Professional Documents
Culture Documents
__________________________
Abstract
Wahyu is a matter that is very important in the Islamic religion and even becomes the principle of the realization of
Islam itself. Likewise the theme of revelation in the treasure „ulu>m al-Qur'a> n. Therefore, many studies of revelation
are carried out by Muslim thinkers, he has always been targeted by enemies of Islam to weaken Islam and its people.
Nasr Hamid Abu Zaid is a big name in the world of Islamic Thought trying to offer new ideas about the revelation.
In reviewing tradition (turath) in the field of thought, especially in the study of "up" al-Qur’a>n Nasr Hamid Abu
Zaid is different from his predecessors. If his predecessors were more inclined to follow or taqli>d with existing
ideas, Nasr Hamid Abu Zaid would prefer to criticize these thoughts. Even further, he doesn't just criticize but
doesn't hesitate to reject it. Abu Zaid's critical attitude was realized by leading, „ulu>m al-Qur'a>n, as the object of his
study towards a rational scientific level. Because this study is still considered a way in place, which is still in the
theological-mythological realm. So there have been no efforts to go to a higher level, namely the scientific-rational
level. This study aims to find out Nasr Hamid Abu Zaid's view of revelation. The method used in writing is
descriptive analysis. the first step taken is to collect primary and secondary data then classify, describe and then
analyze. The results of this study indicate that Abu Zaid studied the revelation by analyzing cultural elements so that
what distinguishes them from other interpreters is between revelation and culture. social culture plays an important
role and influences the emergence of a text. Abu Zaid explained the process of the revelation of the Koran by
borrowing the Roman Jakobson communication model theory, although it was not exactly the same. "The revelation
process according to him is an act of communication which naturally consists of speakers, namely God, a recipient,
namely the Prophet Muhammad, a communication code, namely Arabic, and a canel, the Holy Spirit (Gabriel). Nasr
Hamid Abu Zaid was also influenced by Toshihiko Izutsu and al-Jurjani.
Keywords:
Revelation; Nasr Hamid Abu Zaid; culture.
__________________________
Abstrak
Wahyu merupakan suatu perkara yang sangat penting dalam agama Islam bahkan menjadi asas kepada kewujudan
Islam itu sendiri. Begitu pula tema wahyu dalam khazanah „‘ulu>m al-Qur’a>n. Oleh sebab itu, berbagai kajian tentang
wahyu banyak dilakukan oleh para pemikir Muslim, ia sentiasa dijadikan sasaran musuh Islam untuk melemahkan
Islam dan umatnya. Nasr Hamid Abu Zaid adalah satu nama besar dalam dunia Pemikiran Islam yang mencoba
menawarkan gagasan baru mengenai wahyu tersebut. Dalam mengkaji tradisi (turath) di bidang pemikiran terutama
pada kajian„‘ulu>m al-Qur’a>n, Nasr Hamid Abu Zaid berbeda dengan para pendahulunya. Jika para pendahulunya
lebih cendrung mengekor atau taqli>d dengan pemikiran yang sudah ada, justru Nasr Hamid Abu Zaid lebih memilih
untuk mengkritisi pemikiran- pemikiran tersebut,. Bahkan lebih jauh lagi Ia bukan sekedar mengkritisi, tetapi tidak
segan-segan untuk menolaknya. Sikap kritis Abu Zaid diwujudkan dengan menggiring, „ ‘ulu>m al-Qur’a>n sebagaii
objek kajiannya menuju taraf ilmiah rasional. Karena kajian ini masih dianggap jalan di tempat, yakni masih berada
pada wilayah teologis-mitologis. Sehingga belum ada upaya-upaya untuk menuju ke taraf yang lebih tinggi, yaitu
taraf ilmiah-rasional.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan Nasr Hamid Abu Zaid tentang wahyu.
Metode yang digunakan dalam penulisan adalah deskriptif analisis. langkah awal yang ditempuh adalah dengan
mengumpulkan data-data primer dan sekunder kemudian mengklasifikasikan, mendeskripsikan dan selanjutnya
menganalisis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Abu Zaid mengkaji wahyu dengan analisis unsur budaya
sehingga yang membedakannya dengan penafsir lainnya adalah antara wahyu dan budaya,. budaya-sosial sangat
berperan dan berpengaruh penting terhadap munculnya sebuah teks. Abu Zaid menjelaskan proses pewahyuan
Alquran dengan meminjam teori model komunikasi Roman Jakobson, meskipun tidak sama persis. “Proses
pewahyuan menurutnya adalah sebuah tindak komunikasi yang secara natural terdiri dari pembicara, yaitu Allah,
seorang penerima, yakni Nabi Muhammad, sebuah kode komunikasi, yakni bahasa Arab, dan sebuah canel, yakni
Ruh Suci (Jibril). Nasr Hamid Abu Zaid juga dipengaruhi oleh Toshihiko Izutsu, dan al-Jurjani.
Kata Kunci:
Wahyu; Nasr Hamid Abu Zaid; budaya.
__________________________
sebuah proses komunikasi antara khali>q Dalam konsep wahyu yang dipaparkan di
dengan makhluk-Nya, terutama manusia.1 atas jelas sekali bahwa Abu Zaid tidaklah
Kajian kritis terhadap wahyu dalam ranah mengingkari bahwa Allah-lah sang pengirim
„‘ulu>m al-Qur’a>n dengan berbagai metode pesan atau (risa>lah). Namun kemudian dia
yang ada dan pendekatannya selalu mengalami lebih memfokuskan diri pada teks Alquran
perkembangan yang selalu berubah-ubah yang ada pada kita dan tidak
(dinamis) seiring dengan tuntutan dan mempermasalahkan kembali dimensi
perkembangan pemikiran manusia ilahiyahnya. Namun demikian, bukanlah
dihubungkan dengan perkembangan berarti Abu Zaid menolak “kepenulisan” Allah
zamannya. Hal ini dikarenakan, wahyu adalah melainkan bahwa kajian tentang aspek
bagian penting dari kajian Alquran (ma> h}aula pembicara (Allah) berada di luar jangkauan
al-Qur’’a>n) yang senantiasa menerima invetsigasi ilmiah manusia, dan bisa menuntun
perubahan dalam pemahaman, meski kepada pandangan mitologis.3
terkadang menimbulkan kontroversi di tengah Menurut Abu Zaid, komunikasi wahyu,
masyarakat Islam. yang nota bene bukan komunikasi verbal,
Sebelum wahyu Alquran diturunkan kepada tidak terlalu sulit diterima oleh umat Islam
Nabi Muhammad, konsep wahyu telah ada di jika dipahami melalui pendekatan kultural.
dalam budaya masyarakat Arab pada masa itu. Budaya Arab pra Islam sesungguhnya sudah
Konsep pada waktu itu terkait dengan puisi mengenal alam lain (gaib) di luar alam nyata
dan ramalan yang pada saat itu dianggap ini yang dihuni oleh jin dan setan. Bahkan
datang dari dunia lain atau dunia jin yang bukan hanya sekedar mengetahui, tetapi
disampaikan kepada para penyair dan para mereka juga meyakini bahwa antara manusia
peramal melalui proses pewahyuan. Para dan jin bisa terjadi komunikasi melalui
Penyair dan para peramal pada saat itu adalah bahasa-bahasa tertentu.4
merupakan sumber-sumber kebenaran karena Dengan adanya fenomena seperti di atas,
mereka mendapatkan sesuatu informasi atau maka komunikasi wahyu yang bersifat
pemberitahuan dari makhlus halus yang transendental-immaterial dapat diterima oleh
bernama jin yang mampu mendengar atau masyarakat Arab. Karena itulah, mereka tidak
mencuri informasi dari langit. Berkaitan mengingkari fenomena wahyu melainkan
dengan hal ini wahyu keagamaan menurut mereka tidak bisa menerima muatan-muatan
Abu Zaid merupakan basis kultural fenomena dari wahyu yang sebagian besar bertentangan
wahyu keagamaan. Karena keyakinan ini, dengan keyakinan dan aturan hidup mereka
pemikiran Arab juga akrab dengan konsep sehari-hari.
malaikat yang berkomunikasi dengan seorang Bagi Abu Zaid fenomena wahyu Alquran
nabi.2 yang melibatkan berbagai pihak yang berbeda
Proses pewahyuan (wahyu) di atas menurut secara ontologis merupakan suatu peristiwa
Abu Zaid tidak lain adalah sebuah tindakan yang rumit dan komplek. Namun demikian
berupa komunikasi yang secara alamiah atau fenomena ini bisa dipahami dan dianggap
natural terdiri dari pembicara yaitu Allah Swt., lumrah oleh masyarakat Arab pada saat itu
seorang penerima yaitu Nabi Muhammad karena peradaban mereka sebelum Islam telah
Saw., sebagai kode/tanda komunikasi yakni mengenal satu praktik kehidupan yang
bahasa Arab sebagai perantara yakni ruh suci memiliki pola dan mekanisme wahyu
(Jibril).
1 3
Irsyadunnas, “Wahyu dan Perubahan Masyarakat Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Quran;
(Tinjauan Sosio-Historis)” Jurnal PMIVol. III. No. 1, Kritik Terhadap Ulumul Quran, terj. Khoiron
September 2005, Hlm. 15-16. Nahdliyyin (Yogyakarta: Lkis, 2013). Hlm. 159.
2 4
Abdul Mustaqim, Studi Al-Qur‟an Kontemporer Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Quran, hal
(Jakarta: Tiara Wacana, 2002), Hlm. 159. 30-40.
panah dari Jibril kepada Muhammad secara (produsen) dan teks menjadi objek (produk).23
horizontal, yang menunjukkan bahwa Jibril Artinya, bahasa Arab yang ada di dalam
satu level dengan Muhammad. “Alquran Alquran adalah produk budaya manusia,
adalah kala>m Jibril kepada Muhammad”, kira- produk Muhammad yang hidup dipengaruhi
kira begitu. Adapun yang berasal dari Allah oleh budaya Arab. Walaupun demikian, Abu
kepada Jibril hanya sebagai tanzi>l atau proses Zaid juga menjelaskan bahwa proses
penurunan Alquran saja.19 selanjutnya dari teks Alquran ini adalah
Abu Zaid membangun argumennya dengan sebagai produsen budaya karena dengannya
mengutip al-Zarkashi dalam kitabnya al- membentuk peradaban Islami. Hal ini
Burha>n fi>„‘ulu>m al-Qur’a>n. Di dalamnya ditunjukkan dengan proses pemberian makna
terdapat tiga pendapat mengenai turunnya baru pada kosa kata-kosa kata yang dipinjam
Alquran: pertama, bahwa Alquran turun dari pra-Islam. Kosa kata tersebut oleh
dengan lafal dan maknanya dari Allah; kedua, Alquran diberikan makna baru yang berbeda
bahwa Alquran turun kepada Jibril hanya sama sekali dengan masa pra Islam pada
maknanya saja, kemudian Jibril tataran konsep. Pada tataran inilah kemudian
membahasakannya dengan bahasa Arab ketika teks Alquran bukan lagi produk budaya
menyampaikannya kepada Muhammad; dan (marhalah al-tashakkul) akan tetapi produsen
ketiga, Alquran turun secara makna kepada budaya. A bu Zaid menyebut tahapan kedua
Jibril, lalu Jibril menyampaikannya kepada ini sebagai (marhalath al-Tashkil).24 Oleh
Muhammad juga secara makna, dan sebab itu, sebenarnya, Abu Zaid tidak
Muhammad lah yang membahasakannya mengemukakan pandangan wahyu sebagai
dengan menggunakan medium bahasa Arab.20 produk budaya an sich, akan tetapi harus
Dari ketiga pendapat di atas, Abu Zaid tidak difahami konsepnya dalam tataran dua tahap
secara tegas memilih salah satunya. Namun proses wahyu di atas.
berdasarkan ilustrasi di atas tampak bahwa ia
cenderung kepada pendapat kedua. Akan
C. SIMPULAN
tetapi, kesan dari gambar kedua ini juga
Menurut konsep yang dibangun oleh Abu
nantinya bertentangan dengan sekian banyak
Zaid mempunyai perbedaan dalam tahapan
statemen Abu Zaid yang menunjukkan bahwa
turunnya Alquran. dalam konsepnya ia
Alquran adalah produk budaya (muntaj> mempunyai dua term yaitu Ilahiyah dan
tsaqa>fiy) yang terbentuk di dalam realitas Insaniyah akan tetapi Abu Zaid tidak
dalam jangka waktu lebih dari 20 membahas mengenai ruang Ilahiyah
tahun.21Baginya, Alquran bukanlah sesuatu melainkan hanya ruang Insaniyah saja. Hal ini
yang transenden dan berbeda di luar realitas, dikarenakan hal Ilahiyyah tidak mampu
atau melampaui hukum realitas. Justru wahyu dijangkau oleh manusia. Akan tetapi Alquran
adalah bagian dari konsep-konsep budaya akan selalu memiliki dua ruang tersebut
serta berasal dari syarat dan ketentuan seperti mata koin yang satu melekat kepada
kebudayaan yang berlaku.22Realitaslah yang yang lainnya. Dari dua term tersebut terdapat
memproduksi teks. Pada fase terbentuknya sebuah kejadian proses pewahyuan,
teks di dalam budaya, budaya menjadi subjek kemungkinan proses tersebut ilahiyah menuju
insaniyah atau sebaliknya. Dari adanya proses
tersebut maka timbullah sesuatu sinegritas
19
Lalu Heri Afrizal, “Metodologi Tafsir Nasr
Hamid Abu Zaiddan Dampaknya terhadap Pemikiran
Islam”, Jurnal Tsaqafah, Vol 12, No 2 November 2016,
23
Hlm. 304 Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm al-Nass, Hlm. 34
20
Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm al-Nass, Hlm. 50 200
21 24
Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm al-Nass, Hlm. 27 Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm al-Nass, Hlm.
22
Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm al-Nass, Hlm. 34 200
Arkoun, Mohammed. “Pemikiran Tentang Heri Afrizal, Lalu. “Metodologi Tafsir Nasr
Wahyu dari Ahl al-Kitab Sampai Hamid Abu Zaid dan Dampaknya terhadap
Masyarakat Kitab”, Jurnal Ulum al-Qur’a>n Pemikiran Islam”, Jurnal Tsaqafah, Vol 12,
Vol. IV, no. 2. 1993. No 2 November 2016.
Aseri, Akh Fauzi (dkk.). Kesinambungan Dan Husaini, Adian.Wajah Peradaban Barat.
Perubahan Dalam Pemikiran Kontemporer Jakarta: Gema Insani Press. 2005.
Tentang Asbab Al-Nuzul:Studi Pemikiran Hussain Salihu, Abdul Kadir. “Hermeneutika
Muhammad Syahrûr dan Nashr Hamîd Abû Al-Qur’a>n menurut Muhammad
Zayd. Yogykarta: Aswaja Pressindo. 2014. Arkoun:Sebuah Kritik”, dalam ISLAMIA:
as-Shalih Shubhi. Membahas Ilmu-ilmu Al- Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam,
Qur’a>n. Terj. Tim Pustaka Firdaus .Jakarta: Thn. I, No.2 Juni-Agustus 2004.
Pustaka Firdaus. 1993.
Bakker, Anton. dan Zubair, Achmad Charis. Ibn Manzur, Muhammad bin Makram. (t.t.).
Metolodologi Penelitian Filsafat. Lisan al-Arab. Beirut: Dar Sodir.
Yogyakarta: Kanisius. 1990.
Bathh, Hasanain. Anatomi Orientalisme. Terj. Ichwan, Moch. Nur.Studi al-Qur’a>n
Muhammad Faisal Muhtar. Yogyakarta: Kontemporer: al-Qur’a>n sebagai
Menara Kudus,. 2004. Teks.Yogyakarta: Tiara Wacana. 2002.
Bell, Richard. Pengantar Studi al-Qur’a>n. Terj.
Taufik Adnan Amal. Jakarta: Raja Grafindo Ilyas, Yunahar. Kuliah ‘Ulu>m Qur’a>n.
Persada. 1995. Yogyakarta: ITQAN Publishing. 2014.
Billa, Mutamakkin.“Qira‟ah Siyaiyah Nasr
Hamid Abu Zayd Tentang Hak-hak Wanita Irsyadunnas. “Wahyu dan Perubahan
Dalam Al-Qur’a>n”, Jurnal Mutawatir, Vol Masyarakat (Tinjauan Sosio-Historis)”
2, Desember 2012. Jurnal PMI Vol. III. No. 1, September
Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan 2005.
Terjemahnya, Semarang: Asy-Syifa,2000.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Izutsu, Toshihiko.Relasi Tuhan dan Manusia:
Perbukuan Ensiklopedi Islam, vol 4 Jakarta: Pendekatan Semantik terhadap al-
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003. Qur’a>n.terj.Agus Fahri Husaeindkk.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2003.
Ensiklopedi Islam 5. Cet. ke-4 Jakarta: Jakub, TK. H. Ismail. Orientalisme dan
Ichtiar Baru Van Hoeve. 2009. Orientalistem. Surabaya: Faizan. 1970.
Faizah, Siti. “Pembacaan Ilmiah terhadap John J. Donohue, dkk, Islam dan
Qur’a>n: Tekstualitas Abu Zayd”, Gerbang, Pembaharuan: Ensiklopedia Masalah-
No. 11, Vol. IV, 2002. Masalah. terj. Machnun Husein. Jakarta:
Fauzinuddin Faiz, Muhammad “Teori Raja Grafindo Persada. 1995.
Hermeneutika Al-Qur’a>n Nashr Hamid Abu Kermani, Navid. From Revelation to
Zayddan Aplikasinya Terhadap Wacana interpretation: Nashr Hamid Abu Zayd and
Gender Dalam Studi Hukum Islam the Literary Study of the Qur‟an, dalam
Kontemporer”,Jurnal Al-Ahwal,Vol. 7, No. Modern Muslim Intelectual and the
1 April 2015. Qur‟an, ed, by Suha Taji-Farouki.
Fauzan, Ahmad “Teks al-Qur’a>n dalam kurdi, (dkk.). Hermeneutika Al-Qur’a>n dan
Pandangan Nashr Hamid Abu Zayd”, Hadis. Editor: Dr. Phil. Sahiron
Jurnal Kalimah, Vol. 13, No. 1, Maret Syamsuddin MA. el.Saq. Press. 2010.
2015. Latief, Hilman. Nasr Hamid Abu Zaid: Kritik
Harb, Ali. Kritik Nalar al-Qur’a>n. Terj. M. Teks Keagamaan. Yogyakarta: eLSAQ
Faisol Fatawi. Yogyakarta: Lkis. cet II, Press. 2003.
2003. M. Federspiel, Howard. Kajian al-Quran di