Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Cicih Ninawati, Didin Sarifudin, Achmad Iriyadi1
ABSTRACT
This research reviews about the role of a character in the formation and development
of the Indonesian Republic military organization on the 1961 – 1965. The background
why researcher taking this issue due to the interest in the condition of the development
of the Indonesia military organization in the early period of independence. Which is
in an all-round hazard and the need for a reliable unit, has forced TNI officer AD to
engender a single entity, later called the army General Reserve or CADUAD that no other
forerunner of strategic unity and also mobile that right now known as KOSTRAD. The
method that used in this research is historical research by doing a four-step research,
there are: heuristics, critique, interpretation, and historiography. The results showed
that CADUAD is the military organization which was formed and prepared to carry out
the operations for the liberation of West Irian that has been delayed since a long time.
The establishment of KOSTRAD as one unity of Indonesia’s elite military nowadays
that is inseparable from the Research Staff Letter filed by Soeharto who is at that time
had risen to become a major general. In the years 1961 – 1965, KOSTRAD has managed
to carry out major operations, including Trikora Operation, Dwikora Operation, and
operation Completion Problem G 30 S.
Keywords: Soeharto, KOSTRAD, The Strategic Unity, Military Operations
PENDAHULUAN
190
FACTUM
Volume 6, N0.2, Oktober 2017
191
CICIH NINAWATI
PERANAN BRIGADIR JENDERAL SOEHARTO DALAM MEMBANGUN KOMANDO CADANGAN
STRATEGIS ANGKATAN DARAT (KOSTRAD) TAHUN 1961 – 1965
itu, Masalah utama yang diangkat dalam Kearsipan Daerah Jawa Barat. Berdasarkan
skripsi ini adalah “Bagaimana proses pencarian ke perpustakaan-perpustakaan
pembangunan KOSTRAD sebagai kesatuan tersebut, penulis berhasil mengumpulkan
siap tempur di bawah kepemimpinan beberapa sumber utama, baik berupa
Brigadir Jenderal Soeharto pada tahun dokumen maupun buku seperti: dokumen
1961 – 1965?”. Kemudian, masalah utama Dharma Bhakti Komando Tempur II/
tersebut dijabarkan ke dalam pertanyaan KOSTRAD “Vira Cakti Yudha”, Sejarah
penelitian sebagai berikut; (1) Bagaimana Singkat Kopur II/KOSTRAD 15 Januari
proses pembentukan Komando Cadangan 1962 – 15 Januari 1970” dan “Sejarah
Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) Satuan Divisi I dan Divisi II KOSTRAD”
sebagai kesatuan siap tempur?; (2) yang berhasil penulis dapatkan dari Dinas
Bagaimana komando-komando yang Sejarah Angkatan Darat. Dan beberapa
dikeluarkan Brigadir Jenderal Soeharto buku utama seperti, Militer dan Politik
dalam membangun Komando Cadangan di Indonesia, 32 Tahun Dharma Bakti
Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) pada KOSTRAD Darma Putra 1961 – 1993,
kurun waktu 1961 – 1965? ; (3) Bagaimana Gelora Konfrontasi Mengganyang Malaysia
prestasi yang berhasil dicapai Komando 196, Irian Barat dari Masa ke masa, Politik
Cadangan Strategis Angkata Darat Luar Negeri, Studi Kasus Penyelesaian
(KOSTRAD) selama masa kepemimpinan Konfrontasi Indonesia – Malaysia, Sejarah
Brigadir Jenderal Soeharto? TNI – AD 1945 – 1973, dan beberapa buku
lainnya.
METODE PENELITIAN
2. Kritik Sumber. Pada tahapan
Dalam penelitian ini, peneliti ini, peneliti melakukan verifikasi untuk
menggunakan metode penelitian historis menguji validitas sumber-sumber yang
dengan langkah-langkah sebagai berikut: telah diperoleh sebagai uapaya penulisan
1. Heuristik. Heuristik merupakan sejarah berkaitan dengan Peranan Brigadir
upaya mencari dan mengumpulkan Jenderal Soeharto dalam Membangun
sumber-sumber yang berkaitan KOSTRAD. Tidak semua sumber yang
dengan permasalahan yang dikaji, baik telah diperoleh dari hasil penelusuran
berupa sumber benda, sumber lisan, relevan digunakan sebagai sumber dalam
maupun sumber tertulis. Abdurahman penelitian ini, baik itu dilihat dari segi
mengemukakan bahwa heuristik adalah otentikitas keaslian sumber ataupun isi
suatu keterampilan dalam menemukan, dari sumber tersebut. Kritik dilakukan
menangani, dan memerinci bibliografi, terhadap isi sumber atau dokumen (kritik
atau mengklarifikasi dan merawat catatan- interen) untuk menguji kredibilitas isi
catatan (2007, hlm. 64). Untuk itu, buku menjadi fakta atau yang sudah
pada pelaksanaan tahapan ini, peneliti dianggap kebenaranya. Misalnya dalam
mengunjungi beberapa perpustakaan beberapa buku terdapat penjelasan
besar yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, berbeda mengenai Operasi Trikora dan
diantranya Perpustakaan Universitas keterlibatan KOSTRAD di dalamnya. Oleh
Pendidikan Indonesia, Perpustakaan Pusat karena itu penulis perlu untuk melakukan
Angkatan Darat, Dinas Sejarah Angkatan perbandingan sumber untuk mencari
Darat, dan Badan Perpustakaan dan sumber sejarah yang benar-benar relevan.
192
FACTUM
Volume 6, N0.2, Oktober 2017
Kritik sumber dilakukan untuk mengetahui Cadangan Strategis Angkatan Darat tahun
beberapa fakta mengenai bagaimana 1961 – 1965.
latar belakang pembentukan kesatuan
KOSTRAD, peran Brigadir Jenderal HASIL PENELITIAN DAN
Soeharto dalam upaya membangun PEMBAHASAN
KOSTRAD, dan bagaimana prestasi 1. Proses Pembentukan Komando
yang berhasil dicapai oleh KOSTRAD di Cadangan Strategis Angkatan Darat
bawah kepemimpinan Brigadir Jenderal (KOSTRAD)
Soeharto.
Pembentukan KOSTRAD sebagai
3. Interpretasi. Setelah melakukan salah satu kekuatan militer Indonesia
tahapan kritik sumber, tahapan dalam tidak terlepas dari kondisi keamanan
penelitian selanjutnya adalah interpretasi. dan stabilitas politik yang berkembang
Dimana, tahapan ini berkaitan dengan pada saat itu. Dimana, menjelang tahun
kemampuan penulis untuk menganalisis 1961 sejarah mencatat bahwa berkali-kali
informasi yang berhasil didapatkan terjadi ketegangan antara golongan militer
untuk kemudian disintesiskan agar dan golongan sipil dalam hal penyelesaian
menghasilkan suatu interpretasi yang masalah-masalah yang masih berkelanjutan
menyeluruh (Kuntowijoyo, 1995, hlm. sejak periode perang kemerdekaan.
73). Sumber-sumber yang telah diperoleh Muhaimin menyebut hal tersebut sebagai
dihubungkan anatara fakta satu sama lain perbedaan strategi dalam menghadapi
untuk mengetahui sejarah yang berkaitan kekuatan asing yakni berkaitan dengan
dengan topik kajian penelitian ini. Untuk strategi diplomasi dan strategi perang
selanjutnya dapat direkontruksi menjadi (1982, hlm. 28). Pemerintah sipil tidak
sebuah tulisan sejarah. menghendaki penyelesaian permasalahan-
4. Historiografi. Tahapan terakhir permasalahan tersebut dilakukan dengan
yang dilakukan peneliti dalam metode terburu-buru dan mengandalkan kekuatan
penelitian sejarah adalah melaporkan fisik, dalam hal ini tentu saja ditujukan
hasil penelitian atau historiografi. Seperti untuk golongan militer. Dengan kata
yang diungkapkan oleh Sjamsuddin bahwa lain, golongan sipil tidak menghendaki
historiografi ini merupakan langkah akhir penyelesaian masalah dengan cara
dari keseluruhan prosedur penulisan kekerasan karena mereka beranggapan
karya ilmiah sejarah yang merupakan bahwa hal tersebut hanya akan merugikan
kegiatan intelektual dan cara utama dalam Bangsa Indonesia. Mengingat, pada saat
memahami sejarah (2007, hlm. 156). itu kondisi organisasi militer Indonesia
Penulisan skripsi ini menggunakan sistem masih terbatas dalam segala hal termasuk
penulisan yang mengacu pada pedoman dalam bidang persenjataan.
penulisan karya tulis ilmiah Universitas Di lain pihak, pertentangan antara
Pendidikan Indonesia yang diterbitkan keduanya pun semakin memuncak ketika
tahun 2015. Hasil penelitian ini kemudian golongan sipil terlibat dalam urusan militer.
menghasilkan sebuah karya ilmiah yang Dimana, hal tersebut dilatarbelakangi oleh
berjudul Peranan Brigadir Jenderal keputusan pemerintah sipil dalam memilih
Soeharto dalam Membangun Komando Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
193
CICIH NINAWATI
PERANAN BRIGADIR JENDERAL SOEHARTO DALAM MEMBANGUN KOMANDO CADANGAN
STRATEGIS ANGKATAN DARAT (KOSTRAD) TAHUN 1961 – 1965
Padahal, peristiwa 17 Oktober 1952 yang pembentukan “Kabinet Kaki Empat” yang
berhasil diselesaikan dengan Piagam Yogya mengandung arti bahwa empat partai
di dalamnya disepakati bahwa: besar, tidak hanya PNI, Masyumi, dan
TNI-AD akan berupaya untuk NU, melainkan juga PKI, harus turut
mempertahankan persatuan dan serta di dalamnya untuk menciptakan
profesionalisme, tidak membenarkan kegotongroyongan nasional.
campur tangan politik, dan pengangkatan 3. Pembentukan Dewan Nasional
pada sesuatu jabatan militer harus yang terdiri dari golongan fungsional dalam
didasarkan pada senioritas dan kecakapan masyarakat. Dewan Nasional ini juga tugas
(Muhaimin, 1982, hlm. 78). utamanya adalah memberi nasihat kepada
Namun, hal tersebut ternodai oleh Kabinet, baik diminta ataupun tidak
pengangkatan Kolonel Bambang Oetojo (Notosusanto, 1991, hlm. 76).
sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Berdasarkan isi konsepsi tersebut
oleh Iwa Kusumasumantri yang pada saat tersirat bahwa Presiden Soekarno
itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan. menghendaki pembentukan Kabinet
Selain itu, keterlibatannya pun dipicu Gotong Royong yang merangkul empat
oleh seringnya pergantian kabinet yang partai terkuat di Indonesia yakni PNI,
kemudian memunculkan anggapan bahwa Masyumi, NU, dan PKI. Namun, justru
golongan sipil tidak becus dalam mengurus hal tersebutlah yang membawa Indonesia
urusan negara. pada krisis keamanan karena sering kali
Pertentangan antara kedua golongan terjadi ketegangan-ketegangan yang
ini kemudian semakin meluas dampaknya tidak saja terjadi di wilayah pusat namun
manakala Presiden Soekarno mengeluarkan terjadi juga di daerah-daerah. Selain tidak
sebuah konsepsi yang dianggap dapat menghendaki konsepsi yang diajukan
menyelesaikan permasalahan tersebut. presiden, tuntutan yang mereka ajukan
Konsepsi yang dimaksud adalah konsepsi kepada pemerintah pusat pun mendesak
yang dikeluarkan pada tanggal 21 Februari agar Hatta dikembalikan ke dalam fungsi
1957 di hadapan para pemimpin partai dan pemerintahan yang dominan.
tokoh masyarakat, isi konsepsi tersebut Melihat kondisi bangsanya yang
tidak lain adalah sebagai berikut: tidak dalam keadaan baik, Nasution
1. Sistem Demokrasi Parlementer kemudian mengajukan gagasannya kepada
secara Barat tidak sesuai dengan Presiden Soekarno untuk mengumumkan
kepribadian Indonesia, oleh karena itu berlakunya keadaaan darurat perang di
harus diganti dengan Sistem Demokrasi seluruh negeri sebagai langkah pertama
Terpimpin. ke arah pemulihan persatuan nasional.
Soekarno kemudian menyetujui gagasan
2. Untuk pelaksanaan Demokrasi
ini karena beliau tidak memiliki alternatif
Terpimpin perlu dibentuk suatu Kabinet
lain kecuali kembali mengangkat Hatta
Gotong Royong yang anggota-anggotanya
sebagai wakil presiden dan beliau tidak
terdiri dari semua partai dan organisasi
menghendaki hal tersebut. Berlakunya
berdasarkan perimbangan kekuatan yang
S. O. B (Staat Oorlog van Beleg) atau
ada dalam masyarakat. Konsepsi Presiden
keadaan darurat perang ini merupakan
ini mengetengahkan pula perlunya
194
FACTUM
Volume 6, N0.2, Oktober 2017
dasar hukum yang melegitimasi militer faktor utama atas ketegangan di daerah
untuk melakukan tindakan-tindakan non- tersebut. Terlebih lagi, gelombang protes
militer. Secara resmi militer telah memiliki ini mengkritisi pembangunan ekonomi
payung hukum untuk mengambil tindakan yang terpusat di perkotaan. Dampaknya,
dan campur tangan dalam urusan politik. Wilayah Sumatra Barat memproklamasi-
Hal ini ditegaskan Sundhaussen bahwa: kan Pemerintah Revolusioner Republik
Dalam keadaan darurat perang (Staat Indonesia (PRRI) pada tanggal 15 Februari
van Beleg), “pejabat-pejabat militer, dalam 1958 oleh Achmad Husein (Notosusanto,
mengubah ketentuan-ketentuan peraturan 1991, hlm. 85). Gagasan pembentukan
umum, berwenang mengambil tindakan pemerintahan revolusioner ini berasal
yang bagaimanapun... apabila hal itu dari Mr. Syafruddin Prawiranegara yang
mereka anggap perlu mengingat situasi beranggapan bahwa pembentukan PRRI
darurat perang yang nyata (1988, hlm. berarti telah mewakili seluruh kekuatan
224). dewan-dewan daerah yang menentang
Presiden Soekarno (Djamhari, 2012, hlm.
Dengan demikian, tidak saja bertindak
313).
sebagai organisasi yang bertanggung
jawab dalam menjaga keamanan, namun Walaupun dengan tujuan dan visi –
setelah diberlakukanya S. O. B, militer misi yang mengatasnamakan Republik
menjadi bagian yang paling penting Indonesia, namun PRRI-Permesta ini
dari administrasi nasional di seluruh banyak mendapatkan tanggapan keras
Indonesia. Bahkan, Crouch menegaskan dari orang-orang yang masih setia kepada
bahwa keadaan darurat perang tidak saja Pancasila, Saptamarga, dan Sumpah
memberikan wewenang militer dalam Prajurit. Mereka adalah orang-orang
mengeluarkan keputusan berkaitan nasionalis yang menyatakan kesetiaan
dengan bidang politik, namun juga terhadap NKRI dan menolak dengan
menyangkut bidang-bidang administrasi keras setiap bentuk usaha pemisahan
umum dan pengelolaan ekonomi (1986, diri. Sehingga, tidak heran jika beberapa
hlm. 32). Keadaan darurat perang telah pihak seperti pemerintah dan TNI AD
memberikan tempat perwakilan kepada mengupayakan musyawarah sebagai
para perwira dalam lembaga-lembaga upaya penyelesaian. Namun, golongan
resmi pemerintahan. separatis menolak dengan keras hal
tersebut dan berakibat pada keputusan
Permasalahan politik yang berhasil
dari pemerintah dan KSAD untuk
diredam dan kemudian memunculkan
menyelesaikan permasalahan tersebut
dominasi golongan militer di dalamnya,
melalui operasi militer (Notosusanto,
tidak serta merta menyelesaikan pergola-
1991, hlm. 85). Operasi yang dilakukan
kan dan ketegangan yang terjadi di daerah.
merupakan operasi gabungan antara
Menjelang tahun 1961 situasi keamanan
Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
masih tidak stabil. Hal tersebut tidak lain
Angkata Udara. Dimana, operasi gabungan
disebabkan oleh ketidakmampuan pe-
ini terdiri dari Operasi Saptamarga di
merintah pusat dalam menyelesaikan per-
Sumatra Utara, Operasi Tegas di Riau,
masalahan negara secara cepat dan sering
Operasi Sadar di Sumatra Selatan, Operasi
terjadinya pergantian kabinet merupakan
Insyaf, Mena, dan Merdeka di Sulawesi
195
CICIH NINAWATI
PERANAN BRIGADIR JENDERAL SOEHARTO DALAM MEMBANGUN KOMANDO CADANGAN
STRATEGIS ANGKATAN DARAT (KOSTRAD) TAHUN 1961 – 1965
196
FACTUM
Volume 6, N0.2, Oktober 2017
5. Ass III : Let. Kol. Inf. Slamet Dengan tercapainya kesepakatan antara
Soedibyo Indonesia dengan Belanda di New York pada
6. Ass IV : Let. Kol. Inf. Soenggoro tanggal 15 Agustus 1962 menunjukan bahwa
permasalahan Irian Barat telah mencapai
7. Ass V : Let. Kol. Inf. Moenadi
titik terang. Maka, secara berangsur-angsur
8. Sekretaris : Pelda Sofjan Nurdin
kesatuan yang terlibat dalam operasi ini
(Pelaksana sementara) digantikan oleh
dikembalikan ke kesatuannya masing-
Kapten Cad Soekotjo.
masing, terkecuali CADUAD. Dalam hal
Selanjutnya, Jenderal Nasution kembali ini, CADUAD ditugaskan sebagai kontingen
mengeluarkan Surat Keputusan bernomor: Indonesia (Kontindo) dalam Pasukan
Kpts-342/4/1961 tertanggal 27 April Keamanan PBB di Irian Barat (Mardjiono,
1961 yang berisi mengenai ketetapan atas 1993, hlm. 13). Masa konsolidasi tersebut
adanya Divisi II dalam Korra I CADUAD kemudian mengundang keresahan Panglima
(Disjarahad, Tt, hlm. 29). Dimana, susunan CADUAD atas keberadaan kesatuan yang
personil pertama dari Divisi I tersebut dipimpinnya. Soeharto, yang saat itu
adalah sebagai berikut: pangkatnya telah naik menjadi Mayor
1. Panglima Divisi : Kol. Inf. Umar Jenderal pertanggal 1 Januari 1962 (Roeder,
Rukmana 1969, hlm. 169), memiliki pertanyaan
2. Kepala Staf : Let. Kol. Inf. Moenadi apakah CADUAD harus dipertahankan
3. Asisten I : Mayor Inf. Ali Moertopo atau tidak, mengingat kondisi keamanan
Indonesia belum sepenuhnya pulih. Selain
4. Asisten II : Let. Kol. Inf. Amir
itu, sesuai dengan rencana pembangunan
Judowinarno
kekuatan militer Indonesia dan sebagai
5. Asisten III : Let. Kol. Inf. Soewondo upaya antisipasi atas ancaman keamanan
Darsono yang kemungkinan kembali terjadi, maka
6. Asisten IV : Mayor Inf. Soeprapto diperlukan satu kesatuan tempur yang
7. Asisten V : Mayor Inf. Moekadji mampu dilibatkan dalam berbagai situasi
8. Dan. Den. Ma : Lettu Inf. K. dan kondisi.
Soemarto Melalui pola pikir yang logis dan
9. Sekretaris : Kapten Inf. Soepomo bertolak belakang dari fakta-fakta yang
ada tersebut, Mayor Jenderal Soeharto
Selain Divisi II, kekuatan Korra I/
kemudian mengemukakan konsepsi
CADUAD pun diisi oleh I Brigade Infanteri
mengenai perlunya pembentukan
3/Pasukan Parasut atau kemudian
Komando Cadangan Strategis Angkatan
disingkat Brigif 3/Para yang memiliki
Darat dalam tatanan kekuatan Angkatan
kemampuan dan kekuatan di udara. Satuan
Darat Indonesia. Gagasan tersebut
ini dipimpin oleh Kolonel Infanteri Wiyogo
kemudian diajukan kepada Menteri
Suyono dan kepala staf yang dijabat oleh
Panglima Angkatan Darat dalam sebuah
Letnan Kolonel Sukresno (Bintal, 2010,
telaahan pada tanggal 1 Desember 1962
hlm. 11).
yang isinya sebagai berikut:
2. Komando-komando Brigadir
a. Perlunya diadakan suatu Cadangan
Jenderal Soeharto dalam Membangun
Umum Angkatan Darat dengan tugas-
KOSTRAD
tugas:
197
CICIH NINAWATI
PERANAN BRIGADIR JENDERAL SOEHARTO DALAM MEMBANGUN KOMANDO CADANGAN
STRATEGIS ANGKATAN DARAT (KOSTRAD) TAHUN 1961 – 1965
198
FACTUM
Volume 6, N0.2, Oktober 2017
199
CICIH NINAWATI
PERANAN BRIGADIR JENDERAL SOEHARTO DALAM MEMBANGUN KOMANDO CADANGAN
STRATEGIS ANGKATAN DARAT (KOSTRAD) TAHUN 1961 – 1965
200
FACTUM
Volume 6, N0.2, Oktober 2017
201
CICIH NINAWATI
PERANAN BRIGADIR JENDERAL SOEHARTO DALAM MEMBANGUN KOMANDO CADANGAN
STRATEGIS ANGKATAN DARAT (KOSTRAD) TAHUN 1961 – 1965
202