Professional Documents
Culture Documents
4 : 629-636
pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2020.21.4.629
Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/index.php/jvet
Kemenristek Dikti RI S.K. No. 36a/E/KPT/2016
ABSTRACT
Ectoparasites in bats can cause a decrease in health and can be a disease vector. Ectoparasites found
in bats are generally members of the Insect Class and Arachnida Class. This study was aim to determine
the diversity of ectoparasites in bats of the Microchiroptera suborder in Jepang Cave, Plawangan Hill,
Sleman, Yogyakarta and knowing various factors that influence the existence of these ectoparasites in
bats. Catching bats is done by mist net, bats are anesthetized and morphometric measurements are
carried out. Descriptive methods are used to identify bats and their ectoparasites and analyze the
abundance of ectoparasites using prevalence and intensity. Identification of ectoparasites were carried
out in the Animal Systematic Laboratory of the Parasitology Section of the Faculty of Biology, Universitas
Gadjah Mada, by using the book of ectoparasites identification. Bat species were ound include Miniopterus
schreibersii and Rhinolopus pusillus. The results showed that ectoparasite species were found in the bats
of the Microchiroptera Suborder from the Subclass Acarina and the Insect Class. The species of Subclass
Acarina found were Periglischrus sp., Spinturnix plecotinus, Blattisocius sp., And Glycyphagus sp. Species
of the Insect Class found include Megastrebla sp., Stylidia caudata, Basilia sp., and Brachytarsina sp. The
prevalence of R. pussilus in Jepang Cave, was 66.67% and it is frequent. The ectoparasite intensity category
of Periglischrus sp. was 0.72, meanwhile Glycyphagus sp. and Stylidia caudata were 0.06, which is very low.
ABSTRAK
Ektoparasit pada kelelawar dapat menyebabkan penurunan kesehatan serta dapat menjadi vektor
peyakit. Ektoparasit yang ditemukan pada kelelawar umumnya merupakan anggota dari Class Insecta
dan Class Arachnida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman ektoparasit pada
kelelawar subordo Microchiroptera di Goa Jepang, Bukit Plawangan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
serta mengetahui berbagai faktor yang memengaruhi keberadaan ektoparasit tersebut pada kelelawar.
Penangkapan kelelawar dilakukan dengan mist net, kelelawar dianestesi dan dilakukan pengukuran
morfometri. Metode deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi kelelawar dan ektoparasitnya serta
analisis kemelimpahan ektoparasit menggunakan prevalensi dan intesitas. Identifikasi ektoparasit
dilakukan di Laborataorium Sistematika Hewan, Bagian Parasitologi, Fakultas Biologi UGM dengan
menggunakan buku identifikasi ektoparasit. Spesies kelelawar yang didapat antara lain Miniopterus
schreibersii dua ekor dan Rhinolopus pusillus 16 ekor. Hasil penelitian menunjukan bahwa spesies
ektoparasit yang ditemukan pada kelelawar Subordo Microchiroptera dari Subclass Acarina dan Class
Insecta. Spesies dari Subclass Acarina yang ditemukan adalah Periglischrus sp., Spinturnix plecotinus,
Blattisocius sp., dan Glycyphagus sp. Spesies dari Class Insecta yang ditemukan di antaranya Megastrebla
sp., Stylidia caudate, Basilia sp., dan Brachytarsina sp. Kategori prevalensi di Goa Jepang pada R. pussilus
yaitu 66,67 % adalah sering. Kategori intensitas ektoparasit yang didapatkan Periglischrus sp. yaitu
0,72, Glycyphagus sp. dan S. caudata senilai 0,06 yaitu sangat rendah.
629
Poerwanto et al. Jurnal Veteriner
630
Jurnal Veteriner Desember 2020 Vol. 21 No. 4 : 629-636
Gambar 1. Peta lokasi dan tata letak ruang Goa Jepang, Bukit Plawangan, Taman Nasional
Gunung Merapi, Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
631
Poerwanto et al. Jurnal Veteriner
anginkan dan diberi label. Pengidentifikasian 2003). Habitat kelelawar umumnya ditemukan
ektoparasit ditentukan dengan menggunakan mulai dari pantai sampai pegunungan.
buku identifikasi ektoparasit (Krantz dan Kelelawar disebut sebagai mammal nocturnal,
Walter, 2009). karena aktivitasnya didominasi pada malam
hari sedangkan pada siang hari digunakan
Analisis Data untuk beristirahat. Tempat beristirahat
Data yang terkumpul dianalisis secara kelelawar merupakan tempat yang mendukung
deskriptif dan kuantitatif. Data kelelawar untuk roosting seperti goa-goa hingga pepohonan
dianalisis secara deskriptif dilakukan dengan dengan jumlah koloni kelelawar yang besar
membuat tabel dan meliputi jenis kelelawar dan (Corbet dan Hill, 1992). Mulut goa memisahkan
jumlah kelelawar.yang tertangkap pada Goa lingkungan luar goa dengan lingkungan dalam
Jepang. Data ektoparasit yang didapat juga goa sehingga terbentuk mikroklimat yang
dianalisis secara deskriptif dengan membuat berbeda (Duran dan Centeno, 2002 ; Yoder at
tabel yang berisi jenis, jumlah, prevalensi dan al., 2009). Perbedaan karakter dan bentuk yang
intensitas. meliputi panjang dan lebar lorong goa, formasi
Prevalensi untuk memperkirakan proporsi goa, geohidrologis dan masuknya sinar matahari
dan populasi kelelawar yang terinfeksi juga menyebabkan perbedaan mikroklimat
ektoparasit yaitu jumlah spesies parasit dibagi antara satu goa dengan goa lainnya (Yoder et
jumlah kelelawar yang didapat (Bush et al., al., 2009). Perbedaan mikroklimat antara satu
1997). Prevalensi = [(jumlah kelelawar yang goa dengan goa lainnya menyebabkan setiap goa
terinfeksi) x (jumlah total kelelawar yang membentuk ekosistem yang unik dan dihuni
tertangkap)-1] x 100%, sedangkan Intensitas oleh keanekaragaman jenis fauna yang khas.
ektoparasit = [(jumlah spesies yang ditemukan) Salah satu fauna khas goa adalah kelelawar
x (jumlah total kelelawar yang tertangkap)-1]. (Ordo Chiroptera) (Wijayanti et al., 2010).
Ektoparasit sebagai agen penyakit pada
hewan yang biasanya banyak terdapat
HASIL DAN PEMBAHASAN dipermukaan luar tubuh inang, termasuk di
permukaan kulit dan sela-sela rambut.
Pada penelitian ini dilakukan pemasangan Ektoparasit ini juga meliputi parasit yang
trap untuk menangkap kelelawar pada saat sifatnya tidak menetap pada tubuh inangnya,
kelelawar keluar dari tempat roostingnya atau tetapi datang dan pergi di tubuh inang.
saat mencari makan pada sore menjelang malam Ektoparasit yang ditemukan pada tubuh
hari. Hasil kelelawar yang tertangkap yaitu kelelawar di Goa Jepang merupakan ektoparasit
dari spesies Rhinolophus pusillus sebanyak 16 dari Class Acarina dan Insecta. Ektoparasit
ekor dan spesies Miniopterus schreibersii yang terdapat pada kelelawar dapat lebih dari
sebanyak dua ekor. Total kelelawar yang didapat satu jenis dengan banyak individu. Hal ini
di Goa Jepang sebanyak 18 ekor. menunjukkan bahwa pada siklus hidup
Goa Jepang memiliki morfologi lorong yang ektoparasit memiliki inang yang sangat
banyak dengan beberapa lorong yang saling beragam yang dilengkapi dengan kuku cakar
terhubung dan beberapa di antaranya saling (pangait) yang kuat, sehingga modifikasi ini
terpisah satu sama lain. Lorong yang terdapat memungkinkan untuk Acarina (ektoparasit)
kelelawar yaitu lorong 1-3 yang saling terbuhung untuk mengait dengan kuat pada patagium
dan lorong 11, 20 dan 24 yang saling terpisah kelelawar. Tungau ini mengait pada patagium
(Gambar 1). Pada pembagian area roosting di kelelawar, kakinya dapat terentang atau
Goa Jepang terdapat dua spesies yang menutup di bawah tubuhnya. Kaki dan cakar
mendominasi yaitu, R. pusillus mendominasi di yang kuat pada spesies ini digunakan untuk
lorong 1-3 sedangkan M. schreibersii tidak terjatuh dari inangnya (Sheeler-Gordon
mendominasi dilorong 11, 20 dan 24 (Tabel 2). dan Owen, 1999).
Penelitian ini hanya terfokus pada salah satu Secara umum ektoparasit merugikan untuk
lorong yaitu lorong 1-3, maka dari itu kelelawar keberlangsungan hidup dari kelelawar sebagai
yang paling banyak tertangkap yaitu R. pusillus. inangnya. Ektoparasit tersebut juga berperan
Keanekaragaman suatu tipe habitat akan sebagai vektor penyakit dan bersifat zoonosis
berpengaruh terhadap jumlah jenis satwa liar, yaitu penyakit yang ditularkan dari hewan ke
kelelawar menempati habitat tertentu untuk manusia. Menurut Krasnov et al. (2008), distri-
melakukan aktivitas yang berbeda (Fithria, busi parasit di antara inang sangat beragam,
632
Jurnal Veteriner Desember 2020 Vol. 21 No. 4 : 629-636
Acarina
beberapa hewan sebagai inang dari Acarina dan intensitasnya pada kelelawar yang ditemukan
Insecta menentukan tinggi rendahnya intensitas di Goa Jepang, Sleman yaitu seperti disajikan
dari setiap populasi atau individu. pada Tabel 2.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pada Tabel 2., disajikan bahwa di Goa
Goa Jepang ini didapatkan empat genus Acarina Jepang nilai prevalensi paling tinggi pada R.
dan empat genus Insecta yang terdapat pada pussilus yaitu 66,67%, sedangkan nilai
kelelawar. Spesies Acarina tersebut di anta- prevalensi pada M. schreibersii yaitu 11,11%.
ranya Periglischrus sp., Spinturnix plecotinus, Nilai tersebut berdasarkan kategori prevalensi
Blattisocius sp., dan Glycyphagus sp. Spesies yaitu Sering atau kelelawar R. pussilus di Goa
Insecta tersebut di antaranya Megastrebla sp., Jepang sering terinfeksi oleh ektoparasit. Nilai
Stylidia caudate, Basilia sp., dan Brachytarsina prevalensi yang tinggi dan dikategorikan sering
sp. (Tabel 1). mengalami infeksi terjadi karena R. pussilus
Hasil penelitian tersebut kemudian hidup di goa berkoloni dalam jumlah tinggi
dilakukan analisis data berupa prevalensi dan dibandingkan individu lainnya. Pada saat
633
Poerwanto et al. Jurnal Veteriner
Tabel 2. Prevalensi ektoparasit pada jenis kelelawar Subordo Microchiroptera di Goa Jepang, Bukit
Plawangan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Goa Jepang
Spesies Kelelawar Prevalensi (%)
Infeksi Non-infeksi
roosting R. pussilus akan berkumpul dengan hidupnya di tubuh kelelawar. Acarina ini
individu yang sejenis, kemudian penularan memanfaatkan darah atau cairan limfa
ektoparasit dari satu kelelawar ke kelelawar kelelawar untuk memenuhi kebutuhan
lainnya berlangsung dengan cara bersentuhan, hidupnya (Baker dan Craven, 2003).
sehingga memudahan terjadinya penularan Morfologi dari Acarina dan perilakunya
ektoparasit. Selain itu, dapat pula terjadi karena disesuaikan untuk hidup pada sayap kelelawar.
ketika satu habitat yang sama dimanfaatkan Kenampakan morfologi tubuhnya relatif datar
oleh jenis kelelawar yang berbeda. dengan kaki yang panjang dan gemuk serta ku-
Menurut data dari International Union for ku cakar tersusun dari tarsal dengan pretarsal
Conservation of Nature (IUCN), kelelawar yang pendek, caruncles yang besar, dengan
dengan spesies Miniopterus screibersii memiliki kuku cakar yang kuat. Modifikasi tubuh me-
status konservasi Near Threatened atau mungkinkan Acarina untuk mengaitkan kuku
terancam punah. Dengan demikian sudah wajar cakarnya dengan kuat pada patagium kelelawar.
bahwa jumlah individu kelelawar M. Ketika tungau ini mengait pada bagian pata-
schreibersii yang ditemukan lebih sedikit gium kelelawar, kakinya dapat terentang atau
daripada R. pussilus yang masih memiliki menutup di bawah tubuhnya. Kaki dan kuku
status konservasi Least Concern atau berisiko cakar yang kuat pada spesies ini untuk meng-
rendah karena jumlahnya di alam masih banyak hindari agar tidak terjatuh dari inangnya
(Benda dan Paunovic, 2019). Berdasarkan hal (Sheeler-Gordon et al., 1999). Penelitian secara
tersebut hasil penelitian ini menunjukkan mendalam mengenai Family Spinturnicidae
bahwa M. schreibersii sudah jarang ditemukan dilakukan oleh Deunff dan Beaucournu (1981).
dibandingkan R. Pussilus di Goa Jepang. Pada penelitian ini anggota dari Family Spintur-
Pada Tabel 3. disajikan bahwa nilai nicidae selalu terkoleksi di bagian patagium dan
intensitas ektoparasit pada kelelawar yang rambut di bagian lateral tubuhnya, namun tidak
paling tinggi pada Periglischrus sp. yaitu 0,72, ditemukan pada uropatagium kelelawar.
sedangkan nilai intensitas ektoparasit paling Selain Periglischrus sp., juga ditemukan
rendah pada Glycyphagus sp. dan Stylidia Glycyphagus sp. dan Stylidia caudata. Kedua
caudata senilai 0,06. Nilai tersebut berdasarkan Acarina ini bukan merupakan Acarina yang
kategori intensitas yaitu sangat rendah. Hal berasosiasi dengan kelelawar sebagai inangnya,
ini mungkin karena Goa Jepang bukanlah goa tetapi memanfaatkan sarangnya atau area
alami, melainkan merupakan goa buatan roostingnya untuk hidup. Glycyphagus sp.
manusia bekas peninggalan pasukan penjajahan sebagai tungau debu rumah (TDR) yang
Jepang, sehingga tidak terdapat aliran air yang biasanya berasosiasi dengan serangga dan
menjadikan kondisi goanya pun lebih lembap hidup dengan memakan materi organik.
dan mendukung untuk habitat ektoparasit. Acarina ini dimungkinkan terbawa pada bahan
Kategori intensitas Periglischrus sp. organik yang dimakan oleh kelelawar, sehingga
meskipun dikatakan rendah tetapi memiliki dapat ditemukan secara insidental pada
nilai yang paling tinggi dibandingkan Acarina tubuhnya (Baker dan Wharton, 1952). Stylidia
lain yang ditemukan. Hal ini terjadi karena caudata merupakan anggota Family
Periglischrus sp. merupakan anggota dari Nycteribiidae, dan individu betina parasit
Family Spinturnicidae merupakan Acarina yang dewasa setelah melakukan kopulasi akan
bersifat parasit pada kelelawar Periglischrus sp. meletakkan larva dewasa setiap 12-17 hari pada
Parasit tersebut menghabiskan seluruh siklus dinding atau tempat roost kelelawar dan
634
Jurnal Veteriner Desember 2020 Vol. 21 No. 4 : 629-636
Tabel 3. Intensitas Acarina pada kelelawar Subordo Microchiroptera di Goa Jepang, Bukit
Plawangan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
dilakukan antara pukul 09.00 dan 18.00 (Mc untuk menghindari kontak langsung dengan
Alpine et al., 1992). Pengambilan data kelelawar dan tidak mengkonsumsi kelelawar
dilakukan saat sekitar pukul 17.30 saat serta bagi pengelola untuk menjaga kebersihan
matahari terbenam, dan waktu kelelawar tempat wisata di dalam goa.
merupakan saat kelelawar akan keluar dari
sarangnya. Hal ini menjelaskan mengapa
Stylidia caudata memiliki nilai intensitas paling UCAPAN TERIMA KASIH
rendah dibanding individu lainnya, karena
mungkin saat penangkapan kelelawar, spesies Terima kasih penulis ucapkan untuk
ini sedang tidak berada pada tubuh kelelawar. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada yang
telah memberikan kesempatan bagi kami untuk
melaksanakan penelitian ini, sehingga
SIMPULAN terlaksana dengan baik.
635
Poerwanto et al. Jurnal Veteriner
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Krantz GW, Walter DE. 2009. A Manual of
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pedoman Acarology. 3 rd Edition. Texas. Texas
Pengumpulan Data Reservoir (Kelelawar) Technical University Press. Hlm. 93-180.
di Lapangan, Riset Khusus Vektor dan
Kurta A, Whitaker JOJr, Wrenn W, Soto-
Reservoir Penyakit. Lembaga Penerbit Ba-
Centeno A. 2007. Ectoparasitic Assemblages
dan Penelitan dan Pengembangan
on Mormoopid Bats (Chiroptera:
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Mormoopidae) from Puerto Rico. Journal od
Hlm. 70-71.
Medical Entomology 44(6): 953-958.
Baker AS, Craven, JC. 2003. Checklist of the
Mc Alpine JF, Peterson BV, Shewell GE, Teskey
mites (Arachnida: Acari) assiciatd with bats
HJ, Vockeroth JR, Wood DM. 1992. Manual
(Mammalia: Chiroptera) in the British is
of Nearctic Diptera Volume 2. Ottawa.
les. Syst. Appl Acarol Spec Publ 14: 1-20
Minister of Supply and Services Canada.
Baker EW, Wharton GW. 1952. An Introduction Hlm. 1283-1292.
to Acarology. New York. MacMillan Co.
Mc. Daniel B. 1994. How To Know The Acarina
Hlmaker. Hlm. 465
and Tick. Pictured Key nature Series.
Benda P, Paunoviæ M. 2019. Miniopterus Wm.C. Iowa. Brown Co Pub. Hlm. 335
schreibersii. The IUCN Red List of
Rahola N, Goodman SM, Robert V. 2011. The
Threatened Species 2019:e.
Hippoboscidae (Insecta: Diptera) from
T81633057A22103918. http://dx.doi.org/
Madagascar, with new records from the
10.2305/IUCN.UK.2019-1.RLTS.
“Parc National de Midongy Befotaka”.
T81633057A22103918.en
Parasite 18(2): 127-140.
Bush AO, Lafferty KD, Lotz JM, Shotsak AW.
Sheeler-Gordon LL, Owen RD. 1999. Host
1997. Parasitology meets Ecology on Its Own
tracking or resource tracking? The case of
Term: Margolis et al Revisited. J Parasitol
Periglischrus wing mites (acarina:
83: 575-583.
spinturnicidae) of Leaf-nosed bats
Corbet GB, Hill JE. 1992. The Mammals of the (chiroptera: phyllostomidae) from
Indomalayan region: A systematic review. Michoacan, mexico. Acta Zool. Mex. (n.s.)
Oxford. Oxford University Press. Hlm. 53- 76: 85-102.
160.
Suyanto A. 2001. Kelelawar di Indonesia.
Deunff J, Beaucournu JC. 1981. Phenologie et Cibinong. Puslitbang Biologi. LIPI. Hlm.
variations du dermecos chez quelques 1-126.
especes de Spinturnicidae (Acarina:
Wijayanti F, Solihin D, Ali-Kodra HS., Maryanto
Mesostigmata). Ann Parasitol Hum Comp
I. 2010. Pengaruh Fisik Gua terhadap
56: 203-380.
Struktur Komunitas Kelelawar pada
Duran AR, Centeno JAS. 2002. Temperature Beberapa Gua Karst di Gombong Kabupaten
selection by tropical bats roosting in caves. Kebumen Jawa Tengah. Jurnal Biologi
J Thermal Bioi 28: 465-468. Lingkungan 4(2): 108-117.
Fithria A. 2003. Keanekaragaman Jenis Satwa Yoder JA, Benoit JB, Christensen BS, Hobbs
Liar di Areal Hutan PT. Elbana Abadi Jaya HH. 2009. Entomopathogenic fungi carried
Sungai Pinang, Kabupaten Banjar, by the cave orb weaver spider, Meta ovalis
Kalimantan Selatan. Rimba Kalimantan (Araneae, Tetragnathidae) with implications
9(1): 63-70. for mycoflora transfer to cave crickets. J
Cave and Karst Studies 71: 116–120.
Hopla CE, Duren LA, Keirans JE. 1994.
Ectoparasites and Classification. Rev
Science Technology 13(4): 985-1017.
Kasnov BR, Shenbrot GI, Khokhlova IS,
Hawlena H. Degen A. 2008. Sex ratio in flea
infrapopulations: number of fleas, host
gender and host age do not have an effect.
Cambridge Journal 135: 1133-1141.
636