You are on page 1of 7

APLIKASI Trichoderma sp.

DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP DORMANSI BENIH


OYONG (Luffa acutangula (L.) Roxb.)

APPLICATION OF Trichoderma sp. AND LONG STORAGE DURATION FOR DORMANCY OF


OYONG SEEDS (Luffa acutangula (L.) Roxb.)

Reni Wijayanti*; Dwi rahmawati

Seed Production Technique Study Program


Department of Agricultural Production, State Polytechnic of Jember
Jl. Mastrip, Po Box 164 Jember 68121
*e-mail: reni.wijayanti01@gmail.com

ABSTRACT

Luffa acutangula have physical dormancy, and this seed have a hard and thick coat. One effort for breaking
physical dormancy is using microorganisms of Trichoderma sp and storage. The study was conducted over
three months, from August to November 2017, in the laboratory PT. Seed Citra Asia, Jl. Akmaludin No. 26
Jember, East Java 64117. This experiment reseach is using completely randomized design (CRD) with two
factors factorial were repeated 3 times, The first factor is prolonged submersion which consists of 4 levels,
Without Soaking, soaked with a solution of spores of Trichoderma sp. for 1 Day, 2 Day, and 3 Day. The
second factor is the duration of storage that consists of 2 levels, which were stored for 0 week, and two week.
The result shows that the duration of immersion process of Trichoderma sp. gives a real effect on the
parameters of Index Dormancy and give significant effect on the Germination Energy. 2 days soaking
treatment gives the best results. While the effect of storage gives a very significant different effect on the
parameters of Germination Energy. The storage treatment after the application of Trichoderma sp. shows
that the result increasing value GE to 17.58%/ etmal. The interaction of the treatment duration of Soaking
Tichoderma sp and storage gave a very significant different effect on Germination Energy, Index Dormancy
and abnormal seeds. Oyong seeds that are soaked using Trichoderma sp. for 2 days without being kept has a
growth rate above 17% / etmal, ie 17.65% / etmal, with the lowest Index Dormancy of 13.33%.

Keywords: Dormancy, Luffa acutangula, Seed, Storage, and Trichoderma sp.

ABSTRAK

Benih Oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.) memiliki dormansi fisik, serta berkulit keras dan tebal. Salah
satu upaya untuk mematahkan dormansi fisik adalah menggunakan mikroorganisme Trichoderma sp dan
penyimpanan. Penelitian dilakukan selama 3 bulan, pada bulan Agustus hingga November 2017, bertempat di
Laboratorium PT. Benih Citra Asia, Jl. Akmaludin No. 26 Jember Jawa Timur 64117. Percobaan ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor yang diulang sebanyak 3 kali.
Faktor pertama yaitu lama perendaman yang terdiri dari 4 taraf, Tanpa Perendaman, direndam dengan larutan
spora Trichoderma sp. selama 1 Hari, 2 Hari, dan 3 Hari. Faktor kedua adalah lama penyimpanan yang terdiri
dari 2 taraf, yaitu disimpan selama 0 Minggu, dan 2 Minggu. Penelitian lama perendaman Trichoderma sp.
memberikan hasil pengaruh nyata pada parameter Indeks Dormansi (ID) dan pengaruh sangat nyata pada
parameter Kecepatan Tumbuh. Perlakuan perendaman selama 2 hari memberikan hasil. Sedangkan pengaruh
penyimpanan (S) memberikan pengaruh berbeda sangat nyata pada parameter kecepatan tumbuh. Perlakuan
penyimpanan setelah aplikasi memberikan hasil meningkatkan nilai KcT sampai 17,58%/etmal. Interaksi
antara perlakuan Lama Perendaman Tichoderma sp dan penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat
nyata pada parameter kecepatan tumbuh dan pada parameter Indeks Dormansi serta benih abnormal. Benih
Oyong yang yang direndam menggunakan larutan Trichoderma sp. selama 2 hari tanpa disimpan memiliki
Kecepatan Tumbuh diatas 17%/ etmal, yaitu 17,65%/ etmal, dengan Indeks Dormansi paling rendah yaitu
13,33%.

Kata Kunci: Benih, Dormansi , Oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb.), Penyimpanan, dan Tichoderma sp
PENDAHULUAN selulosa dan material lain dari kulit benih dapat
didekomposisi oleh kedua mikroorganisme
Menurut Mugnisjah and Setiawan (1995), tersebut.
salah satu kunci budidaya terletak pada kualitas Trichoderma merupakan kapang atau
benih yang ditanam, yaitu kesehatan benih, sejenis jamur yang mampu menghasilkan enzim
kemurnian benih dan daya tumbuh benih. selulotik. Enzim selulotik merupakan enzim yang
persyaratan benih tersebut bertujuan untuk mampu mendegradasi selulosa yang terletak pada
menghasilkan tanaman yang tumbuh seragam dan dinding sel tumbuhan. Dinding sel tanaman
sehat. Benih bermutu tinggi memiliki daya tersusun dari selulosa, sekitar 35 – 50% selulosa
tumbuh minimal 80%, tumbuh seragam, cepat dan dari berat kering tanaman terkandung pada
sehat. dinding sel tanaman tingkat tinggi (Lynd et al,
Benih yang sulit dan lambat berkecambah 2002).
merupakan kendala dalam proses budidaya, hal Selain itu menurut Delgado-Sánchez et al
ini disebabkan karena benih yang sedang dorman. (2010) bahwa Jamur tumbuh di testa benih
Benih dorman merupakan benih yang masih mengikis dan meretakan kulit yang keras, dengan
hidup, tetapi benih tidak mampu berkecambah demikian berpotensi dapat mengurangi resistensi
pada kondisi lingkungan optimum dan memenuhi mekanik untuk perkecambahan benih dengan
persyaratan bagi suatu perkecambahan (Sutopo, dormansi fisiologis.
2002) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Menurut Sutopo (2002), impermeabilitas pengaruh lama perendaman Trichoderma sp dan
kulit biji terhadap air dan gas, serta resistensi lama penyimpanan setelah aplikasi Trichoderma
mekanis kulit biji terhadap embrio dapat sp. terhadap dormansi benih oyong (Luffa
menyebabkan dormansi fisik yang mengakibatkan acutangula (L.) Roxb.), sebagai hasil
terhambatnya pertumbuhan embrio pada benih. perkembangan ilmu pengetahuan mengenai
Dormansi fisik ini disebabkan oleh kulit benih pematahan dormansi benih menggunakan bantuan
yang tebal terdiri dari lapisan sel-sel berupa mikroorganisme.
palisade berdinding tebal dan memiliki lapisan
lilin tersebut menghalangi proses masuknya air
dan oksigen kedalam benih, sehingga benih susah BAHAN DAN METODE
dalam proses berimbibisi. Salah satu benih yang
memiliki dormansi fisik adalah benih oyong. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan
Dormansi fisik pada benih oyong sering kali dari bulan Agustus sampai bulan November 2017,
menimbulkan permasalahan dalam proses bertempat di Laboratorium PT. Benih Citra Asia,
budidaya tanaman oyong. Benih oyong yang Jl. Akmaludin 26, Kabupaten Jember, Jawa Timur
disemai langsung akan menghasilkan kecambah 64117.
yang tidak serempak, bahkan tidak berkecambah Alat yang digunakan antara lain wadah
walaupun media tanam yang digunakan sudah plastik, gelas ukur, bak perkecambahan,
optimum, sehingga upaya untuk peningkatan timbangan analitik, termometer, fast drying dan
produksi oyong terhambat. alat tulis kantor. Sedangkan bahan yang
Menurut Sutopo (2002), perlakuan digunakan adalah benih oyong, spora
pematahan dormansi meliputi perlakuan mekanis, Trichoderma sp, plastik, kertas label, air aquades
kimia, perendaman air, pemberian temperatur dan pasir.
tertentu dan perlakuan menggunakan cahaya. Penelitian ini menggunakan metode
Pramono (2016), mengatakan dormansi fisik Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial
dapat dipatahkan dengan mikroorganisme, adanya dengan 2 faktor. Faktor pertama yaitu lama
kegiatan dari bakteri dan cendawan tersebut perendaman yang terdiri dari 4 taraf, L0 = Tanpa
mampu membantu memperpendek masa dormansi Perendaman, L1 = Direndam dengan larutan
benih. Yang didukung oleh penelitian Murniati spora Trichoderma sp. selama 1 Hari, L2 =
(1995), bahwa mikroorganisme berperan dalam Direndam dengan larutan spora Trichoderma sp.
pematahan dormansi benih, kapang Trichoderma selama 2 Hari, dan L3 = Direndam dengan larutan
sp mampu merusak serat selulosa benih kemiri. spora Trichoderma sp. selama 3 Hari. Faktor
Selain itu dalam penelitian Dong et al (1987), kedua adalah lama penyimpanan yang terdiri dari
bahwa mikroorganisme mampu mematahkan 2 taraf, U0 = 0 Minggu, U1 = 2 Minggu.
dormansi benih seperti jamur Aspergillu niger dan Setiap perlakuan diulang 3 kali dan
Trichoderma-4030. Kedua larutan diperoleh 24 satuan unit percobaan. Parameter
mikroorganisme tersebut efektif melunakkan kulit yang diamati adalah Daya Tumbuh/ kecambah
benih pinus yang disebabkan impermeabilitas (DB), PTM (Potensi Tumbuh Maksimum), ID
kulit benih terhadap air dan gas, serta memacu (Indeks Dormansi), Keserempakan Tumbuh
benih untuk berkecambah, dikarenakan Pektin, (KsT), Kecepatan Tumbuh (KcT) dan Benih
Abnormal. Data dianalisis menggunakan uji F, Kecepatan Tumbuh (KcT), Sedangkan pengaruh
dan diteruskan menggunakan uji lanjut DMRT lama penyimpanan setelah aplikasi Trichoderma
(Duncan's Multiple Range Test) 5% sp (S) memberikan pengaruh sangat berbeda
nyata (**) pada parameter kecepatan tumbuh
(KcT). Interaksi perlakuan aplikasi lama
HASIL DAN PEMBAHASAN perendaman Tichoderma sp (L) dan lama simpan
setelah aplikasi Trichoderma sp (S) pada
Berdasarkan hasil uji F pada Tabel 1 parameter kecepatan tumbuh menunjukan
tampak bahwa aplikasi lama perendaman pengaruh berbeda sangat nyata (**) dan pada
Trichoderma sp. (L) memberikan pengaruh nyata parameter Indeks Dormansi serta benih abnormal
(*) pada parameter Indeks Dormansi (ID) dan hasil berbeda nyata (*).
pengaruh sangat nayata (**) pada parameter

Tabel 1. Hasil uji F pada Semua Parameter Pengamatan


Parameter Pengamatan Notasi
KK (%)
L S L*S
Daya Berkecambah (DB) ns ns ns 7,83%
Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) ns ns ns 7,90%
Indeks Dormansi (ID) * ns * 25,96%
Kecepatan Tumbuh (KcT) ** ** ** 7,65%
Keserempakan Tumbuh (KsT) ns ns ns 8,15%
Benih Abnormal ns ns * 77,37%
Keterangan: (L): Lama Perendaman; (S): Simpan Setelah Perendaman; (*): Berbeda Nyata; (**): Berbeda Sangat Nyata;
(ns): Berbeda Tidak Nyata

Daya Berkecambah (DB)

80.00 77.67 78.33 77.17 78.00


76.25 76.33
75.00 72.00 76.00

% 70.00 % 74.00
65.00 72.00
60.00 70.00
L0 L1 L2 L3 S0 S1
Keterangan: ( L0) : Lama perendaman 0 hari; (L1) : Lama perendaman 1 hari; (L2) : Lama perendaman 2 hari; (L3)
Lama perendaman 3 hari; ( S0) : Tanpa Simpan; (S1) : Simpan 2 minggu
Gambar 1. Grafik Rata – rata Presentase Daya Berkecambah

Berdasarkan Gambar 1 tampak bahwa benih pinus dengan suspensi 14,4 × 106/ ml
semua perlakuan menghasilkan daya Trichoderma selama 7 hari mampu menurunkan
berkecambah diatas 70% namun masih dibawah DB sebesar 4,4% dari kontrol.
80%. Daya berkecambah minimum yaitu 80% Tampak pada gambar bahwa secara umum
untuk standart kualitas benih bermutu tinggi. daya berkecambah yang dihasilkan dari benih
Rendahnya DB pada perlakuan ini diduga oyong yang diberi aplikasi Trichoderma sp yang
disebabkan Spora Trichoderma sp belum disimpan atau tidak disimpan tidak berbeda nyata
menginduksi kulit benih Oyong. Menurut Dong et (ns), hal ini dibuktikan dari hasil yang didapat
al (1987), daya berkecambah dari perlakuan masing – masing perlakuan hampir sama, yaitu
pematahan dormansi benih pinus dengan dengan rata rata DB 76% dan dengan selisih
perlakuan seprai bilas menggunakan suspensi 0,08% antar perlakuan. hal ini diduga spora
14,4 × 106/ ml Trichoderma lebih baik dibanding Trichoderma sp yang menempel pada kulit benih
dengan benih yang diberi perlakuan perendaman tidak bekerja saat di penyimpanan. Menurut Zali
Trichoderma Semakin lama perendaman dan Purdiyanto (2011), pertumbuhan spora
dilakukan maka daya berkecambah yang Tricodherma sp mempunyai kualitas
dihasilkan juga akan menurun, hal ini dibuktikan keseimbangan untuk tumbuh dengan baik pada
dengan penelitian Dong et al (1987), perendaman suhu kamar yaitu 28°C. Menurut Muljowati dan
Purnomowati (2010), kandungan nutrisi cukup 26,34oC (RH 85%), siang hari 31,77oC (RH
yang terkandung dalam media tumbuh 58,54%), dan sore hari 31,24oC (RH 59,23), hal
Trichoderma sp dapat mempertahankan viabilitas ini pula yang mengakibatkan perlakuan simpan
Trichoderma sp tersebut sampai 9 bulan. tidak memberikan pengaruh yang signifikan
Sedangkan suhu penyimpanan yang digunakan terhadap Daya Berkecambah benih Oyong.
dalam penelitian ini rata – rata di pagi hari

Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

80.00 79.00 79.00 78.17 78.00 76.83 77.50

75.00 72.50 76.00

% 70.00 % 74.00
65.00 72.00
60.00 70.00
L0 L1 L2 L3 S0 S1
Keterangan: ( L0) : Lama perendaman 0 hari; (L1) : Lama perendaman 1 hari; (L2) : Lama perendaman 2 hari; (L3)
Lama perendaman 3 hari; ( S0) : Tanpa Simpan; (S1) : Simpan 2 minggu
Gambar 2. Grafik Rata – rata Presentase Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

Pada Gambar 2 tampak bahwa perendaman Menurut Herlinda dkk (2012), penurunan kualitas
Trichoderma sp selama 2 hari (L2) cenderung spora dapat terjadi selama proses subkultur in
menghasilkan presentase PTM tertinggi yaitu vitro, subkultur lebih dari lima generasi secara
79,00 % meskipun secara umum hal tersebut nyata dapat menyebabkan kerapatan spora jamur
tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. entomopatogenik menurun, selain itu juga
Rendahnya PTM diduga karena benih masih menurunkan viabilitas spora yang diakibatan
mengalami dormansi, selain itu DB yang rendah penurunan sumber karbon selama subkultur
juga mengakibatkan hasil PTM rendah. Hal ini terjadi, seperti pati, glukosa, glukosamin, khitin,
dikarenakan perlakuan Trichoderma sp. belum dan nitrogen untuk hifa tumbuh. Selain itu
mampu meningkatkan PTM. penurunan penurunan kemampuan spora
Secara umum PTM yang dihasilkan dari berkecambah diakibatkan kurangnya asupan
benih oyong yang diberi aplikasi Trichoderma sp protein dari media biakan.
tidak berbeda nyata dengan yang disimpan dan
tidak disimpan. Kondisi ini diduga karena Indeks Dormansi (ID)
Trichoderma sp yang diaplikasikan pada benih Dilihat pada Tabel 4.2 di atas tampak
oyong belum bekerja secara maksimal dalam bahwa interaksi perlakuan lama perendaman
proses pelukaan kulit benih dan enzim Selulase selama 2 hari dan tanpa penyimpanan setelah
yang dihasilkan oleh Trichoderma sp belum aplikasi Trichoderma sp (L2S0) menghasilkan
bekerja dalam proses perombakan selulosa yang hasil Indeks Dormansi (ID) terkecil yaitu 13,33%.
terkandung dalam kulit benih oyong. Presentase indeks dormansi (ID) terendah
Menurut Dong et al (1987), perendaman menunjukkan perlakuan pematahan dormansi
menggunakan larutan spora Trichoderma dengan yang terbaik dan pematahan dormansi pada benih
suspensi spora 14,4 x 106/ ml mampu dikatakan berhasil apabila nilai indeks dormansi <
mematahkan dormansi benih pinus dengan 20% (Astari dkk, 2014). Spora Trichoderma sp
meningkatkan hasil DB, sedangkan dalam mampu menurunkan ID benih oyong, sehingga
penelitian ini perlakuan perendaman perlakuan Trichoderma sp sangat efektif untuk
menggunakan Trichoderma sp dengan suspensi digunakan dalam penurunan ID benih oyong.
spora 14,4 x 106/ ml memberikan hasil “ns” pada Menurut Aurora dalam Hadi dkk (2017), enzim
DB, PTM dan KsT benih oyong dikarenakan ligninase dapat digunakan untuk mendegradasi
adanya kemungkinan bahwa Trichoderma sp yang komponen lignin pada dinding sel tumbuhan.
digunakan kurang viabilitasnya. Hal tersebut Pemberian Enzim Ligninase dan Selulose pada
diduga media nasi sebagai perbanyakan spora benih Kelapa Sawit Yangambi mampu
Trichoderma sp yang digunakan dalam penelitian menurunkan ID sampai 12,33%. Trichoderma sp
ini belum memenuhi nutrisi yang maksimum merupakan cendawan yang mampu menghasilkan
untuk perkembangan spora Trichoderma sp. enzim selulotik yang mampu merombak selulosa
pada sel tumbuhan. Menurut Murniati (1995), perlakuan Trichoderma spp pada benih Opuntia
Trichoderma mampu merusak serat serat selulosa menghasilkan daya berkecambah yang lebih
kulit benih kemiri. Lebih lanjut Delgado-Sánchez tinggi dibanding dengan perlakuan kontrol.
et al (2010), menyatakan bahwa pemberian

Tabel 2. Hasil Uji DMRT Taraf 5% terhadap Parameter Indeks Dormansi (ID)
Perlakuan Indeks Dormansi (%)
L2S0 13.33 a
L1S0 13.67 a
L3S1 15.00 ab
L1S1 20.33 abc
L3S0 22.33 abc
L2S1 23.67 bc
L0S1 25.33 c
L0S0 27.33 c
Keterangan: - ( L0) : Lama perendaman 0 hari; (L1) : Lama perendaman 1 hari; (L2) : Lama perendaman 2 hari; (L3) :
Lama perendaman 3 hari; ( S0) : Tanpa Simpan; (S1) : Simpan 2 minggu.
- Menurut uji DMRT taraf error 5% angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan
berbeda tidak nyata

Kecepatan Tumbuh (KcT)


Tabel 3. Hasil Uji DMRT Taraf 5% terhadap Parameter Kecepatan Tumbuh (KcT)
Perlakuan Kecetapan Tumbuh (% / etmal)
L0S0 12.20 a
L0S1 14.95 b
L3S0 15.77 bc
L1S1 16.08 bcd
L1S0 17.10 bcd
L2S0 17.65 cd
L2S1 18.45 c
L3S1 20.85 d
Keterangan: - ( L0) : Lama perendaman 0 hari; (L1) : Lama perendaman 1 hari; (L2) : Lama perendaman 2 hari; (L3) :
Lama perendaman 3 hari; ( S0) : Tanpa Simpan; (S1) : Simpan 2 minggu.
- Menurut uji DMRT taraf error 5% angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan
berbeda tidak nyata

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas tampak benih menggunakan larutan Trichoderma sebesar
bahwa hasil KcT terbetinggi berada pada interaksi 14,4 × 106 spora/ ml selama 3 hari dapat
lama perendaman selama 3 hari dan penyimpanan meningkatkan kecepatan tumbuh benih Pinus
setelah aplikasi Trichoderma sp (L3S1) sebesar 12%/ etmal dari kontrol. Rozen dan
menunjukan hasil KcT sebesar 20,85%/ etmal, Sutoyo (2012), menyatakan bahwa perendaman
berbeda sangat nyata dengan perlakuan L0S0 benih aren selama 15 menit dengan suspensi
yang menunjukan hasil KcT yang rendah yaitu Trichoderma dapat mempercepat tumbuhnya
12,20%/ etmal. Benih vigor menunjukkan nilai kecambah benih aren.
KcT yang tinggi, artinya benih dapat
berkecambah dalam waktu yang relatif singkat. Keserempakan Tumbuh (KsT)
Benih-benih yang kurang vigor akan Sadjad (1993), menyatakan bahwa
berkecambah normal untuk jangka waktu yang keserempakan tumbuh benih (KsT) merupakan
lebih lama. Kecepatan tumbuh dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui vigor kekuatan
tolok ukur vigor atau kekuatan tumbuh benih. tumbuh benih. KsT yang tinggi mengindikasikan
Oleh karena itu kecepatan tumbuh dapat dijadikan vigor kekuatan tumbuh (VKT) absolut yang tinggi
sebagai tolok ukur vigor awal yang menunjukkan karena suatu lot benih yang menunjukan
vigor maksimum pada saat benih mencapai masak pertumbuhan serempak dan kuat akan memiliki
fisiologis (Sadjad dkk, 1999). Perlakuan vigor yang tinggi. Keserempakan tumbuh benih
Trichoderma sp efektif dalam mempercepat lebih besar dari 70% mengindikasikan VKT tinggi
pertumbuhan benih oyong, dan penelitian ini dan apabila lebih kecil dari 40% mengindikasikan
sejalan dengan Dong et al (1987), perendaman lot benih yang kurang vigor. Gambar 4.3 dapat
dilihat bahwa perlakuan lama perendaman dormansi dan meningkatkan KsT benih secara
Trichoderma sp yang diberikan pada benih oyong optimal.
dapat dilihat presentase KsT tertinggi cenderung secara umum KsT yang dihasilkan dari
pada perlakuan L2 yaitu 74,50%. Meskipun nilai benih oyong yang diberi aplikasi Trichoderma sp
KsT yang dihasilkan diatas 70% namun secara tidak berbeda nyata dengan yang disimpan dan
umum hal tersebut tidak berbeda nyata dengan tidak disimpan, namum memberikan kenaikan
perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena benih daya berkecambah, meskipun secara umum tidak
oyong memiliki vigor yang rendah dan spora berbeda nyata.
Trichoderma sp belum mampu mematahkan

80.00 80.00
74.50
75.00 71.17 75.00 71.58
71.00 70.83
% 70.00 68.17 % 70.00
65.00 65.00
60.00 60.00
L0 L1 L2 L3 S0 S1
Keterangan: ( L0) : Lama perendaman 0 hari; (L1) : Lama perendaman 1 hari; (L2) : Lama perendaman 2 hari; (L3)
Lama perendaman 3 hari; ( S0) : Tanpa Simpan; (S1) : Simpan 2 minggu
Gambar 3. Grafik Rata – rata Presentase Keserempakatan Tumbuh (KsT)

Benih Abnormal
Tabel 4. Hasil Uji DMRT Taraf 5% terhadap Parameter Benih Abnormal
Perlakuan Kecetapan Tumbuh (% / etmal)
L3S0 0.00 a
L0S1 0.00 a
L2S0 0.33 a
L0S0 1.00 ab
L1S0 1.00 ab
L2S1 1.00 ab
L1S1 1.67 b
L3S1 2.00 b
Keterangan: - ( L0) : Lama perendaman 0 hari; (L1) : Lama perendaman 1 hari; (L2) : Lama perendaman 2 hari; (L3) :
Lama perendaman 3 hari; ( S0) : Tanpa Simpan; (S1) : Simpan 2 minggu.
- Menurut uji DMRT taraf error 5% angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan
berbeda tidak nyata

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas tampak Trichoderma sp. disamping sebagai organisme
bahwa interaksi perlakuan lama perendaman pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agens
selama 3 hari dan penyimpanan setelah aplikasi hayati, hal ini dibuktikan bahwa benih oyong
Trichoderma sp (L3S1) menunjukan hasil benih yang diberi perlakuan Trichoderma sp. tidak
abnormal yang tinggi yaitu 2% dibanding dengan terserang cendawan dalam perkecambahan.
perlakuan L3S0. Kecambah abnormal dapat Penelitian ini menunjukan bahwa
disebabkan oleh faktor dalam benih itu sendiri perlakuan aplikasi perendaman Trichoderma sp
dan faktor dari luar. Menurut Agustina (2011), dan dan penyimpanan setelah aplikasi
jamur Trichoderma dapat merombak selulosa memberikan korelasi positif terhadap Kecepatan
menjadi selubiosahingga menjadi glukosa, Tumbuh, Indeks Dormansi dan Benih Abnormal,
dikarenakan Trichoderma bersifat selulolitik dan hal tersebut dikarenakan ketiga parameter tersebut
mengeluarkan enzim. Perombakan ini mampu mampu memberikan hasil yang signifikan.
menyebabkan terjadinya fermentasi yang
mengakibatkan embrio mati. Kemungkinan
fermentasi dalam benih tersebut yang
menyebabkan benih abnormal dan menurunkan
perkecambahan benih oyong. Spesies
KESIMPULAN Pretorius. 2002. Microbial Cellulose
Utilization: Fundamentals and
Pelakukan Perendaman Trichoderma sp. Biotechnology. Microbiology and
selama 2 hari (L2) memberikan hasil terbaik pada Molecular Biology Reviewsolecular
parameter Indeks Dormansi dan Kecepatan Biology Reviews, 66(3). pp.506–577.
Tumbuh. Penyimpanan setelah aplikasi
Trichoderma sp. memberikan hasil terbaik pada Mugnisjah, W.Q. and A. Setiawan. 1995. Produksi
parameter Kecepatan Tumbuh. Benih Oyong Benih. Jakarta: Bumi Aksara.
yang di rendam menggunakan larutan
Trichoderma sp. selama 2 hari tanpa disimpan Muljowati, J.S. and P. Purnomowati. 2010.
(L2S0) memiliki Kecepatan Tumbuh diatas 17%/ Pengaruh Kombinasi Jenis Bahan
etmal, yaitu 17,65%/ etmal, dengan Indeks Pembawa dan Lama Masa Simpan yang
Dormansi paling rendah yaitu 13,33%. Berbeda terhadap Produksi Pelet
Biofungisida Trichoderma harzianum.
Majalah Ilmiah Biologi BIOSFERA: A
DAFTAR PUSTAKA Scientific Journal, 27(1). pp.22–29.

Agustina, E. 2011. Study Awal Produksi Enzim Murniati, E. 1995. Studi Beberapa Faktor
Selulase oleh Trichoderma Sp Strain T004 Penyebab Dormansi dan Peranan
dan T051 Menggunakan Substrat Pelepah Mikroorganisme dalam Mempengaruhi
Sawit. Universitas Indonesia. Proses Pematahan Dormansi Benih Kemiri
(Aleurites molucana WILLD.). IPB (Bogor
Astari, R.P., R. Rosmayati, and E. Sartini. 2014. Agricultural University).
Pengaruh Pematahan Dormansi Secara
Fisik dan Kimia terhadap Kemampuan Pramono, A.A. 2016. Pemecahan Dormansi pada
Berkecambah Benih Mucuna (Mucuna Benih - Benih Berkulit Keras [Online].
bracteata DC). Jurnal Agroekoteknologi Available at:
Universitas Sumatera Utara, 2(2). http://www.seedtechs.net/2016/01/v-
behaviorurldefaultvmlo_17.html.
Delgado-Sánchez, P., M.A. Ortega-Amaro, A.A.
Rodr\’\iguez-Hernández, J.F. Jiménez- Rozen, N. and C. Sutoyo. 2012. Pematahan
Bremont, and J. Flores. 2010. Further Dormansi Benih Aren (Arenga pinnata)
Evidence from the Effect of Fungi on dengan Pelumuran Kulit Benih pada
Breaking Opuntia Seed Dormancy. Plant Suspensi Trichoderma. Jurnal Jerami,
Signaling & Behavior, 5(10). pp.1229– 4(3). pp.162–168.
1230.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih.
Dong, L.-F., X.-Y. Mang, and H.-G. Mang. 1987. Jakarta: Grasindo.
Breaking Seed Dormancy of Pinus
Bungeana Zucc. with Trichoderma-4030 Sadjad, S., E. Murniati, and S. Ilyas. 1999.
Inoculations. New Forests, 1(3). pp.245– Parameter Pengujian Vigor Benih dari
249. Komparatif ke Simulatif. Jakarta:
Grasindo.
Hadi, P.K., E. Widajati, and S. Salma. 2017.
Aplikasi Enzim Ligninase dan Selulase Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih Buku. Jakarta:
untuk Meningkatkan Perkecambahan Raja Grafindo Persada.
Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Zali, M. and J. Purdiyanto. 2011. Penentuan Suhu
Pematang Siantar, Sumatera Utara. Buletin Optimum Pertumbuhan Jamur
Agrohorti, 5(1). pp.69–76. Trichoderma SP pada Proses Fermentasi
Bokashiplus. Maduranch: Jurnal Ilmu
Herlinda, S., M.D. Utama, and Y. Pujiastuti. 2012. Peternakan, 8(8). pp.16–22.
Kerapatan Dan Viabilitas Spora Beauveria
Bassiana (Bals.) Akibat Subkultur Dan
Pengayaan Media, Serta Virulensinya
Terhadap Larva Plutella Xylostella (Linn.).
Jurnal Hama Dan Penyakit Tumbuhan
Tropika, 6(2). pp.70–78.
Lynd, L.R., P.J. Weimer, W.H. Van Zyl, and I.S.

You might also like