You are on page 1of 24

KAJIAN INDEKS RISIKO SEDIMENTASI PADA BENDUNG

SIULAK DERAS TERHADAP KECUKUPAN


KEBUTUHAN DEBIT AIR DISAWAH

Kasmanto, Rini Mulyani, Zuherna Mizwar


Mahasiswa Magister Teknik Sipil Universitas Bung Hatta Padang
Email : kasmantokrc@yahoo.co.id
Dosen Magister Teknik Sipil Universitas Bung Hatta Padang
Email : rinimulyani@bunghatta.ac.id
Dosen Magister Teknik Sipil Universitas Bung Hatta Padang
Email : zuemizwar@g.mail.com

ABSTRACT

Sedimentation that occrred in Weir Siulak Deras greatly disturb the sustainability of the weir function in
meeting the need for irrigation water discharge, this is due to the inability of O&P in overcoming sedimentation.
Related institution in this case Balai Wilayah Sungai Sumatera VI has tried to overcome the enormous
sedimentation, that is by making Check Dam in front of weir, but with high sedimentation level Check Dam is
not a solution in overcoming the problem. The enormous sedimentation was caused by the change of land use
from the forest to inflammation and the soursce of C. It was also caused by an avalanche of cliffs along the
banks of the Batang Merao River causing the sand and soil material to be carried by the river flow into the
levee. The capacity of weirs of Siulak Deras to flow through an efficient rice field is 9,068 M3/s with the total
area that can be irrigated is 4.369 Ha. Meanwhile according to the results of research carried out the capability
of irigation that can be irrigated at this time is 1,715 M3/s. With an area that can be irrigated 1.063,97 Ha. So
only 22,94 %. This will have an impac on the social, economic community of calculated ris index between the
danger in the case of sedimentation and vulnerability of this matter Agricultural Products and Capacity is the
ability of the Government is handling the sedimentation of these three components, then get the number of risk
index 18,00. Hence pertained High Very High then the action is a thorough Mitigation and contingency planning
should be prepared immediately.

Keywords:Risk index, sedimentation , water discharge.

ABSTRAK

Sedimentasi yang terjadi di Bendung Siulak Deras sangat menganggu keberlangsungan fungsi bendung
dalam mencukupi kebutuhan debit pengairan sawah, hal ini disebabkan ketidak mampuan O&P dalam
mengataasi sedimentasi. Instansi terkait dalam hal ini Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VI, telah berupaya
dalam mengatasi sedimentasi yang sangat besar, yaitu dengan membuat Check Dam di depan Bendung, namun
dengan tingkat sedimentasi yang tinggis Check Dam tidak menjadi solusi dalam mengatasi masalah tersebut.
Sendimentasi yang sangat besar disebabkan oleh Perubahan tata guna lahan dari hutan menjadi perladangan
dan sumber galianC. Disamping itu juga disebabkan longsoran tebing di sepanjang aliran Sungai Batang
Merao yang menyebabkan material pasir dan tanah terbawa oleh arus sungaI masuk kebendung. Kapasitas
bendung Siulak Deras untuk mengaliri sawah yang efetifnya adalah : 9,068 M3/dt dengan total luasan area
yang dapat digenangi adalah : 4.369 Ha. Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan kemampuan
bendung yang dapat diairi saat ini adalah: 1,715 M3/dt. Dengan luasan areal yang dapat dialiri 1,063,97 Ha
Jadi hanya 22,94 % yang dapat . Hal ini akan berdampak pada Sosial, ekonomi masyarakat petani pengguna
air, jika dihitung indeks Risiko antara Hazard/Bahaya dalam hal ini adalah Sedimentasi dan
Vulnerability/Kerentanan dalam hal ini Hasil Pertanian dan Capasity adalah Kemampuan Pemerintah dalam
menangani sedimentasi. Dari ketiga komponen tersebut maka didapat angka risiko: 18,00 maka tergolong “-
Tinggi – Sangat Tinggi ” maka tindakan nya adalah Mitigasi menyeluruh dan kontigensi planning harus segera
disusun dilaksanakan.

Kata Kunci :Indeks Risiko, sedimentasi, kebutuhan debit.

1
1. PENDAHULUAN
Untuk menunjang pertanian khususnya persawahan di Kabupaten salah satunya adalah Irigasi
Siulak Deras. Memiliki luas wilayah penyairan 5.819 Ha dengan pembagian 3.148 Ha Saluran kanan
dan 2.671 Ha saluran Kiri. Bendung Siulak Deras berasal dari Sungai Batang Merao yang terletak di
Kecamatan Siulak Kabupaten Kerinci (Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VI). Sementara itu
kebutuhan air disaluran pembawa terus berkurang dikarenakan tidak maksimalnya air masuk di pintu
(intake), hal ini disebabkan penumpukan sedimen di pintu bendung.
Upaya Pemerintah melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera VI Provinsi Jambi
telah mengantisifasi yaitu dengan pembuatan Check DAM yang berjarak lebih kurang 500 m diatas
bendung, namun dikarenakan tingginya sedimentasi yang terjadi sehingga Chek Dam tersebut tidak
mampu untuk menahan laju sedimen menuju bendung Siulak Deras, dan disamping itu juga
pembersihan telah dilakukan dengan cara pengerukan sedimen di lokasi Chek Dam dan Bendung Sei.
Siulak Deras Namun dikerjakan oleh pihak swasta yang dikuatirkan akan membahayakan bagunan
tersebut jika dikerjakan dengan tidak prosedural oleh O&P.

Gambar 1: Pengerukan Liar di Cekdam Siulak Deras

Sedimentasi yang terjadi adalah Pengaruh atau interaksi manusia pada suatu DAS yang
mencakup pengelolaan tanaman dan praktek konservasi tanah yang tidak sesuai dengan kaidah
konservasi, sangat mempengaruhi erosi, yaitu adanya percepatan erosi (accelerated erotion). Apabila
pada suatu DAS dilakukan penebangan terhadap berbagai pohon dan penambangan Galian C maka ini
berarti pengurangan terhadap vegetasi penutup tanah, dan penambahan luas bagian yang terbuka.
Apabila terjadi presipitasi maka akan terjadi peningkatan daya pukul curah hujan, limpasan, dan
terjadi erosi. Meningkatnya erosi dan tanah longsor di daerah tangkapan air pada akhirnya akan
meningkatkan muatan sedimen yang dibawa oleh air hujan.
Selain adanya penebangan hutan/pohon-pohon, sehingga meningkatnya erosi dan sedimentasi
dapat disebabkan karena berkembangnya wilayah pemukiman akibat adanya peningkatan jumlah
penduduk. Pada akhir-akhir ini banyak wilayah pemukiman dan pekarangan tanahnya

2
diperkeras, sehingga mengakibatkan aliran permukaan tidak dapat meresap ke dalam tanah dan
menjadi limpasan permukaan yang berpotensi pada terjadinya erosi.
Permasalahan yang terjadi di Bendung Siulak Deras saat ini, adalah besarnya volume laju
sedimen yang terjadi menuju Bendung , sehingga bendung tertutup oleh sedimentasi berupa pasir yang
dibawa oleh air, sehingga kapasitas Bendung tidak dapat mencukupi kebutuhan debit (Q) pengaliran
air kesawah, disamping itu keterbatasan anggaran O&P hanya mampu untuk pembersihan sedimen
dua kali dalam satu tahun , sementara dengan kondisi yang ada sedimen harus dibersihkan sekurang-
kurangnya dua bulan sekali. Ini merupakan problematik yang dialami pada Bendung Siulak Deras
Kabupaten Kerinci. Dilain pihak kebutuhan air bagi petani dalam bercocok tanam sangatlah
tergantung dari suplai Irigasi Siulak Deras, hal ini akan membawa dampak sosial ekonomi bagi
masyarakat.

Gambar 2 : Kondisi Bendung Tertimbun Sedimen Gambar 3 : Kondisi Saluran Primer Kekurangan Air

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai atau sering di singkat DAS (cathment, watershed, drainage basin)
menurut Linsley (1991) dalam Litbang Dephut. (1999) adalah daerah yang dialiri oleh sungai atau
sistem sungai yang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga aliran yang berasal dari daerah
tersebut keluar melalui aliran tunggal.
Daerah Aliran Sungai ( DAS ) merupakan suatu wilayah daratan yang secara topografik
dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk
kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan
Daerah Tangkapan Air (DTA atau catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan
unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya
manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam (Asdak, 2004).
Daerah Aliran Sungai (DAS) biasanya di bagi menjadi daerah hulu, tengah, hilir dan pesisir.
Sistem ekologi DAS bagian hulu pada umumnya dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan.
Ekosistem DAS hulu terdiri atas empat komponen utama, yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan.
Di dalam ekosistem DAS terdapat hubungan timbal-balik antar komponen. Fungsi suatu DAS
3
merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor / komponen yang ada di dalam
DAS. Apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen maka akan mempengaruhi ekosistem
DAS tersebut. Sedangkan perubahan ekosistem juga akan menyebabkan gangguan terhadap
bekerjanya fungsi DAS.
2.2. Penggunaan Lahan dan Perubahannya
Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda pengenal
biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbulan (relief), hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan serta
hasil kegiatan manusia masa lampau dan masa kini yang bersifat mantap dan mendaur (PP No. 150
tahun 2000 ). Sedangkan menurut Sitorus (2001) lahan (land) didefinisikan sebagai bagian dari
bentang alam yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief,
hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya potensial akan berpengaruh terhadap
penggunaan lahan. Penggunaan lahan adalah hasil usaha manusia dalam mengelola sumber daya
yang tersedia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya.
Menurut Soeryanegara (1978) dalam Sinaga (2007: 12) terdapat tiga aspek kepentingan
pokok di dalam penggunaan sumber daya lahan, yaitu 1) lahan diperlukan manusia untuk
tempat tinggal, tempat bercocok tanam, memelihara ternak, memelihara ikan dan lainnya, (2) lahan
mendukung kehidupan berbagai jenis vegetasi dan satwa, dan (3) lahan mengandung bahan tambang
yang bermanfaat bagi manusia.
2.3. Hidrologi DAS
Hidrologi atau tata air DAS adalah suatu keadaan yang menggambarkan tentang keadaan
kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran menurut waktu dan tempat serta pengaruhnya terhadap
kondisi DAS yang bersangkutan. Hakekat DAS selain sebagai suatu wilayah bentang lahan dengan
batas topografi serta suatu wilayah kesatuan ekosistem, juga merupakan suatu wilayah
kesatuan hidrologi. DAS berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses hidrologi yang
mengubah input menjadi output. Input yang dimaksud adalah berupa air hujan (presipitasi),
sedangkan output atau keluarannya adalah berupa debit aliran dan/atau muatan sedimen. Dalam
sistem DAS terdapat hubungan antara kawasan hulu dengan kawasan hilir. Segala pengelolaan yang
dilakukan di hulu merupakan cerminan dari apa yang terjadi di hilir. Sungai sebagai komponen
utama dalam DAS merupakan tali pengikat antara hulu dan hilir DAS. Sungai dapat menjadi
potensi penyeimbang yang ditunjukkan oleh daya gunanya antara lain untuk pertanian, energi dan
transportasi, namun juga dapat mengakibatkan banjir, pembawa sedimentasi, pembawa limbah
dan dampak kegiatan lain. Aktivitas penebangan hutan di hulu akan menyebabkan sedimentasi dan
banjir di hilir, demikian juga aktivitas industri di hulu sungai menyebabkan polusi air di hilir
sehingga masyarakat pengguna air di hilir dirugikan. Sebaliknya upaya konservasi dan rehabilitasi
hutan di hulu akan memperbaiki tata air dan memperkecil sedimentasi dan banjir di daerah hilir.
2.4. Erosi dan Sedimentasi
Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah
atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi atau sedimentasi adalah pengendapan
4
matrial kedalam sungai, waduk atau danau akibat kerusakan lingkungan dan erosi yang terjadi di
daerah aliran sungai. Erosi tanah berpengaruh negatif terhadap produktivitas lahan melalui
pengurangan ketersediaan air, nutrisi, bahan organik dan menghambat kedalaman perakaran. Selama
proses erosi tanah, sebagian besar air menghilang dalam bentuk aliran permukaan yang sangat cepat.
Dilaporkan bahwa karena adanya erosi tanah, laju infiltrasi ke dalam tanah mengalami penurunan
sampai 90 % per tahun (Pimmentel,1993 dalam Suripin 2002). Erosi tanah mengurangi
kemampuan tanah menahan air karena partikel-partikel lembut dan bahan organik pada tanah
terangkut. Selain mengurangi produktivitas lahan dimana erosi terjadi, erosi tanah juga menyebabkan
problem lingkungan yang serius di daerah hilirnya. Sedimen hasil erosi mengendap dan
mendangkalkan sungai-sungai, danau, dan waduk, sehingga mengurangi kemampuan untuk irigasi,
pembangkit listrik, perikanan dan rekreasi. Eutropika dari penambahan nutrisi yang terkandung
dalam sedimen ke waduk dan danau juga menjadi masalah tersendiri bagi produksi perikanan darat.
2.5. Pengertian Risiko (Risk)
Risiko (risk) didefenisikan sebagai nilai kehilangan atau nilai dugaan dari kerugian (kematian,
luka-luka, proferti) yang diakibatkan oleh suatu bencana. Risiko bencaana merupakan fungsi dari
bahaya (hazard), dan kerentanan (vulnerability). (ADRC, dalam Zayinul Farhi,2012).
Risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran, lebih luas
risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan
dari yang diinginkan, dalam artilain risiko adalah sesuatu yang bersipat virtual yang mengancam atau
menghambat kemapuan masyarakat atau organisasi nirlaba dalam mencapai misinya.
Secara rumusan risiko dapat diuraikan sebagai berikut:
Risiko = Bahaya x Kerentanan x Ketidakmampuan

Bila ketiga unsur tersebut terpenuhi maka dapat dikatakan sebuah kejadian tersebut risiko.

Bahaya/Ancaman

RISIKO

Ketidakmapuan Kerentanan

Gambar 4. Variabel Risiko

2.5.1. Bahaya (hazard)


Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi mengancam
kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan.
Aspek bahaya ada 5 macam yaitu: (1). Aspek geologi, gempabumi, tsunami, gunung api, gerakan
tanah atau tanah longor. (2) Aspek hidrometeorologi, banjir, kekeringan, angin topan, gelombang
5
pasang. (3). Aspek Biologi, wabah penyakit, hama dan penyakit tanaman dan hewan / ternak. (4).
Aspek teknologi, kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, kegagalan teknologi. (5). Aspek
lingkungan, kebakaran hutan, kerusakan lingkungan, pencemaran limbah.
- Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya adalah menyelidiki, mengidentifikasi dan mencatat jenis-jenis bahaya,
penyebabnya dan dampak yang ditimbukannya. Pengetahuan tentang bahaya sangat diperlukan dalam
identifikasi bahaya. Sumber data untuk identifikasi bahaya sangat tergantung dari situasi. Identifikasi
yang sederhana mungkin membutuhkaan data sukup simple dan identifikasi yang lengkap memerlukan
kajian yang lebih mendalam.
- Penilaian Bahaya
Penilaian bahaya adalah mengamati dan menilai probabilitas terjadinya suatu kejadian ektrim didaerah
tertentu dalam waktu tertentu dengan intensitas dan durasi tertentu terhadap suatu populasi penduduk
atau masyarakat yang diperkirakan terancam.
2.5.2. Kerentanan (vulnerability)
Kerentanan (vulnerability) adalah tingkat kemungkinan suatu objek bencana yang terjadi dari
masyarakat, struktur, pelayanan atau geografis mengalami kerusakan atau gangguan akibat dampak
dari bencana atau kecenderungan sesuatu benda atau makluk rusak akibat bencana (menurut
UNDP/UNDRO, 1995).
Tingkat kerentanan ada 3, yaitu: (1). Fisik (insfrastruktur), (2). Sosial. (3). Ekonomi.
- Penilaian Kerentanan
Penilaian kerentanan merupakan kajian tentang dapatnya suatu sistem atau unsur untuk menyesuaikan,
menghindari, menetralisir atau menyerap dampak dari kejadian bahaya. Kerentanan dapat dinilai dari
potensi kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejadian bahaya.
2.5.3. Ketidakmampuan
Ketidakmampuan adalah suatu keadaan atau kondisi seorang atau sekelompok orang yang mana
mengalami ketidak berdayaan menghadapi atau merima atas suatu kejadian yang dialaminya.
- Kesiapsiagaan.
Menurut Charter (1991) dalam Zayinul Farhi, (2012). Mendefinisikan kesiapsiagaaan bencana dari
suatu pemerintah, kelompok masyarakat dan individu adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan
pemerintah, organisasi-organisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu menanggapi
suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna.
2.6. Penilaian Risiko
Penilaian risiko adalah suatu metodologi untuk mendapatkan proses dan keadaan risiko melalui
analisis potensi bahaya (hazard) dan evaluasi kondisi terkini dari kerentanan yang dapat berpotensi
membahayakanorang, harta, kehidupan, dan lingkungan tempat tinggal. (ISDR-Living with Ris, 2001
dalam Muntohar, 2012)
Dalam penilaian dibagi atas bebeapa tahapan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

6
Tabel 1. Tahapan Penelian Risiko

RISK ANALYSIS FAKTOR IDENTIFIKASI RISIKO

HAZARD/BAHAYA VULNERABILITI/KAPASITAS

RISK ASSESSMENT
Determines
Geographical,location, Determines Susceptibility & capacities
intensity, and probability
Estimates Level of risk
Evaluates risk
Socio-economi cost/benefit analysis, Establihment of priorities,
Establishment of acceprtable levels of risk, Elaboration of scenarios and
measures
Sumber : (ISDR-Living with Ris, 2001)

2.7. Kedudukan Pengkajian Risiko Bencana

Kajian risiko bencana menjadi sumber informasi sebagai dasar penyusunan perencanaan terkait
bencana. Dalam pengkajian Risiko Bencana Direktorat Pengurangan Risiko Bencana membuat suatu
bagan yang gunanya untuk mempermudah dan terarah dalam pengkajian risiko bencana, adapun bagan
nya seperti dambar dibawah ini:

Sumber: Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi Bidang


Pencegahan dan Kesiapsiagaan

Gambar 5. Kedudukan Pengkajian Risiko Bencana

Rencana Penanggulangan Bencana


Rencana penanggulangan bencana dapat dilakukan ada 4 (empat) rencana yang nantinya akan
dilakukan secara berurutan. Adapun rencana tersebut adalah:

7
- Rencana Mitigasi Bencana
Rencana mitigasi bencana bertujuan untuk mengurangi risiko bencana, dengan membuat
perencanaan jangka panjang dengan rencana biaya tak terhingga. Hal ini dilakukan sebelum
terjadinya bencana
- Rencana Kontijensi Bencana
Rencana Kontijensi Bencana dilaksanakan dalam waktu yang mendesak dan merupakan rencana
jangka pendek, tidak memerkukan dana yang besar dalam melaksanakan rencana kontijensi. Yang
bertujuan untuk memudahkan orang menyelamatkan diri dari kondisi tidak aman ke lokasi
pengungsian. Rencana Kontijensi hanya bisa berfokus menangani satu jenis bencana.
- Rencana Operasi Darurat Bencana
Rencana Operasi Darurat Bencana adalah suatu rencana yang dibuat setelah bencananya terjadi
yang bertujuan untuk mengatur kegiatan-kegiatan rial yang ada dilapangan. Rencana operasi
merupakan perwujudan bagian dari rencana kontinjensi. Yang memiliki jangka waktu tertentu
yaitu selama 14 (empat belas hari) dan dapat diperpanjang lagi. Dalam kegiatan BPBD atau
BNPB biasanya sering disebut dengan status darurat bencana.
- Rencana Pemulihan Bencana
Rencana pemulihan Bencana dilaksanakan setelah berakhirnya masa tanggap darurat (14 hari).
Adapun syarat untuk pembuatan Rencana pemulihan bencana harus adanya kajian kebutuhan
pasca bencana yang dihitung berdasarkan kerusakan yang terjadi.

3. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat
Penelilitian dilakukan di Bendung Sungai Siulak Deras Desa Lubuk Nagodang Kecamatan
Siulak Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Secara Geografis terletak pada koordinat : S= 1 55,23 E=
101 19,10 dengan Elevasi = 954 m dpl.
3.2. Sumber Data.
Data-data yang diperoleh untuk penelitian ini terdiri dari :
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan, biaik dalam pengamatan
fisik, maupun pengambilan data secara wawancara mendalam dengan responden yang dipandu
dengan pertanyaan terarah. Data primer tersebut digunakan untuk mengungkap permasalahan dan
mencari masukan permasalahan, baik kondisi fisik yang dibuat oleh manusia maupun sosial
ekonomi penduduk.
b. Data Sekunder, yaitu data yang diambil dari instansi terkait yang berhubungan dengan
sedimentasi dan pertanian kususnya padi.
Adapun data sekunder yang diperlukan adalah:
1. Data Curah hujan, sumber data dari BMKG Kabupaten Kerinci.
2. Data Penggunaan Lahan tahun 2010-2016 dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi.

8
3. Data Keadaan umum wilayah, kondisi sosial ekonomi dan lain-lain yang diperoleh dari BPS
Kabupaten Kerinci.
4. Data Jumlah Penduduk Kabupaten Kerinci berdasarkan mata pencarian yang diperoleh dari
BPS Kabupaten Kerinci.
5. Data Luasan Areal Pertanian, Debit Rencana Bendung Siulak deras yang diperoleh dari Balai
Besar Wilayah Sungai Sumatera VI.
6. Peta Kabupaten Kerinci yang diperoleh dari Bappda Kabupaten Kerinci .
7. Laporan Penelitian, Jurnal dari instansi / badan lain yang relevan.
Sedangkan data primer adalah data yang diambil langsung dilokasi penelitian baik berupa
Survei maupun berupa quisioner atau pun pertanyaan langsung yaang didapat di lokasi.
3.3. Teknik Analisa Data
Penelitian ini merupakan penelitian gabungan dari Kuantitatif, Observasi dan Wawancara.
Penelitian Kuantitatif merupakan penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan
fenomena serta hubungan-hubungannya. Observasi melakukan tinjauan langsung kesuatu objek
penelitian untuk mendapatkan data-data primer yang kemudian di perkuat dengan metode wawancara
terhadap instansi atau perorangan yang berkompoten dalam penelitian ini. Data dari observasi
nantinya akan didukung oleh data wawancara, data yang dikumpulkan bersifat verbal non verbal, data
yang diperoleh dari wawancara merupakan data verbal (Natsir, 1988:69-72).
3.3.1. Perhitungan Angkutan Sedimen
Angkutan sedimen yang didapatkan bertujuan untuk menentukan parameter hazard yang
berhubungan dengan kemampuan kapasitas bendung terhadap laju sedimentaasi. Adapun Rumusan
Empiris adalah sebagai berikut:
a. Rumus Meyer – Petter Muller :
k
γRb. ( ′ ) / ( ′ ) /
k − 0,047 = 0,25∛
D. ( γs – γ) D. ( γs – γ)
γs
= ′
( γs – γ)

QB = B . qB
Volume pengangkutan sedimen (t= 60 mennit)

QS =
( – )

Dimana :
QB = Berat Sedimen persatuan waktu (kg/(detik)(m))
QS = Volume Pengangkutan Sedimen (m3/jam)
qB = Laju bebas alas (kg/(detik)(m))
γ = Berat Jenis Air (Kg/m3)
γs = Berat Jenis Sedimen (Kg/m3)
Rb = H=d = Jari-jari hidrolis diambil Tinggi air (m)
k/k’ = Diambil 1
D = Diameter Pasir (m)
9
B = Lebar Sungai (m)
ῤ = Rapat Jenis Air
b. Rumus Schocklitsch :
qB = 2500S3/2 (q – qc)
q =d.U
(1944). (10 D)
qc =
S /

QB = B . qB

Volume pengangkutan sedimen (t= 60 mennit)

QS =
( – )

Dimana :
QB = Berat Sedimen persatuan waktu (kg/(detik)(m))
QS = Volume Pengangkutan Sedimen (m3/jam)
S = Kemiringan Sungai
U = Kecepatan Aliran (m/detik)
` D = Diameter Pasir (m)
qc = Laju perpindahan sedimen (kg/(detik)(m))

3.3.2. Survey Debit Existing


Survey Debit existing dilakukan metode sederhana dengan cara menghanyutkan bola di atas
pemukaan air. Lokasi pengukuran debit dengan metode pelampung harus dipilih pada bagian alur
sungai yang brelatif lurus dan arus konstan.
3.3.3. Kajian Luasan Areal Existing
Dalam penelitian ini juga dikaji perhitungan luas areal existing yang dapat digenangi atau bisa
didapat data kebutuhan debit dari instansi terkait, apakah dengan debit existing yang ada dapat
mengaliri areal persawahan atau telah terjadi pengurangan luasan areal yang bisa diairi. Perhitungan
luas areal ini hanya sebagai pembanding antara luas yang dapat digenangi dengan luas total areaal
irigasi, jadi dengan menggunakan formula sederhana tidak menggunakan rumusan secara mendetail.
Perhitungan luas areal sawah dapat dihitung dengan mengunakan rumus:

Dimana :
A = Luas areal yang digenangi (Ha)
Q = Debit Air (m3/dt)
Eff = Efisiensi saluran pembawa (Primer =100%, Sekunder = 90%
Tersier = 80%)
IWR = Kebutuhan Air disawah (1,612 liter/dt/Ha)

3.3.4. Penilaian Indeks Risiko


Persamaan yang digunakan untuk menghitung indeks risiko adalah:
Risk (R) = H (Hazard) x V (Vulnerability)
Dimana :
R = Risk
10
H = Hazard / bahaya, komponennya adalah : Kapasitas Bendung, dan
Probabilitas lama kejadian
V = Vulnerability / Kerentanan, adapun komponennya adalah : Persentase
Luas Area , Persentase Jumlah penduduk dan Kemampuan untuk
Merespon.

a. Komponen hazard / Bahaya

Tabel 2. Komponen Hazard / bahaya


Kapasitas Bendung Probabilitas / Kemungkinan lama kejadian

Kapasitas Bendung menampung


Lama Kejadian Penumpukan Sedimen pada bendung diatas
sedimen akan terisi penuh dalam
80% dari Tinggi Bendung untuk setiap tahunnya
waktu

Kurang dari 2 bulan 5 Sangat Sering, kejadiannya terjadi selama 10 Bulan 5

2 – 4 Bulan 4 Sering, Kejadiannya terjadi selama 8 bulan 4

4 – 6 Bulan 3 Sedang, kejadiannya terjadi selama 6 bulan 3

6 – 8 Bulan 2 Jarang, Kejadiannya terjadi selama 4 bulan 2

8 – 12 bulan 1 Sangat Jarang, Kejadiannya terjadi selama 2 bulan 1

Untuk menentukan kapasitas bendung dilakukan dengan kajian Analisis, begitu juga untuk
mendapatkan Probabilitas / Kemungkinan lama kejadian dihitung dengan analitis.

b. Kompoen Vulnerability / Kerentanan


Tabel 3. Komponen Vulnerability / Kerentanan
Vulnerability (V) Kapasitas (C)
% Luas Area % Jumlah Penduduk Kemampuan untuk merespon
Prosentase perbandingan
Prosentase perbandingan Kemampuan Pemerintah
antara jlm penduduk yang
Area yang digenangi dalam menangani sedimen di
terancam dengan jumlah
dengan Area Total Bendung Siulak Deras
penduduk pemanfaat
0 - 20 % 5 0 - 20 % 1 1 x dalam 1 tahun 5
20 - 40 % 4 20 - 40 % 2 2 x dalam 1 tahun 4
40 - 60 % 3 40 - 60 % 3 3 x dalam 1 tahun 3
60 - 80 % 2 60 - 80 % 4 4 x dalam 1 tahun 2
80 - 100 % 1 80 - 100 % 5 6 x dalam 1 tahun 1

Untuk mentukan persentase luasan area dan persentase jumlah penduduk dilakukan dengan Analisis
sedangkan Kemampuan untuk merespon dilakukan dengan interviu.
c. Perhitungan Yang digunakan
Rumus : R = H x V
H = (Kapasitas + Probabilitas) / 2
11
V = (Persentasse luas Area + Persentase Jumlah Penduduk +
Kemampuan merespon) / 3
d. Matrik Risiko

Gambar 6. Matrik Risiko

e. Kategori Risiko dan Tindakannya

Tabel 4. Kategori Risiko dan Tindakannya

Nilai Tingkat
Faktor Risiko Tindakan
Risiko Risiko
Mitigasi menyeluruh dan kontigensi
Kelas A ;
Sedimentasi 20 -25 planning mendesak disusun
sangat Tinggi
dilaksanakan
Kelas B : Mitigasi menyeluruh dan kontigensi
Sedimentasi 15-20 Timggi-sangat planning harus segera disusun
tinggi dilaksanakan
Kelas C:
Kondisi risiko yang cukup tinggi
Sedimentasi 10-15 Sedang –
dipertimbangkan untuk perencanaan
Tinggi
dan mitigasi lebih lanjut
Kelas D: Kondisi risiko rendah dengan
Sedimentasi 05-10 Sedang – tambahan mitigasi dan kontigensi
Rendah planning sebagai saran
Kelas E: Kondisi risiko yang sangat rendah
Sedimentasi 0-5 Rendah - namun rencana kontigensi planning
Sangat Rendah tetap ada

3.3.5. Metode Observasi.


Metode Observasi dilakukan untuk pengambilan data-data yang dibutuhkan langsung
kelapangan seperti pengukuran Data Debit Saluran dan Debit Sungai. Data debit sungai dilakukan
pada aliran sungai yang masuk kebendung yang berjarak lebih kurang 100 diatas bendung, sedangkan

12
untuk Debit saluran ini dilakukan pada 2 (dua) tempat yaitu pada saluran Primer Kiri 1 (satu) lokasi
dan saluran Primer Kanan 1 (satu) lokasi. Dari data yang didapat dilakukan kajian menjadi sebuah
sebuah hasil penelitian.
3.3.6. Metode Wawancara.
Metode Wawancara pada penelitian ini dilakukan kepada narasumber yang berkompoten.
Dimana ada dua permasalahan yang harus dilakukan wawancara untuk diminta keterangannya atas
permasalahan yang dimaksud.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil
4.1.1. Kapasitas Bendung Siulak Deras Menampung Sedimen
a. Volume Bendung Siulak Deras
Dari data sekunder yang didapat untuk Bendung Siulak Deras adalah:
Elevasi Dasar Mercu : 887,500 M Dpl
Elevasi Top Mercu : 892,000 M Dpl
Tinggi Mercu : 892,000 – 887,500 = 4,50 m
Lebara Bendung : 30,00 m
Panjang Bendung : 43,70 m
Volume Bedung : 30,00 m x 43,70 m x 4,50 m
: 5.899,50 M3

Gambar 7. Typical Mercu

b. Perhitungan Angkutan Sedimen

Untuk menghitung angkutan sedimen yang mengalir ke Bendung Siulak Deras dapat
menggunakan beberapa rumus pendekatan dalam penelitian ini dibatasi menggunakan rumus Meyer –
Petter Muller dan rumus Schocklitsch, untuk sebagai pendukung perhitungan tersebut diperlukan data-
data sebagai berikut:
Data Sungai Batang Merao dari hasil pengukuran:
Lebar Sungai (B) = 6,5 m
13
Tinggi Air (H) = 0,47 m
Kecepatan Aliran (U) = 0,7578 m/dt
Kemiringan Sungai (S) = 0,002

c. Rumus Meyer – Peter :


k
γRb. ( ′ ) / ( ′ ) /
k − 0,047 = 0,25∛
D. ( γs – γ) D. ( γs – γ)
γs
= ′
( γs – γ)

QB = B . qB
Dimana :
γ = Berat Jenis Air = 1000 Kg/m3
γs = Berat Jenis Sedimen = 2650 Kg/m3
Rb = H=d = Jari-jari hidrolis = Tinggi air = 0,47 m
k/k’ = diambil 1
D = Diameter Pasir = 0,85 mm = 0,85 x 10-3
B = Lebar Sungai = 6,5 m
ῤ = Rapat Jenis Air
(1)(0,47). (1) / 1000 ( ′ ) /
− 0,047 = 0,25∛( )
(0,85x(10) )(2,65 − 1,00) 9,8 (0,85x(10) )(2,65 − 1,00)

0,4733 ( ′ ) /
− 0,047 = 1,1682
0,0014 0,0014
337,4456 = 832,9682 qB
q’B2/3 = 382,6500/ 832,9682
q’B = 0,2578 kg/(dt)(m)
2,65
= 0,2578
( 2,62 − 1,00)
qB = 0,4141 kg/(dt)(m)
QB = 7,6 x 0,4141
= 3,1473 kg/dt
Volume pengangkutan Sedimen (t= 60 menit)

QS = 3600
( γ – γ)
,
QS = 3600

QS = 6,8668 m3/jam

d. Rumus Schocklitsch :
qB = 2500S3/2 (q – qc)

14
q =d.U

(1944). (10 D)
qc =
S /

QB = B . qB

Dimana :
S = Kemiringan Sungai = 0,002
U = Kecepatan Aliran = 0,398 m/dt
D = Kedalaman Aliran = 0,473 m
Maka:
q = 0,473 x 0,398
= 0,1884 m3/(detik)(m)
(1944). (10 )(0,85. 10 )
qc =
0,002 /

0,0000165
qc =
0,00543
= 0,00304 kg / (detik)(m)
qB = 2500 x 0,0023/2 (0,1884 – 0,00304)
= 1,3108
QB = 7,60 x 1,3108
= 1,4088 kg/(detik)(m)
Volume pengangkutan Sedimen (t= 60 menit)

QS = ( γ – γ)
3600
,
QS = 3600

QS = 3,0738 m3/jam
Dari kedua metode tersebut diambil nilai rata-ratanya :
6,8668 + 3,0738
Angkutan Sedimen (QS) =
2
= 4,9703 m3/jam
= 119,29 m3 / hari
Jadi volume angkutan sedimen per hari adalah = 119, 29 m3
Jika Volume tampungan bendung = 5.899,5 m3
Maka bendung akan penuh terisi sedimen selama = 49 hari atau 1,65 bulan
Dari perhitungan diatas maka “Kapasitas Bendung menampung sedimen akan terisi penuh dalam
waktu 1,65 bulan atau kurang dari 2 bulan, jadi skornya adalah 5 (lima).”

15
4.1.2. Probabilitas atau Kemungkinan Lama Kejadian

Dari hasil opservasi dan wawancara lapangan terhadap penjaga bendung menyatakan bahwa
Operasional dan Pemeliharaan dilaksanakan setiap bulan April atau Mei dan Oktober atau November,
pada saat itu bendung di bersihkan dengan cara pengerukan sedimentasi, sehingga tampungan air di
bendung menjadi 100%, sementara itu dalam waktu dua bulan kemudian bendung akan penuh berisi
sedimen lagi. Untuk selanjutnya dapat dibuatkan perbandingan antara tinggi sedimen dan tinggi air
dibendung berdasarkan asumsi diatas seperti pada Tabel 5. dibawah ini:
Tabel 5. Tinggi Sedimen dan Air Dalam Satu Tahun

Tinggi Sedimen Tinggi Air Perbandingan


Bulan (M) (M) Tinggi Sedimen
Dengan Mercu
Januari 4,5 0 100,00
Februari 4,5 0 100,00
Maret 4,5 0 100,00
April (Pengerukan) 0 4,5 0,00
Mei 2 2,5 44,44
Juni 4,5 0 100,00
Juli 4,5 0 100,00
Agustus 4,5 0 100,00
September 4,5 0 100,00
Oktober (Pengerukan) 0 4,5 0,00
November 2 2,5 44,44
November 4,5 0 100,00

Untuk lebih jelas Juga dapat dilihat keadaan tinggi sedimen dan tinggi air dalam grafik dibawah ini:

Grafik 1. Tinggi Sedimen dan Air Dalam Satu Tahun

16
Dari tabel dan grafik diatas dapat diuraikan bahwa sedimentasi akan penuh sampai di top
mercu pada bulan Desember s/d Maret dan Juni s/d September , jadi jika di jumlahkan ada 8 (delapan)
bulan dalam setahun sedimen penuh di Bendung Siulak Deras.
Jika di tinjau dari komponen bahaya yaitu Lama kejadian penumpukan sedimen pada
bendung diatas 80% dari tinggi Bendung untuk setiap tahunnya adalah katagori “Sering, Kejadian
terjadinya selama 8 bulan” dengan skor 4 (empat).

4.1.3. Persentase Luas Area


Persentase luas area yang dimaksud adalah “Persentase perbandingan jumlah area yang
terdampak terhadap jumlah area pemanfaat”
A. Perhitugangan Debit Existing
Perhitungan debit exiting dapat dilakukan dengan cara percobaan yang dilakukan dilapangan,
Debit yang dihitung adalah debit pada saluran Primer Kiri dan Saluran Primer Kanan, adapun langkah-
langkah penelitiannya adalah sebagai berikut:
1). Perhitungan Kecepatan aliran
Percobaan perhitungan kecepatan aliran dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dalam satu lokasi.
Dikarenakan saluran pembaya ada dua yaitu saluran primer kiri dan saluran primer kanan, maka total
percobaan ada enam kali, dengan menggunakan persamaan berikut kita dapatkan kecepatan aliran.

Dimana :
V = Kecepatan Aliran = Va x Koef (m/dt)
Va = Kecepatan Arus (m/dt)
Koef = Koefisien aliran = 0,65
L = Panjang lintasa (m)
T = waktu yang ditempuh (dt)
Selengkapnya untuk hasil percobaan dapat dilihat pada tabel 6. dibawah ini:

Tabel 6. Perhitungan Kecepatan Aliran

panjang Waktu Tinggi Kecepatan Kecepatan


Lokasi Data Pelampung Lintasan Tempuh Muka Arus Aliran
(m) (detik) Air (m) (m/dt) (m/dt)
1 Bola Pimpong 10 8,55 0,600 1,170 0,760
Sal.
2 Bola Pimpong 10 8,57 0,610 1,167 0,758
Primer
Kiri 3 Bola Pimpong 10 8,56 0,590 1,168 0,759
Rata-rata 0,600 1,168 0,759
1 Bola Pimpong 10 8,75 0,530 1,143 0,743
Sal.
2 Bola Pimpong 10 8,73 0,550 1,145 0,745
Primer
Kanan 3 Bola Pimpong 10 8,73 0,540 1,145 0,745
Rata-rata 0,540 1,145 0,744
17
2). Perhitungan Luas Penampang Basah (A)
Setelah didapat kecepaatan aliran untuk selanjutnya dilakukan perhitungan luas penampang
basah dengan menggunakan persamaan berikut:
A = (b + m x h) x h
Dimana :
A = Luas Penampang Basah (m2)
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi air (m)
m = kemiringan talud
jadi :
selengkapnya perhitungan luas penampang basah dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Perhitungan Luas Penampang Basah

h b m A
Nama Tinggi Lebar Kemiring luas
No Rata-
Lokasi dasar talud Penampang
rata
(m) Saluran (m) (m2)
1 Sal. Primer Kiri 0,600 2,00 0 1,200
2 Sal. Primer Kanan 0,540 2,00 0 1,080
Sumber : Hasil Perhitungan

3) Perhitungan Debit Existing (Q)


Selanjutnya dilakukan perhitungan debit existing pada masing saluran kiri dan kanan, dengan
menggunakan persamaan:
Q=VxA
Dimana :
Q = Debit existing (m3/dt)
V = Kecepatan aliran (m/dt)
A = Luas Penampang Basah (m2)
Untuk perhitungan lengkap dapat dilihat pada tabel 8. dibawah ini:
Tabel 8. Perhitungan Debit Existing

V A Q Total
Nama Kecepatan Luas Debit Debit
No
Lokasi rata-rata Penampang (m3/dt) (m3/dt)
(m/det) (m2)
1 Sal. Primer Kiri 0,759 1,200 0,931
1,715
2 Sal. Primer Kanan 0,744 1,080 0,784
Sumber : Hasil Perhitungan

18
4) Perhitugan Luas Area Existing
Perhitungan luas areal sawah yang dapat dialiri oleh air dari sumber Irigasi Bendung Siulak
Deras dapat dihitung dengan mengunakan rumus:

Dimana :
A = Luas areal yang digenangi (Ha)
Q = Debit Air (m3/dt)
Eff = Efisiensi saluran pembawa (Primer =100%, Sekunder = 90%
Tersier = 80%)
IWR = Kebutuhan Air disawah (1,612 liter/dt/Ha)

Maka untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 9. dibawah ini:

Tabel 9. Perhitungan Luas Area yang dapat diairi

Q IWR Eff A Total


Kode Debit (ltr/dt/ha) saluran Luas Luas
No
Lokasi (m3/dt) Primer Areal Areal
(%) (Ha) (Ha)
1 Sal. Primer Kiri 0,911 1,612 100,000 565,270
1.063,726
2 Sal. Primer Kanan 0,804 1,612 100,000 498,456
Sumber : Hasil Perhitungan

Jadi total luas yang dapat diari saat ini adalah : 1.063,726 Ha. Dari data sekunder Balai
Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VI luasan rencana awal Daerah Irigasi Siulak Deras adalah = 5.819
ha. Karena secara teknis saluran pembawa tidak selesai 100% sehingga luasan efektif yang dapat
digenanggi adalah sebesar = 4.639 ha. Yang terdiri dari Saluran Primer Kiri = 2.138 Ha dan Saluran
Primer Kanan 2.501 Ha.
Perbandingan Luas Existing dengan Luas Total :
% Luas = (1.063,97 / 4,639,00) x 100%
= 22,94 %
Perbadingan luas area yang dapat diairi saat ini dengan luas area rencana dapat dilihat pada Tabel 10.
berikut ini:
Tabel 10. Perbandingan Luas Area Existing Terhadap Luas Area Total

%
Lokasi Luas Luas Area Perbandingan
No
Saluran Areal Total Priode Desember Existing dg
(Ha) (Ha) luas total
1 Sal. Primer Kiri 2138,00 577,40 27,01
2 Sal. Primer Kanan 2501,00 486,568 19,45
Total 4.639,00 1.063,97 22,94
Sumber : Hasil Perhitungan

19
Jadi perbandingan antara luas area yang dapat digenangi dengan luas areal pemanfaat adalah : 22,94 %
, hal ini termasuk dalam kelompok ( 20% - 40%) jadi skornya adalah 4.
Selanjutnya untuk menentukan sebaran data tahunan adalah dalam tabel 11 dan grafik 2 berikut:
Tabel 11. Luasan Areal Dalam Satu Tahun

Luas Genangan Persentase


Bulan
(Ha) (%)
Januari 1.063,97 22,94
Februari 1.063,97 22,94
Maret 1.063,97 22,94
April 4.639,00 100
Mei 2.652,86 57,19
Juni 1.063,97 22,94
Juli 1.063,97 22,94
Agustus 1.063,97 22,94
September 1.063,97 22,94
Oktober 4.639,00 100
November 2.652,87 57,19
Desember 1.063,97 22,94

Luas Genangan (Ha)


5.000,00
Luas Genangan (Ha)

4.000,00
3.000,00
2.000,00
Luas Genangan
1.000,00
(Ha)
-

Grafik 2. Luas Genangan Dalam Satu Tahun

4.1.4. Persentse Jumlah Penduduk


Persentase Jumlah penduduk yang dimaksud adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang
terancam dengan jumlah penduduk pemanfaat, hal ini dapat ditentukan sebagai berikut:
Jumlah penduduk pemanfaat Bendung Siulak Deras terdiri dari 6 (enam) kecamatan yaitu: 1)
Kecamatan Siulak, 2) Kecamatan Siulak Mukai, 3) Kecamataan Air Hangat Barat, 4) Kecamatan Air
Hangat, 5) Kecamatan Air Hangat Timur dan 6) Kecamatan Depati Tujuh. Dari data BPS ( Kerinci
Dalam Angka, 2015) menyatakan 63,31 % penduduk Kabupaten Kerinci Bertani, dari yang berprofesi
sebagai petani di perkirakan 75% adalah bercocok tanam padi maka dapat dihitung jumlah petani
sawah untuk tiap-tiap kecamatan dilihat tabel 12 dibawah ini:

20
Tabel 12. Jumlah Penduduk Pemanfaat Irigasi Siulak Deras

Penduduk
No Kecamatan Petani
Jumlah Petani
Sawah
1 Siulak 20.330 12.871 9.653
2 Siulak Mukai 11.179 7.077 5.308
3 Air Hangat Barat 8.449 5.349 4.012
4 Air Hangat 11.143 7.055 5.291
5 Air Hangat Timur 17.734 11.227 8.421
6 Depati VII 14.776 9.355 7.016
Jumlah 83.611 52.934 39.701

Dari perhitungan sebelumnya bahwa diketahui bahwa air irigasi siulak deras dapat mengalir sebesar
22,94 %, jadi jumlah penduduk yang terancam adalah :
= (100% - 22,94 %) x 39.701
= 77,06 % x 39.701
= 30.597 jiwa
Persentase jumlah penduduk terancam terdapat penduduk pemanfaat adalah:
= 30.597 / 39.701
= 77,06 % ------> ( 60% - 80%) dengan skor = 4
4.1.5. Kemampuan Untuk Merespon
Yang dimaksud dengan kemampuan untuk merespon adalah kemampuan instansi terkait dalam
hal ini adalah Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera VI dalam menyingkapi masalah
sedimentasi yang terjadi pada Bendung Siulak Deras. Menurut hasil wawancara terhadap beberapa
sumber yang berkompeten terhadap penanggulangan masalah sedimentasi pada Bendung Siulak Deras
antara lain:
- Petugas Operasional Bendung (POB) menyatakan bahwa “ Operasional dan Pemeliharaan
(O&P) Bendung Irigasi Siulak Deras ada dilaksanakan, pelaksanaanya dua kali dalam setahun,
yaitu pada bulan April - Mei dan bulan Oktober - November. Dengan cara pengerukan
sedimentasi yang terdapat pada bendung, dan juga perbaikan terhadap komponen struktur
bendung yang dianggap perlu di rehabilitas sesuai dengan anggaran yang tersedia”.
- Masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar lokasi bendung menyatakan bahwa “
Pemeliharaan Bendung Siulak Deras ada dilaksanakan, pengerukan secara besar-besaran
dilakukan dua kali dalam setahun yaitu awal tahun dan akhir tahun, sedangkan pengambilan
atau penambangan pasir dibendung oleh masyarakat dilakukan setiap hari.”
- Ketua Induk Petani Pengguna dan Pemakai Air (IP3A) menyatakan bahwa “ Operasional dan
Pemeliharaan (O&P) Bendung Siulak Deras oleh Pemerintah dilakukan dua kali dalam setahun
dengan cara pembersihan sedimentasi yang ada dalam bendung, waktu pengerukan pada awal
tahun dan akhir tahun, IP3A juga mengajukan surat kepada Balai Wilayah Sungai Sumatera

21
(BWSS) VI untuk izin pengerukan yang dilakukan oleh anggota IP3A namun namun kecembruan
oleh masyarakat mengakibatkan upaya yang dilakukan IP3A terhenti.”
- Pengamat Jaringan Irigasi (Dinas PU Kabupaten Kerinci) menyatakan bahwa “ Pemeliharaan
Irigasi Siulak Deras dilakukan dua kali dalam satu tahun, yang dikerjakan berdasarkan
anggaran yang dikeluarkan oleh Balai Wilayah Sungai Sumatera VI, sebagai pelaksana
Operasional dan Pemeliharaan di serahkan kepada Kasi O&P Dinas PU Kabupaten Kerinci
Bidang Sumber Daya Air berdaskan Mou antara Dinas PU Kabupaten Kerinci dan Balai
Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VI.”
- Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VI, menyatakan bahwa “ untuk tahun 2017 tidak
dianggarkan Pemeliharaan Bendung Siulak Deras dikarenakan dana yang digunakan tidak
efektif, terkesan mubazir karena baru saja di keruk satu bulan sudah penuh terisi sedimen
kembali, lebih lanjut mengatakan Seharusnya untuk menjaga sedimen agar tidak menumpuk di
bendung diminta Petugas Operasonal Bendung (POB) membuka pintu penguras sedimen setiap
saat sewaktu sedimen penuh dalam bendung”.
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa Bendung Irigasi Siulak Deras sebagai berikut:
1. Selama ini pemeliharaan dilakukan dua kali dalam satu tahun yaitu pertama pada bulan April
– Mei dan pemeliharaan kedua bulan Oktober – November.
2. Untuk tahun 2017 tidak dianggarkan dana Operasional dan Pemeliharaan Bendung karena
dinilai tidak efektif.
3. Terlihat ketidak mampuan instansi terkait dalam menangani masalah sedimentasi di Bendung
Siulak Deras.
“Jadi kemampuan merespon pemerintah dalam menangani sedimen di Bendung Siulak Deras
adalah 2 x dalam 1 tahun maka skornya 4”

4.1.6. Perhitungan Indeks Risiko :


Resume :
Komponen Hazard:
1. Kapasitas Bendung “ kurang dari 2 bulan, dengan skor = 5”
2. Probabilitas / Kemungkinan lama kejadian “Sering, kejadiannya terjadi selama 8 bulan,
dengan skor 4.”
Komponen Vulnerability:
1. Persentase luas Area “ 20– 40% dengan skor = 4.”
2. Persentase Jumlah Penduduk “ 60 – 80% dengan skor = 4.”
3. Kemampuan untuk merespon “ 2 x dalam 1 tahun dengan skor 4.”
R=HxV
=(5+4) x(4+4+4)
2 3
= 4,5 x 4,0
= 18,00
22
4.2. Pembahasan
Dari kajian diatas didapatkan indeks risiko yaitu 18,00 jika di masukan kematrik risiko maka
kategori (15 – 20) dengan tingkat risiko “Kelas B, Tinggi - Sangat Tinggi. Maka tindakannya adalah
Mitigasi menyeluruh dan kontigensi planning harus segera disusun dilaksanakan.”
Diharapkan pemerintah segera membuat rencana mitigasi, yang bertujuan untuk mengurangi
risiko bencana berupa tingginya laju sedimentasi yang berdampak kerugian pendapatan petani.
Dengan membuat perencanaan jangka panjang dan rencana biaya tak terhingga., perencanaan dapat
berupa struktur ataupun non struktur.
Untuk perencanaan strutur bisa berupa:
- Pengerukan Bendung dan Check DAM secara berkala.
- Pembuatan Check DAM pada daerah tertentu di sepanjang Sungai Batang Merao.
- Revitalisasi Suplesi yang berpotensi
- Pembuatan Turap di pingir sungai yang terdapat permukiman
- Reboisasi bagian hulu sungai
- Penertiban permukiman dan pembatan saluran drainase.
Sedangkan untuk Perecanaan Non Struktur bisa berupa:
- Sosialisasi larangan Penenbangan hutan untuk lahan pertanian.
- Sosialisasi bahaya sedimentasi
- Sosialisasi pola tanam pertanian pada daerah lereng.
- Penertiban Galian C di daerah hulu.

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
Dari kajian diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Angkutan sedimen per hari adalah = 119, 29 m3 , Jika Volume tampungan bendung = 5.899,5 m3 ,
Maka bendung akan penuh terisi sedimen selama = 49 hari atau 1,65 bulan;
- Total luas yang dapat diari saat ini adalah : 1.063,726 Ha. Sedangkan luasan efektif yang
digenanggi adalah sebesar = 4.639 ha. Jadi luasan yang dapat digenangi adalah : 22,94 %;
- Persentase jumlah penduduk terancam terdapat penduduk pemanfaat adalah :77,06%;
- Indeks risiko Sedimentasi pada Bendung Siulak Deras Terhadap Kecukupan Debit Air disawah
yaitu 18,00.
5.2. SARAN
Perlu adanya perencanaan dan mitigasi yang lebih lanjut guna untuk mengatasi masalah
sedimentasi yang cukup tinggi, keterlibatan pemerintah baik Provinsi Jambi maupun Kabupaten
Kerinci sangat diharapkan sehingga permasalahan sedimentasi pada bendung Siulak Deras dapat
teratasi sehingga tidak berpengaaruh terhadap perekonomian masyarakat pengguna air irigasi tersebut.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 24 Tahun 2012. Rencana Tata
Ruang Wilayah kabupaten Kerinci Tahun 2012-2032.
Anonim, 2014. Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VI. 2014
Andinegara, Subary. 2005. Volume Angkutan Sedimen Dipengaruhi oleh Kecepatan Aliran Kajian
Laboratorium. Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil.
Arsyad, Sitanala. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor. IPB Press
Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Gadja Mada
University Press
Bella, Resnie. 2014. Analisis Perhitungan Muatan Sedimen (Bed Load) Pada Muara sungai Lilin
Kabupaten Musi – Banyuasin. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan.
BPS Kabupaten Kerinci, 2015, Kerinci Dalam Angka 2015, Kerinci
Hadi, Sri. 1982. Analisa Hidrologi Penerbit Nafiri Offset
Irianto, Gatot. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Lahan & Air Strategi Pendekatan dan
Pendayagunaannya. Papas Sinar Sinanti. Jakarta
Jayusri, 2012, Analisis Potensi Erosi Pada DAS Belawan Menggunakan Sitem Informasi Geografis,
Tugas Akhir, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Jun, Du et al. 2011. Impacts of socio-economic factor on sediment yield in the Upper Yangtze River.
Journal of Geograpical Sciences.
Linsley Ray K dan Joseph B Franzini, 1991, Teknik Sumber Daya Air, Penerbit Erlangga, Jakarta
Litbang Dephut. 1999. Laporan studi Pengaruh Karakteristik DAS dan Dampak Pelaksanaan RLKT
terhadap Tata Air di Jawa Timur dan Jawa Tengah. BTP DAS Surakarta.
Kimwage, R.J et al. 2007 on sediment loading into lake vivtoria using swat model: a case pf simiyu
catchment tanzania, Modelling the impact of land use changes. Jurnal.
Kuwandari, Septian Agusning, et al. 2012. Mobilitas sosial nelayang pasca sedimentasi daerah
aliran sungai (DAS). Jurnal Sosiolagi Pedesaan.
Msy Efrodina R Alie, 2015. Kajian Erosi Lahan Pada DAS Dawas Kabupaten Musi Banyuasin –
Sumatera Selatan. Jurnal.
Muntohar, Agus Setyo. 2012. Penilaian Risiko Bencana. Departemen Of civil Engineering- yogyakarta.
Mulyanto. 2007. Sungai Fungsi dan Sifat-sifatnya. Grahaa Ilmu. Yogyakarta
Sinaga R, 2007. Tesis. S2 Prodi Ilmu Lingkungan PPS Univ. Sebelas Maret Surakarta.
Soemarwoto, Otto. 1991. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta; Penerbit Djambatan.
Suhartanto, Ery. 2008. Panduan AVSWAT 2000 dan Aplikasinya dibidang Teknik Sumber Daya
Air. Malang. Asrori Malang
Supirin, 2002, Pelestarian Sumber Daya Air, Andi, Yoyakarta
Triono, rio dkk.2016. Analisis Laju Sedimentasi Terhadap Ketersediaan Air Irigasi dan Arahan
Konservasi pada Bendung Lakitan. Jurnal teknik pengairan.
Utomo Hadi, Wani. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang
UNDP/UNDRO, 1995, Introduction to Hazard 2nd Edition, Disaster Mangement Training
Programme, University Wisconsin, US.
UNESCO/ISDR dan LIPI, 2006, Kajian Kesiapsiagaan masyarakat Dalam Menghadapi Bencana
Gempa Bumi dan Tsunami,. Jakarta
Putri, ade pradipta, 2012. Pengarus Perubahan Pola Tata Guna Lahan terhadap Sedimentasi di Hulu
Sungai ular. Jurnal
Wahid, A. 2006. Analisis karakteristik sedimentassi di waduk PLTA Bakaru. Jurnal Hutan dan
Masyarakat.
Zayinul Farhi, 2012. Tingkat Kerentanan dan Indeks Kesiapsiagaan masyarakat Terhadap Bencana
Tanah Longsor di Kecamatan bantarkawung Kabupaten Brebes. Jurnal

24

You might also like