You are on page 1of 32

PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP SATWA LIAR DI INDONESIA

SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD ADI NUGROHO


NPM : 15300161

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA


FAKULTAS HUKUM
2019

1
PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP SATWA LIAR DI INDONESIA

SKRIPSI

UNTUK MEMENUHI SEBAGAI PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH


GELAR SARJANA HUKUM PADA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

Oleh :

MUHAMMAD ADI NUGROHO


NPM : 15300161

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA


FAKULTAS HUKUM
2019

2
PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP SATWA LIAR DI INDONESIA

SKRIPSI

UNTUK MEMENUHI SEBAGAI PERSYARATAN GUNA MEMPEROLEH


GELAR SARJANA HUKUM PADA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

Oleh :

MUHAMMAD ADI NUGROHO


NPM : 15300161

Surabaya, 17 Juli 2019


MENGESAHKAN,
DEKAN, PEMBIMBING,

Dr. UMI ENGGARSASI,S.H.,M.Hum Dr. RIA TRI VINATA, S.H.,LLM


PERLINDUNGAN HUKUM

3
TERHADAP SATWA LIAR DI INDONESIA

DIPERSIAPKAN DAN DISUSUN

OLEH:

MUHAMMAD ADI NUGROHO


NPM : 15300161

TELAH DIPERTAHANKAN
DI DEPAN DEWAN PENGUJI PADA TANGGAL 17 JULI 2019
DAN DINYATAKAN TELAH MEMENUHI PERSYARATAN

SUSUNAN DEWAN PENGUJI:

1. Dr. Dwi Tatak Subagyo,S.H.,M.hum. (KETUA) 1. .................................

2. Noor Tri Hastuti, S.H., M.Hum. (ANGGOTA) 2.....................................

3. Dr. Ria Tri Vinata, S.H., LLM. (ANGGOTA) 3....................................

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

4
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : MUHAMMAD ADI NUGROHO
NPM : 15300161
Alamat : SEMOLOWARU ELOK V/11
No Telp (HP) : 081249813383

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: “PERLINDUNGAN HUKUM


TERHADAP SATWA LIAR DI INDONESIA” adalah murni gagasan saya yang
belum pernah saya publikasikan di media, baik majalah maupun jurnal ilmiah dan
bukan tiruan (plagiat) orang lain.

Apabila ternyata nantinya skripsi tersebut ditemukan adanya unsure


plagiarism maupun autoplagiarisme, saya siap menerima sanksi akademik yang
akan dijatuhkan oleh Fakultas.

Demikianlah pernyataan ini saya buat sebagai bentuk


pertanggungjawaban etika akademik yang harus di junjung tinggi di lingkungan
perguruan tinggi.

Surabaya, 17 Juli 2019


Yang Menyatakan,

MUHAMMAD ADI NUGROHO


NPM : 15300161

BAB I

PENDAHULUAN

5
A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki kekayaan satwa liar

tertinggi di dunia, akan tetapi Indonesia juga memiliki daftar terpanjang tentang

satwa liar yang terancam punah. Kerusakan habitat dan eksploitasi berlebihan

menjadi penyebab utama terancam punahnya satwa liar atau satwa langka

Indonesia yang di sebut sebagai hewan lindung. Kondisi ini semakin diperburuk

dengan masih lemahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian satwa

liar atau satwa langka dan habitatnya. Satwa langka yang di sebut juga satwa

lindung telah sulit di temui di habitat aslinya karena populasinya hampir punah,

Membuat Pemerintah menerbitkan peraturan perundang-undangan untuk

perlindungan satwa langka/lindung dari kepunahannya. Hal itu ditandai dengan di

terbitkannya Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dimana menentukan pula kategori atau kawasan

suaka alam dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang

mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengamanan keanekaragaman satwa

langka/lindung, serta ekosistemnya. 1


Dalam perlindungan mendasarkan pada Pasal 21 Undang – Undang No 5

Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan

pengelolaan konservasi dan keanekargaman hayati serta ekosistemnya, satu pilar

penting adalah perlindungan terhadap jenis satwa liar. 2 Terdapatnya jenis endemik

1
https://www.wwf.or.id/?62182/Buku-Pelestarian-Satwa-Untuk-Keseimbangan-Ekosistem,
7Mei 2019
2
Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 21 (2) Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
Dan Ekosistemnya

6
dalam satu kawasan konservasi ataupun kawasan lainnya bisa menjadi indikator

bahwa perlindungan dan pengelolaan kawasan tersebut berjalan dengan baik dan

berkelanjutan. Beberapa ketentuan internasional terkait perlindungan dan

perdagangan spesies Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman

hayati. Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di

dunia terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan

dunia. Indonesia nomer satu dalam hal kekayaan mamalia (515 jenis) dan menjadi

habitat lebih dari 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia, hidup di

Indonesia. Indonesia juga menjadi habitat bagi satwa-satwa endemik atau satwa

yang hanya ditemukan di Indonesia saja. Jumlah mamalia endemik Indonesia ada

259 jenis, kemudian burung 384 jenis dan ampibi 173 jenis yang dilindungi telah

diatur dalam beberapa konvensi seperti Convention on International Trade in

Endangered Species of Wild Fauna and Flora (“CITES”) tahun 1973 dan dalam

Daftar Merah Spesies yang Terancam Punah (Red List of Threatened Species)

IUCN International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 3

Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan alam yang dapat

dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar

lebih sejahtera. 4
Keanekaragaman satwa di Indonesia disebabkan karena wilayah yang luas

dan ekosistem yang beragam. Karena hal tersebut, wilayah Indonesia memiliki

berbagai jenis satwa khas atau endemik yang hanya terdapat di Indonesia.

Sehingga Indonesia memiliki berbagai jenis satwa yang dilindungi.

3
IUCN, 2019 The IUCN Red List of Threatened Species, https://www.iucnredlist.org/,.
4
A Fatchan, 2013, Georafi Tumbuhan dan Hewan, Yogyakarta, h. 244

7
Faktor utama yang mengancam punahnya satwa liar tersebut adalah

berkurang atau rusaknya habitat mereka dan perburuan untuk diperdagangkan.

Kini perdagangan satwa liar menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar di

Indonesia. Lebih dari 95% satwa yang dijual di pasar adalah hasil tangkapan dari

alam, bukan hasil penangkaran. Berbagai jenis satwa dilindungi dan terancam

punah masih diperdagangkan secara bebas di Indonesia. Sebanyak 40% satwa liar

yang diperdagangkan mati akibat proses penangkapan yang menyakitkan,

pengangkutan yang tidak memadai, kandang sempit dan makanan yang tidak

sesuai dengan kebutuhan satwa. 5


Maraknya perdagangan satwa liar disebabkan oleh faktor lemahnya

penegakan hukum tentang konservasi sumber daya alam hayati dan juga masih

lemahnya kesadaran masyarakat akan satwa. Pengetahuan yang kurang dan niai

ekonomis yang tinggi terhadap satwa dilindungi tersebut juga menjadi penyebab

masih maraknya perdagangan liar hingga saat ini. Perbuatan tersebut sangat

merugikan bagi Negara dan telah melanggar ketentuan yang telah ditetapkan

Negara. Perdagangan satwa dilindungi merupakan tindak pidana kejahatan, yang

telah melanggar ketentuan yang ada pada Undang–Undang No. 5 Tahun 1990

tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.Maraknya

perdagangan satwa liar disebabkan oleh faktor lemahnya penegakan hukum

tentang konservasi sumber daya alam hayati dan juga masih lemahnya kesadaran

masyarakat akan satwa. 6 Pengetahuan yang kurang dan niai ekonomis yang tinggi

terhadap satwa dilindungi tersebut juga menjadi penyebab masih maraknya

5
Rosek Nursahid, 2010. Islam Peduli Terhadap Satwa, Pro Fauna: Malang, h.1.
6
Pasal 21 Ayat 2 Undang-undang No.5 Tahun 1990

8
perdagangan liar hingga saat ini. Perbuatan tersebut sangat merugikan bagi

Negara dan telah melanggar ketentuan yang telah ditetapkan Negara. Perdagangan

satwa dilindungi merupakan tindak pidana kejahatan, yang telah melanggar

ketentuan yang ada pada Undang–Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.


Dalam Bab V Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah dijelaskan mengenai

pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Berdasarkan Undang-Undang tersebut,

perdagangan satwa dilindungi merupakan perbuatan yang dilarang, telah

disebutkan dalam pasal 21 ayat 2 bahwa: Setiap orang dilarang untuk :


a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,

mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan

hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa

yang dilindungi dalam keadaan mati;


c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat

lain di dalam atau di luar Indonesia;


d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian

lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian

tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain

di dalam atau di luar Indonesia;


e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau

memiliki telur dan atau sarang satwa yang dillindungi. 7


Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

hayati tertinggi di dunia, termasuk tingkat endemisme yang tinggi. Tingkat

endemisme yang tinggi Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki

7
Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

9
keanekaragaman hayati tertinggi yang dilengkapi dengan keunikan tersendiri,

membuat Indonesia memiliki peran yang penting dalam perdagangan satwa di

dunia, sehingga Indonesia menjadi salah satu pemasok terbesar perdagangan

satwa dunia. Hal ini tentu saja merupakan peluang yang besar bagi Indonesia

untuk dapat memanfaatkan kekayaan satwanya untuk meningkatkan pendapatan

ekonomi, termasuk bagi masyarakat yang tinggal di sekitar habitat satwa. 8


Satwa langka yang telah sulit habitat aslinya karena populasinya hampir

punah, membuat pemerintah menertibkan peraturan perundang-undangan untuk

perlindungan satwa langka dari kepunahanya. Perbuatan pelaku yang sebagaimana

diatur dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf a dan huruf b Jo Pasal 40 Ayat (2) UU RI No.

5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Peraturan tersebut mengatur satwa-satwa langka yang di lindungi oleh Negara,

baik yang dimiliki masyarakat maupun yang tidak dapat dimiliki oleh masyarakat,

dikarenakan satwa langka tersebut sudah hampir punah, habitat aslinya sudah

jarang ditemui. Sumber daya alam merupakan karunia dari Allah SWT yang harus

dikelola dengan bijak sana, sebab sumber daya alam memiliki keterbatasan

penggunaannya. Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan

alam yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup

manusia agar lebih sejahtera. Sumber daya alam berdasarkan jenisnya dapat

dibedakan menjadi dua yaitu, sumber daya alam hayati atau biotik, dan sumber

daya alam non hayati/abiotik.9

8
Slamet Khoiri, 2019 Satwa Liar Indonesia, diakses di
https://www.profauna.net/id/penyadartahuan/ islam-peduli-satwa#.XPtu5r5S_IU,
9
Pasal 21 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

10
Perdagangan satwa secara liar merupakan perdagangan satwa yang

dilindungi tanpa memperhatikan aturan yang telah ada. Sebagian masyarakat

masih gemar memperjual belikan satwa dilindungi seacara liar baik memperjual

belikannya dalam keadaan hidup untuk dipelihara, maupun dalam bentuk hewan

yang sudah diawetkan. Perdagangan satwa secara liar tersebut masih banyak di

jumpai di pasar-pasar hewan. Bahkan perdagangan satwa dilindungi juga

dilakukan oleh oknum tertentu untuk memanfaatkan organ tubuh satwa sebagai

bahan obat tradisional. Satwa liar dikelompokan dalam dua golongan yaitu satwa

dilindungi dan tidak dilindungi. Satwa yang dilindungi tidak boleh diperjual

belikan dan di pelihara tanpa ijin berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan

Republik Indonesia Nomor P.19/Menhut-RI/2010 tentang Penggolongan dan Tata

Cara Penetapan Jumlah Satwa Buru, di antaranya yaitu jenis satwa Owa, Kukang,

Nuri Kepala Hitam, Orang Utan, Siamang, Kakatua, Beruang, Harimau, Jalak

Bali, Bayan, Penyu hijau, Penyu sisik, trenggiling. Satwa-satwa tersebut

dilindungi karena di alam telah sulit ditemukan, sehingga jika tetap diburu untuk

di perjual belikan dikhawatirkan satwa tersebut akan punah dari alam. 10 Dalam

kedua ketentuan internasional tersebut, satwa liar dikategorikan ke dalam

beberapa jenis, dari yang tertinggi yaitu kategori terancam punah hingga kategori

yang dipantau populasinya. Indonesia adalah salah satu negara yang


11
menandatangani konvensi CITES. Sumber daya alam merupakan karunia dari

10
Widada. Sri Mulyati,Hiroshi Kobayashi,2009, Sekilas Tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati Dan Ekosistemnya, Jakarta: Perlindungan Hukum Dan Konservasi Alam, h. 26
11
Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia tentang Pengesahan Amandemen 1979
atas Convention On International Trade In Endangered Species Of Wild Fauna And Flora, 1973,
Keppres No. 1 Tahun 1987, LN Tahun 1987 Nomor 5.

11
Allah SWT yang harus dikelola dengan bijaksana, sebab sumber daya alam

memiliki keterbatasan penggunaannya. 12


Dalam hal ini peran masyarakat dalam menjaga keanekaragaman hayati

sangatlah penting, dan bagaimana peran pemerintah, khususnya juga polisi

kehutanan yang menjadi pemeran penting dalam hal melindungi kehidupan satwa

yang di buru masyarakat, karena pada dasarnya satwa juga berhak mendapatkan

perlindungan dari negara. Dari penjelasan diatas dapat tanyakan bagaimana Peran

Pemerintah dalam mengawasi perdagangan satwa secara ilegal yang sampai saat

ini masih terus terjadi, kemudian bagaimana sebenarnya penegakan hukum yang

diatur oleh undang-undang mengenai satwa yang di perdagangkan secara ilegal.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik mengulas skripsi dengan

judul : “Perlindungan Hukum Terhadap Satwa Liar di Indonesia”.

12
Supriadi, 2009 Hukum Lingkungan Indonesia, cet. ke-2 Jakarta, h. 95.

12
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan demi memudahkan

pembahasannya, maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap satwa liar berdasarkan peraturan

perundang-undangan di Indonesia ?

2. Bagaimana pertanggung jawaban pelaku tindakan perdagangan dan

perburuan terhadap satwa liar ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum preventif dan represif terhadap

satwa liar di Indonesia.

2. Untuk mengetahui upaya pelestarian satwa liar di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi

sumbangan pikiran bagi para akademisi, juga sebagai wacana

yang baru dibidang hukum lingkungan, khususnya perlindungan

satwa liar, serta menambah kepustakaan penelitian mengenai

perlindungan hukum tentang satwa liar, baik di luar ataupun

didalam lingkungan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

2. Dari segi praktis, penelitian ini bermanfaat memberikan

sumbangan pemikiran dalam upaya menetapkan perundang-

undangan dibidang perlindungan hukum terhadap satwa liar yang

berkaitan dengan hukum lingkungan, juga memberikan

konstribusi aktif dan sumbangan pemikiran bagi para praktisi, baik

13
itu pengacara atau notaris, juga penegak hukum yang bergerak

khususnya dalam Hukum lingkungan.

E. Kerangka Konseptual
1. Tinjuauan umum tentang Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan

pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban,

perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan

masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui


13
pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.

Perlindungan hukum yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk

perangkat baik yang bersifat preventifmaupun yang bersifat represif,baik yang

lisan maupun yang tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa

perlindungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu

sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan,

ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.


Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 menyebutkan bahwa:14
“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada ketuhanan
yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Untuk mencapai tujuan nasional tersebut pemerintah membutuhkan aturan

hukum berupa Perundang-Undangan agar seluruh masyarakat dapat diatur sesuai

13
Soerjono Soekanto, 2010 Pengantar Penelitian Hukum,UI Press. Jakarta, , h 133.
14
Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 hasil amandemen

14
dengan peraturan Perndang-Undangan, Salah satu peraturan peraturan Perundang-

undangan penting yang dibentuk adalah peraturan Perundang-undangan yang

mengatur mengenai pembangunan nasional. Salah satu bagian integral dari dari

pembangunan nasional adalah pembangunan sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya. Sumber daya alam hayati mempunyaiperanan penting dalam

kehidupan manusia, Oleh karena itu perlu dikelola dan di manfaatkan secara

lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat untuk masa

kini dan masa depan. 15


Bila terjadi kerusakan atau kepunahan salah satu sumber daya alam hayati

dan ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat Indonesia. Ada

tiga pandangan mengenai pentingnya penegakan hukum bagi sumber daya alam

hayati dan ekosistemnya yaitu pandangan Antoposentris, Biosentris, dan

Ekosentris. 16 Pandangan Antoprosentris berpendapat bahwa manusia adalah pusat

dari alam semesta, Dan hanya manusia yang memiliki nilai, sementara alam dan

segalanya sekedar alat bagi pemuasan Kepentingan dan kebutuhan hidup manusia,

Pandangan Biosentris menyatakan bahwa kehidupan dan mahluk hidup selain

manusia tersebut bernilai atau tidak bagi kehidupan manusia, Sedangkan

pandangan Ekosentris yang dikenal dengan deep ecology berpandangan bahwa

kehidupan tidak hanya berpusat pada manusia tetapi berpusat kepada seluruh

mahluk hidup dalam kaitannya dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan

hidup, namun tidak mengubah hubungan antar manusia.


Untuk saat ini masyarakat dan pemerintah masih kurang perhatian terhadap

penegakan hukum terhadap satwa yang dilindungi khususnya lumba-lumba


15
Alinea pertama Penjelasan Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
16
A. Sonny Keraf, 2010, Etika Lingkungan Hidup, Buku Kompas, Jakarta, h. 49

15
padahal sudah sangat jelas lumba-lumba adalah satwa yang dilindungi terlampir

pada PP No.7 Tahun 1997 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau

berfungsinya norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam

hubungan-hubungan hukum di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 17

Namun dalam praktiknya, Hukum tidak selalu berjalan sesuai apa yang

diharapkan pemerintah maupun masyarakat.


Menurut Cristopher D. Stone, Pentingnya melakukan perlindungan terhadap

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ini dikarenakan kedua hal tersebut

memiliki hak, Menurutnya adalah tidak bijaksana apabila korporasi, negara, anak

yang masih dalam kandungan, anak dibawah umur, kota atau universitas yang

tidak dapat berbicara layaknya manusia diberi hak hukum sedangkan sungai dan

hutan yang juga tidak bisa berbicara tidak diberi hak hukum. 18
Satwa merupakan bagian dari sumber daya alam yang tidak ternilai harganya

maka dari itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Satwa pun memiliki hak

hukum, yaitu berupa hak untuk hidup, hak untuk hidup bebas, hak untuk bebas

dari penyiksaan. Satwa sebagai mahluk hidup juga memiliki hak untuk

mendapatkan perlindungan hukum, karena satwa merupakan mahluk hidup yang

memberikan manfaat bagi kehidupan manusia baik secara langsung atau tidak

langsung sehingga bentuk perlindungan hukum terhadap satwa harus di tegakan

secara tegas dan dijalankan secara nyata melalui penegakan hukum. Tidak

17
Jimly Ashidique, 2019 Penegakan Hukum, http://www.solusihukum.com/artikel/
artikel49.hp,
18
Christoperd D. Stone, 2019 “Should Trees Have Standing? Law, Morality and The
Environment”,

16
terdapat pembenaran bagi manusia untuk memperbudak atau memanfaatkan

hewan untuk mendapatkan keuntungan sepihak. 19


Perlindungan terhadap satwa tersebut umumnya ditujukan pada beberapa

karakteristik tertentu dimana satwa-satwa tersebut terancam kepunahan yaitu:


(a) Nyaris punah, dimana tingkat kritis dan habitatnya telah menjadi sempit

sehingga jumlahnya dalam keadaan kritis;


(b) Mengarah kepunahan, yakni populasinya merosot akibat eksploitasi yang

berlebihan dan kerusakan habitatnya;


(c) Jarang, populasinya berkurang.
Di Indonesia sudah terdapat beberapa aturan yang secara khusus

memberikan perlindungan terhadap seluruh spesies satwa serta aturan

perlindungan bagi kesejahteraan satwa. Aturan-aturan tersebut

diantaranya;
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konsevasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.


2. Undang-Undang nomor 41 Tahun 2014 Tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Thun 2009 Tentang Peternakan dan

Kesehatan hewan.
3. Peraturan pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis

Tumbuhan dan Satwa.


4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pemanfaatan Jenis

Tumbuhan Dan Satwa Liar.


Diadakannya perlindungan hukum bagi satwa ini maka dibutuhkan

sebuah kebijakan ataupun upaya diberikannya sanksi pidana terhadap

individu yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan bagi satwa

dan kesejahteraannya.

19
Christoperd D. Stone, 2019 “Should Trees Have Standing? Law, Morality and The
Environment”,

17
Penegakan hukum melalui hukum pidana merupakan suatu tindakan

yang akan memberikan sanksi atau hukuman kepada setiap orang atau

badan hukum yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan

yang terdapat dalam peraturan Perundang-undangan di bidang

perlindungan satwa dan kesejahteraannya.


Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu wilayah

melalui organ-organnya mempunyai legitimasi untuk menggunakan

kekuasaannya dalam menjatuhkan hukuman. Hukum pidana memeiliki

sanksi-sanksi yang istimewa, Sansi yang diberikan memaksa serta jauh

lebih keras dari pada sansi hukum yang lain, Hukum pidana dapat

membatasi kemerdekaan manusia (hukuman penjara/kurungan), Bahkan

menghilangkan hidup manusia (hukuman mati). Di dalam bukunya

Sudarto menyatakan bahwa istilah penjatuhan pidana disebut sebagai

pemberian pidana, masalah pemberian pidana ini terbagi menjadi dua arti,

yakni : 20 Dalam arti umum dan dalam arti konkrit. Di dalam arti umum,

adalah yang menyangkut pembentukan undang-undang, yang menetapkan

stelsel sanksi hukum pidana (pemberian pidana in abstracto). Sedangkan

dalam arti konkrit dijelaskan bahwa yang menyangkut berbagai badan atau

jawatan yang kesemuanya mendukung dan melaksanakan stelsel sanksi

hukum pidana tersebut (pemberian pidana in concreto).


Sanksi pidana yang diciptakan oleh pembuat undang-undang perlu

direalisasikan lebih lanjut. Karena sanksi tidak akan terwujud apabila

hanya aturannyanya saja yang ditetapkan. Sehingga terdapat instansi yang

akan merealisasikan aturan pidana itu. Instansi-instansi penegak hukum


20
Zainal Abidin Farid, 2010, Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 42

18
tersebut bertugas untuk merealisasikan aturan pidana tersebut dengan

memberikan atau menjatuhkan pidana. Instansi-instansi tersebut

diantaranya, polisi, jaksa, dan hakim. Dalam kasus ini dibutuhkan

tambahan penegak hukum lainnya, seperti polisi huyan dalam Bdan

Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).


Sanksi tersebut bertujuan untuk mencegah kepunahan satwa liar

dengan mensejahterakan kehidupan satwa. Penyalahgunaan pemanfaatan

satwa berupa eksploitasi satwa dengan melakukan pemeliharaan dan

penyiksanaan merupakan perbuatan yang melanggar norma-norma

perlindungan terhadap satwa. Pemeliharaan dan penyiksaan terhadap

satwa tersebut menjadi suatu bentuk dari tindakan pidana. Menurut Vos

tindak pidana (strafbaar feit) merupakan bentuk dari kelakuan manusia


21
yang oleh peraturan perundang-undangan diberi hukuman. Pendapat

Simons tentang unsur-unsur pidana (strafbaar feit) merupakan perbuatan

yang diancam oleh hukum dengan hukuman, bertentangan dengan hukum,

dilakukan oleh orang yang bersalah, dan orang itu dianggap bertanggung

jawab atas perbuatannya.


Salah satu subjek hukum yang melakukan pemanfaatan terhadap satwa

adalah badan usaha milik swasta atau bisa juga disebut korporasi.

Pemanfaatan terhadap satwa ini dilakukan dengan mendirikan sebuah

lembaga konservasi yang disesuaikan dengan mekanisme pelaksanaan

sesuai dengan Permenhut Lembaga Konservasi dan tetap memperhatikan

kesejahteraan satwa.
2. Tinjuauan umum tentang Penegakan Hukum
21
Utrecht, 2012, Hukum Pidana I Rangkaian Sari Kuliah, Jilid 2 PT. Penerbit
Universitas, Bandung, h. 251

19
Penegakan hukum disebut dalam bahasa Inggris law enforcement.

ada yang berpendapat bahwa penegakan hukum hanya bersangkutan


22
dengan hukum pidana saja. Padahal penegakan hukum tidak saja

berkaitan dengan hukum pidana akan tetapi lebih luas dari itu. Termasuk

penegakan dalam hukum administrasi maupun perdata.


Penegakan hukum memiliki arti yang sangat luas meliputi segi
23
preventif dan represif. Dari segi preventif, penegakan hukum

dimaksudkan agar dapat mengarahkan dan mencegah masyarakat untuk

tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan hukum.

Sedangkan dalam segi represif, penegakan hukum dimaksudkan agar

perbuatan-perbuatan yang telah terlanjur melanggar hukum dapat

dikembalikan kedalam keadaan semula.


Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada

kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam

kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran

nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan

kedamaian pergaulan hidup. 24


Penegakan hukum dalam arti bahwa hukum harus dilaksanakan

seideal mungkin. Agar hukum dapat dilaksanakan seideal mungkin maka

terdapat tiga komponen yang harus diperhatikan yaitu struktur, kultur dan

subtansi. Menurut Lawrance Fridman penjabaran dari ketiga komponen itu

ialah: 25

22
Andi Hamzah.2009.Penegakan Hukum Lingkungan.Sinar Grafika.Jakarta.h 48
23
Ibid, h. 49
24
Soerjono Soekanto. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum.Rajawali. Jakarta.h. 3
25
Ibid.h. 59

20
a. Struktur (Structure), struktur merupaka kerangka atau rangkanya,
bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi batasan terhadap
kesluruahan, di Indonesia komponen struktur ini dapat diartikan antara
lain institusi-institusi penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan,
dan pengadilan.
b. Subtansi (Substance), substansi merupakan aturan atau norma dan pola
nyata manusia yang berada dalam sistem tersebut termasuk produk
yang dihasilkan, atau dapat dikatan sebagai suatu bentuk peraturan-
peraturan yang dibuat oleh institusi-institusi yang berwenang dengan
berangkat dari adanya perilaku manusia sehingga, hal ini dapat
dikatakan sebagai sebuah hukum hidup, bukans ekedar aturan yang
ada.
c. Kultur Hukum, kultur hukum merupakan sikap manusia terhadap
hukum dan sistem hukum- kepercayaa, nilai, pemikiran serta
harapanya, artinya adalah berkaitan dengan bentuk kekuatan sosial
yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau
disalahgunakan.

Ketiga unsur tersebut harus dapat berjalan bersamaan agar

penegakan hukum itu dapat terlaksana dengan baik. Namun, dari ketiga

unsur tersebut terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut


26
Soerjono Soekanto Masalah pokok penegakan hukum terletak pada

faktor-faktor yang mempengaruhinya faktor-faktor tersebut diantaranya

adalah faktor hukum itu sendiri (undang-undang), faktor penegak hukum,

faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor

masyarakat, dan faktor kebudayaan”. Faktor-faktor tersebut adalah: 27


1) Faktor hukumnya sendiri yaitu substansi daripada aturan-aturan
baik yang tertulis maupun tidak tertulis
2) Faktor penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun yang menerapkan hukum
3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4) Faktor masyarkat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut
berlaku atau ditetapkan dan
5) Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa
yang di dasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup

26
Ibid. h 8
27
Ibid, h,9

21
Keseluruhan dari komponen dan faktor yang mempengaruhinya

membentuk suatu kesatuan yang disebut pula dengan system hukum.

Suatu system hukum adalah kesatuan dari peraturan-peraturan primer dan

peraturan peraturan sekunder. Peraturan primer adalah norma-norma

perilaku. Peraturan sekunder adalah norma mengenai norma-norma ini

seperti bagaimana memutuskan apakah semua itu valid, bagaimana


28
memberlakukannya dan lain-lain. Dalam proses penegakan hukum

pidana Salim berpendapat sebagai berikut: 29


“Untuk menegakkan aturan hukum pidana maka terlebih dahulu
harus ada tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang. Padahal
Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
dimana perbuatan tersebut melanggar ketentuan perundang–undangan
yang diancam dengan sanksi terhadap pelanggaran tersebut, dimana
perbuatan yang melanggar ketentuan perundangan tersebut melahirkan
sanksi yang bersifat pidana, sanksi bersifat perdata, ataupun sanksi yang
bersifat administrasi”.

Menurut Sudarto, dalam menghadapi masalah kriminalisasi, harus


diperhatikan hal-hal yang pada intinya sebagai berikut: 30
a. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan
nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur yang merata
materil dan spiritual berdasarkan pancasila
b. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan
hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki
yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian atas masyarakat
c. Penggunaan hukum pidana harus juga memperhitungkan prinsip biaya
dan hasil
d. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kepastian atau
kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan
sampai ada kelampauan beban tugas.

28
M Khozim, 2009. Sistem Hukum Prespektif Ilmu Social (the legal system a social
science perspective).Nusa Media.Bandung. h. 16
29
Salim HS. 2013. Dasar–Dasar Hukum Kehutanan (Edisi Revisi) Cet. 5. Sinar
Grafika.Jakarta. h.147
30
Muladi dan Barda Nawawi Arif, 2009. Teori-teori dan Kebijakan Pidana.PT
Alumni. Bandung. h 144

22
Selain usaha-usaha penggunaan hukum pidana dalam pemberian

sanksi yang lebih memiliki nilai represif juga terhadap kejahatan dapat

dilakukan dengan usaha mengembalikan dan memperbaiki kondisi-kondisi

sosial tertentu yang lebih bernilai preventif. Tindakan represif adalah

tindakan aktif yang dilakukan pihak yang berwajib agar suatu tindak

pidana yang sedang berlangsung dapat berhenti, sedangkan tindakan

preventif adalah tindakan yang dilakukan oleh pihak berwajib sebelum

penyimpangan social terjadi agar suatu tindakan pelanggaran dapat

dicegah atau diredam.


Usaha diluar penggunaan sanksi hukum pidana tersebut misalnya

penyantunan dan pendidikan social dalam rangka mengembankan

tanggungjawab social warga masyarakat; pendidikan moral, agama dan

sebagainya; peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja;

kegiatan patrol dan pengawasan lainnya secara berlanjut oleh polisi dan

aparat keamanan lainnya dan sebagainya. 31


Penegakan hukum lingkungan merupakan penegakan hukum yang

cukup rumit karena hukum lingkungan menempati titik silang antara


32
berbagai bidang hukum klasik. M. Daud Silalahi yang menyebutkan

bahwa penegakan hukum lingkungan mencakup penaatan dan penindakan

(compliance and enforcement) yang meliputi hukum administrasi negara,

bidang hukum perdata dan bidang hukum pidana. 33

31
Ibid h 159
32
Siti Sundari Rangkuti. 2010. Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan
Lingkungan Nasional. Airlangga Press.Surabaya. h. 214
33
M. Daud Silalahi.2012. Hukum Lingkungan Dalam Sistem penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia. Alumni Bandung. h 215

23
Berdasarkan Pasal 27 Ayat (4) Peraturan Pemerintah No 7 Tahun

1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa telah disebutkan

tentang upaya preventif oleh aparat-aparat penegak hokum khususnya

dibalai konservasi sumberdaya alam yakni yang pertama penyuluhan

tentang larangan memelihara, memiliki dan memperjualbelikan satwa

yang dilindungi tanpa izin, kedua pelatihan penegakan hokum bagi aparat-

aparat penegak hukum di balai konservasi sumber daya alam dan yang

ketiga penerbitan buku-buku manual identifikasi jenis tumbuhan dan satwa

yang dilindungi dan yang tidak dilindungi.


Penegakan hukum terhadap perlindungan satwa liar dan langka itu

sendiri pada hakikatnya merupakan upaya penyadaran masyarakat

terhadap pentingnya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan khususnya

satwa liar secara berkelanjutan. Bentuk-bentuk kegiatan tersebut antara

lain berupa pemberian informasi, penyuluhan, kampanye, pendirian

berbagai suaka margasatwa dan hutan lindung, operasi penertiban sampai

penindakan secara hukum termasuk pendidikan kepada masyarakat tentang

bahaya ataupun akibat yang terjadi jika satwa-satwa tersebut terus

diperdagangkan secara bebas harus lebih ditingkatkan. Penegakan hukum

dalam berbagai bentuk bertujuan agar peraturan perundangan di bidang

konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat ditaati oleh

seluruh lapisan masyarakat dan kepada pelanggarnya diberikan sanksi

yang tegas agar memberikan efek jera sehingga dapat meminimalkan

bahkan sampai meniadakan lagi kejadian pelanggaran hukum dan pada

24
akhirnya dapat mendukung upaya Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

dan Ekosistemnya sesuai dengan UU No.5 Tahun 1990.

25
F. Metode Penelitian
Tipe penelitian ini adalah Penelitian normatif. yaitu meneliti berbagai

peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar ketentuan

hukum untuk menganalisis tentang perlindungan hukum terhadap satwa liar. Tipe

penelitian yang dipakai adalah tipe penelitian preskriptif analisis, yaitu

mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,

konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum.34 Metode pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statue

approach) atau (case approach). Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah

semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan

(isu hukum) yang sedang dihadapi. Pendekatan perundang-undangan ini misalnya

dilakukan dengan mempelajari konsistensi/kesesuaian antara Undang-Undang

Dasar dengan Undang-Undang, atau antara Undang-Undang yang satu dengan


35
Undang-Undang yang lain, dst. Pendekatan ini digunakan karena dalam

pembahasan dalam skripsi ini akan mengacu pada Undang-Undang.


Bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain

dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan

hukum primer adalah bahan yang berupa peraturan perundang-undangan yang

mengatur dan berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

Sedangkan bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang digunakan untuk

memperjelas bahan hukum primer.


a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas yang terdiri dari perundang-undangan,

34
Peter Mahmud Marzuki, 2010 Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, , h. 22
35
Ibid, 26

26
catatan resmi. Karena itu mengikat permasalahan yang akan dikaji

berupa peraturan perundang-undangan diantaranya


1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya


3) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan

Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar


4) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan

Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar


b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer seperti rancangan undang-undang, hasil-

hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum. 36


Ada beberapa cara dalam memperoleh data yang dilakukan dalam penulisan

ini, antara lain bahan hukum primer dikumpulkan, diinventarisi, serta di

interprestasi, untuk selanjutnya dikategorikan secara sistematis kemudian

dianalisis guna menjawab permasalahan yang ada. Bahan hukum sekunder

digunakan sebagai penunjang bahan hukum primer. dari pengumpulan bahan-

bahan hukum tersebut lalu dilakukan pengelolahan serta analisa, dan hasilnya

disajikan secara argumentatif.


Analisa yang dipergunakan penulis adalah analisa deduktif, analisa ini

dilandasi dari norma-norma, asas-asas hukum serta nilai-nilai yang sudah diakui,

lalu diinterprestasikan dalam suatu sistem hukum tersendiri untuk dikaitkan

dengan permasalahan dalam penelitian ini.


G. Pertanggungjawaban Sistematika
Penulisan skripsi ini dibagi ke dalam 4 (Empat) bab, dimana masing-masing

bab dibagi atas beberapa bagian sub bab. Urutan bab-bab tersebut tersusun secara

36
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2009 Pengantar Metode Penelitian Hukum (Edisi
Revisi), Jakarta: Raja Grafindo Persada, h. 32

27
sistematik dan saling berkaitan satu dengan yang lain. Urutan singkat bab-bab dan

sub-bab tersebut ialah :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini sebagai awal penulisan, berisi Pendahuluan. Dalam bab ini

akan dijelaskan mengenai hal-hal yang mendasar yang berkaitan

dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, antara lain:

latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian, metode pendekatan, bahan hukum,

pengumpulan bahan hukum, analisa bahan hukum, kerangka

konseptual, dan diakhiri dengan pertanggung jawaban sitematika.

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

SATWA LIAR BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN DI INDONESIA

Pada bab ini penulis akan memberikan penjelasan

mengenai pengaturan perlindungan satwa liar yang

dilindungi diIndonesia, tinjauan umum tentang

penegakan hukum, perlindungan satwa liar mmeliputi

pengertian satwa liar menurut undang-undang serta

pemburuan satwa liar, ketentuan-ketentuan yang

terkait dengan perlindungan satwa liar serta ketentuan

pidana dalam Undang-undang konservasi sumber daya

alam hayati dan ekosistemnya.

28
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU TINDAKAN

PERDAGANGAN DAN PERBURUAN TERHADAP SATWA

LIAR

Bab ini berisi tentang analisa pertanggung jawaban

pelaku tindakan perdagangan dan perburuan terhadap

satwa liar.

BAB IV PENUTUP

Pada bab terakhir ini akan diberikan kesimpulan dari pembahasan

yang telah diuraikan serta akan diberikan saran-saran yang

merupakan masukan penulis dan diharapkan dapat berguna untuk

masalah yang diteliti tersebut.

DAFTAR BACAAN

A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

29
Keputusan Presiden Republik Indonesia 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan
Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) of Wild
Fauna and Flora

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
hayati dan Ekosistemnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan
dan Satwa Liar
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar

B. BUKU

Ach, Fatchan, 2013, Georafi Tumbuhan dan Hewan, Ombak, Yogyakarta.

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2009, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Edisi
Revisi), Jakarta: Raja Grafindo Persada
Andi Hamzah, 2009, Penegakan Hukum Lingkungan.Sinar, Grafika, Jakarta.
A. Sonny Keraf, 2010, Etika Lingkungan Hidup, Buku Kompas, Jakarta.
E.Utrecht, 2012, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I Jilid 2, PT. Penerbit
Universitas, Bandung
Farid, Zainal Abidin, 2010, Hukum Pidana, Alumni, Bandung
Fuat Usfa dan Tongat. 2010. Pengantar Hukum Pidana, Malang : UMM Press
Lamintang, 2009, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Cetakan Ke-3. PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
M. Daud Silalahi, 2012, Hukum Lingkungan Dalam Sistem penegakan
Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni Bandung.
M Khozim, 2009, Sistem Hukum Prespektif Ilmu Social (The Legal System a
Social Science Perspective), Nusa Media, Bandung.
Moeljatno, 2010, Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan Ke-7. PT. Rineka Cipta,
Jakarta
Muladi dan Barda Nawawi Arif. 2009, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, PT
Alumni, Bandung.
Pro Fauna, 2010, Islam Peduli Terhadap Satwa, Malang: Pro Fauna.

30
Roni Wiyanto, 2012, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia.Mandar Maju,
Bandung
Ronny Hanitijo Soemitro, 2009, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Ghalia Indonesia, Jakarta
Salim HS, 2013, Dasar–Dasar Hukum Kehutanan (Edisi Revisi) Cetakan ke 5.
Sinar Grafika, Jakarta.
Siti Sundari Rangkuti, 2010, Hukum Lingkungan Dan Kebijaksanaan
Lingkungan Nasional. Airlangga Press, Surabaya.
Sodikin. 2009. Penegakan Hukum Lingkungan, Jakarta : Djambatan
Soeryono Soekanto.2010. Pengantar Penelitian Hukum, Rajawali, Jakarta
Sudarto, 2009, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung
Supriadi, 2009, Hukum Lingkungan Indonesia cet. ke-2 ,Jakarta.
Widada, Sri Mulyati, Hirosi Kobayashi, 2009, Sekilas Tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Jakarta: Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam.

C. ARTIKEL / HASIL PENELETIAN


Christoperd D. Stone, “Should Trees Have Standing? Law, Morality and The
Environment”, http://www.environmentandsociety.org/mml/should-trees-
have-standing-law-morality-and-environment, diakses pada tanggal 5 Mei
2019
IUCN, “The IUCN Red List of Threatened Species”, https://www.iucnredlist.org/,
diakses pada tanggal 5 Mei 2019.
Jimly Ashidique, Penegakan Hukum,
http://www.solusihukum.com/artikel/artikel49.php, diakses tanggal 5 Mei
2019
NN, Penyebab Aktivitas Perburuan Binatang Menjadi Ilegal.
http://www.anakunhas.com/ , diakses pada tanggal 4 Mei 2019.
Slamet Khoiri, Satwa Liar Indonesia,
https://www.profauna.net/id/penyadartahuan/islam-
pedulisatwa#.XPtu5r5S_IU, diakses pada tanggal 09 Mei 2019
WWF Indonesia, “Buku Pelestarian Satwa Untuk Keseimbangan Ekosistem”,
https://www.wwf.or.id/?62182/Buku-Pelestarian-Satwa-
UntukKeseimbangan-Ekosistem, diakses pada tanggal 7 Mei 2019

31
32

You might also like