Professional Documents
Culture Documents
Dastekben - Penetapan Kadar Air Benih - Kel 5 - Hilmi GusparimaH34170011 PDF
Dastekben - Penetapan Kadar Air Benih - Kel 5 - Hilmi GusparimaH34170011 PDF
Nama/NIM
Hilmi Gusparima H34170011
Kelompok 5
Asisten
Nadiya Iftiwata Rahmah, SP. M.Si.
Hamiddah Intan Kusumastuti, S.P.
Riski Meliya Ningsih
Alat :
1. Oven
2. Timbangan
3. Cawan porselen
4. Grinder
5. Desikator
Metode
Prosedur pelaksanaan
1. Mengambil benih padi, kedelai dan kacang tanah kurang lebih 5 g, kemudian
benih padi dan kedelai dihancurkan dengan menggunakan grinder selama 1
menit. Sedangkan benih kacang tanah diiris.
2. Menimbang cawan dan tutup (M1), kemudian masukkan benih yang sudah
dihancurkan dan diiris ke dalam cawan dan timbang kembali (M2).
3. Memasukan cawan tersebut kedalam oven dengan suhu 1300C, selama 2 jam
dengan kondisi cawan terbuka.
4. Setelah periode waktu yang ditentukan cawan kemudian dikeluarkan dari oven,
kemudian dimasukkan kedalam desikator selama 20 menit hingga dingin.
5. Menimbang benih, cawan dan tutup yang telah di oven (M3).
6. Mengitung kadar air benih dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
(M2 – M3)
KA= -------------- X 100%
(M2-M1)
Keterangan :
KA = Kadar air benih
M1 = Berat cawan + tutup kosong
M2 = Berat cawan + tutup + benih sebelum dipanaskan
M3 = Berat cawan + tutup + benih setelah dipanaskan
HASIL
Ada tiga benih yang digunakan dalam penelitian ini yaitu padi, kedelai dan
kacang tanah. Pengujian ini untuk melihat perbandingan kadar air antar benih
yang utuh dengan benih yang dihancurkan atau diiris. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa benih padi dan benih kedelai memiliki kadar air yang lebih
tinggi pada perlakuan grinding daripada benih utuh (Tabel 1). Kadar air benih
padi utuh 9.4%, sedangkan padi di grinding sebesar 11.1%. Pada benih kedelai
utuh nilai kadar airnya sebesar 5.6% dan pada benih yang di grinding nilai kadar
airnya meningkat menjadi 5.8%. Hasil menunjukkan bahwa benih padi dan
kedelai mengalami peningkatan kadar air setelah dilakukan grinding. Peningkatan
kadar air tersebut karena benih bersifat higroskopis (mudah menyerap air) dan
selalu berusaha mencapai kondisi equilibrium dengan lingkungannya
(Hendarto, 2007). Ketika kelembaban udara tempat penyimpanan benih
sangat tinggi dimana kadar airnya lebih tinggi dari pada kadar air benih,
maka benih akan menyerap kadar air dari udara sehingga kadar air benih juga
meningkat.
Menurut Sutopo (2002), kadar air benih yang tinggi selama penyimpanan
menyebabkan meningkatnya reaksi enzimatis yang memacu ke arah perombakan
senyawa makro terutama karbohidrat. Akibatnya perombakan cadangan makanan
dalam benih pada awal perkecambahan menjadi semakin besar, sehingga terjadi
degradasi karbohidrat. Benih yang kekurangan karbohidrat akan kehilangan energi
untuk berkecambah. Kadar air 20% dapat dinyatakan bahwa kadar air tersebut
berat dan kadar air 20% tidak tahan terhadap hama dan penyakit (Kastanja, 2007).
Lain hal dengan benih kacang tanah utuh nilai kadar airnya 9.4%, namun
setelah diiris atau dilakukan grinding nilainya turun menjadi 5.2%. Hal ini
menunjukkan semakin rendah kadar air pada pada benih kacang, karena pada
kacang tanah banyak mengandung protein dan protein tersebut bisa menyerap air
saat proses pengovenan. Penyerapan air diakibatkan adanya gugus karboksil pada
protein, sehingga semakin tinggi kandungan protein dalam benih maka teksturnya
cenderung kurang renyah dan kadar airnya rendah. Protein mempunyai sifat
hidrofilik yaitu mempunyai daya serap air yang tinggi. Hal ini disebabkan karena
dengan semakin tinggi dan lamanya pengeringan (oven) maka molekul air yang
menguap dari benih kacang yang dikeringkan semakin banyak dan bagian air
bebas yang terdapat dipermukaan bahan dapat dengan mudah diuapkan pada
proses pengeringan sehingga kadar air yang diperoleh semakin rendah. Semakin
tinggi suhu dan lama waktu pengeringan maka semakin besar energi panas yang
dibawa udara sehingga jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan benih
semakin banyak..(Lestari, 2018)
Kemudian adanya persentase kadar air pada benih padi utuh terdapat nilai
negatif, hal tersebut disebabkan karena adanya kesalahan prosedur misalnya
kurang ketelitian saat perhitungan, penimbangan atau metode pemanasan. Oleh
sebab itu, nilai negatif tersebut tidak perlu dimasukkan ke dalam nilai rata-rata.
KESIMPULAN
Kadar air pada benih padi dan kedelai mengalami peningkatan kadar air
setelah dilakukan grinding. Peningkatan kadar air tersebut karena benih bersifat
higroskopis (mudah menyerap air) dan selalu berusaha mencapai kondisi
equilibrium dengan lingkungannya (Hendarto, 2007). Lain halnya dengan benih
kacang tanah, kadar air benih kacang tanah setelah grinding memeroleh
persentase lebih rendah dibandingkan sebelum, hal tersebut karena kacang tanah
banyak mengandung protein. Protein mempunyai sifat hidrofilik yaitu mempunyai
daya serap air yang tinggi. Hal ini disebabkan karena dengan semakin tinggi dan
lamanya pengeringan (oven) maka molekul air yang menguap dari benih kacang
yang dikeringkan semakin banyak dan bagian air bebas yang terdapat
dipermukaan bahan dapat dengan mudah diuapkan pada proses pengeringan
sehingga kadar air yang diperoleh semakin rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Baki, A.A.A and J. D Anderson. 1970. Viability and Leaching of Sugar from
Germinating Barley.Crop Science, 10:31-34.
Hendarto,K. 2007. Teknologi Pemrosesan Pengemasan dan Penyimpanan Benih.
Yogyakarta: Kanisius.
Heldt, H.W. 2003. Mitochondria. http://www.biology.uni_hamburg.de. 1p.
Kastanja, A.Y. 2007. Identifikasi Kadar Air Biji Jagung dan Tingkat
Kerusakannya pada Tempat Penyimpanan. Jurnal Agroforestri Vol.II(1):27-
32.
Lestari, T.I., Nurhidajah, N, dan Yusuf M. 2018. Kadar Protein, Tekstur dan Sifat
Organoleptik Cookies yang Disubstitusi Tepung Ganyong (Canna edulis)
dab Tepung Kacang Kedelai (Glycine max L.). Semarang: Jurnal Pangan
dan Gizi. Program Studi S1 Teknologi Pangan Fakultas Ilmu Keperawatan
dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/J PDG/article/view/3361.
McDonald, M.B, L.O. Copeland. 1995. Principles of Seed Science and
Technology Macmillan Publ.Coy, New York and Collier Macmillan
Publ, London. 247 p.
Nautiyal, A. R and A. N Purohit.1985.Seed Viability in Sal III. Membrane
disruption in ageing seeds of Shorea robusta. Seed Sci & Tech. 13(1):77-82.
Sadjad, S. 1977. Penyimpanan Benih-Benih Tanaman Pangan. Bahan kuliah
Latihan Pola Pertanaman IP3-IRRI. Departemen Agronomi IPB. Bogor.
Sadjad, S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif.
Grasiondo. Jakarta.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Rajawali Press; Jakarta.
Toruan, N. 1986. Pengaruh Kondisi Penyimpanan terhadap Kandungan Metabolit
dan Viabilitas Benih Coklat (Theobroma cacao L.). Menara Perkebunan 53
(6):65-75.