You are on page 1of 7

Pupuk Organik dan Pupuk Hayati

13. PROSPEK PUPUK ORGANIK DAN


PUPUK HAYATI DI INDONESIA
R.D.M. Simanungkalit

SUMMARY

Prospects for organic fertilizer and biofertilizer in


Indonesia. Quality organic fertilizers and biofertilizers are
needed to sustain soil productivity. In fact, there is at
present a decline in soil productivity in Indonesia. The
quality of both types of currently commercialized fertilizers is
needed to improve in order to increase their role in
improving soil productivity. Since most of the commercial
biofertilizers are compound biofertilizers, there is a strong
need for the establishment of their quality standards. The
regulation on organic fertilizers and soil conditioners
(Permentan 02/Pert/HK.060/2/2006) has been issued, but
what is more important, how to monitor it well. There is a
number of organic matter sources in rural areas, as well as
in municipal areas, which can be utilized to produce
composts. The government should encourage farmers to
use both organic fertilizers and biofertilizers, so that they
fianally consider the use of both fertilizers as important as
anorganic fertilizers. Potensial hazards when using
municipal wastes as compost-making material should be
considered. Compound biofertilizers are a new phenomenon
in the fertilizer technology, therefore experience of
production techniques is still lacking. Mixing different
functional groups of microbes in order to produce the
designed quality should guarantee that all microbes are still
alive and in sufficient amounts when applied in the field.

Melihat pada kandungan bahan organik tanah di Indonesia yang


rata-rata <2% sebagai indikasi, seyogianya permintaan terhadap pupuk
organik menjadi banyak, tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Ada
beberapa alasan yang dapat dikemukakan penyebab kenyataan ini. Pupuk
organik dianggap belum merupakan kebutuhan pokok dalam produksi
tanaman dibandingkan dengan pupuk anorganik (sintetis). Sebelum revolusi
hijau pada tahun 1960-an petani di Indonesia banyak menggunakan pupuk

265
Simanungkalit

organik. Pada saat ini petani lebih suka menggunakan pupuk anorganik
dibandingkan dengan pupuk organik. Pupuk organik bersifat voluminous
karena kandungan haranya rendah, sehingga memerlukan biaya tambahan
untuk transportasi dan aplikasi kalau mendatangkan dari tempat lain.
Memang sebaiknya bahan organik itu bila tersedia in situ diolah dulu
menjadi kompas oleh petani bersangkutan. Efek dari penggunaan pupuk
organik lambat, tidak seperti, pupuk anorganik yang respon tanaman
berlangsung cepat.
Peristiwa kelangkaan pupuk anorganik yang sering terjadi beberapa
tahun terakhir ini pada setiap musim tanam menyebabkan banyak petani
harus mencari ke kota lain dan berani membeli mahal demi kelanjutan
produksi tanamannya. Ini merupakan indikasi bagaimana pupuk anorganik
sudah merupakan kebutuhan dasar, apalagi petani sudah menggunakan
bibit unggul yang membutuhkan takaran pupuk yang tinggi untuk dapat
mencapai potensi hasil bibit unggul tersebut. Petani menyadari kalau
kebutuhan hara tanaman ini tidak dipenuhi hasil yang diperoleh akan
menurun, oleh karena itu tidak heran kalau petani menjadi panik kalau
terjadi kelangkaan pupuk.
Petani lebih memperhatikan kepentingan sesaat daripada
kepentingan jangka panjang. Pemakaian pupuk anorganik terutama dalam
jumlah berlebihan di atas takaran rekomendasi selama ini sudah mulai
memberikan dampak lingkungan yang negatif seperti menurunnya
kandungan bahan organik tanah, rentannya tanah terhadap erosi,
menurunnya permeabilitas tanah, menurunnya populasi mikroba tanah, dan
sebagainya. Memang sering penggunaan pupuk organik tidak memberikan
manfaat jangka pendek tetapi jangka panjang melalui pelestarian sumber
daya lahan dan produktivitasnya. Akibat dari kemiskinan petani, mereka
lebih mengutamakan hasil panen yang tinggi setiap musim tanam daripada
keletarian sumber daya lahan dan keberlanjutan produksi untuk kepentingan
generasi mereka berikutnya.
Data produksi pupuk organik di Indonesia sulit diperoleh
Kebanyakan produsen pupuk organik di Indonesia digolongkan sebagai
usaha kecil menengah (UKM). Kalau banyaknya merek-merek pupuk
organik yang beredar (baik yang terdaftar maupun yang tidak) digunakan
sebagai indikasi maka potensi memproduksi pupuk organik cukup besar.
Pupuk komersial ini dalam jumlah besar diproduksi di luar daerah produksi
(ex situ), kemudian diangkut ke daerah yang membutuhkan. Karena
kebutuhan pupuk organik ini per satuan luasnya sangat besar (5-20 t ha-1),
maka biaya transportasi akan membuat harga pupuk organik ini menjadi
cukup mahal. Sebenarnya potensi untuk memproduksi sendiri pupuk organik
(kompos) in situ cukup besar, mengingat banyak sisa-sisa tanaman di lahan-
lahan petani atau disekitarnya yang dapat diolah menjadi kompos. Kotoran-

266
Pupuk Organik dan Pupuk Hayati

kotoran ternak yang dapat dikumpulkan dari peternak-peternak yang


mungkin ada di sekitar usaha taninya dapat menjadi sumber pupuk organik
yang penting. Kebiasaan untuk menanam tanaman pupuk hijau atau legum
penutup tanah di sekitar lahannya perlu digalakkan, karena ini dapat
menjadi sumber bahan organik yang murah.
Pupuk organik adalah salah satu komponen dalam pertanian
organik, tetapi bukan monopoli pertanian organik. Pupuk organik juga
dibutuhkan oleh pertanian konvensional untuk memelihara kelestarian lahan,
memperbaiki kesuburan fisik, kimia, dan biologis tanah yang bersangkutan.
Sudah saatnya pemerintah lebih mendorong pemakaian pupuk
organik pada pertanian di Indonesia melalui kebijaksanaan yang men-
dorong petani untuk menggunakan pupuk organik selain pupuk anorganik
yang sudah digunakan selama ini.

Pengelolaan pupuk terpadu

Pengelolaan pupuk terpadu merupakan sistem yang mencoba


mengkombinasikan penggunaan pupuk anorganik dengan pupuk organik
dan atau pupuk hayati. Penurunan kualitas tanah sebagai akibat dari
penggunaan pupuk anorganik secara terus-menerus dan dalam jumlah
besar tanpa pemberian bahan organik yang cukup pada pertanian
konvensional sudah mulai dirasakan. Penggunaan pupuk organik dan pupuk
hayati yang bermutu akan membantu upaya untuk melestarikan
produktivitas lahan dan produksi tanaman.
Hasil penelitian untuk melihat pengaruh penggunaan pupuk
anorganik dan pupuk organik/pupuk hayati menunjukkan bahwa kombinasi
ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik. Pupuk
organik yang diberikan haruslah dalam jumlah yang cukup. Pupuk anorganik
yang diberikan haruslah dalam jumlah yang tidak menekan pertumbuhan
mikroba pupuk hayati. Jumlah populasi mikroba bersangkutan dapat
menurun kalau takaran pupuk anorganik yang diberikan tinggi. Penelitian
untuk menentukan kombinasi ini belum banyak dilakukan baik dilihat dari
jenis tanamannya, jenis pupuk hayatinya, maupun agroekosistemnya.
Karena itu penelitian ke arah ini perlu dilakukan agar pemanfaatan pupuk
hayati dapat dilakukan secara optimal.

Pupuk hayati tunggal versus pupuk hayati majemuk

Kecenderungan perkembangan pupuk hayati yang beredar


sekarang di Indonesia adalah ke arah produksi pupuk hayati majemuk.
Dasar pemikiran ke arah ini tidak jelas. Kalau memang hasil penelitian yang
menjadi dasar, tentunya kita dapat merujuk kepada publikasi hasil

267
Simanungkalit

penelitiannya. Tetapi kenyataannya sulit untuk mendapatkan publikasi


tentang pupuk hayati majemuk. Barangkali yang menjadi dasar
pertimbangannya adalah kemungkinan untuk mendapatkan manfaat dari
setiap kelompok fungsional mikroba yang terkandung dalam satu pupuk
hayati majemuk tersebut. Kalaupun itu dapat terjadi, tentunya diperlukan
peneltian yang mendalam, sejauh mana mikroba-mikroba tersebut
bersinergi satu sama lain.
Pupuk hayati majemuk adalah fenomena baru dibandingkan dengan
pupuk hayati tunggal yang sudah mempunyai sejarah yang lama. Penelitian
tentang pupuk hayati tunggal ini sudah banyak dilakukan. Sejarahnya
dimulai dengan penggunaan Rhizobium sebagai inokulan pada kacang-
kacangan. Jumlah populasi bakteri per biji harus berkisar 103–106
(tergantung pada besarnya) biji agar terjadi nodulasi pada akar kacang-
kacangan bersangkutan. Pada negara tertentu seperti Australia tetap
memproduksi inokulan monostrain, mereka beranggapan kalau mereka
menggunakan multistrain maka jumlah bakteri dari strain yang dominan
akan kurang dari jumlah yang diperlukan untuk menodulasi akar.
Pada pupuk hayati majemuk terdapat berbagai mikroba
(kebanyakan lebih dari tiga jenis), tapi belum diketahui berapa jumlah
minimal populasi masing-masing mikroba fungsional pada pupuk hayati
majemuk tersebut agar dapat menjalankan fungsinya masing-masing
setelah berada dalam tanah. Pada pupuk hayati tunggal seperti dicontohkan
di atas, jumlah ini sudah jelas. Karena itu penelitian mengenai jumlah
masing-masing mikroba fungsional itu diperlukan agar manfaat pupuk hayati
majemuk tersebut betul-betul dapat diperoleh. Apa yang jelas pada pupuk
hayati majemuk adalah jumlah masing-masing mikroba fungsional dalam
bahan pembawa akan berkurang. Dalam bahan pembawa mikroba-mikroba
ini akan berkompetisi, sehingga pada akhirnya hanya mikroba-mikroba
tertentu yang akan dominan. Tidak mungkin diharapkan semua kelompok
fungsional ini diharapkan hidup berdampingan secara damai. Secara teoritis
mikroba-mikroba ini memainkan peranannya masing-masing. Kalau
demikian terjadi maka dari suatu pupuk hayati majemuk diperoleh nitrogen
hasil penambatan secara hayati, fosfat dan kalium hasil pelarutan, dan
manfaat-manfaat lain.

Mutu pupuk organik dan pupuk hayati

Mutu pupuk organik


Berdasarkan analisis mutu pupuk organik komersial yang pernah
dilakukan, mutunya tidak ada yang memenuhi syarat mutu berdasarkan
Peraturan Mentan No. 02/Pert/HK.060/2/2006 tentang pupuk organik dan
pembenah tanah (lihat Bab 11). Dengan sudah dikeluarkannya peraturan ini,

268
Pupuk Organik dan Pupuk Hayati

diharapkan perkembangan pupuk organik di Indonesia akan lebih maju.


Pupuk organik akan betul-betul berfungsi sebagaimana seharusnya, karena
melalui baku mutu yang ditetapkan diharapkan mutu pupuk organik
komersial akan lebih baik, sehingga para konsumen (pengguna) pupuk
organik dapat membeli pupuk organik yang bermutu. Selain itu adanya
peraturan ini akan menciptakan iklim untuk memproduksi pupuk organik
bermutu di antara produsen juga tumbuh.
Kompos adalah salah satu jenis pupuk organik yang dewasa ini
banyak dikomersialkan. Petani menghasilkan sendiri komposnya dari bahan-
bahan yang ada di sekitar usahataninya, seperti sisa tanaman, kotoran
ternak, dan limbah-limbah pertanian lainnya. Karena kompos ini untuk
dipakai sendiri, tidak perlu memenuhi peraturan baku mutu pupuk organik
seperti yang disebutkan di atas. Hanya kompos komersial yang perlu
memenuhi peraturan tersebut. Petani yang membuat komposnya sendiri
hanya perlu diberi penyuluhan bagaimana membuat kompos yang baik.
Mutu pupuk hayati
Baku mutu pupuk hayati yang sudah umum ada di berbagai negara
di dunia adalah adalah baku mutu pupuk hayati tunggal khususnya untuk
inokulan rhizobia (lihat Bab 12), sehingga baku mutu ini dapat
diperbandingkan satu sama lain. Tidak demikian halnya dengan pupuk
hayati majemuk, informasi tentang baku mutunya tidak tersedia. Hal ini
dapat dipahami karena di negara-negara maju sendiri yang dikembangkan
adalah pupuk hayati tunggal.
Salah satu faktor yang menentukan mutu suatu pupuk hayati adalah
keefektifan strain-strain/spesies-spesies mikroba yang tekandung dalam
pupuk hayati tersebut. Mikroba tersebut pada dasarnya diisolasi dari tanah,
kemudian diskrining berdasarkan sifat tertentu yang diinginkan (apakah
tahan masam, kering, dan sebagainya), selanjutnya diformulasi sebagai
inokulan. Mikroba pupuk hayati hasil rekayasa genetik tidak dapat
digunakan untuk formulasi inokulan.
Strain/spesies yang terkandung dalam inokulan dapat diganti, bila
berdasarkan hasil penelitian ditemukan strain/spesies yang lebih unggul,
seperti yang dilakukan di Australia (lihat Bab 12). Mikroba ini sebelum
dijadikan kandungan dari inokulan yang dikomersialkan, terlebih dahulu diuji
keefektifannya terhadap jenis tanaman yang diinginkan tidak hanya di
laboratorium, tetapi juga di lapangan pada berbagai agroekosistem. Oleh
karena tidak jarang, pengujiannya hanya sampai pada percobaan pot di
kamar kaca. Sehinga ketika diuji di lapangan mikroba tersebut tidak
menunjukkan keunggulannya, mungkin karena tidak mampu bersaing
dengan mikroba sejenis, tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan atau
sebab-sebab lain.

269
Simanungkalit

Pada tahun 1980-an inokulan rhizobia digunakan pada intensifikasi


kedelai di berbagai provinsi di Indonesia. Ketika itu inokulan rhizobia yang
sama digunakan untuk berbagai daerah pertanaman kedelai, pada hal
strain-strain dalam inokulan tersebut belum tentu sesuai untuk lokasi-lokasi
tersebut, belum lagi inokulan yang digunakan adalah multistrain sehingga
populasi mikroba tiap strain menjadi berkurang, dan karena kompetisi hanya
strain-strain tertentu yang bertahan hidup dan berkembang. Salah satu
penyebab kurangnya adopsi teknologi inokulan pada masa itu adalah
ketidak-konsistenan hasil kedelai yang diperoleh karena inokulasi. Ketidak-
konsistenan ini berkaitan dengan mutu inokulan yang kurang memadai.
Sejak lama berbagai institusi (lembaga penelitian dan universitas)
telah melakukan koleksi berbagai mikroba pupuk hayati di berbagai lokasi di
Indonesia, tetapi koleksi ini belum dimanfaatkan sepenuhnya. Sebenarnya
koleksi-koleksi ini merupakan sumber potensial untuk mikroba pupuk hayati
unggul yang selanjutnya dapat diformulasi menjadi inokulan, asal saja
mikroba ini diteliti secara sistematis sehingga akhirnya ditemukan mikroba-
mikroba unggul yang diperlukan. Strain/spesies yang terkandung dalam
inokulan dapat saja diganti, kalau memang ada yang lebih unggul. Sepert di
Australia misalnya, sejumlah strain baru yang lebih unggul menggantikan
strain-strain yang lama (lihat Bab 12).
Kebanyakan informasi yang tersedia tentang kemampuan kompetisi
adalah pada pupuk hayati tunggal, khususnya rhizobia. Oleh karena
kecenderungan di Indonesia saat ini adalah memproduksi pupuk hayati
majemuk, maka perlu diteliti kemampuan kompetisi dari masing-masing
mikroba tersebut di dalam inokulan dan setelah berada dan berkembang
dalam tanah. Ini merupakan salah satu cara untuk dapat meningkatkan mutu
dari pupuk hayati tersebut.
Sampai saat ini baku mutu pupuk hayati majemuk di Indonesia
belum ada, pada hal komersialisasinya sudah lama berlangsung. Untuk
melindungi pengguna dari menggunakan pupuk hayati yang tidak bermutu
(substandar), perlu adanya baku mutu ini. Hanya pupuk hayati bermutu yang
dapat membantu upaya pelestarian produktivitas lahan dan produksi
tanaman
Sistem pengawasan mutu pupuk organik dan pupuk hayati
Pada dasarnya peraturan tentang baku mutu pupuk organik dan
pupuk hayati itu hanyalah merupakan pedoman yang akan terlaksana kalau
ada pengawasan. Tanpa pengawasan yang ketat, peraturan itu akan sedikit
sekali artinya.

270
Pupuk Organik dan Pupuk Hayati

Perizinan harus betul-betul diberikan setelah memang uji mutu dan


uji keefektifan memenuhi syarat. Selain itu pengawasan di lapangan juga
harus dilakukan secara teratur, apakah pupuk organik dan pupuk hayati
yang beredar sudah memenuhi syarat mutu.

Pengelolaan sampah kota

Sampah kota merupakan salah satu sumber bahan organik yang


penting. Banyaknya timbunan sampah di berbagai kota besar telah
menimbulkan masalah pembuangan bagi kota-kota yang bersangkutan.
Sebagian besar dari sampah ini masih dapat dimanfaatkan untuk dibuat
menjadi kompos, terutama sampah organik dari pasar maupun. rumah
tangga (domestik) Nilai dari sampah organik ini sebagai sumber hara
tanaman ditingkatkan melalui proses pengomposan.
Sampah rumah tangga yang dibuang sering masih tercampur antara
sampah yang dapat didaur ulang dan sampah yang dapat diolah menjadi
kompos. Agar pengumpulan sampah ini lebih efisien, sebaiknya pemerintah
kota menyediakan bak-bak tempat pembuangan yang berbeda untuk
sampah-sampah yang dapat diolah menjadi kompos dan tidak seperti
plastik, pecahan gelas, dan sebagainya. Sistem pengelolaan sampah seperti
ini berjalan baik di berbagai negara industri. Fasilitas seperti ini disediakan di
daerah-daerah perumahan, sehingga kalau penghuni akan membuang
sampahnya, ia sudah memisahkan sampahnya yang akan dibuang.
Tentunya cara ini akan membantu para pemulung dalam mengumpulkan
sampah-sampah anorganik yang dapat didaurulang.
Masalah utama dalam memproduksi kompos adalah terdapatnya
unsur-unsur berbahaya yang mungkin berbahaya bagi pertumbuhan
tanaman dan/atau kesehatan manusia. Sumber utama unsur-unsur
berbahaya ini adalah sampah dan limbah kota yang sering mengandung
logam berat arsenat, timbal, dan kadmium yang tinggi. Oleh karena itu perlu
kehati-hatian kalau menggunakan sampah dan limbah kota sebagai pupuk
organik.

271

You might also like