You are on page 1of 13

352 – Jurnal Pendidikan Vokasi

IMPLEMENTASI PROBLEM-BASED LEARNING UNTUK


MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF, PSIKOMOTOR,
DAN AFEKTIF SISWA DI SMK
Muhammad Nurtanto
PTK PPs UNY Universitas Negeri Yogyakarta
mnurtanto@gmail.com
Herminarto Sofyan
PTK PPs UNY Universitas Negeri Yogyakarta
hermin@uny.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan pembelajaran dan hasil belajar siswa pada
kompetensi dasar sistem pengapian konvensional dalam mengimplementasikan metode problem-
based learning. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua
siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi. Data dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: (1)
keaktifan siswa meningkat sebesar 11,20%; (2) keaktifan siswa kategori sangat tinggi sebanyak 36
siswa dan kategori tinggi sebanyak 3 siswa; (3) hasil belajar siswa aspek kognitif, psikomotor, dan
afektif mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,32%, 5,03%, dan 2,05%; dan (4) hasil
belajar siswa aspek kognitif, psikomotor dan afektif yang mencapai kompetensi minimal masing-
masing sebanyak 36 siswa (92,31%), 36 siswa (92,31%), dan 38 siswa (97,40%) dari 39 jumlah
siswa melalui penerapan problem-based learning.
Kata kunci: problem-based learning, aspek kognitif, aspek psikomotor, aspek afektif, hasil belajar

THE IMPLEMENTATION OF PROBLEM-BASED LEARNING


TO IMPROVE LEARNING OUTCOMES OF COGNITIVE,
PSYCHOMOTOR, AND AFFECTIVE OF STUDENTS IN
VOCATIONAL SCHOOL
Abstract
This study aims to improve the learning activities and learning outcomes in learning conventional
ignition system by implementing problem-based learning method. This study used a classroom
action research which was conducted in two cycles, each cycle consisted of four phases: planning,
implementation, observation, and reflection. The data were analyzed descriptively. The study results
show that: (1) the learning activities increase as much as 11,20%, (2) the category of learning
activities is very high for 36 students and high for 3 students, (3) the cognitive, psychomotor, and
affective aspects in learning outcomes of students increasing which each part is 5,32%, 5,03%,
and 2,05%, (4) the cognitive, psychomotor, and affective aspects in the learning outcomes reach
minimum value criteria which each part is 36 students (92,31%), 36 students (92,31%), and 38
students (97,40%) from 39 students with the implementation of problem-based learning.
Keywords: problem-based learning, cognitive aspects, psychomotor aspects, affective aspects,
result of learning.

PENDAHULUAN bakat, keterampilan, dan kemampuan untuk


Tujuan utama pendidikan kejuruan adalah persiapan pekerjaan. Tujuan penyelenggaraan
sarana pemenuhan diri atau akulturasi diri SMK tercantum dalam PP tahun 2005 nomor
dimana siswa mampu mencari dan menemukan 19 tentang standar pendidikan nasional yaitu

Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5, Nomor 3, November 2015


Jurnal Pendidikan Vokasi – 353

menyiapkan siswa untuk memasuki lapangan Rerata keseluruhan sebesar 79,6 dengan
kerja mengembangkan sikap profesional. kompetensi minimal 70,0. Keseluruhan siswa
Sehingga, tujuan SMK menyiapkan siswa nilai di atas kompetensi yang ditentukan,
sebagai calon tenaga kerja dan mengembangkan namun setelah dilakukan wawancara terhadap
eksistensi. guru yang bersangkutan menunjukkan temuan
Menurut Wardiman Djojonegoro (1998, bahwa nilai siswa kurang dari 75,0 sebenarnya
p.1), eksistensi dibagi menjadi 3 yaitu belum mencapai kompetensi. Keseluruhan
bagi siswa, dunia kerja, dan masyarakat. sebanyak 36 siswa (23%). Hal ini menunjukkan
Eksistensi bagi siswa meliputi: peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
kualitas diri, peningkatan penghasilan, masih rendah, dibuktikan dengan batas
penyiapan pendidikan, penyiapan diri dan kompetensi minimal 70,0 dan masih sedikit
penyesuaian diri. Eksistensi bagi dunia kerja siswa yang memperoleh nilai di atas 90,0.
yaitu: memperoleh tenaga kerja berkualitas, Hasil wawancara dengan guru pengampu,
meringankan biaya usaha, dan membantu ditemukan bahwa pelaksanaan praktik belum
memajukan dan mengembangkan usaha. memiliki standar acuan penilaian, sehingga
Eksistensi bagi masyarakat berupa: peningkatan penilaian siswa belum mengukur kemampuan
kesejahteraan, meningkatkan produktifitas dan siswa secara terstruktur dan mendalam.
penghasilan, serta mengurangi pengangguran. Pelaksanaan pembelajaran menggunakan
Menurut Wardiman Djojonegoro (1998, metode demonstrasi tanya jawab, dampaknya
p.2), tujuan dan manfaat pendidikan kejuruan siswa kurang terkontrol secara keseluruhan.
dijelaskan dalam 9 karakteristik yaitu: (1) Dapat disimpulkan bahwa metode yang
mempersiapkan memasuki lapangan kerja, (2) digunakan kurang berperan aktif dalam
deman-dreven, (3) isi pendidikan ditekankan memperdayakan guru dan siswa. Pada hal,
pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, guru merupakan perencana pelaksanaan
sikap, dan nilai, (4) penilaian pada hand-on, pembelajaran yang menentukan keberhasilan
(5) hubungan dunia kerja, (6) responsif dan siswa. Fasilitias pembelajaran sangatlah
atisipatif terhadap kemajuan teknologi, (7) mendukung pelaksanaan praktik, hanya saja
menekankan learning by doing dan hand- kurang termanfaatkan dengan baik.
on eksperimence, (8) memerlukan fasilitas Paparan di atas menunjukkan hasil belajar
mutakhir untuk praktik, dan (9) memerlukan siswa masih banyak yang belum mencapai
biaya investigasi dan oprasional. kompetensi minimal dan pelaksanaan
Berdasarkan hasil survai yang dilakukan pembelajaran belum berpusat pada siswa aktif.
di SMK Ma’arif Salam pada bulan Agustus Sehingga, pembelajaran sistem pengapian
2015, pengamatan yang dilakukan berupa konvensional perlu adanya perubahan dengan
administrasi pendukung dan pelaksanaan menyeimbangkan aspek kognitif, aspek
proses pembelajaran ditinjau dari aspek siswa, psikomotor, dan aspek afektif siswa. Aspek
guru, dan fasilitas belajar. Temuan administrasi kognitif yang diterapkan meliputi: mengingat,
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas memahami, mengaplikasikan, menganalisis,
XI TKR tahun ajaran 2013/2014 masih rendah, mengevaluasi, dan mencipta. Aspek psikomotor
yang ditunjukkan sebagai berikut. yang diterapkan meliputi persiapan kerja,
proses kerja, hasil kerja, sikap kerja, dan waktu
Tabel 1. Hasil Belajar Pengapian kerja. Aspek sikap terdiri dari sikap spiritual
Konvensional yang berhubungan dengan tuhan serta sikap
sosial yang berhubungan terhadap sesama,
Kelas Hasil Rata-Rata < KKM adapun sikap tersebut meliputi: menghargai
XIOA 81,6 9 dan menghayati agama, jujur, toleransi, sopan/
XIOB 79,6 9 santun, percaya diri, disiplin, tanggung jawab,
XIOC 78,2 9 kerja sama/gotong royong.
XIOD 79,1 9 Berdasarkan keaktifan siswa dalam
pelaksanaan pembelajaran dan meningkatkan

Implementasi Problem-Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar


354 – Jurnal Pendidikan Vokasi

hasil belajar aspek kognitif, psikomotor, dan aspek psychomotor. Bloom’s Taxonomy is a
afektif, maka diperlukan strategi yang tepat. classification of learning objectives within
Strategi yang digunakan yaitu pembelajaran education that educators set for students,
berbasis problem-based learning. Menurut ungkapan Omar, et. al. (2011, p.25).
Rusman (2011, p.6), karakteristik dari PBL Ranah kognitif Bloom dibagi menjadi
adalah pembelajaran kontekstual dengan 6 tingkatan yaitu pengetahuan (knowledge),
menekankan permasalahan sebagai starting pemahaman (comprehension), penerapan
point, permasalahan yang ada di dunia nyata (application), analisis (analysis), sintesis
tidak terstruktur, siswa mencari informasi (synthesis), dan evaluasi (evaluaton). Tahapan
dari berbagai sumber untuk mencari solusi tingkat kognitif digambarkan sebagai berikut.
permasalahan. Sehingga, dipercaya mampu
meningkatkan keaktifan dan mengembangkan
analitik siswa. Sejalan dengan Vardi &
Ciccarelli (2008, p.6), menyatakan: “PBL,
effective strategies can be successfully
employed to overcome commonly reported
problems related to work load, and inadequate
student preparation and participation in class
activite”.

Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan-
kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah
mengikuti pembelajaran, Nana Sudjana (2013, Gambar 1. Taksonomi Kognitif Bloom
p.22). UNESCO mengemukakan bahwa hasil Sumber: Atherton (2013)
belajar yang akan dicapai terdiri atas empat
Revisi ranah kognitif Bloom bertujuan
pilar, diantaranya: (1) learning to know (belajar
menyesuaikan pendidikan terkini, dimana kata
mengetahui); (2) learning to do (belajar
benda berubah menjadi kata kerja. Huitt (2011,
melakukan sesuatu); (3) learning to be (belajar
p.26), mengungkapkan “Keempat tingkatan
menjadi sesuatu); dan (4) learning to live
sama seperti Bloom hirarki aslinya”. Perbaikan
together (belajar hidup bersama). Hasil belajar
ranah kognitif menurut Anderson & Krothwahl
ditandai dengan perubahan tingkah laku secara
(2011, p.29) yaitu: mengingat (remembering),
keseluruhan yang meliputi aspek kognitif,
memahami (understanding), menerapkan
psikomotor, dan afektif. Proses perubahan
(applying), menganalisis (analysing), menilai
dapat terjadi dari yang paling sederhana sampai
(evaluating), dan mencipta (creating).
yang paling kompleks.
Perubahan tingkat kognitif digambarkan
Penilaian hasil belajar dilakukan untuk sebagai berikut.
memperoleh jati diri seseorang (kompeten
atau tidak kompeten) dalam penguasaan
kemampuan. Sesuai ungkapan Brown, Kipral
& Rauner (2007, p.22), “That a person’s skills,
abilities, knowledge and experiences should
match the specific requirements of a particular
job was regarded as the main factor when
making occupational decisions”.

Ranah Hasil Belajar


Menurut Bloom (1956, p.24) membagi
“learning domain” sebagai tujuan dirumuskan
kedalam tiga klasifikasi atau aspek yaitu: (1) Gambar 2. Perbaikan Kompetensi Kognitif
aspek cognitive; (2) aspek affective; dan (3) Sumber: Atherton (2013)

Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5, Nomor 3, November 2015


Jurnal Pendidikan Vokasi – 355

Ranah psikomotor merupakan taksonomi bangsa sejauh ini. UU tahun 2003 Nomor 20
belajar Bloom yang terfokus pada keteram- tentang Sistem Pendidikan Nasional yang inti
pilan yang berkaitan dengan tugas motorik. dari pernyataan tersebut, yaitu: “Mewujudkan
Pada dasarnya ranah psikomotor merupakan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,
standar pembelajaran sesuai kebutuhan indus- beretika, berbudaya, dan beradap berdasarkan
tri. Ranah psikomotor akan dijelaskan dalam falsafah pancasila”. Atas dasar amanat tersebut
4 pandangan taksonomi. Taksonomi Simpon’s pendidikan afektif bukan hanya sekedar
dengan perkembangan penguasaan berdasar- mengajarkan mana yang benar dan mana
kan penemuan pengamatan meliputi: per- yang salah. Sesuai dengan yang diungkapkan
sepsi (perception), keteraturan (set), respons Abdulloh Hamid & Putu Sudira (2013, p.39),
terbimbing (guided response), mekanisme menyatakan bahwa “Pendidikan karakter
(mechanism), respons cepat (complex overt menanamkan kebiasaan (habitutation) tentang
response), adaptasi (adaptation), dan inisiasi hal mana yang baik, sehingga peserta didik
(origination). Taksonomi Dave’s terfokus pada menjadi paham (kognitif) tentang mana yang
kemampuan fisik, meliputi: imitasi (imitation), benar dan yang salah, mampu merasakan
manipulasi (manipulation), presisi (preci- (afektif) nilai yang baik dan bisa melakukannya
sion), artikulasi (articulation), dan naturalisasi (psikomotor)”.
(naturalization). Taksonomi Harrow’s dengan Menurut Wina Sanjaya (2010, p.40)
perkembangan penguasaan terlatih pada anak, menyatakan bahwa “Sikap merupakan refleksi
meliputi: gerakan refleks (reflex movements), dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya
gerakan fundamental dasar (basic fundamental pendidikan sikap pada dasarnya pendidikan
movements), kemampuan mengamati (percep- nilai”. Tahapan ranah sikap dijelaskan dalam
tual), kemampuan fisik (physical activities), Thomas (2004, p.40), Madya, Aka & J. J
gerakan keterampilan (skilled movements), (2009, p.40), dan Miftakhul Huda (2014,
dan kemampuan komunikasi non-diskursif P.40), sebagai berikut: menerima (recaiving),
(non-discursive communication). Taksonomi merespons (responding), menghargai
dengan kategori herarkis sensorik, fisik, tugas (valuating), mengatur (organizing), dan
psikomotor dan keterampilan, di tempat kerja berkarakter (characterization). Tahapan aspek
atau industri, taksonomi ini digunakan untuk afektif digambarkan sebagai berikut.
syarat membangun kemampuan, tetapi tidak
sesuai dengan pengelompokan hasil belajar.
Leighbody dan Kidds (1968, p.38)
menjelaskan bahwa keterampilan yang dilatih
melalui praktik secara berulang-ulang akan
menjadi kebiasaan yang otomatis. Dalam proses
pembelajaran keterampilan, keselamatan kerja
tidak boleh diabaikan. Keselamatan meliputi:
peserta, bahan, dan alat. Keselamatan kerja dan
proses pembelajaran psikomotor tidak dapat
dipisahkan, keduanya merupakan bagian dari
penilaian hasil keterampilan. Hasil penilaian
mencakup: (1) penggunaan alat dan sikap kerja;
(2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan Gambar 3. Affective Domain Sumber:
serta menyusun urutan-urutan pekerjaan; (3) Atherton (2013)
kecepatan mengerjakan tugas; (4) kemampuan
Metode Problem-Based Learning
membaca gambar dan simbol; dan (5)
keserasian bentuk dengan yang diharapkan. Warsono & Hariyanto (2013, p.45),
mengungkapkan “Model merupakan langkah-
Ranah afektif dilatar belakangi oleh
langkah pembelajaran dengan sintaks sudah
rumusan pancasila dan pembukaan UUD 1945
ditentukan lain halnya metode pembelajaran
terkait realita berkembangnya permasalahan
guru diberikan kekuasaan dalam memvariasi”.

Implementasi Problem-Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar


356 – Jurnal Pendidikan Vokasi

Endang Mulyatiningsih (2010, p.45), bahwa learning adalah mempresentasikan ide-ide


metode pembelajaran merupakan istilah yang atau mendemontrasikan berbagai keterampilan
digunakan untuk menggambarkan proses dengan cara menyodorkan berbagai masalah
belajar mengajar dari awal sampai akhir. autentik, memfasilitasi penyelidikan siswa,
Pembelajaran sistem pengapian konvensional dan mendukung pembelajaran siswa. sehingga,
mengimplementasikan metode problem-based peran guru mampu meningkatkan hasil belajar
learning. siswa, karena siswa tidak mampu terlepas
Problem-based learning merupakan dari bantuan guru. Adapun peran guru dalam
pendekatan kontekstual, yang berpusat pada menerapakan problem-based learning dapat
siswa, sesuai ungkapan Namedo (2012, p.45), meningkatkan hasil belajar meliputi aspek
“Problem-based learning it is a student cen- kognitif, psikomotor, dan afektif.
tered, contextualized learning”. Permasalahan Peran problem-based learning dalam
yang diterapkan adalah permasalahan yang aspek kognitif, diungkapkan Masek & Yamin
komplek pada dunia nyata dan tidak terstruk- (2011, p.57), bahwa “In theory, the PBL method
tur. Permasalahan diselesaikan secara tim kecil is believed to create an environment that
dengan keahlian kolektif untuk mengakuisi, conductive for deep content learning, which
berkomunikasi, dan mengintegrasikan komu- in believed to affect students ability to apply
nikasi secara tim, sesuai ungkapan Dondlinger knowledge”. Sejalan dengan Tan (2009, P.58)
& McLeot (2015, p.47), The team level bahwa problem-based learning berkontribusi
characteristics include: (1) facilitator terhadap aspek kognitif.
effectiveness; (2) team autonomy; (3) diversity; Peran problem-based learning dalam
and (4) learning team collaboration”. aspek psikomotor, diungkapkan Savery & Dufy
Fogarty (1997, p.48) dan Tan (2004, p.48), (2001, p.59) menjelaskan hubungan antara
menjelaskan karakteristik dari problem-based teori dan praktik dalam lingkungan problem-
learning meliputi: (1) meet the problem;, (2) based learning siswa terlihat aktif bekerja
define the problem; (3) gather the fact; (4) sesuai dengan tugas dan kegiatan otentik.
generate questions; (5) make hypotheses; (6) Fokusnya mengkonstruksi pengetahuan dan
rephrase the problem; (7) generate alternative mengaplikasikannya dalam keterampilan.
solutions; dan (8) present the solutions, Peran problem-based learning dalam
preferably with justifications. Karakteristik aspek afektif, diungkapkan Hande, Muhammed,
tersebut menunjukkan penemuan masalah & Kommatil (2014, p.62), “Problem-based
sampai ditemukan solusi dari permasalahan learning in small groups provided students
tersebut. with a favourable, safe environment for
Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelaja- developing the necessary skills and attitudes”.
ran diungkapkan Sharma (2012, p.50) bahwa Sehingga, pendidikan perlu ditelaah lebih
tahapan problem-based learning yaitu: lanjut pentingnya keberadaan kemampuan
(a) orienting students to the problems; (b) sikap untuk menjadi individu yang pinter,
organising students for study; (c) assisting bener, dan pener.
independent and group investigation; (d)
developing and presenting reports, videos, Kompetensi Sistem Pengapian Konvensional
models etc. and (e) analysing and evaluating Kompetensi dasar sistem pengapian
the problem solving process. konvensional merupakan salah satu bagian
dari mata pelajaran perbaikan kelistrikan
Peran Problem-Based Learning kendaraan ringan (PKKR) yang harus dikuasai
Arends (2008, p.57) bahwa “Problem- oleh siswa paket keahlian teknik kendaraan
based learning mendukung pemikiran tingkat ringan (TKR). Dalam pokok bahasan ini
tinggi dalam situasi berorientasi masalah”. peserta didik harus menguasai kompetensi
Keterlaksanaan pemikiran tingkat tinggi dasar sebagai berikut: (1) mendeskripsikan
tidak lepas dari peran seorang guru. Peran fungsi dan komponen-komponen sistem
guru dalam pelaksanaan problem-based pengapian konvensional; (2) mendeskripsikan

Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5, Nomor 3, November 2015


a.
Jurnal Pendidikan Vokasi – 357
b.
c.
Tabel 2. Tahap Pelaksanaan Problem-Based Learning
Tahapan PBL Aktivitas Guru dan Siswa d.

Fase 1 a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran materi sistem pengapian


Memberikan orientasi dengan metode problem-based learning.
tentang permasalahan b. Guru menjelaskan tahapan dalam problem-based learning.
kepada siswa c. Guru mendeskripsikan perangkat yang dibutuhkan dalam problem-
based learning.
d. Guru memotivasi siswa untuk terlibat dalam mengatasi masalah
Fase 2 a. Guru membagi siswa menjadi kelompok kecil untuk melaksanakan
Mengorganisasikan eksperimen
siswa untuk meneliti b. Guru mendorong siswa untuk mengidentifikasi tugas-tugas belajar
terkait permasalahan
Fase 3 a. Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat
Membantu investigasi berkaitan dengan sistem pengapian
mandiri dan kelompok b. Guru mendorong siswa melaksanakan eksperimen perbaikan
sistem pengapian
c. Guru mendorong siswa untuk mencari penjelasan dan solusi dari
permasalahan sistem pengapian yang ditemukan
Fase 4 Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan laporan hasil
Mengembangkan dan eksperimen sistem pengapian dan mempersiapkan presentasi
menyajikan hasil karya
Fase 5 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasi
Menganalisis dan dan proses-proses yang telah digunakan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah

cara kerja dan prinsip kerja sistem pengapian Penelitian tindakan kelas dilakukan dengan
konvensional; (3) Mendiskripsikan saat beberapa siklus dengan setiap siklusnya terdiri
pengapian; (4) mendeskripsikan komponen dari 4 tahapan yaitu: perencanaan (plainning),
dan cara kerja advans sentrifugal dan advans tindakan (action), pengamatan (observing),
vacum; (5) melakukan pemeriksaan perbaikan, dan refleksi (reflecting), Mctaggart (1991,
penyetelan, dan penggantian rangkaian primer p.70) dan Kemmis & McTaggart (1988, p.70).
pada sistem pengapian konvensional; (6)
melakukan pemeriksaan dan penggantian Waktu dan Tempat Penelitian
kontak pemutus; (7) melakukan pemeriksaan Penelitian ini dilakukan di SMK Ma’arif
komponen-komponen pengapian; (8) mela- Salam yang berlokasi di jalan Magelang Km.
kukan penyetelan saat pengapian; dan (9) 20, Citrogaten, Salam, Magelang. Waktu
pemeriksaan fungsi advans sentrifugal dan penelitian dilaksanakan pada semester gasal
advans vacum. tahun pelajaran 2014/2015 tepatnya pada bulan
Januari-Februari 2015.

METODE PENELITIAN Subjek dan Karakteristiknya


Subjek penelitian ini adalah siswa
Jenis Penelitian kelas XI OB yang berjumlah 39 siswa,
Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan karakteristik siswa berdasarkan
classroom action research atau sering pengamatan dan masukan arahan guru selama
dikenal dengan istilah penelitian tindakan pelaksanaan pembelajaran sulit dikondisikan
kelas, dengan tujuan memperbaiki kualitas dan nilai praktik yang diperoleh lebih rendah
pembelajaran dan profesionalisme guru. dibandingkan kelas yang lain.

Implementasi Problem-Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar


358 – Jurnal Pendidikan Vokasi

Skenario Tindakan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif yang


Pelaksanaan tindakan berkolaborasi digunakan untuk meningkatkan hasil belajar
antara guru sebagai pihak pelaku tindakan siswa. Tes hasil belajar dilaksanakan 2 siklus.
dan kolaborator sebagai pengamat perubahan Instrumen aspek kognitif yang digunakan
tindakan. Tahap perencanaan tindakan berupa lembar soal tes dalam bentuk pilihan
direncanakan berdasarkan refleksi awal dari ganda dengan 4 alternatif jawaban. Jawaban
hasil observasi lapangan. Kegiatan yang benar diberi skor 1 dan jawaban salah diberi
dilakukan meliputi: (1) mempersiapkan jadwal skor 0. Jumlah soal tes pada siklus I dan II
pelaksanaan, (2) mempersiapkan RPP, (3) masing-masing yaitu 45 soal dan 40 soal.
mempersiapkan perangkat problem-based Indikator aspek kognitif berupa: mengingat,
learning, (4) mempersiapkan alat dan bahan memahami, menerapkan, menganalisis,
yang dipergunakan dalam eksperimen, (5) mengevaluasi, dan mencipta.
mengelompokkan siswa, dan (6) mensosialisasi Instrumen aspek psikomotor yang
metode problem-based learning. digunakan berupa lembar unjuk kerja dengan
Tahap pelaksanaan tindakan menggunakan bentuk penilaian rating scale (0, 1, 2, dan 3)
metode problem-based learning terdiri dari yang disertai rubrik penilaian. Bobot indikator
5 fase yang dirinci dalam keaktifan guru dan penilaian psikomotor meliputi: persiapan kerja
siswa ditunjukkan pada tabel 2. (15%), proses kerja (35%), hasil kerja (30%),
Tahap pelaksanaan tindakan merupakan sikap kerja (10%), dan waktu kerja (10%).
pengaplikasian dari rencana pelaksanaan Instrumen aspek afektif dilakukan 2
pembelajaran yang dibagi menjadi kegiatan penilaian berupa penilaian diri dan penilaian
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan antar teman. Instrumen penilaian diri yang
penutup. Kegiatan pendahuluan meliputi: digunakan berupa lembar sikap dengan bentuk
pengerjaan pretest, penjelasan materi singkat, penilaian checklist dalam bentuk skala likert
pemaparan permasalahan, tujuan pembelajaran dengan alternatif jawaban 5 yaitu: sangat sering
dan motivasi, dan pembagian kelompok. melakukan (SS), sering melakukan (SM),
Kegiatan inti meliputi: mengingatkan tahapan jarang melakukan (JM), pernah melakukan
penyelesaian masalah, mengorganisasi siswa (PM), dan tidak melakukan sama sekali (TM).
mencari solusi, membimbing perencanaan Instrumen penilaian antar teman berupa lembar
eksperimen, membimbing identifikasi masalah sikap dengan bentuk penilaian rating scale
dan mengumpulkan informasi, membimbing (1, 2, 3, dan 4) yang disertai rubrik penilaian.
melakukan eksperimen, menganalisa, dan Bobot indikator penilaian diri dikalikan 1 dan
mengevaluasi hasil, menyusun laporan eks- anata teman dikalikan 2 kemudian direrata.
perimen, menganalisa dan mengevaluasi Indikator penilaian afektif yang digunakan
proses pemecahan masalah. Kegiatan penutup yaitu: menghargai dan menghayati agama,
meliputi: menyampaikan hasil diskusi dan kejujuran, toleransi, sopan dan santun,
melakukan penilaian hasil belajar aspek percaya diri, kedisiplinan, tanggungjawab, dan
kognitif, aspek psikomotor, dan aspek afektif kerjasama/gotong royong.
siswa.
Keberhasilan dan Teknik Analisis Data
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Keberhasilan tindakan ditentukan dengan
Data penelitian ini berbentuk kuantitatif membandingkan hasil tindakan dengan
yang dianalisis secara deskriptif, diukur indikator keberhasilan yang ditentukan.
menggunakan instrumen sebagai berikut. Indikator keberhasilan dari keaktifan
Pertama, kuesioner keaktifan guru dan pelaksanaan pembelajaran yaitu seluruh siswa
siswa yang digunakan untuk mengetahui pada kategori tinggi dan indikator keberhasilan
peningkatan keaktifan pelaksanaan pembela- hasil belajar aspek kognitif, psikomotor, dan
jaran berbasis problem-based learning. afektif yaitu 80% siswa pada kategori tinggi
Instrumen yang digunakan berupa checklist. dengan kompetensi minimal yang dicapai
siswa yaitu 70,0.
Kedua, tes hasil belajar siswa berupa

Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5, Nomor 3, November 2015


Jurnal Pendidikan Vokasi – 359

Data kuantitatif yang diperoleh kemudian HASIL PENELITIAN DAN


dianalisis. Menurut Pardjono, dkk. (2007, p.94) PEMBAHASAN
“Teknik statistik yang digunakan adalah statistik
deskriptif”. Dianalisis dengan menyajikan data Keterlaksanaan Keaktifan Problem-Based
prosentase dan ditarik kesimpulan berdasarkan Learning
indikator sesuai kriteria yang ditentukan dalam Keaktifan guru pada siklus I dan siklus
Djemari Mardapi (2008, p.94), sebagai berikut. II, keduanya memperoleh skor 16 (100%) dari
skor maksimal 16. Kriteria kategori keaktifan
Tabel 3. Kriteria Ketuntasan guru yaitu sangat tinggi dalam menerapkan
Skor Siswa Kategori pembelajaran berbasis problem-based learning
pada kompetensi dasar sistem pengapian
X≥µ + 1.SBx Sangat Tinggi
konvensional. Artinya keaktifan guru telah
µ + 1.SBx > X ≥ µ Tinggi berjalan sesuai perencanaan.
µ > X ≥ µ - 1.SBx Rendah Keaktifan siswa pada siklus I dan siklus
X < µ - 1.SBx Sangat Rendah II masing-masing memperoleh skor 75,3%
dan 84,4%. Data peningkatan keaktifan siswa
Keterangan:
dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5.
µ = median ideal = ½ (skor tertinggi
Keaktifan siswa dalam pelaksanaan
ideal + skor terendah ideal)
problem-based learning terdiri dari 7
X = skor responden indikator. Pada siklus I dari 7 indikator
SB = simpangan baku ideal = 1/6 (skor tersebut, 4 diantaranya belum mencapai
tertinggi ideal - skor terendah ideal) kategori, yaitu: mencari informasi yang tepat,

Tabel 4. Keaktifan Siswa Siklus I dan Siklus II


Indikator Keaktifan Siswa Siklus I Siklus II
Belajar kelompok. 97,44% 97,44%
Bekerjasama mendefinisikan permasalahan 83,33% 85,90%
Terlibat dalam eksperimen 89,74% 89,74%
Mencari informasi yang tepat. 61,54% 76,92%
Membuat kesimpulan. 62,82% 73,08%
Mempersiapkan laporan dan presentasi. 66,67% 87,18%
Mempersiapkan hasil eksperiment. 64,10% 97,44%
Jumlah Rerata 75,3% 84,4%

Tabel 5. Peningkatan Kategori Keaktifan Siswa


Frekuensi
Skor Siswa Kategori
Siklus I Siklus II
X ≥ 6,8 Sangat tinggi 30 36
6,7 >X≥ 5,1 Tinggi 7 3
5 > X ≥ 3,4 Rendah 2 0
X < 3,3 Sangat rendah 0 0
Total 39 39

Implementasi Problem-Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar


360 – Jurnal Pendidikan Vokasi

membuat kesimpulan, mempersiapkan laporan menguji kemampuan awal siswa dengan


dan presentasi, dan mempersiapkan hasil cara memberikan pretest untuk memperoleh
eksperimen. Kondisi tersebut disebabkan bahwa data awal. Selanjutnya dilakukan data yang
sebelumnya problem-based learning belum diperoleh dibandingkan dengan postest untuk
pernah diterapkan sama sekali serta materi melihat peningkatan pada setiap siklusnya.
sistem pengapian baru pertama kali diajarkan. Peningkatan hasil belajar yang peroleh untuk
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa siswa mengetahui penguasaan pembelajaran setiap
belum menggunakan sumber referensi buku dan siklus. Data hasil pretest siklus I dan siklus II
ketersediaan sarana prasarana internet dengan dapat dilihat sebagai berikut.
baik. Hasil identifikasi terhadap permasalahan
tersebut menjadikan siswa kebingungan dalam Tabel 6. Hasil Pretest Siklus I dan Siklus II
menghubungkan terjadinya kerusakan dan
Indikator Hasil Hasil Pretest
perbaikan yang dilakukan. Pembuatan laporan
hasil eksperimen masih mengalami kesulitan Belajar Kognitif Siklus I Siklus II
terutama apa saja yang akan disampaikan Mengingat 58,97% 82,69%
dalam presentasi belum terkoordinasi dengan Memahami 65,93% 66,15%
jelas terutama pada pembagian tugas, sehingga
Menerapkan 59,21% 63,53%
siswa terlihat pasif tanpa peran. Saat diskusi
berlangsung siswa dalam mengemukakan Menganalisa 61,54% 71,79%
pendapat terlihat pasif dibuktikan adanya Menilai 58,33% 70,26%
sejumlah pertanyaan yang dilakukan pada Mencipta 55,13% 71,79%
siswa yang sama. Jumlah Rerata 59,85% 71,04%
Data keaktifan siswa yang diperoleh
Tindakan yang dilakukan setelah
diklasifikasikan kedalam kategori perolehan.
melaksanakan keaktifan guru dan siswa
Skor keaktifan siswa dalam problem-based
menerapkan metode problem-based learning,
learning pada kategori sangat tinggi sebanyak
yaitu mengukur keberhasilan siswa terhadap
30 siswa (76,9%), kategori tinggi sebanyak 7
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
siswa (17,9%) dan kategori rendah sebanyak 2
Pengukuran hasil belajar yang dilakukan
siswa (5,2%). Target keberhasilan yang telah
meliputi: aspek kognitif, aspek psikomotor, dan
ditentukan adalah seluruh siswa pada kategori
aspek sikap. Tes hasil belajar dilaksanakan 2
tinggi. Pada siklus I masih terdapat 2 siswa
siklus yaitu siklus I dan siklus II. Adapun hasil
yang belum mencapai target keberhasilan,
belajar yang diperoleh setelah menerapkan
sehingga keaktifan siswa ditingkatkan pada
metode problem-based learning sebagai
siklus II.
berikut.
Hasil keaktifan siswa pelaksanaan
problem-based learning siklus II menunjukkan Tabel 7. Hasil Belajar Aspek Kognitif
peningkatan yang lebih baik. Indikator
keaktifan siswa yang belum terpenuhi pada Indikator Hasil Hasil Postest
siklus I mengalami peningkatan yang baik. Belajar Kognitif Siklus I Siklus II
Ketercapaian pada siklus II memperoleh
Mengingat 76,41% 87,82%
prosentase keberhasilan sebasar 84,4%,
dengan kategori keberhasilan yang diperoleh Memahami 82,42% 78,97%
yaitu kategori sangat tinggi sebanyak 36 siswa Menerapkan 71,56% 79,77%
(92,3%) dan kategori tinggi sebanyak 3 siswa Menganalisa 77,29% 79,91%
(7,7%). Menilai 74,36% 79,97%
Mencipta 71,15% 78,46%
Hasil Belajar Menerapkan Problem-Based
Learning Jumlah Rerata 75,33% 80,65%

Sebelum penelitian tindakan dilakukan, Hasil belajar aspek kognitif postest siklus
langkah pertama yang dilakukan adalah I sebesar 75,33%, mengalami peningkatan

Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5, Nomor 3, November 2015


Jurnal Pendidikan Vokasi – 361

sebesar 15,68% dari pretest siklus I sebesar ketuntasan hasil belajar diatas kompetensi
59,85%. Berdasarkan angka tersebut, dari minimal yaitu 70,0 sebanyak 82,0% (32 siswa).
39 siswa ketuntasan hasil belajar di atas indikator keberhasilan aspek psikomotor
kompetensi minimal yaitu 70,0 sebanyak adalah 80% siswa tuntas di atas kompetensi.
76,9% (30 siswa). Indikator keberhasilan hasil Sehingga, hasil belajar aspek psikomotor
belajar aspek kognitif adalah 80% siswa tuntas siklus I telah tercapai, namun karena siklus
di atas kompetensi. Sehingga, hasil belajar II masih dilaksanakan maka tes psikomotor
aspek kognitif siklus I belum tercapai. dilakukan sekaligus melihat peningkatan pada
Mempertimbangkan hasil belajar aspek siklus selanjutnya.
kognitif tersebut guru memberikan tindakan Hasil belajar aspek psikomotor siklus
berupa: (1) penjelasan kepada siswa bahwa II diprosentase yaitu 85,63%. Berdasarkan
setiap tujuan pembelajaran perlu dilakukan prosentase tersebut, dari 39 siswa ketuntasan
bagi siswa yang masih terkesan pasif, dan hasil belajar diatas kompetensi minimal yaitu
(2) meminta agar koordinator kelompok 70,0 sebanyak 92,31% (36 siswa). indikator
mengkondisikan anggotanya ikut serta dalam keberhasilan aspek psikomotor adalah 80%
pelaksanaan pencapaian tujuan pembelajaran. siswa tuntas di atas kompetensi. Sehingga,
Guru dan kolaborator juga memotivasi siswa hasil belajar aspek psikomotor siklus II telah
yang tidak terlibat aktif dalam pelaksanaan tercapai, peningkatan hasil belajar aspek
tindakan menerapkan pembelajaran berbasis psikomotor sebesar 5,03%.
problem-based learning pada kompetensi Tes yang terakhir dilakukan yaitu tes
dasar sistem pengapian konvensional. aspek afektif siswa yang meliputi penilaian
Hasil belajar aspek kognitif postest siklus diri sendiri dan penilaian antar teman, dengan
II sebesar 80,65% mengalami kenaikan sebesar indikator yang ditentukan sebanyak 8. Adapun
9,61% dari pretest siklus II sebesar 71,04%. hasil belajar aspek afektif sebagai berikut.
Berdasarkan angka tersebut, dari 39 siswa
ketuntasan hasil belajar di atas kompetensi Tabel 9. Hasil Belajar Aspek Afektif
minimal yaitu 70,0 sebanyak 92,3% (36 Indikator Afektif Siklus I Siklus II
siswa). Indikator keberhasilan hasil belajar
aspek kognitif adalah 80% siswa tuntas di Menghargai agama 77,20% 80,80%
atas kompetensi. Sehingga, hasil belajar aspek Kejujuran 72,30% 75,60%
kognitif siklus II telah tercapai. Peningkatan Toleransi 79,40% 81,20%
hasil aspek kognitif sebesar 5,32%. Sopan/ santun 76,70% 78,10%
Setelah pelaksanaan tes aspek kognitif Percaya diri 70,40% 74,10%
selanjutnya dilakukan tes aspek psikomotor Kedisiplinan 79,50% 80,70%
yang dilakukan secara individu. Adapun hasil
Tanggungjawab 74,40% 76,90%
belajar aspek psikomotor sebagai berikut.
Kerjasama 78,50% 80,90%
Tabel 8. Hasil Belajar Aspek Psikomotor Total 76,00% 78,54%

Indikator Psikomotor Siklus I Siklus II Hasil belajar aspek afektif siklus I


Persiapan kerja 84,30% 92,60% diperoleh prosentase yaitu 76,0%. Berdasarkan
prosentase tersebut, dari 39 siswa ketuntasan
Proses kerja 77,00% 83,80%
hasil belajar di atas kompetensi minimal yaitu
Hasil kerja 74,10% 84,20% 70,0 sebanyak 72,0% (28 siswa). indikator
Sikap kerja 86,30% 88,70% keberhasilan aspek afektif adalah 80% siswa
Waktu 78,60% 81,20% tuntas di atas kompetensi. Sehingga, hasil
Total 80,57% 85,63% belajar aspek afektif siklus I belum tercapai,
Hasil belajar aspek afektif siklus II
Hasil belajar aspek psikomotor siklus
diprosentase yaitu 78,5%. Berdasarkan
I diperoleh prosentase yaitu 80,57%.
prosentase tersebut, dari 39 siswa ketuntasan
Berdasarkan prosentase tersebut, dari 39 siswa
hasil belajar diatas kompetensi minimal yaitu

Implementasi Problem-Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar


362 – Jurnal Pendidikan Vokasi

70,0 sebanyak 97,4% (39 siswa). indikator Saran


keberhasilan aspek psikomotor adalah 80% Bagi guru, (1) apabila guru meningkatkan
siswa tuntas di atas kompetensi. Sehingga, hasil keaktifan dan hasil belajar siswa dengan
belajar aspek afektif siklus II telah tercapai, pembelajaran problem-based learning
peningkatan hasil belajar aspek psikomotor sebaiknya membuat perencanaan, persiapan,
sebesar 2,05%. dan waktu yang cukup serta pemilihan materi
pembelajaran yang tepat. (2) sebaiknya guru
SIMPULAN DAN SARAN membuat panduan tertulis dalam pelaksanaan
problem-based learning, sehingga lebih mudah
Simpulan mensosialisasikan kepada siswa dan siswa
Keaktifan siswa meningkat sebesar dapat mempelajari terlebih dahulu.
11,72% dengan menerapkan pembelajaran Bagi sekolah, penggunaan problem-
berbasis problem-based learning pada siswa based learning dapat meningkatkan keaktifan
SMK Ma’arif Salam pada kompetensi dasar dan hasil belajar siswa, sehingga guru dapat
sistem pengapian konvensional. menggunakan metode problem-based learning,
Keaktifan siswa meningkat pada siklus I sesuai dengan karakteristik dari materi yang
sebesar 75,09% dan siklus II sebesar 86,81% diajarkan.
dengan kategori sangat tinggi sebanyak 36 Bagi peneliti, diharapkan dapat melakukan
siswa dan kategori tinggi sebanyak 3 siswa penelitian dengan menerapkan metode
setelah menerapkan pembelajaran berbasis problem-based learning pada mata pelajaran
problem-based learning pada siswa SMK yang lain dan lebih banyak menggunakan
Ma’arif Salam pada kompetensi dasar sistem subjek penelitian, sehingga hasilnya lebih luas
pengapian konvensional. dan memungkinkan untuk digeneralisasikan.
Peningkatan hasil belajar aspek kognitif
setelah menerapkan PBL sebesar 5,32%
dengan tingkat kemampuan aspek kognitif DAFTAR PUSTAKA
yaitu: mengingat sebesar 87,82%, memahami
Abdulloh Hamid & Putu Sudira. (2013).
sebesar 78,97%, menerapkan sebesar 79,77%,
Penanaman nilai-nilai karakter siswa
menganalisa sebesar 79,91%, menilai sebesar
smk salafiyah prodi tkj kajen margoyoso
78,97%, dan mencipta sebesar 78,46%;
pati jawa tengah. Jurnal Pendidikan
peningkatan hasil belajar aspek psikomotor
Vokasi, Vol. 3, No. 2, 138-152.
sebesar 5,03% dengan indikator kemampuan
aspek psikomotor yaitu: persiapan kerja sebesar Anderson, L. W. & Krathwohl, D. R. (2001).
92,6%, proses kerja sebesar 83,8%, hasil kerja A taxonomy for learning teaching
sebesar 84,2%, sikap kerja sebesar 86,3%, dan and assessment: a revision af bloom’s
waktu sebesar 81,2%; dan peningkatan hasil taxonomy of education objectives. New
belajar aspek afektif sebesar 2,05% dengan York, San Fransisko, Boston: Addison
indikator kemampuan aspek afektif yaitu: Wesley Longman, Inc.
menghargai dan menghayati agama sebesar
80,8%, kejujuran sebesar 75,6%, toleransi Arends, R. I. (2008). Belajar untuk mengajar.
sebesar 81,2%, sopan/santun sebesar 78,1%, (Terjemahan Helly Prajitno Soetjipto &
percaya diri sebesar 74,1%, kedisiplinan Sri Mulyantini Soetjipto). New York:
sebesar 80,7%, tanggungjawab sebesar 76,9%, McGraw Hills. (Buku asli diterbitkan
dan kerja sama/gotong royong sebesar 80,9%. tahun 2007).
Jumlah siswa yang mencapai kompetensi
Bloom, B.S (ed). (1956). Taxonomy of
minimal pada hasil belajar aspek kognitif
educational objective: the clasification
sebanyak 36 siswa (92,31%), hasil belajar aspek
of educational goals. Handbook I
psikomotor sebanyak 36 siswa (92,31%), dan
cognitive domain. New York: David
hasil belajar aspek afektif sebanyak 38 siswa
McKay Company.
dari 39 siswa (97,40%) setelah penerapan
problem-based learning.

Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5, Nomor 3, November 2015


Jurnal Pendidikan Vokasi – 363

Brown, A., Kirpal, S., & Rauner, F. (2007). Madya, Aka. J. J., & J. J. (2009). A brief
Identitas at work. Dordrecht: Springer. guide to learning domains (cognitive,
pshychomotor, & affective) life skill.
Djemari Mardapi. (2008). Teknik penyusunan Selangor, Malaysia: OBE-LOKI
instrumen tes dan non tes. Yogyakarta: Workshop FSG.
Mitra Cendekia Press.
Masek, A., & Yamin, S. (2011). Problem
Donlinger, M. J. & McLeod, J. K. (2015). based learning for epistemological
Solving real world problems with competence: the knowledge acquisition
alternate reality gaming: student perspective. Journal of Techical
experiences in the globalvillage Education and Training (JTET), Vol. 3,
playground capstone course design. No. 1, 29-26.
Interdiciplinary Journal of Problem-
Based Learning, Vol. 9 (2). No. 1541- McTaggart, R. (1991). Action research a
5014. short modern history. Victoria: Deakin
University Press.
Endang Mulyatiningsih. (2010, Agustus).
Pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, Miftahul Huda. (2014). Model-model
efektif dan menyenangkan (paikem). pengajaran dan pembelajaran.
Makalah disajikan dalam Diklat Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Peningkatan Kompetensi Pengawas
dalam Rangka Penjamin Mutu Namdeo, R. P. (2012). Constructivism and
Pendidikan, di P4TK Bisnis dan pedagogical stratgies. Edusearch, Vol.
Pariwisata. 3. No. 2. 0976-1160.

Fogarty, R. (1997). Problem learning & other Nana Sudjana. (2013). Penelitian hasil proses
curiculum models for the multiple belajar mengajar. Bandung: PT Remaja
intelligences clasroom. SkyLight: Rosdakarya Offset.
Pearson. Omar, N. Et. al. (2011). Automated analysis
Hande, S., Mohammed, C. A., & Komattil, of exam question according to bloom’s
R. (2014). Acquisition of knowledge, taxonomy. Procedia-Sosial and Behavioral
generik skill and attitudes through Sciences, 59 (2012) 297-303.
problem-based learning: student Pardjono. dkk. (2007). Panduan penelitian
perspectives of a hybrid curriculum. tindakan kelas. Yogyakarta: Lembaga
Journal of Taibah University Medical Penelitian UNY.
Sciences, 1-5.
Presiden. (2005). Peraturan Pemerintah RI
Huitt, W. (2011). Bloom et al.’s taxonomy of Nomor 19, tentang Standar Nasional
the cognitive domain. Voldosta, GA: Pendidikan.
Voldosta State University. Diakses pada
tanggal 18 Agustus 2014 dalam http:// Republik Indonesia. (2003). Undang – Undang
www.edpsycinteractive.org /topics/ RI Nomor 20, Tahun 2003, tentang
cogsys/bloom.html [pdf]. Sistem Pendidikan Nasional.

Kemmis, S. & McTaggart, R. (1988). The Rusman. (2011). Model-model pembelajaran:


action research planner. Victoria; mengembangkan profesionalisme guru.
Deakin University Press. Jakarta: Rajawali Pers.

Leighbody, G. B., & Kidd, D. M. (1968). Savery, J. R., & Duffy, T. M. (2001). Problem
Methods of teaching shop and technical base learning: an instructional model
subject. New York: Delmar Publishers. and its constructivist framework.
Bloomington: Indiana University.

Implementasi Problem-Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar


364 – Jurnal Pendidikan Vokasi

Sharma, S. (2012). Constructivsm: A new Vardi, I. & Ciccarelli, M. (2008). Overcoming


paradigm in education. Edusearch, Vol. problems in problem-based learning: a
3. No. 2. 0976-1160. trial of strategies in an undergraduate
unit. Inovations in Educational and
Tan, Oon-Seng. (2004). Enhancing thinking Teaching International, Vol. 45, No. 4,
through problem-based learning 345-354.
approaches: international perspectives.
Singapore: (a division of). Wardiman Djojonegoro. (1998).
Pengembangan sumberdaya manusia:
Tan, Oon-Seng. (2009). Problem-based melalui sekolah menengah kejuruan
learningand creativity. Singapore: (smk). Jakarta: Sekretariat Negara.
Singapore: Cengage Learning Asia Pte
Ltd. Warsono & Hariyanto. (2013). Pembelajaran
aktif teori dan asesmen. Bandung: PT.
Thomas, K. (2004). Learning taxonomies in the Remaja Rosdakarya.
cognitive, affective, and phsycomotor
domain. Alchemy: Rocky Mountain. Wina Sanjaya. (2010). Strategi pembelajaran
berorientasi standar proses pendidikan.
Jakarta: Prenada Media Group.

Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 5, Nomor 3, November 2015

You might also like