ini dapat menimbulkan konflik dan membunuh semangat demokrasi dan juga menghambat
proses nasionalisme dalam mewujudkan integritas nasional. Keempat, Adanya kesenjangan
program pembangunan pemerintah pusat pada pemerintah daerah. Semua permasalahan ini
diakibatkan oleh karena kesalahan kebijakan pemerintah pusat dalam mengelola negara dan hal
ini pulalah yang telah menghambat semangat nasionalisme karena pemerintah pusat tidak
menggunakan konsep wawasan nusantara sebagai landasan dalam melaksanakan program
pembangunan didaerah. Beberapa kabupaten maupun daerah dengan otonomi juga seringkali
bertindak tidak sesuai aturan sehingga kebaikan dan berkah tidak dapat dibagi secara merata
kepada para masyarakat. Keuntungan hanya diraih oleh segolongan kecil yang membuat situasi
semakin buruk.

Faktor ekstern terdiri dari : Pertama, Pengaruh Globalisasi, dalam era globalisasi diemua negara-
negara berkembang tidak mampu lagi membendung penagruh globalisasi karena hubungan antar
negara tidak lagi menjadi hambatan dalam melakukan hubungan dengan negara-negara lainnya
yang ada dibelahan dunia. Sehingga berdampak negatif dari dibidang budaya, dimana bangsa
Indonesia yang dikenal dengan budaya ketimuran yang sangat menjujung tinggi etika dan moral
bangsa dengan adanya globalisasi ini telah mempengaruhi perilaku masyarakat Indonesia yang
tadinya sangat menghormati nilai-nilai moral dan dengan adanya pengaruh budaya dari bangsa
barat akhirnya dalam kehidupan keseharian terasa mulai ditinggalkan oleh generasi mudah,
mereka lebih cenderung pada budaya dari barat tanpa memperdulikan lagi nilai-nilai etika yang
sesuai dengan perilaku bangsa Indonesia. Dengan adanya sikap dan perilaku budaya dari bangsa
lain yang masuk melalui kecanggihan teknologi mengakibatkan meruntuhnya semangat
nasionalisme dan terkadang juga akibat dari globalisasi mental para generasi muda mulai
meninggalkan budayanya sendiri dan lebih membudayakan tradisi yang tidak sesuai dengan
dasar falsafah negara kita yakni Pancasila.

Kedua, Pengaruh dari konstalasi politik Internasional. keamanan nasional yang sangat nyata dan
sangat serius. Ekstremisme dan terorisme internasional tumbuh subur di terlalu banyak wilayah
di dunia, mengancam para pejuang perang kita, sekutu kita, dan tanah air kita. Konflik regional
dapat berdampak serius bagi kepentingan nasional Indonesia, terutama konflik Myanmar.
Pemerintah asing yang bermusuhan, teroris, perdagangan, dan bisnis gelap dalam banyak obat
terlarang diselundupkan ke negara kita setiap tahun. Ancaman terbaru yang kita hadapi, dan
mungkin yang paling cepat berkembang, adalah ancaman di dunia maya. Ancaman dunia maya
terhadap keamanan nasional dan ekonomi Indonesia meningkat setiap tahun dalam frekuensi,
cakupan, dan tingkat keparahan dampak. Penjahat dunia maya, peretas, dan musuh asing menjadi
semakin canggih dan mampu setiap hari dalam kemampuan mereka untuk menggunakan Internet
untuk tujuan jahat. Sebagai bangsa, kami bergantung pada Internet - kami menggunakannya
untuk semuanya. Kami berkomunikasi secara online, bank dan toko online, dan menyimpan
banyak informasi pribadi kami di sana. Dalam bisnis, pendidikan, dan pemerintahan, kita semua
berharap memiliki akses yang siap ke Internet dan banyak kemampuannya saat kita menjalani
rutinitas harian kita. Internet membuka dunia baru bagi pengguna. Tapi sementara dunia maya
menawarkan peluang besar, ia juga dilengkapi dengan kerentanan. Jaringan dan teknologi
informasi kami senantiasa terancam oleh berbagai pelaku buruk menggunakan banyak teknik -
intrusi peretasan jarak jauh, penempatan malware, spearphishing dan cara lain untuk
mendapatkan akses ke jaringan dan informasi. Beberapa aktor jahat ini adalah penjahat yang
dimotivasi oleh keuntungan, terutama di bidang pencurian identitas dan bentuk-bentuk kejahatan
dunia maya lainnya. Tetapi ancaman dunia maya juga datang dari negara-negara bangsa dan
aktor-aktor lain yang berupaya mengeksploitasi informasi untuk mendapatkan keuntungan di atas
Indonesia. Mereka mungkin mencari keuntungan ekonomi, atau untuk mendapatkan wawasan
tentang kebijakan militer atau luar negeri kita. Serangan penolakan layanan mengganggu bisnis
dan merusak kepercayaan diri. Teroris dan kelompok ekstremis dewasa ini menggunakan
kekuatan Internet, terutama media sosial, untuk menyebarkan pesan kebencian dan intoleransi
mereka, dan untuk merekrut anggota baru, yang sering menargetkan kaum muda yang rentan.
Jangkauan global dunia maya dan kompleksitas jaringannya menyediakan aktor-aktor jahat
banyak tempat untuk bersembunyi, aman dari jangkauan hukum internasional. Ini mengarah
pada konflik pamungkas. Ini adalah keterlibatan kepentingan nasional asing di tanah air kita
yang juga terjadi di Papua. Dimana kita ketahui bahwa dalam pertarungan kepentingan negara-
negara besar untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Agenda setting pihak luar dalam ikut
serta pada permasalahan ini sangatlah berbahaya, pasalnya hal ini akan memperkeruh masalah,
mengurangi kedaulatan RI serta provokasi yang destruktif. Hal ini terlihat pada keikut sertaan
beberapa WNA asal Australia dalam demonstrasi kerusuhan Papua Agustus lalu. Permasalahan
Papua merupakan hal yang sensitif, skenario terburuk dari keterlibatan asing dapat menciptakan
kembali situasi layaknya yang terjadi pada Timor Leste. Indonesia kehilangan wilayah sah nya
yang merupakan juga salah satu bangsanya. Selain itu asing umumnya bertindak untuk
mengeksploitasi negara baru ini karena merasa berjasa.

Hal ini tentu tidak diinginkan oleh kita sebagai bangsa Indonesia. Maka dari itu sejak saat ini
mulai dari grassroot/ akar masyarakat hingga pemerintah harus sadar akan ancaman-ancaman ini.
Yakni dengan segera menyadari bahwa bangsa kita memiliki konsep Wawasan Nusantara yang
telah dirancang sebagai pedoman kehidupan bangsa Indonesia politik hingga non-politik.
Dengan adannya wawasan nusantara jika diimplementasikan secara baik dan efektif dapat
membantu mempererat rasa persatuan di antara penduduk Indonesia yang saling ber-bhineka
tunggal ika. Pada bagian selanjutnya tulisan akan membahas bagaimana wawasan nusantara
dapat dijadikan solusi alternatif atau sekurang-kurangnya berfungsi unutk meminimalisir
masalah terutama pada masa-masa rentan saat ini.

III. Penguatan Wawasan Nusantara Terhadap Permasalahan Papua

Selumnya telah dideskripsikan beberapa kali, apa definisi dan konsep dasar Wawasan Nusantara
itu sendiri yang memiliki makna besar bagi pedoman kehidupan bangsa Indonesia dalam meraih
cita-citanya. Selain itu konflik Papua telah membuktikan betapa lemahnya Wawasan Nusantara
kita yang selama ini tidak tercerminkan dengan baik. Maka dari itu dibutuhkan suatu langkah
penguatan terhadap Wawasn Nusantara Indonesia untuk dapat memperbaiki beragam
permasalahan bangsa. Usul yang diberikan penulis antara lain melalui pelembagaan yang
dialkukan secara terstruktur, masif secara nasional dan dibuatkan peraturan spesifik mengenai
hal ini. Pelembagaan itu antara lain dalam upaya memperkokoh pemahaman mengenai wawasan
nusantara yang ada didalam kehidupan kita berbangsa bermasyarakat dan juga bernegara yaitu
kita dapat lakukan dengan edukasi yang terdiri dari edukasi formal ataupun juga edukasi tidak
formal serta berbagai kebijakan nasional dalam menjalankan negara ini, terutama pada
penyelesaian masalah Papua. Pendidikan Formal. Dalam mewujudkan pelembagaan
penegenalan eksistensi wilayah laut (wawasan Nusantara dilakukan melalui kurikulum yang
sekarang diberikan disemua tingkatan pendidikan formal Pendidikan yang diberikan ada pada
pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang memperkenalkan terhadap semangat nasionalisme,
setelah itu. Pendidikan Non formal. Sosilisasi pemahaman wawasan nusantara dapat juga
dilakukan lewat pendidikan non formal, dimana masyarakat dilibatkan dalam diklat tentang
wawasan kebangsaan dengan tujuan agar supaya semua komponen warga Negara Indonesia
mengenal batas-batas wilayah laut atau perairan dan darat, udara Indonesia. Semua ini dilakukan
agar perjuangan para pendiri negara yang telah berusaha mencapai batas-batas territorial wilayah
Indonesia dapat dipertahankan perjuangan oleh generasi sekarang ini. karena ditangan generasi
sekarang inilah negara Indonsia akan tetap eksis sepanjang masa. Kesadaran pemahaman
wawasan nusantara dapat menghilangkan rasa kedaerahan yang sering muncul dalam diri kita,
oleh karenanya setelah kita mengenal bahwa seluruh wilayah yang ada di Indonesia ini adalah
satu kesatuan akan dapat memperkokoh semangat nasionalime kita terhadap Negara kesatuan
Republik Indonesia.

Kebijakan pembangunan merata dan iklusif yang juga tertuang pada Wawasan Nusantara kita
yakni menjamin kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Pendekatan inklusif dapat menggantikan
kebijakan Jokowi tentang Papua yang hanya berpusat pada indikator ekonomi. Pemerintah telah
mencurahkan banyak uang untuk membangun daerah. Pemerintah terus meningkatkan dana
pembangunan yang dikenal sebagai dana otonomi khusus untuk Papua dan Papua Barat. Dana
tersebut meningkat 508% dari Rp1,38 triliun (US $ 97,2 juta) pada tahun 2002 menjadi Rp8,4
triliun pada tahun 2020. Pemerintah juga telah mengalokasikan bugdet sebesar Rp13 triliun
untuk proyek-proyek infrastruktur pada tahun 2020. Tetapi protes keras, yang telah berlangsung
berhari-hari, membuktikan bahwa memberi uang saja tidak cukup. Jokowi mungkin telah
memenangkan 80% suara Papua selama pemilihan terakhir, tetapi ia masih gagal membuat orang
Papua menaruh kepercayaan pada pemerintah. Itu karena pemerintah gagal membuat orang
Papua bahagia secara emosional.

Meskipun jutaan dolar masuk ke dalam pembangunan, orang Papua terus merasa tertekan dan
dilecehkan. Trauma ini adalah akibat dari pelanggaran HAM selama berpuluh-puluh tahun oleh
militer sejak rezim Orde Baru Soeharto. Suharto mengerahkan tentara untuk menjinakkan
kelompok-kelompok pemberontak di Papua dan memastikan program pembangunannya berjalan
sesuai rencana. Menurut berbagai penelitian jurnalistik yang baru-baru ini dilaporkan, penduduk
Papua mengakui pada bulan Agustus 2019 mengungkapkan praktik kekerasan terhadap warga
Papua masih ada. Militer telah menyebar operasinya dengan bekerja untuk pemilik bisnis untuk
melindungi aset mereka di Papua. Masyarakat Papua mengungkapkan beberapa dari mereka
telah beroperasi dengan mengancam penduduk setempat. Sayangnya, pemerintah tidak pernah
menangani masalah HAM ini dalam rencana pembangunannya. Pemerintah juga selalu memilih
untuk melibatkan hanya elit - pemimpin lokal dan kepala suku - tetapi gagal mendengarkan
suara-suara akar rumput. Penulis menganggap salah satu cara pemerintah untuk dapat
menyelesaikan masalah politik dan pembangunan di Papua adalah dengan menggunakan
pendekatan inklusif dalam pembangunan yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Mereka harus merasa aman tinggal di tanah mereka sendiri dan bebas dari diskriminasi.
Pemerintah harus menyeimbangkan pendekatan keamanan negara mereka dengan keamanan
manusia. Keselamatan dan kesejahteraan orang-orang yang tidak terlibat langsung dalam konflik
harus menjadi prioritas terlepas dari etnis dan ras antara migran atau penduduk asli. Kemudian,
pemerintah harus membangun jalur untuk dialog dan negosiasi menuju rekonsiliasi dalam jangka
panjang. Secara bertahap atau serentak harus ada ruang untuk dialog untuk mencegah
meningkatnya ketidakpercayaan antara migran dan penduduk asli Papua dan antara pihak
berwenang dan masyarakat.

IV. Kesimpulan

Dari pemaparan masalah yang termasuk kedalam suatu kajian mengenai usaha untuk
meningkatkan pemahanaman masyarakat Indonesia mengenai gagasan Nusantara yang
merupakan suatu cara untuk membangun serta meningkatkan semangat cinta tanah air bagi
bangsa Indonesia setanah air yang kemudian kita dapat tarik sejumlah hal yang kita rasa
merupakan beberapa hal yang patut kita perhatikan yang diantara lainnya yaitu: Yang paling
utama, Aspek-aspek yang memberi pengaruh akan memudarnya paham wawasan nusantara
sertta rasa cinta tanah air yaitu dapat terjadi karena adanya faktor dari luar dan juga dalam, yang
mana rasa cinta tanah air atau nasionalisme ikut turun seperti yang telah dipaparkan pada bagian-
bagian yang ditulis sebelumnya. Dimana terdapat beberapa faktor yang menghambat dari teraih
nya nasionalisme yang mana diatara lainnya adalah dikarenakan oleh para penyelenggara atau
pemimpin negara serta masyarakat secara luas tidak memiliki pemahaman akan gagasan
mengenai kedaulatan negara kita sebagai suatu negara yang berbentuk kepulauan, memiliki
budaya yang bersifat egosentris, lalu berbudaya etnonasionalis, serta disertai dengan adanya rasa
paham mengenai gagasan implementasi dari otonomi daerah yang bersifat sempit yagn kemudian
dapat menciptakan sikap yang etnosentris dalam masyarakat di daerah, hal-hal tersebut
merupakan beberapa hal yang menjadi suatu hambatan dalam terciptanya semangat dan rasa
cinta tanah air. Kemudian, Upaya untuk memperkuat pengertian rakyat mengenai gagasan
wawasan nusantara dalam hidup yang bermasyarakat, bernegara, berbangsa serta bertanah air
dapat kita dorong dari sektor pendidikin, baik edukasi yang bersifat formal ataupun edukasi tidak
formal dengan cara kita memberi introduksi mengenai keberadaan negara Indonesia sebagai
negara yagn memiliki bentuk kepulauan yang dilakukan setelah kita mengetahui dan juga
mengenal bahwa seluruh teritori di NKRI merupakan suatu satu-kesatuan yang saling dapat
memperkuat semangat dan rasa cinta tanah air kita terhadap negara Indonesia. Selain
pelembagaan aspek wawasan nusantara melalui lembaga pendidikan formal maupun non-formal,
yang terpenting adalah langkah pemerintah itu sendiri dengan secara tegas dan efektif
membangkitkan kembali aspek-aspek Wawasan Nusantara Indonesia melalui penerapan
kebijakan pada segala unsur kenegaraan terutama pada geopolitik internal maupun eksternal dan
memfokuskan pada penyelesaian Papua dengan pendekatan kebersamaan, merangkul rakyat
dengan baik, dan menjaga kesejahteraan semua rakyat Indonesia secara merata seperti unsur-
unsur yang berada dalam Wawasan Nusantara kita dan Pancasila. Permasalahan Papua bukanlah
masalah remeh mengenai gesekan antar golongan/rakyat semata yang berlangsung sementara.
Namun merupakan masalah jangka panjang dikarenakan kelalaian pemerintah dan rakyat
Indonesia lain yang mengabaikan nilai-nilai bangsa tanah airnya. Tentang kebersamaan,
kesetaraan hak, kesejahteraan, dan persatuan didalam keragaman.

Secara teori, konflik dapat diselesaikan melalui pendekatan logis atau pendekatan emosional.
perbedaan mendasar antara menghindari dan mencegah konflik adalah bahwa mencegah
mengacu pada penggunaan tindakan pencegahan untuk menjauhkan seseorang dari konflik
sedangkan penghindaran berarti tidak memperhatikan konsekuensi dan membiarkan konflik
tumbuh daripada bertindak dengan cara mencegah konflik. Konflik dapat bersifat destruktif atau
konstruktif, konflik dibuat destruktif dengan tidak secara tepat menangani masalah yang terkait
dengannya atau dengan menghindari konflik, namun jika dikelola dengan baik atau diurus
dengan baik atau dicegah atau dicegah pada waktu yang tepat, konflik tersebut dapat dapat
terbukti konstruktif untuk suatu organisasi. Namun pencegahan konflik tidak mengikat seseorang
untuk mendengarkan pihak lain bahkan jika kita tidak setuju, seseorang harus lebih memperjelas
hampir setiap masalah di mana ada ketidaksepakatan yang sebaliknya dapat bertindak sebagai
dasar dari beberapa konflik lainnya. kita harus selalu mendekati konflik dengan pendekatan
positif, bahwa konflik telah muncul karena kepentingannya dan mencoba untuk mencegah
konflik di masa depan konflik tidak boleh dihindari namun untuk menghasilkan hasil positif.
Dengan menguatnya wawasan nusantara diharapkan dapat meningkatkan hubungan emosional
secara lebih erat antar bangsa yang menciptakan kondisi stabilitas yang efektif. Dewasa ini,
Indonesia justru melupakan identitas sebenarnya, akibatnya kemunduran terjadi, konflik
merajalela, dan pemerintah tidak kompeten dalam menghadapi perubahan jaman ini. Budaya kita
tergerus ancaman dari internal dan eksternal negara melalui globalisasi dan dinamika lingkungan
dunia, oleh karena itu kini sudah saatnya kita sadar dan merubah pola pikir bangsa dengan
mengingat akan konsep bangsa kita yakni Wawasan Nasional dan mulai langkah signifikan
untuk mengatasi berbagai permasalahan yang bangsa ini hadapi terutama konflik Papua. Demi
terciptanya NKRI yang bermental kuat dan berkarakter.

V. Daftar Pustaka

Literatures

Budiyarto. Muhammad, 1980, ” Wawasan Nusantara dalam peraturan Perundang - Undangan


Negara Republik Indonesia” Penerbit Ghalia Indonesia.

Clingendael. 2015. The Relationship Between External and Internal Security. The Netherlands
Institute of International Relations.

Habibi. Muhammad. 2017. Analisis Politik Identitas di Indonesia (Identity Politics in Indonesia).

IPAC. 2015. The current status of the Papuan pro-independence movement. Jakarta: Institute for
Policy Analysis of Conflict.

Jannah. Miftahul, Lulu. Universitas Negeri Jakarta. (2019). Arti Penting Wawasan Nusantara
Bagi Bangsa Indonesia.

Lemhanas Tahun 1982 ”Bunga Rampai wawasan Nusantara”

Smith. D. Anthoni. 2003. ”Nasionalisme Teori ideologi sejarah” Penerbit Erlangga.

Web Sites

https://asia.nikkei.com/Opinion/Papua-riots-reflect-deep-dissatisfaction-with-Indonesian-rule

https://ebrary.net/26640/computer_science/security_threats

https://medium.com/@jatiedukasi/pengertian-wawasan-nusantara-fungsi-tujuan-terlengkap-
5c1de6e4fd62

https://theaseanpost.com/article/papua-problem

https://theconversation.com/understanding-the-root-problem-in-papua-and-its-solution-87951

https://www.cairn.info/revue-l-europe-en-formation-2012-1-page-95.htm
https://www.channelnewsasia.com/news/asia/indonesia-papua-riots-unrest-history-problems-
development-11836300

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160906163356-21-156465/problem-papua-dan-
rapuhnya-relasi-kebangsaan

https://www.culturalsurvival.org/publications/cultural-survival-quarterly/west-papua-forgotten-
war-unwanted-people

https://www.futurelearn.com/courses/identity-conflict-and-public-space/0/steps/2402

https://www.liputan6.com/news/read/3872870/tujuan-wawasan-nusantara-sebagai-geopolitik-
indonesia-fungsi-dan-dasar-pemikirannya

https://www.nytimes.com/2019/09/26/opinion/papua-riots-indonesia-monkey.html

You might also like