You are on page 1of 10

Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 3 (1),January 2018 , 1-10

ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)


Journal Homepage: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/psikologia
DOI Link: 10.21070/psikologia.v3i1.1536

GAMBARAN RISIKO BUNUH DIRI PADA WANITA TUNAWISMA DI


PONDOK SOSIAL SURABAYA: STUDI KASUS

Retno Ayu Astrini1, Ike Herdiana2


1
Magister Psikologi Profesi, Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
2
Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
retnoayuastrini22@gmail.com, ike.herdiana@psikologi.unair.ac.id

ABSTRACT

This case study describes an interview on the risk of suicide to a homeless woman in a social lodge in Surabaya,
referred to as YS, which shows the symptoms of suicidal tendencies. The interview assessment used is a structured
interview guide from the NSW department of health (2010) about the risk of suicide in individuals. The results of
the suicidal risk assessment interview on the subject of YS ie the subject has ever thought about committing suicide.
The originator is related to the problem in the sticky figure, namely the family. Other triggers include neglect from
close relatives, until finally the subject is entrusted to Liponsos. The subject explained that he had tried to kill
himself and hurt himself in the early months of 2017. The subject had tried to wash his hands until his hands were
bleeding. The subject also stabbed himself using a pin even today. The subject considered death a scary thing, but on
the other hand the subject also felt awry. The subject claimed that he already had a plan to end his life, but he was
confused because it was impossible to end his life in Liponsos, even though he thought that in Liponsos there were
also residents who died. The dynamics of YS suicidal risk trends will be explained in this case study report.

Keywords: suicide risk; homeless women; social cottage

ABSTRAK

Studi kasus ini menjelaskan tentang asesmen wawancara risiko bunuh diri kepada seorang wanita tunawisma di
pondok sosial kota Surabaya, sebut sebagai YS, yang menunjukkan simtom kecenderungan perilaku bunuh diri.
Asesmen wawancara yang digunakan merupakan pedoman wawancara terstruktur dari NSW department of health
(2010) tentang risiko bunuh diri pada individu. Hasil wawancara asesmen risiko bunuh diri pada subjek YS yaitu
subjek hingga saat ini pernah berpikir untuk melakukan bunuh diri. Pencetusnya adalah terkait masalah dalam figur
lekat, yaitu keluarga. Pencetus lainnya yaitu pengabaian dari keluarga dekat, hingga akhirnya subjek dititipkan di
Liponsos. Subjek menjelaskan dirinya pernah mencoba untuk bunuh diri dan menyakiti diri sendiri pada bulan-bulan
awal tahun 2017. Subjek pernah mencoba menyilet-nyilet tangannya hingga tangannya mengeluarkan darah. Subjek
juga pernah menusuk-nusuk dirinya dengan menggunakan jarum pentul bahkan hingga saat ini. Subjek menganggap
kematian adalah sesuatu yang menakutkan, namun di sisi lain subjek juga merasa serba salah. Subjek mengaku
bahwa dirinya sudah memiliki rencana untuk mengakhiri hidup, tapi dirinya merasa bingung karena tidak mungkin
mengakhiri hidup di Liponsos, walaupun dirinya berpikir bahwa di Liponsos juga ada penghuni yang meninggal.
Dinamika kecenderungan risiko bunuh diri YS akan dijelaskan dalam laporan studi kasus ini.

Kata kunci: risiko bunuh diri; wanita tunawisma; pondok sosial

1
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 3 (1),January 2018 , 1-10
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/psikologia
DOI Link: 10.21070/psikologia.v3i1.1536
Pendahuluan tunawisma mengalami keinginan untuk
bunuh diri.
Data yang dihimpun oleh Mental Health
Penelitian yang dilakukan oleh Taylor
Service Administration (Bhogaonker, 2012)
dan Sharpe (2008) menjelaskan bahwa
menyebutkan bahwa estimasi 26,2%
wanita tunawisma rentan memiliki
tunawisma dewasa di wilayah Asia yang
permasalahan kesehatan mental yang
tinggal di tempat penampungan (shelter)
bermacam-macam. Seringkali wanita
menderita penyakit mental yang parah,
tunawisma usia produktif yang tidak
termasuk keinginan untuk bunuh diri. Data
mendapatkan penanganan, dapat
berikutnya yaitu sebanyak 51% tunawisma
menghalangi kemampuan mereka dalam
berisiko tinggi terhadap ide bunuh diri,
mempertahankan diri di masa depan. Faktor
perilaku bunuh diri, dan pernah melakukan
utama yang berkontribusi terhadap
percobaan bunuh diri (Grabbe dkk, 2010
tunawisma di kalangan wanita adalah karena
dalam Bhogaonker, 2012).
permasalahan ekonomi. Terdapat juga faktor
Penelitian yang dilakukan oleh Wagner
lain yang menjadi faktor wanita menjadi
dan Perrine (2008) mengindentifikasi bahwa
tunawisma, seperti masalah kesehatan
setidaknya 30% populasi tunawisma di
mental dan masalah penyalahgunaan zat.
wilayah Asia adalah wanita dan anak-anak.
Faktor-faktor ini sangat bermasalah bagi
Wanita yang menjadi tunawisma memiliki
individu yang kekurangan dalam hal
kenaikan jumlah yang signifikan secara
ekonomi karena mereka tidak memiliki
kuantitas. Populasi wanita yang menjadi
cukup uang untuk memenuhi kebutuhan
tunawisma khususnya di wilayah Asia
dasar (Netzley dkk, 2006).
memiliki kenaikan yang paling tinggi
Bhogaonker (2012) menjelaskan bahwa
selama tahun 2006-2014 (Walmsley, 2012
fokus dari kebutuhan wanita tunawisma
dalam Gentzler, 2014). Thoits (2000, dalam
yang menetap di tempat penampungan
Wagner & Perrine, 2008) menjelaskan
diikuti oleh 4 isu utama, yaitu isu tentang
bahwa dukungan sosial adalah permasalahan
masalah kesehatan mental, perilaku
utama yang menjadi stresor bagi wanita
kecenderungan bunuh diri, masalah
tunawisma. Hilangnya dukungan sosial
penggunaan obat-obatan, dan masalah
dapat meningkatkan risiko wanita
kesehatan reproduksi. Studi tentang trauma
di antara para wanita tunawisma

2
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 3 (1),January 2018 , 1-10
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/psikologia
DOI Link: 10.21070/psikologia.v3i1.1536
menunjukkan bahwa pengalaman traumatis rendah, kesepian, dan menarik diri dari
sering melatarbelakangi kehidupan wanita kehidupan sosial. Kesehatan mental yang
tunawisma. Wanita tunawisma biasanya buruk dan harga diri yang rendah menjadi
memiliki riwayat kekerasan fisik dan faktor risiko yang penting bagi kalangan
seksual pada masa kanak-kanak, tetapi wanita tunawisma. Faktor-faktor pribadi,
wanita tunawisma juga memiliki psikologis (harga diri yang rendah, ide
pengalaman traumatis selama episode bunuh diri, dan gejala depresi yang tinggi)
menjadi tunawisma. Menjadi seorang lazim di kalangan wanita tunawisma,
tunawisma bagi wanita itu sendiri dapat membuat mereka rentan terhadap
dikatakan sebagai pengalaman yang permasalahan kesehatan mental (Hudson
traumatis (Taylor & Sharpe, 2008). dkk, 2010).
Kekerasan seksual dan fisik di antara Netzley dan kawan-kawan (2006) dalam
wanita tunawisma dikaitkan dengan penelitiannya menjelaskan bahwa adanya
kesehatan umum yang buruk dan masalah riwayat kekerasan pada masa kanak-kanak
psikis, termasuk gangguan stres pasca- dan kurangnya dukungan sosial serta
trauma, depresi, dan ide bunuh diri. Banyak permasalahan ekonomi merupakan
wanita tunawisma yang melarikan diri dari kombinasi permasalahan yang dapat
kekerasan pasangan intim telah ditelantarkan menempatkan wanita menjadi tunawisma
oleh keluarga dan lingkaran dukungan sosial yang berisiko tinggi. Kekerasan fisik dan
mereka sebelum menjadi tunawisma. Wanita kekerasan seksual sangat lazim dialami oleh
tunawisma ini melaporkan bahwa diri banyak wanita tunawisma dengan
mereka merasa terisolasi, tertekan, dan permasalahan kesehatan mental. Wanita
kecewa karena kurangnya dukungan tunawisma yang memiliki riwayat kekerasan
emosional dari staf tempat penampungan. di masa lalunya cenderung memiliki
Wanita tunawisma pada umumnya memiliki permasalahan kesehatan mental yang
riwayat kekerasan fisik dan seksual, hal umumnya yaitu: (1) permasalahan bunuh
inilah yang menyebabkan wanita tunawisma diri, (2) riwayat PTSD seumur hidup, dan
lebih rentan memiliki ide bunuh diri (3) masalah depresi. Permasalahan bunuh
(Hudson dkk, 2010). diri sangat terkait dengan wanita yang
Wanita yang memiliki riwayat memiliki riwayat kekerasan pada masa
kekerasan memiliki rasa takut, harga diri kanak-kanak (Netzley dkk, 2006).

3
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 3 (1),January 2018 , 1-10
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/psikologia
DOI Link: 10.21070/psikologia.v3i1.1536
Penelitian yang dilakukan oleh Netzley melakukan riset kepada pekerja pondok
dan kawan-kawan (2006) menyebutkan sosial (shelter) di wilayah Asia, hasilnya
bahwa dari 46 wanita dengan riwayat diidentifikasi sebanyak 72% wanita dan
kekerasan, 89% dilaporkan pernah berpikir 51% pria mengalami suicidal ideation (ide
tentang bunuh diri dan 72% melaporkan bunuh diri), sedangkan 48% wanita dan 27%
pernah mencoba bunuh diri. Di antara 27 pria pernah melakukan percobaan bunuh
wanita yang melaporkan tidak memiliki diri. Hasil penelitian tersebut menjelaskan
riwayat kekerasan, 63% pernah berpikir bahwa wanita tunawisma lebih rentan dalam
tentang bunuh diri dan 30% pernah mencoba mengalami ide bunuh diri ataupun
bunuh diri. Perbedaan antara kedua melakukan percobaan bunuh diri.
kelompok dalam tingkat percobaan bunuh Hawton dan kawan-kawan (2013, dalam
diri adalah dramatis dan mudah terlihat. Gooding dkk, 2015) dalam penelitiannya
Hasil penelitan tersebut mengindikasikan menyebutkan bahwa orang-orang yang
bahwa tingkat perilaku bunuh diri tetap ditahan, baik dalam konteks penjara ataupun
tinggi di antara wanita tunawisma walaupun tempat penampungan, lebih berisiko tinggi
tanpa riwayat mengalami kekerasan untuk mengalami permasalahan terkait
(Netzley dkk, 2006). bunuh diri. Hal tersebut antara lain
Permasalahan yang dialami tunawisma disebabkan oleh masalah-masalah seperti
di pondok sosial, khususnya wanita pengabaian oleh keluarga, tidak diterima
tunawisma pada usia produktif dewasa awal, oleh lingkungan sekitar, dan kebebasan yang
biasanya berhubungan dengan perasaan direnggut dari kehidupannya (Gooding dkk,
harga diri rendah, tidak memiliki harapan 2015).
hidup, merasa tidak berguna, dan perasaan Pengenalan dan Riwayat Kasus
terkungkung layaknya seseorang yang
Subjek YS adalah seorang wanita
dipenjara. Fasilitas dan staf yang ada di
berusia 36 tahun dan belum menikah.
pondok sosial juga termasuk sumber
Subjek berasal dari daerah Gresik sebelum
masalah yang biasa dihadapi tunawisma
tinggal di Liponsos Keputih. Subjek sempat
yang berada di pondok sosial (Simons dkk,
bersekolah hingga jenjang SMP, namun
2009).
subjek putus sekolah dikarenakan alasan
Molnar dan kawan-kawan (2000, dalam
biaya sejak ayahnya dipecat dari
Ullman, 2004) dalam penelitiannya

4
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 3 (1),January 2018 , 1-10
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/psikologia
DOI Link: 10.21070/psikologia.v3i1.1536
pekerjaannya. Subjek sebelum tinggal di tinggal bertiga dengan kakak dan adik
Liponsos pernah bekerja di kantin sebuah kandungnya. Kakak kandung subjek berjenis
pabrik. Ayah dan ibu subjek sudah kelamin laki-laki dan sudah menikah. Kakak
meninggal dan subjek setelah ditinggal oleh kandung subjek bekerja di perusahaan LPG.
ayah dan ibunya, subjek tinggal dengan Adik kandung subjek berjenis kelamin laki-
kakak dan adik kandungnya. Ayah subjek laki dan sudah menikah, ia bekerja membuat
dahulu adalah seorang anggota TNI AL dan kerajinan tangan. Hubungan subjek dengan
ibu subjek bekerja sebagai pedagang. kakak dan adik kandungnya juga tidak
Ayah subjek menikah sebanyak 3 kali seberapa baik. Subjek merasa setelah kakak
dan subjek adalah anak kandung dari istri dan adik kandungnya menikah, mereka
nomor 3. Subjek memiliki 2 saudara menjadi orang yang berbeda. Adik subjek
kandung dan 5 saudara tiri. Subjek tinggal di rumah lain bersama dengan
menuturkan bahwa dirinya sempat istrinya. Subjek tinggal bersama dengan
mengalami krisis keyakinan dan bingung kakak kandungnya dan juga istrinya.
mengenai agama dan kebenaran Tuhan. Kronologi subjek akhirnya dititipkan di
Subjek dilahirkan dalam keyakinan agama Liponsos Keputih yaitu subjek bertengkar
kristen. Sebelum menikah dengan ayah hebat dengan kakak kandungnya hingga
subjek, ibu subjek beragama islam kemudian subjek terlantar. Subjek sudah berada di
ibu subjek pindah agama ke kristen Liponsos Keputih selama kurang lebih 10
dikarenakan mengikuti agama suaminya. bulan. Subjek setelah bertengkar hebat
Subjek setelah ayah dan ibunya meninggal dengan kakaknya, ia kemudian lari dari
dunia, ia sempat masuk ke agama Islam rumah dan menuju ke ibu dan saudara
karena ingin mendapatkan jodoh. Subjek tirinya. Subjek mengaku dirinya sangat
merasa dirinya sulit mendapatkan jodoh bingung pada saat itu dan ia akhirnya
apabila ia beragama kristen. Beberapa waktu memberanikan diri ke rumah keluarga
sebelum tinggal di Liponsos, subjek kembali tirinya. Ibu tiri dan saudara tiri subjek
masuk agama kristen dikarenakan saudara- kemudian mengantar subjek ke Liponsos
saudaranya sebagian besar beragama kristen. Keputih dan didaftarkan untuk tinggal
Subjek menjelaskan bahwa dirinya tidak disana. Pihak Liponsos Keputih sempat akan
akur dengan keluarga tirinya. Setelah ayah memulangkan subjek setelah 5 hari berada
dan ibu kandungnya meninggal, subjek di Liponsos, namun subjek sangat takut dan

5
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 3 (1),January 2018 , 1-10
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/psikologia
DOI Link: 10.21070/psikologia.v3i1.1536
tidak ingin pulang baik ke kakak kandung METODE
maupun ke keluarga tirinya. Subjek berkata
Metode yang digunakan dalam studi
bahwa apabila ia pulang, akan
kasus ini adalah wawancara klinis dan
membahayakan dirinya, ia takut dimarahi
observasi. Peneliti melakukan wawancara
dan disiksa kembali. Subjek menjelaskan
terstruktur untuk melengkapi data penelitian
bahwa dirinya kerap kali dipukuli oleh
khususnya mengenai latar belakang dan
kakaknya dan adik kandungnya sudah tidak
dinamika permasalahan subjek terkait bunuh
peduli lagi dengan dirinya (sudah lama tidak
diri. Pedoman wawancara yang digunakan
berhubungan).
peneliti merupakan pedoman wawancara
Keluarga angkat subjek juga tidak
dengan referensi dari NSW department of
bersedia menampung subjek sejak dahulu,
health (2010) tentang risiko bunuh diri pada
subjek berkata bahwa ancamannya nyawa
individu. Adapun fokus topik pedoman
jika ia berada bersama dengan keluarga
wawancara tersebut adalah sebagai berikut
angkatnya. Ketika penulis menanyakan apa
(NSW department of health, 2010):
maksud dengan ancaman nyawa yang
Tabel 1. Fokus Topik Wawancara Risiko
berkali-kali subjek sebutkan ketika Bunuh Diri
No. Fokus Pedoman Wawancara
disinggung tentang keluarga angkatnya,
1. Hopelessness, kehilangan harapan
subjek takut untuk menceritakannya. Subjek
2. Pikiran tentang mati atau meninggalkan
berkata biar Tuhan dan dirinya saja yang dunia
mengetahuinya. Subjek menjelaskan selama 3. Pikiran untuk melakukan bunuh diri
ia tinggal di Liponsos Keputih, dirinya sama 4. Periode rentang waktu tentang pikiran
sekali tidak pernah dijenguk oleh kakak dan bunuh diri

5. Peristiwa pencetus pikiran untuk bunuh diri


adik kandungnya, begitu juga dengan
6. Frekuensi dan seberapa kuat pikiran bunuh
keluarga angkatnya. Subjek mengatakan
diri bertahan pada subjek
bahwa hingga saat ini, kakaknya masih
7. Rencana untuk melakukan bunuh diri
marah dengan dirinya dan sudah tidak peduli
8. Hal yang membuat diri subjek menjadi
dengan dirinya, sebab kakaknya tersebut lebih baik

tidak mencari keberadaan diri subjek. 9. Hal yang membuat diri subjek menjadi
lebih buruk

10. Hal yang menghentikan subjek dari rencana


untuk bunuh diri

6
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 3 (1),January 2018 , 1-10
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/psikologia
DOI Link: 10.21070/psikologia.v3i1.1536
HASIL DAN PEMBAHASAN supaya dirinya menjadi lega. Subjek
mengaku bahwa dirinya sudah memiliki
Hasil wawancara asesmen risiko bunuh
rencana untuk mengakhiri hidup, tapi
diri pada subjek YS, subjek pernah berpikir
dirinya merasa bingung karena tidak
untuk bunuh diri hingga saat ini. Subjek
mungkin mengakhiri hidup di Liponsos,
mulai memikirkan tentang bunuh diri
walaupun dirinya berpikir bahwa di
terutama sejak kedua orangtuanya
Liponsos juga ada penghuni yang
meninggal dunia. Pencetusnya adalah subjek
meninggal. Hal yang membuat diri subjek
merasa dendam dengan ayahnya karena suka
merasa semakin buruk adalah ketika dirinya
memukuli ibunya. Pencetus lainnya yaitu
ingat dengan kakaknya dan rasa dendam
terkait kakak subjek yang suka marah-marah
dengan almarhum ayahnya. Subjek juga
kepadanya dan kini sudah tidak peduli lagi
merasa tidak aman dengan keluarga tirinya.
dengan dirinya, hingga akhirnya subjek
Hal yang membuat diri subjek merasa lebih
dititipkan di Liponsos. Subjek menjelaskan
baik adalah ingat dengan Tuhan, ia berpikir
dirinya pernah mencoba untuk bunuh diri
bahwa Tuhan pasti bersama dengan dirinya.
dan menyakiti diri sendiri pada bulan-bulan
Thoits (2000, dalam Wagner & Perrine,
awal tahun 2017. Subjek pernah mencoba
2008) menjelaskan bahwa dukungan sosial
menyilet-nyilet tangannya hingga tangannya
adalah permasalahan utama yang menjadi
mengeluarkan darah. Subjek juga pernah
stresor bagi wanita tunawisma. Hilangnya
menusuk-nusuk dirinya dengan
dukungan sosial dapat meningkatkan risiko
menggunakan jarum pentul bahkan hingga
wanita tunawisma mengalami keinginan
saat ini. Subjek menganggap kematian
untuk bunuh diri. Hal ini sesuai dengan
adalah sesuatu yang menakutkan, namun di
keadaan subjek yang kurang mendapatkan
sisi lain subjek juga merasa serba salah.
dukungan sosial baik dari keluarga ataupun
Subjek ketika ditanya intensitas dan
dari lingkungan. Subjek mengalami
frekuensi dirinya memiliki pikiran untuk
pengabaian oleh keluarganya.
bunuh diri, subjek menjawab bahwa dirinya
Desai dan kawan-kawan (2013)
sering memikirkan tentang bunuh diri.
menjelaskan sejumlah alasan mengapa
Subjek mengutarakan bahwa apabila ia ingat
tunawisma mungkin sangat rentan terhadap
dengan kakaknya, ia jadi ingin membunuh
risiko mengalami ide bunuh diri, begitu juga
kakaknya dan membunuh dirinya sendiri,
dengan alasan yang dialami oleh subjek.

7
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 3 (1),January 2018 , 1-10
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/psikologia
DOI Link: 10.21070/psikologia.v3i1.1536
Alasan-alasan tersebut akan dijabarkan Terbatasnya fasilitas dan staf yang ada
berikut ini: di tempat penampungan subjek, dalam
1. Beberapa literatur secara hal ini adalah Liponsos Keputih,
konsisten menunjukkan bahwa membuat permasalahan yang dialami
tunawisma memiliki tingkat gangguan subjek tidak mendapatkan intervensi
mental dan penyalahgunaan zat yang atau penyelesaian masalah yang
tinggi, keduanya terkait dengan berarti. Pihak Liponsos sendiri belum
peningkatan risiko bunuh diri. menyediakan psikolog ataupun
2. Banyak faktor yang psikiater khusus untuk menangani
berkontribusi terhadap tunawisma juga masalah-masalah yang dialami
meningkatkan risiko untuk bunuh diri, penghuni tunawisma.
misalnya, trauma masa kanak-kanak, Kombinasi antara pengalaman negatif
ketidakstabilan keluarga, perawatan sebelum masuk ke tempat penampungan,
asuh, riwayat keluarga dengan kurangnya hubungan dengan keluarga,
penyakit kejiwaan, dan keterlibatan kurangnya dukungan sosial di dalam tempat
peradilan pidana. Subjek yang penampungan, menyebabkan tunawisma
merupakan wanita tunawisma terutama wanita rentan mengalami ide
seluruhnya mengalami masalah bunuh diri dan melakukan percobaan bunuh
keluarga, seperti latar belakang diri (Huey & Aday, 2013). Faktor risiko ide
keluarga yang broken home, diabaikan bunuh diri dan usaha bunuh diri di antara
oleh keluarga, pengalaman kekerasan populasi sebuah komunitas tampaknya
dari keluarga. berbeda berdasarkan ras dan gender. Secara
3. Kurangnya akses ke layanan khusus, hidup sendiri dan diabaikan oleh
perawatan kesehatan yang dapat keluarga terkait dengan meningkatnya
menyebabkan kegagalan untuk keinginan bunuh diri untuk tunawisma,
mengidentifikasi dan mengelola terutama wanita. Berdasarkan gender,
gejala-gejala bunuh diri. Akhirnya, wanita tunawisma dianggap kurang mandiri
efek demoralisasi menjadi tunawisma dan tidak mampu hidup sendiri apabila
dapat berfungsi sebagai pemicu utama dibandingkan dengan tunawisma berjenis
untuk mengalami ide bunuh diri dan kelamin pria (Yu & Sung, 2015).
melakukan upaya bunuh diri.

8
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 3 (1),January 2018 , 1-10
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/psikologia
DOI Link: 10.21070/psikologia.v3i1.1536
KESIMPULAN Mental Illness. Journal of Nervous and
Mental Disease, Vol. 191, No. 6.
Subjek YS dapat dikatakan dalam
Gentzler, K.C. (2014). A Stress Process
kondisi yang kebebasannya dibatasi, Model of Arrest Among Homeless
mengingat ia tinggal di Pondok Sosial dan Women Exploring Risk and Protective
Factor. Nebraska: Proquest.
tidak bersama dengan keluarganya. Subjek
Gooding, P.; Tarrier, N.; Dunn, G.; Shaw, J.;
mengalami pengabaian dari keluarganya dan Awenat, Y.; Ulph, F.; Pratt, D. (2015).
subjek juga memiliki riwayat kekerasan Effect of Hopelessness on the Links
between Psychiatric Symptoms and
yang didapatkan dari figur dekatnya yaitu Suicidality in a Vulnerable Population
ayah dan kakak laki-lakinya. Subjek YS at Risk of Suicide. Journal Psychiatry
Research, Vol. 15, 1-8.
diharapkan dapat segera mendapatkan
Hudson, A.L.; Wright, K.; Bhattacharya, D.;
intervensi khusus dan pendampingan secara Sinha, K.; Nyamathi, A.; Marfisee, M.
berkala dari pihak pondok sosial. Pihak (2010). Correlates of Adult Assault
among Homeless Women. Journal of
pondok sosial diharapkan dapat memberikan Health care for the Poor and
penanganan khusus kepada subjek, seperti Underserved, Vol. 21: 1250-1262.
misalnya: memeriksakan keadaan subjek Huey, M. & Aday, R.H. (2013). “I Just
Wanted to Die”: Preprison and Current
kepada psikolog atau psikiater, memberikan Suicide Ideation Among Women
support group dari lingkungan terdekat Serving Life Sentences. Journal
Criminal Justice and Behavior, Vol.
subjek, dan subjek diharapkan dapat 40, No. 8, 832-849.
memperbanyak kegiatan-kegiatan positif Netzley, S.D.; Hurlburt, M.S.; Hough, R.L.
yang dapat meningkatkan kepercayaan diri (2006). Childhood Abuse as a
Precursor to Homelessness for
dan menghargai diri sendiri. Homeless Women with Severe Mental
Illness. Journal Violence and Victims,
DAFTAR PUSTAKA Vol. 11, No. 2.
NSW Department of Health. (2010). Suicide
Bhogaonker, P. (2012). Impact of Brief
Risk Assessment and Management
Meditation Training on Stress,
Protocols: Mental Health in-Patient
Distress, and Quality of Life for
Unit. North Sydney: Publication
Homeless Adults (UMI number
Warehouse.
3544996). California Institute of
Integral Studies: Proquest LLC. Simons, R.L.; Whitbeck, L.B.; Bales, A.
(2009). Life on the Streets:
Desai, R.A.; Mares, W.L.; Dausey, D.J.;
Victimization and Psychological
Rosenheck, R.A. (2013). Suicidal
Distress among the Adult Homeless.
Ideation and Suicide Attempts in a
Journal of Interpersonal Violence,
Sample of Homeless People with
Vol. 4, No. 4, 482-501.

9
Psikologia (Jurnal Psikologi), Vol 3 (1),January 2018 , 1-10
ISSN 2338-8595 (print), ISSN 2541-2299 (online)
Journal Homepage: http://ojs.umsida.ac.id/index.php/psikologia
DOI Link: 10.21070/psikologia.v3i1.1536
Taylor, K.M. & Sharpe, L. (2008). Trauma
and Post-Traumatic Stress Disorder
among Homeless Adults in Sydney.
Journal of Psychiatry, Vol. 42: 206-
213.
Ullman, S.E. (2004). Sexual Assault
Victimization and Suicidal Behavior
in Women: a Review of the Literature.
Journal of Aggression and Violent
Behavior, Vol. 9, 331-351.
Wagner, J.K. & Perrine, R.M. (2008).
Women at Risk for Homelessness:
Comparison Between Housed and
Homeless Women. Journal of
Psychological Reports, Vol. 75, 1671-
1678.
Yu, S.V. & Sung, H. (2015). Suicidal
Ideation of Probationers: Gender
Differences. Journal of Crisis, Vol. 36
(6), 424-432.

10

You might also like