You are on page 1of 30

PENGUATAN MANAJEMEN SYARIAH MELALUI TOTAL

QUALITY MANAGEMENTBAGI PELAKU LEMBAGA


KEUANGAN SYARIAH DI KOTA SEMARANG

Johan Arifin
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang
Email : johanarifin71@gmail.com
Abstract
One of the problems that arise in the Islamic financial management is the
governance model (management) used are the same as a conventional financial
institution management in general, Therefore we need innovation in management.
Management Implementation of Sharia in the Islamic financial institutions are
expected to improve the performance and quality of these institutions. Implementation of
sharia management really comes down to the issue of Total Quality Management
(TQM) on financial institutions syar'iah focused on the process of continuous
improvement to uphold the values of Shariah.
Management of sharia is considered important in the company since its
implementation in the areas of services and operating in personal competence,
maintaining the availability of knowledge and innovation as well as product
development. Through sharia management is expected to increase the skills and
motivation to work on giliranyya will improve the reinforcement of the operational side.
The perpetrator of Islamic financial institutions in terms of technical skills are adequate
but the problem is the knowledge of the management of sharia. Knowledge management
in Islamic financial institutions will be judged by the public that the management is not
different from the conventional financial institutions.
Keywords: Management of sharia, LKS, TQM

Abstrak
Salah satu masalah yang timbul dalam pengelolaan keuangan Islam
adalah model tata kelola (manajemen) yang digunakan adalah sama sebagai
manajemen lembaga keuangan konvensional pada umumnya, karena itu
kita perlu inovasi dalam manajemen. Implementasi manajemen Syariah di
lembaga keuangan syariah diharapkan untuk meningkatkan kinerja dan
kualitas Ulasan institutions. Implementation ini manajemen syariah benar-
benar turun ke isu Total Quality Management (TQM) pada lembaga

180 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


keuangan syari'ah difokuskan pada proses perbaikan terus-menerus untuk
menegakkan nilai-nilai Syariah.
Manajemen syariah dianggap penting dalam perusahaan sejak
pelaksanaannya di bidang jasa dan beroperasi di kompetensi personal,
menjaga ketersediaan pengetahuan dan inovasi serta manajemen produk
syariah development. Through diharapkan dapat meningkatkan
keterampilan dan motivasi kerja pada giliranya akan meningkatkan
penguatan sisi operasional. Pelaku lembaga keuangan syariah dalam hal
keterampilan teknis yang memadai tapi masalahnya adalah pengetahuan
tentang manajemen syariah. Manajemen pengetahuan di lembaga
keuangan Islam akan dinilai oleh masyarakat bahwa manajemen tidak
berbeda dari keuangan institutions.
Kata Kunci: Manajemen syariah, LKS, TQM

A. Latar Belakang
Berdasarkan data statistik perbankan syariah jumlah Bank Syariah
per Januari 2016 telah mencapai 34 unit yang terdiri atas 12 Bank Umum
Syariah (BUS) dan 22 Unit Usaha Syariah (UUS). Selain itu, jumlah Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) telah mencapai 148 unit pada periode
yang sama. Pada bulan Januari 2016 jumlah telah terdapat sebesar 693
Kantor Pusat Operasional/Kantor Cabang (138 Kantor Cabang BUS dan
103 Kantor Cabang UUS), 1.449 Kantor Cabang Pembantu/Unit
Pelayanan Syariah, dan 427 Kantor Kas. Di provinsi Jawa Tengah sendiri,
pada bulan Januari 2016 telah terdapat 40 Kantor Pusat
Operasional/Kantor Cabang BUS, 108 Kantor Cabang Pembantu/Unit
Pelayanan Syariah BUS, dan 21 Kantor Kas BUS. Sementara untuk kantor
cabang UUS sebanyak 17 kantor, kantor cabang pembantu UUS sebanyak
7, dan kantor kas UUS sebesar 6 kantor. Sementara itu, jumlah BPRS di
Jawa Tengah sebesar 26 bank (Otoritas Jasa Keuangan, 2016).
Industri perbankan syariah semakin menghadapi banyak tantangan
akibat bergabungnya sejumlah institusi, kolaborasi inter-organisasi,
pengembangan berbagai produk dan jasa, serta perbaikan mutu. Untuk
merespon dengan efektif berbagai tantangan ini, penciptaan sistem yang
memenuhi level “quality” yang sesuai dengan konsep syariah menjadi isu
vital nyata yang menantang (Musari, 2010). Selain itu, untuk memperoleh
keunggulan daya saing dalam skala global, suatu perusahaan dituntut harus
mampu menyajikan setiap proses yang lebih baik dalam rangka

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 181


menghasilkan barang atau jasa yang mempunyai kualitas tinggi dengan
harga yang wajar dan mampu bersaing.
Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan fungsi dan perannya,
revitalisasi manajerial Lembaga Keuangan Syariah (LKS) ke arah yang
lebih baik sangat diperlukan. Lembaga Keuangan Syariah harus memenuhi
standar manajemen mutu agar mendapat kepercayaan besar dari publik.
Lebih dari itu, kinerja mutu Lembaga Keuangan Syariah perlu mendapat
perhatian agar tujuan dari keberadaan lembaga itu dapat tercapai. Standar
mutu merupakan sesuatu yang penting bagi sebuah organisasi termasuk
Lembaga Keuangan Syariah walaupun pada mulanya istilah mutu
digunakan oleh perusahaan sebagai upaya meningkatkan kualitas produk
agar memberikan kepuasan bagi konsumen. TQM didasarkan pada
partisipasi semua anggota organisasi dalam meningkatkan proses, produk,
jasa, dan budaya dimana mereka bekerja di dalamnya. TQM memberikan
keuntungan bagi semua anggota organisasi dan masyarakat (Sugian, 2006).
Keuntungan tersebut diperoleh berkat kerjasama semua komponen dalam
perusahaan serta adanya komitmen menghasilkan produk yang berkualitas.
Di Indonesia konsep TQM pertama kali diperkenalkan pada tahun
1980-an dan saat ini sudah cukup populer terutama di sektor swasta antara
lain dengan adanya program ISO 9000 (Tunggal, 1993). Sampai saat ini
ISO-9000 telah diterapkan oleh 53 negara termasuk MEE dan negara-
negara di Asia Selatan/Timur seperti Singapura, Malaysia, Hongkong, dan
Cina. Pemerintah Indonesia pun menerapkan standar ISO 9000 dimana
dalam PP No. 15/1991 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
Keppres No 12/1991 tentang penyusunan, penerapan dan pengawasan
SNI, juga mengarah pada persyaratan yang diterapkan oleh standar ISO
9000. Dengan adanya standar nasional, pemerintah menginginkan
perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat bersaing di dunia internasional
dengan produk-produk yang berkualitas sesuai standar internasional.
Lembaga Keuangan Syariah harus berpegang pada prinsip syariah
dan memberikan dampak perubahan bagi kesejahteraan masyarakat
didukung oleh kepercayaan yang tinggi dari masyarakat. Dengan
kepercayaan tersebut bagaimanakah LKS memberikan pelayanan terbaik
sehingga memberikan kepuasan bagi para nasabahnya. Permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai pelaku lembaga keuangan
syariah khususnya di Baitul Maal wa Tamwil (BMT) terhadap
implementasi manajemen syariah. Masalah ini menarik seiring
perkembangan lembaga keuangan syariah yang tumbuh pesat.

182 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


Perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia cukup pesat,
meskipun market share-nya masih relatif kecil bila dibanding dengan
keuangan konvensional.
Salah satu persoalan yang muncul dalam pengelolaan keuangan
syari’ah adalah model tata kelola (manajemen) yang digunakan masih sama
dengan manajemen lembaga keuangan konvensional pada umumnya. Oleh
karena itu diperlukan inovasi dalam pengelolaannya. Implementasi
Manajemen syariah pada lembaga keuangan syariah diharapkan mampu
meningkatkan kinerja dan kualitas lembaga tersebut. Implementasi
manajemen syariah sebenarnya bermuara pada persoalan Total Quality
Management (TQM) pada lembaga keuangan syari’ah dengan dititikberatkan
pada proses perbaikan terus-menerus dengan memegang teguh nilai-nilai
syari’ah.
Permasalahan yang terjadi di lembaga keuangan syariah secara
umum berkaitan dengan resiko pembiayaan dan resiko operasional. Resiko
operasional berkaitan dengan core banking system dan kompetensi Sumber
Daya Manusia (SDM). Manajemen syariah merupakan sebuah alat
meningkatkan kinerja SDM dan perusahaan melalui pengelolaan aset
pengetahuan dalam perusahaan. Manajemen syariah ini dipandang penting
dalam perusahaan karena implementasinya pada bidang pelayanan dan
operasi dalam kompetensi personal, memelihara ketersediaan knowledge
dan inovasi serta pengembangan produk. Melalui manajemen syariah ini
diharapkan akan meningkatkan keahlian dan motivasi kerja yang pada
gilirannya akan meningkatkan penguatan dari sisi operasional.
Inti penelitian ini mengenai penguatan pelaku lembaga keuangan
syariah terhadap aspek-aspek manajemen syariah. Aspek tersebut diduga
sebagai kekuatan strategis yang perlu dibina dan dikembangkan untuk
meningkatkan daya saing. Berdasarkan latar belakang di atas, maka
pertanyaan besar dalam penelitian ini adalah, bagaimanakah implementasi
nilai-nilai TQM pada manajemen lembaga keuangan syariah saat ini.
Indikator manajemen mutu meliputi banyak hal yaitu: kepemimpinan,
perencanaan strategis, pengelolaan manajemen, pengukuran, analisis dan
pengetahuan manajemen pengetahuan, sumber daya manusia, dan
pencapaian hasil.

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 183


I. Manajemen Syariah Melalui Total Quality Management (TQM)
2.1. Eksistensi Manajemen Syariah
2.1.1. Manajemen Syariah
Perkembangan manajemen baik sebagai ilmu maupun seni mulai
tampak diterapkan seiring munculnya industri pada abad ke 19.
Manajemen lahir sebagai tuntutan perlunya pengaturan individu dalam
organisasi. Adanya fungsi dan tanggungjawab antara terhadap anggota
organisasi dalam bentuk mengatur dan memberikan pelayanan dan
menjalankan operasi organisasi.
Manajemen syariah secara terminologi didefinisikan sebagai
manejemen yang dilandasi hukum-hukum Islam yang bersumber al Quran
dan Hadis. Manajemen syariah lahir untuk menyelesaikan carut marutnya
dunia bisnis yang tidak bisa diakomodir, Oleh karena itu manajemen
syariah manajemen yang tidak bebas nilai.1
Islam sebagai suatu sistem nilai yang hidup dan memiliki konsep
pemikiran tentang manajemen. Menurut Didin dan Hendrin dalam
bukunya “Manajemen syariah dalam praktek” mengatakan bahwa
manajemen dikatakan telah memenuhi apsek-aspek kesyariahan bila:
manajemen yang dilaksanakan memenuhi perilaku yang terkait dengan
nilai-nilai keimanan dan ketauhidan. Kedua, Manajemen syariah juga
mementingkan struktur organisasi. Ini bisa dilihat bahwa peranan dan
kemampuan manusia tidak akan sama, Manajemen syariah membahas soal
sistem. Sistem ini ini dibuat agar pelaku didalamnya berjalan secara teratur
dan mengikuti layanan lembaga keuangan yang berbasis syariah. Sistem ini
berkaitan erat dengan perencanaan, organisasi dan kontrol.2
Menurut Karebet dan Yusanto, Syariah memandang manajemen
dari dua sisi, yaitu manajemen sebagai ilmu dan manjemen sebagai
aktifitas. Sebagai ilmu, manajemen dipandang sebagai salah satu dari lmu
umum yang lahir berdasarkan fakta empiris tidak berkaitan dengan nilai,
peradaban (hadlarah) manapun. Namun sebagai aktifitas, maka manajemen
dipandang sebagai sebuah amal yang kelak akan dimintai

1 Didin hafifuddin dan Hendri Tanjung, 2003, Manajemen Syariah Dalam Praktek, Gema
Insani, Jakarta, Hal. 5
2 Kuat Susanto, 2009, Manajemen Syariah: Implementasi TQM dalam Lembaga Keuangan

Syariah, Pustaka Pelajar, yogyakarta hal.13

184 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT, sehingga ia harus terikat
dengan peraturan syara’, nilai dan peradaban islam.3
Indentitas lembaga keuangan yang berbasis syariah sebagai institusi
yang mempunyai karakter berbeda karena ada nilai-nilai kesyariahan yang
harus menjadi budaya organisasi yang tercermin dalam tata kelola
manajemen syariah dan identitas ini merupakan ciri khas diri lembaga
keuangan yang lainnya. Lembaga keuangan syari’ah memiliki otoritas
untuk mengembangkan dan merencanakan tata kelola manajemen yang
berbasis syariah utamanya adalah para pelakunya. Semua ini merupakan
aset dari sebuah organisasi paling penting yang harus dimiliki oleh sebuah
lembaga dan harus diperhatikan oleh manajemen. Manusia, kata Henry
Simamora,4 “merupakan elemen yang selalu ada di dalam setiap organisasi.
Mereka membuat tujuan, inovasi, dan mencapai tujuan organisasi. Orang-
orang tersebut merupakan sumber daya manusia, dan sebagai sumber daya
yang paling penting5 bagi organisasi”.
2.2. Total Quality Management
Secara bahasa, TQM terdiri dari tiga unsur, yaitu total, quality, dan
management. Kata “total” dalam konsep TQM diartikan sebagai
pengintegrasian seluruh staf, penyalur, pelanggan dan stakeholder lainnya
(total is the integration of the staff, suppliers, customers and other stakeholders) 6 Hal
ini berarti semua orang yang ada di dalam organisasi dilibatkan dalam
menyelesaikan produk atau melayani pelanggan. Dengan kata lain, “total”
dalam konsep TQM ini diartikan bahwa setiap orang berperan dalam
menyukseskan seluruh proses pekerjaan atau aktivitas 7
Unsur yang kedua dari TQM adalah “Quality”. Quality ini memiliki
banyak definisi, baik yang konvensional maupun yang strategik. Secara
konvensional, quality biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari
suatu produk, seperti kinerja (performance), keandalan (reliability), mudah
dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Definisi
lain dari quality yang lebih strategik adalah segala sesuatu yang mampu

3 Yusanto dan Karebet, 2007, Menggagas Bisnis Islam, Gema Isnsani Jakarta, Hal. 31
lihat juga Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen
Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat.
4 Henry Simamora, Manajemen Sumber daya Manusia, Yogyakarta: STIE YKPN, 1995, h: 1
5 Ibid.
6 Ardiani, “Information Resources Guide on Total Quality Management” dalam

http://edu-articles.com/?pilih=lihat&id=55
7 Oliver, Paul (Ed.)1996,,The Management of Educational Change; a Case-Study Approach,

England: Arena, hal, 67

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 185


memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of
customers)8
Secara operasional, mutu/kualitas ditentukan oleh dua faktor, yaitu
terpenuhinya spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya dan
terpenuhinya spesifikasi yang diharapkan menurut tuntutan dan
kebutuhan pelanggan. Mutu yang pertama disebut quality in fact (mutu
sesungguhnya) dan yang kedua disebut quality in perception (mutu persepsi)
Dalam quality in fact, para produsen menunjukkan bahwa mutu
memiliki sebuah sistem, yang biasa disebut sistem jaminan mutu (quality
assurance system), yang memungkinkan roda produksi menghasilkan produk-
produk yang secara konsisten sesuai dengan standard atau spesifikasi
tertentu. Dengan demikian sebuah produk dikatakan bermutu selama
produk tersebut secara konsisten sesuai dengan tuntutan pembuatnya.
Adapun dalam quality in perception, mutu didefinisikan sebagai sesuatu
yang memuaskan atau melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Dalam hal ini yang menentukan atau menilai sebuah produk atau jasa
bermutu ataupun tidak adalah para pelanggan. Dengan demikian mutu
dalam persepsi diukur dari kepuasan pelanggan atau pengguna serta
meningkatnya minat pelanggan terhadap produk atau jasa.
Unsur yang terakhir adalah management yang berarti sistem mengelola
dengan menggunakan langkah-langkah seperti merencanakan,
9
mengorganisir, mengendalikan, memimpin, dan lain-lain. Pengertian yang
lain menyebutkan manajemen sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengontrolan sumber daya manusia
dan sumber daya yang lain guna mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.10 Namun begitu, ada perbedaan antara manajemen konvensional
dengan manajemen dalam konsep TQM. Kalau dalam manajemen
konvensional yang dikelola adalah 7 M, yakni man, money, materials, methods,
machine, markets, minute, maka dalam konsep TQM yang di manajemen
adalah quality atau mutu dari barang dan/atau jasa yang dihasilkan.11 Selain

8 Gaspersz, Vincent, 2001, Total Quality Management, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
hal 20
9 Benny, “Keuntungan Menerapkan Total Quality Management (TQM) DI UKM/IKM”

dalam http://www.bsn.or.id/NEWS/detail_news.cfm?News_id=15
10 Poerwowidagdo, Sapto. J., “Upaya Implementasi Total Quality Leadership di TNI-

Angkatan Laut”, dalam http://www.hangtuah.ac.id/Sapto/total-quali.htm


11Ardiani, “Pengertian Manajemen Mutu Terpadu” dalam http://edu-
articles.com/?pilih=lihat &id=45

186 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


itu, yang perlu juga dipahami bahwa kata “manajemen” dalam konsep
TQM ini berlaku untuk setiap orang yang berada dalam organisasi.
Dari definisi-definisi tersebut di atas, kiranya Total Quality
Management atau Manajemen Mutu Terpadu dapat didefinisikan sebagai
suatu sistem manajemen yang melibatkan semua unsur kepegawaian di
lingkungan suatu perusahaan baik sektor barang (good product) maupun
sektor jasa (services) yang bertujuan untuk meningkatkan mutu, efisiensi dan
efektivitas produksi baik di lingkungan industri maupun institusi lainnya. 12
Dengan beberapa pengertian tersebut di atas, maka dapat dikatakan
bahwa TQM adalah sebuah pendekatan praktis namun juga strategis
dalam menjalankan roda organisasi yang memfokuskan diri pada
terpenuhinya ekspektasi pelanggan dan klien dengan melakukan perbaikan
terus menerus serta melibatkan seluruh sumber daya yang ada secara
efektif dan efisien.
2.2.1. Konsep Manajemen Kualitas (Quality Management)
Istilah kata ”kualitas” (quality) atau mutu diterapkan pada berbagai
keadaan baik barang (benda) yang kongkrit maupun abstrak (Stoner &
Freeman, 1995). Penilaian terhadap quality berbeda antara satu objek
dengan objek lainnya. Misal, menilai quality pendidikan tentu akan berbeda
dengan menilai produksi pabrik atau menilai sebuah jasa (Sallis, 2002).
Dengan demikian, konsep quality akan berbeda dalam waktu dan tempat
berlainan sesuai dengan perubahan kehidupan manusia dari masa lampau
sampai modern.
Dalam pandangan tradisional quality sebagai isu teknis dalam
produksi. Aktivitas inspeksi terhadap produk dilakukan setelah selesai
dibuat, yang dilakukan untuk mencegah jatuhnya produk ke tangan
konsumen. Hal ini berbeda dengan konsep kualitas dalam pandangan
modern yang menjadikan kualitas sebagai isu bisnis. Konsep kualitas tidak
sekedar aktivitas inspeksi melainkan mencakup semua fungsi atau
manajemen dalam organisasi (Gaspersz, 2008). Dalam pandangan modern
dikenal adanya komponen-komponen yang berhubungan dengan produk
seperti: performance, reliability, ease to use, aesthetics (Bartol & Martin, 1998).
Ada pula hal lain seperti kecepatan dan kompetensi saat produk direparasi

12Hendayana, Rachmat, “Implementasi Gugus Kendali Mutu dalam Kegiatan


Pengkajian” dalam http://bp2tp.litbang.deptan.go.id/file/wp04_15_gkm.pdf.

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 187


(serviceability) dan kemampuan perawatan (maintainability) (Feigenbaum,
1991).
ISO 8402 (Quality Vocabulary) mendefinisikan kualitas sebagai
totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya
untuk memuaskan kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan
(Gaspersz, 2008). Pendapat lain menyebutkan kualitas sebagai segala
sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke
arah perbaikan secara terus-menerus. Dalam hal ini dikenal istilah Q-
MATCH (Quality = Meets, Agreed, Terms, and Changes) (Gaspersz, 2008).
Pada perusahaan jasa yang lebih menekankan pada service (pelayanan)
secara langsung, tentu quality terletak pada kinerja para pegawai dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan.
Terdapat perbedaan antara persepsi atau penilaian seseorang dengan
yang lainnya dalam hal suatu barang/produk, hal itu terkait pula dengan
penilaian antara quality produk dan quality jasa. Mutu jasa (service quality)
terkait dengan perilaku atau sifat para pekerja/pegawai yang memberikan
pelayanan. Karena, pelayan merupakan kunci utama yang memberikan
baik buruknya sebuah industri jasa. Dalam perusahaan atau lembaga yang
terfokus pada pelayanan, professionalisme pegawai sangat menunjang tingkat
kepuasan dan kenyamanan pelanggan. Karena pegawai berhadapan
langsung dengan pelanggan (konsumen).
Manajemen Kualitas (Quality Management) atau Manajemen Kualitas
Terpadu (Total Quality Management) sebagai suatu cara meningkatkan
performansi secara terus-menerus (continuous performance improvement) pada
setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu
organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia disertai
modal yang tersedia (Gaspersz, 2008) dalam upaya meningkatkan quality
semua proses, produk, dan jasa dalam sebuah organisasi (Bartol & Martin,
1998).
Total quality sebagai pendekatan yang berusaha untuk meningkatkan
daya saing organisasi melalui peningkatan secara terus menerus dalam hal
quality produk, pelayanan, sumber daya manusia, proses dan lingkungan
(Goetsch & Davis, 2010). Rumusan TQM tidak terlepas dari dua aspek
yaitu customer (pelanggan) dan pemeliharaan.
Menurut Sashkin dan Kiser (1992) menyatakan bahwa quality control
merupakan sebuah sistem untuk memproduksi barang-barang ekonomis
yang ditujukan untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan. Definisi
quality control pada intinya tidak jauh berbeda dengan definisi TQM lainnya.

188 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


Secara global bahwa TQM dilakukan agar perusahaan memperoleh
keunggulan pada semua dimensi dari produk dan jasa, yang penting bagi
pelanggan (Tunggal, 1993). Sementara dalam ISO 8402 (Quality
Vocabulary) seperti yang dikutip oleh (Gaspersz, 2008) bahwa quality
management adalah semua aktivitas dari fungsi manajemen secara
keseluruhan yang menentukan kebijakan kualitas, tujuan-tujuan dan
tanggung jawab serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti
perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality control),
jaminan kualitas (quality assurance) dan peningkatan kualitas (quality
improvement).
TQM sendiri dapat diartikan sebagai pengelolaan kualitas semua
komponen (stakeholder) yang berkepentingan dengan visi dan misi
organisasi. Pada dasarnya TQM itu bukanlah pembebanan ataupun
pemeriksaan, tetapi TQM adalah lebih dari usaha untuk melakukan
sesuatu yang benar setiap waktu, dari pada melakukan pemeriksaan pada
waktu tertentu ketika terjadi kesalahan. TQM merupakan perluasan dan
pengembangan dari jaminan mutu. Total Quality Management adalah
tentang usaha menciptakan sebuah kultur mutu, yang mendorong semua
anggota stafnya untuk memuaskan para pelanggan. Kualitas dijelaskan
juga di dalam Alquran, seperti dalam QS. As-Syua’ra ayat 181-182:

Artinya: “Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang


merugikan (181). Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus (182).
Berdasarkan ISO 8402 tampak bahwa quality management dilakukan
sejak awal produksi, saat proses serta akhir. Ini artinya manajemen kualitas
terjadi secara berkesinambungan dan terus-menerus dalam seluruh proses
produksi sehingga quality dapat terjamin dan terpelihara. Quality
merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh sebuah perusahaan dalam
seluruh bagian serta seluruh proses produksi. Konsep quality yang ada
dalam ISO 8402 itu memiliki prinsip penjaminan kualitas secara
berkesinambungan dan menyeluruh pada semua level dan tahapan.
Konsep TQM muncul di Jepang pasca perang dunia II. Istilah
tersebut dicetuskan oleh Naval Air Systems Command untuk
mendeskripsikan pendekatan gaya-Jepang dalam peningkatan quality. TQM
didasarkan pada partisipasi semua anggota organisasi dalam meningkatkan

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 189


proses, produk, jasa, dan budaya dimana mereka bekerja di dalamnya.
TQM memberikan keuntungan bagi semua anggota organisasi dan
masyarakat. Keuntungan tersebut diperoleh berkat kerjasama semua
komponen dalam perusahaan serta adanya komitmen menghasilkan
produk yang berkualitas.
Komitmen terhadap quality berakar pada pengalaman, riset, dan
tulisan dari beberapa pelopor dan pemimpin pergerakan quality seperti W.
Edwards Deming, Joseph M. Juran, Armand V, Feigenbaum, Philip B
Crosby, Kaoru Ishikawa Shigeo Shingo, dan Taichi Ohno sejak tahun
1950-an, 1960-an, dan 1970-an (Tunggal, 1993). Dengan demikian, konsep
quality sebagai pengembangan dari manajemen sudah ada cukup lama
sekitar 50 tahunan.
Dalam perkembangannya, konsep quality di Jepang dikenal dan
dikembangkan pasca perang dunia ke-2. Sebagai contoh produk industri
mobilnya yaitu Rolls Royce yang bermutu. Sementara Amerika, masalah
quality tampak pada industri antariksa dan militer. Crosby (1995) memberi
pesan quality yang mengaitkan quality dengan biaya. Selanjutnya, gerakan
quality di AS berlangsung terkait mengenai pentingnya komitmen dan
perubahan kultural organisasi pada tahun 1980-an. Pada tahun 1987, The
Malcolm Baldridge National Quality Improvement Act mengembangkan
penghargaan United State National Quality secara tahunan sebagai gambaran
keseriusan Amerika Serikat akan masalah quality. Demikian juga di Eropa
seperti Inggris, Jerman, Swedia kultur quality sangat kuat (Waller, Allen, &
Burns, 1993).
Kajian teori kualitas dipengaruhi oleh beberapa yang memberikan
landasan dalam pengembangan TQM, yaitu W. Edward Deming, Joseph
M Juran, dan Philip B. Crosby. Edward Deming yang disebut-sebut
sebagai bapak gerakan total quality management mencatat kesuksesan dalam
memimpin revolusi kualitas di Jepang dengan memperkenalkan
penggunaan teknik pemecahan masalah dan pengendalian proses statistik
(statistical process control). Kontribusi Deming dikenal dengan istilah Deming
Cycle, Deming Fourteen Points, dan Seven Deadly Diseases (Deming, 1981).
Siklus Deming (Deming Cycle) merupakan suatu pemikiran yang terkait
dengan proses produksi suatu produk untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan serta memfokuskan pada sumber daya manusia semua
departemen (riset, desain, produksi, pemasaran). Tahap-tahap siklus
Deming terdiri dari: perencanaan (plan), menghasilkan produk (do),
pemeriksaan (check), pemasaran (act), dan analisis (analyze). Tahap siklus

190 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


Deming di atas menjadi landasan dalam penentuan quality sebuah produk
yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan.
Sementara itu, (Juran, 1999) memiliki pemikiran berbeda, yang
menyatakan bahwa perusahaan dapat mencapai kualitas tingkat dunia
apabila melakukan perbaikan struktur berkesinambungan, pelatihan, dan
adanya komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih
tinggi. Pemikirannya tentang kualitas dikenal dengan istilah Juran’s Ten
Steps to Quality Improvement. Sepuluh langkah itu antara lain kesadaran akan
perbaikan, pelatihan, penghargaan, dan komunikasi.
Sementara itu, (Crosby, 1995) memiliki pemikiran yang dikenal
dengan nama manajemen zero defect dan pencegahan yang menentang tingkat
yang dapat diterima secara statistik (acceptable quality level). Pemikiran
Crosby dikenal dengan Quality Vaccine dan Crosby’s Fourteen Steps to Quality
Improvement. Pandangan-pandangan Crosby dirangkum menjadi dalil-dalil
manajemen kualitas, yaitu kualitas sama dengan persyaratan (conformance to
requirements), Sistem kualitas adalah pencegahan (prevention), kerusakan nol
(zero defect), dan the price of non conformance(Crosby, 1995). Selanjutnya
(Crosby, 1995) menyatakan bahwa perusahaan harus divaksinasi, yang
berupa tiga unsur vaksin kualitas yaitu determination, education, dan
implementation. Untuk vaksinasi, perusahaan menyiapkan lima unsur, yaitu
integritas, sistem, komunikasi, operasi, dan kebijakan. Semua faktor-faktor
tadi harus menjadi prinisp-prinsip manajemen yang terus diupayakan.
2.2.2. Prinsip-Prinsip Total Quality Management
Total quality management adalah suatu pendekatan dalam menjalankan
usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui
perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungannya. Beberapa karakteristik TQM adalah: (1) Fokus pada
pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal; (2) Memiliki obsesi
yang tinggi terhadap kualitas; (3) Menggunakan pendekatan ilmiah dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah; (4) Memiliki komitmen
jangka panjang; (5) Membutuhkan kerja sama tim (teamwork); (6)
Memperbaiki proses secara berkesinambungan; (7) Menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan, memberikan kebebasan yang terkendali; (8)
Memiliki kesatuan tujuan; dan (9) Adanya keterlibatan dan pemberdayaan
karyawan (Gaspersz, 2008).
Terdapat 4 pilar dasar dalam penerapan TQM, yaitu: (1) Kepuasan
konsumen; (2) Perbaikan terus menerus; (3) Hormat terhadap setiap

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 191


orang; dan (4) Manajemen berdasarkan fakta. Setiap konsumen yang
diambil akan memberikan hasil yang memuaskan jika didasarkan pada data
dan informasi objektif, lengkap dan akurat (Juran & Godfrey, 1998).
Agar penerapan TQM memperoleh keberhasilan, perusahaan harus
memiliki pedoman yang jelas dan terarah. Dalam penerapan TQM,
perusahaan bisa mengacu pada atribut efisiensi yaitu (Tunggal, 1993):
1. Commitment, untuk menyediakan produk atau layanan yang efisien dan
menguntungkan harus ditunjukkan oleh manajemen dan perusahaan;
2. Concistency, perusahaan harus menyediakan produk dengan kinerja
yang konsisten, misalnya ketepatan spesifikasi, ketepatan jadwal, dan
lain-lain;
3. Competence, perusahaan harus menyediakan pekerja dengan
kemampuan atau kompetensi unggul untuk melaksanakan tugas-tugas
atau pekerjaan yang diberikan, sehingga mendukung pencapaian
sasaran perusahaan;
4. Contact, perusahaan harus mampu menjalin hubungan baik dengan
konsumen, karena tujuan perusahaan adalah menyediakan produk
yang sesuai dengan harapan dan keinginan konsumen;
5. Communication, perusahaan harus mampu menjalin komunikasi yang
baik dengan konsumen, agar spesifikasi produk yang diinginkan
konsumen bisa diterjemahkan dengan baik oleh perusahaan;
6. Credibility, perusahaan harus memperoleh kepercayaan dari konsumen
dan juga harus mempercayai konsumen. Dengan adanya saling
percaya, hubungan dan komunikasi akan terjalin dengan baik;
7. Compassion, perusahaan harus memiliki rasa simpati terhadap
konsumen eksternal, terutama menyangkut kebutuhan dan harapan
mereka, dan konsumen internal (pekerja) menyangkut hak pekerja;
8. Courtesy, perusahaan melalui para pekerja harus menunjukkan sikap
sopan kepada konsumen, terutama bekerja yang langsung
berhubungan dengan konsumen;
9. Coorperation, perusahaan harus bisa menciptakan iklim kerjasama yang
baik, antar pekerja maupun antara perusahaan dengan konsumen;
10. Capability, perusahaan harus memiliki kemampuan untuk melakukan
pengambilan keputusan dan melakukan tindakan yang berkaitan
dengan penyedia produk atau layanan;
11. Confidence, perusahaan harus memiliki rasa percaya diri bahwa
perusahaan mampu menyediakan produk atau layanan sesuai

192 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


kebutuhan dan harapan konsumen. Rasa percaya diri harus tertanam
ke dalam seluruh pekerja; dan
12. Criticism, perusahaan harus bersedia menerima kritik dan masukan
dari siapapun, baik dari pekerja maupun dari pihak eksternal,
terutama kritik dari konsumen.
Sementara itu, menurut (Render & Heizer, 2004) terdapat 5 (lima)
konsep program TQM yang efektif yaitu: perbaikan berkelanjutan,
pemberdayaan karyawan, perbandingan kinerja (benchmarking), penyediaan
kebutuhan tepat pada waktunya, dan pengetahuan tentang piranti TQM.
Dalam pengelolaan kualitas, dilakukan melalui penggunaan tiga
proses manajemen, yaitu:
1. Perencanaan kualitas: aktivitas pengembangan produk dan proses yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
2. Pengendalian kualitas: aktivitas evaluasi kinerja kualitas,
membandingkan kinerja nyata dengan tujuan kualitas, dan bertindak
berdasarkan perbedaan.
3. Peningkatan kualitas: cara-cara meningkatkan kinerja kualitas ke tingkat
yang lebih dari sebelumnya.
Dalam perkembangannya prinsip-prinsip TQM bukan sekedar
pendekatan proses dan struktur sebagaimana dijelaskan sebelumnya, TQM
lebih merupakan pendekatan kesisteman yang juga melibatkan aktivitas
manajemen sumber daya manusia. Upaya tersebut dapat dilakukan
melalui pendidikan dan pelatihan, pendekatan system pengupahan yang
mendukung, dan struktur kerja.
2.2.3. Penerapan Total Quality Management pada Lembaga
Keuangan Syariah
Di Indonesia, industri keuangan syariah sudah lebih dari dua windu.
Kalau diibaratkan manusia adalah bagaikan usia seorang remaja yang
hendak menginjak pemuda. Keberadaan industri perbankan syariah yang
dipertegas dengan lahirnya undang-undang perbankan syariah nomor 21
tahun 2008 memiliki perbedaan operasional dengan perbankan
konvensional yaitu perbankan yang beroperasi dengan prinsip-prinsip
syariah.
Menurut (Musari, 2010) untuk merespon dengan efektif berbagai
tantangan yang ada, penciptaan sistem yang memenuhi level “quality” yang
sesuai dengan konsep syariah menjadi isu vital nyata yang menantang.
Salah satu tuntutan global agar industri keuangan syariah mampu bersaing

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 193


adalah terciptanya mutu. Mutu hanya bisa dicapai melalui sebuah
perbaikan terus-menerus. Intisari dari Total Quality Management sebenarnya
sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan Islam. Namun, belum banyak
kajian yang intensif menyelidiki keterkaitan dan kesesuaian teori-teori
TQM kontemporer dengan prinsip-prinsip syariah. Kebanyakan organisasi
berbasis syariah mengadopsi secara total model-model TQM kontemporer
beserta turunannya. Namun, sejumlah organisasi lainnya sudah mulai
mencoba mengembangkan model-model baru yang disesuaikan dengan
prinsip-prinsip syariah.
Ada dua pendekatan yang bisa digunakan, yaitu pendekatan inisiasi
dan pendekatan adopsi konstruksi. Mengingat butuh waktu bagi pemikir-
pemikir konsep mutu syariah untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
dapat diterima masyarakat global, maka sebagai akselerasi mengejar
ketertinggalan banyak yang menggunakan pendekatan adopsi konstruksi.
Melalui pendekatan ini, model-model TQM syariah cenderung lebih
mudah dipahami dan cepat diterima oleh dunia global. Dari hasil
pendekatan adopsi-konstruksi, sejumlah model TQM syariah mulai
diperkenalkan, utamanya dalam penciptaan sistem manajemen mutu
(Quality Management System/QMS) syariah.
Othman dan Owen (2005) menjelaskan penelitian model kualitas
pelayanan di industri perbankan Islam. Penelitian tersebut mengembang-
kan instrumen untuk mengukur kualitas pelayanan pada industri
perbankan Islam dengan menggunakan enam dimensi yang dinamakan
CARTER (Compliance fully with Islamic law and principles, Assurance, Reliability,
Tangibles, Empathy, and Responsiveness) (Othman & Owen, 2005).
Jika kita memperhatikan seluruh aspek dalam TQM, maka akan
tampak bahwa TQM adalah aplikasi dari ajaran Islam. Intisari dari TQM
berupa perbaikan berkelanjutan tercermin dalam Al-Qur’an Surat Ar-
Ra’du ayat 11:

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Ajaran ini didukung pula dalam Al-Qur’an surat al-Insyiroh ayat 7
yang artinya “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah

194 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”. Dalam ayat tersebut, Islam
menyuruh kita untuk bekerja sungguh-sungguh atau bekerja dengan
performa yang bermutu. Selain itu, Allah sangat mencintai perbuatan-
perbuatan yang terorganisasi dengan baik, sebagaimana dijelaskan dalam
Al-Qur’an surat ash-shaff ayat 4: yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai
orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka
seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Konsep manajemen mutu juga semakin ditegaskan dalam Islamic
International Rating Agency (IIRA) dengan menjadikan aspek-aspek
manajemen mutu sebagai salah satu kriteria evaluasi dalam Sharia Quality
Rating (SQR). Kriteria evaluasi SQR meliputi Sharia Committee, Internal
Sharia Control, Accounting Standards, Training and Human Resources, Zakat,
Social Impact, Modes of Financing, Identity and Corporate Image (Zaidi, 2006).
Di Bahrain, model Quality Management System (QMS) sudah mulai
banyak diterapkan oleh perbankan syariah. Model QMS yang memang
didesain dan dikonstruksikan untuk perbankan syariah ini meliputi
elemen-elemen sebagai berikut (Saleh, 2005).
Gambar 2.1. Kerangka Sistem Manajemen Kualitas Model Bisnis dalam
Sektor Perbankan Syariah

Sumber: (Saleh, 2005)

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 195


Pada gambar di atas menunjukkan model QMS yang diterapkan
pada perbankan syariah di Bahrain. Model QMS tersebut memuat 8
(delapan) elemen yaitu management leadership and commitment, Islamic bank
direction and contribution; including vision, mission, strategic direction, market focus,
and distinguished tactics, customer focus a one of the driving force, core business through
Sharia principles and its compliance, quality practice tools and methodologies, bottom
up contribution (through employees), competitive infrastructure, data measurement,
analysis, and improvements
Kepemimpinan manajemen yang kuat sangat berpengaruh pada
kemampuan perusahaan memimpin pasar. Seorang pemimpin perusahaan
harus mengetahui kebutuhan orang-orang yang terlibat dalam perusahaan
dan secara bersama-sama menjadikan kebutuhan stakeholder perusahaan
menjadi tujuan bersama organisasi. Manajer harus paham dan
menganalisis pengaruh mengetahui tujuan bisnis organisasi dengan nilai
yang diyakini dalam praktek kerja bersama-sama dengan anggota
organisasi.
Bank syariah sebaiknya memasukan visi yang islami selain tujuan
komersilnya. Membangun visi, misi, taktik adalah strategi awal
perencanaan, tetapi ini tidak bisa diwujudkan jika tidak didukung oleh
orang-orang yang bekerja dalam bank. Dalam pengembangan ini,
penyebaran visi, misi dan strategi oleh manajemen puncak menjadi isu
penting.
Bank yang menjalankan operasinya berdasarkan prinsip syariah
harus dipastikan prakteknya sesuai yang dikehendaki oleh prinsip syariah.
Organisasi bisnis biasanya memiliki departemen kualitas dan internal audit
untuk memastikan praktek yang berjalan sesuai dengan yang dikehendaki
oleh kebijakan organisasi. Hal ini juga berlaku pada industri perbankan
yang memiliki departemen internal audit yang melaksanakan tugas tersebut
diatas. Di sisi lain, perbankan syariah selain harus menyediakan
departemen internal audit, juga harus bersama-sama menjalankan tugas
untuk memeriksa kepatuhan operasi bisnis terhadap praktek dan standar
syariah.
Dalam model sistem manajemen mutu diatas, salah satu yang sangat
esensial adalah melibatkan tingkat bawah dalam manajemen perbankan
untuk berpartisipasi dalam mengembangkan dan meningkatkan praktek
dan keadaan sekitar mereka untuk meningkatkan produk dan jasa
langsung dengan mudah. Perbaikan kinerja tim bukanlah aktivitas yang
dipaksakan, tetapi keyakinan dan perubahan budaya yang akan

196 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


menentukan. Perubahan tersebut bisa dilakukan melalui komitmen dari
manajemen puncak kepada seluruh orang di dalam bank. Selain itu, yang
paling penting disini adalah manajemen membuat peraturan dan regulasi
untuk aktivitas sukarela dari karyawannya untuk diberikan penghargaan
karena telah membantu mengimplementasikan produk dan jasa perbankan
syariah dengan baik.
Untuk memperoleh transformasi dan peluasan layanannya kepada
pelanggan internasional, bank syariah membutuhkan infrastruktur
teknologi informasi kelas dunia, disamping infrastruktur lainnya seperti
lokasi, lingkungan kerja, dan persyaratan lain yang diperlukan untuk
meningkatkan profesionalisme sumberdaya. Infrastruktur teknologi
informasi yang kompetitif harus bisa mengakomodasi pertumbuhan
jumlah nasabah dan volume transaksi tanpa menyebabkan dampak yang
negatif kepada kinerja.
Peran teknologi informasi dalam perbankan syariah
mempertimbangkan bagaimana kontrak dapat dideteksi saat tidak
mematuhi prinsip syariah. Infrastruktur harus diidentifiksi dan
dikendalikan agar tidak terjadi ketidakpuasan nasabah. Selanjutnya, sumber
daya tidak lengkap tanpa mempertimbangkan lingkungan kerja. Kondisi
kerja dapat mempengaruhi kualitas produk dan jasa, oleh karena itu harus
dikendalikan. Selain itu, juga penting untuk meningkatkan kualitas mutu
yaitu memiliki alat analisis pemasaran dan data yang dapat diubah menjadi
informasi yang bernilai.
2.3. Kualitas Sumber Daya Manusia
Sumber Daya manusia atau hal yang berkaitan dengan ”orang”
dalam suatu organisasi merupakan masalah yang penting. SDM
merupakan bagian yang penting dari sebuah perusahaan untuk
mendapatkan ISO 9000 (Dessler, 2012). Manusia sebagai tenaga kerja
adalah bagian dari manajemen yang memiliki peran sangat penting dalam
menjalankan roda sebuah organisasi atau perusahaan (Stoner & Freeman,
1995).
Dalam kegiatan perusahaan atau organisasi modern, manajemen
sumber daya manusia memiliki peran strategis untuk meningkatkan kinerja
organisasi atau perusahaan (Bartol & Martin, 1998). Manajemen sumber
daya manusia merupakan kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan
”orang” atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajer yang
meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pemberian upah, dan
penilaian kinerja (Dessler, 2012).

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 197


Berbicara tentang konsep mutu SDM, berarti mengidentifikasi
sumber daya manusia. Manajemen SDM yang berhubungan dengan tenaga
kerja mulai dari input, proses sampai pada output. Input antara lain
mencakup: tingkat pendidikan, keterampilan atau manajerial, pengalaman
kerja, kedisiplinan, kejujuran, motivasi, sikap, dan kesehatan mental
maupun fisik (Dessler, 2012).
3.1 Variabel Penelitian
3.1.1 Total Quality Management
Variabel independen dari penelitian ini adalah Total Quality
Management. Gaspersz (2008) mendefinisikan Total Quality Management
(TQM) sebagai suatu cara meningkatkan performa secara terus menerus
pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari
suatu organisasi dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan
modal yang tersedia. Variabel TQM pada penelitian ini menggunakan sub
variabel yang dikembangkan oleh Saleh (2005).
Dari sub variabel tersebut, dikembangkan menjadi instrumen
variabel yang terdiri dari 17 butir pertanyaan. Variabel ini dikelompokkan
menjadi 3 indikator, yaitu indikator Kualifikasi dan Standar SDM, Sistem
Pengelolaan Manajemen, serta indikator Ketersediaan Sarana. Indikator
Kualifikasi dan Standar SDM terdiri dari 7 (tujuh) instrumen pertanyaan,
sementara indikator Sistem Pengelolaan Manajemen terdiri dari 4 (empat)
instrumen pertanyaan, sedangkan indikator Ketersediaan Sarana terdiri
dari 6 (enam) instrumen pertanyaan. Seluruh instrumen variabel diukur
dengan menggunakan skala likert 5 poin dari Sangat Tidak Setuju (1),
Tidak Setuju (2), Netral (3), Setuju (4) sampai Sangat Setuju (5).
Tabel 3.1. Operasional Variabel Penelitian
Variabel Indikator Pengukuran
Memahami nilai-nilai moral dalam aplikasi Fiqh
Muammalah
Memahami konsep dan tujuan Lembaga Keuangan
Syariah
Memahami konsep dan aplikasi transaksi (akad)
Kualifikasi dan
Mengenal dan memahami mekanisme kerja lembaga
Total Quality Standar SDM
Management Mengetahui dan memahami mekanisme kerja serta
interaksi lembaga-lembaga terkait
Mengetahui dan memahami hukum dasar (hukum
Syariah dan hukum Positif)
Menguasai bahasa sumber ilmu (Arab dan Inggris)
Dilaksanakannya forum dengan stakeholer secara rutin
Sistem
Dilaksanakannya sistem perbaikan pengelolaan

198 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


Pengelolaan Dilaksanakannya training upgrading sharia pada
Manajemen karyawan
Dilaksanakannya monitoring dan pengawalan
terhadap kompetensi karyawan
Tersedianya gedung yang layak bagi pengembangan
SDM
IT di lembaga sudah memenuhi standar
Ketersediaan
Tersedianya sarana alat informasi
Sarana
Tersedianya peralatan administrasi
Tersedianya kendaraan operasional
Tersedianya ruang tunggu dan fasilitas umum
Perencanaan
Investigasi
Pengkoordinasian
Evaluasi
Kinerja Manajerial Pengawasan
Pemilihan Staf
Negosiasi
Perwakilan
Kinerja secara Keseluruhan

3.2 Metode Analisis Data


3.2.1 Analisis Deskriptif/Kualitatif
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk
menjelaskan keragaan keterkaitan penguatan manajemen syariah melalui
penerapan TQM dengan kinerja manajerial BMT. Penelitian ini dapat juga
dikatagorikan sebagai penelitian eksploratif dan evaluatif. Untuk
mengetahui keragaan Bank Syariah dan BMT secara keseluruhan, analisis
difokuskan pada 3 (tiga) aspek, yaitu pertama aspek kualifikasi dan standar
SDM, kedua aspek sistem Pengelolaan Manajemen, dan ketiga aspek
ketersediaan sarana. Variabel-variabel yang termasuk dalam keragaan
kinerja mencakup: Data-data dikumpulkan dan di analisis secara deskriptif
kuntitatif dan positioning. Pendiskripsian keragaan penguatan manajemen
syariah BMT ditampilkan dalam bentuk diagram dan tabulasi.
3.2.2. Analisis Keterkaitan
Penguatan manajemen syariah melalui penerapan TQM dalam
menunjang kinerja manajerial BMT dapat dilihat dari keterkaitan diantara
keduanya. Keterkaitan tersebut dapat dilihat dari sejauh penguatan
manajemen syariah melalui penerapan TQM dalam melaksanakan fungsi-
fungsinya yang pada ujungnya akan berdampak pada peningkatan kinerja
manajerial BMT. Penelusuran mengenai keterkaitan antara penguatan
manajemen syariah dengan kinerja BMT atau sebaliknya dilakukan melalui
berbagai fungsi yang dianggap selayaknya diterapkan oleh BMT. Fungsi-
fungsi ini dihimpun dari hasil diskusi beberapa kali dengan para pakar

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 199


BMT (focus group discussion/FGD). Fungsi-fungsi tersebut dikelompokkan
menjadi (1) fungsi kualifikasi dan standar SDM, (2) fungsi sistem
pengelolaan manajemen, dan (3) fungsi ketersediaan sarana. Definisi
fungsi disajikan pada Tabel 3.1.
3.2.3. Uji Chi Square (Uji χ2)
Keterkaitan antara penguatan manajemen syariah melalui penerapan
TQM dalam menunjang kinerja manajerial BMT dianalisis dengan metode
Chi-Square (uji χ2) dengan rumus sebagai berikut:

keterangan:
χ2 : Chi Square
f0 : Frekuensi yang diperoleh dari sampel (hasil observasi)
fh : Frekuensi yang diharapkan atau disebut juga frekuensi teoritis.
Chi Square (Uji χ2) merupakan teknik statistik yang memungkinkan
peneliti menilai probabilitas memperoleh perbedaan frekuensi yang nyata
dengan frekuensi yang diharapkan dalam kategori-kategori tertentu. Uji
Chi-Square adalah uji independensi, dimana suatu variabel tidak
dipengaruhi atau tidak ada hubungan dengan variabel lain.
Untuk mendapatkan nilai Chi-Square, ditempuh beberapa langkah
yakni (1) data frekuensi ditabulasi, (2) dihitung frekuensi yang diharapkan
(frekuensi teoritis), dan (3) menghitung nilai Uji Chi-Square berdasarkan
rumus (1). Untuk menghitung nilai dari frekuensi yang diharapkan
(frekuensi teoritis), digunakan rumus pada persamaan (2).

keterangan:
fe = Frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)
Σf kolom = Jumlah frekuensi kolom
Σf baris = Jumlah frekuensi baris
Total = Jumlah baris dan kolom (keduanya harus sama).
3.2.4. Uji Signifikansi
Uji siginifkansi digunakan untuk menunjukkan bahwa apakah
teradapat hubungan yang signifikan ataukah tidak antara satu variabel
dengan variabel lainnya. Dalam penelitian ini, uji signifikansi digunakan
untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara Penguatan
manajemen syariah melalui penerapan TQM dengan kinerja manajerial
melalui fungsi-fungsi dari penerapan TQM. Hipotesis yang digunakan

200 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


adalah hipotesis nol/nihil (H0) dan hipotesis tandingan/alternatif (Ha). H0
berarti tidak ada keterkaitan antara penguatan manajemen syariah melalui
penerapan TQM dengan kinerja manajerial BMT. H a berarti terdapat
keterkaitan antara penguatan manajemen syariah dengan kinerja
manajerial, secara statistik dinyatakan bahwa:
H0 diterima bila : χ2 ≤ χ2α: dengan derajad bebas
tertentu
H0 ditolak atau terima H1 bila : χ2>χ2α: dengan derajad bebas
tertentu
Terima H0 memiliki arti tidak ada keterkaitan yang signifikan antara
penguatan manajemen syariah dengan kinerja manajerial. Sebaliknya H 0
ditolak atau terima Ha berarti terdapat keterkaitan yang signifikan antara
kedua variabel. Nilai χ2 diperoleh dari hasil perhitungan sesuai rumus chi
square di atas. Sedangkan nilai χ2α dengan derajad bebas tertentu adalah
nilai chi square statistik yang dapat dilihat pada tabel chi square standar.
Derajad bebas (d.b) diperoleh dengan rumus:
(Jumlah baris – 1) dikalikan (jumlah kolom – 1)
Taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah α =
0.05 yang memiliki arti kita percaya bahwa 95% hasil uji yang kita peroleh
adalah sangat akurat. Yakni jika sesuai hasil uji kita terima H 1 maka berarti
sebesar 95% kita percaya bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat
antara Bank Syariah dengan BMT.
3.2.5. Koefisien Kontingensi (C)
Koefisien Kontingensi digunakan untuk mengukur derajat
hubungan, asosiasi, atau dependensi dari klasifikasi-klasifikasi dalam Tabel
Kontingensi. Derajat hubungan disini menunjukkan ada korelasi atau tidak
antara kolom dan baris Tabel Kontingensi, dan apakah hubungan tersebut
kuat atau tidak kuat. Rumus koefisien kontingensi adalah:

keterangan:
C = Koefisien kontingensi
χ 2 = Nilai chi- square
n = Besar sampel
Nilai koefisien kontingensi (C) berkisar antara nol hingga satu. Jika
C = 0 maka tidak terdapat keterkaitan antara penguatan manajemen

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 201


syariah dengan kinerja manajerial. Jika C = 1 maka terdapat keterkaitan
yang sangat kuat diantara keduanya. Adapun pengambilan keputusan
mengenai kuat atau lemahnya hubungan keterkaitan antara kedua variabel
tersebut, dilakukan berdasarkan Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Kuat/Lemah Keterkaitan antara 2 Variabel


Interval Keterkaitan
Tingkat Hubungan
Koefisien kontingensi (c)
0,00 – 0,199 Sangat Lemah
0,20 – 0,399 Lemah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Sumber: (Gujarati, 2009)
4.1 Deskripsi Responden dan Data Penelitian
4.1.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner
Pedekatan análisis pada studi ini adalah deskriptif kuantitatif, data
penelitian studi ini menggunakan data primer yang berasal dari jawaban
responden atas jawaban pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner penelitian.
Pendistribusian kuesioner dilakukan langsung kepada responden melalui
kontak person, demikian juga halnya pengembalian kuesioner dari
responden.
Kuesioner yang diisi dan kembali yang berasal dari responden di 10
BMT di wilayah Kota Semarang adalah sebanyak 41 kuesioner. Setelah
dilakukan penyortiran data atas jawaban responden ditemukan 4
responden tidak mengisi kuesioner penelitian secara lengkap. Kuesioner
yang tidak lengkap tersebut tidak diikutkan dalam analisis data selanjutnya.
Dengan demikian jumlah sampel penelitian ini adalah 37 responden
dengan tingkat pengembalian efektif adalah 74%. Tingkat pengembalian
kuesioner sebesar 74% persen dipertimbangkan juga cukup memadai
(Otley dan Pierce, 1996) serta memperhatikan tingkat pengembalian untuk
ukuran Indonesia yang rata-rata hanya 10-20 persen (Indriantoro dan
Supomo, 1999).
Tabel 4.1. Rincian Pengiriman dan Pengembalian Kuisioner
Keterangan Jumlah data

202 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


Jumlah Kuisioner yang didistribusikan 50
Jumlah Kuisioner yang kembali 41
Jumlah Kuisioner yang tidak dapat digunakan 4
Jumlah Kuisioner yang dapat digunakan 37
Tingkat pengembalian (Respon rate) 41/50 x 100% = 82 %
Tingkat pengembalian yang digunakan (Usable respon rate) 37/50 x 100 % =
74%
Sumber: Data Primer Yang Diolah, 2016.
4.2 Pembahasan
Permasalahan dalam hal penguatan manajemen syariah pada
Lembaga Keuangan Syariah di dapat dikelompokkan menjadi 3 aspek yang
terdiri dari aspek sumber daya manusia (SDM), aspek infrastruktur, dan
aspek manajemen.
Permasalahan Kualifikasi dan Standar Sumber Daya Manusia
(SDM), disebabkan karena adanya dikotomi antara sistem pendidikan
syariah dan pendidikan umum yang menyebabkan adanya dualisme
intelektual. Selain itu juga masyarakat pada umumnya belum familiar
dengan praktik Lembaga Keuangan Syariah. Permasalahan SDM ini dibagi
menjadi tiga sub yaitu:
a. Lemahnya pemahaman praktisi Lembaga Keuangan Syariah, baik sisi
pengembangan bisnis maupun sisi syariah.
Pengelola Lembaga Keuangan Syariah masih banyak yang belum
memahami tentang prinsip-prinsip syariah dan prinsip pengelolaan
usaha yang baik dan benar. Dengan demikian, belum terpenuhinya
sumber daya manusia yang berkualitas di bidang ekonomi syariah
berdampak pada potensi terjadinya penyimpangan atas prinsip syariah
dalam praktik Lembaga Keuangan Syariah.
b. Secara umum sumber daya insani yang dimiliki Lembaga Keuangan
Syariah relatif belum profesional layaknya lembaga keuangan seperti
perbankan yang relatif besar.
c. Jumlah SDM di Lembaga Keuangan Syariah masih terbatas sehingga
kurang maksimal dalam pelayanan dalam bekerja. Kekurangan
menyebabkan perekrutan karyawan yang kurang kompetitif sehingga
tidak dapat mendapatkan karywan yang berkualitas.
Selanjutnya adalah permasalahan yang terkait dengan sistem
pengelolaan manajemen, terkait dengan ketentuan hukum dan sistem
pengawasan atau pembinaan. Permasalahan manajemen meliputi 3 sub

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 203


yaitu: 1) Manajerial lembaga Lembaga Keuangan Syariah masih lemah
yang berimbas pada kinerja lembaga Lembaga Keuangan Syariah. 2)
Manajemen funding/penghimpunan dana belum optimal karena sumber
dana yang ada masih terbatas dan kecil. 3) Pelayanan kurang maksimal
yang mengakibatkan masyarakat kurang berminat untuk memakai jasa
Lembaga Keuangan Syariah.
Pada aspek teoritis dan konseptual, Lembaga Keuangan Syariah
masih kekurangan SDM yang benar-benar mendalami ilmu ushul fikih, fikih
muamalah, qawa’id fikih dan sekaligus ilmu ekonomi keuangan modern.
Kebanyakan SDM LKS saat ini adalah mereka yang fasih berbicara
tentang ilmu ekonomi keuangan kontemporer, tetapi belum memahami
masalah ushul fiqh atau fiqh muamalah. Sebaliknya banyak pakar yang mahir
dalam Fikih dan Usul Fiqh tetapi kurang memahami (kalau tidak ingin
mengatakan buta) tentang Ilmu Ekonomi Keuangan.
Untuk melahirkan SDM yang berkompeten di bidang ekonomi,
bisnis dan hukum ekonomi syari’ah secara komprehensif dan memadai,
serta memiliki integritas moral tinggi, maka dibutuhkan lembaga
pendidikan ekonomi syari’ah yang secara khusus menyiapkan SDM
ekonomi syari’ah. Perlu ada linkage program antara akademisi dan praktisi
LKS, sehinga pelaku mempunyai skills tentang ekonomi syari’ah dan
memiliki budi pekerti yang sesuai dengan syariah Islam dan applicable di
sektor ekonomi.
Adapun alternatif solusi yang dapat dilakukan dalam hal penguatan
manajemen syariah pada Lembaga Keuangan Syariah antara lain Training
intensif untuk SDM dan penggerak Lembaga Keuangan Syariah, sehingga
SDM mempunyai kelebihan dan kemampuan yang handal dalam
menjalankan Lembaga Keuangan Syariah. Selain itu, juga diintensifkan
seleksi komprehensif atas SDM Lembaga Keuangan Syariah sehingga
menghasilkan SDM yang benar-benar siap untuk bekerja di bidang
Lembaga Keuangan Syariah.
Sementara itu alternatif solusi lain bisa juga dilakukan dengan
peningkatan kapasitas (kemampuan) manajemen melalui beberapa
pelatihan manajerial seperti aspek ekonomi dan manajemen keuangannya
sehingga mampu membawa lembaga Lembaga Keuangan Syariah menjadi
lebih berkembang. Memperluas cakupan sumber dana dengan cara
memperoleh kepercayaan dari masyarakat terlebih dahulu sehingga mereka
mempunyai kemauan untuk menaruh dananya pada lembaga Lembaga
Keuangan Syariah yang mempunyai prinsip amanah (trust), contohnya

204 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


melalui ketokohan dalam masyarakat. Peningkatan SOP pelayanan
diharapkan akan menjadikan lembaga Lembaga Keuangan Syariah menjadi
lebih tertata dan teratur.
Terkait dengan ketersediaan sarana, beberapa solusi yang bisa
dilakukan adalah melakukan upgrading system/jaringan melalui pemberian
kesempatan dan kewenangan untuk mengelola potensipotensi ekonomi
serta memberikan kemudahan bagi lembaga keuangan konvensional untuk
melakukan konversi menjadi lembaga Lembaga Keuangan Syariah. Selain
itu juga dengan cara menciptakan produk dan layanan yang inovatif
dengan cara mengikuti tren perkembangan lingkungan bisnisnya, sehingga
tidak ketinggalan inovasi produknya agar bisa merebut pasar/menarik
minat masyarakat untuk memakai jasa lembaga Lembaga Keuangan
Syariah, misalnya produk yang akomodatif terhadap keperluan nasabah
dan kompetitif dalam dunia perbankan (bagi hasilnya tinggi jika
menyimpan uang). Solusi lain adalah meningkatkan kerjasama melalui
asosiasi yang bertujuan untuk memperkuat keberadaan Lembaga
Keuangan Syariah serta untuk wadah sharing permasalahan atau strategi
dalam memperkuat lembaga Lembaga Keuangan Syariah.
Minimnya skills dan kognisi (keilmuan) praktisi di bidang perbankan
syariah ini menimbulkan dampak negatif yang berkelanjutan, antara lain
implementasi syariah Islam dalam perbankan menjadi tidak optimal.
Kekhawatiran praktek bank syari’ah telah tercemar oleh budaya
konvensional yang tidak syar’i yang bertentangan dengan fitrah alam dan
fitrah usaha.
Pada Level top manajemen yang ada banyak kecenderungan pada
comfort zona atau merasa cukup yang dengan keahlian teknis bekal dari
bank konvensioanal, akibatnya untuk dirinya sendiri tidak melakukan
penguatan kesyariaahan dan mengakibatkan akselari program terhadap
penguatan manajemen syariah dibawahnya dilakukan tidak serius.
Sehingga semakin jauh dari visi dan misi bank syariah. Misalnya
pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang seharusnya menjadi ruh
bank syariah dan menjadi pembeda yang jelas dan sekaligus positioning
yang pontensional untuk bersaing antara konvensional dan syariah, malah
semakin dijauhi karena alasan beban target bisnis yang sempit oleh para
stakeholder.
Beberapa strategi atas identifikasi masalah yang dilakukan dalam
penguatan manajemen syariah Lembaga Keuangan Syariah adalah
membuat aturan yang memperkuat posisi dan keberadaan lembaga

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 205


Lembaga Keuangan Syariah seperti adanya undang-undang atau peraturan
yang mengatur sehingga dalam melaksanakan kegiatannya lembaga
Lembaga Keuangan Syariah tidak terkendala pada hal-hal yang membatasi
atau menghalanginya. Selain regulasi yang memperkuat posisi dan
keberadaan LKS, juga diperlukan optimalisasi peran Dewan Pengawas
Syariah (DPS) melalui peningkatan pengawasan terhadap lembaga
Lembaga Keuangan Syariah serta lebih intens dalam memberikan
masukan dan saran kepada direksi atau pengurus lembaga Lembaga
Keuangan Syariah. Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah
membentuk modal sosial yaitu berdasarkan banyaknya masyarakat
pemeluk agama islam atau kerjasama dengan ormas Islam Indonesia.
Implementasinya dengan membangun kepercayaan masyarakat tentang
prinsip lembaga Lembaga Keuangan Syariah yang amanah dan islami
(sesuai syar’i).
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan
beberapa hal sesuai dengan hipotesis sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian mengenai penguatan manajemen syariah melalui
penerapan total quality management pada Lembaga Keuangan Syariah di
Kota Semarang, bahwa penerapan total quality management secara rata-
rata menunjukkan kategori “baik”. Meskipun demikian terdapat
beberapa instrumen yang mempunyai kategori kurang baik/sedang,
seperti pada indikator SDM-7 menguasai bahasa sumber ilmu (arab dan
inggris), indikator Manajemen-3 Training upgrading sharia, serta indikator
Kinerja Manajerial 3 koordinasi. Hal ini ditunjukkan dari hasil
wawancara, bahwa penerapan total quality management yang didasarkan
pada tiga pilar, yaitu pengembangan kualitas SDM, sarana prasarana
dan manajemen. Dari ketiga pilar tersebut peneliti menemukan hasil-
hasil yang realistis mengenai konsep penerapan total quality management
pada Lembaga Keuangan Syariah di Kota Semarang.
2. Dari hasil pengujian analisis keterkaitan, bahwa hasil analisis
peningkatan penguasaan manajemen syariah melalui penerapan total
quality management menunjukan adanya hubungan yang signifikan
terhadap kinerja manajerial. Terbukti dari pengujian signifikasi
koefisien kontingensi (c) keterkaitan variabel total quality management
pada kinerja manajerial. Secara lebih teknis, pengujian analisis
keterkaitan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

206 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


a. Pada indikator Kualifikasi dan Standar SDM, terdapat 2 (dua) fungsi
yang tidak mempunyai keterkaitan antara penguasaan manajemen
syariah dengan kinerja manajerial BMT yaitu: fungsi dalam
memahami konsep dan aplikasi transaksi (akad) serta fungsi dalam
mengetahui dan memahami mekanisme kerja serta interaksi
lembaga-lembaga terkait. Kedua fungsi tersebut memiliki
probabilitas nilai χ2 yang tidak signifikan (p > 0,05). Namun,
terdapat 5 (lima) fungsi yang memiliki keterkaitan antara penguasaan
manajemen syariah dengan kinerja manajerial BMT. Fungsi yang
memiliki keterkaitan tersebut, secara keseluruhan memiliki keeratan
hubungan keterkaitan penguasaan manajemen syariah melalui
penerapan TQM dengan kinerja manajerial BMT yang sedang,
dimana nilai koefisien kontingensi (c) masing-masing instrumen
berkisar antara 0,40 – 0,59.
b. Pada indikator Sistem Pengelolaan Manajemen, tidak terdapat fungsi
yang tidak mempunyai keterkaitan antara penguasaan manajemen
syariah dengan kinerja manajerial BMT. Semua fungsi dalam
indikator ini mempunyai keterkaitan dengan kinerja manajerial, yang
dibuktikan dengan nilai probabilitas nilai χ2 yang signifikan (p <
0,05). Fungsi dalam indikator Sistem Pengelolaan Manajemen, rata-
rata memiliki keeratan hubungan keterkaitan penguasaan
manajemen syariah melalui penerapan TQM dengan kinerja
manajerial BMT yang sedang, dimana nilai koefisien kontingensi (c)
masing-masing instrumen berkisar antara 0,40 – 0,59. Namun,
terdapat satu fungsi yaitu fungsi dilaksanakannya forum secara rutin
dengan stakeholder LKS yang mempunyai keeratan hubungan
keterkaitan penguasaan manajemen syariah melalui penerapan TQM
dengan kinerja manajerial BMT yang kuat, dengan nilai koefisien
kontingensi (c) sebesar 0,602 ( ).
c. Pada indikator Kualifikasi dan Standar SDM, terdapat 2 (dua) fungsi
yang tidak mempunyai keterkaitan antara penguasaan manajemen
syariah dengan kinerja manajerial BMT yaitu: fungsi ketersediaan
gedung yang layak bagi pengembangan SDM, serta fungsi
tersedianya ruang tunggu dan fasilitas umum. Kedua fungsi tersebut
memiliki probabilitas nilai χ2 yang tidak signifikan (p > 0,05). Namun,
terdapat 4 (empat) fungsi yang memiliki keterkaitan antara
penguasaan manajemen syariah dengan kinerja manajerial BMT.

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 207


Fungsi yang memiliki keterkaitan tersebut, secara keseluruhan
memiliki keeratan hubungan keterkaitan penguasaan manajemen
syariah melalui penerapan TQM dengan kinerja manajerial BMT
yang sedang, dimana nilai koefisien kontingensi (c) masing-masing
instrumen berkisar antara 0,40 – 0,59. Bahkan, terdapat satu fungsi
yaitu fungsi teknologi informasi (IT) lembaga yang sudah memenuhi
standar pelayanan yang mempunyai keeratan hubungan keterkaitan
penguasaan manajemen syariah melalui penerapan TQM dengan
kinerja manajerial BMT yang kuat, dengan nilai koefisien
kontingensi (c) sebesar 0,680 ( ).
d. Secara keseluruhan terdapat 4 (empat) fungsi yang tidak mempunyai
keterkaitan antara penguasaan manajemen syariah melalui
penerapan TQM dengan kinerja manajerial BMT, serta terdapat 13
(tiga belas) fungsi keterkaitan antara penguasaan manajemen syariah
melalui penerapan TQM dengan kinerja manajerial BMT.

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, M. (1999). Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta:


Kerjasama Bank Indonesia dan Tazkia Institute.
Badan Pusat Statistik. (2015). STATISTIK INDONESIA 2015. Jakarta.
Bartol, K., & Martin, D. (1998). Management. New York: The McGraw-Hill
Companies.
Crosby, P. (1995). Quality Is Still Free: Making Quality Certain in Uncertain
Times (2nd edition ed.). New York: McGraw-Hill Companies.
Deming, W. (1981). Management of statistical techniques for quality and
productivity.
Departemen Agama RI. (1993). Al-Qur’an dan Terjemahannya, Yayasan
Penyelenggara Penerjemahan / Penafsiran Al-Qur’an. Surabaya: Surya Cipta
Aksara.
Dessler, G. (2012). Human Resource Management (13th Edition ed.). New
Jersey: Prentice Hall.
Feigenbaum, A. V. (1991). Total Qaulity Control. New York: McGraw-Hill.
Gaspersz, V. (2008). Total Quality Management . Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Goetsch, D., & Davis, S. (2010). Quality Management For Organizational
Excellence (X ed.). New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Gujarati, D. (2009). Basic Econometrics (5th Editions ed.). Singapore:
McGraw Hill.

208 | Jurnal at-Taqaddum, Volume 8, Nomor 2, November 2016


Indriantoro, N., & Supomo, B. (2001). Metodologi Penelitian Bisnis (Edisi
Pertama, Cetakan Kedua ed.). Yogyakarta: BPFE.
Juran, J. (1999). The quality improvement process. New York: McGraw Hill
Company.
Juran, J., & Godfrey, A. (1998). Juran’s quality handbook (Fifth Edition ed.).
New York: McGraw-Hill Companies,Inc.
Musari, K. (2010). TQM pada Perbankan Syariah.
Othman, A., & Owen, L. (2005). The Multi Dimensionality of Carter
Model To Measure Customer Service Quality In Islamic Banking
Industry: A Study in Kuwait Finance House. International Journal of
Islamic Financial Services, 3(4), 2.
Otley, D. d. (1996). Auditor Time Budget Pressure Consequence and
Antecedents. Accounting Auditing & Accountability Journal, Vol. 9(No.
1), p. 31-58.
Otoritas Jasa Keuangan. (2016). Statisktik Perbankan Syariah. Jakarta.
Render, B., & Heizer, J. (2004). Operations Management. New Jersey:
Pearson Education Inc. Upper Saddle River.
Saleh, K. (2005). Quality in Islamic Banking Sectors Model and
Framework, Case: Kuwait Finance House-Bahrain. Australian
Organisation for Quality.
Sallis, E. (2002). Total Quality Management in Education (3rd Edition ed.).
Routledge.
Sashkin, M., & Kiser, K. J. (1992). Putting Total Quality Management to Work.
San Francisco: Berrett-Koehler Publishers.
Simamora, H. (1995). Manajemen Sumber daya Manusia. Yogyakarta: STIE
YKPN.
Stoner, J., & Freeman, R. (1995). Management (International 2 Revised ed
edition ed.). Prentice-Hall.
Sugian, S. (2006). Kamus Manajemen (Mutu). Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Tunggal, A. (1993). Manajemen Mutu Terpadu Suatu Pengantar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Waller, J., Allen, D., & Burns, A. (1993). The Quality Management Manual:
how to write and develop a successful manual for quality management systems.
London: Kogan Page.
Yusanto, & Karebet. (2007). Menggagas Bisnis Islam. Jakarta: Gema Isnsani.
Zaidi, J. (2006). Syari’a Quality Rating. AAOIFI Annual Conference Islamic
Banking and Finance, 4 - 12.

Johan Arifin, Penguatan Manajemen Syariah Melalui ... | 209

You might also like