You are on page 1of 11

SKENARIO 2

General Learning Objective :

General Learning Objective: After completion of this tutorial activity, students are able to
understand about Cognitive Responses and Organic Mental (CROM)

Ms. S was brought to the emergency department of a general hospital by her parents. This 22-year-
old single woman was described as having been in good health until 2 days before admission, when
she complained of malaise and a sore throat and stayed home from work. She worked as a secretary
in a small office and had a stable employment record. According to her parents, she had an active
social life, and there were no significant conflicts at home.

On admission, Ms. S was extremely restless and had a frightened facial expression. Her speech was
garbled and incoherent. When approached by an unfamiliar person, she would become agitated, try
to climb out of bed, and strike out aimlessly. Occasionally she would slip into a restless sleep. Her
temperature on admission was (40° C), her pulse was 108 beats per minute, and her respirations
were 28 per minute. Her skin was hot, dry, and flushed. According to her mother, Ms. S had only a
few sips of water in the last 24 hours and had not urinated at all, but she had experienced several
episodes of profuse diaphoresis.

Ms. S’s ability to cooperate with a mental status examination was limited. She would respond to her
own name by turning her head. When her mother asked her where she was, she said “home,” but
she could not say where her home was. She would give only the month when asked for the date and
said it was January (the actual date was February 19). She also refused to give the day of the week. A
neurological examination was negative for signs of increased intracranial pressure and for localized
signs of central nervous system (CNS) disease. The tentative medical diagnosis was delirium
secondary to fever of unknown origin. Symptomatic treatment of the fever, including intravenous
fluids, an aspirin suppository, and a cool water mattress, was begun immediately while further
diagnostic studies were performed. Nurses caring for Ms. S noticed that she continued to be restless
and disoriented and that her speech was still incoherent. They also noticed that she was picking at
the bed clothing. Suddenly she became extremely agitated and tried to get out of bed while crying
out, “Bugs, get away, get bugs away!” She was brushing and slapping at herself and the bed. As her
mother and the nurse talked with her and held her, she gradually became calmer but periodically
continued to slap at “the bugs” and needed reassurance and reorientation.

Additional laboratory results became available later in the day. A lumbar puncture was performed,
as was magnetic resonance imaging (MRI) of the head; results were normal. Results of a toxicological
screening of the blood also were negative. However, the electroencephalogram (EEG) revealed
diffuse slowing. In addition, the elevated white blood count and electrolyte imbalance were
consistent with severe dehydration. Cultures of Ms. S’s throat and blood were both positive for β-
hemolytic streptococci, and intravenous antibiotic therapy was begun at once while other supportive
measures were continued. Ms. S’s mental state improved as the infection gradually came under
control and the fever decreased. Her cognitive functioning was completely normal when she was
discharged from the hospital, with the exception of amnesia for the time during which she was
delirious.
Make question as many as possible related to the scenario!

SKENARIO 2

Tujuan Pembelajaran Umum:

Tujuan Pembelajaran Umum: Setelah menyelesaikan kegiatan tutorial ini, siswa dapat memahami
tentang Respons Kognitif dan Mental Organik (CROM)

Ms. S dibawa ke departemen darurat rumah sakit umum oleh orang tuanya. Wanita lajang berusia
22 tahun ini digambarkan telah berada dalam kesehatan yang baik sampai 2 hari sebelum masuk,
ketika dia mengeluh malaise dan sakit tenggorokan dan tinggal di rumah dari pekerjaan. Dia bekerja
sebagai sekretaris di sebuah kantor kecil dan memiliki catatan pekerjaan yang stabil. Menurut
orangtuanya, dia memiliki kehidupan sosial yang aktif, dan tidak ada konflik yang signifikan di rumah.

Saat masuk, Ms. S sangat gelisah dan memiliki ekspresi wajah yang ketakutan. Bicaranya kacau dan
tidak koheren. Ketika didekati oleh orang yang tidak dikenalnya, dia akan menjadi gelisah, mencoba
untuk turun dari tempat tidur, dan keluar tanpa tujuan. Sesekali dia tidur nyenyak. Temperatur saat
masuk adalah (40 ° C), nadinya 108 denyut per menit, dan pernapasannya 28 per menit. Kulitnya
panas, kering, dan memerah. Menurut ibunya, S hanya minum sedikit air dalam 24 jam terakhir dan
tidak buang air kecil sama sekali, tetapi dia telah mengalami beberapa episode diaforesis yang
banyak.

Kemampuan Ms. S untuk bekerja sama dengan pemeriksaan status mental terbatas. Dia akan
menanggapi namanya sendiri dengan memutar kepalanya. Ketika ibunya bertanya di mana dia
berada, dia berkata "rumah," tetapi dia tidak bisa mengatakan di mana rumahnya. Dia hanya akan
memberikan bulan ketika diminta untuk tanggal dan mengatakan itu Januari (tanggal yang
sebenarnya adalah 19 Februari). Dia juga menolak memberikan hari dalam seminggu. Pemeriksaan
neurologis negatif untuk tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial dan tanda-tanda lokal
penyakit sistem saraf pusat (SSP). Diagnosis medis sementara adalah delirium sekunder akibat
demam yang tidak diketahui asalnya. Pengobatan simtomatik demam, termasuk cairan intravena,
supositoria aspirin, dan kasur air dingin, dimulai segera sementara studi diagnostik lebih lanjut
dilakukan. Perawat yang merawat Ms. S memperhatikan bahwa ia terus gelisah dan bingung dan
pidatonya masih tidak jelas. Mereka juga memperhatikan bahwa dia memetik pakaian di tempat
tidur. Tiba-tiba dia menjadi sangat gelisah dan berusaha bangkit dari tempat tidur sambil berteriak,
"Bug, pergi, pergi bug!" Dia menyikat dan menampar dirinya sendiri dan tempat tidur. Ketika ibunya
dan perawat berbicara dengannya dan memeluknya, dia perlahan-lahan menjadi lebih tenang tetapi
secara berkala terus menampar “serangga” dan membutuhkan kepastian dan reorientasi.

Hasil laboratorium tambahan menjadi tersedia di kemudian hari. Tusukan lumbal dilakukan, seperti
magnetic resonance imaging (MRI) kepala; hasilnya normal. Hasil skrining toksikologis darah juga
negatif. Namun, electroencephalogram (EEG) menunjukkan perlambatan difus. Selain itu,
peningkatan jumlah darah putih dan ketidakseimbangan elektrolit konsisten dengan dehidrasi parah.
Kultur tenggorokan dan darah Ms. S positif untuk streptokokus β-hemolitik, dan terapi antibiotik
intravena dimulai sekaligus sementara tindakan pendukung lainnya dilanjutkan. Keadaan mental Ms.
S membaik ketika infeksi berangsur-angsur terkendali dan demam berkurang. Fungsi kognitifnya
benar-benar normal ketika dia keluar dari rumah sakit, dengan pengecualian amnesia untuk waktu di
mana dia mengigau.

Ajukan pertanyaan sebanyak mungkin terkait dengan skenario!

KATA ASING

1. Malaise ayu

2. Pemeriksaan neurologis ema

3. Diaforensis septi

4. Delirium neni

5. Supositoria aspirin farra

6. MRI nicu

7. Skrining toksikologi alin

8. EEG rizka

9. Streptokokus beta hemolitik veny

10. Respon kognitif dan mental organik (CROM) hesti

PERTANYAAN

1. Apa yg menyebabkan pasien tsb mengalami gangguan delirium nicu

2. Peran perawat dalam menangani kasus tsb veny

3. Apa hubungnnya sakit tenggorokan dengan kasus derilium ? Hesti

4. Tanda dan gejala delirium ? Farra

5. Mengapa pasien mengalami amnesia setelah infeksi berkurang ? Neni

6. Kenapa diberikan supositoria aspirin ema

7.Apakah penyakit delirium bisa kambuh kembali? Septi

8. Mengapa hasil EEG menunjukkan perlambatan difus alin

9. Mengapa klien sangat gelisah dan memiliki ekspresi wajah ketakutan. Bicara kacau dan tidak
koheren ketika didekati oleh org yg tidak dikenal? Rizka

10. Dari kasus tersebut apa yang harus ditangani terlebih dahulu? Ayu
KATA SULIT :

1. MALAISE
 Malaise adalah perasaan tidak nyaman, pegal-pegal, dan lelah tanpa alasan yang
jelas. Kondisi ini bukanlah penyakit, melaikan gejala dari gangguan medis tertentu.
 Malaise adalah istilah medis untuk menggambarkan kondisi umum yang lemas, tidak
nyaman, kurang fit atau merasa sakit.
2. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
 Pemeriksaan Neurologis adalah penilaian neuron sensorik, dan respons motorik,
terutama refleks, untuk menentukkan apakah sistem saraf terganggu. Ini biasanya
termasuk pemeriksaan fisik dan tinjauan riwayat medis pasien, tetapi tidak
investigasi lebih dalam seperti neuroimaging.
 Pemeriksaan neurologis meliputi : pemeriksaan kesadaran, rangsang selaput otak,
saraf otak, sistem motorik, sistem refleks dan pemeriksaan mental.
3. DIAFORENSIS
 Diaforesis adalah istilah untuk menyebut keringat dingin. Keringat dingin merupakan
respons tubuh terhadap stres, cemas atau panik. Keringat dingin juga bisa
disebabkan oleh berbagai penyakit dan gangguan tubuh. Biasanya muncul pada
malam hari, bagian tubuh yang biasanya berkeringat adalah kepala, telapak tangan,
ketiak dan kaki.
 Diaforesis adalah keringat berlebihan yang tidak wajar, mungkin disebabkan oleh
syok atau kondisi medik lain.
 Diaforesis dapat disebabkan oleh stess, cemas atau kepanikan mental dan
emosional, demam, serangan jantung, penurunan kadar gula darah yang rendah dan
beberapa penyakit lain.
4. DELIRIUM
 Delirium adalah gangguan mental serius yang menyebabkan penderita megalami
kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungannya. Gangguan
tersebut disebabkan oleh perubahan yang cepat dalam fungsi otak yang terjadi
bersamaan dengan penyakit mental atau fisik. Akibatnya, penderita delirium
mengalami kesulitan dalam berfikir, mengingat berkonsentrasi atau tidur.
 Delirium adalah keadaan yng bersifat sementara dan biasanya terjadi secara
mendadak, dimana penderita mengalami penurunan kemampuan dalam
memusatkan perhatiannya dan menjadi linglung, mengalami disorientasi dan tidak
mampu berfikir secara jernih.
 Delirium , juga dikenal sebagai keadaan kebingungan akut , adalah penurunan yang
disebabkan secara organik dari fungsi mental awal sebelumnya yang berkembang
selama periode waktu yang singkat, biasanya berjam-jam hingga berhari-hari.
Delirium adalah sindrom yang meliputi gangguan dalam perhatian, kesadaran, dan
kognisi. Ini mungkin juga melibatkan defisit neurologis lain, seperti gangguan
psikomotorik (misalnya hiperaktif, hipoaktif, atau campuran), gangguan siklus tidur-
bangun, gangguan emosional, dan gangguan persepsi (misalnya halusinasi dan
delusi), walaupun fitur ini tidak diperlukan untuk diagnosis.
 Delirium adalah kondisi penurunan kesadaran yang bersifat akut dan fluktuatif.
Pengidap mengalami kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran terhadap
lingkungan sekitar.
5. SUPOSITORIA ASPIRIN
 Supositoria adalah cara pemberian obat lewat tabung pipa khusus yang dimasukkan
ke anus, vagina atau uretra (saluran kemih).
 aspirin atau asam Asetilsalisilat adalah sejenis obat turunan dari silsilat yang sering
digunakan sebagai senyawa analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi.
 Acetosal atau aspirin adalah obat pengencer darah atau obat yang digunakan untuk
mencegah penggumpalan darah.
 Aspirin adalah obat untuk mengurangi demam, dan meredakan nyeri ringan sampai
sedang seperti nyeri otot, sakit gigi, pilek, dan sakit kepala.
6. magnetic resonance imaging (MRI)
MRI adalah pemeriksaan dengan teknik pengambilan gambar detail organ dari berbagai
sudut yang mengunakan medan magnet dan gelombang radio. MRI adalah alat diagnostik
yang tidak menimbulkan rasa nyeri, non-invasiff, berdaya tinggi dan sensitif, serta tidak
memiliki efek samping atau setelahnya. Metode ini dapat menghasilakn gambar organ yang
lebih jelas, termasuk untuk pemeriksaan tumor.
7. Skrining Toksikologi
 toksikologi analitis berkaitan dengan deteksi, identifikasi dan pengukuran obat-
obatan dan senyawa asing lainnya (xenobiotik) dan metabolitnya pada spesimen
biologis dan yang terkait. Metode analisis tersedia untuk berbagai senyawa yang
sangat beragam: dapat berupa bahan kimia, pestisida, obat-obatan, penyalahgunaan
obat-obatan (drugs abuse) dan racun alami.
 Toksikologi analitik dapat membantu dalam diagnosis, manajemen dan dalam
beberapa kasus pencegahan keracunan. Selain itu, laboratorium toksikologi analitik
dapat dilibatkan dalam berbagai kegiatan lain seperti penilaian paparan setelah
kejadian kimia, pemantauan obat terapeutik, analisis forensik, dan pemantauan
penyalahgunaan obat-obatan. Mereka mungkin juga terlibat dalam penelitian,
misalnya dalam menentukan sifat farmakokinetik dan toksinokinetik zat atau
keefektifan rejimen pengobatan baru.
8. electroencephalogram (EEG)
 EEG adalah salah satu tes yang dilakukan untuk mengukur aktivitas kelistrikan dari
otak untuk mendeteksi adanya kelainan dari otak. EEG menggunakn sensor khusus
yaitu elektroda yang dipasang di kepala yang dihubungkan melalui kabel menuju
komputer. EEG merekam aktivitas elektrik otak, yang di presentasikan dalam bentuk
garis gelombang.
9. streptokokus β-hemolitik
 streptokokus adalah bakteri yang sering menginfeksi tubuh manusia mulai dai infeksi
ringan hingga berat. streptokokus β-hemolitik terbagi menjadi dua yakni Grup A
(GAS) dan Grup B (GBS). GAS dapat mengakibatkan infeksi ditenggorokan,
pneumonia, impetigo, demam scarlet, demam rematik. GBS umumnya banyak
terdapat di dalam sistem pencernaan dan organ intim wanita.
10. Respons Kognitif dan Mental Organik (CROM)
 Kognitif adalah : Kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses
mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan ( Stuart and Sundeen,
1987. Hal.612).
 Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan pasien
untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak .

Pertanyaan

1. Apa yang menyebabkan pasien tersebut mengalami


Gangguan Delirium?

Faktor Risiko Delirium

Beberapa faktor risiko yang memicu delirium, antara lain:

 Memiliki kelainan pada otak.

 Berusia lanjut atau di atas usia 65 tahun.

 Memiliki riwayat mengidap delirium sebelumnya.

 Mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran.

 Mengidap kombinasi beberapa penyakit.

Penyebab Delirium

Beberapa penyebab delirium, antara lain:

 Konsumsi obat-obatan tertentu atau keracunan obat, seperti obat


pereda nyeri, obat tidur, anti-alergi (antihistamin), obat asma,
kortikosteroid, obat untuk kejang, obat penyakit Parkinson, serta
obat untuk gangguan mood.

 Kecanduan alkohol dan gejala putus alkohol.

 Keracunan, misalnya sianida atau karbon monoksida.

 Operasi atau prosedur medis lainnya yang melibatkan pembiusan.

 Penyakit kronis atau berat, seperti gagal ginjal.

 Malnutrisi.
 Dehidrasi.

 Gangguan tidur atau gangguan emosi.

 Gangguan elektrolit, seperti hiponatremia.

 Demam akibat infeksi akut, khususnya pada anak.

 Infeksi pada organ yang menyebar ke seluruh tubuh.

 Kadar gula dalam darah yang rendah (hipoglikemia).

 Penyakit cerebrovaskular, seperti stroke.

 Perubahan lingkungan atau perpindahan ruangan. 

Penyebab Delirium

Penyebab delirium adalah terganggunya penerima sinyal di otak.


Gangguan ini kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor
yang membuat otak menjadi rentan sehingga memicu kegagalan fungsi
otak. Meski penyebab pastinya belum dapat diidentifikasi, terdapat
beberapa kemungkinan penyebab delirium, antara lain:

 Kondisi medis, seperti stroke, serangan jantung, penyakit paru-paru,


penyakit hati, atau cedera akibat jatuh.

 Ketidakseimbangan metabolisme, seperti natrium atau kalsium


yang rendah

 Demam dan infeksi akut, terutama pada anak-anak.

 Infeksi saluran kemih, terutama pada mereka yang lanjut usia.

 Pajanan terhadap racun, seperti karbon monoksida, sianida atau


racun lainnya

 Malnutrisi atau dehidrasi.

 Kurang tidur atau tekanan emosional yang parah.

 Pembedahan atau prosedur medis lainnya yang memerlukan


anestesi.

Beberapa obat atau kombinasi obat dapat memicu delirium, antara lain:

 Obat penghilang rasa sakit.

 Obat tidur.
 Obat-obatan untuk gangguan mood, seperti kecemasan dan
depresi.

 Obat alergi (antihistamin).

 Obat asma.

 Obat steroid.

 Obat penyakit Parkinson.

Selain beberapa penyebab di atas, kesulitan bernapas karena asma atau


kondisi lain, membuat otak tidak mendapatkan oksigen yang dibutuhkan.
Setiap kondisi atau faktor yang secara signifikan mengubah fungsi otak
dapat menyebabkan kebingungan mental yang parah atau delirium.

2. Peran perawat dalam kasus tersebut?


3. Apa hubungannya sakit tenggorokkan dengan kasus
delirium?

4. Tanda dan Gejala delirium?

Gejala Delirium

Gejala delirium sering kali tidak khas. Pengidap akan menunjukkan gejala
perubahan kondisi mental dalam beberapa jam hingga beberapa hari.
Beberapa gejala tersebut, antara lain:

 Penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitarnya, seperti


mudah teralihkan oleh hal yang tidak penting, sulit fokus pada sautu
topik pembicaraan, dan sering melamun.

 Kemampuan berpikir yang buruk (gangguan kognitif), seperti


buruknya daya ingat terutama untuk jangka pendek, disorientasi,
kesulitan berbicara atau mengingat kata-kata, bicara bertele-tele,
serta kesulitan dalam memahami pembicaraan, membaca, dan
menulis.

 Gangguan emosional, seperti gelisah, takut atau paranoid, depresi,


mudah tersinggung, apatis, perubahan mood mendadak, dan
perubahan kepribadian.
 Terjadi perubahan perilaku, seperti gelisah dan menjadi lebih
agresif, senang berhalusinasi, menjadi penutup atau pendiam,
pergerakan menjadi lambat serta terganggunya kebiasaan tidur.

Delirium dibagi menjadi beberapa jenis tergantung pada  gejala yang


ditunjukkan pengidap, yaitu:

 Delirium hiperaktif. Pengidap akan terlihat gelisah, sering kali


mengalami perubahan mood, atau berhalusinasi.

 Delirium hipoaktif. Pengidap akan terlihat tidak aktif atau


mengurangi aktivitas gerak, lesu, mengantuk, atau tampak linglung.

 Delirium campuran. Pengidap sering menunjukkan perubahan


gejala dari delirium hiperaktif ke delirium hipoaktif atau sebaliknya.

Gejala Delirium

Pada beberapa kasus, delirium adalah gangguan yang tidak menimbulkan


gejala, namun bisa juga berfluktuasi sepanjang hari. Gejala cenderung
lebih buruk saat suasana gelap dan menghadapi suasana-suasana yang
belum akrab. Tanda dan gejala utama, di antaranya:

1. Menurunnya Kesadaran

 Ketidakmampuan untuk tetap fokus pada suatu topik atau mudah


untuk beralih topik.

 Lebih banyak terjebak pada ide daripada menanggapi pertanyaan


atau percakapan.

 Menjadi mudah terganggu oleh hal-hal yang tidak penting.

2. Menurunnya Kemampuan Kognitif

 Daya ingat yang buruk, terutama mengenai peristiwa-peristiwa


terkini.

 Mengalami disorientasi.

 Kesulitan berbicara atau mengingat kata-kata.

 Meracau.

 Kesulitan memahami pembicaraan.

 Kesulitan membaca atau menulis.

3. Perubahan Perilaku
 Mengalami halusinasi.

 Gelisah atau perilaku agresif.

 Menarik diri terutama pada orang dewasa yang lebih tua.

 Gerak tubuh menjadi lambat atau lesu.

 Terganggunya waktu tidur atau perubahan siklus tidur.

5. Mengapa pasien mengalami amnesia setelah infeksi


berkurang?
Karena, pada pasien delirium itu terjadi gangguan pada fungsi otaknya. Bisa berupa
gangguan memori pasien, gangguan proses berfikir, maupun gangguan kesadaran.
6. Kenapa diberikan supositoria aspirin?
Kan suhu pasien mencapai 40 Derajat Celcius to oleh sebab itu diberikan supositoria
aspirin sebagai analgesik untuk mengurangi demam. Menurut saya juga kenapa
memilih supositoria karena suhu yang paling valid kan di rektum/rektal sehingga
penurunan suhunya diharapkan lebih maksimal. Ahh gatau ahh
7. Apakahh penyakit delirium bisa kambuh kembali?
Menurut saya bisa karena Delirium biasanya bersifat sementara dengan
mengendalikan penyebab serta pemicunya. Nah apabila ada pemicunya lagi
mungkin saja delirium dapat kambuh.

8. Mengapa hasil EEG menunjukkan perlambatan difus?


9. Mengapa klien sangat gelisah dan memiliki ekspresi
wajah ketakutan. Bicara kacau dan tidak koheren
ketika didekati oleh orang yang tidak dkenal?
Karena pasien mengalami Delirium yang menyebabkan penderita mengalami
kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar akibat
gangguan mental parah. Gangguan mental tersebut disebabkan perubahan yang
cepat dalam fungsi otak yang terjadi bersamaan dengan penyakit mental atau fisik.
Akibatnya, penderita delirium mengalami kesulitan dalam berpikir, mengingat,
berkonsentrasi, atau tidur. Kondisi delirium dapat menakutkan bagi penderita dan
orang-orang di sekelilingnya. 
10. Dari kasus tersebut apa yang harus ditangani
terlebih dahulu?
Menurut saya yang ditangani demamnya terlebih dahulu karena sudah sampai 40
derajat celcius.

1. Pengertian Cognitive Responses and Organic Mental Disorder (CROM)


2.Jenis CROM
3.Proses terjadinya CROM: etiologi, tanda dan gejala, faktor resiko.
4.Membuat mind map (Delirium)
5.Masalah keperawatan yang timbul pada CROM
6.Penatalaksanaan dan Asuhan Keperawatan pada pasien CROM
7.IRK ttg perawatan pada pasien dengan CROM

You might also like