You are on page 1of 15

DIH, Jurnal Ilmu Hukum

Agustus 2011, Vol. 7, No. 14, Hal. 57 - 71

PERTANGGUNGJAWABAN DOKTER DAN RUMAH SAKIT


AKIBAT TINDAKAN MEDIS YANG MERUGIKAN
DALAM PERSPEKTIF UU No 44 Th 2009 TENTANG RUMAH SAKIT

Haryanto Njoto
Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945
Surabaya

Abstract

Technology improvements and globalization invokes people’s realization about their


rights as patients in a hospital. They begin to demand getting those rights and when
unsatisfied, they may sue their doctors and the hospital. These litigation cases will, in the
end, increase doctor’s and hospital’s risks. Increased risk means increased cost. It is
mentioned in the forty sixth clause of the Hospital Law (Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit) that the hospital bears the responsibility of the mistakes done
by it’s health workers. This clause seems unfair in taking the side of erroneous health
workers, including doctors, and may result in the decrease of doctor’s feeling of
responsibility in their patients. Being a corporation, a hospital can not being punished and
so the responsibility falls on it’s owner and management. This can be seen as a violation of
the human rights law against the hospital owner and management. The yudicial
implications of a doctor’s mistakes in the process of taking care of their patients must be
seen from the ethical and the law aspect. Seen from the ethical aspect, a doctor has to
fulfill many requirements as a doctor. Seen from the law aspect, a doctor’s mistakes has to
fulfill the criminal law, the civil law, and the administrative law. Doctor-patient
relationships are usually inspanningsverbintenis (expedient relationship). In order to be
able to sue their doctor, a patient has to provide provable evidence about the presence of
mistakes or negligences made by the doctor, not just the absence of cure. Doctor-patient-
hospital relationship is a tripartit relationship based on agreements between the three
parties. Each party is entitled to his rights and obligations. A harmonious relationship and
good communication between hospital, doctor and patient plays an important role in the
prevention of medical litigations againts doctors and hospitals. Practicing dokctors have to
realize that they better apply good responsibility by obeying the rules stated in the
professional ethics and the law, always strive to increase their service, and master the art
of good communication. Hospitals need to apply optimal service as required by the law by
applying programs such hospital accreditation and patient safety programs. Medical
committee need to be empowered to carry out is’s tasks, especially in credentialing,
recredentialing, medical audit, and enforcing medical professional discipline and good
clinical governance.

PENDAHULUAN menggunakan jasa asuransi. Makin tingginya


risiko tuntutan hukum menyebabkan makin
Di beberapa negara maju, terutama di
tinggi pula premi asuransi yang diminta oleh
Amerika Serikat, banyak terjadi kasus tuntutan
perusahaan asuransi. Akibatnya, di negara-
hukum terhadap dokter yang berpraktik di
negara tersebut, profesi dokter menjadi profesi
rumah sakit. Agar dapat membiayai proses
yang mahal, karena dokter maupun rumah
hukum para dokter dan rumah sakit tersebut

57
Haryanto Njoto

sakit terpaksa memasukkan biaya premi asu- yang semula bersifat paternalistik dan ber-
ransi dalam biaya yang harus ditanggung dasarkan nilai kepercayaan (trust, fiduciary
pasien. Keadaan ini pada akhirnya merugikan relationship) kini mengalami kekakuan hu-
semua pihak. bungan yang sangat dipengaruhi oleh perkem-
Di Indonesia, terutama di Ibu Kota Jakarta, bangan ilmu dan teknologi kedokteran yang
akhir-akhir ini mulai makin banyak terjadi telah menyelusupi bidang medis.
tuntutan hukum terhadap dokter, yang pada Rumah sakit, baik yang dikelola oleh
umumnya dikenal sebagai tuntutan malpraktik, Pemerintah atau swasta, diisi oleh tenaga
termasuk terhadap dokter yang berpraktik di dokter dan manajer dengan tingkat organisasi
rumah sakit. Bila pihak yang berwenang tidak yang tinggi, dalam arti terlibat suatu komplek-
mengambil langkah-langkah antisipatif, profe- sitas keorganisasian yang cukup rumit. Dalam
si dokter di Indonesia dapat berkembang suatu lembaga yang menampung kedua profesi
seperti di negara maju tersebut di atas. Masya- ini, otonomi dan integritas merupakan dua
rakat Indonesia yang miskin akan makin sulit kepentingan yang berlainan terhadap sasaran
mendapatkan pelayanan kesehatan yang me- yang sama. Suatu konflik keorganisasian tidak
madai karena dokter dan rumah sakit harus terelakkan dalam interaksi kedua profesi ini.
menanggung biaya hukum yang tinggi. Sebagaimana umumnya profesi lain, para
Beberapa kasus sengketa medis antara dokter, terutama dalam rumah sakit, juga
dokter, pasien dan rumah sakit di Jawa Timur merupakan ahli profesional yang sangat oto-
antara lain: kasus meninggalnya seorang ibu nom dalam pekerjaannya. Mereka melaksana-
yang akan melahirkan di sebuah rumah sakit kan profesinya sesuai dengan keahlian yang
di Mojokerto karena dokter kandungan yang diperolehnya dan hanya terikat pada kode etik
tinggal di luar kota terlambat datang untuk kedokteran, tanpa dapat dipengaruhi oleh
menanganinya. Kasus lain adalah kasus se- semua pihak lain diluar profesinya.
orang anak yang menderita buta, tuli dan Pemahaman hukum kedokteran sangat
lumpuh setelah menjalani operasi hernia di penting bagi dokter maupun pasien. Masya-
sebuah rumah sakit di Sidoarjo. Kasus kedua rakat yang semakin kritis dan memahami hak-
ini sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai haknya, menuntut pula pemahaman yang
kasus kelalaian medik, tetapi kasus risiko mendalam terhadap hukum. Pihak ketiga
medik karena terjadinya alergi terhadap obat (pengacara, wartawan) pun seyogyanya mem-
bius halothane yang dipakai dalam operasi. pelajari dan mendalami hukum kedokteran,
Berbagai kejadian tuntutan hukum yang sebelum angkat bicara mengenai kasus-kasus
dapat menguras kantong, merusak nama, dan perselisihan dalam hubungan dokter-pasien.
melelahkan ini, seperti telah disebutkan di Hubungan yang harmonis antara dokter dan
atas, pada akhirnya akan mengakibatkan usaha pasien hanya akan terwujud, jika dokter dan
rumah sakit sebagai suatu bidang usaha yang pasien sama-sama memahami dan menghayati
berisiko tinggi dan akhirnya berbiaya tinggi. hukum.
Kondisi ini sangat mempengaruhi kinerja Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
dokter dalam pencapaian mutu layanan medis tentang Rumah Sakit mengatur segala hal
sekaligus secara reflektif akan mendorong yang berhubungan dengan rumah sakit, terma-
terjadinya praktik kedokteran yang “keta- suk sumber daya manusianya. Dalam Pasal 46
kutan” (defensive medical). Defensive medical disebutkan tentang tanggungjawab hukum
sendiri merupakan pelayanan berupa peme- rumah sakit, yaitu “Rumah Sakit bertanggung-
riksaan penunjang secara berlebihan dengan jawab secara hukum terhadap semua kerugian
tujuan memperkuat bukti (evidence) klinis yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilaku-
sebagai bukti yuridis formal guna mengan- kan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit”.
tisipasi gugatan pasien kelak, sehingga pada Pasal ini dirasakan kurang adil karena terlalu
akhirnya memacu tingginya biaya pengobatan memihak tenaga kesehatan, termasuk dokter,
yang mengakibatkan kerugian bagi pasien itu yang sudah jelas bersalah karena lalai. Pasal
sendiri. Pergeseran hubungan dokter-pasien ini juga dapat mengurangi rasa tanggungjawab

58
Pertanggungjawaban Dokter Dan Rumah Sakit Akibat Tindakan Medis Yang Merugikan Dalam Perspektif Uu No 44
Th 2009 Tentang Rumah Sakit

dokter dalam penanganan pasien, karena lahir dari undang-undang. Pada umumnya
tanggungjawab hukum atas kesalahannya perikatan yang timbul antara dokter dan pasien
sudah diambil alih oleh rumah sakit. Rumah lebih banyak berdasarkan perjanjian daripada
sakit bukan merupakan individu yang dapat berdasarkan undang-undang. Pada perikatan
dihukum, sehingga yang terkena imbas kela- itu terdapat kata sepakat dari para pihak untuk
laian tersebut adalah pemilik dan manajemen melakukan perbuatan hukum tertentu dalam
rumah sakit. Ketidakadilan ini dapat digolong- bidang jasa yaitu jasa pelayanan kesehatan dan
kan sebagai pelanggaran hak asasi manusia obyek dari perikatan adalah pelayanan kese-
terhadap pemilik dan manajemen rumah sakit. hatan. Doktrin ilmu hukum menyebutkan
Profesi dokter adalah suatu profesi dengan terdapat dua macam perikatan yaitu yang
otonomi tinggi terutama pada dokter spesialis. dikenal sebagai perikatan hasil (resultaat-
Pemilik dan pengelola rumah sakit pada verbintenis) dan perikatan ikhtiar (inspanning-
umumnya mempunyai pengetahuan yang ter- verbintenis). Pada jenis perikatan hasil, maka
batas tentang bidang kedokteran, khususnya prestasinya berupaya hasil tertentu, sedangkan
yang spesialistik, sehingga sangat tidak adil pada jenis perikatan ikhtiar, maka prestasinya
bila pemilik atau pengelola rumah sakit adalah ikhtiar atau upaya semaksimal mung-
tersebut diharuskan untuk bertanggungjawab kin. Perikatan antara dokter dan pasien biasa-
atas semua kerugian yang ditimbulkan oleh nya berbentuk perikatan ikhtiar, jarang sekali
kelalaian dokter. berbentuk perikatan hasil, dalam arti dokter
tidak diminta untuk memberikan prestasi
Rumusan Masalah berupa hasil tertentu, tetapi dokter memberi-
kan prestasi berupa upaya semaksimal mung-
Hubungan dua arah antara pasien, dokter
kin.
dan rumah sakit yang berarti ketiganya me-
Hubungan antara pasien dan dokter tidak
miliki kewajiban dan hak yang setara, harus
terlepas dari rasa tanggungjawab yang di-
menggambarkan penghormatan atas hak satu
dasarkan kewajiban profesional, dengan demi-
sama lain dengan meminimalisir pelanggaran.
kian menimbulkan tanggungjawab hukum.
Oleh karenanya dokter yang memiliki kode
Tanggungjawab hukum berarti apabila dokter
etik dan mengikuti aturan di rumah sakit juga
melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
berkewajiban mematuhi Undang-Undang ke-
menjalankan profesinya, ia dapat menuntut
sehatan dan Undang-Undang Rumah Sakit.
haknya terlebih dahulu untuk diperiksa sesuai
Sehingga penulis merumuskan masalah dalam
penelitian ini yaitu bagaimana pertanggung- dengan standar profesi medik. Bila dalam
pemeriksaan standar profesi ditemukan suatu
jawaban dokter kepada rumah sakit berdasar-
penyimpangan standar profesi medik, maka
kan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
dokter tersebut dapat dimintakan pertanggung-
tentang Rumah Sakit. Bagaimanakah perta-
jawaban menurut hukum umum yang berlaku.
nggungjawab rumah sakit kepada pasien atas
Hubungan antara dokter dengan pasien
tindakan medis yang merugikan yang dilaku-
adalah hubungan antara manusia-manusia.
kan dokter praktik di rumah sakit. Mengingat
Dalam hubungan ini mungkin timbul perten-
seringnya pasien terugikan, maka penulis
tangan antara dokter dan pasien, karena
merumuskan pula masalah yaitu bagaimana
masing-masing mempunyai nilai-nilai yang
hubungan hukum antara dokter, pasien, dan
berbeda. Dalam hubungannya dengan mal-
rumah sakit?
praktik, unsur hubungan dokter-pasien ini
menjadi sangat penting. Hubungan dokter-
PEMBAHASAN
pasien yang baik hanya dapat tercapai bila
Pertanggungjawaban Dokter Praktik di masing-masing pihak benar-benar menyadari
Rumah Sakit hak dan kewajibannya, serta memahami
Pada saat dokter dan pasien mengadakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
hubungan hukum, bentuknya adalah suatu Hubungan dokter-pasien yang sempurna akan
perikatan yang dapat lahir dari perjanjian atau terbentuk dengan kesadaran bahwa hak akan

59
Haryanto Njoto

pelayanan kesehatan merupakan hasil kontrak 4. Persetujuan harus diberikan untuk suatu
antara kedokteran dengan masyarakat serta tindakan atau terapi spesifik.
antara dokter-pasien. Setiap orang berhak 5. Pasien harus mendapat informasi yang
mendapat kesempatan akan pelayanan kese- cukup.
hatan yang dibutuhkan. 6. Pasien mendapat kesempatan untuk meng-
Pada umumnya suatu tindakan medis di- ajukan pertanyaan dan mendapatkan jawa-
dahului informed consent, kecuali pada tinda- ban.
kan yang sudah umum dan biasa dilakukan Sengketa medik dapat terjadi bila dokter
secara rutin, sudah diketahui umum dan merasa sudah memberikan penjelasan yang
memang diharapkan oleh pasien. Di Indonesia, lengkap kepada pasien dan/atau keluarga,
informed consent dalam pelayanan kesehatan, tetapi kemudian pasien dan/atau keluarga me-
telah memperoleh pembenaran secara yuridis nyatakan bahwa ia belum mendapat penje-
melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI lasan atau penjelasan kurang lengkap. Dalam
Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989, yang kemu- rangka mencegah terjadinya keadaan ini, dok-
dian diperbaharui dengan Peraturan Menteri ter dituntut untuk peka dalam memastikan
Kesehatan RI Nomor 290/Menkes/Per/III/ bahwa pasien dan/ atau keluarga benar-benar
2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedok- mengerti.
teran. Dalam Peraturan Menteri tersebut per- Kendala penerapan Informed Consent yang
setujuan tindakan kedokteran diartikan sebagai timbul dalam praktik sehari-hari, selain karena
“persetujuan yang diberikan oleh pasien atau adanya kesenjangan pengetahuan, juga dapat
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan terjadi karena beberapa penyebab lain seperti
secara lengkap mengenai tindakan kedokteran kendala bahasa, batas mengenai banyaknya
atau kedokteran gigi yang akan dilakukan informasi yang dapat diberikan tidak jelas, dan
terhadap pasien”. Keluarga terdekat adalah masalah campur tangan keluarga atau pihak
suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak- ketiga.
anak kandung, saudara-saudara kandung atau Pada sisi lain, walaupun secara yuridis
pengampunya.Tindakan kedokteran diartikan diperlukan adanya persetujuan tindakan medis
sebagai “suatu tindakan medis berupa preven- untuk melakukan perawatan, namun dalam
tif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif kenyataannya sering terjadi bahwa suatu pera-
yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi watan walaupun tanpa persetujuan medis,
terhadap pasien”.Dalam kenyataannya untuk apabila tidak menimbulkan kerugian bagi
pelaksanaan pemberian informasi guna men- pasien, hal tersebut didiamkan saja oleh
dapatkan persetujuan itu tidak sesederhana pasien. Namun jika dokter melakukan kesa-
yang dibayangkan, namun setidak-tidaknya lahan atau kelalaian yang menimbulkan
persoalannya telah diatur secara hukum, kerugian bagi pasien, maka pasien atau keluar-
sehingga ada kekuatan bagi kedua belah pihak ga dapat berusaha menyelesaikan persoalan
untuk melakukan tindakan secara hukum. melalui jalur hukum.
Ada 6 syarat yang sebaiknya dipenuhi agar Untuk melengkapi standar pelayanan ru-
pasien benar-benar mengerti tentang tindakan mah sakit diperlukan adanya standar profesi
medis sebelum memberikan informed consent medik atau yang seringkali disebut juga seba-
tanpa adanya salah pengertian di kemudian gai standar pelayanan medik. Standar pelaya-
hari, yaitu: nan rumah sakit dan standar profesi medik
1. Informed Consent sebaiknya diminta oleh harus dijadikan acuan dalam upaya mening-
pihak yang akan melakukan tindakan. katkan dan mengembangkan rumah sakit
2. Pasien harus dalam keadaan mampu mem- untuk mencapai kondisi yang sesuai dengan
berikan informed consent. standar yang ditetapkan. Seorang dokter yang
3. Pasien bebas dari pemaksaan atau penga- menyimpang dari standar profesi medik di-
ruh berlebihan pada saat memberikan per- katakan telah melakukan kelalaian atau kesa-
setujuan. lahan dan dalam hal ini menjadi salah satu
unsur malpraktik, yakni apabila kelalaian atau

60
Pertanggungjawaban Dokter Dan Rumah Sakit Akibat Tindakan Medis Yang Merugikan Dalam Perspektif Uu No 44
Th 2009 Tentang Rumah Sakit

kesalahan bersifat sengaja atau dolus serta terhadap tubuh manusia yang bukan dilakukan
menimbulkan akibat yang serius atau fatal oleh dokter dapat digolongkan sebagai tindak
pada pasien. Seorang dokter yang melanggar pidana.
atau menyimpang dari standar profesi medik Antara pasien dan dokter dapat timbul
dikatakan telah melakukan kesalahan profesi perselisihan tentang pemberian persetujuan
atau malpraktik medik, tetapi belum tentu pada suatu tindakan medis tertentu, di mana
merupakan malpraktik yang mengarah pada pasien menyatakan tidak pernah memberikan
malpraktik yang dapat dipidana. Untuk pemi- persetujuan, sedangkan dokter sebaliknya me-
danaan suatu malpraktik diperlukan pembuk- nyatakan sudah mendapat persetujuan untuk
tian adanya unsur kelalaian berat atau culpa melakukan tindakan medis. Masalahnya ada-
lata dengan akibat fatal atau serius. lah kepada siapa beban pembuktian diberikan?
Standar Pendidikan Profesi Dokter Spesia- Di Jerman ketentuan yang berlaku adalah
lis yang disusun oleh Konsil Kedokteran dokter harus membuktikan bahwa ia telah
Indonesia masih bersifat umum dan merupa- mendapat persetujuan untuk tindakan medis
kan acuan dalam menyusun standar program tersebut. Di Perancis berlaku sebaliknya yaitu
pendidikan spesialis dan subspesialis (spesialis pasienlah yang harus membuktikan bahwa ia
konsultan) dari masing-masing cabang ilmu. tidak memberi persetujuan. Di Belanda pene-
Diharapkan setiap kolegium dapat menyusun tapan beban pembuktian mengenai hal ini
standar pendidikan dan standar kompetensi dibedakan menjadi dua bagian:
yang lebih rinci sesuai dengan cabang ilmu (1) Bila pasien berpendapat bahwa ia sama
masing-masing, disertai indikator kinerja yang sekali tidak pernah memberi persetujuan
dapat diukur untuk menilai kinerja penye- pada suatu tindakan medis, bahkan juga
lenggara program, dalam rangka mendapatkan tidak pada tindakan yang global, maka
pengesahan Konsil Kedokteran Indonesia. dokter harus membuktikan bahwa pasien
Tanggungjawab hukum yang timbul berkai- telah memberikan persetujuan global.
tan dengan pelaksanaan profesi dokter, masih Misalnya persetujuan pasien untuk ampu-
dapat dibedakan antara: tasi kaki atau operasi lambung. Pembagian
a. tanggungjawab terhadap ketentuan profesi- beban pembuktian yang demikian itu
onalnya yang termuat dalam Keputusan dibenarkan karena dalam suatu tindakan
Menteri Kesehatan RI Nomor 434/Men. medis tanpa ada suatu persetujuan global
Kes/SK/X/1983 tentang Kode Etik Kedok- dari pasien berarti telah terjadi suatu
teran Indonesia serta peraturan etika pelanggaran integritas diri pasien. Bagi
kedokteran yang ditetapkan oleh organi- seorang dokter bukti adanya persetujuan
sasi profesinya. global dari pasien merupakan hal yang
b. tanggungjawab hukum terhadap ketentuan- sangat penting sebagai dasar baginya
ketentuan hukum yang tercantum dalam untuk melakukan tindakan medis. Pem-
KUHP, KUHAP, KUHPerdata, Undang- buktian ini dapat dilakukan dengan menge-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang mukakan fakta bahwa pasien telah menja-
Praktik Kedokteran, Undang-Undang lani opname karena keluhan lambung,
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan digabungkan dengan fakta bahwa pasien
serta peraturan hukum lainnya (tanggung- mengetahui dirinya telah dibawa ke kamar
jawab perdata, tanggungjawab pidana, dan operasi, hal ini merupakan bukti bahwa ia
tanggungjawab administrasi). telah menyetujui dilakukannya operasi
Dokter dengan perangkat ilmu yang dimi- lambung.
likinya mempunyai karakteristik yang khas. (2) Bila pasien mengajukan bukti bahwa ia
Kekhasan ini terlihat dari pembenaran yang secara global telah menyetujuinya, tetapi
diberikan oleh hukum, yaitu diperkenankan- persetujuan itu tidak mencukupi syarat
nya melakukan tindakan medik terhadap tubuh untuk pengambilan tindakan khusus yang
manusia dalam upaya memelihara dan me- relevan (misalnya tempat yang tepat di
ningkatkan derajat kesehatan. Tindakan medik mana kaki itu diamputasi). Apakah telah

61
Haryanto Njoto

diberikan informasi yang cukup tentang ukur, untuk membuktikan ada tidaknya kesa-
untung ruginya (dengan diambilnya seba- lahan atau kelalaian dokter dalam melakukan
gian besar lambung), menjadikan kasus itu diagnosa dan terapi.
menjadi berbeda. Dalam hal ini dapat Di Indonesia, Hukum medik (Kedokteran)
dikatakan bahwa penjelasan pasien tidak belum lama berkembang. Indonesia dengan
secara serius mengenai integritas dirinya, dasar hukum tertulis (wettenrecht) pertama
tetapi ternyata bahwa dokter telah mela- dikaitkan adalah pasal-pasal yang terdapat di
kukan tindakan medis yang layak menurut hukum pidana dan hukum perdata. Padahal
ukuran atau norma yang berlaku. apa yang dinamakan hukum medik mempu-
Apabila terjadi kasus di mana posisi nyai pedoman dan prinsip tersendiri yang
pembuktian dari kedua pihak sangat sulit, tidak berlaku bagi cabang ilmu hukum
hakim akan mencoba menghindari perintah lainnya. Oleh karena itu yang terutama dipakai
pembebanan pembuktian kepada salah satu sebagai ukuran adalah hasil (output) dari
pihak. Hakim dalam hal ini akan berupaya tindakan medik yang terjadi. Ukuran yang
mencari sebanyak mungkin informasi dari dipakai adalah: sebelum dan sesudah dilaku-
pasien dan dari suatu penjelasan di persi- kan tindakan, bertambah baik atau bertambah
dangan. Apabila diperlukan perintah pembe- buruk dan mengapa sampai terjadi akibat
banan pembuktian, maka dalam mempertim- negatif. Namun sebenarnya ukuran kesalahan
bangkannya dokter akan lebih diuntungkan dalam hukum medik adalah ada tidaknya
karena telah membuat catatan medis (medical kelalaian dalam melakukan tindakan medik
record), kecuali kalau ada kesan bahwa itu, apakah telah dilakukan sesuai standar
catatan itu tidak beres. profesi, apakah sudah dilakukan dengan hati-
Dalam pandangan hukum, pasien adalah hati, teliti, dan tidak sembarangan. Untuk
subyek hukum mandiri yang dianggap dapat dapat mengetahuinya dibutuhkan pengetahuan
mengambil keputusan untuk kepentingan diri- di bidang medis, yang tidak dimiliki oleh
nya sendiri. Oleh karena itu adalah suatu hal banyak pengacara umum di Indonesia. Di
yang keliru apabila menganggap pasien selalu beberapa negara, seperti Amerika Serikat,
tidak dapat mengambil keputusan karena ia Singapura, sudah ada pengacara yang meng-
sedang sakit. Dalam pergaulan hidup normal khususkan diri di bidang medik yang disebut
sehari-hari, biasanya pengungkapan keinginan sebagai “medical lawyers”.
atau kehendak dianggap sebagai titik tolak Apabila dianalisis lebih dalam, tugas pro-
untuk mengambil keputusan. Dengan demi- fesi seorang dokter berbeda dengan tugas se-
kian walaupun seorang pasien sedang sakit, orang sarjana hukum (termasuk pengacara).
kedudukan hukumnya tetap sama seperti orang Sarjana hukum lebih mementingkan pekerjaan
sehat. Secara hukum pasien juga berhak me- yang berkaitan dengan tulis-menulis. Semua
ngambil keputusan terhadap pelayanan kese- harus dilakukan secara tertulis, dicatat dan
hatan yang dilakukan terhadapnya, karena hal didokumentasikan, sehingga kemudian dapat
ini berhubungan erat dengan hak asasinya dipakai sebagai alat bukti yang sah. Mereka
sebagai manusia. Ini dengan pengecualian mengutamakan ketegasan. Di pengadilan,
apabila dapat dibuktikan bahwa keadaan pihak hukum yang murni menghendaki jawa-
mentalnya tidak mendukung untuk mengambil ban yang tegas dan jelas. Ya atau tidak, benar
keputusan yang diperlukan. atau salah, guilty or not guilty.Tidak ada posisi
Dalam Teori Kepastian Hukum, apabila ditengah-tengah di antara hitam dan putih.
dihubungkan dengan semua peraturan di bi- Sementara itu, dalam menjalankan tugas
dang kesehatan, persoalan yang paling krusial kemanusiaan, dokter berkecimpung dalam bi-
untuk dikaji dari segi hukum, adalah sejauh dang yang tidak seluruhnya jelas. Prinsipnya
mana tindakan seorang dokter mempunyai adalah Per Primum non Nocere, sedapat
implikasi hukum terhadap kelalaian atau kesa- mungkin jangan sampai menyakiti (first do no
lahan profesi kesehatan, unsur apa saja yang harm) atau berusaha sedapat mungkin me-
dapat digunakan sebagai indikator atau alat nyembuhkan pasien. Ilmu kedokteran adalah

62
Pertanggungjawaban Dokter Dan Rumah Sakit Akibat Tindakan Medis Yang Merugikan Dalam Perspektif Uu No 44
Th 2009 Tentang Rumah Sakit

gabungan antara art and science, yang kema- Sesudah mendapat penjelasan dari bidang
tangannya diperoleh dari pengalaman. Dokter medik, barulah pengadilan dapat memutuskan
harus bekerja dalam ketidakpastian dan ukuran hukum mana yang dapat dipakai se-
bersandar pada ilmu pengetahuan yang telah hingga memenuhi rasa keadilan menurut kaca
dipelajari serta pengalaman yang diperoleh mata hukum. Dalam pengadilan, peran saksi
selama menjalankan praktiknya. Setiap kasus ahli medik diperlukan untuk memberi penje-
adalah unik dan bervariasi pada setiap pasien. lasan dan pandangan kepada hakim pemeriksa.
Cara seorang dokter dalam menangani Ilmu kedokteran bukan ilmu eksak, sehingga
pasiennya adalah antara “kemungkinan” dan selalu dinamis, termasuk dalam pelaksanaan
“ketidakpastian”, karena tubuh manusia ber- suatu operasi, perkembangan, pemberian obat-
sifat kompleks dan tidak dapat dimengerti obatan, diagnosis suatu penyakit, semua ini
sepenuhnya. Belum diperhitungkan variasi dapat mengakibatkan hasil yang tidak diingin-
yang terdapat pada setiap pasien: usia, tingkat kan. KTD dapat terjadi karena human error,
penyakit, sifat penyakit, komplikasi, dan hal terlepas dari ada atau tidaknya kelalaian. Hasil
lain yang dapat mempengaruhi hasil terapi negatif dapat timbul akibat reaksi tubuh pasien
yang diberikan dokter. yang berlebihan terhadap suatu tindakan
Secara umum hukum lebih mementingkan medik yang diberikan. Tubuh manusia bere-
akibat dari suatu tindakan yang dilakukan, aksi dalam berbagai cara yang mempengaruhi-
kepada kerugian yang timbul karenanya. Hal nya. Hukum medik tersangkut sebagian de-
yang berbeda terdapat pada bidang medik ngan tanggungjawab dokter terhadap pengaruh
(kedokteran) yang harus berhadapan dengan tersebut. Perlu dipikirkan sejak sekarang per-
suatu situasi tanpa kepastian. Dalam pelak- kembangan hukum medik di Indonesia, sehi-
sanaan tindakan medis di dalam literatur ngga dapat menjadi suatu ilmu pengetahuan
medik ada yang dinamakan “medical error” . tersendiri. Perlu dilakukan pengumpulan dan
Dokterpun adalah manusia yang tidak terhin- penelitian berbagai keputusan dan pertimba-
dar dari kesalahan (error). Suatu “error” yang ngan hakim dalam memutuskan perkara.
dilakukan dokter dapat mengakibatkan terjadi- Apakah keputusan itu sudah benar atau
nya peristiwa negatif yang tidak dikehendaki memenuhi rasa keadilan? Kita sudah jauh
(adverse event) yang dalam bahasa Indonesia tertinggal dalam bidang hukum medik, sehi-
diterjemahkan sebagai Kejadian Tidak Diha- ngga perlu mempelajari keputusan-keputusan
rapkan (KTD). Timbulnya suatu “adverse hakim dan literatur luar negeri sebagai
event” tidak selalu harus atau dapat diper- perbandingan. Literatur dan yurisprudensi di
salahkan kepada pihak dokter. Ada beberapa beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat,
faktor yang melekat (inherent factors) pada Belanda, mengenai hukum medik (medical
tubuh pasien yang tidak dapat dikuasai oleh law) sudah banyak diterbitkan. Kita dapat
dokter, seperti alergi, daya tahan tubuh yang langsung mengambil hikmahnya dan mema-
sudah lemah, emboli, tingkat penyakit, sifat kainya sebagai pedoman.
penyakit, dan sebagainya. Akibat faktor yang Sifat hukum medik adalah kasuistis.
melekat tersebut dapat timbul hal negatif yang Hampir tidak ada dua kasus yang persis sama.
sama sekali tidak dapat diperhitungkan sebe- Beberapa hal dalam hukum medik yang tidak
lumnya. ditemukan pada cabang ilmu hukum lain
Seorang dokter berusaha semaksimal antara lain perbedaan pendapat dokter peme-
mungkin yang dalam bidang hukum disebut riksa/pelaksana dengan saksi ahli dan hakim,
sebagai kontrak usaha (inspanningsverbin- faktor yang melekat pada pasien, perkemba-
tenis) yang tidak dapat menjamin keberhasilan ngan ilmu kedokteran yang pesat, berjalinan
usahanya (resultaatsverbintenis). Namun dengan bidang etik kedokteran, hak otonomi,
usaha itu harus berdasarkan standar profesi persetujuan medik, rahasia kedokteran, dan
medik. Keberadaan stándar bukan merupakan sebagainya. Namun ilmu hukum medik tetap
sesuatu yang harus selalu diikuti, pada kasus- harus kepada prinsip ilmu hukum yang ber-
kasus tertentu tetap perlu pengecualian. laku, seperti prinsip dasar ne bis in idem (yang

63
Haryanto Njoto

berlaku khusus untuk hukum pidana), hukum keterangan sebagai saksi ahli akan menja-
pembuktian. Sifat kasuistis tersebut menye- tuhkan kesalahan kepada sesama dokter.
babkan yurisprudensi dan perkembangan pen- Banyak kasus sengketa medik yang akhirnya
dapat dalam ilmu kedokteran menjadi faktor berakhir dengan mediasi di luar pengadilan,
pertimbangan yang penting. Pada umumnya pada umumnya setelah rumah sakit atau dok-
timbulnya gugatan dugaan malpraktik adalah ter memberikan sejumlah “ganti rugi”, terlepas
karena terjadinya suatu peristiwa yang hasil- dari fakta ada atau tidaknya malpraktik atau
nya bersifat negatif (negative outcome) setelah hanya risiko medik.
suatu tindakan medik dilakukan, antara lain Tugas MKEK lebih sulit daripada MKDKI,
keadaan pasien menjadi bertambah buruk, ke- karena suatu pelanggaran etik sulit dibuktikan,
sakitan, lumpuh, koma, cacad ataupun meni- diperlukan banyak saksi dan bukti akibat dari
nggal. pelanggaran etik tersebut. Semua kembali pa-
Perangkat hukum yang mengatur penyele- da hati nurani para dokter dalam menjalankan
nggaraan praktik kedokteran masih dalam profesinya.
tahap pengembangan, dan dirasa belum me- Kode Etik Kedokteran Indonesia
madai. Pengaturan profesi dokter selama ini (KODEKI) adalah pedoman perilaku yang
masih didominasi oleh perangkat hukum for- berisi garis-garis besar. Kode Etik adalah
mal dan peraturan perundangan pemerintah, pemandu sikap dan perilaku. Pernyataan yang
meskipun sebenarnya beberapa perangkat hu- tercantum dalam KODEKI bagian c yang
kum yang mengatur profesi dokter telah memuat kewajiban dokter terhadap teman
dibentuk, yaitu Majelis Kehormatan Disiplin sejawat, khususnya nomor 1 (Setiap dokter
Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang menga- memperlakukan teman sejawatnya sebagai-
tur pelanggaran profesi yang dilakukan dokter mana ia sendiri ingin diperlakukan) dapat
dan Majelis Kehormatan Etik kedokteran menimbulkan beberapa persepsi di kalangan
Indonesia (MKEK), yang mengatur pelangga- hukum, khususnya bila seorang dokter diminta
ran etika yang dilakukan dokter. sebagai saksi ahli pada sidang dokter lain.
Saat ini MKDKI baru ada satu di Jakarta, Timbul anggapan bahwa seorang dokter tidak
meskipun menurut Pasal 57 Undang-Undang akan pernah mengeluarkan pernyataan yang
Nomor 29 Tahun 2004 ditetapkan bahwa menyudutkan atau merugikan teman sejawat-
MKDKI dapat dibentuk di setiap provinsi. nya. Akibatnya timbul persepsi bahwa sangat-
Kenyataan ini merupakan penghambat dalam lah sulit untuk membuktikan tindakan mal-
usaha mengadili kasus dugaan malpraktik praktik dokter, walaupun dalam persidangan
dokter secara profesional, khususnya di daerah sekalipun. Para dokter yang duduk dalam
yang jauh dari Ibu Kota. Kasus sengketa kepengurusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
pasien-dokter akhirnya lebih banyak dibawa dianggap selalu membela sesama dokter yang
ke pengadilan pidana maupun perdata, meski- diduga melakukan malpraktik, biasanya de-
pun sebenarnya kurang tepat. Kasus dugaan ngan mengatakan bahwa hal tersebut adalah
kelalaian atau kesalahan dokter, sengketa risiko medik. Anggapan ini menjadi tantangan
medik atau yang lebih dikenal sebagai dugaan bagi para pengambil keputusan di kalangan
malpraktik dokter merupakan kasus lex speci- dokter, khususnya IDI, MKDKI, MKEK untuk
alis sehingga akan sulit untuk diadili dalam memberikan pengertian yang benar kepada
pengadilan umum. Hakim pengadilan umum, masyarakat bahwa mereka dapat bertindak
dalam memutuskan perkara, membutuhkan profesional dan tidak selalu membela sesama
keterangan ahli dari dokter. Hakim sering dokter.
mengalami kesulitan dalam pengambilan ke- Sudut pandang lain hubungan dokter-pasien
putusan dan kasus akan berjalan berlarut-larut, dapat ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8
dengan berbagai keterangan saksi ahli yang Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
dapat saling bertentangan. Kenyataan ini dapat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 ten-
menimbulkan kecurigaan di kalangan advokat tang Kesehatan tidak menggunakan istilah
bahwa tidak mungkin dokter yang diminta “konsumen” untuk pemakai, pengguna barang

64
Pertanggungjawaban Dokter Dan Rumah Sakit Akibat Tindakan Medis Yang Merugikan Dalam Perspektif Uu No 44
Th 2009 Tentang Rumah Sakit

dan/atau pemanfaatan jasa kesehatan. Undang- Dokter tamu adalah dokter dari luar rumah
Undang tersebut menggunakan berbagai isti- sakit yang karena reputasi dan/atau keahlian-
lah, antara lain istilah “setiap orang” dan nya diundang secara khusus oleh rumah sakit
“masyarakat”. Demikian juga dengan Undang- untuk membantu menangani kasus-kasus yang
Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang tidak dapat ditangani sendiri oleh dokter yang
Rumah Sakit dan Undang-Undang Nomor 29 ada di rumah sakit dan untuk mendemonstrasi-
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. kan suatu keahlian tertentu atau suatu tek-
Meskipun tidak disebutkan, semua pengguna nologi baru. Keahlian dokter tamu berada di
jasa dokter dapat digolongkan sebagai kon- luar pengawasan rumah sakit juga, tetapi
sumen. sebelum mengundangnya tentunya rumah sa-
Kemungkinan Pasal 46 Undang-Undang kit sudah benar-benar yakin dengan keahlian
Nomor 44 Tahun 2009 tersebut dibuat ber- dokter tersebut.
dasarkan Pasal 1367 KUHPerdata. Dokter Dokter konsultan adalah dokter yang di-
yang berpraktik di rumah sakit dianggap seba- undang rumah sakit untuk membimbing dokter
gai “orang yang berada di bawah pengawasan tetap dalam melakukan suatu tindakan spesia-
manajemen dan pemilik rumah sakit”. Sebe- listis. Dokter konsultan tidak melakukan tinda-
narnya anggapan ini benar pada dokter yang kan kedokteran sendiri, akan tetapi hanya me-
bekerja sebagai karyawan rumah sakit, mes- nularkan ilmunya.
kipun dokter bukan karyawan biasa, karena Dokter yang berstatus sebagai relawan,
dokter memiliki otonomi profesi yang berada yaitu dokter yang bergabung dengan Rumah
di luar kendali rumah sakit. Bahkan tidak Sakit atas dasar keinginan mengabdi secara
semua dokter yang berpraktik di rumah sakit sukarela, bekerja untuk dan atas nama rumah
berstatus sebagai karyawan rumah sakit. sakit, dan bertanggungjawab secara mandiri
Selain dokter yang berstatus sebagai karya- serta bertanggunggugat sesuai ketentuan di
wan rumah sakit (sering disebut sebagai dok- Rumah Sakit.
ter organik, dokter tetap dll), juga terdapat Rumah sakit dapat terlepas dari tanggung-
dokter yang berstatus sebagai mitra kerja jawab atas kelalaian yang dilakukan oleh
rumah sakit, dokter tamu, dan dokter konsul- dokter yang bekerja di rumah sakit dengan
tan. Bahkan kadang-kadang di suatu rumah adanya paragraph terakhir Pasal 1367 KUH
sakit ada dokter yang berstatus sebagai tenaga Perdata yang secara jelas menyebutkan bahwa
relawan. rumah sakit dapat dibebaskan dari tanggung-
Dokter mitra kerja rumah sakit adalah jawabnya atas kesalahan atau kelalaian dokter
dokter yang merawat pasiennya (pada umum- bila ia dapat membuktikan bahwa ia tidak
nya rawat inap) di suatu rumah sakit, tetapi dapat mencegah perbuatan yang menimbulkan
dokter tersebut bukan karyawan rumah sakit. kerugian bagi pasien. Usaha untuk membuk-
Dalam kasus ini pasien adalah pasien pribadi tikan bahwa rumah sakit tidak dapat mencegah
dokter tersebut yang dirawat di rumah sakit terjadinya kelalaian tersebut dapat memakan
karena membutuhkan rawat inap atau membu- waktu dan setelah melalui proses hukum yang
tuhkan suatu tindakan yang dilakukan oleh panjang dan rumit.
dokter itu sendiri di rumah sakit. Dokter mitra Hukum administrasi yang telah diatur
kerja ini secara hukum berkedudukan sejajar dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran
dengan rumah sakit, bertanggungjawab secara menentukan syarat bagi dokter untuk menjadi
mandiri, bertanggunggugat secara proporsio- dan berwenang menjalankan praktik. Syarat
nal sesuai dengan ketentuan di rumah sakit, administratif antara lain tentang kewajiban
serta terikat dengan suatu perjanjian kerja dokter memiliki Surat Tanda Registrasi (STR)
dengan rumah sakit tersebut. Apakah rumah dan Surat Ijin Praktik (SIP).
sakit juga harus menanggung semua kerugian Sanksi administratif yang dapat dikenakan
yang timbul akibat kelalaian yang dilakukan pada dokter adalah pencabutan surat ijin
oleh dokter ini? praktik sementara atau tetap, dan pada pela-
nggaran berat berupa pencabutan surat tanda

65
Haryanto Njoto

registrasi. Tanpa surat tanda registrasi dan atas kelalaian yang dilakukan oleh dokter yang
surat ijin praktik, seorang dokter tidak dapat berpraktik di rumah sakit merupakan beban
melakukan praktik kedokteran tanpa terancam yang ditanggung oleh pemilik dan manajemen
hukuman pidana (Pasal 75 s/d 78 Undang- rumah sakit. Rumah Sakit, dengan statusnya
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Prak- sebagai badan hukum, karena diberi kedu-
tik Kedokteran). Ancaman pidana juga dikena- dukan menurut hukum sebagai ”persoon” dan
kan pada pihak atau orang yang mempeker- karenanya merupakan ”rechtspersoon”, maka
jakan dokter yang tidak memiliki surat tanda Rumah Sakit juga terbebani hak dan kewa-
registrasi dan surat ijin praktik (Pasal 80 jibannya menurut hukum atas tindakan yang
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 ten- dilakukannya. Korporasi atau badan hukum
tang Praktik Kedokteran). sebagai subjek hukum dapat dimintai perta-
Tindak pidana praktik kedokteran yang nggungjawaban, sesuai dengan tingkat kesa-
dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 29 lahannya. Korporasi adalah badan hukum
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ber- yang beranggota, tetapi mempunyai hak dan
mula dari pelanggaran hukum administrasi. kewajiban sendiri terpisah dari hak dan
Pelanggaran hukum administrasi yang menjadi kewajiban anggota masing-masing”.
tindak pidana praktik kedokteran, potensial Sanksi pidana terhadap korporasi, termasuk
menjadi malpraktik pidana sekaligus malprak- rumah sakit, yang melakukan pelanggaran
tik perdata. Setiap malpraktik pidana sekaligus Undang-Undang Kesehatan ditetapkan pada
mengandung unsur malpraktik perdata. Akan Pasal 201 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
tetapi, malpraktik perdata tidak selalu menjadi 2009 tentang Kesehatan, yaitu “ selain pidana
malpraktik pidana. penjara dan denda terhadap pengurusnya,
pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korpo-
Pertanggungjawaban Rumah Sakit Atas rasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3
Tindakan Medis Yang Merugikan Yang (tiga) kali dari pidana denda yang ditetapkan
Dilakukan Dokter Praktik di Rumah Sakit terhadap perseorangan”. Selain pidana denda,
korporasi, termasuk rumah sakit, dapat di-
Perubahan jaman disertai dengan kemajuan
jatuhi pidana tambahan berupa pencabutan
teknologi dan globalisasi memaksa dokter dan
izin usaha dan/atau pencabutan status badan
rumah sakit mendefinisikan kembali hubungan
hukum (Pasal 201 ayat (2)).
kerja antara keduanya. Dokter yang berpraktik
Hubungan antara dokter, pasien, dan rumah
di rumah sakit mempunyai peran penting da-
lam mendukung manajemen mutu dan biaya. sakit merupakan suatu hubungan segi tiga di
mana ada hubungan pasien-dokter, dokter-
Adanya keinginan dari masyarakat untuk
rumah sakit, dan rumah sakit-pasien. Semua
mendapatkan hak-haknya tersebut merupakan
hubungan tersebut merupakan perikatan, yaitu
tuntutan bagi manajer rumah sakit agar
perikatan antara pasien dengan dokter, antara
mengontrol dengan ketat perilaku dokter. Di
dokter dengan rumah sakit, serta antara rumah
sisi lain, rumah sakit juga perlu menyenang-
sakit dengan pasien. Perikatan tersebut seba-
kan dokter agar mau memasukkan pasien.
gian besar berdasarkan perjanjian yang dapat
Rumah sakit di Indonesia yang tergabung
dikategorikan sebagai perjanjian bersegi dua,
dalam Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
sehingga masing-masing pihak mempunyai
Indonesia (PERSI) telah menyusun Kode Etik
hak dan kewajiban. Hubungan tersebut dapat
Rumah Sakit Indonesia (KODERSI), yang
menjadi lebih rumit bila terdapat pihak-pihak
memuat rangkuman nilai-nilai dan norma-
lain, seperti tenaga kesehatan lain, mitra kerja
norma perumahsakitan guna dijadikan pedo-
rumah sakit yang lain (seperti pemasok alat
man bagi semua pihak yang terlibat dan ber-
kesehatan dan penyedia jasa outsourcing)
kepentingan dalam penyelenggaraan dan pe-
yang mungkin juga terlibat dalam proses
ngelolaan perumahsakitan di Indonesia.
terjadinya peristiwa yang menimbulkan keru-
Ketentuan dalam Pasal 46 Undang-Undang
gian pada pasien.
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
bahwa rumah sakit harus bertanggungjawab

66
Pertanggungjawaban Dokter Dan Rumah Sakit Akibat Tindakan Medis Yang Merugikan Dalam Perspektif Uu No 44
Th 2009 Tentang Rumah Sakit

Dokter dapat bekerja dengan dua cara di Bila dilihat dari sisi dokter, dokter akan
dalam rumah sakit. Mereka dapat melakukan memberikan bantuan medis berdasarkan per-
seluruh pekerjaan mereka di dalam organisasi janjian antara dia dengan pasien atau pihak-
rumah sakit. Keadaan lain yaitu sebagian saja pihak ketiga, yang menyebabkan dia berke-
dikerjakan dengan ikatan dengan rumah sakit, wajiban merawat pasien. Pihak ketiga antara
dan bagian lainnya lagi dipraktikkan sendiri, lain rumah sakit dan pihak yang menanggung
sama sekali terlepas dari rumah sakit, mes- pembiayaan pasien.
kipun jika masih perlu, pasien diopname dan Bila dilihat dari sisi pasien, pasien yang
dirawat lebih lanjut, yang kesemuanya ini membutuhkan bantuan dokter dapat menga-
justru dilakukan di dalam rumah sakit. dakan hubungan perikatan dengan dokter, dan
Perjanjian yang menjadi dasar, dokter itu jika pasien perlu dirawat di rumah sakit,
bekerja untuk rumah sakit (tanpa memandang pasien dapat juga melakukan hubungan peri-
apakah dia di samping itu juga mempunyai katan dengan rumah sakit. Ada kemungkinan
praktik sendiri) dapat merupakan perjanjian pasien mengadakan hubungan perikatan hanya
kerja atau perjanjian sui generis, dan jika dengan rumah sakit, yaitu perikatan all-in.
dikehendaki perjanjian untuk melakukan bebe- Perikatan all-in antara pasien dengan rumah
rapa pekerjaan. sakit pada umumnya terjadi pada pasien kelas
Hubungan antara rumah sakit dan pasien tiga. Ada juga perjanjian yang disebut “all-in,
dapat dibedakan menjadi dua yaitu hubungan arts out”, di mana rumah sakit di samping
yang melibatkan dokter dan yang tidak meli- perawatan yang sesungguhnya masih termasuk
batkan dokter. Pada umumnya hubungan yang pekerjaaan lain-lain, seperti pemeriksaan da-
melibatkan dokter lebih dominan. Hal ini rah, kecuali perawatan/ pengobatan yang dila-
karena dokter memegang peran utama dalam kukan oleh dokter sendiri. Di dalam perjanjian
penentuan arah pengobatan pasien. Sering kali all in ada hubungan perjanjian antara rumah
sembuh atau tidaknya pasien dianggap sebagai sakit dengan pasien di satu pihak dan antara
hasil kerja dokter semata, meskipun sebenar- rumah sakit dengan dokter di lain pihak.
nya keberhasilan pengobatan pasien merupa- Berdasarkan perjanjian ini dokter mempunyai
kan hasil kerjasama antara dokter dan kom- kewajiban terhadap rumah sakit untuk mengo-
ponen lain dalam rumah sakit. Apabila terjadi bati pasien. Dalam hal ini apabila terjadi
kegagalan atau kesalahan dalam pengobatan kesalahan profesi (beroepsfout), pasien dapat
pasien, rumah sakit dan komponen lain sering- menuntut dokter berdasarkan kesalahan
kali ikut terseret dalam kesalahan tersebut. (onrechtmatige daad), dan tuntutan terhadap
Untuk meminimalisir terjadinya tuntutan hu- rumah sakit berdasarkan wanprestasi yang
kum pihak manajemen rumah sakit dituntut dapat ditambah dengan kesalahan.
untuk menerapkan suatu sistem yang dapat Peradilan disiplin Majelis Kehormatan
mengoptimalkan kinerja semua komponen Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),
rumah sakit termasuk dokter. sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29
Seperti halnya hubungan antara dokter de- tahun 2004, bukanlah filter court. Tuntutan ke
ngan pasien yang berupa suatu perikatan yang peradilan umum oleh pasien bisa diajukan
sebagian besar terbentuk oleh adanya perjan- bersamaan bila memang ada dugaan malprak-
jian, antara pasien dengan rumah sakit dan tik. Apabila terjadi dugaan pelanggaran di-
antara rumah sakit dengan dokter juga terdapat siplin maupun pelanggaran etika, sebaiknya
perikatan. Perikatan antara dokter dengan proses pemeriksaan dan peradilan disiplin
rumah sakit pada umumnya tertulis, yang melalui MKDK dilakukan secara terbuka.
dapat berupa kontrak kerja, surat keputusan Penanganan kasus dugaan pelanggaran disi-
penempatan, perjanjian kerja dan lain sebagai- plin dokter dilaksanakan oleh MKDKI ber-
nya. Seberapa besar proporsi tanggunggugat dasarkan pengaduan
antara dokter dan rumah sakit tergantung pada Pemerintah Indonesia, dalam upaya pe-
status kepegawaian dokter di rumah sakit. ningkatan derajat kesehatan rakyat, telah me-
nerbitkan beberapa undang-undang dan pera-

67
Haryanto Njoto

turan lain untuk mengatur para penyedia Beberapa saran yang dapat diberikan seba-
pelayanan kesehatan, termasuk rumah sakit gai berikut:
dan dokter, agar dapat menghasilkan pelaya- a. Untuk mencegah terjadinya tuntutan hu-
nan yang optimal. Undang-undang yang telah kum, dokter harus selalu sadar, bahwa agar
dibuat dan diberlakukan antara lain Undang- dapat melaksanakan profesinya dengan
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang baik, ia harus mematuhi etika profesi,
Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor standar profesi medik, dan aturan hukum
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang- serta selalu meningkatkan kualitas pelaya-
Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang nannya. Untuk mencegah terjadinya seng-
Rumah Sakit dan didukung beberapa peratu- keta medik akibat miskomunikasi, dokter
ran untuk lebih mengatur pelaksanaannya. dituntut mempunyai kemampuan berkomu-
Beberapa peraturan tersebut antara lain nikasi yang baik, khususnya dengan pasien.
tentang kewenangan klinis, Komite Medik, Rumah sakit perlu membangun sistem mana-
akreditasi rumah sakit, keselamatan pasien, jemen mutu seperti yang sudah diatur oleh
Hospital by Laws. Pemerintah dengan beberapa program (antara
lain program akreditasi dan keselamatan
pasien) yang dapat mengoptimalkan kinerja
PENUTUP
semua komponen rumah sakit, termasuk
Kesimpulan dokter. Dokter dan rumah sakit sebaiknya
Di dalam rumah sakit, profesi dokter me- mempunyai perjanjian kerja yang mengatur
rupakan profesi yang memiliki kemandirian hak, kewajiban dan tanggungjawab masing-
dan tanggungjawab yang relatif besar, khusus- masing pihak, dengan tujuan memberikan
nya profesi dokter spesialis. Tanggungjawab pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya
dokter terdapat dalam bidang etika profesi dan dan mencegah terjadinya tuntutan hukum oleh
bidang hukum. Bila dokter melakukan tinda- pasien. Dalam upaya mencegah terjadinya
kan medis yang merugikan, maka ia harus ikut kesalahan atau kelalaian dokter yang berprak-
bertanggungjawab dan tidak dapat meletakkan tik di rumah sakit, rumah sakit perlu mem-
semua kesalahan pada rumah sakit, meskipun berdayakan Komite Medik agar melaksanakan
dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 fungsinya dengan baik, khususnya fungsi
tentang Rumah Sakit disebutkan sebaliknya. kredensial, rekredensial, pemberian kewe-
Hubungan antara dokter, pasien, dan rumah nangan klinis, audit medis, dan penerapan
sakit merupakan suatu hubungan segi tiga. disiplin profesi terhadap semua dokter yang
Perikatan tersebut sebagian besar berdasarkan berpraktik di rumah sakit tersebut. Rumah
perjanjian yang dapat dikategorikan sebagai sakit perlu mensosialisasikan hak dan kewa-
perjanjian bersegi dua, sehingga masing- jiban pasien agar pasien dan keluarganya ikut
masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. membantu rumah sakit dalam mengontrol
Dalam kasus sengketa medik, yang pada kinerja dokter yang berpraktik di rumah sakit.
umumnya terjadi karena pasien merasa men-
dapat kerugian dalam perjanjian medis, pasien DAFTAR BACAAN
dapat menggugat dokter, rumah sakit, atau Buku
keduanya. Seberapa besar proporsi kesalahan
Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum
atau kelalaian dokter yang dapat ditimpakan
Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti,
pada rumah sakit sangat bervariasi. Hubungan
Bandung, 1991.
yang harmonis dan komunikasi yang baik
antara rumah sakit, dokter dan pasien meme- Ameln, Fred, Kapita Selekta Hukum Kedok-
gang peran penting dalam usaha mencegah teran, Grafikatama Jaya, Jakarta, 1991.
terjadinya tuntutan hukum terhadap rumah Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsu-
sakit dan/atau dokter. men, Suatu Pengantar, Penerbit Diadit
Media, Jakarta, 2002.
Saran

68
Pertanggungjawaban Dokter Dan Rumah Sakit Akibat Tindakan Medis Yang Merugikan Dalam Perspektif Uu No 44
Th 2009 Tentang Rumah Sakit

Black, HC, Black’s Law Dictionary, St Paul Rawls, John, Teori Keadilan, Dasar-dasar
Mint: West Publishing & Co, 1979. Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kese-
jahteraan Sosial dalam Negara (Judul asli:
Chidir Ali, Badan Hukum, Penerbit Alumni,
A Theory of Justice), alih bahasa oleh Uzair
Bandung, 1999.
Fauzan dan Heru Prasetyo, Pustaka Pelajar,
Guwandi, J., Hukum Medik (Medical Law), Jogjakarta, 2006.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Univer-
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cetakan ke-
sitas Indonesia, Jakarta, 2004.
enam, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
Halim AR, Hukum Perdata dalam Tanya 2001
Jawab, cetakan 4, Ghalia Indonesia, Jakar-
Soeparmono, R., Keterangan Ahli dan Visum
ta, 1986.
et Repertum dalam Aspek Hukum Acara
Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Pidana, Penerbit CV Mandar Maju, Ban-
Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia dung, 2002.
(Strict Liability dan Vicarious Liability),
Soerjono Soekanto, Sosiologi, Suatu Pengan-
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996.
tar, PT RajaGrafindo Persada, edisi ke4,
Koeswadji, Hermien Hadiati ,Hukum dan Jakarta, 1990.
Masalah Medik, Airlangga University
Press, Surabaya, 1984. Soetanto Soepiadhy, Matakuliah Filsafat dan
Teori Hukum, tanggal 18 Desember 2010,
Pitono Suparto dkk (editor), Etik dan Hukum pada perkuliahan Program Studi Doktor
di Bidang Kesehatan, edisi pertama, Pener- Ilmu Hukum Program Pascasarjana, Uni-
bit Komite Etik Rumah Sakit RSUD Dr versitas 17 Agustus 1945, Surabaya.
Sutomo, Surabaya, 2001.
Sudiman Sidabukke, Kepastian Hukum Pero-
Kunarto: Ikhtisar Implementasi Hak Asasi lehan Hak atas Tanah bagi Investor, Diser-
Manusia dalam Penegakan Hukum, PT tasi, Program Pascsarjana Universitas Bra-
Cipta Manunggal, Jakarta, 1996. Disadur wijaya, Malang, 2007.
dari The United Nations and Crime Preven-
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, edisi revisi,
tion, oleh: The United Nations, New York,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011
1991.
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum
Kusumaatmaja, M, Sidharta, BA, Pengantar
Ilmu Hukum, Suatu Pengenalan Pertama Perjanjian, cetakan VII, Sumur Bandung,
Jakarta, 1973.
Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum,
Penerbit Alumni, Bandung, 2000. Peraturan Perundang-undangan
Muljatno, Azaz-Azas Hukum Pidana, Bima Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Aksara, Jakarta, 1987. (KUHP)
Pitono Suparto dkk (editor), Etik dan Hukum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
di Bidang Kesehatan, edisi pertama, Pener- Perdata/ BW/ Burgelijk Wetboek)
bit Komite Etik Rumah Sakit Dr Sutomo,
Surabaya, 2001. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
Pohan, M, Tanggunggugat Advocaat, Dokter,
dan Notaris, PT Bina Ilmu, Surabaya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
1985. Perlindungan Konsumen
Data Klaim yang Diselesaikan Asuransi Pro- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 ten-
teksi Profesi Bumi Putera Muda 2007 dan tang Hak Asasi Manusia
Januari 2008, Jakarta, tidak dipublikasikan. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 ten-
tang Praktik Kedokteran.

69
Haryanto Njoto

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 ten- Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor


tang Kesehatan. 434/Menkes/SK/X/1983 tentang Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI).
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 ten-
tang Rumah Sakit. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1069/Menkes/SK/XI/
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
2008 tentang Pedoman Klasifikasi dan
tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Standar Rumah Sakit Pendidikan.
Layanan Umum.
Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61
Nomor HK.00.06.3.5.1866 tanggal 21 April
Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
1999 tentang Pedoman Persetujuan Tinda-
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
kan Medik (Informed Consent).
Umum.
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indo-
Nomor 2 Tahun 2011 tanggal 6 April 2011
nesia nomor 269/Menkes/Per/III/2008 ta-
tentang Tata Cara Penanganan Kasus
nggal 12 Maret 2008 tentang Rekam
Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan
Medis.
Dokter Gigi. Diundangkan pada tanggal 29
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Maret 2012 oleh Menteri Hukum dan Hak
Indonesia Nomor 85/Menkes/Per/IX/1989, Asasi Manusia RI.
yang sudah diperbaharui dengan Peraturan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2011 tanggal 22 September
Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang
2011 tentang Disiplin Profesional Dokter
Persetujuan Tindakan Medik.
dan Dokter Gigi. Diundangkan pada ta-
Peraturan Menteri Kesehatan Republik nggal 15 Maret 2012 oleh Menteri Hukum
Indonesia nomor 340/Menkes/Per/III/2010 dan Hak Asasi Manusia RI.
tanggal 11 Maret 2010 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit. Jurnal Ilmiah
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor A. Purwadianto, Upaya Mencegah Krisis
147/Menkes/Per/2010 tentang Perizinan Malpraktik. Farmacia, Vol.V No.2, Sept
Rumah sakit. 2005.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Vincent, C., Young, M., Phillips, A., Why Do
Indonesia nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 people Sue Doctors? A Study of Patients
tanggal 11 April 2011 tentang Penye- and Relatives Taking Legal Action, JAMA,
lenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit. No.343, 1994.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Karya Ilmiah
Indonesia Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/
2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Bangun Patrianto, Penyalahgunaan Kewe-
Sakit. nangan dalam Tindak Pidana Korupsi,
Disertasi, Universitas 17 Agustus 1945
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Surabaya, 2011.
Indonesia Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007
tanggal 20 April 2007 tentang Izin Praktik Dollar, Pertanggungjawaban Pidana Rumah
dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran yang Sakit dalam Menyediakan, Menyelengga-
sudah diperbaharui dengan Peraturan rakan Pelayanan serta Perawatan Medik,
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Disertasi, Universitas 17 Agustus 1945,
nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Surabaya, 2010.
Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran.

70
Pertanggungjawaban Dokter Dan Rumah Sakit Akibat Tindakan Medis Yang Merugikan Dalam Perspektif Uu No 44
Th 2009 Tentang Rumah Sakit

Hendrojono, Batas Pertanggungjawaban Hu-


kum Malpraktik Dokter, Disertasi, Univer-
sitas 17 Agustus 1945, Surabaya, 2005.
Widiyono, Tanggungjawab Dokter dan Pera-
wat Rumah Sakit dalam Melakukan Tinda- Sutoto, Implementasi Standar Akreditasi Baru
kan Medis Pasien, Thesis, Universitas Rumah Sakit Indonesia, makalah presentasi
Muhammadiyah Surakarta, 2008. dalam Work Shop Akreditasi Rumah Sakit,
Jakarta, Mei 2011.
Makalah/Majalah/Surat Kabar/Media Wisnubroto, Pinky S., Manfaat Pertindik Bagi
S.L. Seumawe, Dokter dan Tanggungjawab Masyarakat, makalah Kongres Nasional
Terhadap Pihak Ketiga, Tabloid Berita PERHUKI IV, Makalah, Surabaya, 1996.
Mingguan Modus Aceh , Ed. 41 Tahun VI, Kompas, UU Praktik Kedokteran - Hak Pasien
29 Januari 2009. Belum Terakomodasi, Sabtu, 20 April
Soetanto Soepiadhy, Kepastian Hukum, 2005.
Surabaya Pagi, Rabu, 4 April 2012.
___, Kemanfaatan Hukum, Surabaya Pagi,
Kamis, 12 April 2012.

71

You might also like