You are on page 1of 61

PROFIL PENDERITA KANKER PAYUDARA STADIUM LANJUT BAIK LOKAL

MAUPUN METASTASIS JAUH DI RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG


Mochamad Aleq Sander
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Bendungan Sutami 188A Malang 65145
e-mail: aleq.sander@yahoo.com
blog: bedahunmuh.wordpress.com

Abstract

Breast cancer represent one of the most second malignancy of the woman after
cervix cancer. In Indonesia estimated ±100 new case per 100.000 population
every year, meaning more or less 200.000 new case every year to all cancer
type. While for the breast cancer ± 23.140 new case every year. If breast cancer
found in early stage, it has high life expectancy, ranging from 85-95%. But
actually 70-90% patient came to hospital after their disease were hard and
advanced stage. Cancer medication at advanced stage was very difficult and its
result very dissatisfactory. The aim of research is to know the epidemiology,
clinical symptom, diagnosis, therapy, prognosis. Descriptive study with
retrospective design. Total sampling was all outpatient in oncology deparment of
Hasan Sadikin Hospital of Bandung with advanced stadium of breast cancer from
January 2003 up to December 2008. 164 eligible respondens who had age below
35 yo 28 (17.1%) and above 35 yo 136 (82.9%). Average of menarche 11.77 yo.
Location of right breast cancer 78 (47.6%), left 82 (50%), and both 4 (2.4%). A
lot of stadium was T4bNoMx that is 18 (11%). Chest x-ray, laboratory, and USG
were the most diagnostic procedure often used that is 19 (11.6%). The most
common therapy was BE+VC+RM that is 17 (10.4%). The prognosis was healing
20 (12.2%), not/not yet healed 30 (18.3%), not control 110 (67.1%), and who
control in the other place 4 (2.4%). Conclusion was mostly diagnosis of breast
cancer according to anatomy pathology, chest x-ray, laboratory, and
ultrasonografi. A lot of breast cancer location was left side. Excision biopsy, and
followed by radical mastectomy were the most therapy procedure. Therapy
evaluation to assess the level of healing was difficult because most patient did
not conduct the control after therapy.

Keywords: breast cancer, locally advanced and advanced stage

Abstrak

Kanker payudara adalah keganasan kedua terbanyak pada wanita setelah kanker leher rahim. Di
Indonesia diperkirakan ada 100 kasus baru tiap 100.000 penduduk tiap tahunnya, artinya bahwa
±200.000 kasus baru tiap tahun untuk semua kasus kanker. Sementara untuk kanker payudara terdapat
±23.140 kasus baru tiap tahun. Jika kanker payudara ditemukan pada stadium awal maka pasien akan
memiliki harapan hidup tinggi antara 85-95%. Tetapi kenyataannya bahwa 70-90% penderita datang
ke rumah sakit sudah dalam stadium lanjut. Pengobatan kanker payudara pada stadium lanjut sangat
sulit dan tidak memuaskan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui epidemiologi, gejala klinis, cara
diagnosis, macam terapi, dan prognosis penderita kanker payudara stadium lanjut serta didesain
sebagai penelitian deskriptif retrospektif. Teknik sampling menggunakan total sampling yaitu
penderita kanker payudara stadium lanjut di poliklinik Bedah Onkologi RSUP Hasan Sadikin
Bandung dari Januari tahun 2003 - Desember

2008. Ada 164 sampel yang eligible, dimana yang berusia dibawah 35 tahun 28 (17.1%) dan diatas
35 tahun 136 (82.9%). Usia rerata menarche 11.77 tahun. Lokasi kanker payudara kanan 78 (47.6%),
payudara kiri 82 (50%), dan kedua payudara 4 (2.4%). Stadium terbanyak T4bNoMx yaitu 18 (11%).

1
Foto ronsen dada, laboratorium, dan USG adalah prosedur diagnostik yang paling sering digunakan
yaitu 19 (11.6%). Paket terapi yang paling sering adalah BE+VC+RM yaitu 17 (10.4%). Prognosis
didapatkan sembuh 20 (12.2%), tidak/belum sembuh 30 (18.3%), tidak kontrol 110 (67.1%), dan yang
kontrol ditempat lain 4 (2.4%). Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa sebagian besar diagnosis
kanker payudara berdasarkan hasil PA, foto ronsen dada, laboratorium, dan USG. Lokasi terbanyak
adalah payudara kiri. Biopsi eksisi (BE), vries coup (VC), dan dilanjutkan radikal mastektomi (RM)
adalah prosedur terapi yang paling banyak diterapkan. Evaluasi terapi untuk menilai tingkat
kesembuhan sulit dilakukan karena kebanyakan penderita tidak melakukan kontrol pasca terapi.

Kata kunci: kanker payudara, stadium lokal lanjut dan metastasis jauh

LATAR BELAKANG hormonal, penyakit fibrokistik, obesitas,


riwayat radiasi, riwayat keluarga, dan faktor
Kanker payudara adalah suatu penyakit lain yang bersifat eksogen (Robin et al, 2005).
neoplasma ganas yang berasal atau tumbuh di
dalam struktur saluran dan kelenjar payudara. Gejala klinis kanker payudara dapat berupa
Penyakit ini oleh WHO dimasukkan ke dalam benjolan pada payudara, erosi atau eksema
International Classification of puting susu, atau pendarahan puting susu.
Diseases (ICD) dengan kode nomor 174 Umumnya benjolan tidak nyeri dan awalnya
(Robin et al, 2005). kecil, makin lama makin besar, lalu melekat
pada kulit atau puting susu. Puting susu
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak menjadi tertarik ke dalam (retracted
kedua sesudah kanker leher rahim di nipple), kulit oedema hingga tampak seperti
Indonesia. Selain jumlah kasus yang banyak, kulit jeruk (peau d’orange), mengkerut,
lebih dari 70% penderita kanker payudara atau timbul borok (ulcus) pada payudara.
ditemukan pada stadium lanjut. Data dari Borok itu makin lama makin besar dan dalam
Direktorat Jenderal PelayananMedik sehingga menghancurkan seluruh payudara,
Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa sering berbau busuk, dan mudah berdarah.
Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru
payudara menurut golongan penyebab sakit timbul bila tumor sudah besar, timbul borok,
menunjukkan peningkatan dari tahun 1992- atau ada metastasis ke tulang. Kemudian
1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8 (Moningkey timbul pembesaran kelenjar getah bening di
et al, 2000). ketiak, bengkak (edema) pada lengan, dan
penyebaran kanker ke seluruh tubuh
Kanker payudara jarang berkembang sebelum (Tjindarbumi, 2000). Kanker payudara lanjut
umur 25 tahun, insidens tertinggi pada masa sangat mudah dikenali dengan mengetahui
perimenopause. Lebih sering terjadi pada kriteria operabilitas Heagensen sebagai
pasien dengan riwayat kanker payudara dalam berikut: terdapat edema luas pada kulit
keluarga, risiko meningkat secara proporsional payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara);
dengan jumlah anggota tingkat pertama yang adanya nodul satelit pada kulit payudara;
menderita kanker (Robin et al, 2005). kanker payudara jenis mastitis karsinomatosis;
terdapat nodul parasternal;
Sampai saat ini, penyebab kanker payudara terdapatnodulsupraklavikula; adanya edema
belum diketahui secara pasti. lengan; adanya metastasis jauh; serta terdapat
dua dari tanda-tanda locally advanced,
Penyebab kanker payudara termasuk yaitu ulserasi kulit, edema kulit, kulit
multifaktorial, yaitu banyak faktor yang terkait terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah
satu dengan yang lain. Beberapa faktor yang bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm, dan
diperkirakan mempunyai pengaruh besar kelenjar getah bening aksila melekat satu sama
dalam terjadinya kanker payudara adalah lain (Brunicardi et al, 2010).
reproduksi (nultipara, menarche dini,
menopause lama, dan hamil pertama usia tua), Dari seluruh kanker payudara, sekitar 50%
tumbuh pada kuadran lateral atas, 10% pada

2
ketiga kuadran yang lain, dan 20% di regio T4a : Ekstensi ke dinding dada.
subareolar. Lesi multifokal (misalnya yang T4b : Ekstensi ke kulit yang terbatas
timbul pada kuadran lain di luar massa tumor
utama) pada kurang lebih sepertiga pasien dan pada 1 payudara.
tidak jarang bilateral, khususnya pada varian T4c : Mencakup kedua hal diatas.
lobular karsinoma payudara . Sebagian besar
kanker payudara terjadi pada unit duktus T4d : Mastitis karsinomatosis.
terminal (kecuali yang menjadi penyakit Paget N= kelenjar getah bening regional (KGB).
dan karsinorna lobuler) dan perbedaan di Nx : KGB regional tidak bisa dinilai
antara tipe-tipe variasinya, yang mempunyai
gambaran patologi klinik tertentu, didasarkan (telah diangkat sebelumnya).
pada gambaran sitologik dan arsitektur N0 :Tidak terdapat metastasis KGB. N1 :
individual (Tjindarbumi, 2000). Metastasis ke KGB aksila
Seluruh kanker payudara kecuali tipe medulare ipsilateral yang mobil.
harus dibuat gradasi histologisnya. Sistim N2 : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral
gradasi histologis yang direkomendasikan terfiksir, berkonglomerasi, atau adanya
adalah menurut “The Nottingham pembesaran KGB mamaria interna ipsilateral
combined histologic grade” (menurut (klinis*) tanpa adanya metastasis ke KGB
Elston-Ettis yang merupakan modifikasi dari aksila.
Bloom-Richardson) (Manuaba TW, 2010).
Gradasinya adalah sebagai berikut: N3 :Metastasis pada KGB infraklavikular
Gx : Grading tidak dapat dinilai. ipsilateral dengan atau tanpa metastasis KGB
G1 : Low grade (rendah). aksila atau klinis terdapat metastasis pada
G2 : Intermediate grade (sedang). KGB mamaria interna ipsilateral klinis dan
G3 : High grade (tinggi). metastasis pada KGB aksila; atau metastasis
pada KGB supraklavikula ipsilateral dengan
Klasifikasi stadium berdasarkan sistem TNM atau tanpa metastasis pada KGB aksila/
dari AJCC 2002 adalah sebagai berikut mamaria interna.
(Manuaba TW, 2010):
T = ukuran tumor primer 1. N3a  :Metastasis ke KGB
infraklavikular ipsilateral.
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai. T0 :
Tidak terdapat tumor primer.
2. N3b  :Metastasis ke KGB mamaria
Tis : Karsinoma in situ.
interna dan KGB aksila.
Tis (DCIS): Ductal carcinoma in situ. Tis
N3c :Metastasis ke KGB supraklavikula.
(LCIS): Lobular carcinoma in situ.
Catatan:
Tis (Paget): Penyakit Paget pada puting tanpa
* Terdeteksi secara klinis: terdeteksi dengan
adanya tumor.
pemeriksaan fisik atau secara imaging (diluar
T1 : Tumor dengan ukuran diameter d” 2 cm.
limfoscintigrafi).
T2 :Tumor dengan ukuran diameter 2- 5 cm.
M : metastasis jauh
Mx :Metastasis jauh belum dapat dinilai.
T3: Tumor dengan ukuran diameter >
1. M0  :Tidak terdapat metastasis jauh.
5 cm.
T4 : Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi
langsung ke dinding dada atau kulit. Catatan: 2. M1  :Terdapat metastasis jauh.
Dinding dada adalah termasuk iga, otot
interkostalis, dan serratus anterior tapi tidak Gambaran yang umum pada semua karsinoma
termasuk otot pektoralis. invasif adalah sebagai berikut:

3
mamaria interna. Tempat penyebaran lain yang supraklavikula, dan/atau mamaria interna,
disukai adalah kulit, tulang, paru- paru, hati, tumor yang terletak pada kuadran lateral
dan adrenal. cenderung bermetastasis ke kelenjar aksila,
sedangkan tumor di kuadran medial dan
Prosedur diagnostik untuk kanker payudara sentral payudara cenderung bermetastasis ke
meliputi (Manuaba TW, 2010): kelenjar
A. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis: --

- Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat -


penyakitnya, antara lain: benjolan, kecepatan
tumbuh, rasa sakit, nipple discharge, --
retracted nipple, krusta pada areola,
kelainan kulit (dimpling, peau d’orange, Payudara kanan dan kiri harus diperiksa Masa
ulserasi, venektasi), benjolan ketiak, edema tumor, terdiri dari: lokasi, ukuran, konsistensi,
lengan. permukaan, bentuk dan batas tumor, jumlah
tumor, terfiksasi atau tidak ke jaringan mama
- Keluhan ditempat lain berhubungan dengan sekitar, kulit, otot dinding dada.
metastasis, antara lain: nyeri tulang (vertebra Perubahan kulit: kemerahan, dimpling, edema,
dan femur), rasa penuh di ulu hati, batuk, nodul satelit, peau d’orange, ulserasi
sesak, sakit kepala hebat, dll. Nipple: tertarik, erosi, krusta, discharge.
Status KGB aksila, infraklavikula, dan
- Faktor-faktor resiko, antara lain: usia supraklavikula: Jumlah, ukuran, konsistensi,
penderita, usia melahirkan anak pertama, terfiksir satu sama lain atau
punya anak atau tidak, riwayat menyusukan,
riwayat menstruasi (usia menarche dan jaringan sekitar.
menopause), riwayat pemakaian obat - Pemeriksaan pada daerah yang dicurigai
hormonal, riwayat keluarga sehubungan
dengan kanker payudara atau kanker lain, metastasis: lokasi organ (paru, tulang, hepar,
riwayat pernah operasi tumor payudara atau dan otak)
tumor ginekologik, riwayat radiasi dinding
dada. B. Pemeriksaan Imaging:
1. Diharuskan (recommended)
2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis, cantumkan -  USG payudara dan Mamografi untuk
performance status.
b. Status lokalis: tumor d” 3 cm
1. Invasi lokal ke dalam struktur penunjang -  Foto Toraks
menyebabkan tumor terfiksasi, retraksi puting,
dan dimpling pada kulit. Invasi pada sistem
-  USG Abdomen
limfatik berhubungan dengan metastasis ke
kelenjar limfe, dan bila meluas ke kulit akibat
limfedema, menyebabkan kulit payudara 2. Optional (atas indikasi)
menyerupai kulit jeruk (peau d’orange
atau karsinoma inflamatoir). Mikrokalsifikasi -  Bone scanning atau dan bone
yang dideteksi dengan mamografi pada atau survey
berkaitan dengan karsinoma dicatat pada
sekitar 60% kasus. Sayangnya banyak lesi (bilamana sitologi + atau klinis sangat
jinak yang juga menunjukkan mikrokalsifikasi.
mencurigai pada lesi > 5 cm)
2. Sekitar dua pertiga kanker payudara
ditemukan dengan metastasis pada KGB. -  CT scan
Meskipun semua kanker payudara dapat
bermetastasis ke kelenjar aksila,

4
C.Pemeriksaan Histopatologik (Gold radiasi, kemoterapi, hormonal,
Standard Diagnostic) dan molecular targeting
therapy (biology
Pemeriksaan dilakukan dengan potong therapy).
beku dan/atau paraffin dengan bahan
diambil melalui: 1. Operasi:

-  Core Biopsy -  BCS (Breast Conserving


Surgery).
-  Biopsi eksisi (BE) untuk tumor
<3 cm -  Simpel mastectomy.

-  Biopsi insisi (BI) untuk tumor -  Modified radical mastectomy.


operable >3 cm sebelum operasi
definitif dan inoperable -  Radical mastectomy.

- Spesimen mastektomi Radiasi: primer, adjuvant, dan paliatif.


disertai dengan pemeriksaan
kelenjar getah bening. Kemoterapi: kombinasi dari beberapa
Pemeriksaan imunohistokimia obat dengan regimen sebagai berikut:
ER, PR, c-erb B-2 (HER-2
neu), cathepsin-D, p53 bersifat
-  AC (adriamycin, cyclofosfamid)
optional.

Metode penyaringan -  EC (epirubicin, cyclofosfamid)


(screening) pada kanker
payudara perlu dilakukan pada -  CMF (cyclofosfamid,
wanita yang masih mengalami metothrexate,
menstruasi dan berisiko tinggi,
yaitu dengan cara: fluorouracil)
1. SADARI (Pemeriksaan
Payudara -  CAF (cyclofosfamid, adriamycin,

Sendiri) fluorouracil)
Dilaksanakan pada wanita
mulai usia subur, setiap 1 -  CEF (cyclofosfamid, epirubicin,
minggu setelah hari pertama
menstruasi terakhir.
fluorouracil
2. Pemeriksaan Fisik
dilakukan oleh dokter secara
-  Taxane + Doxorubicin
lige-artis.
-  Capecetabin.
3. Mamografi
- Pada wanita 35-50 tahun:
setiap 2 tahun. - Pada wanita > 4. Hormonal:
50 tahun: setiap 1 tahun. Pada
daerah yang tidak ada -  Ablative : bilateral Oovorectomy.
mamografi ataupun fasilitas
USG, untuk deteksi dini -  Additive : Tamoxifen.
dilakukan dengan SADARI
dan pemeriksaan fisik saja. - Optional : Aromatase
Modalitas terapi kanker inhibitor, GnRH (Gonadotropin
payudara meliputi: operasi, Releasing Hormone)

5
Untuk penanganan kanker payudara terjadinya kanker payudara adalah
locally advanced (lokal lanjut), menarche pada usia muda, dimana hal
terdiri dari: ini akan memperlama waktu paparan
hormon estrogen baik endogen maupun
1. Operable locally advanced eksogen yang pada akhirnya memicu
- Simplemastectomy/MRM+radiasi terjadinya proliferasi yang berlebihan pada
kuratif + kemoterapi adjuvant + hormonal. sel-sel payudara.

A.3 Karakteristik Usia Menopause


Ada 66 kasus (40.2%) sudah
menopause dan 98 kasus (59.8%)
2. Inoperable Locally advanced
masih menstruasi (gambar 6). Usia
menopause terbanyak adalah 51 tahun
-  Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal
yaitu 16 kasus (9.8%) (gambar 5). Rata-
rata menopause adalah 51.39 tahun
-  Radiasi + operasi + kemoterapi + dengan standar deviasi ±2.47. Hal ini
hormonal sesuai Robins et al bahwa risiko terjadinya
kanker payudara adalah menopause
-  Kemoterapineo-adjuvant+operasi +
kemoterapi + radiasi + hormonal. 1. 2.
Sedangkan untuk kanker payudara yang 3. Sifat terapi paliatif
sudah mengalami metastasis jauh, prinsip
penanganannya sebagai berikut:
Terapi sistemik merupakan terapi primer
(kemoterapi dan hormonal)
payudara, tetapi hanya 164 penderita yang
memenuhi kriteria penelitian.
Terapi lokoregional (radiasi dan bedah)
A. Karakteristik Respondens
hanya apabila diperlukan untuk
mengurangi massa tumor dan bau yang
A.1 Karakteristik Usia tidak pada borok kanker payudara.
Penderita diatas 36 tahun sebanyak 136
kasus (82.9%) dan dibawah 35 tahun ada
28 kasus (17.1%) (gambar 2). Penderita METODE rekam medik penderita
terbanyak usia 46 tahun yaitu 11 kasus kanker payudara stadium lanjut baik lokal
(6.7%) (gambar 1). Usia rata- rata 47.11 maupun metastasis jauh yang ada di
tahun dengan standar deviasi ±11.16. Hal poliklinik Bedah Onkologi RSUP Hasan
ini sesuai dengan Brunicardi et al dan Sadikin Bandung dari tanggal 1 Januari
Robbins et al, yaitu bahwa risiko utama 2003 – 31 Desember 2008 yang telah
kanker payudara adalah bertambahnya terdiagnosis pasti dengan hasil PA.
usia. Kurang dari 25% kanker payudara Kriteria inklusi sebagai berikut:
terjadi pada masa sebelum menopause.
Apabila pada penderita terdapat gen 1. Pasien kanker payudara stadium III A,
BRCA-1, yaitu suatu gen suseptibilitas IIIB, dan IV berdasarkan sistem TNM/
kanker payudara, probabilitas terjadinya AJCC 2002.
kanker payudara 60% pada usia 50 tahun
dan 85% pada usia 70 tahun. 2. Pasien kanker payudara yang telah
didiagnosis melalui pemeriksaan
A.2 Karakteristik Usia Menarche histopatologi.
Usia menarche paling banyak dibawah
13 tahun yaitu 133 kasus (81.1%) (gambar 3. Pasien kanker payudara yang di work-
4). Puncak usia menarche 12 tahun up sejak awal di RSUP Hasan Sadikin
yaitu 35 kasus (21.3%) (gambar 3). Rata- Bandung.
rata menarche adalah 11.77 tahun
dengan standar deviasi ±1.87. Hal ini 4. Status lengkap berada dibagian rekam
sesuai dengan Robins et al, bahwa risiko medik poli rawat jalan RSUP Hasan

6
Sadikin Bandung. Data yang diperoleh
dari status rekam medik dideskripsikan
dan kemudian dianalisis serta dihitung
persentasenya. Data yang telah dihitung
selanjutnya disusun ke dalam grafik. Hasil
analisis data dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara tabulasi dengan
tabel deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Diperoleh sampel sebanyak 387 penderita
yang terdiagnosis sebagai kanker

7
pada usia lebih tua, dimana hal ini akan 1). Ada 54 kasus (32.9%) yang setelah diteliti
memperlama waktu paparan hormon estrogen tidak ada jenis modalitas
baik endogen maupun eksogen yang pada
akhirnya memicu terjadinya proliferasi yang terapi yang dilakukan, hal ini disebabkan
berlebihan pada sel-sel payudara. karena penderita tidak melakukan kontrol lagi
untuk dilakukan pemberian modalitas terapi
A.4 Karakteristik Diagnosis Klinis berdasarkan keadaan klinis yang ada.
Lokasi terbanyak adalah payudara kiri yaitu 82
kasus (50%), payudara kanan 78 kasus A.8 Karakteristik Prognosis
(47.6%), dan kanker di kedua payudara hanya Ada 110 kasus (67.1%) tidak
4 kasus (2.4%) (gambar 6).
melakukan kontrol ke poli onkologi RSHS
A.5 Karakteristik Stadium Klinis Bandung, 30 kasus (18.3%) yang ketika
Stadium klinis terbanyak adalah kontrol dinyatakan belum atau tidak sembuh,
dan 20 kasus (12.2%) dinyatakan sembuh
T4bN0Mx yaitu 18 kasus (11%), dimana sedangkan sisanya sebanyak 4 kasus (2.4%)
menurut klasifikasi TNM (AJCC) 2002 tumor melakukan kontrol di tempat lain (gambar 9).
digambarkan sebagai berikut: 1) T4b adalah
ukuran tumor berapapun dengan ekstensi ke Mengenai mengapa penderita kanker payudara
dinding dada/kulit, terdapat edema (termasuk tidak melakukan kontrol lagi, tidak ada
peau d’orange), ulserasi, nodul satelit pada keterangan yang jelas pada status rekam medis
kulit yang terbatas pada 1 payudara, 2) N0 mereka.
adalah tidak ada metastasis ke kelenjar getah
bening, 3) Mx menunjukkan metastasis jauh KESIMPULAN
belum bisa dinilai.
1. Jumlah kanker payudara cenderung
Mengapa metastasis belum bisa dinilai, hal ini meningkat setiap tahunnya dalam kurun waktu
semata-mata karena sebagian besar penderita 5 tahun.
tidak melakukan kontrol ke poli onkologi 2. Kanker payudara banyak ditemukan pada
RSHS Bandung, sehingga pemeriksan golongan usia diatas 36 tahun.
saringan yang harus dikerjakan tidak bisa 3. Usia menarche diatas 14 tahun menduduki
dilakukan. Mengenai mengapa penderita tidak porsi terbanyak pada penderita kanker
kontrol lagi tidak ada keterangan dalam status payudara.
rekam medis penderita. 4. Sebagian besar penderita kanker payudara
masih mengalami menstruasi. Kanker
A.6 Karakteristik Prosedur Diagnosis payudara kiri menduduki
Pemeriksaan yang sering dilakukan adalah 5. peringkat terbanyak dari segi lokasi tumor..
gabungan antara foto toraks, laboratorium, dan 6. Stadium T4bN0Mx adalah stadium
USG hepar yaitu 19 kasus (11.6%) (gambar 8). 7. terbanyak Prosedur diagnostik terbanyak
Ada 12 kasus (7.3%) dimana pada status adalah foto toraks, laboratorium, dan USG
rekam medis penderita tidak ditemukan jenis- hepar.
jenis pemeriksaan yang dilakukan pada pasien. 8. Prosedur terapi yang sering diterapkan
Hal ini disebabkan karena penderita tidak adalah BE + VC + RM/ MRM.
melakukan kontrol setelah kunjungan 9. Sebagian besar pasien tidak melakukan
pertamanya. kontrol lagi ke poli onkologi RSHS Bandung
baik setelah dilakukan pemeriksaan fisik
A.7 Karakteristik Prosedur Terapi Prosedur ataupun saat akan di jadwalkan untuk
terapi yang sering dilakukan adalah biopsi pemberian modalitas terapi.
eksisi (BE) dengan vries coup (VC) yang
dilanjutkan dengan tindakan radical SARAN
mastectomy (RM) atau modified radical
mastectomy (MRM) yaitu 17 kasus (10.4%), 1. Perlu upaya pemberian informasi yang
sedangkan modalitas radioterapi menduduki jelas dan mudah dimengerti kepada
peringkat kedua yaitu 15 kasus (9.1%) (tabel penderita kanker payudara mengenai:

8
a. Faktor risiko terjadinya penyakit
kanker payudara.
b. Gejala-gejala awal penyakit
kanker payudara sehingga
penderita tidak datang ketika
penyakitnya sudah melewati
stadium lanjut.
c. Pentingnya pemeriksaan
saringan terhadap wanita
terutama yang berusia diatas 35
tahun.
d. Pentingnya melakukan kontrol
rutin guna penyembuhan yang
paripurna.
2. Perlunya mengadakan sistem
pencatatan rekam medis yang lebih
lengkap dan konsisten guna
kepentingan pihak rumah sakit,
penderita kanker payudara, dan untuk
penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Moningkey, Shirley I. 2000. Epidemiologi


Kanker Payudara. Jakarta: Medika.

Manuaba TW. 2010. Panduan Penatalaksanaan


Kanker Solid Peraboi. Bandung: Sagung Seto.

Robbins S, Cotran R. 2005. Pathologic Basis


of Disease.7th edition. International Edition.
Pennsylvania: Elsevier.

Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR,


Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB et al. 2010.
Schwartz’s Principles of Surgery. 9 th edition.
The united states of America: The McGraw-
Hill Companies, Inc.

Tjindarbumi. 2000. Deteksi Dini Kanker


Payudara dan Penanggulangannya, Dalam:
Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

9
10
ANALISIS

Jurnal ini membahas tentang Profil Penderita Kanker Payudara stadium Lanjut Baik
local maupun metastasis Jauh di RSUP Hasan Sadikin Bandung. Kanker payudara adalah
keganasan kedua terbanyak pada wanita setelah kanker leher rahim. Di Indonesia
diperkirakan ada 100 kasus baru tiap 100.000 penduduk tiap tahunnya, artinya bahwa
±200.000 kasus baru tiap tahun untuk semua kasus kanker.
Metode Penelitian ini adalah deskriptif retrospektif yang dilakukan di Sub Bagian
Bedah Onkologi RSUP Hasan Sadikin Bandung dengan teknik sampling berupa total
sampling dari status rekam medik penderita kanker payudara stadium lanjut baik lokal
maupun metastasis jauh yang ada di poliklinik Bedah Onkologi RSUP Hasan Sadikin
Bandung dari tanggal 1 Januari 2003 – 31 Desember 2008 yang telah terdiagnosis pasti
dengan hasil PA.
Sampel yang digunakan pada jurnal ini sebanyak 387 penderita yang terdiagnosis
sebagai kanker payudara, tetapi hanya 164 penderita yang memenuhi kriteria penelitian yang
dilihat dari karakteristik Respondens,Usia Menarche,Usia menopause, diagnosis klinis,
Stadium klinis, prosedur diagnosis, dan karakteristik prosedur terapi.
Lokasi terbanyak adalah payudara kiri yaitu 82 kasus (50%), payudara kanan 78 kasus
(47.6%), dan kanker di kedua payudara hanya 4 kasus (2.4%). Ada 12 kasus (7.3%) dimana
pada status rekam medis penderita tidak ditemukan jenis-jenis pemeriksaan yang dilakukan
pada pasien.
Pada jurnal disimpulkan jumlah kanker payudara cenderung meningkat setiap
tahunnya dalam kurun waktu 5 tahun, sebagian besar penderita kanker payudara masih
mengalami menstruasi. Sebagian besar pasien tidak melakukan kontrol lagi ke poli onkologi
RSHS Bandung baik setelah dilakukan pemeriksaan fisik ataupun saat akan di jadwalkan
untuk pemberian modalitas terapi.

11
PREVALENSI TUMOR DAN BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI
INDONESIA

Ratih Oemiati' , Ekowati Rahajeng' , Antonius Yudi Kristanto ' IBadan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.

TUMOR'S PREVALENCE AND INFLUENCE'S FACTORS IN INDONESIA

Abstract

In Indonesia cancer problems was found in late stadium (70%). It has analyzed data from Riskesdas
2007-2008 to get information of prevalence by province in Indonesia, to explore odds ratio of
demographic pattern and risk factors of cancer disease. Data was analyzed by descriptive and bi
variate. This study showed that the highest prevalence of tumor by province was Daerah Istimewa
Yogyakarta (9.66%0) and the lowest was Maluku (1.95%0). Ovarium and cervical cancer were the
highest risk and blood cancer was lowest risk. Cases of cancer gave twice risk for mental health.
Analyzed data of demographic proved that age influenced to cancer. Meanwhile women had twice
risk in cancer than man. Beside rural area gave high risk than urban area, odds ratio in economic
statue and also education rose from lowest to highest. Result of occupation analyzed exhibited that the
highest odds ratio in sector of farming, fisherman and labor. Risk factors analyzed showed that Odds
ratio arose up from smoking everyday category, sometimes smoking, and smoking former. According
to alcohol consumption for last one year or last month was no significant. Correlation between
physical activity and cancer cases had protective result. Measurement in body mass index (BM!) with
WHO criteria showed that someone who had obesity especially in abdominal obesity would cause
highest risk cancer than they were slim. BMI also showed had correlation to cancer disease.

Key words: Tumor, Riskesdas 2007, Demographic, Risk Factors

Abstrak

Masalah penyakit kanker di Indonesia antara lain hampir 70% penderita penyakit ini ditemukan dalam
keadaan stadium yang sudah lanjut. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis lanjut data
Riskesdas 2007-2008. Tujuan penelitian untuk mengetahui prevalensi penyakit kankerltumor di
Indonesia, dan didapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan tumorlkanker Analisa data
dilakukan secara deskriptiJ dan analisa bivariat untuk mendapatkan odds ratio.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa prevalensi tumor tertinggi berdasarkan provinsi adalah DIY sebesar (9,66 %0)
dan terendah Maluku Utara (1,95 %0). Sedangkan urutan jenis kankerltumor tertinggi di Indonesia
adalah kanker ovarium dan servix uteri terendah adalah kanker darah. Semen tara responden kasus
kanker akan mendapatkan risiko dua kali lipat untuk mendapatkan gangguan mental. Dari hasil
analisis faktor-faktor demografi menunjukkan bahwa faktor umur memang berpengaruh pada kejadian
penyakit kankerltumor. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin odds ratio pada perempuan besarnya
hampir dua kali lipat dibandingkan laki-laki. Berdasarkan wilayah terlihat bahwa odds ratio untuk
kasus tumor lebih tinggi pada daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan. Menurut status
ekonomi terlihat

Submit: 26-9-2011 Review: 10-10-2011 Review: 21-10-2011 revisi : 21-11-2011

kenaikan odds ratio sejalan dengan kenaikan status ekonomi. Demikian pula dengan pendidikan
responden yang memperlihatkan odds ratio makin meningkat seiring dengan peningkatan pendidikan
Sementara itu berdasarkan pekerjaan terlihat bahwa hasil Riskesdas menunjukkan odds ratio tertinggi
pada mereka yang bekerja di sektor pertanian, nelayan dan buruh.

12
Kata Kunci: Tumor, Riskesdas 2007, Demografi, Faktor Risiko

PENDAHULUAN aktifitas fisik/olahraga juga berperan


dalam peningkatan angka kejadian kanker
Kanker merupakan penyebab ke- matian di Indonesia. (8)
utama kedua yang memberikan kontribusi
13 % kematian dari 22 % kematian akibat Kanker merupakan penyakit dengan
penyakit tidak menular utama di dunia. (I) penyebab multifactor yang terbentuk dalam
Masalah penyakit kanker di Indonesia jangka waktu yang lama dan mengalami
antara lain hampir 70% penderita penyakit kemajuan melalui stadium yang berbeda-
ini ditemukan dalam keadaan stadium beda. (9) Faktor nutrisi merupakan salah
yang sudah lanjut. (2) Kenyataan yang ada satu aspek yang sangat penting, yang
antara lain sebagian besar kanker payudara kompleks dan sangat dikaitkan dengan
yang berobat ke RS/dokter sudah dalam proses patologis kanker. Secara umum
keadaan stadium lanjut (>50%). (3) total asupan berbagai lemak (yaitu tipe
Berdasarkan laporan dari salah satu rumah yang berbeda-beda dari makanan yang
sakit di Indonesia (tahun 1968) diketahui berlemak) bisa dihubung-kan dengan
bahwa kanker payudara hanya 22% sudah peningkatan insiden beberapa kanker
stadium operabel (Portman stadium I-II) utama misalnya kanker payudara, colon,
dan 78% kanker payudara stadium pro stat, ovarium, endometrium dan
inoperabel (Portman III-IV). (4) Sementara pancreas. (10, 11) Disamping itu obesitas
Tjindarbumi (1984) mencatat bahwa juga meningkatkan risiko untuk kanker
stadium operabel 30-35%; dan inoperabel dan aktivitas fisik merupakan determinan
(lanjut) 65-70% dan selanjutnya Ramli utama dari pengeluaran energi akan
(1991) me lap orkan bahwa stadium mengurangi risiko. (12) Faktor gaya hidup
operabel sudah 42% dan inoperabel 58%. antara lain merokok, diet, konsumsi
Demikian pula hasil Collaborative Study alcohol, reproduksi (hamil, menyusui,
Indonesia Jepang tentang epidemiologi umur pertama menstruasi, menopause),
kanker payudara sebagai berikut: stadium I obesitas dan kurangnya aktivitas fisik
2%, stadium II 16%, stadium IlIa 23%, diduga sebagai kontributor utama per-
stadium IIIb 40% dan stadium IV 19%. (5, tumbuhan kanker. (13)
6)

Dari kajian literatur terlihat beberapa


Dampak Penyakit Tidak Menular faktor risiko penyakit kanker antara lain;
khususnya penyakit kanker terhadap ke- merokok dan faktor gaya hidup
tahanan sumber daya manusia sangat besar (khususnya konsumsi sayur dan buah serta
karena selain merupakan penyebab aktivitas fisik ) merupakan faktor risiko
kematian dan kesakitan juga menurunkan kanker. (14) Hal ini diperjelas dengan per-
produktivitas. Angka kesakitan dan nyataan Ray (2005) yang mengatakan
kematian tersebut sebagian besar terjadi bahwa asupan buah dan sayur yang tinggi
pada penduduk dengan sosial ekonomi akan menurunkan risiko kanker. (15).
menengah ke bawah. Di Indonesia Alkohol adalah faktor risiko untuk tumor
penyakit dan saluran pencemaan atas, kanker hati
dan kanker co lonrectal, jumlah sedikit
kanker merupakan urutan ke 6 dari pola (small amount) akan meningkatkan risiko
penyakit nasional. Setiap tahunnya 100 kanker payudara. (16) Disamping itu total
kasus baru terjadi diantara 100.000 asupan lemak berkaitan dengan
penduduk. (7) Meningkatnya pengguna peningkatan penyakit kanker seperti
rokok (57 juta orang), konsumsi alkohol, payudara, colon dan prostat. (17) Sementara
kegemukan atau 0 besitas dan kurangnya itu peneliti lain menyebutkan bahwa

13
peningkatan prevalensi rangka mendapatkan evidence based
dyslipidemia/hypercho lesterol akan masalah penyakit kanker/tumor dan
meningkatkan kasus kanker payudara. (18) determinannya di Indonesia.
Pemyataan ini didukung oleh ahli lain
bahwa asupan lemak jenuh dan juga B. TUJUAN
alkohol akan meningkatkan kejadian 1. Tujuan Umum
penyakit kanker. (19) Faktor lain yang
berpengaruh adalah kesehatan mental. Diketahuinya prevalensi penyakit
Orang dengan mental disorder (khususnya kanker/tumor di Indonesia, dan didapatkan
yang berkaitan dengan masalah mood faktor-faktor yang berhubungan dengan
seperti depresi klinis dan bipolar) akan tumor/kanker termasuk faktor sosio-demo-
meningkatkan risiko kejadian kanker pada grafi dan factor risiko sehingga dapat
usia muda. Pada wanita 43 % dengan diperoleh evidence based untuk
mental disorder akan menjadi sakit kanker pencegahan dini yang lebih terarah dan
kurang 2 tahun setelah didiagnosa efisien.
menderita masalah dengan mood. (20)
2. Tujuan Khusus
Kajian demografi menyatakan bahwa
insiden kanker payudara terjadi pada umur a. Didapatkan besamya prevalensi tumor/
kurang 20 tahun, pada kelompok ras kanker di Indonesia menurut wilayah
Kaukasus peningkatan kasus terjadi pada Provinsi
kelompok umur 50-59 tahun. (21)
Peningkatan kasus kanker korelasi dengan b. Diketahuinya proporsi tumor/kanker
perubahan demografi, so sial ekonomi, berdasarkan jenis kanker
psychososial yang akan meningkatan
morbiditas dan mortalitas kanker. (22) c. Diketahuinya karakteristik sosio demo-
Sedangkan insidens kanker meningkat di grafi kasus tumor/kanker di Indonesia
negara berkembang dan akan meningkat di
daerah perkotaan dibandingkan daerah d. Didapatkan faktor-faktor yang ber-
pedesaan. (23) hubungan dengan kanker seperti :
(merokok, konsumsi alkohol, aktivitas
A. PERMASALAHAN fisik, indeks massa tubuh dan 0 besitas
abdominalis) BAHAN DAN CARA
Belum tertanganinya masalah pe- nyakit
kanker di Indonesia antara lain disebabkan Desain penelitian bersifat deskriptif
kurangnya informasi penyakit tersebut. analitik dari data Riskesdas 2007-2008
Besamya masalah kanker dan jenisnya di dimana pengambilan data dilakukan secara
masyarakat di masyarakat Indonesia belum cross sectional. Variabel terikat adalah
diketahui dengan jelas. Informasi kasus tumor dengan beberapa variabel
epidemiologi penyakit kanker di Indonesia independen yang dianggap sebagai faktor
masih sangat jarang. Pada Riskesdas 2007, risiko terjadinya tumor/kanker, selain itu
telah dikumpulkan data tentang penyakit juga variabel demografi. Variabel yang
tumor/kanker, lokasi tumor/kanker. Selain ingin dianalisis adalah hubungan faktor
data sosio demografi data faktor risiko risiko seperti merokok, konsumsi alkohol,
kanker seperti merokok, konsumsi alkohol, status gizi, kurang aktifitas fisik dan
kurang aktifitas fisik dan gangguan mental gangguan mental emosional, umur, jenis
emosional juga telah dikumpulkan. kelamin, pendidikan dan ekonomi (dari
Mengingat kebutuhan infor- masi yang data Susenas kor 2007) terhadap terjadinya
berkaitan dengan masalah kanker di tumor/kanker, serta karakteristik desa/kota.
Indonesia, penelitian ini dilakukan dalam Besar masalah tumor/kanker juga akan

14
didiskripsikan berdasarkan lokasi tumor/ Indonesia yaitu sebesar 9,66 %0, disusul
kanker. Jateng 8,06 %0, DKI Jakarta 7,44 %0,
Banten 6,35 %0, selanjutnya Sulut
Populasi adalah seluruh kasus tumor dari (5,76%0). Sedangkan prevalensi lima
data Riskesdas 2007-2008 yang ada di terendah adalah Maluku sebesar (1,54
seluruh Indonesia sedangkan sample %0), Sumsel (1,91%0), Maluku Utara
adalah kasus tumor yang memenuhi (1,95 %0), Babel (2,01 %0) dan NAD
kriteria inklusi. Kriteria Inklusi :a) Data (2,68%0). Sedangkan odds ratio
yang terkumpul lengkap, b) Wawancara berdasarkan jenis tumor di Indonesia
pada responden lang sung/ tidak disajikan pada Tabe12. Dari Tabel 2
diwakilkan terlihat bahwa terdapat 12 jenis tumor,
dimana OR yang terbesar adalah tumor
Analisis deskriptif berupa analisis ovarium dan servix uteri (19,3) dengan 95
frekuensi untuk mengetahui besamya pre- % CI 17,8 - 20,9. Sedangkan OR yang
valensi tumor/kanker termasuk analisis age rendah adalah tumor saluran pemafasan
specific diseases rate. Analisis bivariat (0,6) dan tumor darah (0,9) denga 95 % CI
untuk mengetahui hubungan factor masing-masing sebesar 0,4-0,9 dan 0,6 -
demografi dan factor risiko terhadap kasus 1,4. Jika dilakukan cross tabulasi antara
kanker. Dan Analisis regresi logistik kasus tumor dan gangguan mental,
(bivariat) untuk mengetahui besar risiko hasilnya sebagaimana terlihat pada
faktor merokok, konsumsi alkohol, Tabe13.
kegemukan/ 0 besitas, kurang aktifitas
fisik, gangguan mental emosional, umur, Kasus tumor memberikan risiko hampir
jenis kelamin, pendidikan, ekonomi dua kali menimbulkan gangguan mental
terhadap kejadian tumor/kanker dengan 95% CI sebesar 1,77 - 2,21.
Sedangkan Berdasarkan keadaan
Keterbatasan penelitian ini adalah bahwa demografi responden penderita tumor
data yang dianalisa merupakan data dipaparkan pada Tabel 4.
sekunder, sehingga metode yang
dibutuhkan untuk analisa data
tumor/kanker

kurang sesuai dengan metode pada data


Riskesdas 2007.

HASIL PENELITIAN

Dari data Riskesdas 2007-2008 telah


didapatkan kasus tumor yang memenuhi
kriteria inklusi sebanyak 4148 responden.
Sedangkan hasil analisis akan dipaparkan
dari faktor demografi, risiko dan penyakrt
yang berhubungan dengan kasus tumor.
Analisis demografi dipaparkan pada Tabel
1 dan Tabe12.

Dari Tabel 1 terlihat lima besar provinsi


mempunyai prevalensi di atas angka
nasional (> 5,03 %0), yang pertama DIY
menduduki urutan prevalensi tertinggi di

15
16
4) dan kaya (kuintil 5), maka terlihat
bahwa makin tinggi status ekonominya
makin besar OR nya. Demikian pula
dengan pendidikan responden, main tinggi
pendidikannya kasus tumor makin besar.
Sedangkan menurut pekerjaan, kasus
tumor terbanyak pada mereka yang bekerja
sebagai petani/nelayan dan buruh.
Sementara itu berdasarkan faktor risiko
timbulnya penyakit tumor/kanker disajikan
pada Tabel5.

Dengan rujukan pada mereka yang tidak


merokok diperoleh gambaran bahwa
mantan perokok memiliki risiko dua kali
terkena kanker daripada mereka yang me
rokok setiap hari dan kadang-kadang me-
rokok. Sedangkan konsumsi alkohol mem-
berikan risiko satu kali terkena kanker baik
pada kelompok yang mengkonsumsi
selama setahun terakhir maupun pada
sebulan terakhir. Sedangkan aktivitas fisik
yang cukup akan mengurangi timbulnya
tumor/kanker. Namun bagi mereka yang
memiliki IMT yang besar apalagi yang
me- miliki 0 besitas abdominalis akan
memiliki risiko terkena kanker/tumor
sebesar dua kali dibandingkan yang tidak.

PEMBAHASAN

Berdasarkan kelompok umur makin tua


usia responden risiko terkena penyakit
tumor/kanker makin tinggi, yang mencapai
puncaknya pada usia 35 sampai 44 tahun,
kemudian secara perlahan risikonya akan
menurun dan akan terjadi peningkatan
pada usia > 65 tahun. Menurut jenis
kelamin risiko penyakit tumor/kanker lebih
banyak perempuan dibandingkan laki-laki.
Sedangkan berdasarkan wilayah desa/kota
kasus kanker/tumor lebih banyak
dipedesaan dibandingkan dengan di
perkotaan. Bila responden kanker dibagi
menurut status ekonomi dari kategori
sangat miskin (kuntil 1), miskin (kuintil 2),
menengah (kuintul 3), agak kaya (kuintil
17
Telah dilakukan analisa data pada kasus 4010 pada analisa hubungan kasus
tumor di Indonesia sebanyak 4184 orang. dengan demografi responden (umur, sex,
Pada analisa lanjut Riskesdas ini hanya wilayah, status ekonomi, pendidikan dan
dilakukan analisa bivariat saja karena pekerjaan); 3997 kasus pada analisa factor
hanya untuk melihat hubungan saja. Pada risiko (aktivitas fisik, indeks massa tubuh,
analisa bivariat hanya dilakukan pada obesitas abdominalis, dan pola makan).

18
CI 0,4-0,9). Organisasi kesehatan dunia
(WHO) menyatakan bahwa lima besar
penyakit kanker di dunia adalah kanker
paruparu, kanker payudara, kanker usus
besar kanker lambung dan kanker hati. (26)
Di India kanker esophagus merupakan
kanker ketiga terbesar pada laki-laki dan
keempat terbesar pada wanita. (27) Hasil
dari 13 pusat laboratorium Patologi
Anatomi(PA) tahun 1998 menyebutkan
prevalensi ca cervix menduduki urutan
pertama sebesar 28,6 % dari jumlah kasus
sebanyak 9043 pasien kanker pada wanita.
Sedangkan laporan RS pendidikan
menyebutkan proporsi ca cervix sebesar
62-70 % dari kanker gine-kologi. (28)
Dengan demikian terlihat bahwa hasil
Riskesdas mt menguatkan hasil penelitian
sebelumnya bahwa ca cervix merupakan
Hal tersebut dilakukan karena kurang kanker/tumor terbanyak di Indonesia.
lengkapnya data pada variabel yang akan Sedangkan hasil analisa bivariat antara
dianalisa Kalau dianalisa berdasarkan kasus tumor dengan gangguan mental
jumlah penduduk, BPS (2006) (25) menunjukkan OR 1,98 (95% CI 1,77-
menyatakan bahwa jumlah penduduk 2,14). Hasil kajian literatur menunjukkan
terbanyak lima besar adalah J abar J atim bahwa 70 % pada wanita dan 11 % pada
, , Jateng,Sumut, Banten dan DKI. Namun laki-laki yang menderita kecemasan akan
urutan tiga besar jumlah kasus tumor menjadi sakit kanker. (20) Dari data riskesdas
terbanyak adalah DIY, Jateng, dan DKI. ini menunjukkan bahwa memang ada
Jika dianalisa berdasarkan pro-porsi gannguan mental dengan risiko dua kali pada
penderita tumor. Dengan demikian perlu
penduduk maka hasilnya tidak ber-makna
dianalisis lebih lanjut apakah mereka
karena DIY dan juga DKI memiliki menderita gangguan mental terlebih dahulu
proporsi penduduk lebih kecil baru sakit kanker atau karena sakit kanker
dibandingkan Jawa Tengah. Penjelasan menimbulkan gangguan mental.
yang memungkinkan adalah DIY, Jateng
DKI, merupakan wilayah yang sering Hasil analisis demografi menunjukkan bahwa
dilakukan penelitian kanker sehingga usia makin tinggi maka risiko menderita
penduduk mendapatkan paparan informasi kanker makin besar. Hoskin dan Begg (29)
tentang kanker y~ng lebih banyak (2002) menyebutkan bahwa faktor risiko
dibandingkan provinsi lam. Dengan utama pada penyakit kanker adalah umur.
demikian motivasi untuk bero bat pada Hasil penelitian di Perancis kematian akibat
pasien kanker yang bermukim di wilayah kanker terbanyak pada kelompok umur 15-44
tahun sebesar 42,5 % di pada komunitas
tersebut tinggi, sehingga memberikan
pribumi Perancis, 53,1 % kelompok pendatang
prevalensi yang tinggi. dari Aljajair, 67,9 pendatang dari Maroko,
59,0 % pendatang dari Tunisia, dan 45,2 %
Tabel 2 memperlihatkan OR terbesar dari pendatang Mesir. (30) Penelitian Wahyuni
adalah tumor ovarium dan cervix uteri mendapatkan prevalensi ca payudara di Y
sebesar 19,3 (95% CI 17,8 - 20,9) ogya pada kelompok umur < 40 tahun sebesar
23,4 %, sedangkan pada kelompok umur 2: 40
dan terendah adalah tumor saluran tahun sebesar 76,6 %. (31) Sedangkan Fauzi
pernafasan (paru-paru) sebesar 0,6 (95% dkk mendapatkan hasil pada penelitian ca

19
cervix terbanyak kelompok umur 40-49 tahun kematian akibat penyakit kronis (termasuk
(49,83 %), 30-39 tahun (33,33 %) dan> 50 penyakit kanker, kardiovaskuler dan DM)
tahun sebesar 16,84 %. (32) Jika dibandingkan terjadi pada negara-negara dengan income
dengan hasil-hasil penelitian di atas terlihat rendah dan menengah serta kematian tersebut
bahwa mayoritas kasus kanker terjadi pada terjadi merata antara laki-laki dan perempuan.
kelompok umur > 40 tahun, maka hasil (35) Hasil penelitian di Detroit mendapatkan
Riskesdas sesuai dengan hasil-hasil penelitian hasil bahwa penderita kanker payudara pada
kanker baik yang di Indonesia maupun diluar kelompok ras Afrika dengan status ekonomi
negeri, dan faktor umur memang berpengaruh rendah sebesar 72,8 %, medium sebesar 20,6
pada kejadian penyakit kanker/tumor. % dan tinggi sebesar 6,3 %. Sedangkan
pada kelompok kulit putih dengan status
Tabel 4 menunjukkan bahwa OR pada ekonomi rendah sebesar 14,8 %, medium
perempuan besarnya hampir dua kali lipat sebesar 38,3 % dan tinggi sebesar 45,9 %.
dibandingkan laki-laki. Jika dianalisis dari
(36) Jika dibandingkan dengan hasil-hasil
proporsi penduduk menurut jenis kelamin di
Indonesia menurut BPS antara laki-laki dan penelitian kanker tersebut maka hasil
perempuan hampir sarna yaitu Riskesdas sesuai. Dengan status ekonomi
yang makin meningkat kebutuhan terhadap
198 pelayanan kesehatan juga akan meningkat,
selain itu pada kelompok ekonomi
100,5 menurut SP 2000 dan 1001,1 menurut menengah ke atas paparan informasi
SUP AS 2005.(25) Sementara itu hasil tentang penyakit kanker akan lebih besar
penelitian di Jerman menyebutkan bahwa dibandingkan pada kelompok yang
penderita kanker ginjal pada lakilaki sebesar menengah ke bawah, sehingga kasus tumor
66,8 % dan perempuan sebesar 33,2 %. (33) akan meningkat sesuai dengan status
Bisa disimpulkan dari hasil Riskesdas ekonomi.
mungkin pada saat pendataan respon rate
responden perempuan lebih besar Jika dilihat dari pendidikan mem-
dibandingkan laki-laki. Selain itu perempuan
perlihatkan OR makin meningkat seiring
biasanya lebih aware terhadap kesehatannya
dengan peningkatan pendidikan. Roberson
dibandingkan laki-laki, sehingga kasus
kanker/tumor dapat terdeteksi lebih banyak (1994) mendapatkan hasil bahwa 33 %
pada perempuan dibandingkan laki-laki. pasien kanker hanya tamat SD sebesar 28
% tamat SMP dan 20 % tamat SMA ke
Sedangkan berdasarkan wilayah OR untuk atas. (37) Sementara itu Reeves et al (1996)
kasus tumor lebih tinggi pada daerah pedesaan mendapatkan hasil wanita yang menderita
dibandingkan daerah perkotaan. Data SUP AS kanker payudara dengan tingkat
tahun 2005 menyebutkan bahwa penduduk pendidikan rendah (SD, SMP) terbanyak
Indonesia yang berada di wilayah perkotaan sebesar 39 % dan berpendidikan SMA
sebesar 56,8 % dan pedesaan sebesar 42,12 %. sebesar 37 %. (38) Hasil penelitian kanker
(25) Hasil penelitian kanker stomatch di esophagus di India menunjukkan hanya 22
Korea menunjukkan bahwa responden lebih % responden berpendidikan SMA ke atas.
banyak di kota (75,9 %) dibandingkan di desa (27) Hasil Riskesdas hampir sarna dengan
(25,1 %). (34) Hasil ini memberi gambaran
penemuan Roberson, juga Reeves bahwa
bahwa akses terhadap pelayanan kesehatan
lebih tinggi di perkotaan sehingga masyarakat mayoritas pasien kanker tamat SD
perkotaan lebih tahu apakah mereka menderita kebawah. Sedangkan OR yang meningkat
kanker atau tidak, sehingga OR di pedesaan di sesuai dengan peningkatan pendidikan
Indonesia menjadi lebih tinggi dibandingkan karena dengan tingginya pendidikan
daerah perkotaan. paparan informasi tentang penyakit kanker
makin besar dibandingkan mereka yang
Sementara itu berdasarkan status ekonomi kurang pendidikan, sehingga ORnya akan
terlihat kenaikan OR sejalan dengan kenaikan meningkat sesuai dengan tingkat
status ekonomi. WHO menyebutkan bahwa pendidikan.
20
kadang-kadang merokok, dan mantan
perokok, dapat disimpulkan bahwa pada
Berdasarkan pekerjaan dengan mantan perokok akumulasi akibat merokok
referensi mereka yang tidak bekerja maka telah terjadi sehingga ORnya menjadi
terlihat bahwa OR terbanyak adalah lebih besar dibandingkan dua kategori
petani/ nelayan/buruh, sementara yang lainnya. Konsumsi alkohol diperoleh OR
paling rendah adalah yang masih seko lah yang hampir sarna antara yang
OR sebesar 0,53 (95% CI 0,33-0,74). BPS mengkonsumsi sebulan terakhir dan
(25) mencatat pada tahun 2005 bahwa setahun terakhir. Selama 20 sampai 30
penduduk yang bekerja sebesar 59,36 %, tahun terakhir pengaruh alkohol terhadap
mencari pekerjaan sebesar 6,8 %, sekolah kesehatan dan khususnya alkohol sebagai
se besar 8,41 % dan ibu rumah tangga faktor risiko penyakit telah ditelit i secara
sebesar 19,89 %. Dari hampir 60 % yang luas. Perhat ian utama berkaitan dengan
bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan dampak yang ditimbulkan oleh alkohol
perburuhan sebesar 42,03 %. Data BPS terhadap masyarakat. Pengaruh alkohol
lain menyebutkan bahwa penduduk usia 15 sebagai faktor risiko pada cirrhosis hepatis,
tahun ke atas yang bekerja sebagai kematian akibat kecelakaan (karena
karyawan tetap sebesar 29,10 %.(25) Hasil mabuk) dan beberapa tipe kanker telah
Riskesdas sesuai dengan gambaran BPS banyak diteliti, dan alkohol merupakan
bahwa mayoritas penduduk Indonesia penyebab lang sung kematian akibat
bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan keracunan. (41) Penelitian yang dilakukan
perburuhan. baik pada tikus maupun pada manusia
mendapatkan bahwa alkohol
Menurut faktor risiko dari Tabel 5 meningkatkan aktivitas system saraf
memperlihatkan bahwa OR meningkat dari simpatis. Alkohol juga merangsang sekresi
kategori merokok tiap hari, kadangkadang, corticotrophin releasing hormone (CRR)
dan mantan perokok. Penelitian di India dan hormon kortisol. CRR yaitu suatu
oleh Gupta dan Mehta dari hasil study hormon yang disekresikan oleh hipota lam
kohort pada perokok selama 5-6 tahun dari us, diketahui dapat merangsang aktivitas
52.568 orang sebesar 97,6 % bisa dilacak saraf simpatis. (41) The Whitehall Study
dan hasilnya adalah bahwa merokok menghitung konsumsi alkohol dan
memberikan risiko relative sebesar 1,28 mendapatkan hasil bahwa laki-laki yang
pada perempuan dan 1,63 pada laki-laki minum alkohol/minggu sebesar 38 %. (42)
dimana laju kematian akibat rokok Hasil penelitian kanker di Korea me-
sebanyak 19,2 %. (39) Data Susenas 2003 nunjukkan bahwa konsumsi alkohol tidak
menyebukan bahwa 30 % penduduk bermakna terhadap risiko kanker lambung.
Indonesia merokok dimana 60 % (34) Ternyata hasil Riskesdas juga tidak ber-
diantaranya berjenis kelamin laki-laki. makna, dengan demikian hasil penelitian
Sementara data SKRT 2001 menyebutkan ini sesuai dengan penelitian di Korea.
bahwa 31,4 % penduduk Indonesia
merokok sedang 59 % diantaranya adalah Secara umum mayoritas responden telah
laki-laki. Sedangkan hasil rapid Survey melakukan aktivitas fisik yang cukup
2003 menyebutkan bahwa 70 % populasi dengan OR sebesar 0,83 (95% CI 0,75 - 0,
di dua kecamatan di DKI Jakarta adalah 92). Penelitian Badan Kesehatan Dunia
perokok. (40) Dengan (WHO) menyatakan bahwa gaya hidup
duduk terus-menerus dalam bekerja
demikian hasil Riskesdas ini sesuai dengan menjadi penyebab 1 dari 10 kematian dan
gambaran hasil-hasil penelitian tentang kecacatan dan lebih dari dua juta kematian
merokok. Jika dianalisis lebih jauh pening- setiap tahun disebabkan oleh kurangnya
katan OR pada kategori merokok tiap hari, bergerak/aktivitas fisiko Oleh sebab itu,

21
beraktivitas fisik sangat diperlukan untuk abdominalis dimana OR (dibandingkan
memelihara kesehatan. Aktivitas fisik dengan yang tidak 0 besitas abdominalis)
adalah pergerakan anggota tubuh yang sebesar 1,31 (95% CI 1,11 - 1,47). Untuk
menyebabkan pengeluaran tenaga yang menetapkan keadaan 0 besitas dan berat
sangat penting bagi pemeliharaan badan lebih, sering digunakan acuan BMI
kesehatan fisik dan mental, serta (Body Massa Index) atau Indeks Massa
mempertahankan kualitas hidup agar tetap Tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg)
sehat dan bugar sepanjang hari. (43) dibagi kuadrat tinggi badan (rn"). BMI
Penelitian yang dilakukan oleh Institute of digunakan untuk menilai kegemukan
Medicine menyebutkan bahwa aktivitas berdasarkan massa tulang. The
fisik akan menurunkan risiko kanker colon International Diabetes Institute dari WHO
sebesar 40% - 50%, kanker payudara dan untuk penelitian epidemiologi diabetes
kanker endometrial. (44) Sementara mellitus dan promosi kesehatan bagi
penelitian di California mendapatkan hasil penyakit tidak menular, baru-baru ini
bahwa aktivitas fisik yang cukup pada mengusulkan klasifikasi berat badan
risiko kanker colon menghasilkan RR 0,75 berdasarkan BMI untuk wilayah Asia
(95% CI 0,57- 1,00). (45) Dengan demikian Pasifik bagi orang Asia golongan usia
dapat dikatakan bahwa hasil Riskesdas ini dewasa (Tabe16).
sesuai dengan penelitian tersebut.
Penelitian Band mendapatkan hasil BMI <
Jika dilihat nilai IMT (berdasarkan kriteria 21 sebesar 28 %, 21-25 sebesar 47 % dan
WHO) prevalensi OR (jika di- bandingkan > 25 sebesar 25 %?6 Penelitian
dengan yang kategori kurus) maka risiko Tannenbaum (1996) dikatakan bahwa BMI
kanker makin besar pada mereka yang berkaitan dengan kejadian kanker
memiliki IMT yang besar. Hal ini payudara pada kelompok umur 20-40
diperkuat dengan kategori 0 besitas tahun dengan

OR sebesar 1,44 dan 95 % CI (1,012,04). jumlah lemak yang ditimbun, tetapi juga
(47) kepada lokasi penimbunan lemak tubuh.
Pola penyebaran lemak tubuh pada pria
Data dari Malaysia menyebutkan dan wanita eenderung berbeda. (49)
prevalensi overweight pada laki-laki
sebesar Sementara itu Hideaki Bujo men- dapatkan
hasil di J epang bahwa 0 besitas abdominal
Obesitas berat ditemukan sebanyak 5% pada laki-laki > 102 em dan pada
dari antara orang-orang yang gemuk. perempuan > 88 em. (50) Hasil Riskesdas ini
~erhatian tidak hanya ditujukan kepada sesuai dengan penelitian Tannenbaum
22
bahwa IMT berkaitan dengan kanker dan 0 menderita kanker atau tidak, sehingga OR
besitas abdominalis khususnya perempuan di pedesaan di Indonesia menjadi lebih
akan meningkatkan risiko lebih ti~ggi tinggi dibandingkan daerah perkotaan.
pada pasien kanker. Hal ini dapat Menurut status ekonomi terlihat kenaikan
dihubungkan dengan tingginya OR pada OR sejalan dengan kenaikan status
kanker ovarium dan servix uteri. ekonomi. Demikian pula dengan
pendidikan responden yang
memperlihatkan OR makin meningkat
seiring dengan peningkatan pendidikan
KESIMPULAN DAN SARAN yang juga diakibatkan oleh paparan
informasi. Sementara itu berdasarkan
Tingginya prevalensi tumor di Daerah pekerjaan terlihat bahwa hasil Riskesdas
Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah dan sesuai dengan gambaran BPS bahwa
DKI Jakarta, serta rendahnya prevalensi mayoritas penduduk Indonesia bekerja di
tumor di Maluku, Maluku Utara dan sektor pertanian, nelayan, kehutanan dan
Sumatera Selatan dipengaruhi oleh perburuhan.
paparan informasi dan promosi kesehatan
mengenai penyakit kanker di Indonesia. Jika dianalisis berdasarkan faktor risiko
Makin banyak masyarakat yang menerima terlihat bahwa OR meningkat dari kategori
paparan, maka pengetahuan mereka juga merokok tiap hari, kadangkadang, dan
makin tinggi sehingga data penyakit mantan perokok. Pada konsumsi alkohol
tumor/kanker pada Riskesdas juga akan temyata hasil Riskesdas juga tidak
makin banyak. bermakna sebagaimana dipaparkan pada
hasil penelitian di negara lain. Aktivitas
Sedangkan urutan kanker/tumor terbanyak fisik yang cukup memberikan hasil
di Indonesia dari hasil-hasil pe- neli~ian protektif jika dihubungkan dengan kasus
.sebelumnya dan diperjelas dengan hasil kanker, dan hasil ini sesuai dengan
Riskesdas ini menunjukkan bahwa kanker penelitian di negara lain. Hasil analisis dari
ovarium dan servix uteri menduduki nilai Indeks Massa Tubuh-IMT
peringkat tertinggi. Sementara responden (berdasarkan kriteria WHO)
kasus kanker akan mendapatkan risiko dua memperlihatkan bahwa risiko (jika
kali lipat untuk mendapatkan gan~guan dibandingkan dengan yang kategori kurus)
mental. Hal ini memang jelas terlihat kanker makin besar pada mereka yang
bahwa mereka yang sakit kanker menjadi memiliki IMT yang besar. Hal ini
lebih mudah terkena gangguan mental. diperkuat dengan pengukuran obesitas
abdominalis. Selain itu hasil Riskesdas
Hasil analisis faktor demografi juga menunjukkan bahwa IMT
menunjukkan bahwa faktor umur memang berhubungan dengan kanker.
berpengaruh pada kejadian penyakit
kanker/tumor. Sedangkan berdasarkan DAFTAR RUJUKAN.
jenis kelamin OR pada perempuan
besarnya hampir dua kali lip at 1. Shibuya K, Mathers CD, Boschi-Pinto C, Lopez AD,
Murray CJL. Global and regional estimates of cancer
dibandingkan laki-laki. Berdasarkan mortality and incidence by
wilayah terlihat bahwa OR untuk
kasus tumor lebih tinggi pada daerah site: II. Results for the global burden of disease 2000.
pedesaan dibandingkan daerah perkotaan. BMC Cancer 2002;2:37-62 and 2003;3:20-5.
Hal ini memberi gambaran bahwa akses
2. Asmino, Diponegoro MH, dan Soendoko R. Masalah
terhadap pelayanan kesehatan lebih tinggi Kanker di Indonesia, Yayasan Kanker Wisnu Wardhana,
di perkotaan sehingga masyarakat 1985.
perkotaan lebih tahu apakah mereka

23
3. Saryadi. Pola Kanker di Indonesia dalam buku Gaya 18. Vorobiof DA, Sitas F, Vorobiof G,
Hidup dan Kanker, Semarang, UNDIP, 1992, p.4 Vorobiof DA, Sitas F, and Vorobiof G.
Breast cancer incidence in South Africa.
4. Tjindarbumi. Penemuan Dini Kanker [Review] [16 refs]. Journal of Clinical
Oncology 2001 Sep 15;19(18
Payudara dan Penanggulangannya, FKUI Jakarta, 1982. Suppl):125S-7S.

5. Tjindarbumi. Diagnosis dan Pencegahan Kanker 19. Dumitrescu RG, Shields PG, Dumitrescu
Payudara, Kursus Singkat Deteksi Dini dan Pencegahan RG, and Shields PG. The Etiology of
Kanker, Jakarta, 6-8 November 1995. Alcohol- Induced Breast Cancer. [Review]
[205 refs]. Alcohol 2005 Apr;35(3):213-
6. Ramli, M. Epidemiology Review of Breast Cancer in 25.
Indonesia, Book of Proceeding Jakarta International
Cancer Conference 1995.
20. Davis, JL. Mental Health Linked to
Cancer. Cancer Epidemiology of
7. Departemen Kesehatan, Survei Kesehatan Nasional,
Laporan Studi Mortalitas 2001, Depkes R I Jakarta,
Biomarker Prevention, 2005,vol12; 1523-
2002. 1527.

8. Balitbangkes Depkes RI, Surveillance of Major Non 21. Omar S, Khaled H, Gaafar R, Zekry AR,
Communicable Disease in South East Asian Region, Eissa S, and el-Khatib O. Breast cancer in
Report of an Inter-Country Consultation, 2005. Egypt: a review of disease presentation
and detection strategies. [Review] [44
9. Bonita R, de Courten, Dwyer T, and Leowski, J. refs]. Eastern Mediterranean Health
Surveillance of Risk Factors for Non Communicable Journal 2003 May;9(3):448-63.
Disease, WHO, 2001.
22. Tim Peneliti Registrasi Kanker Populasi di
10. Weisburger JH. Lifestyle, Health and disease Ujung Pandang. Kanker Populasi di Ujung
prevention: The underlying mechanisms. Eur J Cancer Pandang 1995, Kanwil Depkes Provinsi
Prev 2002;11:Sl-7.
Sulawesi Selatan.
11. Kritchevsky, D. Diet and cancer: What's next? J Nutr
2003; 133:3827S-9S. 23. Risser. Cancer Incidence and Mortality in
urban vs rural areas of Texas 1980-1985,
Texas Medical, 1996,92(1);58-61.
12. Key TJ, Schatzkin A, Willett WC, Allen NE, Spencer
EA, Travis RC. Diet, nutrition and the prevention of
cancer. Public Health Nutr 2004;7:187-200. 24. Murti B, Prinsip dan Metode Riset
Epidemiologi, Gajah Mada University
13. Eichholzer-M. The Significance of Nutrition in Press, 1997.
Primary Prevention Cancer. Ther-Umsch, 1997, August,
54(8); 457-462. 25. BPS, Statistik Indonesia, BPS 2007.

14. Alberty, G. Non Communicable Disease: Tomorrow's 26. WHO, 2005. Preventing Chronic Disease
Pandemic. Bulletin WHO, 2001, 79/10; 907.
a Vital Investment.
15. Ray, A. Cancer Prevention Role of Selected Dietary
Factors. Indian J Cancer (serial on line), 2005, 42;15-24. 27. S Chitra, L Ashok, L Anand, V
Srinivasan, V Jayanthi, Risk factors for
esophageal cancer in Coimbatore,
16. Sinagra D, Amato C, Scarpilta AM,
southern India: a hospital-based case-
Brigandi M, Amatori, Saura G, Latteri
control study. Indian Journal of
MA, and Caimi G. Metabolic Syndrome
Gastroenterology, Year 2004, Volume 23,
and Breast Cancer, European Rev Med
Issue 1.
Pharmacol, 2002,6; 55-59.
28. K Tonika Suwiyoga, Infeksi Chlamydia
17. Adebamowo CA, Ajayi 0 0 , Adebamowo Trachomatis pada Ca Cervix,
CA, CDK145,2004, p.9-l2.

and Ajayi 0 0 . Breast cancer in Nigeria. [Review] 29. Begg CB, Cramer LD, and Hoskin WI. An
[74 refs]. West African Journal of Medicine 2000 Referral Pattern for Patient with Breast Cancer,
Jul;19(3): 179-91.

24
National English Journal Medical, 2003,349; 2117- 42. Warren, CWo Tobacco Use by Youth, Bulletin
2127. WHO 2000, 78(7); p.868-876.

30. Bouchardy C, Rapiti E, Fioretta G, Laisuue P, 43. WHO, Cancer, Diet and Physical Activity's Impact,
www.who.int diunduh 31 Juli 2009.
Neyroud-Casper I, Schafer P, Sappini AP, and
Vlastis G. Under treatment Strongly Decrease
Prognosis of Breast Cancer I I I Elderly Women, 44. CDC, Physical Activity and Health,
www.cdc.govdiunduh 31 Juli 2009.
Journal Epidemiology 1995, vol 24 no 1, p.100-
105.
45. Mai PL, Sullivan-Haley J, Ursin G, Stram DO,
Deapen D, Villaluna D, Horn-Ross PL, Clarke CA,
31. Wahyuni AS. Hubungan Jenis Histologi dan Reynold P, Ross RK, West DW, Anton-Culver H,
Ketahanan Hidup Lima Tahun Penderita Kanker Ziogas A, and Bernstein L. Physical Activity and
Payudara, Majalah Kedokteran Nusantara, Vol 39, Colon Risk Cancer among women in California,
No 1 ,Maret 2006, p.1-5. Cancer Epidemiology Biomarker and Prevention
16, 517, March 1,2007.
32. M Fauzi, Sahil dan Deri Edianto,
Penatalaksanaan Ca Cervix di RSUP Adam Malik 46. Luo J, Margolis KL, Adam HO, Laccroixa T, and
Medan selama lima tahun, Majalah Kedokteran YeW, Obesity Risk of pancreatic Cancer, British
Journal Cancer 2008,99; p.527-531.
Nusantara, Vol 39, No 1,Maret 2006, p.6-9.
47. Tannenbaum A, Dependence of Tumor Formation
33. Rubagotti A, Martonarae G, and Boccardo FM, on Composition of Colored Restricted Diet as Well
Epidemiology of Kidney Cancer, European as on Degree Restriction, Nutrition, 1996, 12;
Urology Supplement, June 2006, vol 5, Issue 8, p.653-654.
p.558-565.
48. Khor GL, Yusuf AM, dan Siang TE, Prevalence of
34. Shyn HR, Jung KW, Won JY and Park JG, Overweight among Malaysian Adult from Rural
Cancer Oesophageal in Korea, Cancer Res Treat Community, As Pas J Clin Nutr, 1999;8, p.272-279.
2004, 36; p.103-104.
49. Kurachi H, Takahashi K, Abe A, and Ohmichi M.
35. WHO, Global Strategy on Diet, Physical Women and Obesity, Epidemiology of Obesity in Japan,
Japan Medical Ass Journal vol 48, No 1, Jan 2005, p. 34-
Activity and Health, WHO 2004. 46.

36. Band PR, Lee ND, Fang R, Deschamp M, 50. N, Triaspolitica. "Mengenal Penyakit Kanker, Jenis,
Carcinogenic and Endocrine Disrupting effects of Gejala, Penyebab Berikut Pengobatan Kanker." Mau
Cigarette Smoke and Risk of Breast Cancer, The Nanya Dong Dok. N.p, 20 June 2017. Web. 28 June
Lancet, Vol 360, Oct 5, 2005, p.1.044 -1.049. 2017. <https://
nanyadongdok.blogspot.com/2017/06/mengenal-
penyakit-kangker-jenis-gejala.html>.
37. Roberson, NL. Breast Cancer Screening in
Older Black Women, Cancer Suppl. Oct 1, 1994,
Vol 74n07p. 12-18.

38. Reeves KW, Faulkner K, Modugno F, Hillier T,


Bauer DP, Ensrud K, and Cauley JA Body Mass
and Breast Cancer Stage, Am Can Soc, 1996, p.30l-
307.

39. Gupta PC, and Mehta, HC. Cohort Study of All


Case Mortality among Tobacco User in Mumbai
India, Bulletin WHO 2000, 78(7);p.877-883.

40. Aditama T Y, Rokok dan Masalahnya, LM 3


No 17, November 2003,p.1-2.

41. Duffy, John C, Alcohol Consumpsion and All


Cases Mortality, International Journal of
Epidemiology, 1995, vol 24 no 1, p.100-105

25
ANALISIS

Jurnal ini membahas mengenai pencegahan tumor dan beberapa factor yang
mempengaruhinya di Indonesia. Dikatakan bahwa masalah penhyakit kanker di Indonesia
antara lain hamper 70% penderita penyakit ini ditemjukan dalam keadaan stadium yang
sudah lanjut.
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis lanjut data riskesdas 2007-2008. TUjuan
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pravelensi penyaikit kanker tumor di Indonesia.
Dan didapatkan factor-faktor yang berhubungan dengan tumor kanker.
Alat demografi yang digunakan salah satunya Rasio yang didapatkan dengan Analisa
data secara deskriptif dan Analisa bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi
tumor tertinggi berdasarkan provinsi adalah DIY sebesar (9,66 %0) dan terendah Maluku
Utara (1,95 %0). Sedangkan urutan jenis kankerltumor tertinggi di Indonesia adalah kanker
ovarium dan servix uteri terendah adalah kanker darah.
Sementara responden kasus kanker akan mendapatkan risiko dua kali lipat untuk
mendapatkan gangguan mental. Dari hasil analisis faktor-faktor demografi menunjukkan
bahwa faktor umur memang berpengaruh pada kejadian penyakit kankerltumor. Sedangkan
berdasarkan jenis kelamin odds ratio pada perempuan besarnya hampir dua kali lipat
dibandingkan laki-laki. Berdasarkan wilayah terlihat bahwa odds ratio untuk kasus tumor
lebih tinggi pada daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan. Menurut status ekonomi
terlihat kenaikan odds ratio sejalan dengan kenaikan status ekonomi.
Hasil analisis faktor demografi menunjukkan bahwa faktor umur memang
berpengaruh pada kejadian penyakit kanker/tumor. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin OR
pada perempuan besarnya hampir dua kali lip at dibandingkan laki-laki. Berdasarkan wilayah
terlihat bahwa OR untuk kasus tumor lebih tinggi pada daerah pedesaan dibandingkan
daerah perkotaan. Hal ini memberi gambaran bahwa akses terhadap pelayanan kesehatan
lebih tinggi di perkotaan sehingga masyarakat perkotaan lebih tahu apakah mereka menderita
kanker atau tidak, sehingga OR di pedesaan di Indonesia menjadi lebih tinggi dibandingkan
daerah perkotaan.

26
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 14 No.1 / April 2015

Studi Epidemiologi Kejadian Tuberkulosis Paru pada Pasien Hiv di Kabupaten


Wonosobo Tahun 2014

Epidemiological Study of TheIncidence of Pulmonary Tuberculosis in HIV Patient in


District Wonosobo 2014

Hardiko, Nur Endah W., M. Sakundarno Adi

ABSTRACT
Background: TB-HIV case in Wonosobo district from 1 case happened in 2013 to 14 new cases and the
increasing of 3 death cases of TB-HIV in 2014. Furthermore, there are the absence of a figure of person, place
and time against opportunistic infections of tuberculosis with HIV in Wonosobo regency that makes it difficult
for decision-making. This study aims to provide an overview of the epidemiology of pulmonary tuberculosis in
people with HIV in Wonosobo.
Methods: This study is a descriptive study with cross sectional design, with the primary data (a new case of HIV
in 2014) is 48 respondents, and secondary data (a new cases of BTA in 2014) is 308.
Results: In this study, HIV prevalence is 6.18 per 100.000 population, or 29.7% of HIV patients are people with
TB-HIV, TB-HIV prevalence is 1.41 per 100.000 people, or 3.7% of TB patients are HIV-TB patients. From 48
respondents with HIV, 22.9% of them suffer from TB-HIV (11), 90.9% aged 15-50 years, 66.6% are women,
90.9% were married, 63.6% are high school graduation, 63.6% are IRT, 90.9% are heterosexual, 81.8% are
kinfolk contact with TB patients, 81.8% had no contact in the workplace with TB patients, 54.5% live in urban
areas, as well as all respondents live in homes that qualifies sanity including population density, ventilation,
lighting, humidity, and temperature.
Conclusion: HIV patients who have a history of kinfolk contact with a TB patient has a greater possibility of
suffering from TB-HIV, as well as the need for further research to determine the factors that cause why the
cases of HIV and TB-HIV in Wonosobodistrict in 2014 is more common suffered in housewives and urban
areas.

Keywords: TB-HIV, Home Environment, Wonosobo district.

PENDAHULUAN waktu terhadap Infeksi oportunistik TB Paru pada


HIV di Kabupaten Wonosobo sehingga
Laporan World Health Organization (WHO) tahun menyulitkan dalam pengambilan keputusan.
2014, Indonesia menduduki peringkat ke-5
berdasarkan jumlah kasus insiden tuberkulosis MATERI DAN METODE
tahun 2013. Dengan angka prevalensi 340.000-
110.000, kasus insidensi TB-HIV 8.700-20.000, Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Wonosobo.
dan kematian TB-HIV 2.200-6.200.1 Data Dinas Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
Kesehatan Kabupaten Wonosobo jumlah kasus dengan pendekatan cross sectional. Populasi dari
HIV/AIDS kumulatif tahun 2010 sampai dengan penelitian ini adalah seluruh penderita HIV yang
Mei 2013 sebanyak 121 kasus tersebar di semua berjumlah 55 orang, namun pada penelitian ini
kecamatan. Tahun 2013 kasus TB-HIV sebanyak 1 jumlah responden yang berpartisipasi ada sebanyak
kasus, kasus AIDS sebanyak 19 kasus di mana 14 48 responden.Variabel yang diteliti adalah umur,
kasus meninggal, kasus HIV sebanyak 20 kasus. status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, faktor
Pada tahun 2014 kasus AIDS sebanyak 27 kasus, 9 risiko HIV, riwayat kontak serumah dengan
kasus meninggal, kasus HIV sebanyak 44 kasus, penderita TB, riwayat kontak setempat kerja
dan kasus TB-HIV mengalami peningkatan dengan penderita TB, wilayah tempat tinggal,
sebanyak 14 kasus, 3 kasus meninggal. TB kepadatan hunian, luas ventilasi, pencahayaan,
merupakan salah satu Infeksi oportunistik yang kelembaban, dan suhu.
paling sering terjadi pada pasien HIV/AIDS dan
mengakibatkan kematian di Kabupaten Wonosobo Cara mengumpulkan data melalui wawancara
pada tahun 2014. Hal ini ditambah belum adanya dengan menggunakan kuisioner tertutup, observasi
gambaran orang, tempat dan secara langsung dan pemeriksaan kondisi
lingkungan rumah dengan menggunakan alat untuk

27
pencahayaan (luxmeter), mengukur kelembapan Tabel 1 : Tabel Distribusi Diskriptif Responden
(sling hygrometer), suhu ruangan (termometer
ruangan) dan rol meter untuk mengukur luas dengan beberapa Kabupaten, sebelah utara
ventilasi. Analisis data yang digunakan adalah uji
berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan Batang,
deskriptif statistik dan GIS.
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Temanggung dan Magelang, sebelah selatan
HASIL berbatasan dengan Kabupaten Kebumen dan
Purworejo, sedangkan sebelah barat berbatasan
Secara geografis Kabupaten Wonosobo terletak dengan Kabupaten Banjarnegara dan Kebumen.
antara 7043’13 ” dan 7004’40” garis lintang selatan, Kabupaten Wonosobo terbagi menjadi 15
serta 109043’19 ” dan 110004’40 ” garis bujur kecamatan, 236 desa, 29 kelurahan dan 206,383
timur. Kabupaten Wonosobo berjarak 120 Km dari rumah tangga.Kabupaten Wonosobo beriklim
Ibu Kota Jawa Tengah (Semarang) dan 520 Km tropis dengan suhu udara antara 24-30 0C pada
dari Ibu Kota Negara (Jakarta) dengan ketinggian siang hari, tetapi suhu tersebut turun menjadi +20
berkisar antara 250 meter sampai dengan 2.250 0
C pada bulan Juli dan Agustus akan turun menjadi
meter di atas permukaan laut. Kabupaten 12-15 0C pada malam hari dan 15-20 0C pada siang
Wonosobo termasuk ke dalam wilayah Propinsi hari serta hujan turun hampir sepanjang tahun.2
Jawa Tengah, berbatasan

Dari 48 responden terdapat 11 kasus (22,9%) TB- oportunistik TB. Jumlah penduduk Kabupaten
HIV dan 37 kasus (77,1%) penderita HIV tanpa 1,41/100.000 penduduk dengan total penderita 11.
total penderita 48 dan prevalensi TB-HIV Infeksi Wonosobo 776.547 pada tahun 2014, sehingga

28
PEMBAHASAN 22,9% penderita HIV dengan TB-HIV dan 77,1%
Gambaran Responden HIV dan TB-HIV penderita HIV tanpa Infeksi oportunistik TB. Hal
Tahun 2014 ini menggambarkan

Pada penelitian ini prevalensi kasus HIV bahwa penderita HIV di Kabupaten Wonosobo
6,18/100.000 penduduk dengan total penderita 48 22,9% dengan Infeksi oportunistik TB.
dan prevalensi TB-HIV 1,41/100.000 penduduk
dengan total penderita 11 dengan jumlah penduduk Jumlah responden yang berusia produktif (15-50
776.547 pada tahun 2014. Pada penelitian ini tahun) sebanyak 48 responden (97,9%). Demikian

29
juga pada TB-HIV 90,9% terdapat pada usia 15-50 mempengaruhi perkembangan infeksi HIV menjadi
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa penderita HIV AIDS adalah usia pada saat infeksi. Orang yang
maupun penderita TB-HIV di Kabupaten terinfeksi HIV pada usia muda biasanya proses
Wonosobo lebih banyak terjadi pada usia produktif, menjadi AIDS akan semakin lambat, dibandingkan
sehingga perlu penanganan dengan baik, agar tidak dengan dengan orang yang terinfeksi pada usia
mempengaruhi produktifitas kerja dan pendapatan. lebih

Hal ini sesuai dengan teori dimana dewasa tua.6,7 Pada 2011, CDC memperkirakan 6% dari
memiliki daya tangkal terhadap tuberkulosis paru semua kasus TB dan 10% dari kasus TB di antara
orang berusia 25-44 terjadi di kalangan orang-
dengan baik dan menurun kembali ketika seseorang orang yang HIV-positif. Karena risiko kesehatan
atau kelompok menjelang usia tua. Di Indonesia yang serius bagi koinfeksi dengan TB dan HIV,
diperkirakan 75% penderita tuberkulosis paru CDC merekomendasikan bahwa semua orang HIV-
adalah usia produktif yaitu 15 hingga 50 tahun.4 positif harus diuji untuk TB.8

Prevalensi TB pada pasien AIDS berkaitan dengan Semua penderita HIV yang berusia 15-50 tahun
kelompok usia dan jenis kelamin sedangkan jumlah perlu dilakukan pemeriksaan screening terhadap
kasus positif berada di kelompok usia 21-30 tahun penyakit lain terutama penyakit TB, demikian juga
(5,8%), laki-laki terdiri dari 7 (8,1%) dan sebaliknya semua penderita TB yang berusia 15-50
perempuan 5 (5,8%).5 Salah satu faktor yang dapat tahun juga perlu dilakukan pemeriksaan screening
terhadap HIV.

Dari hasil penelitian ini 45,8% berjenis kelamin mayoritas penderita tuberkulosis paru adalah
pria dan 54,2% berjenis kelamin wanita. Pada TB- wanita, hal ini masih memerlukan penyelidikan dan
HIV 36,4% pria dan 66,6% wanita. Ini penelitian lebih lanjut, baik pada tingkat
menunjukkan penderita HIV dan TB-HIV di behavioural, tingkat kejiwaan, sistem pertahanan
Kabupaten Wonosobo lebih banyak pada wanita. tubuh, maupun tingkat molekuler. Untuk
Hal ini sedikit berbeda dengan teori dimana
prevalensi tuberkulosis paru paling banyak terdapat sementara, diduga jenis kelamin wanita merupakan
pada jenis kelamin laki-laki 819 per 100.000 faktor risiko yang masih memerlukan evidence
penduduk, penduduk bertempat tinggal di desa 750 pada masing-masing wilayah sebagai dasar
per 100.000 penduduk, kelompok pendidikan tidak pengendalian atau dasar manajemen.4
sekolah 1.041 per 100.000 penduduk.9 Dari catatan
statistik meski tidak selamanya konsisten,

30
Prevalensi TB pada pasien AIDS berkaitan dengan terdapat pada kelompok pengguna napza suntik.
kelompok usia dan jenis kelamin sedangkan jumlah Kumulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik
kasus positif berada di kelompok usia 21-30 tahun di Indonesia hingga 2009 adalah 7.966 kasus, 7.312
(5,8%), laki-laki terdiri dari 7 (8,1%) dan kasus adalah laki-laki (91,8%), 605 kasus
perempuan 5 (5,8%).5 Menurut laporan Ditjen perempuan (7,6%) dan 49 kasus tidak diketahui
PP&PL DepKes RI 2009, 40,2% penderita AIDS jenis kelaminnya (0,6%).

31
Dari hasil penelitian ini 60,4% berstatus kawin, batuk atau bersin. Umumnya penularan terjadi
22,9% tidak kawin dan 16,7% berstatus janda/duda. dalam ruangan dimana percikan dahak berada
Pada TB-HIV 90,9% juga berstatus kawin. Hal ini dalam waktu yang lama.4 Penularan HIV pada
menunjukkan status perkawinan mempunyai kelompok masyarakat yang melakukan
peranan lebih dari 50% baik pada penderita HIV promiskuitas (hubungan seksual dengan banyak
maupun pada penderita TB-HIV. Sesuai dengan mitra seksual) misalnya penjaja seks
teori dimana pencegahan dilakukan dengan seks komersial/PSK, dari satu PSK dapat menular ke
yang aman dengan pendekatan Abstinence, artinya pelanggan-pelanggan selanjutnya pelanggan-
absen seks ataupun tidak melakukan hubungan seks pelanggan tersebut dapat menularkan kepada istri
bagi orang yang belum menikah merupakan metode atau pasangannya.7
paling aman untuk mencegah penularan HIV/AIDS Dari hasil penelitian ini 72,9%
melalui hubungan seksual.6,7 Dari hasil penelitian Heteroseksual, 22,9% Homoseksual, 2,1% IDU
ini 60,4% tamat SLTA, 29,2% tamat SLTP, 6,3% (Injecting Drug Use), 2,1% perinatal. Pada TB-HIV
tamat SD, 2,1% tidak sekolah dan 2,1% tamat 90,9% Heteroseksual dan 9,1% perinatal. Hal ini
Akademi/PT. Pada TB-HIV 63,6% tamat SLTA, menunjukkan kasus penderita HIV di Kabupaten
27,3% tamat SLTP dan 9,1% tidak sekolah. Hal ini Wonosobo >50% penularannya melalui
menunjukkan kasus penderita lurus dengan tingkat heteroseksual, hal ini memerlukan kajian lebih
pendidikan, hal ini memerlukan kajian lebih lanjut. lanjut.
Dari hasil penelitian ini terdapat proporsi
Hal ini kurang sesuai dengan teori dimana responden yang tinggal serumah dengan penderita
prevalensi tuberkulosis paru paling banyak terdapat TB dan menderita TB-HIV sebesar 75,0%. Sesuai
pada jenis kelamin laki-laki 819 per 100.000 teori dimana cara penularan tuberkulosis paru pada
penduduk, penduduk bertempat tinggal di desa 750 manusia melalui percikan dahak (droplet). Sumber
per 100.000 penduduk, kelompok pendidikan tidak penularan adalah penderita tuberkulosis paru
sekolah 1.041 per 100.000 penduduk.9 BTA(+), pada waktu penderita tuberkulosis paru
Dari hasil penelitian ini 29,2% IRT, 27,1% batuk atau bersin. Umumnya penularan terjadi
wiraswasta, 14,6% PSK, 4,2% TKI, 4,2% sopir, dalam ruangan dimana percikan dahak berada
2,1% tidak bekerja dan 18,8% lainnya. Pada kasus dalam waktu yang lama.4
TB-HIV 63,6% IRT, 27,3% wiraswasta dan 9,1% Pada kasus TB-HIV riwayat kontak
tidak bekerja. Hal ini menunjukkan penderita TB- dengan penderita BTA positif serumah 75,0% dan
HIV di Kabupaten Wonosobo >50% terdapat pada di tempat kerja 66,7%, hal ini memerlukan kajian
IRT dan penularan HIV 29,2% pada IRT, hal ini lebih lanjut pada penderita HIV yang memiliki
memerlukan kajian lebih lanjut terhadap faktor riwayat kontak dengan penderita TB.
risikonya. Dari hasil penelitian ini 62,5% bertempat
Cara penularan tuberkulosis paru pada tinggal di perkotaan dan 37,5% tinggal di daerah
manusia melalui percikan dahak (droplet). Sumber pedesaan. Pada kasus TB-HIV 54,5% ada di
penularan adalah penderita tuberkulosis paru wilayah perkotaan dan 45,5% tinggal didaerah
BTA(+), pada waktu penderita tuberkulosis paru pedesaan.

32
Dari hasil penelitian ini 100% bertempat tinggal di Pencahayaan yang baik dalam ruangan rumah bila
rumah dengan kepadatan hunian >10m2/or. >60 luxdengan syarat tidak menyilaukan.12
Demikian pula pada TB-HIV 100% tinggal di
rumah dengan kepadatan hunian >10m2/or. Kelembaban
Kepadatan hunian dikatakan padat bila dalam satu Hasil penelitian menunjukkan 100%
rumah luas bertempat tinggal di rumah dengan kelembaban
40%-60% . Demikian pula pada kasus TB-HIV
bangunan rumah dibandingkan jumlah penghuni 100% tinggal di rumah dengan kelembaban 40%-
<10m2/or, syarat kesehatan yang direkomendarikan 60%. Kelembaban udara yang meningkat
kepadatan >10m2/or. merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri
Luas ventilasi patogen termasuk tuberkulosis. Mycobacterium
tuberculosis memiliki rentang suhu yang disukai,
Dari hasil penelitian ini 100% bertempat merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh subur
tinggal di rumah dengan luas ventilasi >10%. dalam rentang 25 – 40 0C, tetapi akan tumbuh
Demikian pula pada kasus TB-HIV 100% tinggal secara optimal pada suhu 31- 37 0C. Kelembapan
di rumah dengan luas ventilasi >10%. Luas yang baik dalam rumah adalah 40%-60%.9,12
ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah Kelembaban merupakan sarana yang baik untuk
≥10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang pertumbuhan mikroorganisme, termasuk kuman
tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% tuberkulosis sehingga viabilitas lebih lama. Seperti
luas lantai rumah.11 Pencahayaan telah dikemukakan, kelembaban berhubungan
Hasil penelitian menunjukkan 100% dengan kepadatan dan ventilasi. Topografi menurut
bertempat tinggal di rumah dengan pencahayaan penelitian juga berpengaruh terhadap kelembaban,
>60 lux. Demikian pula pada kasus TB-HIV 100% wilayah yang lebih tinggi cenderung memiliki
tinggal di rumah dengan pencahayaan >60 lux. kelembaban lebih rendah.9

33
Suhu penemuan kasus akan sangat membantu bagi
penelitian selanjutnya.
Hasil penelitian menunjukkan 100% bertempat
tinggal di rumah dengan suhu berkisar 24-30 0C . Pada kasus HIV pada tahun 2014 terjadi
Demikian pula pada kasus TB-HIV 100% tinggal peningkatan yang cukup tinggi pada bulan Oktober
di rumah dengan suhu berkisar 24-30 0C. sampai dengan Desember. Demikian pula pada
Mycobacterium tuberculosis memiliki rentang suhu kasus HIV dengan Infeksi oportunistik setiap 3
yang disukai, merupakan bakteri mesofilik yang bulan pada tahun 2014 terjadi peningkatan yang
tumbuh subur dalam rentang 25 – 40 0C, tetapi cukup tinggi pada bulan oktober sampai dengan
akan tumbuh secara optimal pada suhu 31-37 0C. desember. Dari 11 kasus TB-HIV, 2 kasus
Suhu yang sesuai dengan rumah sehat adalah 18- penegakan diagnosisnya pada hari yang sama
300C, sesuai dengan peraturan pemerintah.12 Setiap antara kasus TB dan HIVnya, 9 kasus penegakan
kenaikan 100 meter, selisih suhu udara dengan diagnosis awal TB kemudian setelah beberapa
permukaan laut sebesar 0,5 oC. Ketinggian bulan baru terdiagnosa sebagai HIV.
berkaitan dengan kelembaban juga dengan
kerapatan oksigen.9 Pada penelitian yang dilakukan Dari hasil penelitian ini memberikan gambaran
peneliti, suhu udara di Kabupaten Wonosobo relatif bahwa penderita HIV dan TB-HIV di Kabupaten
sama berkisar 24-300C. Wonosobo pada tahun 2014 memiliki karakteristik
yang hampir sama, kecuali riwayat kontak dengan
Rumah Sehat penderita TB Paru.

Hasil penelitian menunjukkan 100% bertempat SIMPULAN


tinggal di rumah yang memenuhi kreteria rumah
sehat. Demikian pula pada kasus TB-HIV 100% 1. 308 penderita TB Paru mempunyairisiko
tinggal di rumah yang memenuhi syarat kesehatan. 5,29% menderita TB-HIV, sedangkan
penderita HIV mempunyai risiko lebih
Penderita HIV di Kabupaten Wonosobo seluruhnya besar yaitu 22,9% menderita TB-HIV. Hal
tinggal di rumah yang memenuhi syarat kesehatan, ini menunjukkan bahwa penderita HIV
hal ini sangat baik bagi kesehatan penderita. berisiko lebih besar daripada penderita TB
Namun demikian ada kemungkinan recall bias untuk menjadi TB-HIV.
dimana penelitian tidak pada saat kasus terjadi,
dimana daya ingat dan kejujuran dalam wawancara 2. Penderita TB, HIV, dan TB-HIV di
sangat besar pengaruhnya. Pencatatan yang baik Kabupaten Wonosobo tahun 2014 lebih
dan penyelidikan epidemiologi yang segera setelah banyak terdapat pada usia 15-50 tahun
yang merupakan usia produktif.

34
3. Penderita HIV dan TB-HIV di Kabupaten HIV/AIDS Patients In obafemi awolowo university
Wonosobo tahun 2014 lebih banyak teaching hospital complex oauthc, ILE –IFE.
terjadi pada responden yang berstatus International Journal of Biological & Medical
kawin/menikah, berpendidikan tamat Research. 2011; 2(4): 874 -877.
SLTA, berstatus sebagai IRT, dengan
faktor risiko HIV tertinggi pada 6. RI K. Petunjuk teknis tata laksana klinis ko-
heteroseksual, mempunyai riwayat kontak infeksi TB-HIV. Jakarta: KemenKes RI; 2012. p.
serumah dengan penderita TB, tidak 150.
mempunyai riwayat kontak setempat kerja 7. Duffell E, Toskin I. Pedoman surveilans HIV di
dengan penderita TB, berada di wilayah
perkotaan, serta seluruh responden antara pasien tuberculosis. edisi kedua terjemahan.
bertempat tinggal dirumah yang
memenuhi syarat kesehatan diantaranya
kepadatan hunian, luas ventilasi, Geneva: WHO; 2004.
pencahayaan, kelembapan, dan suhu. 8. UNAIDS. Global aids response progress
reporting
4. Pada penelitian ini prevalensi HIV : 6,18
per 100.000 penduduk, prevalensi TB- 2014. Geneva: UNAIDS; 2014.
HIV 1.41 per 100.000 penduduk. Kasus 9. Achmadi UF. Manajemen penyakit berbasis
TB-HIV pada penelitian ini sebesar 22,9%
pada penderita HIV. wilayah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia;

5. Distribusi kasus HIV, TB-HIV dan TB 2010. 327-48 p.


cenderung berada di pusat kota dan berada 10. RI DPPK. Laporan situasi perkembangan HIV
pada ketinggian yang hampir sama. dan

UCAPAN TERIMA KASIH AIDS di Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Ditjen

Penulis mengucapkan terima kasih kepada PPSDM PP&PL Kemenkes RI; 2013.
Kesehatan selaku pihak yang telah mendanai 11. WONOSOBO PS. Buku putih sanitasi 2012.
selama proses perkuliahan. Terimakasih kepada ibu
Dr. Dra. NUR ENDAH. W, MS dan bapak dr. M. Wonosobo: Pokja Sanitasi Wonosobo; 2012.
SAKUNDARNO ADI, MSc, Ph.D yang telah 12. PMKRI no 1077/MENKES/PER/V/2011
banyak meluangkan waktu untuk membimbing Tentang pedoman penyehatan udara dalam ruang
penulis dan memberikan masukan pendapat dalam rumah,
menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih kepada
Pimpinan dan seluruh karyawan Dinas Kesehatan 1077/MENKES/PER/V/2011 (2011).
dan SKPD terkait atas bantuan selama pelaksanaan
penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Global tuberculosis report 2014. Geneva:


World Health Organization Press; 2014. 24 p.

2. DinKes Kab.Wonosobo. Profil kesehatan


Kabupaten Wonosobo 2013. Wonosobo:
DinKesKab; 2014.

3. RI DPPK. Statistik kasus HIV/AIDS di


Indonesia. Jakarta: Ditjen PP & PL Kemenkes RI,
2014 30 maret 2015.

4. DepKes.RI. Pedoman nasional pengendalian


tuberkulosis. Jakarta: DepKes.RI; 2011.

5. Olaniran O, Hassan-Olajokun RE, Oyovwevotu


M, Agunlejika R. Prevalence of tuberculosis among

35
ANALISIS

Jurnal ini berisikan mengenai Epidemiologi Kejadian Tuberkulosis Paru Pasien HIV
di Kabupaten Wonoso Tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita HIV yang
berjumlah 55 orang, namun pada penelitian ini jumlah responden yang berpartisipasi ada
sebnayak 48 responden. Jadi alat demografi yang digunakan berupa proporsi yang dimana 55
orang merupakan penyebut dan 48 orang sebagai pembilang dimana itu meruoakan bagian
dari penyebut.
Variabel yang di teliti adalah umur, status, pernikahan, Pendidikan, pekerjakan, factor
risiko HIV, riwayat kontak dengan penderita TB, wilayah tempat tinggal, kepadatan hunian,
luas ventilasi,pencahayaan,kelembaban dan suhu.
Penderita TB, HIV, dan TB-HIV di Kabupaten Wonosobo tahun 2014 lebih banyak
terdapat pada usia 15-50 tahun yang merupakan usian produktif
Distribusi Kasus HIV, TB-HIV dan TB cenderung berada dipusat kota dan berada
pada ketinggian yang hamper sama, dilihat dari komposisi penduduk, penderita HIV dan TB
di Kabupaten Wonosobo tahun 2014 lebih banyak terjadi pada responden berstatus
kawin/menikah, berpendidikan tamat SLTA, berstatus sebagai IRT, dengan factor risiko
tertinggi pada heteroseksual, mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB,
berada diwilayah perkotaan, serta seluruh responden bertempattinggal dirumah yang
memenuhi syarat kesehatan diantaranya hunian, luas ventilasi, pencahayaan, kelembapan,dan
suhu.
Pada penelitian ini prevelensi HIV : 6,18 per 100.000 penduduk, prevelensi TB-HIV
1.41 per 100.000 penduduk. Kasus TB-HIV pada penelitian ini sebesar 22,9% pada penderita
HI

36
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS TIDUR PADA
PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE

123 Fachrunnisa , Sofiana Nurchayati , Arneliwati

Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau


Email: icafachrunnisa29@gmail.com

Abstract

Congestive Heart Failure (CHF) is a cardiovascular disease which shows a variety symptoms (dyspnea, edema,
chest pain, anxiety, fatigue) that affect the sleep quality of patient. The purpose of the research is identify the
factors that associated with quality of sleep in patients with CHF especially chest pain, anxiety, Paroxysmal
Nocturnal Dyspnea (PND), and fluids overload. The design was descriptive correlational research with cross
sectional study. Samples of this research was taken by using purposive sampling technique, which 32 patients
with CHF in Flamboyan ward Arifin Achmad General Hospital Pekanbaru. This research used questionnaire
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) for quality of sleep, Numeric Rating Scale (NRS), and Hamilton Anxiety
Rating Scale (HARS). The univariate analysis showed that majority patient of CHF was 45-60 years old
(43,8%), women (53,1%), unemployment (59,4%), once history of hospitalization (31,3%), medium pain
(37,5%), no anxiety (40,6%), PND (56,3%), no edema (81,3%) and poor quality of sleep (62,5%). The bivariate
analysis was conducted by using chi-square and kolmogorov-smirnov test showed there are a correlation
between anxiety ρ value (0,001)< α (0,05) and breathing ρ value (0,008)< α (0,05) with quality of sleep in
patients CHF and there are no correlation between pain ρ value (0,925)> α (0,05) and fluid overload ρ value
(0,985)< α (0,05) with quality of sleep in patient CHF. Recommended for nurse to give a nursing care to
decrease anxiety and PND by create a pleasant environment, suitable position, oxygenation and an ideal bed to
improve quality of sleep in patient with CHF.

Keywords : Anxiety, chest pain,congestive heart failure, edema, quality of sleep References : 81 (2000-2015)

PENDAHULUAN adalah gabungan dari kedua gambaran


tersebut.Namun demikian, kelainan fungsi
Congestive Heart Failure (CHF) jantung kiri maupun kanan sering terjadi
merupakan suatu keadaan patologis di secara bersamaan (McPhee & Ganong,
mana kelainan fungsi jantung 2010).
menyebabkan kegagalan jantung Udjianti (2011) menyatakan bahwa
memompa darah untuk memenuhi Insidensi CHF sulit ditentukan karena
kebutuhan jaringan, atau hanya dapat CHF adalah suatu simtom atau gejala dan
memenuhi kebutuhan jaringan dengan bukan suatu diagnosis. Data pada simtom
meningkatkan tekanan pengisian (McPhee ini biasanya berhubungan dengan
& Ganong, 2010).Gagal jantung dikenal penyebab yang mendasari.Masalah
dalam beberapa istilah yaitu gagal jantung kesehatan dengan gangguan sistem
kiri, kanan, dan kombinasi atau kardiovaskular termasuk CHF masih
kongestif.Pada gagal jantung kiri terdapat menduduki peringkat yang tinggi, CHF
bendungan paru, hipotensi, dan telah melibatkan 23 juta penduduk di
vasokontriksi perifer yang mengakibatkan dunia. Sekitar 4,7 orang menderita CHF di
penurunan perfusi jaringan.Gagal jantung Amerika (1,5-2% dari total populasi)
kanan ditandai dengan adanya edema dengan tingkat insiden 550.000 kasus per
perifer, asites dan peningkatan tekanan tahun. Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh
vena jugularis.Gagal jantung kongestif Darah Harapan Kita Jakarta melaporkan

37
sekitar 400-450 kasus infark miokard simptom dari CHF , medikasi, stress dan
setiap tahunnya (Irnizarifka, 2011). kecemasan (Nancy & Kathy, 2012).Pasien
Data rekam medis Rumah Sakit dengan CHF juga sering merasa cemas,
Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru ketakutan dan depresi.Hampir semua
pada tahun 2013 terdapat jumlah kasus pasien menyadari bahwa jantung adalah
CHF sebesar 110 kasus dari 522 kasus organ yang penting dan ketika jantung
penyakit kardiovaskular, kemudian pada mulai rusak maka kesehatan juga
bulan Januari sampai September 2014 terancam. Ketika penyakit meningkat dan
terdapat 94 kasus CHF. CHF ini manifestasinya memburuk, terjadi stres
merupakan penyakit urutan pertama pada (ketegangan) sampai mengalami
kasus kardiovaskular di RSUD Arifin kecemasan yang berat dan hal ini apabila
Achmad Pekanbaru (Rekam Medis RSUD dibiarkan akan mengganggu status mental
Arifin Achmad Pekanbaru, 2014). seseorang (Hidayat, 2007).
CHF menimbulkan berbagai gejala Penelitian yang dilakukan
klinisdiantaranya;dipsnea, ortopnea, Komalasari (2011) menunnjukkan bahwa
pernapasan Cheyne-Stokes, Paroxysmal ada hubungan antara tingkat kecemasan
Nocturnal Dyspnea (PND), asites, piting dengan kualitas tidur pada ibu hamil
edema, berat badan meningkat, dan gejala dengan ρ-value (0,016) dengan hasil
yang paling sering dijumpai adalah sesak analisis menunjukkan bahwa 63%
nafas pada malam hari, yang mungkin menunjukkan tingkat kecemasan normal
muncul tiba-tiba dan menyebabkan dan 72% menunjukkan kualitas tidur yang
penderita terbangun (Udjianti, 2011). buruk. Tidur merupakan salah satu
Munculnya berbagai gejala klinis pada kebutuhan dasar manusia. Mencapai
pasien gagal jantung tersebut akan kualitas tidur yang baik penting bagi
menimbulkan masalah keperawatan dan kesehatan, sama halnya dengan sembuh
mengganggu kebutuhan dasar manusia dari penyakit. Pasien yang sedang sakit
salah satudiantaranya adalah tidur seperti sering kali membutuhkan tidur dan istrahat
adanya nyeri dada pada aktivitas, dyspnea yang lebih banyak dari pada pasien yang
pada istirahat atau aktivitas, letargi dan sehat dan biasanya penyakit mencegah
gangguan tidur. beberapa pasien untuk mendapatkan tidur
Menurut Potter & Perry (2005), dan istirahat yang adekuat (Potter & Perry,
usia, jenis kelamin, budaya, makna nyeri, 2010).
perhatian, kecemasan, keletihan dan Seseorang biasanya melewati
pengalaman sebelumnya dapat empat sampai lima siklus tidur lengkap
mempengaruhi respon dan persepsi nyeri. dalam satu malam, masing-masing terdiri
Penelitian yang dilakukan Bukit (2011) dari empat tahap tidur Non Rapid Eye
menunjukkan bahwa ada hubungan yang Movement (NREM) dan periode tidur
signifikan antara kualitas tidur dengan Rapid Eye Movement (REM). Setiap siklus
intensitas nyeri pada penderita nyeri berlangsung sekitar 90-100 menit. Pola
punggung bawah yang menggunakan uji siklus biasanya berkembang dari tahap 1
gamma dengan ρ -value (0,006). sampai tahap 4 NREM, diikuti oleh
Gangguan tidur adalah simptom pembalikan dari tahap 4- 3 sampai 2, dan
yang paling sering dilaporkan pada pasien berakhir dengan periode tidur REM sekitar
CHF dan dirasakan oleh 75% 90 menit dalam siklus tidur. 75% - 80%
penderitanya. Faktor yang berhubungan dari tidur dihabiskan dalam tidur NREM
dengan gangguan tidur pada kelompok ini (Potter & Perry, 2010).
multidimensional seperti karakteristik Tidur yang tidak adekuat dan
demografi (jenis kelamin, umur), kualitas tidur buruk dapat mengakibatkan
perjalanan penyakit CHF, beberapa gangguan keseimbangan fisiologi dan
masalah kesehatan (nyeri, depresi), psikologi.Dampak fisiologi meliputi

38
penurunan aktivitas sehari-hari, rasa lelah, penelitian selanjutnya terkait kualitas tidur
lemah, daya tahan tubuh menurun dan dan CHF.
ketidakstabilan tanda-tanda vital.Dampak
psikologis meliputi depresi, cemas dan METODOLOGI PENELITIAN
tidak konsentrasi (Potter & Perry,
2010).Kualitas tidur yang buruk Desain penelitian yang digunakan dalam
mengakibatkan proses perbaikan kondisi penelitian ini adalah deskriptif korelasi
pasien akan semakin lama sehingga akan dengan pendekatan cross-sectional.Jumlah
memperpanjang masa perawatan di rumah sampel yang digunakan dalam penelitian
sakit. Lamanya perawatan ini akan ini adalah 32pasien CHF dengan
menambah beban biaya yang ditanggung menggunakan metode pengambilan sampel
pasien menjadi lebih tinggi dan yaitu purposive sampling.
kemungkinan akan menimbulkan respon Instrumen yang digunakan peneliti
hospitalisasi bagi pasien. untuk mengukur kualitas tidur
Studi pendahuluan yang dilakukan menggunakan instrument Pittsburgh Sleep
peneliti pada Februari 2015 terhadap 6 Quality Index(PSQI), untuk mengukur
pasien CHF di ruang rawat inap nyeri menggunakan Numeric Rating Scale
Flamboyan RSUD Arifin Achmad (A A) (NRS), untuk mengukur kecemasan
ditemukan bahwa 3 dari 6 pasien menggunakan Hamilton Anxiety Rating
mengatakan terjaga saat tidur dikarenakan Scale (HARS), dan melakukan observasi
nyeri dada, 4 dari 6 pasien mengatakan untuk melihat kelebihan cairan pada
terjaga karena lingkungan yang kurang responden.Analisa bivariat menggunakan
nyaman seperti suhu yang terlalu panas uji chi-square dan kolmogorov-smirnov.
atau dingin, kebisingan yang berasal dari
pasien lainnya atau dari aktivitas perawat HASIL PENELITIAN
dan 2 dari 6 pasien mengatakan gelisah
dan cemas karena memikirkan
penyakitnya.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk


mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kualitas tidur pada
pasien CHF yang dirawat di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru.

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah


dapat menjadi bahan masukan bagi
institusi Rumah sakit dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan untuk menciptakan
kepuasaan dan kenyamanan bagi pasien
yang dirawat inap khususnya dalam
meningkatkan kualitas tidur pasien CHF,
dan tambahan informasi bagi pasien CHF
untuk mengetahui faktor- faktor yang
mempengaruhi kualitas tidur dan dapat
dijadikan sebagai evidence based untuk

39
Hasil penelitian didapatkan sebagai
berikut: Tabel 1

Pada tabel 3didapatkan data bahwa


tingkat nyeri pada responden terbanyak
yaitu nyeri sedang, berjumlah 12
responden (37,5%).

Berdasarkan tabel 4didapatkan


bahwa tingkat kecemasan responden
terbanyak yaitu tidak ada kecemasan,
berjumlah 13 responden (40,6%).

Berdasarkan tabel 1 diketahui


bahwa mayoritas responden berusia 45-60
tahun yaitu 14 responden (43,7%), berjenis
kelamin perempuan yaitu 17responden
(53,1%). Dari 32 orang responden yang
diteliti, mayoritas responden tidak bekerja,
yaitu sebanyak 19responden (59,4%).
Mayoritas responden mempunyai riwayat
Berdasarkan tabel 5 didapatkan
rawat inap 1 kali, yaitu sebanyak 10 orang
data bahwa sebagian besar responden
(31,2%).
mengalami Paroxysmal Nocturnal
Dyspnea (PND) yaitu sebanyak 18
responden (56,3%).
Tabel6
Distribusi Responden Berdasarkan
kelebihan cairan

Pada tabel 2didapatkan data bahwa


sebagian besar responden memiliki
kualitas tidur tidak baik yaitu 20 responden
(62,5%). Berdasarkan tabel 5 didapatkan
data bahwa sebagian besar responden tidak

40
edema yaitu sebanyak 26 responden
(81,3%).

Tabel 7
Hubungan tingkat nyeri dengan kualitas
tidur responden
Tabel 9 menggambarkan hubungan antara
PND dengan kualitas tidur pasien
CHF.Hasil analisis hubungan PND dengan
kualitas tidur pasien CHF diperoleh bahwa
responden mengalami PND dan memiliki
kualitas tidur baik yaitu 3 orang (9,4%),
responden yang mengalami PND dan
memiliki kualitas tidur tidak baik yaitu 18
Tabel 8 responden (46,9%). Berdasarkan uji Chi-
Hubungan kecemasan dengan kualitas square diperoleh ρ value= 0,008<α (0,05),
tidur responden berarti Ho ditolak, maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara
tingkat nyeri dengan kualitas tidur pasien
CHF.
Tabel 10
Hubungan kelebihan cairan dengan
kualitas tidur responden

Tabel 8 menggambarkan hubungan


antara kecemasan dengan kualitas tidur
pasien CHF.Hasil analisis hubungan
kecemasan dengan kualitas tidur pasien
CHF diperoleh bahwa responden tidak
mengalami kecemasan dan memiliki
kualitas tidur baik yaitu 10 orang (31,3%),
responden yang tidak mengalami yang tidak mengalami edema dan memiliki
kecemasan memiliki kualitas tidur tidak kualitas tidur tidak baik yaitu 26 responden
baik yaitu 3 responden (9,4%). (81,3%). Berdasarkan ujiKolmogorov-
Berdasarkan ujiKolmogorov-smirnov smirnov diperoleh ρ value= 0,985>α
diperolehρvalue= 0,001<α (0,05), berarti (0,05), berarti Ho gagal ditolak, maka
Ho gagal ditolak, maka dapat disimpulkan dapat disimpulkan bahwa tidak ada
bahwa ada hubungan antara kecemasan hubungan antara kelebihan cairan dengan
dengan kualitas tidur pasien CHF. kualitas tidur pasien CHF.
Tabel 9 PEMBAHASAN
Hubungan pernapasan (Paroxysmal Hasil penelitian ini didapatkan
Nocturnal Dyspnea) dengan kualitas tidur bahwa mayoritas responden berusia 45-60
responden tahun yaitu sebanyak 14
responden(43,8%).Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Nurhayati (2009), yang
meneliti tentang gambaran faktor resiko
pada pasien penyakit gagal jantung

41
kongestif didapatkan hasil bahwa pasien Soetomo Surabaya yaitu perempuan
yang rentan terkena penyakit jantung (khususnya melankolis) mempunyai
berada pada rentang usia antara 40-59 koping yang maladaptif sehingga lebih
tahun (50%). rentan terkena penyakit.
Usia mempengaruhi angka Penelitian ini mendapatkan bahwa
kejadian CHF hal ini dikarenakan pada mayoritas responden tidak bekerja yaitu
usia tua fungsi jantung sudah mengalami sebanyak 19 responden (59,4%). Hasil
penurunan dan terjadi perubahan- yang sama juga didapatkan dari penelitian
perubahan pada sistem kardiovaskular V ani (2011) yang menunjukkan bahwa
seperti penyempitan arteri oleh plak, sebagian besar penderita CHF di RS
dinding jantung menebal, dan ruang bilik Wahidin Sudirohusodo dan RS Stella
jantung mengecil (Kusuma, 2007). Maris Makasar sudah tidak bekerja atau
Beberapa penyebab terjadinya CHF pada pensiunan yaitu sebesar 35%.
usia tua adalah hipertensi yang memacu Pekerjaan memiliki peran yang
jantung untuk bekerja lebih giat bahkan sangat penting dalam memenuhi
melebihi kapasitas kerjanya, penyakit kebutuhan hidup manusia, terutama
jantung koroner, dan diabetes. kebutuhan hidup sosial dan psikologis
Hasil penelitian didapatkan bahwa (Embi, 2008). Seseorang yang tidak
mayoritas responden berjenis kelamin bekerja cenderung memiliki perekonomian
perempuan yaitu sebanyak 17 responden yang tidak stabil sehingga memicu
(53,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan kecemasan dan stress dalam keluarga.
penelitian Nurhayati (2009) tentang Menurut McPhee & Ganong (2010), CHF
gambaran faktor resiko pada pasien merupakan sindrom dengan gejala unik
penyakit gagal jantung kongestif yang biasanya diikuti dengan intoleransi
didapatkan hasil yang sama bahwa aktivitas, retensi cairan dan upaya untuk
mayoritas responden berjenis kelamin bernapas normal. Ketidakmampuan
perempuan (53,3%). Menurut American jantung memasok darah dalam jumlah
Heart Association (2015), kejadian memadai ke otot-otot rangka menyebabkan
penyakit kardiovaskular didominasi pada pasien CHF cepat merasa lelah.Aktifitas
jenis kelamin perempuan. Pada tahun 2011 fisik yang cukup dapat meringankan gejala
terdapat 33.700 kematian pada wanita CHF, tetapi aktifitas yang berlebihan dapat
karena CHF (57,8%). memperburuk kondisi penderita CHF (V
Responden yang berjenis kelamin ani, 2011).
perempuan pada penelitan ini sebagian Penelitian ini menunjukkan
besar berusia >45 tahun dimana sebagian beberapa responden berhenti bekerja
besar sudah mengalami menopause. Pada karena simptom yang dirasakan
saat menopause terjadi penurunan kadar menganggu responden dalam bekerja
esterogen juga penurunan HDL (High secara normal.Hal ini berdampak pada
Density Lipoprotein) dan peningkatan perekonomian keluarga dan dapat
LDL (Low Density Lipoprotein), menganggu interaksi sosial pasien dengan
trigliserida, dan kolesterol total yang orang disekitarnya akibat CHF yang dapat
meningkatkan resiko penyakit jantung membatasi aktifitas fisik yang ingin
koroner (Kasdu, 2004).Tidak hanya karena dilakukan responden.Sebagian besar
masalah fisiologis seperti menopause saja, responden yang berjenis kelamin
dari segi psikologis wanita juga lebih perempuan juga merupakan ibu rumah
mudah terserang penyakit dibandingkan tangga.
laki-laki. Hal ini terdapat dalam hasil Berdasarkan riwayat rawat inap,
penelitian Putra (2003) tentang pengaruh didapatkan bahwa mayoritas responden
pemberian Cognitive Support terhadap mempunyai riwayat rawat inap adalah 1
koping pada pasien CHF di RSU dr. kali yaitu sebanyak 10 responden (31,3%).

42
Frekuensi masuk rumah sakit yang lebih tidur dan terdapat banyak hal yang
dari satu kali atau dua kali pada beberapa menyebabkan seseorang tidak dapat
responden disebabkan oleh serangan mempertahankan tidurnya sehingga sering
berulang dari CHF dan riwayat penyakit terbangun.
lainnya seperti gastritis. Faktor-faktor yang mempengaruhi
CHF merupakan penyakit yang tidur seperti lingkungan, penyakit, gaya
memerlukan perawatan ulang dirumah hidup, stres, stimulan dan alkohol, nutrisi,
sakit. Dari hasil pencatatan dan pelaporan merokok, motivasi dan pengobatan dapat
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) menjadi penyebab munculnya masalah
menyatakan bahwa Case Fatality Rate tidur (Kozier, 2004). Faktor yang
(CFR) tertinggi terjadi pada gagal jantung mempengaruhi tidur pada CHF
yaitu sebesar 13,4% (Riskesdas, 2007). diantaranya nyeri, kecemasan, lingkungan,
Pentingnya perawatan dan pengobatan kelebihan cairan, pengobatan, nokturia,
yang optimal dirumah dapat mengurangi dan Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
resiko kekambuhan serangan (Reddeker, 2012).
CHF.Kebanyakan pasien yang mengalami Penelitian yang dilakukan Triyanta
kekambuhan CHF terjadi karena pasien (2013), tentang hubungan kualitas tidur
tidak memenuhi terapi pengobatan dengan dengan denyut jantung dilihat dari
tepat, melanggar pembatasan diet, tidak gambaran EKG pada pasien infark
mematuhi tindak lanjut medis, melakukan miokard didapatkan hasil sebagian besar
aktivitas berlebihan dan tidak dapat responden mempunyai kualitas tidur yang
mengenali gejala kekambuhan (Smeltzer & buruk. Hasil penelitian ini sama dengan
Bare, 2002). hasil penelitian yang dilakukan peneliti
yang mendapatkan hasil sebagian besar
Penelitian ini didapatkan bahwa dari 32 responden mempunyai kualitas tidur yang
responden, sebagian besar responden tidak baik.
memiliki kualitas tidur yang tidak baik Tidur yang tidak adekuat dan
yaitu sebanyak 20 responden (62,5 %). kualitas tidur yang tidak baik dapat
Kualitas tidur responden yang tidak baik mengakibatkan gangguan keseimbangan
disebabkan oleh beberapa alasan, seperti fisiologi dan psikologis. Dampak fisiologi
sesak napas yang dirasakan saat berbaring, meliputi penurunan aktifitas sehari-hari,
nyeri dada, lingkungan yang tidak nyaman, rasa lelah, lemah, proses penyembuhan
dan kecemasan.Kualitas tidur yang tidak lambat, daya tahan tubuh menurun dan
baik ini ditandai dengan lamanya waktu ketidakseimbangan tanda-tanda vital.
untuk tertidur, beberapa kali terbangun Sedangkan dampak psikologis meliputi
ditengah malam bahkan ada laporan depresi, cemas dan tidak konsentrasi
responden yang menyatakan tidak tidur (Bukit,2011).
selama satu malam. Penelitian yang dilakukan terhadap
Kualitas tidur merupakan 32 responden didapatkansebanyak 12
kemampuan individu untuk tetap tertidur responden mengalami nyeri sedang
dan mendapatkan jumlah tidur REM dan (37,5%). Karakteristik nyeri yang
NREM yang tepat.Memperoleh kualitas dilaporkan responden pada penelitian ini
tidur terbaik adalah penting untuk berbeda-beda seperti rasa ditusuk-tusuk,
peningkatan kesehatan yang baik dan nyeri hanya muncul ketika merasakan
pemulihan individu yang sakit.Klien yang sesak, dan nyeri seperti dihimpit sesuatu
sakit sering kali membutuhkan lebih yang berat. Penelitian Kumalasari (2013)
banyak tidur dan istirahat dari pada klien tentang angka kematian pasien gagal
yang sehat (Potter & Perry, jantung kongestif di HCU dan ICU RSUP
2005).Gangguan-gangguan tidur dr. Kariadi Semarang didapatkan hasil
memberikan pengaruh terhadap kualitas indikasi masuknya pasien disebabkan oleh

43
nyeri dada sebanyak 8 responden (18,2%). mempunyai beberapa alasan yaitu cemas
akibat penyakitnya, cemas memikirkan
Perawat perlu memberikan anggota keluarga yang ditinggalkan
perhatian khusus pada simptom penyakit dirumah dan cemas dengan biaya
pasien seperti nyeri yang dapat menganggu pengobatan yang menyebabkan gelisah
tidur pasien.Rasa nyeri dada yang timbul dan tidak tenang sehingga istirahat
pada CHF adalah akibat iskemia (angina responden terganggu.Dukungan dari
pektoris).Nyeri penyakit jantung menyebar keluarga dapat membantu mekanisme
ke lengan atau pergelangan tangan, rahang koping individu dengan memberikan
dan gigi (McGlynn, 2005). dukungan emosi saran- saran yang
Penanganan rasa nyeri harus positif.Melakukan pendekatan religius
dilakukan secepat mungkin untuk sesuai dengan keyakinan masing- masing
mencegah aktivasi saraf simpatis, karena dapat memberikan ketenangan dan
akan menyebabkan takikardi, membantu pasien mengendalikan
vasokontriksi, dan peningkatan tekanan kecemasannya (Ihdaniyati, 2008).
darah yang pada tahap selanjutnya dapat Kecemasan meningkatkan kadar
memperberat beban jantung. Penanganan norepinefrin dalam darah melalui system
nyeri bisa dilakukan secara farmakologis saraf simpatis, perubahan kimia ini
yaitu dengan pemberian obat-obatan menyebabkan kurangnya waktu tidur tahap
analgesik dan penenang, dan non IV NREM dan tidur REM serta lebih
farmakologis yaitu melalui distraksi, banyak perubahan dalam tahap tidur lain
relaksasi dan stimulasi kulit kompres dan lebih sering terbangun (Kozier, 2010).
hangat atau dingin, latihan nafas dalam, Ihdaniyati (2008) meneliti tentang
dan manajemen lingkungan (Muttaqin, hubungan tingkat kecemasan dengan
2008).Penanganan nyeri non farmakologis mekanisme koping pada pasien gagal
yang dilakukan responden pada penelitian jantung kongestif di RSU Pandan Arang
ini diantara relaksasi, musik dan mencoba Boyolali mendapatkan hasil bahwa
menciptakan suasana yang nyaman untuk sebagian responden memiliki tingkat
beristirahat. kecemasan sedang sebanyak 20 responden
Berdasarkan kecemasan didapatkan (66,7 %).
bahwa dari 32 responden, sebagian besar Penelitian ini menunjukkan bahwa
responden tidak mengalami kecemasan dari 32 responden, sebagian besar
yaitu sebanyak 13 responden (40,6 %). responden mengalami Paroxysmal
Riwayat rawat inap pertama kali dengan Nocturnal Dyspnea(PND) yaitu sebanyak
CHF mempengaruhi kecemasan karena 18 responden (56,3 %). Kejadian PND
kerusakan organ jantung belum terlalu dialami responden setelah beberapa jam
parah.Serangan yang berulang dari CHF tertidur. PND dapat terjadi 1-2 kali dalam
juga memberikan pengalaman serta koping satu malam sehingga pasien yang baru
yang baik bagi pasien CHF.Perilaku mulai terlelap dapat terbangun lagi yang
koping diperlukan dalam menghadapi mengakibatkan gangguan kualitas tidur
kecemasan. Menurut Ihdaniyati (2008), NREM.
responden yang mengalami kecemasan Penelitian yang dilakukan
ringan dan sedang melakukan koping yang Ekundayo (2009) tentang value of
adaptif dikarenakan mereka dapat orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea
mengendalikan perasaan cemas yang and medications in prospective studies of
muncul. incident heart failure menunjukkan bahwa
Kecemasan yang dialami ortopnea lebih banyak dilaporkan daripada
responden setelah dirawat berbeda ketika PND.PND paling sering disebabkan oleh
reponden mengalami serangan pertama edema paru akibat gagal jantung
kali.Kecemasan yang dialami responden kongestif.Serangan sering disertai batuk,

44
perasaan sesak napas, keringat dingin, dan yang dialami responden dapat dipengaruhi
takikardia dengan irama gallop.Upaya- oleh penanganan nyeri baik secara
upaya yang dapat dilakukan pasien CHF farmakologis maupun
untuk mengurangi sesak akibat PND salah nonfarmakologis.Setelah mendapatkan
satunya adalah pengaturan posisi yang terapi untuk mengurangi nyeri responden
baik dan benar.Posisi yang dapat dapat beristirahat lebih nyaman dan
mengurangi PND yaitu dengan mendapatkan kesempatan untuk
meninggikan bagian kepala menggunakan memperoleh kualitas tidur yang baik.
bantal atau posisi tempat tidur 30° atau 45° Penelitian yang dilakukan
(Mosby, 2009). Silvanasari (2012), tentang faktor-faktor
Hasil penelitian didapatkan bahwa yang berhubungan dengan kualitas tidur
dari 32 responden, sebagian besar yang buruk pada lansia didapatkan hasil
responden tidak mengalami edema yaitu ada perbedaan rata-rata kualitas tidur
sebanyak 26 responden (81,3%). Penelitian lansia yang sakit dengan lansia yang tidak
yang dilakukan Watson (2000), tentang sakit.Sebagian besar lansia yang sakit
ABC of heart failure clinical features and mengeluhkan perasaan ketidaknyamanan
complications mendapatkan bahwa 23% dan nyeri akibat penyakit yang
pasien CHF mengalami edema dan dialami.Jenis-jenis penyakit yang
77% tidak mengalami edema. Hal ini dilaporkan lansia adalah hipertensi, asma,
sesuai dengan penelitian yang dilakukan diabetes melitus, dan penyakit jantung.Hal
peneliti bahwa sebagian besar responden ini sesuai dengan teori Potter & Perry
tidak mengalami edema.Kelebihan cairan (2005) yang menyatakan bahwa penyakit
adalah keluhan yang sering dilaporkan asma, hipertensi, dan penyakit jantung dan
pasien saat dirawat dirumah dapat mengganggu tidur.
sakit.Penatalaksanaan kelebihan cairan
dapat dilakukan dengan Menurut Reddeker (2012), salah satu
diuretik.Manajemen cairan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas tidur
strategi yang penting dalam pengobatan adalah nyeri. Penyakit fisik yang diderita
untuk pasien CHF.Data yang didapat dari seseorang dapat menyebabkan gangguan
catatan rekam medik responden, tidur.Kekurangan tidur dapat
didapatkan sebagian besar responden telah menyebabkan kurangnya konsentrasi dan
diberikan terapi diuretik untuk mengurangi mudah marah.
kelebihan cairan. Hasil penelitian ini menunjukkan
Istilah edemaberarti perluasan atau bahwa ada hubungan antara kecemasan
pengumpulan volume cairan interstisial. dengan kualitas tidur pasien CHF ρ value
Keadaan ini dapat setempat atau umum, = 0,001 < α.(0,05). Kecemasan tentang
tergantung dasar etiologinya.Edema masalah pribadi atau situasi dapat
biasanya dikatakan sebagai akumulasi menggangu tidur.Kecemasan
kelebihan cairan dalam kulit. Namun menyebabkan seseorang menjadi tegang
cairan ini dapat pindah ketempat lain, dan seringkali mengarah frustasi apabila
seperti menjadi asites, efusi pleura, efusi tidak tidur (Potter & Perry, 2005).
perikardial, dan edema paru. Tsaqofah (2013) dalam
Hasil penelitian menunjukkan penelitiannya tentang hubungan tingkat
bahwa tidak ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur pada
nyeri dengan kualitas tidur pasien CHF ρ penderita asma bronkial berusia lanjut di
value = 0,925 < α (0,05). Tingkat nyeri BKPM Semarang mendapatkan hasil
yang dialami responden pada saat masuk penelitian bahwa ada hubungan antara
rumah sakit lebih tinggi dibandingkan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur.
dengan tingkat nyeri pada saat beberapa Kecemasan yang dialami responden terjadi
hari setelah dirawat.Berkurangnya nyeri karena proses penyakit, ketakutan tidak

45
sembuh, penurunan aktifitas sehari-hari, CHF terjadi setelah beberapa jam tertidur.
dan memikirkan keluarga yang PND muncul diatas pukul 00.00 yang
ditinggalkan dirumah. berlangsung sekitar 10-20 menit.Upaya
Penelitian Tsaqofah (2013) yang dilakukan untuk mengurangi sesak
mempunyai variabel penelitian yang adalah meninggikan posisi kepala atau
berbeda dengan penelitian yang dilakukan duduk diatas tempat tidur atau tidur
peneliti, namun peneliti berasumsi bahwa dengan posisi semifowler. Kondisi ini akan
asma bronkial menyerang organ vital pada menyebabkan asupan oksigen membaik
manusia yaitu paru-paru begitu juga sehingga proses respirasi kembali normal
dengan CHF yang menyerang dan menghasilkan kualitas tidur yang lebih
jantung.Peneliti menemukan bahwa baik (Melanie, 2011). Terbangunnya
sebagian besar responden menyatakan pasien CHF setelah beberapa jam tertidur
sering terbangun pada malam hari dan sulit mengakibatkan gangguan tidur pada tahap
untuk memulai tidur.Pasien menyadarai 3 dan 4 NREM yang merupakan tahap
bahwa kesehatannya terancam karena tidur dalam seseorang.
jantung adalah organ yang penting. Berdasarkan kelebihan cairan
Kecemasan yang dialami pasien didapatkan hasil bahwa tidak ada
CHF dikarenakan beberapa alasan diantara hubungan antara kelebihan cairan dengan
cemas akibat penyakit yang dialaminya, kualitas tidur pasien CHF ρ value = 0,985
cemas akan gejala penyakitnya, dan cemas > α (0,05). Menurut Reddeker (2012) salah
memikirkan anggota keluarga yang satu faktor yang mempengaruhi kualitas
ditinggalkan dirumah. Hal ini sesuai tidur pasien CHF adalah kelebihan
dengan penelitian yang dilakukan cairan.Namun peneliti menemukan
Ihdaniyati (2008) yang menyatakan sebagian besar pasien CHF tidak
kecemasan yang dialami pasien CHF mengalami edema pada saat penyebaran
mempunyai beberapa alasan diantaranya kuesioner yaitu pada hari rawat
cemas akibat sesak nafas, cemas akan ketiga.Upaya yang telah dilakukan pasien
kondisi penyakitnya, cemas jika CHF untuk mengurangi edema diantaranya
penyakitnya tidak dapat sembuh dan meninggikan bagian kaki untuk melawan
cemas akan kematian. arah gravitasi.
Berdasarkan kejadian PND Edema terjadi apabila tekanan
didapatkan hasil bahwa ada hubungan hidrostatik intravaskuler meningkat,
antara PND dengan kualitas tidur pasien tekanan osmotik koloid plasma menurun
CHF ρ value = 0,008 < α (0,05). dan gangguan aliran limfe.Meningkatnya
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea(PND) tekanan hidrostatik cenderung memaksa
disebabkan oleh perpindahan cairan dari cairan masuk ke dalam ruang interstisial
jaringan kedalam kompartemen (Asmadi, 2008).Penatalaksanaan yang
intravaskular sebagai akibat dari posisi dapat dilakukan untuk mengatasi edema
terlentang.PND terjadi dimalam hari yang diantaranya terapi diuretik, vasodilator,
mengakibatkan pasien terbangun di tengah terapi oksigen, diet rendah garam dan
malam karena mengalami napas yang pembatasan aktifitas fisik.
pendek dan hebat.Hal ini sesuai dengan Terapi yang digunakan untuk
penelitian yang dilakukan Melanie (2011) mengurangi edema menimbulkan efek
tentang analisis pengaruh sudut posisi tidur sering berkemih. Apabila efek terjadi pada
terhadap kualitas tidur dan tanda vital pada jam tidur dimalam hari, maka akan
pasien gagal jantung di ruang rawat mengganggu tidur pasien. Penelitian yang
intensif didapatkan hasil bahwa ada dilakukan Rahmawan (2014) tentang
pengaruh antara sudut posisi tidur terhadap hubungan stress psikologi dan obat-obatan
kualitas tidur pasien gagal jantung. dengan kualitas tidur pada pasien kritis
Kejadian PND yang dialami pasien mendapatkan hasil sebagian besar pasien

46
menggunakan obat yang dapat mendapatkan kualitas tidur yang
mengganggu kualitas tidur (84,6%). baik.Hasil penelitian ini diharapkan
Adapun beberapa obat yang menimbulkan menjadi sumber informasi untuk ilmu
efek samping yang mempengaruhi kualitas keperawatan dan dapat dikembangkan lagi
tidur seseorang diantaranya golongan oleh peneliti selanjutnya.
diuretik, penyekat beta, anti depresan, dan
stimulan (Potter & Perry, 2006).

PENUTUP KESIMPULAN 1 Fachrunnisa: Mahasiswa Program Studi


Hasil uji statistik terhadap faktor-
faktor yang mempengaruhi kualitas tidur Ilmu Keperawatan Indonesia.
pasien CHF yang dirawat diruang rawat
inap Flamboyan RSUD Arifin Achmad 2 Universitas Riau,
Pekanbaru, pada faktor tingkat nyeri
diperoleh ρvalue 0,925 > α (0,05), Ns. Sofiana Nurchayati, M.Kep: Dosen
sehingga didapatkan kesimpulan tidak ada Bidang Keilmuan Keperawatan Medikal
hubungan antara tingkat nyeri dengan Bedah Program Studi Ilmu Keperawatan
kualitas tidur responden. Hasil uji statistik Universitas Riau, Indonesia.
terhadap faktor kecemasan diperoleh
ρvalue 0,001 < α (0,05), sehingga Ns. Arneliwati, M.Kep. : Dosen Bidang
didapatkan kesimpulan ada hubungan Keilmuan Keperawatan Komunitas
antara kecemasan dengan kualitas tidur Program Studi Ilmu Keperawatan
responden. Hasil uji statistik terhadap Universitas Riau, Indonesia.
faktor pernapasan (PND) diperoleh ρvalue __________________________________
0,008 < α (0,05), sehingga didapatkan __ DAFTAR PUSTAKA
kesimpulan ada hubungan antara
pernpasan (PND) dengan kualitas tidur American Heart Association.(2015).
responden. Hasil uji statistik terhadap Statistic fact sheet 2015 update women &
faktor kelebihan cairan diperoleh ρ value cardiovascular disease.Diperoleh pada
0,985 > α (0,05), sehingga didapatkan
kesimpulan tidak ada hubungan antara tanggal 24 Juni
kelebihan cairan dengan kualitas tidur
responden. http://ahajournal.org.com. Asmadi,
(2008).Teknik
SARAN
Institusi Rumah sakit diharapkan 2015 dari
lebih meningkatkan lagi pelayanan
kesehatan khususnya perawat untuk prosedural keperawatan: Konsep dan
pelayanan serta aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta :
kebutuhan pasien dan dapat
melakukan peningkatan fasilitas yang ada Salemba Medika.
dirumah sakit seperti tempat tidur yang Brashers, V . L. (2008).Aplikasi klinis
berstandar SNI yaitu tempat tidur baja
beroda dengan pengaturan posisi, patofisiologi pemeriksaan &
memperhatikan jumlah pasien dalam satu
ruangan dan pembatasan pengunjung. manajemen edisi 2.Jakarta: EGC.. Bukit,
Pasien CHF diharapkan mendapat S. T. (2011). Hubungan kualitas tidur
tambahan informasi tentang faktor- faktor dengan intensitas nyeri pada penderita
yang mempengaruhi kualitas tidur dan nyeri punggung bawah dan nyeri kepala
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk primer.Tesis. FK Universitas Sumatera

47
Utara. Medan. Diperoleh tanggal 25 Komalasari, Dewi. (2011). Hubungan
Desember 2014 dari antara tingkat kecemasan dengan kualitas
tidur pada ibu hamil trimester III di
http://respiratory.usu.ac.id/handle/1234 puskesmas Jatinangor Kabupaten
Sumedang.Diperoleh tanggal 12 Januari
56789/29432. 2015 dari
Ekundayo, J. O. (2009). Value of http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article
orthopnea, /view/727.

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea, and Kumalasari, E. Y . (2013). Angka


medications in prospective population kematian pasien gagal jantung kongestif
studies of incident heart failure. University di HCU dan ICU RSUP Dr. Kariadi
of Albama: NIH Public Access. Semarang.Diperoleh tanggal 01 Juli 2015
dari http://eprints.undip.ac.id/43854/1/Etha
Embi, A. M. (2008). Cabaran dunia _Yosy_K_Lap.KTI_BAB_0.pdf.
pekerjaan. Kuala Lumpur: PRIN_AD
SDN. Kusuma, D. (2007). Olahraga untuk orang
sehat dan penderita penyakit
Ihdaniyati, A. I. (2008). Hubungan tingkat jantung.Jakarta: Universitas Indonesia.
kecemasan dengan mekanisme koping
pada pasien gagal jantung kongestif di Marwiati.(2005). Hubungan tingkat
RSU Pandan Arang Boyolali.Diperoleh kecemasan dengan strategi koping pada
pada tangal 18 Juni 2015 dari keluarga dengan anggota keluarga yang
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/. dirawat dengan penyakit jantung di RSUD
Ambarawa 2005.Jurnal kesehatan Surya
Irnizarifka.(2011). Buku saku jantung Medika Yogyakarta: Yogyakarta.
dasar.Bogor: Ghalia Indonesia.
McGlynn, T. J. (2005). Adams diagnosis
Kasdu. (2004). Kiat sehat & bahagia di fisik edisi 17. Jakarta: EGC.
usia menopause.Jakarta: Puspaswara.
McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2010).
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder,
S. J. (2010). Buku ajar fundamental Patofisiologi penyakit: Pengantar menuju
keperawatan konsep, proses, & praktik kedokteran klinis. Jakarta: EGC.
edisi 7 volume 2. Jakarta: EGC.

48
ANALISIS

Jurnal ini membahas mengenai factor-faktor hyang berhubunhgan dengan kualitas tidur pada
pasien Congestive Heart Failure. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi factor-
faktor yang berhubunhgan dengan kualitas tidur pada pasien CHF terutama nyeri dada,
kecemasan, Paroxysmal Nocturnal Dyspnea, dan kelebihan cairan.
Penelitian ini dibuat dengan desain penelitian deskriptif korelasional dengan studi
cross sectonal menggunakan Teknik pursposive sampling, dengan besar sampel 32 pasien
CHF. Penelitian nin menggunakan kuesioner Pittsburgh sleep quality untuk kualitas tidur.
Hasil uji statistik terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pasien
CHF yang dirawat diruang rawat inap Flamboyan RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, pada
faktor tingkat nyeri diperoleh ρvalue 0,925 > α (0,05), sehingga didapatkan kesimpulan tidak
ada hubungan antara tingkat nyeri dengan kualitas tidur responden. Hasil uji statistik terhadap
faktor kecemasan diperoleh ρvalue 0,001 < α (0,05), sehingga didapatkan kesimpulan ada
hubungan antara kecemasan dengan kualitas tidur responden. Hasil uji statistik terhadap
faktor pernapasan (PND) diperoleh ρvalue 0,008 < α (0,05), sehingga didapatkan kesimpulan
ada hubungan antara pernpasan (PND) dengan kualitas tidur responden. Hasil uji statistik
terhadap faktor kelebihan cairan diperoleh ρ value 0,985 > α (0,05), sehingga didapatkan
kesimpulan tidak ada hubungan antara kelebihan cairan dengan kualitas tidur responden.

49
EVALUASI KEBIJAKAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DALAM
PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI DI INDONESIA

Helmizar
Jurusan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, Indonesia

Abstrak

Adanya kenyataan bahwa AKI meningkat progresif, walaupun telah dibentuk suatu kebijakan
jampersal. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kebijakan dan menganalisis evaluasi
implementasi kebijakan Jampersal ditingkat pelayanan kesehatan ibu hamil dan melahirkan dan
dukungan pemerintah daerah kabupaten-kota serta stake holder lainnya. Analisis evaluasi
kebijakan menggunakan metode observasional prospektif, dengan pendekatan analisis semi
kuantitatif kualitatif. Hasil analisis dari beberapa aspek kebijakan meliputi pengambil atau
pembuat keputusan, pelaksana kebijakan, lingkungan kebijakan, penerima kebijakan, dan dampak
kebijakan. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kebijakan Jampernal belum mampu
mencapai hasil yang diharapkan dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB), bahkan kenyataan yang dihadapi saat ini menunjukan hasil yang negatif terhadap
tujuan yang hendak dicapai. Perlunya peningkatan payung hukum kebijakan Jampersal dalam
bentuk Instruksi Presiden (INPRES), sehingga akan mengikat para pelaku kebijakan yang terkait di
kabupaten-kota.

EVALUATION ANALYS OF JAMPERSALPOLICY TO DECREASED


MATERNAL AND INFANT MORTALITY RATE IN INDONESIA

Abstract

The fact maternal mortality rate increased progressively although the system has been established
of universal delivery coverage (Jampersal) policy, so that the purpose of this study was analyze
evaluation of the policy implementation of universal delivery coverage (Jampersal) in health
maternal pregnancy and implication supporting from government and other stakeholders in city-
district level. Evaluation analysis of the implementation of Jampersal policy used prospective
observational method and used qualitative and quantita- tive analysis. The results of the analysis
showed that some aspects of the policy include mak- ing or policy-makers, policy implementers,
policy environment, recipient policies, and the impact of policies. The result of analysis can be
concluded that the policy Jampersal not been able to achieve the expected results in decrease
mother mortality rate (MMR) and infant mortality rate, even the current reality was showed the
negative results from objectives to be achieved. The needed for increased legal protection in the
form of policy Jampersal such as Presidential Instruction (INPRES) , so it will be binding on the
relevant stakeholders in districts and cities.

Pendahuluan lain kesehatan merupakan modal


dasar dalam pembangunan nasional
Pembangunan kesehatan adalah (Depkes, 2006).
bagian yang tak terpisahkan dari Pengertian sehat seperti yang
pembangunan na- sional yang tercantum dalam UU No 36 tahun
bertujuan meningkatkan kesa- daran, 2009 adalah keadaan
kemauan dan kemampuan hidup sehatyangmeliputifisik,mental,spiritu
sehat almau- pun sosial yang
bagisetiaporangagarterwujudderajat memungkinkan setiap orang untuk
keseha- tan masyarakat yang hidup produktif secara sosial dan
setinggi-tingginya. Kese- hatan ekono- mis. Definisi sehat menurut
memiliki peran ganda dalam UU No 36/2009 itu mirip dengan
pembangu- nan nasional, oleh definisi sehat menurut WHO, yaitu
karena di satu sisi kesehatan kondisi sempurna baik fisik, mental
merupakan tujuan dari dan sosial, tidak hanya bebas dari
pembangunan, sedang disisi yang penyakit atau kelemahan.

50
Untuk menilai derajat rangka menu- runkan angka
kesehatan suatu bangsa WHO dan kematian ibu dan anak serta
berbagai lembaga Interna- sional mempercepat pencapaian tujuan
lainnya menetapkan beberapa alat MDG’s telah ditetapkan kebijakan
ukur atau indikator, seperti bahwa setiap ibu yang melahirkan,
morbiditas penyakit, mortalitas biaya persalinannya ditanggung oleh
kelompok rawan seperti bayi, balita Pemerintah melalui Program Jaminan
dan ibu saat melahirkan. Alat ukur Persalinan dan 2) Agar program
yang paling banyak dipakai oleh jaminan per- salinan dapat berjalan
negara-negara didunia adalah , usia efektif dan efesien diper- lukan
harapan hidup (life expectancy), petunjuk teknis pelaksanaan.
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Walaupun kebijakan Jampersal
Kematian Bayi (AKB) . Angka-angka itu di- luncurkan dengan tujuan yang
ini pula yang men- jadi bagian sangat jelas, yaitu untuk
penting dalam membentuk indeks menurunkan angka kematian ibu
pembangunan manusia atau Human (AKI), dan Angka kematian bayi
Develop- ment Index (HDI), yang (AKB), akan tetapi yang terjadi justru
menggambarkan ting- kat kemjuan sebaliknya, dimana AKI yang pada
suatu bangsa. tahun 2007 adalah 228/100.000
Indonesia sebagai sebuah kelahiran hidup, ternyata dari data
negara besar dengan penduduk SDKI pada tahun 2012 menunjukan
terbesar keempat setelah India, AKI naik secara men- jadi progresif
China dan USA masih sangat menjadi 359/100.000 kelahiran
tertinggal dalam pembangunan hidup.
sektor kesehatan, seperti dapat
dilihat dari ranking HDI diantara ne- Kenyataan yang ada AKI tidak turun
gara di dunia, yaitu Malaysia (64), sesuai target yang telah ditetapkan,
Thailand (103) dan Singapura (26), bahkan pada survey-survey tahun
sedangkan Indonesia berada pada 2012 justru AKI makin tinggi,
ranking ke 121 dari 187 negara di sehingga banyak pertanyaan yang
dunia pada tahun 2011. (BAPPENAS, mun- cul berkaitan tidak sesuainya
2011) harapan dengan fakta di lapangan,
sehingga perlu dilakukan kajian atau
Untuk mempercepat penurunan AKI analisis evaluasi kebijakan publik,
dan AKB yang masih tinggi itu, maka khusus tentang “Kebijakan
Menteri Kesehatan pada tahun 2011 Jampersal” dalam rangka penurunan
mengeluarkan Ke- bijakan yang angka kematian ibu dan bayi di
dikenal dengan Jaminan Persalinan Indonesia. Analisis evaluasi kebijakan
(Jampersal) yang berkaitaan dengan Jampersal ini bertujuan untuk
mem- beri kemudahan untuk diperolehnya in- formasi tentang
mendapat akses ke pelayanan evaluasi implementasi Jamper- sal di
kesehatan. Kebijakan Jampersal ini tingkat Pelayanan Kesehatan Ibu
diperkuat dengan Permenkes No Hamil, yang meliputi antenatal care,
2562 tahun 2011 tentang Jaminan pertolongan per- salinan, perawatan
Persalinan (Jampersal). nifas dan perawatan neona- tus serta
Untuk mengawal evaluasi dukungan pemerintah
pelaksanaan/imple- mentasi daerah kabupaten-kota dan stake
kebijakan Jampersal itu dilapangan holders lainnya.
maka Permenkes No. 2562/ MENKES/
PER/ XII/ 2011 merupakan petunjuk Metode
Teknis dari Kebijakan Jaminan mengunakan metode
Persalinan. Dalam per- observasional prospektif dengan
timbangannya Permenkes No. 2562/ mengikuti perjalanan dan implemen-
2011 itu ditegaskan bahwa: 1) Dalam tasi kebijakan dengan menganalisis

51
dampak kebijakan terhadap isu Hasil dan Pembahasan
strategis yaang menjadi masalah Kebijakan Jampersal adalah
utama , yaitu tingginya AKI dan AKB, sebuah ke- bijakan publik, karena
serta faktor-faktor yang Kebijakan Jampersal Analisis evaluasi
mempengaruhi imple- mentasi kebijakan Jampersal ini
kebijakan tersebut yaitu :
(1) Permasalahan yang
berhubungan dengan pelaksanaan
Jampersal berdasarkan studi literatur
dan pengalaman dari studi-studi
lapangan berkaitan dengan KB-
Kependudukan yang berhubungan
dengan kehamilan dan per- salinan
dan pernah dilakukan tahun 2012 di
Provinsi Sumatera Barat
(2) Kebijakan yang pernah
dibuat Pemda kab-kota yang
berakibat buruk terhadap Kebi- jakan
Jampersal, seperti Perda Kab-Kota
yang berhubungan pengobatan
gratis
(3) Hasil kebijakan Jampersal
dalam me- mecahkan masalah
tingginya angka kematian ibu dan
angka kematian bayi dengan menga-
nalisis hasil SDKI tahun 2012 dan
studi-studi lainnya yang berkaitan
dengan kehamilan dan persalinan
dan KB Kependudukan.
Informasi untuk menganalisis
kebijakan Jampersal diperoleh
melalui beberapa pen- dekatan
sebagai berikut :
(1) Kajian literatur tentang isu
strategis yang berkaitan dengan
kebijakan Jampersal,
(2) Kajian tentang pola analisis
kebijakan ber- dasarkan konsep dan
pemikiran pakar kebija- kan publik,
(3) Analisis temuan penulis
dalam melakukan penelitian dalam 3
tahun terakhir bersama Tim Peneliti
Pusat Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Andalas yang beker-
jasama dengan BKKBN Perwakilan
Provinsi Sumatera Barat.
Analisis data dengan
mengunakan metode analisis semi
kuantitatif kualitatif dengan cara
membandingkan data-data laporan
na- sional dengan data-data hasil
pengumpulan data primer terkait
keluarga berencana, keseha- tan ibu
dan bayi di Propinsi Sumatera Barat.

52
adalah sebuah kebijakan Kebijakan terhadap isu strategis
pemerintah, yaitu Kementerian yang menyebabkan dibuatnya
Kesehatan yang bertujuan untuk kebijakan terse- but (Elgar, 2005;
kepentingan orang banyak (publik), Baggot, 2010)
seperti yang didefinisikan oleh
banyak pakar kebija- kan publik, Latar belakang dikeluarkannya Kebi-
khususnya kebijakan untuk menu- jakan Jampersal seperti terlihat pada
runkan angka kematian ibu dan bagan gambar 1. Upaya untuk
angka kema- tian anak. menurunkan angka kematian ibu dan
Menurut pakar Kebijakan kematian bayi yang sangat tinggi itu
Publik, penger- tian kebijakan publik dikeluarkan dalam bentuk Kebijakan
adalah “segala sesuatu yang Pemerintah melalui Peraturan
dikerjakan oleh pemerintah, Menteri Keseha- tan nomor 2562/
mengapa mereka melakukan agar Menkes/Per/XII/2011 Ten- tang
hasilnya membuat se- buah Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.
kehidupan yang lebih baik”. Sesuai Ke- bijakan Jampersal itu memberi
dengan pandangan pakar tersebut jaminan pada seluruh ibu hamil
maka analisis kebija- kan publik, dengan pelayanan antenatal care
dalam hal ini Kebijakan Jampersal (ANC), partus dan post partus
dapat dilakukan melalui analisis dengan gra- tis, termasuk pemakaian
beberapa as- pek dari kebijakan itu, alat kontrasepsi pasca partus.
yaitu: 1) Pengambil atau pembuat (1) Pembuat Kebijakan
keputusan, 2) Pelaksana Kebijakan, Jampersal
3) Lingkungan kebijakan, 4) Pembuat Kebijakan adalah Menteri
Penerima Kebijakan , 5) Dampak Kesehatan dengan payung Hukum

53
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) 32/2007 itu, kabupaten-kota telah
No 2562/Menkes/ Per/XII/2011, yang menyusun RPJMD, Ren- stra dan
isinya berupa petunjuk teknis bagi Rencana Kerja Pemerintah Daerah
pelaksana kebijakan Jampersal di (RKPD) tiap Satuan Kerja Pemerintah
lapangan Pada hal dalam UU No Daerah (SKPD), khususnya tentang
32/2004 ten- tang pemerintah kesehatan, seperti Perda berobat
daerah, pada pasal 14 huruf e, yang gratis untuk warga Kab-kota), Perda
berbunyi “Urusan wajib yang menjadi tentang Pengelolaan Keuangan
kewenangan pemerintahan daerah daerah, dll. Dengan demikian maka
untuk ka- bupaten/kota merupakan SKPD Kesehatan seperti Rumah Sakit
urusan yang berskala Umum Daerah (RSUD) dan Dinas
kabupaten/kota meliputi (c) Kesehatan Daerah dengan jajaran-
penanganan bi- dang kesehatan . nya sampai ke Puskesmas dan
Pasal 22 huruf (c), tentang pe- Polindes , Prak- tek Bidan dan Rumah
nyediaan fasilitas kesehatan. Dengan Bersalin Swasta harus tunduk
demikian maka pemerintah kepada Perda-Perda yang ada di dae-
kabupaten-kota mempunyai rah kerjanya, sehingga PMK No 2562
kewenangan mengurus masalah tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
kesehatan di daerahnya, termasuk Jampersal lebih banyak diabaikan
hal-hal yang secara teknis tercantum oleh para pelaksana pelayanan
dalam PMK No 2562/Menkes/ Per/ kesehatan di lapangan
XII/201. (4) Penerima Manfaat dari
(2) Pelaksana Kebijakan Kebijakan Jamper- sal (Kelompok
Jampersal sasaran)
Pelaksana kebijakan Jampersal Penerima manfaat dari
adalah kebijakan Jamper- sal adalah
Unit-Unit Pelayanan masyarakat banyak (publik), khu-
kesehatan, mulai yang ter- bawah susnya wanita hamil, yang sangat
(pelayanan kesehatan primer) sedikit sekali mendapat informasi,
Polindes, Puskesmas, Rumah sakit sosialisasi ataupun penyuluhan (KIE)
pemerintah/swasta, Praktek tentang tujuan dan substan si
dokter/bidan swasta dll (Poned Jampersal pada umumnya. Informasi
dan :Ponek), seperti bidan/ perawat , yang sampai ke kelompok sasaran
dokter umum, dokter spesialis hanya tentang ANC, Persalinan, Nifas
kebidanan yang terikat kepada dan pelayanan keseha- tan neonatal
aturan yang dibuat oleh Pemda kab- untuk masyarakat secara gratis.
kota, seba- gai tindak lanjut dari Masyarakat penerima adalah
kewenangan yang dimi- likinya Penerima man- faat atau sasaran
sesuai dengan UU No 32/2007 kebijakan tidak paham ten- tang
tentang Pemerintah daerah. tujuan, substansi kebijakan dan
dampaknya terhadap kesehatan
(3) Lingkungan Kebijakan Jampersal mereka.
Lingkungan kebijakan adalah daerah
kabupaten-kota di seluruh Hasil studi tentang pemasangan IUD
Indonesia dengan kewenangan yang (MKJP) yang dilakukan di RSUP
telah dimiliki oleh pemerin- tah M.Djamil Pa- dang, sebagai satu-
daerah kabupaten- kota sesuai satunya RS Pemerintah yang
dengan UU No 32/2007 tentang menjalankan pemasangan alat
Pemerintah daerah yang harus kontrasepsi pas- ca salin di Provinsi
tunduk kepada peraturan per- UU an Sumatera Barat adalah 31.8 % ibu
yang berlaku atau diberlakukan telah mencabut IUD pasca salin
sebagai tindak lanjut dengan UU kurang dari 3 bulan dan >60 % ibu
tersebut. telah mencabut IUD kurang dari 6
Berkaitan dengan UU No bulan, dan >80 % pencabu- tan IUD

54
pasca Salin itu dilakukan di praktek berarti terhadap kes- ehatan ibu.
bidan swasta . Dari informasi yang didapat tern-
Hasil studi determinan yata berbagai dampak yang
penyebab ke- matian ibu dan diharapkan tidak muncul. Kebijakan
kematian bayi di Provinsi Su- matera Jampersal ternyata tidak didukung
Barat tahun 2007 juga menemukan secara utuh dan substansial oleh
besarnya kasus kematian ibu di Pemda kab-kota dan unit-unit kerja
rumah sakit pemerintah yang dibawahn- ya. Situasi ini dapat dilihat
disebebkan oleh beberapa faktor pada tabel 1 dan 2.
yaitu jauhnya jarak antara rumah Hasil studi di beberapa negara
sakit dengan tempat asal rujukan berkem- bang termasuk Indonesia
ibu, keterlambatan dukun atau telah membuktikan bahwa hampir
petugas kesehatan merujuk, keter- 35% kelahiran atau sekitar 200 juta
lambatan pengambilan keputusan kelahiran adalah merupakan Unmet
oleh kelu- arga, kelalaian ibu dalam need KB atau terjadinya kelahiran
memeriksa diri saat hamil, faktor yang disebabkan tidak adanya alat
petugas rumah sakit (terutama kontrasepsi. Tingginya an- gka
rumahsakit umum daerah) yang Unmet need KB ini sebagian besar
belum memi- liki science of crisis dialami oleh keluarga sangat miskin,
yang memadai serta masih memiliki tingkat pendidikan rendah,
banyaknya dukun tidak terlatih yang tinggal di daerah miskin perkotaan
memberi- dan dialami wanita dibawah usia 19
kanjasapemeriksaankehamilandanpe tahun.
rtolongan persalinan (Mariati U, Kebijakan Jampersal
2011; Isti M, 2011; Um- mul, 2011). sebenarnya meru- pakan sebuah
(5) Dampak Kebijakan upaya terobosan untuk meny- iasati
Jampersal Terhadap Kesehatan Ibu stagnasi dalam pencapaian tujuan
dan Anak pem- bangunan kesehatan, yang
Kebijakan Jampersal tidak berkaitan dengan Kesehatan Ibu
memberikan efek atau dampak yang Anak yang juga merupakan

Tabel 2. Angka kematian neonatum, post-neonatum, bayi, anak dan balita


untuk periode 10 ta- hun menurut provinsi, Indonesia Tahun 2012

55
56
Lanjutan tabel 2.

salah satu tujuan MDGs 2015, yaitu antara


tujuan ke 5, yaitu penurunan AKI Kebijakan Jampersal itu
menjadi 102 per 100.000 kelahiran dengan Penurunan AKI dan AKB,
hidup dan AKB menjadi 16 per 1000 sebagai salah satu tujuan MDGs itu
kelahiran hidup. Untuk mencapai maka sangat perlu dilakukan
tujuan itu ada beberapa sasaran evaluasi dan analisis kebijakan
antara yang harus dicapai, diantara- Jampersal itu.
nya ANC, pertolongan persalinan Dibawah ini seperti yang
oleh tenaga kesehatan berkualitas, disajikan pada tabel 1 dan tabel 2
pemasangan alkon KB MKJP pasca diperlihatkan bagaimana tidak
salin, penurunan Unmet need dan jalannya kebijakan itu dengan
lain-lain (Byrne A, 2012; Lang, 2011; melihatkan variabel-variabel utama
Lia, 2010; Asamwah, 2011). dari kebijakan itu seba gai berikut :
Dengan sangat jelasnya kaitan

57
(1) AKI, justru meningkat menjadi terutama yang berkaiatan dengan 7
359/ T, (Agus Z, 2011), (2) Hampir semua
RSUD di Provinsi Sumatera Barat
100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012), tidak mel- aksanakan pemasangan
(2) AKB hanya turun dari 34 /1000 MKJP pasca salin, ke- cuali di
kelahiran hidup pada Tahun 2007 beberapa di RSU Pusat. Contoh kasus
menjadi 32/1000 kelahiran hidup Ta- pemasangan IUD di RSUP M.Djamil
hun 2012 (SDKI 2012), (3) Persalinan Padang keberlangsungannya hanya
dengan Nakes hanya naik 1 %, selama 6 bulan, 38.2 % telah
bahkan di pedesaan justru menurun, mencabutnya sebelum 3 bulan, (3)
sejalan dengan meningkatnya angka Tidak tercapainya target kinerja
kemtian ibu, (4) Angka TFR stagnan Instansi terkait dalam penurunan
2.6 sejak 15 tahun terakhir, (5) angka kematian ibu sebesar 214 per
Cakupan K4 juga kenaikannya tidak 100.000 kelahiran hidup dan angka
memberi arti yang bermak- na , (6) kematian bayi sebesar 38,45 per
Peserta KB aktif memang naik cukup 1.000 kelahiran hidup. (Bappeda,
tinggi menjadi 62 %, pada tahun 2010)
2012, yaitu mendekati target MDGs
65 %, akan tetapi ke- naikan peserta Penutup
KB dengan MKJP sebagai salah satu Dari uraian tentang evluasi
variabel utama dari kematian ibu kebijakan Jampersal dengan
tidak tampak sama sekali. Peserta memahami beberapa aspek dari
KB dengan MKJP (implant, MOW/MOP sebuah kebijakan publik maka dapat
dan IUD) pada tahun 2007 adalah ditarik kesimpulan bahwa : Kebijakan
19.2% tahun 2007 (SDKI 2007) Jampersal ada- lah sebuah kebijakan
menjadi 20.3 % pada tahun 2012 terobosan untuk menca- pai tujuan
(SDKI 2012), bahkan unmet need pembangunan kesehatan,khususnya
meningkat menjadi 12 %, sedangkan tujuan MDGs tahun 2015 sesuai
target MDGs tahun 2015 adalah 5 %. dengan PMK No 2562 tahun 2011
Jadi probabilitas untuk hamil lagi, tentang Petunjuk Teknis Jampersal.
persali- nan dengana berbagai risiko Pelaksana kebijakan Jampersal
termasuk kema- tian ibu juga adalah jajaran kesehatan dan yang di
meningkat, terutama di daerah kabu- paten-kota yang memiliki
pedesaan, (7) Pemeriksaan kewenangan wajib mengurus bidang
kehamilan dan per- tolongan kesehatan di walayahnya sesuai
persalinan dengan tenaga kesehatan dengan UU No 32/2007, sehingga
yang berkualitas juga bermasalah, PMK 2562/2011 tidak mempunyai
terutama di daerah kabupaten kekuatan meng- hadapi kebijakan
pemekaran, rekrutmen tena- ga bidang kesehatan di kab-kota.
kesehatan (khususnya bidan) adalah Sosialisasi kebijakan Jampersal
tenaga bidan baru tamat pendidikan sangat kurang, baik kepada Pemda
dari pendidikan D3 kebidan yang Kab-Kota dan unit- unit pelaksana,
tumbuh menjamur di tanah air dalam maupun, kepada masyarakat
10-15 tahun terakhir (Baird J, 2011). pemakai (beneficiaris). Ironis sekali
Berdasarkan angka-angka kenyataan yang dihadapi, bahwa
yang diperli- hatkan pada tabel 1 dan kebijakan memberikan hasil negatif
2 diatas, maka ada be- berapa hal Bagaimanapun kebijakan
pokok yang terjadi pada implemen- Jampersaal yang sangat strategis
tasi Kebijakan Jampersal yaitu pada perlu dilanjutkan, walau- pun
atau proses pelaksanaan di tingkat terlambat, diperlukan adanya
lapangan, diantaranya: (1) Tidak ada perbaikan dan penyempurnaan,
monitoring dan evaluasi program disana sini, seperti : (1) Ditingkatkan
secara berkala, khususnya payung hukumnya menjadi Pera-
menyangkut ante- natal care (ANC) turan Pemerintah (PP) sebagai tindak

58
lanjut dari UU No 36 tahun 2004 BAPPENAS 2011. Report on The
tentang kesehatan; (2) Perlunya Achievement of The Millennium
peningkatan payung hukum ke- Development Goals Indo- nesia, 2011.
bijakan Jampersal karena pentingnya In: BAPPENAS (ed.). Jakarta
untuk menyelamatkan martabat
bangsa dimata dunia internasional Byrne A, M. A., Soto Ej, Dettrick Z. 2012.
Context- specific, evidence-based
dalam bentuk Instruksi Presiden
planning for scale- up of family planning
(INPRES), sehingga mengikat para services to increase
pelaku ke- bijakan yang terkait di
kab-kota; (3) Melakukan monitoring progress to MDG 5: health systems
dan evaluasi secara berkala dengan research.
format sederhana dengan
melibatkan data ten- tang kinerja Reprod Health, 10.1186, 1742-4755-9-27
pelaksana di lapangan; (4) Melaku- DEPKES, R. 2006. Profil Kesehatan
kan pembenahan secara bertingkat Indonesia Ta-
sampai ke unit pelaku paling bawah
(dokter bidan/per- awat pelaksana). hun 2004. In: KESEHATAN, K. (ed.)
Elgar, E. 2005. Public Policy An
Daftar Pustaka Introduction to The Theory and Practice
of Policy Analysis. . USA:
Agus Z, Helmizar, Syahrial, Arasy F 2011.
Pengeta- huan, Sikap dan Perilaku PUS Northampton
Berhubungan Dengan Keikutsertaan Isti M, M Azam, Dina N. 2011. Faktor
Pada Program KB Di Tindakan

Propinsi Sumatera Barat. Padang: Persalinan Operasi Sectio Caesarea.


Laporan Akhir Penelitian PSKG Unand & Jurnal
BKKBN Perwakilan Sumatera Barat
Kemas 7(1): 14-21
Asamoah, et.al. 2011. Distribution of Lang, J and Rothman KJ. 2011. Field Test
Causes of Ma- teral Mortality Among Results of
Different Socio De- mographic Groups in
Ghana, A Descriptive Study. BMC Public the Motherhood Methodto Measure
Health, 11: 159 Mater-

Baggot, R. 2010. Public Health: . Policy nal Mortality. Indian J Med Res, 133: 64-
And Politics. London: Palgrave Macmilan 69 Lia,X, t.al. 2010. Trens in Maternal
Mortality Due to Obstetric Hemorrhage
Baird J, M.S., Ruger Jp. 2011. Effects of in Urban and Rural
the World Bank’s maternal and child
health interven- tion on Indonesia’s poor: China, J. Perinat Med, 39: 35-41
evaluating the safe motherhood project. Mariati U, Agus Z., Sulin D, Amri Z, Arasy
Soc Sci Med, doi: F, Hanum DKK 2011. Studi Kematian Ibu
10.1016/j.socscimed.2010.04.038, 1948- dan Kema- tian Bayi di Provinsi
55 Sumatera Barat: Faktor

BAPPEDA, S. 2010.RPJMD Propinsi Determinan dan Masalahnya. Kesmas, 5


Sumatra Barat Tahun 2011-2015. (6) Umnul M, Widya HC, Anik S. 2011.
BAPPEDA Propinsi Suma- tra Barat Faktor Ibu dan Bayi yang Berhubungan
Dengan Kejadian Kematian Perinatal.
Jurnal Kemas, 7(1): 41- 50

59
60
ANALISIS

Jurnal ini membahas tentang Evaluasi kebijakan jaminan persalinan dalam penurunan
angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kebijakan
dan menganalisis evaluasi implementasi kebijakan Jampersal ditingkat pelayanan kesehatan
ibu hamil dan melahirkan dan dukungan pemerintah daerah kabupaten-kota serta stake holder
lainnya. Analisis evaluasi kebijakan menggunakan metode observasional prospektif, dengan
pendekatan analisis semi kuantitatif kualitatif. Hasil analisis dari beberapa aspek kebijakan
meliputi pengambil atau pembuat keputusan, pelaksana kebijakan, lingkungan kebijakan,
penerima kebijakan, dan dampak kebijakan.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kebijakan Jampernal belum mampu
mencapai hasil yang diharapkan dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB), bahkan kenyataan yang dihadapi saat ini menunjukan hasil yang
negatif terhadap tujuan yang hendak dicapai. Perlunya peningkatan payung hukum kebijakan
Jampersal dalam bentuk Instruksi Presiden (INPRES), sehingga akan mengikat para pelaku
kebijakan yang terkait di kabupaten-kota. Jurnal ini berhubungan dengan kelahiran atau
natalitas tetapi lebih membahas kepada kebijakan jaminan persalinan.
Berdasarkan angka-angka yang diperli- hatkan pada tabel 1 dan 2 diatas, maka ada be-
berapa hal pokok yang terjadi pada implemen- tasi Kebijakan Jampersal yaitu pada atau
proses pelaksanaan di tingkat lapangan.
Pada table dapat dilihat angka kematian ibu meningkat menjadi 359/100.000
kelahiran hidup (SDKI 2012), sedangkan angka kematian pada bayi turun dari 34/1000
kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 32.1000 kelahiran hidup tahun 2012 (SKDI 2012)
Bagaimanapun kebijakan Jampersaal yang sangat strategis perlu dilanjutkan, walau-
pun terlambat, diperlukan adanya perbaikan dan penyempurnaan.

61

You might also like