You are on page 1of 9

Vol.14.No.1.Th.

2007 The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity

The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity on Vitality of Female Mud


Crab (Scylla olivacea)

Muhammad Yusri Karim*


Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hassanudin
Jl. Pongkalis I No. 15A Makasar
Email:

ABSTRACT

Back ground: Mud crab which inhabits estuaries and mangrove swamps is of commercial importance and cultured in
many tropical countries. A research to know the effect of osmotic at various medium salinity on vitality of female mud
crab (Scylla olivacea) ie: survival rate, specific growth rate, and biomass production.
Methods: The research was carried out in Center for Brackishwater Aquaculture Development, Takalar Regency, South
Sulawesi Province during 90 days. Complete randomized design with 4 treatments of salinity and 3 replicated was
performed. The treatments were: 15, 20, 25, and 30 ppt that each equal to 432.66; 578.52, 726.20, and 875.46 mOsm/L
H2O of medium osmolarity. Analysis of variance and Tukey test were used to reveal the effect of treatments.
Result: The result showed that medium osmotic gave effect very siginificant (p < 0.01) on specific growth rate and
biomass production but not significant (p > 0.05) on survival rate of female mud crab (S. olivacea).

Key word : Vitality, mud crab, osmotic, salinity

Pengaruh Osmotik pada Berbagai Tingkat Salinitas Media terhadap Vitalitas Kepiting Bakau (Scylla
olivacea)Betina

ABSTRAK

Latar belakang: Kepiting bakau merupakan biota perairan bernilai ekonomis penting penghuni estuaria dan mengrove
dan telah dibudidayakan secara komersial di beberapa negara tropis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh osmotik pada berbagai tingkat salinitas media terhadap vitalitas kepiting bakau (Scylla olivacea) meliputi :
tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot spesifik harian, dan produksi biuomassa.
Metode: Penelitian dilaksanakan di Balai budidaya Air Payau, Kabupaten Takalar, Propinsi Sulawesi Selatan selama 90
hari. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan salinitas dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri
atas salinitas 15; 20, 25, dan 30 ppt yang masing-masing setara dengan 432,66; 578,52; 726.20 dan 875,46 mOsm/L
H2O osmolaritas media. Data dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan uji Tukey digunakan untuk
mengetahui perbedaan antar perlakuan.
Kesimpulan: Hasil penelitian memperlihatkan bahwa osmotik media berpengaruh sangat nyata (p < 0,01) pada laju
pertumbuhan bobot spesifik harian, dan produksi biomassa kepiting bakau, akan tetapi tidak berpengaruh nyata (p >
0,05) pada tingkat kelangsungan hidup kepiting bakau (S. olivacea)betina.

Kata kunci : vitalitas, kepiting bakau, osmotik, salinitas

* Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin

65
Karim Jurnal Protein

PENDAHULUAN Dalam hal ini, salinitas akan berpengaruh pada


pengaturan ion-ion internal, yang secara langsung
Kepiting bakau merupakan salah satu memerlukan energi untuk transpor aktif ion-ion
sumberdaya hayati perairan bernilai ekonomis guna mempertahankan lingkungan internal. Hal
tinggi, penghuni daerah estuaria dan mangrove ini sangat berpengaruh pada proses fisiologis yang
(Fratini dan Vannini, 2002). Jenis biota ini telah dapat berakibat pada mortalitas kepiting. Oleh
dibudidayakan secara komersial di beberapa sebab itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk
negara tropis (Hamasaki et al., 2002). Kepiting meningkatkan vitalitas agar resiko kematian dapat
bakau telah dikenal baik di pasaran dalam negeri dikurangi. Vitalitas adalah kemapuan organisme
maupun luar negeri karena rasa dagingnya yang untuk hidup, tumbuh, memanfaatkan pakan dan
lezat dan bernilai gizi tinggi yakni mengandung berperan dalam lingkungannya.
berbagai nutrien penting seperti mineral dan asam Upaya untuk meningkatkan vitalitas
lemak -3 (Catacutan, 2002). kepiting perlu dilakukan guna menghasilkan
Kebutuhan konsumen akan kepiting bakau kepiting dengan pertumbuhan yang pesat dan
selama ini sebagian besar masih dipenuhi dari tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Dari
hasil penangkapan di alam yang sifatnya permasalahan tersebut dapat dinyatakan bahwa
fluktuatif. untuk menghasilkan pertumbuhan kepiting bakau
Seiring dengan meningkatnya permintaan yang maksimal diperlukan media pemeliharaan
konsumen akan kepiting terutama di pasaran dengan tingkat kerja osmotik yang minimal. Hal
internasional membawa implikasi terhadap upaya tersebut hanya dapat dicapai apabila kepiting
untuk memproduksi kepiting bakau melalui dipelihara pada medium dengan salinitas
budidayanya secara intensif. Dari empat spesies optimum sehingga mampu meningkatkan vitalitas.
kepiting bakau yang terdapat di perairan Mengingat bahwa S. olivacea merupakan salah
Indonesia, Scylla olovacea merupakan salah satu satu spesies kepiting yang potensial untuk
diantaranya yang potensial untuk dibudidayakan. dibudidayakan dan salinitas optimum untuk
Spesises ini memeliki kelebihan kepiting betina pertumbuhannya belum dapat ditentukan maka
sudah matang gonad pada ukuran lebar karapas 8 perlu dilakukan pengkajian tentang vitalitas
cm. kepiting bakau (S. olivacea) yang dipelihara pada
Tolak ukur keberhasilan budidaya kepiting berbagai salinitas.
bakau adalah produksi kepiting yang ditunjukkan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
oleh pertumbuhan yang pesat dalam waktu pengaruh osmotik pada berbagai tingkat salinitas
singkat dan tingkat kelangsungan hidup yang media terhadap vitalitas kepiting bakau (S.
tinggi. Secara fisiologis, pertumbuhan hanya olivacea) meliputi tingkat kerja osmotik, tingkat
dapat terjadi apabila terdapat kelebihan energi, kelangsungan hidup, laju pertumbuhan, dan
setelah energi melalui pakan yang dikonsumsi produksi biomassa. Hasil penelitian ini
dikurangi dengan kebutuhan energi untuk diharapkan dapat memberi sumbangan informasi
berbagai aktivitas. Adanya perubahan kondisi pengetahuan mengenai peran salinitas pada usaha
lingkungan terutama salinitas akan berpengaruh budidaya kepiting bakau khususnya pada S.
pada besaran energi yang dikonsumsi dapat lebih olivacea.
besar atau lebih kecil daripada energi yang
dibelanjakan terutama untuk keperluan MATERI DAN METODE PENELITIAN
osmoregulasi
Salinitas merupakan salah satu faktor Penelitian ini dilaksanakan di Balai
lingkungan yang berpengaruh pada vitalitas Budidaya Air Payau (BBAP) Kecamatan
organisme karena merupakan masking factor bagi Galesong Selatan, Takalar, Sulawesi Selatan
organisme akuatik yang dapat memodifikasi berlangsung selama 90 hari.
peubah fisika dan kimia air menjadi satu kesatuan Penelitian menggunakan wadah berupa
pengaruh yang berdampak osmotik terhadap akuarium kaca berukuran panjang, lebar dan
osmoregulasi dan bioenergetik organisme akuatik tinggi masing-masing 75 x 75 x 50 cm berjumlah
(Gilles dan Pequeux, 1983; Ferraris et al., 1986). 12 buah yang diisi air media sesuai perlakuan

66
Vol.14.No.1.Th.2007 The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity

setinggi 25 cm. Akuarium tersebut dilengkapi bakau, maka dilakukan pergantian air sebanyak
dengan pompa aerasi. Setiap akuarium disekat 25% setiap hari dan 75% setiap lima belas hari.
menjadi 6 bagian kecil yang masing-masing Untuk mempertahankan salinitas perlakuan, maka
berukuran 37.5 x 25 cm. Pada setiap bagian dilakukan pengukuran salinitas pada setiap pagi
akuarium yang disekat, sebagian dasarnya diberi dan sore sehari dengan menggunakan hand
pasir setebal 10 cm. refraktometer. Jika terjadi peningkatan salinitas,
Hewan uji yang digunakan adalah kepiting maka dilakukan penambahan air tawar sampai
bakau betina dengan bobot tubuh 25 sampai 30 g salinitas media sesuai dengan perlakuan
dan lebar karapas 3 sampai 4 cm per ekor. Penelitian dirancang dengan pola rancangan
Kepiting tersebut didatangkan dari perairan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan
Takalar, Sulawesi Selatan. Sebelum ditebar ke salinitas dengan masing-masing 3 ulangan. Ke
wadah penelitian, kepiting uji terlebih dahulu empat perlakuan salinitas tersebut yaitu : 15; 20;
diadaptasikan sesuai dengan salinitas dan pakan 25 dan 30 ppt yang masing-masing setara dengan
perlakuan selama 7 hari. Kepiting uji ditebar 432,66; 578,52; 726.20 dan 875,46 mOsm/L H2O
dengan kepadatan 1 ekor per sekat atau 6 ekor per osmolaritas media.
wadah yang dipelihara selama 90 hari. Sebelum Parameter yang diamati adalah tingkat kerja
ditebar ke wadah penelitian terlebih dahulu osmotik, tingkat kelangsungan hidup, laju
dilakukan penimbangan bobot dengan pertumbuhan bobot spesifik harian, dan produksi
menggunakan timbangan elektrik berketelitian biomassa kepiting bakau betina. Tingkat kerja
0.001 g. Selama penelitian berlangsung kepiting osmotik kepiting ditentukan dari perbedaan antara
diberi pakan berupa ikan rucah. Pemberian nilai osmolaritas hemolimfe kepiting dan
dilakukan setiap hari sebesar 10% dengan osmolaritas media perlakuan (Lignot et al., 2000).
frekuensi pemberian 2 kali sehari yakni pada Pengukuran osmolaritas dilakukan dengan
pukul 06.00 dan 18.00. menggunakan osmometer (SOP OSMOTAT 30)
Sumber air yang digunakan terdiri atas air dan rumus Wheaton (1977).
laut bersalinitas 35 sampai 38 ppt, yang diperoleh Tingkat kelangsungan hidup kepiting uji
dengan cara evaporasi dan air tawar. Stok air laut dihitung dengan menggunakan rumus (Huynh dan
diambil dari perairan pantai Galesong Selatan, Fotedar 2004)
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Sebelum SR = Nt/No x 100
dievaporasi, stok air laut tersebut diendapkan dimana SR adalah tingkat kelangsungan hidup
terlebih dahulu selama 24 jam. Air tawar kepiting uji (%), No adalah jumlah kepiting uji
diperoleh dengan cara melakukan destilasi pada awal penelitian (ekor), dan Nt adalah jumlah
terhadap air sumur bor di Balai Budidaya Air kepiting uji yang hidup pada akhir penelitian
Payau Takalar. Untuk mendapatkan media (ekor).
perlakuan sesuai dengan salinitas yang diinginkan Laju pertumbuhan bobot spesifik harian
maka dilakukan teknik pengenceran dengan air dihitung dengan rumus (Changbo et al. 2004)
tawar. Pengenceran dilakukan dengan SGR = (ln Wt – ln Wo)/t x 100
berpedoman pada rumus yang digunakan Anggoro
dimana SGR adalah laju pertumbuhan bobot
(1993) sebagai berikut :
spesifik harian (%), Wo adalah bobot rata-rata
S2 = (a x S1)/(n + a) kepiting bakau pada awal penelitian (g), Wt
adalah bobot rata-rata kepiting bakau pada waktu t
dimana S2 adalah tingkat salinitas yang
(g), dan t adalah lama pemeliharaan (hari).
diinginkan (ppt), S1 adalah tingkat salinitas air
Produksi biomassa kepiting setiap
laut yang akan diencerkan (ppt), a adalah volume
perlakuan dihitung berdasarkan perkalian antara
air laut yang diencerkan (L), dan n adalah volume
bobot rata-rata individu dan jumlah kepiting yang
air tawar yang perlu ditambahkan (L).
hidup pada akhir penelitian (Karim, 2002).
Untuk menjaga kualitas air media
Selama penelitian berlangsung dilakukan
penelitian, maka sisa-sisa pakan dan kotoran
pengukuran beberapa parameter fisika kimia air
kepiting uji setiap hari dibuang dengan cara
media pemeliharaan yaitu suhu, oksigen terlarut,
menyipon. Penyiponan dilakukan dengan
pH, amoniak, dan nitrit. Suhu diukur dengan
menggunakan selang plastik berdiameter 5/16
menggunakan termometer air raksa, pH dengan
inch. Agar kualitas air media senantiasa berada
pH meter, oksigen terlarut dengan DOmeter,
dalam ambang batas kelayakan hidup kepiting

67
Karim Jurnal Protein

kadar amoniak, dan nitrit dengan tingkat pembelanjaan energi. Efek lanjutnya
spektrofotometer. akan menentukan tingkat kelangsungan hidup
Data yang diperoleh dianalisis dengan dan pertumbuhan kepiting.
menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Hasil pengukuran osmolaritas
uji respon. Uji Tukey digunakan untuk hemolimfe, osmolaritas media, dan tingkat
membandingkan perbedaan antara perlakuan. kerja osmotik (TKO) kepiting bakau betina
Selanjutnya untuk mengetahui bentuk serta (S. olivacea) pada berbagai salinitas media
keeratan sebagai efek perlakuan dilakukan analisis disajikan pada Tabel 1.
teknik regresi-korelasi (Steel dan Torrie, 1993).
Sebagai alat bantu untuk melaksanakan uji
statistik tersebut digunakan paket program SPSS
versi 12.0. Adapun peubah kualitas air yang
diperoleh dianalisis secara diskriptif berdasarkan
kelayakan hidup kepiting bakau.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Osmolaritas dan Tingkat Kerja


Osmotik
Salinitas merupakan salah satu faktor
lingkungan yang berpengaruh pada kehidupan
organisme akuatik termasuk kepiting bakau.
Salinitas media melalui perubahan
osmolaritas media air akan menentukan
tingkat kerja osmotik (beban osmotik) yang
dialami kepiting dan akan mempengaruhi

Tabel 1. Osmolaritas hemolimfe (OH), osmolaritas media (OM), dan tingkat kerja osmotik
(TKO) kepiting bakau betina (S. olivacea) pada berbagai salinitas media
Osmolaritas Salinitas (ppt) (n = 3)
(mOsm/L H20) 15 20 25 30
OM 432,66  0,00 578,72  0,00
d c
726,20  0,00 875,46  0,00a
b

OH 608,92  2,31 660,13  2,56


d c
713,76  5,31b 762,39  2,38a
TKO 170,34  2,07 a
78,86  1,57 c
20,45  2,48d 115,57  5,23b
Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada
taraf uji 5% (p < 0,05)

Osmolaritas media merupakan penentu sama diperoleh Ferraris et al. (1986), Chen
tingkat kerja osmotik yang dialami kepiting. dan Chia (1997), Chen dan Lin (1998),
Osmolaritas media makin besar dengan Lemaire et al. (2002), dan Huynh dan Fotedar
peningkatan salinitas. hal tersebut disebabkan (2004) pada krustase spesies Scylla serrata,
peningkatan konsentrasi ion-ion terlarut. Sifat Penaeus stylirostris, P.laticulatus yang
osmotik dari media bergantung pada seluruh osmolaritasnya meningkat dengan
ion yang terlarut di dalam media tersebut. peningkatan salinitas media. Peningkatan
Dengan semakin besarnya jumlah ion terlarut osmolaritas tersebut berkaitan dengan
di dalam media. tingkat kepekaan osmolaritas mekanisme osmoregulasi yang dilakukan
larutan akan semakin tinggi pula. sehingga kepiting. Osmoregulasi merupakan
akan menyebabkan makin bertambah mekanisme adaptasi lingkungan yang penting
besarnya tekanan osmotik media. Demikian bagi organisme akuatik khususnya krustase
pula halnya dengan osmolaritas hemolimfe (Lignot et al., 1999; Huynh dan Fotedar
kepiting yang meningkat secara linier dengan 2004).
peningkatan salinitas media. Fenomena yang

68
Vol.14.No.1.Th.2007 The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity

Nilai osmolaritas media (YOM) dan osmolaralitas media 689,65 mOsm/ L H2O.
hemolimfe (YOH) berbanding lurus dengan Dari kurva respon tersebut menggambarkan
salinitas media (X). mengikuti persamaan bahwa tingkat kerja osmotik kepiting akan
YOM = -6,660 + 29,380x (r2 = 0,99) dan YOH = mencapai titik minimum pada salinitas
454,980 + 10,281x (r2= 0,99). Dari persamaan optimum dan selanjutnya akan meningkat di
hubungan salinitas dengan osmolaritas media luar kisaran isoosmotik.
dan hemolimfe tersebut memperlihatkan
korelasi positif yang kuat. 2. Tingkat Kelangsungan Hidup, Laju
Tingkat kerja osmotik yang dialami pertumbuhan dan Produksi Biomassa
kepiting bakau sebanding dengan perbedaan Kepiting
osmolaritas antara media dan cairan tubuh Tingkat kelangsungan hidup, laju
(hemolimfe). Pada media dengan tingkat kerja pertumbuhan bobot spesifik harian, dan
osmotik di luar kisaran isoosmotik, kepiting produksi biomassa kepiting bakau betina yang
melakukan kerja osmotik untuk keperluan dipelihara pada berbagai salinitas media
osmoregulasi. Hal tersebut menyebabkan disajikan pada Tabel 2.
pembelanjaan energi untuk osmoregulasi
tinggi sehingga mengurangi porsi energi
untuk pertumbuhan. Kepiting bakau termasuk
organisme akuatik euryhaline (Chen dan
Chia, 1997). memiliki kemampuan untuk
menjaga lingkungan internalnya dengan cara
mengatur osmolaritas (kandungan garam dan
air) pada cairan internalnya. Dengan
demikian, kepiting bakau akan bersifat
hiperosmotik terhadap lingkungannya apabila
berada pada media bersalinitas rendah dan
hipoosmotik pada media bersalinitas tinggi.
Salinitas media sangat nyata (p < 0.01)
mempengaruhi tingkat kerja osmotik kepiting
bakau betina. Tingkat kerja osmotik tertinggi
dihasilkan pada media bersalinitas 15 ppt dan
terendah pada salinitas 25 ppt. Hubungan
antara salinitas media dan tingkat kerja
osmotik (X) kepiting bakau betina berpola
kuadratik dengan persamaan regresi Y
(mOsm/L H2O) = 1081,500 – 88,272x +
1,862x2 (r2 = 0,94). Berdasarkan persamaan
regresi dapat diprediksi bahwa tingkat kerja
osmotik kepiting bakau minimum berada
pada salinitas 23,70 ppt atau setara dengan

Tabel 2. Tingkat kelangsungan hidup (SR), laju pertumbuhan bobot spesifik harian
(SGR), dan produksi biomassa (PB) kepiting bakau (S. olivacea) yang dipelihara
dipelihara pada berbagai salinitas media
Salinitas (ppt) (n = 3)
Parameter
15 20 25 30
SR (%) 100,00  0,00 a
100,00  0,00 a
100,00  0,00 a
94,44  9,62a
SGR (%) 1,24  0,02c 1,32  0,01b 1,35  0,01a 1,29  0,02b
PB (g) 347,68  416,52  12,52 455,30  8,35 401,97  38,08 ab
c b a
12,23
Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada
taraf uji 5% (p < 0,05)

69
Karim Jurnal Protein

Tingkat kelangsungan hidup kepiting Tingginya laju pertumbuhan bobot spesifik


bakau tidak dipengaruhi (p > 0,05) oleh efek harian dan produksi biomassa kepiting pada
osmotik pada berbagai salinitas media. Hal media bersalinitas 25 ppt disebabkan
tersebut disebabkan kepiting bakau bersifat osmolaritas media dan hemolimfe kepiting
euryhaline, yaitu mempunyai kemampuan mendekati titik isoosmotik. sehingga tingkat
untuk hidup pada rentang salinitas yang lebar. kerja osmotik kepiting minimun berada pada
Menurut Chen dan Chia (1997), kepiting salinitas 25 ppt. Dengan demikian, pada
bakau termasuk organisme akuatik yang salinitas tersebut kebutuhan energi kepiting
bersifat eurihaline, yaitu mampu beradaptasi untuk osmoregulasi rendah sehingga porsi
pada media dengan rentang salinitas lebar. energi untuk pertumbuhan meningkat.
Tingkat kelangsungan hidup kepiting Pertumbuhan kepiting bakau pada dasarnya
terutama dipengaruhi oleh parameter fisika- bergantung kepada energi yang tersedia.
kimia air. pakan yang mencukupi dan tekanan bagaimana energi tersebut dipergunakan di
osmotik dari media. Tingkat kelangsungan dalam tubuh dan secara teoritis pertumbuhan
hidup yang dihasilkan memberikan gambaran hanya dapat terjadi apabila kebutuhan
hasil interaksi antara daya dukung lingkungan minimunnya (untuk hidup pokok) terpenuhi.
dan pakan. Ketersediaan pakan yang cukup Kepiting memperoleh energi melalui pakan
dan berkualitas tinggi serta daya dukung yang dikonsumsi dan pembelanjaannya
lingkungan terutama osmotik media digunakan untuk berbagai aktivitas termasuk
(salinitas) akan mengefisienkan penggunaan untuk keperluan osmoregulasi. Pertumbuhan
energi sehingga dapat dimanfaatkan oleh yang pesat selain ditentukan oleh efisiensi
organisme untuk mempertahankan pemanfaatan pakan juga kerja osmotik yang
kelangsungan hidupnya. Tingkat rendah. Beban osmotik yang rendah akan
kelangsungan hidup kepiting bakau betina mengurangi beban kerja enzim Na+-K+
yang tinggi pada media dengan salinitas 15, ATPase serta pengangkutan aktif Na+-K+ dan
20, 25, dan 30 ppt menggambarkan bahwa Cl-. akibatnya energi (ATP) yang dipakai
osmotik media pada salinitas tersebut masih untuk osmoregulasi mengecil sehingga
mendukung kelangsungan hidup kepiting tersedia energi untuk pertumbuhan (Ferraris
bakau (S. olivacea) betina. Pada kondisi et al. 1986). Laju pertumbuhan bobot spesifik
tersebut kepiting memiliki kemampuan harian yang lebih rendah pada salinitas 15 ppt
menghadapi tekanan osmotik sehingga dapat disebabkan tingkat kerja osmotik kepiting
mempertahankan kelangsungan hidupnya. yang lebih tinggi sehingga penggunaan energi
Kumlu et al. (2001) mengemukakan bahwa untuk osmoregulasi juga tinggi dan
salinitas merupakan salah satu faktor abiotik mengurangi porsi energi untuk pertumbuhan.
penting yang mempengaruhi kelangsungan Laju pertumbuhan bobot spesifik harian
hidup organisme akuatik. Oleh sebab itu, tertinggi yang diperoleh pada penelitian ini
perlunya penentuan salinitas optimun sesuai agak rendah dibandingkan hasil yang
kebutuhan organisme untuk mendukung diperoleh Trino dan Rodriguez (2002) yakni
kelangsungan hidupnya. Tingkat 1,76%. Pada penelitian Trino dan Rodriguez
Kelangsungan hidup kepiting yang mencapai (2002) tersebut kepiting dipelihara dengan
mencapai 100% ini, menyamai hasil yang sistem pen culture, akan tetapi tingkat
diperoleh Sheen dan Wu (1999) dan kelangsungan hidup tertinggi yang dihasilkan
Catacutan (2002). hanya mencapai 56%.
Laju pertumbuhan bobot spesifik harian Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan
dan produksi biomassa kepiting bakau sangat hidup akan menentukan produksi biomassa.
nyata (p < 0,01) dipengaruhi osmotik media. Salinitas media sangat nyata (p < 0.01)
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa laju mempengaruhi produksi biomassa kepiting
pertumbuhan bobot spesifik harian dan bakau. Produksi biomassa kepiting tertinggi
produksi biomassa kepiting bakau betina dihasilkan pada media bersalinitas 25 ppt dan
tertinggi dihasilkan pada osmotik media terendah pada salinitas 15 ppt. Hal tersebut
726,20 mOsm/L H20 (salinitas 25 ppt) dan disebabkan laju pertumbuhan bobotnya paling
terendah pada osmotik 432,66 (15 ppt). pesat meskipun tingkat kelangsungan

70
Vol.14.No.1.Th.2007 The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity

hidupnya tidak memperlihatkan perbedaan 0,92) dan PB (g) = -265,670 + 59,008x -


yang nyata. Perkembangan kedua komponen 1,222x2 (r2 = 0,80). Berdasarkan persamaan
tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan tersebut dapat diprediksi bahwa salinitas
(biotik dan abiotik). Oleh sebab itu, produksi optimum yang menghasilkan laju
biomassa sangat ditentukan oleh kemampuan pertumbuhan bobot spesifik harian dan
mengendalikan faktor lingkungan terutama produksi biomassa kepiting bakau (S.
salinitas. Media bersalinitas 25 ppt olivacea) betina maksimun masing-masing
memberikan kondisi optimum bagi berada pada 23.50 dan 24,14 ppt yang
kelangsungan hidup dan pertumbuhan bagi masing-masing setara dengan osmolaritas
kepiting sehingga merupakan daya dukung media 683,77 dan 702,57 mOsm/L H2O.
terbaik bagi pencapaian tingkat produksi Persamaan tersebut menggambarkan bahwa
kepiting bakau yang maksimum. proses pertumbuhan tidak berlangsung secara
Bila ditinjau dari aspek fisiologi sederhana. tetapi sangat kompleks yakni
lingkungan, salinitas merupakan salah satu melibatkan berbagai reaksi antara lain reaksi
faktor eksternal abiotik yang berpengaruh enzimatis selama proses-proses metabolisme,
cukup penting bagi kehidupan biota perairan regulasi osmotik, dan lain-lain proses yang
termasuk kepiting (Kumlu et al., 2001; Rowe, turut serta selama pertumbuhan. Laju
2002; Villarreal et al., 2003; Huynh dan pertumbuhan bobot spesifik harian dan
Fotedar, 2004; Zacharia dan Kakati, 2004). produksi biomassa kepiting akan mencapai
Meskipun kepiting bakau bersifat eurihalin, titik maksimun pada osmolararitas optimum,
kemampuannya untuk beradaptasi cukup kemudian akan mengalami penurunan bila
besar. Namun seperti organisme lainnya, berada di luar kisaran salinitas optimum.
kisaran untuk tumbuh lebih sempit jika Pertumbuhan yang maksimun hanya dapat
dibandingkan dengan kisaran untuk dicapai apabila pembelanjaan energi untuk
mempertahankan kehidupannya. Peran osmoregulasi rendah.
salinitas sebagai media pemeliharaan kepiting
bakau akan memberikan pengaruh pada 3. Parameter Fisika Kimia Air
pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Kelayakan fisika kimia air dalam media
yang selanjutnya menentukan produksi pemeliharaan berperan penting sebagai
biomassa. Hal ini memberikan petunjuk penopang kehidupan dan pertumbuhan
bahwa salinitas sangat mendukung upaya kepiting bakau. Selama penelitian
peningkatkan produksi kepiting. berlangsung dilakukan pengukuran beberapa
Hubungan salinitas (X) dengan laju parameter fisika kimi air pada media
pertumbuhan bobot spesifik harian (SGR) dan pemeliharaan. Parameter fisika kimia air yang
produksi biomassa (PB) berpola kuadratik diukur meliputi: suhu, pH, oksigen terlarut,
dengan persamaan regresi masing-masing : amoniak, dan nitrit disajikan pada Tabel 3.
SGR (%) = 0,554 + 0,047x – 0,001x2 (r2 =

Tabel 3. Parameter fisika kimia air media pemeliharaan kepiting bakau (S. olivacea) betina
Salinitas Parameter
(ppt) Suhu (oC) O2 (ppm) pH NH3 (ppm) NO2 (ppm)
A (5) 26 – 32 3.8 – 5.8 7.5 – 8.0 0.005 – 0.006 0.31 – 0.33
B (15) 26 – 32 3.8 – 5.8 7.5 – 8.0 0.004 – 0.005 0.32 – 0.33
C (25) 26 – 32 3.8 – 5.9 7.5 – 8.0 0.004 – 0.006 0.30 – 0.33
D (35) 26 – 32 3.8 – 5.8 7.5 – 8.0 0.004 – 0.006 0.31– 0.34

Menurut Boyd (1990) dan Kuntiyo et media penelitian tersebut di atas. dapat
al. 1994). suhu yang optimun untuk dinyatakan bahwa kualitas air air di seluruh
pemeliharaaan kepiting bakau adalah 26 wadah percobaan cukup baik dan layak dalam
sampai 32 oC, pH berkisar 7,5 sampai 8,5, mendukung kehidupan kepiting bakau.
oksigen terlarut > 3 ppm, amonia < 0,1 ppm. Dengan demikian. dapat dinyatakan bahwa
dan nitrit < 0,5 ppm. Dari telaah kualitas air tingkat kelangsungan hidup. laju

71
Karim Jurnal Protein

pertumbuhan bobot spesifik harian. Indian Ocean. J. Exp. Mar. Biol. Ecol., 272:
pertumbuhan lebar karapas dan efisiensi 103-116.
pemanfaatan pakan kepiting bakau pada
percobaan ini semata-mata disebabkan oleh 6. Gilles. R. and P. Pequeux. 1983.
efek osmotik dari salinitas media perlakuan. Interactions of chemical and osmotic
regulation with the environment. p: 109-177.
KESIMPULAN DAN SARAN In F. J. Vernberg and W. B. Vernberg (eds.).
The Biology of crustacea, Vol. 8 :
Kesimpulan Environmental adaptationts. Academic Press.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari New York. pp : 109-177.
penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Salinitas media sangat nyata 7. Hamasaki. K.. M.A. Suprayudi and T.
mempengaruhi laju pertumbuhan bobot Takeuchi. 2002. Mass mortality during
spesifik harian dan produksi biomassa metamorphosis to megalops in the seed
kepiting bakau, tetapi tidak memepengaruhi production of mud crab Scylla serrata
tingkat kelangsungan hidup kepiting bakau. (Crustacea. Decapoda. Portunidae). Fish.
2. Salinitas 25 ppt meningkatkan laju Sci., 68 : 1226-1232.
pertumbuhan bobot spesifik. pertumbuhan
lebar karapas dan produksi biomassa kepiting 8. Karim, M.Y., Arifin, dan K. Amri. 2002.
bakau yang dipelihara selama 90 hari. Kelangsungan hidup dan Pertumbuhan
Kepiting Bakau (Scylla serrata Forsskal)
DAFTAR PUSTAKA yang dipelihara dalam kurungan di laut.
Lutjanus, Jurnal Teknologi Perikanan dan
1. Catacutan. M.R. 2002. Growth and body Kelautan, Vol. 7 (2) : 130-137.
composition of juvenile mud crab. Scylla
serrata. fed different dietary protein and lipid 9. Kumlu, M., O.T. Eroldogan and B.
levels and protein to energy ratio. Saglamtimur. 2001. Effect of salinity and
Aquaculture. 208: 113-123. added substrates on growth and survival of
Metapenaeus monoceros (Decapoda:
2. Chen, J.C. and P. G. Chia. 1997. Penaeidae) post larvae. Aquaculture, 196:
Osmotic and ionic concentrations of Scylla 177-188.
serrata (Forskal) subjected to different
salinity levels. Comp Biochem. Physiol., 17A 10. Perikanan, Balai Budidaya Air Payau,
(2): 239-244. Jepara. 30 hal.

3. Chen, J.C. and J.L. Lin. 1998. Osmotic 11. Sheen, S.S. and SW Wu. 1999. The
concentration and tissue water of Penaeus effect of dietary lipid levels on the growth
chinensis juveniles reared at different response of juvenil mud crab Scylla serrata.
salinity and temperature levels. Aquaculture, Aquaculture, 175: 143–153.
164: 173-181.
12. Steel, R. G. D.. dan J. H. Torrie. 1993.
4. Ferraris. R. P.. F.D.P. Estepa. J.M. Ladja Prinsip dan prosedur statistika. PT. Gramedia
and E.G. De Jesus. 1986. Effect of salinity on Pustaka Utama, Jakarta. 748 hal.
the osmotic. chloride. total protein and
calcium concentration in the hemolymph of 13. Trino, A.T. and E.M. Rodriguez. 2002.
the prawn. Penaeus monodon Fabricius. Pen culture of mud crab Scylla serrata in
Comp. Biochem. Physiol., 83A (4) : 701-708. tidal flats reforested with mangrove trees.
Aquaculture, 211: 125-134.
5. Fratini, S. and M. Vannini. 2002. Genetic
differentiation in mud crab Scylla 14. Wheaton FW. 1977. Aquacultural
serrata(Decapoda: Portunidae) within the Engineering. A Wiley-Interscience Publ,
John Wiley & Sons., New York.

72
Vol.14.No.1.Th.2007 The Effect of Osmotic at Various Medium Salinity

73

You might also like