You are on page 1of 14

Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.

2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA DALAM PERSPEKTIF


UNCLOS 1982
Peni Susetyorini
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang
Jl. Prof. Sudarto SH Tembalang Semarang
penifhundip@yahoo.co.id

Abstract

Indonesia is the largest archipelagic country in the world, with strategic geographical conditions
and rich in natural resources, but all of them still cannot be utilized optimally for the nation's
prosperity. Many factors cause this, ranging from the paradigm of development errors to the chaotic
maritime law enforcement efforts. Constraints in fulfilling adequate infrastructure in maritime
affairs are the main obstacle that must be resolved by the government, because the existence of
infrastructure will enable better service. The issue of reforming the law enforcement system through
strengthening and coordination between the competent institutions in the sea will greatly support
the creation of law enforcement harmony, so maritime actors will get certainty to whom they should
depend on their hopes if they get into trouble at sea. This research aims to analyze the rights and
obligations of the state in implementing the Convention on the Law of the Sea (Unclos) 1982 which
has been ratified by the Indonesian state with Act Number 17 of 1985 concerning the Ratification of
the United Nations Convention on The Law of the Sea, and analyze Indonesian marine policy in an
effort to realize the Indonesian state as the world's maritime axis.

Keywords: State Rights and Obligations; Maritime Axis; Convention on the Law of the Sea
(Unclos) 1982

Abstrak

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan kondisi geografis yang strategis dan
kaya akan sumberdaya alam, namun semuanya masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal
demi kemakmuran bangsa. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, mulai dari kesalahan
paradigma pembangunan hingga carut marutnya upaya penegakan hukum kemaritiman. Kendala
pemenuhan intrastruktur yang memadai dalam kemaritiman merupakan kendala utama yang harus
diselesaikan pemerintah, karena keberadaan infrastruktur akan memungkinkan pelayanan yang lebih
baik. Persoalan pembenahan sistem penegakan hukum melalui penguatan dan koordinasi antar
lembaga yang berwenang di laut akan sangat menunjang bagi terciptanya keselarasan penegakan
hukum, sehingga para pelaku kemaritiman akan mendapatkan kepastian kepada siapa mereka harus
menggantungkan harapannya bila mereka mendapatkan kesulitan di laut. Penelitian ini bertujuan
menganalisis hak dan kewajiban negara dalam mengimplementasikan Konvensi Hukum Laut
(Unclos) 1982 yang telah diratifikasi oleh negara Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nation Convention on The Law of The Sea, dan
menganalisis kebijakan kelautan Indonesia dalam upaya mewujudkan negara Indonesia sebagai
poros maritim dunia.

Kata kunci: Hak dan Kewajiban Negara; Poros Maritim; Konvensi Hukum Laut (Unclos) 1982

164
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

A. Pendahuluan Indonesia. Indonesia menawarkan konsep


1. Latar Belakang “Negara Kepulauan” untuk dapat diterima di
Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, Konferensi Hukum Laut Perseriktan Bangsa-
tidak ada cabang hukum Internasional yang Bangsa (PBB) III, sehingga dalam The United
lebih banyak mengalami perubahan secara Nations Convention on the Law of the Sea
mendalam dan revolusioner, selain hukum (UNCLOS) 1982 dicantumkan dalam Bagian
laut. Hukum laut telah mengalami perubahan- IV mengenai Negara Kepulauan. Konsepsi itu
perubahan yang mendalam sesuai dengan menyatukan wilayah Indonesia, sehingga di
perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan antara pulau-pulau Indonesia tidak ada laut
sumber kekayaan mineral yang terkandung di bebas, karena sebagai negara kepulauan,
dasar laut itu sendiri, merupakan penghubung Indonesia boleh menarik garis pangkal
bangsa-bangsa dari segala sektor kegiatan (baselines-nya) dari titik-titik terluar pulau-
manusia, dan kekayaan sumber hayati serta pulau terluar (the outermost points of the
70% dari permukaan bumi terdiri dari laut outermost islands and drying reefs). Hal itu
(Boer Mauna, 2005). Secara geografis ditegaskan dalam UU No 6 Tahun 1996
Indonesia merupakan negara maritim, yang tentang Perairan Indonesia sebagai pengganti
memiliki luas laut sebesar 5,8 Juta km² yang UU/Prp No 4 Tahun 1960 sebagai wujud
terdiri dari laut territorial dengan luas 0,8 juta diimplementasikannya UNCLOS 1982 dalam
Km², laut nusantara 2,3 juta Km² dan zona hukum nasional kita(Melda Kamil Ariadno,
ekonomi eksklusif 2,7 juta Km². Indonesia 2018).
juga memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau Secara kelembagaan dan hukum, pada
dan garis pantai sepanjang 95.181 Km²(Boer tahun 2014 muncul dua momentum
Mauna, n.d.). pembangunan kelautan yakni, terbitnya
Indonesia sebagai negara kepulauan, telah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014
diakui secara internasional berdasarkan tentang Kelautan, serta pembentukan
United Nations Convention on the Law of the Kementerian Koordinator Maritim yang
Sea (UNCLOS) 1982 yang kemudian memperkuat dan mempertegas landasan
diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang- hukum dan tata kelola pembangunan kelautan
Undang No.17 Tahun 1985 tentang nasional. Selanjutnya pada tahun 2017 telah
Pengesahan United Nation Convention on The dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres)
Law of The Sea. Kebijakan kelautan negara Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan
Indonesia lebih lanjut telah dituangkan dalam Kelautan Indonesia.
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 UNCLOS 1982 membawa konsekuensi
tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. logis bagi bangsa Indonesia yaitu adanya
Pembangunan bidang kelautan dan perikanan amanat yang harus dilaksanakan berupa hak-
hingga saat ini masih jauh dari harapan, hak dan kewajiban dalam pengelolaan
padahal wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah kelautan Indonesia berdasarkan
dan lautan kepulauan Indonesia memiliki hukum internasional. UNCLOS 1982 kini
potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan telah berjalan selama 36 tahun, tentu sebagai
yang sangat besar dan belum dimanfaatkan Negara Kepulauan sudah saatnya melakukan
secara optimal. evaluasi kebijakan tentang apa saja yang telah
Indonesia sebagai negara kepulauan dilaksanakan dan belum dilaksanakan dalam
(archipelagic state) sudah lama diperjuangkan rangka memenuhi amanat seperti yang telah
di forum internasional. Diawali dengan dicantumkan dalam UNCLOS 1982.
Deklarasi Djuanda tahun 1957, lalu diikuti Permasalahan yang diketengahkan dalam
UU / Prp No 4 Tahun 1960 tentang Perairan penelitian ini adalah :
165
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

a. Bagaimana Kebijakan Kelautan Indonesia mekanisme penjabaran keputusan politik ke


dikaitkan dengan hak dan kewajiban dalam prosedur rutin lewat birokrasi, tetapi
negara berdasarkan UNCLOS 1982 ? lebih dari itu menyangkut masalah konflik,
b. Bagaimana Indonesia dapat mewujudkan keputusan, dan siapa memperoleh apa dari
konsep poros maritim dunia sesuai suatu kebijakan.(Wahab, 2005)
ketentuan UNCLOS 1982 ? Rezim pembangunan kelautan nasional
2. Metode Penelitian setidaknya menunjukkan enam peraturan
Penelitian hukum doktrinal ini perundang-undangan yang menjadi payung
menggunakan data sekunder, yang metode hukum utama dalam pelaksanaannya.
pengumpulan data dilakukan dengan cara Peraturan tersebut adalah: (1) Undang-
studi pustaka (bibliography study), studi Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona
dokumen (document study), dan studi arsip Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia; (2)
(file of record study). Dogmatik hukum Undang- Undang Nomor 17 Tahun 1985
dimaksudkan mengenai interpretasi hukum tentang Pengesahan UNCLOS; (3) Undang-
positif tentang hak dan kewajiban Negara Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang
Indonesia terkait dengan telah diratifikasinya Perairan Indonesia; (4) Undang-Undang
Unclos 1982. Analisis dilakukan secara Nomor 31 Tahun 2004 yang diubah dengan
kualitatif dengan pola berfikir deduktif yakni UU. No 5 Tahun 2009 tentang Perikanan; (5)
proses analisa yang berangkat dari misi dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang
gaya pemikiran yang sifatnya umum atau pola diubah dengan UU No. 1 Tahun 2014 tentang
berfikir yang diambil berdasarkan data umum Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
untuk kemudian diaplikasikan kepada serta (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
kesimpulan yang bersifat khusus setelah 2014 tentang Kelautan.
terlebih dahulu dilakukan kategorisasi.(Hadi, Suatu kebijakan apapun sebenarnya
1980) Pengolahan data dimulai dengan mengandung resiko untuk gagal (policy
editing, klasifikasi, verifikasi, analisis, dan failure). Kegagalan kebijakan dalam dua
konklusi. kategori, yaitu kebijakan yang tidak
3. Kerangka Konseptual terimple-mentasikan (non-implementation),
James E Anderson menyatakan bahwa dan implementasi yang tidak berhasil
kebijakan adalah “…a purposive course of (unsuccessful implementation) (Brian W.
action followed by an actor or set of actors in Hogwood; Lewis. A. Gun, 1984). Non
dealing with a problem or matter of concern” implementation terjadi karena pihak yang
(Serangkaian tindakan yang mempunyai terlibat dalam pelaksanaannya tidak mau
tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan bekerja sama atau telah bekerja sama secara
oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku tidak efisien, bekerja setengah hati atau
guna memecahkan suatu masalah tertentu). karena tidak sepenuhnya menguasai
Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh permasalahan, atau permasalahan yang
Anderson ini menurut Budi diselesaikan diluar jangkauan kekuasaann.
Winarno(Winarno, 2007), dianggap lebih Kebijakan kelautan (termasuk poros
tepat karena pada apa yang sebenarnya maritim yang menjadi bagian dari poros
dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan maritim dunia) menunjukkan adanya pilihan
atau dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga antara kebijakan domestik dengan kebijakan
membedakan secara tegas antara kebijakan internasional. Pilihan internasional dan
(policy) dengan keputusan (decision) yang domestik dalam kebijakan tersebut
mengandung arti pemilihan diantara berbagai menunjukkan adanya intermestik
alternatif yang ada. Implementasi kebijakan (Kawilarang, n.d.). Intermestik merupakan
bukanlah sekedar bersangkut paut dengan akronim dari internasional-domestik yang
166
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

biasanya digunakan dalam konteks yang


berhubungan dengan atau mengenai
permasalahan dalam negeri (domestik) serta
menyangkut antarbangsa (internasional).
Pendekatan intermestik bertujuan untuk
menganalisis proses perubahan di era
globalisasi tanpa batas seperti saat ini, dimana
sangat sulit membedakan antara kebijakan
yang dipengaruhi politik internasional dan
kebijakan yang dipengaruhi politik domestik,
sebab keduanya saling berkaitan. Pendekatan B. Hasil dan Pembahasan
intermestik yang menjadi jembatan antara 1. Kebijakan Kelautan Indonesia
pendekatan internasional dan pendekatan Dikaitkan Dengan Hak dan Kewajiban
faktor domestik/pemerintah dibentuk dari Negara Berdasarkan UNCLOS 1982.
hasil sintesis kajian sebelumnya yang juga Konvensi PBB tentang Hukum Laut
bertujuan merumuskan proses keterkaitan (UNCLOS) 1982 melahirkan delapan zonasi
pengaruh internasional dan domestik terhadap pengaturan (regime) hukum laut yaitu :
perubahan kebijakan.(Kurniawati, n.d.) 1). Perairan Pedalaman (Internal Waters).
Negara-negara yang berbatasan dengan 2). Perairan Kepulauan (Archiplegic Waters),
laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan termasuk di dalamnya selat yang
penuh atas wilayah perairan pedalaman, digunakan untuk pelayaran internasional.
perairan kepulauan dan laut territorial, 3). Laut Teritorial (Teritorial Waters).
sedangkan untuk zona tambahan, zona 4). Zona Tambahan (Contingous Waters).
ekonomi eksklusif dan landas kontinen, 5). Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusif
negara memiliki hak-hak eksklusif, misalnya Economic Zone).
hak memanfaatkan sumberdaya alam yang 6). Landas Kontinen (Continental Shelf).
ada di zona tersebut. Sebaliknya, laut lepas 7). Laut Lepas (High Seas).
merupakan zona yang tidak dapat dimiliki 8). Kawasan Dasar Laut Internasional
oleh negara manapun, sedangkan kawasan (International Sea-Bed Area).
dasar laut internasional dijadikan sebagai Perairan pedalaman (internal waters)
bagian warisan umat manusia. Berdasarkan adalah bagian dari perairan suatu negara yang
uraian di atas, maka kerangka konseptual tunduk pada kedaulatan negara tersebut,
kebijakan kelautan Indonesia terkait hak dan seperti halnya perairan pedalaman di
kewajiban negara sebagai upaya mewujudkan Indonesia yang sudah diatur oleh Undang-
poros maritim dunia dalam rangka Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang
melaksanakan Unclos 1982 dapat Perairan Indonesia.
digambarkan sebagai berikut : Hak dan Kewajiban Indonesia serta
Status saat ini terhadap perairan pedalaman
Indonesia sepenuhnya berada di bawah
kedaulatan Negara Indonesia. Indonesia saat
ini belum menetapkan wilayah perairan
pedalaman dengan identifikasinya. Selain itu
di perairan pedalaman terdapat pelabuhan
tempat bongkar muat barang ekspor-impor
dari dan ke Indonesia. Dalam konteks
pembangunan ekonomi nasional Indonesia,

167
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia oleh negara tetangga, sebagaimana tertuang


sudah seharusnya mempunyai standar dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1983
internasional dan mampu bersaing secara Tentang Pengesahan Perjanjian antara RI –
global dengan pelabuhan-pelabuhan luar Malaysia Tentang Rezim Hukum Negara
negeri. Indonesia wajib memberikan Nusantara dan Hak-hak negara Malaysia di
keamanan dan keselamatan pelayaran laut teritorial dan perairan nusantara serta
internasional sejalan dengan International ruang udara di atas laut teritorial perairan
Ship and Port Facility Security (ISPS) Code nusantara dan wilayah RI yg terletak diantara
yang diadopsi oleh International Maritime Malaysia Timur dan Malaysia Barat.
Organization (IMO) tanggal 12 Desember Laut Teritorial (Teritorial Waters) telah
2002. diatur oleh Konvensi, yaitu yang terdapat
Perairan pedalaman Indonesia sering dalam Bab II Konvensi Hukum Laut 1982
dijadikan tempat pembuangan limbah berjudul “Territorial Sea and Contiguous
sehingga perairan pedalaman di beberapa Zone” dari mulai Pasal 2 s/d Pasal 32. Hak
tempat di Indonesia sering tampak kotor, dan dan Kewajiban Indonesia serta Status saat ini
mungkin terjadi pencemaran lingkungan laut terhadap laut territorial, Indonesia berdaulat
dan perusakan habitatnya. Apabila pemerintah penuh di laut teritorial, tetapi apabila laut
membiarkan keadaan tersebut di perairan teritorial Indonesia berhadapan atau
pedalaman, maka dapat dianggap telah berdampingan dengan negara tetangga, maka
melanggar kewajiban negara untuk harus ditetapkan batas-batas laut teritorial
melindungi dan melestarikan lingkungan laut tersebut dengan negara itu sebagaimana
sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 192 diwajibkan oleh Pasal 15 Konvensi Hukum
Konvensi Hukum Laut 1982 yang berbunyi : Laut (Unclos)1982. Ketentuan Pasal 2 s/d
“States have the obligation to protect and Pasal 32 Konvensi Hukum Laut 1982 tersebut
preserve the marine environment”. Kewajiban sudah implementing legislation, yaitu dengan
Indonesia di perairan pedalaman adalah untuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996
kepentingan Indonesia, yaitu berupa tentang Perairan Indonesia dan aturan
kewajiban menjaga dan melestarikan pelaksanaannya, yakni Peraturan Pemerintah
lingkungan hidup secara keseluruhan. Nomor 36 Tahun 2002 tentang Hak dan
Perairan kepulauan (Archiplegic Waters), Kewajiban Kapal Asing dalam Melaksanakan
Indonesia sebagai negara kepulauan lebih Lintas Damai melalui Perairan Indonesia,
banyak mempunyai hak daripada kewajiban Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002
menurut Konvensi Hukum Laut (Unclos) tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan
1982. Hak tersebut seperti menetapkan garis Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan
pangkal lurus kepulauan sehingga menjadi Hak Lintas Alur Laut Kepulauan melalui Alur
bagian kedaulatan RI. Perairan kepulauan Laut Kepulauan yang Ditetapkan, dan
(Archiplegic Waters) yang semula dulu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002
bagian dari laut lepas, sekarang menjadi tentang Daftar Koordinat Geografis Tititk-
bagian dari kedaulatan Indonesia, sehingga Tiitik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia.
Indonesia harus benar-benar memanfaatkan Zona Tambahan (Contingous Waters),
kekayaan sumber daya alam di laut tersebut. setiap negara pantai yang laut teritorialnya
Hak dan Kewajiban Indonesia serta Status melebihi 12 mil laut berarti ia juga akan
saat ini terhadap perairan kepulauan, mempunyai zona tambahan (contiguous zone)
Indonesia harus menghormati perjanjian- yang mempunyai peranan penting dalam
perjanjian dengan negara tetangga yang sudah keamanan dan pembangunan ekonominya.
ada sebelumnya, menghormati hak Hak dan Kewajiban Indonesia serta Status
penangkapan ikan tradisional yang dilakukan saat ini, di zona tambahan tersebut adalah
168
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

mencegah pelanggaran peraturan perundang- kontinen sejauh 350 mil dan menyampaikan
undangan tentang bea cukai, fiskal, imigrasi, kepada Komisi Landas Kontinen (Commission
dan sanitasi yang dapat merugikan Indonesia, on the Limits of the Continental Shelf) yang
serta menegakkan hukumnya, sehingga para selanjutnya diatur oleh Lampiran (Annex) II
pelaku pelanggaran tersebut dapat diadili. Konvensi Hukum Laut 1982. Penentapan
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), batas-batas landas kontinen baik sejauh 200
perkembangan zona ekonomi eksklusif mil maupun 350 mil tersebut wajib
(exclusive economic zone) mencerminkan disampaikan salinannya kepada Sekretaris
kebiasaan internasional (international Jenderal PBB yang di dalamnya memuat
customs) yang diterima menjadi hukum informasi yang relevan. Indonesia juga harus
kebiasaan internasional (customary melakukan negosiasi penetapan batas-batas
international law) karena sudah terpenuhi dua landas kontinen dengan negara tetangga.
syarat penting, yaitu praktik negara-negara Laut Lepas (High Seas), yaitu semua
(state practice) dan opinio juris sive bagian laut yang tidak termasuk zona ekonomi
necessitatis. Zona ekonomi eksklusif bagi eksklusif, laut territorial atau perairan
negara berkembang seperti Indonesia adalah pedalaman suatu negara dan perairan
vital karena di dalamnya terdapat kekayaan kepulauan dalam Negara kepulauan (Pasal 86
sumber daya alam hayati dan nonhayati, Unclos 1982). Hak dan Kewajiban Indonesia
sehingga mempuyai peranan sangat penting serta Status saat ini di laut lepas (high seas)
bagi pembangunan ekonomi bangsa dan adalah berhak menangkap ikan di laut lepas,
negara. Hak dan Kewajiban Indonesia atas namun semua negara juga berkewajiban untuk
ZEE adalah hak-hak, jurisdiksi, dan mengambil tindakan-tindakan conservation
kewajiban yang sudah terikat oleh Konvensi dan bekerjasama dalam melestarikan dan
Hukum Laut 1982 dengan ratifikasi UU No. mengatur sumber-sumber kehidupan hayati di
17 Tahun 1985. Hak-hak, jurisdiksi, dan laut lepas (Pasal 117, Pasal 118 Unclos)), jika
kewajiban Indonesia pada Konvensi tersebut perlu ikut serta dalam organisasi-organisasi
sudah ditentukan oleh Pasal 56. internasional regional dan sub-regional seperti
Landas Kontinen (Continental Shelf), di Internasional Sea Bed Authority (ISBA),
atur oleh Pasal 76 s/d Pasal 85 Konvensi International Maritime Organization (IMO)
Hukum Laut (Unclos) 1982 yang di dalamnya Regional Fisheries Management
terdapat pengertian landas kontinen, hak Organization. Di bidang perikanan, Undang-
Negara pantai di landas kontinen, penetapan Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
batas landas kontinen oleh setiap negara, Perikanan harus lebih dioptimalkan karena di
pembuatan peta dan koordinat geografis dan dalamnya mengatur penangkapan ikan sampai
menyampaikan ke Sekretaris Jenderal PBB. di zona ekonomi eksklusif bahkan sampai laut
Hak dan Kewajiban Indonesia serta Status lepas.
saat ini terhadap Landas Kontinen Secara keseluruhan, hak dan kewajiban
(Continental Shelf), adalah Indonesia Negara Indonesia berdasar Konvensi Hukum
mempunyak hak eksplorasi dan eksploitasi Laut 1982 (United Nations Convention on the
kekayaan sumber daya alam di landas Law of the Sea) setelah meratifikasi dengan
kontinen sebagaimana diatur oleh Pasal 77 UU No. 17 Tahun 1985 dapat dijabarkan
Konvensi Hukum Laut 1982, tetapi di dalam tabel berikut ini :
samping itu Indonesia mempunyai kewajiban
untuk menetapkan batas terluar landas

169
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

No Konvensi Hukum Laut Hak-Hak Indonesia Kewajiban Indonesia Keterangan/ Reko-


Internasional mendasi
(UNCLOS) 1982
1 Pasal 1 : Hak berdaulat eks- Wajib melindungi dan • Perlu ditetapkan batas
(4)”Pollution of the ploitasi lingkungan Melestarikan lingkungan wilayah perairan peda-
marine environment” laut (Pasal 193). laut (Pasal 192). laman.
(5) du (5) dumping • Sudah ada di PP. No. 19
Tahun1999 sebaiknya
ditingkatkan ke UU.
• Dumping tunduk pada
LDC 1972.
2 Pasal 2-32 : Hak kedaulatan • Wajib membuat peta  Rejim laut teritorial
tentang rejim laut teri- penuh dan koordinat geo- sudah implementing
torial sejauh 12 mil dari grafis dan menyam- legislation dgn UU No
garis pang-kal (lebar paikannya salinannya 6 Tahun 1996 dan PP
laut terito-rial, garis kpd Sekjen PBB (Pasal 36, PP 37, dan PP 38 th
pangkal normal/lurus, 16). 2002 namun perlu dikaji
batas laut teriorial, peta • Wajib menghormati kembali.
dan daftar koodinat geo- hak lintas damai kapal • Pasal 16 belum dilaku-
grafis, hak lintas damai asing di laut teritorial kan Indonesia.
bagi kapal asing di laut Indonesi • Harus menyampaikan ke
teritorial. Sekjen PBB pada tahun
2009.
• Meninjau kembali garis
pangkal laut wilayah.
3 Pasal 33 : Hak jurisdiksi penga- Tidak ada kewajiban • Perlu diatur mengenai
Rejim zona tambahan wasan untuk mence- karena ini hak jurisdiksi Zona tambahan.
(contiguous zone) sejauh gah pelangaran pera- kontrol dan menghu- • Sebaiknya diadopsi oleh
24 mil dari garis pang- turan bea cukai, fis- kumnya, tapi kalau ada uu terkait, misal : bea
kal kal, imigrasi, saniter, pelanggaran wajib dipro- cukai, imigrasi, dll.
dan menghukum pe- ses karena untuk kepen-
lakunya tingan Indonesia
4 Pasal 34-45 : • Hak kedaulatan pe- • Wajib menghormati • Sudah diatur oleh Pasal
Hak lintas transit, alur nuh atas selat atau hak lintas transit. 20 UU No.6/1996.
laut, skema pemisah jurisdiksi • Wajib memberi tahu • Memanfaatkan peluang
dalam selat internasional bergantung pada bahaya. hak lintas damai dan
status selat. • Tidak boleh ada sus- transit dgn membangun
• Hak membangun pensi pelabuhan tingkat inter-
ke-amanan yang •Keselamatan pelaya-ran nasional.
andal • UU No. 21/1992 yang
dirubah menjadi UU 17
Tahun 2008.

5 Pasal 46-53 : Perairan kepulauan • Wajib menghormati • Sudah diatur oleh UU


Rejim negara kepulauan berada dalam kedau- perairan internasional No.6/ 1996 dan ketiga
(garis pangkal kepulau- latan penuh Indonesia yang sudah ada dengan PP : PP No.36/37/38
an, hak lintas damai,hak negara lain. tahun 2002.
ALKI) • Wajib menghormati • Indonesia bukan hanya
hak tradisional negara kepulauan, tapi
penangkap-an ikan harus jadi negara
negara lain. kelautan (SDA dan
• Wajib menghomati ka- pela-yaran harus
bel bawah laut negara dioptimal-kan)
lain

6 Pasal 55-75 : Hak berdaulat dan ju- • Dapat memberikan hak • Sudah diimplementing

170
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

No Konvensi Hukum Laut Hak-Hak Indonesia Kewajiban Indonesia Keterangan/ Reko-


Internasional mendasi
(UNCLOS) 1982
Rejim zona ekonomi risdiksi negara, bukan akses pada negara lain legislation : UU No.
eksklusif sejauh 200 mil berada dalam kedau- untuk memanfaatkan 6/1996.
dari garis pangkal latan Indonesia sumber daya hayati. • Sudah ada PP No.
• Wajib konservasi atas 36/37/38.
sumber daya hayati • Mengadakan perjanjian
dan nonhayati. batas ZEEdengan
• Penegakan hukum atas negara tetangga.
pelanggaran di ZEE • Membuat peta dan
Indonesia. koodinat geografis.
• Menegakkan hukum • Sudah ada implementing
krn banyak kapal asing legislation : UU No.
berorasi dan 5/1983 ttg ZEE
mengambil keuntung- Indonesia.
an. • Wajib menyampaikan ke
• Penyelesaian batas- Sekjen PBB.
batas ZEE Indonesia •Mengumumkan pemba-
dengan negara lain. ngunan dan letak
• Wajib membuat peta pulau-pulau buatan,
dan koordinat geogra- instalasi dan bangunan
fis dan menyampai - lainnya.
kan salinannya ke
Sekjen PBB.
7 Pasal 76-85 : Hak berdaulat dan • Wajib membuat uu • Berdayakan sdm dan
Pengaturan tentang jurisdiksi negara karena UU sebelum- teknologi.
Landas Kontinen nya masih mengacu • Buat UU baru tentang
pada Konvensi Jene- Landas Kontinen kare-
wa 1958. na UU No.1/ 1973
• Menetapkan batas- masih mengacu pada
batas NKRI dengan Konvensi Jenewa
negara lain. 1958.
• Membuat peta dan • Melaporkan Landas
Koordinat geografis. Kontinen Indonesia ke
• Wajib melaporkan PBB pada tahun 2009.
salinannya ke Sekjen
PBB

8 Pasal 86-120 : Rejim internasional : Kewajiban negara • Sudah cukup diatur oleh
Nasional Indonesia High •Tidak ada bende-ra : UU No. 31/2004
Seas (laut lepas) kedaulatan Negara • Melaksanakan juris- tentang Peri-kanan
manapun. diksi dan mengenda- bahwa laut lepas dapat
• Ada 6 kebebasan likan kapal yang me- dijadikan wilayah
laut lepas untuk ngibarkan bendera- penang-kapan ikan
tujuan damai. nya. karena setiap negara
•Hak melakukan pe- • Wajib membantu kece- mempunyai kebe-basan
ngejaran terhadap lakaan / bahaya di laut menangkap ikan.
kapal yang diduga lepas. • Sebaiknya Indonesia
melanggar hukum • Wajib memberantas ber-dayakan terlebih
nasional Indonesia. perompakan, perda- dahulu hukum
gangan narkotika, per- nasionalnya : UU No.
dagangan budak. 6/1996 dan ketiga PP-
nya, UU No. 5/1983 ttg
ZEE Indo-nesia.

171
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

No Konvensi Hukum Laut Hak-Hak Indonesia Kewajiban Indonesia Keterangan/ Reko-


Internasional mendasi
(UNCLOS) 1982
•Perkuat Indonesia dengan
armada kapal ikan.
• Ikut berperan aktif
dalam lembaga-lembaga
regi-onal maupun
interna-sional
9 Pasal 121 : Hak kedaulatan nega- Kewajiban negara • Sudah cukup diatur oleh
Rejim Pulau ra mempertahankan bende-ra : UU No. 31/2004
seluruh pulau Indo- • Melaksanakan juris- tentang Peri-kanan
nesia terutama pulau diksi dan mengendali- bahwa laut lepas dapat
terluar kan kapal yang me- dijadikan wilayah
ngibarkan bendera- penangkapan ikan
nya. karena setiap nega-ra
• Wajib membantu kece- mempunyai kebebas-an
lakaan / bahaya di menangkap ikan.
laut lepas. • Sebaiknya Indonesia
• Wajib memberantas berdayakan terlebih
perompakan, perda- dahulu hukum nasional-
gangan narkotika, nya : UU No. 6/1996
per-dagangan budak. dan ketiga PP-nya, UU
No. 5/1983 ttg ZEE
Indo-nesia.
• Perkuat Indonesia de-
ngan armada kapal ikan.
• Ikut berperan aktif
dalam lembaga-lembaga
regi-onal maupun
internasi-onal.
10 Pasal 133-191 : Rejim internasional : Wajib berperan serta Ikut berperan aktif dan
Kawasan (Area) • common heritage of sebagai negara berkem- kerjasama dengan lemba-
mankind. bang dan bekerja sama ga-lembaga regional mau-
• Pengelolaan dengan perusahaan. pun internasional di
kekaya-an di bidang kelautan
Kawasan bera-da
pada Badan Oto-
rita Intern/ ISA.
11 Pasal 192-237 : • Hak berdaulat • Wajib melindungi dan • Koordinasi dengan KLH
Perlindungan dan Peles- (Pasal 193) atas melestarikan lingkung- yang telah membuat
tarian Lingkungan Laut kekayaan sumber an laut. peraturan perundang-
daya alam di laut. • Mencegah, mengu- undangan tentang ling-
rangi, dan mengenda- kungan hidup dan pe-
likan pencemaran laut. ngendalian pencemaran
• Wajib bekerja sama laut.
regional dan global. • Perlu dibuat uu tentang
• Membuat UU tentang pencegahan dan
pencegahan, pengu- pengen-dalian
rangan, dan pengen- pencemaran laut,
dalian pencemaran laut menggantikan PP No.
• Penegakan hukum oleh 19 Tahun 1999
negara pantai, negara
bendera, negara pela-
buhan.
Konvensi Hukum Laut Hak-Hak Indonesia Kewajiban Indonesia Keterangan / Reko-

172
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

No Konvensi Hukum Laut Hak-Hak Indonesia Kewajiban Indonesia Keterangan/ Reko-


Internasional mendasi
(UNCLOS) 1982
No Internasional mendasi
(UNCLOS) 1982
12 Pasal 238 – 265 : • Hak berdaulat / • Wajib bekerja sama • Riset ilmiah kelautan
Riset Ilmiah Kelautan eksklusif untuk dengan sesama mempunyai peranan
riset ilmiah negara dan organisasi penting bagi pemba-
kelautan untuk inter-nasional. ngunan nasional.
tujuan damai di • Wajib membangun •Mengembangkan budaya
landas kontinen dan pusat-pusat nasional riset ilmiah kelautan.
laut. riset ilmiah kelautan. • Perlu pengaturan
• Hak negara tak ber- menge-nai riset ilmiah
pantai dan tidak kelautan di Indonesia.
beruntung secara • Berperan aktif dalam
geografis untuk lembaga teknologi kela-
riset ilmiah kelaut- utan internasional.
an.
13 Pasal 266-278 : • Hak mengembang- • Wajib kerja sama inter- • Indonesia harus mempu-
Pengembangan dan Alih kan teknologi kela- nasional dan regional. nyai kebijakan yang
Teknologi Kelautan utan; • Wajib membangun mengatur tentang alih
• Hak kerja sama pusat-pusat riset nasi- teknologi kelautan.
dengan pemilik tek- onal untuk pengem- • Budayakan dan perkuat
nologi kelautan. bangan teknologi ke- pengembangan dan alih
lautan, apalagi Indo- tek-nologi kelautan,
nesia adalah negara Indonesia harus menjadi
kepulauan. negara mandiri dalam
teknologi kelautan.
14 Pasal 279-299 : Setiap negara mem- Setiap negara wajib Indonesia harus bekerja
Penyelesaian sengketa punyai hak untuk me- menyelesaikan seng-keta keras menjaga dan melak-
bidang hukum laut : nyelesaikan sengketa di bidang hukum laut sanakan kedaulatan dan
ITLOS, ICJ, Arbitrase, bidang hukum laut secara damai dari mulai jurisdiksi negara atas ke-
dan Arbitrase Khusus. secara bilateral dan negosiasi sampai ICJ. kayaan di laut.
keempat forum tsb.
15 Pasal 303 dan 149 : Hak pemilik benda- Setiap negara wajib me- Perlu koordanasi yang
Benda-benda purbakala benda berharga terse- lindungi benda-benda tsb baik dalam persoalan pe-
dan bersejarah ditemu- but dan negara dan bekerja sama dalam nemuan benda-benda ber-
kan di laut. pantai. penyelesaiannya. harga tsb. Perlu dikaji apa
perlu uu tentang ini, dan
memperhatikan Konvensi
UNESCO 2001.
16 Pasal 312 : Indonesia punyak hak Indonesia wajib melak- Indonesia harus melak-
Amandemen Konvensi untuk mengusulkan sanakan semua keten- sanakan semua ketentuan
Hukum Laut 1982 perubahan atas Kon- tuan Konvensi Hukum Konvensi Hukum Laut
vensi ini untuk Laut 1982 dalam kon- 1982 dalam konteks ke-
kepen-tingan bangsa teks kepentingan bangsa pentingan bangsa dan ne-
dan negara. dan negara gara.

173
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

2. Mewujudkan Konsep Poros Maritim Pelabuhan (Port State), dan oleh Negara
Dunia Sesuai Ketentuan UNCLOS Pantai (Coastal State).
1982 Indonesia selama ini menganut sistem
Fakta paradigma pembangunan dengan multi-agen yang merupakan sistem
adanya ketimpangan pembangunan di sektor kelembagaan, dimana terdapat lebih dari
laut dan daratan serta keterpurukan ekonomi, 1(satu) institusi/lembaga yang berinteraksi
pemerintahan Presiden Joko Widodo telah secara bersama-sama untuk mencapai atau
menata laut demi kemakmuran bangsa, untuk menyelesaikan masalah yang sama.
dengan mengusung tema kemaritiman dengan Pada tahun 2014, melalui Perpres Nomor178
“Poros Maritim Dunia” dan “Tol Laut”. Tahun 2014 telah terbentuk Badan Keamanan
Bangsa Indonesia memang sudah seharusnya Laut (Bakamla) yang sebelumnya bernama
menata dan membangun laut khususnya Badan Koordinasi Keamanan Laut
kemaritiman menjadi modal pembangunan (Bakorkamla). Ferber dan Gutknecht
menuju kemakmuran bangsa. Mewujudkan berpendapat bahwa agen-agen penegakan
hal tersebut masih akan menemui berbagai hukum di laut merupakan suatu entitas
persoalan, mulai dari persoalan ego sektoral otonom yang berperilaku individual. Sifat
dalam upaya penegakan hukum kemaritiman interaksi multi-agen tersebut timbul karena:
hingga persoalan sarana dan prasarana yang pertama, sistem organisasi yang heterogen.
merupakan pemenuhan infrstruktur yang Masing-masing institusi mempunyai struktur
memadai di Indonesia. organisasi tersendiri; kedua, perbedaan
a. Penegakan Hukum Kemaritiman di budaya dan sistem kerja antar organisasi.
Indonesia. Meski berada dalam satu platform atau satu
Hukum Maritim Internasional yang sudah cakupan bidang, masing-masing organisasi
disepakati Indonesia sejak tahun 1974 dikembangkan dengan gaya yang berbeda
(SOLAS 1974) telah mengatur penegakan sesuai dengan visi masing-masing
hukum kemaritiman yang tertuang dalam : organisasi.(J. Ferber; O. Gutknecht, 1998)
1). Bab V Peraturan 15 Konvensi Secara teroritis, aktor utama yang
Internasional tentang Keselamatan Jiwa memiliki kewenangan dalam kemaritiman
di Laut (SOLAS 1974) mengenai untuk melakukan kontrol atas arus lintas
kewajiban negara penandatangan untuk maritim adalah Polisi Perairan (Polair),
membentuk organisasi Pengawal Pantai Petugas Imigrasi, dan Petugas Bea Cukai.
(Coast Guard) atau Pengawal Laut dan Polair, tugas utamanya adalah pencegahan dan
Pantai (Sea and Coast Guard). penindakan terhadap aktifitas arus lintas
2). Ketentuan Internasional tentang barang dan orang yang bersifat illegal,
Keamanan Kapal dan Fasilitas pendeteksian ancaman keamanan, serta
PelabuhanTahun 2002 atau International pengontrolan terhadap orang dan barang di
Ships and Port Facilities Security Code titik awal hingga tujuan, penyelidikan dan
2002 (ISPS Code 2002) mengenai penyidikan tindak kejahatan atau pun
kewajiban negara peserta untuk peristiwa kecelakaan/insiden.
menetapkan otoritas nasional dan otoritas Petugas Imigrasi bertanggung jawab
lokal yang bertanggungjawab atas untuk melakukan kontrol persyaratan dan
keselamatan dan keamanan maritim. pelarangan masuk barang dan orang,
3). Pasal 217, pasal 218 dan pasal 220 menjamin legalitas dari dokumen perjalanan,
Konvensi Perserikatan Bangsa- bangsa mengidentifikasi dan menginvestigasi tindak
tentang Hukum Laut (UNCLOS III, kejahatan, dan membantu orang-orang yang
1982) mengenai penegakan hukum oleh membutuhkan pertolongan. Petugas bea cukai
Negara Bendera (Flag State), oleh Negara pada dasarnya bertugas untuk mengatur arus
174
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

barang dan jasa. Fungsinya adalah seharusnya bertanggung jawab melakukan


memfasilitasi perdagangan sesuai persyaratan fungsi kontrol melalui kerja koordinatif,
yang ditentukan tentang keluar masuk barang, akhirnya berjalan sendiri-sendiri dengan
memastikan pelaksanaan bea dan pajak semangat ego sektoral.
masuk, serta melindungi kesehatan arus lintas b. Menuju Poros Maritim Dunia
manusia, hewan dan binatang. Pengakuan internasional terhadap
Di Indonesia pada kenyataannya terdapat keberadaan wilayah perairan Indonesia
12 (dua belas) instansi yang melakukan meliputi 4 hal yaitu Perairan Nusantara, Laut
penegakan hukum dan peraturan tentang laut Teritorial, batas Landas Kontinen, dan batas
secara bersama-sama. Lembaga-lembaga Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Dalam
tersebut mempunyai landasan hukum masing- konteks ekonomi, Indonesia belum mampu
masing yang isinya hampir bersinggungan. memanfaatkan selat strategis seperti Selat
Pemerintahan Presiden Joko Widodo, Malaka dan 3 (tiga) Alur Laut Kepulauan
merubah sistem kelembagaan multi agent Indonesia (ALKI)2 sebagai sumber
menjadi single agent untuk penegakan hukum pendapatan negara, melalui pengembangan
di laut Indonesia, yaitu dengan merubah berbagai aktivitas ekonomi. Dalam
Bakorkamla menjadi Bakamla.(Reveron, pengembangan negara maritim, Indonesia
2016)(Dewi Santoso ; Fadhillah Nafisah, harus memiliki visi ”outward looking”
2017)1 Fungsi kontrol dalam kemaritiman didasarkan pada peraturan internasional yang
memang perlu dilaksanakan melalui dimungkinkan untuk mendapatkan
pendekatan integratif antar aktor yang sumberdaya alam laut secara global maupun
berwenang. Hal ini dengan mengembangkan kekuatan armada laut
mempertimbangkan bentang laut seharusnya nasional untuk dapat menguasai pelayaran
terdapat mekanisme koordinatif pembagian internasional dengan menciptakan daya saing,
kerja antara patroli laut, pengamanan keluar sehingga kapal-kapal berbendera Indonesia
masuk arus manusia dan barang di sejumlah menguasai pelayaran internasional dan
pelabuhan melalui kontrol dokumen memiliki kekuatan laut (sea power) yang
perjalanan dan kebijakan bea serta dukungan unggul.3
sistem pengawasan (surveillance). Namun, Implementasi mengenai gagasan tol laut
sentimen sektoral dan minimnya dukungan dan poros maritim diwujudkan dengan
anggaran seringkali menjadi hambatan untuk menyiapkan infrastruktur pelabuhan dan
pengembangan fungsi koordinatif seperti penyeberangan. Infrastruktur pelabuhan dan
sudah disebutkan di atas, sehingga aktor yang penyeberangan yang memadai dan terkelola
dengan manajemen yang efisien, maka
nantinya arus barang dan jasa serta orang akan
1
Reveron, Derek dalam hal ini menyatakan “However,
to safeguard the country’s maritime territories, lebih baik. Langkah-langkah yang akan
Indonesian government has recently established a ditempuh untuk mewujudkan gagasan
new Maritime Security Agency named Indonesian
Maritime Security Board (Badan Keamanan Laut
2
Republik Indonesia, ‘BAKAMLA’), to better ALKI I melintasi Laut Cina Selatan, Selat Karimata,
coordinate joint sea patrols and rescue on Laut Jawa, Selat Sunda.
Indonesia’s territorial water. Its mission is to foster ALKI II melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar,
the realization of national and international maritime Laut Flores, Selat Lombok.
security which is able to guard the and safety in the ALKI III Melintas Samudra Pasifik, Laut Maluku,
territorial sea and jurisdiction of Indonesia; Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut Sawu.
3
therefore, BAKAMLA shall act as guards to the Sea power bukan hanya diartikan sebagai pemaknaan
‘World’s Maritime Axis’. Protecting territorial kekuatan militer (Angkatan Laut), tetapi juga
sovereignty forms top priority of Indonesian foreign kekuatan lain seperti armada angkutan pelayaran
policy”. sipil.

175
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

tersebut, Kementerian Perencanaan pelayanan yang lebih baik dalam upaya


Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas menuju sebagai poros maritim dunia.
telah mendesain konsep tol laut yang 2. Saran
dicetuskan Presiden Joko Widodo, dengan 24 a. Pengembangan paradigma dan
pelabuhan. Pelabuhan sebanyak itu terbagi dukungan studi kelayakan yang
atas pelabuhan yang menjadi hubungan memadai, harus mampu meyakinkan
internasional, pelabuhan utama dan pelabuhan pengambil kebijakan agar benar-benar
pengumpul.(Geoffrey Till, 2013)4 berpihak pada rezim pembangunan yang
berorientasi pada potensi kelautan dan
C. Simpulan dan Saran perikanan. Perhitungan tentang prospek
1. Simpulan kontribusinya terhadap perekonomian
a. Aturan hukum laut yang diakui secara maritim dan kesejahteraan rakyat, harus
internasional menjadi sangat penting, menjadi perhatian pengambil kebijakan.
sebagai aturan yang dapat diacu bersama b. Pembenahan sistem penegakan hukum
khususnya oleh negara-negara yang telah melalui penguatan dan koordinasi antar
meratifikasinya dalam menetapkan lembaga yang berwenang di laut sangat
kebijakan kelautan. Hak dan kewajiban diperlukan dan ditekankan, sehingga akan
Indonesia dalam melaksanakan Unclos sangat menunjang bagi terciptanya
1982 telah terimplementasikan ke dalam kepastian dan keselarasan dalam
bentuk peraturan perundang-undangan penegakan hukum.
nasional.
b. Indonesia sebagai negara kepulauan DAFTAR PUSTAKA
terbesar di dunia, kondisi geografis yang
strategis, kaya akan sumberdaya alam, Boer Mauna. (n.d.). Perumusuan Kebijakan
namun semuanya masih belum dapat Sumber Daya Maritim.
dimanfaatkan secara optimal demi Boer Mauna. (2005). Hukum Internasional :
kemakmuran bangsa. Banyak faktor yang Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam
menyebabkan hal tersebut, mulai dari Era Dinamika Global. Bandung: Alumni.
kesalahan paradigma pembangunan Brian W. Hogwood; Lewis. A. Gun. (1984).
hingga carut marutnya upaya penegakan Policy Analysis For The Real Word.
hukum kemaritiman. London: Oxford University Press.
c. Kendala pemenuhan intrastruktur yang Dewi Santoso ; Fadhillah Nafisah. (2017).
memadai dalam kemaritiman merupakan Indonesia’s Global Maritime Axis
kendala utama yang harus diselesaikan Doctrine: Security Concerns and
pemerintah, karena keberadaan Recommendations. Jurnal Hubungan
infrastruktur akan memungkinkan Internasiona, 10(2), 91.
Geoffrey Till. (2013). Seapower: A Guide for
the Twenty-First Century. New York:
4
Routledge.
24 pelabuhan itu, antara lain: Pelabuhan Banda Aceh, Hadi, S. (1980). Metodologi Riset. Yayasan
Belawan, Kuala Tanjung, Dumai, Batam, Padang,
Pangkal Pinang, Pelabuhan Panjang. Selanjutnya, Penerbit Fakultas Psikologi UGM.
Pelabuhan Tanjung Priok, Cilacap, Tanjung Perak, J. Ferber; O. Gutknecht. (1998). A Meta-
Lombok, Kupang, Pontianak, Palangkaraya, Model for The Analysis and Design of
Banjarmasin, Maloy, Makassar, Bitung, Halmahera, Organizations in Multi-Agent Systems. In
Ambon, Sorong, Merauke dan Jayapura. Tiga Proceedings of Third International
pelabuhan yaitu, Kuala Tanjung, Bitung dan Sorong
yang akan dibangun baru, sedangkan sisanya hanya Conference on Multi-Agent System
perluasan atau pengembangan. (ICMA 98). IEEE Computer Society.
176
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 48 No.2, April 2019, Halaman 164-177 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Kawilarang, R. R. . (n.d.). Warisan Besar Miliki Siapa? Retrieved from


Menlu Hassan Wirajuda. Retrieved from http://www.topix.com/forum/world/indon
http://www.viva.co.id/ esia
berita/dunia/98969-warisan-besar-menlu- Reveron, D. (2016). Maritime Security
hassan- wirajuda2009 Deficits and InternationalCooperation:
Kurniawati, D. E. (n.d.). PENDEKATAN Illegal Fishing, Piracy, and Maritime
INTERMESTIK DALAM PROSES Security Deficits in Southeast Asia.
PERUBAHAN KEBIJAKAN: SEBUAH Georgetown Journal of Asian Affairs,
REVIEW METODOLOGIS. Retrieved 3(1), 36–41.
from Wahab. (2005). Analisis Kebijakan : Dari
https://media.neliti.com/media/publicatio Formulasi ke Implementasi Kebijakan
ns/131965-ID-pendekatan-intermestik- Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
dalam-proses-peru.pdf%0D Winarno, B. (2007). Kebijakan Publik Teori
Melda Kamil Ariadno. (2018). Ambalat dan Proses. Yogyakarta: MedPress.

177

You might also like