You are on page 1of 3

Presence of foreign banks, and increases therein, can be beneficial for the host market in several ways.

First, foreign bank presence tends to lower the cost of financial intermediation and increases its
quality.

Second, it increases access to financial services for (certain types of) firms and households. Third, it
enhances the financial and economic performance of borrowers. These benefits result from an increase
in competition, product, technology and know-how spillovers, and an acceleration of domestic
reform.

Furthermore, international banks that are diversified can more easily absorb shocks occurring in the
host markets and therefore can be a more stable source of capital. The magnitude of these benefits,
however, depends on the characteristics of the local market and of the foreign banks themselves: in
some cases benefits are large, while in others they are only marginal (see review papers by Clarke,
Cull, Martinez Peria and Sanchez, 2003, Claessens, 2006 and Chopra, 2007).

At the same time, foreign bank presence can also involve costs and risks for the host country. If
foreign banks tend to select only the best customers, domestic banks can be left with a worsening
credit pool which can hurt their profitability and willingness to lend. In some cases, the net impact of
foreign bank presence on credit provision can therefore be negative, as their credit provision is more
than offset by reduced credit from domestic banks (Detragiache, Gupta and Tressel, 2008). In
addition, foreign banks can be a channel through which shocks in one country, e.g., the home market,
are transmitted and affect the supply of credit in another country (Peek and Rosengren 1997, 2000).
Therefore, foreign banks can introduce financial instability.

Reporter: Issa Almawadi | Editor: Ruisa Khoiriyah

JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengangkat lagi wacana pendefinisian ulang istilah bank
asing di Indonesia. Isu ini sempat berhembus beberapa waktu lalu oleh Bank Indonesia (BI) yang
ketika itu membawahi pengawasan perbankan. Yakni, tentang harmonisasi pengaturan perbankan
antara negara-negara ASEAN menjelang integrasi perbankan ASEAN 2019.
 
Menurut Mulya E. Siregar, Deputi Pengaturan Perbankan OJK, saat ini status bank asing di industri
perbankan nasional hanya melekat bagi kantor cabang bank asing (KCBA) yang berada di Indonesia.
Nah, OJK tengah mengkaji lagi rencana agar di masa depan status bank asing bukan cuma
disematkan pada bank yang masuk kategori Kantor Cabang Bank Asing semata.
 
"Nanti, bank yang 50% lebih modalnya dimiliki oleh asing, bisa dikatakan dia itu bank asing," terang
Mulya, Senin (16/2).
 
Bukan cuma itu, menurut Mulya pemegang saham asing yang memegang saham di sebuah bank di
Indonesia dengan persentase kepemilikan kurang dari 50% namun dinilai bisa mengendalikan bank
tersebut, maka status bank asing juga bisa dilekatkan.
 
Mulya menambahkan, pendefinisian ulang istilah bank asing sejalan dengan peran mereka di
Indonesia. Saat bank asing memiliki kantor di Indonesia, Mulya menjelaskan, jangan sampai bisnis
mereka hanya untuk kebutuhan konsumer saja.
 
"Saat ini, otoritas tengah mendorong bank asing untuk bisa lebih banyak berperan ke sektor
perdagangan dan  investment activities atau pun kredit yang dibutuhkan oleh Indonesia," jelasMulya.
 
Hingga akhir 2014, OJK mencatat ada 118 bank umum di Indonesia. Terdiri atas 106 bank
konvensional dan 12 bank syariah. Dari jumlah itu, ada 4 bank persero, 34 bank umum swasta
nasional (BUSN) devisa, 30 BUSN non devisa, 10 bank asing, 14 bank campuran, dan 26 Bank
Pembangunan Daerah (BPD).
 
Pada tahun 2012 silam, Muliaman Hadad yang ketika itu menjabat sebagai Deputi Gubernur BI
bidang perbankan, pernah mengatakan, akan ada rencana pendefinisian ulang bank asing. Inti
harmonisasi aturan itu adalah BI akan membuat pemetaan. "Mana yang perlu disesuaikan, mana
yang tidak. Keterbukaan harus menguntungkan kedua belah pihak," terang Muliaman, ketika itu.
 
Namun, Muliaman belum menjelaskan seperti apa pendefinisian ulang itu. "Nanti kita lihat satu per
satu," ujar Muliaman. 
 
Seperti kita ketahui, definisi bank asing di Indonesia belum jelas. Apakah hanya untuk kantor cabang
bank asing atau termasuk bank swasta nasional yang sebagian sahamnya dikendalikan oleh investor
asing

https://keuangan.kontan.co.id/news/ojk-akan-memperluas-definisi-bank-asing

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait isu Perbankan Indonesia dikuasai asing. Menurut
OJK, Perbankan Indonesia masih dikuasai oleh lokal.

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto memaparkan, total
bank yang ada di Indonesia saat ini sebanyak 110 bank. Menurutnya, dari total tersebut kategori bank
asing tak sampai 50 persen.

"Definisi bank asing adalah kantor cabang bank asing yang ada di Indonesia dan bank yang dimiliki
mayoritas asing, saat ini ada 40 bank," ujar Anung dalam diskusi Peran Pemilik dalam Mendukung
Kinerja Bank secara virtual, Kamis (9/7/2020).

Sedangkan, lanjut Anung, perbankan di Indonesia dikuasai domestik dengan jumlah 70 perbankan,
yang terdiri dari 4 bank pemerintah, 27 Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan 39 bank swasta.

Selain itu, Anung mengungkapkan, bank domestik juga masih menguasai 73 persen aset. Penguasaan
pasar itu terdiri dari bank pemerintah 43,19 persen, BPD 8,35 persen, dan bank swasta nasional 21,49
persen. Sementara dari sisi bank asing, pangsa pasar asetnya hanya 27 persen. Terdiri dari kantor
cabang bank asing 4,19 persen dan bank yang dikuasai asing 22,77 persen.

Dilihat dari pangsa pasar kredit, bank pemerintah juga masih menguasai dengan yang mencapai 43
persen, sisanya bank swasta nasional 24 persen, dan BPD 9 persen. Sementara untuk kantor cabang
bank asing 3 persen dan bank yang dimiliki asing 21 persen.

You might also like