You are on page 1of 25

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia

Vol. 23, No. 3, 2008, 315 – 339

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING


BIDANG KEBUDAYAAN DI PROPINSI DIY

Amiluhur Soeroso1, D. Wahyu Ariani2 dan Y. Sri Susilo3


Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta
(1amisoeroso@gmail.com, 2 dwariani@gmail.com, 3 yssusilo@gmail.com)

ABSTRACT

This research aims to explore cultural development indicators in Daerah Istimewa


Yogyakarta (DIY), which seen having competitive advantage. Then, formulating its policy,
strategy and implementation programs based on cultural development. Data were
obtained from survey to inhabitants in four regencies and one city. We processed data
statistically by factor and cluster analysis. In addition, we did SPACE (Strategic Position
and Action Evaluation), internal-external analysis and using choice experiment to look for
and chose priorities among them.
The results indicate that imperative parameters of cultural shape are organic
solidarity, spiritualism, social institution, introduction of Javanese culture and language
on early education, appreciation of arts, using formal and nonformal institution
simultaneous and doing well communication in society. Therefore, the critical factors of
cultural physic are arts value, arts performance, supporting infrastructure of culture,
heritage conservation, batik and lurik pattern, handicrafts, traditional fashion, discipline
and caring Kraton as centre of Javanese culture. Consequently, government of DIY should
push cognitive, affective and conative education and doing revitalization of tradition,
custom and rituals that reflecting of identity, integrity and togetherness of Javanese
ethnics.
Keywords: DIY, strategy, culture, competitive advantage

PENDAHULUAN ra sedang berkembang, karena bersifat padat


karya, inovatif dan proses komersialisasinya
Industri kebudayaan adalah industri
memberikan nilai tambah bagi kesejahteran
berorientasi masa depan yang berbasis
masyarakat. Industri ini dapat meningkatkan
ekonomi kreatif (cultural economics). Di
keunggulan kompetitif, pertumbuhan ekonomi
dalam industri ini tercakup barang cetakan
dan menurunkan kemiskinan. Namun, pada
(termasuk batik), percetakan dan multimedia,
saat ini serbuan barang kebudayaan barat ke
sinematografis, audio-visual, kerajinan tangan
negara sedang berkembang terutama ke
dan desain, arsitektur bangunan, seni visual,
Indonesia lambat laun menafikan kebudayaan
pertunjukan, olahraga, musik, pabrikan alat
lokal sehingga bila tidak diatasi akan meng-
musik, periklanan dan pariwisata budaya
hilangkan identitas sebuah bangsa.
(Unesco, 2007).
Dalam dua dekade terakhir, perdagangan Perubahan konstelasi dunia yang cepat
barang kebudayaan dunia tumbuh secara dengan adanya ASEAN-China Free Trade
eksponensial mencapai US$ 390 juta per Area dan Asian Communities untuk
tahun. Industri kebudayaan penting bagi nega- menandingi Uni Eropa menyebabkan peme-
rintah daerah Provinsi Daerah Istimewa
316 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Juli

Yogyakarta (DIY) bermaksud menjadikan laman, keyakinan, nilai-nilai, sikap, makna


daerahnya sebagai pusat pendidikan, kebuda- atau arti, hierarki, religi, peran, hubungan,
yaan dan daerah tujuan wisata di tahun 2020. konsep, dan objek fisik yang diperoleh oleh
Masyarakat diharapkan mampu memilih sekelompok orang yang dibangun melalui
budaya modern yang positif dan tetap usaha individu atau kelompok. Budaya juga
melestarikan budaya lokal. Namun demikian berarti sistem nilai bersama orang-orang
sampai saat ini belum ada arahan strategi yang dalam kelompok atau dapat berarti komuni-
tepat untuk mengatasinya. kasi; sehingga komunikasi juga berarti
Dengan demikian perumusan masalahnya budaya. Berdasarkan konsep Koentjaraningrat
adalah bagaimana strategi yang tepat, organik, (2004) yang digunakan sebagai pedoman,
tepat sasaran dan secara faktual dapat maka dapat dikatakan bahwa setiap suku
diimplementasikan mengangkat “DIY sebagai bangsa akan menghasilkan kebudayaan. Oleh
pusat budaya tahun 2020”? Berkaitan dengan karena itu, dalam keragaman suku bangsa di
itu maka tujuan penelitian ini adalah (1) Indonesia juga terdapat keragaman kebu-
merumuskan indikator pengembangan dan dayaan.
strategi yang dipilih untuk mewujudkan pro-
gram, dan (2) merumuskan kebijakan, strategi 2. Potpurri Strategi
dan implementasi sebagai dasar “pemba- Hierarki kebijakan, strategi dan taktik
ngunan berbasis budaya” yang berdaya saing digunakan dalam pengambilan keputusan
tinggi. terhadap upaya manajemen (Gambar 1).
Kebijakan mensintesiskan variasi dari prinsip-
TINJAUAN PUSTAKA prinsip optimasi dengan kebijakan publik dan
proses legal; atau dapat diartikan sebagai
1. Budaya
keputusan yang didesain untuk deal dengan
Budaya atau kebudayaan yang menjadi masalah sosial yang ada sehingga dapat
landasan aktivitas kreatif, berasal dari bahasa diambil tindakan tertentu yang sesuai (Nagel,
Sansekerta “buddhayah”, bentuk jamak dari 1982: xiii)
“buddhi” yang berarti budi atau akal sehingga
Sementara itu, manajemen strategi adalah
dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
proses upaya untuk menyatukan rencana dan
dengan akal dan budi. Kebudayaan adalah
sumber daya yang dimiliki baik dengan
hasil cipta, rasa dan karya masyarakat
lingkungan eksternal dan internal (Langabeer
(Soemardjan dan Soemardi dalam Wikipedia,
II, 1998). Tujuannya meraih keunggulan dan
2007) dipelajari oleh pola-pola perilaku yang
menciptakan posisi aman dengan melakukan
normatif, mencakup segala cara atau pola
efisiensi, kontrol kualitas, inovasi dan mem-
berpikir (Ranjabar, 2006). Universalitas unsur
perhatikan tanggapan konsumen; sasarannya
kebudayaan meliputi peralatan dan perleng-
adalah kelestarian pengembangannya (Lee dan
kapan hidup manusia, mata pencaharian dan
Snepenger, 1992: 48-49). Adapun taktik
sistem ekonomi, kemasyarakatan, bahasa,
adalah bagian dari strategi untuk mencapai
kesenian, sistem pengetahuan dan religi
sasaran yaitu pengembangan keberlanjutan
(Koentjaraningrat, 2004). Budaya bersifat
eksistensi budaya. Pada level taktik, dipilih
dinamis, mengikuti perkembangan, baik
cara untuk operasionalisasi faktor kebudayaan
internal dan eksternal, serta multidimensional
agar memiliki daya saing. Dalam pemba-
(bukan unidimensional). Tiga wujud kebu-
ngunan budaya, ketiganya penting karena
dayaan adalah (1) ide, gagasan, nilai, norma,
sektor ini harus memperhatikan keseim-
peraturan, (2) perilaku manusia dalam
bangannya. Agar tujuan dan sasaran mana-
masyarakat dan (3) benda hasil karya manusia.
jemen kebudayaan yang bermuara pada
Dengan demikian, secara umum budaya ekonomi kreatif berkelanjutan tercapai maka
menunjukkan seluruh pengetahuan, penga-
2008 Soeroso, dkk 317

Gambar 1 Hirarki Keputusan dan Tipologi Keputusan Sektor Publik


Sumber: Cappiello, et al. (1995: 5), Rubin (Bryson dan Einsweiller, 1988)

dalam melakukan redefinisi, revitalisasi dan atau lembaga; (c) tindakan alternatif jangka
reposisi strategi keterlibatan stakeholders panjang untuk mengantisipasi krisis atau
harus menjadi bagian dari pengambilan konflik.
keputusan. Ketiga, ventura (venture) yang berasosiasi
Rubin (Bryson dan Einsweiller, 1988) dengan (a) target keuntungan pada kesem-
mengembangkan strategi sektor publik patan yang relatif kecil; (b) percobaan (trial),
berdasarkan waktu dan konteks terjadinya eksperimen jangka pendek agar dapat
perubahan (Gambar 1-2). Strategi tersebut bertransaksi dengan berbagai isu; (c) kompak
adalah: pertama, “saga” (kronologi) yaitu pola (compact) atau perjanjian jangka pendek antar
tindakan jangka panjang untuk mengem- lembaga untuk melakukan aksi dan menang-
balikan nilai dan tujuan yang mulai terancam gung kesulitan secara bersama-sama. Terakhir,
hilang karena perubahan lingkungan, ketidak- “parlays”, upaya memitigasi tingkat risiko
tepatan atau kapasitas pengelolaan ke posisi yang tidak diinginkan dengan memberikan
semula. Idenya tidak mengembalikan masa perlindungan jangka panjang. Tiga jenis
lalu tetapi untuk memperoleh kembali kualitas strateginya adalah (a) proteksi (hedging)
yang hilang tetapi merespon situasi yang baru. terhadap risiko; (b) mendorong (leveraging
Jenisnya: (a) restoratif mengembalikan atau engaging), upaya negosiasi untuk
kualitas yang hilang melalui kebijakan baru memperoleh keunggulan; (c) peningkatan atau
dan orientasi ulang; (b) reformatif, merubah “advancing” – membuat respon jangka pendek
kebijakan dan prosedur pemerintah sehingga pada situasi yang penting.
dapat merefleksikan apresiasi pada masa lalu;
(c) rumah lindung (conservatory), tempat METODE PENELITIAN
preservasi nilai, institusi atau tujuan yang
1. Data, Daerah Penelitian dan Sampel
terancam perubahan lingkungan. Kedua,
“Quests” (pertanyaan) yang menitik beratkan Penelitian ini dilakukan dengan survei,
pada masa depan yang baru. Jenis strateginya menggunakan data: (1) primer, melalui
(a) agenda baru tujuan dan sasaran jangka wawancara dengan bantuan kuesioner
panjang; (b) visi besar terhadap kota, wilayah terstruktur, dan (2) sekunder, dengan menggali
318 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Juli

dari literatur. Lokasi penelitian adalah di menentukan faktor-faktor dari subjek yang
empat kabupaten dan satu kota di DIY. diteliti dengan mereduksi jumlah pernyataan
Mengacu Watson et al. (1993: 360) ukuran pada kuesioner. Inti setiap faktor dibentuk dari
sampel ditentukan dengan cara: setiap pernyataan yang berhubungan dengan
yang lain dan kelompok pernyataan yang
4 Z 1 / 2 p1  p 
2

n= (1) membentuk faktor (Hair et al., 2006: 114-115;



2
Santosa, 2000a: 100-101).
Prosesnya pertama, melihat nilai
n adalah ukuran sampel dengan harapan
signifikansi KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) and
proporsi kesuksesan pengambilan sampel (p);
Barrlett’s test. Jika KMO> 0,50 dengan p <
Z½, koefisien konfidensi, =L+R adalah
0,10 maka pengujian dapat dilanjutkan (Hair
batas kiri (L) dan kanan (R) toleransi
et al., 2006: 114-115; Santosa, 2002a: 100-
kesalahan. Dengan asumsi p=90%, =1%,
101). Selanjutnya berdasarkan tabel Measure
L=R maksimal 4% maka menggunakan rumus
of sampling Adequacy (MSA) dilakukan
(1) jumlah sampel (n):
langkah: (1) menentukan hipotesis: (a) H0:
{4. (2,58)2. (0,90).(0,10)} 3,39 sampel (variabel) belum memadai untuk
  375 orang.
(2.0,04) 2 0,0064 dianalisis lebih lanjut; (b) H1: sampel
(variabel) sudah memadai untuk dianalisis
Untuk itu, peneliti menetapkan responden lebih lanjut; (2) menetapkan persyaratan: (a)
dalam penelitian ini sejumlah 380 orang, jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima;
distribusi sampel dilakukan secara purposif. sebaliknya; (b) jika signifikan < 0,05 maka H0
Daftar responden terpilih yang dianggap ditolak; (3) menetapkan titik kritis: (a) MSA =
mengerti kebudayaan Jawa dan ekonomi 1 variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan
kreatif disusun berdasarkan diskusi penulis oleh variabel lain; (b) MSA > 0,5 variabel
dengan sejumlah pakar dan birokrat masih dapat diprediksi dan dianalisis lebih
Pemerintah Daerah Provinsi DIY. Responden lanjut; (c) MSA < 0,5 variabel tidak dapat
tersebut meliputi guru terutama kesenian, diprediksi dan dianalisis lebih lanjut; dan (4)
bahasa serta bimbingan dan penyuluhan (BP); mengambil keputusan: analisis dapat dilanjut-
akademisi, dinas/intansi terkait (dinas pendi- kan atau tidak. Selanjutnya melihat persentase
dikan, kebudayaan, pariwisata, pertanian, variansi yang dijelaskan (percentage of
Bappeda, museum serta balai pelestarian variance explained) yaitu suatu ukuran yang
peninggalan purbakala), seniman (pedalangan, menyatakan berapa banyak total perbedaan
tari, kriya, kerawitan, batik, musik, lukis, variabel atau pernyataan diwakili oleh faktor-
media rekam, pemimpin sanggar seni, faktor. Suatu faktor dianggap mewakili atau
pengrajin kerajinan tangan), aktivis lembaga mendasari variabel-variabel yang ada bila
swadaya masyarakat (LSM) dan tokoh persentasenya lebih besar daripada rerata
masyarakat yang dianggap dapat memberikan variabel atau total initial eigenvalues-nya
kontribusi (dari Kraton Yogyakarta, Pura lebih dari 1 (Hair et al, 2006: 120).
Pakualaman, pemimpin organisasi pendidikan, Kedua, (1) menentukan variabel yang
kebudayaan dan pertanian). dianalisis, (2) rotasi pada faktor yang
dibentuk, (3) interpretasi dan pemberian nama
2. Instrumen Penelitian terhadap faktor yang terbentuk yang dapat
Sebelum digunakan, instrumen penlitian dianggap mewakili variabel anggota faktor
diuji coba dulu terhadap 30 orang responden tersebut. Signifikansi parameter factor loading
(n), kemudian dianalisis dengan teknik - ditentukan berdasarkan sampel yang diguna-
cronbach (Santosa, 2000b: 276-277; 280-281). kan; dengan sampel di atas 350 diperlukan
Selanjutnya analisis faktor digunakan untuk signifikan factor loading sebesar 0,30 (Hair et
2008 Soeroso, dkk 319

al., 2006: 128). Hasil perhitungan berupa skor DIY memiliki modal kebudayaan
faktor digunakan sebagai masukan untuk (cultural capital) berupa upacara adat,
analisis kelompok (cluster); dan hasilnya permainan tradisional, benda cagar budaya,
merupakan kelompok-kelompok faktor. kuliner, dan kerajinan. Beberapa produk
Kemudian, berlandaskan pada hasil kerajinan tangan dibuat menggunakan
analisis tersebut, kebijakan, strategi, dan taktik pengetahuan tradisional dengan bahan baku
operasional dikonfimasikan dengan 15 orang lokal berbasis alam seperti sisa hasil pertanian
pakar. Sistem yang dilakukan adalah dua yang dikenal ramah lingkungan namun selama
putaran pertemuan. Hasilnya dipetakan dan ini diabaikan seperti rumput, bambu, kelopak
disintesiskan dengan menggunakan: (1) bunga, daun, ranting, dan dahan pohon yang
analisis SPACE (Strategic Position and Action tersedia banyak di perdesaan. Sumberdaya ini
Evaluation) dan (2) analisis kekuatan internal- relatif padat karya dan menjadi konsumsi
eksternal (IE). Terakhir dilakukan proses ekspor sehingga memiliki prospek menda-
hierarki analitik (Analytical Hierarchy tangkan devisa. Seni pertunjukan di antaranya
Process, AHP) dengan menggunakan wayang ditetapkan UNESCO sebagai “a
perangkat lunak expert choice untuk masterpiece of the oral and intangible
menentukan prioritasnya (Saaty, 1986). heritage of humanity” pada tahun 2003
(Unesco, 2003).
HASIL PENELITIAN Pada Tabel 1 terlihat infrastruktur penun-
jang kebudayaan DIY yaitu museum, sarana-
1. Potensi Budaya DIY
prasarana pariwisata, dan institusi budaya
Mayoritas penduduk DIY beretnis Jawa (lembaga pendidikan, yayasan, paguyuban,
dengan bahasa pengantar keseharian Jawa intansi pemerintah, dan lain-lain. Fakta
dialek Mataraman dan bahasa Indonesia untuk tersebut memperlihatkan bahwa sumberdaya
kegiatan formal. Karakteristik masyarakat kebudayaan di DIY melimpah, namun perlu
agraris dengan lahan persawahan irigasi kebijakan dan strategi pengelolaan yang tepat
teknis, seringkali dikombinasikan dengan agar dapat bersaing dengan industri kebuda-
pembenihan ikan, mina padi, dan kolam. yaan mancanegara.
Sektor ini menjadi andalan karena relatif tidak Sebagai contoh, pemanfaatan obyek
memerlukan ketrampilan khusus. Namun, wisata di DIY lebih banyak pada modal alam
seperti umumnya masyarakat pertanian, dibandingkan kebudayaan seperti candi atau
bercocok tanam baginya bukan hanya obyek lain yang menawarkan seni pertunjukan
matapencaharian tetapi juga praktik upacara (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa
dengan tatasusila dan memperlihatkan potensi budaya yang ada belum digarap
identitas etnis, sehingga pertanian terjalin optimal, padahal keanekaragaman kebudayaan
dalam kebudayaan (O’Connor, 1995: 969).
jauh lebih kompleks dibandingkan keaneka-
ragaman hayati.
320 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Juli

Tabel 1. Rekapitulasi Sumberdaya Budaya di DIY


Kabupaten/Kota
No. Jenis Potensi Budaya
Yogyakarta Sleman Bantul Kulonprogo Gunungkidul Jumlah
1 Benda Cagar Budaya 203 81 47 7 37 375
2 Kawasan Cagar Budaya 5 3 3 - 1 12
3 Upacara Adat 5 11 24 10 16 66
4 Organisasi Kesenian 446 502 555 848 505 3.856
5 Sentra Kerajinan 7 6 20 10 3 46
6 Sentra Makanan Tradisional 11 19 20 28 11 89
7 Museum 18 9 2 - 1 30
8 Desa Budaya 11 11 12 13 13 60
9 Usulan Desa Wisata - 16 6 - - 22
10 Prasarana Budaya 55 49 26 26 10 166
11 Lembaga Budaya 90 40 39 1 4 174
12 Organisasi Penganut 17 12 16 17 5 67
Kepercayaan
13 Penerima Penghargaan Peles- 16 5 5 1 3 30
tarian Warisan Budaya
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY

Gambar 2 Grafik Jumlah Pengunjung Sepuluh Besar Obyek Wisata di DIY


Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY

2. Profil Responden seniman dan muspida (45,9%) dengan wanita


Dari 380 buah kuesioner yang dihasilkan, mencapai 44,1 persen sedangkan pria 55,9
satu buah kueisoner tidak lengkap sehingga persen, yang berstatus menikah 81,8 persen
dan tidak menikah 18,2 persen.
hanya digunakan 379 kuesioner. Responden
adalah penduduk Kota Yogyakarta 39,3 Pendidikan responden adalah pascasarjana
persen, Sleman 35,6 persen, Kulon Progo 2,6 21,9 persen, sarjana 47,5 persen, akademi 5,3
persen, Bantul 21,2 persen dan Gunung Kidul persen, SLTA 23,5 persen, SLTP 1,3 persen
sebanyak 1,1 persen. Mereka merupakan dan lainnya 0,5 persen. Pekerjaannya, PNS
tokoh masyarakat (32,5%), guru (19,8%), sebesar 68,6 persen, pensiunan 2,4 persen dan
aktivis LSM (1,8%), dan lain-lain termasuk swasta 8,2 persen dan lainnya 20,8 persen.
2008 Soeroso, dkk 321

Responden penelitian memiliki kemampuan faktor penting wujud kebudayaan di DIY


aktif berbahasa Jawa, Indonesia dan lainnya (Tabel 2) adalah pertama, solidaritas organis;
(Inggris, Perancis dan lain-lain) sebesar 20,6 tatanan sosial masyarakat tidak lagi bersandar
persen, Indonesia saja 2,6 persen dan sisanya pada uniformitas mekanis (hanya bertumpu
Jawa dan Indonesia 76,8 persen. pada tradisi dan tekanan kolektif), dituntut
Besaran proporsi responden dengan lebih kreatif, bebas tetapi bertanggung-jawab
tingkat pendidikan tinggi, mencerminkan terpadu saling mengisi, rasional dan berorien-
bahwa mereka dianggap mewakili kaum yang tasi manusia. Warga masyarakat masih perlu
memahami industri kebudayaan yang berbasis memelihara budaya saling berkunjung, men-
pada aktivitas ekonomi kreatif. Namun, meski jaga suasana kekerabatan kondusif, penyele-
saat ini profesinya di bidang nonpertanian, saian konflik melalui musyawarah, mencip-
pada dasarnya ada responden masih terlibat takan kenyamanan kehidupan pergaulan di
dengan kegiatan petanian (misalnya memiliki antara warga, gotong-royong, dan menjaga
ladang, sawah, kebun, kolam perikanan, dan bahkan meningkatkan rasa percaya di antara
ternak) karena tinggal di wilayah perdesaan, anggota masyarakat.
sehingga diasumsikan relevan dengan Kedua, pranata sosial yaitu tradisi dan
masyarakat agraris di Propinsi DIY yang tatakrama serta penghormatan kepada orang
mengangap pertanian sebagai upacara dan tua, pepundhèn dan leluhur. Penghormatan
tatasusila kebudayaan nenek moyang. masyarakat kepada kultus orang tua pada
dasarnya karena prioritas sifatnya yang kuasi
3. Uji Instrumen religius. Selaku tetua mereka dianggap lebih
dekat dengan asal, sumber identitas dan
Berdasarkan pengujian dengan teknik
kebijaksanaan, kehidupan serta garis yang
alpha Cronbach seluruh butir kuesioner (50
harus diteruskan dengan beranak-pinak dan
buah) fisik budaya memiliki r hitung bertanda
membesarkannya sehingga disebut pepundhèn
positif dan lebih besar dari titik kritis (r tabel
(yang diagungkan) oleh anak-anak (Mulder,
= 0,2407, pada df = n-2 dan n = 30, =5%),
2001: 164). Hal ini tampak pada tradisi pulang
dengan koefisien - Cronbach sebesar 0,861.
kampung saat lebaran yang selalu dilakukan
Oleh karena itu seluruh butir kuesioner fisik
seorang anak meski dia telah berumah tangga
budaya dinyatakan valid dan reliabel sehingga
untuk menghadap dan memohon berkah orang
dapat dipergunakan dalam penelitian.
tua. Ketergantungan anak pada berkah orang
Sementara itu dari pengujian 40 butir tua dilanjutkan meskipun mereka sudah
kuesioner wujud budaya, nomor 8, 9, dan 10 meninggal dunia dengan berziarah ke makam-
dinyatakan tidak valid (memiliki skor negatif nya, mendoakan agar mereka mendapat
atau lebih kecil dari r tabel sehingga tempat yang baik dan memohon diberikan
dikeluarkan dari daftar. Koefisien -Cronbach ketenteraman hidup. Ritual masyarakat dalam
adalah 0,886. Instrumen yang valid dan bentuk peringatan-peringatan terhadap sesuatu
reliabel dipergunakan di dalam penelitian. yang dianggap penting sering dilakukan. Pada
hari peringatan tersebut mereka mengadakan
4. Faktor Kebudayaan Jawa Yang Penting slametan (kenduri) yang bermakna selamat;
4.1. Faktor Wujud Kebudayaan Jawa upacara makan makanan bersama yang
didahului doa tolak-bala oleh kyai atau kaum.
Dari analisis, ditemukan KMO sebesar Menurut Mulder (2001: 163) hal ini sebenar-
0,869 (p < 0,01), dengan MSA seluruh item nya merupakan ekspresi keprihatinan dan
lebih besar dari 0,5 sehingga variabel harapan mereka bagi datangnya keselamatan
memadai dianalisis dan proses pengujian yang lestari. Selain itu, perlu pula menjunjung
dapat dilanjutkan. Dengan cut off point 0,30 norma kesusilaan, adat-istiadat, tata nilai
dan skor eigenvalues di atas 1 maka sepuluh
322 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Juli

berbusana Jawa yang mengindikasikan Keenam, memberikan stimulan yang


perilaku sebagai orang Jawa. dapat mengimbangi kemajuan teknologi;
Ketiga, pengenalan budaya sejak dini misalnya menghidupkan kembali permainan
sebagai upaya apresiasi dan tanggung jawab (dolanan) pada anak seperti gobak sodor,
dalam melestarikan budaya Jawa. Hal ini bekelan, pasaran, jèk-jèkan dan sebagainya
dapat dilakukan melalui pendidikan dengan yang relatif mendidik, menciptakan kebersa-
meminta bantuan perguruan tinggi yang maan, ada unsur olahraga yang menyehatkan
memiliki fakultas ilmu budaya Jawa. Keem- dan murah untuk mengimbangi introduksi
pat, spiritualisme, mendorong masyarakat budaya asing yang individualistis dan
untuk mengimbangi derasnya arus konsu- memerlukan uang relatif banyak (misalnya:
merisme fisik dalam era globalisasi melalui play station atau computer game). Cara lain
peningkatan pendidikan (baik pengetahuan yang mudah adalah memberi pemahaman
maupun ketrampilan) dan keimanan. Di sini penggunaan sesumber lokal (bukan impor dari
keimanan memperkuat pendidikan kebuda- daerah lain) seperti mainan yang dibuat dari
yaan (misalnya budi pekerti). glagah (bunga tebu), janur (daun kelapa yang
muda) dan sebagainya. Kemudian, peman-
Kelima, mendorong penggunaan bahasa faatan teknologi informasi melalui media
Jawa bagi generasi muda, termasuk mencari massa seperti televisi, radio dan sebagainya
solusi untuk mengajarkan kromo hinggil agar untuk menunjang aktivitas dan kreativitas
mudah ditangkap. Intensitas pembelajaran dan budaya.
pengenalan budaya Jawa sejak dini melalui
pendidikan formal dan nonformal, dan Ketujuh, perlunya bantuan pemerintah
mendorong penggunaan bahasa Jawa dalam untuk masyarakat melalui pemberian penghar-
keseharian, paling tidak dengan proporsi gaan karya seni, mendorong mereka berpe-
berimbang dengan Bahasa Indonesia pada rilaku sebagaimana orang Jawa (nJawani).
acara yang tidak formal. Hal ini penting Acara-acara dapat dirancang agar orang dapat
karena bahasa pada dasarnya merupakan menggunakan kembali simbol-simbol yang
simbol sebuah tindakan atau objek yang secara mencirikan budaya Jawa (lomba nembang,
sosial dapat dijadikan alat interaksi mancapat, pidato berbahasa Jawa, menulis
(komunikasi) antar individu, dan alat berpikir hanacaraka dan sebagainya). Kemudian fak-
intra individu. Bahasa komunikasi khususnya tor kedelapan adalah mempertahankan ritual
simbol merupakan kunci untuk mengerti kebudayaan Jawa (garebeg, sekaten, bekakak
kehidupan sosial (Sunarto, 1985). Jadi, mem- gamping dan lain-lain). Aktivitas sosial-
pertahankan bahasa Jawa berarti memper- budaya, tradisi, ritual, dan spiritual seperti ini
tahankan kehidupan sosial serta memper- perlu dipertahankan sebagai identitas budaya.
satukan aspek-aspek yang terdapat pada etnik Perkampungan unik, Kotagede, dan Pecinan
Jawa. Sosialisasi pelestarian dapat dilakukan direvitalisasi searah dengan spiritnya, serta
melalui agen-agen sosial seperti lembaga menumbuhkan kembali sifat gotong-royong
pendidikan, media massa, keluarga dan lain- dan rembug warga sebagai media pengikat
lain. nilai-nilai yang menjadi ciri khas.
Tabel 2. Faktor Wujud Kebudayaan Yang Penting
2008

Faktor
Item Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
W20: Suasana kekeluargaan 0.71 0.19 0.19 (0.00) 0.04 0.03 0.13 0.05 (0.01) 0.07 Solidaritas organis
W22: Kenyamanan bergaul antar warga 0.65 0.22 0.08 (0.01) 0.05 (0.10) (0.04) 0.11 0.19 0.08
W21: Budaya saling berkunjung antar warga 0.64 0.16 0.05 (0.03) 0.06 0.07 0.13 (0.01) 0.32 0.10
W19: Musyawarah bagi penyelesaian konflik 0.61 0.17 0.14 0.02 0.11 0.02 0.20 0.03 0.05 0.18
W23: Kemudahan komunikasi antar warga 0.58 0.27 0.05 0.06 0.05 (0.06) (0.05) 0.10 0.27 0.12
W18: Budaya gotong royong antar warga 0.45 0.26 0.21 0.02 0.00 0.01 0.33 0.12 (0.06) (0.00)
W39: Solidaritas antar warga 0.39 0.37 0.08 (0.01) 0.02 (0.14) 0.21 0.01 0.27 0.19
W33: Menjunjung tradisi dan tata karma 0.30 0.74 (0.00) (0.04) 0.17 0.03 0.07 0.13 0.05 0.26 Pranata sosial
W34: Penghormatan terhadap pepundhen 0.38 0.68 0.05 (0.04) 0.14 0.00 0.14 (0.00) 0.14 0.10
W32: Menjunjung norma kesusilaan 0.34 0.58 (0.01) (0.06) 0.15 0.06 0.27 0.06 0.06 0.18
W37: Menjunjung adat-istiadat 0.35 0.56 0.14 (0.04) 0.12 (0.08) 0.25 0.07 0.15 0.08
W30: Menjunjung tata nilai berbusana Jawa 0.05 0.37 0.02 (0.01) 0.31 0.03 0.20 0.17 0.16 0.17
W40: Menghormati etnik lain 0.18 0.32 0.14 0.02 (0.02) 0.00 0.02 (0.01) 0.25 0.04
W35: Penghormatan terhadap status perkawinan 0.21 0.27 0.26 0.08 0.18 0.00 (0.00) 0.04 0.16 (0.01)
W13: Pengenalan budaya Jawa sejak dini 0.08 0.10 0.76 0.03 0.08 (0.08) (0.00) 0.10 0.00 0.08 Pengenalan budaya
W11: Tanggungjawab pelestarian budaya Jawa 0.18 0.12 0.63 0.08 0.09 (0.08) 0.03 0.05 0.00 0.12 Jawa sejak dini
Soeroso, dkk

W12: Pendidikan kebudayaan Jawa di Perg Tinggi (0.02) 0.02 0.49 (0.04) 0.24 0.04 0.01 (0.02) 0.21 0.11
W14: Peningkatan rubrik budaya pada media massa 0.17 (0.05) 0.45 0.01 0.03 0.17 (0.06) 0.07 (0.04) (0.08)
W04: Kepercayaan terhadap pendidikan, laku atau olah (0.01) (0.06) 0.05 0.86 0.05 0.08 0.01 0.11 0.00 0.02 Spiritualisme
bathin
W03: Kepercayaan terhadap supranatural 0.02 0.02 (0.05) 0.69 (0.01) 0.14 0.03 0.01 0.07 (0.08)
W05: Penggunaan petungan: naga dina & (0.01) (0.01) 0.09 0.68 (0.01) 0.08 (0.07) 0.22 (0.05) 0.04
pranatamangsa
W29: Mendorong bahasa Jawa bagi generasi muda 0.07 0.06 0.44 0.07 0.60 0.11 (0.01) 0.08 0.01 0.01 Bahasa Jawa bagi
W27: Kemudahan penerapan Kromo Hinggil 0.02 0.09 (0.02) 0.00 0.56 (0.04) 0.22 0.06 0.25 0.14 generasi muda
W26: Penggunaan bahasa Jawa dalam keseharian 0.05 0.13 0.19 0.01 0.53 0.08 0.04 (0.01) 0.11 0.03
W28: Penghormatan kepada orang tua melalui bahasa 0.31 0.18 0.28 (0.10) 0.50 (0.06) (0.02) 0.10 (0.13) 0.07
W38: Restriksi terhadap budaya barat 0.04 0.11 (0.13) 0.13 0.28 0.18 0.09 0.02 0.22 0.07
323
Lanjutan Tabel 2
W16: Peran teknologi terhadap degradasi budaya Jawa (0.00) 0.01 0.01 0.09 0.08 0.79 0.00 0.07 (0.00) 0.01 Perlindungan 324
W15: Peran teknologi terhadap degradasi tata karma (0.07) (0.05) 0.17 0.11 (0.01) 0.72 0.08 0.03 0.01 (0.02) terhadap kemajuan
teknologi
W17: Peran teknologi yang tidak seiring dengan 0.02 0.06 (0.25) 0.17 0.06 0.43 0.05 0.01 0.14 0.11
budaya Jawa
W07: Penghargaan masyarakat terhadap karya seni 0.22 0.17 (0.08) (0.00) 0.13 0.04 0.67 0.08 0.03 0.25 Penghargaan karya
W06: Penghargaan pemerintah terhadap karya seni 0.18 0.24 (0.01) (0.03) 0.13 0.17 0.63 0.11 0.02 0.22 seni

W02: Pelaksanaan ritual budaya Jawa 0.10 0.10 0.12 0.16 0.05 0.06 0.09 0.95 0.16 (0.00) Ritual
W01: Penghormatan terhadap leluhur 0.10 0.09 0.10 0.20 0.10 0.06 0.08 0.56 (0.02) 0.08

W24: Kepercayaan antar warga 0.38 0.16 (0.13) 0.05 0.12 (0.04) 0.21 (0.04) 0.50 0.05 Pemupukan rasa
W25: Perasaan ketergantungan antar warga 0.17 0.09 0.05 (0.00) 0.14 0.05 (0.05) 0.07 0.43 0.06 percaya
W36: Persaudaraan antar warga 0.17 0.29 0.16 0.02 0.17 0.11 (0.03) 0.10 0.41 (0.02)
W10: Keyakinan mempertahankan kebudayaan Jawa 0.12 0.15 0.15 (0.01) 0.18 0.00 0.24 0.03 0.20 0.60 Peran institusi
W08: Kurikulum budaya Jawa pada lembaga 0.24 0.20 0.02 0.02 0.17 0.17 0.18 0.02 (0.08) 0.46 formal & nonformal
pendidikan
W09: Peran institusi formal & orang tua untuk 0.27 0.18 0.22 0.04 0.08 0.01 0.07 0.07 0.15 0.46
mempertahankan budaya Jawa
W31: Konsumerisme pada masyarakat (0.05) (0.12) 0.09 0.22 0.20 0.06 (0.18) (0.03) 0.10 (0.31)
Eigenvalue 8.878 3.091 2.559 2.026 1.752 1.569 1.279 1.171 1.121 1.009

Sumber: Hasil Pengolahan Data (2008)


Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia
Juli
2008 Soeroso, dkk 325

Kesembilan, pemupukan rasa saling membosankan; (3) motivasi (meningkatkan


percaya dan persaudaraan antar warga yang produktivitas, efisiensi, profitabilitas dan
diharapkan menimbulkan ikatan kelompok fleksibilitas) dengan: (a) mengurangi ham-
baik dalam paguyuban yang bersifat impulsif, batan semantik yaitu meningkatkan kemam-
kolektif dan setia kawan maupun patembayan puan berkomunikasi; (b) mengurangi ham-
yang lebih bersifat formal-rasional. Hal ini batan teknis (merapikan sistem pengelolaan);
penting dipikirkan untuk mengeliminasi domi- (c) mengurangi hambatan manusiawi melalui
nasi satu kelompok dan menciptakan integrasi pengawasan terhadap proses kegiatan; dan (d)
yang mengakui perbedaan, meskipun mengurangi hambatan mekanis dengan cara
perbedaan tersebut tidak menjadi fokus utama mengubah proses sebagian atau seluruh sistem
dalam masyarakat. Dari sini dapat dibentuk yang tidak efisien; dan (4) perluasan visi
institusi-institusi sosial masyarakat melalui dengan mencari pembanding.
kemitraan, koperasi dan lain-lain. Kesepuluh, Berdasarkan analisis kelompok (cluster)
kebutuhan peran institusi formal seperti terhadap faktor-faktor penting dalam
sekolah dan nonformal (agen-agen sosialisasi pelestarian wujud kebudayaan diperoleh dua
seperti keluarga, kelompok bermain dan media kelompok besar (Gambar 3). Di sini ritual
massa) terhadap pembelajaran masyarakat. merupakan faktor yang mandiri, sedangkan
Sosialisasi dilakukan dengan cara partisipasi yang lain bergabung menjadi satu fokusnya
(participatory socialization) yang menekan- pada pendidikan (khususnya pendidikan usia
kan pada interaksi, komunikasi dan penyam- dini, PAUD) sebagai basis kekuatan
paian informasi secara multilateral, memberi menghadapi persaingan industri kebudayaan
perhatian atau imbalan yang bersifat simbolis. global. Ritual kebudayaan semacam mitoni,
Komunikasi dalam proses pembelajaran tingkeban, merti bumi, labuhan menjadi
perlu bertumpu pada: (1) kompetensi yaitu (a) aktivitas unik yang menarik dieksplorasi dan
pengetahuan; (b) ketrampilan–keahlian dijadikan wahana mengenalkan budaya Jawa
mengembangkan kapabilitas; (c) kemampuan ke mancanegara (dikemas dalam audio-
mengerjakan sesuatu secara fisik, mental, visual). Cara pemasaran yang baik dan benar
finansial dan legal; (d) pengalaman kerja; (2) akan menentukan konsumsi, bahkan
inovasi–dengan pelatihan yang tidak pembelian ulang konsumen.

Gambar 3 Kelompok Wujud Budaya Jawa


Sumber: Hasil Pengolahan Data (2007)
326 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Juli

4.2. Faktor Fisik Kebudayaan Jawa regulator. Ketujuh, mempertahankan penggu-


naan busana dengan motif batik dan lurik.
Dari analisis faktor fisik, diperoleh KMO Kedelapan, menjaga keanekaragaman kera-
sebesar 0,812 (p < 0,01), dengan MSA pada jinan yang cukup diperhitungkan di manca-
seluruh item lebih besar dari 0,5 sehingga negara sehingga perlu perbaikan dalam hal
pengujian variabel dilanjutkan. Dari analisis teknik pemilihan bahan baku, proses dan
fisik kebudayaan, dua belas faktor yang harus finishing-nya, mendorong inovasi dan kreati-
diperhatikan adalah (Tabel 3): pertama, vitas pengrajin agar rancangannya selaras
menyampaikan kembali nilai-nilai yang selera jaman. Kesembilan, menumbuhkan
terkandung di dalam kesenian seperti wayang, kembali kebanggaan berbusana tradisional
kerawitan, tembang, tari dan kethoprak kepada Jawa, bukan seremonial pada hari atau
masyarakat. Percontohan pelestarian seni tari peringatan tertentu semata tetapi lebih intensif,
dan kerawitan dimulai dari institusi peme- misalnya mewajibkan pegawai instansi negeri
rintah dengan membina anggota unit untuk dan swasta menggunakannya dua hari
mempelajarinya. Pada acara tertentu diadakan seminggu. Kecuali mendorong kebanggaan
pertandingan antar unit plus kelompok masya- terhadap motif lokal diharapkan juga akan
rakat yang ingin bergabung. Kedua, mencip- meningkatkan perekonomian masyarakat
takan tampilan seni pertunjukan yang tidak khususnya pengrajian atau pengusaha kecil
ketinggalan jaman melalui inovasi baik dan menengah yang menanganinya.
teknologi maupun sumberdaya manusianya.
Kesepuluh, menjaga budaya kedisplinan
Ketiga, pelestarian kesenian sebagai nilai
baik ketertiban dan keteraturan. Hal paling
warisan bagi generasi di masa depan, misalnya
kecil yang dapat dilakukan adalah membuang
wayang kulit yang telah ditetapkan sebagai
sampah. Budaya bersih ini harus ditanamkan
pusaka dunia (world heritage), mancapat dan
sejak dini. Kecuali itu, tata krama, unggah-
kethoprak dengan memberikan ruang untuk
ungguh yang lekat dengan budaya Jawa mulai
tampil dan memasukkannya sebagai muatan
disosialisasikan kembali baik melalui institusi
lokal pada kurikulum pendidikan yang dimulai
formal seperti sekolah maupun nonformal
sejak sekolah dasar.
(keluarga). Kesebelas, meningkatkan kualitas
Keempat, melakukan modifikasi terhadap dan model tembikar Kasongan agar tidak
performance seni pertunjukan (bukan dalam ketinggalan jaman. Peningkatan kualitas
pakemnya) misalnya kostum dan cara pengor- dilakukan dengan memberikan bantuan tungku
ganisasian penyelenggarannya. Suasana pro- pemanas yang lebih dapat memberikan panas
gresif dunia olahseni perlu dilakukan, agar tinggi sehingga produk yang dihasilkan
tidak terkesan membosankan. Hal ini penting fungsional bukan hanya sekedar cindera mata.
karena secara frontal seni budaya lokal akan
Keduabelas, menjaga Kraton tetap sebagai
berhadap-hadapan dengan budaya asing misal-
pusat budaya Jawa. Kraton bersifat conditio
nya play station. Kelima, pelestarian warisan
sine quanon bagi kehidupan masyarakat
budaya atau heritage (tangible dan intangible)
Yogyakarta di masa kini dan mendatang.
yang eksis baik melalui retrofit, rehabilitasi,
Sebagai pusat kebudayaan Kraton ikut
restorasi, renovasi dan sebagainya (Tabel 4).
menjaga ketahanan nasional karena membawa
Keenam, memperhatikan kelaikan infra- identitas bangsa sebagai kekuatan nasional.
struktur, sarana prasarana pendukung budaya, Institusi ini menjaga asas moral untuk
mendorong kepedulian semua pihak mem- memperjuangkan tujuan nasional – kesatuan
bantu pusat-pusat seni dan budaya untuk dan persatuan bangsa. Sementara itu faktor
tampil di berbagai kancah internasional. ketigabelas tidak signifikan sehingga tidak
Pemerintah berperan sebagai mediator dan diperhitungkan.
Tabel 3. Faktor Fisik Kebudayaan
2008

Items 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Keterangan

F13: Nilai wayang 0.78 0.16 0.13 0.02 0.10 0.01 0.02 0.08 0.01 0.01 0.07 0.01 0.22 Nilai penting kesenian
F05: Nilai kerawitan 0.78 0.12 0.14 (0.07) 0.10 (0.04) 0.09 0.01 0.11 (0.01) 0.01 0.07 (0.17)
F09: Nilai tembang 0.73 0.15 0.12 0.02 0.11 (0.02) 0.10 0.06 0.01 0.08 0.02 (0.09) (0.05)
F01: Nilai tarian 0.72 0.11 0.10 0.03 0.02 0.04 0.10 (0.01) 0.09 0.01 0.05 0.12 (0.03)
F17: Nilai kethoprak 0.62 0.12 0.15 (0.03) 0.05 0.01 (0.00) 0.15 0.17 (0.02) 0.03 0.20 0.11
F36: Pembenahan produk 0.23 0.11 (0.04) 0.13 0.09 0.04 0.17 0.15 (0.02) 0.10 (0.11) 0.02 (0.05)
kasongan
F08: Seni kerawitan up to date 0.12 0.80 0.10 0.04 0.08 0.06 0.05 (0.01) 0.03 (0.03) 0.02 0.03 (0.18) Kesenian yang tidak
F12: Mancapat up to date 0.13 0.80 0.03 (0.02) 0.09 0.08 (0.02) 0.03 0.11 0.07 0.04 (0.04) (0.00) ketinggalan jaman
F16: Wayang up to date 0.12 0.70 0.21 (0.08) (0.03) 0.03 (0.03) 0.10 0.08 0.08 (0.02) 0.06 0.13
F04: Tarian up to date 0.16 0.66 0.13 (0.01) (0.01) 0.07 0.09 0.01 0.03 (0.00) (0.01) 0.03 (0.04)
F20: Kethoprak up to date 0.11 0.62 0.13 0.05 0.01 0.00 0.01 0.13 0.02 0.04 0.05 0.21 0.16
F06: Pelestarian kerawitan 0.19 0.11 0.86 (0.15) 0.08 (0.01) 0.04 0.04 0.06 0.02 0.05 0.06 (0.31) Pelestarian kesenian
F14: Pelestarian wayang 0.10 0.23 0.70 (0.19) 0.13 (0.04) 0.01 0.12 0.06 0.00 0.06 0.03 0.38
F02: Pelestarian tarian gaya YK 0.14 0.10 0.69 (0.13) 0.11 0.09 0.10 0.00 0.04 0.03 (0.02) 0.06 (0.06)
F18: Pelestarian kethoprak 0.09 0.15 0.62 (0.15) 0.06 0.08 0.06 0.11 0.11 (0.02) 0.11 0.17 0.19
F10: Pelestarian mancapat 0.17 0.22 0.61 (0.16) 0.21 (0.02) (0.01) 0.05 0.10 0.07 0.11 (0.06) (0.00)
Soeroso, dkk

F43: Perbaikan bang heritage 0.02 0.12 0.15 0.08 (0.01) 0.12 0.02 0.05 (0.04) (0.01) (0.03) 0.06 0.08
F07: Modifikasi seni kerawitan 0.00 0.01 (0.06) 0.75 (0.02) 0.13 0.10 (0.04) (0.07) 0.02 (0.01) 0.03 0.02 Modifikasi tampilan
F11: Modifikasi mancapat (0.03) 0.06 (0.06) 0.75 (0.06) 0.02 (0.02) 0.06 0.02 (0.03) (0.01) 0.05 0.02 kesenian

F15: Modifikasi wayang 0.04 (0.00) (0.14) 0.72 0.09 (0.01) 0.02 0.07 0.07 0.01 0.02 (0.04) 0.01
F03: Modifikasi tarian 0.03 (0.05) (0.11) 0.66 (0.14) 0.06 0.03 (0.02) (0.03) (0.05) 0.03 (0.07) (0.07)
F19: Modifikasi kethoprak 0.02 (0.02) (0.07) 0.63 0.14 (0.03) (0.00) 0.03 0.02 0.06 0.01 (0.00) 0.01
F44: Pelestarian bangunan 0.05 0.02 0.16 0.01 0.76 (0.13) 0.08 0.06 0.02 0.05 0.04 0.01 0.07 Pelestarian heritage
heritage
F45: Renovasi bangunan 0.10 (0.01) 0.15 (0.02) 0.71 0.14 0.07 0.11 0.08 (0.03) 0.02 0.03 0.02
heritage
F40: Kraton sebagai pengayom 0.07 0.06 0.14 (0.01) 0.45 0.09 0.19 0.18 0.08 0.13 0.07 0.32 (0.06)
F23: Mempertahankan keaslian 0.14 (0.00) 0.33 (0.00) 0.33 (0.04) 0.04 0.02 0.01 0.05 0.05 0.20 (0.05)
kraton
F48: Keterlibatan sektor swasta 0.15 0.21 0.00 0.09 0.30 (0.10) 0.08 0.17 0.03 0.10 0.05 (0.05) (0.06)
dalam pelestarian
F41: Pembelajaran melalui 0.21 0.12 0.03 (0.01) 0.30 0.16 0.20 0.19 0.04 0.21 0.02 0.29 (0.05)
tempat bersejarah
327
Lanjutan Tabel 3
F46: Kelaikan sarana & prasa - 0.03 0.02 0.01 0.04 0.01 0.66 (0.01) 0.15 0.00 0.12 0.11 0.02 (0.02) Infrasturktur 328
rana pelestarian budaya pendukung budaya
F42: Kelaikan sarana & 0.04 0.15 0.14 (0.01) 0.02 0.58 0.03 0.20 0.07 0.13 0.07 0.08 (0.07)
prasarana museum
F47: Kepedulian pemerintah 0.08 0.01 (0.04) (0.10) 0.11 0.50 0.01 0.25 (0.07) 0.28 0.04 0.04 (0.01)
terhadap budaya
F22: Sentuhan arsitektur pada (0.08) 0.04 (0.04) 0.19 (0.11) 0.31 (0.04) 0.04 0.08 0.06 (0.06) 0.03 (0.01)
Kraton
F21: Nilai wibawa Kraton (0.05) 0.01 0.03 0.09 (0.00) 0.30 (0.12) (0.07) 0.10 0.03 0.09 (0.02) 0.09
Yogyakarta
F32: Keagungan tampilan motif 0.10 0.04 0.08 (0.02) 0.04 0.01 0.86 0.06 0.21 (0.00) 0.05 0.06 (0.02) Menjaga motif batik
batik & lurik dan lurik
F31: Kebanggaan menggunakan 0.08 0.00 0.06 0.04 0.16 (0.04) 0.74 (0.03) 0.22 0.01 0.02 0.02 0.07
motif batik & lurik
F33: Morif batik & lurik up to 0.17 0.06 0.06 0.13 0.13 (0.14) 0.52 0.14 (0.08) 0.15 0.07 0.10 (0.06)
date
F38: Kualitas kerajinan 0.07 0.02 0.10 0.05 0.05 0.25 (0.07) 0.70 0.03 0.11 0.14 0.00 0.06 Menjaga keaneka-
F37: Ragam kerajinan up to date 0.19 0.13 0.13 0.05 0.12 0.15 0.08 0.64 0.01 0.12 0.14 0.01 0.08 ragaman kerajinan

F39: Ketertarikan wisatawan 0.01 0.07 0.02 0.01 0.18 0.13 0.13 0.61 (0.03) 0.10 0.06 0.10 (0.07)
terhadap kerajinan
F28: Kebanggaan berkebaya & 0.13 0.07 0.02 0.01 0.10 0.02 0.16 0.05 0.68 0.04 (0.03) 0.06 (0.05) Kebanggaan berbusa-
bersurjan na tradisional Jawa
F29: Perasaan nyaman meng gu- 0.08 0.14 0.10 0.06 0.00 0.14 0.11 0.01 0.66 0.09 (0.02) (0.04) 0.02
nakan kebaya & surjan
F27: Prerferensi terhadap rumah 0.06 (0.02) 0.04 (0.03) 0.06 (0.00) 0.04 (0.08) 0.48 (0.04) 0.10 0.22 0.04
beratap Joglo
F49: Menjaga ketertiban dan 0.04 0.08 0.05 0.03 0.06 0.37 0.03 0.19 0.11 0.82 0.08 0.08 (0.00) Menjaga kedisiplinan
keteraturan
F50: Menjaga keasrian 0.03 0.10 0.07 0.04 0.12 0.37 0.15 0.20 0.09 0.73 0.04 0.08 0.01
F35: Model tembikar Kasongan 0.04 0.03 0.04 0.04 0.12 0.08 0.05 0.19 0.05 0.08 0.96 0.08 0.03 Model dan kualitas
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia

up to date tembikar yang tidak


F34: Kualitas tembikar Kasongan 0.11 0.03 0.16 0.00 0.03 0.24 0.08 0.16 0.04 0.02 0.49 0.09 (0.03) ketinggalan jaman
F24: Kraton pusat kebudayan 0.22 0.07 0.15 (0.05) 0.25 0.09 0.06 (0.03) 0.18 0.03 0.06 0.52 0.07 Menjaga Kraton
masyarakat sebagai pusat budaya
F25: Keindahan bangunan 0.05 0.06 0.12 (0.10) (0.03) 0.19 (0.03) 0.13 0.27 0.08 0.02 0.34 0.04 Jawa
beratap Joglo
F26: Rumah beratap Joglo masih (0.02) 0.18 0.07 0.03 (0.01) 0.02 0.09 0.01 0.28 0.08 0.11 0.34 (0.06)
up to date
F30: Modifikasi kebaya untuk 0.18 0.07 0.06 0.09 0.04 (0.14) 0.08 0.17 (0.03) (0.04) 0.04 0.20 (0.03)
kepraktisan
Eigenvalue 8.31 3.94 3.15 2.74 2.20 2.01 1.87 1.51 1.45 1.25 1.18 1.08 1.03
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2008)
Juli
2008 Soeroso, dkk 329

Tabel 4 Klasifikasi Warisan Budaya


Klasifikasi Warisan budaya berujud (Tangible heritage)
Tidak Bergerak Warisan terbangun (built heritage) – monumen, bangunan, patung,
inskripsi (inscriptions), gua permukiman, bangunan tercatat: bangunan
terpakai (buildings in use), kelompok bangunan (group of buildings),
pusat perkotaan
Situs – arkeologi, sejarah, etnik
Saujana (cultural landscapes)
Bergerak Artifak – lukisan, patung, obyek, koleksi
Media – media audiovisual, buku, permainan, pertandingan
Barang konsumen dan industri (consumer and industrial goods)

Warisan budaya tidak berujud (Intangible heritage)


Ekspresi seni (arts expressions) – musik, tari, literatur, teater
Seni bela diri (martial arts)
Bahasa
Kehidupan sehari-hari masyarakat (living cultures)
Tradisi oral (oral traditions)
Cerita (narratives)
Jaringan
Cerita rakyat (folklores)
Revolusi
Sumber: Klamer dan Zuidhof (GCI, 1998). Cetak tebal: warisan budaya yang tidak eksis di DIY.

Kemudian dari analisis kelompok (clus- sedangkan eksternalnya dipengaruhi oleh


ter) terhadap faktor-faktor fisik kebudayaan kekuatan lingkungan bisnis dan industri
diperoleh dua kelompok besar (Gambar 4). kebudayaan.
Tembikar Kasongan yang sudah go interna- Indikator nilai penting yang dapat men-
sional adalah faktor yang mandiri, sedangkan dukung daya saing kebudayaan Yogyakarta,
yang lain bergabung menjadi satu di dalam meliputi suasana kekeluargaan masyarakat
bentuk seni dan budaya. Oleh karena keramik yang solid, terjaganya pranata sosial termasuk
Kasongan relatif mudah memperoleh berbagai tradisi, tatakrama dan norma-norma, penge-
apresiasi, maka perhatian justru perlu pada nalan kebudayaan Jawa sejak usia dini,
faktor fisik lain yang dirasakan masih lemah pendidikan yang baik, pelestarian bahasa
untuk bersaing dengan produk mancanegara. daerah (Bahasa Jawa) dalam pergaulan sehari-
hari khususnya bagi generasi muda, teknologi,
5. Analisis SPACE dan Peta Daya Saing penghargaan elemen masyarakat terhadap
Dalam analisis SPACE, diasumsikan seni, pelestarian ritual-ritual atau upacara adat,
kekuatan eksternal yang diprediksi saling percaya antar warga melalui
mempengaruhi budaya DIY diutamakan dari paguyuban, serta peran institusi formal
industri kebudayaan dan perekonomian secara (sekolah) dan nonformal (keluarga, kelompok
makro, ceteris paribus. Analisis internalnya bermain) sebagai agen sosial pelestarian
menyangkut kekuatan nilai dan unsur kebudayaan daerah.
kompetitif kebudayaan yang dimiliki DIY,
330 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Juli

Gambar 4 Kelompok Fisik Budaya Jawa


Sumber: Hasil Pengolahan Data (2007)

Kemudian, indikator keunggulan kompe- Dalam hal industri kebudayaan, faktor


titif yang perlu dimiliki Yogyakarta agar pendukung kelestariannya adalah potensi
mampu bersaing dengan kebudayaan luar pertumbuhan dan keuntungan, pertumbuhan
adalah melalui nilai-nilai penting yang keanekaragaman kebudayaan daerah, suhu
tertanam dalam kesenian daerah yang penuh politik, country risk, kapabilitas, efektivitas
inovasi, upaya pelestarian yang meliputi dan efisiensi sumberdaya, produktivitas
kesenian dan bangunan heritage, batik, lurik, kinerja, stabilitas finansial lembaga pengelola,
kerajinan kulit dan tembikar agar tidak kemudahan mendirikan perusahaan di bidang
ketinggalan jaman, modifikasi seni pertun- usaha pendukung pengembangan kebudayaan
jukan, kebanggaan berbusana tradisional Jawa, (pertunjukan, batik, kriya, penerbitan,
dukungan dan kepedulian swasta, pemerintah multimedia, audio-visual, film, kerajinan
dan warga masyarakat, kedisplinan, keter- tangan, musik, seni pertunjukan, pariwisata
tiban, keteraturan, dan keasrian Yogyakarta, kebudayaan dan lain-lain), serta dukungan
mempertahankan Kraton sebagai pusat istitusi pendidikan terhadap pengembangan
kebudayaan. kebudayaan daerah.
Dari lingkungan bisnis, faktor-faktor yang Berdasarkan resume opini para pakar yang
mempengaruhi usaha dalam bidang kebuda- ditampilkan pada Tabel 5 dan pemetaan postur
yaan meliputi sumbangan pajak terhadap stratejik SPACE (Gambar 5), diagram
upaya pelestarian budaya, penerapan undang- Cartessius menghasilkan resultante postur
undang yang terkait dengan kebudayaan strategik abAB pada kuadran II dengan profil
(misalnya penerapan UU Nomor 5 tentang yang konservatif di titik R(-0,63; 0,39). Hasil
Benda Cagar Budaya, UU Sisdiknas, perda, ini memperlihatkan bahwa masyarakat masih
dll), perubahan struktur sosial dan gaya hidup memandang nilai kebudayaan perlu dijunjung
masyarakat, peningkatan pendapatan perka- tinggi, meskipun secara faktual belum ada
pita, tingkat suku bunga usaha perbankan, tindakan konkrit untuk mengimbangi derasnya
inflasi, kesiapan menghadapi perdagangan desakan aliran kebudayaan asing. DIY kalah
bebas, insentif, eksplorasi kebudayaan untuk bersaing dengan daerah lain (juga manca-
kepentingan industri kebudayaan dan negara) karena belum memiliki keunggulan
pariwisata, serta pendidikan. kompetitif (competitive advantage).
2008 Soeroso, dkk 331

Tabel 5 Resultante SPACE


No Deskripsi Resultante No Deskripsi Resultante
1 Keunggulan kompetitif -4.40 3 Kekuatan lingkungan bisnis -3.70
2 Kekuatan industri 3.77 4 Kekuatan nilai 4.09
Jumlah (∑) -0.63 Jumlah (∑) 0.39
Sumber: Data primer diolah

Gambar 5 Analisis SPACE dan IE Kebudayaan di DIY


Sumber: Data primer diolah

Kuadran konservatif menunjukkan pula serta kampanye terus menerus, melalui tokoh
bahwa kebudayaan DIY berada pada masyarakat, budayawan, seniman dan juga
kompetensi dasarnya (basic competencies) bengkel kerja (workshop).
sehingga tidak perlu mengambil risiko besar Selain itu dapat pula dilakukan integrasi
untuk perubahan radikal. Seperti pernyataan horizontal dan aliansi antar lembaga budaya di
Hooley dan Saunders (1993) di sini sebaiknya masyarakat untuk saling mengisi, menum-
dilakukan pengembangan produk (product buhkan ide, kreativitas dan lain-lain.
development), merekayasa ulang (reengi- Kemudian, perlu perencanaan holistik dalam
neering), memberi kemasan yang menarik dan pengembangan desain wujud dan tatanilai
merevitalisasi produk yang sudah ada agar kebudayaan agar berkelanjutan, melakukan
memiliki tampilan lebih memikat. perlindungan budaya secara terintegrasi,
Tentu saja untuk melakukan aksi ini perlu melakukan komunikasi dan pencitraan serta
cukup pengetahuan (knowledge) dan melakukan pelestarian berbasis kearifan
ketrampilan (skill), meliputi pemahaman masyarakat lokal.
kognitif (cipta), afektif (rasa) maupun konatif Harapannya di kemudian hari, dengan
(karsa). Tindakan pembelajarannya dapat manajemen dan kooperasi lembaga yang kuat
dilakukan melalui jalur formal seperti sekolah dapat dilakukan pengembangan dan penetrasi
maupun nonformal misalnya keluarga, pasar ke mancanegara secara terintegrasi.
kelompok bermain atau agen sosialisasi lain,
332 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Juli

Perlindungan budaya dilakukan pula dengan video games dan play station bahkan sampai
pengayaan keanekaragaman wisata, sedangkan fashion dan mode baju, karena memang secara
komunikasi dan pencitraan dilakukan melalui etnik di wilayah ini penduduknya multikultur.
berbagai macam sarana yang sudah sering Agar bermanfaat secara ekonomi bagi
digunakan dan relatif maju seperti leaflet, masyarakat, pelestarian kebudayaan dapat
baliho, brosur dan juga e-tourism (electronic- mengikutsertakan pihak swasta melalui kemi-
tourism), maupun yang konservatif tetapi traan (partnership), investasi ataupun hibah
mempunyai efek yang tepat sasaran dan tidak mengikat. Sementara untuk peningkatan
efisien yaitu pemasaran dari mulut ke mulut mutu dilakukan melalui pendidikan dan
(word of mouth). Daerah yang memiliki pelatihan (diklat) kewirausahaan terutama bagi
keunikan seperti Kotagede, pecinan (misalnya UMKM dalam bentuk pelatihan, bantuan
di daerah Jalan Ketandan) atau pun kawasan teknis dan manajemen.
perkampungan dan perdesaan dikembangkan
sebagai pusat ekobudaya lengkap dengan 7. Strategi Daya Saing Kebudayaan
ekoresor yang menggunakan sumberdaya
lokal (misalnya kesenian yang ditampilkan 7.1. Penentuan Strategi
menggunakan sumberdaya manusia setempat Setelah menetapkan sasaran yang hendak
dan amenitas yang disajikan berbahan baku dicapai maka kebijakan, strategi dan taktik
lokal pula). Namun aktivitas ini semua akan (implementasi) daya saing bidang kebudayaan
sukses jika dapat memberikan nilai tambah DIY diuraikan melalui Tabel 7. Dua kebijakan
bagi perbaikan ekonomi masyarakat sehingga utama yang perlu dilakukan adalah, pertama,
tidaklah mudah dilakukan, perlu dukungan edukasi sejak usia dini dengan strategi
pemerintah sebagai pengarah. menumbuhkan rasa handarbèni masyarakat
terhadap kebudayaan melalui pemahaman
6. Analisis Kekuatan Internal-Eksternal (knowledge) kognitif dan afektif tentang
Berdasarkan rangkuman opini pakar pentingnya arti pelestarian budaya serta
(Tabel 6), terlihat bahwa konstelasi skor pembekalan ketrampilan (skill) dan konatif
antara daya tarik industri dengan kekuatan (conative) atau karsa. Wilayah edukasi menca-
kebudayaan Yogyakarta terletak pada sel I kup program pendidikan, paket informasi,
dengan koordinat 4,24; 3,73. Artinya, daya buku dan lain-lain. Kemudian, memberikan
tarik industri kebudayaan tinggi (faktor lokakarya (workshop) bagi guru, administrator
eksternal yang tidak dapat dikendalikan, dan keluarga dalam hal outcomed-based
bahkan informasinya tidak sempurna), education dan site-based management.
sedangkan kekuatan kebudayaan dipandang Sekolah dapat pula menggunakan indikator
juga masih memiliki nilai tinggi (Gambar 5- kunci seperti student achievement dan student
2). Hal ini menjadikan DIY sebagai daerah enrollment sebagai tolok ukur kesuksesan
tujuan pengembangan budaya asing seperti implementasi program.

Tabel 6 Kombinasi Internal-Eksternal Kebudayaan


No Deskripsi Resultante No Deskripsi Resultante
1 Keunggulan kompetitif 4.40 3 Kekuatan lingkungan bisnis 3.70
2 Kekuatan nilai 4.09 4 Kekuatan industri kebudayaan 3.77
Jumlah (∑) 8.48 Jumlah (∑) 7.46
Rerata (μ) 4.24 Rerata (μ) 3.73
Sumber: Data primer diolah
2008 Soeroso, dkk 333

Tabel 7. Kebijakan, Strategi dan Taktik Agar Kebudayaan Berdaya Saing


No Kebijakan Strategi Taktik (Implementasi)
1 Edukasi 1. Pemahaman (knowled- 1. Pendidikan formal – melalui sekolah
ge) kognitif dan afektif 2. Pendidikan non-formal – melalui keluarga kelompok
(perasaan) tentang pen- bermain – menghidupkan kembali permainan (dolanan)
tingnya arti pelestarian anak dan sesumber lokal
budaya kepada
masyarakat sejak dini – 3. Sosialisasi berkesinambungan – merevitalisasi adat-
menumbuhkan rasa istiadat, ritual kebudayaan Jawa dengan mengadakan
handarbeni lomba (misalnya merangkai janur), pertunjukan dan lain-
lain yang dapat menarik minat masyarakat
4. Kampanye penggunaan bahasa Jawa pada anak sejak
dini
5. Pendekatan kultural melalui tokoh masyarakat,
budayawan, seniman
2. Ketrampilan (skill) – 1. Pendidikan formal – melalui sekolah – menggalakkan
konatif (conative) – kembali prakarya seperti pembuatan keranjang dari
karsa anyaman bambu.
2. Pendidikan non-formal – melalui keluarga kelompok
bermain, koperasi, kelompok usaha.
3. Bengkel kerja (workshop) di setiap kecamatan –
misalnya ketrampilan tepat guna membuat sangkar
burung, menanam bunga dll.
2 Revitalisasi 1. Perencanaan yang 1. Perencanaan kegiatan sosial-budaya – penempatan guru
nilai-nilai holistik termasuk kesenian, tari, musik ke sekolah dan membantu kegiatan
seni-budaya, pengembangan disain yang diselenggarakan masyarakat
ritual, adat- wujud dan tata nilai 2. Mempertemukan kepentingan kebudayaan manusia
istiadat, dll kebudayaan yang dengan alam termasuk manajemen - menyampaikan
berkelanjutan nilai-nilai yang terkandung di dalam kesenian kepada
masyarakat, termasuk manajemen dan pembelajaran
seni pertunjukan
2. Perlindungan budaya 1. Pengayaan keanekaragaman wisata budaya dengan
secara terintegrasi basis pada komunitas dan sumberdaya lokal, misalnya:
a. Wisata spiritual, ritual, dan religi (pilgrim tourism) di
Kotagede, bekakak di Gamping, dll
b. Mendorong wisata kuliner
2. Pelestarian benda cagar budaya yang menjadi identitas
dan landmark Kota Yogyakarta seperti Kraton, wayang
dan keris
3. Komunikasi dan 1. Komunikasi pemasaran yang terintegrasi -- Pemakaian
pencitraan alat pemasaran secara terpadu – leaflet, eTourism, word
of mouth, dll
2. Melakukan pemasaran bermasyarakat --
mempertemukan kebutuhan masyarakat, produsen dan
konsumen – memperkaya cinderamata (souvenir) lokal,
baik dalam hal karyanya maupun bahan bakunya –
memberikan pengarahan kepada para produsen dan
pengecer (retailer) benda-benda seni
334 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Juli

Lanjutan tabel 7
4. Pelestarian berbasis 1. Menjaga nilai-nilai pranata sosial, tata-krama, unggah-
masyarakat lokal ungguh, kedisiplinan dan keteraturan – introduksi ke
sekolah,
2. Mempertahankan identitas, integritas dan nilai-nilai
budaya masyarakat – gotong-royong, rembug desa, dsb
3. Pengembangan desa sebagai ekoresor dan pusat
ekobudaya dengan menonjolkan eksistensi kekhasan
lokal-tradisional
5. Perbaikan perekono- 1. Menonjolkan aktivitas komunitas lokal – kampanye,
mian festival, perlombaan, atau acara khusus lain dengan
menggugah kembali minat masyarakat untuk
mempertahankan properti, kesenian, makanan dan
kerajinan tradisional
2. Penggunaan produk berbasis sumberdaya lokal –
penyuluhan penggunaan bahan baku yang ada di
sekitarnya, dll
3. Kemitraan – investasi pihak swasta, hibah tidak
mengikat
4. Diklat kewirausahaan – pelatihan, bantuan teknis dan
manajemen kewirausahaan terhadap usaha gurem,
mikro, kecil dan menengah
Sumber: Data primer diolah

Kedua, melakukan revitalisasi terhadap langkah yang dilakukan bersifat: (1) restoratif
nilai-nilai seni-budaya, ritual, adat-istiadat untuk mengembalikan “kebersamaan” masya-
yang selama ini mulai termarjinalisasi. rakat yang hilang melalui kebijakan dan
Strateginya menggunakan perencanaan yang agenda orientasi institusional yang baru; (2)
holistik termasuk pengembangan rancang reformatif, merubah kebijakan dan prosedur
bangun wujud dan tatanilai yang dapat pemerintah dengan melakukan apresiasi
diterima masyarakat, perlindungan budaya terhadap sesumber lokal; sekaligus (3)
secara terintegrasi melibatkan seluruh elemen perlindungan terhadap nilai, norma atau
masyarakat dan pemerintah, melakukan hakekat kebudayaan Jawa yang terancam oleh
komunikasi dan pencitraan terhadap budaya perubahan lingkungan.
dan keunggulan kompetitif keanekaragaman Kemudian, sebagai langkah antisipasi
yang dimiliki oleh Yogyakarta, melakukan terhadap semakin menurunnya fungsi kebu-
pelestarian berbasis masyarakat lokal. Namun dayaan Jawa di masyarakat perlu (1) sebuah
demikian, upaya pelestarian akan sia-sia jika agenda baru dengan tujuan dan sasaran jangka
tidak ada imbangan hasil terhadap kesejah- panjang berupa masyarakat yang maju,
teraan masyakat, sehingga perbaikan pereko- mandiri, sejahtera lahir batin yang didukung
nomian perlu pula menjadi fokus strategi. oleh nilai-nilai kejuangan dan pemerintahan
Mengacu kepada Rubin (Bryson dan yang baik dan bersih dengan mengembangkan
Einsweiller, 1988), secara keseluruhan strategi ketahanan sosial-budaya dan sumberdaya
yang diterapkan mempunyai dimensi jangka berkelanjutan; (2) penerapan visi besar terwu-
panjang dengan tujuan untuk mengantisipasi judnya pembangunan regional, wahana
atau memperbaiki perubahan konteks dalam menuju kondisi DIY pada tahun 2020 sebagai
hal ini kebudayaan di DIY. Secara umum pusat pendidikan, kebudayaan, dan daerah
strateginya dalam sel “quest” atau pertanyaan tujuan wisata terkemuka; dan juga (3)
dan “saga” (Gambar 1-2). Dengan demikian
2008 Soeroso, dkk 335

berbagai skenario, implementasi dan tindakan teknis dan politis sulit dilakukan, misalnya
alternatif yang tertuang di dalam Tabel 7. terdapat stakeholders yang problematik dan
Investasi pada komunikasi berarti membe- antagonistik, maka perlu diambil jalan
rikan atensi terhadap desain dan penggunaan bertahap melalui beberapa “gelombang” agar
jaringan komunikasi, termasuk pesan dan pengadopsi awal (initial adopter) dapat diikuti
distribusinya. Khususnya pada saat ada peru- oleh pengadopsi berikutnya (later adopter).
bahan besar, masyarakat perlu diberikan Supaya implementasi efektif, perlu diper-
kesempatan mengembangkan dan mengapre- hatikan rancang bangun (design) dan demons-
siasi implementasi perubahan yang akan trasi proyek percontohan (pilot project) serta
mereka terima di masa depan. Masyarakat melakukan transfer perubahan secara hati-hati.
perlu mendengar tentang usulan perubahan Pada saat proses implementasi dilakukan
melalui berbagai saluran dalam kurun waktu secara gradual, perlu perhatian khusus kepada
yang cukup sehingga pesan yang ingin masyarakat yang mengadopsi perubahan pada
disampaikan kepadanya dapat dimengerti. tahap awal.
Masyarakat juga harus dapat menyampaikan
pendapatnya tentang perubahan yang akan 7.2. Prioritas Kebijakan
terjadi agar mereka dapat menginterpretasi-
Untuk menentukan keputusan daya saing
kan, melakukan adaptasi dan mengeksplorasi
secara menyeluruh digunakan proses hirarki
implikasi yang akan terjadi.
analitik (PHA) dengan menetapkan prioritas
Selain itu, harus dipikirkan pula cara antar elemen, mensintesiskan pertimbangan
untuk mengurangi resistensi sikap penolakan (penilaian), meneliti konsistensi pertimbangan
dan kurangnya partisipasi masyarakat terhadap tersebut dan mengambil keputusan akhir yang
program aksi dengan memberikan kepada didasarkan atas hasil-hasil proses ini. Hasil
mereka sesi orientasi, bahan pelatihan, tim penilaian pakar diolah menggunakan perang-
problem-solving, interaksi tatap muka dan kat lunak Expert Choice.
asistensi teknik untuk mendukung strategi Dari Gambar 6-1, terlihat overall
implementasi dan mengatasi masalah. Peng- inconsistency ratio index sebesar 0,02. Oleh
hargaan simbolik dan seremonial juga dapat karena hasil tersebut signifikan, lebih kecil
diberikan untuk membantu memperkuat dari 0,1; maka hasil analisis dapat dipercaya.
dukungan masyarakat.
Gambar 6-2 memperlihatkan diagram pohon
Implementasi program dapat dilakukan strategi peningkatan daya saing bidang
dengan dua cara yaitu langsung (secara kebudayaan, mulai dari kebijakan, strategi dan
simultan) atau bertahap (gradual). Implemen- implementasinya. Secara keseluruhan
tasi program secara langsung dapat dilakukan implementasi kebijakan dan strategi yang
bilamana secara teknis dan politis mudah, dilaksanakan adalah pendidikan melalui jalur
masyarakat menerima dengan bijak, senang formal seperti sekolah (29%), melalui agen
hati dan tidak timbul prasangka terhadap (21,4%), sosialisasi dan pendekatan kultural
program pemerintah. Jika dapat dilakukan, masing-masing 11,4 persen, pembentukan
implementasi membutuhkan biaya yang murah bengkel kerja (6,1%), pendayagunaan guru
dan memberikan insentif yang cukup. (3,2%).
Sebaliknya jika penerapan program secara
336 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Juli

Gambar 6 Strategi Peningkatan Daya Saing Bidang Kebudayaan


Sumber: Data primer diolah

Pengayaan keanekaragaman budaya dan usahaan masing-masing memiliki peluang 1,6


amenitas, perlindungan heritage, komunikasi persen. Adapun pengembangan wilayah-
dan pencitraan secara terintegrasi, menjaga wilayah yang unik sebagai ekoresor dan
pranata sosial, kampanye aktivitas lokal, ekobudaya dan manajemen seni pertunjukan,
penggunaan produk dengan sumberdaya lokal, masing-masing berpeluang 0,8 dan 0,6 persen.
kemitraan, pendidikan dan latihan kewira-

Gambar 7 Analisis Sensitivitas: Opini Pakar


Sumber: Data primer diolah
2008 Soeroso, dkk 337

Selanjutnya dari analisis sensitivitas komunikasi pemasaran terintegrasi, memper-


(Gambar 7), opini pakar menunjukkan tahankan heritage baik yang tangible maupun
konstelasi peluang edukasi (70%) lebih intangible dan penganekaragaman jenis
didahulukan dibandingkan merevitalisasi wisata.
kebudayaan lokal (30%) sehingga pendidikan Jika analisis dilanjutkan, dengan merubah
formal melalui sekolah merupakan prioritas konstelasi sehingga revitalisasi kebudayaan
utama untuk meningkatkan daya saing diberikan peluang yang lebih tinggi sampai
kebudayaan Jawa, yang diikuti dengan dengan 70% berbanding dengan edukasi 30%,
penggunaan jalur non formal seperti agen maka pada Gambar 8 terlihat bahwa dalam
keluarga, kelompok bermain dan sebagainya. implementasi, pendayagunaan guru kesenian,
Pendekatan lain dilakukan dengan menggu- tari, musik ke sekolah dan masyarakat
nakan jasa tokoh masyarakat, budayawan dan memperoleh prioritas utama, diikuti oleh
seniman, pendayagunaan guru, pembuatan pendidikan sekolah dan melalui agen-agen.
bengkel kerja sebagai penunjang ketrampilan,

Gambar 8 Analisis Sensitivitas: Peluang Revitalisasi di atas Edukasi

Sumber: Data primer diolah


338 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Juli

KESIMPULAN DAN SARAN perekonomian dengan menggunakan keunikan


yang dimiliki masyarakat.
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah 2. Saran
dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai Berdasarkan temuan dari kajian dalam
berikut. (1) Faktor-faktor atau parameter penelitian ini maka strategi yang tepat,
penting agar kebudayaan lokal memiliki daya organik, tepat sasaran, dan dapat diimplemen-
saing dalam industri kebudayaan yang tasikan secara faktual untuk mengangkat
berbasis pada ekonomi kreatif adalah: (a) mainstream “DIY sebagai pusat budaya tahun
Dalam wujud kebudayaan, masyarakat perlu 2020” adalah perlu penerapan dua kebijakan
memiliki solidaritas organis, menjaga penting sebagai berikut: (1) Merevitalisasi
kondusivitas pranata sosial, mengedepankan adat, istiadat, ritual sebagai cerminan identitas,
spiritualisme dalam bentuk pendidikan dan integritas, dan kebersamaan, termasuk
budi pekerti, melakukan pengenalan budaya menggalakkan kembali penggunaan bahasa
Jawa sejak dini sekaligus menggalakkan Jawa. (2) Mendorong edukasi baik kognitif,
penggunaan bahasa Jawa pada acara non afektif, dan konatif, serta pengenalan budaya
formal, mencari stimulan yang dapat Jawa sejak dini melalui jalur formal (sekolah)
mengimbangi kemajuan teknologi dengan dan nonformal (agen sosialisasi seperti
merevitalisasi adat-istiadat dan ritual keluarga, kelompok bermain, media massa,
kebudayaan Jawa, memberikan apresiasi seni- dan lain-lain).
budaya dengan melibatkan peran serta seluruh
elemen masyarakat, menciptakan komunikasi DAFTAR PUSTAKA
yang sehat dan rasa saling percaya antar Bryson, J.M. and R.C. Einsweiller. 1988.
sesama warga (untuk menciptakan suasana Strategic Planning: Threats and Oppour-
kondusif), menggunakan peran institusi formal tinities for Planners. Chicago: Planners
dan nonformal. (b) Dalam hal fisik kebu- Press.
dayaan perlu digali kembali nilai-nilai yang
Cappiello, S., M. Freed., M. Jacobsen., and J.
terkandung di dalam kesenian masyarakat
Taylor. 1995. A Product Launch Strategy
serta memodifikasi cara penyelenggaraan dan
for Kid Science. Paper presented in EES
pembelajaran seni pertunjukan agar tidak 283, June 9, 1995.
ketinggalan zaman, pelestarian kesenian dan
heritage, mengoptimalkan infrastruktur pen- Getty Conservation Institute (GCI). 1998.
dukung budaya, mempertahankan penggunaan Economics and Heritage Conservation: A
busana dengan motif batik dan lurik, menjaga Meeting Organized by the Getty Conser-
vation Institute. Los Angeles: Getty
keanekaragaman kerajinan, membangkitkan
Center.
kembali kebanggaan berbusana Jawa, kedisi-
plinan, ketertiban, keteraturan dan tatakrama, Hair, J.F., Jr., W.C. Black, B.J. Babin, R.E.
meningkatkan kualitas dan model, dan Anderson., and R.L. Tatham. 2006.
menjaga Kraton sebagai pusat budaya Jawa. Multivariate Data Analysis. (5th ed.).
(2) Perlu pemahaman terhadap edukasi dan Upper Saddle River, NJ, USA: Pearson
melakukan perencanaan yang holistik terma- Education, Inc.
suk pengembangan desain wujud dan tatanilai Hooley, G.J., and J. Saunders. 1993. Compe-
kebudayaan yang berkelanjutan, melakukan titive Positioning: The Key to Market
perlindungan budaya secara terintegrasi, mela- Success. Hertfordshire, UK: Prentice Hall,
kukan komunikasi pemasaran dan pencitraan Inc.
secara simultan, melakukan pelestarian kebu- Koentjaraningrat. 2004. Bunga Rampai Kebu-
dayaan berbasis masyarakat lokal, perbaikan dayaan, Mentalitas, dan Pembangunan.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
2008 Soeroso, dkk 339

Langabeer II, J. 1998. Competitive strategy in Santosa, S. 2000a. Buku Latihan SPSS Statis-
turbulent healthcare markets: An analysis tik Multivariat. Jakarta: PT. Gramedia
of financially effective teaching hospitals. Pustaka Utama.
Journal of Healthcare Management, 43 Santosa, S. 2000b. Buku Latihan SPSS Statis-
(6): 512-526 tik Parametrik. Jakarta: PT. Gramedia
Lee, D.N.B. and D.J. Snepenger. 1992. An Pustaka Utama.
ecotourism assessment of Tortuguero, Sunarto, K. 1985. Pengantar Sosiologi.
Costa Rica. Annals of Tourism Research, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
19 (2): 1367-1370.
Unesco. 2003. The Unesco hereby Proclaims
Nagel, S.S. 1982. Policy Evaluation: Making Wayang Puppet Theatre – Indonesia as a
Optimum Decisions. New York, USA: Masterpiece of the Oral and Intangible
Praeger Publisher. Heritage of Humanity. www.unesco.org
O'Connor, R.A. 1995. Agriculture change and ______. 2007. Unesco Cultural Activities
ethnic succession in Southeast Asian Worldwide. www.unesco.org
Studies: A case for regional anthropology.
The Journal of Asian Studies, 54 (4): 969. Watson, C.J., P. Ballingsley., D.J Croft., and
D.V. Hundsberger. 1993. Statistic for
Ranjabar, J. 2006. Sistem Sosial Budaya Management and Economics. Englewood
Indonesia: Suatu Pengantar. Jakarta : Cliffs, NJ, USA: Prentice Hall, Inc.
Ghalia Indonesia.
Wikipedia. 2007. Budaya. www.wikipedia.
Saaty, T.L. 1986. Decision Making for com.
Leaders: The Analytical Hierarchy
Process for Decisions in Complex World.
Pittsburgh, USA: University of Pittsburgh.

You might also like