You are on page 1of 12

HUBUNGAN FAKTOR DEMOGRAFI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

KUALITAS HIDUP PASIEN KUSTA MULTIBASILER PASCA


MULTY DRUG THERAPY
(STUDI KASUS DI RS KUSTA SUMBERGLAGAH MOJOKERTO)

Denyk Eko Meiningtyas1, Arief Hargono2


1,2
Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga, Kampus C Mulyorejo
Alamat Korespondensi: Denyk Eko Meiningtyas
Email: denyk.eko.meiningtyas18@gmail.com

ABSTRACT
Leprosy is a complex condition involving the physical health and quality of life of the patient. Measurement of
quality of life aims to assess health and health care obtained by patients. Quality of life is closely related to the
stigma. Stigma in leprosy patients can decrease the quality of life of leprosy patients. The purpose of this study is
to analyze quality of life leprosy patients with post-Multy Drug Therapy at Sumberglagah leprosy hospital
Mojokerto Regency. This research was an observational research, using cross sectional research design. A
sample of 80 subjects, was taken by consecutive sampling. Secondary data in the form of list of leprosy patients
and primary data was obtained by questionnaires. Data was analysed by Chi Square. The result showed that the
distribution of leprosy patients was mostly in the productive age group of 49 people (61,3%), male gender 45
people (56,3%), low educated 58 people (72,5%), and had high social support 52 people (65%). Age factor
(p=0,035), education (p=0,003) and social support (p=0,009) have positif correlation with quality of life of
leprosy patients. The sex factor (p=0.623) has no relationship with quality of life of leprosy patients. The
conclusions of this study were age, education, and social support factors has relationship with the quality of life
of patients with post-Multy Drug Therapy mutlibacillary leprosy in Sumberglagah Mojokerto Hospital. Efforts to
hold discussion groups for leprosy patients, increase the leprosy confidence of lepers to be active and
productive, and conduct health promotion with socialization is expected to improve the quality of life of leprosy
patients.

Keywords: social support, demographic factors, quality of life

ABSTRAK
Penyakit kusta merupakan kondisi kompleks yang melibatkan kesehatan fisik dan kualitas hidup pasien.
Pengukuran kualitas hidup bertujuan untuk penilaian kesehatan dan perawatan kesehatan yang diperoleh oleh
penderita. Kualitas hidup berkaitan erat dengan stigma. Stigma yang di dapat penderita kusta dapat menurunkan
nilai kualitas hidup penderita kusta. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kualitas hidup pasien kusta pasca
Multy Drug Therapy di RS Kusta Sumberglagah Mojokerto. Penelitian ini merupakan penelitian observasional,
menggunakan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian sebesar 80 orang, diambil dengan consecutive
sampling. Pengumpulan data menggunakan data sekunder berupa daftar pasien kusta dan data primer diperoleh
dengan kuisioner. Analisis data yang digunakan Chi Square. Hasil penelitian diketahui distribusi pasien kusta
sebagian besar ada pada kelompok umur produktif 49 orang (61,3%), berjenis kelamin laki-laki 45 orang
(56,3%), berpendidikan rendah 58 orang (72,5%), dan memiliki dukungan sosial tinggi 52 orang (65%). Faktor
umur (p=0,035), pendidikan (p=0,003) dan dukungan sosial (p=0,009) memiliki hubungan positif dengan
kualitas hidup pasien kusta. Sedangkan faktor jenis kelamin (p=0,623) tidak memiliki hubungan dengan kualitas
hidup pasien kusta. Kesimpulan penelitian ini adalah faktor umur, pendidikan, dan dukungan sosial memiliki
hubungan dengan kualitas hidup pada pasien kusta mutlibasiler pasca Multy Drug Therapy di RS Kusta
Sumberglagah Mojokerto. Upaya mengadakan kelompok diskusi untuk penderita kusta, meningkatkan rasa
percaya diri penderita kusta untuk aktif dan produktif, dan mengadakan promosi kesehatan dengan sosialisasi
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup penderita kusta.

Kata Kunci: Dukungan Sosial, Faktor Demografi, Kualitas Hidup

©2018 IJPH. License doi: 10.20473/ijph.vl13il.2018.256-267


Received 30 April 2018, received in revised form 26 May 2018 , Accepted 28 May 2018 , Published online:
December 2018
Denyk Eko Meiningtyas dan Arief Hargono, Hubungan Faktor Demografi Dan... 257

PENDAHULUAN Jawa Timur (4.132 kasus baru), Jawa Barat


(2.180 kasus baru), Jawa Tengah (1.765
Penyakit kusta merupakan salah kasus baru), Papua (1.180 kasus baru), dan
satu penyakit kulit menular yang di Sulawesi Selatan (1.172 kasus baru)
sebabkan oleh infeksi bakteri (Pusdatin Kemenkes RI, 2015).
mycobacterium leprae yang menyerang Di Provinsi Jawa Timur prevalensi
bagian tubuh seperti kulit, mukosa, tulang rate penyakit kusta pada Tahun 2014 masih
dan bagian tubuh yang lainya kecuali saraf sebesar 1,07 per 10.000 penduduk. Tahun
pusat. Penyakit kusta tidak hanya 2015 sebesar 1,02 per 10.000 penduduk,
menimbulkan masalah medis namun juga dan Tahun 2016 1,24 per 10.000
pada masalah sosial, budaya, ekonomi, penduduk. Penemuan kasus baru Tahun
keamanan dan juga ketahanan nasional 2014 sebanyak 4.116 orang, Tahun 2015
(Dirjen P2 dan PL, 2012). sebanyak 3.946 orang, dan Tahun 2016
Penyakit kusta sampai saat ini sebanyak 4.809 orang. (Dinas Kesehatan
masih ditakuti oleh masyarakat, keluarga Provinsi Jawa Timur, 2016).
bahkan sebagian tenaga kesehatan. Penderita kusta baru di kabupaten
Penyakit kusta mempunyai masa inkubasi Mojokerto tahun 2015 yang dilaporkan
rata-rata 2-5 tahun. Penularan penyakit sebanyak 116 orang dimana kasus MB+PB
kusta dapat terjadi apabila Mycobacterium laki-laki sebesar 76 orang dan perempuan
Leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh sebesar 40 orang (Dinas Kesehatan
penderita dan masuk ketubuh orang lain. Kabupaten Mojokerto, 2015). Penyakit
Penularan penyakit kusta dapat terjadi kusta merupakan kondisi kompleks yang
apabila Mycobacterium Leprae. Secara melibatkan kesehatan fisik dan kualitas
teoritis penularan ini dapat terjadi dengan hidup pasien. Masalah yang kompleks
cara kontak yang lama dengan penderita pada penderita kusta akan berpengaruh
kusta. Stigma negatif yang ada di terhadap kualitas hidup penderita kusta itu
masyarakat bahwa penyakit kusta sendiri.
menakutkan, sampai menyebut penyakit Kualitas hidup adalah persepsi
kusta merupakan penyakit kutukan. individu terhadap statusnya dalam
Kurang pengetahuan atau kepercayaan kehidupan, dalam konteks budaya, sistem
yang keliru dalam masyarakat terhadap nilai dimana mereka berada dan
kusta dan cacat yang ditimbulkan hubungannya terhadap tujuan hidup,
merupakan sebab adanya stigma negatif harapan, standart, dan lainya yang terkait
dalam masyarakat. Stigma negatif dari (WHO, 2002). Kualitas hidup (Quality Of
masyarakat bisa menyebabkan penderita Life) dalam bidang pelayanan kesehatan
kusta membatasi diri untuk keluar rumah digunakan untuk menganalisis emosional
dan bersosialisasi, bahkan untuk berobat seseorang, faktor sosial, dan kemampuan
(Dirjen P2 dan PL, 2012). untuk melakukan kegiatan dalam
Jumlah penderita kusta yang kehidupan secara normal (Brooks &
dilaporkan dari 121 negara di 5 regional Anderson, 2007).
WHO sebanyak 175.554 kasus di akhir Penyakit kusta maupun deformitas
tahun 2014 dengan 213.899 kasus baru fisik yang ditimbulkan merupakan sumber
(www.who.int). Indonesia merupakan terjadinya stigma dan isolasi sosial
salah satu negara dengan beban penyakit terhadap pasien maupu keluarganya dalam
kusta yang tinggi. Tahun 2012, penemuan masyarakat. Kecacatan dan stigma yang
penderita baru sebanyak 16.123 orang, dirasakan pasien akan berperan besar
tahun 2013 sebanyak 16.856 kasus baru. dalam penurunan kualitas hidup. Selain itu,
Berdasarkan data Tahun 2013 didapatkan stigma negatif penyakit kusta akan
14 dari 33 Provinsi di Indonesia memiliki menghalangi program kesehatan komunitas
beban kusta tinggi, di antaranya di Provinsi yang berkaitan dengan pencegahan,
258 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 256-267

diagnosis dini, terapi dan ketaatan berobat alami oleh penderita kusta dapat
pasien kusta (Rinadewi, dkk. 2013). mempengaruhi kualitas hidupnya. Selain
Penelitian Rahayuningsih (2012) dukungan sosial faktor demografi seperti
menunjukan hasil bahwa terdapat umur, jenis kelamin, dan pendidikan
hubungan yang bermakna antara perceived penderita kusta dapat mempengaruhi
stigma dengan kualitas hidup dan kualitas hidup pada penderita itu sendiri.
penghasilan memiliki hubungan paling Tingkat umur yang lebih matang
kuat dengan kualitas hidup. Penelitian atau dewasa biasanya dapat mengelola
Tsutsumi et al (2007) menyebutkan bahwa kecemasan dan perasaan emosional dengan
faktor-faktor yang berkontribusi terhadap baik dari pada mereka yang berumur masih
penurunan skor kualitas hidup adalah muda. Jenis kelamin perempuan umumya
adanya perceive stigma, pendidikan, lebih sabar dan lebih bijaksana dalam
adanya kecacatan kusta dan penghasilan menerima kenyataan terkait sakit kusta
yang rendah. yang dialami dari pada laki-laki.
Penelitian Pratama (2012) Pendidikan yang tinggi tentunya akan
dijelaskan bahwa tingkat kualitas hidup memiliki wawasan yang lebih baik dari
pada pasien kusta buruk sebesar 41,2% dan pada mereka yang memiliki pendidikan
tidak ada subjek yang memiliki tingkat rendah. Seseorang dengan pendidikan
kualitas hidup yang baik. Disampaikan tinggi akan memiliki jaringan pertemanan
juga pada penelitian Maziyya dkk (2016) lebih luas dari pada mereka yang memiliki
bahwa persepsi individu, kerentanan dan pendidikan rendah, dan tentunya
keseriusan dapat menjadi faktor yang bermanfaat dalam semakin luasnya sumber
mempengaruhi kualitas hidup penderita informasi yang dapat diterima oleh
kusta. penderita kusta. Sehingga perlu dilakukan
Kasus kusta baru dan lama yang penelitian untuk melihat hubungan faktor
masih banyak dapat memberikan beban demografi dan dukungan sosial dengan
pada pemerintah sehubungan dengan kualitas hidup pada penderita kusta
penurunan Quality Of Life (QOL) pada multibasiler pasca Multy Drug Therapy.
Orang Yang Pernah Mengalami Kusta Tujuan dari penelitian ini adalah
(OYPMK), karena Orang Yang Pernah untuk menganalisis hubungan faktor
Menderita Kusta dalam kehidupannya demografi dan dukungan sosial dengan
mengalami gangguan kesehatan fisik, kualitas hidup pasien kusta multibasiler
gangguan kesejahteraan psikologis, pasca Multy Drug Therapy di RS Kusta
gangguan hubungan sosial dan masalah Sumberglagah Mojokerto.
lingkungan. Hal tersebut bisa berdampak
buruk terhadap kualitas hidupnya seperti METODE PENELITIAN
dalam mobilitas, hubungan interpersonal,
dan kegiatan sosial lainya (Ulfa, 2015). Jenis penelitian yang digunakan
Hasil beberapa penelitian yang dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
sudah disampaikan dapat diketahui bahwa observasional dimana peneliti tidak
masih adanya stigma yang dapat memberikan perlakuan terhadap subjek
mempengaruhi kualitas hidup dari pasien penelitian, akan tetapi dengan melakukan
kusta. Stigma yang terjadi pada penderita pengamatan dan menganalisis hubungan
kusta dapat berasal dari teman, tetangga, antar variabel. Desain yang digunakan
masyarakat bahkan dapat berasal dari dalam penelitian ini adalah dengan
keluarga penderita kusta itu sendiri. Tanpa pendekatan cross sectional. Variabel yang
disadari stigma dapat muncul dari diteliti dalam penelitian ini adalah faktor
lingkungan sekitar penderita kusta. Stigma demografi, dukungan sosial dan kualitas
positif akan menghasilkan dukungan sosial hidup pada penderita kusta multibasiler.
yang positif. Dukungan sosial yang di
Denyk Eko Meiningtyas dan Arief Hargono, Hubungan Faktor Demografi Dan... 259

Penelitian ini dilaksanakan di Poli pasien kusta multibasiler berada pada


Kusta Rumah Sakit Kusta Sumberglagah kelompok umur produktif sejumlah 49
Mojokerto pada bulan Desember 2017. orang (61,3%). Sedangkan pada kelompok
Populasi pada penelitian ini adalah umur tidak produktif sejumlah 31 orang
penderita kusta multibasiler yang di (38,8%).
nyatakan sembuh dan terdaftar pada
register Poli RS Kusta Sumberglagah Tabel 1. Distribusi Pasien Kusta
Mojokerto. Jumlah populasi pada Berdasarkan Kelompok Umur
penelitian ini adalah 124 responden. di RS Kusta Sumberglagah
Sampel pada penelitian ini adalah Mojokerto Tahun 2017
penderita kusta multibasiler yang
Pasien Kusta
dinyatakan sembuh dan terdaftar pada
register poli di RS Kusta Sumberglagah Umur Persentase
Jumlah
Mojokerto yaitu sejumlah 80 orang. (%)
Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu Produktif 49 61,3%
usia responden lebih dari 18 tahun. Cara Tidak
31 38,8%
pengambilan sampel yaitu dengan Produktif
menggunakan non probability sampling Total 80 100%
jenis Consecutive sampling yaitu dengan
menentukan subjek penelitian yang Tabel 2. Distribusi Pasien Kusta
diambil memenuhi kriteria tertentu dari Berdasarkan Jenis Kelamin di
peneliti dan diambil dalam kurun waktu RS Kusta Sumberglagah
tertentu (Hidayat, 2009). Mojokerto Tahun 2017
Variabel pada penelitian ini yaitu Jenis Pasien Kusta
kualitas hidup pasien kusta multibasiler Kelamin
sebagai variabel dependen. Faktor Jumlah Persentase
demografi pasien kusta multibasiler dan (%)
dukungan sosial pasien kusta multibasiler Laki-laki 45 56,3%
sebagai variabel independen. Sumber data
pada penelitian ini yaitu data primer dan Perempuan 35 43,8%
data sekunder. Cara pengumpulan data
yaitu dengan menggunakan kuisioner Total 80 100,0%
WHOQOL-BREF untuk menganalisis
kualitas hidup, kuisioner faktor demografi
untuk menganalisis faktor demografi, dan Tabel 3. Distribusi Pasien Kusta
kuisioner dukungan sosial untuk Berdasarkan Tingkat
menganalisis dukungan sosial. Teknik Pendidikan di RS Kusta
analisis data univariat dan bivariat pada Sumberglagah Mojokerto
penelitian ini menggunakan aplikasi Tahun 2017
komputer. Analisis univariat pada Pasien Kusta
penelitian ini untuk menghitung distribusi Tingkat
frekuensi pada tiap variabel. Analisis Pendidikan Jumlah Persentase
bivariat pada penelitian ini untuk (%)
mengetahui hubungan pada variabel, yaitu Rendah 58 72,5%
dengan melihat hasil nilai p value.
Tinggi 22 27,5%
HASIL Total 80 100,0%

Berdasarkan kelompok umur


Berdasarkan jenis kelamin
diketahui bahwa sebagian besar responden
diketahui bahwa sebagian besar responden
260 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 256-267

pasien kusta multibasiler pada penelitian


ini memiliki jenis kelamin laki-laki Tabel 5. Distribusi Pasien Kusta
sejumlah 45 orang (56,3%). Sedangkan Berdasarkan Kualitas Hidup
pada jenis kelamin perempuan sejumlah 35 di RS Kusta
orang (43,8%). Sumberglagah Mojokerto
Berdasarkan tingkat pendidikan Tahun 2017
diketahui bahwa sebagian besar responden
Kualitas Pasien Kusta
pasien kusta multibasiler pada penelitian
Hidup Jumlah Persentase
ini memiliki tingkat pendidikan rendah
sejumlah 58 orang (72,5%). Sedangkan (%)
pada tingkat pendidikan tinggi diketahui Kualitas 24 30%
sejumlah 22 orang (27,5%). Hidup
Kurang
Tabel 4. Distribusi Pasien Kusta Baik
Berdasarkan Dukungan Sosial Kualitas 56 70%
di RS Kusta Sumberglagah Hidup Baik
Mojokerto Tahun 2017 Total 80 100%

Dukungan Pasien Kusta Analisis Bivariat


Sosial Jumlah Persentase Hasil analisis bivariat pada variabel
(%) umur dapat dilihat pada tabel 6. Tabel
Dukungan 28 35% tersebut menunjukan bahwa berdasarkan
Sosial analisis Chi-Square Test diketahui nilai p=
Rendah 0,035, artinya p kurang dari 0,05. Sehingga
Dukungan 52 65% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
Sosial Tinggi antara kelompok umur dengan kualitas
Total 80 100% hidup pada pasien kusta multibasiler di RS
Kusta Sumberglagah Mojokerto.
Berdasarkan dukungan sosial Perhitungan nilai PR yaitu 2,21
diketahui bahwa sebagian besar responden dengan C1955% yaitu 1,13 – 4,34.
pasien kusta memiliki dukungan sosial Sehingga hasil analisis pada variabel umur
yang tinggi sejumlah 52 orang (65%). bisa disimpulkan bahwa seseorang yang
Sedangkan pada dukungan sosial yang memiliki umur produktif beresiko 2,21 kali
rendah diketahui sejumlah 28 orang (35%). lebih tinggi untuk mengalami kualitas
Berdasarkan kualitas hidup hidup kurang baik dibandingkan dengan
diketahui bahwa sebagian besar responden orang yang memiliki umur produktif.
pasien kusta memiliki kualitas hidup baik
sejumlah 56 orang (70%).

Tabel 6. Hubungan Kelompok Umur Dengan Kualitas Hidup Di RS Kusta Sumberglagah


Mojokerto Tahun 2017
Kualitas Hidup Asymp. Sig. (2-
Umur Total
Kurang Baik sided)
Tidak Produktif 14 17 49
45,2% 54,8% 100%
Produktif 10 39 31
,035
20,4% 79,6% 100%
Total 24 56 80
30% 70% 100%
Denyk Eko Meiningtyas dan Arief Hargono, Hubungan Faktor Demografi Dan... 261

Tabel 7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kualitas Hidup di RS Kusta Sumberglagah


Mojokerto Tahun 2017
Kualitas Hidup Asymp. Sig. (2-
Jenis Kelamin Total
Kurang Baik sided)
Laki-laki 15 30 45 ,623
33,3% 66,7% 100%
Perempuan 9 26 35
25,7% 74,3% 100%
Total 24 56 80
30% 70% 100%

Hasil analisis bivariat pada variabel dilihat pada Tabel 8. Tabel tersebut
jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 7. menunjukan analisis Chi-Square Test
Tabel tersebut menunjukan analisis Chi- diketahui nilai p= 0,005, artinya p kurang
Square Test diketahui nilai p= 0,623, dari 0,05. Sehingga hasil analisis variabel
artinya p lebih dari 0,05. Sehingga hasil tingkat pendidikan disimpulkan bahwa ada
analisisnya dapat disimpulkan bahwa tidak hubungan antara tingkat pendidikan pasien
ada hubungan antara jenis kelamin dengan dengan kualitas hidup pada pasien kusta
kualitas hidup pada pasien kusta multibasiler di RS Kusta Sumberglagah
multibasiler di RS Kusta Sumberglagah Mojokerto.
Mojokerto. Perhitungan nilai PR yaitu 8,7
Perhitungan nilai PR (Prevalen dengan CI95% 1,252 – 60,772. Nilai
Ratio) yaitu 1,2 dengan CI95% 0,645 – tersebut signifikan atau bermakna karena
2,606. Hasil penelitian ini diketahui bahwa nilai CI95% tidak melewati angka 1.
pada analisis variabel jenis kelamin bisa Sehingga hasil analisis pada variabel
disimpulkan yaitu seseorang yang berjenis tingkat pendidikan bisa disimpulkan
kelamin laki-laki beresiko 1,2 kali lebih bahwa seseorang yang memiliki tingkat
tinggi untuk mengalami kualitas hidup pendidikan rendah beresiko 8,7 kali lebih
kurang baik dibandingkan dengan orang tinggi untuk mengalami kualitas hidup
yang berjenis kelamin perempuan. kurang baik dibandingkan dengan orang
Hasil analisis bivariat variabel yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.
tingkat pendidikan pada pasien kusta dapat

Tabel 8. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kualitas Hidup di RS Kusta Sumberglagah


Mojokerto Tahun 2017
Kualitas Hidup Asymp. Sig. (2-
Pendidikan Total sided)
Kurang Baik
Rendah 23 35 58
39,7% 60,3% 100%
Tinggi 1 21 22 ,005
4,5% 95,5% 100%
Total 24 56 80
30% 70% 100%
262 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 256-267

Tabel 9. Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kualitas Hidup Pasien Kusta Di RS Kusta
Sumberglagah Mojokerto Tahun 2017
Kualitas Hidup
Dukungan Sosial Total Asymp. Sig.
Kurang Baik
Rendah 14 14 28
50,0% 50,0% 100%
Tinggi 10 42 52
,009
19,2% 80,8% 100%
Total 24 56 80
30% 70% 100%

Hasil analisis bivariat pada variabel Pensiun bahwa usia pertama kali pensiun
dukungan sosial pasien kusta multibasiler ditetapkan pada usia 56 tahun. Seseorang
dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel tersebut yang berusia lebih dari 56 tahun dianggap
menunjukan bahwa berdasarkan analisis sudah menurun produktifitasnya untuk
Chi-Square Test diketahui nilai p= 0,009, menghasilkan suatu produk atau jasa.
artinya p kurang dari 0,05. Sehingga hasil Hasil analisis Chi-Square
analisis penelitian pada variabel dukungan menunjukan nilai p= 0,035, artinya ada
sosial pasien kusta multibasiler dapat hubungan antara umur dengan kualitas
disimpulkan bahwa ada hubungan antara hidup pada pasien kusta di RS Kusta
dukungan sosial pasien kusta multibasiler Sumberglagah Mojokerto. Hal ini berbeda
dengan kualitas hidup pada pasien kusta dengan penelitian yang disampaikan oleh
multibasiler di RS Kusta Sumberglagah Slamet dkk., (2015) bahwa umur tidak
Mojokerto. memiliki hubungan yang bermakna dengan
Perhitungan nilai PR yaitu 2,6 kualitas hidup. Sebagai makhluk sosial
dengan CI 95% 1,332-5,076. Nilai tersebut setiap manusia tentunya harus
signifikan atau bermakna karena nilai CI bersosialisasi dengan orang lain untuk
95% tidak melewati angka 1. Nilai PR memenuhi kebutuhan hidup. Orang yang
lebih dari 1 berarti bersifat resiko. pernah menderita kusta pada usia produktif
Sehingga hasil analisis pada variabel maupun tidak produktif di tuntut untuk
dukungan sosial bisa disimpulkan bahwa tetap bersosialisasi dengan orang lain
seseorang yang memiliki dukungan sosial dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.
rendah beresiko 2,6 kali lebih tinggi untuk Penyakit kusta yang diderita oleh
mengalami kualitas hidup kurang seseorang dapat menimbulkan rasa cemas
dibandingkan dengan orang yang memiliki yang dapat mengganggu aktivitas sehari-
dukungan sosial yang tinggi. hari. Pada usia produktif merupakan usia
seseorang yang masih dapat bekerja untuk
PEMBAHASAN menghasilkan produk atau jasa. Seseorang
yang menderita penyakit kusta akan
Faktor Umur membatasi aktifitas dalam bersosialisasi
termasuk dalam bekerja.
Distribusi frekuensi pada variabel Menurut Dirjen PP dan PL (2012)
umur pada pasien kusta multibasiler di RS faktor penentu terjadi kusta adalah sumber
Kusta Sumberglagah Mojokerto penularan, cara keluar pejamu, cara
menunjukan bahwa mayoritas ada pada penularan, cara masuk dalam pejamu, dan
kelompok umur produktif 15-55 tahun pejamu. Penyakit kusta dapat terjadi pada
sejumlah 49 orang (61,3%). Menurut UU semua umur, anak-anak, dewasa serta
No. 45 tahun 2015 tentang lansia. Sehingga umur tidak termasuk
Penyelenggaraan Program Jaminan dalam faktor penentu terjadinya kusta.
Denyk Eko Meiningtyas dan Arief Hargono, Hubungan Faktor Demografi Dan... 263

Penelitian Tsumsumi dkk, (2007) Menderita penyakit kusta bisa menjadi


menyebutkan bahwa tidak ada hubungan ancaman tersendiri bagi laki-laki
yang bermakna antara umur dengan sehubungan dengan peran laki-laki sebagai
kualitas hidup. Namun dengan adanya rasa kepala keluarga. Seorang kepala keluarga
cemas yang dialami oleh penderita kusta berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan
pada kelompok usia produktif yang dapat hidup keluarga seperti hal nya bekerja.
menyebabkan pembatasan aktifitas sehari- Kepala keluarga yang menderita kusta
hari seperti bertemu orang lain, berkumpul tidak akan maksimal dalam bekerja
dengan teman, bahkan bekerja. Penyakit sehingga akan menurunkan pendapatan
kusta merupakan penyakit kronis yang keluarga. Adanya rasa cemas tidak dapat
menyerang bagian tubuh kecuali saraf bekerja maksimal untuk memenuhi
pusat. Orang yang menderita kusta kebutuhan keluarga dapat menurunkan
tentunya akan mengalami gangguan kualitas hidup pada laki-laki dalam
fungsional tubunya. Hal tersebut dapat peranya sebagai kepala keluarga.
menimbulkan rasa kurang percaya diri Perempuan cenderung lebih siap dalam
karana cacat fisik yang dialami oleh menerima keadaan bahwa dirinya
penderita kusta sehingga dapat menderita kusta. Perempuan dapat lebih
menurunkan kualitas hidup pada penderita baik dalam mengelola perasaan emosional
kusta. mereka dari pada laki=laki. Sehingga
perempuan dapat lebih baik dalam
Faktor Jenis Kelamin mengelola kualitas hidupnya. Namun
perempuan yang menderita kusta akan
Distribusi frekuensi pada variabel melakukan pembatasan pada segala
jenis kelamin mayoritas berjenis kelamin aktifitas di lingkungan keluarga,
laki-laki sejumlah 45 orang (56,3%). Hasil masyarakat bahkan lingkungan pekerjaan
perhitungan Chi-Square didapatkan nilai yang dapat berdampak pada menurunnya
p=0,623, artinya tidak ada hubungan antara kualitas hidup pada seorang perempuan.
jenis kelamin dengan kualits hidup pasien
kusta di RS Kusta Sumberglagah Faktor Tingkat Pendidikan
Mojokerto. Seperti yang disampaikan oleh
peneliti Slamet dkk (2015) bahwa jenis Distribusi frekuensi tingkat
kelamin laki-laki banyak dijumpai dari pendidikan didapatkan hasil bahwa
pada perempuan, namun jenis kelamin sebagian besar pasien memiliki tingkat
tidak berhubungan dengan kualitas hidup pendidikan rendah sebanyak 58 orang
pada penderita kusta. (72,5%). Hasil analisis Chi-Square
Jenis kelamin laki-laki atau diketahui nilai p= 0,003, artinya ada
perempuan mempunyai peluang yang sama hubungan antara tingkat pendidikan
untuk mengalami kusta. Seperti yang dengan kualitas hidup pasien kusta di RS
disampaikan oleh Dirjen PP dan PL (2012) Kusta Sumberglagah Mojokerto. Seperti
bahwa faktor penentu terjadinya kusta yang disampaikan peneliti JG An dkk
adalah sumber penularan, cara keluar dari (2010) bahwa pendidikan merupakan salah
pejamu, cara penularan, cara masuk satu faktor yang dapat mempengaruhi
kedalam pejamu, dan pejamu. Pernyataan kualitas hidup pasien kusta di Cina.
tersebut menunjukan bahwa jenis kelamin Teori Lawrence Green dalam
tidak mempengaruhi terjadinya penyakit Nursalam (2016) disampaikan bahwa yang
kusta. Peneliti Mankar dkk, (2011) berkaitan dengan perubahan perilaku
menyebutkan bahwa laki-laki dan seseorang dapat ditentukan oleh faktor
perempuan memiliki dampak yang sama predisposisi, faktor enabling, dan faktor
terhadap penyakit kusta dalam peran reinforcing. Bentuk faktor enabling salah
mereka dalam pergaulan bermasyarakat. satunya yaitu pendidikan. Pendidikan yang
264 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 256-267

didapat oleh seseorang dapat hanya berdiam diri saja dan berobat setelah
mempengaruhi pola berfikir orang tersebut. ada reaksi lanjut. Padahal hal tersebut juga
Seseorang dengan tingkat pendidikan yang akan merugikan penderita karena
tinggi akan lebih mudah menerima adanya pengobatan yang terlambat akan
informasi. Selain itu pengetahuan yang menyebakan cacat fisik. Cacat fisik dapat
luas juga dapat berpengaruh terhadap pola berdampak pada pembatasan diri terhadap
berfikir seseorang. Pendidikan yang tinggi aktifitas sehingga menyebabkan kualitas
memberikan peluang pada seseorang untuk hidup akan menurun.
lebih banyak menerima informasi.
Informasi dapat diterima dari berbagai Dukungan Sosial
sumber seperti media elektronik, media
cetak, internet, poster, leaflet bahkan dari Distribusi frekuensi pada dukungan
dinformasi yang disampaikan oleh orang sosial pada pasien kusta di RS Kusta
lain. Seperti halnya terkait penyakit kusta, Sumberglagah Mojokerto mayoritas
dengan adanya informasi tentang penyakit memiliki dukungan sosial yang tinggi yaitu
kusta dapat diterima lebih baik oleh sejumlah 52 orang (65%). Hasil analisis
seseorang yang memiliki pendidikan Chi-Square Test (Tabel 5.8) menunjukan
tinggi. Pengetahuan dan wawasan yang nilai p=0,009, artinya ada hubungan antara
diterima seseorang dapat membantu dukungan sosial dengan kualitas hidup
mengelola pola berfikir untuk mengurangi pada pasien kusta di RS Kusta
bahkan menghindari rasa cemas yang Sumberglagah Mojokerto. Perhitungan
dialami penderia kusta. Mengelola rasa nilai PR di dapatkan hasil 2,6 dengan CI
cemas dengan baik dapat meningkatkan 95% 1,332-5,076. Nilai tersebut tidak
kualitas hidup pada penderia kusta. melewati angka 1 sehingga nilai tersebut
Penyakit kusta merupakan penyakit bermakna atau signifikan. Nilai PR lebih
yang mengalami gangguan fungsional pada dari 1 berarti resiko. Dapat disimpulkan
tubuh. Tahap pertama penyakit kusta akan bahwa penderita kusta yang memiliki
menyerang saraf tepi, kemudian berlanjut dukungan sosial rendah beresiko 2,6 kali
menyerang kulit, mukosa mulut, saluran lebih tinggi mengalami kualitas hidup
napas bagian atas, sistem retikuloendotial, kurang dibandingkan penderita kusta yang
otot mata, tulang dan testis kecuali saraf memiliki dukungan sosial yang tinggi.
pusat. Penanganan yang lambat pada Hubungan dukungan sosial dengan
penderita kusta dapat menyebabkan kualitas hidup pada penelitian ini sesuai
terjadinya kerusakan akut pada fungsi saraf dengan penelitian Melisa dkk., (2012)
yang berakibat kecacatan. Adanya cacat yaitu dukungan sosial yang tinggi pada
pada tubuh pasien kusta dapat seseorang akan meningkatkan kualitas
menimbulkan rasa cemas dan tidak percaya hidup orang tersebut, dan adanya
diri dalam hidup bermasyarakat. Cacat hubungan yang bermakna antara dukungan
tubuh pada pasien kusta dapat sosial dengan kualitas hidup. Seseorang
menimbulkan stigma pada masyarakat. yang menerima dukungan sosial yang baik
Stigma negatif sering muncul dalam akan meningkatkan perasaan lebih percaya
masyarakat yang kurang memahami diri, lebih dihargai, diperhatikan bahkan
tentang penyakit kusta. Masyarakat merasa di cintai.
menganggap penyakit kusta merupakan Penelitian Tsutsumi dkk., (2007)
penyakit kutukan yang dapat menular. menyebutkan bahwa hasil penelitian yang
Stigma negatif yang muncul dalam dilakukan di Bangladesh menunjukan
masyarakat menyebabkan penderita kusta bahwa ada hubungan stigma yang dialami
akan membatasi diri untuk bersosialisasi, pasien kusta dengan kesehatan mental.
bahkan untuk pergi berobat saja mereka Kesehatan mental merupakan penentu dari
takut. Sehingga penderita kusta cenderung kualitas hidup seseorang. Kesehatan
Denyk Eko Meiningtyas dan Arief Hargono, Hubungan Faktor Demografi Dan... 265

mental seseorang baik bila orang tersebut Menurut Rafferty (2005) beberapa
merasa tentram, tenang dan bahagia upaya yang bisa dilakukan untuk
dengan hidupnya tentunya akan berdampak mengurangi timbulnya stigma yaitu dengan
pada kualitas hidup juga. Kesehatan mental rehabilitasi fisik dan sosial ekonomi.
yang baik tentunya akan meningkatkan Upaya tersebut dapat bermanfaat untuk
kualitas hidup. meningkatkan harga diri dan status
Penelitian Brakel dkk., (2012) penderita kusta di masyarakat. Berbagi
menyebutkan bahwa perceive stigma yang pengalaman dan informasi pada pasien
dialami seseorang dapat menyebabkan kusta lain dalam konseling kelompok dapat
stress, kecemasan, depresi, bahkan usaha membantu meningkatkan stigma positif
untuk bunuh diri. Kusta merupakan pada diri sendiri. Manusia merupakan
penyakit yang mengalami gangguan makluk sosial yang membutuhkan interaksi
fungsional pada anggota tubuh. Seseorang sosial dalam kehidupan sehari-hari.
yang menderita kusta akan merasa Timbulnya sakit kusta akan menjadi beban
terganggu karena cacat fisik yang tersendiri pada penderita kusta untuk
ditimbulkan oleh penyakit kusta tersebut, berinteraksi sosial. Upaya konseling
sehingga penderita kusta akan membatasi kelompok akan memfasilisasi penderita
diri dalam bersosialisasi dengan kusta untuk mendapatkan pengetahuan
lingkungan sekitarnya. Membatasi diri baru, teman baru, bahkan untuk
dalam bersosialisasi dengan masyarakat mendapatkan pekerjaan, sehingga
ditambah dengan adanya stigma negatif penderita kusta tidak akan merasa
pada penderita kusta akan berdampak sendirian atau merasa terisolasi dengan
menurunya kualitas hidup penderita kusta, keadaanya, karena dalam konseling
karena penderita kusta akan merasa kelompok akan saling menguatkan antar
terisolasi dan tidak bebas untuk melakukan penderita kusta. Tentunya upaya tersebut
aktivitas seperti masyarakat lainya. dapat meningkatakan kualitas hidup
Penelitian Yen dkk., (2009) seseorang.
menyebutkan bahwa seseorang yang
mengalami depresi karena stigma pada diri SIMPULAN
sendiri buruk akan memiliki kualitas hidup
yang rendah. Seseorang yang menderita Hasil penelitian ditemukan bahwa
kusta akan merasa hidupnya telah berakhir variabel umur produktif, jenis kelamin
karena sakit kusta. Penderita kusta merasa laki-laki, tingkat pendidikan rendah dan
tidak bisa melakukan apapun seperti dukungan sosial yang tinggi memiliki
layaknya orang normal yang tidak sakit hubungan yang signifikan atau bermakna
kusta. Merasa tidak bisa bekerja, tidak dengan kualitas hidup pada penderita kusta
akan punya pendamping hidup, bahkan multibasiler di RS Kusta Sumberglagah
merasa tidak punya masa depan. Adanya Mojokerto. Dukungan sosial yang tinggi
stigma negatif pada diri sendiri tersebut pada pasien kusta dapat meningkatkan
tentunya akan menurunkan kualitas hidup kualitas hidup pasien kusta itu sendiri.
penderita kusta. Namun sesungguhnya Pasien kusta akan termotivasi untuk
penderita kusta bisa sembuh dengan melakukan berbagai kegiatan yang dapat
melakukan pengobatan secara teratur dan memaksimalkan kualitas hidupnya.
cacat kusta bisa dihindari dengan deteksi Diharapkan untuk tenaga kesehatan
dini sakit kusta. Seperti yang disampaikan lebih maksimal dalam menyampaikan
oleh Dirjen PP dan PL., (2012) bahwa promosi kesehatan terkait penyaki kusta,
pengobatan kusta akan memutus rantai seperti dengan mengadakan sosialisasi
penularan kusta, menyembuhkan sakit tentang penyakit kusta. Sumber informasi
kusta, mencegah cacat atau mencegah yang didapat masyarakat dapat menambah
bertambahnya cacat yang susdah ada.
266 The Indonesian Journal of Public Health, Vol 13, No 2 Desember 2018: 256-267

pengetahuan sehingga masyarakat tidak Mankar MJ., Joshi SM., Velankar DH.,
akan salah menilai tentang penyakit kusta. Mhatre RK, and Nalgundwar AN.
Diharapkan penderita kusta dapat 2011. Comparative study of the
meningkatkan rasa percaya diri untuk aktif quality of life, knowledge, attitude
dan produktif dalam kehidupan sehari-hari. and belief about leprosy disease
Misalnya dengan membuka usaha seperti among leprosy patients and
berdagang. Penderita kusta tidak menutup community members in Shantivan
diri dari lingkungan masyarakat. leprosy rehabilitation centre.
Diharapkan untuk pemerintah dapat Maharashtra, India: J Glob Infect
memberikan fasilitas seperti membuat Dis. Social Science & Medicine 64,
suatu perkumpulan atau kelompok 2443-2453.
sehingga penderita kusta dapat berbagi Maziyya, N., Nursalam, N., Mariyanti, H.
informasi, pengalaman, bahkan pekerjaan 2016. Kualitas hidup penderita
kepada penderita kusta yang lain. kusta berbasis teori heatlh belief
models (HBM). [e-journal] 1:
DAFTAR PUSTAKA pp.96-102.
Melisa., Jeavery B., dan Frenly MU., 2012.
Brakel WH., Sihombing B., Djarir H., Hubungan dukungan sosial dengan
Beise K., Kusumawardhani L., kualitas hidup pada pasien
Yulihane R., Kurniasari I., Kasim Tuberkulosis Paru di Poli Paru
M., Kesumaningsih Kl., dan Wilder BLU RSUP Prof. DR. R. D Kandou
SA., 2012. Disability in people Manado. Universitas Sam
affected by leprosy the role of Ratulangi. [e-journal] 1:1.
impairment, activity, sosial Nursalam, 2016. Metodologi penelitian
participation, stigma and ilmu keperawatan. Jakarta:
discrimination. Salemba Medika.
Brooks, B., Anderson, M. A. 2007. Pratama, S., 2012. Tingkat kualitas hidup
Defining quality of nursing work pasien kusta yang datang berobat
life. nursing economic. ke RSU DR. Pirngadi Medan. [e-
Dinkesprov Jawa Timur, 2016. Profil journal] 1698.
Kesehatan Provinsi Jawa Timur Rafferty, J. 2005. Curing the stigma of
2016. Leprosy. Leprosy Review Pubmed
Dinkeskab Mojokerto, 2015. Profil Journal, 119-126.
Kesehatan Kabupaten Mojokerto Rahayuningsih, E., 2012. Analisis kualitas
2015. hidup penderita kusta di puskesmas
Dirjen P2PL, 2012. Pedoman nasional kedaung. Tesis. Universita
program pengendalian penyakit Indonesia.
kusta. Rinadewi A., Wieke T., dan Sri LM., 2013.
Hidayat, A. 2009. Riset keperawatan dan Kualitas hidup pasien
teknik penulisan ilmiah. Jakarta: kusta.Universitas Indonesia
salemba medika. Slamet., Hadyana S., dan Sharon G., 2015.
JG An., J-H Ma., SX Xiao., SB Xiao, dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
F Yang., 2010. Quality of life in quality of life orang yang pernah
patients with lepromatous leprosy mengalami kusta di Kabupaten
in China. [e-journal] 24 (7):827- Cirebon. Universitas Padjajaran. [e-
32. journal]
Kementerian Kesehatan Republik Tsutsumi, A., Izutsu, T., Akramul Islam
Indonesia. 2015. Profil kesehatan MD., Maksuda, A., Kato, H., &
indonesia Wakai, S. (2007) The quality of
life, mental health, and perceived
Denyk Eko Meiningtyas dan Arief Hargono, Hubungan Faktor Demografi Dan... 267

stigma of leprosy patients in WHO. (2002). WHOQOL-SRPB: User


Bangladesh sosial science & manual. Geneva: WHO.
medicine 64: pp. 2443-2453. WHO. (2004). The world health
Ulfa F., Dwi MW., dan Pudjo W., 2015. organization quality of life
Perbedaan kualitas hidup Orang (WHOQOL)-BREF.
Yang Pernah Menderita Kusta Yen CF., Cheng CC., Yu L., Tze-Chun
(OYPMK) yang tergabung dengan Tang., Chih HK., dan Ju-Yu Y.,
kelompok perawatan diri dan 2009. Association bertween quality
OYPMK yang tinggal di wilayah of life and self stigma, insight, and
tanpa KPD adverse effects of medication in
WHO. (2010). Global leprosy situation patients with depressive disorder.
2010. Weekly epidemiological Pubmed Journal. Vol. 26 (11)
record 35: pp. 337-348. 1033-1039

You might also like