You are on page 1of 21

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/324136005

Sikap dan Etika Pengguna Media Sosial dalam Isu Kebebasan Berekspresi

Conference Paper · August 2016

CITATIONS READS

0 2,282

2 authors:

Lestari Nurhajati Cyntia Keliat


London School of Public Relations Jakarta London School of Public Relations Jakarta
26 PUBLICATIONS   8 CITATIONS    2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Etika Media Filantropi View project

Komunikasi Media Online Pengusaha Milenial dalam Membangun Personal Branding di Era Digital View project

All content following this page was uploaded by Lestari Nurhajati on 01 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Sikap dan Etika Pengguna Media Sosial dalam Isu Kebebasan Berekspresi
Lestari Nurhajati dan Cyntia Keliat – LSPR Jakarta

Lestari.n@lspr.edu dan Cyntia.k@lspr.edu

Abstract

The use of social media in Indonesia are categorized quite massive. Recorded by
wearesocial.com, the number of active internet users in Indonesia until early 2016,
approximately 88.1 million people with 79 million are active users of social media. So no
wonder the speed of dissemination of information through social media becomes very
remarkably rapid and significant impact. But unfortunately, this condition is not coupled
with an attitude and ethics of social media users are wise.
Not wise users of social media, for example upload a picture of an accident or
natural disaster victims. Likewise, the circulation of photographs of two junior high school
students (male and female) who were in bed without wearing a complete outfit. Looking at
the situation as it raises a problem that is; how exactly the attitude and ethics of social
media users in the issue of freedom of expression?
Attitude in the theory proposed by Newcomb, is indispensable to the motive.
Motive can be defined as an attitude that has become action. So when it is about to
measure the attitude, then one of them can be done by measuring the motive. This study
uses a quantitative methodology with questionnaires on the active users of social media to
see how attitude and ethical use of social media, with no limit of age, gender, and social
status. The results of this study addressing the relatively normative ethical attitudes and
even tend to be cautious and keep the feeling of others in the use of social media. But
unfortunately the average social media user will be neglected if there are other parties that
violate social ethics of media.
Keywords: Attitude, Ethics, Social Media, Freedom of Expression

Abstrak

Penggunaan media sosial di Indonesia dikategorikan cukup masif. Tercatat menurut


wearesocial.com, jumlah pengguna aktif internet di Indonesia sampai awal tahun 2016
sekitar 88,1 juta orang dengan 79 juta di antaranya adalah pengguna aktif media social.
Sehingga tidak heran kecepatan penyebaran informasi melalui media sosial menjadi sangat
luarbiasa cepat dan memberikan dampak yang cukup signifikan. Namun sayangnya kondisi
ini tidak dibarengi dengan sikap dan etika pengguna media sosial yang bijak.
Tidak bijaknya para pengguna media sosial ini misalnya menggunggah gambaran
korban kecelakaan atau bencana alam apa adanya. Demikian juga beredarnya foto dua
anak SMP (laki-laki dan perempuan) yang sedang di ranjang tanpa mengenakan pakaian
lengkap, yang hadir di berbagai media sosial. Melihat situasi seperti itu memunculkan
sebuah permasalahan yakni; bagaimana sesungguhnya sikap dan etika pengguna media
sosial dalam isu kebebasan berekspresi?
Sikap dalam teori yang dikemukakan oleh Newcomb, tidak bisa dipisahkan dengan
motif. Motif bisa diartikan sebagai sikap yang sudah menjadi tindakan. Sehingga apabila
hendak mengukur sikap, maka salah satunya bisa dilakukan dengan mengukur motifnya.
Penelitian ini menggunakan metodologi kuantitatif dengan penyebaran kuisioner pada para
pengguna aktif media sosial untuk melihat bagaimana sikap dan etika penggunaan media
sosial, tanpa membatasi usia, gender, dan status sosialnya. Hasil penelitian ini menujukan
sikap etika yang relatif normatif bahkan cenderung berhati-hati dan menjaga perasaan pihak
lain dalam penggunaan media sosial. Namun sayangnya rata-rata pengguna media sosial
akan abai apabila ada pihak lain yang melanggar etika bermedia sosial.
Keywords: Sikap, Etika, Media Sosial, Kebebasan Berekspresi

Pendahuluan

Perubahan teknologi internet secara langsung dan tak langsung membawa dampak atas
perubahan prilaku dan sikap manusia sebagai penggunanya. Termasuk pada masyarakat di
Indonesia. Penggunaan media sosial di Indonesia dikategorikan cukup masif. Tercatat
menurut wearesocial.com, jumlah pengguna aktif internet di Indonesia sampai awal tahun
2016 sekitar 88,1 juta orang dengan 79 juta di antaranya adalah pengguna aktif media
sosial. Sehingga tidak heran kecepatan penyebaran informasi melalui media sosial menjadi
sangat luar biasa cepat dan memberikan dampak yang cukup signifikan. Namun sayangnya
kondisi ini tidak dibarengi dengan sikap dan etika pengguna media sosial yang bijak.

Tidak bijaknya para pengguna media sosial ini sudah banyak diekspose media massa,
misalnya saja: penggunaan media sosial sebagai sarana konsolidasi kelompok
teroris/radikal, kemudian ketika pejabat pejabat publik menggunakan media sosial sebagai
sarana untuk saling menyindir dan menjelekan koleganya, hingga terjadinya peristiwa
tabrakan maut di Surabaya, yang terekspose secara cepat dan viral melalui beragam
platform media sosial yang ada. Dalam kasus tabrakan maut di Surabaya, tidak bijaknya
pengguna media sosial itu tampak ketika video yang tersebar tersebut menunjukan adegan
saat mobil mewah menabrak warung dan mengakibatkan korban luka dan meninggal,
ditampilkan apa adanya. Demikian juga dengan banyak beredarnya foto dua anak SMP (laki-
laki dan perempuan) yang sedang di ranjang tanpa mengenakan pakaian lengkap, tersebar
di berbagai media sosial. Penggunggah video dan juga foto peristiwa tersebut, serta para
penyebarnya seolah tidak memahami bagaimana etika atas penayangan adegan yang tidak
etis tersebut.

Dalam berbagai forum diskusi kemudian memunculkan perdebatan panjang tentang sikap
dan motif para pengguna media sosial yang seolah abai dengan etika yang ada. Pelanggaran
etika yang sedemikian rupa ini kemudian sering dihubungkan dengan konsep kebebasan
berekspresi. Melihat situasi seperti itu memunculkan sebuah pertanyaan permasalahan
yakni; bagaimana sesungguhnya sikap dan etika pengguna media sosial dalam isu kebebasan
berekspresi?

Tinjauan Teori dan Konsep

Motivasi atas Pendekatan dan Penghindaran

Sikap (attitude) dalam teori yang dikemukakan oleh Newcomb (Walgito, 2003), tidak bisa
dipisahkan dengan motif. Motif bisa diartikan sebagai sikap yang sudah menjadi tindakan.
Sehingga apabila hendak mengukur sikap, maka salah satunya bisa dilakukan dengan
mengukur motifnya. Lebih lanjut menurut Krech & Crutchfield (Walgito, 2003) menyatakan
bahwa sikap merupakan keadaan dalam diri manusia yang berhubungan dengan proses
motif, emosi, persepsi dan kognisi. Posisi Motif sangatlah signifikan dalam proses prilaku
seseorang. Demikian juga dalam tindakan prilaku komunikasi seseorang melalui media
sosial.

Elliot (2008) kemudian membagi 4 tipe motivasi atas sikap yang terwujud dalam prilaku
yakni pendekatan positif (positive approach), pendekatan negatif (negative approach),
penghindaran positif (positive avoidance), dan penghindaran negative (negative
avoidance). Lebih lanjut pendekatan itu bisa dijelaskan bahwa pendekatan positif terjadi bila
seseorang menyenangi obyek sikap yang bersangkutan, sedangkan pendekatan negatif
terjadi bila seseorang tidak menyenangi obyek tersebut dan bertindak negatif terhadapnya.
Misalnya, masa bodoh, merusak, mengabaikan, menyerang, dan sebagainya. Sedangkan
penghindaran negatif terjadi bila seseorang menjauhi obyek dengan rasa benci, takut, atau
menolaknya mentah-mentah. Penghindaran positif bila seseorang menjauhi suatu obyek
atau situasi tertentu dengan cara yang baik-baik.

Sikap dan motif ini apabila dikaitkan dengan penggunaan media sosial, sebagai media yang
relatif baru di Indonesia, akan menarik untuk dikaji. McLuhan dalam bukunya The Medium is
The Message, secara tepat memprediksi akan adanya tantangan pada jaman yang makin
maju. Tantangan bagaimana seharusnya manusia mampu menjalankan sikap etis dalam
prilaku penggunaan media online.
Etika dalam Media Online

Fortner and Fackler (2011) menjabarkan bahwa studi mengenai etika secara umum dibagi ke
dalam 3 bagian, yaitu : meta-etika, etika normatif dan etika deskriptif. Etika deskriptif
membahas mengenai kebiasaan moral yang dilakukan oleh orang atau kelompok tertentu
dan mempelajari tentang bagaimana etika dari penetapan keputusan berfungsi secara de
facto (langsung dan efektif).

Meta-etika menempatkan isu pada teori-teori normatif dan menguji secara filosofis,
diantaranya yaitu, apa itu kebaikan dan hal-hal baik, masalah kejahatan dan kebenaran dari
teori-teori etika. Etika normatif itu menggabungkan moralitas yang sebenarnya dengan
dasarnya, berfokus pada adil atau tidak adilnya keadaan masyarakat dan sebuah institusi.
Yang terpenting dari etika normatif yaitu sangat berpusat pada cara yang terbaik bagi para
professional untuk mengarahkan melalui prinsip-prinsip supaya dapat dipromosikan. Etika
normatif adalah cara yang digunakan untuk mengembangkan norma-norma dan pedoman,
tidak hanya untuk menggambarkan detil atau kesepakatan dengan abstraksi.

Kategori normatif telah menerima perhatian ilmiah yang luar biasa dalam etika media, jadi
lima dari 8 isu zaman dulu yang mewakili : keadilan sosial, kebenaran, keramahan, harga
diri manusia dan privasi.

Carrie (2014) melihat ada dua hal utama yang harus diperhatikan dengan pendekatan etika
ketika seseorang menggunakan media online. Pertama, peran dan tanggung jawab
pemikiran melibatkan kesadaran akan kewajiban seseorang ketika mempertimbangkan
setiap tindakan yang mereka akan lakukan di web. Kedua, perspektif yang rumit termasuk
upaya untuk mempertimbangkan bagaimana seharusnya tindakan seseorang secara online
yang dapat menimbulkan banyak pengaruh bagi banyak pihak. Akhirnya, masyarakat peduli
tentang keuntungan yang mungkin dapat ditimbulkan atau justru malah sebaliknya hal yang
mungkin dapat mempengaruhi masyarakat dalam jumlah besar sebagai akibat dari satu
tindakan secara online.

Sebagai contoh, bayangkan jika sebuah pemikiran etis di Youtube mungkin akan melibatkan
penonton yang kita tidak kenal yang mungkin akan menanggapi, menafsirkan atau bahkan
salah menafsirkan sebuah video bahkan sebelum mempostingnya. Atau itu bisa juga
diartikan tentang betapa berbedanya setiap pengguna dari Wikipedia (contoh. Lebih tua dan
lebih muda, berpendidikan atau kurang berpendidikan) yang mungkin mendapat manfaat
dari informasi baru atau malah dirugikan oleh kesalahan informasi yang ditampilkan secara
kolektif oleh ensiklopedia online.

Moral dalam bertetangga atau moralitas dalam skal kecil, seperti yang disampaikan oleh
James rest dan rekannya, adalah panduan yang berguna dalam interaksi yang sifatnya relasi
langsung. Namun itu berlangsung singkat atau dengan kata lain hanya relevan di jangka
waktu yang terbatas yaitu hanya ketika satu orang berhubungan dengan grup yang lebih
besar, masyarakat atau public atau mungkin sebuah dunia yang terdiri dari beberapa
individu ataupun tidak – dengan kata lain, tidak dapat dipastikan – diketahui secara
personal. Disinilah moral dalam arti yang lebih besar, sikap yang abstrak, atau disposisi etika
memang diperlukan. Pemikiran etis melibatkan pertimbangan efek dari tindakan seseorang
pada seberapa tinggi jabatan yang diembannya dan integritas dari komunitas yang lebih
besar.

Carrie (2014) lebih lanjut melihat bahwa pemikiran-pemikiran yang dimiliki anak muda
tentang situasi yang terjadi secara online dimana sebagian besar berfokus pada dirinya
sendiri, minim tentang isu-isu moral atau pemahaman mengenai masalah moral dalam skala
luas. Memang, tiga target yang berbeda tersirat dalam kategori-kategori ini – diri sendiri,
diketahui orang lain dan hubungan satu sama lain dalam komunitas yang lebih besar –
adalah dasar dari kerangka cara berpikir yang kita gunakan untuk menganalisis cara berpikir
anak muda tentang bagaimana itu kehidupan online.

Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif, menyebarkan kuisioner (via


google doc) kepada pengguna media sosial, dan terkumpul sebanyak 103 responden
(purposive sampling). Pengumpulan kuisioner dilakukan antara bulan Juli-Agustus 2016.

Operasionalisasi Konsep dan variabel-nya pun bisa dilihat sebagai berikut:

SUMBER VARIABEL DIMENSI INDIKATOR


Motif 1.pendekatan positif (positive approach),
Pendekatan dan 2. pendekatan negatif (negative approach),
Penghindaran 3. penghindaran positif (positive
avoidance),
4. penghindaran negatif (negative
avoidance).
1.peran dan tanggung jawab pemikiran,
kesadaran atas tindakan penggunaan web
Sikap (Berupa
2. Pertimbangan tindakan seseorang secara
motif = sikap
Elliot (2008); Etika online yang dapatmenimbulkan banyak
dalam bentuk
Fortner and Penggunaan pengaruh bagi banyak pihak
tindakan) dan
Fackler Media Online 3. hanya fokus pada diri sendiri
Etika Penggunaan
(2011); 4. diketahui orang lain
media Online
Carrie (2014) 5. berhubungan dengan komunitas lebih
besar
1.keadilan sosial,
2.kebenaran,
Kategori
3.keramahan,
Normatif Etika
4.harga diri manusia
Media
5. privasi.

Temuan , Analisa Lapangan dan Diskusi


Sikap Pengguna Media Sosial
Bagian ini akan memaparkan hasil dari survey, dengan membaginya menjadi tiga
bagian utama yaitu bagian yang menjelaskan mengenai karakteristik responden, bagian
yang menjelaskan variabel utama dari survey yakni variabel sikap pengguna media sosial,
serta menjelaskan bagaimana etika para pengguna media sosial tersebut.
Karakteristik Responden
Paparan mengenai karakteristik responden ini akan difokuskan melalui tiga indikator
yaitu jenis kelamin, usia, dan pendidikan terakhir dari responden.

Grafik 1. Jenis Kelamin

Jenis Kelamin
23,30%
Laki-laki
Perempuan
76,70%

Melalui grafik 1 di atas dapat terlihat bahwa sebagian besar responden dalam survey
ini adalah perempuan yaitu sekitar 76,7 % dibandingkan dengan laki-laki yang hanya sebesar
23,3 %.
Tabel 1. Usia
Frequency Percent
15 – 25 tahun 50 48,5
26 – 35 tahun 38 36,9
36 – 45 tahun 11 10,7
> 46 tahun 4 3,9
Total 103 100,0
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa kebanyakan responden dalam survey
adalah mereka yang berusia 15 – 25 tahun yaitu sebanyak 48,5% diikuti oleh responden
yang berusia 26 – 35 tahun sebanyak 36,9%. Responden yang berusia 36-45 tahun sebanyak
10,7%, sedangkan responden yang berusia lebih dari 45 tahun hanya sebanyak 3,9%.

Tabel 2. Pendidikan Terakhir


Frequency Percent
SMA 26 25,2
S1 54 52,4
S2 14 13,6
S3 3 2,9
Diploma 6 5,8
Total 103 100,0
Dengan melihat pada tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
(52,4%) adalah mereka yang pendidikan terakhirnya S1, diikuti oleh mereka yang
pendidikan terakhirnya SMA (25,2%), diikuti secara berurutan oleh mereka yang
berpendidikan S2 (13,6%), Diploma (5,8%) dan S3 (2,9%). Sehingga dalam pembahasan dan
diskusi selanjutnya kita bisa mengingat bahwa rseponden adalah mayoritas kalangan
terdidik yang diharapkan memahami konsep etika dalam kegiatan berkomunikasi,
khususnya dalam penggunaan media sosial.

Deskripsi Variabel Sikap dan etika Pengguna Media Sosial dalam Isu Kebebasan
Berekspresi

Bagian berikut akan memaparkan mengenai variabel Tentang Sikap dan pengguna
media sosial dalam isu kebebasan berekspresi. Pemaparan yang ada akan disajikan melalui
beberpa grafik dan tabel yang berisi mengenai indikator dari variabel seperti yang
disebutkan.
Grafik 2. Saat menggunakan media sosial, saya ikut bertanggung jawab atas pesan yang saya
bagikan

70,00% 61,20%
60,00%
50,00%
40,00%
30,10%
30,00%
20,00%
10,00% 4,90% 3,90%
0,00%
Sangat Tidak Ragu-ragu Setuju Sangat Setuju
Setuju

Dalam grafik 2 di atas dapat terlihat bahwa bagi pengguna media sosial kebanyakan
setuju bahwa mereka bertenggungjawab akan pesan yang mereka bagikan (61,2 %
menyatakan sangat setuju dan 30,1 % menyatakan bahwa mereka setuju). Namun masih
ada yang merasa kalau mereka tidak bertanggung jawab akan pesan yang mereka bagikan
yaitu hanya sebesar 4,9%. Dari grafik 2 juga dapat terlihat bahwa ada yang masih ragu
bahwa mereka bertanggung jawab akan pesan yang dibagikan yaitu hanya sebesar 3,9 %.
Pada bagian ini jelas, bahwa secara signifikan responden memahami konsekuensi dan
tanggung jawab ketika menggunakan media sosial. Pada poin ini prinsip pemahaman etika
tampak jelas dipahami dengan baik.
Grafik 3. Saya sangat berhati-hati berkomentar di media sosial karena itu bisa melukai pihak lain
70,00% 59,20%
60,00%
50,00%
40,00% 28,20%
30,00%
20,00% 4,90% 6,80%
10,00% 1%
0,00%

Berdasarkan grafik 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar penggguna media sosial
merasa yakin bahwa mereka sangat berhati-hati dalam berkomentar di media sosial karena
komentarnya dapat melukai pihak lain (yaitu sebanyak 59,2%). Sedangkan yang mereka
yang setuju dengan pernyataan yang sama berjumlah 28,2 %. Adapun yang tidak
mendukung pernyataan yang sama berjumlah 4,9 % dan 1 %. Pengguna media sosial yang
masih ragu akan pernyataan yang sama berjumlah 6,8%. Pada bagian ini semakin kuat
pemahaman dari responden, yakni ketika mereka sadara dan bertanggung jawab atas
penggunaan media sosial, maka mereka akan sangat berhati-hati menggunakannya, karena
tidak ingin melukai pihak lain.

Grafik 4. Penilaian tentang kegunaan media sosial

100%
80% 37,9 24,3 13,6
60% 35,9 20,4
40% 37,9
20% 13,6
3,9 25,2 37,9 Sangat Setuju
0% 6,8 7,8
5,8 20,4
7,8
Media sosial Setuju
adalah sarana Media sosial Media sosial
untuk kebebasan adalah sarana adalah sarana
Ragu-ragu
berekspresi untuk
menyampaikan untuk menuntut
Tidak Setuju
kebenaran keadilan sosial

Grafik 4 memaparkan mengenai penilaian responden tentang kegunaan media


sosial, adapun rincian paparan grafik dapat dijelaskan berikut:
 Kebanyakan responden mendukung pernyataan media sosial merupakan sarana
untuk kebebasan berekspresi. Hal ini dapat terlihat dari jumlah responden yang
menjawab setuju dan sangat setuju sebanyak 37,9 %. Untuk responden yang
menjawab ragu-ragu sebanyak 13,6 , sedangkan responden yang menjawab sangat
tidak setuju dan tidak setuju sebanyak 6,8% dan 3,9%.
 Sebagian besar responden mendukung pernyataan bahwa media sosial merupakan
sarana untuk menyampaikan kebenaran, yang mana hal ini dapat dilihat dari 35,9 %
responden yang menjawab setuju dan 24,2 % yang menjawab sangat setuju.
Responden yang menjawab ragu-ragu untuk pernyataan mengenai media sosial
menyampaikan kebenaran berjumlah sekitar 25,2%, sedangkan responden yang
menjawab tidak setuju sebesar 7,8% dan yang menjawab sangat tidak setuju
berjumlah 5,8%
 Dalam hal media sosial merupakan sarana untuk menuntut keadilan sosial,
kebanyakan responden menjawab ragu-ragu dengan jumlah 37,9%. Diikuti oleh
responden yang menjawab tidak setuju dan setuju yang berjumlah 20,4 %.
Responden yang menjawab sangat setuju berjumlah 13,6%, dan responden yang
menjawab sangat tidak setuju hanya berjumlah 7,8%.
Pada ketiga poin di atas tampak jelas bahwa rata-rata malah kurang dari 40%
responden, yang ternyata secara umum tidak merasakan secara khusus manfaat
media sosial sebagai sarana kebebasan berekspresi, menyampaikan kebenaran,
maupun untuk menuntut keadilan sosial.

Grafik 5. Mengenai Penyampaian pendapat dalam diskusi melalui media sosial


60,00% 53,40%
50,00%
40,80% Perbedaan pendapat selalu
40,00% 35%
ada dalam diskusi melalui
30,00% 27,20% media sosial
17,50%
20,00%
11,70%
Saya berusaha bersimpati
10,00% 2,90% 4,90% 3,90% dengan pihak lain dalam
2,90%
0,00% menyampaikan pendapat
Sangat Tidak Ragu-ragu Setuju Sangat melalui media sosial
Tidak Setuju Setuju
Setuju

Berdasarkan grafik 5 di atas dapat dikatakan bahwa kebanyakan pengguna media


sosial mengakui adanya perbedaan pendapat dalam diskusi melalui media sosial (yakni
sebanyak 53,4% menyatakan sangat setuju dan 35 % menyatakan setuju dengan
pernyataan mengenai perbedaan pendapat). Hanya sekitar 2,9% dan 4,9 % dari responden
yang tidak mengakui adanya perbedaan pendapat dalam diskusi melalui media sosial.
Dengan melihat grafik 5 di atas, dapat juga diketahui bahwa kebanyakan pengguna media
sosial bersipati dengan pihak lain dalam menyampaikan pendapat melalui media sosia. Hal
ini dapat terlihat bahwa sebanyak 40,8 % responden yang setuju dengan pernyataan
mengenai sikap simpati dan 27,2 % yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan yang
sama. Hanya sekitar 11,7 % (Tidak setuju) dan 2,9 % (sangat tidak setuju) yang tidak
mendukung pernyataan mengenai sikap simpati dengan pihak lain dalam berdiskusi melalui
media sosial. Namun ada sekitar 17,5 % yang masih ragu apakah mereka bersimpati atau
tidak dengan pihak lain dalam berdiskusi melalui media sosial.

Tabel 3. Saya tidak mengenal semua orang dalam diskusi melalui media sosial
Frequency Percent
Sangat Tidak Setuju 9 8,7
Tidak Setuju 12 11,7
Ragu-ragu 26 25,2
Setuju 38 36,9
Sangat Setuju 18 17,5
Total 103 100,0
Dengan melihat tabel 3 dapat dikatakan bahwa kebanyakan pengguna media sosial
yang menjadi responden dalam survey ini setuju bahwa mereka tidak mengenal semua
orang dalam diskusi melalui media sosial (yaitu sebanyak 36,9%). Pengguna media sosial
yang masih ragu apakah mereka mengenal atau tidak mengenal semua orang dalam diskusi
melalui media sosial tercatat sebesar 25,2 %. Sebanyak 17, 5 % pengguna media sosial
menyatakan sangat setuju bahwa mereka tidak mengenal semua orang dalam diskusi
melalui media sosial. Sedangkan hanya sebesar 11,7 % dan 8,7 % yang menyatakan bahwa
mereka tidak setuju dan sangat tidak setuju dengan pernyataan bahwa mereka tidak
mengenal semua orang dalam diskusi melalui media sosial. Pada poin ini tampak bahwa
kondisi pengguna media sosial memiliki kecenderungan bahwa mereka tidak ekslusif dalam
berteman di media sosial, hanya 20,4% pengguna yang memilih pertemanan di media sosial
secara eksklusif.

Penerapan Sikap dalam penggunaan Media Sosial

Bagian berikut akan memaparkan mengenai sikap pengguna media sosial dalam isu
kebebasan berekspresi. Pemaparan yang ada akan disajikan melalui beberpa grafik dan
tabel yang berisi mengenai indikator dari variabel utama seperti yang disebutkan.

Grafik 6. Sikap mengenai diskusi melalui media sosial

Saya menghindari diskusi melalui media sosial 15,5 29,1 23,3 23,3 8,7
Saya menolak diskusi melalui media sosial 21,4 36,9 16,5 13,6 Sangat Tidak
11,7
Saya takut berdiskusi melalui media sosial 23,3 35,9 23,3 10,7 6,8 Setuju

Saya benci berdiskusi melalui media sosial 19,4 33 21,4 14,6 Tidak Setuju
11,7
Saya mengabaikan diskusi melalui media sosial 10,7 32 29,1 21,4 6,8
Saya senang berdiskusi melalui media sosial 11,7 23,3 37,9 20,4 6,8

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Grafik 6 memperlihatkan mengenai sikap para pengguna media sosial mengenai


diskusi melalui media sosial. Beberapa hal yang dapa dijelaskan berdasarkan grafik 5
adalah:
 Sebanyak 37,9 % pengguna media sosial menyatakan ragu-ragu mengenai
pernyataan bahwa mereka senang berdiskusi melalui media sosial. Pengguna media
sosial yang tidak setuju dan setuju dengan pernyataan bahwa mereka senang
berdiskusi melalui media sosial cukup berimbang , yaitu sebanyak 23,3 %
menyatakan tidak setuju dan 20,4 % menyatakan setuju.
 Dalam hal menanggapi pernyataan bahwa pengguna media sosial mengabaikan
diskusi melalui media sosial, para responden juga masih berimbang apakah mereka
mendukung atau tidak dengan pernyatan tersebut.kebanyakan dari pengguna media
sosial menyatakan tidak setuju dengan peryataan tersebut (32%), diikuti dengan
mereka yang ragu-ragu (29,1%) dan mereka yang setuju (21,4%).
 Kebanyakan pengguna media sosial tidak mendukung pernyataan bahwa mereka
benci berdiskusi melalui media sosial, hal ini dapat terlihat dari 33 % yang
menyatakan tidak setuju dan 19,4% yang menyatakan sangat tidak setuju. Sebanyak
21,4 % yang masih ragu-ragu akan pernyataan yang ada. Sedangkan 14,6 % dan 11,7
% pengguna media sosial menyatakan mereka setuju dan sangat setuju dengan
pernyataan yang ada.
 Kebanyakan pengguna media sosial tidak setuju dengan pernyataan bahwa mereka
takut berdiskusi melalui media sosial, yakni sebanyak 35,6 %. Kemudian sebanyak
23,3 % menyatakan sanagat tidak setuju dengan pernyataan yang sama, diikuti
dengan mereka yang ragu-ragu dengan pernyataan yang sama (23,3%). Sedangakan
hanya 10,7 % dan 6,8 % pengguna media sosial yang setuju dan dangat setuju
dengan pernyataan yang sama.
 Mengenai pernyataan menolak diskusi melalui media sosial, para responden
kebanyakan tidak setuju dengan prosentasi sebesar 36,9%; diikuti dengan yang
responden yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 21,4%; kemudian yang
menjawab ragu-ragu sebanyak 16,5 %. Hanyak 13,6 % responden yang setuju dengan
pernyataan menolak berdiskusi melalui media sosial dan hanya 11,7 % yang
menyatakan sanat setuju dengan pernyataan yang sama tersebut.
 Dalam menanggapi peryataan menghindari diskusi melalui media sosial, dapat
terlihat bahwa para pengguna sosial yang menjadi responden dalam survey ini
menjawab cukup berimbang; hal ini dapat dilihat bahwa sekitar 29,1 % menyatakan
tidak setuju, dan 23,3 % menjawab ragu-ragu dan setuju. Sedangkan 15 % responden
menjawab sangat tidak setuju dan 8 % menjawab sangat setuju.
Pada poin tentang diskusi melalui media sosial tampak bahwa secara umum mereka
tidak takut, tidak benci untuk berdiskusi, tidak juga menolak (penghindaran negatif),
namun rata-rata mereka agak mengabaikan (penghindaran positif) apabila diajak
berdiskusi melalui media sosial, meskipun jumlahnya hampir sama dengan yang
senang berdiskusi.
Grafik 7. Perilaku mengenai pesan melalui media sosial

4,9 Sangat
Saya sangat berhati-hati dalam Tidak
memfoward pesan melalui media 3,9 35 51,5
Setuju
sosial 4,9 Tidak
Setuju
Saya senang memfoward pesan 8,7 20,4 30,1 33 7,8
melalui media sosial Ragu-ragu

8,7
Saya senang menciptakan pesan 2,9 23,3 48,5 16,5
melalui media sosial

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Dari grafik 7 dapat dijelaskan beberapa hal berikut:


 Sebagian besar responden yang merupakan pengguna media sosial kebanyakan
setuju dengan pernyataan bahwa mereka senang menciptakan pesan melalui media
sosial (48,5%), diikuti dengan yang menyatakan ragu-ragu sebanyak 23,3% dan yang
menyatakan sangat setuju sebanyak 16,5 %. Sedangkan responden yang menyatakan
tidak setuju hanya sebanyak 8,7 % dan sangat tidak setuju sebanyak 2,9%.
 Mengenai pernyataan bahwa para pengguna media sosial senang memforward
pesan melalui media sosial, para responden kebanyakan setuju (33 %), diikuti oleh
mereka yang menjawab ragu-ragu (30,1%), kemudian yang menjawab tidak setuju
sebanyak 20,4%. Responden yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 8,7% dan
sangat setuju hanya sekitar 7,8%.
 Untuk pernyataan bahwa responden yang merupakan pengguna media sosial
berhati-hati dalam memforward pesan melalui media sosial; kebanyakan sangat
setuju (51,5%), diikuti oleh mereka yang menjawab setuju (35%). Sebanyak 4,9%
responden menjawab ragu-ragu dan tidak stuju dengan pernyataan yang ada dan
hanya 3,9% responden tyang menjawab sangat tidak setuju.
Pada bagian ini sangat menarik karena pengguna media sosial di Indonesia
tampaklah sangat kreatif, yakni terbukti hampir 50% senang menciptakan pesan. Di
sisi lain yang lebih menonjol adalah mereka sangat berhati-hati dalam memfoward
pesan, lebih dari 50% menunjukan komitmen ini, meskipun ada 30% lebih yang
menyatakan senang memfoward pesan.
Grafik 8 berikut memaparkan mengenai sikap responden mengenai tema dari isi
media sosial. Tema dari isi media sosial dibagi lagi menjadi tema selebritis, tema
kriminalitas dan tema pornografi.
Grafik 8. Sikap tentang tema pesan media sosial

100% 7,8 6,8 4,9


17,5 10,7
24,3 17,5
80%
29,1 Sangat Setuju
60% 35 30,1
40% Setuju
38,8 29,1
20% 36,9 Ragu-ragu
6,8 4,9
0% Tidak Setuju
Saya senang Saya senang Saya senang
dengan pesan dengan pesan dengan pesan Sangat Tidak Setuju
media sosial media sosial media sosial
tentang selebriti tentang tentang
kriminalitas pornografi

Berdasarkan grafik 8 di atas, dapat dijelaskan beberapa hal berikut:


 Kebanyakan responden tidak menyukai pesan media sosial tentang selebriti, hal ini
dapat terlihat sebanyak 38,8 % responden menjawab tidak setuju dengan
pernyataan senang dengan pesan media sosial tentang selebriti. Sebanyak 29,1%
responden menjawab ragu-ragu dengan pernyataan yang ada, kemudian 17,5 %
responden menjawab setuju, diikuti dengan responden yang menjawab sangat
setuju sejumlah 7,8% dan yang paling sedikit adalah responden yang menjawab
sangat tidak setuju dengan jumlah sekitar 6,8%.
 Untuk pernyataan “saya senang dengan pesan media sosial tentang kriminalitas”,
kebanyakan responden menjawab ragu-ragu (35%), diikuti dengan responden yang
menjawab tidak setuju sejumlah 29,1% kemudian responden yang menjawab stuju
yang berjumlah 24,3% yang paling sedikit adalah responden yang menjwab sangat
tidak setuju dengan jumlah 4,9%.
 Untuk pernyaaan mengenai isu tema pornografi dalam pesan media sosial,
kebanyakan responden menjawab sangat tidak setuju (36,9%) diikuti dengan yang
menjawab tidak setuju (30,1%). Adapun yang menjawab ragu-ragu mengenai isu
pornografi berjumlah 17 %. Sedangkan responden yang menjawab setuju dan sangat
setuju berjumlah 10,7% dan 4,9%.
Dari ketiga poin tentang tema selebritis, kriminalitas, dan pornografi, rata-rata
sekitar 30% pengguna media sosial menyatakan menyukainya. Hal ini cukup menarik
karena ini sejalan dengan kondisi media secara umum bahwa isu selebriti,
kriminalitas dan pornografi memang masih menjadi favorit konsumsi di berbagai
media massa.
Grafik 9. Sikap tentang visualisasi korban bencana alam dalam media sosial

Saya menghindari visual media sosial 13,615,5 22,3 28,2 20,4


yang menggambarkan korban…
Saya menolak visual media sosial 12,6 22,3 21,4 20,4 23,3 Sangat
yang menggambarkan korban… Tidak
Saya benci visual media sosial yang 13,6 25,2 17,5 18,4 25,2 Setuju
menggambarkan korban bencana
Saya takut visual media sosial yang
Tidak
13,6 27,2 19,4 26,2 13,6 Setuju
menggambarkan korban bencana
Saya mengabaikan visual media sosial 16,5 24,3 23,3 21,4 14,6
yang menggambarkan korban…

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Grafik 9 memperlihatkan mengenai sikap parapengguna media sosial yang


merupakan responden dalam survey ini mengenai visualisasi korban bencana alam dalam
media sosial. Rincian dari penjelasan grafik 9 adalah sebagai berikut:
 Untuk pernyataan ” Saya mengabaikan visual media sosial yang menggambarkan
korban bencana” dapat dilihat bahwa jawaban responden cukup berimbang antara
yang menjawab tidak setuju (24,3%), ragu-ragu (23,3%), dan setuju (21,4%).
Responden yang menjawab sangat setuju dan sangat tidak setuju juga tidak terlalu
berbeda persentasenya, yaitu 14,6% dan 16,5%.
 Untuk pernyataan “Saya takut visual media sosial yang menggambarkan korban
bencana” dapat terlihat bahwa responden yang menjawab tidak setuju dan setuju
juga cukup berimbang yaitu masing-masing sebesar 27,2% dan 26,2%. Sedangkan
yang menjawab ragu-ragu sejumlah 19,6%, dan yang menjawab sangat tidak setuju
dan setuju sekitar 13,4%.
 Berkaitan dengan pernyataan “Saya benci visual media sosial yang menggambarkan
korban bencana”, jawaban responden berimbang antara yang menjawab sangat
setuju dan tidak setuju yaitu sejumlah 25,2%. Kemudian diikuti berturut –turut oleh
mereka yang menjawab setuju (18,4%), ragu-ragu (17,5%) dan sangat tidak setuju
(13,6%).
 Tanggapan responden untuk pernyataan “Saya menolak visual media sosial yang
menggambarkan korban bencana” cukup berimbang antara yang menjawab sangat
setuju (23,3%), tidak setuju (22,3%), ragu-ragu (21,4%) dan setuju (20,2%).
Sedangkan yang menjawab sangat tidak setuju memiliki persentase paling kecil yaitu
sejumlah 12,6%.
 Yang terakhir adalah mengenai pernyataan “Saya menghindari visual media sosial
yang menggambarkan korban bencana”, dimana kebanyakan responden menjawab
setuju (28,2%), diikuti berturut-turut dengan mereka yang =menjawab ragu-ragu
(22,3%), menjawab sangat setuju (20,4%), menjawab setuju (15,5%) dan yang
menjawab sangat tidak setuju (13,6%)
Pada poin ini sikap responden rata-rata memang tidak secara tegas menunjukkan
sikapnya atas visual korban bencana yang tidak etis digambarkan.
Grafik 10. Sikap tentang visualisasi pasangan anak/ remaja

Saya menghindari adanya visual… 4,98,7 16,5 31,1 38,8

5,8 13,6 21,4 53,4 Sangat


5,8 Tidak
10,7 9,7 12,6 27,2 39,8 Setuju
Tidak
Saya takut dengan visual melalui… 13,6 23,3 22,3 25,2 15,5
Setuju
14,6 17,5 15,5 26,2 26,2
4,9 4,9
68,9 20,4 1
0% 20% 40% 60% 80% 100%

Grafik 10 merupakan penggambaran mengenai sikap pengguna media sosial tentang


visualisasi pasangan anak/ remaja. Penggambaran sikap tersebut dilihat melalui 6
pernyataan yang akan dijelaskan berikut:
 Tanggapan responden akan pernyataan “Saya senang dengan visual melalui media
sosial tentang pasangan anak SMP yang setengah telanjang di ranjang” adalah
kebanyakan menjawab sangat tidak setuju (68,9%), diikuti oleh mereka yang
menjawab tidak setuju (20,4%), dan yang menjawab ragu-ragu dan sangat setuju
(4,9%) dan yang menjawab setuju (1%).
 Tanggapan responden akan pernyataan “Saya mengabaikan visual melalui media
sosial tentang pasangan anak SMP yang setengah telanjang di ranjang” kebanyakan
responden menjawab setuju dan sangat setuju dengan jumlah 26,2%. Berikutnya
adalah responden yang menjawab tidak setuju (17,5%), ragu-ragu (15,5%) dan yang
terakhir responden yang menjawab sangat tidak setuju yang berjumlah 14,6%.
 Tanggapan responden akan pernyataan “Saya takut dengan visual melalui media
sosial tentang pasangan anak SMP yang setengah telanjang di ranjang” paling banyak
adalah mereka yang menjawab setuju dengan persentase sebesar 25,2%, diikuti oleh
mereka yang menjawab tidak setuju (23,3%), ragu-ragu (23,3%), sangat setuju
(15,5%), dan sangat tidak setuju (13,6%).
 Tanggapan responden akan pernyataan “Saya benci dengan visual melalui media
sosial tentang pasangan anak SMP yang setengah telanjang di ranjang” didominasi
oleh mereka yang menjawab sangat setuju dengan jumlah 39,8%. Kemudian diikuti
oleh mereka yang menjawab setuju (27,2%), kemudian yang menjawab ragu-ragu
sejumlah 12,6 %, sangat tidak setuju (10,7%), tidak setuju sejumlah 9,7 %.
 Tanggapan responden akan pernyataan “Saya menolak adanya visual melalui media
sosial tentang pasangan anak SMP yang setengah telanjang di ranjang” kebanyakan
menjawab sangat setuju dengan jumlah 53,4 %, diikuti oleh responden yang
menjawab setuju sejumlah 21,4%. Berikutnya adalah responden yang menjawab
ragu-ragu dengan jumlah 13,6 %, dan yang terakhir adalah responden yang
menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju yang keduanya berjumlah 5,8%.
 Tanggapan responden akan pernyataan “Saya menghindari adanya visual melalui
media sosial tentang pasangan anak SMP yang setengah telanjang di ranjang”
kebanyakan responden menjawab sanagta setuju dengan persentaase sejumlah
38,3% dan jawaban setuju sejumlah 31,3%. Adapun responden yang menjawab
ragu-ragu sejumlah 16,4%. Dan diikuti oleh responden yang menjawab tidak setuju
sejumlah 8,7% dan sangat tidak setuju dengan jumlah 4,9%.
Pada poin ini pendekatan negatif yakni tidak menyenangi visual tentang dua anak
SMP yang setengah telanjang menjadi gambaran umum dari pengguna media sosial
yang menjadi responden. Sehingga menunjukkan kondisi yang menarik, yakni
meskipun 30% masih menyukai mengkonsumsi pornografi, namun mereka
menyatakan menyatakan tidak suka dan juga menolak (penghindaran negatif)
tampak jelas rata-rata lebih dari 50% dinyatakan oleh responden.
Tabel 4. Sikap tentang penyampai pesan tidak etis dalam media sosial (%)
Saya akan mengabaikan orang Saya akan mengingatkan orang Saya akan menyerang orang
yang menyampaikan pesan yang menyampaikan pesan yang menyampaikan pesan
tidak etis melalui media sosial tidak etis melalui media sosial tidak etis melalui media sosial

Sangat Tidak 5,8 3,9 26,2


Setuju
Tidak Setuju 4,9 15,5 36,9
Ragu-ragu 12,6 32,0 26,2
Setuju 34,0 35,9 6,8
Sangat Setuju 42,7 12,6 3,9
Total 100,0 100,0 100,0
Tabel 5 di atas memperlihatkan sebaran frekuensi dari sikap pengguna media sosial
berkaitan dengan orang yang menyampaikan pesan tidak etis melalui media sosial. Sikap ini
akan dilihat melalui tanggapan responden akan tiga pernyataan yang akan dijelaskan
berikut:
 Untuk pernyataan “Saya akan mengabaikan orang yang menyampaikan pesan tidak
etis melalui media sosial”, para responden kebanyakan mendukung pernyataan
tersebut. Hal ini dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menjawab sangat
setuju (42,7%) dan setuju (34,4%). Hanya 5,8 % responden yang menjawab sangat
tidak setuju dan 4,9 % responden yang menjawab tidak setuju dengan pernytaan
yang ada.
 Mengenai pernyataan “Saya akan mengingatkan orang yang menyampaikan pesan
tidak etis melalui media sosial”, dapat terlihat bahwa responden cukup berimbang
antara yang menjawab setuju (yang berjumlah 35,9%) dan yang menjawab ragu-ragu
( sejumlah 32%). Diikuti oleh mereka yang menjawab tidak setuju sejumlah 15,5%,
kemudian responden yang menjawab sangat setuju sejumlah 12,6 %, dan yang
terakhir responden yang menjawab sangat tidak setuju yan hanya berjumlah 3,9%.
 Terkait dengan pernyataan “Saya akan menyerang orang yang menyampaikan pesan
tidak etis melalui media sosial”, kebanyakan responden menjawab tidak setuju
dengan ersentasae sekitar 36%. Sedangkan untuk responden yang menjawab sangat
tidak setuju dan ragu-ragu jumlahnya berimbang yaotu sekitar 26,2%. Untuk
pernyatan yang sama, responden yang menjwab setuju berjumlah 6,8% dan yang
menjawab sanagat setuju hanya berjumlah 3,9%.
Pada bagian ini menunjukan sikap responden cenderung penghindaran positif, yakni
mereka akan mengabaikan pihak lain yang melakukan pelanggaran etika di media.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian di atas didapatkan beberapa poin kesimpulan:


1. Secara signifikan responden memahami konsekuensi dan tanggung jawab ketika
menggunakan media sosial. Pada poin ini prinsip pemahaman etika tampak jelas
dipahami dengan baik. Hal ini juga didukung dengan kesadaran untuk sangat berhati-
hati menggunakannya, karena tidak ingin melukai pihak lain.
2. Secara umum responden tidak merasakan secara khusus manfaat media sosial
sebagai sarana kebebasan berekspresi, menyampaikan kebenaran, maupun untuk
menuntut keadilan sosial. Sehingga sungguh tidak tepat lagi apabila masih ada
pembenaran atas nama kebebasan berekspresi ketika pelanggaran etika bermedia
sosial dilakukan.

3. Pada poin tentang diskusi melalui media sosial tampak bahwa secara umum mereka
tidak takut, tidak benci untuk berdiskusi, tidak juga menolak (penghindaran negatif),
namun rata-rata mereka agak mengabaikan (penghindaran positif) apabila diajak
berdiskusi melalui media sosial, meskipun jumlahnya hampir sama dengan yang
senang berdiskusi. Pemahaman atas etika berdiskusi di media sosial juga ditandai
dengan pernyataan bahwa rata-rata mereka mengakui adanya perbedaan pendapat
dalam diskusi melalui media sosial.
4. Pada poin tentang tidak mengenal semua orang di platform media sosial mereka,
tampak bahwa pengguna media sosial memiliki kecenderungan tidak ekslusif dalam
berteman di media sosial, hanya 20,4% pengguna yang memilih pertemanan di
media sosial secara eksklusif (benar-benar mengenal teman media sosial mereka).
5. Responden sebagai reprenstasi pengguna media sosial di Indonesia tampaklah
sangat kreatif, yakni terbukti hampir 68% senang menciptakan pesan. Di sisi lain
yang lebih menonjol adalah mereka sangat berhati-hati dalam memfoward pesan,
lebih 50% menunjukan komitmen ini, meskipun ada 30% lebih yang menyatakan
sangat senang memfoward pesan.
6. Berkaitan tentang tema selebritis, kriminalitas, dan pornografi, yang ada di media
sosial, rata-rata sekitar 30% pengguna media sosial menyatakan menyukainya. Hal
ini cukup menarik karena ini sejalan dengan kondisi media secara umum bahwa isu
selebriti, kriminalitas dan pornografi memang masih menjadi favorit konsumsi di
berbagai media massa.
7. Pendekatan negatif (negative approach) yakni tidak menyenangi visual tentang dua
anak SMP yang setengah telanjang menjadi gambaran umum dari pengguna media
sosial yang menjadi responden. Sehingga menunjukkan kondisi yang menarik, yakni
meskipun 30% masih menyukai mengkonsumsi pornografi, namun mereka
menyatakan menyatakan tidak suka dan juga menolak (penghindaran negatif)
tampak jelas rata-rata lebih dari 50% dinyatakan oleh responden. Hal ini berbeda
ketika berkaitan dengan isu visual korban bencana yang tidak etis, sikap responden
rata-rata justru tidak secara tegas apakah melakukan pendekatan ataupun
penghindaran.
8. Sementara itu responden justru cenderung melakukan penghindaran positif, yakni
mereka akan mengabaikan pihak lain yang jelas-jelas melakukan pelanggaran etika di
media sosial. Padahal sikap lebih asertif dan mengingatkan sesama pengguna media
sosial untuk saling menjaga etika, justru sangatlah diperlukan dalam konteks
penggunaan media sosial yang lebih sehat di Indonesia.

Daftar Pusaka

D, John., T, Catherine., & James., Carrie. (2014). Disconnected: Youth, New Media and the Ethics Gap.
Cambridge : The MIT Press.

Drushel, Bruce., & German, Kathleen. (2011). The Ethics of Emerging Media: Information, Social
Norms, and New Media Technology. New Zealand: Pindar NZ.

Elliot, Andrew J. (2008). Handbook of approach and avoidance motivation. New York: Psychology
Press Taylor & Francis Group

Fortner, Robert S., Fackler, P. Mark. (2011). The Handbook of Global Communication and
Media Ethics. UK : Wiley Blackwell.

Klikauer, Thomas. (2008). Management Communication: Communicative Ethics and Action.


Great Britain : CPI Antony Rowe, Chippenham and Eastbourne

Walgito, Bimo. (2003). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Andi Offset

Ward, Stephen J.A. (2011). Ethics and The media. Cambridge : Cambridge University Press.

http://wearesocial.com/sg/special-reports/digital-2016

View publication stats

You might also like