You are on page 1of 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/277058233

SURVEI KEBERADAAN SERANGGA Cimex sp PADA LINGKUNGAN RUMAH


TANGGA DIKAITKAN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PENGHUNI RUMAH DI
DESA GEBANG SUKODONO SRAGEN

Article · December 2010

CITATIONS READS
0 2,441

2 authors, including:

Didik Sumanto
University of Muhammadiyah Semarang, Indonesia
17 PUBLICATIONS   48 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Dinamika vektor Dengue di Jawa Tengah: Distribusi Geografis, Keragaman Genetik dan Kerentanan terhadap Insektisida View project

EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS PERIPLASWAB DALAM PEMERIKSAAN ENTEROBIASIS View project

All content following this page was uploaded by Didik Sumanto on 06 April 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


SURVEI KEBERADAAN SERANGGA Cimex sp PADA LINGKUNGAN
RUMAH TANGGA DIKAITKAN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN
PENGHUNI RUMAH DI DESA GEBANG SUKODONO SRAGEN

EXISTENCE SURVEY OF Cimex sp ON HOUSEHOLD ENVIRONMENT


ASSOCIATED WITH HEMOGLOBIN LEVEL OF GWELLER ON GEBANG
VILLAGE, SUKODONO, SRAGEN

Didik Sumanto 1, Fuad Alhamidy 2, Faskina Nurul Aini3

ABSTRACT

Background : Cimex sp is a blood sucking insects that allow for continuous blood loss for men who
always contact every day so it is possible to make the condition of anemia.
Objective : To survey the presence of Cimex sp and measuring the gweller hemoglobin levels and
analyzes the relationship between the two.
Research method : Analytical research with survey method and using cross sectional approach.
Result : Found Cimex sp in 70% (21 houses) of respondent and respondents with less than normal
hemoglobin of 66.7% (20 persons).
Conclusion : There is a relationship between the presence of Cimex sp with hemoglobin (Hb) levels of
respondents

Key words : survey, Cimex sp, hemoglobin

PENDAHULUAN
Ada dua spesies kutu busuk (Cimex) yang umum menyerang manusia yaitu
Cimex lectularius (C. lectularius) dinegara-negara beriklim sedang dan Cimex
hemipterus (C. hemipterus) dinegara-negara beriklim panas. C.lectularius secara
alami juga terdapat pada ayam, kelinci, dan kelelawar. (Nobele,ER.,1989)
Hasil penelitian tentang kesehatan lingkungan yang pernah dilaksanakan di
Jawa Barat menyebutkan bahwa 59,2 % dari rumah yang diteliti tidak mempunyai
ventilasi yang baik, 88,5 % mempunyai konstruksi bangunan yang tidak memenuhi

1
Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan UNIMUS
2
Dosen Fakultas Kedokteran UNIMUS
3
Mahasiswa prodi D3 Analis Kesehatan UNIMUS

1
syarat, 80,1 % mempunyai lantai tanah, serta 60% dari rumah tersebut dihuni bersama
hewan peliharaan. (Azwar,A.,1983)
Didaerah yang tercemar mungkin sering ditemukan anak-anak yang berasal
dari rumah yang penuh Cimex sp dengan tinja mereka seperti bubur, tampak lesu
tanpa gairah dan tidak bersemangat.dapat dibuktikan bahwa rumah yang banyak
terdapat Cimex sp juga merupakan rumah kurang gizi, kotor serta terdapat penyebab-
penyebab kelainan fisik lain. (Noble,ER.,1989)
Desa Gebang, Sukodono, Sragen merupakan desa yang padat penduduknya.
Sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani dan masih banyak pula warga
yang memelihara hewan ternak. Struktur bangunan rumah warga mayoritas masih
menggunakan kayu dan beralaskan sasak atau bambu dan adajuga yang masih
beralaskan tanah. Kebanyakan warga juga masih menggunakan tempat tidur dari kayu
dan masih banyak peralatan-peralatan rumah tangga lainnya yang terbuat dari kayu.
Karena kurangnya pengetahuan warga tentang hygiene serta sanitasi lingkungan
yang baik, maka tak jarang masih banyak ditemukannya kutu busuk pada tempat tidur
ataupun dikursi-kursi yang terbuat dari kayu.

TINJAUAN PUSTAKA
1. Kutu Busuk (Cimex sp)
Kutu busuk adalah salah satu dari serangga yang termasuk dalam Ordo
Hemiptera yakni salah satu jenis serangga yang mengalami metamorphose tidak
sempurna, serta tidak mempunyai sayap. Umumnya binatang ini hidup dari mengisap
darah korbannya, yakni manusia ataupun hewan. Sampai saat ini belum dapat
dibuktikan apakah Cimex sp juga merupakan vektor penyakit bagi manusia. Hanya
saja dari sudut kesehatan lingkungan, Cimex sp ini perlu diawasi, karena sering tidak
menyenangkan, selain karena gigitannya mendatangkan gatal, juga karena baunya
tidak enak. (Azwar,A., 1983)
Cimex sp adalah insecta penghisap darah yang menyerang manusia. Ada dua
jenis spesies, yaitu: C. lectularius yang tersebar diseluruh dunia bagian tropis dan

2
subtropics, dan C. hemipterus yang terdapat didunia belahan timur.
(Brotowidjoyo,MD., 1987). Cimex sp aktif mencari makan pada malam hari,
menghisap darah manusia atau mamalia lainnya yang sangat dibutuhkannya dalam
mamproduksi telur. Siang hari ia bersembunyi dicelah-celah kayu, lubang-lubang
kecil ditempat tidur atau di dinding. Penyebaran yang berlangsung dari rumah ke
rumah mudah terjadi melalui pakaian atau barang-barang lainnya. (Soedarto, 1992)
Bentuk Cimex sp adalah oval, dengan panjang badan sekitar 6mm, warna
Cimex sp dewasa adalah coklat, sedangkan jika masih muda berwarna kuning.
(Azwar,A., 1983)

Gambar 1. Serangga Cimex sp


Famili Cimicidae tidak bersayap, hanya dapat dilihat terdapatnya sisa-sisa dari
sayap depan. Binatang dewasa memiliki bentuk bedan yang lonjong dan pipih dorso-
ventral. Tubuhnya tertutup oleh rambut-rambut pendek. Panjang badan sekitar 5,5mm
dengan yang betina lebih besar dari pada yang jantan. Bentuk mata adalah majemuk
(compound eyes) dan tidak didapatkan ocelli. Proboscis terdiri dari tiga segmen,
sedangkan antena terdiri dari 4 segmen. Hampir semua anggota Cimicidae
mempunyai bau yang tidak enak. (Soedarto, 1992)
Cimex sp betina sebelum mengeluarkan telur yang fertile, tidak saja harus
kawin, melainkan juga harus makan. Telur yang berwarna putih mutiara dan
mempunyai operkulum melengkung, biasanya dikeluarkan pada permukaan benda
yang keras, misalnya dicelah-celah dan dibelakang kertas-tembok. Perekat yang cepat
kering dapat menempelkan tiap-tiap telur (panjang kira-kira 1mm) dengan aman pada
permukaan benda ditempat dikeluarkannya. Bilamana menetas, yang memerlukan
waktu 6-10 hari, nimfa yang kira-kira sebesar kepala jarum pentul, tampak serupa

3
dengan yang dewasa dan segera mencari persembunyian. Sebelum mencapai stadium
dewasa, nimfa tersebut memerlukan 5 kali penyilihan. (Noble,ER., 1989).
Siklus hidupnya adalah metamorphose tidak lengkap yang terdiri dari telur–
nimfa–dewasa. Untuk menjadi dewasa, dari stadium telur dibutuhkan waktu lebih
kurang satu minggu dengan mengalami 5 sampai 6 kali pergantian kulit. Tanpa
makan, dimusim dingin ia mampu bertahan hidup selama lebih dari satu tahun.
(Soedarto, 1992)
Cimex sp meletakkan telurnya kira-kira dua butir saja tiap hari, dan selama
hidupnya kira-kira 200 butir. Telurnya bercincin dan beroperkulum. Pertumbuhan
dari larva sampai dewasa mengalami metamorphose tidak lengkap. Yang dewasa
hidup kira-kira 6 – 12 bulan. (Brotowidjoyo,MD., 1987)
Cimex sp dewasa menghasilkan telur sekitar 100 – 250 buah untuk sekali
musim bertelur yang biasanya berlangsung antara 2 – 10 bulan. Telur ini ditempelkan
pada celah-celah atau pada tepi kasur. Kemudian antara 18 sampai dengan 56 hari
secara bergiliran telur-telur tersebut menetas. Cimex sp betina membutuhkan darah
sebelum menghasilkan telur, tapi jika tidak tersedia makanan, Cimex sp jenis betina
ini dapat hidup selama satu tahun. Sedangkan usia Cimex sp jantan biasanya antara 6
bulan sampai satu tahun. (Azwar,A., 1983)
Gigitan Cimex sp akan menimbulkan bekas yang berwarna merah dan terasa
gatal didaerah tersebut. Pada anak-anak yang peka, dapat terjadi urtikaria yang
sistemik dan bahkan pada beberapa orang diantaranya dapat terjadi asthma. Keadaan
ini terjadi akibat alergi terhadap air ludah yang dikeluarkannya sebelum ia menghisap
darah. Cimex sp tidak menularkan penyakit. Di laboratorium menularkan Coxiella
burnettii, Pasteurella pestis, Leishmania donovani dan Trypanosoma cruzi. (Soedarto,
1992)
Cimex sp tidak berperan sebagai vektor alami untuk menularkan penyakit.
Penularan secara mekanis dengan perantara kaki serangga yang tercemar dapat
terjadi, dan leptospirosis di ketahui dapat ditularkan dari kelinci kepada kelinci oleh
gigitan Cimex sp. Namun, adanya laporan yang bertentangan dan kesangsian yang

4
ada sampai saat ini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Cimex sp mempunyai
peranan lebih dari pada sebagian hama yang tidak banyak merugikan manusia.
Walaupun demikian Mc Kenny-Hughes dan Johnson mohon perhatian terhadap
kenyataan bahwa di daerah yang telah tercemar mungkin sering dapat menemukan
anak-anak yang berasal dari rumah yang banyak Cimex sp dengan tinja mereka
seperti bubur, tampak lesu tanpa gairah dan tidak bersemangat. Dapat dibuktikan
bahwa rumah yang banyak terdapat Cimex sp juga merupakan rumah kurang gizi,
kotor serta terdapat penyebab-penyebab kelemahan fisik lain. Penyebab-penyebab
sedemikian tidak dapat dianggap semata-mata sebagai hal yang bertanggung jawab,
dan tidak dapat tidur diwaktu malam hari akibat iritasi terus menerus yang
disebabkan pemasukan dosis kecil air ludah Cimex sp kedalam darah, rupa-rupanya
mempengaruhi kesehatan anak atau orang dewasa tertentu. Beberapa orang yang
beruntung tidak terpengaruh oleh gigitan Cimex sp; yang lain memperoleh imunitas
setelah terkena gigitan yang berulang-ulang ; sedangkan yang lain lagi, yang kurang
beruntung, selalu peka terhadap gigitan. (Noble,ER., 1989)
Cimex sp sering dapat ditemukan dicelah-celah kayu baik ditempat tidur,
dikursi-kursi kayu maupun pada mebel-mebel kayu yang lembab dan jarang
dibersihkan. Cimex sp ini sering tinggal ditempat yang lembab, dingin serta gelap,
seperti diantaranya pakaian-pakaian, kasur dan tempat tidur. (Sadjimin,T.,1987)

2. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah substansi protein dalam sel-sel darah merah yang terdiri
dari zat besi yang merupaan oksgen. (Hoffbrand,AV.,1987). Sel darah merah dalam
darah arteri sistemik mengangkut oksigen dari paru-paru kejaringan dan kembali
dalam darah vena dengan karbon dioksida (CO2) ke paru-paru.ketika molekul
haemoglobin memuat dan melepas oksigen (O2), masing-masing rantai globin dalam
molekul haemoglobin mendorong satu sama lain. (Hoffbrand,AV.,1987)
Pemeriksaan kadar Hb darah dapat diperiksa dengan metode visual dan kolori
fotometer, tapi yang sering dilakukan di Puskesmas adalah metode kolorimetri visual

5
yaitu metode sahli. (Gandasoebrata,R., 1989). Alat yang digunakan untuk
menetapkan Hb dengan metode Sahli adalah dengan menggunakan
Hemoglobinometer atau Hemometer. Alat ini sendiri satu sama lain tidak dapat
ditukar serta mempunyai tabung yang berlainan insentitas warna standarnya. (Depkes
RI, 1989). Prinsip metode sahli adalah Hb dalam darah diubah oleh HCl menjadi
asam hematin yang berwarna coklat tua. Sedangkan kekurangan metode sahli kurang
lebh 10% karena tidak semua jenis Hb diubah menjadi asam hematin seperti karboksi
hemoglobin, methemoglobin, dan sulfahemoglobin. (Kosasih,GN., 1984)

Tabel 1. Batasan normal kadar Hb menurut jenis kelamin


Usia Hb ( gr % )
Dewasa :
- Wanita 12,00
- Wanita Hamil 11,00
- Laki-laki 13,00
Anak-anak :
- 6 bulan – 6 tahun 11,00
- 6 tahun – 14 tahun 12,00
Sumber : Suharjo berdasar WHO 1972.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah analitik, metode yang digunakan adalah metode
survei dengan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian adalah rumah warga Desa Gebang, Kec.Sukodono,
Sragen. Sampel diambil pada lingkup RT.06 RW. V karena sebagian besar
masyarakat menggunakan perkakas kayu dan bambu dalam rumah tangga. Perkakas
kayu/bambu yang diamati adalah tempat tidur, sementara untuk mendapatkan sampel
darah dipilih anggota keluarga yang setiap hari menggunakan tempat tidur yang

6
diperiksa untuk tidur sehari-hari. Sampel Cimex sp diidentifikasi jenisnya sedangkan
darah responden untuk pemeriksaan kadar Hb.
Data tentang keberadaan serangga Cimex sp diambil dengan melakukan
pengamatan dan pengambilan sampel serangga pada tempat tidur responden,
dikategorikan menjadi “ positif “ bila ditemukan dan “ negative “ bila tidak
ditemukan serangga. Sementara data perihal kadar Hb diambil dengan melakukan
pemeriksaan laboratorium menggunakan metode Sahli pada sampel darah responden,
dikategorikan menjadi “ normal “, “ lebih dari normal “ dan “ kurang dari normal “.
Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel dilakukan uji chi square. Analisis
deskriptif dilakukan untuk memaparkan data hasil wawancara yang terkait dengan
perilaku menjaga kebersihan rumah tangga khususnya yang terkait dengan
pengendalian populasi serangga Cimex sp.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengambilan sampel dilakukan di RT 6 RW. V Desa Gebang, Kec. Sukodono,
Kab.Sragen. Desa tersebut merupakan desa yang padat penduduknya. Sebagian besar
penduduknya berprofesi sebagai petani dan masih banyak pula warga yang
memelihara hewan ternak, misalnya sapi dan kambing. Desa Gebang berpenduduk
1200 jiwa, terbagi dalam 6 dukuh dan masing-masing dukuh terdiri dari kurang lebih
40 keluarga.
Struktur bangunan rumah warga mayoritas masih menggunakan kayu dan
beralaskan sasak atau bambu dan juga tanah. Kebanyakan warga juga masih
menggunakan tempat tidur dan kursi yang terbuat dari kayu dan bambu. Tempat tidur
kayu yang digunakan oleh sebagian penduduk ini beralaskan dari pohon bambu yang
dicacah (galar). Sebagian penduduk melapisi tempat tidur ini dengan kasur kapuk
namun sebagian yang lain hanya melapisinya dengan tikar ” mendhong ” (tikar dari
daun pandan), sehingga saat digunakan biasanya mengeluarkan suara berderit akibat
galar bambu yang lentur tersebut. Galar bambu yang dijadikan alas tidur ini hanya
berupa bambu utuh yang dibelah dua kemudian masing-masing belahan tersebut

7
dilembutkan dengan cara dipukuli dengan palu sehingga bambu retak kecil-kecil
namun masih saling terkait. Retakan bambu yang saling berhimpit inilah yang
nampaknya disukai oleh serangga Cimex sp untuk bersarang dan berkembangbiak.
Responden penelitian ini berjumlah 30 orang yang setiap hari memiliki
kebiasaan tidur pada ranjang kayu tersebut.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Orang Persentase
Laki-laki 18 60,0
Perempuan 12 40,0
Total 30 100,0

Jenis kelamin pada responden ini tidak mewakili apapun tetapi hanya
kebetulan saja yang terambil memiliki distribusi jenis kelamin tersebut. Penyebaran
usia responden bervariasi mulai dari yang berusia 22 tahun hingga 70 tahun dengan
tingkat sebaran yang hampir merata. Mencermati sebaran umur responden tersebur,
maka dapat diasumsikan bahwa responden yang tidur pada ranjang kayu sangat
bervariasi. Pada umumnya kondisi ini sudah terjadi sejak responden masih usia dini.
Ini mengandung arti bahwa seluruh responden sudah menjalani kebiasaan tidur pada
ranjang kayu beralaskan batang bambu tersebut selama lebih dari 20 tahun bahkan
sebagian lebih dari 50 tahun.

Negatif
30% (9)
Positif
70% (21)

Grafik 1 : Persentase hasil pemeriksaan Cimex sp


Dari 30 sampel tempat tidur yang diamati ternyata sebanyak 21 tempat tidur
(70 %) yang positif ditemukan serangga Cimex sp, sedangkan sebanyak 9 tempat

8
tidur (30 %) tidak ditemukan keberadaan Cimex sp. Secara logis, responden yang
memiliki kebiasaan tidur pada ranjang kayu atau bambu yang mengandung serangga
Cimex sp tersebut berpeluang untuk kehilangan darah setiap melakukan aktifitas
tidur. Hal ini mengingat serangga Cimex sp memang memiliki kebiasaan menghisap
darah untuk memenuhi kebutuhan makannya. Apabila dikaitkan dengan volume
darah normal maka responden tersebut mengalami penurunan volume darah sehingga
memungkinkan sekali terjadi keadaan kurang darah (anemia). Guna menjelaskan
kondisi ini, dilakukan pemeriksaan hemoglobin darah responden yang hasilnya
sebagaimana pada grafik berikut.

70.0
66.7 %
60.0 (20)

50.0

40.0

30.0 33.3 %
(10)
20.0

10.0

0.0
normal tidak normal

Grafik 2 : Persentase hasil pemeriksaan kadar Hb

Responden yang memiliki kadar Hb normal sebesar 33 % (10 orang),


sedangkan yang kurang dari normal sebesar 67% (20 orang). Dari hasil tersebut
apabila dilihat secara detail antara keberadaan serangga Cimex sp pada tempat tidur
dengan kadar hemoglobin responden diperoleh gambaran riil sebagai berikut.
Tabel 3. Tabulasi silang antara keberadaan Cimex sp dengan kadar Hb
Keberadaan Kadar Hb
Total
Cimex sp Normal Kurang normal
Positif 4 17 21
Negatif 6 3 9
Total 10 20 30

9
Dari tabel 3 diatas, tampak bahwa responden yang memiliki kebiasaan tidur
dengan ranjang yang terdapat serangga Cimex sp ternyata memiliki kecenderungan
kadar Hb yang kurang dari normal. Dari 21 responden yang pada tempat tidurnya
ditemukan Cimex sp, ada 17 orang yang memiliki kadar Hb kurang dari normal dan
ini 4 kali lebih besar dari responden yang kadar Hb-nya normal ( 4 orang). Sementara
responden yang biasa tidur tanpa ”ditemani” Cimex sp sebagian besar memiliki kadar
Hb normal.
Tabel 4. Hasil uji chi square

Chi-Square Tests

Asy mp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.429b 1 .011
Continuity Correctiona 4.464 1 .035
Likelihood Ratio 6.283 1 .012
Fisher's Exact Test .030 .018
Linear-by -Linear
6.214 1 .013
Association
N of Valid Cases 30
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 1 cells (25.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is
3.00.

Dari uji Fisher’s exact yang dilakukan ternyata diperoleh nilai p-value sebesar
0,030 yang jauh lebih kecil dari kesalahan () sebesar 0,05 sehingga Ho ditolak.
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa memang ada hubungan yang bermakna
antara keberadaan Cimex sp pada tempat tidur dengan penurunan kadar Hb pada
responden. Hal ini sejalan dengan kebiasaan hidup serangga Cimex sp yang memang
suka menggigit dan menghisap darah sebagai sumber makanan. Dengan
berkurangnya volume darah manusia akibat gigitan serangga ini maka akan terjadi
penurunan berbagai zat yang terkandung dalam darah. Salah satunya yang terdapat
dalam darah khususnya dalam sel darah merah adalah hemoglobin. Sejalan dengan

10
berkurangnya volume darah tersebut dimungkinkan sekali berpengaruh pada kadar
hemoglobin dalam darah.
Terkait dengan keberadaan serangga Cimex sp pada lingkungan rumah tangga
khususnya pada tempat tidur dalam lingkup populasi penelitian, dilakukan pula survei
perihal beberapa perilaku responden yang terkait dengan kebersihan terutama dalam
mengantisipasi keberadaan Cimex sp. Beberapa parameter perilaku yang ditanyakan
diantaranya meliputi segala kegiatan kebersihan di dalam lingkup rumah.
Tabel 5. Perilaku menjaga sanitasi lingkungan rumah
Variabel Kebiasaan Frekwensi Persentase (%)
2 kali sehari 16 53,3
Membersihkan
1 kali sehari 14 46,7
rumah
Total 30 100,0
2 kali sehari 16 53,3
Membersihkan
1 kali sehari 14 46,7
tempat tidur
Total 30 100,0
2 kali sehari 16 53,3
Menjemur kasur/
1 kali sehari 14 46,7
alas tidur
Total 30 100,0
2 kali sehari 16 53,3
Frekwensi menjemur
1 kali sehari 14 46,7
kasur /alas tidur
Total 30 100,0
2 kali sehari 16 53,3
Menjemur tempat
1 kali sehari 14 46,7
tidur
Total 30 100,0
2 kali sehari 16 53,3
Frekensi menjemur
1 kali sehari 14 46,7
tempat tidur
Total 30 100,0
Perilaku responden dalam membersihkan rumah terutama dalam hal menyapu
lantai rata-rata sudah melakukannya dengan baik karena (53,3 %), namun sebagian
yang lain (46,7 %)
Dalam hal kebersihan tempat tidur khususnya kasur atau alas tidur, perilaku
“ngebahi” kasur biasa dilakukan 2 kali sehari oleh sebagian responden (50 %).
Perilaku ini dilakukan pagi hari setelah bangun tidur dan malam hari menjelang tidur.
Namun demikian 50 % responden lainnya hanya melakukannya sekali dalam sehari

11
yang umumnya dilakukan malam hari menjelang tidur saja. Aktifitas ini dilakukan
dengan alasan untuk membuang debu dan menghindari rasa gatal pada kulit saat tidur
serta hanya membersihkan bagian permukaan alas tidur saja yang dilakukan dengan
sapu dari bahan lidi daun kelapa. Perilaku membersihkan alas tidur ini bila dikaitkan
dengan upaya mengurangi populasi serangga Cimex sp pada tempat tidur memang
tidak ada pengaruhnya sama sekali karena memang tidak bertujuan untuk
menghilangkan ataupun mengusir serangga.
Alas tidur yang terbuat dari “galar” memang disukai oleh serangga Cimex sp
untuk bersarang dan berkembangbiak, sementara kasur nampaknya kurang disukai.
Guna melangsungkan hidupnya dan berkembangbiak, Cimex sp menyukai tempat
yang relative gelap dan lembab serta tidak dapat bertahan hidup dalam panas
matahari langsung. Apabila masyarakat mengetahui kelemahan ini sebenarnya sangat
mudah untuk mengurangi populasi Cimex sp pada tempat tidur atau perabot lainnya,
yaitu dengan sering menjemurnya di sinar matahari langsung. Cimex sp yang terkena
sinar matahari langsung akan melemah dan akhirnya mati. Walaupun sudah mencapai
60 % (18 orang) responden yang suka menjemur kasur atau alas tidur tetapi masih
ada 40 % (12) responden yang tidak pernah melakukan penjemuran ini.
Aktifitas penjemuran ini biasanya dilakukan seminggu sekali. Responden
yang melakukan penjemuran pada ”galar” umumnya memang bertujuan untuk
membunuh serangga Cimex sp, namun bagi responden yang menggunakan kasur
sebagian besar menjemur kasur supaya kapuk dalam kasur dapat berkembang
kembali.
Sementara itu, kebiasaan menjemur tempat tidur secara utuh hanya dilakukan
oleh sebanyak 33,3 % (10 orang) responden, sedangkan 66,7 % (20 orang) lainnya
tidak pernah menjemur ranjang sama sekali.
Penjemuran tempat tidur ini sebenarnya sangat efektif untuk membunuh
serangga Cimex sp yang hidup disela-sela sambungan tempat tidur ini. Dengan
pemanasan sinar matahari langsung, serangga akan merasa kepanasan dan keluar dari
persembunyian.

12
Frekwensi penjemuran tempat tidur ini dilakukan dalam waktu sebulan sekali.
Apabila kebiasaan menjemur tempat tidur ini dapat berlangsung secara terus-menerus
dapat dipastikan bahwa populasi dan keberadaan serangga Cimex sp dapat
dikendalikan, sehingga dapat dihindari terjadinya gigitan pada kulit.
Penjemuran yang dilakukan oleh responden baik pada kasur/alas tidur
maupun pada tempat tidurnya sekalipun sebenarnya hanya membunuh serangga
dewasa yang sudah dapat beraktifitas. Namun disela-sela perkakas kayu dan bambu
ini dapat dipastikan tersembunyi banyak telur Cimex sp. Telur yang tersembunyi ini
bila tidak pecah dan masih tersisa pasti menjadi bibit baru calon serangga pada saat
menetas nantinya. Cara paling efektif untuk membersihkan perkakas dari telur
serangga ini adalah dengan mencuci dan menyikat seluruh bagian perkakas dengan
bersih sehingga bila terdapat telur dapat dihancurkan sekaligus dihilangkan.
Sayangnya seluruh responden penelitian tidak ada satupun yang melakukan aktifitas
pencucian tempat tidur dan alasnya.
Beberapa hasil tambahan perihal perilaku responden dalam menjaga
kebersihan lingkungan rumah ini dapat menjadi wacana dalam pengelolaan informasi
dalam upaya menghindari dan menjaga diri dari gigitan serangga Cimex sp sehingga
dapat dicegah terjadinya penurunan kadar hemoglobin darah yang lambat laun dapat
memicu terjadinya anemia.

KESIMPULAN
1. Sejumlah 70 % unit sampling rumah tangga memiliki tempat tidur yang
didalamnya terdapat serangga Cimex sp.
2. Responden yang memiliki kadar Hb tidak normal sebanyak 66,7 % dimana
ketidaknormalan ini seluruhnya adalah kurang dari normal.
3. Didasarkan atas hasil pengujian hipotesis, diyakini ada hubungan yang bermakna
antara keberadaan serangga Cimex sp pada tempat tidur dengan turunnya kadar
Hb responden.

13
SARAN
Dengan ditemukannya hasil bahwa keberadaan serangga Cimex sp berpeluang
menyebabkan turunnya kadar Hb seseorang, maka diusulkan beberapa saran berikut :
1. Responden yang memiliki perkakas rumah dari bahan kayu atau bambu
hendaknya secara rutin melakukan pencucian atau pembersihan perkakas tersebut
untuk mengendalikan populasi serangga Cimex sp.
2. Posisi tempat tidur diatur sedemikian rupa sehingga pada saat jendela kamar
dibuka sinar matahari dapat langsung mengenai tempat tidur. Dengan demikian
diharapkan dapat membunuh sebagian serangga Cimex sp.
3. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama dengan menambah
beberapa variabel yang dapat mempengaruhi kadar Hb responden, seperti pola
konsumsi makanan, asupan obat penambah darah dan lain-lain sehingga dapat
lebih melengkapi dan menjadi kontrol bagi hasil penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adi Heru S, 1993, Kader Kesehatan Masyarakat, EGC, Jakarta.


A.V. Hoffbrand , 1987, Essential Hematology, EGC, Jakarta.
Azrul Anwar, 1983,. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara, Jakarta.
Elemer R. Noble, 1989, Parasitologi Biologi Parasit Hewan, edisi ke lima, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
E.N. Kokasih, 1984, Hematologi Dalam Praktek, Alumni, Bandung.
Indah Enjtang, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, cetakan ke-XIII, Cipta Aditya
Bakti, Bandung.
Makayat D. Brotowijaya, 1987, Parasit dan Parasitisme, Media Sarana Perss,
Jakarta.
R. Ganda Soebrata, 1989, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Jakarta.
Soedarto, 1992, Entamologi Kedokteran, EGC, Jakarta.
Suharjo, 1981, Anemi Gizi dan Pertumbuhan Anak, Media Gizi dan Keluarga, GMSK
Fe. Perta IPB, th VII No. 2 Th VIII No.1, Bogor

14

View publication stats

You might also like