You are on page 1of 90

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUAH NAGA

(Hylocereus sp.) SERTA BUDIDAYANYA DI YOGYAKARTA

RISKA DWI OCTAVIANI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
i

ABSTRACT

RISKA DWI OCTAVIANI. Pests and Diseases of Dragon Fruit (Hylocereus sp.)
and Its Cultivation in Yogyakarta. Supervised by HERMANU TRIWIDODO and
KIKIN HAMZAH MUTAQIN.

Dragon fruit (Hylocereus sp.) has been introduced to Indonesia recently


and became a commercial crop cultivated in this country. The plant, which
belongs to family of Cactaceae (cactus), is native to Mexico, Central, and South
America. There are no many reports about significant losses due to pests and
diseases of the plant in Indonesia, or even in other countries. However, it is
potential that pests and diseases can become problem in the future as the plant
become widely grown in Indonesia. The objective of this research is to gather
information about pest and disease occurrences found in dragon fruit and its
cultivation in Yogyakarta. The research methods including interview with
farmers, observation, and sampling of the pests and diseases at six dragon fruit
orchards, field, and laboratory identification of the causal agents, and data
processing. The pests found in dragon fruit were mealy bugs
(Hemiptera:Pseudococcidae) species Pseudococcus jackbeardsleyi, Ferrisia
virgata, and Planococcus sp.; aphids (Hemiptera:Aphididae) species Aphis
gossypii., Branchycaudus helichrysi, and Toxoptera odinae; ants
(Hymenoptera:Formicidae) species Oecophylla sp., Camponotus sp.,
Euprenolepis sp., and Polycharis sp.; grasshoppers (Orthoptera:Acrididae) species
Valanga sp., Oxya sp., and Atractomorpha sp.; mite (Acarina:Tetranycidae); snail
(Acathina fulica); and birds. Chickens are not considered as a pest, however, they
can cause severe damage on fruit if they are allowed to present in the orchard.
Diseases found in dragon fruit were algae red rust (Cephaleuros sp.), vine orange
spot (Fusarium sp.), white vine (Botryosphaeria sp. and Phomopsis sp.), stem
blight (Helminthosporium sp.) and anthracnose (Colletotrichum sp.), Dothiorella
spot, brownish stem rot, stem yellowing, fruit rot (Colletotrichum sp. and
Helminthosporium sp.) fruit orange spot (Alternaria sp.). A black spot disease on
stem has not been identified yet. Pests and diseases have not been controlled in
particular system, probably because their occurrences have not resulted in a
significant loss.

Keywords: dragon fruit, cultivation, pest, disease


ABSTRAK

RISKA DWI OCTAVIANI. Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga


(Hylocereus sp.) serta Budidayanya di Yogyakarta. Dibimbing oleh HERMANU
TRIWIDODO dan KIKIN HAMZAH MUTAQIN.

Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman yang relatif baru


diintroduksikan ke Indonesia dan telah dibudidayakan secara komersial. Tanaman
ini tergolong famili Cactaceae (kaktus-kaktusan) dan berasal dari Meksiko dan
Amerika Tengah. Kehilangan hasil yang berarti akibat hama dan penyakit belum
banyak dilaporkan di Indonesia atau bahkan di negara lain. Hama dan penyakit
dapat berpotensi menyebabkan masalah di masa yang akan datang, mengingat
tanaman ini semakin banyak dibudidayakan di Indonesia. Tujuan penelitian ini
adalah menginventarisasi hama dan penyakit serta mengetahui budidaya tanaman
buah naga di beberapa lokasi di Yogyakarta. Metode penelitian yang dilakukan
meliputi wawancara, pengamatan dan pengambilan contoh di enam perkebunan
buah naga, identifikasi agen penyebab di laboratorium, dan pengolahan data.
Hama yang ditemukan di pertanaman buah naga adalah kutu putih
(Hemiptera:Pseudococcidae) spesies Pseudococcus jackbeardsleyi, Ferrisia
virgata, dan Planococcus sp.; kutu daun (Hemiptera:Aphididae) spesies Aphis
gossypii., Branchycaudus helichrysi, dan Toxoptera odinae; semut
(Hymenoptera:Formicidae) spesies Oecophylla sp., Camponotus sp., Euprenolepis
sp., dan Polycharis sp.; belalang (Orthoptera:Acrididae) spesies Valanga sp.,
Oxya sp., dan Atractomorpha sp.; tungau (Acarina:Tetranycidae); bekicot
(Acathina fulica); dan burung. Ayam tidak dianggap sebagai hama meskipun
dapat menyebabkan kerusakan parah pada buah ketika mereka dibiarkan berada di
kebun buah naga. Penyakit yang ditemukan di pertanaman buah naga diantaranya
adalah karat merah alga (Cephaleuros sp.), bercak orange sulur (Fusarium sp.),
putih sulur (Botryosphaeria sp. dan Phomopsis sp.), hawar sulur
(Helminthoporium sp.), dan antraknosa (Colletotrichum sp.), kusam putih sulur
(Dothiorella sp.), busuk lunak batang, kuning sulur, busuk buah (Colletotrichum
sp. dan Helminthosporium sp.) dan bercak orange buah (Altenaria sp.). Di
samping itu terdapat gejala bintik hitam pada sulur yang belum berhasil
diidentifikasi. Pengendalian hama dan penyakit buah naga belum dilakukan secara
khusus karena sejauh ini tidak menyebabkan kehilangan hasil yang berarti.

Kata kunci: buah naga, budidaya, hama, penyakit

ii
HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN BUAH NAGA
(Hylocereus sp.) SERTA BUDIDAYANYA DI YOGYAKARTA

RISKA DWI OCTAVIANI


A34080040

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

iii
Judul Skripsi : Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.)
serta Budidayanya di Yogyakarta.
Nama Mahasiswa : Riska Dwi Octaviani
NIM : A34080040

Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc. Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi.
NIP. 19570122 198103 1 002 NIP. 19680602 199303 1 003

Diketahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.


NIP. 19650621 198910 2 001

Tanggal lulus:

iv
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 1990. Penulis adalah anak
kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sutrisno and Ibu Surtini. Penulis
menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 01 Setu pada tahun 2002 dan pendidikan
di SLTP Negeri 259 Jakarta pada tahun 2005. Penulis menyelesaikan pendidikan
di SMA Negeri 48 Jakarta pada tahun 2008.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian. Penulis mengambil minor Ekonomi Pertanian dari
Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, IPB. Selama masa kuliah, penulis aktif bergabung dengan beberapa
organisasi seperti Unit Kegiatan Mahasiwa Center of Entrepreneurship
Development for Youth (CENTURY) IPB sebagai anggota Divisi Teknologi dan
Informasi periode 2009-2010, sebagai kepala Divisi Produksi periode 2010-2011,
dan sebagai Dewan Komisaris periode 2011-2012, Badan Eksekutif Mahasiwa
(BEM) Fakultas Pertanian IPB sebagai anggota Departemen Bisnis dan
Kepemimpinan periode 2009-2010, dan anggota Klub Saintis Muda tahun 2012.
Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan, seminar, dan pelatihan. Penulis
merupakan penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2009,
beasiswa PIJAR tahun 2009-2010, dan beasiswa Tanoto Foundation tahun 2010-
2012. Penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Hama dan Penyakit
Tanaman Setahun semester VII tahun ajaran 2011-2012.

v
PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga (Hylocereus sp.) serta Budidayanya di
Yogyakarta”. Penelitian dan penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan rasa hormat kepada Dr. Ir.
Hermanu Triwidodo, MSc. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
banyak ilmu, pengetahuan, arahan, saran, dan motivasi; Dr. Ir. Kikin Hamzah
Mutaqin, MSi. selaku dosen pembimbing II sekaligus dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan dampingan, ilmu, pengetahuan, saran, motivasi,
dan bantuan selama penelitian; Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. selaku dosen
penguji tamu yang telah memberikan saran dan motivasi; Dra. Dewi Satiami,
MSi. dan Bonjok Istiaji, SP. MSi. yang telah membantu selama proses
identifikasi; Bapak Gatut dan Ibu Aisyah sebagai laboran yang telah banyak
membantu selama penelitian di laboratorium.
Terima kasih kepada Bapak M. Gunung Soetopo dan Ibu Elly Mulyati
sebagai pemilik Sabila Farm yang telah memberikan ilmu pengetahuan seputar
buah naga, serta Pak Mul, Bu Mar dan para pegawai di Sabila Farm; Bapak
Kusbani, Bapak Suryo, Mas Supargiono, Mas Bangkit, Bapak Handoyo, dan Ibu
Ani yang telah membantu penelitian di Kulonprogo dan Bantul, baik perizinan
lahan, akomodasi, dan informasi; Adi Siswanto yang telah banyak membantu
selama penelitian di lapang dan selalu sabar serta memberikan motivasi serta
semangat hingga penyusunan skripsi; teman-teman PKL dari Universitas
Trunojoyo Madura (Helmi, Fariz, Ihyak, Totok, dan Gufron) yang menjadi
keluarga di Sabila Farm; Dwi Endah dan Fadly teman penelitian di Sabila Farm.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ka Sistania Amandari SP.,
Ushwanuuri RL, Fitri FW, Minkhaya SP, Mbak Dama SP, dan Gusti yang telah
banyak membantu dan memberikan semangat, bantuan serta saran selama
penelitian; Aldila R, Rita Y, dan ka Amanda Mawan SP. sebagai sahabat dan
teman seperjuangan penelitian di Klaten; sahabat-sahabat tersayang Wisma
Pondok Indah (Dian A, Ide RP, Ponam L, Enda U) yang telah menjadi tempat
berbagi suka dan duka; teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan
di Laboratorium Biosistematika dan Taksonomi Serangga; teman-teman dan
senior di Laboratorium Entomologi LIPI (Rado PS, Rita, Wahyu, Ana, Bapak
Harry, Ibu Wara, Mas Anto, Bapak Uyung); dan rasa terima kasih penulis
sampaikan kepada seluruh mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, khususnya
angkatan 45 atas kebersamaan yang hangat dan semangat yang selalu berkobar.
Penulis menyampaikan terima kasih tiada hingga kepada kedua orang tua
Bapak Sutrisno dan Ibu Surtini, Marseli Chris P (kakak), dan Saskia Tria V (adik)
yang selalu memberikan doa, cinta kasih, motivasi, dan inspirasi yang luar biasa.
Semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu perlindungan tanaman.
Bogor, Juli 2012
Riska Dwi Octaviani

vi
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix


DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................... 2
Manfaat ................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Buah Naga ........................................................................... 4
Taksonomi dan Botani .............................................................. 4
Syarat Tumbuh dan Budidaya Buah Naga ................................ 9
Kandungan Nutrisi, Manfaat, dan Kegunaan Buah Naga ......... 14
Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga ........................................... 15
Hama ......................................................................................... 16
Penyakit ..................................................................................... 17
Organisme Berguna di Sekitar Pertanaman Buah Naga ...................... 19
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 21
Wawancara ........................................................................................... 21
Pengamatan dan Pengambilan Contoh ................................................. 21
Identifikasi Hama .................................................................................. 22
Identifikasi Patogen Penyakit ................................................................ 23
Pengolahan Data ................................................................................... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi Penelitian .................................................................................. 26
Cara Budidaya ..................................................................................... 27
Penyerbukan ........................................................................................ 35
Hama .................................................................................................... 35
Kutu Putih ................................................................................... 39
Kutu Daun ................................................................................... 40
Semut .......................................................................................... 43
Belalang ...................................................................................... 43
Tungau ........................................................................................ 44
Bekicot ........................................................................................ 46
Burung ........................................................................................ 47
Ayam .......................................................................................... 47
Penyakit ............................................................................................... 48
Karat Merah Alga ....................................................................... 51
Bercak Orange Sulur ................................................................... 52
Putih Sulur .................................................................................. 53
Hawar dan Antraknosa Sulur ...................................................... 54

vii
Kusam Putih Sulur ....................................................................... 55
Busuk Lunak Batang .................................................................. 56
Kuning Sulur ................................................................................ 58
Antraknosa Buah ........................................................................ 59
Bercak Orange buah ................................................................... 60
Bintik Hitam pada Sulur ............................................................. 60
Organisme Lain Pertanaman Buah Naga .............................................. 62
Organisme Pengunjung Bunga ................................................... 62
Organisme Lain .......................................................................... 63
Pengendalian ........................................................................................ 67
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 70
LAMPIRAN .................................................................................................. 73

viii
DAFTAR TABEL

No Halaman
1. Karakter bunga buah naga di Bulthsinhala, Sri Lanka ……………….. 8
2. Variasi karakteristik buah naga di Bulthsinhala, Srilanka ………….. .. 8
3. Rata-rata komposisi kadungan nutrisi yang terdapat pada daging buah
naga putih dan buah naga merah ……………………………………… 15
4. Kondisi dan cara budidaya secara umum enam lahan pengamatan buah
naga …………………………………………………………………… 29
5. Aplikasi pemupukan pada lahan pengamatan buah naga berdasarkan
hasil wawancara pengelola kebun …………………………………….. 34
6. Kejadian hama pada sulur tanaman buah naga pada lahan buah naga
36
naga putih dan lahan buah naga merah ………………………………..
7. Kejadian hama pada buah dan bunga tanaman buah naga pada lahan
37
buah naga putih dan lahan buah naga merah …………………………..
8. Kejadian penyakit pada sulur dan buah pertanaman buah naga pada
50
lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah …………………....
9. Keberadaan organisme lain di sulur tanaman buah naga pada lahan
64
buah naga putih dan lahan buah naga merah …………………………..
10. Keberadaan organisme lain di bunga dan buah tanaman buah naga
65
pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah ……………...

ix
DAFTAR GAMBAR

No Halaman
1. Morfologi tanaman buah naga ………………………………………… 9
2. Sketsa pengamatan tanaman contoh …………………………………... 22
3. Peta wilayah pengamatan ……………………………………………... 26
4. Kondisi lahan pengamatan buah naga secara umum ………………….. 28
5. Kondisi lahan pengamatan buah naga putih dan lahan pengamatan
buah naga merah ………………………………………………………. 30
6. Hama kutu putih ………………………………………….……….…... 41
7. Hama kutu daun …………………………..……………….……….….. 42
8. Gejala akibat semut yang menjadi hama dan beberapa jenis semut yang
ditemukan di pertanaman buah naga …………………...……………... 45
9. Hama belalang …………………………..……………….……….….... 45
10. Hama tungau ……………...……………….……….…...…………….. 46
11. Hama bekicot, burung, dan ayam ……………………………….......... 48
12. Penyakit karat merah alga pada sulur ………………………………… 52
13. Penyakit bercak orange sulur …………………...……..........……........ 52
14. Tiga bentuk gejala putih sulur …………………………..……............ 54
15. Penyakit hawar dan antraknosa pada sulur ……………...……............. 57
16. Penyakit kusam putih ………………………………...……..........…… 58
17. Penyakit busuk lunak batang …………………………..……................ 59
18. Gejala sulur menguning …………………...……..........……................. 61
19. Penyakit antraknosa di buah …………………………..……................. 61
20. Penyakit bercak orange pada buah ……………...……..........……........ 62
21. Bintik hitam pada sulur …………………………..……..........……...... 62
22. Organisme lain di pertanaman buah naga ……………...……............... 66

x
DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman
1. Komposisi media yang digunakan dalam penelitian …………………. 74
2. Hasil uji hipersensitivitas isolat bakteri dari gejala busuk lunak batang
pada daun tembakau ………………………………...………………… 74
3. Blanko wawancara petani tanaman buah naga ……………………….. 75
4. Blanko pengamatan hama dan penyakit pada tanaman buah naga ……. 78

xi
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Buah naga (Hylocereus sp. (Haw.) Britton & Rose) merupakan salah satu
tanaman buah yang kini mulai banyak dibudidayakan di Indonesia setelah
diintroduksi pertama kali awal tahun 2000-an. Tanaman ini masuk ke Indonesia
pertama dalam bentuk stek batang yang berasal dari Thailand (Jaya 2010). Untuk
keperluan konsumsi, Indonesia masih mengimpor buah naga sekitar 200-400 ton
per tahun (Jaya 2010).
Nama umum buah ini adalah pitaya (Merten 2003), kemudian di Asia
disebut dragon fruit karena buah ini memiliki warna merah menyala serta kulit
dengan sisik hijau mirip sosok naga dalam imajinasi masyarakat Cina (Masyahit
et al. 2009). Khasiat buah naga antara lain untuk mengobati diabetes dan tekanan
darah tinggi, serta mengandung serat, antioksidan, vitamin C, dan mineral tinggi
(Bellec et al. 2006). Terdapat empat jenis buah naga yaitu buah naga putih (white
pitaya), buah naga merah (red pitaya), buah naga super merah (super red pitaya)
dan buah naga kuning (yellow pitaya) (Renasari 2010). Keempat jenis buah
tersebut mempunyai keunggulan masing-masing dan memiliki ciri yang berbeda.
Jenis buah naga yang sudah banyak dibudidayakan adalah buah naga merah dan
buah naga putih.
Buah naga tergolong tumbuhan kaktus merambat dan liar yang aslinya
berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah (Crane dan Balerdi 2005) dan juga dari
Amerika Selatan (Merten 2003). Dahulu, tanaman ini merupakan kaktus liar di
Meksiko. Setelah diketahui memiliki manfaat untuk kesehatan, masyarakat sekitar
membudidayakan tanaman ini. Tanaman ini memiliki kemampuan adaptasi yang
tinggi di lingkungan baru. Tanaman ini memiliki akar udara yang bersifat epifit.
Menurut Jaya (2010), penghasil buah naga terbesar di wilayah Asia yaitu Israel,
Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Selain itu, buah naga juga dikembangkan di
Australia (McMahon 2012) dan beberapa negara di Eropa seperti Spanyol dan
Perancis (Bellec et al. 2006).
Budidaya buah naga semakin berkembang seiring dengan permintaan
pasar yang terus meningkat. Masyarakat Indonesia kian menggemari buah naga
2

karena bentuk buah yang unik, warnanya yang atraktif, khasiat yang terkandung,
dan rasa yang menyegarkan. Upaya meningkatkan produksi melalui perluasan
budidaya tanaman buah naga dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar
domestik yang semakin tinggi. Menurut Prasetyo (2011), luas area pertanaman
buah naga di Indonesia sekitar 400 ha. Menurut Jaya (2010), pertanaman buah
naga terbesar terdapat di pulau Jawa. Selain itu, pertanaman buah naga juga
terdapat di Riau, Lampung (Direktorat Jendral Hortikultura 2011), dan Lombok
(Jaya 2010). Ektensifikasi tanaman buah naga juga dilakukan pemerintah seperti
telah disusun program pengembangan luas lahan budidaya buah naga di Provinsi
Yogyakarta (Direktorat Jendral Hortikultura 2011).
Selain upaya ekstensifikasi juga dilakukan upaya intensifikasi. Upaya
intensifikasi kadang terkendala oleh masalah dalam budidaya serta hama dan
penyakit. Organisme pengganggu tanaman (OPT) sering kali menjadi faktor
penghambat dalam budidaya tanaman. Secara umum, kerusakan oleh OPT
berpengaruh terhadap hasil panen (Palungkun dan Indrayani 1992). Penurunan
jumlah produksi dan penurunan mutu produksi mengakibatkan kerugian ekonomi.
Pengendalian OPT seringkali membutuhkan biaya yang cukup besar dan menjadi
pertimbangan secara ekonomi. Menurut Merten (2003), Pushpakumara et al.
(2005), Jaya (2010), dan FAO (2012), tanaman buah naga sejauh ini relatif tidak
memiliki kendala hama dan penyakit yang merugikan.
Semakin meluasnya budidaya buah naga dapat memicu bertambah dan
berkembangnya masalah hama dan penyakit. Selain itu, kondisi lingkungan yang
tidak menyediakan hara dalam jumlah cukup akan menyebabkan gangguan
fisiologis. Informasi mengenai hama dan penyakit lainnya pada buah naga masih
belum banyak diketahui. Informasi tersebut sangat penting untuk menentukan
langkah pengelolaan hama dan penyakit tanaman buah naga.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan menginventarisasi hama dan penyakit tanaman
buah naga serta mengetahui budidayanya di perkebunan buah naga di Yogyakarta.
3

Manfaat
Penelitian menyediakan informasi awal tentang hama dan patogen
penyebab penyakit yang terdapat pada tanaman buah naga yang dapat digunakan
sebagai dasar pengelolaan hama dan penyakit terpadu.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Buah Naga


Buah naga merupakan tanaman tahunan dan kaktus merambat yang
memiliki akar udara. Buah ini memiliki nama umum pitaya, dragon fruit,
strawberry pear, atau night blooming cereus. Nama lain di beberapa negara
seperti di Meksiko, Guatemala Amerika Tenggara dikenal sebagai pitaya,
pitahaya, pitajaya, pitaya roja, dan pitahaya de Cardón. Di Vietnam disebut
Thang Long, sedangkan di Asia secara umum disebut dragon fruit (Luders dan
McMahon 2006). Tanaman ini memiliki buah yang paling indah diantara famili
kaktus lainnya (Zee et al. 2004). Buah naga dapat bertahan pada kondisi kering
karena memiliki sistem fotosintesis Crassulacean Acid Metabolism (CAM) yang
efiesien dalam menyimpan air (Mizrahi dan Nerd 1999).
Buah naga merupakan kaktus liar yang berasal dari wilayah di Amerika
Tengah. Sebagian besar spesies Hylocereus berasal dari Amerika Latin (Meksiko
dan Kolombia). Saat ini, spesies ini telah menyebar ke seluruh dunia terutama
daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini bersifat epifit, yaitu tumbuh dan
bercabang pada kayu atau tanaman mati (Crane dan Balerdi 2005). Setelah
diketahui memiliki banyak manfaat, tanaman ini dibudidayakan dan
dikembangkan. Sebagian H. undatus merupakan spesies kosmopolitan (Bellec et
al. 2006). Buah ini dikembangkan secara komersial di Amerika Tengah, tepatnya
di negara Meksiko dan Amerika Serikat (negara bagian Texas), kemudian
berkembang pesat di Peru dan Argentina. Sekitar 100 tahun lalu, buah ini
diintroduksikan ke Perancis kemudian menyebar ke Asia dan Australia. Kini
Israel dan Vietnam menjadi produsen buah naga komersial terbesar di Asia
(McMahon 2003).

Taksonomi dan Botani


Buah naga termasuk dalam kelompok tanaman kaktus atau Famili
Cactaceae. Menurut Bellec et al. (2006) secara umum buah naga dikelompokkan
ke dalam genus utama yaitu Stenocereus (Britton & Rose), Cereus (Mill),
Selenicereus (A. Berger Riccob) and Hylocereus (Britton & Rose). Genus buah
5

naga yang banyak dibudidayakan adalah Hylocereus, sedangkan untuk tiga genus
lainnya dapat dikonsumsi namun belum banyak dikembangkan secara budiddaya.
Adapun klasifikasi buah naga secara lengkap menurut Britton dan Rose (1963);
ISB (2002); NPDC (2002) dalam Gunasena et al. (2007) adalah :
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta (tanaman vaskular)
Super divisi : Spermathophyta (tumbuhan berbiji)
Divisi : Magnoliophyta (tanaman berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (tanaman dikotil atau berkeping dua)
Ordo : Caryophyllales
Famili : Cactaceae (kaktus)
Subfamili : Cactoideae
Suku (tribe) : Hylocereae
Genus : Hylocereus (Berger) Britt & Rose
Spesies : - Hylocereus undatus (Haw.) Britt & Rose
- Selenecereus sp.

Tanaman buah naga memiliki akar yang berbeda dengan tanaman pada
umumnya. Selain memiliki akar utama yang tertanam di dalam tanah, buah naga
memiliki akar udara yang tumbuh di sepanjang sulur. Akar tersebut bersifat epifit
yang dapat merambat dan menempel pada tiang atau tanaman lain. Sifat tersebut
menjadikan kaktus ini membutuhkan penyangga untuk memanjat sehingga disebut
tanaman memanjat (climbing plant) (McMahon 2003). Akar ini tahan terhadap
kekeringan, namun tidak tahan terhadap genangan air terlalu lama. Adanya akar
udara membuat tanaman ini efisien dalam penggunaan air. Walaupun akar dicabut
dari tanah, tanaman masih dapat hidup dengan menyerap nutrisi dan air
menggunakan akar udara (Andoko dan Nurrasyid 2012).
Sulur merupakan istilah untuk batang pada kaktus. Sulur pada buah naga
merupakan batang sukulen serta mengandung air yang menjadi cadangan pada
saat kondisi lingkungan ekstrim. Sulur berwarna hijau, dimana terjadi proses
fotosintesis tanaman. Sulur ini memiliki dari tiga sudut (triangular) yang
6

bergelombang. Daun termodifikasi menjadi duri yang berada di sepanjang tepi,


tepatnya di bagian lembah antar gelombang.
Sulur terus tumbuh akan menghasilkan cabang sulur dan jumlahnya akan
diatur agar buah naga dapat berproduksi secara optimum. Menurut Andoko dan
Nurrasyid (2012), pengaturan cabang yang baik menggunakan prinsip 1-3-3.
Artinya satu sulur utama, tiga sulur cabang pertama, tiga sulur cabang kedua, dan
apabila terbentuk tunas cabang lagi maka dilakukan pemangkasan. Tujuan
pengaturan cabang ini untuk menjaga tanaman tetap dalam kondisi ideal, tidak
tercipta kondisi lembab, dan pertanaman yang rapi.
Morfologi sulur antara buah naga putih dan buah naga merah memiliki
perbedaan. Sulur buah naga putih memiliki bentuk yang lebih bergelombang
sedangkan sulur buah naga merah memiki tekstur yang lebih rata. Selain itu
keberadaan duri pada sulur buah naga merah lebih rapat dan lebih tajam
dibandingkan dengan sulur buah naga putih. Warna sulur buah naga putih lebih
hijau cerah dibandingkan sulur buah naga merah yang cenderung berwarna lebih
hijau kusam. Perbedaan antara sulur buah naga putih dan sulur buah naga merah
dapat dilihat pada Gambar 1A dan 1B.
Bunga buah naga berbentuk corong memanjang dan memiliki ukuran
sekitar 27-30 cm tergantung pada spesies masing-masing (Jaya 2010). Kelopak
bunga bagian luar berwarna hijau (Gambar 1C), kelopak bunga bagian dalam
berwarna kuning, dan mahkota bunga ketika mekar berwarna putih. Bunga buah
naga memiliki tipe biseksual, dimana putik dan benang sari terdapat pada satu
bunga. Benang sari berwarna kuning dengan jumlah banyak dan putik tunggal
berwarna kuning pucat (Gambar 1D). Bunga buah naga memiliki beberapa
karakteristik dalam penyerbukan. Perbedaan ketinggian antara benang sari dan
putik menjadi permasalahan dalam penyerbukan bunga. Bunga mekar pada malam
hari dan selesai mekar pada pagi dini hari, hanya memekar satu malam. Di
Australia, bunga buah naga terkenal dengan sebutan moonflower atau queen of the
night (McMahon 2003).
Buah naga berwarna merah mudah cerah, menarik, dan memiliki sisik
buah. Buah berukuran besar antara 150-600 g per buah. Daging buah berwarna
putih atau merah dengan biji berwarna hitam, kecil, dan jumlah banyak
7

(McMahon 2003). Kulit buah naga putih dan buah naga merah memiliki
perbedaan yaitu buah naga putih berwarna merah magenta dan mengkilat
sedangkan buah naga merah lebih berwarna merah mencolok dan agak kusam.
Bentuk buah naga putih sebagian besar lebih lonjong sedangkan buah naga merah
lebih bulat. Sisik buah naga putih terdapat semburat hijau sedangkan sisik buah
naga merah seluruhnya berwarna merah. Perbedaan buah naga putih dan buah
naga merah secara umum dapat dilihat pada Gambar 1E dan 1F. Pushpakumara et
al. (2005) melakukan penelitian terhadap 5-10 tanaman yang digunakan untuk
mengontrol bunga dan fenologi buah. Hasil pengamatan yang dilakukan di kebun
buah naga Bulathsinhala, Srilanka, dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tidak ada nama varietas yang digunakan secara umum untuk buah naga.
Tetapi, terdapat banyak klon yang dapat dibedakan menurut tipe sulur, warna,
bentuk buah, ketebalan kulit dan bentuk sisik buah (McMahon 2003). Menurut
Merten (2003), di California, Amerika Serikat, sudah diketahui lebih dari 60
varietas buah naga. Terdapat dua spesies buah naga secara umum, yaitu H.
undatus (Haw. Britton&Rose) yang memiliki daging buah berwarna putih dan H.
polyrhizus (Web. Britton&Rose) yang memiliki daging buah berwarna merah.
Terdapat dua spesies buah naga lain yang belum banyak diketahui yaitu H.
costaricencis (Web. Britton&Rose) yang memiliki kulit berwarna merah dengan
daging buah merah keunguan dan Selenicereus megalanthus (A. Berger Riccob)
yang memiliki kulit berwarna kuning dengan daging buah putih (Jaya 2010). Buah
naga kuning ini memiliki kelompok duri pada buah yang lepas saat buah matang.
Buah naga kuning memiliki ukuran buah lebih kecil dibandingkan jenis lainnya.
Biaya perawatannya tinggi sehingga belum menguntungkan secara ekonomi untuk
dibudidayakan.
8

Tabel 1 Karakter bunga buah naga di Bulthsinhala, Sri Lanka

Karakter Kisaran
Panjang bunga dewasa (cm) 20 - 36
Lebar bunga dewasa (cm) 12 - 23
Diameter bunga mekar sempurna (cm) 10 - 30
Panjang benang sari (cm) 18 - 30
Jumlah benang sari 1100 - 1195
Jumlah putik lobe 12 - 18
Panjang putik (cm) 2 - 3.5
Panjang ovari (cm) 4-8
Ketersediaan nektar (ml) 4-9
Bau Harum menyengat
Jumlah bunga per tanaman 1-7
Sumber: Pushpakumara et al. 2005

Tabel 2 Variasi karakteristik buah naga di Bulthsinhala, Srilanka

Karakteristik Kisaran
Bentuk buah Bulat dan lonjong
Panjang (cm) 10 - 20
Lebar (cm) 7 - 12
Ukuran keliling buah (cm) 10 - 18
Skala (cm) 10 - 32
Skala jumlah (cm) 2 - 7.5
Ketebalan kulit (mm) 2-4
Berat buah (g) 220 - 480
Warna daging buah Merah atau putih
Tingkat keasaman 4.6 - 5.5
Tingkat kemanisan (briks) 12 - 18
Waktu buah naga penyerbukan (hari) 40 - 50
Sumber: Pushpakumara et al. (2005)
9

A B

C D

E F

Gambar 1 Morfologi tanaman buah naga: (A) Sulur buah naga putih, (B) Sulur
buah naga merah, (C) Bunga kuncup, (D) Bunga mekar, (E) Buah
naga putih, dan (F) Buah naga merah.

Syarat Tumbuh dan Budidaya Buah Naga

Famili Cactaceae memiliki daya adaptasi tinggi di lingkungan baru dan


dapat hidup di lingkungan yang ekstrim. Tanaman buah naga merupakan tanaman
tropis dan sangat mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuh dan perubahan
cuaca seperti sinar matahari, angin, dan curah hujan (Renasari 2010). Tanaman ini
tidak tahan terhadap keadaan salin dan tidak tahan terhadap kondisi air tergenang
(Luders dan McMahon 2006).
Tanaman buah naga dapat tumbuh pada 0-1000 m dpl. Ketinggian tempat
untuk pembudidayaan buah naga merah dan putih yang baik yaitu dataran rendah
10

sampai medium yang berkisar 0-500 m dpl, sedangkan ketinggian ideal adalah
kurang dari 400 m dpl. Buah naga merah dan putih masih dapat tumbuh dengan
baik dan berbuah pada daerah ketinggian di atas 500 m dpl, tetapi buah tidak lebat
dan rasa buah kurang manis. Ketinggian tempat yang cocok untuk pertumbuhan
dan berproduksi buah naga kuning yaitu di atas 800 m dpl (Cahyono 2009).
Kaktus ini dapat ditanam pada jenis tanah apapun. Pertumbuhan tanaman
ini baik dengan sistem budidaya organik dan tanah yang terdiri dari pasir
(McMahon 2003). Struktur tanah yang gembur dapat meningkatkan drainase
tanah sehingga dapat mencegah genangan air. Jika drainase tanah baik, maka
seluruh kehidupan yang berada di dalam tanah berjalan dengan baik dan tanaman
dapat tumbuh dengan subur dan berproduksi baik. Tanaman buah naga tidak tahan
terhadap air yang menggenang lama karena dapat menyebabkan perakaran dan
batang membusuk. Apabila tanaman sedang berbunga atau berbuah, maka
keadaaan air yang menggenang dan berlebihan dapat menyebabkan rontoknya
semua bunga dan buah (Cahyono 2009).
Buah naga tumbuh baik di iklim tropis. Menurut McMahon (2003),
tanaman ini tumbuh baik dengan suhu rata-rata 21-29 °C. Tanaman ini masih
dapat bertahan di suhu ekstrim tertinggi 40 °C dan suhu ektrim terendah 0 °C
untuk jangka waktu singkat. Intensitas sinar matahari yang disukai sekitar 70%-
80% (Kristanto 2009) dan kelembaban udara antara 70-90%. Buah naga lebih
menyukai kelembaban udara rendah, karena apabila kelembaban tinggi maka
pertumbuhan cabang akan kurang subur serta mudah patah.
Tanaman buah naga memerlukan jumlah penyinaran matahari yang tinggi.
Tanaman ini tidak disarankan tumbuh di bawah naungan. Pertumbuhan tanaman
akan terjadi etiolasi apabila berada di bawah naungan. Etiolasi merupakan
pertumbuhan memanjang, jumlah sulur banyak, dan warna menjadi lebih pucat.
Masalah utama apabila tanaman ternaungi terlalu banyak maka beberapa
pembungaan akan berkurang, kemudian berakibat pada penurunan produksi buah
secara drastis (Merten 2003).
Penanaman buah naga diutamakan pada lahan yang memiliki curah hujan
rendah. Curah hujan yang mendukung pertumbuhan tanaman buah naga yaitu
antara 600-1300 mm per tahun (Kristanto 2009), sedangkan menurut Renasari
11

(2010) curah hujan ideal adalah sekitar 60 mm per bulan atau 720 mm per tahun.
Lahan yang berada di daerah dengan curah hujan tinggi (>1300 mm) perlu
memiliki drainase yang baik. Apabila terjadi penggenangan air di lahan maka
akan mempercepat pembusukan akar dan akhirnya merambat sampai ke pangkal
batang (Renasari 2010), serta akan mengakibatkan bunga layu dan busuk buah.
Tanaman buah naga memiliki tipe fotosintesis Crassulacean Acid
Metabolism (CAM). Jumlah air yang dibutuhkan akan tergantung pada tipe tanah.
Tanaman ini berasal dari daerah yang memiliki daya presipitasi dan kelengasan
yang tinggi (Merten 2003). Rendahnya jumlah air harian akan lebih
menguntungkan dari pada jumlah air yang lebih intensif dan banyak. Meskipun
tergolong dalam golongan kaktus, tanaman buah naga memerlukan air lebih
banyak dibandingkan dengan tipe kaktus gurun lainnya. Tanaman ini tidak tahan
dengan genangan air, sehingga drainase tanah harus baik. Irigasi regular sangat
penting karena memungkinkan tanaman untuk memadai cadangan air, tidak hanya
untuk perkembangan bunga, tetapi juga menjamin untuk kebutuhan
perkembangan buah (Bellec et al. 2006).
Tanaman buah naga tumbuh memanjat sehingga memerlukan penyangga
berupa tiang atau sejenisnya. Sulur memanjat membentuk lingkaran di sekitar
tiang penyangga. Beberapa jenis penyangga tersebut dapat menyokong berat dari
tanaman dan mudah dalam menjangkau bunga dan buah untuk dikerjakan pada
produksi komersial (Merten 2003). Terdapat berbagai jenis tiang penyangga yang
digunakan di pertanaman buah naga yaitu penyangga horizontal dan penyangga
vertikal. Pola penanaman buah naga secara horizontal yaitu kayu atau bambu
disusun kemudian cabang akan merambat secara horizontal. Pola ini banyak
ditemukan di Eropa. Pertanaman lain memanfaatkan penyangga struktural dengan
teralis horizontal (seperti di pertanaman anggur) dan teralis galvanis. Buah naga
juga dapat ditumbuhkan di tanah tanpa penyangga apapun (Zee et al. 2004).
Menurut Bellec et al. (2006), tinggi penyangga vertikal antara 1.4 m-1.6
m, sedangkan tinggi penyangga horizontal antara 1 m-1.2 m. Sebagian besar
pertanaman buah naga di Asia tumbuh pada penyangga vertikal dengan panjang
1.5 m sampai 2 m yang diletakkan di titik tumbuh cabang (Merten 2003).
12

Pertanaman buah naga komersial di Taiwan memanfaatkan kayu atau tiang semen
berukuran 15 cm x 15 cm x 200 cm dengan jarak tanam 2.7 m x 4.5 m.
Di Indonesia, tiang penyangga yang banyak ditemukan adalah tipe
penyangga vertikal. Penyangga tersebut biasa menggunakan beton atau
kayu/tanaman hidup. Tanaman yang digunakan untuk penyangga di kebun
pengamatan misalnya tanaman jaranan (Dolichandrone spathacea) atau tanaman
kleresede (Gliricidia sp.). Syarat pemilihan tanaman untuk penyangga yaitu
mampu menopang tanaman (diameter ideal >10 cm) dan tahan terhadap
pemangkasan berat. Penyangga dari tiang beton yang digunakan di Sabila Farm
Yogyakarta berdiameter 10 cm x 10 cm x 200 cm. Tiang beton tersebut ada
bagian yang ditanam di dalam lubang tanah sepanjang 50 cm. Tiang ini harus
terbuat dari bahan yang berkualitas agar tahan lama dan mampu menyangga beban
sulur cabang. Komposisi untuk membuat tiang beton ini yaitu
semen:koral/split:pasir dengan perbandingan 1:3:5 dan besi rangka berdiameter 8
mm (Soetopo 2010).
Persiapan lahan meliputi pembersihan gulma, pengaturan jarak tanam,
penanaman tiang penyangga, dan pemupukan. Lahan yang akan ditanam
sebaiknya dilakukan pembersihan dari gulma. Permukaan tanah lebih baik rata
(tidak berbukit-bukit). Pengaturan jarak tanam disesuaikan dengan kondisi lahan
dan sistem pertanaman yang akan digunakan. Pengaturan jarak tanam dilakukan
untuk memaksimumkan produksi buah naga, karena pada prinsipnya hanya
cabang yang terkena paparan sinar matahari langsung yang akan menghasilkan
buah (Soetopo 2010). Pengaturan jarak tanam juga bertujuan untuk
mengkondisikan pertanaman sehat dengan terjaganya kelembaban dan suhu mikro
dalam pertanaman. Pengaturan jarak tanam akan mempengaruhi kejadian penyakit
suatu pertanaman. Jarak tanam yang digunakan dapat berukuran 2.5 m x 2.5 m,
2.0 m x 3.0 m, atau 3.0 m x 3.0 m.
Setelah penetapan jarak tanam, maka dilakukan penanaman tiang
penyangga. Sepanjang 50-60 cm tiang penyangga bagian bawah ditanam di dalam
tanah. Setelah tiang beton ditanam, tanah dikeruk 1 m3 dan media tanam
dimasukkan ke dalam lubang tersebut. Media tanam terdiri dari 5-10 kg pupuk
13

kandang, 2 kg kapur dolomit, dan 1 kg sekam bakar. Semua media tanam diaduk
hingga merata dengan tanah.
Buah naga tumbuh terbaik dari stek batang yang sehat dan hijau. Bibit dari
stek batang akan membuat tanaman tumbuh dengan cepat dan seragam. Apabila
berasal dari biji, pertumbuhan buah naga sangat lambat yaitu memerlukan waktu
hingga berbuah selama 7 tahun (Crane dan Balerdi 2005). Stek batang berukuran
30-50 cm dijaga di tempat kering selama beberapa minggu kemudian di tanam
pada pot. Bibit yang dibutuhkan dalam satu hektar sekitar 6500 bibit (Bellec et al.
2006). Bibit tidak memerlukan naungan dan air hingga akar muncul. Setelah itu
dapat mengaplikasikan pupuk kocor pada bibit tersebut.
Sulur tumbuh hingga ujung penyangga maka akan menggantung dan
tumbuh ke bawah mengikuti arah gravitasi bumi. Sulur tersebut kemudian akan
berbunga 12-15 bulan setelah penanaman bibit (McMahon 2003). Pemupukan
yang baik yaitu menggunakan NPK seimbang setiap bulan. Aplikasi kapur
aplikasi material organik dilakukan setahun sekali setelah bibit ditanam.
Proses penyerbukan terjadi pada tumbuh-tumbuhan sebelum bunga
menjadi biji. Penyerbukan menjadi hal yang penting dalam proses pembentukan
buah. Struktur putik dan benang sari bunga tiap spesies yang membedakan sistem
penyerbukan. Sebagian besar tanaman buah naga memiliki sifat penyerbukan
tidak menyerbuki sendiri (self-incompatible), tergantung pada jenis varietas
tanamannya (Merten 2003). Sistem penyerbukan self-incompatible mengharuskan
tanaman melakukan penyerbukan silang karena letak putik berada lebih tinggi
diatas benang sari sehingga tidak memungkinkan untuk terjadi penyerbukan
sendiri. Menurut Pushpakumara et al. (2005), penyerbukan manual dengan tangan
manusia dapat meningkatkan keberhasilan penyerbukan dan pembentukan buah
pada tanaman kaktus ini.
Buah naga berbunga secara musiman dengan siklus 4-7 kali per tahun
(Pushpakumara et al. 2005). Menurut Jaya (2010), musim berbuah buah naga di
Indonesia sekitar bulan November-April, sehingga dapat diperkirakan bahwa
periode berbunga tanaman ini pada kisaran bulan tersebut. Indonesia memiliki
potensi untuk tanaman buah naga dapat berbunga sepanjang tahun selama air,
14

nutrisi dan suhu yang optimum karena fotoperiodisitas matahari yang tersedia
sepanjang tahun.
Bunga buah naga memiliki sifat nokturnal, yaitu bunga mekar pada malam
hari. Bunga mekar sempurna pukul 22:00-02:00 pada hari berikutnya (Jaya
2010). Bunga ini hanya mekar satu malam saja, hari berikutnya bunga akan layu.
Berdasarkan pengamatan di kebun contoh, penyerbukan hanya dilakukan pada
bunga buah naga merah. Bunga pada buah naga putih dapat membentuk buah
dengan baik tanpa bantuan penyerbukan oleh manusia. Penyerbukan bunga buah
naga merah bila tidak dibantu oleh manusia secara manual (buatan), maka buah
yang akan terbentuk kecil atau bahkan tidak terbentuk buah sama sekali.
Penyerbukan buatan sebaiknya dilakukan pada saat bunga mekar sempurna.
Pemanenan buah dilakukan saat 28-30 hari setelah pembungaan. Ciri buah
yang masak adalah seluruh kulit bewarna merah dan tangkai buah retak. Letak
buah pada sulur berbeda-beda, ada yang di tengah dan di ujung sulur. Letak buah
ini juga dapat menentukan cara pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan
menggunakan gunting tanaman khusus yang kuat dan tajam. Penyimpanan buah
pascapanen yang terbaik menurut McMahon (2003) adalah suhu 7-10 °C dan
kelembaban 90-98%. Buah naga pada kondisi tersebut dapat bertahan selama 2-3
bulan. Secara umum, buah naga dikonsumsi buah segar. Seiring peningkatan
permintaan buah naga, telah banyak pengolahan buah naga lebih lanjut.

Kandungan Nutrisi, Manfaat, dan Kegunaan Buah Naga


Buah naga memiliki banyak kandungan gizi yang berkhasiat untuk
kesehatan manusia. Setiap jenis buah naga memiliki kandungan gizi yang
berbeda-beda. Komposisi kandungan nutrisi buah naga putih dan buah naga merah
dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut Gunasena et al. (2007), buah naga merah
mengandung antioksidan yang tinggi. Buah naga juga berkhasiat untuk mencegah
kanker dan diabetes, menetralisir racun, mengurangi kolesterol, dan menurunkan
tekanan darah tinggi. Kandungan vitamin C, fosfor, dan kalsium juga dapat
membantu penguatan tulang, gigi, dan baik untuk kesehatan kulit.
Sebagian besar buah naga dikonsumsi dalam bentuk buah segar. Buah ini
juga dapat diolah menjadi berbagai macam bentuk makanan, seperti es krim,
15

yogurt, jus, salad, es buah, dan lain-lain. Bunga kuncup buah naga juga dapat
dikonsumsi sebagai sayur dan bunga pasca mekar yang sudah layu dapat dijadikan
bahan dasar teh. Menurut Crane dan Balerdi (2005) buah naga juga digunakan di
industri makanan dan kosmetik sebagai pewarna alami yang berasal dari buah
naga merah.

Tabel 3 Rata-rata komposisi kadungan nutrisi yang terdapat pada daging buah
naga putih dan buah naga merah

dalam 100 g daging buah


Komposisi
Buah naga putih Buah naga merah
Air (g) 89.4 82.5
Protein (g) 0.5 0.2
Lemak (g) 0.1 0.4
Serat (g) 0.3 0.8
Abu (g) 0.5 0.28
Kalsium (mg) 6 7.5
Fospor (mg) 19 33.2
Besi (mg) 0.4 0.6
Karoten (mg) - 0.003
Tiamin (mg) - 0.0035
Roboflavin (mg) - 0.044
Niasin (mg) 0.2 1.3
Asam askorbat (mg) 25 8
Tingkat kemanisan (mg) 11-19 -
Tingkat keasaman (mg) 4.7-5.1 -
Sumber: Pushpakumara et al. (2005)

Hama dan Penyakit Tanaman Buah Naga


Setiap tanaman memiliki permasalahan terhadap hama dan penyakit.
Permasalahan hama dan penyakit hingga kini belum menjadi masalah utama
dalam budidaya buah naga. Menurut Merten (2003), hama dan penyakit pada
tanaman buah naga belum menyebabkan kerugian berupa kehilangan hasil yang
berarti. Selain itu menurut FAO (2012), tanaman buah naga belum banyak
diketahui memiliki hama dan penyakit penting yang dapat merusak, hanya hama
minor yang ditemukan.
Buah naga berasal dari daerah berpasir yang kering. Kondisi lingkungan
yang basah dan berair akan menyebabkan tanaman kaktus ini lebih mudah
terserang patogen. Penyebaran patogen juga lebih cepat dibandingkan penyebaran
16

hama, karena spora cendawan atau bakteri dapat terjadi dengan bantuan angin,
percikan air hujan, alat-alat pertanian, serangga, dan manusia yang kemudian akan
menyebabkan serangan patogen (Eng 2012).
Eng (2012) juga menyebutkan bahwa penelitian di Sarawak, Malaysia,
menunjukkan bahwa sulur muda lebih rentan terserang patogen dari golongan
cendawan atau bakteri. Patogen lebih besar menyerang di jaringan batang, sisik
buah, dan jaringan yang menunjukkan kerusakan fisik (Freitas et al. 2011).
Banyak masalah serangan cendawan yang ditemui pada buah di lapangan maupun
pascapanen.

Hama
Merten (2003) menyebutkan bahwa belum banyak hama yang menyerang
buah naga. Beberapa hama yang diketahui menyerang kaktus dan di sekitar
Darwin, Australia, diantaranya adalah semut, semut rangrang, ulat bulu, dan
tungau telah tercatat menyebabkan kerusakan (McMahon 2012). Menurut FAO
(2012), hama di pertanaman buah naga diantaranya adalah kutu daun, kutu putih
(Pseudococcus brevipes), dan semut. Kutu daun menyerang permukaan bunga
atau buah (Bellec et al. 2006). Hama ini mudah dikendalikan dan biasanya tidak
menjadi masalah serius (Merten 2003). Jenis kutu daun yang menyerang
pertanaman buah naga yaitu Pentalonia nigronervosa (FAO 2012) dan Aphis
gossypii (USDA 2006). Hama lain menurut Pushpakumara et al. (2005) adalah
kutu kebul, kumbang, keong, ulat penggerek, lalat buah, tikus dan burung.
Permasalahan hama yang menyerang pada pertanaman buah naga di Pulau
Lombok, Indonesia, menurut Jaya (2010) adalah kumbang (Protaetia impavida).
Menurut Bellec et al. (2006), Cotinus mutabilis menjadi hama yang dapat
melubangi batang dan Leptoglossus zonatus menghisap cairan meninggalkan
tanda noda dan beberapa perubahan bentuk.
Semut yang menjadi hama di pertanaman buah naga biasanya berasal dari
genus Atta dan Solenopsis. Semut tergolong hama pada tanaman buah naga karena
menyebabkan kerusakan pada masa pembungaan dan pembuahan (Bellec et al.
2006). Semut terkadang ditemukan pada buah, bunga yang masih kuncup, dan
sulur, tetapi tidak ada kerusakan parah yang ditemukan (Mizrahi dan Nerd 1999).
17

Menurut FAO (2012), jenis semut yang menyerang tanaman buah naga yaitu
Solenopsis geminata, Iriidomyrmex humilis, dan Pheidole megacephala. Menurut
Jaya (2010), hama semut tidak menyebabkan kerugian seperti yang disebabkan
oleh kumbang.
Keong dan siput merusak pertanaman baru. Hama ini biasa menyerang
sulur muda (Merten 2003). Bekicot (Acathina fulica) merupakan jenis keong
darat yang umum dikenal dengan daerah sebaran yang sangat luas, meliputi
sebagian besar wilayah tropis dan subtropis (Prihandini dan Alfiah 2006). Burung
dan tikus menjadi hama karena diketahui memakan buah matang (Bellec et al.
2006). Serangan burung dan tikus menyebabkan kerusakan parah pada tanaman
(McMahon 2003).

Penyakit
Menurut Jaya (2010), selama musim hujan penyakit lebih menjadi masalah
dibandingkan hama. Sebagian besar patogen yang menyerang buah naga berasal
dari golongan bakteri dan cendawan. Bakteri patogen yang menyerang sulur yaitu
Erwinia spp (Eng 2012) dan Xanthomonas campestris yang menyebabkan busuk
lunak batang (Freitas et al. 2011). Kedua bakteri ini merupakan penyakit utama
yang menyerang buah naga (Bellec et al. 2006).
Kejadian penyakit tanaman buah naga dengan berbagai jenis patogen
penyebab diketahui terjadi di beberapa negara. Menurut Jaya (2010), virus
menyerang tanaman buah naga dan menurut Bellec et al. (2006) disebabkan oleh
Cactus Virus X. Virus ini diketahui menyerang pertanaman buah naga di Taiwan
dan Jepang (Masyahit et al. 2009). Selain itu Pushpakumara et al. (2005)
menyebutkan bahwa nematoda juga menyerang pertanaman buah naga. Penyakit
yang ditemukan di Jepang dan USA yaitu bercak batang terjadi di Meksiko dan
antraknosa, sedangkan di Malaysia terjadi serangan patogen Fusarium sp. pada
buah naga merah spesies H. polyrhizus (Masyahit et al. 2009).
Seluruh bagian tanaman buah naga yaitu dapat terserang patogen, baik
akar, sulur maupun buah. Patogen yang menyerang akar yaitu Phytophthora sp.,
Fusarium sp., dan Alternaria sp. (FAO 2012). Terdapat banyak jenis patogen
yang menyerang buah. Cendawan patogen menyerang buah yang berada di
18

pertanaman yaitu Helminthosporium sp., Colletotrichum sp., Curvularia spp., dan


Cladosporium spp. Terkadang satu penyakit pada buah disebabkan oleh beberapa
patogen tersebut secara bersamaan (Eng 2012). Bintik coklat pada buah
disebabkan oleh Dothiorella sp. dan Monilinia fructicola (Freitas et al. 2011).
Cendawan patogen lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada buah naga yaitu
Fusarium spp. dan Aspergillus spp. (Freitas et al. 2011).
Beberapa cendawan penyebab penyakit utama pada sulur tanaman buah
naga yaitu Gloeosporium agaves, Macssonina agaves, Dothiorella sp., dan
Botryosphaeria dothidea (Bellec et al. 2006). B. dothidea menyebabkan bercak
coklat pada batang (SFNS 2012). Beberapa cendawan menyebabkan penyakit
secara bersamaan, misalnya serangan Phomopsis sp., Pestalotiopsis sp., dan
Cladosporium spp. pada sulur (Eng 2012). Terdapat juga penyakit bercak hitam
kadang berkembang pada batang. Tetapi di California gejala ini lebih terlihat
sebagai respon fisiologis atau stress lingkungan, bukan karena patogen. Gejala
yang terlihat pada perkembangannya yaitu respon terhadap suhu ekstrim, paparan
sinar matahari, pemupukan tanah yang buruk, praktik irigasi yang tidak layak atau
stress lainnya pada tanaman (Merten 2003).
Tidak hanya di pertanaman, penyakit pascapanen juga ditemui di buah
naga. Penyakit di buah pascapanen disebabkan oleh Fusarium, Colletotrichum,
Curvularia, Helminthosporium spp., Curvularia spp., dan Gilbertella persicaria
(Eng 2012). Cendawan penyakit pascapanen juga ada yang dapat
mengkontaminasi tanah yaitu cendawan Gilbertella persicaria (Eng 2012).
Terdapat dua penyakit yang paling sering dijumpai hampir di setiap
pertanaman buah naga yaitu busuk lunak batang dan antraknosa. Menurut
McMahon (2012), penyakit busuk lunak batang menyerang apabila kondisi terlalu
basah. Penyakit ini disebabkan oleh Xanthomonas campestris, Fusarium
oxysporum, dan Pantoea spp. (SFNS 2012). Jaya (2010) juga menyebutkan bahwa
penyakit ini disebabkan oleh Fusarium, Phytium, Acremonium, dan Pytophthora
(Jaya 2010). Di Malaysia, dilaporkan bahwa Erwinia caratovora sebagai
penyebab busuk lunak batang.
Infeksi dimulai dari area luka khususnya jaringan batang yang disebabkan
oleh gigitan serangga atau infeksi sebelumnya dari antraknosa. Gejala awal yang
19

terjadi adalah jaringan menjadi menguning diikuti dengan pelunakan dan


pembusukan yang berbau dari jaringan tersebut. Infeksi lanjut menyebabkan
pembusukan keseluruhan dari bagian batang yang berdaging dan sukulen pada
cabang utama (SFNS 2012). Luders dan McMahon (2006) menyebutkan bahwa
busuk lunak berair dapat terjadi dari luka pada kondisi paparan sinar matahari
berlebihan atau kondisi basah.
Satu dari penyakit umum yang ada di tanaman buah naga disebabkan oleh
Colletotrichum gloeosporioides (Freitas et al. 2011; SFNS 2012). Gejala yang
muncul yaitu luka konsentris berwarna merah coklat yang berkembang dari halo
klorotik (Freitas et al. 2011). Aservuli berkembang dekat dengan tepi sulur,
khususnya ketika duri muncul dari tepi sulur. Penyakit ini ada di bagian buah
kemudian menjadi dominan selama musim hujan (SFNS 2012).
Penyakit antraknosa juga ditemui pada spesies buah naga kuning di Brazil.
Colletotrichum tidak hanya menyebabkan busuk lunak batang pada H. undatus
tetapi juga ditemukan massa konidia berwarna jingga pada buah yang terserang
penyakit di Okinawa, Jepang. Penyakit ini juga dilaporkan terjadi di Florida, USA
sejak Desember 2004. Di Brazil, terjadi serangan Colletotrichum yang
menyebabkan kehilangan sebesar 5% pada buah naga kuning. Menurut Masyahit
et al. (2009), kejadian antraknosa tidak berhubungan dengan data lingkungan atau
budidaya. Jaya (2010) juga melaporkan bahwa penyakit ini sudah menyerang
pertanaman buah naga di Indonesia.

Organisme yang Membantu Penyerbukan Buah Naga


Banyak tanaman yang menggantungkan proses penyerbukan silang
terhadap keberadaan organisme penyerbuk yang berada pada masing-masing
pertanaman. Salah satu organisme penyerbuk yang banyak hadir di alam adalah
serangga. Serangga memiliki nilai ekonomis tersendiri dalam hal penyerbukan.
Pelayanan penyerbukan oleh serangga pada tanaman yang dibudidayakan di
Amerika Serikat bernilai sekitar $19 milyar setiap tahunnya (Borror et al. 1996).
Terdapat beberapa organisme penyerbuk yang ada di pertanaman buah
naga salah satunya yaitu lebah. Lebah madu yang pada umumnya menjadi
penyerbuk utama di berbagai tanaman, sangat tertarik polen yang ada pada bunga
20

buah naga. Menurut Bellec et al. (2006) kunjungan lebah madu ke bunga ini yang
berulang dapat berkontribusi untuk terjadinya penyerbukan. Hasilnya ternyata
kualitas dan kuantitas buah yang dihasilkan dari penyerbukan tersebut secara
umum lebih rendah dari penyerbukan silang oleh manusia sehingga peran lebah
sebagai penyerbuk kurang efisien pada buah naga.
Menurut Pushpakumara et al. (2005), peran lebah sebagai penyerbuk tidak
efisien karena tidak sesuainya proporsi antar ukuran tubuh lebah kecil jika
dibandingkan dengan ukuran bunga buah naga besar. Selain itu, penyerbukan
buah naga karena bunga tanaman ini mekar sempurna pada malam hari. Menurut
Merten (2003), waktu mekar bunga singkat, yaitu hanya semalam saja, sehingga
lebah yang aktif dari pagi hingga siang hari bukan penyerbuk yang tepat untuk
tanaman buah naga. Belum ditemukan laporan yang menyebutkan serangga
maupun organisme lain yang efektif dan efisien menjadi penyerbuk untuk bunga
buah naga.
Sistem penyerbukan tanaman buah naga yang self-incompatible
mengharuskan penyerbukan manual dengan tangan untuk meningkatkan
keberhasilan penyerbukan dan pembentukan buah (Pushpakumara et al. 2005).
Penyerbukan buah naga di negara asalnya biasa dilakukan oleh kelelawar pada
malam hari atau ngengat yang berasal Genus Manduca (Lepidoptera:Sphingidae).
Namun di beberapa negara seperti Israel, Afrika Selatan, Madagaskar, dan
Perancis bagian barat, produksi buah secara alami tidak terjadi akibat tidak adanya
kehadiran penyerbuk yang efisien (Bellec et al. 2006). Namun di Indonesia, peran
kelelawar dalam penyerbukan belum diketahui karena belum ada penelitian
mengenai hal ini.
Organisme penyerbuk buah naga yang efisien belum ditemukan. Hal ini
menjadi peluang untuk pemanfaatan serangga penyerbuk dalam sistem budidaya
buah naga untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitasnya. Sehingga akan
tercapai keuntungan maksimal secara ekonomi produksi buah naga dengan adanya
peran penyerbuk dalam proses budidaya.
21

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di enam perkebunan buah naga di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari tiga kabupaten. Kebun pengamatan di
Kabupaten Sleman yaitu Sabila Farm I, Sabila Farm II (Kecamatan Pakem) dan
Agrowisata Kaliurang (Kecamatan Ngangklik). Kebun pengamatan di Kabupaten
Bantul yaitu Larso Farm (Kecamatan Srandakan) dan Teguh Farm (Kecamatan
Sanden). Kebun pengamatan di Kabupaten Kulonprogo adalah lahan petani
konvensional di sekitar pantai Trisik (Kecamatan Galur). Identifikasi penyakit
dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi
Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Identifikasi hama dilakukan di Laboratorium
Taksonomi dan Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut
Pertanian Bogor dan Laboratorium Entomologi LIPI, Cibinong, Bogor. Penelitian
dilakukan pada bulan Februari 2012 hingga bulan Mei 2012.

Wawancara
Wawancara dengan pengelola kebun buah naga dilakukan untuk
mendapatkan informasi mengenai teknik budidaya yang diterapkan di masing-
masing kebun. Selain itu wawancara dilakukan untuk mengetahui hama dan
penyakit yang menyerang serta pengendalian yang telah dilakukan pengelola
masing-masing kebun. Pelaksanaan wawancara menggunakan borang yang telah
disiapkan (Lampiran 3).

Pengamatan dan Pengambilan Contoh


Pengamatan hama dan penyakit buah naga dilakukan di tiga lahan buah
naga putih dan tiga lahan buah naga merah. Pengamatan dilakukan pada bagian
tanaman sulur, bunga, dan buah (Lampiran 4). Pemilihan 30 tanaman contoh pada
setiap petak dilakukan secara sistematik yaitu tanaman-tanaman pada sepanjang
diagonal lahan dengan interval dua tanaman. Peubah pengamatan meliputi
keberadaan hama, gejala kerusakan oleh hama, dan bagian tanaman bergejala
penyakit. Contoh serangga dan tanaman bergejala penyakit diambil secukupnya
22

untuk identifikasi lanjut di laboratorium pada hari-hari terakhir pengamatan agar


masih segar.

Keterangan :

: Tanaman di sepanjang diagonal

: Tanaman yang diamati

Gambar 2 Sketsa pengamatan tanaman contoh

Identifikasi Hama
Identifikasi serangga dan penyakit buah naga dilakukan di laboratorium.
Setelah dilakukan pengambilan contoh serangga hama dan tanaman bergejala,
proses identifikasi dilakukan menggunakan buku identifikasi masing-masing
golongan hama. Identifikasi kutu daun dilakukan dengan menggunakan kunci
identifikasi yang disusun oleh Blackman dan Eastop (2000). Identifikasi kutu
putih digunakan kunci Williams (2004). Identifikasi semut dilakukan dengan
kunci identifikasi Fayle (2003). Identifikasi famili Cerambycidae dilakukan
dengan kunci Hiroshi dan Noerdjito (2004) dan serangga lainnya dilakukan
dengan kunci identifikasi Kalshoven (1981) dan Borror et al. (1996). Beberapa
serangga diidentifikasi menggunakan koleksi serangga di Museum Serangga LIPI,
Cibinong, Bogor.
Identifikasi kutu putih dilakukan dengan cara yaitu dokumentasi individu
kutu putih untuk dilihat bentuk lapisan lilinnya. Kemudian untuk memastikannya,
kutu putih dibuatkan preparat slide. Contoh kutu putih yang disimpan dalam
alkohol 70%, dituang ke dalam cawan sirakus. Kutu putih dipisahkan dari
kumpulan ovisac. Spesimen kutu putih kemudian direbus dalam tabung reaksi
yang berisi alkohol 95% selama 5 menit. Kutu putih dituangkan kembali ke dalam
cawan sirakus, kemudian bagian abdomen dilubangi sebagai tempat untuk
mengeluarkan isi tubuh. Setelah itu, kutu putih dimasukkan ke dalam tabung
23

reaksi berisi KOH 10% dan direbus hingga tubuh transparan kemudian isi tubuh
dikeluarkan perlahan menggunakan jarum tangkai.
Kutu putih yang sudah bersih dan transparan kemudian dicuci dengan
akudes sebanyak dua kali. Setelah itu ditetesi acid alcohol 50% selama 10 menit,
kemudian ditambahkan acid fuchsin selama satu malam. Setelah itu, kutu tersebut
ditambahkan glacial acetic acid selama 5 menit tanpa membuang acid fuchsin
sebelumnya. Setelah itu dilakukan pemberian alkohol secara bertingkat yaitu
alkohol 80% selama 5 menit, alkohol 95% selama 10 menit, alkohol 100% selama
10 menit, glacial acetic acid 5 menit, pemberian alkohol 100% kembali, carbol
xylene selama 2 menit, pemberian alkohol 100% kembali, dan minyak cengkeh.
Kemudian dilakukan mounting, yaitu penempatan dan pengaturan posisi kutu
putih pada preparat slide. Kutu putih ditata bagian tubuh sedemikian rupa dan
ditutup cover glass dengan media canada balsam. Kutu putih yang sudah dibuat
preparat dapat diidentifikasi menggunakan kunci yang disusun oleh Williams
(2004).
Identifikasi kutu daun hampir sama dengan kutu putih yaitu dibuat
preparat slide. Contoh kutu putih yang disimpan dalam alkohol 70%, dituang ke
dalam cawan sirakus. Spesimen kutu daun direbus dalam tabung reaksi yang
berisi alkohol 95% selama 5 menit. Kutu daun dituangkan kembali ke dalam
cawan sirakus, kemudian bagian abdomen dilubangi sebagai tempat untuk
mengeluarkan isi tubuh. Setelah itu, kutu daun dimasukkan ke dalam tabung
reaksi berisi KOH 10% dan direbus hingga tubuh transparan kemudian isi tubuh
dikeluarkan perlahan menggunakan jarum tangkai. Kutu daun yang sudah bersih
dan transparan kemudian dicuci dengan akudes sebanyak dua kali. Setelah itu
dilakukan pemberian alkohol secara bertingkat yaitu alkohol 80% selama lima
menit, alkohol 95% selama 10 menit, alkohol absolut selama 10 menit, dan
minyak cengkeh. Kemudian dilakukan mounting sama seperti pada kutu putih.

Identifikasi Patogen Penyakit


Pendugaan patogen dilakukan berdasarkan gejala makroskopis pada
contoh tanaman. Identifikasi penyakit akibat serangan cendawan dilakukan
pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop compound dan mikroskop
24

stereo. Identifikasi cendawan Deuteromycetes dilakukan berdasarkan ciri


morfologi secara mikroskopis menggunakan buku identifikasi Barnett dan Hunter
(1988). Identifikasi penyakit yang diduga akibat bakteri tidak dilakukan secara
mendalam, yaitu hanya melalui isolasi bakteri untuk melihat ciri morfologi koloni,
jenis gram bakteri, dan patogenisitas bakteri yang terisolasi.
Isolasi bakteri patogen diambil dari contoh sulur yang bergejala penyakit
busuk lunak yaitu coklat berair. Ekstraksi dilakukan dari bagian sulur yang
menunjukkan gejala, kemudian digerus menggunakan mortar dan diberi air steril
agar mudah lumat. Selanjutnya dilakukan pengenceran berseri dengan tingkat
pengenceran 10-1 hingga 10-8 dan hasil tiap pengenceran dicawankan sebanyak 1
ml. Pencawanan dilakukan pada media NA yang merupakan media umum untuk
bakteri. Koloni tunggal dari beberapa jenis bakteri yang mucul kemudian
dimurnikan sebagai isolat murni pada cawan yang terpisah menggunakan media
NA.
Uji gram dilakukan secara sederhana mengunakan KOH. Kaca preparat
disiapkan sebagai tempat untuk uji gram kemudian ditetesi KOH 3% di atasnya.
Masing-masing koloni bakteri yang ada diambil sebanyak satu lup menggunakan
jarum ose kemudian diletakkan di atas KOH tersebut. Koloni bakteri diaduk
perlahan dan ditunggu reaksinya beberapa saat. Apabila suspensi bakteri menjadi
berlendir, kental, dan lengket, maka koloni bakteri yang diujikan merupakan gram
negatif, sebaliknya apabila tidak begitu berlendir dan lengket maka koloni bakteri
tersebut merupakan gram positif.
Uji patogenisitas terdiri dari dua tahapan yaitu uji hipersensitifitas dan
inokulasi isolat bakteri ke sulur buah naga sehat. Uji reaksi hipersensitifitas
dilakukan pada daun tembakau yang sehat. Isolat murni bakteri yang diperoleh
kemudian dibiakkan dalam media cair LB sebanyak satu lup dan dikocok pada
shaker selama satu malam. Isolat kemudian disuntikkan sebanyak 1 ml pada daun
tembakau dan diamati pada 24 dan 48 jam setelah inokulasi. Isolat yang
menimbulkan nekrosis pada daun tembakau akan dilanjutkan untuk inokulasi ke
sulur sehat. Sebelum dilakukan inokulasi, isolat bakteri dibuat suspensi dalam air
steril sebanyak satu lup. Sebelumnya, dilakukan pelukaan pada sulur agar bakteri
cepat menginfeksi jaringan. Pelukaan dilakukan dengan menusuk-nusukkan jarum
25

steril pada permukaan sulur. Suspensi isolat bakteri tersebut di masukkan ke


dalam jaringan sulur menggunakan micropipette sebanyak 100 µl. Sulur tersebut
diinkubasikan selama 1 minggu dalam wadah lembab dan dilihat gejala yang
muncul.

Pengolahan Data
Keberadaan hama atau penyakit yang telah tersedia pada borang
pengamatan kemudian dipindahkan pada tabel kemudian pengukuran kejadian
hama atau penyakit menggunakan rumus (Cooke 2006) berikut:

Keterangan: L : persentase kejadian hama atau penyakit


n : jumlah tanaman terserang
N : jumlah seluruh tanaman yang diamati

Pengolahan data kejadian hama, penyakit dan organisme lain di pertanaman buah
naga menggunakan uji proporsi pada α=0.05. Uji proporsi dilakukan untuk
membandingkan kejadian antar lahan pengamatan pada masing-masing
pertanaman buah naga putih dan pertanaman buah naga merah. Perhitungan
proporsi (Walpole 1993) antar lahan menggunakan MS. Excel 2007 dengan rumus
sebagai berikut:

(pˆ1  pˆ 2 )  0
zh 
ˆ1 (1  p
p ˆ1 ) p ˆ (1  p
ˆ2)
 2
n1 n2

Keterangan: zh = proporsi hasil hitungan


p1 = proporsi serangga/penyakit/oraganisme lain di lahan 1
p2 = proporsi serangga/penyakit/oraganisme lain di lahan 2
n1 = jumlah tanaman yang diamati di lahan 1
n2 = jumlah tanaman yang diamati di lahan 2
26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di enam lahan perkebunan buah naga yaitu Sabila
Farm I (SF I), Sabila Farm II (SF II), Agrowisata Kaliurang (AK), lahan di Pantai
Trisik (PT), Larso Farm (LF), dan Teguh Farm (TF). Kondisi lahan secara umum
baik dan terawat. Perawatan yang dilakukan tidak berbeda jauh antara satu lahan
dengan lahan lain. Lahan buah naga putih terdiri dari dua lahan di dataran tinggi
dan satu lahan di dataran rendah, sedangkan lahan buah naga merah terdiri dari
satu lahan di dataran tinggi dan dua lahan di dataran rendah.

Gambar 3 Peta wilayah pengamatan (Sumber: BPK 2007)

Pengelolaan dan perawatan lahan yang dilakukan di SF I dan di SF II oleh


perkebunan yang sama. Sebelum ditanami buah naga, kebun ini merupakan lahan
kosong yang ditumbuhi semak belukar. Pola tanam buah naga di SF I adalah
monokultur, sedangkan SF II tumpang sari dengan tanaman pepaya. SF I memiliki
27

bagian kecil lahan yang ditanami buah sirsak, pepaya, dan srikaya, sedangkan di
SF II juga ditanami nanas. Sebelum ditanami buah naga, AK ditanami berbagai
jenis tanaman buah tahunan. Tanaman buah naga dilahan ini sudah banyak yang
berkayu dan sudah tinggi melebihi 2 m karena umur tanaman sudah mencapai 11
tahun. Gulma dan sulur di lahan ini sangat rimbun. Drainase lahan kurang baik,
karena saat pengamatan terdapat genangan air hujan diantar baris pertanaman.
Di pertanaman buah naga PT setiap tiang ditandai dengan bumbunan pasir
yang dibatasi oleh sabut kelapa sebagai penahan. Kondisi kebun buah naga ini
secara umum agak kurang terawat. Terlihat batok kelapa untuk pembatas
bumbunan tanah yang berantakan, banyaknya gulma, serta rimbunnya sulur. LF
kondisi pertanaman baik dan rapi. Setiap satu tiang terdapat bumbunan pasir yang
disertai pupuk kandang dan dikelilingi oleh sabut kelapa. Di setiap bumbunan
tersebut terlihat banyak arthropoda penghuni tanah seperti kelabang, luwing, kaki
seribu dan lainnya yang berkaitan dengan sistem budidaya menggunakan sistem
organik rasional. Tanaman tertata rapi dan setiap rumpun buah naga dibatasi oleh
kotak-kotak semen. Informasi keadaan enam lahan yang diperoleh dari hasil
wawancara kepada pengelola kebun dapat dilihat pada Tabel 4.

Cara Budidaya
Asal bibit dari masing-masing kebun berbeda-beda. Bibit yang digunakan
di SF berasal dari daerah Pasuruan, Jawa Timur, dengan harga Rp 1500 per cm
pada tahun 2005. Namun sekarang, kebun ini sudah memproduksi bibit stek
batang sendiri bahkan sudah menjual bibit ke luar. AK menggunakan bibit daerah
Malang, Jember, Surabaya, dan Thailand. Harga bibit yang diimpor dari Thailand
dibeli dengan harga Rp 2000 per cm pada tahun 2001. Kebun LF dan petani di PT
mendapatkan bibit dari kebun buah naga di Pantai Gelagah, dimana perkebunan
buah naga tersebut merupakan pelopor buah naga di daerah setempat sedangkan
TF mendapatkan bibit dari Jombang, Jawa Timur.
Contoh pembuatan bibit dilihat dari kebun SF. Bibit berasal dari sulur yang
sudah pernah berproduksi buah. Anakan cabang yang sudah berumur dan sehat
dapat digunakan untuk bibit. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pembuatan stek yaitu warna sulur hijau tua dan lengkungannya panjang, sulur
28

pernah berbuah, sulur mulus dan tidak terdapat bercak-bercak (gejala penyakit)
atau kerak dan mengambil bagian sulur yang tidak bercabang.

Gambar 4 Kondisi lahan pengamatan buah naga secara umum: (A) Sabila Farm,
(B) Larso Farm, dan (C) Teguh Farm.
29

Tabel 4 Kondisi dan cara budidaya secara umum enam lahan pengamatan buah naga
Lahan
Informasi lahan
Sabila Farm I Agrowisata Kaliurang Pantai Trisik Sabila Farm II Larso Farm Teguh Farm
Dataran lokasi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rendah
Ketinggian
495 490 0-10 495 0-10 0-10
(m dpl a)
Luasan (ha) 1.7 1 1 1 3.5 2
Jenis buah naga Putih Putih Putih Merah Merah Merah
Umur tanaman(tahun) 5-7 11 3-4 1.5 2 3-4
Cara tanam Monokultur Monokultur Monokultur Tumpangsari Monokultur Monokultur
Jarak tanam (m) 2.5 x 2.5 3x3 2.5 x 2.5 3 x 3, 3 x 2 2.5 x 2.5 2.5 x 2.5
Jenis tiang penyangga Beton, kayu jaranan Kayu jaranan, kleresede Beton Kayu jaranan Beton Beton
Jumlah tanaman per tiang 4 4-6 4-6 4 4 4
Kondisi lahan Terawat Kurang terawat Kurang terawat Terawat Terawat Terawat
Keberadaan gulma Sedikit Banyak Sedang Sedikit Sedikit Sedikit
Pengendalian gulma Herbisida Manual Manual Herbisida Manual Manual, Herbisida
a
meter di atas permukaaan laut

29
30

A B

C D

E F

Gambar 5 Kondisi lahan pengamatan buah naga putih (A,B,C) dan lahan
pengamatan buah naga merah (D,E,F): (A) Kebun Sabila Farm I,
(B) Kebun Agrowisata Kaliurang, (C) Kebun di Pantai Trisik, (D)
Kebun Sabila Farm II, (E) Kebun Larso Farm, dan (F) Kebun
Teguh Farm.

Sulur yang terseleksi diproses menjadi bibit. Sulur dipotong sepanjang 30


cm, kemudian salah satu ujung sulur diruncingkan. Tujuan dari peruncingan ini
untuk memudahkan pertumbuhan akar saat ditanam (Soetopo 2010). Kemudian
sulur dikeringkan selama 10-15 hari agar sulur tidak mudah busuk dan lebih tahan
terhadap penyakit. Sulur tersebut akan terbentuk kalus di bagian yang telah
31

dipotong. Penanaman bibit dapat dilakukan di polibag, bedengan khusus


pembibitan, ataupun langsung ditanam pada lahan. Stek batang di tanam di media
tanah yang terdiri dari tanah, sekam bakar, dan pupuk kandang.
Persiapan lahan yang dilakukan masing-masing kebun tidak jauh berbeda.
Persiapan lahan yaitu permukaan diratakan terlebih dahulu untuk memudahkan
pengelolaan selanjutnya. Setelah itu pembersihan lahan dilakukan, termasuk
gulma. Persiapan lahan meliputi pembuatan lubang tanam yang berukuran 100 cm
x 100 cm x 25 cm. Kemudian lubang tanam diisi dengan media tanam yang terdiri
dari pupuk kandang, sekam bakar, dan dolomit. Setelah itu dilakukan pemasangan
tiang penyangga. Pemindahan bibit ke lahan dilakukan setelah 2-3 bulan, ketika
stek batang tersebut sudah muncul anakan sulur sepanjang ± 25 cm. Berdasarkan
hasil wawancara, pemupukan semua kebun menggunakan pupuk kandang di awal
dan juga aplikasi secara berkala (Tabel 5). Pemupukan selanjutnya menggunakan
beberapa jenis pupuk lain, seperti NPK, ZA, urea, dan kompos buah. Aplikasi
pupuk lain setiap lahan berbeda baik dosis maupun frekuensi aplikasinya.
Budidaya dilakukan dengan menyiapkan bibit yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Tiga hari sebelum tanam, tanah diberi 100 g pupuk NPK sebagai
starter tanaman. Stek bibit ditanam 4 sisi tiang penyangga. Satu tiang
diasumsikan sebagai satu rumpun yang terdiri dari 4 tanaman buah naga. Stek
bibit ditanam di tanah sedalam 2-5 cm. Bibit yang telah ditanam kemudian diikat
menggunakan tali agar tidak rubuh. Pengikatan ini sebaiknya tidak terlalu kencang
agar tidak melukai stek batang tersebut. Apabila batang terluka, dikhawatirkan
akan menjadi jalan masuk patogen penyakit.
Setelah penanaman kemudian dilakukan perawatan tanaman. Penyiraman
dilakukan pada kondisi tertentu saja, misalnya tidak turun hujan dalam jangka
waktu lama. Pertanaman yang berada di daerah pantai cenderung memerlukan
penyiraman yang lebih rutin dibandingkan di daerah dataran tinggi. Hal ini
disebabkan oleh kondisi tanah yang terdiri dari pasir dan suhu yang tinggi
sehingga penguapan lebih tinggi. Tetapi umumnya tanaman buah naga tidak
memerlukan pengairan. Saat tanaman berada pada 2-3 bulan sebelum tanaman
berbunga, sebaiknya dilakukan stressing tanaman dengan pengurangan air.
Tujuannya agar tanaman lebih cepat berbunga (Soetopo 2010).
32

Tanaman buah naga akan berproduksi tinggi apabila dilakukan perawatan


yang baik dan benar. Buah naga menghendaki kondisi sinar matahari yang
terpapar langsung dan kondisi lahan yang bersih dari gulma. Agar matahari dapat
terpapar langsung ke tanaman buah naga, maka naungan dari bangunan atau
pohon lain harus dihindari. Selain itu, sulur yang sudah rimbun sebaiknya
dilakukan pemangkasan. Pemangkasan terutama dilakukan pada sulur yang sudah
tua, kemudian dapat digunakan sebagai bibit. Pemangkasan sulur juga dilakukan
pada sulur yang bergejala penyakit untuk menghindari penyebaran penyakit.
Pemupukan termasuk dalam perawatan buah naga. Pemupukan yang
dilakukan di SF pada bulan ke-4 dan bulan ke-8 setelah tanam. Pupuk yang
diberikan adalah 10-15 kg pupuk kandang dan 100-200 g pupuk NPK. Apabila
pertumbuhan tanaman masih kurang subur maka sebaiknya diberi pupuk daun
sesuai aturan dalam kemasan. Kondisi kurang subur ditandai dengan pertumbuhan
sulur cabang yang lambat dan tidak besar.
Pemanenan buah dilakukan setelah sekitar 33 hari bunga mekar. Ciri buah
yang dapat dipanen yaitu warna merah yang menyeluruh pada permukaan kulit
dan tangkai buah mulai retak. Pemanenan harus dilakukan tepat waktu, karena
apabila buah telat dipanen maka akan retak dan menjadi cepat busuk. Pemanenan
buah dilakukan dengan gunting khusus. Buah yang sudah dipanen kemudian
dikemas untuk dikirim ke konsumen. Belum dilakukan perlakuan pascapanen di
kebun pengamatan. Perlakuan pascapanen yang dilakukan hanya membersihkan
buah dari semut maupun kotoran pada buah.
Buah naga dibedakan berdasarkan jenis buah baik warna kulit maupun
warna daging buah. belum banyak diketahui jenis buah naga berdasarkan varietas
di Indonesia. Sabila Farm memiliki 2 varietas buah naga yang sudah diuji melalui
pelepasan varietas oleh Menteri Pertanian. Dua jenis varietas tersebut adalah Buah
Naga Varietas Sabila Putih (2103/Kpts/SR.120/5/2010) dan Buah Naga Varietas
Sabila Merah (2105/Kpts/SR.120/5/2010). Kedua varietas ini dapat beradaptasi
dengan baik pada dataran rendah hingga dataran tinggi dengan ketinggian 1-1000
meter di atas permukaan laut (m dpl). Persentase bunga menjadi buah tinggi,
cabang yang sudah berbuah dapat berbuah lagi dan bila panen ditunda buah tidak
mudah retak (Soetopo 2010).
33

Ukuran buah di kebun pengamatan untuk buah naga putih berkisar antara
500-1300 g, sedangkan untuk buah naga merah antara 300-1000 g. Berdasarkan
hasil wawancara dengan pengelola kebun, LF memiliki lima jenis buah naga
merah dan satu jenis buah naga putih. Jenis I disebut dengan buah naga merah
mawar, bentuk sisik buah seperti buah mawar. Buah naga jenis ini memiliki
tingkat kemanisan buah 22-24 briks. Jenis II disebut dengan buah naga super
merah (super red). Jenis III memiliki tingkat kemanisan 20-22 briks. Jenis IV
memiliki ciri buah berwarna merah keemasan dan memiliki tingkat kemanisan 18-
22 briks. Jenis V memiliki bentuk buah yang lonjong dan memiliki rasa yang
paling masam diantara jenis lainnya yaitu 16-18 briks.
34

Tabel 5 Aplikasi pemupukan pada lahan pengamatan buah naga berdasarkan hasil wawancara pengelola kebun

Jenis pupuk
Nama lahan Pupuk kandang NPK Pupuk lain
Dosis Dosis Jenis
Frekuensi Frekuensi Dosis Frekuensi
(kg/tiang) (g/tiang) Pupuk
Sabila Farm I & II 10-15 Awal tanam dan 3 50 Setahun sekali - - -
bulan sekali (menjelang
berbuah)
Agrowisata Kaliurang 10 Awal tanam dan 50 3 bulan sebelum - - -
setahun sekali berbunga
(setelah panen)
Petani di Pantai Trisik 60 Awal tanam saja - - - - -
20 Awal tanam dan 3 400 Saat umur ZA (tidak Saat umur
bulan sekali tanaman 6 bulan diketahui) tanaman 20
Larso Farm (dicampur
dan 20 bulan bulan
dengan
pupuk
Nopcor*)
Teguh Farm 20 Awal tanam dan 6 - - Kompos 5 l/tiang 2 minggu
bulan sekali buah sekali
* Pupuk buatan yang berasal dari bakteri sebagai campuran pupuk NPK .

34
35

Penyerbukan
Penyerbukan tanaman buah naga putih di kebun pengamatan terjadi secara
alami. Sehingga tidak dilakukan penyerbukan secara manual. Tidak sama halnya
dengan tanaman buah naga merah. Penyerbukan secara alami mungkin terjadi
pada tanaman buah naga merah. Tetapi, buah yang dihasilkan dari penyerbukan
alami memiliki ukuran kecil dan lebih sering tidak menghasilkan buah sama sekali
sehingga harus dilakukan penyerbukan manual oleh pengelola kebun.
Penyerbukan buah naga merah di SF dilakukan sekitar pukul 23:00.
Penyerbukan dilakukan secara sederhana yaitu putik dan serbuk sari berasal dari
bunga yang sama. Posisi putik yang lebih tinggi dari benang sari menyebabkan
bunga tidak dapat terjadi penyerbukan secara normal (Pushpakumara et al. 2005).
Penyerbukan buatan dilakukan dengan menaburi serbuk sari ke atas kepala putik
menggunakan tangan atau kuas. Cara lain penyerbukan yaitu dengan menarik
putik menjadi lebih rendah dari benang sari secara perlahan kemudian
menempelkan putik pada serbuk sari dengan cara menggoyang-goyangkan.
Keesokkan pagi, bunga akan menguncup perlahan dan layu. Masa kuncup bunga
hingga terjadinya antesis berlangsung selama 30 hari.

Hama
Hama belum menjadi permasalahan dalam budidaya buah naga. Namun,
beberapa hama di kebun pengamatan sudah banyak ditemukan. Hama yang
ditemukan diantaranya kutu putih (Hemiptera:Pseudococcidae), kutu daun
(Hemiptera:Aphididae), semut (Hymenoptera:Formicidae), belalang
(Orthoptera:Acrididae), tungau (Acarina:Tetranychidae), bekicot (Acathina
fulica), dan burung serta ayam sebagai penganggu dipertanaman.
Tabel 2 dan Tabel 3 menyajikan persentasi kejadian hama berdasarkan
bagian tanaman yang terserang (sulur, buah, dan bunga) di enam kebun buah naga
yang diamati. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan keberadaan hama belum
menjadi permasalahan karena belum menyebabkan kerugian ekonomi yang
berarti. Masing-masing kebun memiliki perbedaan kejadian hama yang dominan.
SF I, SF II, dan AK memiliki keberadaan hama tertinggi yaitu bekicot. Kedua
kebun tersebut berada di dataran tinggi sehingga memiliki kondisi alam yang
36

Tabel 6 Kejadian hama pada sulur tanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah

Pertanaman
a
Buah naga putih Buah naga merah a
Hama Agrowisata Sabila Farm
Sabila Farm I Pantai Trisik Larso Farm Teguh Farm
Kaliurang II
n % n % n % n % n % n %
Kutu putih 30 16.67a 29 0.00b 30 10.00ab 30 0.00a 30 0.00a 30 0.00a
Kutu daun 30 0.00a 29 0.00a 30 0.00a 30 0.00a 30 3.33a 30 0.00a
Belalang Acrididae 30 16.67a 29 6.90a 30 30.00ab 30 3.33a 30 3.33a 30 13.33a
Valanga sp. 30 0.00a 29 0.00a 30 53.33b 30 3.33a 30 3.33a 30 3.33a
Tungau (kusam) 30 10.00a 29 31.03b 30 23.33ab 30 16.67a 30 76.67b 30 35.83a
Bekicot 30 56.67a 29 34.48a 30 3.33b 30 36.67a 30 0.00b 30 10.00b
a
Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama pada jenis tanaman yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji proporsi dengan α= 0.05

36
37

Tabel 7 Kejadian hama pada buah dan bunga tanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah

Pertanaman
a
Buah naga putih Buah naga merah a
Hama Agrowisata Sabila Farm
Sabila Farm I Pantai Trisik Larso Farm Teguh Farm
Kaliurang II
n % n % n % n % n % n %
Kutu putih 21 0.00a 11 18.18a 23 13.04a 0 0.00a 18 11.11a 16 25.00a
Kutu daun 21 14.39a 11 0.00a 23 0.00a 0 0.00a 18 11.11a 16 37.50a
Semut rangrang merah 21 14.29a 11 27.27a 23 0.00ab 0 0.00a 18 22.22a 16 12.50a
Valanga sp. 21 0.00a 11 0.00a 23 34.78b 0 0.00a 18 0.00a 16 0.00a
Belalang Acrididae 21 0.00a 11 0.00a 23 39.13b 0 0.00a 18 0.00a 16 0.00a
Bekicot 21 8.00a 11 0.00a 23 0.00a 0 0.00a 18 0.00a 16 0.00a
Burung 21 23.81a 11 0.00a 23 0.00a 0 0.00a 18 0.00a 16 0.00a
Ayam 21 9.52a 11 0.00a 23 0.00a 0 0.00a 18 0.00a 16 0.00a
a
Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama pada jenis tanaman yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji proporsi dengan α= 0.05

37
38

sama. Kondisi alam yang dimaksud adalah curah hujan, suhu udara, kelembaban,
dan angin yang mendukung kehidupan bekicot beserta perkembangbiakannya.
Berbeda dengan tiga kebun sebelumnya, kebun di PT, LF, dan TF memiliki
kejadian bekicot dibawah 10%. Ketiga kebun ini berada di daerah pantai. Kebun
di PT memiliki kejadian hama tertinggi yaitu belalang. Kejadian hama belalang di
kebun ini sangat banyak. Hal ini dikarenakan kondisi kebun yang panas dan
kering sehingga cocok untuk perkembangan belalang dibanding di dataran tinggi.
Secara umum kejadian hama belalang di daerah pantai lebih besar jika
dibandingkan di dataran tinggi. Kejadian hama belalang di kebun pantai Trisik
didukung oleh keberadaan gulma. Kebun ini kurang dalam pemeliharaan
pertanaman, sehingga gulma jarang dilakukan penyiangan. Saat pengamatan,
belalang banyak berada di gulma tersebut. Kebun di Larso Farm dan Teguh Farm
hama yang dominan adalah tungau, dimana kejadian hama ini diamati dari gejala
kusam yang ditimbulkan di sulur. Kejadian belalang di kedua kebun ini tidak
besar karena kebun ini melakukan perawatan kebun yang baik. Penyiangan gulma
rutin dilakukan, sehingga keberadaan gulma di lahan sedikit.
Kejadian hama di buah dan bunga tidak ada yang terlihat begitu dominan
di masing-masing kebun. Kebun Sabila Farm I memiliki kejadian hama yang
tertinggi yaitu burung, sedangkan kebun pengamatan lain tidak ada kejadian hama
yang diakibatkan oleh burung. Hal ini dikarenakan saat pengamatan tanaman buah
naga di Sabila Farm II dan Agrowisata Kaliurang sedang tidak berbuah banyak
seperti di Sabila Farm I sedangkan di ketiga lahan di pantai tidak terlihat
keberadaan burung. Kebun Agrowisata Kaliurang dan Larso Farm memiliki
kejadian hama di buah yang cukup dominan yaitu semut rangrang merah. Kebun
di Pantai Trisik memiliki kejadian hama dominan pada buah yang sama pada
sulur, yaitu belalang karena keberadaan belalang di kebun ini sangat banyak
jumlahnya. Sedangkan hama dominan di Teguh Farm yaitu kutu daun.
Kejadian hama kutu daun dan kutu putih di Larso Farm dan Teguh Farm
memiliki jumlah yang hampir sama. Korelasi keberadaan kutu daun dan kutu
putih yaitu tingginya keberadaan semut, baik semut rangrang merah, semut
polycharis, dan semut hitam biasa. Semut dan kutu tersebut memiliki hubungan
39

simbiosis. Semut mendapatkan makanan yang dihasilkan ekskresi kutu dan


penyebaran kutu dibantu oleh semut yang mengambil makanan. Selain hama,
terdapat ayam kampung yang menjadi penganggu di pertanaman buah naga.
Ayam kampung merupakan hewan peliharaan yang umum masyarakat di sekitar
pertanaman buah naga yang jika dibiarkan lepas di pertanaman dapat
menimbulkan kerugian karena mematuki buah. Ayam mematuki buah hingga
rusak dan terkadang hingga isi buah habis. Buah yang diserang ayam biasanya
dekat dengan permukaan tanah, sehingga mudah dijangkau oleh ayam.

Kutu putih
Kutu putih (mealybug) ditemukan ada pada tanaman buah naga. Kutu
putih famili Pseudococcidae terdiri atas banyak jenis. Terdapat tiga spesies kutu
putih yang ditemukan dan berhasil diidentifikasi pada penelitian ini, yaitu
Pseudococcus jackbeardsleyi, Ferrisia virgata, dan Planococcus sp. Kejadian
hama kutu putih di lahan pengamatan tidak tinggi dan kejadiannya tidak berbeda
antar lahan.
Kutu putih banyak ditemukan pada buah bagian sisik maupun permukaan
kulit buah. Beberapa juga ditemukan di sulur pada sisi yang tidak langsung
terkena cahaya matahari. Menurut Borror et al. (1996), kutu putih dapat
ditemukan hampir diseluruh bagian inang. Kutu putih dapat dijumpai dalam
koloni maupun individu. Beberapa koloni juga ditemukan bersama dengan ovisac
yang terlapisi lilin. Buah yang terserang kutu putih terlihat nekrosis bekas tusukan
stilet yang cukup jelas. Kutu putih mengkolonisasi permukaan buah menyebabkan
buah menjadi menguning, mengerut, dan mengecil. Kutu putih dan lilinnya tetap
tertinggal pada permukaan buah.
Keberadaan kutu putih mengundang kehadiran semut hitam maupun semut
rangrang merah. Sebagian kutu putih menghasilkan embun madu dan memiliki
hubungan simbiosis dengan semut serta embun jelaga (Faridah 2011). Semut
memanfaatkan embun madu untuk makanannya, sehingga semut melindungi kutu
putih dari serangan predator serta membantu dalam penyebaran kutu putih.
Ciri serangga famili ini adalah terdapat lapisan lilin berwarna putih pada
tubuhnya. Ukuran tubuh kutu putih sekitar 3-4 mm. Tubuh betina berbentuk bulat
40

telur-memanjang dan beruas serta memliki tungkai yang berkembang. Beberapa


jenis bertelur dan ada juga yang melahirkan nimfa (Borror et al. 2006).

Kutu Daun
Kutu daun (aphid) menjadi salah satu hama yang ditemukan di pertanaman
buah naga. Kutu daun termasuk famili Aphididae. Spesies kutu daun yang
ditemukan di pertanaman buah naga berdasarkan hasil identifikasi yaitu Aphis
gossypii, Branchycaudus helichrysi, dan Toxoptera odinae. Terdapat beberapa
jenis koloni kutu daun yang ditemukan, diantaranya terdapat koloni kutu yang
berwarna tubuh hijau, hitam keabuan, dan coklat.
Kutu ini dapat terlihat pada sisik buah yang masih hijau maupun sudah
merah. Kutu daun juga terdapat di kelopak bunga. Sisi buah yang terdapat imago
atau nimfa kutu terlihat nekrotik (menguning) akibat hisapan melalui alat
mulutnya yang bertipe menusuk menghisap. Buah terserang pertumbuhannya
tidak baik sehingga buah mengecil dan mengerut. Eksuvia kutu daun berwarna
putih dan ditemukan disekitar koloni.
Keberadaan hama ini mengundang datangnya semut, terutama semut
rangrang merah. Aphid menyekresikan embun madu yang dikeluarkan dari dubur.
Embun madu terdiri dari cairan tumbuhan yang ditelan serangga secara
berlebihan. Cairan tumbuhan itu dicampur oleh gula dan bahan limbah yang
dihasilkan dari dalam tubuh aphid. Embun madu ini diproduksi dalam jumlah
yang cukup sehingga menyebabkan permukaan objek dibawahnya menjadi lekat.
Embun madu adalah makanan kesenangan dari banyak semut (Borror et al. 1996).
Ukuran imago antara 2-3 mm. Kutu daun biasanya dapat dikenali dengan
bentuk persik mereka yang khas, sepasang kornikel pada ujung posterior
abdomen, dan antena yang cukup panjang (Borror et al. 1996). Ketiga spesies
kutu daun ini memiliki ciri khas masing-masing. Identifikasi Toxoptera sp.
dicirikan oleh adanya stribulatory pada bagian abdomen tubuh kutu. Identifikasi
Branchycaudus helichrysi dicirikan oleh lubang spiracular pendek dan kauda
pendek. Aphis gossypii dicirikan oleh kauda pucat atau kehitam-hitaman dan
siphunculi bercorak gelap. Ketiga kutu ini merupakan serangga polifag (Blackman
dan Eastop 2000).
41

A B
B
G

C D

E G

Gambar 6 Hama kutu putih: (A) serangan kutu putih pada buah, (B) Semut
yang berasosiasi dengan kutu putih, (C) Pseudococcus
jackbeardsleyi, (D) Ferisia virgata, (E) Planococcus sp., (F)
Gejala akibat kutu putih, buah menjadi kerdil dan mengerut, dan
(G) Preparat kutu Ferisia virgata.
42

A B

C D

Gambar 7 Hama kutu daun: (A) Koloni kutu daun berwarna abu-abu pada
sisik buah, (B) Koloni kutu daun berwarna coklat yang
berasosiasi dengan semut hitam, (C) Preparat slide Aphis
gossypii., (D) Preparat slide Branchycaudus helichrysi, dan (E)
Preparat slide Toxoptera odinae.
43

Semut
Semut berperan sebagai predator beberapa jenis hama di alam. Namun
pada beberapa kasus, famili Formicidae ini dapat tergolong sebagai hama seperti
pada tanaman buah naga. Terdapat beberapa spesies semut yang ditemukan di
pertanaman buah naga, yaitu semut rangrang merah, semut hitam, semut hitam
abdomen besar, dan semut merah kecil. Semut yang dinilai sebagai hama adalah
semut rangrang merah. Spesies semut rangrang merah yang diidentifikasi yaitu
Oecophylla sp., Camponotus sp., dan Euprenolepis sp.
Semut rangrang merah teramati merusak buah dengan membuat sarang.
Buah menjadi berlubang dan hitam, sehingga menurunkan kualitas buah beserta
harga jual bahkan tidak layak jual. Terdapat juga gejala akibat keberadaan semut
rangrang merah yaitu bekas gigitan semut yang mengakibatkan permukaan kulit
buah menjadi coklat dan tampilan menjadi tidak menarik lagi. Selain di buah,
semut juga membuat sarang di sulur.
Selain menyebabkan kerugian secara langsung, semut juga menyebabkan
kerugian secara tidak langsung. Banyaknya semut pada buah mengganggu pada
saat panen bagi petani. Beberapa spesies semut juga berasosiasi dengan kutu putih
dan kutu daun. Semut memanfaatkan embun madu dari kutu-kutu tersebut. Semut
dianggap merugikan petani, namun bermanfaat bagi kutu daun karena membantu
melindungi kutu dari serangan parasitoid dan predator serta membantu
pemencarannya (Faridah 2011). Hampir semua jenis semut yang diamati
berasosiasi dengan kutu. Selain semut rangrang merah, didapati semut hitam yang
memiliki abdomen besar. Spesies semut ini teridentifikasi yaitu Polycharis sp.
Spesies semut ini dicirikan oleh adanya petiol berbentuk seperti duri.

Belalang
Belalang menyerang tanaman buah naga dengan kejadian yang belum
parah. Belalang merupakan famili Acrididae dan beberapa spesies yang
ditemukan di pertanaman buah naga. Spesies belalang yang ditemukan yaitu
Valanga sp. (belalang kayu), Oxya sp. dan Atractomorpha sp. (belalang pocong).
Setiap spesies memiliki tingkat serangan yang berbeda di masing-masing lahan.
44

Serangan belalang dapat terlihat pada sulur, terutama sulur muda berupa
gigitan. Jenis belalang yang banyak terlihat menyerang tanaman buah naga adalah
belalang kayu, terutama di Pantai Trisik. Hanya di lahan ini belalang kayu
menyerang hingga buah. Hal ini karena populasi belalang di pertanaman ini
sangat tinggi sehingga belalang menyerang buah. Serangan di buah berupa gigitan
pada sisik buah, terutama buah yang masih hijau. Menurut wawancara dengan
petani di Pantai Trisik, serangan belalang mengakibatkan luka akibat gigitan yang
berwarna coklat pada permukaan kulit buah. Populasi belalang jenis lain di Pantai
Trisik juga tinggi, sedangkan di pertanaman lain sedikit. Keberadaan belalang ada
di seluruh kebun pengamatan, terutama di kebun yang terdapat gulma banyak.

Tungau
Serangan tungau dapat terlihat pada sulur tanaman buah naga. Tungau
yang menyerang buah naga berasal dari famili Tetranychidae. Tungau dari famili
ini biasa disebut dengan tungau laba-laba karena bentuknya yang menyerupai
laba-laba. Tungau tidak dapat terlihat oleh mata telanjang pada saat pengamatan
di lapang. Tungau baru terlihat dengan menggunakan mikroskop stereo.
Pengamatan tungau dilihat dari gejala yang timbulkan oleh tungau ini
yaitu kusam pada sulur. Sulur kusam yang diakibatkan oleh tungau ini berbeda
dengan kusam putih yang terserang patogen penyakit dan kusam yang memang
menjadi ciri morfologi satu jenis buah naga merah. Sulur yang terserang tungau
berwarna putih bintik-bintik putih pada sulur. Warna putih apabila dipegang tidak
ada serbukan tertinggal di tangan. Kusam yang merupakan ciri morfologis sulur
buah naga merah, berwarna putih merata pada seluruh sulur. Warna putih tidak
seperti bercak-bercak, sedangkan kusam yang diakibatkan oleh patogen, berwarna
putih dan bila dipegang akan menempel serbukan spora. Bila dilihat dengan mata
telanjang, disekitar warna putih tersebut terdapat bintik-bintik spora.
Tungau Tetranychidae merupakan tungau polifag. Telur-telurnya
diletakkan pada tumbuh-tumbuhan saat musim kemarau. Telur tersebut menetas
dalam waktu 4-5 hari pada musim kemarau. Pertumbuhan dari telur hingga
dewasa membutuhkan waktu 3 minggu. Instar yang belum dewasa biasanya
45

berwarna kekuning-kuningan atau pucat, sedangkan imago berwarna kekuningan


atau kehijauan (Borror et al.1996).

A B

C D

Gambar 8 Gejala akibat semut yang menjadi hama dan beberapa spesies semut
yang ditemukan di pertanaman buah naga: (A) Gejala lubang
berwarna hitam pada buah akibat serangan semut rangrang merah, (B)
Sarang semut rangrang pada sulur, (C) Semut hitam pada buah, dan
(D) Semut Polycharis sp. pada bakal buah.

A B

Gambar 9 Hama belalang: (A) Individu Valanga spp. di pertanaman dan (B)
Gejala gerigitan akibat serangan belalang di sisik buah muda.
46

A B

C D

Gambar 10 Hama tungau: (A) Kusam yang diakibatkan oleh serangan tungau
Tetranychidae, (B) Kusam pada sulur yang merupakan ciri
morfologis pada satu jenis tanaman buah naga merah, (C) Imago
tungau dalam preparat, dan (D) Imago tungau di jaringan tanaman.

Bekicot
Bekicot ditemukan di pertanaman buah naga pada bagian sulur. Bekicot
atau keong (Acathina fulica) dapat menimbulkan dampak negatif terutama pada
fase bibit buah naga yang baru dipindah tanam. Bekicot terlihat pada tanaman
buah naga terutama di bagian pangkal sulur dan di tiang penyangga tanaman.
Hama ini aktif pada malam hari. Gejala serangan bekicot yaitu terlihat gigitan
pada tunas sulur atau sulur muda. Gigitan berawal dari bagian pinggirnya. Bekicot
menggunakan mulut (rahang) yang juga berfungsi sebagai alat pemotong daun
muda yang selanjutnya dimakan dengan bantuan lidahnya (Prihandini dan Alfiah
2006).
Tanda kehadiran hama ini juga dapat terlihat dari kotoran bekicot. Kotoran
berwarna hitam dan ditemukan pada sulur, tiang penyangga, ataupun di
permukaan tanah. Selain itu, tanda kehadiran bekicot juga dapat dilihat dari
keberadaan bekas cangkang. Cangkang berasal dari zat kapur. Panjang cangkang
47

keong ini berkisar antara 100-130 mm, lebar 45-60 mm, panjang mulut cangkang
50-55 mm. Bekicot ini bersifat hermaprodit dan dapat berkembang biak dengan
sangat cepat (Prihandini dan Alfiah 2006).

Burung
Burung menyerang buah terutama buah di permukaan atas. Gejala buah
yang terserang yaitu terdapat lubang-lubang berbentuk khas bekas patukan paruh,
berdiameter sekitar 2-3 cm. Lubang tersebut cukup dalam dan mengakibatkan
buah menjadi busuk sehingga tidak jarang dihingapi oleh lalat buah Drosophila.
Terkadang buah hampir separuh bagian dimakan.
Serangan burung memiliki kejadian yang tidak banyak, namun
keparahannya tinggi. Kerusakan yang diakibatkan hama ini cukup berat hingga
buah tidak dapat dikonsumsi. Selama pengamatan di lapang, burung tidak dapat
terlihat jelas karena mobilisasinya yang sangat tinggi, terutama saat manusia
datang mendekati mereka. Oleh sebab itu, tidak diketahui jenis burung yang
menyerang buah naga ini. Pengendalian hama ini belum dilakukan hingga saat ini.

Ayam
Ayam menjadi penganggu di kebun buah naga. Ayam menyerang bagian
buah, terutama daging buahnya sehingga kehadirannya menyebabkan kerugian.
Serangan hama ayam cukup parah, terutama untuk buah yang dekat dengan
permukaan tanah sehingga mudah dijangkau oleh ayam tersebut. Ayam dapat
memakan buah hingga ketinggian sekitar 70 cm dari permukaan tanah.
Pertanaman yang diganggu ayam biasanya berada di sekitar rumah penduduk,
karena hewan ini didomestikasikan sehingga tidak dapat dikatakan sebagai hama.
Keparahan akibat hama ayam sangat besar, namun kejadian yang
disebabkan oleh hama ini tidak banyak. Ayam dapat memakan separuh bagian
apabila buah masih menggantung disulur, sedangkan untuk buah yang sudah jatuh
ayam dapat menghabiskan daging buah dan hanya tersisa kulit bagian luar. Buah
yang terserang ayam dapat rusak parah.
48

A B

C D

Gambar 11 Hama bekicot, burung, dan ayam: (A) Bekicot di tiang penyangga
dekat sulur, (B) Gejala burung di buah berupa lubang-lubang yang
cukup dalam dari paruh burung, (C) Ayam yang berada di tengah
pertanaman, dan (D) Buah terserang ayam yang masih berada di
sulur.

Penyakit

Tanaman buah naga tergolong relatif tahan terhadap serangan patogen.


Penyakit pada tanaman ini hampir sama dengan penyakit yang biasa menyerang
kaktus. Beberapa gejala penyakit ditemukan dilapangan, meskipun hingga saat ini
belum menjadi masalah yang dapat menurunkan hasil panen. Penyakit yang
ditemukan berasosiasi dengan patogen diantaranya yaitu karat merah alga
(Cephaleuros sp.), bercak orange sulur (Fusarium sp.), putih sulur
(Botryosphaeria sp. dan Phomopsis sp.), hawar sulur (Helminthoporium sp.) dan
antraknosa sulur (Colletotrichum sp.), kuning sulur, kusam putih sulur
(Dothiorella sp.), antraknosa buah (Colletotrichum sp.), bercak orange buah
(Altenaria sp.), dan busuk lunak batang (Pushpakumara et al. (2005) disebabkan
oleh Xanthomonas campestris). Selain itu, terdapat juga gejala bintik hitam pada
sulur yang belum berhasil diidentifikasi.
49

Penyakit karat merah alga memiliki gejala bercak merah kecoklatan pada
sulur. Penyakit bercak orange memiliki gejala berupa bercak berwarna orange
yang menyebar secara tidak beraturan. Sulur putih memiliki tiga gejala berbeda
yang disebabkan oleh patogen berbeda. Terdapat gejala yang diduga bentuk dari
peristiwa fisiologis setiap sulur tua. Hawar pada sulur menunjukkan gejala yaitu
bercak hitam meluas dan antraknosa bercak berwarna coklat jerami. Kusam putih
menunjukkan gejala bintik putih serbuk yang merata pada permukaan sulur.
Busuk lunak batang memiliki gejala busuk berwarna coklat dan berair.
Gejala sulur menguning diduga akibat kekurangan unsur hara yaitu nitrogen.
Kejadian sulur menguning berkorelasi dengan aplikasi pupuk yang dilakukan oleh
masing-masing kebun. Penyakit antraknosa pada buah menunjukkan gejala bercak
coklat dan hitam yang khas. Penyakit bercak orange pada buah memiliki gejala
bercak seperti karat berwarna orange pada permukaan kulit buah. Gejala bintik
hitam terlihat bintik-bintik hitam yang menyebar ke seluruh permukaan sulur.
Bintik ini apabila diamati di bawah mikroskop stereo, terlihat permukaan sulur
menonjol berwarna coklat.
Kejadian penyakit pada sulur dan buah tersedia pada Tabel 3. Penyakit
karat merah alga memiliki persentase kejadian yang cukup tinggi pada
pertanaman buah naga putih maupun buah naga merah. Penyakit ini akan
berkembang dengan baik pada kondisi lingkungan yang lembab seperti di kebun
Sabila Farm dan Agrowisata Kaliurang. Kejadian penyakit ini berbeda antar lahan
buah naga putih, tetapi tidak saling berbeda di lahan buah merah. Kejadian
penyakit bercak orange dan antraknosa ada pada semua lahan pengamatan, tetapi
tidak saling berbeda kejadiannya antar lahan buah naga putih maupun buah naga
merah. Gejala antraknosa pada sulur tidak tinggi dan setelah diidentifikasi
terdapat dua patogen penyebab yaitu Colletotrichum sp. dan Helminthosporium
sp. Gejala yang disebabkan oleh Helminthosporium sp. lebih tepat apabila disebut
gejala hawar sulur.
Kejadian penyakit tertinggi di sulur pada pertanaman buah naga putih dan
buah naga merah adalah sulur putih. Berdasarkan hasil identifkasi gejala ini
disebabkan oleh dua patogen (Botryosphaeria sp. dan Phomopsis sp.) dan
peristiwa fisiologis yang terjadi pada sulur tua. Saat pengamatan pendataan ketiga
50

Tabel 8 Kejadian penyakit pada sulur dan buah pertanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah

Pertanaman
a
Buah naga putih Buah naga merah a
Penyakit Agrowisata Sabila Farm
Sabila Farm I Pantai Trisik Larso Farm Teguh Farm
Kaliurang II
n % n % n % n % n % n %
Pada sulur
Karat merah alga 30 76.67a 29 82.76a 30 60.00ab 30 23.33a 30 46.67a 30 33.33a
Bercak orange 30 33.33a 29 31.03a 30 40.00a 30 20.00a 30 26.67ab 30 20.00a
Sulur putih 30 100.00a 29 100.00a 30 100.00a 30 66.67a 30 63.33ab 30 100.00c
Hawar dan
13.79a 10.00a 16.67a 16.67a 16.67a
ntraknosa 30 10.00a 29 30 30 30 30
Kusam putih 30 0.00a 29 13.79b 30 0.00a 30 6.67a 30 3.33b 30 70.00c
Busuk lunak
30 16.67a 29 20.69ab 30 40.00b 30 3.33a 30 10.00b 30 43.33c
batang
Kuning sulur 30 16.67a 29 82.76b 30 76.67b 30 0.00a 30 80.00b 30 100.00a
Bintik hitam 30 10.00a 29 10.34a 30 0.00a 30 0.00a 30 86.67b 30 53.33c
Pada buah
Bercak orange 21 19.05a 11 18.18a 23 41.30a 0 0.00a 18 33.33a 16 50.00a
Antraknosa 21 9.52a 11 0.00a 23 13.04a 0 0.00a 18 27.78a 16 6.25a
a
Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama pada jenis tanaman yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji proporsi dengan α= 0.05

50
51

gejala sulur putih menjadi satu data pengamatan dan peristiwa fisiologis ini yang
banyak terdapat di lahan pengamatan karena sulur tua akan menunjukkan gejala
memutih. Kejadian gejala sulur putih ini berbeda hanya pada di lahan buah naga
merah, sedangkan pada lahan buah naga putih tidak saling berbeda karena
kejadian mencapai 100% diketiga lahan buah naga putih.
Kejadian penyakit kusam putih sulur, busuk lunak batang, dan kuning
sulur hanya berbeda antar lahan buah naga merah dan kejadian tertinggi ada di
lahan Teguh Farm. Kejadian penyakit bintik hitam hanya berbeda pada lahan buah
naga mereh, tetapi kejadian tertinggi di lahan Larso Farm. Kejadian penyakit pada
buah yang lebih tinggi bercak orange buah dibandingkan antraknosa. Berdasarkan
data pada Tabel 8, kejadian penyakit pada buah tidak berbeda di semua lahan,
baik pertanaman buah naga putih maupun buah naga merah. Proporsi kejadian
penyakit dibuah juga tidak tinggi antar lahan pengamatan, baik lahan buah naga
putih maupun lahan buah naga merah.

Karat Merah Alga


Gejala karat merah alga yaitu bercak merah kecoklatan dengan bentuk
tidak beraturan pada sulur. Alga ini menyerang sulur utama di bagian bawah dekat
permukaan tanah dan terkadang bertumpukan dengan sulur putih. Selain itu, karat
merah alga juga menyerang sulur cabang. Terkadang bercak ini disertai halo yang
tidak meluas. Karat menyebar di permukaan sulur dan memiliki tekstur agak
timbul, terkadang seperti melepuh (Gambar 11A).
Kejadian penyakit sebagian besar dikendalikan dari faktor iklim dan
terjadi di tempat yang spesifik. Biasanya C. virescens berada di tempat basah
dengan drainase yang buruk (Gokhale et al. 2012). Wilayah dengan curah hujan
tinggi merupakan tempat yang paling banyak terjadinya penyakit ini. Kejadian
penyakit ini sering terlihat pada sulur. Sulur terinfeksi tidak menimbulkan
masalah ekonomi yang berarti.
Penyakit karat merah alga disebabkan oleh Cephaleuros sp. Alga ini
merupakan salah satu alga hijau yang tumbuh di lapisan bawah kutikula pada
permukaan atas sulur. Fase vegetatif alga ini berbentuk bulat, potongan talus tanpa
sekat. Beberapa kondisi C. virescens bersimbiosis dengan alga lain membentuk
52

liken yang biasa disebut Strigula. Cendawan ini merupakan parasit di beberapa
tanaman inang dan merupakan genus alga yang paling banyak dipelajari sebagai
patogen tumbuhan. Alga ini memiliki sebaran distribusi luas di wilayah tropis dan
subtropis. Alga ini memiliki sebaran inang yang luas (Gokhale et al. 2012).

Bercak Orange Sulur


Gejala bercak orange lebih banyak ditemukan pada sulur cabang. Penyakit
ini menyerang sulur muda. Seluruh kebun pengamatan diperoleh gejala seperti ini,
namun dengan intensitas berbeda-beda. Gejala berupa bercak berwarna orange
yang menyebar secara tidak beraturan (Gambar 12A). Beberapa titik bercak
orange terdapat bintik hitam atau bintik coklat. Penyakit ini disebabkan oleh
cendawan Fusarium sp. (Gambar 12B). Selain gejala bercak orange, terdapat juga
gejala bintik coklat yang dikelilingi halo yang menyebar di permukaan sulur.

A B

Gambar 12 Penyakit karat merah alga pada sulur: (A) Sulur yang terserang karat
merah alga dan (B) Bercak karat merah alga dengan perbesaran.

A B

Gambar 13 Penyakit bercak orange sulur: (A) Gejala bercak orange pada sulur
dan (B) Konidia Fusarium sp. perbesaran 40x10.
53

Putih Sulur
Terdapat beberapa bentuk gejala yang diamati serupa sulur putih. Gejala
pertama yaitu sulur terdapat lapisan putih (Gambar 13A). Bentuk gejala seperti ini
banyak terdapat di sulur utama. Lapisan putih ini kemudian akan mengelupas dan
permukaan sulur menjadi kecoklatan (Gambar 13B). Lama-kelamaan, sulur hanya
tertinggal kayunya saja. Gejala sulur putih terlihat jelas utamanya di sulur utama.
Gejala ini diduga bukan merupakan akibat serangan patogen, tetapi bentuk dari
peristiwa fisiologis setiap sulur yang menjadi tua. Hal ini berdasarkan pada dua
alasan. Pertama, pengamatan mikroskopis tidak menunjukkan serangan cendawan
apapun. Kedua, kejadian sulur putih ini hampir terjadi diseluruh sulur yang sudah
tua, tanaman yang sudah berumur lima tahun ke atas (di kebun Sabila Farm I dan
di kebun Agrowisata Kaliurang).
Gejala kedua yaitu sulur putih timbul dan permukaan tidak rata seperti
kerak. Kerak putih menyebar di permukaan sulur dan kemudian akan berubah
menjadi kerak berwarna coklat (Gambar 13C). Gejala ini ditemukan di sulur
cabang, tidak seperti gejala pertama yang banyak ditemukan di sulur utama.
Setelah dilakukan pengamatan mikroskopis, ditemukan bahwa penyakit ini
berasosiasi dengan patogen Botryosphaeria sp. (Gambar 13D). Menurut Eng
(2012), jenis patogen yang menyerang penyakit ini di Malaysia adalah B.
dothidea. Patogen ini menghasilkan bercak coklat dengan ukuran yang bervariasi
pada sulur dan terkadang luka dapat meluas ke seluruh bagian sulur (Valencia et
al. 2003).
Gejala ketiga yaitu sulur berwarna putih jerami dan berlubang-lubang.
Lama-kelamaan lubang tersebut menjadi berwarna coklat. Serangan penyakit ini
dimulai dari bagian tepi sulur. Lubang-lubang coklat itu tidak beraturan dan
disekitarnya jaringan menjadi lunak dan agak berair (Gambar 13E). Setelah
dilakukan pengamatan mikroskopis, ditemukan bahwa penyakit ini berasosiasi
dengan patogen Phomopsis sp. Ciri khas dari patogen ini adalah adanya konidia
alfa dan beta (Barnett dan Hunter 1988) (Gambar 13F).
54

A B

C D

E F

Gambar 14 Tiga bentuk gejala putih sulur: (A) Sulur putih sebagai gejala
fisiologis pada sulur utama yang sudah menua, (B) Lapisan putih
kemudian akan mengelupas dan permukaan sulur menjadi
kecoklatan, (C) Gejala sulur putih berbentuk kerak putih, (D)
Piknidium dan konidia Botryosphaeria sp., (E) Gejala sulur putih
jerami berlubang-lubang, dan (F) Pikinidium, konidia alfa, dan
konidia beta Phomopsis sp.

Hawar dan Antraknosa Sulur


Hawar dan antraknosa merupakan salah dua penyakit yang ditemukan
pada sulur. Kejadian penyakit ini tidak begitu besar di pertanaman. Penyakit ini
ada di seluruh kebun pengamatan dengan persentase kejadian dibawah 20%.
55

Gejala di lapangan menunjukkan dua bentuk gejala yang teramati. Setelah


dilakukan pengamatn mikroskopis ditemukan patogen berbeda untuk setiap gejala.
Gejala pertama yaitu bercak hitam melebar. Bercak ini dimulai dari bagian
tepi sulur yang kemudian melebar ke permukaan sulur lain (Gambar 14A).
Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa penyebab gejala ini adalah
Helminthosporium sp. (Gambar 14B). Menurut Barnett dan Hunter (1988),
cendawan Helminthosporium memiliki banyak jenis. Setelah dilakukan
pengamatan lebih lanjut, yaitu pengujian dengan preparat gantung, diperoleh
adanya perkecambahan konidia pada kedua kutub, sehingga ditentukan bahwa
patogen tersebut adalah Bipolaris sp. Setelah diketahui patogen penyebabnya dan
munculnya gejala, maka penyakit ini lebih tepat disebut penyakit hawar pada
sulur. Menurut Ze’ev et al. (2011), cendawan Bipolaris cactivora ditemukan
menyerang tanaman buah naga pada tahun 2006 di Israel. Patogen ini menyerang
di bagian sulur dan menyebabkan gejala busuk.
Gejala kedua yaitu bercak berwarna coklat jerami. Bercak juga dimulai
dari tepi sulur. Bagian bercak terlihat bintik-bintik hitam yang berbaris secara
teratur (Gambar 14C). Beberapa ditemui juga bercak disertai lendir. Pengamatan
mikroskopis menunjukkan bahwa patogen yang berasosisasi dengan penyakit ini
adalah Colletotrichum sp. Konidia panjang berbentuk sabit dan aservulus disertai
seta yang khas berwarna gelap (Gambar 14D).

Kusam Putih Sulur


Sulur terlihat putih sedikit menyerupai upas atau kusam akibat tungau.
Namun kusam putih akan terlihat bintik-bintik hitam seperti piknidium. Apabila
bagian kusam dipegang maka akan terasa seperti serbuk menempel ditangan.
Kusam putih ini berada dipermukaan sulur. Bintik-bintik piknidium terlihat jelas
(Gambar 15A). Penyakit ini banyak ditemukan di kebun Teguh Farm.
Berdasarkan pengamatan mikroskopis, penyakit ini disebabkan oleh cendawan
Dothiorella sp. (Gambar 15B). Menurut Pushpakumara et al. (2005), patogen ini
menyebabkan bintik coklat atau bercak pada buah.
56

Busuk Lunak Batang


Sulur terserang busuk lunak batang terlihat gejala busuk berair berwarna
coklat. Awal gejala bercak berair berwarna coklat berukuran kecil (Gambar 16A).
Gejala tersebut kemudian membesar dan menyebar ke seluruh bagian sulur.
Tekstur sulur yang terserang sangat berair dan mudah sobek. Bagian busuk lunak
batang tercium bau tidak enak. Gejala busuk lunak batang dapat muncul di bagian
tengah sulur, pangkal sulur, maupun ujung sulur. Sulur yang sudah bergejala
lanjut akan lepas dan tertinggal hanya lapisan kayu saja, lapisan lilin dan daging
sulur terkelupas. Di pertanaman buah naga, gejala penyakit ini tidak banyak
ditemukan. Apabila ada rumpun yang terlihat gejala ini, dalam satu tiang hanya
ditemukan 1-3 sulur yang bergejala ini. Tidak ditemukan dalam satu rumpun tiang
terserang busuk lunak batang seluruhnya.
Identifikasi bakteri penyebab busuk lunak pada sulur tidak dilakukan
secara lengkap melalui pengujian Postulat Koch karena keterbatasan waktu
pengamatan. Pengujian bakteri dimulai dari isolasi bakteri dari tanaman bergejala
hingga uji patogenisitas saja. Isolasi bakteri hanya menggunakan media NA yang
umum digunakan untuk bakteri secara umum.
Isolasi bakteri dilakukan dari contoh tanaman yang bergejala busuk lunak
batang. Isolasi bakteri diperoleh koloni bakteri berbeda. Koloni bakteri tersebut
diberi nama isolat BN-R1, BN-R2a, BN-R2b, BN-R3, dan BN-R4 (Gambar 16 B-
F). Kelima bakteri tersebut telah diuji gram menggunakan uji KOH sederhana.
Hasil pengujian adalah bakteri pada koloni BN-R1 merupakan bakteri gram
negatif, BN-R2a merupakan bakteri gram positif, BN-R2b merupakan bakteri
gram negatif, BN-R3 merupakan bakteri gram positif, dan BN-R4 merupakan
bakteri gram negatif. Bakteri-bakteri tersebut diuji hipersensitifitas pada daun
tembakau dan diperoleh hasil bahwa kelima bakteri ini merupakan bakteri
patogenik terhadap tanaman (Lampiran 2).
Setelah dilakukan inokulasi isolat bakteri ke jaringan tanaman sehat, hasil
menunjukkan tidak terjadi kemunculan gejala apapun terhadap sulur buah naga
yang diinokulasikan masing-masing bakteri ini. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kemungkinan kelima bakteri yang terisolasi bukan merupakan patogen penyebab
busuk lunak batang ini. Menurut literatur dari Pushpakumara et al. (2005), busuk
57

lunak batang disebabkan oleh Xanthomonas campestris, sedangkan menurut


Masyahit et a.l (2009) patogen penyebab adalah Enterobacter cloacae. Penyakit
ini menjadi permasalahan penting ketika terjadi pengairan yang berlebihan atau
pada saat musim hujan. Penyakit ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan
khususnya suhu dan ketinggian (Masyahit et al.2009).

A B

C D
m
n

Gambar 15 Penyakit hawar dan antraknosa pada sulur: (A) Gejala bercak hitam
melebar, (B) Mikroskopis konidia Helminthosporium sp. perbesaran
40x10, (C) Gejala antraknosa berwarna coklat jerami, dan (D)
Mikroskopis aservulus dan konidia Colletotrichum sp. perbesaran
10x10.

A B

Gambar 16 Penyakit kusam putih: (A) Gejala kusam putih pada sulur, dan (B)
Mikroskopis konidia Dothiorella sp.
58

A B

C D

E F

Gambar 17 Penyakit busuk lunak batang: (A) Gejala busuk lunak pada sulur
berwarna coklat dan berair, (B) Koloni bakteri BN-R1, (C) Koloni
bakteri BN-R2a, (D) Koloni bakteri BN-R2b, (E) Koloni bakteri
BN-R3, dan (F) Koloni bakteri BN-R4.

Kuning Sulur
Sulur berwarna kuning sebagian atau menyeluruh. Kejadian penyakit ini
cukup banyak, baik kebun daerah dataran tinggi maupun di dataran rendah.
Terdapat perbedaan gejala sulur menguning pada pertanaman di kedua dataran
tersebut. Gejala pada dataran tinggi yaitu sulur menguning di bagian tengah
berbentuk berkas dan masih terlihat bagian tepi sulur yang berwarna hijau.
59

Ukuran dan ketebalan sulur tidak jauh berbeda dengan sulur sehat, sedangkan
gejala di pertanaman buah naga daerah pantai, sulur menguning di seluruh bagian.
Terdapat sulur yang memiliki ukuran dan ketebalan sangat berbeda dengan sulur
sehat. Sulur menjadi tipis dan kadang hingga menjadi kerut (Gambar 17B). Sulur
menjadi sangat tipis dengan kandungan air yang menyusut hingga 70% dari sulur
biasanya. Sulur yang tipis dan kerut banyak ditemukan di Larso Farm.
Gejala sulur menguning diduga akibat kekurangan unsur hara karena
kejadian gejala ini terlihat pada seluruh bagian sulur dari bawah hingga ujung
sulur. Tidak ditemukan bekas tusukan atau gigitan yang menyebabkan sulur
menguning. Pengamatan di laboratorium juga tidak ditemukan cendawan yang
menyerang serta tidak ditemukan tanda-tanda serangan bakteri (bau atau lendir).
Sulur menguning diduga akibat kekurangan unsur hara. Menurut Kristanto (2009),
gejala menguning pada sulur merupan tanda kekurangan unsur nitrogen. Namun
dalam satu tiang tidak semua sulur menguning. Hal ini diduga karena dalam satu
tiang ditanam jenis buah naga yang berbeda-beda sehingga pada jenis tertentu saja
yang sensitif terhadap kekurangan unsur tersebut. Kejadian sulur menguning
berkorelasi dengan aplikasi pupuk yang dilakukan oleh masing-masing kebun.
Pemupukan ideal telah dilakukan di Sabila Farm. Kebun ini tidak banyak
ditemukan gejala sulur menguning. Kebun ini mengaplikasikan pupuk kandang
dengan dosis 15 kg/tiang setahun empat kali. Kondisi geografis kebun ini berada
di kaki gunung, sehingga pada dasarnya tanah sudah subur. Berbeda halnya
dengan kebun di daerah pantai yang memiliki jenis tanah berpasir. Larso Farm,
Teguh Farm, dan Pantai Trisik mengaplikasikan pupuk kandang dengan dosis 15-
20 kg/tiang dengan frekuensi aplikasi yang berbeda-beda. Kesuburan tanah di
daerah pantai berbeda dengan di daerah pegunungan, sehingga apliasi dosis pupuk
seharusnya lebih tinggi atau frekuensi pemupukan ditingkatkan.

Antraknosa Buah
Penyakit antraknosa pada buah menunjukkan gejala bercak coklat dan
hitam yang khas. Apabila diperhatikan dengan seksama, terdapat bintik-bintik
hitam pada bercak tersebut. Bintik-bintik hitam itu tersusun beraturan. Awalnya
bercak berukuran kecil, pada serangan lanjut bercak melebar hingga keseluruh
60

permukaan buah. Serangan lanjut, buah menjadi busuk kering dan menghitam.
Antraknosa merupakan salah satu penyakit penting, meskipun penyakit ini belum
menjadi permasalahan di kebun pengamatan.
Pengamatan secara mikroskopis menunjukkan bahwa penyakit antraknosa
disebabkan oleh Colletotrichum sp. dan Helminthosporium sp. Kedua cendawan
ini menyerang secara bersamaan. Menurut Eng (2012), di Malaysia cendawan
Colletotrichum sp., Helminthosporium sp, dan Curvularia spp. menyerang buah
secara bersamaan. Di Brazil, serangan antraknosa oleh Colletotrichum
menyebabkan kehilangan sebesar 5% (Masyahit et al. 2009).

Bercak Orange Buah


Penyakit bercak orange pada buah memiliki gejala bercak seperti karat
berwarna orange pada permukaan kulit buah. Berdasarkan pengamatan
mikroskopis, penyakit ini berasosiasi dengan patogen Alternaria sp. Kejadian
penyakit ini cukup tinggi dan ditemukan di seluruh kebun pengamatan. Menurut
wawancara petani di pantai Trisik, gejala bercak orange ini akibat dari serangan
belalang. Keberadaan belalang di patai Trisik memang sangat banyak. Petani
menduga luka tersebut akibat dari gigitan belalang dan banyak terjadi pada buah
muda.

Bintik Hitam Sulur (Belum Teridentifikasi)


Gejala bintik hitam ditemukan di sulur. Sulur terlihat bintik-bintik hitam
yang menyebar ke seluruh permukaan sulur. Bintik ini apabila diamati dibawah
mikroskop stereo, terlihat permukaan sulur menonjol berwarna coklat dan pusat
seperti berlubang (Gambar 20C). Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa
tidak ditemukan patogen apapun pada gejala ini. Menurut Merten (2003), di
California, Amerika Serikat, gejala ini lebih terlihat sebagai respon fisiologis atau
stres, bukan disebabkan oleh patogen. Gejala yang terlihat pada perkembangannya
yaitu respon terhadap suhu ekstrim, paparan sinar matahari, pemupukan tanah
yang buruk, praktek irigasi yang tidak layak atau stress lainnya pada tanaman.
61

A B

Gambar 18 Gejala kuning sulur: (A) Kondisi sulur yang menguning dan (B)
Sulur menguning, menipis, dan mengerut.

A B

C D

Gambar 19 Penyakit antraknosa di buah: (A) Bercak hitam pada buah, (B)
Gejala perkembangan penyakit, bercak melebar ke seluruh
permukaan buah, (C) Konidia Colletotrichum sp., perbesaran
40x10, dan (D) Konida dan konidiofor Helmintosporium sp.
62

A B

Gambar 20 Penyakit bercak orange pada buah: (A) Gejala bercak orange dan (B)
Konidia Alternaria sp. perbesaran 40x10.

B
A
A

Gambar 21 Bintik hitam pada sulur: (A) Gejala bintik hitam pada sulur di lahan
dan (B) Jaringan yang terdapat bintik hitam di bawah mikroskop
compuond perbesaran 10x10.

Organisme Lain Pertanaman Buah Naga

Organisme Pengunjung Bunga


Peran organisme penyerbuk memiliki arti penting pada beberapa komoditas
misalnya tanaman kelapa sawit. Lain halnya tanaman buah naga, peran organisme
penyerbuk tidak banyak diketahui karena kaetidakhadiran penyerbuk di
pertanaman. Bunga buah naga jenis tertentu memerlukan agen untuk membantu
terjadinya penyerbukan.
Penyerbukan manual dilakukan dengan tangan manusia untuk keberhasilan
penyerbukan dan meningkatkan peluang terjadinya buah. Namun dari segi
ekonomi, penyerbukan manual akan menambah biaya produksi untuk membayar
tenaga kerja tersebut dalam proses penyerbukan. Pengamatan ini dimaksudkan
63

untuk mengamati organisme pengunjung yang berperan sebagai agen penyerbuk


(pollinator) di pertanaman buah naga. Pengamatan ini hanya dilakukan sebagai
pengamatan awal saja. Pengamatan dilakukan satu kali mulai pukul 21.00 hingga
04.00 keesokan harinya pada masa berbunga. Berdasarkan pengamatan organisme
yang pengunjung bunga tanaman buah naga, terdapat ngengat Glypodes caesalis
(Lepidoptera:Pyralidae) dan kelelawar. Organisme yang ditemukan di bunga buah
naga merah yaitu ngengat Pyralidae (Sub Famili Pyraustinae).
Berdasarkan hasil pengamatan, belum ditemukan organisme yang efektif
menjadi agen penyerbukan bunga buah naga. Ngengat yang ditemukan pada
bunga memiliki ukuran tubuh yang kecil. Menurut Pushpakumara et al. (2005),
tidak sesuainya proporsi antar ukuran tubuh lebah kecil dibandingakan dengan
ukuran bunga yang besar. Sedangkan jenis kelelawar yang ditemukan tidak dapat
dipastikan dapat menjadi penyerbuk karena saat pengamatan tidak terlihat
kelelawar mengunjungi bunga, tetapi hanya lewat di sekitar bunga mekar.

Organisme Lain
Beberapa organisme lain yang ditemukan pada pengamatan yang tidak
menunjukkan kerusakan pada tanaman buah naga. Organisme lain tersebut yaitu
semut, ulat kantung, kumbang Hybothorax sp. (Coleoptera:Scarabaeidae),
belalang sembah (Matodea:Mantidae) beserta parasitoidnya
(Hemiptera:Chalcididae), laba-laba, Pelargoderus bipunctalis
(Coleoptera:Cerambicidae), Physomerus oedimerus (Hemiptera:Coreidae),
kumbang kecil (Coleoptera:Staphyllinidae), dan (Coleoptera:Nitidulidae),
Brachyplaris sp. (Hemiptera:Plataspidae), lalat buah, dan kecoa coklat Eoblatta
sp. (Orthoptera:Blattidae).
Semut yang ditemukan adalah semut hitam yang memiliki abdomen besar
dengan hasil identifikasi Polycharis sp., semut hitam kecil dan semut merah kecil
(Hymenoptera:Formicidae). Lalat buah yang diidentifikasi yaitu jenis Drosophila
trillutea dan Zaprionus bororiensis (Diptera:Drosophilidae). Selain jenis
serangga, banyak ditemukan laba-laba di pertanaman buah naga. Keberadaan
laba-laba dapat menjadi ukuran kesehatan tanaman, dimana arthropoda ini
berperan sebagai predator di alam.
64

Tabel 9 Keberadaan organisme lain pada sulur tanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah

Pertanaman
a
Buah naga putih Buah naga merah a
Organisme Agrowisata
Sabila Farm I Pantai Trisik Sabila Farm II Larso Farm Teguh Farm
Kaliurang
n % n % n % n % n % n %
Semut Polycharis sp. 30 26.67a 29 0.00b 30 0.00b 30 23.33a 30 13.33b 30 0.00c
Semut hitam 30 30.00a 29 24.14a 30 16.67a 30 20.00a 30 63.33ab 30 43.33b
Semut merah kecil 30 0.00a 29 6.90a 30 10.00a 30 6.67a 30 13.33a 30 10.00a
Kumbang
30 0.00a 29 0.00a 30 0.00a 30 10.00a 30 1.67a 30 3.33a
Scarabaeidae
Belalang sembah 30 0.00a 29 0.00a 30 0.00a 30 0.0a0a 30 0.00a 30 6.67a
Ulat kantung 30 6.67a 29 20.69ab 30 30.00b 30 13.33a 30 0.00b 30 23.33a
Kecoak Blattidae 30 0.00a 29 0.00a 30 3.33a 30 0.00a 30 0.00a 30 0.00a
Laba-laba 30 70.00a 29 41.38b 30 90.00a 30 80.00a 30 83.33b 30 100.00c
a
Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama pada jenis tanaman yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji proporsi dengan α= 0.05

64
65

Tabel 10 Keberadaan organisme lain pada bunga dan buah tanaman buah naga pada lahan buah naga putih dan lahan buah naga merah

Pertanaman
a
Buah naga putih Buah naga merah a
Organisme Sabila Farm Agrowisata Sabila Farm
Pantai Trisik Larso Farm Teguh Farm
I Kaliurang II
n % n % n % n % n % n %
Semut Polycharis sp. 21 4.76a 11 0.00a 23 0.00a 0 0.00a 18 5.56a 16 12.50a
Semut hitam 21 52.38ac 11 18.18b 23 21.74c 0 0.00a 18 38.89a 16 25.00a
Semut merah kecil 21 0.00a 11 0.00a 23 8.70a 0 0.00a 18 0.00a 16 18.75a
Kumbang
21 0.00a 11 0.00a 23 0.00a 0 0.00a 18 16.67a 16 6.25a
Scarabaeidae
Kumbang kecil 21 0.00a 11 0.00a 23 0.00a 0 0.00a 18 16.67a 16 0.00a
Belalang sembah 21 0.00a 11 0.00a 23 4.35a 0 0.00a 18 0.00a 16 4.00a
Ulat kantung 21 0.00a 11 0.00a 23 0.00a 0 0.00a 18 0.00a 16 6.25a
Kecoak Blattidae 21 0.00a 11 0.00a 23 26.09b 0 0.00a 18 19.35a 16 12.50a
Lalat buah 21 9.52a 11 0.00a 23 0.00a 0 0.00a 18 5.56a 16 0.00a
Laba-laba 21 4.76a 11 0.00ab 23 17.39ab 0 0.00a 18 11.11a 16 31.25a
a
Angka pada baris yang sama yang diikuti huruf yang sama pada jenis tanaman yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji proporsi dengan α= 0.05

65
66
66

A B C
A A A

D E F G
A A A A

H I J K
A A A A

L M N O
A
A A A

Gambar 22 Organisme lain di pertanaman buah naga: (A) Kumbang


Hybothorax sp. pada bakal bunga, (B) Belalang sembah pada
sulur, (C) Parasitoid Chalcididae, (D) kecoak coklat Eoblatta
sp. pada bunga setelah mekar, (E) Salah satu jenis laba-laba
yang ditemui di pertanaman buah naga, (F) Kepik Mictis
profana beserta kumpulan telur pada sulur, (G) Telur belalang
sembah, (H-I) Ulat kantung Lepidoptera:Pyralidae, (J)
Kumbang Pelagoderus bipunctalis, (K) Kumbang Nitidulidae
yang ditemukan di bunga kering, (L) Lalat buah Dhrosopila
trillutea, (M) Kepik Physomerus oedimerus, (N) Pengunjung
bunga ngengat subfamili:Pyraustinae, dan (O) Pengunjung
bunga ngengat Glypodes caesalis.
67

Pengendalian
Adanya hama dan penyakit di pertanaman buah naga belum menjadi
masalah yang berarti. Hal ini dikarenakan belum terjadi kerugian secara ekonomi
yang terjadi. Belum timbulnya permasalahan ini menyebabkan pengendalian
terhadap keberadaan hama maupun penyakit yang dilakukan pembudidaya.
Prinsip pengendalian adalah pemantauan dan percegahan serangan hama dan
penyakit baik untuk dilakukan. Menurut Masyahit et al. (2009), mengetahui
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan bagi patogen dapat menjadi
informasi dasar dalam mengembangkan strategi yang sesuai untuk mencegah
kejadian penyakit pada tanaman buah naga. Beberapa faktor lingkungan yang
memengaruhi adalah suhu, pH, dan salinitas.
Beberapa jenis hama telah dilakukan pengendalian sederhana, misalnya
bekicot. Pengelola Sabila Farm sudah melakukan pengendalian untuk hama ini
yaitu melalui cara mekanis dengan mengumpulkan secara manual kemudian
menginjaknya ditempat ataupun membuangnya jauh dari pertanaman. Hama ini
muncul lebih banyak apabila kondisi sekitar pertanaman lembab dan basah,
misalnya sesudah hujan. Keong ini berada pada kondisi lingkungan yang lembab.
Selain itu keberadaan gulma juga mempengaruhi kehadiran hama ini, di mana
semakin banyak gulmanya maka kehadiran bekicot juga akan meningkat karena
kondisi kelembaban mikro akan meningkat dan mendukung tempat yang nyaman
untuk hidup bekicot. Selain itu pencegahan untuk gangguan ayam yaitu dengan
mengikat sulur yang terdapat buah dan sudah hampir menyentuh tanah.
Pengikatan dilakukan kira-kira ayam tidak dapat menjangkau buah tersebut.
Hal sederhana yang dapat dilakukan misalnya aplikasi jarak tanam yang
ideal disarankan untuk memperbaiki sirkulasi udara dan penetrasi cahaya yang
dapat mengurangi permasalahan penyakit (Pushpakumara et al. 2005). Kaktus
mungkin terserang hama minor yang harus dipantau dan dikontrol dengan
pengukuran yang tepat (Luders dan McMahon. 2006), sehingga nantinya akan
mencegah masalah ledakan hama dan penyakit (McMahon 2003).
Menurut Eng (2012), rekomendasi manajemen penyakit tanaman buah
naga dari Pusat Penelitian Pertanian di Sarawak, Malaysia, yaitu menghindari
penanaman buah naga di wilayh yang memiliki curah hujan tinggi. Saat memulai
68

penanaman diawal, berusaha unuk menggunakan material yang bebas penyakit.


Pemupukan yang digunakan yaitu menghindari pupuk yang mengandung nitrogen
tinggi karena apabila nitrogen berlebih maka dapat meningkatkan kerentanan
penyakit, jadi lebih baik menggunkan pupuk organik. Jumlah sulur yang ada di
pertanaman agar mengurangi kelembaban, karena kelembaban yang tinggi akan
memacu kejadian penyakit. Selain itu, pengendalian gulma dilakukan untuk
mengurang persaingan hara. Apabila bagian tanaman sudah ada yang terinfeksi
cendawan atau bakteri, maka dilakukan pemangkasan atau pemusnahan.
Kebersihan alat pemotong atau pemangkas harus diperhatikan setelah melakukan
pemangkasan ataupun pemanenan buah.
Bunga yang telah kering setelah terbentuk buah lebih baik disingkirkan
dari pertanaman. Pemantauan terhadap semut dan bekicot juga baik dilakukan
untuk pengelolaan penyakit karena dapat membatasi penyebaran spora cendawan
atau bakteri. Pemantauan tersebut misalnya dengan memusnahkan sarang,
menyingkirkan secara manual, atau menggunakan umpan untuk bekicot. Eng
(2012) juga menyebutkan bahwa penggunaan tiang penyangga kayu kleresede
dapat mengurangi kejadian penyakit. Perlakuan pascapanen dapat dilakukan untuk
penyimpanan buah yang lebih lama, misalnya dengan perlakuan air panas pada
suhu 55 ˚C selama 15 menit, kemudian simpan pada kantung plastik suhu 10 ˚C.
Menurut MSIRI (2010), rekomendasi untuk pengendalian bekicot dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu mengambil bekicot manual dengan tangan,
aplikasi umpan, dan pertanaman dengan sanitasi baik. Pengambilan bekicot
manual dengan tangan merupakan cara yang paling umum dilakukan.
Pengendalian ini dilakukan pada dini hari. Bekicot diambil kemudian diletakkan
pada kantung plastik. Aplikasi umpan untuk bekicot menggunakan pelet
Methaldehyde (umpan meta) yang digunakan secara berkala di sekitar tanaman
atau penyangga. Penjagaan sanitasi yang baik dapat dilakukan dengan
pengontrolan gulma dan menghilangkan seluruh bagian tanaman yang terinfeksi
di sekitar pertanaman buah naga. Selain itu pengendalian burung dapat dilakukan
pembungkusan buah yang berada di bagian atas tanaman dengan plastik. Namun
cara ini memerlukan tenaga kerja yang intensif.
69

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Hama yang ditemukan di pertanaman buah naga diantaranya kutu putih
(Hemiptera:Pseudococcidae), kutu daun (Hemiptera:Aphididae), semut
(Hymenoptera:Formicidae), belalang (Orthoptera:Acrididae), tungau, bekicot
(Acathina fulica), dan burung. Terdapat juga gangguan ayam di pertanaman yang
menyebabkan kerusakan pada buah. Penyakit yang ditemukan di pertanaman buah
naga diantaranya adalah karat merah alga (Cephaleuros sp.), bercak orange sulur
(Fusarium sp.), putih sulur (Botryosphaeria sp. dan Phomopsis sp.), hawar sulur
(Helminthoporium sp.), dan antraknosa (Colletotrichum sp.), kusam putih sulur
(Dothiorella sp.), busuk lunak batang, kuning sulur, busuk buah (Colletotrichum
sp. dan Helminthosporium sp.), dan bercak orange buah (Altenaria sp.). Di
samping itu terdapat gejala bintik hitam pada sulur yang belum berhasil
diidentifikasi. Hama dan penyakit belum menjadi permasalahan utama dalam
budidaya buah naga. Pengendalian hama dan penyakit belum banyak dilakukan
karena serangan belum mengakibatkan kerugian yang berarti. Kebun Sabila Farm
merupakan contoh perkebunan buah naga terbaik karena pengelolaan budidaya
dan perawatan kebun yang baik dan teratur.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hama dan penyakit pada
buah naga yang lebih mendalam, diantaranya untuk mengetahui penyebab
penyakit pada gejala bintik hitam di sulur dan untuk mengetahui keparahan
masing-masing hama dan penyakit. Serta perlu dikembangkan metode
pemantauan terhadap hama dan penyakit agar tidak terjadi ledakan di pertanaman
buah naga.
DAFTAR PUSTAKA

Andoko A, Nurrasyid H. 2012. Jurus Sukses Hasilkan Buah Naga Kualitas


Prima. Solo: Agromedia.
Barnett HL, Hunter BB. 1988. Illustrated Genera of Imperfect Fungi.
Minnesota: APS Press.
Bellec FL, Vaillant F, Imbert E. 2006. Pitahaya (Hylocereus spp.): A new crop,
a market with future. Fruits 61: 237-250.
Blackman RL, Eastop VF. 2000. Aphids on the World’s Crops: an Identificatiom
and Information Guide. 2nd Ed. London The Natural History Museum.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University
Press. Terjemahan dari: An Introduction To The Study of Insects.
[BPK] Badan Pemeriksa Keuangan. 2007. Peta wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta. [internet]. [diunduh 2012 Mei 26] Tersedia pada:
http://yogyakarta.bpk.go.id.
Cahyono B. 2009. Buku Terlengkap Sukses Bertanam Buah Naga. Jakarta :
Pustaka Mina.
Cooke BM. 2006. Disease Assessment and Yield Loss. In: The Epidemiology of
Plant Diseases, Cooke, B.M., D.G. Jones and B. Kaye (Eds.). 2nd Ed.,
Springer, Netherlands, ISBN: 10 1-4020- 4580-8, pp: 43-80.
Crane JH, Balerdi CF. 2005. Pitaya growing in the Florida home landscape.
IFAS Extention, HS1068: 1-9.
Direktorat Jenderal Holtikultura. 2011. Sentra Produksi Buah Naga. Jakarta
Eng L. 2012. Disease management of pitaya. Department of Agriculture
Sarawak. [Diunduh 2012 Maret 30]. Tersedia pada: http://www.doa.
sarawak.gov.my/modules/web/page.php?id=454.
Faridah D. 2011. Hama dan penyakit tanaman jambu biji (Psidium guajava L.)
di Kecamatan Rancabungur dan kampus IPB Dramaga Bogor. [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2012. Fruit of Vietnam. FAO
Corporate Document Repository. [diunduh 2012 Maret 30). Tersedia
pada: http://www.fao.org/docrep/008/ad523e/ad523e05.htm
Fayle TM. 2003. Identifikasi Manual untuk Semut Borneo (Formicidae). Yusah
KM. Sabah: University of Malaysia. Terjemahan dari: Manual for
Bornen Ant (Formicidae) Identification.
Freitas STD, Nham NT, Mitcham JE. 2011. Pitaya (pitahaya, dragon fruit)
recommendations for maintaining postharvest quality. Department of Plant
Sciences, University of California. [diunduh 2012 Maret 30]. Tersedia
pada: http://postharvest.ucdavis.edu
71

Gokhale MV, Shaikh SS. 2012. Host range of a parasitic alga Cephaleuros
virescens Kunz. ex Fri. from Maharashtra state, India. Plant Sciences Feed
2 (1) : 1-4 (http://psf.lifescifeed.com/fulltext/PSF-2012-002-001.pdf)
Gunasena HPM, Pushpakumara DKNG, Kariyawasam M. 2007. Dragon fruit
Hylocerus undatus Haw. Britton and Rose. In: Pushpakumara, D.K.N.G.,
Gunasena, H.P.M. and Singh, V.P. Underutilized fruit trees in Sri Lanka.
New Delhi: World Agroforestry Centre, South Asia Office. p. 110-142.
http://worldagroforestry.org/our_products/publications/advancedresults
Hiroshi M, Noerdjito WA. 2004. Longicorn Beetles of Museum Zoologicum
Bogoriense, Identified by DR. E.F. Gilmour 1963 (Coleoptera: DIstenildae
and Cerambycidae). Reprinted from Bulletin of the Forestry and Forest
Product Research Institute Vol 3- no 1 (No 390) 49-98.
Jaya IKD. 2010. Morphology and physiology of Pitahaya and it future prospects
in Indonesia. Crop Agro. 3:44-50.
Kalhoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Van der Laan PA,
penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen
van de Cultuur-gewassen in Indonesie.
Kristanto D. 2009. Buah Naga : Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Luders L, McMahon G. 2006. The Pitaya or Dragon Fruit (Hylocereus undatus).
Agnote Northern Territory Government. No D42.
Masyahit M, Sijam K, Awang Y, Ghazali M, Satar M. 2009. The first report of
the occurrence of anthracnose disease caused by Colletotrichum
gloeosporioides (Penz.) Penz. & Sacc. on dragon fruit (Hylocereus spp.) in
Peninsular Malaysia. American Journal of Applied Sciences. 6 (5): 902-
912.
McMahon G. 2003. Pitaya (Dragon Fruit). Northern Territory Government.
FF12: 1-2. (FF12pitaya)
Merten S. 2003. A review of Hylocereus production in the United States.
Journal PACD [Internet]. 5:98-105. [diunduh 2011 April 22]. Tersedia
pada: http://www.jpacd.org/downloads/Vol5/V5P98-105.pdf
[MSIRI] Mauritius Sugar Industry Research Institute. 2010. Pest control in
Pitaya. MSIRI Recommendation Sheet. No. 174.
Mizrahi Y, Nerd A. 1999. Climbing and columnar cacti: New arid land fruit
crops. In: Janick J, Simon. (ed). Perspective on new crops and uses.
ASHS Press, Amer. Soc. Hort. Sci. Alexandria, Vifginia: pp. 358-366
Palungkun R, Indrayani YH. 1992. Hama Penyakit Sayur dan Palawija. Ed ke-
1. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
Prasetyo BE. 2012 April. Pasar domestik kekurangan ribuan ton buah naga.
Hortiplus. Topik utama: 10.
Prihandini R, Alfiah. 2006. Bekicot (Acathina fulica) dan potensinya. Fauna
Indonesia. 6(2): 68-70.
72

Pushpakumara DKNG, Gunasena HPM, Karyawasam M. 2005. Flowering and


fruiting phenology, pollination vector and breeding system of dragon fruit
(Hylocereus spp.). Sri Lankan J. Agric. Sci. 42:81-91.
Renasari N. 2010. Budidaya tanaman buah naga super red di Wana Bekti
Handayani [skripsi]. Purwokerto: Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas
Maret.
[SFNS] The Sarasota Fruit & Nut Society. 2010. Pitaya diseases. [internet].
[diunduh 2012 Maret 20] Tersedia pada: http://www.
sarasotafruitandnutsociety.org/information/TropicalFruit/dragonfruitdiseas
es.htm.
Soetopo MG. 2010. Budidaya buah naga. Yogyakarta: Sabila Farm.
[USDA] United Stated Department of Agriculture. 2006. Movement of Dragon
Fruit (Hylocereus, Selenicereus) from Hawaii into the Continental United
States.
Valencia AJ, Sandoval SJ, Soriano EC, Michailides TJ, Sanchez GR. 2004. A
new stem spot disease of Pitahaya [Hylocereus undatus (Haw.) Britton and
Rose] caused by Fusicoccum-like anamorph of Botryosphaeria dothidea
(Moug:Fr.) Ces. And De Not. in Mexico. Revista Mexiana de
Fitopatologia. [internet]. [diunduh 2012 Mei 14]; 22(1):140-142.
Tersedia pada: http://redalyc.uaemex.mx/pdf/612/61222119.pdf.
Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Sumantri B, penerjemah. Ed 3. Jakarta
(ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics
3rd Ed.
Williams DJ, Watson GW. 2004. The Scale Insects of Tropical South Pasific
Region Part 2: The mealybugs (Pseudococcidae). Wallingford: CAB
International Institute of Entomology.
Zee F, Yen CR, Nishina M. 2004. Pitaya (dragon fruit, strawberry pear). Fruit
and Nuts. F&N-9: 1-3.
Ze’ev IB, Arie RB, Assouline I, Elkind G, Levy E. 2005. Two fungal diseases
new to Israel: Coniella graniti- causing pomegranate fruit rot and
Bipolaris cactivora- causing pitaya fruit and stem rot. Di dalam: Abstract
of Presentation at the 32nd Congress of the Israeli Phytopathological
Society; 2011 Jan 24-25; Israel. Bet Dagan (Israel): Phytoparasitica. Hlm
250. 39:243-267.
73

LAMPIRAN
74

Lampiran 1 Komposisi media yang digunakan dalam penelitian


Nama media Bahan Jumlah bahan (g/l)
Nutrient Agar (NA) Beef extract 3
Peptone 5
Agar-agar 15
Luria Bertani broth (LB) Tryptone 10
NaCl 5
Yeast extract 5

Lampiran 2 Hasil uji hipersensitifitas isolat bakteri dari gejala busuk lunak batang
pada daun tembakau.
75

Lampiran 3 Blangko wawancara petani tanaman buah naga

Blangko Wawancara Petani Tanaman Buah Naga

Desa : Waktu :
Tanggal : No. Kebun Contoh :
Jenis Kebun :
Karakteristik Petani
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan
3. Umur :
4. Alamat :

Lahan Buah Naga


5. Luas lahan pertanaman buah naga yang digarap/diusahakan : ............. ha
6. Status kepemilikan lahan :
[ ] pemilik dan penggarap [ ] penyewa
[ ] penggarap [ ] lainnya, yaitu …..

Budidaya Buah Naga


7. Jenis spesies atau varietas buah naga yang ditanam : ..................................
8. Asal bibit :
[ ] membeli dari perusahaan pembibitan
[ ] diberikan oleh dinas atau instansi pemerintahan
[ ] membeli dari petani lain
[ ] membuat bibit sendiri : [ ] stek batang [ ] biji
[ ] lainnya, yaitu …….
[ ] lainnya, yaitu …….
9. Umur tanaman saat ini : ...............................................................................
10. Jarak tanam : ….. cm x ….. cm
11. Pola tanam :
[ ] monokultur [ ] polikutur/tumpang sari, dengan ……….
12. Kegiatan persiapan lahan yang dilakukan : ................................................
76

13. Pemupukan :
Waktu Harga per
Jenis Pupuk Intensitas Dosis (kg)
Pemupukan kg (Rp)
Kandang
Urea
TSP
KCl
NPK

14. Pestisida :
Jenis Bahan Harga
Frekuensi Waktu Dosis
Pestisida Aktif (Rp)

15. Pengendalian gulma /penyiangan :


Jenis/alat yang
Cara Pengendalian Frekuensi Waktu
digunakan
Mekanik
Kimiawi/herbisida
77

16. Waktu dan frekuensi panen : .......................................................................


17. Jumlah produksi buah naga dalam satu kali panen : ........................... kg
18. Perlakuan pasca panen buah hasil panen :
[ ] di jual sendiri ke pasar/ suplier
[ ] di jual sendiri ke konsumen
[ ] di jual ke tengkulak
[ ] lainnya, yaitu …..

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)


19. OPT paling penting dan merugikan menurut petani?
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................

20. Berapa persen kehilangan produksi buah naga akibat serangan OPT
tersebut?
[ ] <20%
[ ] 20-40%
[ ] 40-60%
[ ] 60-80%
[ ] >80%
21. Bagaimana cara petani mengendalikan OPT tersebut?
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
78

Lampiran 4 Blangko pegamatan hama dan penyakit pada tanaman buah naga

Identitas tanaman contoh

Tidak adanya buah


pada sulur contoh
yang diamati

Keberadaan hama/
pada buah

Keberadaan
penyakit pada
sulur

Jumlah buah
dalam 1 tiang

Simbol untuk gejala


penyakit sulur putih

Arah mata angin sulur yang contoh yang


diamati (Selatan, Barat, Utara, Timur)

Kondisi umum tanaman contoh dan keadaan Keterangan hama/ penyakit di luar
lingkungan serta cuaca selama pengamatan sulur yang diamati

You might also like