You are on page 1of 14

Achmad Nashrudin P, Ekonomi Politik Media Pada Pemberitaan Menjelang Pemilihan Gubernur Banten 2017 ...

EKONOMI POLITIK MEDIA:


PADA PEMBERITAAN MENJELANG PEMILIHAN GUBERNUR BANTEN 2017
OLEH RADAR BANTEN DAN BARAYA TV

Achmad Nashrudin P
Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Univ. Muhammadiyah Tangerang
nashrudin.achmad@gmail.com

Abstract
Research on Political Economy of Media: At the news ahead of elections for the governor
of Banten in 2017 by Radar Banten and Baraya TV, phenomenon triggered by the
loosening of the values ​​of objectivity and independence of the mass media in carrying
out its functions as set in the Press Law and the Broadcasting Law. At the time of the
campaign, the candidates for governor and lieutenant governor are competing to get the
“place ‘and is known well as sell to prospective election promise to get sympathy. At the
time, the media seemed to forget the function and position. This study aims to determine
the phenomenon of media relations with the candidates and how the phenomenon of
the political economy of media in both institutions (Radar Banten and Baraya Pos) at
the time before the election for governor of Banten in 2017. This study uses this study
used a qualitative approach, with the constructivist paradigm and using the method
of data collection through the depth-interview, the informant was elected. The results
of the study illustrate that media relations (relations between) media with prospective
relatively loose, drawn from observations and interviews show that the two media are
“very affectionate” with the candidates, and the media policy in lifting more headlines
have suggested the economic interests vis a vis political interests.
Keywords: Political Communication, Independence, Political Economy of The Media.

Abstrak
Penelitian tentang Ekonomi Politik Media: Pada pemberitaan menjelang Pemilihan
gubernur Banten 2017 oleh Radar Banten dan Baraya TV ini dilatar belakangi oleh
fenomena melonggarnya nilai-nilai objektifitas dan independensi media massa dalam
menjalankan fungsinya sebagamana di atur dalam UU Pers dan UU Penyiaran. Pada
saat kampanye, para kandidat atau calon gubuernur dan wakil gubernur berlomba-
lomba untuk mendapatkan ”tempat’ dan dikenal sekaligus mengobral janji kepada calon
pemilhan untuk mendapatkan simpati. Pada saat itu, media seolah lupa pada fungsi
dan posisinya. Penelitian ini bertujuan mengetahui fenomena relasi media dengan
para kandidat dan bagaimana fenomena ekonomi politik media di kedua lembaga
(Radar Banten dan Baraya Pos) tersebut pada saat menjelang pemilihan gubernur
Banten tahun 2017. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, dengan paradigma konstruktivis dan menggunakan metode
pengumpulan data melalui depth-interview, dari informan terpilih. Hasil penelitian
menggambarkan bahwa relasi media (hubungan antara) media dengan para calon

155
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 2. Desember 2016

relatif longgar, tergambar dari hasil pengamatan dan wawancara yang menunjukkan
bahwa kedua media tersebut “begitu mesra” dengan para kandidat, dan kebijakan media
dalam mengangkat berita lebih disarakan pada kepentingan ekonomi vis a vis dengan
kepentingan politik.
Kata Kunci: Komunikasi Politik, Pilkada, Independensi, Ekonomi Politik Media.

PENDAHULUAN Selalu menarik mengamati bagaimana


“Media massa adalah kelas yang peran media dalam struktur ekonomi
mengatur”. Demikian premis teori Marxis ten­ dan politik di suatu negara. Satu prinsip
tang posisi media dalam sistem kapitalisme yang perlu diperhatikan adalah, bahwa,
modern (Agus Sudibyo, 2004: 1). Media massa dalam sistem kapitalis, media massa harus
diyakini bukan sekedar medium lalu-lintas diberi fokus perhatian yang memadai
pesan antara unsur-unsur sosial dalam suatu sebagaimana institusi-institusi produksi dan
masyarakat, melainkan juga berfungsi sebagai distribusi yang lain. Kondisi-kondisi yang
alat penundukan dan pemaksaan konsensus ditemukan pada level kepemilikan media,
oleh kelompok yang secara ekonomi dan praktik-praktik pemberitaan, dinamika in­
politik dominan. Melalui pola kepemilikan dustri radio, televisi, perfilman, dan per­
dan melalui produk-produk yang disajikan, iklanan, mempunyai hubungan yang saling
media adalah perangkat ideologis yang menentukan dengan kondisi-kondisi eko­
melanggengkan dominasi kelas pemodal nomi politik spesifik yang berkembang di
terhadap publik yang diperlakukan semata- suatu negara, serta pada gilirannya juga
mata sebagai konsumen, dan terhadap dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi
pemegang kekuasaan untuk memuluskan politik global (Sudibyo, 2004: 2).
lahirnya regulasi-regulasi yang pro-pasar. Salah satu isu utama dalam diskursus
Sejarah menunjukkan, media massa pada komunikasi modern belakangan adalah
akhirnya mencapai puncak perkembangan pola kepemilikan serta praktik produksi dan
sebagai lembaga khusus dalam masya­ra­kat distribusi produk media yang terkonsentrasi
modern. Media massa mampu mem­pre­ pada kelompok-kelompok bisnis besar.
sen­tasikan diri sebagai ruang-publik yang Fenomena konsentrasi media di satu sisi-sisi
utama dan turut menentukan dinamika dianggap tak terhindarkan ketika situasi-
sosial, politik, dan budaya, di tingkat lokal situasi global memang mengendaki upaya-
maupun global. Media juga menjadi medium upaya yang mengarah pada konsolidasi dan
pengiklanan utama yang secara signifikan konvergensi dalam bisnis media modern.
mampu menghasilkan surplus ekonomi Namun di sisi lain, konsentrasi media juga
dengan menjalankan peran penghubung menimbulkan sejumlah paradoks berkaitan
antara dunia produksi dan konsumsi. dengan fungsi media sebagai ruang publik
dengan sejumlah fungsi-fungsi yang melekat
Namun, hampir selalu terlambat disa­ di dalamnya. Struktur industri media yang
dari bahwa media massa di sisi lain juga terkonsentrasi sesungguhnya adalah tahapan
menyebarkan atau memperkuat struktur akhir dalam siklus evolusi menuju lembaga
ekonomi dan politik tertentu. Media tidak industrial modern (Sudibyo, 2004: 2).
hanya mempunyai fungsi sosial dan ekonomi,
tetapi juga menjalankan fungsi ideologis. Menyikapi fenomena media, dalam hal
Oleh karena itu, fenomena media bukan ini fenomena independensi media, khusus­
hanya membutuhkan pengamatan yang nya media lokal, akan segera muncul “seribu
didasarkan pada pendekatan-pendekatan satu” pertanyaan. Mengingat positioning
ekonomi, melainkan juga pendekatan politik media lokal vis-a-vis penguasa (baca:
(Sudibyo, 2004: 1). pemerintah daerah). Fenomena deviasi

156
Achmad Nashrudin P, Ekonomi Politik Media Pada Pemberitaan Menjelang Pemilihan Gubernur Banten 2017 ...

independensi media lokal ini akan lebih dia massa dan orientasi jurnalisme yang
mudah dilihat saat perhelatan pemilihan kian market-driven, bisakah kita berharap
kepala daerah (Pemilukada). Pertanyaan muncul independensi media lokal kita dalam
pertama yang relevan dikemukakan adalah, menyikapi pemioihan Gubernur Banten
masih mung­kinkah kita mendapatkan tahun 2017 nanti?
media yang bersikap independen di tengah Konflik kepentingan pemilik modal
persaingan bakal calon kepala daerah, media yang berafiliasi ke politisi tertentu
contohnya pemilihan gubernur di Provinsi jangan sampai menyudutkan wartawan
Banten. semata-mata sebagai petugas kampanye.
Dalam hubungan media dan politik, Dalam terminologi Foucault (dalam Eriyanto,
independensi media menjadi salah satu 2005), kekuasaan menyebarkan wacana ke
genre dalam ilmu komunikasi politik tengah-tengah publik yang dipegang oleh
yang memandang media sebagai cabang media massa, hendaklah diperhambakan
kekuasaan keempat (fourth state). Media pertama-tama bagi kepentingan publik.
harus independen agar ketiga cabang Penelitian ini mengangkat peran dan
kekuasaan lainnya mendapat pengawasan fungsi media dalam perpektif ekonomi
yang memadai. Jika media berpihak atau politik. Konsepsi ekonomi politik pada
terkooptasi oleh cabang-cabang kekuasaan awalnya bermula dari upaya dukungan
lainnya, niscaya fungsinya sebagai anjing terhadap akselerasi kapitalis yang menolak
penjaga (watchdog) sulit dijalankan. Dengan sistem politik merkantilis yang dianggap
demikian kehidupan berdemokrasi akan tidak efektif dan efesien pada abad ke-18.
berjalan timpang. Demikianlah premis dasar Secara historis, Palgrave membuat definisi
dari genre tersebut. ekonomi politik sebagai studi tentang
Persoalannya, ketika konsentrasi kepe­ kesejahteraan dan usaha manusia untuk
mi­likan modal dalam industri media kian memenuhi nafsu perolehan (penawaran dan
menguat, jurnalisme pun makin terancam pemenuhan hasrat).
untuk menjadi sekadar bisnis, barang Untuk alasan itulah, menarik untuk
dagangan. Rupert Murdoch menjadi simbol mengangkat isu “seksi” ini dalam judul
terkenal bagaimana bisnis media yang Ekonomi Politik Media: Pada Pemberitaan
mengglobal kian menyudutkan jurnalisme Menjelang Pemilihan Gubernur Banten 2017
sebagai produk dagangan. Di Indonesia, Oleh Radar Banten dan Baraya TV.
khusunya di Banten, fenomena serupa bisa Penelitian ini bertujuan untuk men­
ditemui dalam kelompok Jawapos (di Banten dapatkan informasi mengenai (1) Bagaimana
Jawa Pos memiliki rantai, melalui anak Relasi Media dan kekuasaan dalam praktik
perusahaannya Wahana Semesta Banten, ekonomi politik, menjelang pemilihan
yang merupakan holding bagi Radar Banten, gubernur Banten tahun 2017? dan; (2)
Baraya Pos dan Baraya TV). Bagaimana praktik Ekonomi politik Media
Orientasi jurnalisme pun telah berubah (Baraya TV dan Radar Banten) dalam menjaga
drastis dalam dua dekade terakhir. Saat Netralitas dan profesionalisme, menjelang
ini market driven journalism memaksa Pemilihan Gubernur Banten 2017?
para pekerja media, terutama kalangan
wartawan, untuk menjadi sekadar salah
satu sekrup dari rangkaian proses produksi METODE
untuk menghasilkan produk yang bernama Penelitian ini menggunakan pendekatan
berita. Jenis-jenis berita pun kian seragam, kualitatif. Penelitian kualitatif adalah sebuah
aspek entertainment kian dominan, laporan- proses penelitian untuk memahami masalah
laporan investigatif yang serius semakin sosial atau masalah manusia, berdasarkan
berkurang. pada penciptaan gambaran holistik lengkap
Pertanyaan kemudian muncul di yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan
tengah konsentrasi kepemilikan modal me­ pandangan informan secara terperinci dan

157
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 2. Desember 2016

disusun dalam sebuah latar alamiah (John W data, mengorganisasikan data ke dalam
Cresswell, 2002: 1). suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.
Menurut Fraenkel & Wallen, penelitian Dari pengertian ini, Patton membedakan
kualitatif memusatkan perhatian pada antara analisis data dengan penafsiran,
proses yang berlangsung. peneliti terutama yaitu memberikan arti yang signifikan
tertarik untuk memahami ba­gaimana terhadap analisis, menjelaskan pola uraian,
suatu hal terjadi. semenatara itu menurut dan mencari hubungan di antara dimensi-
Lincoln & Guba, penelitian kualitatif me­ dimensi uraian.
ru­pakan sebuah desain berkembang da­lam
hal hasilnya. pengertian dan interpretasi HASIL DAN PEMBAHASAN
dinegosiasikan dengan sumber data manusia
kerena realitas subyeklah yang ingin dipaha­ Relasi Media dan kekuasaan dalam
mi peneliti (Cresswell, 2002: 156). Sedangkan praktik ekonomi politik, menjelang
paradigma penelitian yang digunakan adalah Pemilhan Gubernur Banten tahun 2017
konstruktivis. Ekonomi politik sebagaimana seba­
Paradigma konstruktivis merupakan gai­mana dikemukakan oleh Robert W.
penolakan terhadap pandangan positivis/ McChesney me­li­puti dua aspek, Pertama,
empiris yang memisahkan objek dengan sebagai alamat yang menghubungkan media
subjek. Faktor sentral dari penelitian serta dengansistem komunikasi padasuatustruktur
hubungan-hubungan sosialnya. Subjek, me­ masyarakat. Dengan kata lain, hal tersebut
nurut AS. Hikam (Lexy Moeleong, 2006: 5) menguji bagaimana media (dan sistem
memiliki kemampuan melakukan kontrol komunikasi) dan isi saling menguatkan,
terhadap maksud-maksud tertetu dalam menantang, atau mempengaruhi klas
setiap wacana. Bahasa dipahami sebagai (stratifikasi masyarakat) yang sudah ada dan
sesuatu yang diatur dan dihidupkan oleh hubungan sosial.
peryataan-pernyataan yang bertujuan. Kedua, ekonomi politik komunikasi
Setiap pernyataan pada dasarnya adalah mem­perlihatkan kekhususan pada bagai­
tindakan penciptan makna, yakni tindakan ma­na kepemilikan, mendorong kinerja
pembentukan diri serta pengungkapan jati atau mekanisme (misalnya periklanan), dan
diri dari sang pembicara. Wacana dalam kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap
paradigma konstruktivis adalah suatu upaya perilaku media dan isi (berita atau informasi
pengungkapan maksud tersembunyi dari dalam media tersebut). (Sudibyo, 2004: 2)
sang subjek yang mengemukakan suatu Sebagaimana sebuah masyarakat yang
pernyataan. Pengungkapan itu dilakukan mulai tumbuh dan bergeliat secara “ekonomi”,
diantaranya dengan menempatkan diri pada biasanya partisipasi masyarakat belum me­
posisi sang pembicara dengan penafsiran nyebar secara merata. Masyarakat secara
mengikuti struktur makna dari pembicara. umum, lebih bersifat pasif. Selanjutnya
Metode pengumpulan data selain kelompok lain yang lebih kecil dan sedikit
pengamatan atas teks dan berita/informasi justru bersifat aktif. Dalam tatanan masya­
tentunya tidak cukup hanya dengan rakat yang relative baru berkembang, baik
melakukan pengamatan. Akan tetapi dalam secara ekonomi maupun politik, peran
kelaziman dalam metode kualitatif adalah kelompok elit pada awalnya menjadi sti­muli
dengan melakukan wawancara secara bagi berkembangnya partisipasi masya­rakat
mendalam (depth-interview). Data yang yang lain. Mereka (baca: massa) meng­
telah dikumpulkan pada penelitian dengan harapkan kiprah kelompok elit terse­but
menggunakan pendekatan penelitian kuali­ untuk mem­berikan dorongan dan peran yang
tatif dengan melakukan analisis ter­hadap ber­pengaruh dan mempengaruhi masyarakat
teks berita kampanye Pemilukada. kelompok nonelit. Sehingga, suka tidak
Menurut Patton (Moeleong, 2006: 6.), suka, dalam kondisi tertentu, kelompok
analisa data adalah proses mengatur urutan elit tersebut tidak menjadi ”masalah” serius

158
Achmad Nashrudin P, Ekonomi Politik Media Pada Pemberitaan Menjelang Pemilihan Gubernur Banten 2017 ...

bagi masyarakat. Karena, seperti disebutkan sosial, dan merekonstruksikannya dalam


oleh Gaetano Mosca, kelompok elit diyakini dunia realitas, sekaligus memantapkan
merupakan kelompok masyarakat yang reali­tas itu berdasarkan kepentingan
“kuat” dan dominan secara ekonomi pada institusi medianya. Hal itu juga diperkuat
awalnya. Dan selanjutnya, mereka akan oleh adanya latar belakang pendidikan,
merambah pula pengaruhnya pada bidang agama, jenis kelamin, etnisitas, yang kese­
politik. (Albert Wijaya, 1988: 9-10) muanya turut mempengaruhi wartawan
Dalam halnya dengan sistem komunikasi dalam menghasilkan sebuah liputan (media
lokal, praktik ekonomi-politik media, tidak content). Akibatnya, cepat atau lambat,
banyak berpegaruh dalam praktik media, media terjebak ke dalam trial by the press.
setidaknya yang di teropong melalui praktik Pasca lahirnya UU No. 40/1999, sema­
jurnalistik dan bisnis media di Baraya TV dan kin memperkuat wacana kebebasan pers.
Radar Banten. Walaupun disadari bahwa, Pers lalu mulai diarahkan pada peran
“kedekatan” wartawan terhadap pimpinan tanggungjawab sosial mereka. Baik sebagai
partai politik tertentu berimbas pada spot sistem maupun fungsi keempat dalam pilar
iklan. demokrasi. Munculnya otonomi daerah dan
Kedekatan wartawan dengan tokoh Pemilukada dengan beragam persoalan
politik, menurut GM Baraya TV (Maulana didalamnya diharapkan diimbangi oleh
Wahid Fauzi), hal yang senada dikemukakan keberadaan media lokal. Sebab sebagai pe­
Pemred Radar Banten (Mashudi) saat nyeimbang keberadaan dari pilar keempat
diwawancara, memang tidak bisadihindarkan. demokrasi dalam wilayah daerah. media lokal
Selama mereka (baca: wartawan Baraya TV) diharapkan bisa membaca kemungkinan-
mampu bersikap objektif dan profesional, kemungkinan yang terjadi dalam proses
dianggap tidak menjadi masalah. Namun akan politik lokal yang didasarkan pada konteks
lebih baik jika wartawan tidak ”terlalu dekat” masyarakat.
dengan partai atau tokoh politik tertentu, Tentu yang diharapkan adalah bukan
karena dikhawatirkan akan berpengaruh mengangkat salah satu nama calon, tapi
pada pemberitaan. Dalam kondisi yang lebih kondisi yang terjadi. Masyarakat tidak akan
jauh, jangan sampai wartawan melakukan tahu kredibilitas, kapabilitas maupun loyali­
”framing” tertentu terhadap tokoh politik tas calon dalam musim kampanye. Karena
atau partai politik atau pejabat tertentu. kita tidak akan bisa melihat kemampuan dari
Sehingga media lokal secara intens kerap calon tersebut. Akan tetapi, kondisi yang
menciptakan suatu realitas yang dimiliki dan nyaman dan demokratis adalah harapan
dialaminya secara subyektif. Subyektifitas masyarakat.
tersebut muncul, terutama jika terdapat Sehingga, konstruksi realitas yang di­
tuntutan pragmatisme dari instiusi media bangun bukan pada wilayah keunggulan
yang harus dipenuhi oleh seorang jurnalis. calon. Tapi pada persoalan rasionalitas dan
Wujudnya adalah motif kepentingan pada partisipasi penuh masyarakat terhadap proses
tingkat perorangan, diantaranya yang bersifat politik ini. Sehingga kontrol masyarakat
politis (partisan). Motif tersebut menjadikan terhadap pemerintah semakin ketat, dan
proses dan kerja berita bukan lagi didasarkan media massa sebagai forum dialog antar
pada landasan etis dan professional, namun komunitas tersebut.
pada landasan politik. Motif politik mampu Keberadaan pers lokal pada dasarnya
menjadi ruh sekaligus menentukan arahnya adalah membangun kearifan lokal dalam
sebuah laporan. politik, sebab pers nasional tidak akan
Prosesnya berdasarkan kebijakan mampu melakukannya karena harus melihat
redaksional media yang menginginkan kondisi masyarakat pembacanya.
adanya sebuah frame yang didasarkan atas Dalam pelaksanaan pemilihan kepala
kepentingan internal media. Individu atau daerah sejumlah calon kepala daerah tidak
seorang jurnalis mengkonstruksi realitas

159
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 2. Desember 2016

terkecuali di Banten gencar melakukan ekspektasi publik sederhana saja; media


sosialisasi tentang profil, visi misi, dan lokal adalah media yang dianggap tahu
programnya. Berbagai isu strategis yang atau semestinya paling paham seluk-beluk
dianggap mampu mendongkrak popularitas permasalahan lokal.
ditonjolkan, mulai dari sentimen putra asli Sayangnya, alih-alih menjadi pengawal
daerah, prestasi sebagai pejabat dalam rezim demokrasi pada tataran lokal, yang banyak
yang sedang berkuasa , program pengentasan terjadi adalah media lokal justru bermain
kemiskinan, hingga keunggulan peringkat mata dengan calon pemegang kekuasaan.
dalam jajak pendapat. Keuntungan yang didapatkan dan terus
Dalam melakukan pendekatan terhadap diharapkan dari para calon penguasa daerah
publik, hampir semua calon memanfaatkan baik selama masa sosialisasi maupun jika
media lokal, baik cetak maupun elektronik. kelak menjabat menjadikan media lokal
Bisa dimengerti, media mampu menjangkau kerap kali tidak saja bersikap lunak, tetapi
khalayak sasaran yang lebih luas dibanding­ bahkan fasilitatif total terhadap kepentingan
kan berbagai cara konvensional, seperti calon kepala daerah. Bukannya menurunkan
rapat umum, pemasangan spanduk, baliho, laporan yang sesuai dengan kredo bad news
atau penempelan stiker. Kita menyaksikan is good news demi kepentingan umum, kita
berbagai sosialisasi calon kepala daerah mengamati begitu banyak media lokal justru
dikemas tidak saja dalam bentuk iklan berlomba-lomba menampilkan yang terbaik
display, tetapi juga berita advertorial dan dan terindah tentang elite politik yang
dialog interaktif yang melibatkan sejumlah menjadi kliennya. Serangkaian program
stasiun radio dan televisi swasta. Bukan hal yang digelar, mulai dari talk show hingga
yang aneh, bila seorang calon kepala daerah dialog interaktif kesemuanya mempunyai
bahkan menjadi sponsor tunggal kontes adu ending yang sama: puja-puji untuk sang
bakat muda-mudi yang ditayangkan oleh calon. Sepanjang seorang calon mampu
televisi lokal. menjalin “hubungan baik” dengan media,
Momen Pemilukada menciptakan relasi calon tersebut bisa menentukan apa yang
saling menguntungkan antara media lokal ingin dimuat, bagaimana pemberitaan
dan para kandidat calon kepala daerah. (coverage) tentang dirinya mesti dikemas
Kebutuhan setiap calon akan sosialisasi dan seterusnya.
diterjemahkan media sebagai peluang emas Secara singkat media memiliki dua
untuk meraup pemasukan guna meneguhkan peran. Pertama, media dapat mempengaruhi
atau bahkan mempertahankan eksistensi kebijakan institusi. Kedua, media dapat
di tengah ketatnya persaingan bisnis media dijadikan sebagai katalis atau penetral
lokal. manakala terjadi konflik perubahan insti­
Sepintas relasi demikian adalah sesuatu tusional. Hal ini menguatkan keyakinan
yang lumrah terjadi antara penyedia jasa dan bahwa media sangat berperan penting bagi
kliennya sebagaimana yang terjadi dalam institusi politik.
transaksi jasa lainnya. Namun persoalannya Baik institusi politik, pemerintah,
menjadi lain manakala diingat bahwa media maupun kekuatan kekuasaan lain pasti akan
sesungguhnya mengemban fungsi kodrati, selalu memiliki kepentingan terhadap media
yakni kontrol sosial. massa. Hal ini tidak dapat dihindari, karena
Dalam konteks Pemilukada, publik media adalah alat yang paling efektif untuk
berharap agar media lokal mampu secara melakukan hegemoni dan mempengaruhi
kritis mengupas tuntas latar belakang setiap masyarakat. Padahal disisi lain, media massa
calon penguasa daerah berikut program yang harus dijaga independensinya sebagai salah
ditawarkannya sehingga publik memiliki satu pilar demokrasi.
pengetahuan yang cukup akurat guna
menjatuhkan pilihan dengan tepat di bilik Politik akan selalu mengejar otoritas
suara nantinya. Asumsi yang mendasari

160
Achmad Nashrudin P, Ekonomi Politik Media Pada Pemberitaan Menjelang Pemilihan Gubernur Banten 2017 ...

untuk melebarkan kekuasaanya. Otoritas terjadi, suasana ber­­pendapat bebas terjadi,


merupakan bagian dari kekuasaan. Otoritas pers lebih mudah didirikan, dan semuanya
adalah kekuasaan yang terlindungi secara bisa menjadi alat bagi para maniak kekuasaan
hukum untuk menjalankan kekuasaan atas untuk menaikkan posisinya.
diri orang lain. Otoritas memiliki legitimasi, Dengan kata lain, pers daerah kadang-
sehingga kemudian dapat membuat kadang gagal menjaga jarak dan ikut larut
masyarakat mau menerima kebijakan secara emosional dengan dinamika kompetisi
dan mengakui wewenang negara sebagai sosial politik dan konflik di wilayahnya, aki­
pemilik kekuasaan. Jack Snyder (2003) batnya liputan menjadi kurang berimbang.
melihat peran positif yang dapat dimainkan Di sisi lain, tekanan pasar, baik yang berupa
media lokal, seperti sebagai pendidik, ketatnya persaingan antarmedia maupun
pengidentifikasi masalah, penyedia forum, kehausan publik bawah terhadap tuntutan
dan penguat (revitalitator) sosiokultural bagi sensasionalitas berita, sering memperkeruh
komunitasnya. proses dan wajah liputan pers daerah (Yenni
Robert Dahl (Kompas, 20 Juni 2000) Yuniati, 2002).
menyebut peran pers yang bebas sebagai “the
availability of alternative and independent Ekonomi Politik Media (Baraya TV
sources of information”.  Peran utama ini dan Radar Banten): Netralitas dan
bersinergi dengan prinsip-prinsip good local Profesionalisme, Menjelang Pemilihan
governance seperti par­ti­sipasi, transparansi, Gubernur Banten 2017
dan akuntabilitas di tingkat lokal. Partisipasi
berarti adanya peran aktif masyarakat dalam Prasyarat bagi terwujudnya proses
pengambilan keputusan. Transparansi dida­ demokratisasi adalah kebebasan ekspresi
sarkan pada adanya mekanisme penjaminan dan informasi, oleh karena itu diperlukan
akses umum bagi pengabilan keputusan. subsistem berupa media massa yang
Sedangkan akuntabilitas menyatakan se­ independen. Dimulai dengan memberikan
berapa be­sar efektifitas pengaruh dari pihak informasi yang benar, relevan, dan objektif
yang diperintah (objek) terhadap pihak bagi masyarakat sampai pada fungsi
pemerintah (subjek). pengawas kekuasaan. Pengertian kekuasaan
Sementara itu Keane (1991: 116-117) dalam konteks masyarakat demokratis
meng­garisbawahi pentingnya media sebagai tidak hanya berorientasi pada kekuasaan
pelayan publik (public servant) yang memiliki pemerintah, melainkan ada ruang lingkup
andil besar dalam negara demokrasi. Andil yang cukup luas yang meliputi kegiatan
ini terutama menyangkut ketersediaan politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
informasi yang berguna bagi kehidupan Ini sinkron dengan apa yang dikemukakan
publik (Johansyah Mansyur. Usahid. 2005). Schieck (2003: 8) bahwa kehadiran media
yang independen dapat mengarah pada
Selain kontribusi dalam menjamin dua peran;  Pertama,  menjadi “anjing
proses demokratisasi, di satu sisi, media penjaga”  (watchdog)  bagi pemerintah.
lokal juga membawa efek ambivalen Kedua,  mengedukasi publik atas berbagai
karena kuatnya nilai primordialisme dan isu yang berpengaruh terhadap kehidupan
keterdekatan sosiokultural-ekonomi pe­ mereka sehari-hari.
modal media dengan stakeholder daerah yang
menyebabkan media lokal juga memiliki Interaksi ini terlihat di banyak sektor
posisi dilematis, misalnya dalam peliputan kehidupan. Dalam konteks yang lebih
Pemilukada (dalam Lembaga Studi Pers dan politis, pemilu misalnya, menurut survei
Pembangunan (LSPP), 2005), Synder (2003) The Asia Foundation yang dikeluarkan
dengan berbagai penelitiannya bahkan pada 2004, lebih dari 90 persen masyarakat
menyimpulkan pers lokal bisa mengobarkan menggunakan media sebagai sumber
kepentingan jangka pendek, terutama karena informasi pemilihan umum (Tim LSPP, 2005:
pada masa awal demokratisasi-bermedia 2). Dari besarnya angka ini tentu sangat

161
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 2. Desember 2016

membuka penyalahgunaan media sebagai transparansi (korupsi) dan pelayanan publik


sarana “main mata” antara pemilik media dan terhadap 8 media cetak lokal di 4 wilayah
elit politik daerah. Mulai dari kesepakatan (Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat,
transaksioal untuk menyediakan space iklan Nusa Tenggara Barat) memperlihatkan
politik, meliput pelantikan pejabat daerah, ketergantungan suratkabar lokal tersebut
hingga publikasi yang mem-blow up aktivitas yang masih tinggi dengan kekuasaan lokal.
kampanye pemilu. Kondisi ini lebih parah jika Kondisi ini jelas mempersempit ruang gerak
kebetulan pemilik media atau orang kuat di media cetak sebagai pengontrol kekuasaan
struktur organisasi media adalah salah satu (Tim LSPP, 2005: x).
kandidat peserta Pemilukada. Pers menjadi Pada penelitian tahun sebelumnya
aparatus kepentingan sesaat guna mengga­ (2004), LSPP melakukan mo­­nitoring terhadap
lang konstituen di daerah komunitasnya. 1.136 berita dari 10 suratkabar terkemuka
Jelas dari bentuk-bentuk penyimpangan Indonesia pada periode 11-25 Maret 2004.
seperti ini, pers tidak lagi dapat berfungsi Hasil yang diperoleh adalah kesimpulan
sebagaimana konsepsi tradisional pers: bahwa media kurang memperhatikan asas
majelis keempat demokrasi. keberimbangan  (cover both  sides) dalam
Pilar keempat  (the fourth estate), menyajikan berita. Isu seputar KKN dan
tidak berarti pers harus memposisikan diri uapaya reformasi militer misalnya, atau isu
“beroposisi” terhadap pemerintah atau Dewan Perwakilan Daerah yang kandidatnya
“melawan” pemerintah. Kedudukan pers mencapai ribuan orang, hanya memperoleh
dalam konsep majelis keempat sama dengan perhatian peliputan yang sangat minim
parlemen, yang lebih ditekankan pada sifat dibanding peristiwa-peristiwa lain yang
independensi atau kebebasan menyebarkan diberitakan (Luwarso. ed, 2004).
informasi dan pendapat tanpa rintangan dari Padahal secara teoritik, profesionalisme
pemerintah. Pers hanya bertanggung jawab dalam berita mensyaratkan beberapa kon­­­
secara yuridis kepada pengadilan, dan juga disi, terutama objektivitas. Dalam kon­
bertanggungjawab etika kepada organisasi sepsi yang cenderung positivistik ini, de­
wartawan (Muis, 2000: 56-57). finisi objektivitas dirumuskan dalam dua
Tarik-menarik kepentingan antara pers prinsip, yaitu kesesuaian dengan kenyataan
dengan elite lokal dan penyalahgunaan (factuality) dan tidak memihak (impartiality).
fungsi pers lokal dalam proses pemilihan Prinsip  factuality  terdiri dari dua unsur,
kepala daerah dapat dimungkinkan terjadi yaitu benar  (truth)  dan relevan (relevance).
karena beberapa penyebab yang berpangkal Unsur benar (truth) ditentukan oleh ketepa­
pada satu hal, minimnya profesionalisme. tan (accuracy) dalam mendeskripsikan
Profesionalisme pers dapat diindikasi dari fakta. Kebenaran akan kuat jika disertai
tiga tataran: mikro, meso, dan makro. Meski aku­rasi pada seluruh unsur berita (5W+1H).
kadang di antara tiga level ini tidak tegas Keakuratan ini dalam praktiknya me­mer­lu­
pembedaanya karena saling tumpang tindih kan kelengkapan (completeness) ber­bagai
dan dipertautkan satu sama lain, namun instrumen.
secara sederhana pengkategorian di atas Sementara itu, unsur-unsur yang
dapat mempermudah dalam pembahasan. digunakan untuk mengukur  meliputi:(1)
Pertama,  level  mikro,  yaitu produk proximity psikografis, (2) proximity geografis,
akhir media berupa isi atau teks, yang (3)timeliness, (4)significance, (5)promi­
secara sederhana terlihat dari berita yang nence dan (6) magnitude. Item-item tersebut
disajikan. Ketidakprofesionalan pers lokal dikenal sebagai news values.  Prisip tidak
terutama sangat terlihat dari berbagai memihak  (impartiality)  juga menentukan
pemberita tentang proses penyelengaraan tingkat objektivitas. Ada dua unsur yang
pemilihan kepala daerah yang ditampilkan mendukung ketidakberpihakan, yaitu seim­
kurang berimbang. Terbukti dari penelitian bang (balance) dan neutral. Seimbang adalah
yang dirilis LSPP tahun 2005 tentang isu memberi tempat yang adil pada pandangan

162
Achmad Nashrudin P, Ekonomi Politik Media Pada Pemberitaan Menjelang Pemilihan Gubernur Banten 2017 ...

yang berbeda, sering disebut dengan istilah pembinaan ini itu, hingga mensponsori
cover both sides, sedangkan netral berarti sejumlah kegiatan fiktif bagi para wartawan.
harus ada pemisahan antara fakta dan opini Inilah yang seharusnya dihapuskan dalam
pribadi wartawan (McQuail, 2000: 196-222). anggaran pemerintah daerah sekaligus
Mengungkap fakta dengan objektivitas ditolak oleh wartawan. Penghapusan pos
sesuai unsur-unsur yang telah disebutkan tersebut dapat mendudukkan pers pada
di atas, maka dengan sendirinya media akan posisi yang proporsional sebagai lembaga
menjadi anjing penjaga (watchdog) terhadap independen.
berbagai penyelewengan, baik di level Ketiga,  indikasi untuk melihat pro­
ne­­­gara  (state)  maupun masyarakat fe­sionalisme pers lokal adalah pada ta­
(public),  termasuk perorangan. Dalam kon­ taran  makro yang merujuk pada dinamikan
disi ini masyarakat akan berpikir serta sosial budaya, ekonomi politik, konteks
menentukan sendiri, mana yang benar dan sejarah, dan regulasi media. Isu yang
mana yang salah. Pers tidak perlu mendikte mencolok dari aspek makro adalah keti­dak­
atau mengarahkan, cukup mengungkap jelasan aturan main bagi pers lokal dalam
fakta apa adanya, dan masyarakatlah yang mengartikulasikan fungsinya. Penegakan
memberi penilaian. etika yang kurang tegas, siapa yang memeberi
Kedua,  indikasi profesionalisme pers sanksi dan sanksi apa yang dilakukan jika
lokal dapat dilihat dari elemen  meso. terjadi pelanggaran tampaknya belum
Aspek ini meliputi dinamika proses-proses sepenuhnya diakomodasi dengan baik oleh
memproduksi dan mengonsumsi teks berbagai sistem hukum di negara kita, dalam
media. Hal mencolok dalam pembahasan pengertian lemah pada aspek penegakan,
ini adalah lemahnya manajemen pers lokal bukan pada bunyi pasal-pasal perundang-
dengan SDM yang kurang kompeten serta undangan.
tidak profesional. Selain itu, lemahnya Di sisi lain, dari segi historis, men­ja­
manajemen media ini juga berujung pangkal murnya pers lokal juga tidak sepenuhnya
pada rendahnya kesejahteraan hidup jurnalis berangkat dari basis pemikiran kontemplatif
lokal, yang dalam banyak kasus diberi gaji di bagi kemanfaatan publik, melainkan tak
bawah standar UMR. Bahkan, ada sebagian lebih sebagai tren, bahkan euforia kebebasan
wartawan daerah yang hanya memperoleh yang pada titik tertentu ternyata tidak
kartu pers tanpa gaji tetap dari medianya dipahami maknanya oleh baik pengelola
(lihat misalnya Tim LSPP, 2005: 102). Pada pers maupun publik media itu sendiri.
kasus lain, pendirian pers merupakan Inilah yang mendorong perlunya lembaga
agenda politik elite lokal yang membawa pengawas media  (media watch)  yang
misi menjadikan media sebagai corong independen guna mengingatkan jika terjadi
membela kepentingannya. Ini tampak dari penyelewengan oleh pers. Selain itu bagi
nama-nama elite poltik lokal yang tercantum masyarakat diperlukan edukasi bermedia
dalam  masshead  (struktur redaksional) melalui pendidikan literasi media sehingga
suratkabar. mereka tidak hanya menjadi objek pasif
Kurangnya profesionalisme pers lokal media, melainkan memiliki kesadaran
juga diperlihatkan dari kondisi wartawan yang peran sebagai stakeholder aktif yang berhak
tidak memiliki kompetensi dan idealisme terlibat dalam proses produksi dan distribusi
sehingga hanya menjadikan institusi media informasi.
lokal sebagai lahan mencari keuntungan. Dalam sebuah tulisan di Majalah  Time,
Kolaborasi mutualisme wartawan dengan Henry Gunward pernah menulis jargon: no
pemerintah daerah mengarah pada democracy without free press (Republika,
kesepakatan-kesepakatan yang menyimpang 26 Mei 1999). Statemen ini senada dengan
dari idealisme dan etika jurnalistik dilegalkan pidato Presiden Thomas Jefferson yang
dalam anggaran pemerintah daerah (APBD), sangat populer: “Jika saya disuruh memilih
mulai dari biaya perwatan gedung PWI, antara pemerintah tanpa pers yang bebas

163
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 2. Desember 2016

dan pers bebas tanpa pemerintah, maka saya Hal itu tidaklah aneh di tengah semangat
akan memilih pers bebas tanpa pemerintah”. desentralisasi dan kebebasan informasi
Di tengah semangat desentralisasi dan yang diusung pasca gerakan reformasi
kebebasan informasi, terlebih dengan telah 1998, bangkitnya industri media lokal telah
lahirnya UU No. 14 tahun 2008 tentang memberi kontribusi dalam tradisi bermedia
Keterbukaan Informasi Publik. Semakin dan kehidupan demokrasi di Indonesia. Tak
membangkitkan industri pers lokal untuk terkecuali di Banten.
memberi kontribusi dan warna baru dalam Berdasarkan sinyalemen tersebut,
tradisi bermedia dan kehidupan demokrasi ada 3 (tiga) hal yang menjadi perhatian
di Indonesia. Namun demikian, lanskap sentral: Pertama, tinjauan teoritik mengenai
kehidupan bermedia, terutama di ranah relasi media, demokrasi, dan proses menuju
lokal masih menunjukkan karut marut demokratisasi di ranah lokal. Kedua, sebagai
persoalan yang berkelindan dan pelik untuk respon dari penyelenggaraan otonomi
diurai. Netralitas pers lokal dalam pemilihan daerah, media memegang peran vital sebagai
kepala daerah (Pemilukada) misalnya, atau mediator informasi antarpemimpin politik
eksistensinya yang lebih mengutamakan dengan konstituennya, maka diskusi tentang
fungsi ekonomi daripada aspek informatif- netralitas media dalam pemilihan kepala
edukatif bagi publik daerah adalah dua isu daerah menjadi penting untuk dikemukakan.
utama yang mengemuka, bahkan berpotensi Apalagi dinamika industri media lokal di
mereduksi peran pers; alih-alih menjadi tanah air pasca Orde Baru menunjukkan
pilar keempat (fourth estate) yang mengawal bagaimana tarik menarik kepentingan antara
proses demokratisasi, justru misfungsi media, pemerintah lokal, dan pengiklan
menjadi kepanjangan tangan “raja-raja” (termasuk pemerintah yang juga kerap
daerah yang menyokong kepentingan berposisi sebagai pengiklan) dalam proses
kekuasaan jangka pendek, nasionalisme konstruksi berita politik yang disajikan media
kesukuan, dan primordialisme lokal. lokal. Ketiga,  pentingnya peran media lokal
Menurut survei The Asia Foundation dalam proses demokratisasi di Indonesia,
yang dikeluarkan pada 2004, lebih dari 90 sekaligus memberikan tawaran alternatif
persen masyarakat menggunakan media bagaimana seharusnya format media lokal
sebagai sumber informasi pemilihan umum di masa mendatang, baik sebagai subsistem
(LSPP, 2005). Dari besarnya angka ini demokrasi maupun pilar industri.
tentu sangat membuka penyalahgunaan Maraknya media lokal atau media
media sebagai sarana “main mata” antara daerah sesungguhnya merupakan reaksi
pemilik media dan elit politik daerah. simultan dari reformasi politik tahun
Mulai dari kesepakatan transaksional untuk 1998. Gerakan reformasi sendiri berhasil
menyediakan  space  iklan politik, meliput mendorong setidaknya dua perubahan
pelantikan pejabat daerah, hingga publikasi signifikan.  Pertama,  era kebebasan pers
yang mem-blow up  aktivitas kampanye yang menggantikan tirani-autoritatif pe­
pemilu. Kondisi ini menjadi lebih buruk jika me­rintah melalui rezim surat perizinan.
kebetulan pemilik media atau orang kuat Kedua,  perubahan mendasar dari reformasi
di struktur organisasi media adalah salah adalah agenda otonomi daerah yang
satu kandidat peserta Pemilukada. Yang mengusung asas desentralisasi. Kebijakan
terjadi tidak lain pers lokal menjadi aparatus yang dituangkan Undang-undang Nomor 32
kepentingan sesaat guna menggalang Tahun 2004 membawa dua tujuan yang tidak
konstituen di daerah pemilihan. Jelas dari dapat dilepaskan dari peran media (1) tujuan
bentuk-bentuk penyimpangan seperti ini, politik dan (2) tujuan administratif. Tujuan
pers tidak lagi dapat berfungsi sebagaimana politik memposisikan pemerintah daerah
konsepsi tradisional pers: majelis keempat sebagai medium pendidikan politik bagi
demokrasi yang artinya pers sebagai pilar masyarakat tingkat lokal yang secara agregat
pengawas kekuasaan. akan berkontribusi pada pendidikan polilik

164
Achmad Nashrudin P, Ekonomi Politik Media Pada Pemberitaan Menjelang Pemilihan Gubernur Banten 2017 ...

tingkat nasional dalam rangka mempercepat “memberdayakan”  (empowering)  masyarakat


terwujudnya civil society. lewat media tidak berubah makna menjadi
Sedangkan tujuan administratif mem­ “memperdayakan” (disempowering) sebagai­ma­
posisikan pemerintah daerah sebagai unit na euforia kebebasan pers di awal era reformasi
pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi beberapa waktu lalu: “Yang penting terbit,
menyediakan pelayanan masyarakat secara urusan lain belakangan”.
efektif, efisien, dan memberi hasil yang Di sisi lain, sebagai sebuah institusi bisnis,
lebih baik dibanding pemerintahan sebelum pers lokal juga harus meningkatkan mutu
reformasi (Siti Fatimah, 2004) Di satu sisi, manajemen media yang pada gilirannya mampu
otonomi daerah mempunyai kecenderungan menyehatkan perusahaan dan meningkatkan
identik dengan kebebasan di daerah (freedom kesejahteraan para pekerja media yang ber­
of locality)  untuk menentukan nasib sang­kutan. Gempuran persaingan dengan
sendiri  (self deter­mi­na­tion)  atau demokrasi media-media lain juga akan menguji sampai
lokal. sejauh mana eksistensi pers daerah di masa-
Dua perubahan elementer di atas men­ masa mendatang. Dalam menyikapinya maka
do­rong media lokal mengartikulasikan peningkatan kapasitas manajerial harus
kebutuhan informasi masyarakat se­ dilakukan melalui berbagai pendidikan dan
ka­­ligus mengisi ceruk pasar  (market pelatihan yang intensif.
niche).  Mengingat kondisi masyarakat yang Keberadaan media lokal sebagai subsistem
beraneka ragam, media lokal lahir dengan arena percaturan politik di tingkat lokal meng­
mengusung kebernekaragaman pula. Fungsi haruskan adanya landasan profesionalisme dan
desentralisasi dan local autonomy bagi media idealisme yang kuat. Tanpa profesionalisme,
daerah ditunjukkan dengan kemampuan media tidak akan memperoleh kepercayaan
mengakomodasi kemajemukan aspirasi masyarakat. Di sisi lain, sebagai sebuah institusi
masyarakat lokal-komunitas. Desentalisasi bisnis, media lokal juga harus meningkatkan
media pada tingakan ini melahirkan mutu manajemen media yang pada gilirannya
kemajemukan politik (political variety) yang mampu menyehatkan perusahaan dan me­
sangat berguna untuk menyalurkan dan ning­katkan kesejahteraan para pekerja media
menampung local voice dan local choice. yang bersangkutan. Gempuran persaingan
dengan media-media lain juga akan menguji
SIMPULAN sampai sejauh mana eksistensi media daerah di
masa-masa mendatang. Dalam menyikapinya
Demokrasi mengandung makna inde­ maka peningkatan kapasitas manajerial
pen­densi dan otonomi. Dengan kata lain, harus dilakukan melalui profesionalisme.
kehidupan politik disangga oleh berbagai Terakhir, publik pembaca juga harus berupaya
institusi yang memiliki tingkat kebebasan meningkatkan pemahaman tentang melek
dan otonomi, namun saling bersinergi satu media  (media literacy).  Sehingga dapat me­
sama lain. Dalam kondisi semacam ini ning­katkan apresiasi dan partisipasi bermedia
kehadiran mediapers merupakan keniscayaan secara sehat dan kritis, hal itu untuk mendorong
(conditio sine qua non).  Keberadaan pers ter­cip­tanya  good local government  dalam arti
lokal sebagai subsistem arena percaturan sesungguhnya, yaitu menjamin adanya par­ti­si­
politik di tingkat lokal mengharuskan pa­si, transparansi, dan akuntabilitas.
adanya landasan profesionalisme dan Kekuatan media begitu dahsyat dalam  me­
idealisme yang kuat. Tanpa profesionalisme, nyebar arus informasi secara cepat dan meluas.
media pers tidak akan memperoleh Para calon jelas lebih memanfaatkan media
kepercayaan masyarakat. Berkembangnya massa sebagai sarana untuk bersosialisasi agenda
pers lokal harus dimaknai secara bijaksana politik. Publik secara otomatis akan terbius oleh
oleh stakeholder media sehingga fungsi manisnya informasi melaui media massa yang
telah  disetting. Hal ini sangat bersinggungan
dengan   teori jarum hipodermiks  (hypodemic

165
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 2. Desember 2016

nodle), yaitu teori klasik mengenai proses Baraya TV, patut dipertanyakan. Alih alih
terjadinya efek media massa. Dalam teori mengusung profesionalisme media, media
ini, isi media dipandang sebagai obat yang lokal tampak lebih cenderung memerankan
disuntikan ke dalam pembuluh audien, yang sebagai institusi ekonomi, dengan lebih
kemudian diasumsikan akan bereaksi seperti mengedepankan praktik-praktik ekonomi
yang diharapkan.  melalui spot iklan (kampanye) yang mendapat
Media memang memliki kekuatan space lebih besar dan lebih ”longgar”.
yang signifikan dalam melakukan pro­duksi Melihat kondisi seperti ini, nampaknya
dan reproduksi citra politik dan isi media fenomena ekonomi media, menampakkan
sebagai realitas yang telah di­kons­truk­si­kan wajah yang sebenarnya. Dalam arti,
(constructed reality), hal ini seperti pendapat media relatif kesulitan melakukan tugas
Tuchman (1980). Maka dari itu munculah jurnalistiknya dengan konsisten dengan pe­
rumusan “Siapa yang menguasai media maka nilaian ketidaknetralan oleh beberapa pihak.
akan menguasai dunia”, jika kita hubungkan Pemanfaatan kesempatan memperoleh
pada konteks Pemilukada maka calon yang ”ceruk” iklan, cukup dominan. Hal tersebut,
dapat menguasai opini publik maka dia akan dianggap sebagai hal yang sering ditemui
lebih berpeluang untuk menang. dalam fenomena media lokal, terutama pada
Independensi dan netralitas media, saat-saat Pemilukada.
dalam hal ini Radar Banten, ketimbang

166
Achmad Nashrudin P, Ekonomi Politik Media Pada Pemberitaan Menjelang Pemilihan Gubernur Banten 2017 ...

Yenni Yuniati . 2002. ”Pengaruh Media


DAFTAR PUSTAKA Terhadap Persepsi Politik”. Mediator
Lembaga Studi Pers dan Pembangunan
(LSPP). 2005.
Eriyanto. 2005. Analisis Framing (Konstruksi,
Ideologi, dan Politik Media). Yogyakarta: Mansyur, Johansyah. 2005. Thesis.
LKIS. ”Anlisis Kebebasan Pers Terhadap
Pemberdayaan Politik Masyarakat :
Cresswell, John W. 2002. Research Design: Studi Framing pada Harian Pedoman
Qualitative and Quantitative Rakyat dan Harian Fajar, tentang
Approaches. Jakarta: KIK Press. Suksesi Gubernur Sulsel. Universitas
Fatimah, Siti. 2004. Enggan Jadi Politikus: Sahid. Jakarta
Preferensi dan Persepsi Politik Orang
Bandung. Bandung: BIGS
Peraturan Perundang-udangan :
Moeleong, Lexy. 2006. Penelitian Kualitatif.
Bandung: Remaja Rosda Karya UU No. 40 Tahun 1999, tentang Pers

Muis, Andi Abdul. 2000. Ilmu Komunikasi UU No. 32 Tahun 2002, tentang Penyiaran
suatu Pengantar. Bandung: Remaja UU No. 32 Tahun 2004, Pemerintahan
Rosda Karya. Daerah
Severin J, Werner dan Tankard Jr. W. James. UU No 14 Tahun 2008, tentang Keterbukaan
2007. Teori Komunikasi : Sejarah, Informasi Publik (KIP)
Metode, dan Terapan di Dalam Media
Massa (Terjemahan). Jakarta: Kencana
Sumber Lain :
Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media
Penyiaran. Yogyakarta: LKIS. Baraya TV
Wijaya, Albert. 1988. Budaya Politik Radar Banten, 5 – 18 Oktober 2011
Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Republika, 26 Mei 1999
LP3ES.
Kompas, 20 Juni 2006

Jurnal/Karya Ilmiah (Non buku):


Jurnal Komunikasi ”Mediator”. 2002. Risalah
penelitian karya

167
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 46. Nomor 2. Desember 2016

168

You might also like