You are on page 1of 10

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.

2, November
2006

HUBUNGAN PENGETAHUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP


KEMAMPUAN KOMUNIKASI PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN
ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH
SAKIT ELISABETH PURWOKERTO

Sr. Diana R.S1, OP, Asrin2, Wahyu E.3


1
Mahasiswa sarjana Keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman
2, 3
Program sarjana Keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRACT
Therapeutic communication is very important to construct the therapeutic
relation of nursepatient and influences the improvement of quality of treatment
service. Success of therapeutic communication is influenced by some factors
such as lack of nurse's knowledge and ability to apply the therapeutic
communication. The purpose of this study was to know the relationship between
knowledge of therapeutic communication towards the nurse's communication
ability in implementing the treatment upbringing in Elisabeth Hospital Purwokerto.
The descriptive research type of correlation. Population research is all nurses in
Maria lodge of Elisabeth Hospital Purwokerto in the amount of 26 people, The
research sample is taken from 23 people in according to the inclusive criteria.
Data analysis method uses the distribution of frequency and statistic test
"Spearman Rank". Result of research: Respondens of DIII in nursing are as much
as 15 people (65,2%) and responders, who have education of SPK are as much
as 8 people (34,8%). Responders, who have followed the training of therapeutic
communication, are 18 people (78,3%) and 5 people (21,7%) not yet followed the
training. The grade of knowledge about therapeutic communication is in good
enough category (52,2%) and the least is in the unfavorable category (8.7%). The
ability of therapeutic communication is in the good enough category (56,5%) and
the least is in the unfavorable category (4,3%). The obtained result of statistic test
using Spearman's rho is 0,636 and p = 0,001. Conclusion: Most of the nurses are
of DIII treatment and have followed the training of therapeutic communication.
Nurses' knowledge and ability of therapeutic communication are in good enough
category. There is a meaningful relation between knowledge of therapeutic
communication and ability of therapeutic communication of the Elisabeth hospital
nurses in implementing the treatment up bringing (p= 0,001). The strength of
relation between the knowledge of therapeutic communication and ability of
nurse's therapeutic communication in implementing/doing the treatment
upbringing is in strong category (Spearman's rho = 0,636).

Keywords: Knowledge, ability, therapeutic communication, nurse.


PENDAHULUAN

53
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.2, November
2006

Komunikasi dalam kehidupan penyembuhan pasien. Menurut


sehari– hari merupakan sarana yang Nurjannah (2001), mampu terapeutik
penting untuk menjalin relasi dengan berarti seorang perawat yang mampu
orang lain. Komunikasi juga dapat melakukan atau mengkomunikasikan
memberikan pertukaran informasi perkataan, perbuatan, atau ekspresi
dan dukungan emosional pada saat yang memfasilitasi penyembuhan
mengalami stress (Elliot & Wright, klien.
1999). Dalam bidang keperawatan, Beberapa penelitian tentang
komunikasi penting untuk komunikasi terapeutik yang
menciptakan hubungan antara dilakukan, di antaranya penelitian
perawat dengan pasien, untuk tentang hubungan karakteristik
mengenal kebutuhan pasien dan individu perawat dan organisasi
menentukan rencana tindakan serta dengan penerapan komunikasi
kerja sama dalam memenuhi terapeutik di
kebutuhan tersebut (Purwanto, R. Rawat Inap Perjan Rumah Sakit
1994). Persahabatan Jakarta yang dilakukan
Seorang perawat profesional oleh Manurung (2004) pada 147
selalu berusaha untuk berperilaku perawat pelaksana yang sedang
terapeutik, yang berarti bahwa setiap bertugas, menunjukkan bahwa
interaksi yang dilakukannya penerapan komunikasi terapeutik
memberikan dampak terapeutik yang masih relatif kurang yaitu 46,3%.
memungkinkan klien untuk tumbuh Selain itu, penelitian tentang faktor-
dan berkembang. Oleh karena itu, faktor yang berhubungan dengan
perawat harus mampu meningkatkan efektifitas komunikasi terapeutik
kemampuan dan pengetahuannya perawat pelaksana di ruang rawat
tentang dinamika komunikasi, inap Rumah Sakit Sumber Waras
penghayatan terhadap kelebihan dan Jakarta yang dilakukan oleh Yahya
kekurangan diri serta kepekaan (2004) pada 139 perawat dan 248
terhadap kebutuhan orang lain klien yang dirawat dengan tujuan
(Hamid, 2000). Lebih lanjut Purwanto untuk mengetahui hubungan antara
(1994) mengatakan bahwa perubahan faktor-faktor yang menumbuhkan
konsep perawatan dari perawatan hubungan interpersonal baik dengan
orang sakit secara individual kepada efektifitas komunikasi terapeutik
perawatan paripurna menyebabkan perawat-klien, menunjukkan hasil
peranan komunikasi menjadi lebih bahwa dari delapan variabel
penting dalam memberikan asuhan independen yaitu keterpercayaan dan
keperawatan. Perawat sebagai kesinambungan, deskripsi, orientasi
komponen penting dalam proses masalah, kejelasan, konsistensi,
keperawatan dan orang yang terdekat spontanitas, persamaan dan
dengan pasien harus mampu profesionalisme, lima di antaranya
berkomunikasi baik secara verbal yang berhubungan secara signifikan
maupun non verbal dalam membantu dengan variabel dependen yaitu

54
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.2, November
2006

deskripsi, orientasi masalah, peningkatan kualitas pelayanan


kejelasan, keterpercayaan dan keperawatan dan membantu
kesinambungan serta konsistensi. penyembuhan klien (Purwanto,
Sedangkan tiga variabel yang tidak 1994). Untuk mencapai hal tersebut,
berhubungan adalah spontanitas, maka perawat perlu meningkatkan
persamaan dan profesionalisme. pengetahuan dan keterampilan
Dengan demikian dapat dikatakan berkomunikasi secara terapeutik
bahwa komunikasi terapeutik perawat- dalam praktek keperawatan sehari-
klien di ruang rawat inap hari untuk membantu kesembuhan
RS. Sumber Waras Jakarta sudah klien.
dilaksanakan dengan baik namun Berdasarkan uraian dalam latar
masih perlu adanya peningkatan belakang tersebut di atas dapat
pengetahuan dan keterampilan dalam disimpulkan bahwa komunikasi
berkomunikasi dengan klien, karena terapeutik sangat penting untuk
masih adanya keluhan dan membina hubungan terapeutik
ketidakpuasan klien terhadap perawatklien dan berpengaruh
pelayanan keperawatan. terhadap peningkatan kualitas
Menurut Caris-Verhallen, de pelayanan keperawatan. Berhasil
Guijter dan Kerkstra (1999) jeleknya tidaknya komunikasi terapeutik
komunikasi dalam praktek dipengaruhi oleh beberapa faktor di
keperawatan merupakan sumber antaranya kurangnya pengetahuan
ketidakpuasan pasien. Hal ini juga dan kemampuan perawat dalam
terkait dengan data penelitian menerapkan komunikasi terapeutik.
sebelumnya yang menunjukkan Dari uraian ini, muncul pertanyaan
bahwa buruknya keterampilan penelitian sebagai berikut : “ Adakah
komunikasi terapeutik perawat hubungan antara pengetahuan
merupakan hal yang biasa terjadi komunikasi terapeutik terhadap
dalam praktek keperawatan sehari- kemampuan komunikasi terapeutik
hari (Dennison, 1995). Rendahnya perawat Rumah Sakit Elisabeth
kualitas komunikasi tersebut dapat Purwokerto dalam melaksanakan
berimplikasi serius terhadap asuhan keperawatan ?”
kesehatan fisik dan psikologis klien
(Elliot & Wright, 1999). Menurut METODE PENELITIAN
informasi di Rumah Sakit Elisabeth Jenis penelitian ini merupakan
Purwokerto, dikatakan bahwa penelitian deskriptif korelasi.
penerapan komunikasi terapeutik Penelitian deskriptif adalah penelitian
dalam pelayanan keperawatan sehari- yang ditujukan untuk membuat
hari belum sepenuhnya dilaksanakan. gambaran atau deskripsi tentang
Berdasarkan hal-hal tersebut di suatu keadaan secara obyektif.
atas dapat disimpulkan bahwa Rancangan penelitian ini
komunikasi terapeutik memegang menggunakan rancangan penelitian
peranan penting dalam upaya cross sectional .

55
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.2, November
2006

Penelitian ini dilaksanakan di ruang Data-data tersebut, kemudian diolah


rawat inap dan dianalisa dengan analisa univariat
Maria Rumah Sakit Elisabeth untuk mendeskripsikan variabel
Purwokerto. Populasi dalam penelitian dengan membuat tabel
penelitian ini adalah semua perawat distribusi frekuensi yang mencakup
yang bekerja di ruang rawat inap karakteristik perawat, tingkat
Maria Rumah Sakit Elisabeth pengetahuan komunikasi terapeutik
Purwokerto yang berjumlah 26 orang. perawat dan tingkat kemampuan
Teknik pengambilan sampel dalam komunikasi perawat RS. Elisabeth
penelitian ini menggunakan total Purwokerto. Analisa bivariat untuk
sampling. Sampel pada penelitian ini mencari hubungan kedua variabel
adalah semua perawat yang bertugas yaitu variabel bebas dan variable
di ruang rawat inap Maria Rumah terikat menggunakan uji statistik
Sakit Elisabeth Purwokerto yang Spearman Rank
berjumlah 23 orang yang memenuhi
kriteria inklusi. Adapun kriteria HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
perawat yang menjadi responden Karakteristik Responden
adalah semua perawat yang bekerja Pendidikan responden
di ruang rawat inap Maria dengan sebagian besar berpendidikan DIII
masa kerja di Rumah Sakit Elisabeth Keperawatan (65,2 %) dan responden
minimal 3 (tiga) bulan, berpendidikan yang berpendidikan SPK
AKPER dan SPK. (34,8 %). Jumlah perawat di RS.
Variabel dalam penelitian ini Elisabeth
terdiri dari variabel bebas Purwokerto yang sebagian besar
(independent) dan variabel terikat berpendidikan DIII kemungkinan
(dependent). Variabel bebas dalam disebabkan karena adanya upaya dari
penelitian ini yaitu pengetahuan pihak Rumah Sakit dalam
komunikasi terapeutik perawat. mengembangkan profesionalisme
Variabel terikat dalam penelitian ini pelayanan keperawatan melalui
adalah kemampuan komunikasi pelatihan komunikasi terapeutik serta
terapeutik perawat. Penelitian ini memberikan kesempatan kepada
dilaksanakan setelah proses perijinan perawat untuk melanjutkan pendidikan
dari Ketua Program Studi formal pada bidang keperawatan.
Keperawatan Universitas Jenderal Jumlah perawat di RS Elisabeth yang
Soedirman Purwokerto dan Direktur sudah mengikuti pelatihan komunikasi
RS. terapeutik sebesar 78,3%. Menurut
Elisabeth Purwokerto selesai. Wardhono (2000), dalam
Data tentang pengetahuan pengembangan profesionalisme
komunikasi terapeutik perawat keperawatan diupayakan melalui
diperoleh melalui kuesioner dan data pendidikan yang diharapkan memberi
tentang kemampuan komunikasi landasan keilmuan yang kokoh sesuai
perawat diperoleh melalui observasi. profesi. Perubahan yang bersifat

56
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.2, November
2006

mendasar adalah dengan dan kemampuan dalam membina


pemberlakuan sistem pendidikan hubungan terapeutik. Menurut Keliat
tinggi keperawatan dalam bentuk (1996) komunikasi terapeutik adalah
program DIII keperawatan sebagai cara untuk membina hubungan
profesi pemula keperawatan. terapeutik yang diperlukan untuk
Pengalaman pelatihan pertukaran informasi, perasaan dan
responden seperti terlihat pada tabel 3 pikiran untuk membentuk keintiman
dapat diketahui bahwa sebagian besar yang terapeutik.
responden pernah mengikuti pelatihan
komunikasi terapeutik yakni 18 orang
(78,3 %) dan 5 orang (21,7 %) belum 2. Tingkat Pengetahuan
pernah mengikuti pelatihan Komunikasi Terapeutik Perawat
komunikasi terapeutik. Pelatihan yang RS. Elisabeth Purwokerto
telah dijalani oleh perawat dapat Tingkat pengetahuan
menambah pengetahuan perawat komunikasi terapeutik perawat
termasuk juga dalam meningkatkan sebagian besar responden memiliki
kemampuannya. Pelatihan merupakan tingkat pengetahuan pada kategori
bagian dari kegiatan pengembangan cukup baik (52,2 %), dan paling sedikit
karyawan dalam organisasi. Nawawi adalah pada kategori kurang baik (8,7
(2001) menjelaskan bahwa pelatihan %). Tingkat pengetahuan perawat
pada dasarnya berarti proses pada kategori tidak baik, tidak ada.
memberikan bantuan bagi para Hasil penelitian tersebut menunjukkan
karyawan untuk menguasai bahwa pengetahuan komunikasi
ketrampilan khusus atau membantu terapeutik cukup dikuasai oleh
untuk memperbaiki kekurangannya perawat. Hal ini kemungkinan terjadi
dalam melaksanakan pekerjaan. karena adanya upaya RS Elisabeth
Fokus kegiatannya adalah untuk dalam meningkatkan pengetahuan
meningkatkan kemampuan kerja perawat. Data hasil observasi
dalam memenuhi kebutuhan tuntutan menunjukkan bahwa terdapat 18 (78,3
cara bekerja yang paling efektif pada %) perawat yang sudah pernah
masa sekarang. Demikian juga mendapatkan pelatihan tentang
dengan pendapat yang dikemukakan komunikasi terapeutik.
oleh As’ad (2001) bahwa pelatihan Menurut Notoatmodjo (2003)
dimaksudkan untuk mempertinggi untuk merubah pengetahuan, sikap
kerja karyawan dengan dan perilaku adalah dengan
mengembangkan cara-cara berpikir pendidikan dan pelatihan.
dan bertindak yang tepat serta Pengetahuan dan kemampuan
pengetahuan tentang tugas pekerjaan. seseorang dipengaruhi oleh latar
Dalam kaitannya dengan belakang pendidikan. Makin tinggi
pelatihan yang diterima oleh perawat pendidikan seseorang, maka semakin
yaitu komunikasi terapeutik, maka mudah baginya untuk menerima
perawat akan memiliki pengetahuan informasi termasuk dalam hal

57
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.2, November
2006

komunikasi terapeutik. Pengetahuan yang memadai tentang komunikasi


akan membentuk tindakan dan terapeutik. Seorang perawat yang
perilaku seseorang. Dalam memiliki lebih banyak pengetahuan
kenyataannya, tidak semua yang tentang komunikasi terapeutik akan
memiliki pengetahuan yang baik akan cenderung bersikap positif dan
mempunyai kemampuan atau mampu berkomunikasi secara
keterampilan yang baik pula, namun terapeutik dalam praktek keperawatan
memiliki kecenderungan yang lebih sehari-hari untuk kesembuhan pasien.
tinggi untuk bersikap positif dibanding Maka, perawat diharapkan mampu
dengan pengetahuan yang kurang menggunakan dirinya secara
tentang komunikasi terapeutik. terapeutik (therapeutic use of self)
Data penelitian dengan meningkatkan
sebelumnya menunjukkan bahwa pengetahuannya tentang komunikasi
buruknya keterampilan komunikasi terapeutik, penghayatan terhadap
terapeutik perawat merupakan hal kelebihan dan kekurangan diri serta
yang biasa terjadi dalam praktek peka terhadap kebutuhan orang lain.
keperawatan sehari-hari (Dennison, Hal ini di pertegas lagi oleh pendapat
1995). Hasil penelitian tersebut Purwanto (1994) bahwa perawat yang
mengindikasikan bahwa terdapat mampu mengenal dirinya,
faktor selain pengetahuan yang dapat perasaannya akan memiliki kepekaan
berpengaruh terhadap kemampuan yang tinggi. Seseorang yang mampu
terapeutik. Meskipun demikian, mengenal dirinya, memahami
menurut Elliot & Wright (1999),
keterbatasan dirinya serta menerima
rendahnya kualitas komunikasi
diri apa adanya akan mampu
tersebut dapat berimplikasi serius
memahami orang lain dan memiliki
terhadap kesehatan fisik dan
psikologis klien. rasa empati yang tinggi. Dengan
Pendapat lainnya juga demikian ia
dikemukakan oleh Hamid (2000) akan mampu mengambil
bahwa seorang perawat profesional keputusankeputusan yang tepat
harus memiliki pengetahuan yang menyangkut dirinya dan orang lain.
dikembangkan melalui peningkatan Seorang perawatpun diharapkan
pendidikan, penelitian maupun dapat bersikap demikian agar dalam
pelatihanpelatihan sehingga dalam praktek sehari-hari tidak menimbulkan
memberikan pelayanan keperawatan, hambatan dalam berinteraksi dengan
perawat menggunakan keterampilan orang lain termasuk pasien sehingga
intelektual, keterampilan interpersonal komunikasi dan pelayanannya
dan teknikal yang tercermin melalui sungguh berpusat pada
proses berpikir logis dan kritis. penyembuhan pasien.
Dalam membina hubungan
yang terapeutik dengan pasien,
perawat perlu memiliki pengetahuan

58
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.2, November
2006

3. Kemampuan Komunikasi komunikasi harus dikuasai oleh


Terapeutik Perawat RS. Elisabeth perawat termasuk sikap dan tahap-
Purwokerto. tahap komunikasi terapeutik karena
Kemampuan komunikasi kemampuan ini merupakan modal
terapeutik perawat sebagian besar dasar dan utama dalam praktek
responden memiliki kemampuan keperawatan sehari-hari.
komunikasi terapeutik pada kategori
cukup baik (56,5 %), dan paling sedikit
adalah pada kategori kurang baik (4,3 4. Hubungan Pengetahuan
%). Tingkat kemampuan komunikasi Komunikasi
perawat pada kategori tidak baik, tidak Terapeutik Terhadap
ada. Hasil penelitian tersebut Kemampuan
menunjukkan bahwa perawat ruang Komunikasi Perawat Dalam
rawat inap Maria RS Elisabeth Melaksanakan Asuhan
mempunyai kemampuan komunikasi Keperawatan Di RS. Elisabeth
terapeutik yang cukup baik dalam Purwokerto.
melaksanakan asuhan keperawatan. Ada hubungan yang bermakna
Seperti halnya dengan secara statistik antara pengetahuan
pengetahuan komunikasi terapeutik komunikasi terapeutik dengan
perawat, kemampuan perawat yang kemampuan komunikasi terapeutik
sebagian besar pada kategori cukup perawat RS. Elisabeth dalam
baik tersebut kemungkinan karena melaksanakan asuhan
adanya upaya pihak rumah sakit keperawatan
dalam memberikan pelatihan tentang (Spearman’s rho = 0,636 dengan nilai
komunikasi terapeutik kepada perawat p = 0,001). Dengan demikian Ho
seperti dikatakan sebelumnya bahwa ditolak dan Ha diterima yang berarti
dari 23 responden, 18 Responden bahwa ada hubungan antara
(78,3%) pernah mengikuti pelatihan pengetahuan komunikasi terapeutik
tentang komunikasi terapeutik. Hasil terhadap kemampuan komunikasi
pelatihan tersebut selain dapat perawat RS. Elisabeth dalam
meningkatkan pengetahuan perawat, melaksanakan asuhan keperawatan.
juga dapat meningkatkan kemampuan Hasil penelitian tersebut
komunikasi perawat dalam menunjukkan bahwa pengetahuan
melaksanakan asuhan keperawatan tentang komunikasi terapeutik yang
sehari-hari kepada pasien. Hal ini dimiliki menentukan kemampuan
dipertegas oleh pendapat Hamid komunikasi terapeutik perawat dalam
(2000) bahwa perawat profesional melaksanakan asuhan keperawatan.
harus selalu mengupayakan untuk Menurut Potter dan Perry (2005),
berperilaku terapeutik dimana setiap tingkat pengetahuan seseorang akan
interaksinya akan memberikan sangat berpengaruh dalam
dampak terapeutik bagi pasien yang berinteraksi dengan orang lain.
dilayaninya. Untuk itu, berbagai teknik Seseorang dengan tingkat

59
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.2, November
2006

pengetahuan yang rendah akan sulit keperawatan sehari-hari merupakan


merespon pertanyaan atau informasi salah satu faktor penentu
yang menggunakan bahasa verbal keberhasilan pelayanan keperawatan
dari orang yang tingkat sehingga memberikan kepuasan
pengetahuannya tinggi. Pesan yang personal dan kepuasan profesional
disampaikan menjadi tidak jelas bila bagi perawat dan kepuasan bagi
kata-kata yang digunakan tidak pasien.
dikenal pendengar atau penerima. Pengetahuan atau kognitif
Seorang komunikator yang baik perlu merupakan domain yang sangat
mengetahui tingkat pengetahuan penting untuk terbentuknya tindakan
penerima pesan agar informasi yang seseorang (overt behavior). Perilaku
disampaikan dapat diterima dengan yang didasari pengetahuan akan lebih
baik sehingga interaksi dapat berjalan langgeng dari pada perilaku yang
dengan baik. tidak didasari oleh pengetahuan
Nilai Spearman’s rho = 0,636 (Notoatmodjo, 2003).
yang menunjukkan tingkat keeratan
hubungan antara pengetahuan SIMPULAN DAN SARAN
komunikasi terapeutik dengan
kemampuan komunikasi perawat RS. Kesimpulan
Elisabeth menurut Sugiyono (2003) Sebagian besar responden
termasuk dalam kategori kuat (0,60 – berpendidikan DIII Keperawatan (65,2
0,799). Kekuatan hubungan antara %) dan responden yang
pengetahuan komunikasi terapeutik berpendidikan SPK (34,8 %).
dengan kemampuan komunikasi Sebagian besar responden pernah
perawat RS. Elisabeth dalam mengikuti pelatihan komunikasi
melaksanakan asuhan keperawatan terapeutik yakni 18 orang (78,3 %)
mengindikasikan bahwa perawat yang dan 5 orang (21,7 %) belum pernah
memiliki pengetahuan komunikasi mengikuti pelatihan komunikasi
terapeutik baik, akan memiliki terapeutik. Tingkat pengetahuan
kemampuan komunikasi terapeutik perawat RS. Elisabeth tentang
yang baik pula. Sebaliknya jika komunikasi terapeutik sebagian besar
pengetahuan komunikasi terapeutik memliliki tingkat pengetahuan pada
kurang baik, maka kemampuan kategori cukup baik (52,2 %), dan
komunikasi terapeutik dalam paling sedikit adalah tingkat
melaksanakan asuhan keperawatan pengetahuan pada kategori kurang
juga kurang baik. baik (8,7 %). Tingkat pengetahuan
Dengan demikian, dapat pada kategori tidak baik, tidak ada.
dikatakan bahwa semakin banyak Tingkat kemampuan komunikaisi
pengetahuan komunikasi terapeutik terapeutik perawat RS. Elisabeth
yang dimiliki dan keterampilan atau sebagian besar memiliki tingkat
kemampuan perawat menerapkan kemampuan komunikasi pada kategori
komunikasi terapeutik dalam praktek

60
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.2, November
2006

cukup baik (56,5 %), dan paling sedikit keperawatan. Selanjutnya untuk
adalah tingkat kemampuan peneliti lain, diharapkan dapat
komunikasi pada kategori kurang baik mengembangkan hasil penelitian ini
(4,3 %). Tingkat kemampuan dengan menambah jumlah variabel
komunikasi perawat pada kategori yang dapat berpengaruh terhadap
tidak baik, tidak ada. Ada hubungan kemampuan komunikasi terapeutik
yang bermakna secara statistik antara perawat seperti gender, lingkungan
pengetahuan komunikasi terapeutik kerja dan lain sebagainya.
dengan kemampuan komunikasi
terapeutik perawat RS. Elisabeth DAFTAR PUSTAKA
dalam melaksanakan asuhan As’ad, M. 2001. Psikologi Industri.
keperawatan (Spearman’s rho = Yogyakarta. Liberty.
0,636; p = 0,001). Nilai Spearman’s Caris, V.W., de Gruijter. I., & Kerkstra,
rho = 0,636 menunjukkan bahwa A. (1999). Factors related to
kekuatan hubungan antara nurse communication with elderly
pengetahuan komunikasi terapeutik people. Journal Advanced
dengan kemampuan komunikasi Nursing, 30 (5), 1106-1117.
terapeutik perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan di Dennison, S. (1995). An Exploration of
RS. Elisabeth the communication that takes
Purwokerto dalam kategori kuat. place between nurses and
patients whilst cancer
Saran-Saran chemotherapy is administered.
Perawat hendaknya berusaha Journal of Clinical Nursing, 4 (4),
untuk meningkatkan pengetahuan dan 227233.
kemampuannya berkomunikasi secara Elliot, R.& Wright, L. (1999). Verbal
terapeutik dalam melaksanakan communication : what to critical
asuhan keperawatan untuk care nurses say to their
meningkatkan kualitas pelayanan unconscious or sedated
keperawatan. Selanjutnya pihak patients ?. Journal of Advanced
Rumah Sakit perlu menetapkan Nursing, 29 (6), 1412-1420.
standar pelaksanaan komunikasi Gaffar, L. J. (1999). Pengantar
terapeutik bagi perawat dalam keperawatan profesional. Jakarta
melaksanakan asuhan keperawatan. : EGC.
Saran untuk Institusi Pendidikan, Hamid, A.Y. (2000). Konsep perawat
khususnya DIII Keperawatan adalah ideal dalam pengetahuan,
dengan memasukan program praktek keterampilan, etik dan etiket
komunikasi terapeutik dalam kegiatan profesional. Makalah
pembelajaran praktikum sehingga disampaikan pada Seminar
setelah menyelesaikan pendidikan, Sehari Keperawatan RSUD
mahasiswa mampu mengaplikasikan Banyumas.
komunikasi terapeutik dalam praktek

61
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 1, No.2, November
2006

Keliat, B.A. (1996). Hubungan komunikasi terapeutik perawat


terapeutik perawat – klien. pelaksana di ruang rawat inap
Jakarta : EGC. RS. Sumber Waras Jakarta.
Manurung, S. (2004). Hubungan Terdapat pada
karakteristik individu perawat dan http://www.lib.ui.ac.id/ go.php?
organisasi dengan penerapan id=jkptuipp-gdl-S2-2004idafarida-
komunikasi terapeutik di ruang 29k-2484.
rawat inap Perjan RS.
Persahabatan Jakarta. Terdapat
pada : http://www.lib.ui.ac.id/go.
php?id=jkptuipp-gdl-S2-
2004santamanur-29k-2085.
Nawawi, H. 2001. Manajemen
Sumberdaya Manusia.
Yogyakarta. Andi Offset.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan
dan perilaku kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Nurjannah, I. (2001). Hubungan
terapeutik perawat dan klien.
Yogyakarta : Bagian Penerbitan
Program Studi Keperawatan
Universitas Gajah Mada.
Potter & Perry. (2005). Buku ajar
fundemental keperawatan
konsep, proses, dan praktek (Ed.
4). Jakarta : EGC.
Purwanto, H. (1994). Komunikasi
untuk perawat. Jakarta EGC.
Sugiyono. (2003). Statistik untuk
penelitian. Bandung : Alfabeta.
Wardhono, P.S. (2000). Registrasi
dan Praktek Keperawatan
Menuju Pelayanan Prima di
Rumah Sakit.
Makalah disampaikan pada
Seminar Keperawatan HUT
RSUP DR Kariadi Semarang Ke-
75.
Yahya, I.F. (2004). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan efektifitas

62

You might also like