Professional Documents
Culture Documents
Known by,
Responsibility Lecturer
E. WORK PROCEDURE
1. Preparation of Standard Solution Na2S2O3 0.1 N
a. Put the solution of Na2S2O3 0.1 N in the burette 50 mL.
b. 25 mL of K2Cr2O7 primary standard solution was took into the erlenmeyer flask,
added 6 mL of concentrated HCl and 30 mL of KI 0.1 N into the solution.
c. Titration iodium with used thiosulfate solution until color of solution become
yellow.
d. Added amylum indicator and titration again with used thiosulfate solution until the
blue color disappear. Wrote the volume of titrant.
e. Repeated step b-d until 2 times and write down the average volume of titrant.
f. Calculated the normality of thiosulfate standard solution.
2. Determine of Cu and CuSO4
a. Put the 25 mL of sample solution in the erlenmeyer flask and added 25 mL of KI 1
N.
b. Titration iodium with used thiosulfate solution until color of solution become
yellow-brown.
c. Added amylum indicator and titration again with used thiosulfate solution until the
blue color disappear. Wrote the volume of titrant.
d. Repeated step a-c until 2 times and write down the average volume of titrant.
e. Calculated the amount of Cu in the sample.
F. OBSERVATION RESULT
1. Standardization of Na2S2O3 0.1 N
No Volume
Activity
Titration
Erlenmeyer 1:
25 mL K2Cr2O7 0.1 N (orange) + 6 mL of HCl
26.3 mL
1. (concentrated colorless) + 30 mL KI 0.1 N (colorless) →
starch →The color of solution is purple → titration the
solution → the solution becomes green
Erlenmeyer III:
25 mL K2Cr2O7 0.1 N (orange) + 6 mL of HCl
3
(concentrated colorless) + 30 mL KI 0.1 N (colorless) → 25.7 mL
.
starch →The color of solution is purple → titration the
solution → the solution becomes green
Volume
No Activity
Titration
Erlenmeyer I:
25 mL of CuSO4 (blue) + 25 mL of KI 1 N (colorless) →
3 drops of starch → the color of solution is brown →
1. 14.8 mL
titration the solution becomes white and there is
precipitate
Erlenmeyer II:
25 mL of CuSO4 (blue) + 25 mL of KI 1 N (colorless) →
3 drops of starch → the color of solution is brown → 14.7 mL
titration the solution becomes white and there is
precipitate
Erlenmeyer III:
25 mL of CuSO4 (blue) + 25 mL of KI 1 N (colorless) →
3. 3 drops of starch → the color of solution is brown → 15.2 mL
titration the solution becomes white and there is
precipitate
Average volume 14.9 mL
G. DATA ANALYSIS
1. Standardization of Na2SO4
Known:
N K2Cr2O7 = 0.1 N
V K2Cr2O7 = 25 mL
V 1+V 2+V 3
V Na2S2O3 =
3
( 26.3+25.5+25.7 ) ml
=
3
= 25.8 mL
Asked:
N Na2S2O3 = …?
Solution:
( V × N ) K 2 Cr 2 O 7
N Na2S2O3 =
V Na 2 S2 O 3
25 ml ×0.1 N
=
25.8 ml
= 0.0968 N
2. Determination of Cu in CuSO4
Known:
V CuSO4 = 25 mL
N Na2S2O3 = 0.0968 N
Mw Cu = 63.5 g/mole
V 1+V 2+V 3
V Na2S2O3 =
3
( 14.8+14.7+15.2 ) ml
=
3
= 14.9 mL
Asked:
Amount of Cu = …?
Solution:
( V × N ) Na2 S 2 O 3
Amount of Cu = × Mw Cu
V CuSO 4 ×2 eq /mole
14.9ml ×0.0968 eq /L
= × 63.5 g/mole
25 ml ×2 eq /mole
= 1.831 g/L
H. DISCUSSION
Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi (reduktor)
dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator). Titrasi reduksimetri adalah titrasi
terhadap larutan zat pengoksidasi (oksidator) dengan larutan standar zat pereduksi
(reduktor) (Padmaningrum, 2008: 1). Prinsip dasar dari iodometri adalah iodin bebas
seperti halogen lain dapat menangkap elektron dari zat pereduksi, sehingga iodin
sebagai oksidator, reaksi reduksi oksidasi pada suasana asam yang melibatkan elektron
dengan jumlah tertentu. Prinsip kerja pada percobaan ini adalah pengukuran,
pengenceran, dan titrasi. Titrasi ini dilakukan untuk mengetahui berapa nilai normalitas
dari larutan Na2S2O3. Larutan Na2S2O3 perlu distandarisasi karena konsentrasinya
mudah berubah dalam penyimpanan. Kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh pH
rendah dan sinar matahari. Natrium tiosulfat memiliki sifat fuaresen atau melapuk-
lekang yang menyebabkan larutan ini mudah berubah konsentrasinya. Oleh karena itu
larutan natrium tiosulfat perlu di standarisasi atau menentukan normalitas yang
sebenarnya dengan cara titrasi iodometri. Natrium tiosulfat merupakan suatu zat
pereduksi dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
Na2S2O3 → 2Na+ + S2O32-
2S2O32- → S4O62- + 2e-
1. Penentuan konsentrasi (normalitas) larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3)
Tujuan dalam percobaan ini dalah adalah menentukan konsentrasi natrium
tiosulfat (Na2S2O3). Fungsi natrium tiosulfat adalah zat pereduksi, zat pereduksi adalah
zat yang mereduksi zat lain dengan persamaan sebagai berikut:
2S2O32- S4O62- + 2e
Menurut Samsuar,dll (2017:18), natrium Tiosulfat tergolong dalam larutan standar
sekunder . Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik
adalah natrium tiosulfat. Harus distandarisasi terhadap standar primer, dalam percobaan
ini menggunakan K2Cr2O7 sebagai standar primer karena Larutan natrium tiosulfat tidak
stabil untuk waktu yang lama. Menurut Wiryawan (2008: 38), Larutan standar primer
seperti K2Cr2O7 mempunyai kemurnian yang tinggi, mempunyai rumus molekul yang
pasti, tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang, larutannya harus bersifat stabil
dan mempunyai berat ekivalen (BE) yang tinggi. Sedang larutan standard sekunder
seperti natrium tiosulfat adalah larutan standard yang bila akan digunakan untuk
standardisasi harus distandardisasi lebih dahulu dengan larutan standard primer.
Berikut reaksinya :
Cr2O72- + 14H+ + 6e 2Cr3+ + 7 H2O
Reaksi kalium bikromat:
K2Cr2O7 → 2K+ + Cr2O72-
Cr2O72- + 14H+ + 6e- → 2Cr3+ + 7H2O
K2Cr2O7 mempunyai kekuatan oksidasi yang lemah dan reaksinya lambat.
K2Cr2O7 bersifat stabil dan inert terhadap HCl. Sehingga pada percobaan ini digunakan
HCl pekat yang dapat memberi suasana asam pada larutan yang dapat mengakibatkan
reaksi berlangsung lebih cepat. Mengapa dalam suasana asam, karena bila dalam
suasana basa larutan di titrasi, maka larutan akan membentuk larutan hipoiodat.
Sedangkan pada keadaan asam kuat maka amilum atau indikator amilum yang
digunakan untuk titrasi akan terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide (I -) yang
dihasilkan dapat di ubah menjadi I2 dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini
melibatkan H+ dari asam. Persamaan reaksinya :
I2 + 2OH- → IO3- + I- + H2O
(dalam larutan basa)
4I- + O2 + 4H- → 2I2 + 2H2O
(dalam keadaan asam)
Senyawa iodida yang digunakan pada percobaan ini adalah kalium iodida (KI)
yang ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. Hal ini
ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi hijau. KI berfungsi sebagai zat
pereduksi, yakni membebaskan iod dari iodida. Persamaan reaksinya adalah :
K2Cr2O7 → 2K+ + Cr2O72-
KI → K+ + I-
Oksidasi: 2I- → I2 + 2e- x3
Reduksi: Cr2O72- + 14H+ + 6e- → 2Cr3+ + 7H2O x1
Redoks: Cr2O72- + 14H+ + 6I- → 2Cr3+ + I2 + 7H2O
Sehingga reaksi lengkapnya adalah :
K2Cr2O7 + 6KI +14HCl → 8KCl + 2CrCl3 + 3I2 + 7H2O
Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi
iodida oleh udara bebeas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat
diwajibkan karena untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu dalam
hal ini erlenmeyer, karena penumpukan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan
terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Sedangkan pada
percobaan titrasi tidak dilakukan dengan cepat sehingga iodida dioksida oleh udara
bebas. Kemudian dilakukan penambahan indikator amilum pada pertengahan titrasi,
karena penambahan ditengah titrasi berujuan agar I2 tidak banyak teradsorbsi oleh
amilum
Penambahan amilum saat titik akhir titrasi juga berfungsi agar amilum tidak
terhidrolisis, mengingat proses titrasi dilakukan pada media asam kuat yaitu HCl.
Penambahan indikator amilum juga akan menghasilkan warna biru pada tetesannya
yang membuktikan masih adanya larutan iodida didalamnya. Titik akhir titrasi ditandai
dengan larutan tidak berwarna lagi. Namun pada percobaan ini diperoleh larutan
berwarna hijau tosca. Menurut Padmaningrum (2006: 2), kesalahan titrasi merupakan
kesalahan yang terjadi bila titik akhir titrasi tidak tepat sama dgn titik ekivalen (≤
0,1%), disebabkan ada kelebihan titran, indikator bereaksi dgn analit, atau indikator
bereaksi dgn titran, diatasi dgn titrasi larutan blanko. Larutan blanko larutan yg terdiri
atas semua pereaksi kecuali analit. Adapun volume titran natrium tiosulfat yang
diperoleh pada titrasi I = 26,3 mL, titrasi II = 25,5 mL, dan titrasi III = 25,7 mL dengan
volume rata-ratanya = 25,8 mL. Konsentrasi yang didapatkan dari Na2S2O3 adalah
0.0968 N. Titrasi dilakukan sampai 3 kali atau triplo untuk mendapatkan data yang
akurat. Adapun reaksi yang terjadi adalah:
Na2S2O3 2Na+ + S2O32-
2S2O32- S4O62- + 2e
Reduksi : I2 + 2e 2I-
Oksidasi : 2S2O32- S4O62- + 2e
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-
Reaksi lengkap:
2Na2S2O3 + I2 Na2S4O6 + 2NaI
2. Penetapan kadar Cu dari CuSO4
Tujuan percobaan ini adalah untuk menetapkan kadar Cu dari CuSO 4. Larutan
sampel yang digunakan adalah CuSO4 (biru) yang ditambahkan dengan larutan KI yang
menghasilkan larutan kuning. Perubahan warna ini menunjukkan terjadinya terjadinya
reaksi antara KI dengan larutan CuSO4. Reaksi ini membebaskan I2, yang bisa dilihat
pada reaksi berikut:
Tembaga (II) sulfat
CuSO4 Cu2+ + SO42-
Cu 2+ + e Cu+
Kalium iodida
KI K + + I-
2I- I2 + 2e
Reduksi : Cu 2+ + e Cu+ x2
Reduksi : 2I- I2 + 2e x1
2Cu 2+ + 2e 2Cu+
2I- I2 + 2e
2Cu 2+ + 2I- 2Cu+ + I2
Reaksi lengkap :
2CuSO4 + 4KI 2CuI(s) + I2 +2K2SO4
Penambahan KI bertujuan untuk mengendapkan Cu menjadi CuI. Proses
pengendapan Cu diawali dengan pembebasan iodin (I2) setelah larutan CuSO4
ditambahkan KI. Selanjutnya, iodin (I2) yang bebas diabsobsi oleh indikator amilum di
pertengahan titrasi dengan Na2S2O3. KI yang bertindak sebagai agen pereduksi dalam
penentuan kadar Cu mengalami oksidasi dengan melepas iod. Karena KI adalah
penyedia iod. CuSO4 bertindak sebagai bertindak sebagai oksidator karena
mengoksidasi I- menjadi I2. CuSO4 mengalami reduksi menghasilkan tembaga(I)
iodida.
I2 yang berfungsi sebagai agen pengoksidasi pada saat penitrasian karena
mengalami reduksi menjadi I- dan Iodin (I2) yang bebas bereaksi dengan larutan
Na2S2O3 melalui titrasi yang menghasilkan perubahan warna menjadi putih susu yang
menandakan bahwa semua iod yang dibebaskan telah bereaksi dengan Na 2S2O3.
Larutan Na2S2O3 berfungsi sebagai agen pereduksi karena mengalami oksidasi dan
mereduksi iod menjadi iodida. Tidak digunakan HCl pada percobaan 2 ini karena
CuSO4 bersifat asam, dan tanpa ada penambahan HCl juga reaksi dapat berangsung.
Adapun volume yang didapat pada saat titrasi adalah titrasi I = 14,8 mL, titrasi II
= 14,7 mL dan titrasi III =15,2 mL dengan volume rata-ratanya adalah 14,9 mL dan
didapatkan kadar dari Cu adalah 1.831 g/L. Artinya terdapat 1.831 g Cu dalam 1 liter
sampel CuSO4. Titrasi dilakukan sampai 3 kali atau triplo untuk mendapatkan data
yang akurat.
I. CONCLUTION AND SUGGESTION
1. Conclusion
a. Titration carried out in this experiment is indirectly where the substance is reacted
with other substances before being titrated. The normality of the Na 2S2O3 solution
obtained is 0.0968 N
b. The Cu content of CuSO4 obtained from this experiment was 1.831 g/L. This
means that there are 1.831 gram Cu in 1 liter of CuSO4 sample.
2. Suggestions
It is expected that the practitioner will be more careful in conducting
experiments,
especially when adding KI solution which should be reacted quickly
BIBLIOGRAPHY
Fifield, F.W and David Kealey. 2000. Principles and Practice of Analytical Chemistry.
USA: Blackwell Science Ltd
Helmiyanti, Sitti, Endri Yuliati, Momdya Putri Pamungkas dan Narenda Yoga
Hendarta. 2017. Fortifikasi Pangan Berbasi Sumber Daya Nusantara: Upaya
Mengatasai Masalah Defisiensi Zat Gizi Mikro di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Quraishi, Ayaz. 2017. Master Key Pharmaceutical Chemistry 1. New Delhi:
Educreation Publishing
Wiryawan, Adam,et all . 2008. Kimia Analitik untuk SMK. Jakarta: Dorektorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan