You are on page 1of 14

.

ARTIKELPENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN


PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUÅL PADA
PEKERJÄ SEKS KOMERSIAL DI LOKALISÅSI TELEJU
PEKANBARU
Raisyifa* Masrizal Dte

ABSTRACT

Predicted that I from 3 people in the world have been got IMS. From that amount, 3 millions more are happen in
South East Asia, including Indonesia. Riau is got IP h ranking in HIV-AIDS case. Data on year 2008founded 200 case
ofHIV-AIDS in Pekanbaru. In localization, only a few prostitute with IMS comolamt that want to check their health to
medical officer The purpose of this research is to find out which kind o/ Faciors that Related with Prevention Acts Q/
Sexual Transmitted Infection on a Prostitutes (PSK) in Teleyu Localization Pekanbanz Ci(v 2009. The methods of this
reseach is used analytic with crossectional study design. The Research population is All ofprostitute in Related with
Prevention Acis of Sexual Transmitted Infection on a Prostitutes (PSK) tn Teiejv Localization, Pekanbarv City that
amount to 500 people and 60 people are sample that take with Simple Random Sampling The results of this research
/bunaed that 60% Prostitute (PSK ) noi doingprevention act/0ti as well, 43.3% PS,€ are low education about IMS 46, 7%
PSK still have negative attitude to JMS, 46.7 coy are new worker as prostitute in Teleju Localization. From bivariaå
analysis founded there is a significant relation between prevention action with knowledge level (p=0, 003), attitude and
work duration as a prostitute and not founded a relation between prevention action with education level ofprostitute
(p=0,436), Suggested to medical officer dan Self Reliance Foundation (LSM) that are related to give a knowledge about
IMS to prostitute and ask to the procures and prostitute to oblige a condom utilizing to ail customers in every house to
press a JMS distribution in Teleju localization. To other researcher than can take a knowledgefront this research and
could be completed a lack ofthis research.
Reference : 31 (2001-2009)
Keywords Sexually Transmitted infection (JMS), Prostitute
Pendahukuan IMS dapat bersifat asymptomatic (tidak memiliki
Infeksi Menular Seksual (TMS) disebutjuga gejala) baik pada pria atau wanita. Beberapa IMS baru
venereal (darl kata venus', yaitu Dewi Cinta dari menunjukkan tanda-tanda dan gejala berminggu-nunggu,
Romawi kuno), didefinisikan sebagai salah satu akibat berbulan-buian, bahkan bertahun-tahun seteiah
yang ditimbulkan karena aktivitas seksual yang tidak terinfeksi.. Walaupun seseorang tidak menunjukkan
sehat sehingga menyebabkan munculnya penvakit gejaia-gejale terinfeksi JMS, dan tidak mengetahui
menuiü. bahwa mereKa terkena IMS, merekatetap bisa menuiari
Kelaman yang timbul akibat penyakit kelamin ini orang iaiu.:
tidak terbatas hanya pada daerah gemtal saja, tetapi Beberapa IMS yang menimbulkan gangguan
dapat juga pada daerah-daerah ekstra genital-Z tersebut amara Iain kiamidia, gonore; sifiiis, herpes
Gejalanya dapat jugß menyerang mata, mulut, saluran genitalis, trikhomonas, dan bakterial vaginalis (BV).
pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya.30 Akibat buruL pada Organ genitaiia yang paling sertng
Perilaku yang ciapat mempermudah penularan adalah Penyakit Radang Panggul (PRPb sedang daiartv
1M? adalah dengan berhubungan seks yang tidak aman kehamiian menimbulkan beroagai dampak buruk
denga,a penderita IMS (tanpa menggunakan terhadap janim6
pelindung/kondon_), ganti-ganti pasängan seks, Diperkrrakan i dari 3 orang di seiuruh dunra pernah
pelacuran, melakuk&i' hubungan seks secara anal, mengidap JMS, Separuhnya tertadi di Asia. Sekitar I jute
karena hubungan Inv mudah menimbulkan Iuka yang orang meningga\ setiao tahun karenanya. Ltu diiuar
mempermudah masuknya k um,qn atau virus penyeoab meninggal karena ÅiDS- Pada tahun 2002, World Health
IMS. Organizatrons (WHO) melanorkan bahwa terdapat lebij}
dari Il Juta kasus baru IMS khusus untuk jenis sitili;,
Vamidia dan gonore saya. Dari !umiaå ituy 3 juta lebih
Puskesmas Telcou Pekanbartg terjadi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia
Program Studn time kesehaian tviasyayakar —

Kedokteratl Universitas Andaias


*** Politeknik Kesehatan DEPKES RI Padang
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 200e Maret 2010, Vol. 4, No.
Pada dasarnya besarnya masalah IMS yang Kasus HIV/AIDS di Provinsi Riau merupakan
sebenarnya di Indonesia sukar diketahlll karena sekltar uruta;a ke-l I di Indonesia. Kota Pekanbaru menemoati
3050 persen penderita IMS tidak berobat dan sekitar urutan keI dalamjumlah kasus di tingkat Provinsi Riau.
50-70 persen penderita IMS tidaK berobat ke sarana Kelompol terbesar penderltanya adaiah Pekerja Seks
kesehatan. Disamping sekitar 70 persen wanita dan Komersial (PS K). Untuk mencegah penularan
sekltar 3U perseri pria terinfeKsi Chlamydia dan 80 HIV/AIDS yang sumberny€" dari PSk adalah
persen wamta dan 10 persen pria yang terinfeksi menggunakan kondom saat berillibungan seks dengan
Gonorrhoea tidak gejaia. Hasil sero survei pelanggar.
dari tahun 1993 hingga 1997 menunjukan bahwa pada
keiompok perifaku risiko tingel yaitu wanita penjaja
seks di daerah lokalisasi pelacuraïl+ media prevalensi
Surveilans sentinel pada tahun 2000 6
I
memperlihatkaiì peningkatan prevaiensi human
immunodejìctency Ciruses (HIV) yang melampaui 5%
pada wanita penjaja seks (WPS) di Indonesia. Di Iain
Di Pekanbaru, melaiui hasil pemeriksaan IMS ruti rv
pifiak, prevalensi Infeksi Menuiar Seksual (IMS) dan
setiap satu kali sebulan yang dilakukan oleh Puskesmas
Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) yang diketahlll
dl daerah lokairsasi Teleju yang merupakan wilayall
mempermudah penularan HIV—pada WPS belunl
kerja Puskesmas Rejosari didapatkan bahwa sebagian
diamati secara sistemati&. Dari pengukuran sporadiic
hampil' seluruh Wanita Pekerja Seks (WPS) yang
diketahui bahwa prevalensi Infeksi gonore dan
bersedia memeriksakan dirinya dari sekitar 500 orang
klamidia di berbagai lokasj WPS di Indonesia
pekerja menderita IMS. Seperti saat pemerlksaan IMS
sanga( tinggl, yaitu berKisar antara - 40 0/0. Prevaiensi
yang dilakukan pada bulan Mei 2008 (lampiranl) didapat
silìlis di beberana lokasi antara tahun 1994 sampai
bahwa dari 77 orang yang datang, hanya sekitar 54
2004 diiaporkan berkisar antara 0 dan 22,2%.'
orang diantaranya yang bersedia diperiksa lengkap dan
Melalui suatu oeneiitian mengenai IMS yang di
dari pemeriksaan tersebut didapat hasil seluruhnya
lakukan oleh Sri Pingit Wulandari tahun 2008 di
positif
daerah iokalisasi di Surabaya, diketanui jems IMS
yang banyak diderita oleh Pekeroa Seks komersia!
(PSK) antara Iain Bakterial Pàgmosis, Trlchomonas balam suatu penelitian yang dilakukan Roselly
Vaginahs, cervisitis, dan candidiasis. Terdapat 3 faktor Evianty Silalahi tabun 2008 di daerafl Lokalisasi Teleju
penyebab IMS yaitu bibit penyakit, host i induk Pekanbarur ada beberapa faktor yang mempengaruhi
semang dan lingkungan 9 tindakan PSK dalam menggunakan kondom, yaitu faktor
Di Indonesia, Accured Immuno Deficiency predisposisi, pendukung dan penguat. Hasi[ peneiitian
Syndrome (AIDS) untuk pertama kali dilaporkan pada menuniukkan bahwa PSK menggunakan kondom pada
tahun 1987. saat berhubungan seks. Hasti liji chi-square
Hampir semua propinsi di Indonesia meiaporkan adamsn menunjukkan bahwa terdapat 5 variabel yang
HIV/AIDS dan paling sedikit terdapat tiga kantong berhubungarl secara signifikat19 yakni variabel
epidem Gimana prevalensi HIV/AIDS sangat tinggi, pengetahuan, sikap terseaia kondom, dukungan petugas
yakni di Prooinsi Papua (Kabupaten Merauke), DKI kesehatan. dukungan LSIN'f. -12
Jakarta clan Propinsi Riau. Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti ingin
Riau sebagai daerah berkembang tidak lepas dari meneliti lebih lanjut mengenai faktor-taldor apa saoa
ancaman perkembangan penyakit menularseksuai. Bahkan yang berhubungan dengan tindakafri pencegahan Infeksi
berdasarkar, data darl Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Menular Seksual pada Wanita Pekerja Seks Kornersial
Riau yang dikut1P oleh BKKBN, pertutllbuhan kasus karena merupakan keiompok risiko tinggi terkena IMS.
HIV/AID:S dl Riau sangat tinggi seirjng perkembangan Dan penelitj mengambii tempat di wliayah kerja
pembangunan daerah. Data seiama2008 di Pekanbat-u Puskesmas Rejosari dikarenakafi merupakan daerah
ditemukan sedikitnya200 kasus HIV/AIDS. Dar inï angka lokaiisasi yangL. merupakan pusat kegiatan para Wanita
terbesar dibanding kabupaten/kota Iainnya Pekerga Seks Komersial dalam menjajakan seks kepada
para pelanggannya.
rawan sebagai tempat penyebaran. Bahkan korbannya Tujuan dari Penelitian Mengetahui distribttsi
pun dari berbagai kalangan, mulai dan kaurn ibu frekuensi nndakan pencegahan Infeksi Menular
rumail tangga karyawan seria dan kaiangan seksual, distribusi frekuensi pengetahuar:, distribusi
mahasiswwpelajar. frekuensi sikap, distribusi frekuensl tingkat
pendidikan,distribusi frekuensl Lama bekerja sebagai
Pekerja Seks Komersial pada wanita pekerja seks
komersial dan Mengetahui hubungan
pendidikandan Lama bekerja
sebagal Pekeroa seks Komerstaj dengan Tindakan
penceganan Infeksi Mentilar seksual pada wamta
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2009 4, No.
pekerjfi seks komersia! di daerah lokalisasi Telgju Kota Tabe! Analisıs Univariat Variabel Independen dan
Pekanbar' Tindakan Pencegahan Infeksi Menular
2000 Seksual Pada Wanita Pekerja Seks
Komersial di Wilayah
Metode Kerja Puskesmas Rejosari Pekanbarli Tahun 2009
Penelitian Ini menggunakan disatn Cross Section
sttllty yaltu peneiitl mengukur vartable indepenaen dan
vag labie dependen diambil secara bersamaafi yarg
Tindai-sd!i
dllakLIKa11 sewaktu-waxtu atau periode wak;u
tertentu.Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Juni tahi pencegaha
2009. Lokasi Penelitian bertempat di daerah Lokalrsasi n
Teleju Wilayah Kota Pekanbal u IMS
Tidak Baik 35 5
"Popuiasi dalam penelitian ini adalall total
populasi yaitu wanita pekerja seks komersial (PSK) 8,
di daerah lokallsasi Teleju Kota Pekanbaru Tahun 3
Baik 25 4
2009 yang 1
Ma6ret2010, voı.
9 i
berjumlah 500 orang. Dalam penelitian ini peneliti 4
menggunakan teknik pengambilatl sampel secara
Sammei Açak Sederhana (Simple Ranaom sampling),
jumiah sampe7 yang digunakan pada penelitian ini
adalah sebanyala 60 orangDaİam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik pengambiian sampei secara
Sampei Açak Sederhana (Simple Ranaom
sanıplıng) yaitu dengan mengambil jumlah responden
berdasarkan rumLL
Berdasarkan rumus dl atas jumlah sampel yang
dipergunakan pada penelitıan ini adala!v
Jad19 jumlah sampej yang dıgunakan pada
penelitian İni adalah sebanyak 60
Cara penarikan sampel adaîah sesuai dengan teknik
yang digunakan yaitu Simple random sampling dengan
cara mengambil nomor secara acak dari nomor urutan
pada saat daitar pemeriksaan IMS di Klinik IMS pada
bulan Mei 2008 sebanyak sampel yang dibutuhkan, Dari
121 orang yang iercatat pada daftartersebuğ dilakukan
undian untııiç memilih nomor urut genap dan ganjil, Dari
pengundian tersebut didapaikan respondert yaıtu yang
tercaiaî dalam urutan nomor genaç yaitü 2, 4, 6, dan
seterusnya hıngyz tercapaijumiali responden 60 orang-
Pengumpulaıı, Data primer daiam pene!iîian ini
adalal@ data tentang faKtor-faktor yang berhubungan
dengan Tindakati Pencegalıaıı infekş! Menular Seksual
pada Wanita Pekerja Seks Komersiai yaitu tingkat peri
laKü yang termasuk di dalamnya tingkaî pengetahuan
dan sikap„ tingkat pendidikan dan lama bekerya sebagaİ
Wanila Pekerja Seks yang akan diukur oleh PeneliEi.
Data sekunder daiarn penelitian İni adalah data mengenai
data tentang wanita pekerja seks yang memeriksakan
kesehatannya di klinik reprodüksi di daeyah lokalisasi
Teleju yang diperoieh dari klinik kesehatan reprodüksi
meialuı Yayasan Utama
Pekarıoarü,
Teknik pengumpuian data pada penelitian
İni pdaial
Hasii dan Pembahasan

7
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 200e Maret 2010, Vol. 4, No.
Tingkat
Pengetahu
a
Rendah 29 48,3
Tinggi 31 41,4

Sikaş
Negarf 26
Positif 34 56,7

Tingkal
Pendidikan
Rendah 53 88,3
Tinggi 7

Lama
Bekerj3
Banı 30 50,0

dengan memberikan Angket kepada responden dengan caraTindakan pencegahan IMS adalah dengan mendatangi
responden atau secara Door to door sçşll@imenggunakan
kondom, melaiuı peneiiiian yang dilakukarh
dengan nomer urut yang didapat dari teknik pengambilmi oieh Dr Syaiful hazan Depkes-Ri di
Paiembang tahun 2003 , secara acak. Ânaiisa Data Analisa ürııvariai dan konsistensi pemakaıan kondom
sangaî memprihatinkan sampej
Analisa Bivarıa . baiıwa hanya 4% WPS lokalisası, 0% WPS jalanan. dan 2% WPS tempat hiburan yang seiaiÜ memakai
kondom
Perilaku hanya sekaii-sekali memakai kondom pada 48%
WPS lokaiisasi, 27% WPSjajanan, dan 90% WPS tempat
hiburan- Yang paiıng perlu untüK dinerhatıKarj adalah
49% WPS iokaiisasi, 73% WPS jaianan. dan 7% WPS
tempai hıburan iidakpernaiı memakai kondom sama
sekalİ, periiaku yang paİing berisiko untuk
penularan IMS-HIV,
— 1

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tindakan Pencegahan ItvfS

Frekuensi
Persentase

Menjawab Ya
kondom?
2 Apakah pernah menolak 5
. berhubungan seks pada pelanggan
yang tidak bersedia menggunakan
kondom?
3 Apakah anda menggunakan kondom
. bila berhubungan dengan pelanggan di
iuar lokaiisasä?
4 Apakah anda rutin memeriksakan kesehatan 16 2
. anda ke kiinik kesehatarP 6
,
7
5 Apakah anda menggunakan narkoba
. (suntik)?
6 Apakah pernah melakukan oral seks saat
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2009 4, No.
. meiayani pelanggan?
7 Apakah pernah melakukan anal seks 3
. saat melayani peianggan tanpa
menggunakan kondom?
8, Apakah pernah melakukan hubungan seks
dengan pelanggan yang anda tahu
sedang menderita panyakit kelamin
tanpa menggunakan kondom?

Kondom merupakan alat kontrasepsi yang sangat memprihatinkan 16,670 0 Åiantaranya mengaku tidak
efektif untuk mencegah IMS. Dari hasil penelitian yang pernah menggunakan kondorn. Diantara beberaoa
dilakukan oleh Syaifui Jazan dan tim yang merupakan muclkari juga ada yang melarang pekerjanya
SubdirektoratAIDS dan PMS Depkes-RI di Tanjung menggunakan kondorn snat melayani tamu ena takut
Pinang tahun 2003 didapat bahwa dari data yang
dlkumpulkan pada inenoounakan kondom, dan yang pelanggannya tidak suka dan mencari PSK
tujuh lokasi penelitian menunjukkan •bahwa dari 60% setiap buiannya tanpa pungutan biaya apapun. Namun
Wanita Pekerja Seks (WPS) yang menggunakan ternyata hai tersebut belum mendapatkan hasil yang
maksimal,
kondorn tidak menderita IMS apapun.:; Gambaran Tingkat Pengetahuan Dari hasil
Dari jawaoan responden pada pertanyaan pengumpulan data didapat bahwa hampir separuh PSK
mengenai pemakaian kondom, hanya sekltar 3 orang masih memiliki tingkat pengetahuan yang rendah
(5%) yang seiaill (48,3%). Terlihat bahwa masih rendahnya pengetahuan
ain yang bersedia tiaaK menggunakan kondom.
dan minimnya informasi Yang diperoleh PSK mengenai
Seharusnya tenaga kesenatan dan LSM dapat menj
IMS. Terlihat dari jawaban responden pada pertanyaan
ejaskan bahwa menggunakan kondom sangat penting
mengenai IMS pada soal nomor satu mengenai pengertian
agar tidak ferkena INKS,
IMS, hanya 7 orang responden (11,7%) yang menjawab
Hasil peneiitian ini menggambaran kurangnya
benar, Kemudian pada pertanyaan mengenai bagaljnana
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Terhadap Tindakan ciri-ciri
Pencegahan IMS seorang
wanita
yang
Frekuensi Menjawab
terkena
Persentase
IMS, hanya
Variabel
24 orang
I Menurut anda apakah yang dimaksud (40%) yang
9
. dengan Penyakit Menular Seksua! bisa
Menurut anda apa penyebab PMS? 50,0 menjawab
3 Salah satu Jenis PMS yang anda 32 53,3 dengan
benar.
. ketahui?
4 Salah satu PMS yang disebabkan oleh 32 53,3
. virus?
5 Apakah gejaia umum orang terkena 28
, PMS?
6 Bagaimana mengetahui seorang wanita 40,0
. terkena
7 Yang merupakan hubungan seks 8030
. yazug dapat mengnindari dari
tertuiar PMS adaiaiP
8 Cara mencegah agar tidak tertular PMS 33 55,0
.
9 Kapan sebaiknya memeriksakan diri 40 60,
. tenaga kesehatan?
10. Bagaimana cara mengobati bila terkena 29
PMS?

kesadaran para pekerja dalam upaya memproteksi diri Gambaran SiKap Dari hasil pengumpulan dafa
mereka untuk terhindar dari penularan penyakit. Padahal diketahui bahwa sekitar29 orang (43,3%) memiliki sikap
seiama ini pemerintah dan kalangan Lembaga Swadaya negatif Hal ini juga disebabkan o)eh masih kurangnya
Masyarakat (LSM) telah berupaya mengantisipasi pengetahuan dan sikap yang salah dalam meiakukav
meningkatnya angka kasus penderita IMS dengan catc tindakan pencegahan IMS, Terlihat juga dari jawaban
menyeålakan kondom dan pemer1Ksaan kesehatan rutitl responden pada angket Yang berisi pernyataan siKap
9
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 200e Maret 2010, Vol. 4, No.
yang seiuruhnya menganggap dengan suntik antibiotik yaitu 76,9%. Terdapat hubungac yang bermakna, berarti
daoat mencegah tertular IMS. Kemudian pernyataan Sikap turut mempengaruhi upaya pencegahan (MS,
mengenai oral seks yang tidak menularkan IMS, Pada umumnya reponden mengetahui sikap yang
penggunaan alat suntik yang tidak menularkan penyakit benar memiliki tindakan pencegahan IMS yang baikc
apanurj serta mencuci vagina sebelum dan sesudah Semngga sikap merupakan salah satu faktor yang
berhubungan dapat mencegah IMS. Masing-masing mempengaruhi terbentuknya suatu periiaku yang positifl
hanya I orang ( yang menjawab dengan tegas dan benar. Menurut teori yang 01 kemukakan Oleh Notoaxmodjo
Gambaran Tlngkat Pendidikan Berdasarkan hasii (2002) Sikap merupakan domain terbentuknya perilaku
pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunaka:l Dari anaiisis bivariat dalam penelltiali ini sesuåj
angket diketahui bahwa lebih dari separuh responåe n åengan teori tersebut. Teriihat adanya hubungan antara
(88,3%) menuiiki tingkat pendidikan yang rendah yaicu sikap dengan tindakan pencegahan [MS, semakin posiCf
maksimai hanya menamatkan SMI), Bahkan beberapa sikap PSK maka semakin baik puia tindakan pencegahan
orang diantaranya ada yany lidak pernall sekola/j iWiS yang dilakukannya. Sebaliknya dengan sikap
maupur: berhasil menamatKan sekolah dasar. ini dapat negaff maka semakin tidak baik pula tindakan
mencerminkail bagaimana cara responden mendapatkan pencegahan Yang driakmkannvæ
informasi mengenm IMS. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Tindaken
Gambaran Lamanya Bekerja Setelah melakukan Pencegahan 'MS Setelah menganalisa data didapati
pengumpulan data dapat diketahui bahwa separuh bahva tidak aåanya hubungan antara tingkat pendidikan
responden baru bekerja sebagai PSK dengan median 8,5 dengan tindakan pencegahan IMS.Artinya tingkat
bulan, Waktu paling baru iaiah I bulan dan yang terjama pendiåikan memberikan pengaruh terhadap tinåakan
mencapai 90 buian atau 8 tahun, Haf ini dapat juga pencegahan IMS Sama seperti yang ciltunjukkan dari
mempengarulli PSK dalam menjaga dirinya agar SSP tahutl 2003 yang diiakukan di Nusa Tenggara Timur
terhindar dari [MS. Oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dugaan semuia WPS
Hasil Bivartat Hubungan Tingkat Pengetahuan bengao tidak iangsung (dijuav lokailsasi) yang reiatif lebih
Tindakan Pencegahan [MS Hasil peneilüan berpendidikan, peianggannya Gari kelompok yang
menuniukkaq bahwa terdapat hubungan yang bennakna iebih peduii pada perilaku seks yang amars justrti jaull
antara tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan lebih rendah persemase penggunaan kondomnya.
IMS. Persentase WPS langsung (beker_ia di lokahsasi) yang
Seperii halnya penelitian pada )okasi yang sama iahu mencegah HO/ Dakai kondom tapi tidak
paåa tahun 2008 Yang dilakukan Oleh Roselly Evianty memaKainya Dada hubungan seks terakhir hanya
Silalahj persens Yang berar!i 77,3 persen menggunakan kondom
pada seks terakhir dan persewl responåen tidak ingat.
-- Maret 2010, VOL I Sementara (tu WPS tidak langsurg hanya 52,8 persen
saja yang menggunakan kondom pada seks terakhir,23
Asumsinya adalah semakin tinggi pendidikan,
yang memasukkan tingkat pengetahuan sebagai salah semakin mengerti seseorang bahwa ia melakukan
satu faktor predisposisy yang mempengaruhi terhadap pekerjaan yang berisiko, Hasil SSP di Kota Kupang
pemakaian kondom yang merupakan tindakan menunjukkan
pencegahan IMS yang dilakukan Oieh WES yang I
bekerja di tempat tersebut.)"
Rogers dalam Notoatmodjo (1993) menyatakan
bahwa pengetahuan merupakan dommn yang sangat
penting dari perilaku. Terjadi beberapa proses berurutan
sehlngga dapat terciptanya suatu perilaku baru sesuai
dengan pengetahuan± kesadaran, dan sikapnya terhadap
stimulus.22
Dari teori tersebut jika dihubungkan dengan hasil
penelitian Yang dilakukan terlihat bahwa pengetahuan
memiliki hubungan yang bermakna bagi tindakan
pencegahan IMS. Dari analisis bivariat terlihat
bahwajika semakin tinggi tingkat pengetahuannya maka
semakin baik puia tindakan pencegahan yang
dilakukannya. Namun dari analisis univanat masih
banyak ditemukannya PSK dengan tingkat pengetahuan
yang masih rendah mengenai IMS.
Hubungan Sikap Dengan Tindakan Penccgahan
IMS Setelah melakukan pengumpuian data,
menunjukkan adanya hubungan sikap aengan tindakan
pencegahan IMSa Responden Yang memiliki sikap
negatifmemiliki tindakan pencegahan tidak baik pula
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2009 4, No.
bahwa
asumsi
Variabel Terbesar
tersebut 3 n =
tidak 60
seluruhnya 1. Hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan tidak 5
benar. menyebabkan IMS
menularkan penyakit apaptlïì
2. Hubungan
Tabel 4. Distribusi Frekuensiseksual tanpaSikap
Berdasarkan menggunakan kondomPencegahan
Terhadap Tindakan tidak akanIMS 6 10,0
3. Hubungan seksual lewat anus akan menyebabkan perlukaan 4 6,7
dan memudahkan tertular IMS
4. Berhubungan seksual dengan cara Oral SeksFrekuensi tidak Skor 1
menularkan IMS karena hanya lewat mulut Persentase
5. Hubungan seksual dengan penderita HIV-AIDS tanpa 5
kondom tidak akan menularkan HIV pada pasangannya
6. Menggunakan alat suntik secara bergantian tidak akan 1
menularkan penyakit apapun
7. Berhubungan seksual saat menstruasi tidak boleh dilakukan 9 15,0
karena lebih memudahkan masuknya kuman
8. Mencuci vagina dengan sabun sebelum dan sesudah 1 1,7
berhubungan dapat mencegah IMS
9. Pemeriksaan ke tenaga kesehatan tidak terlalu pentingjika 10 6,0
kita
merasa sehai
10. Minum antibiotik sebelum berhubungan dapat mencegah
terjangkit IMS

Tidak tergambar pola yang mendukung asumsi tersebut.


WPS langsung yang tamat SD dan merasa berisiko
sebesar 6295 persen, justru lebih tinggi persentasenya
dibanding yang tamat SLTP sebesar 52,3 persen.23

11
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 200e Maret 2010, Vol. 4, No.
— Maret 2010, Vol. I dengan
tindakan
pencegahan
Tabel 5. Analisis Bivariat Variabel Independen dengan Tindakan Pencegahan IMS. WPS
Infeksi Menular Seksual Pada Wanita Pekerja Seks Komersial di yang baru
Wilayall Kerja Puskesmas Rejosari Pekanbaru Tahun 2009 bekerja
memiliki
tindakan
Tindakan pencegahan IMS Totai
pencegahan
Variabel Tidak Baik yang tidak
Ba:K P vaiue baik yaitu
mencapai
Tingkat Pengetahuan
Rendah 29 48,
3
Tinggi 31 41,
4
Sikap
Negatif 26 43, 0,004
3
Positif 34 56,
7
Tingkat
Pendidikan
Rendah 53 88, 05702
7 3
11
Lama Bekerja ,7
Baryt 50, 0,023
0
Lama 30 50,
0

Sama seperti hasjl yang ditunjukkan dari SSP tahun Seperti halnya penelitian yang dilakukan oieh
2003 yang dilakukan di Nusa Tenggara Timur oleh Syaiful Jazan, dkk dari Subdirektorat AIDS dan PMS
Badan Pusat Statistik (BPS), dugaan semula WPS tidak Depkes-RY tahun 2003 di Tanjung Pinang yang
langsung (diluar lokalisasi) yang relatif Iebih menyimpulkan sebuah teori bahwa semakin lama
berpendidikah, dan pelanggannya dari kelompok yang seseorang bekerja sebagai WPS maka semakin besar juga
lebih peduli pada perilaku seks yang aman, justru jauh kernungkinan ia berhubungan dengan orang yang
lebih rendah persentase penggunaan kondomnya. mengidap IMS serta besar pula kemungkinan ia telah
Persentase WPS langsung (bekerja di lokaiisasi) yang menularkan penyakit tersebut.25
tahu mencegah HIV pakai kondom tapi tidak
memakainya pada hubungan seks terakhir hanya 21 Kesimpulan dan Saran
persen, yang berarti 77,3 persen menggunakan kondom Lebih dari separuh PSK tidak melakukan tindakan
pada seks terakhir dan 1 persen responden tidak ingat. pencegahan IMS dengan baik. Hampir separuh dari PSK
Sementara itu WPS tidak langsung hanya 52,8 persen inasih memiiiki tingkat pengetahuan mengenai tindakan
saja yang menggunakan Rondom padi seks terakilir.z pencegahan IMS yang masih rendah. Hampir separuh
Dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan dari PSK masih memiliki sikap negatif terhadap tindakan
sepenuhnya memiliki pengaruh terhadap tindakan pencegahan IMS. Sebagian besar PSK memiliki tingkat
seseorang. Terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang masih rendah. Separuh responden masih
pendidikan seseorang maka semakin baik puia baru bekerja sebagai PSK. Adanya hubungan yang
tindakannya. Dalam hal ini terlihat bahwa tingkat bermakna antara tingkat pengetahuan dengan tindakan
pendidikan tidak memiliki kontribusi positifterhadap pencegahan IMS,
tmdakan pencegahan IMS yang dilakukan para PSK di frika dihubungkan dengac penelitian ini terlinat
Lokalisasi Teleju. Namun tingkat pendidikan dapat bahwa PSK yang telan lama beker)a sebagai PSK yaitu
berpengaruh untuk mendapatkan pekeqaan yang iebih diatas 8,5 bulan memiliki tndakan pencegahan yang baik
baik selain menjadi PSK, dari pada yang masih baru. Hal ini disebabkan karena
Hubungan Lama Bekerja Dengan mereka lebih bisa mengenaii risiko yang akan mereka
Fencegahan IMS Melalui pengumpulan data yang dapat dari melayani tamu yang berbeda-beda yang tentu
dilakukan di Lokalisasi Teleju tahun 2009 diketahui saja dapat menimbulkan suatu penyakit. Seiain Itu
adanya hubungan yang bermakna antara lama bekerja mereka dapat memperoleh informasi-informasi mengenai
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2009 4, No.
IMS dari rekan seprofesi maupurj dari tenaga kesehatan 5, Depkes RI. Info Dasar Penyakit Menular Seksual, HIV dar
dan LSIM yang sering berkunjung dan membuka AIDS, 2002. Dati' yww.depkesrgorid, | 24 Januari 20091.
pemeriksaan dan pengobatan gratis rutin setiap bulannya. 6. Muhardirt Moegnis Endy. Penyakit Mentrta_r
Adanya hubungan yang bermakna aniara sikap Seksual: Dampaknya ternadap Kesehaian Alat
dengan tindakan pencegahan IMS, Tidak adanya Reproduksi Wanita G art Kehamiian, 2001. Dari:
hubungar, yang bermakna antara tingkat pendidikan www.pdpersi.co.id.!3i Januari 20091.
dengan tindakan pencegahan IMS, Adanya hubungan 7. Mendatu, Aciamanto. Ragarn Penyakii Seksual, 2005a
yang bermakna antara lamanya bekerja dengan tindakan Dari: wvvw.psikologl-oniine.cont. [ 27 Januari 20091.
pencegahan IMS Jazan, Syaifu! dkk. Prevalensi Infeksi Sanjrarj
Memberikan pengetahuan kepada PSK mengerrai Reproduksi Pada Wanita Penjaja Seks (WPS) di
IMS dan cara pencegahannya dengan cara penyult!hara Jayapurz, Banyuwangij Semarang, Medarg, Palembang,
kepada para PSK mengenai IMS. Meningkatkan Ianjung Pinang dan Bitung. Indonesia 2003, Sub
penggunaan kondom dengan memngkatkail persediaan Direktorat AIDS dan PMS-Depkes RI; 2003
kondom gratis untuk setiap rumah, Menggerakkan para Wulandari, Sri Pinggit Kajtan Penyakit Menuiar
PSK dan mucikari untuk beruoaya menurunkan argk Seksual Pada Pekerj? Seks Komersia! Dengan Metode
prevalensi IMS di lokalisasi Teleju dengan Regresi Poisson, 2008. bari: www.deii\-php.htm 11
meningkatkan .Febuari 20091
pemakaian kondom dan pemeriksaan kesehatan secara KPA, Laporan KPA Nasionat Pertode Januari —
rutirs. Maret 2007. KPA; 2007
BKKE7 HIV.AIOS di Riau, 2009. Dari: wwwhttp:/j proy.
bkkbn.eo.id. (22 Febuari 20091x
Daftar Pustaka 12, Siiaiahiy Roseilv E. Pengaruig Faktor Predisposisi,
Fayza, Ana. Penvakit Menuiar Dati: Pendukung ban Penguat 'Iérhadap Tindakan
yo 0
www.bloc er.com [24 Januarl 200 1. Pekerja Seks Komersil (PSK) Daiatn Menggunakan
2. Yayasan Utama Riau. Buku ?egangan Peer Teniang Kondom
Kesehatan Reproduksi Remaja, IMS oan Untuk Pencegahan HIV/AIDS Di Lokalisasi Teiej±
dan Fenyaiahgunaan Narkoba di katangan Kejrjîjx Kota Veican www.iibrarv
Pekanoaru: Yayasan Utama-Riau dan PT.Chevroo usu.ac.id,
PacifiC ìnaonesia; 2002 13. Klinil: JMS GF-ATM E.okdsi Prostitas;
3. Fahmi Daili, Sjaiful. Ilmu Penyakit Kulit dan Keiarnilì m hasil eetnerikszan
Edisi ke lima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas 2008. Vayasan 1-ltama
Indonesia; 2007 Djuancia, Adiii. kimtf Penyakit
4. Fauzi, Abrnad dkk. Penyakit Menular Seksual, 20CSe
Darti www.kesrepropms.com. ( 24 Januari 2009),
FKUI; 2007

Bar

13
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2009 Maret 2010, Vol. 4,

IS. Siregar, RS. Atlas Berwarna Sarłpati Penyakit


KulitEdisi 2. Jakarta: EGC; 2005.
Fahmi Daili, Sjaiful,dkk. Infeksi MenuJar Seksual-Ed 2.
Jakarta: FKU!; 20Cft.
17. BKKBN. Pendalaman Materi Membantu Remajâ
Memahami Dirinya 2002.
18. Mendatu, Achmanto, Ragam Penyakit Seksua!, 2005.
Dari: www.psikologi onnne.com. 24 Januari 20091,
19. Karang Taruna & The World Bank. Bahaya dan
Akibat Penyakit Menular Seksual-Materi
Penyuluhan bagi kader/fasilitator karang iaruna.
Jawa Timur: Bagian Proyek Pemberdayaan Karang
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2009 Maret 2010, Vol. 4,

Taruna Dalam Bidang Kesehatan Reproduksi


Remaja (KRR); 200 i
20. BKKBN. Partisipasi Pria Dalam KB dan Kesehatan
Reproduksi. Jakarta: BKKBNș 2006
Tana, Susilawati Înfeksi Menuia\' Seksuară Terkendalikah?.
Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
Universitas Gajah Mada; 2004
22. Notoatmodjo S, Pengantar Ilmu Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2002.
23. BPS & ASÂ/FHI. Laporan Hasil SS? 2003-Nusa
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2009 Maret 2010, Vol. 4,

Tenggara Timor, Jakarta: BPS; 2003


24.
BPS &ASA/FHI. Laporan Hasil SS? Jakarta:
BPS; 2002.
25. Jazan, Syaifuî dkk. Prevalensi Infeksi Saluran
Reproduksi Pada Wanita Penjaja Seks di Tanjuržg
Pinang, Indonesia, 2003. Sub Direktorat AIDS dan
PMSDepkes RI; 2003
26, Chandra, Budiman. Metodologi Penelitian Kesehatan.
Jakarta: EGC; 2008.
27, Notoatmodjcs Soekidjo. Metodologi Penelitian
Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta; 2005.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2009 Maret 2010, Vol. 4,

28. Depkes RI. Modul Ânalisis Data Menggunakan SPSS,


Jakarta: Pusat Data dan Informasi Depkes RI; 2004.
29. Riduwan. Dasar-Dasar Statitiska- Edisi Revisi. Bandung:
Alfabeta; 2003
30. kresno, Sudarti. Penilaian Cepat Perilaku Mencari
Pengobatan Pada Penderita Penyakit Menuiar
Seksuaî (PMS) di Jakarta. Depkes RI & FKM-UI;
200!.
31. Jazan, Syaiful dkk. Prevalensi Infeksi Saluran
Reproduksi Pada Wanita Penjaja Seks di
Palembang, Indonesia, 2003. Sub Direktorat AIDS
dan PMS-Depkes
Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2009 Maret 2010, Vol. 4,

RI; 2003
No,

You might also like