You are on page 1of 12

HUBUNGAN FAKTOR IBU DAN NEONATUS DENGAN

KREATININ SERUM PADA ASFIKSIA NEONATORUM DI


RSUD ULIN BANJARMASIN

Siti Rifka Amalia1, Pudji Andayani2, Lena Rosida2


1
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat.
2
SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Ulin Banjarmasin
3
Departemen Histologi Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat.

jrom3rifka@gmail.com

Abstract: Asphyxia neonatorum can cause multiorgan system disorders, one of which is a
kidney that is very sensitive to the state of hypoxia, characterized by increased serum
creatinine. Risk factors can trigger intrauterine hypoxia consisting of maternal and neonatal
factors, in the form of a history of premature rupture of membranes, maternal age, birth
weight, gestational age, and type of labor. The aim of the study was to determine the
relationship of maternal and neonatal risk factors with serum creatinine in neonatal
asphyxia in RSUD Ulin Banjarmasin. This type of research is analytic observational with
prospective crossectional method. A total of 21 samples were obtained by total sampling
technique. Data collection uses a research form. Data were analyzed univariately and
bivariately with fisher’s exact test with a significance level of p < 0,05. The results obtained
by the value of p = 0.557 for premature rupture of membranes, p = 0.557 for maternal age, p
= 0.314 for birth weight, p = 0.314 for gestational age, and p = 0.593 for the type of labor.
Conclusion there is no significant relationship between the history of premature rupture of
membranes, maternal age, birth weight, gestational age, and type of labor with serum
creatinine in asphyxia neonatorum at RSUD Ulin Banjarmasin.

Keywords: asphyxia neonatorum, risk factor, creatinine.

Abstrak: Asfiksia neonatorum dapat mengakibatkan gangguan multiorgan sistem, salah


satunya ginjal yang sangat sensitif dengan keadaan hipoksia, ditandai dengan meningkatnya
serum kreatinin. Faktor risiko dapat memicu hipoksia intrauterin yang terdiri atas faktor ibu
dan neonatus, berupa riwayat ketuban pecah dini (KPD), usia ibu, berat badan lahir, usia
gestasi, dan jenis persalinan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan faktor
risiko ibu dan neonatus dengan kreatinin serum pada asfiksia neonatorum di RSUD Ulin
Banjarmasin. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan metode prospective
crossectional. Sebanyak 21 sampel didapatkan dengan teknik total sampling. Pengumpulan
data menggunakan formulir penelitian. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan
uji fisher’s exact dengan tingkat kebermaknaan p < 0,05. Hasil penelitian diperoleh nilai p =
0,557 untuk KPD, p = 0,557 untuk usia ibu, p = 0,314 untuk berat badan lahir, p = 0,314
untuk usia gestasi, dan p = 0,593 untuk jenis persalinan. Kesimpulan terdapat hubungan tidak
bermakna antara riwayat KPD, usia ibu, BBL, usia gestasi, dan jenis persalinan dengan
kreatinin serum pada asfiksia neonatorum di RSUD Ulin Banjarmasin.

149
Kata-kata kunci: asfiksia neonatorum, faktor risiko, kreatinin.

PENDAHULUAN hipoksia intrauterin sehingga adaptasi


bayi terhadap kehidupan ekstrauterin
Asfiksia neonatorum adalah terhambat yang terdiri atas faktor ibu
kegagalan bernapas secara spontan dan dan faktor neonatus.7
teratur segera atau beberapa saat Hubungan bermakna tejadi
sesudah lahir yang bermanifestasi secara statistik antara kejadian asfiksia
neurologis, hingga mengakibatkan neonatorum dengan faktor risiko
gangguan multiorgan sistem.1,2 Insiden berupa riwayat ketuban pecah dini
asfiksia neonatorum di dunia berkisar (KPD), usia ibu, berat badan lahir,
1 sampai 10 kejadian per 1.000 usia gestasi, dan jenis persalinan.5,8
kelahiran hidup.3 Menurut World Studi pendahuluan di RSUD Ulin
Health Organization (WHO) tahun Banjarmasin pada April 2019,
2017, kematian akibat asfiksia pada ditemukan jumlah kasus asfiksia tahun
neonatus masih tinggi yakni sekitar 2018 sebanyak 393 bayi dengan 94
151.497 kasus di Asia Tenggara dan diantaranya asfiksia berat (23%).
13.843 kasus di Indonesia.4 Periode Januari sampai Maret 2019
Penyumbang kematian sebagian besar telah tercatat 84 bayi asfiksia, 17
diakibatkan asfiksia berat yang dapat diantaranya asfiksia berat, yang
mengakibatkan kerusakan menggambarkan masih tingginya
multiorgan.4,5 angka kejadian asfiksia neonatorum di
Kerusakan organ pada asfiksia RSUD Ulin Banjarmasin.9
neonatorum disebabkan adanya Belum diketahui apakah terdapat
hiperkapnia, hipoksemia, dan asidosis hubungan antara faktor risiko asfiksia
yang tidak ditangani dengan baik, hal dengan adanya peningkatan serum
tersebut akan menyebabkan gangguan kreatinin. Hal tersebut penting untuk
metabolisme, membuat kerusakan sel memberikan informasi mengenai
dan menyebabkan gangguan fungsi hubungan faktor risiko ibu dan
organ hingga kerusakan organ.4,6 neonatus terhadap kadar kreatinin
Kerusakan organ pasien asfiksia serum yang mencerminkan fungsi
neonatorum pada ginjal dapat organ ginjal pasien asfiksia
berakibat gagal ginjal akut (GGA), neonatorum. Tujuan penelitian ini
kerusakan organ ginjal dimulai dari untuk mengetahui ada tidaknya
adanya kerusakan tubular dan hubungan faktor risiko ibu dan
penurunan laju filtrasi glomerulus neonates dengan kreatinin serum.
yang ditandai dengan meningkatnya
kadar serum ureum dan kreatinin.4,6 METODE PENELITIAN
Derajat asfiksia berhubungan erat Penelitian ini merupakan
dengan berbagai faktor risiko pasien.4,5 penelitian observasional analitik
Asfiksia neonatorum terjadi akibat dengan metode prospective
faktor risiko yang dapat menurunkan crossectional untuk melihat hubungan
suplai oksigen ke janin, memicu antara faktor ibu dan neonatus dengan

150
kreatinin serum pada asfiksia dikirim ke laboratorium patologi klinik
neonatorum di RSUD Ulin RSUD Ulin Banjarmasin untuk
Banjarmasin ruang bayi (teratai). dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin
Variabel bebas dalam penelitian ini serum. Dikatakan normal, jika kadar
adalah ketuban pecah dini, usia ibu, kreatinin serum < 1 mg/dL dan tinggi
berat badan lahir, usia gestasi, dan jika kadar kreatinin serum > 1 mg/dL.
jenis persalinan sedangkan variabel Data dianalisis secara univariat untuk
terikat dalam penelitian ini adalah mengetahui distribusi karakteristik
kadar kreatinin serum. subjek penelitian dan dengan uji
Populasi pada penelitian ini Fisher’s exact untuk análisis bivariat.
adalah semua bayi baru lahir dengan Instrumen penelitian yang
asfiksia neonatorum di kamar operasi digunakan dalam penelitian ini antara
dan ruang bersalin RSUD Ulin lain buku register ruang bayi (ruang
Banjarmasin periode Oktober 2019- teratai) RSUD Ulin Banjarmasin, hasil
Desember 2019. Sampel penelitian ini laboratorium kadar kreatinin serum di
adalah anggota populasi yang laboratorium hematologi Patologi
memenuhi kriteria inklusi dan Klinik RSUD Ulin Banjarmasin,
eksklusi, dengan kriteria inklusi yaitu informasi penelitian dan lembar
bayi baru lahir yang dinilai mengalami pernyataan persetujuan yang
asfiksia dengan skor APGAR 1-5 menyatakan keluarga pasien asfiksia
berdasarkan kriteria APGAR oleh neonatorum bersedia menjadi
dokter maupun petugas kesehatan yang responden penelitian, serta form
berkompeten di ruang bayi (teratai), penelitian,
dan kriteria eksklusi yaitu bayi
yang mengalami kelainan kongenital HASIL DAN PEMBAHASAN
berat, seperti : anensefalus, Berdasarkan hasil penelitian,
hidrosefalus, hipoplasia paru, serta distribusi pemeriksaan kreatinin serum
penyakit jantung bawaan yang tercatat dan faktor risiko berupa ketuban pecah
di rekam medis. Teknik pengambilan
dini, usia ibu, berat badan lahir, usia
sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling. gestasi, dan jenis persalinan dapat
Sampel didapatkan dari sampel dilihat pada tabel 1
darah yang diambil sebanyak 3 ml
segera setelah neonatus stabil, sampel

Tabel 1. Distribusi Kadar Kreatinin, Ketuban Pecah Dini, Usia Ibu, Berat
Badan Lahir, Usia Gestasi, dan Jenis Persalinan pada Asfiksia
Neonatorum di RSUD Ulin Banjarmasin

Frekuensi Persentase
Variabel
(n) (%)
Kadar Kreatinin
 Normal (< 1 mg/dL) 14 66,67
 Tinggi (≥ 1 mg/dL) 7 33,33

151
KPD
 Tanpa KPD 13 61,9
 Dengan KPD 8 38,1
Usia Ibu
 Risiko rendah (20 – 35 thn) 16 76,19
 Risiko tinggi (< 20 thn atau > 35 5 23,81
thn)
Berat Badan Lahir
 BBLC (> 2.500 gram) 6 28,57
 BBLR (< 2.500 gram) 15 71,43
Usia Gestasi
 Risiko rendah (37 – 42 mgg) 6 28,57
 Risiko tinggi (< 37 mgg atau > 42 15 71,43
mgg)
Jenis persalinan
 Risiko Rendah 4 19,05
 Risiko tinggi 17 80,95
Tabel 1. menunjukkan bahwa neonatorum lahir dari ibu tanpa risiko
kadar kreatinin pada asfiksia KPD. Ibu yang tidak mengalami
neonatorum sebagian besar (66,67%) ketuban pecah dini tetapi bayi yang
memiliki kadar kreatinin < 1 mg/dL, dilahirkannya mengalami asfiksia,
sehingga dikatakan lebih banyak dapat dikarenakan komplikasi lain
pasien asfiksia neonatorum dengan yang dialami ibu selama kehamilan
kadar kreatinin normal. Hal tersebut seperti anemia di waktu hamil
dapat diakibatkan resusitasi yang baik sehingga proses pertumbuhan janin
pada bayi asfikisa dimana belum terganggu dan mengakibatkan keadaan
terjadi kerusakan sel tubular dan janin yang mengkhawatirkan setelah
penurunan laju filtrasi glomerulus persalinan. 5,8,10,11 Dilakukan analisis
yang dapat menaikkan kadar kreatinin hubungan ketuban pecah dini dengan
serum.4,6 kreatinin serum, yang dapat dilihat
Tabel 1. juga menunjukkan pada tabel 2.
sebagian besar (61,9%) asfiksia

Tabel 2. Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Kreatinin Serum pada


Asfiksia Neonatorum di RSUD Ulin Banjarmasin

Kreatinin
KPD Normal Tinggi p Value
n (%) n (%)

152
Tanpa KPD 9 (69,2) 4 (30,8)
Dengan KPD 5 (62,5) 3 (37,5) 0,557
Berdasarkan tabel 2., asfiksia badan lahir bayi, usia gestasi, riwayat
neonatorum dengan hasil kadar paritas, usia ibu, riwayat penyakit ibu
kreatinin tinggi lebih banyak dengan (infeksi saluran kemih, pembesaran
risiko KPD (37,5%) dibandingkan kelenjar getah bening, anemia,
dengan tanpa KPD (30,8%), dimana diabetes melitus, hipertensi
nilai p = 0,557 yang menunjukkan gestasional, preeklamsia, dan
bahwa hubungan ketuban pecah dini eklampsia), dan penyulit saat
dengan kreatinin serum tidak persalinan (partus lama, solusio
bermakna (p > 0,05). Hasil tersebut plasenta, seksio sesarea, dan ekstraksi
menyatakan bahwa KPD tidak vakum).
berhubungan dengan kreatinin serum. Selain faktor risiko KPD, pada
Penelitian ini sesuai dengan hasil tabel 1. juga terdapat distribusi usia
penelitian Widiani dkk tahun 2016 ibu pada asfiksia neonatorum di RSUD
dimana KPD tidak meningkatkan Ulin Banjarmasin. Hasil penelitian
kejadian asfiksia neonatorum secara didapatkan asfiksia neonatorum lebih
bermakna (p = 0,056). 12,13 banyak (76,19%) ibu yang berusia 20
Penelitian ini berbeda dengan – 35 tahun. Usia ibu pada waktu hamil
penelitian Lestariningsih dkk tahun sangat mempengaruhi kesehatan
2016 dimana KPD secara signifikan (p psikologis dan kesehatan alat-alat
= 0,000) mempengaruhi asfiksia. reproduksi.7,12 Sebagian besar ibu yang
Menurut Lestariningsih terjadinya melahirkan bayi dengan asfiksia pada
pengurangan cairan ketuban penelitian ini berkisar usia 20 – 35
mengakibatkan penekanan tali pusat tahun. Hasil ini disebabkan karena usia
sehingga tali pusat mengalami 20 – 35 tahun merupakan usia
penyempitan dan aliran darah yang reproduktif sehingga ibu-ibu yang
membawa oksigen ibu ke bayi melahirkan lebih banyak jumlahnya
terhambat dan menimbulkan hipoksia saat usia tersebut.14 Dilakukan uji
pada janin.5,7,11 Perbedaan dengan statistik untuk mengetahui hubungan
penelitian ini dapat diakibatkan belum usia ibu dengan kreatinin serum pada
ditelitinya faktor risiko lain yang dapat asfiksia neonatorum di RSUD Ulin
menyebabkan kenaikan kejadian Banjarmasin, yang dapat dilihat pada
asfiksia neonatorum, seperti berat tabel 3.

Tabel 3. Hubungan Usia Ibu dengan Kreatinin Serum pada Asfiksia


Neonatorum di RSUD Ulin Banjarmasin

153
Kreatinin
Usia Ibu Normal Tinggi p Value
n (%) n (%)
Risiko Rendah 11 (68,8) 5 (31,3)
Risiko Tinggi 3 (60,0) 2 (40,0) 0,557
Berdasarkan tabel 3., sehingga jarang ditemui ibu yang
didapatkan hasil asfiksia neonatorum melahirkan dibawah usia 20 tahun atau
dengan kadar kreatinin tinggi pada lebih dari 35 tahun.15 Hasil penelitian
usia ibu risiko tinggi lebih besar tidak sejalan didapatkan pada
(40,0%) dibandingkan pada usia ibu penelitian Katiandagho dkk tahun
risiko rendah (31,3%), dimana nilai p 2015 yang menyatakan adanya
= 0,557 yang menunjukkan bahwa hubungan signifikan (p = 0,003) antara
hubungan usia ibu dengan kreatinin usia ibu dengan kejadian asfiksia
serum tidak bermakna (p > 0,05). Hasil neonatorum, akibat peran kesiapan
tersebut menyatakan bahwa usia ibu psikologis maupun kesehatan rahim
tidak berhubungan dengan kreatinin ibu.7 Perbedaan ini bisa terjadi
serum. Hasil penelitian ini sesuai mungkin akibat keterbatasan penelitian
dengan hasil penelitian Ekasari tahun dimana tidak diteliti lebih lanjut faktor
2015 di RS Permata Bunda Purwodadi risiko lain yang dapat mengakibatkan
Surakarta menggunakan uji Mann terjadinya asfiksia neonatorum, seperti
Whitney untuk mengetahui hubungan kejadian BBLR, usia gestasi, paritas,
antara usia ibu dengan asfiksia riwayat penyakit ibu (KPD, ISK,
neonatorum. Ekasari mengatakan anemia, diabetes melitus, hipertensi
bahwa asfiksia dapat terjadi pada ibu gestasional, preeklamsia, dan
dengan usia risiko rendah, hal itu eklampsia), dan komplikasi persalinan
disebabkan karena ibu dalam usia (seksio sesarea, ekstraksi vakum dan
normal bisa saja mengalami persalinan partus lama).
prematur sehingga bukan umur ibu Tabel 1 juga menganalisis berat
yang secara langsung mempengaruhi badan lahir pada asfiksia neonatorum
asfksia tetapi prematur atau faktor di RSUD Ulin Banjarmasin. Subjek
yang lain.13 penelitian sebagian besar (71,43%)
Hal ini diperkuat dengan lahir dengan berat badan < 2.500 gram.
penelitian Herawati tahun 2013, Bayi berat lahir rendah mempunyai
dimana tidak terdapat hubungan berbagai masalah antara lain pusat
bermakna antara usia ibu dengan pengaturan pernapasan dan alat
asfiksia neonatorum (p = 0,34), pencernaannya belum sempurna, serta
dikatakan bahwa kemungkinan sudah kemampuan metabolisme panas masih
dipahaminya usia reproduksi yang rendah sehingga bayi dengan BBLR
sehat ialah pada usia 20 – 35 tahun biasanya lebih banyak mengalami

154
asfiksia neonatorum dibandingkan lahir dengan kreatinin serum pada
dengan bayi berat lahir cukup.5,7,8 Hasil asfiksia neonatorum di RSUD Ulin
penelitian secara statistik juga Banjarmasin, yang dapat dilihat pada
menganalisis hubungan berat badan tabel 4.

Tabel 4. Hubungan Berat badan lahir dengan Kreatinin Serum pada Asfiksia
Neonatorum di RSUD Ulin Banjarmasin

Kreatinin
Berat badan lahir Normal Tinggi p Value
n (%) n (%)
BBLC 5 (83,3) 1 (16,7)
BBLR 9 (60,0) 6 (40,0) 0,314
Berdasarkan tabel 4., Hasil ini berbeda dengan
didapatkan hasil asfiksia neonatorum penelitian Rahmawati dkk tahun 2016
dengan kadar kreatinin tinggi yang menyatakan terdapat hubungan
kelompok BBLR lebih besar (40%) yang bermakna antara berat badan
dibandingkan kelompok BBLC lahir dengan kejadian asfiksia (p =
(16,7%), dimana nilai p = 0,314 yang 0,00). Rahmawati mengatakan bayi
menunjukkan bahwa hubungan berat dengan BBLR juga dikaitkan dengan
badan lahir dengan kreatinin serum persalinan pre-term, yang mana pusat
tidak bermakna (p > 0,05). Hal ini pengaturan pernapasan belum
8
sejalan dengan penelitian Fajarwati terbentuk sempurna. Perbedaan
dkk tahun 2016 yang menyatakan kemungkinan terjadi karena pada
tidak terdapat hubungan yang penelitian ini memiliki beberapa
bermakna antara berat badan lahir faktor risiko yang menjadi variabel
dengan kejadian asfiksia neonatorum pengganggu tetapi tidak diamati
(p = 0,674). Fajarwati mengatakan seperti paritas, usia ibu, riwayat
bahwa ada kemungkinan berat badan penyakit ibu (KPD, ISK, diabetes
lahir bukanlah satu-satunya faktor melitus, hipertensi gestasional, dan
risiko yang memengaruhi terjadinya preeklamsia), dan proses persalinan
asfiksia. Gangguan intrauterin yang (partus lama, ekstraksi vakum dan
mungkin terjadi juga dapat seksio sesarea).
menyebabkan bayi asfiksia, dimana Penyebaran usia gestasi pada
asfiksia neonatorum merupakan asfiksia neonatorum di RSUD Ulin
kelanjutan dari kegawatan janin atau Banjarmasin juga dapat dilihat pada
fetal distress intrauterin.16 tabel 1. Usia gestasi subjek penelitian
lebih banyak (71,43%) usia < 37
minggu atau > 42 minggu. Usia gestasi

155
cenderung mempengaruhi kejadian terjadi pada umur kehamilan melebihi
asfiksia pada bayi baru lahir, asfiksia 42 minggu disebabkan fungsi plasenta
yang muncul pada bayi lahir kurang yang sudah tidak maksimal.5,7,8,13 Usia
bulan (< 37 minggu) disebabkan gestasi dengan kreatinin serum pada
belum maksimalnya tingkat asfiksia neonatorum di RSUD Ulin
kematangan fungsi sistem organ tubuh Banjarmasin juga dilakukan uji
sehingga bayi sulit beradaptasi dengan statistik, dimana dapat dilihat pada
kehidupan ekstrauterin. Asfiksia yang tabel 5

Tabel 5. Hubungan Usia Gestasi dengan Kreatinin Serum pada Asfiksia


Neonatorum di RSUD Ulin Banjarmasin

Kreatinin
Usia Gestasi Normal Tinggi p Value
n (%) n (%)
Risiko Rendah 5 (83,3) 1 (16,7)
Risiko Tinggi 9 (60,0) 6 (40,0) 0,314
Berdasarkan tabel 5., neonatorum, seperti paritas, usia ibu,
didapatkan hasil kadar kreatinin tinggi riwayat penyakit ibu (KPD, ISK,
pada asfiksia neonatorum kelompok diabetes melitus, hipertensi
usia gestasi risiko tinggi lebih besar gestasional, dan preeklamsia), dan
(40%) dibandingkan kelompok usia komplikasi persalinan (partus lama,
gestasi risiko rendah (16,7%), dengan seksio sesarea, dan ekstraksi vakum).
nilai p = 0,314 yang menunjukkan Tabel 1. juga didapatkan hasil
bahwa hubungan usia gestasi dengan penyebaran jenis persalinan pada
kreatinin serum tidak bermakna (p > asfiksia neonatorum di RSUD Ulin
0,05). Hasil penelitian ini sejalan Banjarmasin. Subjek penelitian
dengan penelitian Herawati tahun 2013 sebagian besar (80,95%) memiliki
bahwa tidak terdapat hubungan jenis persalinan berisiko tinggi. Faktor
bermakna (p = 0.066) antara usia penyebab diakibatkan adanya
gestasi dengan kejadian asfiksia penggunaan alat pada tindakan vakum
neonatorum. Berbeda dengan hasil ekstraksi dan adanya penggunaan obat
penelitian Syaiful dkk tahun 2016 bius dalam tindakan seksio sesarea.5,17
yang membuktikan bahwa terdapat Penelitian ini juga melakukan uji
hubungan signifikan (p = 0,014) antara statistik terhadap hubungan jenis
usia gestasi dengan kejadian asfiksia persalinan dengan kreatinin serum
neonatorum.5,8,15 Perbedaan pada pada asfiksia neonatorum di RSUD
penelitian ini diakibatkan tidak Ulin Banjarmasin, yang dapat dilihat
ditelitinya faktor risiko lain yang juga pada tabel 6.
dapat meningkatkan kejadian asfiksia

156
Tabel 6. Hubungan Jenis Persalinan dengan Kreatinin Serum pada Asfiksia
Neonatorum di RSUD Ulin Banjarmasin

Kreatinin
Jenis Persalinan Normal Tinggi p Value
n (%) n (%)
Risiko Rendah 3 (75,0) 1 (25,0)
Risiko Tinggi 11 (67,7) 6 (35,3) 0,593
Berdasarkan tabel 6., lahir sehingga dapat meningkatkan
didapatkan hasil asfiksia neonatorum kejadian asfiksia neonatorum. Seksio
dengan kadar kreatinin tinggi lebih sesarea menggunakan anestesi yang
besar (35,3%) pada jenis persalinan dapat mempengaruhi jalannya
17
risiko tinggi dibandingkan jenis transportasi oksigen bayi. Perbedaan
persalinan risiko rendah (25,0%), nilai dengan penelitian ini kemungkinan
p = 0,593 yang menunjukkan bahwa terdapatnya faktor risiko lain yang
hubungan jenis persalinan dengan belum diteliti, seperti berat badan lahir
kreatinin serum tidak bermakna (p > bayi, usia gestasi, paritas, usia ibu, dan
0,05). Hasil penelitian ini sejalan riwayat penyakit ibu (ketuban pecah
dengan penelitian Widiani dkk tahun dini dan infeksi saluran kemih).
2016 yang memperlihatkan bahwa Hasil penelitian dapat dilihat
persalinan dengan tindakan tidak bahwa pasien asfiksia neonatorum
berhubungan dengan kejadian asfiksia yang memiliki faktor risiko berupa
neonatorum (p = 0,627). Asfiksia ketuban pecah dini, usia ibu berisiko
neonatorum lebih banyak terjadi akibat tinggi, berat badan lahir rendah, usia
adanya hipoksia intrauterin yaitu gestasi berisiko tinggi, dan jenis
hipoksia sebelum persalinan, sehingga persalinan dengan risiko tinggi
kejadian asfiksia lebih banyak terjadi memiliki kecenderungan kadar
pada ibu dengan riwayat penyakit yang kreatinin yang lebih tinggi. Penelitian
menyebabkan terjadinya hipoksia Katiandagho dkk tahun 2015
intrauterin.12 menyebutkan bahwa asfiksia
Hasil ini berkebalikan dengan berhubungan dengan faktor risiko ibu
hasil penelitian Fanny tahun 2015 dan bayi secara signifikan (p < 0,05)
yang mengatakan 73,0 % dari jenis dapat menurunkan suplai oksigen ke
persalinan dengan tindakan bayi janin, memicu hipoksia intrauterin
mengalami asfiksia neonatorum. yang menyebabkan perubahan
Ekstraksi vakum terjadi penekanan fungsional dan biokimia pada janin
pada toraks yang dapat mengakibatkan sehingga adaptasi bayi terhadap
takipnea sementara pada bayi baru kehidupan ekstrauterin terhambat.7

157
Muryawan dkk tahun 2011 asidosis metabolik yang terjadi
menyebutkan bahwa hipoksia pada semakin berat. Keadaan asidosis
asfiksia neonatorum dapat metabolik yang berat mengakibatkan
menyebabkan kerusakan pada sel dan penurunan aliran darah ke ginjal yang
menyebabkan gangguan fungsi organ berlanjut pada penurunan volume
ginjal yang ditandai dengan efektif darah di ginjal berakibat terjadi
6
peningkatan kadar kreatinin. Ginjal nekrosis tubuler dan menurunkan
adalah organ yang sangat peka fungsi ginjal. Adanya kerusakan
terhadap kondisi hipoksia. Hipoksia tubular dan penurunan laju filtrasi
berperan pada patogenesis penyakit glomerulus ditandai dengan
ginjal stadium awal yang terjadi meningkatnya kadar ureum, kreatinin
sebelum ditemukan jejas pada struktur dan menurunkan volume diuresis.4,6
tubulo interstisial. Hipoksia akan Pernyataan di atas
menyebabkan iskemia ginjal yang menunjukkan bahwa, faktor risiko
awalnya bersifat sementara, namun KPD, usia ibu berisiko tinggi, BBLR,
bila hipoksia berlanjut akan usia gestasi berisiko tinggi, dan jenis
menyebabkan kerusakan korteks dan persalinan berisiko meningkatkan
medulla yang bersifat permanen, kejadian terjadinya asfiksia
sesuai hasil penelitian Yuda tahun neonatorum yang menyebabkan
2017 yang menyatakan asfiksia peningkatan kadar kreatinin serum
signifikan berhubungan dengan sebagai salah satu penanda adanya
kejadian gagal ginjal akut pada gangguan pada ginjal.4,6,7 Tidak sejalan
neonatus dengan risiko 7,64 kali.18 dengan hasil penelitian ini, dimana
Penelitian Radityo dkk tahun tidak terdapat hubungan bermakna
2012 mengatakan bahwa gangguan antara faktor risiko KPD, usia ibu,
fungsi ginjal pada tahap dini bersifat berat badan lahir, usia gestasi dan jenis
ringan akibat hipoperfusi di daerah persalinan dengan kreatinin serum,
korteks dengan gejala azotemia perbedaan tersebut kemungkinan
prerenal yaitu kenaikan kadar kreatinin disebabkan faktor risiko secara
dan ureum serum. Tahap selanjutnya tersendiri tidak langsung berhubungan
gangguan bersifat sedang akibat dengan kreatinin serum, dan jumlah
hipoperfusi di daerah medula, keadaan sampel yang sedikit sehingga angka
yang berlangsung lama akan kebermaknaan penelitian belum
mengakibatkan gangguan fungsi ginjal tercapai.
berat yaitu terjadinya perubahan Keterbatasan penelitian ini
struktur ginjal berupa nekrosis di antara lain keterbatasan diagnosis
tubulus atau korteks.8 Asfiksia berat asfiksia dimana hanya menggunakan
mempunyai kadar pH dan base excess skor APGAR tanpa analisis gas darah,
yang lebih rendah sehingga keadaan jumlah sampel yang terbatas, dan

158
faktor-faktor yang mempengaruhi sebagai faktor risiko gagal ginjal
kreatinin serum. Penelitian ini akut. Sari Pediatri.
merupakan penelitian pendahuluan, 2012;13(5):305-10
5. Syaiful Y, Khudzaifah U. The
dan pada penelitian selanjutnya
factors causing asphyxia
diharapkan bisa lebih memperhatikan neonatorum in gresik
kemungkinan yang dapat muhammadiyah hospital. Journals
mempengaruhi hasil penelitian. of Ners Community. 2016;7(1):55-
60
PENUTUP 6. Muryawan H, Radityo AN.
Simpulan penelitian ini yaitu Hubungan derajat asidosis dengan
tidak terdapat hubungan bermakna kadar ureum dan kreatinin bayi
antara ketuban pecah dini, usia ibu, asfiksia. Sari Pediatri.
berat badan lahir, usia gestasi, dan 2011;13(4):239-43
jenis persalinan dengan kreatinin 7. Katiandagho N, Kusmiyati. Faktor
serum pada asfiksia neonatorum di faktor yang berhubungan dengan
RSUD Ulin Banjarmasin . kejadian asfiksia neonatorum.
Saran penelitian, perlu dilakukan Jurnal Ilmiah Bidan. 2015;3(2):28-
penelitian dengan diagnosis 38
menggunakan analisis gas darah, 8. Rahmawati L, Ningsih MP. Faktor-
menggunakan jumlah sampel yang faktor yang berhubungan dengan
lebih banyak dengan waktu penelitian kejadian asfiksia pada bayi baru
yang lebih lama, mengendalikan lahir di ruang medical record
faktor-faktor yang dapat RSUD Pariaman. Jurnal Ilmiah
mempengaruhi kadar kreatinin serum, Kebidanan. 2016;7(1):29-40
dan dilakukan penelitian lanjutan 9. SMF Rekam Medis RSUD Ulin
dengan uji multivariat. Banjarmasin. Laporan jumlah
pasien hidup dan mati menurut
DAFTAR PUSTAKA golongan umur dan jenis kelamin
1. Tohaga E, Budhi K, Wijayahadi B. Tahun 2018. Banjarmasin: RSUD
Hubungan antara derajat asfiksia Ulin; 2016.
dengan beratnya hipokalsemia 10. Pitsawong C, Panichkul P. Risk
pada bayi baru lahir. Sari Pediatri. factor associated with birth
2014;16(1):29-34. asphyxia in Phramongkutklao
2. Prambudi R. Prosedur tindakan Hospital. Thai Journal of Obstetry
neonatus. dalam: neonatologi and Gynecology. 2011;19:165-71
praktis. cetakan pertama. Bandar 11. Lestariningsih YY, Ertiana D.
Lampung: Anugrah Utama Hubungan ketuban pecah dini
Raharja; 2013. hal. 115-31. dengan kejadian asfiksia
3. Durkan AM, Alexander RD. Acute neonatorum di RSUD Kabupaten
kidney injury post neonatal Kediri tahun 2016. Sekolah Tinggi
asphyxia. The Journal of Ilmu Kesehatan Karya Husada
Pedriatics. 2011;158(2):29-33 Kediri. 2016;1:1-10
4. Radityo AN, Kosim MS, 12. Widiani NNA, Kurniati DPY,
Muryawan H. Asfiksia neonatorum Windiani IGAT. Faktor risiko ibu

159
dan bayi terhadap kejadian asfiksia di Rumah Sakit Umum Daerah
neonatorum di bali: penelitian case Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal
control. Public Health and Maternity and Neonatal.
Preventive Medicine Archive. 2013;1(2):75-85
2016;4(2):95-100 16. Fajarwati N, Andayani P, Rosida
13. Ekasari WU. Pengaruh umur ibu, L. Hubungan antara berat badan
paritas, usia kehamilan, dan berat lahir dan kejadian asfiksia
lahir Bayi terhadap asfiksia bayi neonatorum tinjauan di RSUD
pada ibu pre eklamsia berat. Ulin Banjarmasin periode juni
[Tesis]. Surakarta: Universitas 2014-juni 2015. Berkala
Sebelas Maret; 2015 Kedokteran. 2016;12(1):33-9
14. Lismiati L. Hubungan ketuban 17. Fanny F. Sectio caesarea sebagai
pecah dini dengan kejadian asfiksia penyebab kejadian asfiksia
neonatorum di RSU PKU neonatorum. Majority.
Muhammadiyah Bantul 2015;4(8):57-62
Yogyakarta periode 2010-2012. 18. Yuda IMD. Asfiksia berhubungan
[Naskah publikasi]. Yogyakarta: dengan meningkatnya kejadian
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan gangguan ginjal akut pada
‘Aisyiyah; 2013 neonatus cukup bulan. [Tesis].
15. Herawati R. Faktor – faktor yang Denpasar: Universitas Udayana
menyebabkan terjadinya asfiksia Denpasar; 2017
neonatorum pada bayi baru lahir

160

You might also like