Professional Documents
Culture Documents
WILAYAH BERKELANJUTAN
(Studi Kasus Pemenuhan Air Bersih untuk DKI Jakarta)
SAMSUL BAKERI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengelolaan Air Baku
Lintas Wilayah Berkelanjutan (Studi Kasus Pemenuhan Air Bersih untuk DKI
Jakarta) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Samsul Bakeri
NPM P062074254
ABSTRACT
Jakarta is capital of Indonesia and as a big city with the administrative status
of a regency or province with 9.588.198 people in 2010 (BPS, July, 2010).
Jakarta needs water 524.953.840 for domestic and non domestic 212.606.350 m3
and totally 737.560.145,20 m3. PAM Jaya production capacity in 2009 is about
509.431.934 m3/year, about 69,07% the total needs of DKI Jakarta. To fulfil the
water, Jakarta needs water supply from the other provinces, 80% water supply for
Jakarta are from Citarum (West Java) and Cisadane (Tangerang-Banten) and
others. A research has been done within 13 months started from 2010 July until
2011 August. The research is aimed to identify the supply and demand of water
and to structurize the role and relationship of stakeholders in the fulfilment the
water supply inter basin. The methodology analysis were Interpretative Structure
Modelling (ISM), Multy Dimensional Scalling (MDS) and System Dinamic. The
goverment has a central role to fulfil the needs of water supply, fulfilment water
needs to understand more about supply and demand of water. The problem was
the flood had often occured. The sustainable of fulfillment water supply for DKI
Jakarta has economy dimensional (69,17), social dimensional (56,52),
dimensional of law and institution (68,24), dimensional of infrastructur and
technology (61,45), but dimensional of ecology is not sustainable with the score
(48,75). In the dynamic model is built, after a policy intervention program 3R,
BKT, 13 rivers, desalination, reduction in leakage, PES and others, the need for
clean water and adequate Jakarta in 2030 met with no water supply in the soil
water uptake and shallow ground water. Jakarta water needs can be met by
working together across the region with local government and local government
Tangerang Banten Jabar in the utilization of water resources in the watershed that
flows in the region with payments for environmental services or PES 50 billion
per year.In order to achieve water security, Jakarta needs to build policy scenarios
that lack of clean water to Jakarta in the future does not happen again. Both policy
scenarios related to supply and demand management and water management
technologies, among others, the construction of large dams which hold water from
13 rivers that flow into Jakarta. Building a pipeline project from Jatiluhur
reservoir and increase flow of raw water sources other outside Jakarta to conduct
inter-regional cooperation. In addition to the management of raw water in the
watershed that is the method of normalization ultraviltrasi 13 coupled with the
existing river / flowing in Jakarta. In 2031 the use of ground water in the capital
should be discussed again with the stakeholders or the public through public
consultation, needs to be rethought termination step permits the use of
groundwater in the year 2031.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
MODEL PENGELOLAAN AIR BAKU LINTAS
WILAYAH BERKELANJUTAN
(Studi Kasus Pemenuhan Air Bersih untuk DKI Jakarta)
SAMSUL BAKERI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof.Dr. Ir.Bambang Pramudya. N. M. Eng
Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS.
Dr.Ir. Alek Abdi Chalik, MM.MT
PRAKATA
PENDAHULUAN
kebutuhan air bagi setiap manusia sangat nyata terutama bila dikaitkan dengan
empat hal yaitu pertumbuhan penduduk, kebutuhan pokok kehidupan,
peningkatan kesejahteraan dan perlindungan ekosistem terhadap teknologi.
Adapun salah satu wilayah yang mempunyai kebutuhan air dalam jumlah besar
dan sudah sangat mendesak adalah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI)
Jakarta.
DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian
Indonesia, sehingga terjadi perkembangan ekonomi yang pesat serta relatif
menjadi tempat terkonsentrasinya industri dan penduduk. Di lain pihak kebutuhan
air bersih bagi penduduk dan industri dapat dikatakan cukup tinggi, bahkan dari
studi perencanaan pemanfaatan sumber daya air yang dilakukan tahun 1987
memperlihatkan bahwa kebutuhan air baku untuk air bersih dan industri akan
meningkat pesat hingga tahun 2025 (Cisadane River Basin Development
Feasibility, 1987). Perkiraan kebutuhan air baku untuk Jakarta pada tahun 2025
mencapai 55,13 ton kubik, sedangkan untuk Bogor 4,26 ton kubik, Tangerang
5,56 ton kubik Bekasi 2,4 ton kubik, Cikarang 1,47 ton kubik. Oleh karena itu
paradigma baru Indonesia mengarah ke negara yang bergerak dibidang industri.
Bergesernya Indonesia menjadi negara industri, terutama di perkotaan, akan
menyebabkan semakin meningkatnya permasalahan kuantitas dan kualitas air,
mengingat ruang terbuka hijau semakin sempit dan limbah industri yang
dihasilkan semakin banyak, bahkan di kota-kota besar mulai terlihat tanda-tanda
terjadinya intrusi air laut. Oleh karena itu Perusahaan Air Minum (PAM) yang ada
di kota besar terutama Jakarta harus melakukan berbagai upaya untuk mengatasi
hal tersebut.
PAM merupakan Badan Usaha Milik Pemerintah Daerah (BUMD) yang
mempunyai peran yang sangat strategis dalam penyediaan air bersih bagi
masyarakat di daerah perkotaan. Hal ini terkait dengan fungsi PAM sebagai
pengatur, penentu kebijakan dan operator serta mengemban misi sosial dan
komersial secara bersamaan. Oleh karena itu PAM harus berupaya untuk
mengatasi permasalahan air bersih di perkotaan dengan menyediakan pelayanan
air bersih yang berkualitas baik namun dengan harga terjangkau sekaligus
memberi kontribusi bagi pendapatan daerah. Hal ini sesuai dengan harapan yang
3
harus dicapai dalam Millenium Development Goals (MDGs) 2015 di sektor air
bersih, yaitu harus mencoba untuk semakin meminimalkan jumlah penduduk yang
tidak mempunyai akses terhadap air bersih yang sehat dan sanitasi dasar. Oleh
karena itu dalam menjalankan fungsinya, PAM tidak boleh hanya berbasis
komersial, namun juga harus berbasis pada misi sosial dengan sangat
memperhatikan aspek lingkungan.
PAM merupakan perusahaan daerah, yang diharapkan dapat memberikan
pelayanan umum dan pada saat yang bersamaan juga memberikan kontribusi pada
pendapatan daerah. PAM dituntut untuk dapat melayani kebutuhan air bersih
masyarakat dengan kuantitas yang cukup, kualitas yang memenuhi syarat
kesehatan dan kontinuitas yang berkesinambungan. Namun di lain pihak PAM
terutama di DKI Jakarta juga menghadapi berbagai permasalahan, seperti
minimnya kuantitas bahan baku. Sumber air baku untuk air bersih DKI Jakarta
disuplai dari daerah lain, dalam hal ini sangat tergantung pada Waduk Jatiluhur
(Kabupaten Purwakarta) dan kabupaten/kota lain yang ada di atasnya, juga
tergantung pada Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten/Kota Bekasi dan
Kabupaten/Kota Tangerang dalam penyediaan air bersih. Selain kuantitas, DKI
Jakarta juga menghadapi permasalahan kualitas. Permasalahan kualitas air baku
untuk air bersih, sangat tergantung kepada daerah lain yang dilalui oleh sungai
pensuplai air baku tersebut. Dalam hal ini daerah yang dilalui oleh sungai
tersebut, atau daerah lain yang ada pada satu daerah aliran sungai seringkali ikut
serta memperburuk kualitas air sebagai akibat adanya limbah terutama yang
berasal dari kegiatan antropogenik. Kondisi ini mengakibatkan air yang dari
hulunya mempunyai kualitas baik, menjadi sangat buruk ketika memasuki
wilayah Jakarta seperti yang terjadi di DAS Citarum (ADB, 2006).
Kuantitas dan kualitas air yang dikelola oleh PAM Jaya sangat tergantung
pada daerah lain yang ada dalam satu daerah air sungai, misalnya DAS Citarum,
namun sayangnya hingga saat ini kebijakan yang ada belum mendukung ke arah
itu. Kebijakan yang ada relatif bersifat parsial di setiap daerah. Kondisi ini
semakin diperparah dengan adanya Undang-undang Nomor No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanatkan otonomi daerah, karena setiap
kabupaten atau kota cenderung relatif mempertahankan egonya masing-masing
4
wilayah yang berkelanjutan. Model kebijakan ini idealnya dibuat dengan lokasi
kajian di wilayah yang mempunyai masalah yang sangat kompleks seperti DKI
Jakarta, oleh karena itu dalam pembuatan model ini mengambil wilayah model
Provinsi DKI Jakarta.
Kompleksitas masalah kebijakan pengelolaan air lintas wilayah yang
bekerlanjutan di era otonomi daerah, dengan egoisme daerah semakin tinggi.
Masalah pengelolaan air juga terkait dengan masalah ekonomi yaitu untuk
menghasilkan untung bagi pengelolanya serta bertujuan sosial yaitu untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat banyak dengan harga yang terjangkau. Padahal
di lain pihak kualitas air juga semakin buruk, sehingga untuk mengolahnya
diperlukan biaya yang lebih tinggi. Kuantitas air juga menjadi masalah sebagai
akibat hilangnya (dialihfungsikannya) daerah tangkapan air, dan masalah-masalah
lainnya, maka harus dilakukan pendekatan secara terpadu dari aspek ekonomi,
sosial, dan ekologi. Model pengelolaan air lintas wilayah yang berkelanjutan di
era otonomi daerah ini sudah sangat mendesak untuk dibuat di wilayah DKI
Jakarta serta wilayah lain yang serupa.
Krukut, Kali Citarum, Kali Malang, Kali Cideng, Kali Grorol. Pada DAS yang
mengalir di pinggiran DKI Jakarta seperti Sungai Cisadane Tangerang dan Sungai
Ciburial Bogor, sungai-sungai tersebut mengalir dari hulu hingga hilir, dengan
melalui wilayah administrasi yang berbeda yakni hulu sungainya berada di Daerah
Jawa Barat dan melintasi beberapa wilayah administrasi kabupaten dan kota,
seperti kabupaten Purwakarta, Kerawang, Bekasi, Bogor dan Tangerang (Provinsi
Banten). Banyaknya DAS yang mengalir ke DKI Jakarta, sebenarnya merupakan
potensi sumber air baku yang dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan air
bersih bagi pendukduk DKI Jakarta.
Sumber air baku untuk air bersih DKI Jakarta berasal dari lokasi lain,
terutama dari Gunung Wayang yang masuk ke DKI Jakarta melalui DAS Citarum.
Sungai Citarum merupakan Sungai terbesar dan terpanjang di Jawa Barat.
Menurut Hasan (2010), total area DAS Citarum 12.000 km2 dengan populasi di
sepanjang sungai tersebut sebanyak 10 juta orang yang mana 50% merupakan
urban. Sungai Citrarum selain untuk kebutuhan sumber air baku untuk air bersih
DKI Jakarta, juga dipergunakan untuk mengairi areal irigasi seluas 280.000
hektar. Sungai Citarum juga menghasilkan tenaga listrik sebesar 1.900 mega watt.
Sungai Citarum sebagai sumber utama suplai air baku untuk air bersih Penduduk
DKI Jakarta, direncanakan dapat memberikan pelayanan air bersih sejumlah 80%
penduduk DKI Jakarta (16 m3/detik).
Sungai Citarum selain untuk keperluan pertanian, perikanan, perkebunan,
listrik dan keperluan air baku untuk air bersih penduduk, baik penduduk DKI
Jakarta maupun penduduk yang dilewati oleh aliran sungai tersebut. Wilayah
Sungai Citarum, terletak di wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat. Jadi
wilayah administrasi Sungai Citarum meliputi sebagian Kabupaten Bandung,
Kota Bandung, Kota Cimahi, sebagian Kabupaten Sumedang, sebagian
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten
Cianjur, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, sebagian Kabupaten Bogor,
Kota Bekasi dan Kota Jakarta Timur. Setiap wilayah administrasi yang dilewati
aliran Sungai Citarum tentunya memiliki kepentingan dan ingin memanfaatkan
sumber daya air DAS Sungai Citarum.
8
pertanaman, dan atau peruntukan lain uang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Menurut Kepmen Kesehatan RI No 907/MENKES/SK/VII/2002, pasal 2
ayat (1) jenis air minum meliputi: a) air yang didistribusikan melalui pipa untuk
keperluan rumah tangga, b) air yang didistribusikan melalui tangki air, c) air
kemasan, d) air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman
yang disajikan kepada masyarakat. Air bersih adalah air yang memenuhi syarat
kesehatan yang harus dimasak terlebih dahulu sebelum diminum. Syarat-syarat
yang ditentukan sesuai dengan persyaratan kualitas air secara fisika, kimia dan
biologi. Menurut Untung (2004) dalam Hartono (2007), air bersih adalah air yang
jernih, tidak berwarna, tawar dan tidak berbau. Air bersih didapat dari sumber air
yaitu air tanah, sumur, air tanah dangkal, sumur artetis atau air tanah dalam.
Kualitas air bersih apabila ditinjau berdasarkan kandungan bakterinya
menurut Surat Keputusan Dirjen PPM dan PLP No. 1/P0.03.04.PA.91 Tahun
2000/2001, air bersih dapat dibedakan ke dalam 5 kategori sebagai berikut:
1. Air bersih kelas A kategori baik mengandung coliform kurang dari 50.
2. Air bersih kelas B kategori kurang baik mengandung coliform 51-100.
3. Air bersih kelas C kategori jelek mengandung coliform 101 – 1000.
4. Air bersih kelas D kategori amat jelek mengandung coliform 1001 – 2400.
5. Air bersih kelas E kategori sangat amat jelek mengandung coliform lebih dari
2400.
Dalam rangka menjaga kualitas air baik air tanah, air sungai tidak tercemar
oleh kegiatan industri pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.
82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran
Air dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 tahun 1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri. Menurut Keputusan Kementrian
13
Pemerintah Pemerintah
Pusat Daerah
Ok
Setting
Agenda
Kebijakan
Stop
Gambar 2. Kerangka pemikiran model pengelolaan air lintas wilayah
1.6 Novelty
Novelty (kebaruan) dalam penelitian ini terdiri dari:
(1) METODE: Prosedur analisis kebijakan yang mengintegrasikan, analisis
keberlanjutan, peran pemangku kepentingan supply demand air bersih
dan kebijakan otonomi daerah.
(2) HASIL: model pengelolaan air baku lintas wilayah yang berbasis
otonomi daerah dan berkelanjutan untuk pemenuhan kebutuhan air
bersih DKI Jakarta.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan akan air merupakan kebutuhan dasar manusia, untuk itu negara
menjamin terpenuhinya kebutuhan air. Hal tersebut sesuai dengan amanat
Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Implementasi
kebijakan pengelolaan air berpedoman pada Undang-undang Dasar 1945,
Undang-undang sumber daya air yaitu UU RI Nomor 7 Tahun 2004 dan Undang-
undang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain
itu pengelolaan air haruslah memperhatikan air sebagai fungsi sosial dan ekonomi
serta ekologi.
Pengertian analisis kebijakan publik menurut Dunn (2003) adalah salah satu
disiplin ilmu sosial terapan, yang menggunakan berbagai macam metodologi
penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi
yang relevan dengan kebijakan, yang digunakan dalam lingkungan politik
tertentu, untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan. Menurut Nagel dalam
Dunn (2003) analisis kebijakan publik adalah penentuan dalam rangka hubungan
antara berbagai alternatif kebijakan dan tujuan-tujuan kebijakan, manakala di
antara berbagai alternatif kebijakan, keputusan, dan cara-cara lainnya yang terbaik
untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan tertentu.
Analisis kebijakan dapat berupa: (i) Analisis kebijakan prospektif, yang
memproduksi dan mentransformasikan informasi sebelum aksi kebijakan
dilakukan; dan (ii) Analisis kebijakan retrospektif, yang memproduksi dan
mentransformasikan informasi sesudah kebijakan diambil. Analisis kebijakan
dengan pengertian yang paling umum adalah dari hanya berpikir keras dan cermat
hingga melalui langkah rumit dengan data dan model yang kompleks untuk
menghasilkan solusi sebagai informasi. Mengkomunikasikan informasi ini juga
menjadi bagian dari analisis kebijakan.
19
Pemerintah daerah masih ada yang belum memiliki Perda tentang Air Minum,
misalnya Kabupaten Bogor dan Tangerang belum memiliki Perda tentang Air
Minum. Oleh karena itu diperlukan suatu model kebijakan daerah/perda tentang
air minum. Selain itu masalah pengelolaan air bersih masih diperlukan suatu
kebijakan lintas wilayah dikarenakan sumber air baku untuk air bersih bersumber
dari beberapa sungai yang melintasi berbagai wilayah provinsi dan daerah
kabupaten/ kota. Kebijakan lintas wilayah sangat diperlukan agar terdapat
keterpaduan arah dan kebijakan serta mencegah terjadinya konflik air
sebagaimana telah terjadi di Negara Timur Tengah.
21
Kita dapat sepakat pada isunya tapi tidak sepakat pada apa yang
sesungguhnya menjadi persoalan dan karena itu kita juga bisa berbeda pendapat
soal kebijakan yang harus diambil. Fakta adalah sesuatu yang tidak berbicara
sendiri, namun perlu penafsiran. Sebuah problem harus didefinisikan,
distrukturisasi, diletakkan dalam batas-batas tertentu dan diberi nama. Sebuah
problem harus didefinisikan, distrukturisasi, diletakkan dalam batas-batas tertentu
dan diberi nama. Problem berkaitan dengan persepsi, dan persepsi berkaitan
dengan konstruksi. Karakteristik utama dari problem kebijakan, yang berbeda
dengan jenis lain semisal matematika atau fisika adalah problem-problem itu sulit
didefinisikan dengan baik. Sebuah definisi suatu problem adalah bagian dari
problem itu sendiri. Kesulitan dengan problem kebijakan ini diperparah oleh
kompleksitas dan definisinya yang kurang jelas (ill-defined) yang pada akhirnya
mengakibatkan ill-structured.
analisis konten sehingga dapat dievaluasi kebijakan mana yang mendukung otda
dan kebijakan mana yang tidak mendukung otda serta kebijakan mana yang
tumpang-tindih. Agenda-setting atau penetapan atau pembentukan agenda pernah
dilakukan oleh Mayer (1991), “Gone yesterday, here today,” melakukan studi
kasus kebijakan konsumen dengan mengkaji peran isu dalam pembentukan
agenda (agenda-setting) berdasarkan dua model: satu arah (unidirectional) (media
mempengaruhi media agenda konsumen yang dibuat oleh Pemerintah Amerika
dan model banyak arah (multidirectional) (agenda kebijakan pemerintah
mempengaruhi liputan media dan opini publik). Adapun sebagian dari
kesimpulannya seperti yang tertera di bawah ini.
Pengalaman personal dan komunikasi antar personal
Indikator arti penting dari kejadian atau isu agenda di dunia nyata
Pengertian sumber daya air menurut UU Nomor 7 Tahun 2004 adalah air,
sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Air adalah semua air yang
terdapat pada, di atas, ataupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam
pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di
darat. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Air
tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah
permukaan tanah.
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi
kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus menerus
meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun.
Kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber
daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Hal ini dapat
menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang
bergantung pada sumber daya air.
Sejak tahun 1970-an degradasi SDA yang berupa lahan gundul tanah
kritis, erosi pada lereng-lereng curam baik yang digunakan untuk pertanian
maupun untuk penggunaan lain seperti permukiman dan pertambangan,
sebenarnya telah memperoleh perhatian pemerintah Indonesia. Namun proses
degrasi SDA tersebut terus berlanjut, karena tidak adanya keterpaduan tindak dan
upaya yang dilakukan dari sektor atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan
SDA. Pendekatan menyeluruh pengelolaan SDA secara terpadu menuntut suatu
manajemen terbuka yang menjamin keberlangsungan proses koordinasi antara
lembaga terkait.
26
keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (Asdak, 2002), seperti yang
tertera pada Gambar 4 berikut ini.
Gambar 2. Hubungan biofisik antara bagian hulu dan hilir DAS (Asdak, 2010)
Dalam menjabarkan model pengelolaan air maka setiap unit SDA termasuk
DAS, secara substansi dan strateginya, serta bentuk-bentuk DAS harus dipelajari
dengan seksama. Hal ini perlu dilakukan karena bentuk DAS merupakan refleksi
kondisi bio-fisik dan merupakan wujud dari proses alamiah yang ada. Implikasi
dari hal tersebut adalah memperlihatkan bahwa pengelolaan SDA merupakan
suatu sistem hidrologi dan sistem produksi, dan hal ini membuka terjadinya
konflik kepentingan antar institusi terhadap pengelolaan komponen-komponen
sistem pengelolaan air.
dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi
untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya,
penyimpanannya serta pengalirannya dihimpun dan ditata berdasarkan hukum
alam sekelilingnya demi keseimbangan daerah tersebut. Perkembangan
pembangunan di bidang permukiman, pertanian, perkebunan, industri, eksploitasi
sumber daya alam berupa penambangan, dan ekploitasi hutan menyebabkan
penurunan kondisi hidrologis suatu daerah aliran sungai.
Selain itu bencana banjir, tanah longsor, dan berbagai kejadian alam yang
melanda Indonesia tidak terlepas dari kerusakan ekologi. Bentuk kerusakan
ekologi ini didominasi oleh kerusakan hutan. Berbagai bencana akibat kerusakan
ekologi yang melanda Indonesia di tahun 2002 diawali oleh banjir besar yang
menenggelamkan sebagian besar wilayah Jakarta pada awal Februari 2002. Dalam
peristiwa tersebut, yang diindikasikan karena rusaknya kawasan hutan di daerah
Bogor, Puncak dan Cianjur (Bopunjur), tidak hanya mengakibatkan kerugian
harta dan benda, melainkan juga nyawa.
Kenaikan dana reboisasi Provinsi DKI Jakarta sebesar 1 unit (juta rupiah)
akan menurunkan nisbah sebesar 0,003075. Keberadaan dana reboisasi
diharapkan dapat menjadi alternatif pembiayaan pembangunan kehutanan
khususnya untuk kegiatan reboisasi hutan. Kegiatan reboisasi diharapkan dapat
memperbaiki kondisi tutupan hutan yang telah gundul atau dalam keadaan kritis
sebagai akibat penebangan kayu hutan. Perbaikan terhadap kondisi tutupan hutan
akan mengurangi limpasan langsung dipermukaan yang akhirnya akan
mengurangi nilai nisbah (Pasaribu, 1999).
Kenaikan alokasi APBN sektor pertanian Propinsi DKI Jakarta setiap 1 unit
(juta rupiah) akan menaikkan nilai nisbah sebesar 0,001013. Hal ini dapat
dipahami karena investasi untuk kegiatan peningkatan produksi tanaman pangan
akan meningkatkan kebutuhan akan debit air irigasi sebagai pendukung. Trend
33
Sungai sebagai bagian dari wilayah DAS merupakan sumber daya yang
mengalir (flowing resources), dan pemanfaatan di daerah hulu akan mengurangi
manfaat di hilirnya. Sebaliknya perbaikan di daerah hulu manfaatnya akan
diterima di hilirnya. Oleh karena itu diperlukan perencanaan terpadu dalam
pengelolaan DAS dengan melibatkan semua sektor terkait, seluruh stakeholder
dan daerah yang ada dalam lingkup wilayah DAS dari hulu hingga ke hilir.
34
Kinerja DAS tidak hanya dipengaruhi oleh satu atau dua sektor tertentu,
tetapi paling tidak ketiga sektor pembangunan yang dianalisis memberikan
pengaruh secara bersamaan dengan intensitas yang cukup signifikan. Alokasi dana
pembangunan untuk kegiatan-kegiatan di sektor kehutanan cenderung mempunyai
pengaruh yang baik terhadap kinerja DAS. Demikian pula halnya investasi di
sektor sumber daya air. Di sisi lain, investasi di sektor pertanian dan perkebunan
cenderung memperburuk kondisi DAS, disebabkan beberapa kegiatan-kegiatan
pertanian dan perkebunan menambah pembukaan lahan. Kajian ini
merekomendasikan pengelolaan DAS terpadu, artinya bukan hanya
mengembangkan satu sektor sementara mengabaikan pengembangan sektor
lainnya. Pengelolaan DAS seharusnya melibatkan seluruh sektor dan kegiatan di
dalam sistem DAS. Bila tidak, maka kinerja DAS akan memperburuk yang pada
akhirnya akan menurunkan tingkat produksi sektor-sektor lain.
which makes it an attractive unit for technical efforts toconserve soil and
maximize the utilization of surface and subsurface water for cropproduction, and
a watershed is also an area with administrative and property regimes, and
farmers whose actions may affect each other’s interests”.
1 ayat (2) air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung diminum. Jadi istilah air minum adalah air minum rumah tangga
dan yang langsung dapat diminum.
Air bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila
telah dimasak. Air minum (drinking water) adalah air yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung diminum (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
492/MENKES/IV/2010).
Sistem penyediaan air minum (SPAM) adalah suatu kesatuan sistem fisik
(teknik) dan non-fisik dari sarana dan prasarana air minum. Badan Pendukung
Pengembangan SPAM yang selanjutnya disebut BPP SPAM adalah badan non
struktural yang dibentuk oleh, berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
Menteri, serta bertugas mendukung dan memberikan bantuan dalam rangka
mencapai tujuan pengembangan SPAM guna memberikan manfaat yang
maksimal bagi negara dan sebesar-besar kemakmuran rakyat. (Peraturan Menteri
PU Nomor 18/PRT/M/2007).
World Water Forum (2000) menetapkan visi air dunia “making water
everybody’s business”, serta tujuh tantangan (challenges) bahwa untuk mencapai
keterjaminan air, yakni : i) memenuhi kebutuhan pokok penduduk; ii) menjamin
penyediaan pangan; iii) melindungi ekosistem; iv) membagi sumber daya air antar
wilayah berkaitan; v) menanggulangi resiko; vi) memberi nilai air; visi menguasai
air secara bijaksana. Dalam rangka menjawab tantangan tersebut disepakati: 1)
inovasi di bidang kelembagaan, teknologi, dan finansial, 2) pengelolaan sumber
daya air dan sumber daya lahan secara terpadu, yang mencakup perencanaan dan
pengelolaan sumber daya manusia, 3) kerjasama dan kemitraan di semua tingkat,
4) melaksanakan prinsip-prinsip yang telah disepakati berupa tindakan nyata
berdasarkan kemitraan semua pihak untuk mewujudkan keterjaminan air dengan
berbagai cara.
Paradigma baru dalam pengelolaan sumber daya air dapat dirangkum sebagi
berikut :
40
• Pengelolaan yang terpadu (integrated), antar setiap jenis sumber daya air (air
hujan, air permukaan, dan air tanah), bukan terfragmentasi.
• Desentralisasi pengelolaan bukan sentralisasi (sesuai dengan amanat Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004), daerah kabupaten/kota berwenang mengelola
sumber daya nasional (sumber daya air termasuk dalam pengertian ini) yang
tersedia di wilayahnya.
• Peran pemerintah pusat dari regulator dan sekaligus operator yang sentralistik
menjadi hanya sebagai regulator, pembuat kebijakan, perencanaan nasional,
pembinaan, konservasi dan standarisasi nasional, dan menyerahkan
pelaksanaan kebijakan dan pengambilan keputusan pengelolaaan kepada
pemerintah daerah serta keterlibatan para stakeholders, akar rumput (grass
roots) di daerah, dan sektor swasta.
Paradigma baru
No. Paradigma lama
1 Air dianggap sebagai barang milik Air merupakan barang bernilai ekonomi
umum
2 Penyediaan air adalah suatu kegiatan Penyediaan air adalah suatu kegiatan ekonomi
sosial
3 Pengambilan keputusan dipusatkan di Alokasi air adalah satu kegiatan yang
kantor-kantor pemerintah terdesentralisasi
4 Pergaturan penyediaan air yang bersifat Air merupakan satu instrumen ekonomi
administratif.
5 Alokasi air yang birokratis kepada Para pihak terkait dan masyarakat (stakeholders)
pengguna. ikut serta dalam mengalokasikan air
Satu instansi yang transparan pada tingkat
6 Pemekaran instansi untuk mengurus air nasional untuk pandangan menyeluruh.
10 Pengurusan air didasarkan atas Pengurusan air didasarkan atas satuan wilayah
pembagian negara menurut politik. sungai.
11 Pembagian air sarat subsidi dan sarat Pengguna harus membayar, dengan demikian
kucuran dari anggaran nasional memberikan dana kepada pemerintah untuk
keperluan yang lain.
Sumber: Kodoatie 2010
42
Keberadaan air di muka bumi, apakah itu yang berada di sungai, danau, laut
atau yang tersimpan sebagai air tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dan saling bergerak kontinu membentuk suatu siklus yang dikenal dengan istilah
siklus hidrologi. Pengunaan air akan berbeda dari satu wilayah dengan wilayah
lainnya, tergantung dari cuaca, ciri-ciri masalah lingkungan hidup, jumlah
penduduk, kondisi sosial ekonomi, jenis industri yang ada di wilayah tersebut
serta faktor-faktor lainnya.
Dalam perencanaan sarana penyediaan air bagi masyarakat, jumlah dan mutu
air merupakan hal yang paling penting. Gambar 6 mengilustrasikan tentang
hubungan antara unsur-unsur fungsional dari suatu sistem penyediaan air bersih.
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok dan merupakan barang
yang diklasifikasikan sebagai suatu kebutuhan, baik dimusim kemarau maupun
dimusim hujan. Di beberapa tempat, baik diperkotaan maupun diperdesaan,
pemenuhan kebutuhan air bersih merupakan masalah yang tidak mudah
penyelesaiannya. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan sumber air baku yang
terbatas dan kebutuhan yang tinngi, biaya serta teknologi pengolahan sebelum air
yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kebutuhan “relatif mahal”.
Permasalahan lain yang sering timbul dalam penanganan air bersih adalah
keterbatasan sumber daya, khususnya masalah pembiayaan/keuangan. Dalam
rangka menghasilkan air dengan kualitas yang layak, dan menghantarkannya
kepada konsumen maka tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk
konstruksi intake, sistem transmisi, pengolahan dan distribusi, juga untuk
operasional dan perawatan, apalagi jika air baku yang digunakan adalah air
permukaan. Masalah pembiayaan ini harus mendapat perhatian demi menjaga
kesinambungan sistem penyediaan air bersih.
Pengelolaan yang baik, berawal dari perencanaan yang baik, secara teknis,
keuangan, kelembagaan, dan sosial budaya. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu
dilakukan perencanaan dasar dan pedoman yang selanjutnya disusun dalam
bentuk rencana induk (masterplan) air bersih DKI Jakarta dengan harapkan dapat
menghasilkan butir-butir penting dalam pengelolaan air bersih di Jakarta.
47
Kondisi yang seperti ini memaksa para perencana pembangunan dan para
pengembang suatu kawasan untuk mencari sumber-sumber lain untuk penyediaan
pasokan air, salah satunya karena beberapa kelebihan yang dipunyai daripada
sumber air yang lain, adalah berasal dari air tanah. Namun apabila penggunaan
atau pemanfaatan sumber daya air tanah dilakukan secara berlebihan tanpa
mendasarkan pada potensi sumber daya air tanah itu sendiri akan menimbulkan
dampak negatif berupa degradasi jumlah dan mutu air tanah maupun terhadap
lingkungan sekitar. Oleh sebab itu diperlukan suatu perencanaan yang
menyeluruh, mempertimbangkan seluruh faktor yang berpengaruh, sebelum
pengembangan air tanah (groundwater development) dilaksanakan guna
memenuhi kebutuhan akan air bagi berbagai keperluan.
Ketersediaan air yang makin langka serta degradasi mutunya dewasa ini,
sementara disisi lain kebutuhan akan air yang selalu meningkat, memberikan
konsekuensi perlunya suatu perencanaan yang baik dan dapat dijalankan
(applicable). Perencanaan ini untuk menjamin bahwa sumber air yang makin
langka tersebut agar dapat dimanfaatkan seefisien dan seefektif mungkin serta
dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat banyak, terutama kaum miskin.
48
Perencanaan yang memihak bagi kemanfaatan kaum miskin dan lemah, saat ini
sangat diperlukan untuk mengangkat harkat hidup kaum terpinggirkan. Kaum
miskin ini justru membelanjakan lebih banyak uang untuk mendapatkan air
dibanding mereka yang mampu yang dilayani oleh jaringan perpipaan. Laporan
Bank Dunia menyebutkan para kaum miskin perkotaan membelanjakan hampir
9% dari pendapatan mereka untuk air, sementara di Jakarta, kaum miskin kotanya
harus membayar $1,5 hingga $5,2 untuk 1 m3 air dari penjaja air, tergantung jarak
mereka tinggal dengan hidran umum (Anonymous, 1993). Gambaran tersebut
harus menjadi acuan dasar atau asas perencanaan kebutuhan air, yakni
kemanfaatan bagi masyarakat banyak. Perencanaan kebutuhan tersebut adalah
bagian yang integral dari pengelolaan sumber daya air (water resource
management), maka perencanaan tersebut juga harus sesuai dengan asas
pengelolaan sumber daya air.
Kriteria Tujuan
Selain kriteria di atas, Howe et al. (1986) menambahkan kriteria alokasi sumber
daya air antara lain:
• Fleksibilitas (flexibility) dalam penyediaan air sehingga sumber daya air dapat
digunakan pada periode waktu yang berbeda dan dari satu tempat ke tempat lainnya
sesuai dengan perubahan permintaan.
• Keterjaminan (security) bagi pengguna yang haknya sudah terkukuhkan
sehingga mereka dapat memanfaatkan air seefisien mungkin.
• Akseptabilitas ( acceptability) politik dan publik sehingga tujuan pengelolaan bisa
diterima oleh rnasyarakat.
Pada beberapa kriteria di atas, pengelolaan sumber daya air, khususnya yang
menyangkut alokasi, memang menjadi sangat kompleks. Secara umum ada beberapa
mekanisme alokasi yang umum digunakan, yakni queuing sistem, water pricing, alokasi
publik, dan user-based allocation. Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air pasal 26 ayat (1) pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui
kegiatan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air
dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap
wilayah sungai. Selanjutnya pada pasal 34 ayat (1) pengembangan sumber daya air
51
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) pada wilayah sungai ditujukan untuk
kepentingan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku
untuk kepentingan rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertambangan,
ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya.
menuju sasaran yang normatif seperti tertuang dalam PP Nomor 16 Tahun 2005
tentang Pengembangan SPAM. Sasaran yang tertuang dalam RPJMN 2004-2009
dalam pengembangan air bersih adalah: meningkatkan pelayanan air bersih
melalui perpipaan secara nasional menjadi 40% dengan cakupan layanan untuk
penduduk di kawasan perkotaan dapat meningkat menjadi 66% dan kawasan
perdesaan menjadi 30%.
Pada kondisi pelayanan air bersih secara nasional pada tahun 2004 sebesar
17,96% atau 39 juta jiwa yang terlayani, maka perlu peningkatan sampai 22,04%
selama kurun waktu lima tahun pada tahun 2009 jumlah penduduk yang memiliki
akses air bersih perpipaan diprediksi sekitar 92,4 juta jiwa, atau sebesar 40% dari
total penduduk Indonesia (231 juta jiwa). Kebijakan nasional tentang air bersih
mentargetkan cakupan pelayanan air bersih untuk masyarakat perkotaan pada
tahaun 2010-2014 sebesar 66%. Sedangkan untuk masyarakat DKI Jakarta,
pemerintah mentargetkan cakupan pelayanan air bersih pada tahun 2014 sebesar
80%.
Kebijakan Pemerintah DKI Jakarta dalam penyediaan air bersih oleh PAM
Jaya belum maksimal walau telah diprivatisasi dalam bentuk konsesi selama 25
tahun kepada perusahaan swasta dari Prancis dan Inggris (kemudian dibeli Jerman
dan pengusaha Indonesia). Berdasarkan data statistik dari BPS DKI Jakarta tahun
1998, sekitar 50% rumah tangga menggunakan air ledeng (PAM Jaya), air tanah
dengan pompa sebesar 42,67%, sumur gali 3,16% dan lainnya 0,63%. Sementara
tarif PAM sudah sangat tinggi, dengan rata-rata Rp. 5.000/ meter3, gedung
perkantoran, hotel berbintang dan pusat perbelanjaan (mall) melakukan ekstraksi
air tanah dengan volume yang tinggi. Akibatnya, air dalam tanah (deep water)
mengalami penurunan yang luar biasa. Sebagaimana dikemukakan ahli teknik
lingkungan dari Universitas Indonesia, terjadi penurunan tanah di Kawasan Jln.
MH. Thamrin hingga 10 cm per tahun (Nugroho, 2002).
Penambahan cakupan pelayanan untuk 53,4 juta jiwa dari total penduduk
Indonesia, bilamana digunakan tingkat konsumsi normal air rata-rata nasional
sebesar 120 lt/orang/hari untuk sambungan rumah dan 60 lt/hari untuk akses
hidran umum serta ratio SR dan HU adalah 80:20. Berdasarkan hal tersebut maka
53
Kebutuhan Kapasitas
Persentase Kehilangan
Jenis pelanggan air rata-rata tambahan
No
cakupan % air %
L/o/h m3/detik
Sambungan
1 80 120 20 71,2
langsung
Hidran umum 20 60 20 8,9
2
Total kapasitas 80,1
Beberapa kebijakan yang terkait dengan sumber daya air dan pengelolaan
air minum antara lain: UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, PP
Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan SPAM, Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengembangan SPAM (KNSP-SPAM) dan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM
(Dep PU Direktorat Jenderal Cipta Karya).
Pada masa Proklamasi Kemerdekaan 1945 hingga tahun 1982, sudah ada
beberapa undang-undang yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup.
Namun, berbagai undang-undang tersebut masih bersifat sektoral dan eksploitatif
atau used oriented law. Undang-undang tersebut misalnya Undang-undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Undang-undang Nomor 5
Tahun 1967 tentang Kehutanan, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Pertambangan, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
Sejak tahun 1982, Indonesia mulai memasuki era baru hukum lingkungan
yang lebih bersifat environment oriented law dengan disahkannya Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang tersebut diakui telah menandai awal pengembangan perangkat
hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup Indonesia sebagai
bagian integral dari upaya pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan .
pengaturan dalam bentuk hukum demi menjamin kepastian hukum. Di sisi lain,
perkembangan lingkungan global serta aspirasi internasional akan makin
mempengaruhi usaha pengelolaan lingkungan hidup Indonesia. Dalam
mempertimbangkan perkembangan keadaan tersebut, dipandang perlu untuk
menyempurnakan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Oleh karena itu, selanjutnya
lahir Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Pasca reformasi 1998 hingga saat ini (2008) yang ditandai dengan semangat
keterbukaan, demokrasi dan desentralisasi telah dilahirkan berbagai peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya
alam. Undang-undang yang lahir pasca reformasi antara lain Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
tersedia tentang aspek sumber daya air yang ada, yang menyangkut keterdapatan,
parameter hidrologi, pola pengaliran, jumlah serta mutu air.
Dalam hal data dan informasi tersebut tidak tersedia, maka perencanaan
harus mencakup tindakan membuat rencana tindak (action plan) kampanye survei
sumber daya air untuk mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data primer
agar informasi ketersediaan sumber daya air, baik jumlah dan mutu, wadahnya,
serta variable waktu ketersediaannya.
b. Asas keseimbangan
Keinginan untuk
Tanggung Jawab Cakupan terbatas untuk mempertahankan
Penyediaan persaingan kepemilikan oleh negara
Upaya pemenuhan kebutuhan air oleh manusia dapat mengambil air dari
dalam tanah, air permukaan, atau langsung dari air hujan. Berdasarkan ke tiga
sumber air tersebut, air tanah yang paling banyak digunakan karena air tanah
memiliki beberapa kelebihan di banding sumber-sumber lainnya antara lain
karena kualitas airnya yang lebih baik serta pengaruh akibat pencemaran yang
relatif kecil. Air yang dipergunakan tidak selalu sesuai dengan syarat kesehatan,
karena sering ditemui air tersebut mengandung bibit ataupun zat-zat tertentu yang
dapat menimbulkan penyakit yang justru membahayakan kelangsungan hidup
manusia. Berdasarkan masalah di atas. Oleh karena itu maka perlu diketahui
kualitas air yang bisa digunakan untuk kebutuhan manusia tanpa menyebabkan
akibat buruk dari penggunaan air tersebut. Kebutuhan air bagi manusia harus
terpenuhi baik secara kualitas maupun kuantitasnya agar manusia mampu hidup
dan menjalankan segala kegiatan dalam kehidupannya.
Ditinjau dari segi kualitas (mutu) air secara langsung atau tidak langsung
pencemaran akan berpengaruh terhadap kualitas air. Sesuai dengan dasar
pertimbangan penetapan kualitas air minum, usaha pengelolaan terhadap air yang
digunakan oleh manusia sebagai air minum berpedoman pada standar kualitas air
terutama dalam penilaian terhadap produk air minum yang dihasilkannya, maupun
dalam merencanakan sistem dan proses yang akan dilakukan terhadap sumber
daya air (Razif, 2001).
Banyaknya pemakaian air tiap harinya untuk setiap rumah tangga berlainan.
Selain pemakaian air tiap harinya tidak tetap, banyak keperluan air bagi tiap orang
atau setiap rumah tangga yang masih tergantung dari beberapa factor. Faktor-
faktor tersebut diantaranya adalah pemakaian air di daerah panas akan lebih
banyak dari pada di daerah dingin, kebiasaan hidup dalam rumah tangga misalnya
ingin rumah dalam keadaan bersih selalu dengan mengepel lantai dan menyiram
halaman, keadaan sosial rumah tangga semakin mampu atau semakin tinggi
tingkat sosial kehidupannya semakin banyak menggunakan air serta pemakaian
air dimusim panas akan lebih banyak dari pada dimusim hujan.
59
Sumber air merupakan salah satu komponen utama yang ada pada suatu
sistem penyediaan air bersih, karena tanpa sumber air maka suatu sistem
penyediaan air bersih tidak akan berfungsi (Sutrisno, 2000). Macam-macam
sumber air yang dapat di manfaatkan sebagai sumber air bersih sebagai berikut :
1. Air laut
Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl
dalam air laut 3% dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat
untuk diminum. Untuk itu perlu dilakukan proses pemisahan garam NaCl
yang disebut dengan proses desalinasi.
2. Air atmosfer (air hujan)
Untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya menampung air
hujan pada waktu air hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak
kotoran. Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-
pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat
terjadinya korosi atau karatan. Juga air ini mempunyai sifat lunak, sehingga
akan boros terhadap pemakaian sabun.
3. Air permukaan
Adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air
permukaan ini akan mendapat kotoran selama pengalirannya, misalnya oleh
lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri dan lainnya. Air
permukaan ada dua macam yaitu air sungai dan air rawa. Air sungai
digunakan sebagai air minum, seharusnya melalui pengolahan yang
sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat
limbah yang tinggi. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air
minum pada umumnya dapat mencukupi. Air rawa kebanyakan berwarna
disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang telah membusuk, yang
menyebabkan warna kuning coklat, sehingga untuk pengambilan air
sebaiknya dilakukan pada kedalaman tertentu di tengah-tengahnya.
4. Air tanah
Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah didalam zona
jenuh dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan
atmosfer (Suyono,1993).
60
5. Mata air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah
dalam hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas atau kuantitasnya
sama dengan air dalam.
Sedangkan menurut Kodoatie dkk (2001), pada tahun 1990 kebutuhan air
untuk domestik di Indonesia adalah sebesar 3.169.000.000 m3, sedangkan angka
proyeksi untuk tahun 2000 dan 2015 berturut-turut sebesar 6.114.000.000 m3 dan
8.903.000.000 m3. Berarti terjadi proesentase kenaikan berkisar antara 10%
(1990-2000) dan 6,67% tahun (2000-2015), Kebutuhan air terbesar di Indonesia
terjadi di pulau Jawa dan Sumatra karena kedua pulau ini mempunyai jumlah
penduduk dan industri yang cukup besar.
undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak (Santoso, 2010).
Kebutuhan air bersih meliputi kebutuhan rumah tangga baik kelas
sederhana maupun mewah, industri kecil maupun besar, niaga besar maupun
kecil, instansi pemerintah dan sosial lainnya. Mengenai kebutuhan air dalam
rumah tangga, dapat dibedakan menurut sosialnya. Kebutuhan terhadap air untuk
keperluan sehari-hari di lingkungan rumah tangga ternyata berbeda-beda di setiap
tempat, setiap tingkatan kehidupan atau setiap bangsa dan negara. Semakin tinggi
taraf kehidupan seseorang semakin meningkat pula kebutuhan manusia akan air.
Menurut Saeni (1989) kebutuhan air pada negara berkembang rata-rata tiap orang
per hari 12 liter, di Indonesia rata-rata 40 liter, pada suku primitive 5 liter,
sedangkan di negara maju yakni Inggris 150 liter dan Amerika Serikat 250 liter.
PAM Jaya menggunakan patokan sekitar 150 liter perhari, sedangkan PAM
Bogor menggunakan patokan kebutuhan air bersih per orang antara 80 liter s.d.
100 liter per hari. Menurut Wardana (1999), keperluan air bersih orang di
Indonesia yang tinggal di kota setiap orang per hari adalah 150 liter. Departemen
Pekerjaan Umum Cq Direktorat Jenderal Cipta Karya memberikan angka
perkiraan kebutuhan air bersih per orang adalah 150 liter per hari per orang pada
tahun 2010.
Ditinjau dari jumlah atau kuantitas air yang dibutuhkan manusia, kebutuhan
dasar air bersih adalah jumlah air bersih minimal yang perlu disediakan agar
manusia dapat hidup secara layak yaitu dapat memperoleh air yang diperlukan
untuk melakukan aktivitas dasar sehari-hari (Sunjaya dalam Karsidi, 1999).
Selanjutnya dikatakan bahwa ditinjau dari segi kuantitasnya, kebutuhan air rumah
tangga adalah:
1. Kebutuhan air untuk minum dan mengolah makanan 5 liter/orang per hari.
2. Kebutuhan air untuk higien yaitu untuk mandi dan membersihkan dirinya 25-
30 liter/orang per hari.
3. Kebutuhan air untuk mencuci pakaian dan peralatan 25 – 30 liter /orang per
hari.
4. Kebutuhan air untuk menunjang pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas
sanitasi atau pembuangan kotoran 4-6 liter/ orang per hari, sehingga total
pemakaian air perorang adalah 60-70 liter/ hari di kota (Santoso, 2010).
64
Salah satu faktor yang menjadi bahan pertimbangan penggunaan air untuk
rumah tangga adalah derajat kebersihan air dari kotoran, bakteri dan bahan
pencemar lainnya. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 digunakan istilah air minum. Pengertian air minum
di sini adalah air yang melaui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan
yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Syarat-syarat
kesehatan mencakup persyaratan bakteriologis, kimia, radioaktif dan fisik.
Air bersih digunakan untuk keperluan rumah tangga dan untuk produksi
bahan makanan dan minumam yang langsung disajikan kepada masyarakat. Air
bersih dapat didistribusikan melalui jaringan perpipaan, tangki air maupun
kemasan. Syarat kualitas yang ditentukan untuk air minum sangat ketat, karena
penggunaan air minum berkenaan langsung dengan kehidupan manusia,
khususnya kesehatan. Namum demikian dalam kriteria baku mutu air minum
terdapat ketentuan kadar maksimum yang diperbolehkan. Hal ini memperlihatkan
toleransi penggunaan air yang masih aman terhadap kesehatan.
Secara fisik syarat air minum tidak boleh berwarna, berbau, dan berasa serta
tidak keruh. Secara kimia air minum tidak boleh mengandung unsur kimia yang
berbahaya, seperti air raksa (Hg) yang dapat menimbulkan penyakit minamata.
Berdasarkan kuantitas yang mengutip standar penggunaan air minum WHO,
bahwa kebutuhan air minum yang harus dipenuhi agar dapat mencapai syarat
kesehatan adalah sebesar 86,4 liter per hari per kapita. Kementerian Kesehatan
mensyaratkan kebutuhan air per orang per hari sebesar 60 liter per hari per kapita,
baik untuk mandi, mencuci, minum, maupun keperluan lainnya.
liter per detik. Suplai air baku dari Saluran Tarum Barat sebesar 16,1 m3/ detik.
Defisit air bersih tersebut mendorong masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air
bersih dengan menfaaatkan air tanah dangkal dan air tanah dalam. Berdasarkan
pengakuan warga Rawamangun, Jakarta Timur, di daerah itu airnya tidak layak
untuk dikonsumsi. Bahkan tidak layak lagi digunakan untuk mandi karena
berminyak, berwarna coklat dan licin. Menurut warga Kelurahan Tomang, Jakarta
Barat mengaku lebih baik menggunakan air dari PAM dari pada air tanah, karena
air tanah di daerah tersebut tidak bisa digunakan lagi untuk kebutuhan sehari-hari
apalagi untuk diminum.
2.2.8.1 Distribusi
Terdapat dua sistem penyediaan air minum yakni sistem perpipaan dan
non perpipaan. Sistem non perpipaan atau bukan jaringan perpipaan adalah suatu
sistem penyediaan air minum yang sistem distribusinya tidak melalui jaringan
68
perpipaan dan unit pelayanannya menggunakan hidran umum, terminal air, dan
tangki. Umumnya sarana air minum non perpipaan merupakan sarana komunal
yang dapat digunakan secara bersama-sama, dan tidak perlu ditangani secara
khusus pengelolaannya (Tri Joko, 2009).
Menurut Tri Joko (2009), sistem distribusi air minum terdiri dari atas
perpipaan, katup-katup, dan pompa yang membawa air yang telah diolah dari
instalasi pengolahan menuju pemukiman, perkantoran dan industri yang
mengkonsumsi air. Juga termasuk dalam sistem ini adalah fasilitas penampung air
yang telah diolah (reservoir distribusi), yang digunakan saat kebutuhan air lebih
besar dari suplai instalasi, meter air untuk menentukan banyak air yang
digunakan, dan keran kebakaran.
69
Jaringan pipa dibagi menjadi dua yaitu jaringan pipa transmisi dan jaringan
pipa distribusi. Jaringan pipa transmisi sebagai penghubung dari tampungan air
bersih ke jaringan pipa distribusi. Kerusakan jaringan transmisi dan
sambungannya disebabkan oleh umur pipa yang terlalu tua, tekanan air yang
terlalu besar, beban berat di atas jaringan, kondisi jalan yang ramai, kondisi tanah
yang labil dan lain-lain. Jaringan pipa distribusi merupakan jaringan pipa yang
langsung tersambung kepada pelanggan. Dalam pengoperasiannya, tekanan air
yang mengalir melalui pipa distribusi diatur sesuai dengan konsumsi pelanggan.
karena terjadi alih fungsi lahan di DAS dan CAT, dan degradasi lingkungan.
Keberlanjutan sumber air baku sangat tergantung dari pengelolaan sumber daya
air baik di DAS maupun di CAT. Secara umum kapasitas sumber air baku baik air
permukaan maupun air tanah cenderung turun (Kodoatie dan Sjarief, 2008).
Keberlanjutan suplai baku sampai ke WTP, kuantitas air tergantung banyak pihak,
banyak faktor dan banyak aspek, untuk itu diperlukan suatu kerjasama lintas
wilayah secara terpadu, multi sektor dan multi dimensi.
• Kebocoran Fisik: kehilangan air secara fisik disebabkan oleh berbagai hal,
seperti bocornya sumber air akibat kerusakan bangunannya, kebocoran
pipa baik di transmisi maupun di distribusi, di saluran terbuka karena
kerusakan dinding atau dasar saluran, air dalam reservoir yang melimpas
keluar, penguapan, pemadam kebakaran, pencuci jalan, pembilas
pipa/saluran, dan pelayanan air tanpa meter air kadang-kadang terjadi
sambungan yang tidak tercatat.
• Kebocoran Administrasi: Jumlah air yang bocor secara administrasi
terutama disebabkan meter air tanpa registrasi, juga termasuk kesalahan di
dalam sistem pembacaan, jumlah air yang diambil tidak sesuai dengan
peruntukkannya, pengumpulan dan pembuatan rekening begitu juga kasus-
kasus (kolusi, korupsi, dan nepotisme) yang berpengaruh baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap kebocoran air.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa 70% lembaga yang mengelola air minum
(PAM) termasuk dalam kategori tidak sehat. Hal ini dapat dilihat dari adanya
kebocoran air secara nasional mencapai 30 s.d 40% bahkan kebocoran air di DKI
Jakarta dalam kurun waktu 2003 sampai dengan 2008 mencapai angka 45% s.d.
50%. Pada tahun 2003 produksi air bersih PAM Jaya sebesar 497.662.644m3
sedangkan air yang terjual sebesar 274.102.317 terjadi kehilangan air sebesar
44,92%. Pada tahun 2008 produksi air PAM Jaya sebesar 517.964.539m3, air
71
Pada era otonomi daerah diperlukan koordinasi dan kerjasama antar daerah
yang dilandasi dengan kesatuan Negara RI, kerjasama tersebut terutama terkait
dengan pengelolaan air bersih. Pengelolaan air bersih dan pengelolaan dan
pemanfaatan DAS yang mengalir tanpa mengenal batas wilayah administrasi
diperlukan suatu kerangka kerjasama yang jelas siapa berbuat apa dan konsep
pendanaan yang jelas pula. Keterlibatan berbagai sektor dan instansi pemerintah
dalam pengelolaan air dapat terlihat pada Gambar 8.
72
Hampir semua instansi terlibat dalam pengelolaan air, namun masih bersifat
sektoral dan kurang terpadu. Instansi yang terlibat langsung dan tidak langsung
dalam pengelolaan sumber daya ari misalnya Kementrian Pekerjaan Umum,
Kementrian ESDM, Kementrian Keuangan, Bappenas, Kementrian Kehutanan,
Kemendagri, Pemda, PDAM, PJT, Dewan Sumber Daya Air, Komisi Irigasi dan
berbagai LSM lainnya. Adapun peran masing-masing dalam pengelolaan sumber
daya air dibahas pada bab selanjutnya. Dalam pelaksanaan perannya diperlukan
keterpaduan antar instansi antar stakeholder antar daerah. Keterpaduan antar
komponen dalam pengelolaan sumber daya air dapat terlihat pada Gambar 9.
73
a. Kebijakan (Policy)
1. Penyiapan Kebijakan Sumber Daya Air Nasional
A. Enabling Environment 2. Kebijakan Yang Terkait Dengan Sumber Daya Air
3. Visi dan Misi Pengembangan Sumber Daya Air
b. Kerangka Kerja Legislatif
1. Reformasi Peraturan Yang Ada
2. Peraturan Tentang Sumber Daya Air
3. Peraturan Untuk Kualitas dan Kuantitas Air
4. Penegakan Hukum (Law Enforcement)
c. Finansial
1. Pengertian Biaya dan Manfaat/Pendapatan
2. Kebijakan-Kebijakan Investasi
3. Pengembalian Biaya dan Kebijakan-Kebijakan Denda
4. Penilaian Investasi (Investment Appraisal)
a. Penciptaan Kerangka Kerja Organisasi
1. Organisasi Lintas Batas Untuk Pengelolaan Sumber Daya Air
2. Dewan Air Nasional (National Apex Bodies)
B. Peran2 Institusi & Pelaku
Masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas
yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus menerus meningkat
dan kualitas air untuk kebutuhan domestik terus menurun. Jadi masalah air minum
saat ini selain masalah kuantitas pasokan air baku juga masalah kualitas air baku.
Kualitas air baku menentukan kualitas air bersih maupun air minum yang
diproduksi oleh pengelola. Padahal selain kuantitas, untuk air minum yang perlu
diperhatikan adalah masalah kualitas agar masyarakat dapat mengkomsumsi air
yang layak untuk minum.
74
Kualitas air menyangkut kualitas fisik, kualitas kimia, dan kualitas biologi.
Kualitas fisik meliputi kekeruhan, temperatur, warna, bau dan rasa. Kualitas kimia
berhubungan dengan ion-ion senyawa ataupun logam dan residu dari senyawa
lainnya yang bersifat racun. Senyawa-senyawa tersebut terdeteksi dari bau, rasa,
dan warna air yang sudah berubah. Kualitas biologi berkaitan dengan kehadiran
mikroba pathogen, pencemar, dan penghasil toksin. Lembaga yang melakukan
pemantauan terhadap kualitas air adalah Badan Pengendali Lingkungan Hidup
(BPLH).
Air Baku merupakan bahan baku bagi perusahan air minum untuk diproses
menjadi air minum. Bahan baku ini merupakan masukan utama dan sekaligus
sebagai keluaran utama. Perbedaan air sebagai bahan baku dan air bersih terletak
pada kandungan unsur-unsur fisik, kimia, radio aktif dan bakteriologi. Menurut
Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran, Pasal 8 ayat (1) Klasifikasi mutu air ditetapkan
menjadi 4 (empat) kelas, air kelas satu, air kelas dua, air kelas tiga dan air kelas
empat.
Air merupakan sumber daya yang unik, yaitu selalu berada pada daur
hidrologi. Ketersedian air berada pada sirkulasi yang berlangsung terus menerus
(Hadioetomo, 1981) dan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui
karena secara terus menerus dipulihkan melalui daur hidrologi (Salim, 1987). Air
yang dapat digunakan untuk bahan baku adalah air yang berada pada tahap
kembali ke bumi sebagai air permukaan, air tanah dan air hujan.
Air tanah, seperti air dari mata air dan sumur artesis, pada umumnya cukup
baik untuk digunakan sebagai sumber air baku. Kualitas air tanah relatif konstan
75
dan kualitasnya sering sudah memenuhi syarat baku mutu air bersih. Namun
demikian, kadang-kadang air tanah mengandung gas-gas terlarut seperti CO2
agresif, CH4, dan H2S serta Fe, Mn dan kesadahannya tinggi.
Beberapa indikator dari kualitas air adalah konsentrasi dari oksigen yang
digunakan untuk menghancurkan bahan organik, permintaan oksigen untuk
keperluan penguraian secara biologi (BOD), dan bakteri fecal coliform.
Kebanyakan binatang dan tumbuhan air yang hidup di dalam kolam air
membutuhkan oksigen untuk pernapasan secara aerobic. Pada suatu temperatur
yang khas dari 20o C (68oF) dan tekanan udara normal, konsentrasi yang
maksimum dari oksigen yang dimanfaatkan adalah 9 ppm (parts per million) atau
tiap juta bagian-bagian dari air.
persyaratan kualitas air minum yang wajib diikuti dan ditaati oleh seluruh
penyelenggara air minum. Pengawasan kualitas air bertujuan untuk mencegah
penurunan kualitas dan penggunaan air yang dapat mengganggu dan
membahayakan kesehatan.
• Tidak berwarna
Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti
mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan. Tri Joko
(2010) mengatakan air ditemukan berwarna dan berbau, maka harus dicek
penyebab timbulnya wanda dan bau. Untuk menjamin kualitas air tersebut
dapat digunakan sumber air, harus dilakukan uji bakteriologis di laboratorium.
• Rasanya tawar
Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit
atau asin menunjukan air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya
garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan
adanya asam organik maupun asam anorganik. Menurut Tri Joko (2010), test
rasa air jika air payau atau asin, maka cek hasil laboratorium terhadap
kandungan khlorida. Jika hasil laboratorium tidak ada, lihat nilai daya hantar
listrik. Jika nilai daya hantar listrik menunjukkan lebih dari 1500 micro S/cm,
maka ada salinitas, air tidak dapat dipergunakan sebagai sumber air minum.
• Tidak berbau
Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari
dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang
mengalami dekomposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air.
• Temperaturnya normal
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan
zat kimia yang ada pada saluran/pipa, yang dapat membahayakan kesehatan
78
Kandungan zat atau mineral yang bermanfaat dan tidak mengandung zat
beracun.
• pH (derajat keasaman)
Penting dalam proses penjernihan air karena keasaman air pada umumnya
disebabkan gas oksida yang larut dalam air terutama karbondioksida.
Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari pada penyimpangan standar
kualitas air minum dalam hal pH yang lebih kecil 6,5 dan lebih besar dari 9,2
79
• Kesadahan
Kesadahan ada dua macam yaitu kesadahan sementara dan kesadahan
nonkarbonat (permanen). Kesadahan sementara akibat keberadaan Kalsium
dan Magnesium bikarbonat yang dihilangkan dengan memanaskan air hingga
mendidih atau menambahkan kapur dalam air. Kesadahan nonkarbonat
(permanen) disebabkan oleh sulfat dan karbonat, chlorida dan nitrat dari
magnesium dan kalsium disamping besi dan alumunium. Konsentrasi kalsium
dalam air minum yang lebih rendah dari 75 mg/l dapat menyebabkan penyakit
tulang rapuh, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi dari 200 mg/l dapat
menyebabkan korosifitas pada pipa-pipa air. Dalam jumlah yang lebih kecil
magnesium dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang, akan tetapi
dalam jumlah yang lebih besar 150 mg/l dapat menyebabkan rasa mual.
• Besi
Air yang mengandung banyak besi akan berwarna kuning dan menyebabkan
rasa logam besi dalam air, serta menimbulkan korosi pada bahan yang terbuat
dari metal. Besi merupakan salah satu unsur yang merupakan hasil pelapukan
batuan induk yang banyak ditemukan diperairan umum. Batas maksimal yang
terkandung didalam air adalah 1,0 mg/l.
• Aluminium
Batas maksimal aluminium yang boleh terkandung di dalam air menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2001 yaitu 0,2 mg/l. Air yang
mengandung banyak aluminium menyebabkan rasa yang tidak enak apabila
dikonsumsi.
• Zat organik
Larutan zat organik yang bersifat kompleks ini dapat berupa unsur hara
makanan maupun sumber energi lainnya bagi flora dan fauna yang hidup di
perairan
• Sulfat
80
Kandungan sulfat yang berlebihan dalam air dapat mengakibatkan kerak air
yang keras pada alat merebus air (panci /ketel) selain mengakibatkan bau dan
korosi pada pipa. Hal ini sering dihubungkan dengan penanganan dan
pengolahan air bekas.
• Nitrat dan nitrit
Pencemaran air dari nitrat dan nitrit bersumber dari tanah dan tanaman. Nitrat
dapat terjadi baik dari NO2 atmosfer maupun dari pupuk-pupuk yang
digunakan dan dari oksidasi NO2 oleh bakteri dari kelompok nitrobacteri.
Jumlah nitrat yang lebih besar dalam usus cenderung untuk berubah menjadi
Nitrit yang dapat bereaksi langsung dengan hemoglobine dalam darah
membentuk methaemoglobine yang dapat menghalangi perjalanan oksigen di
dalam tubuh. Adeyemo et al. (2008), Hassan et al. (2008), dan Nwankwoala
et al. (2009), hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa kadar nitrat pada
musim hujan lebih tinggi dari musim kemarau, karena air hujan dapat
membilas deposit nitrat yang terdapat pada permukaan tanah, namun kadar
nitrat juga dapat menurun secara drastis jika terjadi musim hujan
berkepanjangan. tingginya kadar nitrat pada musim hujan mungkin juga
disebabkan meningkatnya kadar DO, sebaliknya penurunan kadar nitrat pada
musim kemarau mungkin akibat penyerapan oleh fitoplankton (Hassan et al.
2008).
Menurut Adeyemo et al. (2003), kandungan fosfat dan nitrat yang tinggi
dalam perairan dapat menyebabkan eutrofokasi yakni meningkatkan
pertumbuhan alga dan menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam air.
Senyawa fosfat di perairan dapat berasal dari sumber alami (seperti erosi
tanah, buangan dari hewan, dan lapukan tumbuhan) dan dari limbah industri,
limbah pertanian, dan limbah domestik. Sedangkan Adedokun et al. (2008),
yang menyatakan bahwa keberadaan ion posfat dalam air sungai disebabkan
oleh pelepasan limbah pertanian ke dalam sungai dan atau penggunaan aditif
posfat dalam formulasi deterjen (Na5P3O10) yang masuk ke dalam badan air
melalui produksi limbah cair industri, domestik/perkotaan dan atau dari
industri pakaian dan pencelupan warna.
81
• Chlorida
Dalam konsentrasi yang layak, tidak berbahaya bagi manusia. Chlorida dalam
jumlah kecil dibutuhkan untuk desinfektan namun apabila berlebihan dan
berinteraksi dengan ion Na+ dapat menyebabkan rasa asin dan korosi pada
pipa air.
• Zink atau Zn
Batas maksimal zink yang terkandung dalam air adalah 15 mg/l.
penyimpangan terhadap standar kualitas ini menimbulkan rasa pahit, sepet,
dan rasa mual. Dalam jumlah kecil, zink merupakan unsur yang penting untuk
metabolisme, karena kekurangan zink dapat menyebabkan hambatan pada
pertumbuhan anak.
• COD (chemical oxygen demand)
COD yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
bahan oksidan misalnya kalium dikromat untuk mengoksidasi bahan-bahan
Porganik yang terdapat dalam air (Nurdijanto, 2000). Kandungan COD dalam
air bersih berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, baku mutu
air Kelas I, nilai COD sebesar 10 mg/l.
Air yang tercemar di perairan juga dapat meresap ke dalam air yang
berada di bawah permukaan tanah, kemudian mengalir ke mata air atau ke sumur
yang merupakan sumber air bagi sebagian besar penduduk, termasuk di
Indonesia. Pencemaran air di bawah tanah lebih bersifat permanen karena bahan
pencemar dapat bertahan hingga ratusan atau ribuan tahun untuk dapat didaur
ulang secara alami. Kondisi bawah tanah kurang mendukung proses penguraian
bahan pencemar, berhubung di bawah tanah lebih sedikit mikroba pengurai,
suhu yang relatif rendah sehingga reaksi kimia lebih lambat, tidak ada turbelensi
yang mempercepat aliran, dll (Khitatuddin, 2003).
Keberlanjutan Sosial
Pembangunan Berkelanjutan
Konservasi. Ini berarti menggunakan air hanya secukupnya saja untuk memenuhi
kebutuhan yang senyatanya, tanpa pemborosan. Konservasi yang efektif biasanya
meliputi suatu paket langkah pengendalian kekbocoran, penggunaan peralatan
untuk penghematan air, tarif yang berdaya mencegah pemboroasan, dan
kampanye untuk mendorong konsumen lebih sadar terhadap akibat penggunaaan
air yang boros.
Ketahanan. Ini berarti penggunaan teknologi dan sistem yang selalu siap
bekerja dengan sumberdaya yang dapat diperoleh dari lingkungan masyarakat
yang dilayani, tanpa ketergantungan yang berlebih pada masukan dari luar.
89
Sumber daya ini tidak saja keuangan, melainkan juga mengelola sistem dan
keterampilan yang diperlukan untuk merawat dan memperbaiki peralatan yang
telah dipasang. Ketahanan juga berarti menggunakan sistem air minum (bersih)
dan sanitasi yang disenangi masyarakat, dan juga peduli terhadap partisipasi
masyarakat (dalam memililih teknologi yang akan diterapkan dan dalam
menentukan cara mengelolanya, demikian juga dalam perencanaan, konstruksi,
manajemen dan operasi, serta pemeliharaan yang tepat).
PC_ MDS, yang dikembangkan oleh Chang dan Douglas seperti MDPREF,
PREFMAP, PROFIT dan lainnya.
Jadi tujuan dari analisis MDS adalah membuat peta/konfigurasi posisi objek
dalam ruang berdimensi rendah (umumnya dua dimensi) berdasarkan data jarak
antar objek atau data perubah ganda yang sebenarnya diubah dulu menjadi
matriks jarak. Kegunaan analisis MDS mendapatkan posisi relatif suatu objek
dibandingkan dengan obyek lain serta melakukan pengerombolan objek.
Menurut Saxana (1992), ISM bersangkut paut dengan intrepretasi dari suatu
obyek yang utuh atau perwakilan sistem melalui aplikasi teori grafis secara
sistematis dan interatif. Selanjutnya Eriyatno (2007) mengatakan ISM adalah
sebuah metodologi yang interaktif dan sebuah implementasi dalam suatu
pengaturan kelompok. ISM menganalisis sebuah sistem dari elemen dan
91
Teknik ISM dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu penyusunan hirarki dan
klasisfikasi sub elemen. Teknik ISM memberi basis analisis yang bisa
menghasilkan informasi yang berguna dalam merumuskan kebijakan dan
perencanaan strategis. Menurut Suxena (1992) dalam Marimin (2004) program
ISM dibagi menjadi empat elemen, yaitu:
1. Aktor / pelaku
2. Kebutuhan
3. Tujuan Program
4. Kendala
ISM dapat digunakan untuk mengembangkan beberapa jenis struktur,
termasuk pengaruh struktur (misalnya mendukung atau memperburuk) struktur
prioritas dan kategori dari setiap gagasan. ISM adalah sebuah metodologi yang
interaktif dan sebuah implementasi dalam suatu pengaturan kelompok. ISM
menyediakan suatu keadaan yang sangat baik untuk memperoleh keragaman dan
sudut pandang yang berbeda dalam sebuah konsep kompleks yang lebih baik.
ISM menganalisis sebuah sistem dari elemen dan menyajikannya dalam
sebuah gambaran grafikal dari setiap hubungan langsung dan tingkat hirarkinya.
Elemen mungkin saja menjadi objek dari kebijakan, tujuan dari suatu organisasi,
faktor-faktor penilaian, dan lain-lain. Hubungan langsung dapat saja bervariasi
dalam suatu konteks (merujuk pada hubungan kontekstual), seperti elemen (i)
lebih baik dari, adalah keberhasilan melalui, akan membantu keberhasilan, lebih
penting dari elemen (j).
PROGRAM
Uraikan program menjadi perencanaan program
Uraikan setiap elemen menjadi sub elemen
Tentukan hubungan kontekstul antara sub elemen pada setiap elemen
Susunlah SSIM untuk setiap elemen
Bentuk Reachability Matrix setiap elemen
Uji matriks dengan aturan transivity
Ok ? Modifikasi SSIM
No
Yes
Tentukan level melalui Tentukan drive dan Drive
pemilihan Ubah RM menjadi Power setiap elemen
format lower triangular RM
Tentukan Rank dan hirarki
dari setiap sub elemen
Susun diagram darilower
triangular RM
Tentukan drive
Dependence
Matrix setiap elemen
Susun ISM dari setiap
elemen
Plot Sub elemen pada
empat sektor
Klasifikasi Sub elemen
pada empat peubah
kategori
KEBUTUHAN DASAR
ANALISIS KEBUTUHAN
tidak
ABSAH
LENGKAP
PERSYARATAN KEBUTUHAN
FORMULASI PERMASALAHAN
tidak
CUKUP
ya
IDENTIFIKASI SISTEM
DIAGRAM LINGKAR SEBAB AKIBAT
DIAGRAM KOTAK GELAP
tidak
LENGKAP ?
ya
INPUT – OUTPUT
REKAYASA AWAL MODEL
tidak
OK ?
ya
DIAGRAM ALIR DESKRIPTIF
Implementasi
ISM
Stop
Kaitan antara model dengan sumber daya alam adalah sebagai berikut. Pada
dasarnya sistem sumber daya alam bersifat kompleks dan dinamis, oleh karena itu
maka dalam menganalisis sistem sumber daya alam yang bersifat kompleks dan
dinamis idealnya dilakukan pendekatan yang bersifat kolaborasi lintas disiplin
sehingga dapat menciptakan hubungan antara ilmu pengetahuan sumber daya
alam, manajemen, dan kebijakan. Adapun alat yang digunakan idealnya juga
menggunakan alat yang bersifat dinamis seperti permodelan sistem. Hal ini sesuai
dengan pendapat Soerianegara (1978) yang mengatakan bahwa ada berbagai
kelebihan yang akan didapatkan jika kita menggunakan model dalam penelitian
sumberdaya alam dan lingkungan. Kelebihan tersebut antara lain adalah: 1)
memungkinkan penelitian yang bersifat multidisiplin dengan ruang lingkup yang
lebih luas, 2) dapat digunakan untuk menentukan bentuk kebijakan pengelolaan
yang tepat sesuai dengan macam perbaikan yang diperlukan, dan 3) sebagai alat
bantu dalam pemecahan masalah lingkungan tanpa harus melakukan eksperimen
yang seringkali membutuhkan biaya besar dan waktu lama.
INPUT LINGKUNGAN
INPUT TAK OUTPUT YANG
TERKENDALI DIKEHENDAKI
MODEL
INPUT TERKENDALI
OUTPUT YANG TIDAK
DIKEHENDAKI
MANAJEMEN
PENGENDALIAN
Diagram kotak gelap atau juga dikenal dengan diagram input output di atas
menjelaskan bahwa input terdiri dari input lingkungan yang dapat berupa aturan
terkait permasalahan, input terkendali dan input tak terkendali. Semua input
tersebut akan mempengaruhi model. Model tersebut menghasilkan output yang
terdiri dari output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki dan untuk
output yang tidak dikehendaki diperlukan manajemen pengendalian, sehingga
diolah menjadi input terkendali.
BAB III
METODE PENELITIAN
Ketersediaan
Regulasi
Ketersediaan Kebutuhan
Analisa
Analisa Analisa Supply
Kebijakan MDS Demand
Implikasi
Analisis
Sistem Analisis ISM
Kebijakan
Dinamik
• Setting
Agenda
Rekomendasi
Kebijakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penyediaan air, data
pemakaian air, data peta distribusi air, baik yang ada di Waduk Juanda maupun di
PDAM DKI Jakarta. Selain itu juga memanfaatkan data kualitas air dan data
sekunder lainnya seperti data sosial ekonomi, jumlah penduduk serta data
kebijakan pembangunan daerah. Pengumpulan data primer, menggunakan
kuesioner yang diambil pada lokasi penelitian.
Data fisik yang berasal dari PAM Jayaa, DAS Cisadane, DAS Ciliwung,
DAS Citarum, PT. Jasa Tirta II, Ditjen SDA dan Ditjen Cipta Karya. Adapun data
tersebut berhubungan dengan sumber air baku, kebutuhan air bersih dan suplai air
bersih yang meliputi:
a) Data kondisi eksisting pelayanan air bersih, suplai air baku dan sumber air
baku.
b) Data biaya yang dikeluarkan oleh PAM, baik biaya tetap maupun biaya
variabel.
c) Data kualitas dan kuantitas air bersih.
Data permintaan atau kebutuhan air bersih DKI Jakarta
106
Data kebijakan daerah yang terkait dengan alokasi air termasuk rencana
pengelolaan air di daerah. Data tentang kebijakan tersebut meliputi:
Responden dipilih dari stakeholder baik dari pemerintah dan para pakar.
Stakeholder yang mewakili pemerintah adalah Sekretariat Jenderal Direktorat
Jenderal Cipta Karya, Direktorat Pengembangan Air Minum Ditjend Cipta Karya,
Balai Wilayah Sungai Cilicis Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementrian
Pekerjaan Umum, PAM JAYA dan mitra (PT. Palyja dan PT. Aetra), PAM
Kabupaten Bogor. Pemilihan para pakar dilakukan secara sengaja atau secara
proposive sampling.
Pada penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan cara dibuat tabulasi
dan penampilan yang sesuai selanjutnya dibahas dengan membandingkan pada
masa yang lalu dan kondisi yang seharusnya terjadi. Kondisi yang sama juga
dilakukan pada data tentang dukungan kebijakan pada pengelolaan sumberdaya
air di era otonomi daerah, data kuantitas dan kualitas sumberdaya air di DAS
Citarum setelah memasuki otonomi daerah serta keterkaitan keduanya dan data
tentang pengelolaan sumberdaya air lintas wilayah. Sedangkan data hirarki
permasalahan yang terkait dengan pengelolaan air lintas wilayah dianalisis dengan
menggunakan model ISM (interpretative structure modelling) dan disain model
kebijakan pengelolaan air lintas wilayah yang bersifat holistik dan berkelanjutan
107
pada era otonomi daerah dibuat melalui sistem dinamik. Adapun tahapan analisis
sebagaimana digambarkan pada alur rancangan penelitian meliputi hal-hal
berikut:
a. Identifikasi kebijakan
Identifikasi kebijakan terutama kebijakan yang terkait dengan pengelolaan
sumber daya air termasuk air bersih, baik undang-undang, peraturan pemerintah,
peraturan presiden, keputusan presiden, keputusan menteri sampai keputusan
gubernur.
b. Otonomi daerah.
Mengkaji tentang peraturan yang berkaitan dengan pembagian wewenang
antara pemerintah pusat dan daerah terkait pengelolaan air.
Hasil skor dari setiap atribut dianalisis dengan multi dimensional. Untuk
menentukan satu atau beberapa titik yang mencerminkan posisi keberlanjutan
pengembangan pengelolaan berlanjutan yang dikaji relative terhadap dua titik
acuan yaitu titik baik (good) dan titik buruk (bad). Skor definitifnya adalah nilai
modus,yang dianalisis untuk menentukan titik-titik yang mencerminkan posisi
keberlanjutan system yang dikaji relative terhadap titik baik dan buruk dengan
teknik ordinasi statistic MDS. Skor perkiraan setiap dimensi dinyatakan dengan
skala terburuk (bad) 0% sampai yang terbaik (good) 100%. Adapun nilai skor
yang merupakan nilai indeks berlanjutan setiap dimensi dapat dilihat pada table
6 berikut ini.
Tabel 6 Baku Kategori status Pengelolaan Air Lintas Wilayah DKI Jakarta
Buruk Baik
0 25 50 75 100
Ekologi
Kelembagaan Infrastruktur,Teknologi
Ekonomi Sosial
Start
Sektor IV Sektor II
Daya Dorong
(Drive Power)
Autonomous Variable Lingkage Variablel
Sektor I Sektor III
Ketergantungan
(Dependence)
Gambar 19. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor
1. Analisis Kebutuhan
Setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda –beda yang dapat
mempengaruhi kinerja sistem. Pelaku mengharapkan kebutuhan tersebut dapat
dipenuhi jika mekanisme sisterm tersebut dijalankan. Pada tahap ini, kebutuhan
dari masing-masing pelaku diidentifikasi sebagai dasar pertimbangan dalam
pemahaman sistem yang dikaji.
Inventarisasi kebutuhan stakeholders yang dilakukan disini akan dilakukan
sedemikian rupa sehingga diharapkan benar-benar merupakan aspirasi dari para
stakeholders yang sesungguhnya, sehingga diperoleh jenis-jenis kebutuhan yang
paling berpengaruh pada usaha penyusunan model tanpa mengabaikan kebutuhan
lainnya. Kebutuhan air bersih baik oleh industri, rumah tangga maupun publik.
Analisis ketersediaan air dilakukan terhadap kualitas air maupun kuantitas air.
Ketersediaan air baku untuk air bersih DKI Jakarta dari DAS Citarum maupun
112
ketersediaan air tanah. Menurut Denis (2010), kualitas air secara umum
menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau
keperluan tertentu. Sedangkan kuantitas menyangkut jumlah air yang dibutuhkan
manusia dalam kegiatan tertentu.
2. Formulasi permasalahan
Keberadaan PAM Jaya dalam pemenuhan air bersih DKI Jakarta, sampai
saat ini masih menemukan beberapa permasalahan diantaranya munculnya konflik
penggunaan air dan eksploitasi air secara berlebihan dan mengakibatkan semakin
besarnya tekanan terhadap lingkungan. Banyaknya limbah dari rumah tangga,
perkotaan, industri, yang telah mengakibatkan menurunnya kualitas air,
berkurangnya debit air di Waduk Juanda, serta terganggunya daerah tangkapan air
di hulu Sungai Citarum, adanya ketidaksesuaian tarif air bersih PAM Jaya yang
tidak memuaskan pihak PAM Jaya dan pihak pengguna, dan sebagainya.
Permasalahan yang muncul tersebut harus segera diatasi guna meminimalkan
terjadinya konflik dan menurunkan tekanan terhadap lingkungan dan munculnya
konflik kepentingan para stakeholder, sehingga pengelolaan air baku untuk
pemenuhan air bersih DKI Jakarta dapat berkesinambungan.
Sinergis/tidak
Kebutuhan Kebijakan
sinergis
A. Masyarakat
Kebutuhan air Perlu kerjasama lintas wilayah,
Sinergis
terpenuhi 13 sungai, BKI, 3 R.
Perlu teknologi dan metode
Air yang berkualitas Sinergis pengelolaan, pipanisasi,
ultraviltasi
Suplai air stabil Sinergis PES, dana otda, 13 Sungai,
Perlu subsidi pemerintah, dana
Harga murah Tidak Sinergis
otda,
B. Pemerintah (Pusat
dan Pemda)
Kebutuhan masyarakat
Sinergis Perlu pengelolaan yang terpadu
ttg air tercukupi
Perlu kebijakan yang
Kelestarian lingkungan
Sinergis berorientasi lingkungan, PES
terjaga
(Konservasi), dana otda
Pengelolaan air yang efisien,
peningkatan efisiensi,
PAD Meningkat
peningkatan kapasitas
pelayanan,
Perlu konservasi, PES, dana
Keberlanjutan air otda, 13 Sungai, desalinasi,
pipanisasi (tunnel),
C. PDAM
Perlu sistem irigasi yang baik
Suplai air baku lancar
Tidak Sinergis agar debit air teratur dan tidak
dan stabil
berkurang
Air tidak tercemar Tidak Sinergis Pipasnisasi, teknologi modern,
Penambahan IPA (WTP),
Suplai air stabil Tidak Sinergis
pemanfaatan BKT, 13 Sungai
Harga jual tinggi /
Tidak Sinergis Perlu subsidi dari pemerintah
menguntungkan
Perlu penurunan tingkat
Jaringan pelayanan kebocoran air di pipa distribusi
Sinergis
meningkat dan komintmen dalam
memenuhi target MDGs
D. LSM
Kelestarian
Sinergis Perlu pengawasan
Lingkungan
Harga murah Tidak Sinergis Perlu adanya subsidi
Distribusi air besih Perlu sosialisasi program 3R,
Sinergis
lancar dan mencukupi keterlibatan dalam dewan SDA
Perlu adanya kontrol dan
Kesetaraan antara
Tidak Sinergis keterlibatan dalam penentuan
pengguna dan PDAM
kebijakan
115
3. Identifikasi Sistem
Hal terpenting dalam identifikasi sistem adalah mengintepretasikan semua
komponen yang berinteraksi ke dalam konsep kotak gelap (black box), untuk ini
diperlukan informasi-informasi yang dikatagorikan menjadi tiga yaitu peubah
input, peubah output dan parameter-parameter yang membatasi struktur sistem.
Pada penelitian ini ada tiga variabel yakni variabel state (pendukung) dalam
membangun model konseptual, dan selanjutnya ditentukan variabel non-state
(variabel lainnya) yang meliputi variabel penggerak (driving), variabel pembantu
(auxiliary), dan variabel tetap (constant) yang melengkapi suatu model (diagram
black box).
Gambar 20. Diagram lingkar sebab akibat pengelolaan air baku lintas wilayah
116
Gambar 21. Diagram input output pengelolaan air baku lintas wilayah
117
Umpan balik dapat dibedakan atas dua macam yaitu umpan balik positif dan
umpan balik negatif. Suatu umpan balik disebut positif bila perkalian tanda dari
hubungan sebab akibat yang membentuknya adalah positif, sedangkan bila
hasilnya negatif maka umpan balik tersebut disebut umpan balik negatif. Umpan
balik dapat terjadi secara alamiah maupun karena adanya suatu kebijakan yang
diterapkan pada sistemnya. Suatu umpan balik menyatakan mekanisme perubahan
nilai faktor secara otomatis. Umpan balik positif memberikan penguatan terhadap
perubahan yang terjadi, sehingga nilai perubahan tersebut makin lama makin
besar. Sebaliknya umpan balik negatif memberikan pelemahan terhadap
perubahan yang terjadi, sehingga nilai perubahan tersebut makin lama makin kecil
dan akhirnya hilang.
8. Analisis kebijakan
Analisis kebijakan dalam penelitian ini mengunakan analisa konten dan juga
analisa legal review yaitu melakukan evaluasi terhadap konten suatu kebijakan
yang bertujuan untuk menilai secara sistematis pengaruh negative dan positif
regulasi yang sedang berjalan ataupun yang akan diusulkan, sehingga kebijakan
yang sedang berjalan berlaku atau akan diberlakukan merupakan pilihan kebijakan
yang paling efisien dan efektif.
BAB IV
ANALISIS SUPPLY DEMAND AIR BAKU
UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN
AIR BERSIH DKI JAKARTA
geografisnya sebelah utara dibatasi oleh Laut Jawa, sebelah timur berbatasan
dengan Bekasi (Propinsi Jawa Barat), sebelah selatan berbatasan dengan Kota
Depok dan Bogor (Propinsi Jawa Barat), sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan (Propinsi Banten).
Penduduk Jakarta pada tahun 2000 mencapai 8.383.639 jiwa dan pada
tahun 2010 mencapai 9.588.198 orang. Data tersebut ternyata berbeda dengan data
yang diberikan oleh Suku Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil DKI
Jakarta, menurut Sudin Kependudukan dan Pencacatan Sipil DKI Jakarta, jumlah
penduduk DKI Jakarta tahun 2010 sebesar 8.524.022 orang. Namun berdasarkan
hasil sensus penduduk 2010 dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provisi DKI Jakarta,
jumlah penduduk DKI Jakarta jauh lebih besar yaitu 9.588.198 orang. Hal tersebut
dapat dipahami bahwa sensus BPS tersebut tidak melihat kartu tanda penduduk
(KTP) orang yang disensus, sehingga dimungkinkan bahwa penduduk pendatang
yang tinggal di Jakarta yang belum memiliki KTP DKI Jakarta termasuk dalam
pencatatan sensus penduduk .
dalam empat periode mengalami penurunan dari 54,6 persen di tahun 1980
menurun hingga 45,2 di tahun 1995. Sebaliknya distribusi penduduk di wilayah
lainnya bertumbuh, misalnya Bekasi tahun 1980 distribusi penduduk diwilayah
ini 9,6 persen dan menjadi 13,7 persen pada tahun 1995. Penurunan distribusi
penduduk di wilayah DKI Jakarta dimungkinkan, karena wilayah ini semakin
diperlukan sebagai tempat aktivitas pusat bisnis, perdagangan dan pemerintahan
(Studi Master Plan Integrasi Transportasi di Jabodetabek, 2001).
Penduduk DKI Jakarta terdiri dari berbagai etnis, sedangkan etnis asli
penduduk DKI Jakarta adalah Betawi. DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara RI
yang merupakan negara kepulauan dengan sekitar 13.000 pulau dan penduduk
lebih dari 200 juta. Berikut Tabel 10 yang merupakan data lengkap jumlah
penduduk eksisting dan proyeksi Provinsi DKI Jakarta.
Jakarta
4.
Selatan
1.061.953 831.480 1.893.433 407 250 657 1.894.090
Jakarta
44 920.967 754.796 260.825 4.669 394
Pusat
Jakarta
31 1.422.368 1.073.677 396.576 5.031 424
Utara
Jakarta
56 1.634.874 1.361.365 473.762 6.380 578
Barat
Jakarta
65 1.894.090 1.349.164 460.784 6.118 576
Selatan
Jakarta
65 2.630.836 1.868.792 699.287 7.863 702
Timur
Kep.
6 21.974 15.432 5.958 122 24
Seribu
Isu utama di PDAM Bekasi saat ini adalah, biaya produksi dari air baku
sampai ke konsumen sebesar Rp 2.900. Biaya tersebut termasuk biaya pembelian
air baku dari bendungan. Harga air dari Kali Bekasi yang tahun lalu harganya
sudah naik lebih dari 100%, yaitu dari harga Rp 30 menjadi Rp 65 per meter
kubiknya. Belum lagi harga bahan kimia untuk mengolah air baku menjadi air
bersih juga ikut naik termasuk biaya listrik yang dibebankan kepada PDAM
adalah tarif untuk perusahaan sehingga PDAM harus membayar listrik dengan
biaya yang sangat besar.
Kota Depok. Oleh karena itu tidak heran jika pelanggan terbesar dari PAM Tirta
Kahuripan berada di Kota Depok.
Cakupan pelayanan PAM Tirta Kahuripan baru mencapai 17% dari total
penduduk Kota Depok. Kota Depok masuk dalam pelanyanan Cabang I, II, III
dan IV dan sebagian besar pelanggan PAM Tirta Kahuripan berada di kota Depok
yaitu kurang lebih 43% dari total pelanggan. Bahkan konstribusi penjualan air
PAM Kota Depok merupakan yang paling tinggi sehingga sumbangannya
terhadap perusahaan cukup besar. Tahun 2004 misalnya, penjualan air kota Depok
mendapat 14 juta m3 dari total penjualan sekitar 29 juta m3.
Sejak pemekaran Kabupaten Bogor menjadi dua daerah pada tahun 1999,
yaitu Kabupaten Bogor sendiri dan Kota Depok, PAM Tirta Kahuripan saat ini
melayani kedua daerah tersebut. Disamping kedua daerah pelayanan utama, PAM
Tirta Kahuripan juga melayani Kota Bogor yang dulunya masuk kedalam wilayah
adminstrasi Kabupaten Bogor. PDAM Tirta Kahuripan melayani kurang lebih
15% pelanggannya yang berada di Kota Bogor yang tersebar di Bogor Utara,
Tanah Sereal dan Bogor Barat dan sebesar 42% pelanggan PAM Tirta Kahuripan
berada di Kabupaten Bogor serta 43% pelanggannya berada di Kota Depok.
Cakupan pelayanan PAM Tirta Kahuripan di daerah pelayanan Kabupaten
Bogor, mencapai 15% penduduk. Pertambahan pelanggan baru per tahun, juga
masih dibawah angka pertumbuhan penduduk, sehingga sulit sekali untuk
mengejar target 80% cakupan pelayanan , dalam waktu lima tahun kedepan.
Sebanyak 42% pelanggan PAM Tirta Kahuripan masuk dalam pengelolaan
Kantor Cabang V, VI, VII, VIII, IX, X dan XI. Khusus Kantor Cabang VI dan VII
disamping melayani pelanggan di Kabupaten Bogor, juga melayani pelanggan di
Kota Bogor.
PAM Tirta Kahuripan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan menggunakan
tiga sumber air yaitu air permukaan (sungai), mata air dan sumur bor dengan
kaulitas air dan sistem pengolahan yang berbeda-beda. Sumber mata air dan
sumur bor mempunyai kualitas air yang relatif baik dibandingkan dengan sumber
air permukaan. Jumlah kapasitas terpasang rata-rata dari ketiga sistem pengolahan
tersebut adalah 2.126,5 l/detik termasuk unit sumur bor di Kota Wisata.
127
Tabel 3. Perkiraan kebutuhan air baku untuk air minum dan industri
Lokasi Perkiraan kebutuhan air baku untuk air minum dan industri
Pusat Pengembangan (ton kubik)
2005 2025
Jakarta 36,43 55,13
Bogor 2,35 4,26
Tangerang 3,04 5,56
Tangsel 1,74 4,00
Bekasi 1,13 2,43
Depok 0,61 1,39
Cikarang 0,69 1,47
4.3 Suplai
4.3.1 Suplai Air Baku dan produksi Air Bersih DKI Jakarta
PAM Jaya dalam memenuhi kebutuhan air bersih untuk Wilayah Jakarta
mengandalkan sumber air baku dari DAS Citarum yang disuplai oleh PJT II
(Waduk Jatiluhur) yang lokasinya di Daerah Purwakarta dengan hulu Sungai
Gunung Wayang. Selain DAS Citarum PAM Jaya juga membeli air curah dari
PAM Tangerang dengan sumber air baku dari DAS Cisadane. Walau terdapat 13
sungai yang mengalir di DKI Jakarta seperti Sungai Ciliwung, Kali Pesanggrahan,
Kali Krukut, Kali Angke, Kali Sunter, Kali Baru dan lain-lain saat ini
pemanfaatannya masih sedikit sekali. Beberapa sungai yang ada memang sudah
tercemar bahkan menurut BPLHD Jakarta, hampir seluruh sungai yang ada di
DKI Jakarta telah tercemar dan tidak layak untuk dikonsumsi (BPLHD DKI
Jakarta, 2006). Alokasi air dari PJT II (Waduk Jari luhur) dapat dilihat pada Tabel
16 beikut ini .
130
PJT II selain mensuplai air untuk kebutuhan PDAM juga mensuplai air
untuk keperluan pertanian dan industri. Alokasi air untuk pertanian sebesar 80%
dari total kapasitas air baku PJT II. Kebutuhan air untuk PAM Jaya sebesar 16,3
m3/detik dan untuk PAM Bekasi 0,60 m3/detik, PAM Kerawang dan Industri
Kerawang sebesar 2,0 m3/detik. Sedangkan debit pengambilan minimun , debit
pengambilan maksimum dan realisasi dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini.
Debit
Debit
Pengambilan
Pengambilan
No Uraian Air Realisasi (m3) Selisih (m3)
Air Minimun
Maksimum
(m3)
(m3)
Suplai air bersih dari PJT II diolah di beberapa instalasi pengelolaan yaitu
Instalasi Pengeloloaan Air (IPA) Pejompongan I, Pejompongan II, Pulogadong
dan IPA Buaran. Pengelolaan dan distribusi air bersih saat ini dilaksanakan oleh
dua perusahaan swasta sebagai operatornya yaitu PT.Palyja dan PT.Aetra.
Kapasitas produksi PT. Palyja pada tahun 2010 sebesar 247.617.201 m3 dan
PT.Aetra sebesar 261.814.934 m3 (Tabel 18 di atas) total produksi sebesar
509.431.932 m3 dengan total kapasitas pelayanan sebesar 5.505.748
orang/penduduk yaitu kurang lebih 60% dari penduduk DKI Jakarta. Adapun
kapasitas produksi PAM Jaya dapat terlihat pada Tabel 19.
Suplai air bersih sangat tergantung kepada kapasitas produksi dan suplai air
baku. Dari data yang ada menunjukkan kapasitas air produksi PAM Jaya dari
tahun ke tahun mengalami penurunan dikarenakan penurunan pasokan/suplai air
baku, sebagaimana dijelaskan pada Tabel 19 di atas. Adapun cakupan pelayanan
dari PT.Palyja dan PT. Aetra serta standar kualitas air produksi PAM Jaya
nampak pada 20 berikut ini.
Untuk negara kebocoran air dapat ditekan sampai dengan 15%. Sebagai contoh di
Singapura yang dikategorikan negara maju pada tahun 1989 total kebocoran air
bisa ditekan sampai 11%. Besarnya prosentasi jumlah air yang tidak tercatat
dapat diambil sebagai patokan dari tingkat kemampuan sistem pengadaan air
bersih. Sistem yang mempunyai 10%-15% kebocoran toal, dianggap
berkemampuan bagus, dan sistem distribusi air dengan kebocoran airnya 10%-
20% masih dianggap pantas. Sedangkan kebocoran di atas 30% dianggap buruk
dan harus dilakukan upaya-upaya untuk menguranginya.
Jakut, 7,48 di Jaksel, 7,32 di Jakpus dan 7,02 di Jaktim. Sedangkan kandungan
BOD pada air produksi PAM Jaya tertinggi di Jakpus sebesar 2,33 mg/l. Dan
terendah di Jaktim 0,46 mg/l. Menurut persyaratan air minum yang dikeluarkan
Kementrian Kesehatan, persyaratan BOD tertinggi sebesar 6 mg/l. Menurut Luo
et al. (2005), nilai BOD yang tinggi secara langsung mencerminkan tingginya
kegiatan mikroorganisme di dalam air dan secara tidak langsung memberikan
petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang tersuspensikan.
Hasil pemantauan PAM Jaya di bulan Januari s.d. April 2010 di IPA
Pejompongan menunjukkan bahwa kandungan BOD berbeda setiap bulannya
walau perbedaan tersebut tidak begitu besar yaitu bulan Januari sebesar 11 mg/l,
Februari 13 mg/l, dan Maret sebesar 10.mg/l. Menurut Abowei dan George
(2009) yang menyatakan bahwa nilai BOD secara umum tidak berbeda secara
signifikan antar musim dan antara hulu – hilir.
Kualitas air bersih produksi PAM Jaya hasil uji laboratorium di lima titik
pengambilan sampel bervariasi yaitu di Jakbar 26,92 mg/l, Jakut 23,08 mg/l,
21,15 mg/l dan Jaktim sebesar 34 mg/l. Sedangkan hasil pengamatan di IPA
Pejompongan tertinggi di bulan Maret sebesar 31 mg/l. Menurut Abdel et al.
(2010), yang menyatakan bahwa nilai COD yang lebih tinggi dari nilai BOD
mengindikasikan keberadaan bahan-bahan yang dapat teroksidasi secara kimia
terutama adalah bahan-bahan non-biodegradable.
Menurut Akan et al. (2010) standar DO yang ditentukan untuk
keberlanjutan kehidupan organisme perairan adalah 5 mg/l, di bawah nilai
tersebut berdampak negatif terhadap kehidupan . Hasil pemantauan di IPA
Pejompongan kandungan DO sebesar 3,38 pada bulan Januari, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 22 dibawah ini.
135
PP No 82
NO. Parameter Unit Jan Feb Mar
Tahun 2011
1. Kekeruhan - NTU 1 278 306
2. pH 6,0-9,0 - 7,3 7,3 7,3
3. Temperatur Deviasi 3 oC 27,0 26,6 27,9
4. Warna - TCU 5 5 6
5. DHL - µs/cm 268 251 255
6. Ammonium 0,5 mg/l mg/l 0,24 0,19 <0,02
7. Besi 0,3 mg/l mg/l <0,02 <0,03 <0,02
8. E. Coli 100 jml/100 jml Jml/100 ml - - -
9. Total Coliform 1000 jml/100 jml Jml/100 ml 0 102,321 80,000
10. Hardness - mg/l 82,2 22,0 91,0
11. Mangan 0,1 mg/l mg/l 0,267 0,301 0,338
12. Nitrit 0,06 mg/l mg/l 0,29 0,026 0,044
13. Nitrat 10,0 mg/l mg/l 1,03 0,90 1,50
14. Suspended Solid 50 mg/l mg/l 224 234 370
15. Zat Organik - mg/l 17,74 16,9 31,00
16. TDS (zat pdt 1000 mg/l mg/l 134,3 118,0 122,4
terlarut)
17. DO 6,0 mg/l mg/l 3,78 3,3 3,18
18. BOD 2 mg/l mg/l 11 13 10
19. COD 10 mg/l mg/l 18 24 31
20. Detergen 0,2 mg/l mg/l 0,044 0,106 0,053
21. Sulfat 400 mg/l mg/l 47 35 27
Sumber: PAM JAYA 2010.
Hasil pengamatan kualitas air yang dilakukan oleh peneliti di lokasi yang
berbeda dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 memperlihatkan bahwa kualitas air
produksi PAM Jaya cukup bagus. Pengambilan sampel air produksi PAM Jaya
dilakukan di lima titik yang diteliti yaitu Jakarta Barat yaitu di Daerah Kalideres,
Jakarta Pusat di Daerah Pangeran Jayakarta, Jakarta Selatan di Daerah Jalan
Patimura (Komplek Perkantoran Kementrian Pekerjaan Umum, Jakarta Utara di
daerah pemukiman penduduk daerah Semper, Tanjung Priok dan Jakarta Timur di
Daerah Pulogadung. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa kualitas air produksi
PAM Jaya cukup bagus dan memenuhi standar serta persyaratan baku mutu.
Parameter yang diamati yaitu BOD, COD, Cd, Hg, Pb, pH, detergen MBAS dan
coliform tinja. Kualitas air bersih PAM Jaya di lima wilayah DKI Jakarta tidak
tercemar oleh bakteri coliform tinja, begitu pula tentang pH air tersebut masih
136
Tabel 23. Hasil uji laboratorium terhadap air bersih PAM Jaya
No Parameter Jakbar Jakut Jaksel Jakpus Jaktim
Tabel 24 Volume air permukaan terbesar dimiliki oleh DAS Cisadane dan
Citarum Hilir. Sungai Cisadane hilirnya di Bogor Povinsi Jabar dan hulunya
berada di wilayah Tangerang Provinsi Banten. Propinsi DKI Jakarta harus
bekerjasama dengan Propinsi Jabar (Pemerintah Bogor) karena wilayah Bogor
paling banyak memiliki sumber air baik air sumur, air dari sumber mata air
maupun air permukaan. Beberapa sungai potensial seperti Sungai Ciliwung,
Sungai Ciujung, Cimanceuri, Citarum hilir dan Sungai Cisadane yang hilirnya
berada di wilayah Tangerang, hulunya berada di wilayah Bogor. Selain sumber air
baku dari air permukaan DAS , Bogor memiliki sumber lain yaitu dari sumber
mata air, nampak pada Tabel 24.
Bogor memiliki sumber mata air yang bagus dan juga sumber air baku dari
DAS yang ada, wilayah Bogor juga memiliki sumber air baku dari sumur bor.
Jumlah sumur bor mencapai 2.507 yang terpasang dan terpakai sebanyak 1.750
sumur bor , sisanya sebesar 356 sumur bor.
Tabel 27 Air baku dari sumur bor
No Instalasi Kapasitas (m3) Sumber Air Baku
Terpasang Terpakai Sisa
1 Sumur Bor Limus Nunggal 15 12 3 Sumur Bor Limus Nunggal
2 Sumur Bor Cimanggis 5 0 5 Sumur Bor Cimanggis
3 Sumur Bor Permata Puri 10 7 3 Sumur Bor Permata Puri
4 Sumur Bor Permata Puri 10 3 7 Sumur Bor Permata Puri
Laguna Laguna
4 Sumur Bor Cinangka 8 2 6 Sumur Bor Cinangka
5 Sumur Bor Cilungsi 31 19 12 Sumur Bor Cileungsi
6 Sumur bos Kota Wisata 71 44 27 Sumur Bot Kota Wisata
Sub Total 3 (sumur bor) 116 104 12
Total (1+2+3) 2.057 1.701 356
Sumber: Master plan PDAM Bogor. 2007
Berapa kelebihan dari penggunaan air tanah dan air permukaan. Masyarakat
banyak menggunakan air tanah, namun penggunaan air tanah yang berlebihan
dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan mengakibatkan land subsiden.
140
Walau demikian penggunaan air tanah masih menjadi pilihan utama dikarenakan
harga air bersih masih dirasakan tinggi oleh golongan masyarakat tertentu, tidak
memerlukan pengolahan lebih lanjut dan memiliki kandungan mineral yang
cukup tinggi.
51% dari kebutuhan. Jadi secara sebenarnya kekurangan air bersih sebesar
383.589.253 m3 atau 49% s.d 50% dari kebutuhan masyarakat DKI Jakarta yang
dipenuhi dari air tanah dan air permukaan.
Tabel 29 Jumlah sumur bor dan pengambilan air tanah
Lokasi Jumlah 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Jakarta Jumlah sumur bor 3.600 3.117 3.224 3.257 3.474 3.493
kumulatif
Pengambilan Air 16,8 16,4 17,5 18 21,4 23,2
Tanah (juta m3)
Botabek Jumlah Sumur Bor 2.600 2.700
Kumulatif
Pengambilan Air 60,8 58,4
Tanah (juta m3)
Bandung Jumlah Sumur Bor 2.397 2.415 2.484 2.484 2.252 2.258
Kumulatif
Penggunaan air tanah dangkal dan air tanah dalam selain mengakibatkan
penurunan muka air tanah juga mengalami kendala antara lain yaitu masalah
krisis air tanah baik kuantitas maupun kualitas. Air tanah di DKI Jakarta sebagian
besar sudah tercemar oleh bakteri coli dan detergen. Hasil pemantauan BPLHD
DKI Jakarta, menunjukkan bahwa 67% sumur mengandung bakteri coliform dan
142
58% mengandung fecal coli melebihi baku mutu. Bakteri tersebut berasal dari air
buangan rumah tangga, sungai dan septic tank, bakteri tersebut mengakibatkan
diare, sakit perut, muntah, dan mulas-mulas.
penghematan air, Pemda DKI Jakarta melalui Dinas Pertambangan DKI Jakarta
mencanangkan Gerakan Peduli Sumur Resapan “Selamatkan Air Tanah Jakarta.
B
BAB V
AN
NALISIS KE
EBERLANJ
JUTAN
Analisis keberlanju
utan pengellolaan air baku lintaas wilayahh untuk
menuhan kebutuhan airr bersih DK
pem KI Jakarta mencakup
m em
mpat dimen
nsi yaitu
dim
mensi ekolo
ogi, dimenssi ekonomi, dimensi sosial, dim
mensi hukuum dan
keleembagaan serta dimeensi infrasttruktur dann teknologgi. Untuk menilai
keb
berlanjutan pengelolaan
p air baku liintas wilayaah untuk pem
menuhan airr bersih
DK
KI Jakarta dig
guakan alat analisis
a rapffish.
Gam
mbar 22. RA
AP dimensi ekologi
e penggelolaan air baku lintas w
wilayah
151
Jika dilihat dari nilai masing masing atribut, menunjukkan atribut kejadian
kekeringan (0,98), atribut pemenuhan vegetasi (0,95) dan atribut frekuensi
kejadian banjir memiliki peran yang sangat menonjol (dominan) atau disebut
sebagai atribut pengungkit. Oleh karena itu untuk memperbaiki dimensi ekologi
dalam pengelolaan air, maka perlu kebijakan dalam mengelola ketiga atribut
tersebut yaitu dengan memperbaiki kondisi yang menyebabkan terjadinya
kekeringan dan terjadinya banjir serta dengan melakukan penambahan ruang
terbuka hijau sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Ruang terbuka hijau
merupakan tempat meresapnya air hujan sehingga air hujan tidak begitu saja
terbuang ke sungai.
Disamping itu perlu kerjasama lintas wilayah dalam rangka pengelolaan air
sesuai dengan peraturan yang ada baik tentang kewenangan dalam pengelolaan
sungai serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan sumber
daya air termasuk UU Nomor 7 Tahun 2004, PP 38 Tahun 2004, UU Nomor 32
Tahun 2004, UU Nomor 32 Tahun 2009. Kerjasama lintas wilayah yang
dimaksud adalah termasuk dalam melakukan pendanaan konservasi sumber daya
air di hulu sehingga ketersediaan air baku untuk air bersih dapat terjaga dan
berkelanjutan. Untuk lebih jelasnya peran masing-masing atribut ekologi pada
pengelolaan air lintas wilayah berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 23.
152
Leverage of Attributes
Dimensi Ekologi Rap‐ Spam
KAWASAN PERMUKIMAN DI … 0.30
KONTAMINASI MIKROBA/ZAT … 0.52
KEPEMILIKAN UPL KOMUNAL/IPAL … 0.66
SANITASI LINGKUNGAN 0.35
PENCEMARAN LIMBAH DOMESTIK KE … 0.54
VEGETASI 0.95
Attribute
TINGKAT SEDIMENTASI 0.68
KEJADIAN KEKERINGAN 0.98
FREKUENSI KEJADIAN BANJIR 0.90
PENGGUNAAN AIR TANAH 0.66
TINGKAT PENCEMARAN SUMBER AIR … 0.61
KETERSEDIAAN SUMBER AIR BERSIH 0.53
DEGRADASI LAHAN 0.38
KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN 0.28
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 23. Peran masing-masing atribut dimensi ekologi pengelolaan air baku
lintas wilayah
MONTE CARLO ANALYSIS
RAP‐Spam
Dimensi Sosial
Ordination (Median with Error Bars showing
95%Confidence of Median)
60
40
Other Distingishing Features
20
0
0 20 40 60
56.36 80 100 120
‐20
‐40
‐60
Nilai Indikator Keberlanjutan Dimensi Sosial Rap‐
Spam
Gambar 24. Indeks tingkat keberlanjutan dimensi sosial pengelolaan air baku
lintas wilayah
Leverage of Attributes
Dimensi Sosial Rap‐Water
0.19
PERSEPSI MAYS THD HARGA AIR 0.25
1.29
JMLH MASY YG BLM MEMPEROLEH … 0.32
1.86
KETEPATAN PEMBAYARAN REKENING … 2.04
0.28
TINGKAT PENCURIAN AIR PDAM
Attribute
0.21
0.10
PARTISIPASI MASY DLM PROGRAM … 1.72
1.66
KESADARAN LINGKUNGAN 1.61
1.44
KEPADATAN PENDUDUK 0.07
0.13
KESEHATAN MASY 0.24
0.36
TINGKAT PENDIDIKAN MASY 0.02
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Namun hal itu perlu juga dilakukan perbaikan oleh sektor lain agar tidak
menganggu program pengelolaan air baku untuk air bersih yang berkelanjutan.
Leverage of Attributes
Dimensi Ekonomi Rap‐Spam
BIAYA PENGELOLAAN AIR DIBANDING … 1.09
PERKEMBANGAN SEKTOR INFORMAL 2.23
PERUBAHAN MATA PENCAHARIAN 3.13
BESARNYA SUBSIDI 2.00
Attribute
PENYERAPAN TENAGA KERJA 2.33
IKLIM INVESTASI 2.30
PENDAPATAN DAERAH 3.50
PENGELUARAN MASY PER KAPITA 1.73
PENDAPATAN MASY PER KAPITA 1.44
PERSENTASE PENDUDUK MISKIN 1.05
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 26. Peran masing-masing atribut dimensi ekonomi pengelolaan air bersih
lintas wilayah
RAP‐Spam
Dimensi Infra dan Teknologi
60
UP
Other Distingishing Features 40
20
61.45
0 BAD GOOD Real Value
0 50 100 150 References
‐20 Anchors
‐40
DOWN
‐60
Nilai Indikator Keberlanjutan Dimensi Infra dan
Teknologi Rap‐Spam
Leverage of Attributes
Dimensi Infra dan Teknologi Rap‐Spam
KUALITAS AIR BERSIH YANG DIHASILKAN 1.61
TGERJADINYA KEBOCORAN 1.21
TEKNO RAMAH LINGK 1.11
Attribute
DUKUNGAN SARANA DAN PRASARANA 5.57
TINGKAT PENGUASAAN TEKNO 4.76
PEMBANGUNAN DAM DAN SALURAN
0.27
DRAINASE
REKLAMASI LAHAN 3.45
TEKNO PENANGGANAN LIMBAH 0.25
0 1 2 3 4 5 6
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute
Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
lem
mbaga sosiaal, (6) keetersediaan organisasi masyarakatt, (7) keterrsediaan
pen
ngawasan hu
ukum, (8) ketersediaan
k n penegak hukum,
h (9) penyuluhan hukum
pen
ngelolaan sum
mber daya alam
a dan linggkungan, (10
0) transportaasi dalam keebijakan,
(11) intensitas pemanfaatan
p n yang melannggar hukum
m.
Gam
mbar 29. In
ndeks keberlaanjutan dimeensi hukum dan
d kelembaagaan pengeelolaan
air baku lintass wilayah
Gam
mbar 30. Peeran masing--masing atribbut dimensi hukum dan kelembagaaan
peengelolaan air
a bersih linttas wilayah
Hasil analisis
a terhaadap dimennsi hukum dan
d kelembaagaan menddapatkan
hassil bahwa nillai indeks keberlanjutann dimensi huukum dan keelembagaan sebesar
68,24. Dimennsi hukum dan kelembbagaan padaa pengelolaaan air bersih lintas
wilayah berkellanjutan (stu
udi kasus D
DKI Jakarta ) termasukk kedalam kategori
k
berrkelanjutan. Berdasarkaan analisis leeverage terddapat tiga aatribut yang sensitif
mem
mpengaruhi nilai indekss keberlanjuttan dimensi hukum
h dan kkelembagaann, yaitu:
keteersediaan leembaga sosiial (3,82 ) dan
d keberaddaan lembagga keuangan
n (3,73)
sertta kapasitass kelembaggaan pengellola (3,23). Analisa kkeberlanjutann dapat
disiimpulkan bahwa
b keberrlanjutan penngelolaan aiir bersih linttas wilayah sebesar
161
*Aribut dengan nilai tertinggi dan terkait langsung dengan pengelolaan air bersih.
Atribut yang sensitif dan memiliki daya pengungkit tersebut dipilih dan
dijadikan sebagai input terkendali pada sistem dinamik. Pemilihan atribut sentitif
berdasarkan kriteria nilai tertinggi dan memiliki keterkaitan dengan pengelolaan
air bersih lintas wilayah.
164
BAB VI
Dalam pengelolaan sumber daya air banyak lembaga yang terkait dari instansi
pemerintah atau kementrian dan setingkat badan sampai kepada pemerintah
daerah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Lembaga tersebut berkaitan
langsung maupun tidak langsung ikut beperan dalam pengelolaan sumberdaya air
dan termasuk pengelolaan air bersih, dan lembaga tersebut memiliki wewenang
dan fungsi masing-masing sebagaimana berikut ini:
1. Kementrian Pekerjaan Umum.
Kemerntrian Pekerjaan Umum bertanggungjawab atas pembangunan jalan
dan jembatan, tata ruang, pengairan, air bersih dan sanitasi, dahulu termasuk
pembangunan perumahan yang saat ini telah ada Kementrian Perumahan
Rakyat. Kementrian Pekerjan Umum telah membentuk Dadan Pendukung
sistem Penyediaan Air Minum yang mempunyai memberikan rekomendasi
kebijakan kepada Menteri Pekerjaan Umum dalam pengembangan
penyediaan prasarana air bersih. Dalam pembangunan proyek Banjir Kanal
Timur (BKT) Pemerintah Pusat melalui Kementrian Pekerjaan Umum,
menyediakan dana sebesar 2,5 trilyun rupiah untuk pembangunan fisiknya.
Pemerintah Pusat memberikan bantuan program penurunan tingkat
kehilangan air baku dari 50% sampai dengan 20% serta bantuan teknis
penyusunan studi kelayakan kerjsa sama pengelolaan antar daerah (lintas
wilayah) atas dasar pertimbangan keterseidaan air baku dan/ atau efektifitas
dan efisiensi pengelolaan perusahaan. Untuk daerah yang belum dilayani
SPAM bantuan fisik pengembangan SPAM melalui kerjasama regional
pengembangan SPAM. Bantuan teknis tersebut berupa pengembangan
prasarana air minum non pipa terlindungi dan bantuan program meningkatkan
prasarana air bersih menjadi terlindungi. Sedangkan untuk daerah yang sudah
165
19. Dewan Sumber Daya Air. Sebagai wadah koordinasi pengelolaan sumber
daya air yang pembentukannya ditetapkan dengan Keputusan Gubernur untuk
pembentukan dewan sumber daya air kabupaten/ kota ditetapkan dengan
keputusan bupati/walikota. Dewan Sumber Daya Air sebagai wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air. Pelaksanaan koordinasi pengelolaan
sumber daya air pada sungai lintas propinsi dan wilayah sungai strategis
nasional dapat dibentuk TKPSDA WS Lintas Propinsi dan TKPSDA WS
Strategi Nasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Fungsi Dewan Sumber Daya Air memberikan pertimbangan kepada presiden
dalam menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah atas dasar masukan
dari pemda yang bersangkutan. Memberikan usulan kepada pemerintah
tentang kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi
dan hidrogeologi.
20. Pemda Non DKI. Pemda Bogor Provinsi Jawa Barat dan Pemda Tangerang
Propinsi Jawa Barat. Sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang 32
Tahun 2004 Pemerintahan Daerah dan PP NoMOR 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan, pemda berhak mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya sesuai norma dan standar,
prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dalam hal
penyelenggaraan air, daerah berhak memanfaatkan sumber air bersih tetapi
dengan mempertimbangkan kepentingan daerah lain. Pemda Tangerang
mensuplai air bersih dari PAM Tangerang ke PAM JAYA begitu pula Pemda
Bogor mensuplai air baku dari mata air Ciburial ke PAM JAYA. Pasokan air
baku dari PJT 2 yang bersumber dari Sungai Citarum dimana hulunya berada
di Bandung Jawa Barat dan tengahnya berada di daerah Purwakarta Jawa
Barat. Pemda Jabar wajib memelihara sumber air baku pada DAS tersebut
dan juga berhak menerima kompensasi untuk perbaikan lingkungan yang
dipergunakan untuk perbaikan dan konservasi sumber daya air.
dengan problem atau sebuah isu yang kompleks. Pendapat dari kelompok pakar
digunakan untuk mengembangkan model ISM dengan menggunakan matrik
hubungan. Menurut Marimin (2004), ISM adalah salah satu metodologi berbasis
komputer yang membantu kelompok mengindentifikasi hubungan antara ide dan
struktur tetap pada isu yang kompleks
Teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok dimana model-
model struktur dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu
sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafik
atau kalimat. Teknis ISM terutama ditujukan untuk pengkajian suatu tim atau bisa
juga dipakai oleh seorang peneliti (Eriyatno, 2003).
Prinsip dasarnya adalah identifikasi dan struktur di dalam suatu sistem
akan memberikan nilai manfaat yang tinggi guna meramu sistem secara efektif
dan pengambilan keputusan yang lebih tinggi. Dalam teknik ISM program yang
ditelaah perjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen dan setiap
elemen selanjutnya diuraikan menjadi sebuah sub-elemen.
i:
1. Pelaku yang terlibat dalam kebijakan pengelolaan air bersih;
2. Tujuan utama kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah.
3. Kebutuhan utama dalam pemenuhan kebutuhan air bersih.
4. Kendala utama dalam pencapaian pengelolaan air bersih.
171
Tabel 32 . Dependent dan driver power elemen pelaku pengelolaan air lintas
wilayah.
Tabel 33. Hasil reachability matrix (RM) revisi elemen pelaku pengelolaan air
bersih lintas wilayah.
A1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 8 1
A2 0 1 1 1 1 1 1 1 0 7 2
A3 0 0 1 0 1 0 0 1 0 3 3
A4 0 1 1 1 1 1 1 1 0 7 2
A5 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 4
A6 0 1 1 1 1 1 1 1 0 7 2
A7 0 1 1 1 1 1 1 1 0 7 2
A8 0 0 1 0 1 0 0 1 0 3 3
A9 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 4
Dep 1 5 7 5 8 5 5 7 1
Rank 4 3 2 3 1 3 3 2 4
173
Kuadran III atau kuadran linkage ditempati oleh 4 sub-elemen, terdiri dari:
(4) PAM JAYA (7) DPR/DPRD (2) Pemerintah Kota DKI Jaya; (6) LSM. Ke-
empat sub-elemen ini merupakan kelompok penghubung yang bisa mendorong
keberhasilan pengolaan air bersih lintas wilayah integral-holistik. Namun
kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah sangat bergantung kepada
kebijakan pemerintah pusat baik undang-undang yang digagasnya maupun
peraturan pemerintah, Keppres dan Kepmen. Kebijakan pemerintah pusat akan
ditindak lanjuti dengan kebijakan oleh pemerintah daerah dan oleh kebijkan
internal para operator termasuk PJT II dan PAM Jaya (Gambar 32).
174
9
(1) Pemerintaah 8
Pusat
DAYA PENDORONG (4
4) PAM Jaya
7
(7) DPR/DPRD
D
(2) Pemda DKI
6 (6)) LSM
0 1 2 3 44 5 6 7 (3) Pemda
8 Non 9
(8) Perusah
DKI haan
3 Swastaa
2
(9) Masyarakat
1
5) PJT 2
(5
0
KETER
RGANTUN
NGAN
Selain semua pelaku di atas, masih ada sub-elemen (A9) masyarakat yang
menempati kuadran I atau kuadran autonomous. Kelompok pelaku pada kuadran
ini umumnya tidak terlalu terkait dengan kebijakan pengelolaan air bersih lintas
wilayah. Meskipun PJT II sebagai operator dalam hal alokasi dan suplai air baku
untuk wilayah Sungai Citarum, namun kebijakan tersebut ada pada Kementrian
Pekerjaan Umum cq Ditjen SDA yaitu pemerintah pusat. Kedudukan PJT 2
sangat dipengaruh oleh Pemerintah Pusat yaitu sebagai pelaksana dari kebijakan
pemerintah tentang alokasi air. Pada UU Nomor 7 tahun 2004 pasal 46 ayat (1)
pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, mengatur dan
menetapkan alokasi air pada sumber air untuk penguasaan sumber daya air oleh
badan usaha atau perseorangan. Pada psal 46 ayat (2) alokasi air untuk
pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didasarkan pada rencana alokasi air yang ditetapkan dalam rencana pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
PJT II perlu diajak terlibat dalam penentuan kebijakan pengelolaan air lintas
wilayah terutama dalam hal alokasi sumber air baku. Pemda Non DKI menempati
kwadran II (dependent) artinya tidak begitu terkait dalam pengelolaan air bersih
176
lintas wilayah. Padahal pemda non DKI juga memiliki kepentingan akan
pemanfaatan sumber air baku. Pemda non DKI seperti Pemda Bekasi, Karawang,
Purwakarta merupakan pemanfaat dari sumber air baku dari PJT II yang
bersumber dari Sungai Citarum. Menurut UU Nomor 7 Tahun 2007 bahwa yang
memiliki kewenangan pengelolaan air untuk sungai strategis nasional adalah
pemerintah, namun demikian pemda terkait sebaiknya dilibatkan agar tidak terjadi
sengketa, sebagaimana telah diatur pada PP Nomor 42 Tahun 2008 Pengelolaan
Sumber Daya Air dan PP 38 Nomor 2007 serta Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 11A/M/2006.
Level Autonomous Keterangan
5 9
1. Pemerintah Pusat
2. Pemda DKI
3. Pemda Non DKI
4. PAM Jaya
3 8
Level Dependent 5. PJT II
6. LSM
7. DPR/DPRD
2 8. Perusahaan Swasta
4 6 7
Level
Linkage
1
Level Independent
Gambar 33. Level hierarki elemen pelaku pengelolaan air bersih lintas
wilayah.
menerima dampak baik maupun buruknya hasil dari kebijakan tersebut. PAM
Jaya, Pemda DKI dan LSM serta DPR/DPRD yang berada pada level 2
merupakan kelompok penghubung yang bisa mendorong keberhasilan
pengelolaan air bersih lintas wilayah yang bekerlanjutan yang berbasis otonomi
daerah.
Tabel. 34 Dependen dan driver power elemen tujuan pengelolaan air bersih lintas
wilayah
den
ngan UU Noomor 7 Tah
hun 2004 teentang Sumb
ber Daya Aiir pasal 26 ayat (2)
pen
ndayagunaan
n sumber daaya air ditujuukan untuk memanfaatk
m kan sumber daya
d air
secara berkelaanjutan den
ngan menguutamakan pemenuhan
p kebutuhan pokok
keh
hidupan massyarakat seccara adil. Posisi elem
men (6) supllai air bersih yang
berrkelanjutan, memiliki daaya pendoroong yang paaling kuat dan juga memiliki
m
keteergantungann yang renddah. Posisi kkedua adalaah kualitas aair bersih memiliki
m
ind
dependency yang
y rendahh pulah dan kekuatan peendorong terkuat keduaa setelah
supplai air bersiih. Pemanfaaatan bahan baku air secara optimaal menempatti urutan
ketiiga dengan kekuatan daya
d dorongg dan keterrgantungan yang sama dengan
konnservasi sum
mber daya airr (Gambar 344).
5 (4) Konservas i
SDA
4
(3) Aplik
kasi TTG
0 1 2 3 3 4 5 (1)
6 Tekn nologi7
pengelollaan air
(7) Infrastrruktur
0
KETER
RGANTUN
NGAN
6.2.3 Elemen
n Kebutuhan Pengelolaaan Air Linttas Wilayah
h
Elemen
n kebutuhan pengelolaaan air lintass wilayah berkelanjutann dibagi
men
njadi sub eleemen antara lain: (1) disstribusi air teepat sasaran,, (2) kualitass air dari
180
masyarakat, (3) pendapatan perusahaan air bersih, (4) melibatkan masyarakat, (5)
bantaran sungai bebas dari permukiman, (6) pengelolaan lingkungan mudah, (7)
harga air murah, (8) terhindar dari gangguan kesehatan, (9) adanya koordinasi
antar pemda.
Kebutuhan masyarakat pemakai air agar terhindar dari gangguan kesehatan
tersebut sesuai dengan ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang SDA pasal 8
ayat (1) air baku wajib memnuhi baku mutu yang ditetapkan untuk penyediaan air
minum sesuai peraturan perundang-undangan. Peraturan Mentri Kesehatan RI
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran mengelompokkan klasifikasi air menjadi empat kelas, kelas satu, air
baku untuk air minum dan seterusnya. Tujuan dari Permenkes tersebut agar
masyarakat dapat mengkonsumsi air bersih sesuai dengan klasifikasi
peruntukkannya dengan tujuan utama agar terhindar dari penyakit akibat
mengkonsumsi air yang tidak berkualitas (Gambar 35).
Independent
Autonomous
Tabel 35. Dependen dan driver power kendala pengelolaan air lintas wilayah
secara tegas tentang program 3R (reduce, reuse, recyle) pada pasal 3 ayat (6) yang
membahas tentang daur ulang air.
Tabel 36. Hasil reachability matrix (RM) elemen kendala utama pengelolaan air
baku lintas wilayah
k1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1
k2 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1
k3 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1
k4 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1
k5 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1
k6 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
k7 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1
k8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
k9 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1
k10 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1
k11 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1
k12 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1
sumber air baku. Sedangkan urutan ke-empat yaitu (1) bahan baku air bersih
sangat sedikit, (2) sarana dan prasarana pengelolaan air bersih sangat terbatas, (3)
kurangnya dukungan pemerintah dalam pengelolaan air bersih, dan (7) rendahnya
kesadaran masyarakat dalam program hemat air, (10) kurang optimalnya
kebijakan dan peraturan, (12) biaya pengelolaan air sangat tinggi.
Matriks Driver Power vs Dependent
Kendala
12
Rendahnya
11
resapan air
Harga air sangat
Linkage
Kurangnya
Kurangnya
10 dukungan
tinggi menjaga kualitas pemerintah
Permintaan air Sumber air baku
Tingginya limbah 9 air
sangat tinggi Biaya sedikit
Kurang
di sumber air
Driver Power
8 pengelolaan optimalnya
baku Rendahnya
kebijakan
sangat tinggi
7 Sarana prasarana persepsi
Independent terbatas penghematan air
6 di masyarakat
0 1 2 3 4 5 5 6 7 8 9 10 11 12
3
Autonomous Dependent
2
Teknologi proses
1 masih rendah
0
Dependent
Gambar 36 Matrik driver power VS dependent elemen kendala
Kelompok kedua menempati kuadran III atau kuadran linkage, terdiri dari
level 7, yaitu sub-elemen: (3) kurangnya dukungan pemerintah dalam program
penyediaan air bersih; (4) rendahnya kemampuan masyarakat dalam menjaga air
bersih; (1) bahan baku sedikit; (2) terbatasmya sarana dan prasarana pengelolaan
air bersih; (10) kebijakan dan peraturan kurang optimal; (12) tingginya biaya
pengelolaan air bersih. Setiap sub-elemen pada kelompok ini menjadi
penghubung (linkage) keberhasilan pengembangan air bersih integral-holistik.
Kelompok linkage ini memiliki karakteristik daya pendorong yang tinggi, tetapi
sekaligus memiliki tingkat kebergantungan (dependensi) yang tinggi juga. Setiap
sub-elemen dalam kelompok ini saling bergantung, serta bergantung juga kepada
kelompok independent.
(10) kebijakan dan peraturan kurang optimal, (12) tingginya biaya. Sedangkan
kendala sub elemen yang paling independent dan utama adalah sub elemen (11)
harga air bersih sangat tinggi melebihi kemampuan masyarakat, serta (8)
kurangnya/rendahnya daerah resapan.
Tabel 37. Elemen dan sub-elemen independen pengelolaan air baku lintas wilayah
Hasil analisis ISM terkait tersebut di atas (Tabel 36) dijadikan bahan
pertimbangan dalam penyusunan sistem dinamik dan penyusunan setting agenda
serta penyusunan role sharing (bagi peran) masing-masing pelaku dalam
pengelolaan air lintas wilayah.
186
BAB VII
Pada penelitian ini ada tiga variabel yakni variabel state (pendukung) dalam
membangun model konseptual, dan selanjutnya ditentukan variabel non-state
(variabel lainnya) yang meliputi variabel penggerak (driving), variabel pembantu
(auxiliary), dan variabel tetap (constant) yang melengkapi suatu model (diagram
black box). Diagram input output model kebijakan pengelolaan air lintas wilayah
yang bersifat holistic dan keberlanjutan berbasis otonomi daerah (Gambar 10).
Input sistem terdiri dari input eksternal dan internal. Input lingkungan
bersifat eksternal, mempengaruhi sistem, tetapi tidak dipengaruhi oleh sistem.
Pada sistem pengelolaan air bersih lintas wilayah pemenuhan air bersih untuk
187
1. Keterkaitan antar sektor dilihat berdasarkan aspek ekonomi, ekologi dan sosial
serta kelembagaan.
2. Nilai produksi diperoleh dari jumlah produksi PAM Jaya 2009.
3. Komponen yang digunakan/dianalisis dalam setiap causal loop adalah sektor-
sektor yang dianalisis sebelumnya. Hal ini untuk menjaga konsistensi terhadap
proses analisis.
4. Tingkat pertumbuhan (rate) didasarkan atas tingkat pertumbuhan neto setiap
tahun.
5. Pengaruh dinamika pertumbuhan ekonomi tidak diperhitungkan.
6. Nilai laju dan level disesuaikan dengan ketersediaan data pendukung.
Untuk memahami struktur dan perilaku sistem yang akan membantu dalam
pembentukan model dinamika kuantitatif formal digunakan diagram sebab akibat
(causal loop) dan diagram alir (flow diagram). Diagram sebab akibat dibuat
dengan cara menentukan variabel penyebab yang signifikan dalam sistem dan
menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke variabel akibat, dan
188
garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua variabel saling
mempengaruhi.
(1) Kebutuhan air bersih per orang/ hari 150 liter, pertumbuhan industri 2%,
hotel dan wisata 2%, sosial 1%, dan cakupan layanan 60% penduduk DKI
Jakarta.
(2) Kebutuhan air bersih per orang/hari 150 liter, pertumbuhan industri
0,009%, pertumbuhan hotel dan wisata 1%, sosial 1%, cakupan layanan
penduduk 80%.
(3) Asumsi pertumbuhan penduduk 1.35% (sesuai dengan rata-tata
pertumbuhan penduduk selama delapan tahun terakhir).
Gambar 37. Stock flow diagram (SFD) pengelolaan air bersih lintas wilayah.
Keterangan:
PAM Jaya merupakan BUMD atau perusahaan pengelola air minum yang
bekerja sama denga pihak swasta yaitu PT.Aetra dan PT.Palyja dalam pemenuhan
kebutuhan air bersih DKI Jakarta. Sedangkan sumber air bakunya dipasok dari
Perum Otorita Jatiluhur atau PJT II yang berada di Purwakarta. PJT II memegang
peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta dan
sekitarnya. PJT II yang mengelolah air baku dari sumber air DAS Sungai Citarum
untuk keperluan pertanian sekitar 80% dari produksinya, industri Kerawang dan
Bekasi, kebutuhan PAM Bekasi dan kebutuahan PAM Jaya. Namun untuk
192
memenuhi kebutuhan air bersih wilayah DKI Jakarta, PAM Jaya juga masih
membeli air curah dari PAM Tangerang yaitu dari Sungai Cisadane untuk
keperluan Wilayah Cengkareng dan sekitarnya.
Dalam rangka mengetahui besarnya produksi air bersih dan kebutuhan air
bersih masyarakat DKI Jakarta dibangun suatu model pengelolaan air bersih lintas
wilayah. Penelitian bertujuan untuk melakukan identifikasi keseimbangan supply
demand di DAS yang terkait dengan penyediaan air bersih untuk wilayah DKI
Jakarta, melakukan identifikasi dukungan kebijakan pada pengelolaan sumber
daya air di era otonomi daerah, menyusun model kebijakan pengelolaan air bersih
lintas wilayah yang bersifat holistik yang berkelanjutan dan rekomendasi agenda
kebijakan dengan bantuan software powesim. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa hasil simulasi sub model penduduk DKI Jakarta menunjukkan
kecenderungan naik membentuk kurva pertumbuhan positif (positive growth).
Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk DKI Jakarta baik sebagai akibat dari
tingginya tingkat kelahiran maupun tingginya penduduk pendatang. Kenaikan
kebutuhan air bersih sebagai sub model juga menunjukkan hal yang sama yaitu
mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk DKI
Jakarta.
Di sisi lain tidak terjadi peningkatan yang berarti dari sub model suplai air
bersih dari sumber air baku yang ada saat ini. Hal tersebut dikarenakan sumber air
baku untuk air bersih masih mengandalkan DAS Sungai Citarum atau pasokan
dari PJT II dan belum dicarikan sumber air baku dari DAS lainnya atau dari
sumber alternatif lainnya misalnya air laut. Walaupun begitu pentingnya masalah
air, masih banyak manusia yang tiada peduli dengan keberadaaan air. Air
dianggap sesuatu yang gratis tinggal pakai, sudah ada dengan sendirinya tanpa
dikelolah pun air akan tetap ada. Namun kenyataannya akhir-akhir ini karena
pemanasan global, menyadarkan manusia akan pentingnya pengelolaan air.
Air hujan jika tidak dikelolah, maka akan mengalir terus ke laut tanpa ada
resapan, sehingga menimbulkan banjir di permukiman penduduk di bantaran
sungai. Air hujan yang tidak dikelolah (tanpa ada resapan) maka, air tidak mampu
melakukan infiltrasi ke dalam tanah, sehingga kandungan air bawah tanah terus
193
menerus berkurang. Air hujan yang tanpa dikelolah akan mengalir terus kelaut
tanpa dapat dimanfaatkan, menteri pekerjaan umum menyatakan air hujan yang
tidak dapat dimanfaatkan (mengalir ke laut tanpa terserap tanah) sebesar 91%.
Air hujan, air bawah tanah, air sungai dan danau dapat dimanfaatkan untuk
bahan baku air minum, namun harus dikelolah terlebih dahulu. Keberadaan air
hujan sangatlah penting, disamping akan mengalir ke sungai, ke sawah untuk
kesuburan tanaman, ke kebun untuk kesuburan tanah, dan juga terserap ke tanah
dan menjadi air bawah tanah.
Banyaknya permukiman, mengakibatkan air minum menjadi masalah yang
sangat penting atau akan menjadi masalah jika tanpa dikelolah dengan baik.
Dengan banyaknya penduduk maka kebutuhan air minum meningkat. Disisi lain
kepadatan penduduk, membuat resapan air hujan ke dalam tanah sangat
berkurang, karena lahan terpakai untuk pemukiman, jalan, dan sarana lain.
Padatnya lingkungan, sungai yang mengalir di dekat permukiman penduduk
tercemar oleh limbah rumah tangga baik limbah cair maupun limbah padat
sekalian itu juga tercemar oleh limbah isdustri baik industri besar maupun industri
rumah tangga. Sedangkan air sungai menjadi bahan baku air bersih untuk PAM
Jaya. Sumber air di daerah hulu, dimana terkenal dengan sumber air yang bersih
dan sejuk tanpa polusi, akir-akir ini juga menjadi masalah karena sudah
berkurang, dengan dijadikannya daerah tangkapan air menjadi permukiman, vila,
dan tempat industri pariwisata seperti hotel dan restauran.
Dalam rangka mengatasi hal hal tersebut di atas baik masalah banjir dan
air minum diperlukan kebijakan nasional dan juga kebijakan yang bersifat
regional. Khususnya masalah air bersih yang sangat tergantung dari air baku,
maka perlu kebijakan regional tentang air bersih. Di DKI Jakarta, pasokan air
baku untuk air bersih banyak tergantung dari Jawa Barat khususnya Bogor.
Berdasarkan hal tersebut perlu kebijakan regional antara Pemda DKI Jakarta, dan
Pemda Bogor, bahkan jika perlu dengan Pemda Jabar karena ada beberapa sungai
yang mengalir dari daerah Waduk Jatiluhur (Purwakarta) ke DKI Jakarta. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 39.
194
Keterangan:
7.2.3 Sub Model Suplai air baku dan Distribusi Air bersih
Kebutuhan air untuk penduduk DKI Jakarta dan kebutuhan non domestik
yaitu untuk industri, mall-mall, rumah sakit dan kantor serta univertas dan sekolah
195
disuplai dari PAM Jaya dan air tanah. Air dari PAM Jaya dibagi menjadi dua
operator swasta yaitu wilayah barat oleh PT.Palyja dan wilayah timur oleh
PT.Aetra dengan air bakunya disuplai oleh PJT II (Sungai Citarum) serta
ditambah dengan air curah dari Cengkareng dan Sungai Cisadane (PDAM
Tangerang).
Untuk mencukupi kebutuhan air bersih yang selama ini masih mengalami
kekurangan bahkan mengalami krisis air bersih, maka dilakukan skenario
kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah untuk memenuhi kebutuhan DKI
Jakarta. Beberapa kebijakan tersebut antara lain yaitu dengan mengurangi tingkat
kebocoran, program hemat air melalui program 3R serta pemanfaatan secara
maksimal sungai yang ada di DKI Jakarta (13 Sungai lainnya). Untuk lebih
jelasnya sub-model suplai air dapat dilihat pada Gambar 40.
Gambar 40. Sub model suplai air baku dan distribusi air bersih DKI Jakarta
196
Gambar 41. Sub model ekonomi pengelolaan air baku lintas wilayah
Keterangan:
Harga beli air = harga beli air dari PJT II (Rp. 161/m3).
197
comodel-nya, variabel yang diuji adalah jumlah penduduk yang menjadi peran
utama kebutuhan air. Dilakukan penyempurnaan maka hasil simulasi terhadap
kedua sub model menunjukkan adanya kemiripan antara hasil simulasi dengan
data empiris dengan menggunakan konsep yang dikembangkan oleh Anis, Shamin
dan Middlebrooks (1997).
Dengan menggunakan rumus perhitungan AME diperoleh nilai masing-
masing sebesar 0.01 dengan demikian nilai tersebut berada pada batas
penerimaan (5-10%), (Barlas, 1996). Jika digunakan data jumlah penduduk
selama lima tahun sejak 2004 s.d 2009 sebagai pembandingnya, maka hasil
perhitungan uji validitas kinerja dengan menggunakan metode AME diperoleh
nilai di bawah batas maksimum 10% (Tabel 37). Hasil perhitungan AME terhadap
distribusi air hasil simulasi dengan jumlah distribusi air bersih aktual nampak
pada Gambar 42.
500.000.000
400.000.000
300.000.000
AME_distribusi
distrib_ak tual
distribusi ak tua l
200.000.000
100.000.000
04 05 06 07 08 09
8.000.000
6.000.000
pe nduduk
pddk _a k tua l
4.000.000 AME_pe nduduk
2.000.000
0
04 05 06 07 08 09
Gambar 43. Perbandingan jumlah penduduk simulasi dan jumlah penduduk aktual
DKI Jakarta
Hasil uji validasi antara penduduk simulasi dengan penduduk aktual nampak
Gambar 33 di atas menunjukkan AME penduduk di bawah sepuluh persen artinya
dapat diterima. Jika penduduk aktual pada tahun 2009 sebesar 9.223.000 orang
maka berdasarkan simulasi model dinamik menunjukkan angka 9.330.728 dengan
selisih sebesar 0.01. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka model dinamik
yang dikembangkan dapat dinyatakan valid secara struktur dan dapat diterima
secara akademik, (Barlas, 1996).
Skenario Keterangan
Skenario Keterangan
Gambar 44. Stock flow diagram (SFD) skenario moderat pengelolaan air
lintas wilayah.
205
Tabel 40 . Gap hasil skenario moderat pengeloaan air baku lintas wilayah
Time penduduk
01 Jan 2012 8.725.630,00
01 Jan 2013 8.843.426,01
01 Jan 2014 8.962.812,26
01 Jan 2015 9.083.810,22
01 Jan 2016 9.206.441,66
01 Jan 2017 9.330.728,62
01 Jan 2018 9.456.693,46
01 Jan 2019 9.584.358,82
01 Jan 2020 9.713.747,66
01 Jan 2021 9.844.883,26
01 Jan 2022 9.977.789,18
01 Jan 2023 10.112.489,34
01 Jan 2024 10.249.007,94
01 Jan 2025 10.387.369,55
01 Jan 2026 10.527.599,04
01 Jan 2027 10.669.721,62
01 Jan 2028 10.813.762,87
01 Jan 2029 10.959.748,67
01 Jan 2030 11.107.705,27
01 Jan 2031 11.257.659,29
01 Jan 2032 11.409.637,69
20,000,000
15,000,000
pe nduduk
10,000,000
5,000,000
04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Sumbu X = tahun
Kebutuhan air domestik mencapai 477.728.242 pada tahun 2012 atau 79% dari
total kebutuhan air bersih 602.108.242m3. Pada tahun 2032, kebutuhan air bersih
industri dan komersil sebesar 2.367.346.795 atau 10% dari total kebutuhan air
bersih DKI Jakarta. Bahkan pada tahun 2032 total kebutuhan air bersih DKI
Jakarta mencapai 4.017.060.696m3. Gambar 46 menunjukkan perbandingan
prosenstase kebutuhan air di DKI Jakarta.
211
7% 4%
10%
htl wisata
domestik
industri/komersil
sosial
477728242, 79%
PAM Jaya bersama mitranya mampu mensuplai air untuk warga Jakarta
sekitar 60% dari total penduduk yang harus dilayani. Sedangkan MDGs
mensyaratkan akses air bersih untuk warga kota seperti Jakarta sebesar 80%.
Kekurangan air bersih sebesar 40% kebutuhan, dicukupi oleh warga Jakarta
dengan pemakaian air sumur dangkal dan air sumur dalam serta air kurang sehat
lainnya. Dengan skenario optimis pada tahun 2031 kebutuhan air untuk warga
Jakarta terpenuhi, pada saat itu perlu didiskusikan dengan masyarakat melalui
konsultasi publik tentang penggunaan air tanah dalam. Mengingat dampak
penggunaan air tanah dalam begitu besar terhadap penurunan permukaan tanah,
212
maka solusi terbaik adalah penggunaan air tanah dalam bukan hanya dibatasi
tetapi harus diberhentikan (Gambar 47).
900.000.000
otota l distribusi
600.000.000
otota l k e bt a ir
a ir_ta na h
pam
O tota l_produk si_pam
300.000.000
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Gambar 47. Suplai air baku dan kebutuhan air bersih untuk DKI Jakarta
Sumbu X : Tahun
PAM Jaya dalam pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta, masih
mengandalkan pasokan air baku dari PTJ II yang berada di Purwakarta. PJT II
memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta
dan sekitarnya. PJT II yang mengelolah air baku dari sumber air DAS Sungai
Citarum untuk keperluan Pertanian sekitar 80% dari produksinya, Industri
213
Kerawang dan Bekasi, Kebutuhan PAM Bekasi dan Kebutuhan PAM Jaya.
Namun untuk memenuhi kebutuhan air bersih wilayah DKI Jakarta, PAM JAYA
juga masih membeli air curah dari PAM Tangerang yaitu dari sungai Cisadane
untuk keperluan Wilayah Cengkareng dan sekitarnya.
Besarnya produksi air bersih dan kebutuhan air bersih masyarakat DKI
Jakarta dibuat model kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah. Penelitian
bertujuan untuk melakukan identifikasi keseimbangan suplai demand di DAS
yang terkait dengan penyediaan air bersih untuk wilayah DKI Jakarta, melakukan
identifikasi dukungan kebijakan pada pengelolaan sumber daya air di era otonomi
daerah, menyusun model kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah yang
bersifat holistik yang berkelanjutan dan rekomendasi agenda kebijakan dengan
bantuan software powersim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil simulasi
sub model penduduk DKI Jakarta menunjukkan kecenderungan naik membentuk
kurva pertumbuhan positif (positive growth). Tingginya tingkat pertumbuhan
penduduk DKI Jakarta baik sebagai akibat dari tingginya tingkat kelahiran
maupun tingginya penduduk pendatang. Kenaikan kebutuhan air bersih sebagai
sub model juga menunjukkan hal yang sama yaitu mengalami peningkatan seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk DKI Jakarta.
yang sangat tergantung dari air baku, maka perlu kebijakan regional tentang air
bersih. DKI Jakarta, pasokan air baku untuk air bersih banyak tergantung dari
Jawa Barat khususnya Bogor. Untuk itu perlu kebijakan regional antara Pemda
DKI Jakarta, dan Pemda Bogor, bahkan jika perlu dengan Pemda Jabar karena ada
beberapa sungai dengan kategori wilayah sungai lintas kabupaten/kota, lintas
propinsi dan wilayah sungai strategis nasional yang mengalir ke DKI seperti
Sungai Citarum (Waduk Jatiluhur )
Kebijakan pemenuhan air bersih untuk pemenuhan DKI Jakarta perlu
dilakukan kebijakan terobosan seperti pemanfaatan 13 sungai (sumber lain) yang
mengalir di DKI Jakarta seperti pemanfaat Sungai Ciliwung, Sungai Cikeas dan
mata air ciburial dengan melakuka kerjasama dengan Pemda Jabar (Kabupaten
Bogor, Cianjur, Tangerang, dan Bekasi) serta program 3R, desalinasi air laut,
pemanfaatan BKT, pembayaran PES atau dana konservasi kepada Pemda Jabar
dan Banten, skenario alokasi dana otonomi daerah untuk pembangunan air bersih
DKI Jakarta. Hasil simulasi pemenuhan kebutuhan air bersih DKI dengan
skenario optimis ditambah dengan program 3R, desalinasi air laut, BKT, PES, 13
sungai (sumber lainnya) nampak pada Tabel 44. Kapasitas BKT ditentukan
sebesar 5.000.000 m3/tahun dimulai tahun 2020, 13 sungai dengan kapasitas
4.000.000 m3/tahun dimulai pada tahun 2015, desalinisasi sebesar 2.500.000
m3/tahun dimulai pada awal tahun 2025, dan program 3R dimulai tahun 2015.
Jika skenario optimis tersebut dilakukan maka kebutuhan air DKI tidak
mengalami kekurangan (gap). Total distribusi air dan pemakaian air tanah dalam
dan sumur dangkal (air tanah dangkal) nampak pada Tabel 44 berikut ini:
215
Time ototal distribusi ototal kebt air Ogap_neraca_air air_tanah sumur_dlm smr_dangkal
01 Jan 2012 627.873.842,00 627.873.840,50 1,50 297.474.242,00 73.000.000,00 224.474.242,00
01 Jan 2013 640.618.493,20 634.641.613,51 5.976.879,69 296.744.242,00 72.270.000,00 224.474.242,00
01 Jan 2014 653.765.363,60 641.492.439,80 12.272.923,80 296.021.542,00 71.547.300,00 224.474.242,00
01 Jan 2015 667.325.298,33 648.427.349,83 18.897.948,50 295.306.069,00 70.831.827,00 224.474.242,00
01 Jan 2016 683.833.652,28 654.947.386,88 28.886.265,40 294.597.750,73 70.123.508,73 224.474.242,00
01 Jan 2017 700.836.696,87 661.553.607,24 39.283.089,63 293.896.515,64 69.422.273,64 224.474.242,00
01 Jan 2018 718.344.427,22 668.247.080,38 50.097.346,84 293.202.292,91 68.728.050,91 224.474.242,00
01 Jan 2019 736.367.209,41 675.028.889,07 61.338.320,34 292.515.012,40 68.040.770,40 224.474.242,00
01 Jan 2020 754.915.788,17 681.900.129,59 73.015.658,58 291.834.604,69 67.360.362,69 224.474.242,00
01 Jan 2021 777.333.799,20 688.861.911,89 88.471.887,30 291.161.001,07 66.686.759,07 224.474.242,00
01 Jan 2022 800.366.963,70 695.915.359,75 104.451.603,94 290.494.133,48 66.019.891,48 224.474.242,00
01 Jan 2023 824.025.209,63 703.061.610,96 120.963.598,67 289.833.934,56 65.359.692,56 224.474.242,00
01 Jan 2024 848.318.930,10 710.301.817,47 138.017.112,62 289.180.337,64 64.706.095,64 224.474.242,00
01 Jan 2025 873.258.991,06 717.637.145,62 155.621.845,44 288.533.276,68 64.059.034,68 224.474.242,00
01 Jan 2026 900.603.097,38 725.068.776,28 175.534.321,10 287.892.686,33 63.418.444,33 224.474.242,00
01 Jan 2027 928.646.872,66 732.597.905,02 196.048.967,63 287.258.501,89 62.784.259,89 224.474.242,00
01 Jan 2028 957.401.746,42 740.225.742,35 217.176.004,07 286.630.659,29 62.156.417,29 224.474.242,00
01 Jan 2029 986.879.679,20 747.953.513,84 238.926.165,36 286.009.095,12 61.534.853,12 224.474.242,00
01 Jan 2030 1.017.093.171,39 755.782.460,34 261.310.711,06 285.393.746,59 60.919.504,59 224.474.242,00
01 Jan 2031 1.048.055.272,40 763.713.838,18 284.341.434,22 284.784.551,54 60.310.309,54 224.474.242,00
01 Jan 2032 1.079.779.590,19 771.748.919,36 308.030.670,83 284.181.448,44 59.707.206,44 224.474.242,00
Pada Tabel 44 di atas menunjukan bahwa kebutuhan air bersih DKI tidak dapat
dipenuhi 100% oleh PAM Jaya, untuk mencukupi kebutuhan air bersih,
masyarakat menfaatkan air tanah dangkal dan air tanah dalam. Bahkan
penggunaan air tanah dalam sudah melewati ambang batas (50% dari kapasitas).
Kapasitas air tanah dalam DKI Jakarta sebesar 77 juta m3 namun pemakaian air
tanah dalam oleh industri dan hotel , mall serta lainnya sudah mencapai hampir 73
juta m3. Untuk itu tidak heran jika DKI Jakarta mengalami penurunan permukaan
tanah akibat penurunan permukaan air dan juga mengalami intrusi air laut.
Penurunan permukaan tanah disinyalir sudah mencapai 10 cm per tahun. Kondisi
seperti ini tidak dapat dibiarkan terus menerus, karena akan membahayakan
keberadaan gedung-gedung pencakar langit di DKI Jakarta serta penghuninya.
Untuk itu diperlukan pengetatan perijinan penggunaan air tanah dalam bahkan
216
dapat dilakukan peningkatan pajak penggunaan air tanah dalam. Namun kebijakan
pengetatan ijin dan pembatasan penggunaan air tanah dalam harus diimbangi
dengan pemenuhan kebutuhan air bersih. Adapun skenario kebijakan pemenuhan
air bersih melalui peningkatan suplai air baku dapat dilihat pada Tabel 45 dibawah
ini:
Tabel 45. Skenario suplai air baku untuk kebutuhan air bersih DKI Jakarta
Selama ini suplai air baku untuk air bersih DKI Jakarta 80% (dari total
produksi PAM Jaya) masih mengandalkan suplai air baku dari PJT II dan 20 %
dari PAM Tangerang sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih lainnya
217
menggunakan air tanah sebesar 35% lebih, hal tersebut dapat dilihat pada
Gambar 48 dibawah ini.
Suplai Air Bersih 2012 Suplai Air Bersih 2026
3000000 2500000
4400000
0, 3.85%
0, 0% 0, 0% BKT 2606237 0, 2.62% , 0.22%
0, 0%
3000000 43, 22.8 BKT
00, 35% Desalinasi 0%
5500000
Desalinasi
4600000 , 0.48%
00, 54% 13 Sungai
1281086 6725172 13 Sungai
9066600
0, 0% 84, 11.2 97, 58.8
0, 11% Suplai PJT2
1% 3%
Kelebihan suplai pada tahun 2031 sebesar 284.341.343,22 m3, sedangkan suplai
air tanah sebesar 284.784.551,54 m3. Maka pada tahun tersebut (2031) perlu
dipertimbangkan penghentian pemakaian air tanah dalam maupun pengurangan
pemakaian air tanah dangkal khususnya di wilayah yang air tanah dangkalnya
(sumurnya) sudah tercemar bakteri coli dan detergen, pada tahun 2032, karena
pada tahun 2032 suplai air bersih sudah mencukupi kebutuhan tanpa pemakaian
air tanah dalam maupun air tanah dangkal. Namun supali air baku yang telah
mencukupi berdasarkan hasil skenario model tersebut harus diimbangi dengan
penambahan kapasitas produksi yaitu dengan membangun WTP atau instalasi
pengolahan air (IPA).
Keuntungan hasil penjualan air bersih dibagi kepada PAM Jaya dan mitra
swasta. PAM Jaya menyetorkan pendapatan penjualan air kepada Pemerintah DKI
Jakarta kurang lebih sebesar 23% dari hasil penjualan, sebagai pendapatan asli
daerah (PAD). Pemerintah DKI Jakarta selaku pemerintah yang berkewajiban
untuk melayani pemenuhan air DKI Jakarta, perlu mengalokasikan dana untuk
pembangunan terkait penyediaan air bersih serta perlu melakukan pendanaan
terkait dengan dana konservasi (jasa lingkungan) dalam rangka tangung jawab
moral untuk keberlanjutan sumber air baku ke depan, biaya konservasi, biaya
untuk sumber air lainnya dan dana otda. Hal tersebut sesuair dengan amanat
Undang-undang No. 7 tahun 2004, PP 38 tahun 2007 dan PP 42 tahun 2008.
Sebesar 15% dari keuntungan air yang harus dipakai untuk biaya
konservasi oleh PJT II. Sedangkan PAM Jaya harus membayar 23 % dari laba
yang diperoleh untuk pajak PAD (pendapatan asli daerah) kepada DKI Jakarta
yang disertorkan ke kas daerah.
220
Tabel 47 . Biaya konservsasi, alokasi dana otda dan gap dana otda
Untuk biaya sumber lain termasuk untuk desalinasi dan biaya pengembangan dan
pembangunan program kali bersih serta pembangunan WTP nampak pada tabel di
atas. Untuk biaya konservasi melalui dana PES diusulkan tetap
Rp.50.000.000.000,- per tahun dan akan dilakukan revisi mengikuti
perkembangan dari kerjasama lintas wilayah tersebut. Namun agar kerjasama
lintas wilayah tersebut memiliki payung hukum yang kuat, maka sebaiknya
ditetapkan melalui Keppres, hal tersebut sesuai dengan peraturan yang mengatur
hal tersebut, (UU No. 7 Tahun 2004, UU 32 Tahun 2004, UU 32 Tahun 2009, PP
38 Tahun 2007, dll). Adapun perbandingan biaya konservasi dan biaya
pengolahan dapat dilihar pada tabel 47 di atas.
221
Hingga saat ini, privatisasi air di Indonesia difokuskan pada sektor sanitasi
atau penyediaan air bersih perkotaan. Keterlibatan swasta berupa penyediaan
prasarana, distribusi, dan penarikan retribusi pemakaian air dari konsumen.
Mereka menfokuskan pada wilayah perkotaan disebabkan adanya kemudahan
dalam investasi prasarana distribusi air dan kemampuan konsumen untuk
membanyar (willingness to pay) yang tinggi. Prasarana distribusi air di perkotaan
relatif sudah terbangun. Sementara di perdesaan, cakupan pengelolaan air akan
membutuhkan investasi prasarana yang cukup besar, willingness to pay
masyarakat perdesaan yang lemah dan persoalan peggunaaan air irigasi oleh
petani (Sanim, 2011).
Hasil analisis konten dan analisis legal review terhadap undang-undang
yang berkaitan dengan sumber daya air, dapat disimpulkan bahwa perlunya
dilakukan restrukturisasi dan reformasi pengelolaan sumber daya air. Karena
sektor air di Indonesia tidak mampu memenuhi pertumbuhan dan berbagai
tuntutan sebagai konsekwensi meningkatnya populasi penduduk, termasuk
penduduk DKI Jakarta yang meningkat pesat. Kebutuhan air untuk keperluan
rumah tangga, industri, dan mall serta pertanian meningkat dan gagal dipenuhi
oleh pemerintah. Restrukturisasi juga perlu dilakukan berkaitan deengan
kecenderungan yang berlaku, khususnya UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air. Jika sebelum adanya UU No. 7 Tahun 2007, tentang Sumber Daya Air,
swasta hanya terlibat pada pengusahaan dan pengelolaan air minum, maka saat ini
swasta dimungkinkan berperan pada seluruh bidang perairan, dari penyediaan air
bersih, air minum, hingga pemenuhan air baku untuk pertanian. Bentuk kerjasama
228
jumlah yang seimbang atas dasar prinsip keterwakilan. Penjelasan pasal tersebut
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan seimbang adalah jumlah anggota yang
proporsional antara unsur pemerintah dan unsur nonpemerintah. Perpres No. 12
Tahun 2008 tentang Dewan Sumberdaya Air tidak menunjukan proporsional
jumlah anggota antara unsur pemerintah dan unsur nonpemerintah. Anggota dari
unsure pemerintah sesuai dengan Pasal 18 Perpres No. 12 Tahun 2008 tentang
Dewan Sumberdaya Air adalah berjumlah 22 anggota, sedangkan jumlah angota
dari unsur non pemerintah hanya 11 anggota. Perbandingan antara unsur
pemerintah dan unsur nonpemerintah adalah 2:1. Hal ini jelas bertentangan
dengan Pasal 86 ayat 3 Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya
Air.
rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan SDA pada
tingkat kabupaten/kota. (c) rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai lintas provinsi disusun dengan memperhatikan kebijakan
pengelolaan SDA pada tingkat provisi yang bersangkutan. (d) rancangan pola
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas negara dan wilayah
sungai strategi nasional disusun dengan memperhatikan kebijakan nasional SDA
dan kebijakan pengelolaan SDA pada tingkat povinsi dan/kabupaten/kota yang
bersangkutan.
Pola pengelolaan sumber daya air dirumuskan oleh wadah koordinasi
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi setelah
dikonsultasikan dengan para gubernur yang bersangkutan diserahkan kepada
Mentri untuk ditetapkan sebagai pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
lintas provinsi. Sedangkan pola sumber daya air pada wilayah sungai lintas negera
dirumuskan oleh Dewan Sumber Daya Air Nasional untuk dilakukan konsultasi
publik dengan instansi teknis dan unsur masyarakat terkait dengan mengikut
sertakan bupati/walikota dan gubernur yang bersangkutan, mentri yang
membidangi pertahanan, dan mentri yang membidangi hubungan luar negeri dan
hasilnya disampaikan oleh unit teknis yang membidangi SDA kepada Mentri
untuk ditetapkan sebagai pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas
negara.
Bersasarkan kebijakan sebagaimana tersebut di atas, Pemerintah DKI
Jakarta dapat melakukan kerjasama dengan Pemda lain seperti Provinsi Jabar dan
Provinsi Banten serta dapat pula melakukan kerjasama langsung dengan Pemda
Kabupaten/Kota Bogor, Tangerang dan Bekas dengan melakukan koordinasi
terlebih dahulu dengan pemerintah provinsi masing-masing, sesuai dengan PP No.
38 Tahun 2007 pasal 19 ayat (1) Khusus Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta
rincian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota
sebagaimana tertuang dalam PP ini secara otomatis menjadi kewenangan provinsi
DKI Jakarta.
Kerjasama yang bersifat lintas wilayah tersebut tidak terbatas dalam
pemanfaatan sungai untuk sumber air baku, namun termasuk dalam pengelolaan
238
Gambar 49. Intake building PT. Aetra Air Jakarta (PAM JAYA) di Kalimalang
JakTim
didanai bukan oleh pihak kedua (swasta) namun oleh pihak pertama dengan
persetujuan badan regulator. Pada tahun ini PT Palyja mengajukan dana sebesar
13 milyar untuk membangun WTP (IPA) baru di Kali Pesanggrahan dengan
kapasitas 600 liter per detik. Sungai Cisadane 3000 liter per detik, Kali Krukut
5.600 liter per detik. Badan regulator tidak menyetujui hal tersebut, badan
regulator menyarankan untuk menunggu hasil proyek pipanisasi yang akan
dibangun dengan dana APBN dan diperkirakan dimulai pada tahun 2013 dengan
kapasitas 4.000 liter per detik. Sedangkan WTP (water treatment Plant) Curug
diperkirakan akan mampu menghasilkan 5.000 liter detik.
Pendapatan dari usaha ini disimpan dalam rekening bersama yang
dinamakan dengan rekening escrow. Rekening escrow berarti rekening escrow
yang diadakan menurut perjanjian rekenening escrow sesuai dengan klausal 30.
Adapun pendapatan pendapatan yang tidak dibagi adalah semua pendapatan yang
tidak dibagi menurut perjanjian ini dan yang akan diterrima oleh masing-masing
pihak sebagai berikut; untuk pihak pertama, pendapatan yang terdiri dari; (i)
semua piutang yang belum diselesaikan sejak tanggal berlakunya kerjasama. (2)
kontribusi atau sumbangan yang dipungut atas nama instansi pemerintah. (iii)
hasil penjualan surplus aset (iv) pendapatan lain yang bukan milik pihak kedua
dari pendapatan yang tidak dibagi (v) 50% (lima puluh persen) dari semua denda
dan penalti yang dikenakan kepada para pelanggan selain biaya-biaya pemutusan
sambungan dari dan penyambungan kembali ke fasilitas distribusi.
Untuk pihak kedua, pendapatan yang terdiri dari pendapatan yang bukan
milik pihak pertama, termasuk: (i) biaya nyata sambungan pelanggan; (ii) denda
untuk keterlambatan pembanyaran hutang atau setiap pembanyaran rekening tak
tertagiih pada setiap waktu selama jangka waktu, baik berdasarkan perintah
pengadilan atau lainnya. Sehubungan dengan ganti rugi telah dibayar kepada
pihak pertama. (iii) bagian dari piutang yang belum diselesaikan yang berkaitan
dengan jumlah volume air yang ditagih dikalikan dengan imbalan yang berlaku
pada saat berakirnya jangka waktu atau tanggal berlakunya pengakiran perjanjian
ini. (iv) biaya pemutusan sambungan dari dan penyambungan kembali ke fasilitas
distribusi (v) 50% dari semua denda dan penalti yang dikenakan kepada pelangan
241
1. Januari 2.504.310.120
2. Februari 3.090.960.482
3. Maret 2.984.632.513
Juga perlunya revisi Perda 11/1993 yang sudah tidak sesuai dengan
kondisi saat ini. Kerjasama PAM Jaya DENGAN PALYJA tahun 2008,
Seperti diberitakan sebelumnya, salah satu operator pelayanan air bersih Jakarta,
Palyja nilai yang tertahan sejak Agustus 2010 hingga Oktober 2011 mencapai
10% hingga 15% dari pendapatan Palyja atau total Rp.163,4 milyar. Cash
retention tersebut berasal dari para pelanggan yang menunggak pembayaran pada
periode tententu termasuk. Untuk penggunaan dana dari rekening tersebut harus
ada tanda tangan kedua belah pihak yakni operator dan PAM Jaya. Yang terjadi
saat ini. Palyja sebagai opeator tak dapat mencairkan cash tetention karena PAM
Jaya tak menyetujui. PAM Jaya dinilai menahan uang dari pelanggan.
Alasan PAM Jaya, sepeti dikemukakan Mauritz, Palyja tak memiliki bukti
klaim pelanggan yang menunggak dan besaran klaim yang tidak sesuai kenyataan,
PAM Jaya juga tidak mengetahui kapan dana yang ada di rekening bersama mulai
terisi. Palyja meminta pembayaran Rp. 7200 per meter kubik. Sementara
pelanggan mereka yang menunggak itu hanya membayar tagihan air sebesar Rp.
1.050 per meter kubik. Darimana dana PAM Jaya menanggulangi selisih itu?”
kata Mauritz.
Terkait dengan bukti klaim cash retention, Manager Komunikasi Palyja
Meyritha Maryani mengatakan, mereka memilikinya. Bahkan, sambung dia, PAM
Jaya juga memiliki bukti-bukti klaim yang sama. Selain penahanan cash retention,
hambatan lain yang harus segera diselesaikan adalah water charge yang tidak
pernah diperbarui sejak semester I tahun 2010 sehingga membuat tingginya
shortfall. Persoalan lainnya, sumber air yang tidak bertambah sejak awal kerja
sama sehingga menyulitkan operator.
Ketua komisi B (bidang perekonomian) DPRD Jakarta, Selamet Nurdin
mengatakan, restrukturisasi kesepakatan antara PAM Jaya dengan dua
operatornya yakni PT.Aetra dan PT. Palyja sudah mendesak. Selambat-lambatnya
reskonstruksi itu dilaksanakan pada 2012 mendatang. Pada 2012 mendatang
merupakan saat yang tepat untuk merestrukturisasi utang PAM Jaya.
244
Suatu kebijakan akan lebih mudah untuk diimplementasi jika telah jelas
tahapan pencapaiannya dan pembagian tugas (role sharing). Pencapaian target
dapat dituangkan dalam setting agenda sedangakan penetapan setting agenda
serta role sharing mengacu peraturan perundang-undangan yang ada dan juga
mempertimbangkan target MDGs serta mengkaitkan hasil beberapa analisis
sebelumnya seperti identifikasi DAS terkait supply demand, identifikasi
dukungan kebijakan, analisis ISM, MDS dan juga Sistem Dinamik (SD).
Keterkaitan beberapa komponen kebijakan Tabel 49.
245
Dengan mengacu pada hasil analisis MDS (atribut yang sensitif) dan analisis ISM
(elemen pendorong), analisis supply demand dan DAS terkait, analisis kebijakan
terkait pengelolaan air bersih, serta hasil dari analisis sistem dinamik, maka
kebijakan pengelolaan air bersih lintas wilayah untuk pemenuhan air bersih DKI
Jakarta dapat ditetapkan dalam suatu rencana berupa target waktu dalam setting
agenda kebijakan sebagaimana nampak pada Tabel 50 berikut ini.
246
Jika PAM Jaya mampu menurunkan tingkat kebocoran dari 46% sampai
kepada30% bisa mendapatkan tambahan air bersih sebesar 3,6 m3/ detik atau
setara dengan 110.376.000 m3/ tahun dengan perkiraan biaya sebesar Rp. 3
trilyun. Dana sebesar itu dipergunakan untuk perbaikan pipa distribusi yang
sudah tua dan mengalami kebocoran.
3. Peningkatan cakupan layanan.
Saat ini cakupan pelayanan air bersih DKI Jakarta masih sekitar 50%
sampai dengan 60% dari total penduduk DKI Jakarta. MDGs mentargetkan
untuk kota besar cakupan pelayanan air bersih perpipaan sebesar 80% pada
tahun 2015. Peningkatan layanan air bersih perpipaan saat ini masih
mengalami banyak kendala antara tingginya tingkat kebocoran dan
kehilangan air di saluran distribusi. Tingkat kehilangan tersebut diakibatkan
oleh berbagai hal baik kebocoran pipa distribusi maupun tingkat hal lain.
Selain itu kuantitas air baku belum mencukupi kebutuhan masyarakat DKI
Jakarta.
Sejalan dengan program peningkatan (penambahan) sumber air baku,
maka ditingkat distribusi perlu dilakukan peningkatan cakupan pelayanan
dengan menambah saluran perpipaan yang baru. Peningakatan jaringan
distribusi perpipaan harus dimulai pada tahun 2013 sehingga pada tahun 2015
sudah tercapai target MDGs yaitu cakupan pelayanan air bersih sebesar 80%
dari total penduduk DKI Jakarta.
4. 3R ( reduce, reuse , recyle)
Dalam pelaksanaan program 3R tidak dapat hanya mengharapkan dari
kesadaran masyarakat walau keberhasilan program 3R sangat menuntut
kesadaran masyarakat. Program 3R yaitu reduce (menghemat), reuse
(menggunakan kembali), recycle (mengolah kembali). Pemerintah Pusat dan
Pemda DKI Jakarta haruslah memulai dengan melakukan sosialisasi program
3R ditiap-tiap Kecamatan sampai kepada tingkat kelurahan.
Pelaksanaan program reduce, reuse , recyle dimulai dengan sosialisasi ke
RT dan RW seluruh Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012. Selanjutnya
pelaksanaan program 3R yaitu melakukan pembangunan instalasi pengelollan
3R di tiap-tiap kelurahan sampai kepada tiap-tiap Rukun Warga (RW) yang
249
dimulai pada tahun 2013 diseluruh kelurahan wilayah Propinsi DKI Jakarta.
dan dapat dimanfaatkan pada tahun 2015.
Jika program 3R dapat dilaksanakan dengan baik, maka DKI Jakarta akan
menghemat 30% dari pasokan air baku saat ini atau sekitar 99.255.000 m3. .
5. Pipanisasi dari Waduk Jatiluhur
Menurut Direktur Jendral Sumber Daya Air Kementrian Pekerjaan, Dr.Ir.
Muhamdad Amron (Suara Pembaruan 14/12/11) saluran Taum Barat yang
mengalirkan air baku dari Jatiluhur mendapatkan banyak masalah antara lain
pencemaran, kondisi saluran, serta penyalahgunaan fasilitas di sekitar saluran.
Pipanisasi diperlukan dikarekan air dari Jatiluhur yang disalurkan ke IPA
Buaran melalui saluran terbuka mudah terkena pencemaran. Perkiraan dana
untuk porgram pipanisasi menelan biaya sebesar Rp.2,3 triliun. Program
pipanisasi dari Jatiluhur hingga Jakarta sepanjang 78 kilometer dengan
ukuran pipa berdiameter 1,8 meter, akan mampu menggelontorkan air bersih
hingga 4.000 liter/detik. Program pipanisasi air bersih langsung, jauh lebih
efektif dan murah karena air tidak perlu diolah di IPA, suplai air langsung
dihubungkan ke pipa distribusi air minum yang ada di Jakarta.
Pembangunan pipanisasi akan meningkatkan efisiensi pemanfaaan air
baku dari tingkat kehilangan 50% menjadi 10 % dan penurunan tingkat
pencemaran di sumber air baku. Program pembangunan pipanisasi dimulai
dalam waktu dekat (Muhamad Amron) diperkirakan dimulai tahun 2012 dan
diperkirakan selesai dan dapat beroperasi pada tahun 2025.
6. PES (Payment For Environment Sevice).
Awal teori tentang PES muncul pada tahun 1960 melaui tulisan artikel The
Problem of Social Cost oleh Prof Ronald Harry Coase, Universitas Chicago.
Sedangkan menurut Sven Wunder, PES adalah skema pemberian imbalan
kepada penghasil jasa untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jasa
lingkungan, bukan pembayaran kepada ekosistem itu sendiri. Jadi transaksi
PES dilakukan secara sukarela antara penerima manfaat dan pemberi manfaat
jasa lingkngan. Kongres Watersheed Management tahun 2003 mendefisinikan
PES sebagai mekanisme kompensasi dimana penyedia jasa lingkungan
(service providers) dibayar oleh pengguna manfaat jasa lingkungan (service
250
users). PES untuk jasa air dan perlindungan DAS diartikan sebagai penerapan
mekanisme pasar pemberian kompensasi kepada masyarakat pemilik lahan di
hulu untuk konservasi dan tidak merubah peruntukan lahan-lahan yang
berpengaruh terhadap ketersediaan atau kualitas sumber daya air di hilir. PES
bersifat jangka panjang dan insentif bersifat jangka pendek, hal tersebu sesuai
pendapat dari Doribel Herrador dan Leopoldo Dimas, peneliti disiplin ilmu
agronomist dan environment economisc dari El Salvador.
Pembayaran PES (payment environment services) bertujuan mendorong
pemanfaatan sumberdaya alam yang lebih efisien dan bertanggungjawab.
Skema PES untuk mendorong kesejahteraan masyarakat yang berkontribusi
dalam meletarikan sumberdaya alam, dengan catatan bahwa daerah hilir atau
penerima manfaat atau pihak yang membayar, logikanya harus levih sejahtera
dibanding daerah hulu atau penyedia jasa lingkungan atau pihak yang
menerima pembayaran, jika tidak, tak akan terjadi skema PES (Dewa Gumay,
2011).
Pembayaran PES dapat dilakukan secara sukarela oleh penerima manfaat
dan pemberi manfaat, hal tersebut seperti yang dilaksanakan di DAS Cidanau
yaitu PT.KTI secara sukarela membayar iuran jasa lingkungan sebesar Rp.
175.000.000,- melalui Forum Komunikasi Das Cidanau (FKDC) yang
dibentuk melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor: 124.3/Kep.64-Huk/02
tanggal 24 Mei 2002. Namun dalam kesepakan sukarela pembayaran jasa
lingkungan tersebut belum jelas menakisme kepada siapa sebenarnya PES
dibayarkan.
Pembayaran PES dalam kasus pemenuhan air bersih untuk DKI Jakarta
sebaiknya dilakukan dengan pandangan bahwa air merupakan barang publik
yang dilindungi oleh konstitusi. Untuk itu pembayaran PES dalam
pengelolaan air bersih lintas wilayah untuk pemenuhan air bersih DKI Jakarta
yang berbasiskan otonomi daerah, berbeda dengan pembayaran PES yang
terjadi di DAS Cidanau. DKI Jakarta melalui PAM Jaya menerima manfaat
dari daerah hulu untuk itu Pemda DKI Jakarta harus membayar PES sebagai
kepeduliannya dalam rangka konservasi sumber daya air kepada daerah hulu
251
yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan DAS bagian tengah yaitu Pemda
Tangerang Provinsi Banten.
Beberapa contoh pembayaran PES seperti yang terjadi di Banten dan juga
di Cirebon dan Kuningan dapat dijadikan pelajaran untuk mekanisme
pembayaran PES. Kerjasama pemanfaatan Sumber Mata Air Paniis
Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan antara pemerintah Kabupaten
Cirebon dan Kabupaten Kuningan. Dalam perjanjian tersebut disepakati
bahwa besarnya dana kompensasi konservasi dihitung dengan
mempertimbangkan produksi air dari sumber air, tarif berlaku sebelum diolah
bagi pelanggan di Kota Cirebon dan tingkat kebocoran air (Hikmat
Ramdhan). Pada saat proses negosiasi berjalan penyedia jasa lingkungan
menunjukkan bentuk sertifikat komitmen untuk menyakinkan wilayah
pengguna bawhwa wilayah penyedia jasa lingkungan hidrologi secara serius
menjamin wilayahnya tetap mampu memasok air. Skema pembayaran jasa
lingkungan yang menganut skena voluntery akan sulit diwujudkan jika
pandangan masyarakat daerah tersebut menganut faham bahwa air dan bumi
seisinya adalah dikuasai negara dan dimanfaatakan untuk kemakmuran
masayrakat sebesar-besarnya. Skema voluntery hanya bisa diterapakan pada
kelompok bisnis yang bersifat komersial seperti yang diterapkan di Propinsi
Banten.
Perbedaaan masalah pemenuhan air dan sumber air di masing-masing
daerah serta belum diputuskannya secara hukum mekanisme pembayaran jasa
lingkungan, maka skema pembayaran jasa lingkungan setiap daerah juga
berbeda-beda. Untuk DKI Jakarta, pemerintah DKI Jakarta dapat melakukan
beberapa kerjasama dengan pemerintah daerah di sekitarnya, misalnya untuk
pemanfaatan sumber mata air yang terdapat di Kabupaten Bogor, maka skema
kerjasama bisa menggunakan atau mencontoh skema pembayaran yang
dilakukan oleh Kabupaten Cirebon dan Kuningan. Namun untuk pemanfaatan
DAS Sungai dengan status wilayah sungai strategis nasional dan sungai lintas
propinsi, maka mekanisme kerjasama antar propinsi yang perlu dilakukan dan
dibawah payung hukum pemerintah pusat karena kewengan pengelolaan
252
sungai starategis nasional dan sungai lintas propinsi berada pada kewenangan
pemerintah pusat.
Pembayaran PES oleh Pemda DKI ke Provinsi Jabar dan Tangerang
Provinsi Banten dengan perhitungan air yang dapat diterima oleh DKI Jakarta
dengan perkiraan sebesar Rp. 100/ m3 . Biaya atau dana PES tersebut diambil
dari teori valuasi air dan mempertimbangkan biaya pengelolaan air yang rata-
rata membutuhkan dana sebesar Rp. 1.000,-/ m3 s.d. Rp. 1.500,- (termasuk
biaya investasi IPA) serta mempertimbangkan pembayaran jasa air sebesar
Rp.161,-. Saat ini DKI Jakarta menerima pasokan air baku dari Jatiluhur
sebesar 400 juta m3 s.d. 500 juta m3 sehingga DKI Jakarta perlu
menyediakan dana PES sebesar kurang lebih Rp.50.000.0000.000.- . Dana
tersebut dibayarkan kepada Provinsi Jabar dan Pemda Tangerang Provinsi
Banten yang diperuntukan perbaikan lingkungan dan konservasi sumber daya
air di hulu DAS Citarum dan Cisadane sesuai dengan besaran air baku yang
ditrima. Mekanisme kerjasama tersebut sebaiknya dibahas oleh pihak pihak
terkait termasuk para gubernur yang melibatkan beberapa kabupaten yang
dilewati oleh DAS Citarum dan DAS Cisadane. Kerjasama antar wilayah
dengan daerah atau propinsi lain dalam pemanfaatan DAS sungai wilayah
strategis nasional seperti DAS Ciatrum dan Cisadane haruslah ditetapkan
dalam payung hukum pemerintah pusat hal tersebut sesuai dengan PP 38
tahun 2007 dan PP 42 tahun 2008.
Kerjasama dengan Provinsi Jabar dimulai tahun 2013 sampai dengan
tahun 2033 serta Provinsi Banten (Pemda Tangerang) 2013 sampai dengan
2033, kerjasama tersebut bersifat jangka panjang. Dana PES yang dibayarkan
kepada daerah hulu dan daerah tengah DAS tersebut dipergunakan untuk
memperbaiki kondisi DAS di hulu Sungai Citarum yang berada di Kabupaten
Bandung. Sedangkan bagian tengah DAS Citarum bagian tengah yaitu
Purwakarta, Karawang, dan Bekasi mendapatkan dana PES sesuai dengan
kesepakatan dan arahan Gubernur Jabar. Dana PES dipergunakan untuk
perbaikan badan sungai dan program kali bersih di daerah tersebut, agar
masyarakat dan industri yang ada di ketiga daerah tersebut tidak membuang
sampah dan limbah ke badan sungai.
253
dijadikan sumber air baku bag PAM DKI. Beberapa instalasi pengolahan air
bersih skala kecil (mini water treatment plant) yang pada awalnya
menggunakan beberapa sungai yang ada di dalam kota sebagai sumber air
bakunya sudah tidak difungsikan lagi akibat jeleknya airnya serta
berkurangnya debit air, terutama selama musim kemarau.
Sebagaimana diketahui, penurunan muka air tanah merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan penurunan muka tanah di wilayah Jakarta. Abidin
dan kawan-kawan (2002) menemukan bahwa dari hasil pemantauan dengan
menggunakan teknologi GPS (Global Positioning System) yang dilakukan
secara berkala dari tahun 1997 sampai tahun 2000 pada beberapa tempat
diwilayah DKI Jakarta, ditemukan terjadi penurunan muka tanah secara
signifikan dengan kecepatan yang bervariasi. Dari hasil pemantauan,
diketahui bahwa daerah yang cukup besar terjadi penurunan muka tanahnya
adalah di daerah Kapuk dengan kecepatan 10 cm/tahun dan di daerah
Marunda yang mencapai 9 cm /tahun. Penurunan permukaan tanah ini dapat
menyebabkan potensi volume dan permukaan genangan air pada musim
hujan (banjir) bertambah secara signifikan. Sedangkan pada saat musim
kemarau, karena perubahan tekanan hidrolisis pada sistem geohidrologis air
tanah di wilayah dekat pantai dan akibat tingkat etraksi air tanah sedang dan
dalam yang sangat tinggi, instrusi air laut bergerak dengan sangat cepat dari
utara ke arah selatan bahkan sudah hampir mencapai wilayah Jakarta Selatan.
Sementara itu, khususnya pada air tanah dangkal karena belum
tersedianya sistem penanganan limbah cair yang memenuhi persyaratan
sanitasi, sebagian besar air tanah di wilayah DKI Jakarta tercemar oleh
limbah cair rumah tangga yang terlihat dari indikasi kandungan Fecal Coli
Form yang sangat tinggi. Hasil pemantauan yang dilakukan oleh BPLHD
DKI Jakarta pada tahun 2004 dan 2005 menunjukan bahwa 67% dari sumur
yang dipantau mengandung bakteri coliform dan 58% diantaranya
mengandung fecal coli melebihi bakal mutu.
Pemanfaatan sungai yang mengalir di DKI Jakarta terkendala dengan
kualitas air sungi yang tercemar berat dan debit air sungai yang tidak setabil.
Progam pemanfaatan 13 sungai lainnya yang mengalir ke DKI Jakarta, harus
255
8. Desalinasi.
Pemanfaatan air laut untuk mencukupi kebutuhan masyarakat DKI dengan
metode desalinasi dan ultraviolet. Air laut memiliki kapasitas yang sangat
besar dan belum dimanfaatkan untuk kebutuhan air bersih. Namun kondisi
dan kualitas air laut DKI Jakarta yang asin dan tercemar logam berat perlu
dilakukan metode reverse osmoses.
Penggunaan air laut untuk air bersih sudah diuji coba dilaksanakan di
daerah Bali. Air laut diambil pada kedalaman 300 meter dibawah permukaan,
kemudian dinaikkan dan dimasukan kedalam tangki untuk menjaga suhu air .
257
Setelah itu dilakukan pemisahan air dari garam laut (desalinasi), yang
menghasilkan air tawar kurang lebih sebesar 50%nya. Selanjutnya dilakukan
proses kimiawi, biologi, dan fisika. Metode ultraviltrasi diperlukan agar
kuman-kuman yang terdapat pada air tersebut dapat dilemahkan. Selanjutnya,
sebelum air tersebut didistribusikan kepada masyarakat, perlu dilakukan
pengecekan melalui laboratorium untuk memastikan apakah air hasil
desalinasi sudah sesuai dengan baku mutu.
8.4.2 Role Sharing (Bagi Peran ) Pengelolaan Air Baku untuk Air Bersih
Pengelolaan air bersih bersifat kompleks dan melibatkan beberapa stake
holders, misalnya pemerintah, pemda, PAM, Kementrian PU, Kementrian
Keuangan, Kementrian Kesehatan, Kementrian ESDM, LSM, masyarakat dan
swasta (telah dibahas pada bab sebelumnya tentang analisis kelembagaan). Untuk
itu dalam pengelolaan air tidak dapat mengandalkan lembaga yang tunggal,
pengelolaan air di era otonomi daerah seperti sekarang ini harus berdasarkan
kepada prinsip-prinsip keadilan, keseimbangan, berwawasan lingkungan dan
berdasarkan prinsip-prinsip good governance (tata pemerintahan yang baik), yaitu
dengan melibatkan semua stakeholder yang berkepentingan dalam proses
pengelolaan air. Institusi inti dan usulan atau bagi peran dalam pengelolaan air
lintas wilayah dapat diringkas pada role sharing Tabel 52
258
Tabel 52. Role Sharing pengelolaan air bersih lintas wilayah berbasis otonomi
daerah
Institusi Peran
Institusi Peran
Institusi Peran
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN
9.2 Saran
1. Dalam rangka mewujudkan ketahanan air bersih, DKI Jakarta perlu
membangun skenario kebijakan agar kekurangan air bersih untuk
DKI Jakarta dimasa mendatang tidak terjadi kembali. Skenario
kebijakan baik yang terkait dengan management water supply and
demand serta teknologi pengelolaan antara lain:
a. Kebijakan tersebut antara lain: pembangunan pengolahan air
dengan memanfaatkan potensi ketersediaan air dari 13 sungai
yang mengalir ke DKI Jakarta.
b. Membuat penyaluran dengan pipanisasi dari waduk Jatiluhur
agar tidak terjadi kegilangan air dan pencemaran air, serta
menambah sumber air baku dari DAS lainnya di luar DKI
Jakarta dengan melakukan kerjasama antar wilayah.
264
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Gawad FK, El-Seehy MA, El-Seehy MM. 2010. Clastogenicity in Fish
Genome and Aquatic Pollution. Warld Journal of Fish and Marine Sciences
2(4):335-342.
Abowei JFN, George ADI. 2009. Some Physical and Chemical Characteristics
in Okpoka Creek, Niger Delta, Nigeria. Research Journal of
Environmental and Earth Sciences 1(2):45-53.
Adeyemo OK, Adedokun OA, Yusuf RK, Adeleye EA. 2008. Seasonal
Change in Physico-Chemical Parameters and Nutrient Load of River
Sediments in Ibadan City, Nigeria. Global Nest Journal 10(3):326-336.
Adhi. 2009. Banjir Kanal Timur, Karya Anak Bangsa. Jakarta. Kompas Gramedia.
Akan JC, Moses EA, Ogugbuaja VO and Abah J. 2007. Assessent of Tannery
Industrial Effluent from Kano Metropolis, Kano State Nigeria. Journal of
Applied Sciences 7(19): 2788-2793.
Akan JC, Abdulrahman FI, Yusuf E. 2010. Physical and Chemical Parameters in
Abattoir Wastewater Sample, Maiduguri Metropolis, Nigeria. The Pacific
Journal of Science and Technology 11(1): 640-648.
Alam JB, Islam MR, Muyen Z, Manun M, Islam S. 2007. Water Quality
Parameters along Rivers. International Journal of Environmental Science &
Technology 4(1):159-167.
Ayoade AA, Fagade SO, Adebisi AA. 2006. Dynamics of Limnological Features
of Two Man-made Lakes in Relation to Fish Production. African Journal of
Biotechnology 5(10):1013-1021.
266
Hardayanti dan Fitri. 2006. Studi Evaluasi Instalasi Pengelolahan Air Bersih
Untuk Kebutuhan Domestik dan Non Domestik (Studi Kasus Perusahaan
Tekstil Bawen Kabupaten Semarang). Presipiti: Vol. 1. No. Hal. 2.
Hartrisari, H . 2007. Sistem Dinamik: Konsep Sistem dan Pemodelan Untuk
Industri dan Lingkungan. Seameobiotrop, IPB, Bogor.
Jawet. 1992. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan Edisi 16. EGC. Jakarta.
Hassan FM, Kathim NF, Hussein FH. 2008. Effect of Chemical and Phisical
Properties of River Water in Shatt Al-Hilla on Phytoplankton Communities.
Journal of Chemistry 5(2):323-330Luo YF, Khan S, Cui YL, Feng YH and
Li YL. 2005. Modeling the Water Balance for Aerobic Rice: A System
Dynamic Approach, Agricultural Water Management 74:1860-1866.
Sangkawati S. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Otonomi Daerah. Andi.
Jogyakarta. Simonovic SP, Rajasekaram V. 2004. Integrated Analysis of
Canada’s Water Resources: A System Dynamics Approach, Canadian
Water Resources Journal 29(4):223-250.
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Gloseri
1. Air Bersih : Air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak.
2. Air Minum : Air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum.
3. Air Baku : Air yang dapat berasal dari sumber air permukaan,
cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi
baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.
4. Lintas Wilayah : Lintas wilayah administrasi baik propinsi maupun
kabupaten/kota.
5. Kebijakan : Kebijakan merupakan keputusan dari suatu pemerintah
dalam mengatur masalah publik dengan harapan kebijakan
tersebut menjadi suatu solusi dari permasalahan.
6. Pengelolaan : Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, pemantauan, mengevaluasi
penyelenggaraaan sumber daya air, dan pengendalian daya
rusak air.
7. DAS : Suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh
pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima,
mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta
mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada
sungai utama ke laut atau danau.
8. Otonomi Daerah : Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
274
KIMIA anorganik
3 BOD mg/L 2 3 6 12
5 DO mg/L 6 4 3 0
7 NO 3 sebagai N mg/L 10 10 20 20
12 Boron mg/L 1 1 1 1
Kimia Organik
8 DDT ug/L 2 2 2 2
Mikrobiologik
Radioaktivitas
2 Gross –B Bq/L 1 1 1 1
Sawah
16 8 S. Cipinang Jl. AURI (Taman Bungan D
Cibubur)
17 8A S. Cipinang Jl. Pondok Gede (Tol Taman D
Mini)
18 8B S. Cipinang Jl. Raya Bogor (Komseko) D
19 8C S. Cipinang Jl. Kampung Dukuh D
20 8F S. Cipinang Jl. Ciracas (Pemadam) D
21 9 S. Cipinang Jl. Perdana Kusuma D
22 10 K. Suter Pondok Rangon D
23 10A K. Suter Lubang Buaya D
24 11 K. Suter Pondok Kelapa Cipinang D
25 11A K. Suter Jl. Raden Inten, Rel Kereta D
26 12 K. Suter Jl. Jati Negara Kaum D
27 13 K. Suter Bogasari, Kota Selatan D
28 45 K. Suter Sudarso (Kelapa Gading) D
29 14 S. Krukut Jl. Pondk Labu B
30 15 S. Krukut Jl. Pejompongan (Karet Tengsin) B
31 16 K. Mampang Jl. Ciganjur (Tiga Raksa) B
32 17 S. Tarum Bekasi B
Barat
33 18 S.Tarum Barat Halim Perdana Kusuma B
34 19 S. Angke Ciledug C
35 20 S. Angke Jl. Daan Mogot (Pool PPD) D
36 20A S. Angke Pesing Kali Angke D
37 21 S. Cengkareng Rel Kereta Api (Kembangan) C
38 22 S. Cengkareng Jl. Kapuk Muara D
39 23 S. Ciputat, Pasar Jumat C
Pesanggrahan
40 24 S. Mookervart Jl. Daan Mogot, Bir Bintang C
(Kalideres)
41 24A S. Mookervart Jl. Daan Mogot, Pemancar AL C
279
(Rawa Buaya)
42 24B S. Mookervart Jl. Daan Mogot Sumur Bor (Duri C
Kosambi)
43 24C S. Mookervart Jl. Daan Mogot, Jembatan TMS C
(Semanan)
44 24D S. Mookervart Jl. Daan Mogot, Jembatan Bakrie C
45 25 S. Grogol Jl. Lebak Bulus C
46 25A S. Grogol Jl. Radio Dalam C
47 26 S. Grogol RS. Jiwa Grogol C
48 27 S. Grogol PLTU Pluit D
49 28 S. Ciledug Jl. Patra Kuningan D
50 33 S. Kali Baru Jl. Raya Bogor (YKK) D
Timur
51 33A S. Kali Baru Jl. Otista III (Cipinang D
Timur Cempedak)
52 34 S. Kali Baru Jl. Ancol/Jembatan Si Manis D
Timur
53 35 S. Cakung Jl. Pulo Gebang D
54 36 S. Buaran Jl. Pondok Kelapa D
55 36A Jati Kramat Jl. Kali Malang D
56 37 S. Cakung Jl. Raya Bekasi (Cakung Barat) D
Drain
57 38 S. Cakung Cilincing (Pos Polisi) D
Drain
58 38A K. Blencong Pantai Marunda D
59 46 K. Blencong Mauara Baru Rorotan D
60 39 S. Petukangan Kawasan PT.JIEP D
61 40 S. Petukangan Jl. Swadaya Pupar D
62 41 S. Kamal Jl. Raya Benda (Pegadungan) D
63 42 S. Kamal Muara Kamal D
64 43 S. Sepak Jl. Pasar Bintaro (Ulujami) C
65 44 S. Sekretaris Jl. Tanah Kusir (Kebayoran Lama D
280
Selatan)
66 47 S. Bekasi PDAM Cakung (Cakung Barat) D
Tengah
67 48 S. Buaran Belakang PIK Pulo Gadung D
Sumber: BPLHD Provinsi DKI Jakarta 2009.
Lampiran 5. Analisis konten peraturan perundang-undangan