You are on page 1of 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/345252075

Kebebasan Berpendapat dan Media Sosial di Indonesia

Article · November 2020

CITATIONS READS

0 7,798

6 authors, including:

Rahmidevi Alfiani Patricia Anita


Bandung Institute of Technology Bandung Institute of Technology
1 PUBLICATION   0 CITATIONS    1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Kukuh Panji Dewantara Nurlita Budiandari


Bandung Institute of Technology Bandung Institute of Technology
1 PUBLICATION   0 CITATIONS    1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Civil Education Project View project

Civic Education Project View project

All content following this page was uploaded by Rahmidevi Alfiani on 03 November 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Kebebasan Berpendapat dan Media Sosial di Indonesia
Rahmidevi Alfiani, Patricia Anita Rosiana, Kukuh Panji Dewantara, Nurlita Budiandari,
Riyan Dwi Julianto, dan Gabriela Davinci Pehulisa

Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha No.10 Lb.Siliwangi, Kecamatan Coblong, Kota
Bandung, Jawa Barat 40132, telp/fax (022) 2500935, email : rahmidevi@student.itb.ac.id,

Abstract

Recently, social media has been one of the essential in the Indonesian society. In social media,
everyone has the freedom to express their opinion. However, in the midst of freedom of opinion, there
are various challenges faced by the community in expressing their opinions, so it is necessary to be
cautious in contending on social media. Furthermore, one of the elements influencing freedom of speech
and social media in Indonesia is age. The distinction in perspectives between various ages will offer a
dynamic opinion. Challenges can take the form of guarding speech, guarding other people's feelings,
and maintaining ethics. This research is aimed to understand the challenges perceived in the eyes of the
people towards democracy of opinion on social media, and to find out how the community responds to
these challenges. This study is done through online survey using Google Form containing a list of
questions related to challenges on speaking freely in Indonesia, with active users of social media as the
main target.

Keywords: Opinion, social media, freedom of expression

Abstrak

Belakangan ini, media sosial telah menjadi salah satu hal esensial di tengah masyarakat
Indonesia. Dalam media sosial, setiap orang memiliki kebebasan untuk mengemukakan pendapatnya.
Namun, di tengah bebasnya berpendapat, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat
dalam mengeluarkan pendapatnya, sehingga perlu untuk berhati-hati dalam berpendapat di media
sosial. Selain itu, salah satu faktor yang memengaruhi kebebasan pendapat dan media sosial di
Indonesia adalah umur. Perbedaan cara berpikir antara generasi yang berbeda akan memberikan
kedinamisan pendapat. Tantangan bisa dalam bentuk menjaga perkataan, menjaga perasaan orang
lain, dan menjaga etika. Penelitian ini ditujukan untuk melihat tantangan di mata masyarakat terhadap
demokrasi berpendapat di media sosial, serta dapat mengetahui bagaimana masyarakat menyikapi
tantangan-tantangan tersebut. Pengambilan survei daring dengan membagikan Google Form berisi
daftar pertanyaan yang berkaitan dengan tantangan kebebasan berpendapat di Indonesia, sasaran
utamanya adalah pengguna aktif media sosial.

Kata kunci: Opini, media sosial, kebebasan berpendapat, tantangan, dampak


PENDAHULUAN remaja, anak-anak, tokoh politik, orang biasa,
orang terdidik maupun tidak terdidik, siapa pun,
Dewasa ini, media sosial merupakan kehilangan kendali dalam mengungkapkan
salah satu hal esensial di tengah masyarakat perasaan dan pikirannya [1]. Berbagai tantangan
Indonesia. Dalam media sosial, setiap orang lain yang disebabkan oleh permasalahan ini pun
memiliki kebebasan untuk mengemukakan akhirnya muncul ke permukaan. Hal ini dapat
pendapatnya. Namun, di tengah kebebasan berkaitan dengan tingkat nasionalisme, literasi,
berpendapat tersebut, terdapat berbagai dan toleransi antara satu sama lain.
tantangan yang dihadapi masyarakat dalam
mengeluarkan pendapatnya, sehingga diperlukan Untuk mengkaji hal tersebut maka
beberapa batasan yang dapat membantu dilakukan penelitian terhadap kebebasan
menghadapi tantangan saat ini ataupun tantangan berpendapat dan media sosial di Indonesia.
yang akan datang. Batasan dan peraturan dapat Secara umum, penelitian ini ditujukan untuk
membantu setiap orang untuk menjaga mengetahui dampak dari kebebasan berpendapat
perkataan, menjaga perasaan orang lain, dan dan penggunaan media sosial. Sehingga, dapat
menjaga etika dalam menggunakan hak diketahui tantangan nyata dan batasan-batasan
kebebasan berpendapatnya, terutama di media yang membatasi aktivitas media sosial di
sosial. Adapun tantangan nyata yang dihadapi Indonesia
saat ini adalah perundungan (bullying),
menghakimi, ujaran kebencian, hoax, METODE PENELITIAN
menurunnya efisiensi waktu dan konsentrasi
belajar, serta penurunan norma dan etika dalam Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
masyarakat [1]. permasalahan perihal kebebasan berpendapat
dan media sosial di Indonesia. Penelitian ini
Saat ini, fitur dan fungsi media sosial memfokuskan ruang lingkup kajian melalui sarana
sudah berkembang dengan pesat. Pengiriman daring dan studi kepustakaan. Adapun metode
pesan singkat, pengunggahan konten, browsing, yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dapat dilakukan untuk mengekspresikan dengan menggunakan studi pustaka dan survei
kehidupan sehari-hari, pencarian teman baru, berisikan daftar pertanyaan yang disebar secara
berniaga dan berbagai hal lainnya hanya dalam daring. Data primer dalam penelitian ini adalah
hitungan detik. Dengan segala kemudahan dan survei yang disebarkan ke koresponden secara
manfaat yang ada tersebut, sekarang hampir daring, sementara data sekunder berupa studi
semua orang menggunakan media sosial. yang berasal dari literatur.
Beberapa media sosial yang saat ini sedang
banyak digemari pada rentang usia 16-25 tahun HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah Line, Whatsapp, Tiktok, Instagram,
Youtube, dan Facebook [2]. Setelah dilakukan pengambilan survei
daring yang dilakukan kepada responden
Kebebasan berpendapat di media sosial sejumlah 113 orang dengan rincian 1,8%
merupakan hal yang wajar mengingat di era responden berusia 10-15 tahun, 69,9% responden
reformasi saat ini terdapat hak kebebasan berusia 16-20 tahun, 10,6% responden berusia
berpendapat yang tercantum dalam Pasal 28 Ayat 21-25 tahun, dan 17,7% responden berusia lebih
3 UUD 1945. Kebebasan berekspresi sebenarnya dari 25 tahun, diperoleh data alokasi penggunaan
didapatkan karena adanya Hak Asasi Manusia media sosial sebagaimana tercantum dalam
yang tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 Gambar 1 berikut.
Pasal 14-32. Setiap individu bebas
mengemukakan pendapatnya baik berupa lisan,
tulisan dan lain-lain, seperti yang tercantum pada
Pasal 1 Ayat (1) UUD Nomor 9 Tahun 1998 Gambar 1. Grafik penggunaan media
tentang kemerdekaan mengemukakan pendapat sosial
di muka umum. Walaupun tujuan dari kebebasan
berpendapat adalah untuk kemajuan bangsa Selain itu, diperoleh pula data berkaitan
Indonesia. Akan tetapi, pemanfaatan hak dengan durasi pemakaian media sosial
kebebasan berpendapat yang salah akan menjadi perharinya, sebagaimana tercantum dalam
bumerang dan ancaman bagi Negara Kesatuan Gambar 2.
Republik Indonesia. Dapat dikatakan bahwa
kebebasan berpendapat di media sosial tidak
memiliki batasan sehingga orang-orang dapat
Gambar 1. Grafik penggunaan media sosial
menyebarkan hal-hal negatif dengan mudah.
Sebagian besar warga negara baik orang tua,
berbagi, dan saling bertukar informasi secara
mudah dan cepat maka dari itu, sudah
seharusnya media sosial dimanfaatkan dengan
baik. Selain itu, media sosial telah menjadi salah
satu sumber aliran informasi terbesar pada era
digital saat ini yang berguna dalam pemetaan
aspirasi dan pola pikir masyarakat. Pemanfaatan
fasilitas berpendapat yang belum baik ini dapat
dipengaruhi oleh banyaknya konten negatif yang
dapat memicu pro dan kontra serta memicu selisih
paham. Hal ini dapat berimplikasi pada penurunan
tingkat keinginan individu untuk berpendapat di
Gambar 2. Grafik durasi pemakaian media media sosial, sebagaimana digambarkan pada
sosial Gambar 4 di bawah ini.

Berdasarkan Gambar 2, diperoleh rata-


rata durasi penggunaan media sosial dalam
sehari adalah 3-5 jam dengan persentase sebesar
33.9% dari total 113 responden. Dilansir dari BBC,
Indonesia berada di peringkat ke 2 di Asia dengan
rata-rata waktu penggunaan media sosial per hari
3-4 jam. Pada masa pandemi COVID-19, di
Indonesia, masyarakat lebih banyak
menghabiskan waktu beraktivitas di dalam rumah.
Oleh karena itu, penggunaan media sosial juga
akan relatif meningkat selain untuk hiburan juga
untuk bekerja dan sekolah. Berdasarkan Gambar
Gambar 4. Intensitas mengemukakan pendapat
1, media sosial yang banyak digunakan
diantaranya Tiktok, Youtube, dan Instagram di media sosial
sebagai media hiburan dan sarana
pengekspresian diri. Line, Twitter, dan Whatsapp Berdasarkan Gambar 4, mayoritas
untuk berkomunikasi. Secara umum, semua responden masih jarang mengemukakan
media sosial tersebut mudah digunakan dan pendapatnya dalam media sosial. Bahkan, masih
memberikan kita kebebasan untuk berekspresi terdapat responden yang tidak pernah
serta berpendapat. Tidak ada batasan nyata pada mengemukakan pendapat di media sosial. Jika
pengaturan sistem jaringan yang menyulitkan dikaitkan dengan informasi sebelumnya,
ataupun mengekang selama penggunaan media penurunan keinginan individu berpendapat
sosial tersebut. disebabkan oleh banyaknya konten yang
berisikan komentar negatif sehingga memicu
perselisihan antar individu. Pada umumnya suatu
individu akan menerima informasi sesuai dengan
minat dan pendapatnya serta menghindari adanya
perdebatan. Keadaan ini disebut selective
attention dimana individu akan lebih mengalihkan
perhatian terhadap konten yang sesuai dengan
keinginanya, sehingga akan cenderung lebih
sedikit melihat konten yang negatif dan tidak
sesuai dengan keinginannya [3]. Berdasarkan
Pasal 5 UU No. 9 Tahun 1998, warga negara yang
berpendapat di muka umum akan memperoleh
hak mengeluarkan pikirannya secara bebas dan
Gambar 3. Grafik pemanfaatan kebebasan hak perlindungan hukum. Berpendapat di muka
berpendapat di media sosial dengan baik umum juga dicantumkan pada UU No. 9 Pasal 4
Berdasarkan grafik tersebut, sebanyak Tahun 1998 untuk mewujudkan kebebasan yang
72.6% dari responden menyatakan bahwa bertanggung jawab sebagai salah satu
masyarakat masih belum memanfaatkan pelaksanaan HAM yang sesuai dengan Pancasila
kebebasan berpendapat dengan baik di media dan UUD 1945, perlindungan hukum yang
sosial. Media sosial sendiri sejatinya merupakan konsisten dan berkesinambungan dalam
ruang maya bagi masyarakat untuk berekspresi, menjamin kemerdekaan berpendapat, iklim yang
kondusif dalam berkembangnya partisipasi didapatkannya pengetahuan baru dan insight
perlindungan hukum yang konsisten dan yang lebih luas karena mudahnya akses
berkesinambungan dalam menjamin informasi. Kemudahan persebaran jalur informasi
kemerdekaan berpendapat, iklim yang kondusif dan kebebasan berpendapat juga dapat
dalam berkembangnya partisipasi warga negara, meningkatkan perekonomian negara dimana
dan tanggung jawab sosial kehidupan banyak sekali orang yang memanfaatkan e-
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. commerce. Ruang yang diberikan untuk
Bentuk berpendapat dapat berupa lisan, tulisan berpendapat juga dapat membantu memberikan
dan lain-lain. Bentuk lain-lain dapat berupa aspirasi terhadap berbagai permasalahan politik.
demonstrasi atau unjuk rasa, pawai, rapat umum, Secara positif, hal ini dapat dilihat bahwa
dan mimbar bebas seperti yang dituliskan pada kebebasan berpendapat di media sosial dapat
Pasal 1 UU No. 9 Tahun 1998 [1]. menyatukan berbagai orang dari wilayah yang
berbeda untuk bersatu apabila ada kebijakan
pemerintah yang tidak mengutamakan
masyarakat. Pengaruh negatif dan tantangan dari
penggunaan kebebasan berpendapat di media
sosial dapat dilihat pada Gambar 7.

Dengan kemudahan yang ada, maka


pada suatu isu atau permasalahan yang sedang
terjadi baik dalam bidang sosial, politik, dan
ekonomi, masing-masing individu dapat
merespon atau mengemukakan pendapat dengan
mudah. Hal ini menyebabkan pengaruh pendapat
Gambar 5. Besar toleransi dalam berpendapat di media sosial terhadap sebuah permasalahan
dan bermedia sosial di Indonesia sengat besar. Kebebasan pendapat ini seperti
yang telah disebutkan, apabila tidak dimanfaatkan
Berdasarkan grafik pada Gambar 5, dengan baik dapat memberikan dampak negatif.
mayoritas masyarakat Indonesia masih belum Hal ini dapat menurunkan kualitas dari generasi
terlalu menjunjung toleransi dalam berpendapat yang ada. Berdasarkan hasil kuesioner, dampak
dan menggunakan media sosial di Indonesia.
Walaupun masyarakat Indonesia memiliki hak
untuk berpendapat secara bebas, masyarakat
juga memiliki kewajiban untuk berpendapat
dengan rasa tanggung jawab. Berdasarkan Pasal
6 UU No. 9 Tahun 1998, warga negara yang ingin
berpendapat di muka umum wajib dan
bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak
dan kebebasan orang lain, menghormati aturan
moral yang berlaku secara umum, menaati hukum
dan ketentuan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku, menjaga dan menghormati
keamanan dan ketertiban hukum, dan menjaga
keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Gambar 7. Tantangan nyata kebebasan
Masyarakat yang ingin berpendapat juga harus berpendapat dan media sosial di Indonesia
dilakukan secara aman, tertib, dan damai sesuai negatif dan tantangan yang paling banyak
dengan Pasal 8 UU No. 9 Tahun 1998 [1]. dirasakan adalah hoaks. Hoaks adalah
persebaran berita bohong atau palsu yang
Besar pengaruh yang diberikan media memberikan dampak permusuhan dan
sosial tercantum dalam Gambar 6. Pada grafik ini perpecahan. Seperti yang diketahui, berita hoaks
dapat disimpulkan bahwa pengaruh yang umumnya mencakup pada bidang politik dan
diberikan oleh pendapat di media sosial, pendidikan [4]. Misalnya, pada saat pemilu
sangatlah tinggi. Sebanyak 58 responden dimana ada persaingan politik yang tidak baik.
menyatakan demikian. Pendapat yang Hoaks biasanya digunakan dalam black campaign
dikemukakan pada media sosial dapat dengan tujuan menjatuhkan lawan politik. Hoaks
memberikan dampak baik positif dan negatif dapat menyebabkan keributan dan berpotensi
dalam berbagai aspek seperti aspek sosial, untuk membentuk pemahaman publik terhadap
psikologis, politik, ekonomi, ideologi, dan suatu hal. Pembentukan pemahaman ini
sebagainya. Dampak positif, diantaranya adalah sebenarnya juga dipengaruhi oleh pendidikan dan
kecerdasan setiap individu. Pembentukan
pemahaman yang salah ini apabila ditambah ekspresi diri biasanya adalah swafoto dan video
dengan intoleransi akan mengakibatkan [9]. Kemudahan untuk melihat gaya hidup dan
perpecahan. pencapaian orang lain seperti foto ataupun video
dalam media sosial dapat menurunkan
Perundungan seperti judging dan ujaran kepercayaan diri dan menimbulkan rasa iri dan
kebencian mendapatkan posisi kedua dengan kecemburuan sosial. Hal ini disebabkan karena
persentase 81,4%. Perundungan atau banyak orang yang merasa tidak memiliki sesuatu
penindasan yang dilakukan pada media sosial untuk dipamerkan. Rasa tidak percaya diri dapat
dan internet sering disebut sebagai cyberbullying. memengaruhi kualitas dari sumber daya manusia.
Cyberbullying dapat memberikan dampak negatif Rasa tidak percaya diri akan menurunkan
yang berkepanjangan karena dapat meninggalkan motivasi seseorang untuk mengenal dirinya,
jejak digital. Jejak digital tersebut dapat dilihat mempelajari hal baru, dan keluar dari zona
berkali-kali pada waktu yang berbeda. nyaman sehingga sumber daya manusia yang
Bahayanya, perilaku dalam jejak digital tersebut terbentuk memiliki wibawa yang rendah.
dapat dicontoh oleh orang banyak, terutama anak-
anak dengan usia di bawah umur yang sangat Pro-kontra diyakini menjadi tantangan
mudah meniru perilaku. Cyberbullying yang dapat terbesar ketiga yang akan dihadapi oleh
dilakukan oleh pelaku diantaranya adalah responden sebagai pengguna media sosial.
flamming dan harrassment. Selain itu, Informasi, kebijakan, dan fasilitas yang
cyberbullying memiliki pengaruh yang besar dikemukakan oleh seorang tokoh publik dapat
terhadap kejiwaan seseorang, terutama bagi menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat.
mereka yang tidak dapat melindungi dirinya dan Masyarakat dapat terbagi ke dalam dua pihak
lemah secara psikologis. Cyberbullying dapat dimana beberapa masyarakat cenderung
meningkatkan potensi bunuh diri yang diawali mendukung pendapat yang diberikan, sementara
dengan depresi [5]. Selain itu, penelitian yang beberapa masyarakat lainnya cenderung menolak
dilakukan oleh [6] menyatakan bahwa media pendapat tersebut. Perbedaan pendapat ini dapat
sosial sering disalahgunakan oleh pemiliknya menimbulkan arogansi pada tiap kubu yang
untuk menyakiti orang lain. Saat ini, contoh berujung konflik. Perbedaan pendapat ini akan
perundungan yang sering dilakukan adalah body memaksakan pendapat hingga menyudutkan
shaming dan rasisme. kubu lain. Konflik dapat berupa adu pendapat,
perseteruan, pemaksaan pendapat, bahkan
Media sosial dapat menyebabkan hingga pengecaman baik tetap di dunia maya
kecanduan ketika individu menunjukkan suatu hingga meranah ke dunia nyata. Pro-kontra dapat
ketergantungan terhadap media sosial serta menyebabkan kerusuhan yang sangat besar dan
menjadikan media sosial sebagai suatu bertolak belakang dengan bentuk negara
keharusan. Kecanduan media sosial dapat Indonesia berupa negara kesatuan [10].
ditunjukkan dengan rasa gelisah, mood swing,
dan penurunan motivasi untuk melakukan Interaksi yang dilakukan di media sosial
berbagai hal [7]. Media sosial dapat meningkatkan tidak sebatas pada regional masing-masing
rasa malas dan menurunkan motivasi untuk individu saja, tetapi juga sampai lintas negara
belajar. Hal ini ditunjukkan apabila waktu dimana masing-masing individu tersebut dapat
pemakaian media sosial mengganggu waktu kerja berinteraksi dan melihat konten yang dibuat oleh
dan belajar. Penelitian yang dilakukan oleh orang luar. Adapun setiap negara memiliki norma
Maryulis, (2014) memberikan hasil bahwa dan etikanya masing-masing [11]. Persebaran
motivasi remaja saat ini berada pada kategori informasi yang mudah antar negara telah
motivasi sedang dengan persentase 73.6% [8]. membawa Indonesia ke era globalisasi. Di era
Apabila motivasi belajar generasi penerus bangsa globalisasi ini dapat terjadi asimilasi budaya yang
terus menurun, dapat terjadi penurunan kualitas pada akhirnya dapat memengaruhi norma dan
sumber daya manusia. Hal ini sangat berbahaya etika. Norma dan etika negara lain dan Negara
karena sumber daya manusia yang berkualitas Kesatuan Republik Indonesia banyak yang tidak
adalah kunci bagi kemajuan bangsa. kompatibel dengan budaya dan ideologi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kebebasan
Media sosial membuat kita lebih mudah berpendapat dalam bentuk interaksi di media
untuk berinteraksi, berteman, dan melihat sosial sebenarnya dapat memperluas
kehidupan orang lain. Hal ini dapat memberikan pengetahuan, tetapi konten yang negatif seperti
dampak terhadap pemikiran dan perilaku orang- clubbing, free sex, narkotika, baju yang tidak
orang. Media sosial seperti Instagram dan senonoh, kata-kata kotor, dan sebagainya dapat
Youtube saat ini banyak digunakan sebagai ajang menurunkan norma dan etika generasi bangsa,
untuk ekspresi diri. Menurut Mulawarman & terutama generasi muda.
Nurfitri, (2017) kegiatan yang dilakukan untuk
Tantangan penggunaan media sosial untuk berbelanja dan cenderung melebih-lebihkan
selanjutnya adalah anti sosial pada kehidupan kebutuhan yang sebenarnya tidak terlalu
nyata. Seperti yang sudah disebutkan dibutuhkan, hanya karena gaya hidup dan
sebelumnya, media sosial dapat menyebabkan kepuasan batinnya. Oleh karena itu, setiap orang
kecanduan. Saat ini umumnya orang tidak pernah harus menyadari bahwa apa yang sebenarnya
lepas dari gadgetnya dan nyaman dalam mereka ketahui melalui media sosial belum tentu
dunianya masing-masing. Karena media sosial berdampak baik bagi mereka, bahkan malah
adalah tempat yang tidak terbatas ruang dan mengakibatkan perubahan perkembangan
waktu. Setiap individu bebas berkomunikasi tanpa perilakunya. Media sosial yang terus berkembang
melihat identitas asli. Media sosial dapat dengan segala kemudahan fitur canggih diduga
menurunkan gairah untuk berkomunikasi dengan akan dapat terus memengaruhi perilaku konsumtif
orang secara nyata [7]. Dalam dunia nyata, bagi masyarakat [13].
diperlukan banyak batasan sosial. Kebebasan
berekspresi dan berpendapat tanpa takut untuk Oleh karena tantangan-tantangan yang
diketahui identitas asli di media sosial membuat akan dihadapi dalam berpendapat dan bermedia
kita lebih nyaman dan menurunkan interaksi sosial, maka perlu dikaji mengenai perlunya
dengan orang lain. Hal inilah yang menyebabkan pembatasan saat memberikan pendapat dan
orang-orang menjadi lebih anti sosial. Anti sosial melakukan aktivitas media sosial di Indonesia.
merupakan salah satu perilaku tantangan Dalam hal ini, batasan dapat berupa peraturan,
penggunaan media sosial. Media sosial oleh karena itu, dilakukan survei mengenai
menawarkan komunikasi yang tidak terbatas oleh banyaknya responden yang mengetahui
ruang, waktu, dan pemakai [12]. Seseorang juga peraturan yang telah berlaku di Indonesia perihal
dapat mengeluarkan pendapatnya dan kebebasan berpendapat dan media sosial serta
berkomunikasi tanpa diketahui identitas aslinya survei mengenai diperlukan atau tidaknya batasan
(anonim). Anti sosial pada akhirnya dapat menurut responden. Berdasarkan hasil survei,
menimbulkan dampak lain, seperti kurangnya diperoleh data jumlah responden yang
rasa peduli terhadap sesama. mengetahui adanya peraturan perihal kebebasan
berpendapat dan media sosial di Indonesia seperti
Penggunaan media sosial dapat Gambar 8.
mengubah pola perilaku bagi sebagian
masyarakat, salah satu contohnya adalah perilaku
konsumtif. Seiring meningkatnya kemajuan
teknologi, tingkat konsumerisme tiap individu
cenderung meningkat, ditambah lagi dengan
munculnya berbagai macam aplikasi yang telah
didukung oleh fitur-fitur canggih yang dapat
mempermudah perilaku konsumtif tersebut.
Perilaku konsumtif didefinisikan sebagai perilaku
mengonsumsi suatu barang dan jasa yang
terbilang mahal dengan intensitas yang terus
meningkat demi mendapatkan sesuatu yang baru,
lebih banyak dan lebih bagus serta cenderung Gambar 8. Pengetahuan responden mengenai
melebih-lebihkan kebutuhan yang sebenarnya, peraturan kebebasan berpendapat dan media
hanya untuk dapat dipandang pada strata sosial sosial di Indonesia
yang lebih tinggi dari orang lain, dan kepuasan
akan kepemilikannya tersebut [13]. Berdasarkan Kebebasan berpendapat dan media
pada survei yang telah dilakukan yang dapat sosial sendiri diatur dalam Pasal 28 Ayat 3 UUD
dilihat pada Gambar 7 sebesar 25.7% dari total 1945, UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 14-32, dan
responden, menyatakan bahwa tantangan nyata Pasal 1 Ayat (1) UUD Nomor 9 Tahun 1998.
dari media sosial adalah perilaku konsumtif Adapun sesuai dengan data yang tercantum
tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa, pada saat Gambar 8, diperoleh bahwa 63,7% responden
ini kemudahan teknologi berbasis media sosial, menyatakan mengetahui peraturan perundang-
menjadikan apapun yang terjadi di luar sana, tidak undangan yang mengatur perihal kebebasan
lagi terhalang oleh batasan tempat dan waktu. berpendapat dan media sosial, sementara
Salah satu dampak yang terasa adalah perilaku sejumlah 36,3% responden menyatakan tidak
tiap individu untuk melakukan kegiatan berbelanja mengetahui regulasi yang mengatur kebebasan
guna memenuhi kebutuhan hidupnya, yang dapat berpendapat dan media sosial di Indonesia.
dilakukan secara daring melalui berbagai media Ketidaktahuan bisa disebabkan oleh kurangnya
sosial yang tersedia. Namun, ironinya terkadang literasi. Penelitian yang dilakukan oleh Setiawan
sebagian besar orang bersikap terlalu konsumtif (2013) menyatakan bahwa dunia cyber tetap sulit
dijinakkan dengan peraturan karena dunia virtual Indonesia tidak diperlukan oleh karena alasan
tidak memiliki batasan yang pasti serta sulit demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan anggapan
ditemukan secara nyata [14]. UU ITE dapat bahwa pemberi pendapat dan pengakses media
dikatakan masih belum efektif karena belum sosial sudah cukup memahami apa yang boleh
adanya peraturan yang mengatur tidak penipuan dan tidak boleh dilakukan dalam berpendapat dan
dan UU tersebut dikatakan belum mampu bermedia sosial di Indonesia.
mencapai tujuan yang dimuat di dalamnya. UU
ITE juga bukannya memperjelas suatu hukuman KESIMPULAN
malah menyebabkan multitafsir. Misalnya dalam
kata “tanpa hak” dan “sengaja” pada pasal 27 Dalam hakikatnya sebagai salah satu
ayat 3. Penghinaan dan pencemaran nama baik media utama berekspresi, beropini, dan
juga menimbulkan pertanyaan karena sifatnya menyalurkan pandangan individu pada era digital
subjektif Hal tersebut dapat menyebabkan orang saat ini, penggunaan media sosial tidak lepas dari
yang tidak berniat untuk menghina malah terkena berbagai pengaruh positif, negatif, serta
hukuman. UU ITE akhirnya dapat menciptakan tantangan kebebasan berpendapat dalam
masyarakat yang anti kritik dengan tujuan masyarakat. Tantangan dan dampak yang
membangun. Selain itu, diajukan pula pertanyaan dirasakan secara nyata saat ini adalah hoaks,
mengenai perlu atau tidaknya adanya suatu perundungan, pro-kontra, penurunan norma dan
batasan atau regulasi yang mengatur perihal etika, insekuritas yang tinggi, masalah belajar,
kebebasan berpendapat dan bermedia sosial dan budaya konsumtif. Oleh karena tantangan
seperti yang tercantum dalam Gambar 9. dan dampak negatif yang diberikan, sebagian
besar responden menyatakan perlunya
pembatasan sosial untuk menangani isu SARA
dan tindak kejahatan. Pembatasan sosial yang
sebenarnya sudah diatur pada Pasal 28 Ayat 3
UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 14-32,
dan Pasal 1 Ayat (1) UUD Nomor 9 Tahun 1998
masih belum dapat direalisasikan secara efektif.
Hal ini karena terjadi multitafsir dan belum
diaturnya beberapa hal krusial seperti, tindak
penipuan. Ketidaktahuan responden terhadap
peraturan atau regulasi yang mengatur
kebebasan berpendapat dan media sosial di
Indonesia juga cukup besar, yaitu sekitar 36,3%.
Maka dari itu, diperlukan adanya kajian kembali
tentang peraturan yang membatasi kebebasan
Gambar 9. Keperluan batasan dalam berpendapat berpendapat di media sosial agar kebebasan
dan bermedia sosial berpendapat ini dapat dimanfaatkan dengan baik
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar dan memberikan kemajuan bagi negara beserta
9, sejumlah 70,8% responden menyatakan perlu sumber daya manusia yang terkandung di
adanya batasan dalam berpendapat dan dalamnya, dan tidak semakin menurunkan
bermedia sosial di Indonesia, sementara 29,2% kualitas sumber daya manusia dan menyebabkan
responden tidak perlu adanya batasan dalam perpecahan.
berpendapat dan bermedia sosial di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adapun mayoritas responden yang menyatakan
perlunya batasan berupa konten dan batasan usia [1] Susanto, MI. Kedudukan Hukum People
yang mana paling krusial dalam berpendapat dan Power dan Relevansinya dengan Hak
bermedia sosial di Indonesia, hal ini disebabkan Kebebasan Berpendapat di Indonesia.
oleh kemungkinan anak-anak berusia di bawah Volksgeist: Jurnal Ilmu Hukum dan
umur untuk mengakses hal yang tidak sepatutnya Konstitusi. 2019 Dec 13; 2(2): 225-237.
diakses oleh anak-anak di usia di bawah umur. [2] Arifin, HS, et al. Freedom of Expression di
Selain permasalahan usia, responden juga Media Sosial Bagi Remaja Secara Kreatif
menyatakan bahwa perlunya pembatasan dan Betanggung Jawab: Bagi Siswa SMA
tersebut untuk mencegah hal-hal negatif yang A-l-Ma'Some Rancaekek dan SMA
tidak diinginkan, seperti tindak kejahatan. Adapun Muhammadiyah Pangandaran. Jurnal
responden yang menyatakan diperlukannya Pengabdian Kepada Masyarakat. 2017
batasan SARA karena konten tersebut Okt; 5(1): 332-337.
merupakan hal yang sensitif. Sementara itu, [3] Yoga S. Perubahan Sosial Budaya
responden yang menyatakan bahwa batasan Masyarakat Indonesia dan
dalam berpendapat dan bermedia sosial di
Perkembangan Teknologi Komunikasi.
Jurnal Al-Bayan: Media Kajian dan
Pengembangan Ilmu Dakwah. 2019 Mar
25; 24(1): 29-46.
[4] Juliswara, V. Mengembangkan Model
Literasi Media yang Bekebhinekaan
dalam Menganalisis Informasi Berita
Palsu (Hoax) di Media Sosial. Jurnal
Pemikiran Sosiologi, 2017 Okt; 4(2):142-
164.
[5] Aini K, Apriana R. Dampak Cyberbullying
Terhadap Depresi Pada Mahasiswa Prodi
Ners. Jurnal Keperawatan Jiwa. 2019 Jan
20; 6(2): 91-97.
[6] Nurjanah, S. Pengaruh Media Sosial
Facebook terhadap Perilaku
Cyberbullying pada Siswa SMAN 12
Pekanbaru. FISIP. 2014 Okt; 1(2): 1-14.
[7] Hou, Y, et al. Social Media Addiction: Its
Impact, Mediation, and Intervetation.
Journal of Psychosocial Research on
Cyberspace, 2019 Jan 15; 13(1): 1-4.
[8] Maryulis. Pengaruh Aktivitas di Media
Sosial Terhadap Rutinitas Blogger
Sumatera Barat. Jurnal Pekomnas, 2014
Agt 2; 17(2): 119-128.
[9] Mulawarman & Nurfitri, A. D. Perilaku
Pengguna Media Sosial beserta
Implikasinya Ditinjau dari Perspektif
Psikologi Sosial Terapan. Buletin
Psikologi, 2017 Jun; 25(1):36-44.
[10] Malik A. Agitasi dan Propaganda di Media
Sosial (Studi Kasus Cyberwar Antar-
Netizen terkait Dugaan Penistaan Agama
oleh Basuki Tjahaja Purnama). LONTAR:
Jurnal Ilmu Komunikasi. 2016; 4(3).
[11] Putri WS, Nurwati N, Budiarti M.
Pengaruh Media Sosial terhadap Perilaku
Remaja. Prosiding Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat. 2016
Jan 1;3(1): 47-51.
[12] Fitri S. Dampak Positif Dan Negatif Sosial
Media Terhadap Perubahan Sosial Anak.
Naturalistic: Jurnal Kajian Penelitian
Pendidikan dan Pembelajaran. 2017; 1(2)
:118-23.
[13] Suminar, Meiyuntari. Konsep Diri,
Konformitas dan Perilaku Konsumtif
pada Remaja, Personal. Jurnal Psikologi
Indonesia. 2015 Mei; 4(2): 145-152.
[14] Setiawan, R. Efektivitas Undang-Undang
dan Transaksi Elektronik di Indonesia
dalam Aspek Hukum Pidana. Recidive,
2013 Agt; 2(2): 139-146.

View publication stats

You might also like