Journal of Business Ethics, Vol. 14, No. 9 (Sep., 1995), pp.
741-749
Unethical Behavior in Information Systems: The Gender
Factor
Deepak Khazanchi
Deepak Khazanchi is an assistant professor of information systems (IS) in the college
of business at Northern Kentucky University. His recentpublications and research
interests focus on IS support for ill-structured problem understanding,
ethical/pedagogical issues in IS, and impact of advanced information technologies
in organizations.
Journal of Business Ethics 14: 741-749, 1995.
© 1995 Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands.
ABSTRACT.
This article reports the findings of a survey examining whether gender
differences influence the degree to which individuals recognize unethical
conduct in the use and development of information technology. The results
show that, on the average, there is a significant gender gap in the recognition
of unethical behavior in information systems. Although, women are better able
to recognize unethical actions described in information systems scenarios than
men, the existence of statistically significant differences varies depending upon
the nature of the ethical dilemma. The findings of this study provide both
managers and researchers valuable understanding regarding the differences
(and similarities) in the reactions of individuals of both genders to unethical
situations in information systems
Introduction
The ability of managers to recognize (and ultimately resist) unethical conduct
has been associated with factors relating to the environment (e.g., employing
organization, cultural, situational etc.) and others having to do with the
individual themselves (e.g., family influences, religious values, personal
experiences, demographic characteristics). There is little doubt that individual
attributes relate to moral reasoning and ethical conduct; but it can be argued
that individual factors could be the most powerful determinants of personal
ethical standards (and consequently conduct) (Bommer et al., 1987; Trevino,
1986). Dejoie et al. (1991) urge that information systems (IS) related studies
on ethical decision making need to examine the disparity between
genders, among other social aspects.
Perilaku Tidak Etis dalam Sistem Informasi: Faktor
Gender
Deepak Khazanchi
Deepak Khazanchi adalah asisten profesor sistem informasi (IS) di perguruan tinggi
bisnis di Northern Kentucky University. Publikasi terakhir dan minat penelitiannya
berfokus pada dukungan IS untuk pemahaman masalah yang tidak terstruktur, isu
etika / pedagogis di IS, dan dampak teknologi informasi lanjut dalam organisasi.
Journal of Business Ethics 14: 741-749, 1995.
© 1995 Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands.
ABSTRAK.
Artikel ini melaporkan temuan sebuah survei yang memeriksa apakah
perbedaan gender mempengaruhi sejauh mana individu mengenali perilaku
tidak etis dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi. Hasilnya
menunjukkan bahwa, rata-rata, ada perbedaan gender yang signifikan dalam
pengakuan perilaku tidak etis dalam sistem informasi. Meskipun, wanita lebih
mampu mengenali tindakan tidak etis yang dijelaskan dalam skenario sistem
informasi daripada laki-laki, adanya perbedaan yang signifikan secara statistik
berbeda-beda tergantung pada sifat dilema etika. Temuan penelitian ini
memberi para manajer dan peneliti pemahaman yang berharga mengenai
perbedaan (dan persamaan) dalam reaksi individu dari kedua jenis kelamin
terhadap situasi yang tidak etis dalam sistem informasi.
Pendahuluan
Kemampuan manajer untuk mengenali (dan akhirnya menolak) perilaku tidak
etis telah dikaitkan dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan lingkungan
(misalnya, mempekerjakan organisasi, budaya, situasional dan lain-lain) dan
yang lain berkaitan dengan individu itu sendiri (misalnya, pengaruh keluarga,
agama Nilai, pengalaman pribadi, karakteristik demografi). Ada sedikit
keraguan bahwa atribut individu berhubungan dengan penalaran moral dan
perilaku etis; Tetapi dapat dikatakan bahwa faktor individu bisa menjadi faktor
penentu standar etika pribadi yang paling kuat (dan akibatnya melakukan)
(Bommer et al., 1987; Trevino, 1986). Dejoie dkk. (1991) mendesak agar
sistem informasi (IS) studi terkait pengambilan keputusan etis perlu memeriksa
perbedaan antara jenis kelamin, di antara aspek sosial lainnya.
1
Athough there have been numerous studies on sex differences and moral
development,1 the IS discipline has not seen many studies regarding the role
of gender and other demographic variables in recognizing unethical conduct.
Thus, the goal of this study is to examine one individual demographic attribute,
gender, and study its impact on the ability of prospective decision makers to
identify (and hopefully refrain from) unethical behavior in information systems
design, development, implementation and use.
Research rationale and questions
The belief that gender differences might exist in moral conduct can be traced
to Freud who believed in the notion of "a stronger male conscience". However,
there is no systematic empirical evidence that supports this view. In fact, some
researchers have suggested that there are no overall consistent sex
differences in moral conduct (e.g., Burton and Casey, 1980). Extrapolating this
argument to unethical behavior in information systems, it could be argued that
gender may not be of any importance.
In contrast to the above, there is some evidence to indicate that a majority of
computer criminals tend to be young, bright, and primarily male (Wolk and
Luddy, 1986). Although, Bickel et al. (1991) assert that this may not be totally
accurate today, in that "... computer criminals who are older and/or female now
exist (Alexander, 1991)". Furthermore, some researchers have found large
gaps between the attitudes of male/female respondents toward unethical
business practices. Poorsoltan et al. (1991) found that female and married
subjects consistently proved to be more conservative than their respective
counterparts. Their female and married respondents (subjects were upper-
division and graduate business students) expressed a more ethical view
regarding issues such as 'financial and non-financial contributions to achieve
business goals in foreign markets', 'accepting gifts from clients', and
'pressuring others for information'. In another study of the effect of
demographic factors on attitudes towards software piracy, Solomon and
O'Brien (1990) reported finding gender differences for two issues: "making
illegal copies", and "letting others copy".²
Meskipun ada banyak penelitian tentang perbedaan jenis kelamin dan
perkembangan moral, disiplin IS belum melihat banyak penelitian mengenai
peran gender dan variabel demografis lainnya dalam mengenali perilaku tidak
etis. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji satu
atribut demografis, gender, dan studi dampaknya terhadap kemampuan calon
pengambil keputusan untuk mengidentifikasi (dan semoga tidak menahan diri
dari) perilaku tidak etis dalam perancangan, pengembangan, implementasi dan
penggunaan sistem informasi.
Dasar pemikiran dan pertanyaan penelitian
Keyakinan bahwa perbedaan gender mungkin ada dalam perilaku moral dapat
ditelusuri ke Freud yang percaya pada gagasan "hati nurani laki-laki yang lebih
kuat". Namun, tidak ada bukti empiris sistematis yang mendukung pandangan
ini. Sebenarnya, beberapa peneliti telah menyarankan bahwa tidak ada
perbedaan jenis kelamin yang konsisten secara konsisten dalam perilaku moral
(misalnya, Burton dan Casey, 1980). Ekstrapolasi argumen ini terhadap
perilaku tidak etis dalam sistem informasi, dapat dikatakan bahwa jenis kelamin
mungkin tidak penting.
Berbeda dengan hal di atas, ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
mayoritas penjahat komputer cenderung muda, cerah, dan terutama laki-laki
(Wolk and Luddy, 1986). Meskipun, Bickel et al. (1991) menegaskan bahwa ini
mungkin tidak sepenuhnya akurat hari ini, dalam hal itu "... penjahat komputer
yang lebih tua dan / atau wanita sekarang ada (Alexander, 1991)". Selanjutnya,
beberapa peneliti telah menemukan kesenjangan yang besar antara sikap
responden pria / wanita terhadap praktik bisnis yang tidak etis. Poorsoltan et al.
(1991) menemukan bahwa subjek perempuan dan kawin secara konsisten
terbukti lebih konservatif daripada rekan mereka masing-masing. Responden
perempuan dan kenalan mereka (subjek adalah mahasiswa divisi atas dan
mahasiswa pascasarjana) mengungkapkan pandangan yang lebih etis
mengenai isu-isu seperti 'kontribusi finansial dan non-keuangan untuk
mencapai tujuan bisnis di pasar luar negeri', 'menerima hadiah dari klien', dan '
Menekan orang lain untuk informasi '. Dalam studi lain tentang pengaruh faktor
demografi terhadap sikap terhadap pembajakan perangkat lunak, Solomon dan
O'Brien (1990) melaporkan temuan perbedaan gender untuk dua isu:
"membuat salinan ilegal", dan "membiarkan salinan orang lain" .²
2
Research questions Pertanyaan penelitian
The previous discussion provides the impetus for this research study. The Diskusi sebelumnya memberikan dorongan untuk penelitian ini. Pertanyaan
major research question is: Are there overall gender differences in the penelitian utama adalah: Adakah perbedaan gender secara keseluruhan dalam
identification of unethical behavior in ethical dilemmas relating to the identifikasi perilaku tidak etis dalam dilema etis yang berkaitan dengan bidang
information systems field? The secondary question is: Do the gender sistem informasi? Pertanyaan sekundernya adalah: Apakah perbedaan gender
differences persist when specific types of ethical problems (dilemmas) are tetap ada saat jenis masalah etika tertentu (dilema) dipertimbangkan?
considered?
Method Metode
Subjects and setting Subjek dan pengaturan
The subjects for this study were 134 undergraduate and graduate business Subjek penelitian ini adalah 134 mahasiswa program sarjana dan pascasarjana
students (65 women and 69 men) enrolled in different introductory and higher- (65 wanita dan 69 laki-laki) yang terdaftar di kursus sistem informasi pengantar
level information systems (IFS) courses at a medium size mid-western dan tingkat yang lebih tinggi di universitas menengah menengah di Amerika
university in the United States. A large number (55%) of study subjects were Serikat. Sejumlah besar (55%) subjek penelitian adalah lulusan atas di bawah
upper-division under graduate students (junior/senior), and the rest (45%) mahasiswa pascasarjana (junior / senior), dan sisanya (45%) terbagi antara
were split between either lower-division (freshman, sophomore and unknown) divisi rendah (mahasiswa baru, sophomore dan tidak diketahui) atau
or graduate students (pre-MBA, MBA, post-baccalaureate and other). Student mahasiswa pascasarjana (pra- MBA, MBA, post-baccalaureate dan lainnya).
grade point averages varied between 2.00 to 4.00, with a mean of 3.18 and Rata-rata nilai rata-rata siswa bervariasi antara pukul 2.00 sampai 4.00,
a mode of 3.00. A majority of the students (60%) had completed one to two dengan rata-rata 3,18 dan mode 3,00. Sebagian besar siswa (60%) telah
courses relating to computer technology and/or information systems, with 14% menyelesaikan satu atau dua kursus yang berkaitan dengan teknologi
having completed at least one class. The remaining students (40%) were komputer dan / atau sistem informasi, dengan 14% menyelesaikan setidaknya
distributed between those who had completed three to four courses (26%) and satu kelas. Sisanya siswa (40%) dibagikan antara mereka yang telah
those who had taken five or more IFS classes (14%). In terms of years of full-menyelesaikan tiga sampai empat program (26%) dan mereka yang telah
time experience, subjects reported a range between 3 months to 348 months mengikuti lima atau lebih kelas IFS (14%). Dalam hal pengalaman penuh
(µ = 89.6), with only 12% reporting less than a year's work experience. In waktu, subjek melaporkan rentang antara 3 bulan sampai 348 bulan (μ = 89,6),
addition, subjects ranged between 1 month to 132 months of part-time work dengan hanya 12% melaporkan kurang dari satu tahun pengalaman kerja.
experience (µ= 52.3), with a majority (92%) reporting one year or more Selain itu, subjek berkisar antara 1 bulan sampai 132 bulan pengalaman kerja
experience. paruh waktu (μ = 52,3), dengan mayoritas (92%) melaporkan satu tahun atau
lebih pengalaman.
Procedure Prosedur
Subjects were presented with a survey containing seven scenarios describing Subjek disajikan dengan sebuah survei yang berisi tujuh skenario yang
various types of unethical conduct in information systems. They were asked to menggambarkan berbagai jenis perilaku tidak etis dalam sistem informasi.
assess the "degree of unethicalness" of specific actions described in the Mereka diminta untuk menilai "tingkat ketidakstabilan" tindakan spesifik yang
scenarios. The scenarios describing cases involving unethical actions in the dijelaskan dalam skenario. Skenario yang menggambarkan kasus-kasus yang
information systems and/or computer science context are all adapted from melibatkan tindakan tidak etis dalam sistem informasi dan / atau konteks ilmu
Parker (1980). Each scenario is a representative example of the seven types komputer semuanya diadaptasi dari Parker (1980). Setiap skenario adalah

3
of ethical situations categorized by Parker: "... the classification looks at ethical
norms from an individual's point of view". These categories are comprised of
the ethical responsibilities of IS professionals regarding disclosure, social
responsibility, integrity, conflict of interest, accountability, protection of privacy
and personal conduct. A detailed definition for each of these categories of
ethical dilemmas is provided in Appendix A. Parker used expert judges from
various disciplines (technologist, manager, ethical philosopher, academic,
lawyer etc.) to evaluate thirty-two ethical dilemmas. Seven of these scenarios
and a "degree of unethicalness" rating scale was used for the present study
and is provided in Appendix B. The behavior of the actors in each of these
scenarios was considered to be absolutely unethical by an overwhelming
majority of Parker's expert judges. The resulting scores of the expert judges along
with Parker's classification of each scenario is also provided in Appendix B.
The unethical acts described in each scenario were rated by the subjects on a
7-point Likert type interval scale ranging from "absolutely not unethical" = 1 to
"absolutely unethical" = 7, with no verbal labels for intermediate scale points
(i.e., 2 through 6). Thus, based on their response to the seven scenarios, a
respondent could receive an aggregate "degree of unethicalness" (UNETH)
score ranging from a maximum of 49 (7*7) to 7 (7*1). Since, a majority of
Parker's experts rated the action described in each scenario to be 'absolutely
unethical', respondents' scores ranging between 28 (mid-scale value) and 49
are indicative of the fact that their ethical judgment is closer to the expert
judges³.
Results and discussion
A pearson-correlation analysis of UNETH with demographic variables such as
students' status (senior, junior, graduate, etc.), part-time work experience, full-
time work experience, academic ability (measured by GPA), and number of
information systems related courses completed, produced no significant
associations at the 0.05 level. This result is important in that it adds value to
the decision regarding the issue of gender differences in recognizing unethical
behavior.
In order to examine the overall relationship of GENDER and the dependent
variable, aggregate degree of unethicalness (UNETH), a one-way analysis of
variance using the GLM procedure in SAS was performed. The results indicate
that GENDER has a strong (at the 0.05 significance level) association with
contoh yang representatif dari tujuh jenis situasi etis yang dikategorikan oleh
Parker: "... klasifikasi mengacu pada norma etika dari sudut pandang individu".
Kategori ini terdiri dari tanggung jawab etika profesional IS mengenai
pengungkapan, tanggung jawab sosial, integritas, benturan kepentingan,
akuntabilitas, perlindungan privasi dan perilaku pribadi. Definisi rinci untuk
masing-masing kategori dilema etis ini diberikan di Lampiran A. Parker
menggunakan hakim ahli dari berbagai disiplin ilmu (teknolog, manajer, filsuf
etis, akademisi, pengacara, dsb.) Untuk mengevaluasi tiga puluh dua dilema
etika. Tujuh dari skenario ini dan skala penilaian "tingkat ketidaktahuan"
digunakan untuk penelitian ini dan diberikan dalam Lampiran B. Perilaku aktor
dalam masing-masing skenario dianggap tidak etis oleh mayoritas hakim ahli
Parker. . Skor yang dihasilkan dari para ahli juri bersama dengan klasifikasi
Parker terhadap masing-masing skenario juga diberikan pada Lampiran B.
Tindakan tidak etis yang dijelaskan dalam setiap skenario dinilai oleh subjek
pada skala interval tipe Likert 7 poin yang berkisar dari "sama sekali tidak tidak
etis" = 1 sampai "Sama sekali tidak etis" = 7, tanpa label verbal untuk nilai
skala menengah (yaitu 2 sampai 6). Jadi, berdasarkan tanggapan mereka
terhadap tujuh skenario, seorang responden dapat menerima skor "tingkat
ketidaktahuan" (UNETH) secara keseluruhan mulai dari maksimum 49 (7 * 7)
sampai 7 (7 * 1). Karena, sebagian besar pakar Parker menilai tindakan yang
dijelaskan di setiap skenario untuk 'benar-benar tidak etis', skor responden
berkisar antara 28 (nilai skala menengah) dan 49 menunjukkan fakta bahwa
penilaian etis mereka lebih mendekati hakim ahli³ .
Hasil dan Diskusi
Analisis korelasi pearson-UNETH dengan variabel demografis seperti status
siswa (senior, junior, lulusan, dll), pengalaman kerja paruh waktu, pengalaman
kerja penuh waktu, kemampuan akademik (diukur dengan IPK), dan jumlah
informasi Sistem kursus terkait selesai, tidak menghasilkan asosiasi signifikan
pada tingkat 0,05. Hasil ini penting karena menambahkan nilai pada keputusan
mengenai isu perbedaan gender dalam mengenali perilaku tidak etis.
Untuk memeriksa keseluruhan hubungan GENDER dan variabel dependen,
tingkat agregat ketidakstabilan (UNETH), analisis varian satu arah
menggunakan prosedur GLM di SAS dilakukan. Hasilnya menunjukkan bahwa
GENDER memiliki asosiasi tingkat kuat (pada tingkat signifikansi 0,05) dengan
4
respondents' aggregate ability to recognize unethical acts4. Furthermore,
gender differences persisted when the model was modified to covary
demographic variables, namely, part-time work experience, full-time work
experience, status, and “IFS course work completed', along with the main
effect variable (GENDER)5.
A Student-Newman-Keuls (SNK) test for differences in means showed that the
women performed significantly differently than men at the 0.05 level of
significance6. Although, both men and women had high mean scores for
UNETH, significantly exceeding the middle scale value of 28, the results
indicate that female respondents were closer to the expert judges in terms of
recognizing the unethical acts described in the scenarios (refer Table I). Thus,
the mean UNETH scores for women significantly exceeded the mean score of
34.04 obtained for all respondents and that achieved by male subjects (32.16)
TABLE I. Aggregate "Degree of Unethicalness" (UNETH) and GENDER
A detailed analysis of the disaggregated scores for the ratings on each of the
ethics scenarios (refer Appendix B) produced some mixed, but interesting
results. At the outset, it is worth noting that all of the "degree of unethicalness"
mean scores, for both men and women, are relatively high and range between
3.5 and 6.3. In fact, a majority (5 out of 7) fall above the mid-scale value of
4.00. But, evidently, women and men differed in their responses to unethical
actions in certain types of ethical dilemmas. Table II furnishes these results in
detail. Women performed differently (at the 0.05 level of significance) than men
in ethical dilemmas pertaining to disclosure, integrity and conflict of interest. In
all of these instances, women were consistently better able to recognize
kemampuan agregat responden untuk mengenali tindakan tidak etis4.
Selanjutnya, perbedaan gender tetap ada saat model tersebut dimodifikasi
menjadi variabel demografi kovarian, yaitu pengalaman kerja paruh waktu,
pengalaman kerja penuh waktu, status, dan "kursus IFS selesai kerja ',
bersama dengan variabel efek utama (GENDER) 5.
Tes Siswa-Newman-Keuls (SNK) untuk perbedaan sarana menunjukkan
bahwa wanita tampil secara signifikan berbeda dari pria pada tingkat
signifikansi 0,056. Meskipun, laki-laki dan perempuan memiliki nilai mean tinggi
untuk UNETH, yang secara signifikan melebihi nilai skala menengah dari 28,
hasilnya menunjukkan bahwa responden wanita lebih dekat dengan hakim ahli
dalam hal mengenali tindakan tidak etis yang dijelaskan dalam skenario (lihat
Tabel I) . Dengan demikian, nilai rata-rata UNETH untuk wanita secara
signifikan melebihi skor rata-rata 34,04 yang diperoleh untuk semua responden
dan yang dicapai oleh subjek laki-laki (32,16)
TABEL I. Agregat "Tingkat Ketidaketnis" (UNETH) dan GENDER
Analisis rinci tentang nilai terpilah untuk penilaian pada masing-masing
skenario etika (lihat Lampiran B) menghasilkan beberapa hasil yang beragam
namun menarik. Pada awalnya, perlu dicatat bahwa semua "tingkat
ketidakstabilan" berarti skor, baik untuk pria dan wanita, relatif tinggi dan
berkisar antara 3,5 dan 6,3. Sebenarnya, mayoritas (5 dari 7) jatuh di atas nilai
skala menengah 4,00. Namun, ternyata, perempuan dan laki-laki berbeda
dalam tanggapan mereka terhadap tindakan tidak etis dalam beberapa jenis
dilema etika. Tabel II melengkapi hasil ini secara rinci. Wanita tampil berbeda
(pada tingkat signifikansi 0,05) dibandingkan pria dalam dilema etis yang
berkaitan dengan pengungkapan, integritas dan konflik kepentingan. Dalam
5
unethical acts than men - not with standing the covariance that could be
ascribed to the other demographic variables described earlier. In the remaining
ethical dilemmas relating to social responsibility, accountability, protection of
privacy and personal conduct, there were no significant gender differences at
the 0.05 level. Even though the disagreggated mean * degree of unethicalness'
scores for women are significantly better than men only in three of seven
categories of ethical dilemmas, on the average, women clearly out performed
men in identifying unethical actions in all seven situations. Table II provides
testimony for this fact by displaying the average degree of unethicalness
(UNETH) scores for each ethical dilemma categorized by gender.
Limitations
The use of undergraduate and graduate business students in a class setting,
especially with a survey research design, raises some questions of external
validity. However, a peculiarity of the subjects in this study is that most of them
attend school part-time. Thus, study subjects had extensive full-time and part-
time work experience and had completed a relatively large number of
information systems and/or computer science related course work. Another
potential limitation could be the a priori assumption that age differences in
moral conduct do not exist (see e.g., Burton and Casey, 1980), and
semua kasus ini, wanita secara konsisten lebih mampu mengenali tindakan
tidak etis daripada pria - tidak dengan mempertahankan kovariansi yang dapat
dianggap berasal dari variabel demografis lainnya yang telah dijelaskan
sebelumnya. Dalam dilema etika yang tersisa terkait tanggung jawab sosial,
akuntabilitas, perlindungan privasi dan perilaku pribadi, tidak ada perbedaan
jenis kelamin yang signifikan pada tingkat 0,05. Meskipun nilai rata-rata
'ketidaksetiaan' yang disagreggasikan untuk wanita secara signifikan lebih baik
daripada laki-laki hanya dalam tiga dari tujuh kategori dilema etis, rata-rata,
wanita secara jelas menunjukkan pria dalam mengidentifikasi tindakan tidak
etis dalam tujuh situasi. Tabel II memberikan kesaksian untuk fakta ini dengan
menampilkan rata-rata tingkat ketidakberesan (UNETH) untuk setiap dilema
etika yang dikategorikan berdasarkan jenis kelamin.
Keterbatasan
Penggunaan mahasiswa bisnis sarjana dan pascasarjana dalam lingkungan
kelas, terutama dengan desain penelitian survei, menimbulkan beberapa
pertanyaan tentang validitas eksternal. Namun, kekhasan subjek dalam
penelitian ini adalah sebagian besar dari mereka bersekolah paruh waktu.
Dengan demikian, subjek penelitian memiliki pengalaman kerja penuh waktu
dan paruh waktu yang ekstensif dan telah menyelesaikan sejumlah besar
sistem informasi dan / atau ilmu komputer yang terkait dengan pekerjaan
kursus. Keterbatasan potensial lainnya bisa jadi asumsi apriori bahwa
6
consequently could not diminish (through covariation) the significance of the perbedaan usia dalam perilaku moral tidak ada (lihat misalnya, Burton dan
impact of gender on ethical behavior. Poorsoltan et al. (1991) also found no Casey, 1980), dan akibatnya tidak dapat mengurangi (melalui kovariat)
evidence to indicate that age had any significant relationship with the pentingnya dampak gender terhadap perilaku etis. Poorsoltan et al. (1991) juga
expression of an ethical attitude. tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa usia memiliki hubungan
yang signifikan dengan ekspresi sikap etis.
Implications for research and practice Implikasi untuk penelitian dan praktek
The present study shows that the ability to recognize (and ultimately resist) Studi saat ini menunjukkan bahwa kemampuan untuk mengenali (dan akhirnya
unethical actions involving IS dilemmas rests in part on the nature of the menolak) tindakan tidak etis yang melibatkan dilema IS terletak sebagian pada
ethical dilemma and differences in gender of the adjudicator. The findings sifat dilema etika dan perbedaan gender adjudicator. Temuan ini memberikan
provide an insight into gender differences in the ethical judgment of future wawasan tentang perbedaan gender dalam penilaian etis para pemimpin dan
leaders and managers in the management information systems discipline7. manajer masa depan dalam disiplin sistem informasi manajemen7. Manajer
Managers and researchers need to realize that these differences exist and that dan peneliti perlu menyadari bahwa perbedaan ini ada dan bahwa penilaian
the ethical judgments of women differs from men, especially with regards to etis perempuan berbeda dari laki-laki, terutama berkaitan dengan beberapa
certain types of ethical dilemmas. These differences might influence the way jenis dilema etis. Perbedaan ini dapat mempengaruhi cara kebijakan etika
corporate ethics policies, professional codes of conduct, and perusahaan, kode etik profesional, dan sistem penghargaan / hukuman untuk
rewards/punishment systems for unethical conduct are ultimately perilaku tidak etis yang pada akhirnya diterapkan. Penelitian lebih lanjut perlu
implemented. Further research needs to be done in regard to all of these dilakukan berkaitan dengan semua aspek ini. Temuan penelitian ini juga dapat
aspects. The findings of this study can also serve as a basis for estimated size dijadikan dasar untuk perkiraan ukuran efek yang relevan dengan studi tentang
effects relevant to studies about different types of information systems related berbagai jenis sistem informasi terkait dilema etika dan peran gender dan
ethical dilemmas and the role of gender and other social aspects that influence aspek sosial lainnya yang mempengaruhi pengambilan keputusan etis dan /
ethical decision making and/or ethical behavior. Another possible avenue for atau perilaku etis. Kemungkinan lain untuk penelitian masa depan mencakup
future research includes studying the influence of geographical and/or cultural mempelajari pengaruh perbedaan geografis dan / atau budaya mengenai
differences on the ability to recognize and resist unethical conduct using the kemampuan mengenali dan menolak perilaku tidak etis dengan menggunakan
approach followed in the present study. pendekatan yang diikuti dalam penelitian ini.
Finally, more research needs to be done in discovering reasons/explanations Akhirnya, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dalam menemukan alasan /
for the gender differences found in this study. Are the differences caused by penjelasan untuk perbedaan gender yang ditemukan dalam penelitian ini.
the type of ethical dilemma or is it due to the differences in the way women Apakah perbedaan itu disebabkan oleh jenis dilema etis atau apakah karena
and men grow up in our society? There is little doubt that social norms and perbedaan cara perempuan dan pria tumbuh di masyarakat kita? Ada sedikit
legal rights are still evolving in the field of information systems use and keraguan bahwa norma sosial dan hak hukum masih berkembang di bidang
development. Another possible explanation lies in the notion that ethical penggunaan dan pengembangan sistem informasi. Penjelasan lain yang
judgment is not acquired but innate. Alternatively, it can be argued that mungkin ada terletak pada anggapan bahwa penilaian etis tidak diperoleh
individuals do not exist in a vacuum and do not enter an unethical situation kecuali adanya bawaan. Sebagai alternatif, dapat dikatakan bahwa individu
tabula rasa. ^Decisions involving ethical dilemmas are personal acts, and the tidak ada dalam ruang hampa dan tidak memasuki tabula rasa tidak etis. ^
ability to recognize "right" from "wrong" or "good" from "bad" may be more a Keputusan yang melibatkan dilema etis adalah tindakan pribadi, dan
matter of habituation than environmental. Ultimately, ethical behavior in the kemampuan untuk mengenali "benar" dari "salah" atau "baik" dari "buruk"

7
context of information technology may largely depend upon whether
individuals' are rewarded or punished for their immoral conduct or unethical
actions throughout their development process, beginning with childhood.
Acknowledgement
The author would like to thank the Boehnen Foundation for financial support
and David Yeh for analytical assistance.
Appendix A:
Categories of ethical dilemmas in IS-8
Disclosure
Obligation not to divulge confidential or private corporate knowledge or
information to competitors or individuals; Not use the resources of employer(s)
for personal gain or for any purpose without explicit approval.
Social responsibility
Obligation to be socially responsible in the use and dissemination of
information; Not withhold or misrepresent information that is germane to a
problem or situation of public concern; To the best of my ability, insure that the
products of my work are used in a socially responsible way.
Integrity
Obligation to act with integrity or honesty at all times; Not use or take credit for
the work of others without specific acknowledgment and authorization.
Conflict of interest
Obligation to avoid conflict of interest and insure that employers or clients are
aware of any potential conflicts; At all times act faithfully in behalf of employers
or clients.
Acountability
Obligation to take appropriate action in regard to any illegal or unethical
practices that come to my attention; Accept full responsibility for work that I
perform; Not misuse authority entrusted to me.
mungkin lebih merupakan masalah habituasi daripada lingkungan. Pada
akhirnya, perilaku etis dalam konteks teknologi informasi sangat bergantung
pada apakah individu diberi penghargaan atau dihukum atas tindakan tidak
bermoral atau tindakan tidak etis mereka selama proses pembangunan
mereka, dimulai dari masa kanak-kanak.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Yayasan Boehnen atas dukungan
finansial dan David Yeh untuk mendapatkan bantuan analitis.
Lampiran A:
Kategori dilema etika di IS-8
Penyingkapan
Kewajiban untuk tidak membocorkan pengetahuan atau informasi perusahaan
rahasia atau pribadi kepada pesaing atau perorangan; Tidak menggunakan
sumber daya pemberi kerja untuk keuntungan pribadi atau untuk tujuan apapun
tanpa persetujuan eksplisit.
Tanggung jawab sosial
Kewajiban untuk bertanggung jawab secara sosial dalam penggunaan dan
penyebaran informasi; Tidak menahan atau menyalahartikan informasi yang
terkait dengan masalah atau situasi yang menjadi perhatian publik; Demi
kemampuan terbaik saya, memastikan bahwa hasil karya saya digunakan
secara bertanggung jawab secara sosial.
Integritas
Kewajiban untuk bertindak dengan integritas atau kejujuran setiap saat; Tidak
menggunakan atau mengambil kredit untuk pekerjaan orang lain tanpa
pengakuan dan otorisasi tertentu.
Konflik kepentingan
Kewajiban untuk menghindari benturan kepentingan dan memastikan bahwa
pengusaha atau klien mengetahui adanya potensi konflik; Setiap saat bertindak
dengan setia atas nama pengusaha atau klien
Akuntabilitas
Kewajiban untuk mengambil tindakan yang tepat sehubungan dengan praktik
ilegal atau tidak etis yang menarik perhatian saya; Terimalah tanggung jawab
penuh atas pekerjaan yang saya lakukan; Tidak menyalahgunakan wewenang
yang dipercayakan kepada saya.
8
Protection of privacy
Obligation to protect the privacy and confidentiality of all information entrusted
to me; Not use knowledge of a confidential or proprietary nature in any
unauthorized manner or to achieve personal satisfaction or personal gain.
Personal conduct
Not exploit the weakness of a computer system for personal gain or personal
satisfaction; Be honest in all professional interactions; Not take advantage of
the lack of knowledge or inexperience on the part of others; Endeavor to share
my special knowledge; Not misrepresent or with hold information concerning
the capabilities of equipments, software or systems.
Appendix B:
Unethical behavior instrument-9
Scenario 1:
A computer programmer was seeking new employment, unknown to her
current employer. At times when she was unobserved, she made copies of the
listings and documentation of programs she had written for her employer, and
she used these examples of her work.
In one case, where she knew there would be no direct harm done, she gave
the examples as part of her resume to a prospective employer. However, she
also showed them to another prospective employer, who gained from them
significant knowledge, which gave him a competitive advantage over the
programmer's employer.
Degree to which you believe that the programmer's act of taking a copy of her
programming work and showing them to prospective employers is unethical
[SI: Classification = DISCLOSURE; 26 out of 26 judges found the
programmer's action to be unethical].
Perlindungan privasi
Kewajiban untuk melindungi kerahasiaan dan kerahasiaan semua informasi
yang dipercayakan kepada saya; Tidak menggunakan pengetahuan tentang
sifat rahasia atau hak milik dengan cara yang tidak sah atau untuk mencapai
kepuasan pribadi atau keuntungan pribadi.
Perilaku pribadi
Tidak memanfaatkan kelemahan sistem komputer untuk keuntungan pribadi
atau kepuasan pribadi; Jujurlah dalam semua interaksi profesional; Tidak
memanfaatkan kurangnya pengetahuan atau pengalaman dari pihak lain;
Berusaha untuk berbagi pengetahuan khusus saya; Tidak salah
menggambarkan atau menyimpan informasi mengenai kemampuan peralatan,
perangkat lunak atau sistem.
Lampiran B:
Instrumen perilaku tidak etis-9
Skenario 1:
Seorang pemrogram komputer mencari pekerjaan baru, tidak diketahui
majikannya saat ini. Pada saat dia tidak diawasi, dia membuat salinan daftar
dan dokumentasi program yang dia tulis untuk majikannya, dan dia
menggunakan contoh karyanya ini.
Dalam satu kasus, di mana dia tahu tidak akan ada bahaya langsung yang
dilakukan, dia memberikan contoh itu sebagai bagian dari resume-nya kepada
calon majikan. Namun, dia juga menunjukkannya kepada calon majikan lain,
yang mendapatkan pengetahuan penting dari mereka, yang memberinya
keunggulan kompetitif dibandingkan atasannya.
Gelar di mana Anda percaya bahwa tindakan pemrogram mengambil salinan
pekerjaan pemrogramannya dan menunjukkannya kepada calon majikan tidak
etis
[SI: Klasifikasi = PENGUNGKAPAN; 26 dari 26 hakim menemukan tindakan
pemrogram menjadi tidak etis]
9
Scenario 2:
At a time when experts where beginning to question the merits of current
agricultural practices, a researcher used computer-modeling techniques to
predict that a global agricultural disaster would occur in fifty years. To stimulate
public concern and debate about agricultural practices, he published his
prediction in a low priced, mass-market paperback. The book emphasized the
role of the computer in making this prediction, for example, by including
computer-generated graphs and illustrations. But the book did not discuss the
fact that the prediction depended on debatable assumptions and selection of
data, and could be radically different, with a slight change of assumptions.
Being unaware of these facts, the general public accepted the dramatic
predictions as indisputable and objective, in significant part because it came
from a computer, and the public became deeply concerned with agricultural
practices.
Degree to which the researcher's act of misrepresenting the facts is
unethical
[S2: Classification = SOCIAL RESPONSIBILITY; 26 out of 26 experts found
the researcher's action to be unethical].
Scenario 3:
A professor of compute science at a university developed a new computer
programming language for a range of computer applications. Two of his
graduate students tested the language for consistency and completeness.
They dis covered and corrected several significant short comings and added
several new features. A programmer on the staff of the university's computer
center programmed the compiler for the language. He discovered flaws in the
syntax and corrected them, with the permission of the professor. He also found
ways to change the language that improved the performance. The graduate
students and professor documented the language, and they wrote a user's
manual.
The professor compiled the writings into a scientific paper and published it
under his own name alone, with no acknowledgment of the contributions of the
graduate students or the programmer.
Skenario 2:
Pada saat para ahli di mana mulai mempertanyakan manfaat praktik pertanian
saat ini, seorang peneliti menggunakan teknik pemodelan komputer untuk
memprediksi bahwa bencana pertanian global akan terjadi dalam lima puluh
tahun. Untuk merangsang perhatian publik dan perdebatan tentang praktik
pertanian, dia mempublikasikan ramalannya dalam paperback pasar massal
dengan harga rendah. Buku ini menekankan peran komputer dalam membuat
prediksi ini, misalnya dengan memasukkan grafik dan ilustrasi yang dihasilkan
komputer. Namun, buku tersebut tidak membahas fakta bahwa prediksi
tersebut bergantung pada asumsi dan pilihan data yang dapat diperdebatkan,
dan bisa sangat berbeda, dengan sedikit perubahan asumsi. Karena tidak
menyadari fakta-fakta ini, masyarakat umum menerima ramalan dramatis
sebagai hal yang tak terbantahkan dan objektif, sebagian karena berasal dari
komputer, dan masyarakat menjadi sangat memperhatikan praktik pertanian.
Derajat dimana tindakan peneliti salah mengartikan fakta adalah tidak etis
[S2: Klasifikasi = RESPONSIBILITAS SOSIAL; 26 dari 26 ahli menemukan
tindakan peneliti tidak etis].
Skenario 3:
Seorang profesor ilmu komputasi di universitas mengembangkan bahasa
pemrograman komputer baru untuk berbagai aplikasi komputer. Dua
mahasiswa pascasarjananya menguji bahasa untuk konsistensi dan
kelengkapan. Mereka menutup dan mengoreksi beberapa kejadian pendek
yang signifikan dan menambahkan beberapa fitur baru. Seorang programmer
pada staf pusat komputer universitas memprogram compiler untuk bahasa
tersebut. Dia menemukan kekurangan dalam sintaks dan memperbaikinya,
dengan izin profesor. Ia juga menemukan cara untuk mengubah bahasa yang
meningkatkan kinerjanya. Mahasiswa pascasarjana dan profesor
mendokumentasikan bahasa tersebut, dan mereka menulis manual pengguna.
Profesor menyusun tulisan-tulisan itu menjadi sebuah makalah ilmiah dan
menerbitkannya di bawah namanya sendiri, tanpa mengakui kontribusi
mahasiswa pascasarjana atau pemrogram.
10
Degree towhich the professor's act of producing a paper without
acknowledgements is unethical
[S3: Classification = INTEGRITY; 28 out of 30 judges found the professor's
action to be unethical].
Scenario 4:
Company A invited a consultant to submit a proposal to develop a computer
program based on explicit program specifications. The consultant is currently
programming the same application for Company B, based on far superior
specifications that will give it a significant competitive advantage over
Company A. The consultant submits a proposal to Company A without
mentioning that the specifications are already inferior to the competing
product.
Degree to which the consultant's act of bidding on an inferior program
while furnishing another client a superior program is unethical
[S4: Classification = CONFLICT OF INTEREST; 20 out of 26 experts found the
action to be unethical].
Scenario 5:
A computer operations manager has responsibilities that include data
preparation and entry, computer operation, computer security, report
generation and distribution. The top executive officers of the company are
engaged in amassive fraud against the stockholders and other investors by
inflating company assets. Significant evidence of the fraud is contained in the
data files stored and processed by the computer, and computer programs
have been developed to assist in the perpetration of the fraud.
The computer operations manager becomes aware of the company's problems
and un orthodox methods being used to solve them. He avoids being
confronted with information or activities that might make him aware of possible
Derajat towhich tindakan profesor memproduksi kertas tanpa ucapan
terima kasih tidak etis
[S3: Klasifikasi = INTEGRITAS; 28 dari 30 hakim menemukan tindakan
profesor itu tidak etis].
Skenario 4:
Perusahaan mengundang konsultan untuk mengajukan proposal untuk
mengembangkan program komputer berdasarkan spesifikasi program yang
eksplisit. Saat ini konsultan sedang memprogram aplikasi yang sama untuk
Perusahaan B, berdasarkan spesifikasi yang jauh lebih unggul yang akan
memberikan keunggulan kompetitif yang signifikan atas Perusahaan A.
Konsultan mengajukan proposal kepada Perusahaan A tanpa menyebutkan
bahwa spesifikasi tersebut sudah kalah dengan produk pesaing.
Derajat di mana tindakan konsultan menawar pada program inferior
sementara memberikan klien lain program unggulan tidak etis
[S4: Klasifikasi = KONFLIK KEPENTINGAN; 20 dari 26 ahli menemukan
tindakan tersebut tidak etis].
Skenario 5:
Seorang manajer operasi komputer memiliki tanggung jawab yang mencakup
persiapan dan masuk data, operasi komputer, keamanan komputer,
pembuatan laporan dan distribusi. Pejabat eksekutif puncak perusahaan
terlibat dalam kecurangan amortif terhadap pemegang saham dan investor
lainnya dengan menggembungkan aset perusahaan. Bukti kecurangan yang
signifikan terkandung dalam file data yang disimpan dan diproses oleh
komputer, dan program komputer telah dikembangkan untuk membantu
terjadinya kecurangan.
Manajer operasi komputer menjadi sadar akan masalah perusahaan dan
metode yang tidak ortodoks digunakan untuk menyelesaikannya. Dia
menghindari dihadapkan pada informasi atau kegiatan yang mungkin membuat
11
wrongdoing.
The fraud is ultimately discovered and the perpetrators prosecuted. The
prosecutor requires the operations manager to make a deposition. He states
that he was ordered to perform unorthodox and unexplained acts, such as
leaving large numbers of product shipment addresses blank, or making them
all the same in the data entry function. He claims he was not, nor would be
expected to be, aware of the purposes of the acts. He stated that his was a
neutral service function, not requiring any knowledge of the company's
business. He was not prosecuted.
Degree to which the operations manager's failure to act on indications of
company fraud is unethical
[S5: Classification = ACCOUNTABILITY; 29 out of 30 experts found the
operation manager's action to be unethical].
Scenario 6:
A commercial time-sharing service offered use of a program at a premium
charge, the program to be used only in the service company's computer. A
user obtained a copy of the program accidently, when the service company
inadvertently revealed it to him in discussions through the system (terminal to
terminal) concerning a possible program bug. All copies of the program outside
of the computer system were marked as trade secret, proprietary to the
service, but the copy the customer obtained from the computer was not. He
used the copy of the program after he obtained it, without paying the usage fee
to the service..
Degree to which the user's act of exploiting accidental access to a
proprietary program is unethical
[S6: Classification = PROTECTION OF PRIVACY; 24 out of 26 experts found
the user's action to be unethical].
dia sadar akan kemungkinan kesalahan.
Kecurangan tersebut akhirnya ditemukan dan pelaku dituntut. Jaksa menuntut
manajer operasi membuat deposisi. Dia menyatakan bahwa dia diperintahkan
untuk melakukan tindakan yang tidak ortodoks dan tidak dapat dijelaskan,
seperti membiarkan sejumlah besar alamat pengiriman produk kosong, atau
membuat semuanya sama dalam fungsi entri data. Dia mengklaim bahwa dia
tidak, juga tidak diharapkan, menyadari tujuan tindakan tersebut. Dia
menyatakan bahwa itu adalah fungsi layanan netral, tidak memerlukan
pengetahuan tentang bisnis perusahaan. Dia tidak diadili.
Derajat kegagalan manajer operasi untuk bertindak atas indikasi
kecurangan perusahaan tidak etis
[S5: Klasifikasi = AKUNTABILITAS; 29 dari 30 ahli menemukan tindakan
manajer operasi tidak etis].
Skenario 6:
Layanan pembagian waktu komersial menawarkan penggunaan program
dengan biaya premium, program yang akan digunakan hanya di komputer
perusahaan layanan. Seorang pengguna memperoleh salinan program secara
tidak sengaja, ketika perusahaan jasa secara tidak sengaja
mengungkapkannya kepadanya melalui diskusi melalui sistem (terminal ke
terminal) mengenai kemungkinan bug program. Semua salinan program di luar
sistem komputer ditandai sebagai rahasia dagang, eksklusif untuk layanan ini,
namun salinan yang diperoleh pelanggan dari komputer tidak. Dia
menggunakan salinan program setelah dia mendapatkannya, tanpa membayar
biaya pemakaian ke layanan ..
Derajat dimana tindakan pengguna memanfaatkan akses kebetulan ke
program proprietary tidak etis
[S6: Klasifikasi = PERLINDUNGAN PRIVASI; 24 dari 26 ahli menemukan
tindakan pengguna menjadi tidak etis].
12
Scenario 7:
A university student used the campus computer time-sharing service as an
authorized user. The service director announced that students would receive
public recognition if they successfully compromised the computer system from
their terminals. Students were urged to report the weaknesses they found. This
created an atmosphere of casual game playing and one-upmanship in
attacking the system.
The student found a means of compromising the system and reported it to the
director. However, nothing was done to correct the vulnerability, and the
student continued to use his advantage to obtain more computer time than he
was otherwise allowed. He used the time to play games and continue his
attacks to find more vulnerabilities.
Degree towhich the student's act of using idle computer time is unethical
[S7:Classification = PERSONAL CONDUCT; 20 out of 26 experts found the
student's action to be unethical].
Notes
1. The reader is referred to Bommer et al. (1987), and Trevino and
Youngblood (1990) for a good review of the general business ethics
literature. Dejoie, Fowler and Paradice (1991) provide an extensive
synthesis of the prevailing notions on the relationship between ethics and
information systems (IS).
2. The direction of these gender differences was not reported.
3. It is important to note that each of Parker's expert judges were asked to
respond whether the action(s) described in a particular scenario was either
'absolutely unethical', 'absolutely not unethical' or 'not an ethics issue'. In
five of the seven scenarios adapted for the present study, the expert
verdicts regarding the unethicalness of the specific action was nearly
unanimous (greater than 90% agreeing). The remaining two cases were
voted as 'absolutely unethical' by a majority (greater than 80% agreeing) of
Skenario 7:
Seorang mahasiswa menggunakan layanan pembagian waktu di kampus
komputer sebagai pengguna yang berwenang. Direktur layanan
mengumumkan bahwa siswa akan mendapat pengakuan publik jika mereka
berhasil membahayakan sistem komputer dari terminal mereka. Siswa didesak
untuk melaporkan kelemahan yang mereka temukan. Ini menciptakan suasana
bermain game kasual dan satu-upmanship dalam menyerang sistem.
Siswa tersebut menemukan cara untuk mengkompromikan sistem dan
melaporkannya kepada direktur. Namun, tidak ada yang dilakukan untuk
memperbaiki kerentanan tersebut, dan siswa tersebut terus menggunakan
keuntungannya untuk mendapatkan lebih banyak waktu komputer daripada
yang seharusnya diijinkannya. Dia menggunakan waktu untuk bermain game
dan melanjutkan serangannya untuk menemukan lebih banyak kerentanan.
Derajat towhich tindakan siswa menggunakan waktu komputer idle tidak
etis
[S7: Klasifikasi = PERSONAL CONDUCT; 20 dari 26 ahli menemukan tindakan
siswa menjadi tidak etis].
Catatan
1. Pembaca dirujuk ke Bommer dkk. (1987), dan Trevino dan Youngblood
(1990) untuk tinjauan yang baik terhadap literatur etika bisnis umum. Dejoie,
Fowler dan Paradice (1991) memberikan sintesis ekstensif tentang
pengertian yang berlaku mengenai hubungan antara etika dan sistem
informasi (IS).
2. Arah perbedaan jenis kelamin ini tidak dilaporkan.
3. Penting untuk dicatat bahwa masing-masing hakim ahli Parker diminta untuk
menanggapi apakah tindakan yang digambarkan dalam skenario tertentu
sama sekali tidak etis, 'sama sekali tidak etis' atau 'bukan masalah etika'.
Dalam lima dari tujuh skenario yang disesuaikan untuk penelitian ini,
keputusan ahli mengenai ketidakstabilan tindakan spesifik hampir bulat
(lebih besar dari 90% persetujuan). Dua kasus yang tersisa dipilih sebagai
'benar-benar tidak etis' oleh mayoritas (lebih dari 80% menyetujui) hakim
13
 the expert judges. The actual vote regarding the unethicalness of each ahli. Suara yang sebenarnya mengenai ketidakberesan setiap tindakan
action described in the scenarios used for this study is furnished along with yang dijelaskan dalam skenario yang digunakan untuk penelitian ini
the 'degree of unethicalness' instrument in Appendix B. dilengkapi dengan instrumen 'tingkat ketidaktahuan' pada Lampiran B.
4. Type III Sum of Squares = 501.63; F = 14.73 and p-value = 0.0002. 4. Tipe III Jumlah Kuadrat = 501,63; F = 14.73 dan p-value = 0.0002.
5. Inclusion of additional demographic variables as covariates in the model 5. Dimasukkannya variabel demografis tambahan karena kovariat dalam model
reduced the type III sum of squares to 429.06, with a F-statistic of 12.26 mengurangi jumlah kuadrat tipe III menjadi 429,06, dengan statistik-F 12,26
and p dan p Nilai dari 0,0006
-value of 0.0006. 6. Dengan menggunakan tabel Cohen's (1969; hal 25-38) untuk perhitungan
6. Using Cohen's (1969; p. 25-38) tables for post-hoc power calculations, the daya post-hoc, kekuatan (1-β) dari tes ini adalah sekitar 94%, dengan
power (1-β) of this test is approximately 94%, with an effect size (ES) of ukuran efek (ES) sebesar 0,65 (efek ukuran medium) . Jadi menyiratkan
0.65 (medium size effect). Thus implying that there is only a very small bahwa hanya ada sedikit kesempatan, kira-kira? Di 20, membuat kesalahan
chance, approximately ? in 20, of making a Type II error ? i.e., incorrectly Tipe II? Ya, salah menemukan perbedaan gender yang dilaporkan saat
finding the reported gender differences while detecting medium size effects. mendeteksi efek ukuran sedang.
7. Business majors are considered a good proxy of "real" entry-level 7. Bisnis jurusan dianggap sebagai proxy yang baik dari manajer entry level
managers (Paradice, 1990). "nyata" (Paradice, 1990).
8. The seven categories of unethical behavior in Information Systems (IS) 8. Tujuh kategori perilaku tidak etis dalam Sistem Informasi (IS) yang diuraikan
elaborated here have been adapted from Parker (1980). The definitions of di sini telah diadaptasi dari Parker (1980). Definisi dari masing-masing jenis
each type of ethical dilemma incorporate amajority of the codes of ethics, dilema etika menggabungkan kekhasan kode etik, meriam dan / atau kode
cannons and/or code of professional conduct established by the DPMA perilaku profesional yang ditetapkan oleh DPMA (Asosiasi Pengelola
(Data Processing Management Association) and ACM (Association of Pengolahan Data) dan ACM (Association of Computing Machinery).
Computing Machinery). 9. Setiap skenario dinilai oleh responden pada skala interval tipe Likert,
9. Each scenario is rated by respondents on a Likert type interval scale, berkisar antara 1 sampai 7. Responden diinstruksikan untuk mengevaluasi
ranging from a 1 to 7. Respondents are instructed to evaluate the action tindakan yang dijelaskan dalam skenario dalam hal tingkat ketidakberesan
described in the scenarios in terms of the degree of "unethicalness" yang terlibat. Dengan demikian, melingkar 1 menyiratkan bahwa tindakan
involved. Thus, circling 1 implied that the action described in the scenario yang dijelaskan dalam skenario jelas tidak tidak etis; Dan memilih 7 berarti
was clearly not unethical; and selecting the 7 meant that the act was judged bahwa tindakan tersebut dinilai sama sekali tidak etis. Responden
to be completely unethical. Respondents are advised to us the in-between disarankan kepada kami di antara nomor (2-6) karena berada di antara
numbers (2-6) for in between degrees of unethicalness - the higher the tingkat ketidakstabilan - semakin tinggi jumlah tindakan yang tidak etis.
number the more unethical the action becomes.
References/Refertensi
Allen, B.: 1975, 'Embezzler's Guide to the Computer', Harvard Business Review (July-Aug.), 79-89.
Alexander, M.: 1989, 'Alleged Calling-Card Thief Charged in First-Ever Case', Computerworld 26 (June).
Bickel, R. W, M. M. Larrondo-Petrie and D. F. Bush: 1991, 'EDICT: A Tool To Assist Compute Ethics Education', IBSCUG Quarterly 2(4), 13-24.
Bommer, M., C. Gratto, J. Gravander and M. Tuttle: 1987, 'A Behavioral Model of Unethical Decision Making', Journal of Business Ethics 6, 265-280.
Burton, R. V. and W. M. Casey: 1980, 'Moral Development', in R. H. Woody, ed., Encyclopedia of Clinical Assessment, Volume I (Jossey-Bass, San Francisco,

14
 CA), Ch 26.
Cougar, J. D.: 1989, 'Preparing IS Students to Deal With Ethical Issues', MIS Quarterly 2(10), 211-218.
Dejoie, R. M., G. C. Fowler and D. B. Paradice: 1991, 'A Framework for the Study of Information Systems and Ethical Decision-Making Processes', inR. M.
Dejoie, G. C. Fowler and D. B. Paradice (eds.), Ethical Issues in Information Systems (Boyd and Fraser, Boston, MA), 85-96.
Paradice, D. B.: 1990, 'Ethical Attitudes of Entry Level MIS Personnel', Information & Management, 143-151.
Parker, D. B.: 1979, Ethical Conflicts In Computer Science And Technology (AFIPS Press, Arlington, VA).
Poorsoltan, K., S. G. Amin and A. Tootoonchi: 1991, 'Business Ethics: Views of Future Leaders', SAM Advancement Journal 56(1), 4-9.
Saul, G. K.: 1981, 'Business Ethics: Where Are We Going?', Academy of Management Review 62, 269-276.
Schermerhorn, Jr., J. R.: 1989, Management For Productivity, 3rd ed. (John Wiley, Inc., New York, NY).
Solomon, S. L. and J. A. O'Brien: 1990, 'The Effect of Demographic Factors on Attitudes Towards Software Piracy', Journal of Computer Information Systems
30(3), 168-181.
Taylor, G. S. and J. S. Davis: 1989, 'Individual Privacy and Computer-Based Human Resource Information Systems', Journal of Business Ethics 8(7), 569-576.
Trevino, L. K.: 1986, 'Ethical Decision Making in Organizations: A Person-Situation Interactionist Model', Academy of Management Review 11(3), 601-617.
Trevino, L. K. and S. A. Youngblood: 1990, 'Bad Applies in Bad Barrels: A Causal Analysis of Ethical Decision-Making Behavior', Journal of Applied Psychology
75(4), 378-385.
Wolk, S. R. andW. J. Luddy, Jr.: 1986, Legal Aspects of Computer Use (Prentice-Hall, New Jersey), 121-122.
College of Business,
Northern Kentucky University,
Highland Heights, KY 41099-0702,
U.S.A.

15