You are on page 1of 15

Variasi Genetik dan Faktor Risiko Gen Flagellin ... (M.Sabir, Asri, Rahman, M.

Hatta)

VARIASI GENETIK DAN FAKTOR RISIKO GEN FLAGELLIN SALMONELLA


TYPHI PADA DEMAM TIFOID AKUT DAN KARIER
DI SULAWESI TENGAH

M.Sabir1 , Asri Ahram Efendi2, Rahman3, M.Hatta4


1
Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako, Palu
2
Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Tadulako, Palu
3
Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muslim Indonesia, Makassar
4
Laboratorium Imunologi dan Biologi Molekuler, Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Hasanuddin, Makassar

Abstract

The study aims to identify the profile of flagellin gene of Salmonella enterica serovar Typhi among
carrier and acute typhoid fever (ATF) in Central Sulawesi; to analyze the comparison of flagellin
gene of Salmonella enterica serovar Typhi between carriers and ATF and also to evaluate the size
of risk of the profile of the flagellin gene on the occurrence of carriers.
The study was carried out in Molecular Biology and Immunology Laboratory of Microbiology
Department, Faculty of Medicine, Hasanuddin University. Using the explorative-analytical
method, the result of screening with PCR Nested of 847 faeces samples shows 40 (4.7%) are
S.typhi positive and 40 (47.6%) out 83 blood samples are also similar. The blood samples of ATF
were obtained from community health centres and hospitals and faeces samples of carriers were
obtained through house visit based on the medical records in the community health centres and
hospitals. The data were analyzed with cross-statistical tabulation followed by chi-square and odd
ratio (OR) with a rate of significance (p<0.05).
Risk for patients who are infected with Hi-d, z66Ind and Hdz66Ind variants S.typhi to became
carriers were 1.7 (OR 1.750), 1.6 (OR 1.658) and 1.3 (OR 1.373) times, respectively compared to
ATF. Early alternative detection to prediction of carriers can be done through the tracking of
flagellin gene (Hi-d, z66Ind and Hdz66Ind).

Key words: Gene, Typhoid, carrier

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi profil gen flagelin Salmonella enterica serovar Typhi
pada Karier dan Demam Tifoid Akut (DTA), menganalisis perbandingan profil gen flagelin
Salmonella enterica serovar Typhi pada Karier dan DTA, dan menilai seberapa besar risiko profil
gen flagelin S.typhi terhadap Karier di Sulawesi Tengah.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Imunologi Bagian
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin. Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah Eksploratif analitik. Hasil skrining dengan metode Nested PCR dari 847
sampel feses diperoleh 40 (4.7%) positif S.typhi dan dari 83 sampel darah suspek Demam Tifoid
diperoleh 40 (47.6%) positif S.typhi. Sampel darah suspek DTA diperoleh dari rumah sakit dan
Puskesmas dan sampel feses Karier diambil dari kunjungan rumah berdasarkan data medical record
rumah sakit dan Puskesmas. Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik melalui tabulasi
silang yang kemudian dilanjutkan dengan Uji kai-kuadrat dan odds ratio (OR) dengan tingkat
kemaknaan (p <0.05).
Pasien yang terinfeksi dengan varian Hi-d, z66Ind dan Hdz66Ind S.typhi ditemukan berisiko pada
Karier 1,7 kali (OR 1.750), 1,6 kali (OR 1.658) dan 1,3 (OR 1.373) kali lebih besar dibandingkan
risiko pada DTA. Deteksi alternatif dini terhadap Karier dapat dilakukan dengan pelacakan gen
flagelin (Hi-d, z66Ind dan Hdz66Ind).
Kata Kunci :. Gen, Demam Tifoid, karier

Healthy Tadulako Journal 70


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

PENDAHULUAN Di Sulawesi Tengah Jumlah penderita DT


memperlihatkan peningkatan, pada tahun
Salmonella enterica serovar Typhi
2000 terdapat 219/100.000 penduduk
(S.typhi) merupakan bakteri penyebab
menjadi 307/100.000 penduduk tahun
Demam Tifoid (DT), dan masih menjadi
2005 dengan jumlah kematian sekitar 2,9-
masalah serius di negara maju maupun
9,4% pertahun. Berdasarkan data profil
negara yang berkembang (Crump and
Dinas Kesehatan Kota palu, DT termasuk
Mintz.,2010). Menurut estimasi
10 besar penyakit rawat inap
WHO,(2003) terdapat 17 juta kasus DT
memperlihatkan peningkatan, dari 303
per tahun diseluruh dunia dengan
kasus tahun 2007 menjadi 344 kasus tahun
kematian 600.000 jiwa.
2008 (Profil Dinkes Kota Palu,2008).
Di negara berkembang, kasus DT
Salah satu faktor penyebab DT bersifat
dilaporkan sebagai penyakit endemis
akut bahkan menyebabkan kematian
dimana 95% merupakan kasus rawat jalan
adalah sifat virulensi flagella. Flagella
sehingga insidensi yang sebenarnya
merupakan alat pergerakan bakteri S.typhi
adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan
yang tersusun dari protein yang disebut
rawat inap di rumah sakit (Zhou and
flagellin. Flagella meningkatkan
Pollard,2010), dan 5% diantaranya
kemampuan motilitas dan daya invasif
berakhir dengan kematian (WHO, 2003).
dari S.typhi, yang dapat menyebabkan
Sekitar 70% dari seluruh kematian
terjadinya perforasi pada usus (jaringan
menimpa penderita DT di Asia
limfoid) (Baker et al,2007).
(Maskalyk,2003).
Pada flagella bakteri S.typhi terdapat gen
Penanganan dan pengobatan DT menjadi
FliC atau fase 1 yang mengkode antigen
sulit karena S.typhi memiliki plasmid
Hi-d. gen flagelin Hi-d ini merupakan gen
dengan berbagai variasi gen yang dapat
potensial daya invasif terhadap inang dan
berpindah dengan cara konjugasi seperti
dimiliki oleh S.typhi pada penderita
adanya gen virulensi dan resistensi
demam tifoid diseluruh dunia
antibiotika (Morita et al,2010.,Crump and
(McQuiston,2004). Penelitian lanjutan
Mintz.,2010).
oleh Patrick et al,(2001) dan Susanna et
Di Indonesia, insiden demam tifoid masih al,(2005) dari S.typhi menemukan serotipe
tinggi bahkan menempati tertinggi ketiga flagella yang berbeda yakni H1-j dan
di antara negara-negara dunia. Kasus ini sekitar 10-50% hanya ditemukan pada
tersebar secara merata di seluruh propinsi isolat S.typhi asal Indonesia dan belum
dengan insidensi di daerah pedesaan ada data yang menunjukkan eksistensinya
358/100.000 penduduk/tahun dan di di negara lain.
daerah perkotaan 760/100.000
Ternyata selain antigen Hi-d dan Hi-j di
penduduk/tahun. Umur penderita yang
Indonesia juga ditemukan antigen yang
terjangkit penyakit ini di Indonesia
berbeda yakni z66 (Susanna et al,2005).
dilaporkan antara 3 - 19 tahun pada 91%
Hasil penelitian lebih lanjut
kasus. (WHO, 2003).
menunjukkan bahwa antigen z66 di
kode pada plasmid linear yang disebut

Healthy Tadulako Journal 71


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

pBBBS1 sedangkan gen fliC yang elektroforesis untuk melihat profil genetik
mengkode antigen Hi-d dan Hi-j bakteri S.typhi dari sampel feses. Hasil
terletak pada kromosom (Baker et al, elektroforesis akan diperoleh fragmen
2007 & 2008; Xu, et al., 2008). Hatta et DNA untuk Hi-d (1521 bp), Hi-j (1273
al,(2011) lebih lanjut menemukan antigen bp) dan z66 (1500 bp). Dan untuk z66Ind
z66Ind S.typhi dan diduga berhubungan dilakukan PCR tersendiri,selanjutnya
erat dengan tingginya risiko klinis DT dilakukan elektroforesis untuk
yang berat. mendapatkan fragmen DNA dengan 579
bp. Proses ekstraksi genom DNA,
Masih belum jelasnya profil gen flagelin
pemeriksaan Nested PCR, Multipleks dan
(Hi-d, Hi-j, z66 dan z66Ind) S.typhi pada
Unipleks PCR dilaksanakan di
Karier dalam menimbulkan manifestasi
Laboratorium Biologi Molekuler dan
klinis inilah yang mendasari peneliti untuk
Imunologi Bagian Mikrobiologi Fakultas
mengidentifikasi perbedaan profil gen
Kedokteran Universitas Hasanuddin,
flagelin S.typhi pada Karier dengan profil
Makassar.
gen flagelin S.typhi pada DT.
Sampel dan besar sampel penelitian
sampel dalam penelitian ini adalah S.typhi
METODE PENELITIAN
dari sampel Feses penderita Karier
asimptomatik yang positif atau negatif
Penelitian ini termasuk dalam penelitian
mengandung S.typhi dengan pemeriksaan
eksploratif-analitik dengan pendekatan
Nested PCR. Besar sampel dalam
Cross sectional study untuk
penelitian ini sebanyak 50 sampel positif
mengidentifikasi dan menilai besar risiko
S.typhi Yang di isolasi dari sampel feses
satu atau lebih dari profil genetic gen
karier asimptomatik dan diskrining
flagelin S.typhi pada Karier dan DTA di
dengan menggunakan metode Nested
Kota Palu Sulawesi Tengah.
PCR.
Pengambilan sampel dilaksanakan pada
bulan Agustus 2012 s/d Desember 2013.
Sampel feses Karier asimptomatik Isolasi DNA metode Boom (Hatta and
diekstraksi untuk memperoleh genom Smits,2007)
DNA, kemudian dilakukan pemeriksaan 1. Ekstraksi DNA sampel feses
Nested PCR untuk mengidentifikasi profil 100 µl sampel dicampurkan dengan 900
gen flagelin S.typhi dengan menggunakan µl larutan buffer lisis L6 pada tube yang
2 pasang primer (ST1/ST2 dan ST3/ST4) mempunyai penutup berupa sekrup,
dengan elektroforesis akhirnya akan kemudian campuran ini disentifus pada
diperoleh fragmen DNA gen flagelin 343 12.000 rpm selama 10 menit. Sedimen
bp, Hasil pemeriksaan gen flagelin dengan sampel yang telah dipekatkan ini
Nested PCR selanjutnya di lakukan
dihomogenkan selama 30 menit. Sebelum
pemeriksaan multipleks PCR untuk ditambahkan suspensi diatom, campuran
melihat variasi gen flagelin (Hi-d, Hi-j, buffer L6 yang telah mengandung DNA
z66) dan aroC sebagai kontrol positif. hasil ekstraksi disentrifus selama 2-3
Hasil amplifikasi Multipleks PCR di

Healthy Tadulako Journal 72


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

menit pada kecepatan 12.000 rpm, dengan Kemudian vial diinkubasi dalam oven
tujuan agar DNA hasil ekstraksi pada suhu 56oC selama 10 menit.
mengendap di bagian dasar tabung. Kemudian, campuran tersebut kemudian
Suspensi diatom 20 µl ditambahkan ke disentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm
dalam tabung, suspensi diatom harus selama 30 detik. Supernatan diambil
selalu divortex dan diaduk dengan secara hati-hati sebanyak 40-50 µl dari
menggunakan gyratory shaker, kecepatan supernatan dan dimasukkan ke dalam
100 rpm selama 10 menit. Campuran tabung vial baru. Hasil ekstraksi dapat
diatom dan buffer L6 divortex kembali disimpan pada suhu -20oC atau suhu -
menggunakan sentrifus dengan 80oC.
mikrosentrifus eppendorf pada kecepatan
2. Deteksi S.typhi dengan Nested PCR
12.000 rpm selama 15 detik. Supernatan
yang terbentuk dari setiap vial dipisahkan Setelah diperoleh DNA hasil ekstraksi,
dengan mengggunakan pengisap yang disiapkan campuran reaksi PCR sebanyak
terbuat dari pipet Pasteur plastik tanpa 52X dan setiap campuran reaksi 1X terdiri
balon udara dan dihubungkan dengan dari : 28,5 µl dH2O, 5 µl buffer PCR 10X,
vacuum pump, untuk mencegah hilangnya 2 µl dNTPs, Primer ST1 dan ST2 masing-
diatom dalam suspensi tadi, sekitar 10 µl masing 1 µl dan 0,5 µl Taq Polimerase.
dari suspensi tersebut disisakan. Campuran reaksi ini dimasukkan kedalam
tabung 0,5 ml dan ditambahkan 2,5 µl
Supernatan dicuci sebanyak 2 (dua) kali ekstrak DNA hasil ekstraksi. Amplifikasi
dengan menggunakan 1 ml buffer pencuci dilakukan dengan menggunakan mesin
L2. Buffer pencuci L2 ditambahkan PCR sebanyak 29 siklus. Denaturasi awal
sebanyak 1 ml, divortex dan disentrifus dilakukan selama 3 menit pada suhu 940C,
pada 12.000 rpm selama 15 detik, kemudian setiap siklus terdiri dari
kemudian supernatan dibuang. Endapan denaturasi pada suhu 940C selama 15
dicuci kembali dengan 1 ml etanol 70% 0
detik, annealing pada suhu 57 C selama 1
sebanyak 2 (dua) kali, lalu divortex dan menit 15 detik dan polimerisasi pada suhu
disentrifus pada 12.000 rpm selama 15
720C selama 3 menit. Pada terminasi atau
detik, supernatannya dibuang, endapan elongasi akhir dan pendinginan pada suhu
dicuci lagi dengan 1 ml aseton, divortex pada suhu 160C.
dan disentrifus pada 12.000 rpm selama
15 detik, kemudian supernatannya Sebanyak 5 µl produk amplifikasi pertama
kembali dibuang. Aseton yang tersisa kemudian ditambahkan dengan campuran
dalam endapan (sedimen) diuapkan reaksi PCR kedua. Campuran reaksi kedua
dengan membuka penutup vial dan ini hampir sama dengan campuran reaksi
dipanaskan dengan oven pada suhu 50- PCR pertama, hanya saja primer untuk
55oC selama kurang lebih 10 menit. amplifikasi kedua ini adalah ST3 dan ST4.

Setelah sedimen mengering, TE buffer Amplifikasi kedua dilakukan dengan


elusi ditambahkan sebanyak 60 µl, menggunakan mesin PCR sebanyak 29
kemudian divortex secara merata sehingga siklus. Denaturasi awal dilakukan selama
sedimen dan suspensi tersebut dapat larut. 3 menit pada suhu 940C kemudian setiap

Healthy Tadulako Journal 73


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

siklus terdiri dari denaturasi pada suhu 3. Deteksi gen fliC dan z66 dengan
940C selama 1 menit, annealing pada suhu multipleks PCR
680C selama 1 menit 15 detik dan Bahan-bahan yang siap untuk di PCR
polimerisasi pada suhu 720C selama 3 dimasukkan ke dalam tabung eppendorf
menit. Pada terminasi atau elongasi akhir Go PCR Beads, setiap tabung berisi PCR
dan pendinginan pada suhu 160C. mix dengan komposisi 2,5 µl 10x buffer
PCR Mix1: Di dalamnya terdapat (10 mM Tris HCl (pH 8,3), 50 mM KCl,
pasangan primer oligonukleotida pertama 1,5 mM MgCl2, 0,01% gelatin), 1 µl
yaitu: 25 pmol ST1 (5’-ACT GCT AAA primer forward (fliC_F 5’-
ACC ACT ACT-‘3) dan 2,200 mol ST2 TTAACGCAGTAAAGAGAG-3’ 1 µl
(5’-TTA ACG CAG TAA AGA GAG-‘3) fliC_R 3’-
yang digunakan pada siklus pertama dari ATGGCACAAGTCATTAATAC-5’
PCR dapat mengamplifikasi fragmen 458 produk 1521 (Hi-d) dan 1273 bp (Hi-j), 1
base pairs (bp) dari gen flagellin S. typhi. µl primer forward z66_F 5’-
ATGGCACAAGTCATCAATAC-3’ dan
PCR Mix2: Didalamnya terdapat pasangan
1 µl z66_R 3’-
primer oligonukleotida kedua yaitu: ST3
TTAACGCAGCAGAGACAGTAC-5
(5’-AGA TGG TAC TGG CGT TGC TC-
produk 1500 bp; 1 µl primer forward
‘3) dan ST4 (5’-TGG AGA CTT CGG
kontrol positif menggunakan gen aroC :
TCG CGT AG-‘3) yang digunakan untuk
aroCFor CCTGGCACCTCGCGCTATAC
mengamplifikasi produk dari PCR
dan 1 µl aroCRev
pertama dan produk akhir dirancang untuk
CCACACACGGATCGTGGCG produk
mengamplifikasi fragmen 343 bp dari gen
800 bp. Posisi primer pada kromosom
flagellin S. typhi. PCR tahap pertama
fliC_F 2011173 dan fliC_R 2012674 dan
dengan primer PCR Mix 1 mempunyai
aroC_F 2450480 dan aroC_R 2449674.,
sensitivitas yang sangat tinggi sehingga
0,5 µl Taq DNA polimerase, 2,5 µl
dapat menimbulkan hasil yang positif
dNTP, aquades 11 µl dan 2,5 µl DNA
palsu. Untuk menghindari hasil positif
sampel.
palsu tersebut, maka dapat dilakukan PCR
tahap kedua dengan menggunakan primer Amplifikasi pada mesin PCR dilakukan
PCR Mix 2 yang juga spesifik untuk S. sebanyak 30 siklus, dimana 1 siklus
typhi dan S. Muenchen. Elektroforesis terdiri dari denaturasi selama 1 menit pada
untuk dapat fragmen pita DNA 343 bp suhu 94oC, annealing selama 1 menit pada
S.typhi positif. Jika Positif hasil ekstraksi suhu 60oC dan extension selama 1 menit
DNA selanjutnya akan digunakan untuk pada suhu 72oC. Setelah selesai 30 siklus,
multipleks PCR. Sebagai positif kontrol kemudian diikuti dengan pemanasan pada
adalah S.typhi strain Ty2 (Wellcome Trust suhu 72oC selama 7 menit. Hasil
Sanger Institute, Wellcome Trust Genome amplifikasi dianalisis dengan
Campus, Hinxton, CB10 1SA, Cambridge, menggunakan elektroforesis dalam gel
Inggris) dan negatif kontrol adalah agarose. Sebagai positif kontrol adalah
aquades. S.typhi strain Ty2 (Wellcome Trust
Sanger Institute, Wellcome Trust Genome

Healthy Tadulako Journal 74


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

Campus, Hinxton, CB10 1SA, Cambridge, terdapat pita DNA dan negatif jika tidak
Inggris) dan negatif kontrol adalah terdapat pita DNA pada gel.
aquades.
Analisis Statistik
4. Deteksi gen z66Ind dengan unipleks Analisis data dari profil genetik
PCR bakteri S.typhi dari penderita Karier
asimptomatik dalam bentuk univariat dan
Bahan-bahan yang siap untuk di PCR
bivariat yang disertai dengan penjelasan
dimasukkan ke dalam tabung eppendorf
dan besar risiko profil genetik bakteri
Go PCR Beads, setiap tabung berisi PCR
S.typhi pada Karier asimptomatik dengan
mix dengan komposisi 2,5 µl 10x buffer
menggunakan Uji Chi-Kuadrat dan Uji
(10 mM Tris HCl (pH 8,3), 50 mM KCl,
mutlak Fisher dengan menggunakan
1,5 mM MgCl2, 0,01% gelatin), 1 µl
tingkat kemaknaan p ˂ 0,05 dan besarnya
primer forward (F 5’-ATG TCG GAA
risiko dengan odds ratio (OR;95%;CI).
ATC AAC CGT ATC T-3’ dan 1 µl
primer reverse z66ind_R 3’-CAG GCC
GTC AAC CTG AGA C-5’ produk 597 HASIL PENELITIAN
bp), 0,5 µl Taq DNA polimerase, 2,5 µl Penelitian ini bertujuan untuk
dNTP, aquades 15 µl dan 2,5 µl DNA menganalisis perbandingan profil gen
sampel. Sebagai positif kontrol S.typhi flagelin S.typhi pada Karier asimptomatik
strain z66Ind dan negatif kontrol adalah dan besar risiko variasi genetik dari
aquades. bakteri S.typhi terhadap kejadian Karier
asimptomatik di Kota Palu Sulawesi
5. Elektroforesis
Tengah. Penelitian telah dilaksanakan dari
Setelah amplifikasi, 10 µl hasil bulan Agustus 2012 sampai bulan
amplifikasi PCR dan 1 µl loading buffer Desember 2013.
dicampur dan dimasukkan ke dalam
Jumlah sampel feses yang diskrining
cetakan gel agarose 2% yang sudah diberi
dengan menggunakan metode nested PCR
Ethidium Bromide. Agar gel direndam
dari 847 sampel feses diperoleh hasil 40
pada wadah yang berisi buffer TBE.
(4.7%) sampel positif S.typhi sedangkan
Selanjutnya elektroforesis dijalankan
sampel darah yang diskrining dengan
selama 1 jam dengan tegangan konstan
menggunakan metode nested PCR dari
158 volt. Setelah proses elektroforesis
suspek Demam Tifoid sebanyak 83
selesai, gel diangkat untuk mengamati di
sampel diperoleh hasil 40 (47.6%) positif
bawah sinar UV. Hasil positif jika
S.typhi.
Hasil skrining deteksi keberadaan S.typhi dengan dengan menggunakan nested PCR
dengan dua set primer (ST1/ST2) dan (ST3/ST4) dari sampel feses dan darah tersaji pada
gambar 1.

Healthy Tadulako Journal 75


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

Gambar 1. Elektroforesis produk nested PCR positif S.typhi.

Slot 1 = Marker
Slot 5 = sampel no.4 (S.typhi +)
Slot 8 = sampel no.7 (S.typhi +)
Slot 12 = sampel no.11 (S.typhi +)
Slot 15 = sampel no.14 (S.typhi +)
Slot 16 =250positif
bp kontrol (S.typhi strain Ty2)
Slot 17 = Negatif kontrol

Hasil skrining dengan menggunakan nested PCR dari keseluruhan sampel (feses dan
darah) diperoleh masing-masing 40 sampel positif S.typhi. selanjutnya masing-masing gen
flagelin fliC dan z66 dideteksi dengan multipleks PCR dan gen flagelin z66Ind didteksi
dengan unipleks PCR gen z66Ind. Hasil deteksi keberadaan gen flagelin S.typhi dengan
amplifikasi gen fliC dan z66 menggunakan multipleks PCR tersaji pada gambar 2.

Gambar 2. elekroforesis produk multipleks PCR gen fliC dan z66


Slot 1 = Marker
Slot 2 = sampel no.1 (Hi-d 1521 bp)
Slot 3-8,11,14-16 = sampel no.2-7,10,13-15 (Hi-j⁺ (1273 bp) & z66⁺ (1500 bp)
Slot 9-10 = sampel no.8-9 ( Hi-j ⁺ (1273 bp)
Slot 12 = sampel no.11 (z66⁺ (1500 bp) & Hi-j⁺ (1273 bp)
Slot 13 = sampel no.12 (Hi-j ⁺)
Slot 2-16 = Kontrol positif aroC (800 bp)
Slot 17 = kontrol negatif

Healthy Tadulako Journal 76


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

Untuk mendeteksi keberadaan gen flagelin z66Ind menggunakan unipleks PCR mengingat
proses amplifikasi gen flagelin z66Ind ini berbeda dengan gen flagelin fliC dan z66, oleh
karena itu proses amplifikasi gen flagelin z66Ind ini dilakukan tersendiri. Hasil deteksi
keberadaan gen flagelin z66Ind dengan menggunakan primer spesifik pada sampel tersaji
pada gambar 3.

Gambar 3. Hasil elektroforesis produk PCR gen flagelin z66Ind S.typhi


Slot 1 = Marker
Slot 2,3 = sampel no. 76,77
Slot 4-5 = sampel no 78-79 (z66Ind⁺)
Slot 6 = Kontrol positif (S.typhi strain z66Ind)
Slot 7 = kontrol negatif (aquades)
Dari keseluruhan hasil pemeriksaan PCR sampel, selanjutnya dibuat tabel karakterisitik
dan gejala klinis yang diperoleh dalam pengambilan data dan hasil skrining dengan Nested
PCR dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 1. Deteksi keberadaan gen flagelin S.typhi
dari 40 sampel feses dan 40 sampel darah dengan metode multipleks PCR dengan primer
specific fliC (Hi-d, Hi-j) dan z66 dan metode unipleks PCR dengan primer spesifik z66Ind
diperoleh profil gen flagelin S.typhi di Sulawesi Tengah yang tersaji dalam tabel 1.

Tabel 1. Profil variasi gen flagelin S.typhi pada Karier dan Demam Tifoid Akut di
Sulawesi Tengah Tahun 2013

Karier DTA
Profil Gen
(Feses) (darah) OR;95%,CI
Flagelin
n=40 % n=40 %
flicHi-d 35 87.5 29 72.5 1.750 (0.818-3.743)
flicHi-j 5 12.5 12 30 0.529 (0.245-1.142)
z66 19 47.5 28 70 0.635 (0.412-0.979)
z66Ind 21 52.5 11 27.5 1.658 (1.078-2.549)
Hdz66 16 40 24 60 0.667 (0.422-1.052)
Hjz66 2 5 2 5 1.000 (0.366-2.733)
Hdz66Ind 17 42.5 11 27.5 1.373 (0.896-2.103)

Berdasarkan tabel 1. Dari 64 sampel yang positif masing-masing 35 (87.5%),


positif S.typhi, pada Karier ditemukan gen 21(52.5%) dan 17 (42.5%) dibandingkan
flagelin flicHi-d, z66Ind dan Hdz66Ind pada DTA yang positif 29 (72.5%), 11

Healthy Tadulako Journal 77


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

(27.5%) dan 11 (27.5%). Hal ini sebesar 84,5%, 69,3% dan 46,9%, serta
menunjukkan bahwa gen flagelin z66Ind uji Widal sebesar 39,0%.
ditemukan berisiko 1.6 kali lebih besar Kemampuan motilitas S.typhi ditentukan
pada karier dibandingkan risiko pada oleh adanya gen flagelin pada flagella
DTA (p=0.022; OR 1.658 (1.078-2.549), yang berkaitan dengan motilitas S.typhi
sedangkan flicHid dan Hdz66Ind juga dalam darah. Variasi gen flagelin yang
ditemukan memiliki kemampuan berbeda-
ditemukan berisiko 1.7 dan 1.3 kali lebih
beda dalam menentukan apakah individu
besar pada Karier dibandingkan risiko tersebut akan menderita Karier atau
pada DTA ( p=0.094; OR 1.750 (0.818- Demam Tifoid.
3.743)) dan (p=0.160; OR 1.373 (0.896-
S.typhi dengan varian gen flagelin Hi-j
2.103)). dan z66 memiliki kemampuan yang
PEMBAHASAN terbatas dan hanya beredar dalam darah,
dengan terapi antibiotik, status gizi yang
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui baik, respon imunitas yang baik bakteri
perbandingan profil gen flagellin S.typhi varian jenis ini akan mengalami destruksi
dari sampel feses Karier dengan profil dan kematian. Sebaliknya S.typhi dengan
gen flagelin S.typhi sampel darah DTA jenis varian antigen flicHi-d dan z66Ind
dan besarnya risiko gen flagelin terhadap atau kombinasi Hdz66Ind memiliki
terjadinya Karier di Sulawesi Tengah. motilitas lebih kuat dan daya invasi untuk
Sebagai langkah awal dalam penelitian ini menembus kandung empedu dan dapat
dilakukan pemeriksaan gen flagelin tersimpan dalam kurun waktu yang lama
S.typhi pada sampel darah dan feses (lebih dari 1 tahun).
dengan menggunakan teknik Polymerase
Chain Reaction (PCR) Nested PCR. Deteksi gen flagellin yang ditandai
dengan terbentuknya fragmen pada 1521
Metode diagnostik dibidang biologi bp untuk keberadaan gen Hi-d, 1500 bp
molekuler telah dikembangkan untuk untuk gen z66, 1273 bp untuk gen Hi-j
melacak adanya urutan DNA yang dan 597 untuk gen z66Ind. Hasil
spesifik dari mikroorganisme tertentu, amplifikasi produk multipleks PCR gen
Metode ini dipakai sebagai sarana fliC dan z66 diperoleh 64 (80%) sampel
diagnostik skrining pada penderita dengan yang memiliki gen Hi-d, 17 (21,25%) gen
infeksi mikroba (Hatta and Smits, 2007). Hi-j, 47 (58.75%) gen Z66 dan 32 (40%)
Lebih lanjut bahwa metode tersebut gen z66Ind. Ditemukannya keempat
mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang variasi antigen pada penelitian ini
tinggi dan dapat digunakan pada spesimen menunjukkan adanya biodiversitas gen
darah, feses dan urin. flagelin di Sulawesi Tengah, khususnya
Hasil penelitian oleh Haque, et al (2001), Kota Palu.
mendapatkan spesifisitas PCR sebesar Menurut Baker et al (2007),
100% dengan sensitifitas yang 10 kali ditemukannya variasi flagella di Indonesia
lebih baik daripada penelitian sebelumnya terkait dengan dinamika populasi infeksi
yang mampu mendeteksi 1 - 5 bakteri/ml S.typhi. Karena walaupun Hi-j telah
darah. Pada penelitian lain, dari 138 diisolasi di tempat lain akan tetapi
pasien suspek demam tifoid diperoleh frekwensinya tidak sebanyak dengan yang
sensitifitas dari kultur darah sebesar ditemukan di Indonesia.
61,8%, sedangkan oleh Hatta and
smits,(2007) dengan nested PCR dari Lebih lanjut dijelaskan oleh Baker et.al
darah, urine, dan feses masing-masing (2007 & 2008), bahwa kemungkinan ada

Healthy Tadulako Journal 78


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

seleksi kekebalan signifikan yang sedang bernama pBSSB1 yang merupakan DNA
berlangsung dalam populasi S. Typhi dan ekstrakromosomal. Hal ini berbeda
diharapkan untuk tetap bertahan terus dengan Hi-d dan Hi-j yang dikode pada
menerus. Hasil studi epidemiologi kromosom. Penelitian yang dilakukan di
molekuler menunjukkan adanya diversitas beberapa negara menunjukkan tidak
genetik yang bermakna diantara strain- ditemukannya antigen z66 selain di
strain S. typhi. Strain S. typhi yang Indonesia. Plasmid linear pBSSB1
menyebabkan demam tifoid di Indonesia merupakan plasmid linear pertama yang
memiliki keunikan dibanding dengan ditemukan pada bakteri yang tergolong
strain-strain yang ditemukan di negara- dalam family Enterobacteriacea. Plasmid
negara Asia Tenggara. jenis ini sering ditemukan pada
Streptomyces dan Borrelia. Pada S. typhi
Menurut Leveque & Mounolou (2003),
jenis plasmid yang biasa ditemukan
adanya variasi dalam gen berasal
adalah kelompok IncH1 yang mengkode
dari mutasi bahan genetika, migrasi antar
resistensi terhadap antibiotik (Susanna, et
populasi (aliran gen), dan perubahan
al., 2005). Walaupun pengaturan ekspresi
susunan gen melalui reproduksi seksual.
z66 belum banyak dijelaskan akan tetapi
Variasi juga dapat terjadi dari tukar ganti
menurut Xu, et al.,(2008) urutan
gen antara spesies yang berbeda
promotor z66 berbeda dengan fliC
melalui transfer gen horizontal pada
maupun fljB strain biphasic lainnya.
bakteri. Walaupun terdapat variasi yang
terjadi secara terus menerus melalui Struktur genom wilayah yang
proses-proses ini, kebanyakan genom mengandung gen flagellin z66 mirip
spesies adalah identik pada seluruh dengan operon fljBA dari Salmonella
individu spesies tersebut. Namun, bahkan enterica tipe biphasic. Sebuah gen
perubahan kecil pada genotipe dapat menyerupai fljA ditemukan pada gen
mengakibatkan perubahan pada flagellin baru ini serta terminator rho-
fenotipenya. independent terletak antara gen flagellin
baru dengan gen seperti fljA akan tetapi
Menurut Baker et al, (2008), pada
gen Hin tidak ditemukan pada plasmid
dasarnya antigen Hi-j sangat homolog
ini. Olehnya itu beberapa ahli
dengan Hi-d. Kecuali delesi 261 bp pada
menganggap strain z66 merupakan tipe
determinan antigen bagian sentral gen fliC
antigen khusus (Zou, et al.,2010).
dari strain Hi-j yang bertanggung jawab
terhadap variasi antigen flagella. Delesi Hasil penelitian Zu, et al (2008)
ini terjadi akibat rekombinasi homolog menunjukkan adanya perbedaan ekspresi
intragenik yang melibatkan pengulangan z66 dibandingkan fliC dibawah tekanan
11 bp. Ditambahkan oleh Killer & osmotik, tekanan asam empedu dan
Grimont (1993), rekombinasi intragenik tekanan oksidatif. S. typhi yang memiliki
pada bagian sentral gen Hi-d, merusak antigen z66 menunjukkan ekspresi 10 kali
spesifitas d dan membentuk spesifitas lebih tinggi dari pada fliC pada kondisi
baru dalam fragmen flagella. Penelitian osmotik yang rendah dan sedang.
lanjutan yang dilakukan pada beberapa Menurut McQuiston, et al, (2004), selain
isolat dari Indonesia menemukan adanya gen flagellin fliC dan/atau fliB yang
antigen khusus atau tambahan yang
dimiliki oleh Salmonella enterica pada
kemudian dikenal dengan nama antigen umumnya, beberapa diantaranya
z66 (Baker et al, 2008; Zu, et al., 2009). mengekspresikan antigen flagella
Menurut (Baker et al, 2008 & 2009), tambahan yang bersifat tidak stabil,
antigen z66 dikode oleh plasmid linear sedangkan antigen flagella lainnya bersifat

Healthy Tadulako Journal 79


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

khusus atau dianggap merupakan variasi bila masuk ke dalam vehicle yang cocok
dari tipe-tipe antigen flagella pada misalnya daging, kerang dan sebagainya.
umumnya. S. typhi akan berkembang biak mencapai
dosis infektif. Penularan penyakit demam
Meskipun telah dilakukan survei yang
tifoid oleh basil S.typhi ke manusia
intensif pada koleksi isolat S. typhi
melalui makanan dan minuman yang telah
diseluruh dunia, data menunjukkan bahwa
tercemar oleh feses dan atau urin. Ada dua
z66 hanya pernah terisolasi dari penderita
sumber penularan yakni penderita demam
demam tifoid Indonesia atau dari
tifoid baik yang sedang menderita sakit
wisatawan yang kembali dari Indonesia.
maupun dalam masa penyembuhan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
DT dapat dialami semua orang dan tidak
biodiversitas genetik juga terjadi pada
ada perbedaan yang nyata antara insiden
gen flagellin di Sulawesi Tengah dengan
pria dan perempuan. Insiden DT dengan
ditemukannya empat variasi antigen
usia 12-30 tahun 70-80%, usia 31-40
yakni Hi-d, Hi-j, z66 dan z66Ind yang
tahun 10-20%, usia ˃ 40 5-10%.
tidak lazim ditemukan di negara lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Punjabi,
Variasi keberadaan antigen flagellin Hi-d, (2004), mengatakan bahwa kebiasaan
Hi-j, z66 dan z66Ind di Sulawesi Tengah jajan diluar berisiko terkena DT 3.6 kali
khususnya di Kota Palu melengkapi lebih besar dibandingkan dengan
informasi sebelumnya yang juga telah kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3.65)
dilakukan di beberapa kota besar di dan kebiasaan tidak mencuci tangan
Indonesia diantaranya Jakarta, Jogyakarta, sebelum makan berisiko terkena DT 2.7
Palembang, Surabaya dan Makassar yang kali lebih besar dibandingkan dengan
juga menunjukkan adanya variasi antigen kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
flagellin tersebut meskipun yang (OR=2.75).
ditemukan di Kota Palu terdiri atas empat
Kota Palu merupakan daerah dengan
variasi antigen.
jumlah penduduk yang tinggi
Penyebaran variasi antigen S.typhi ini dibandingkan daerah lainnya di Sulawesi
sangat erat hubungannya dengan Tengah. Disamping itu posisi kota Palu
keberadaan sumber penularan berasal sebagai ibukota propinsi otomatis menjadi
terutama dari feses dan urin yang pusat perekonomian dan pendidikan
mengandung S. typhi. Penyebarannya menyebabkan arus urbanisasi yang
dapat berupa kontak langsung dengan semakin meningkat. Bertambahnya
ekskreta (sekresi respirasi, muntahan, penduduk dan munculnya pemukiman
maupun cairan tubuh) dari penderita tifoid baru tidak diikuti oleh penataan kota dan
(fase aktif, rekonvalesen, relaps, Karier ) sistem drainase yang baik dan hal ini
dan secara tidak langsung yaitu melalui menyebabkan menumpuknya sampah
air, air susu, air es yang telah serta berkurangnya sumber air bersih.
terkontaminasi atau dilayani oleh orang
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan
yang membawa kuman, baik penderita
oleh Punjabi,(2004) dan Nandagopal, et
aktif maupun karier (Syahrurahman, et al.,
al., (2010), bahwa meningkatnya kasus
2005).
demam tifoid di perkotaan dipengaruhi
Makanan dan minuman yang oleh beberapa faktor, seperti
terkontaminasi merupakan sumber meningkatnya arus urbanisasi, kepadatan
transmisi S.typhi. Karier pada manusia dan penyebaran penduduk yang sangat
adalah sumber infeksi. S.typhi biasanya cepat, sanitasi buruk dan kasus
berada di air, es, debu, sampah kering, dan asimtomatik yang tidak terdeteksi.

Healthy Tadulako Journal 80


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

Lebih lanjut oleh Punjabi,(2004) menyediakan bahan makanan atau


mengatakan bahwa hygiene perorangan minuman (Hatta et al, 2002). Manifestasi
yang kurang berisiko terkena DT 20.8 kali klinik tergantung pada jumlah bakteri,
lebih besar dibandingkan dengan hygiene virulensi dan imunitas tubuh. Faktor
perorangan yang baik (OR=20.8). dan penyebab lainnya adalah tingkat
kualitas air minum yang tercemar berat kemiskinan dan kondisi lingkungan yang
dengan coliform berisiko terkena DT 6.4 tidak bersih. Pada masa penyembuhan
kali lebih besar dibandingkan dengan penderita umumnya masih mengandung
kualitas air minum yang tidak tercemar S.typhi dalam kandung empedu dan ginjal.
berat dengan coliform (OR=6.4). Sumber infeksi dari karier berasal dari
kandung empedu dan ginjal (infeksi
Ditambahkan oleh Baker et al,(2007),
kronis, batu atau kelainan anatomi), terapi
jumlah kasus DT di Indonesia merupakan
medika-mentosa yang gagal harus
salah satu yang tertinggi di dunia, dengan
dilakukan operasi untuk menghilangkan
adanya variasi serta biodiversitas gen
batu atau memperbaiki kelainan
flagellin yang tinggi di Indonesia
anatominya.
dibandingkan negara lain mungkin terkait
dengan dinamika populasi pada S.typhi. Peran karier sebagai sumber penularan
Ada kemungkinan adanya seleksi seharusnya menjadi perhatian dalam
kekebalan yang terjadi yang sedang upaya penanggulangan penyakit DT dan
berlangsung di dalam populasi S.typhi. variasi antigen flagelin yang ditemukan di
Hal ini mungkin terkait akan potensi beberapa daerah di Indonesia termasuk di
untuk bertahan terus menerus. kota palu Sulawesi Tengah menjadikan
peluang dan tantangan dalam penanganan
Variasi gen flagelin yang ditemukan
karier dalam upaya preventif dan eradikasi
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
terjadinya Demam Tifoid.
ada proses adaptasi yang dilakukan oleh
bakteri S.typhi baik DNA maupun
plasmid. Perubahan yang terjadi pada KESIMPULAN
DNA S.typhi sebagai bentuk adaptasi
dalam populasi bakteri dalam 1. Profil gen flagelin yang ditemukan
mempertahankan diri secara bertahap dan pada karier dan DTA memiliki variasi
terus menerus. Hal ini dijelaskan oleh adalah Hi-d, Hi-j, z66, z66Ind, Hi-
Leveque & Mounolou, (2003), bahwa dz66, Hi-jz66, Hi-dz66Ind.
adaptasi makhluk hidup termasuk bakteri
terhadap perubahan lingkungan 2. Profil gen flagelin pada Karier (gen
merupakan respon terhadap seleksi alam z66Ind p=0.022) dan DTA (gen Hi-j
untuk tetap bertahan. Adaptasi ini dapat p=0.041) ditemukan bermakna secara
berupa perilaku dan fisik. Fenomena ini statistik (Chi-Square p < 0.05).
disebut mikroevolusi dan akumulasi dari
perubahan ini dalam jangka waktu yang 3. Gen Hi-d, z66Ind dan Hdz66Ind
panjang mengakibatkan adanya ditemukan berisiko pada Karier 1,7
makroevolusi dan pada akhirnya kali (OR 1.750), 1,6 kali (OR 1.658)
menghasilkan spesies baru. dan 1,3 (OR 1.373) kali lebih besar
Penyebaran kuman S.typhi dari seorang dibandingkan risiko pada DTA.
pembawa kuman tergantung pada tingkat
infeksi, keadaan hygiene perorangan dan
lingkungan serta jenis pekerjaan, terutama
apakah penderita menangani atau

Healthy Tadulako Journal 81


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

SARAN unidirectional flagellar phase change


in H:z66 positive Salmonella typhi.
1. Perlu penelitian lanjut untuk melihat
Mol Microbiol. 6(5):1207-18.
hubungan variasi gen flagelin S.typhi,
gen resistensi antibiotik dan riwayat Baker, S., Holt, K., Vosse, E, V.,
penggunaan antibiotik yang adekuat Roumagnac, P., Whitehead, S.,
dengan gejala klinis penyakit Demam King, E., Ewels, P., Keniry,A.,
Tifoid, termasuk kaitannya dengan Weill, FS., Lightfoot, D., Dissel, J,
penyakit batu empedu di Sulawesi T., Sanderson, K, E., Farrar, J.,
Tengah. Achtman, M., Deloukas, P., and
Dougan, G. 2008. High-Throughput
2. Deteksi dini terhadap karier dapat
Genotyping of Salmonella enterica
dilakukan dengan melacak
Serovar Typhi Allowing
keberadaan gen flagelin (Hi-d, z66Ind
Geographical Assignment of
dan Hdz66Ind) pada individu dengan
Haplotypes and Pathotypes
riwayat DT.
within an Urban District of Jakarta,
3. Pada tingkat rumah tangga dengan Indonesia_†. Journal Of Clinical
salah satu anggota keluarga yang Microbiology, Vol. 46, No.
menjadi Karier diharapkan memotong 5:1741–1746.
kuku satu kali seminggu dan cuci
Crump J.A,and Mintz E.D 2010.Global
tangan dengan antiseptik sebelum dan
trends in Typhoid and paratyphoid
sesudah makan.
fever.Clin. Infect. Dis.,50(2):241-
Keterbatasan penelitian
246
Dalam penelitian ini tidak dilakukan Dinas Kesehatan Prop.Sul-Tengah.2008.
eksplorasi terhadap pelacakan gen
resistensi antibiotik pada S.typhi dan Profil Kesehatan Sulawesi Tengah
riwayat penggunaan antibiotik secara 2008.
adekuat dari subjek penelitian. Haque, A., Ahmed N., Peerzada A., Raza
A., Bashir S., Abbas G. 2001.
Utility of PCR in Diagnosis of
DAFTAR PUSTAKA Problematic Cases of Typhoid. Jap
Baker, S., Jonathan, H, Kenneth E.S, J Trop Dis 54: 237 – 239.
Michael, Q, Goodhead, I, House, D., Wain, J., and Diep, T.O. 2001,
Kingsley,R.A, Parkhill,J, Bruce, S, Serology of Typhoid Fever In An
and Daugan,G. 2007a. A Novel Area Of Endemicity And Its
Linear Plasmid Mediates Flagellar Relevance To Diagnostic, Journal of
Variation in Salmonella typhi. PLoS Clinical Microbiology Vol. 39
Pathog; 3(5): e59. No.3:1002-1007
Baker, S., Holt, K., Whitehead, Hatta, M., and Smits, H. 2007, Detection
S.,Goodhead, I., Perkins, T., of Salmonella thypi by Nested
Stocker, B., H, J., Dougan G. 2007b. Polymerase Chain Reaction in
A linear plasmid truncation induces

Healthy Tadulako Journal 82


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

Blood, Urine and Stool Samples., from Salmonella, J.Clin. Microbial.


Am J.Med.Hyg 76(1), 2007:139-143. 42; 1932.
Hatta M, Sulthan AR, Pastoor R, Smits Nandagopal,B.,Sankar,S; Lingesan,K;
HL.2011. New Flagelin Gene for Appu, Kumarasekharan,C; Padmini,
Salmonella enterica serovar Typhi B; Sridharan, G; Gopinath, AK.
from the East Indonesian 2010. Prevalence of Salmonella
Archipelago.Am.J.Trop.Med.Hyg.,8 typhi among Patients with Febrile
4(3);pp 429-434 Illness in Rural and Peri-Urban
Populations of Vellore District, as
Kilger, G and Patrick A.D. 1993.
Determined by Nested PCR
Differentiation of Salmonella Phase
Targeting the Flagellin Gene.
1 Flagellar Antigen Types by
Molecular Diagnosis & Therapy;
Restriction of The Amplified fliC
14(2):107-112.
Gene. Journal of Clinical
Microbiology. Vol. 31 No. 5; Patrcik Y. Woo, Ami M. Y. Fung, Samson
1108-1110. S. Y. Wong, Hoi-Wah Tsoi, and
Kwok-Yung Yuen. 2001. Isolation
Kwenang, O. A. 2007, Serologic and
and Characterization of a
Molecular Analysis On Typhoid
Salmonella enterica Serotype Typhi
Endemic Population To Determine
Variant and Its Clinical and Public
The Endemic Level In Jeneponto,
Health Implications. Jurnal of
South Sulawesi, Disertasi of
Clinical Microbiology. Vol. 39, No.
Hasanuddin University, Makassar.
3: 1190-1194.
Leveque, C. and Mounolou,J. (2003)
Punjabi, N.H. 2004. Beban Penyakit
Biodiversity. New York: John
Demam Tifoid Serta Salmonelosis
Wiley.
Lainnya Berdasarkan Hasil
Maskalyk J 2003. Typhoid fever. Surveilans Pasif Di Dua Kecamatan
JAMC;169(2)132 Jakarta Utara Indonesia. Regional
Morita M, Takai N, Terjima J, Watanabe Center For Community Nutrition
H, Kurokawa M, Sagara H, Ohnishi University Indonesia, Jakarta
K, Izumiya H 2010.Plasmid- Raffatellu, M., Wilson, R, P., Winter, S,
mediated resistance to E., Bäumler, A, J. 2008. Clinical
chephalosporins in Salmonella pathogenesis of typhoid fever. J
enterica serovar typhi. Infect Developing Countries; 2(4):
Antimicrob.Agents Chemother., 260-266.
54(9):3991-3392
Sjahrurahman, A. 2005, Peranan Kultur
McQuiston, J.R., R. Parrenas, M. Ortiz- dalam Pengelolaan Penderita
Rivera, L. Gheesling, F. Brenner, Penyakit Infeksi, Majalah
and P.I. Fields. 2004, Sequencing Kedokteran Indonesia, 55; 341.
and comparative analysis of
Susanna, L., Patrick, W; Clair, C; Wai-
flagellin genes fliC, fliB, and flap
Lan, W; Gibson, W; Kwok-Yung,

Healthy Tadulako Journal 83


Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 1 No. 1, Januari 2015 : 70-84

Y. 2005. Typhoid fever associated Annals of Clinical Microbiology and


with acute appendicitis caused by an Antimicrobials, 9:14:1-8.
H1-j strain of Salmonella enterica Zou X, Huang X, Xu S, Zhou L, Sheng X,
serotype Typhi. Journal of clinical Zhang H, Xu H, Ezaki T. 2009.
microbiology,43(3):1470-2 Identification of a fljA gene on a
WHO, 2003: Diagnosis of Typhoid Fever: linear plasmid as the repressor gene
The diagnosis, Treatment and of fliC in Salmonella enterica
Prevention of Typdoid Fever:7-18. serovar Typhi.Microbiol
Immunol.,53 (4):191-7.
Xu, S., Zhang, H., Sheng, X., Xu, H.,
Huang, X. 2008. Transcriptional
Expression Of Fljb:Z66, A Flagellin
Gene Located On A Novel Linear
Plasmid Of Salmonella enterica
Serovar Typhi Under Environmental
Stresses. The New Microbiologica.
vol. 31, no2, pp. 241-247.
Zhou, L and Pollard, A.J. 2010. A fast and
highly sensitive blood culture PCR
method for clinical detection of
Salmonella enterica serovar Typhi.

Healthy Tadulako Journal 84

You might also like