You are on page 1of 4

SELEKSI CALON INDUK BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN BOBOT

SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH DI KECAMATAN METRO


SELATAN, KOTA METRO

Fikri Syahputra1), Idalina Harris2), dan Sulastri2)

ABSTRACT

Breeding Value (BV) is an evaluation of the quality of animal genetics for a certain character
which is given relatively based on it‘s position in population. This study aimed to determine the
heritability and repitability value of weaning weight of Etawah Crossbred Goat, to determine the
weaning weight and BV of each individual female goat, and to determine the individual females
which had the highest BV of weaning weight. This study used the survey method to obtain the
subject matter, which comprised 40 female parents which had recording of age when littering,
pedigree of male, and goatling of female parent samples which had recording of birth weight, type
of birth, type of maintenance, and weaning weight of the first and second birth.
The result of this study showed that : the average of weaning weight corrected was 20,980±1,080
kg; the heritability value of weaning weight was 0,135±0,010; the repitability value of weaning
weight was 0,389; the average of BV of weaning weight was 20,981±0,214. Based on the result of
this study, it was known that 24 (60%) of 40 Etawah Crossbred Goat female parents had higher
BV over the average, and 5 female parents were given priority with the highest BV of weaning
weight, those were the goat female parents with code C1 with BV of 21,369; H1 of 21,229; F2 of
21,267; G3 of 21,261; E2 of 21,230.

Keywords: Weaning Weight, Heritability, Repitability, Breeding Value

Keterangan:
1)
Mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
2)
Dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

PENDAHULUAN melalui seleksi. Seleksi calon induk


kambing Peranakan Etawah dapat dilakukan
Kambing merupakan salah satu jenis melalui NP bobot sapih. Penelitian tentang
ternak yang berperan dalam bidang seleksi calon induk tersebut dapat dilakukan
peternakan. Hal ini terlihat dari populasinya di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro.
yang berkembang, khususnya di Provinsi Kecamatan tersebut merupakan salah satu
Lampung. Pada tahun 2010, populasi wilayah yang berpotensi untuk
kambing di Provinsi Lampung mencapai pengembangan kambing. Hal ini terlihat dari
997.412 ekor dan pada tahun 2011 populasi kambing di daerah tersebut
meningkat menjadi 1.090.647 ekor (Dinas berjumlah 4.557 ekor atau 47,75 % dan
Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi tertinggi dari kecamatan-kecamatan lain
Lampung, 2011). (Dinas Peternakan Provinsi Lampung,
Menurut Direktorat Jenderal 2011). Selain itu, seleksi induk berdasarkan
Peternakan Departemen Pertanian, 2009), mutu genetik belum dilakukan.
produksi daging kambing di Provinsi
Lampung sebanyak 2.912 ton/tahun atau
67,18 % dari kebutuhan sebanyak 4.334 MATERI DAN METODE
ton/tahun. Namun kebutuhan daging tersebut
belum diimbangi dengan produksi kambing Materi Penelitian
sebagai ternak penghasil daging, sehingga
diperlukan upaya untuk meningkatkan Materi penelitian ini adalah induk
produktivitasnya. Salah satu upaya untuk kambing PE sebanyak 40 ekor yang
meningkatkan produktivitas yaitu dengan memiliki catatan umur melahirkan, silsilah
melakukan perbaikan mutu genetik kambing pejantan, serta cempe dari induk sampel
yang memiliki catatan bobot lahir, tipe

1
kelahiran, tipe pemeliharaan, dan bobot 3. Ripitabilitas
sapih pada kelahiran pertama dan kedua. Menurut Warwick, dkk. (1990),
perhitungan nilai ripitabilitas dengan metode
Lokasi Penelitian antarklas dapat dihitung dengan rumus:

Penelitian ini dilaksanakan di


x y
Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro, xy xy
N
Provinsi Lampung. r
x2 y2 x
2
y
2

x2 y2
N N
Metode Penelitian
Keterangan:
Metode yang digunakan pada
r = nilai ripitabilitas
penelitian ini adalah metode survei. Data x = bobot sapih cempe kelahiran I
yang digunakan berupa data sekunder (bobot y = bobot sapih cempe kelahiran II
lahir cempe, bobot sapih, umur induk saat N = jumlah induk
melahirkan, tipe kelahiran, jumlah pejantan,
jumlah induk per pejantan, jumlah cempe
per pejantan) yang diperoleh dari rekording 4. Nilai Pemuliaan
milik peternak: meliputi nama pemilik, Menurut Hardjosubroto (1994), nilai
perkawinan, dan pertumbuhan cempe pemuliaan (NP) dapat dihitung dengan
kambing PE. rumus:

Peubah yang diamati nh 2


NP ( P BS P BS ) P BS
1 ( n 1) r
1. Bobot Sapih Terkoreksi
Menurut Hardjosubroto (1994), bobot
Keterangan:
sapih terkoreksi dapat dihitung dengan NP = nilai pemuliaan
rumus: h2 = heritabilitas
r = ripitabilitas
n = jumlah paritas per induk
BT BL
BST BL xRUS FKTL FKUI FKJK P BS = rata-rata bobot sapih
Umur
P BS = rata-rata bobot sapih dalam populasi
Keterangan:

BST = bobot sapih terkoreksi HASIL DAN PEMBAHASAN


BT = bobot saat ditimbang
BL = bobot lahir
Umur = umur cempe
RUS = rata-rata umur sapih Bobot Sapih Terkoreksi
FKTL = faktor koreksi tipe kelahiran
FKUI = faktor koreksi umur induk Berdasarkan hasil penelitian rata-rata
FKJK = faktor koreksi jenis kelamin bobot sapih terkoreksi kambing PE sebesar
20,980 1,080 kg. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa kambing PE di lokasi
2. Heritabilitas penelitian berpotensi untuk
Menurut Becker (1992), estimasi
dikembangbiakkan.
heritabilitas dengan metode saudara tiri
Bobot sapih terkoreksi hasil penelitian ini
sebapak dapat dihitung dengan rumus: lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian
Kurnia (2006) yang melaporkan bahwa
2
4 bobot sapih terkoreksi kambing PE sebesar
h2 2
s
2 17,69 0,46 kg. Hal ini diduga adanya
s w
perbedaan pada individu yang diamati, dan
Keterangan: bobot lahir cempe sehingga menimbulkan
perbedaan pada bobot sapihnya. Pada
h2 = heritabilitas penelitian ini bobot lahirnya sebesar 2,619
σ2s = ragam antar pejantan
σ2w = ragam individu dalam pejantan 0,169 kg lebih besar dibandingkan hasil
penelitan Kurnia (2006) sebesar 2,51 0,45
kg.

2
Tabel 1. Bobot sapih terkoreksi kambing PE memiliki kemampuan yang tinggi untuk
di kecamatan Metro Selatan, Kota mengulang produksinya dalam
Metro. menghasilkan anak dengan bobot sapih
Uraian Kelahiran tertentu. Makna ini sesuai dengan
I II Rata-rata pernyataan Turner dan Young (1969)
Rata-rata 21,228 20,731 20,980 bahwa nilai ripitabilitas yang tinggi
BSt (kg) menunjukkan kemampuan induk dalam
BSt 24,781 23,420 22,936 mengulang produksinya dalam
tertinggi menghasilkan anak dengan bobot sapih
(kg) tertentu.
BSt 14,478 18,298 18,496 Nilai ripitabilitas bobot sapih
terendah kambing PE pada penelitian ini berbeda
(kg) dengan hasil penelitian Kurnia (2006) yang
Standar 1,390 1,199 1,080 melaporkan bahwa nilai ripitabilitas bobot
Deviasi sapih kambing PE sebesar 0,24 (kategori
(sd) sedang) maupun yang dilaporkan Sulastri
*Bst : Bobot sapih terkoreksi (2001) sebesar 0,13 (kategori rendah) serta
Mulyadi (1992) sebesar 0,22 (kategori
Heritabilitas sedang). Hal ini diduga karena bobot sapih
pada penelitian ini lebih besar daripada hasil
Nilai heritabilitas bobot sapih penelitian Kurnia (2006) sehingga
kambing PE hasil penelitian ini sebesar berdampak terhadap nilai ripitabilitasnya.
0,135 0,010 yang tergolong dalam Kategori ripitabilitas hasil penelitian ini
kategori sedang (Dalton, 1980). termasuk tinggi sedangkan hasil penelitian
Kategori nilai heritabilitas pada penelitian Kurnia (2006) termasuk sedang.
ini sama dengan hasil penelitian Kurnia
(2006) yang melaporkan bahwa nilai
heritabilitas bobot sapih kambing PE sebesar Nilai Pemuliaan
0,19 0,016 (kategori sedang), akan tetapi
berbeda pada hasil penelitian yang Rata-rata NP bobot sapih kambing PE
dilaporkan oleh Nugraha (2007) sebesar sebesar 20,981 0,214 kg. Hal ini diduga
0,34 0,086 (kategori tinggi) pada kambing disebabkan oleh tingginya rata-rata bobot
Boerawa><PE serta menurut Kihe (1992) sapih cempe yaitu sebesar 20,980 1,080
sebesar 0,58 (kategori tinggi) pada kambing kg; nilai heritabilitas bobot sapih cempe
PE. Perbedaan nilai heritabilitas tersebut sebesar 0,135 0,010 (kategori sedang); dan
disebabkan adanya perbedaan potensi nilai ripitabilitas sebesar 0,389 (kategori
genetik pada kambing yang diamati pada tinggi). Hal tersebut sesuai dengan
penelitian ini dengan penelitian Nugraha pernyataan Hardjosubroto (1994) bahwa
(2007), maupun Kihe (1992). Hardjosubroto besarnya nilai pemuliaan ditentukan oleh
(1994) menyatakan bahwa perbedaan heritabilitas sifat dan besarnya performan
sampel pengamatan mengakibatkan atau sifat yang diukur nilai pemuliaannya.
perbedaan genetik populasi sehingga sifat
yang diamati pada lokasi yang berbeda dapat Tabel 2. Nilai Pemuliaan Bobot Sapih
mengakibatkan nilai heritabilitas yang Kambing PE.
berbeda. Uraian Kelahiran
I II Rata-rata
Nilai pemuliaan 21,228 20,731 21,396
Ripitabilitas tertinggi
Nilai pemuliaan 24,781 23,420 20,502
terendah
Nilai ripitabilitas bobot sapih
Rata-rata nilai 14,478 18,298 20,981
kambing PE sebesar 0,389. Nilai tersebut pemuliaan
menunjukkan bahwa ripitabilitas yang Standar Deviasi 1,390 1,199 0,214
diestimasi dengan menggunakan metode (sd)
antarklas termasuk dalam kategori ini tinggi Jumlah 40 40 40
sesuai dengan pernyataan Dalton (1980) pengamatan (ekor)
bahwa apabila nilainya lebih dari 0,30
termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini Nilai pemuliaan bobot sapih hasil
berarti kelompok induk yang diamati penelitian ini lebih tinggi daripada hasil

3
penelitian Kurnia (2006) sebesar 17,69 Pencapaian Swasembada Daging Sapi
0,49 kg dengan nilai heritabilitas sebesar (PSDS) Tahun 2014. Direktorat
0,19 0,016 (kategori sedang) dan nilai Jenderal Peternakan. Departemen
ripitabilitas sebesar 0,24 (kategori sedang) Pertanian.
dan lebih rendah daripada hasil penelitian Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi
Nugraha (2007) sebesar 23,138 kg pada Pemuliabiakan Ternak di Lapangan.
kambing Boerawa><PE dengan nilai PT Grasindo. Jakarta.
heritabilitas sebesar 0,34 0,086 (kategori Kihe, J. N. 1992. Analisis potensi genetik
tinggi). Perbedaan nilai tersebut disebabkan sifat-sifat pertumbuhan ternak
oleh adanya perbedaan potensi genetik dari Kambing Peranakan Etawah saat lahir
tiap individu-individu yang diamati, bobot sampai sapih di Unit Pembibitan
sapih, dan nilai heritabilitas bobot sapih dari Ternak dan Hijauan Makanan Ternak
masing-masing hasil penelitian. Dakhlan dan (UPT-HMT) Batu, Malang. Tesis.
Sulastri (2002) menyatakan bahwa individu Program Pascasarjana, Universitas
dengan NP yang tinggi akan menunjukkan Gadjah Mada, Yogyakarta.
kemampuannya untuk mewariskan potensi Kurnia, E. 2006. Perbandingan Nilai
genetik pada keturunannya dan mengulang Pemuliaan Induk Kambing Boerawa
produksinya. dengan Kambing Peranakan Etawah
Berdasarkan Bobot Sapih di Desa
Campang. Kecamatan Gisting.
KESIMPULAN Kabupaten Tanggamus. Skripsi.
Fakultas Pertanian. Universitas
Rata-rata bobot sapih terkoreksi Lampung.
kambing PE pada sebesar 20,980 1,080 Mulyadi, H. 1992. Penampilan penotipik
kg; nilai heritabilitas bobot sapih kambing sifat-sifat produksi dan reproduksi
PE sebesar 0,135 0,010 (kategori sedang); kambing Peranakan Etawah. Buletin
nilai ripitabilitas bobot sapih kambing PE Peternakan. Volume 16, Juni 1992.
sebesar 0,389 (kategori tinggi); rata-rata Fakultas Peternakan, Universitas
nilai pemuliaan (NP) kambing PE sebesar Gadjah Mada, Yogyakarta.
20,981 0,214 kg. Nugraha, H. A. 2007. Perbandingan Potensi
Genetik dan Kemampuan
Mewariskan Sifat-sifat Pertumbuhan
DAFTAR PUSTAKA Berdasarkan Nilai Pemuliaan
(Breeding Value) pada Pejantan Boer
Becker, W.A. 1992. Manual of Quantitative dan Boerawa. Skripsi. Fakultas
Genetics. 5th. Edition. Academic Pertanian. Universitas Lampung.
Enterprises. Pullman. USA. Sulastri. 2001. Estimasi nilai ripitabilitas dan
Dakhlan, A. dan Sulastri. 2002. Ilmu MPPA (Most Probable Producing
Pemuliaan Ternak. Buku Ajar. Jurusan Ability) induk kambing Peranakan
Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Etawah di Unit Pelaksana Teknis
Universitas Lampung. Bandar Ternak Singosari, Malang, Jawa
Lampung. Timur. Jurnal Ilmiah Sains Teks.
Dalton, D.C. 1980. An Introduction Volume VIII, No.4, September 2001.
toPractical Animal Breeding. The Universitas Semarang. Semarang.
English Language. Inc. Devinlle- Turner, H.W. and S.S.Y. Young. 1969.
Illionis. Quantitative Genetic in Sheep
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Breeding. Cornell Universitiy Press.
Provinsi Lampung. 2011. Kambing Hongkong.
Produk Unggulan Peternakan Warwick, E.J.,J.M. Astuti, dan W.
Lampung. Dinas Peternakan dan Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan
Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. Ternak. Gadjah Mada University
Lampung. Press. Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan Departemen
Pertanian. 2009. Kegiatan Prioritas

You might also like