You are on page 1of 10

WAHYU DALAM PANDANGAN NASR HAMID ABU ZAID

Miftahuddin dan Irma Riyani


Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. AH. Nasution 105 Cibiru Bandung
Email : mifmiftah444@gmail.com

__________________________

Abstract
Wahyu is a matter that is very important in the Islamic religion and even becomes the principle of the realization of
Islam itself. Likewise the theme of revelation in the treasure „ulu>m al-Qur'a> n. Therefore, many studies of revelation
are carried out by Muslim thinkers, he has always been targeted by enemies of Islam to weaken Islam and its people.
Nasr Hamid Abu Zaid is a big name in the world of Islamic Thought trying to offer new ideas about the revelation.
In reviewing tradition (turath) in the field of thought, especially in the study of "up" al-Qur’a>n Nasr Hamid Abu
Zaid is different from his predecessors. If his predecessors were more inclined to follow or taqli>d with existing
ideas, Nasr Hamid Abu Zaid would prefer to criticize these thoughts. Even further, he doesn't just criticize but
doesn't hesitate to reject it. Abu Zaid's critical attitude was realized by leading, „ulu>m al-Qur'a>n, as the object of his
study towards a rational scientific level. Because this study is still considered a way in place, which is still in the
theological-mythological realm. So there have been no efforts to go to a higher level, namely the scientific-rational
level. This study aims to find out Nasr Hamid Abu Zaid's view of revelation. The method used in writing is
descriptive analysis. the first step taken is to collect primary and secondary data then classify, describe and then
analyze. The results of this study indicate that Abu Zaid studied the revelation by analyzing cultural elements so that
what distinguishes them from other interpreters is between revelation and culture. social culture plays an important
role and influences the emergence of a text. Abu Zaid explained the process of the revelation of the Koran by
borrowing the Roman Jakobson communication model theory, although it was not exactly the same. "The revelation
process according to him is an act of communication which naturally consists of speakers, namely God, a recipient,
namely the Prophet Muhammad, a communication code, namely Arabic, and a canel, the Holy Spirit (Gabriel). Nasr
Hamid Abu Zaid was also influenced by Toshihiko Izutsu and al-Jurjani.

Keywords:
Revelation; Nasr Hamid Abu Zaid; culture.
__________________________

Abstrak
Wahyu merupakan suatu perkara yang sangat penting dalam agama Islam bahkan menjadi asas kepada kewujudan
Islam itu sendiri. Begitu pula tema wahyu dalam khazanah „‘ulu>m al-Qur’a>n. Oleh sebab itu, berbagai kajian tentang
wahyu banyak dilakukan oleh para pemikir Muslim, ia sentiasa dijadikan sasaran musuh Islam untuk melemahkan
Islam dan umatnya. Nasr Hamid Abu Zaid adalah satu nama besar dalam dunia Pemikiran Islam yang mencoba
menawarkan gagasan baru mengenai wahyu tersebut. Dalam mengkaji tradisi (turath) di bidang pemikiran terutama
pada kajian„‘ulu>m al-Qur’a>n, Nasr Hamid Abu Zaid berbeda dengan para pendahulunya. Jika para pendahulunya
lebih cendrung mengekor atau taqli>d dengan pemikiran yang sudah ada, justru Nasr Hamid Abu Zaid lebih memilih
untuk mengkritisi pemikiran- pemikiran tersebut,. Bahkan lebih jauh lagi Ia bukan sekedar mengkritisi, tetapi tidak
segan-segan untuk menolaknya. Sikap kritis Abu Zaid diwujudkan dengan menggiring, „ ‘ulu>m al-Qur’a>n sebagaii
objek kajiannya menuju taraf ilmiah rasional. Karena kajian ini masih dianggap jalan di tempat, yakni masih berada
pada wilayah teologis-mitologis. Sehingga belum ada upaya-upaya untuk menuju ke taraf yang lebih tinggi, yaitu
taraf ilmiah-rasional.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan Nasr Hamid Abu Zaid tentang wahyu.
Metode yang digunakan dalam penulisan adalah deskriptif analisis. langkah awal yang ditempuh adalah dengan
mengumpulkan data-data primer dan sekunder kemudian mengklasifikasikan, mendeskripsikan dan selanjutnya
menganalisis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Abu Zaid mengkaji wahyu dengan analisis unsur budaya
sehingga yang membedakannya dengan penafsir lainnya adalah antara wahyu dan budaya,. budaya-sosial sangat
berperan dan berpengaruh penting terhadap munculnya sebuah teks. Abu Zaid menjelaskan proses pewahyuan
Alquran dengan meminjam teori model komunikasi Roman Jakobson, meskipun tidak sama persis. “Proses
pewahyuan menurutnya adalah sebuah tindak komunikasi yang secara natural terdiri dari pembicara, yaitu Allah,
seorang penerima, yakni Nabi Muhammad, sebuah kode komunikasi, yakni bahasa Arab, dan sebuah canel, yakni
Ruh Suci (Jibril). Nasr Hamid Abu Zaid juga dipengaruhi oleh Toshihiko Izutsu, dan al-Jurjani.
Kata Kunci:
Wahyu; Nasr Hamid Abu Zaid; budaya.
__________________________

A. PENDAHULUAN oleh waktu dan tempat. Wahyu merupakan


Konsep wahyu dalam Islam merupakan
sebuah konsep universal, yang tidak terbatas
Miftahuddin dan Irma Riyani Wahyu Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zaid

sebuah proses komunikasi antara khali>q Dalam konsep wahyu yang dipaparkan di
dengan makhluk-Nya, terutama manusia.1 atas jelas sekali bahwa Abu Zaid tidaklah
Kajian kritis terhadap wahyu dalam ranah mengingkari bahwa Allah-lah sang pengirim
„‘ulu>m al-Qur’a>n dengan berbagai metode pesan atau (risa>lah). Namun kemudian dia
yang ada dan pendekatannya selalu mengalami lebih memfokuskan diri pada teks Alquran
perkembangan yang selalu berubah-ubah yang ada pada kita dan tidak
(dinamis) seiring dengan tuntutan dan mempermasalahkan kembali dimensi
perkembangan pemikiran manusia ilahiyahnya. Namun demikian, bukanlah
dihubungkan dengan perkembangan berarti Abu Zaid menolak “kepenulisan” Allah
zamannya. Hal ini dikarenakan, wahyu adalah melainkan bahwa kajian tentang aspek
bagian penting dari kajian Alquran (ma> h}aula pembicara (Allah) berada di luar jangkauan
al-Qur’’a>n) yang senantiasa menerima invetsigasi ilmiah manusia, dan bisa menuntun
perubahan dalam pemahaman, meski kepada pandangan mitologis.3
terkadang menimbulkan kontroversi di tengah Menurut Abu Zaid, komunikasi wahyu,
masyarakat Islam. yang nota bene bukan komunikasi verbal,
Sebelum wahyu Alquran diturunkan kepada tidak terlalu sulit diterima oleh umat Islam
Nabi Muhammad, konsep wahyu telah ada di jika dipahami melalui pendekatan kultural.
dalam budaya masyarakat Arab pada masa itu. Budaya Arab pra Islam sesungguhnya sudah
Konsep pada waktu itu terkait dengan puisi mengenal alam lain (gaib) di luar alam nyata
dan ramalan yang pada saat itu dianggap ini yang dihuni oleh jin dan setan. Bahkan
datang dari dunia lain atau dunia jin yang bukan hanya sekedar mengetahui, tetapi
disampaikan kepada para penyair dan para mereka juga meyakini bahwa antara manusia
peramal melalui proses pewahyuan. Para dan jin bisa terjadi komunikasi melalui
Penyair dan para peramal pada saat itu adalah bahasa-bahasa tertentu.4
merupakan sumber-sumber kebenaran karena Dengan adanya fenomena seperti di atas,
mereka mendapatkan sesuatu informasi atau maka komunikasi wahyu yang bersifat
pemberitahuan dari makhlus halus yang transendental-immaterial dapat diterima oleh
bernama jin yang mampu mendengar atau masyarakat Arab. Karena itulah, mereka tidak
mencuri informasi dari langit. Berkaitan mengingkari fenomena wahyu melainkan
dengan hal ini wahyu keagamaan menurut mereka tidak bisa menerima muatan-muatan
Abu Zaid merupakan basis kultural fenomena dari wahyu yang sebagian besar bertentangan
wahyu keagamaan. Karena keyakinan ini, dengan keyakinan dan aturan hidup mereka
pemikiran Arab juga akrab dengan konsep sehari-hari.
malaikat yang berkomunikasi dengan seorang Bagi Abu Zaid fenomena wahyu Alquran
nabi.2 yang melibatkan berbagai pihak yang berbeda
Proses pewahyuan (wahyu) di atas menurut secara ontologis merupakan suatu peristiwa
Abu Zaid tidak lain adalah sebuah tindakan yang rumit dan komplek. Namun demikian
berupa komunikasi yang secara alamiah atau fenomena ini bisa dipahami dan dianggap
natural terdiri dari pembicara yaitu Allah Swt., lumrah oleh masyarakat Arab pada saat itu
seorang penerima yaitu Nabi Muhammad karena peradaban mereka sebelum Islam telah
Saw., sebagai kode/tanda komunikasi yakni mengenal satu praktik kehidupan yang
bahasa Arab sebagai perantara yakni ruh suci memiliki pola dan mekanisme wahyu
(Jibril).

1 3
Irsyadunnas, “Wahyu dan Perubahan Masyarakat Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Quran;
(Tinjauan Sosio-Historis)” Jurnal PMIVol. III. No. 1, Kritik Terhadap Ulumul Quran, terj. Khoiron
September 2005, Hlm. 15-16. Nahdliyyin (Yogyakarta: Lkis, 2013). Hlm. 159.
2 4
Abdul Mustaqim, Studi Al-Qur‟an Kontemporer Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Quran, hal
(Jakarta: Tiara Wacana, 2002), Hlm. 159. 30-40.

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 12-21 13


Miftahuddin dan Irma Riyani Wahyu Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zaid

Alquran.5 Kenyataan seorang dukun yang pandangannya terhadap Alquran sebagai


mampu berkomunikasi dengan jin, misalnya, sebuah teks; pertama, Abu Zaid menyatakan
mengantarkan mereka terhadap eksistensi bahwa teks teks agama adalah teks-teks
yang berbeda .6 Wahyu yang datang kepada bahasa yang bentuknya sama dengan teks-teks
Nabi Muhammad dapat dikatakan bukanlah yang lain dalam budaya. Kedua, setelah
sesuatu yang aneh dan harus ditolak karena asumsi yang pertama dibangun lalu Abu Zaid
merupakan fenomena yang biasa mereka menyatakan bahwa umat Islam saat ini
alami. Singkatnya, mereka percaya dengan memerlukan kebebasan mutlak dari otoritas
fenomena wahyu yang dialami Nabi teks-teks keagamaan (khususnya Alquran)
Muhammad dan sama sekali tidak dalam melahirkan gagasan pemahaman
mengingkarinya. Pengingkaran yang mereka keagamaan yang sesuai dengan konteks pada
lakukan hanya sebatas pada pesan yang saat kini.8 Dalam satu ungkapan ia
terkandung di dalamnya atau semata-mata menjelaskan:“Telah tiba saat mengevaluasi/
karena menolak pribadi Muhammad sebagai merubahnya dan melangkah ke era
seorang penerima wahyu.7 pembebasan-tidak hanya dari kekuasaan teks-
Dalam penelitian ini, penulis mengangkat teks agama saja tetapi juga dari setiap
tentang wahyu yang merupakan tema penting kekuasaan yang mengekang mempersulit
dalam wacana „‘ulu>m al-Qur’a>n. Konsep ruang gerak manusia di dunia ini. Kita harus
wahyu ini dapat dikaji secara mendalam dan bertindak sekarang dengan cepat, sebelum
dipahami dari beragam sisi. Beberapa pemikir disapu oleh banjir bandang.”9
kontemporer memiliki pemikiran yang Dari perkataan ini, Abu Zaid jelas telah
menarik tentang wahyu salah satu di antaranya menyatakan bahwa berpegang kepada teks-
adalah Abu Zaid seperti yang telah sedikit teks agama dan khususya Alquran merupakan
dijelaskan di atas. Penelitian ini akan sumber pokok kemunduran yang dialami umat
dikonsentrasikan pada pembahasan konsep Islam saat ini, sehingga kita harus berlepas
wahyu yang diusung oleh Abu Zaid. dari itu semua.
Pembahasan dalam rumusan masalah ini Abu Zaid memahami bahwa wahyu
difokuskan pada satu aspek kajian penting (Alquran) itu diturunkan secara maknawi
yaitu mengenai konsep wahyu yang kepada Jibril, sedangkan lafaznya (teks) dari
ditawarkan oleh Nasr Hamid Abu Zaid, dan Jibril dan Muhammad yang meriwayatkan dan
pada aspek yang lain juga membedah dan Muhammad pula yang mengolahnya.10Selain
mengeksplorasi dari aspek yang lain, dan itu, menurut abu zaid bentuk wahyu yang
wacana baru bagi kajian ‘ulu>m al-Qur’a>n yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.,
sifatnya fleksibel dan selalu relevan serta dalam bentuk ilham. Karena Allah
kontekstual dalam menangkap setiap episteme menurunkan Alquran ke dalam hati Nabi
dan semangat zamannya. Muhammad Saw.,
. 2. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik penelitian yang digunakan
B. HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam penulisan karya akademik ini adalah
1. Abu Zaid dan Pemikirannya tentang
teknik/metode book survey (Survey Pustaka)
Alquran
yaitu suatu metode pengumpulan data dengan
Ada dua asumsi dasar yang dibangun Abu
Zaid ketika menjelaskan tentang pandangan-
8
Ahmad Fauzan, “Teks al-Qur‟an dalam
Pandangan Nashr Hamid Abu Zayd”, Jurnal Kalimah,
5
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al- Vol. 13, No. 1, Maret 2015, Hlm. 67.
9
Qur‟an,Hlm. 37. Nasr Hamid Abu Zaid, Al-Imâm al-Syâfi‟î wa
6
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al- Ta‟sîs al-Idiyûlûjiyyâ al-Wasatiyyah, (Beirut: Al-
Qur‟an,Hlm. 43. Markaz al-Tsaqafi-„al-Arabi, 2007), hal 22.
7 10
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al- Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur‟an,
Qur‟an,Hlm. 38. Hlm 47.

14 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 12-21


Miftahuddin dan Irma Riyani Wahyu Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zaid

melakukan penelaahan terhadap sumber- Membincang wahyu dalam kaitan Alquran


sumber penelitian baik berupa buka karya merupakan sebuah upaya besar untuk menuai
Nasr HamidAbu Zaid, makalah, paper, artikel makna sebagai pemaknaan antara wahyu dan
dan lain sebagainya. Alquran sendiri. Alquran dapat dikatakan
Literaratur yang digunakan tidak terbatas sebagai produk wahyu dengan medium Nabi
pada buku-buku tetapi juga terhadap bahan- Muhammad. Di sini wahyu yang dimaksud
bahan dokumentasi, agar dapat ditemukan adalah kalam Tuhan, para ahli kalam
berbagai teori dan dalil, untuk kepentingan disibukkan dalam membicarakan perihal
analisis terhadap masalah yang sedang dikaji. apakah kalam Tuhan diciptakan atau qadi>m,
Metode ini penulis gunakan dengan jalan namun yang jelas jika dihubungkan dengan
membaca, menelaah buku-buku dan artikel adanya Alquran, maka makna kalam Tuhan
yang berkaitan dengan tema penelitian. tersimpan bahasa dan makna pesan yang
Deskriptif–Analisis digunakan dalam terkandung dalam kalam tersebut.
rangka memberikan gambaran data yang ada Membahas soal wahyu menurut Alquran
serta memberikan interpretasi terhadapnya, dan tradisi kaum Muslim adalah tugas yang
Selain itu, analisis interpretative dan analisis cukup sulit. Dalam Kristen, soal wahyu adalah
isi (content analysis) juga dipergunakan untuk subyek khusus yang menjadi bahasan para
menganalisis pesan dan data yang kemudian teolog yang jumlahnya amat terbatas: Wahyu
diolah dan diklasifikasi.11 memiliki kepentingan budaya dan historis,
3. Wahyu dalam Pandangan Abu Zayd tapi tidak membangkitkan emosi kolektif atau
Konsep wahyu dapat dianggap sebagai reaksi keras sebagai mana yang terjadi dalam
konsep sentral bagi teks itu sendiri. Teks masyarakat-masyarakat Muslim. Sementara
menggunakan nama tersebut (wahyu) untuk dalam Islam, jika ada perubahan atau isu yang
menunjuk dirinya sendiri di banyak tempat. di introdusir oleh lembaga ortodoksi resmi,
Meskipun ada beberapa nama lain bagi teks, maka soal emosional akan muncul.14
seperti al-Qur’a>n, al-Dzikr, dan al-Kita>b, Wahyu dalam Alquran pertama-tama
tetapi nama “wahyu” dapat mencakup semua adalah hasil dari pembuktian linguistis:
nama tersebut sebagai konsep yang bermakna struktur sintaksis, semantis, dan semiotiks.
dalam kebudayaan, baik sebelum atau sesudah Diskursus Alquran menyediakan satu ruang
terbentuknya teks. 12 komunikasi yang secara total diartikulasikan
Konsep wahyu dalam wacana keagamaan untuk mengutarakan pemikiran dan isi wahyu
merupakan perkara yang sentral terutama tersebut.
disandingkan dengan kitab suci dan Nabi. Abu Zaid mencoba menawarkan teori
Dalam Islam khususnya, dapat dikatakan tekstualitas Alquran dalam metodologi
bahwasanya peradaban Islam adalah tafsirnya. Meski Abu Zaid tidak mengingkari
peradaban wahyu. Demikian itu dikatakan akan sisi transendensinya teks Alquran yang
karena pemikiran-pemikiran Islam dari era merupakan kalam Allah, namun, baginya,
klasik sampai modern berujung pada sentralis Alquran telah termanusiakan oleh lingkaran
wahyu. Lebih-lebih berbincang wahyu ini bahasa dan tradisi yang meliputinya. Sehingga
disandingkan dengan Alquran yang diklaim dalam sisi yang lain Alquran telah menjadi
sebagai kitab wahyu dalam umat Islam.13 teks yang dapat dikaji secara kritis seperti
teks-teks yang menyejarah lainnya.
Berdasarkan dari telaah inilah, Abu Zaid
11
Hadri Nawawi, Metode Penelitian Bidang
Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Cet
IV, 1993), Hlm. 68-69
12
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Quran,
Hlm. 29.
13 14
Salim Rosyadi, “Interpretasi Al-Qur‟an Melalui Mohammed Arkoun, “Pemikiran Tentang
Metode Semiotika Struktural”, Skripsi UIN Sunan Wahyu dari Ahl al-Kitab Sampai Masyarakat Kitab”,
Gunung Djati Bandung, 2013, Hlm. 124-126 Jurnal Ulum al-Qur‟an Vol. IV, no. 2. 1993. Hlm. 36

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 12-21 15


Miftahuddin dan Irma Riyani Wahyu Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zaid

berpendapat bahwa teks Alquran adalah Keempat, Wahyu sebagai komunikasi


produk budaya.15 manusia dengan jin. Abu zaid meneliti
Istilah teks (text, wording, phrase) dalam kepercayaan-kepercayaan kultural masyarakat
bahasa Arab disebut al-Na>s. Dalam bahasa Arab sebelum datangnya Islam, di mana dia
Arab klasik kata “na>ss” tersebut berarti menjumpai sebuah fenomena yang relatif
“mengangkat” (to raise, to lift). Pada sama dengan fenomena wahyu itu dalam puisi
perkembangan selanjutnya, kata tersebut (shi‟r) dan ramalan (kihana) pra-Islam, yang
memiliki berbagai konotasi. Ia mengalami diyakini oleh masyarakat Arab saat itu sebagai
pergeseran konotasi secara semantik dari suatu wahyu atau inspirasi (ilham) dari jinn yang
yang bersifat fisik (physical things) kepada mampu mencuri informasi dari langit. Abu
wilayah gagasan-gagasan (field of ideas). 16 Zaid percaya bahwa teori wahyu pra-Islam
Makna sentral wahyu adalah “pemberian Arab ini adalah model bagi kepercayaan akan
informasi” secara rahasia. Dengan kata lain, wahyu-wahyu keagamaan dari Tuhan yang
wahyu adalah sebuah hubungan komunikasi dimediasi oleh malaikat Jibril. Hanya bedanya
antara dua pihak yang mengandung pemberian ,jinn mendapatkan informasi dari langit
informasi-pesan secara samardan rahasia. Oleh dengan cara “ilegal”, sedangkan malaikat
karena “pemberian informasi” dalam proses memang diberi tugas menyampaikan pesan
komunikasi dapat berlangsung apabila melalui Allah kepada Nabi. Abu Zaid melacak struktur
kode tertentu maka dipastikan bahwa konsep kata wahyu pada realitas sosial budaya nalar
kode melekat (inherent) di dalam konsep Arab pra-Islam, kata yang penting dari semua
wahyu, dan kode yang dipergunakan dalam kata Arab dan digunakan berulang-ulang
proses komunikasi tersebut pastilah kode dalam syair pra-Islam.
bersama antara pengirim dan penerima, dua Berbicara tentang pandangan Abu Zaid
pihak yang terlibat dalam proses terhadap teks Alquran, kita tidak bisa terlepas
komunikasi/wahyu tersebut.17 dari pandangannya mengenai konsep wahyu.
Abu zaid memberikan tiga contohmengenai Menurut Abu Zaid, Alquran turun melalui dua
wahyu sebagai proses komunikasi: tahap. Pertama adalah tahap tanzi>l, yaitu
Pertama, konsep wahyu ini dapat kita proses turunnya teks Al-Qur’a>n secara vertikal
temukan dalam puisi, sebagaimana dapat kita dari Allah kepada Jibril. Kedua, tahap
temukan pula dalam Alquran itu sendiri. wahyu/kala>m, yaitu proses Jibril
Adalah salah satu penyair ulung bernama menyampaikan wahyu kepada Muhammad. Ia
Alqamah, yang menggambarkan burung unta mengilustrasikannya dengan bagan berikut:18
jantan yang bergegas kembali menemui
betinanya dengan suasana hati yang resah Allah
memikirkan betina dan anak-anaknya karena
angin topan dan hujan deras. Tatkala tiba dan Muhammad
mendapatkan semuanya selamat dan tenteram. Wahyu/
Kedua, Abu zaid mengambil contoh Jibril Kala>m
khususnya dalam kisah Nabi Zakaria. Nabi
Zakaria pernah memohon kepada Allah agar Gambar 1.1 Proses penurunan wahyu menurut
Abu Zaid
dikaruniai seorang putra, kemudian Allah
memberi kabar baik kepadanya atas Bagi Abu Zaid, bahasa Arab yang
permohonannya. merupakan bahasa Alquran adalah bahasa
Ketiga, Isyarat Maryam kepada kaumnya. Jibril yang disampaikannya kepada
Muhammad, bukan bahasa Allah. Itu
sebabnya, Abu Zaid meletakkan petunjuk
15
Imam Musbikin, Istantiq Al-Qur‟an, Hlm. 77.
16
Imam Musbikin, Istantiq Al-Qur‟an, Hlm. 77.
17 18
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Quran, Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm al-Nass, Hlm.
Hlm. 30. 47.

16 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 12-21


Miftahuddin dan Irma Riyani Wahyu Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zaid

panah dari Jibril kepada Muhammad secara (produsen) dan teks menjadi objek (produk).23
horizontal, yang menunjukkan bahwa Jibril Artinya, bahasa Arab yang ada di dalam
satu level dengan Muhammad. “Alquran Alquran adalah produk budaya manusia,
adalah kala>m Jibril kepada Muhammad”, kira- produk Muhammad yang hidup dipengaruhi
kira begitu. Adapun yang berasal dari Allah oleh budaya Arab. Walaupun demikian, Abu
kepada Jibril hanya sebagai tanzi>l atau proses Zaid juga menjelaskan bahwa proses
penurunan Alquran saja.19 selanjutnya dari teks Alquran ini adalah
Abu Zaid membangun argumennya dengan sebagai produsen budaya karena dengannya
mengutip al-Zarkashi dalam kitabnya al- membentuk peradaban Islami. Hal ini
Burha>n fi>„‘ulu>m al-Qur’a>n. Di dalamnya ditunjukkan dengan proses pemberian makna
terdapat tiga pendapat mengenai turunnya baru pada kosa kata-kosa kata yang dipinjam
Alquran: pertama, bahwa Alquran turun dari pra-Islam. Kosa kata tersebut oleh
dengan lafal dan maknanya dari Allah; kedua, Alquran diberikan makna baru yang berbeda
bahwa Alquran turun kepada Jibril hanya sama sekali dengan masa pra Islam pada
maknanya saja, kemudian Jibril tataran konsep. Pada tataran inilah kemudian
membahasakannya dengan bahasa Arab ketika teks Alquran bukan lagi produk budaya
menyampaikannya kepada Muhammad; dan (marhalah al-tashakkul) akan tetapi produsen
ketiga, Alquran turun secara makna kepada budaya. A bu Zaid menyebut tahapan kedua
Jibril, lalu Jibril menyampaikannya kepada ini sebagai (marhalath al-Tashkil).24 Oleh
Muhammad juga secara makna, dan sebab itu, sebenarnya, Abu Zaid tidak
Muhammad lah yang membahasakannya mengemukakan pandangan wahyu sebagai
dengan menggunakan medium bahasa Arab.20 produk budaya an sich, akan tetapi harus
Dari ketiga pendapat di atas, Abu Zaid tidak difahami konsepnya dalam tataran dua tahap
secara tegas memilih salah satunya. Namun proses wahyu di atas.
berdasarkan ilustrasi di atas tampak bahwa ia
cenderung kepada pendapat kedua. Akan
C. SIMPULAN
tetapi, kesan dari gambar kedua ini juga
Menurut konsep yang dibangun oleh Abu
nantinya bertentangan dengan sekian banyak
Zaid mempunyai perbedaan dalam tahapan
statemen Abu Zaid yang menunjukkan bahwa
turunnya Alquran. dalam konsepnya ia
Alquran adalah produk budaya (muntaj> mempunyai dua term yaitu Ilahiyah dan
tsaqa>fiy) yang terbentuk di dalam realitas Insaniyah akan tetapi Abu Zaid tidak
dalam jangka waktu lebih dari 20 membahas mengenai ruang Ilahiyah
tahun.21Baginya, Alquran bukanlah sesuatu melainkan hanya ruang Insaniyah saja. Hal ini
yang transenden dan berbeda di luar realitas, dikarenakan hal Ilahiyyah tidak mampu
atau melampaui hukum realitas. Justru wahyu dijangkau oleh manusia. Akan tetapi Alquran
adalah bagian dari konsep-konsep budaya akan selalu memiliki dua ruang tersebut
serta berasal dari syarat dan ketentuan seperti mata koin yang satu melekat kepada
kebudayaan yang berlaku.22Realitaslah yang yang lainnya. Dari dua term tersebut terdapat
memproduksi teks. Pada fase terbentuknya sebuah kejadian proses pewahyuan,
teks di dalam budaya, budaya menjadi subjek kemungkinan proses tersebut ilahiyah menuju
insaniyah atau sebaliknya. Dari adanya proses
tersebut maka timbullah sesuatu sinegritas

19
Lalu Heri Afrizal, “Metodologi Tafsir Nasr
Hamid Abu Zaiddan Dampaknya terhadap Pemikiran
Islam”, Jurnal Tsaqafah, Vol 12, No 2 November 2016,
23
Hlm. 304 Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm al-Nass, Hlm. 34
20
Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm al-Nass, Hlm. 50 200
21 24
Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm al-Nass, Hlm. 27 Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm al-Nass, Hlm.
22
Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm al-Nass, Hlm. 34 200

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 12-21 17


Miftahuddin dan Irma Riyani Wahyu Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zaid

antara wahyu dengan objek turunnya wahyu 1995.


tersebut. . , Hermeneutika Inklusif; Mengatasi
Hasil penelitian ini yaitu menunjukan Problematika Bacaan dan Cara-cara
bahwa Abu Zaid mengkaji wahyu dengan Pentakwilan atas Diskursus Keagamaan.
analisis unsur budaya sehingga yang Yogyakarta: Samha. 2004.
membedakannya dengan penafsir lainnya , Mafhûm al-Nass Dirâsah fî „Ulûm
adalah antara wahyu dan budaya, yang Al-Qur‟ãn,Kairo: Al-Hai‟ah al-Misriyyah
menurutnya bahwa budaya-sosial sangat al-„Ammah li al-Kutub. 1990.
berperan dan berpengaruh penting terhadap . , Menalar Firman Tuhan; Wacana Majaz
munculnya sebuah teks. Nasr HamidAbu Zaid dalam al-Qur‟an menurut Mu‟tazilah.
menjelaskan proses pewahyuan Alquran Bandung: Mizan. 2003.
dengan meminjam teori model komunikasi . , Naqd al Kitab ad-Dini. terj, Khoiron
Roman Jakobson, meskipun tidak sama persis. Nahdiyyin, Kritik Wacana Agama.
“Proses pewahyuan tidak lain sebuah tindak Yogyakarta: Lkis, 2003.
komunikasi yang secara natural terdiri dari . , Naqd al-Khitâb al-Dînî. Kairo: Sina li
pembicara, yaitu Allah, seorang penerima, al-Nasyr. cet.2. 1994.
yakni nabi Muhammad, sebuah kode . , Tekstualitas al-Quran; Kritik Terhadap
komunikasi, yakni bahasa Arab, dan sebuah ‘Ulu>m Quran,terj. Khoiron Nahdliyyin,
canel, yakni Ruh Suci (Jibril). Nasr Yogyakarta: Lkis. 2013.
HamidAbu Zaid juga dipengaruhi oleh Adnan Amal, Taufiq, Rekonstruksi Sejarah al-
Toshihiko Izutsu dan Amin al-Khulli (yang Qur’a>n. Bandung: Alvabet. 2012.
juga sangat dipengaruhi oleh al-Jurjani). , Islam dan Tantangan Modernitas. Bandung:
Apa yang ditawarkan oleh Abu Zaid, Mizan. 1990.Al Munawar, Said Agil
merupakan pemikiran yang tetap harus Husen. Al-Qur’a>n Membangun Tradisi
dikritisi dengan memperhatikan rambu-rambu Kesaleha Hakiki, Jakarta: Ciputat Pers.
akademis dan teologis. Terlepas dari benar 2002.
atau salah, tawaran Abu Zaid telah memberi Al-A‟raji, Sattar Jabar. al-Wahy wa Dilalatuhu
“warna” tersendiri dan telah memberi Fî al-Qur‟ãn al-Karîm wa al-Fikr al-Islâmi.
“khazanah” bagi perbincangan ‘Ulu>m Qur’a>n. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah. 2001.
DAFTAR PUSTAKA al-Hafni, Abdul Mu„min. Ensiklopedia:
Golongan, Kelompok, Aliran, Madzhab,
„Abd al-Baqi Muhammad Fuad. al-Mu‟jam al- Partai dan Gerakan Isla. terj. Muhtarom.
Mufahras li Alfaz al-Qur‟ân al-Karîm. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2006.
Beirut: Dar al-Fikr. 1981. Al-Qattan, Manna. Pengantar Studi Ilmu al-
„Abd al-Baqi, Muhammad Fuad.al-Mu‟jam al- Qur’a>n. terj. Aunur Rafiq.Jakarta: Pustaka
Mufahras li Alfaz al-Qur’a>n al-Karim. al-Kautsar. 2006.
Beirut: Dar al-Fikr. 1981. Al-Qattan, Manna. Studi Ilmu-ilmu Qur’a>n.
„Abd ar-Rahman as-Suyuthi, Al-Hafizh Jalal terj. Mudzakir. Jakarta: Pustaka Litera
ad-Din. Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’a>n. Antarnusa. 2013.
Beirut: al-Maktabah al-„Ashriyah. 2003. al-Razi, Muhammad bin Abu Bakr. Mukhtar
Abduh, Muhammad.Risa>lah Tauhid. Terj. H. al-Sihah. Beirut: Dar al-Fikr. 1981.
Firdaus. Bandung: Bulan Bintang. 1979. Al-Zarkasyi. Al-Burhan fi Ulum Al-Quran.
Abdurrahman, Hafidz.’Ulu>m Quran Praktis. Juz I ttp.: Dar Ihya al-Kutub al-„Arabiyyah
Bogor: Pustaka Utama. 2003. „Isa al-Babi al- Halabi wa Syurakah. 1957.
Abu Zaid, Nasr Hamid.Al-Imâm al-Syâfi‟î wa Al-Zarqani, Muhammad Abdul Azim.
Ta‟sîs al-Idiyûlûjiyyâ al-Wasatiyyah.Beirut: Manahil al-Irfan. Beirut: Darul Kutub al-
Al-Markaz al-Tsaqafi-„al-Arabi. 2007. Ilmiyyah. 1996.
. ,al-Nass, wa al-Sultah wa al-Haqîqah, Anwar, Rosihon. Ulum Al-Quran. Bandung:
Beirut: al-Markaz al- Tsaqâfiy al-„Arabiy. Pustaka Setia. 2008.

18 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 12-21


Miftahuddin dan Irma Riyani Wahyu Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zaid

Arkoun, Mohammed. “Pemikiran Tentang Heri Afrizal, Lalu. “Metodologi Tafsir Nasr
Wahyu dari Ahl al-Kitab Sampai Hamid Abu Zaid dan Dampaknya terhadap
Masyarakat Kitab”, Jurnal Ulum al-Qur’a>n Pemikiran Islam”, Jurnal Tsaqafah, Vol 12,
Vol. IV, no. 2. 1993. No 2 November 2016.
Aseri, Akh Fauzi (dkk.). Kesinambungan Dan Husaini, Adian.Wajah Peradaban Barat.
Perubahan Dalam Pemikiran Kontemporer Jakarta: Gema Insani Press. 2005.
Tentang Asbab Al-Nuzul:Studi Pemikiran Hussain Salihu, Abdul Kadir. “Hermeneutika
Muhammad Syahrûr dan Nashr Hamîd Abû Al-Qur’a>n menurut Muhammad
Zayd. Yogykarta: Aswaja Pressindo. 2014. Arkoun:Sebuah Kritik”, dalam ISLAMIA:
as-Shalih Shubhi. Membahas Ilmu-ilmu Al- Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam,
Qur’a>n. Terj. Tim Pustaka Firdaus .Jakarta: Thn. I, No.2 Juni-Agustus 2004.
Pustaka Firdaus. 1993.
Bakker, Anton. dan Zubair, Achmad Charis. Ibn Manzur, Muhammad bin Makram. (t.t.).
Metolodologi Penelitian Filsafat. Lisan al-Arab. Beirut: Dar Sodir.
Yogyakarta: Kanisius. 1990.
Bathh, Hasanain. Anatomi Orientalisme. Terj. Ichwan, Moch. Nur.Studi al-Qur’a>n
Muhammad Faisal Muhtar. Yogyakarta: Kontemporer: al-Qur’a>n sebagai
Menara Kudus,. 2004. Teks.Yogyakarta: Tiara Wacana. 2002.
Bell, Richard. Pengantar Studi al-Qur’a>n. Terj.
Taufik Adnan Amal. Jakarta: Raja Grafindo Ilyas, Yunahar. Kuliah ‘Ulu>m Qur’a>n.
Persada. 1995. Yogyakarta: ITQAN Publishing. 2014.
Billa, Mutamakkin.“Qira‟ah Siyaiyah Nasr
Hamid Abu Zayd Tentang Hak-hak Wanita Irsyadunnas. “Wahyu dan Perubahan
Dalam Al-Qur’a>n”, Jurnal Mutawatir, Vol Masyarakat (Tinjauan Sosio-Historis)”
2, Desember 2012. Jurnal PMI Vol. III. No. 1, September
Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan 2005.
Terjemahnya, Semarang: Asy-Syifa,2000.
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Izutsu, Toshihiko.Relasi Tuhan dan Manusia:
Perbukuan Ensiklopedi Islam, vol 4 Jakarta: Pendekatan Semantik terhadap al-
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003. Qur’a>n.terj.Agus Fahri Husaeindkk.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2003.
Ensiklopedi Islam 5. Cet. ke-4 Jakarta: Jakub, TK. H. Ismail. Orientalisme dan
Ichtiar Baru Van Hoeve. 2009. Orientalistem. Surabaya: Faizan. 1970.
Faizah, Siti. “Pembacaan Ilmiah terhadap John J. Donohue, dkk, Islam dan
Qur’a>n: Tekstualitas Abu Zayd”, Gerbang, Pembaharuan: Ensiklopedia Masalah-
No. 11, Vol. IV, 2002. Masalah. terj. Machnun Husein. Jakarta:
Fauzinuddin Faiz, Muhammad “Teori Raja Grafindo Persada. 1995.
Hermeneutika Al-Qur’a>n Nashr Hamid Abu Kermani, Navid. From Revelation to
Zayddan Aplikasinya Terhadap Wacana interpretation: Nashr Hamid Abu Zayd and
Gender Dalam Studi Hukum Islam the Literary Study of the Qur‟an, dalam
Kontemporer”,Jurnal Al-Ahwal,Vol. 7, No. Modern Muslim Intelectual and the
1 April 2015. Qur‟an, ed, by Suha Taji-Farouki.
Fauzan, Ahmad “Teks al-Qur’a>n dalam kurdi, (dkk.). Hermeneutika Al-Qur’a>n dan
Pandangan Nashr Hamid Abu Zayd”, Hadis. Editor: Dr. Phil. Sahiron
Jurnal Kalimah, Vol. 13, No. 1, Maret Syamsuddin MA. el.Saq. Press. 2010.
2015. Latief, Hilman. Nasr Hamid Abu Zaid: Kritik
Harb, Ali. Kritik Nalar al-Qur’a>n. Terj. M. Teks Keagamaan. Yogyakarta: eLSAQ
Faisol Fatawi. Yogyakarta: Lkis. cet II, Press. 2003.
2003. M. Federspiel, Howard. Kajian al-Quran di

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 12-21 19


Miftahuddin dan Irma Riyani Wahyu Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zaid

Indonesia: Dari Mahmud Yunus hingga Rosyadi, Salim.“Interpretasi Al-Qur’a>n


Quraish Shihab,terj. Tajul Arifin. Bandung: Melalui Metode Semiotika Struktural”,
Mizan. 1996. Skripsi UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
M. Muzayyin, Menguji “Otentisitas Wahyu 2013.
Tuhan” dengan Pembacaan Kontemporer. Sa‟îd Haidar, Hâzim. „Ulûm al-Qur`ân bayna
Jurnal Esensia Vol 25, No. 2, September al-Burhân wa al-Itqân: Dirâsah Muqâranah.
2014. Madinah: Dâr al-Zamân. 1420 H.
Madhi, Mahmud. al-Wahyû al-Qur‟âni Fî al- SabiqBasyiri,“KonsepPewahyuanAl-
Manzur al-Istisyraqi wa Naqduhû. Qur’a>n”,dalam
Iskandariah: Dar al-Dakwah. 1996. www.iatbajigur.wordpress.com,diakses
Maftuhin, Arif. “Dari Nalar Ushuli ke Nalar tanggal 14 Agustus 2017.
Interdisiplin: Studi Atas Implikasi Kritik Saedd, Abdullah. Al-Quran Abad 21 Tafsir
Nalar Islami Mohammed Arkoun”, Jurnal Kontekstual. Terj. Ervan Nurtawab
Hermeneia Vol. 3, No. 1, Januari-Juni Bandung: Mizan. 2016.
2004. Said, Edward W. Orientalisme. Terj. Asep
Malik Thoha, Anis. “Konsep Wahyu Dan Nabi Hikmat. Bandung: Pustaka. 2001.
dalam Islam”, Makalah pada Workhsop On Shalahuddin, Henri.al-Qur’a>n Dihujat.
Islamic Epistemology and Education Jakarta: Al-Qalam. 2007.
Reform diselenggarakan di (UIN) Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-
Pekanbaru. 2010. Qur’a>n. Bandung: Mizan. 1994.
Meolong, Lexi J. Metodologi Penelitian Sibawaihi. Hermeneutika al-Qur’a>n Fazlur
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rahman. Yogyakarta: Jalan Sutra. 2007.
2002. Sucipto, Hery.Ensiklopedi Tokoh Islam dari
Moh Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Abu Bakar Hingga Nasrdan
Gahlia Indonesia. Cet 3. 2002. Qardhawi,Jakarta: Hikmah. Mizan Publika.
Munir, Samsul. “Nasr Hamid Abu Zaiddan Sudarto. Metodologi Penelitian Filsafat.
Hermeneutika Teks A-Qur’a>n", Jurnal Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1996.
Ta‟dib. Syamsuddin, Sahiron. (ed),Hermeneutika Al-
Musbikin, Imam. Istinthiq Al-Qur’a>n Qur’a>n dan Hadis. Yogyakarta: Penerbit
Pengenalan Studi Al-Qur’a>n Pendekatan eLSAQ Press. 2010.
Interdisipliner. Madiun: Jaya Star Nine. Syamsuddin, Sahiron. “Konsep Wahyu al-
2016. Qur‟ân dalam Perspektif Syahrûr”, dalam
Mustaqim, Abdul. Studi Al-Qur’a>n Jurnal Studi Ilmu- ilmu al-Qur‟ân dan
Kontemporer. Jakarta: Tiara Wacana. 2002. Hadis Vol. 1, No. 1 Juli 2000.
Narain, Harsh. “Konsep Wahyu dalam Islam Syarqawi Ismail, Achmad.Rekonstruksi
dan Hinduisme”, Jurnal „‘ulu>m al-Qur’a>n Konsep Wahyu Muhammad Syahrur.
Vol. II, no. 2, 1989. Yogyakarta: Elsaq. 2003.
Nawawi, Hadri. Metode Penelitian Bidang Syauqi Nawawi, Rifat. Kepribadian Qur’a>n.
Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Terj. Lihhiati.Jakarta: Imprint Bumi
Press. Cet IV. 1993. Aksara. 2011.
Noor, Fauz. Berfikir Seperti Nabi. Tarlam, Alam. “Analisis dan Kritik Metode
Yogyakarta: Lkis. 2009. Hermeneutika al-Qur’a>n Muhammad
Nur Ichwan, Moch. Meretas Kesarjanaan Shahrur”, dalamJurnal Empirisma Vol. 24,
Kritis al-Qur‟an: Teori Hermeneutik Nashr no. 1, Januari 2015.
Hamid Abu Zayd. Jakata: TERAJU. cet. I, Verdiansyah, Very. Islam Emansipatoris:
2003. Menafsir Agama untuk Praksis
Qardhawi, Yusuf. Berinteraksi Dengan Al- Pembebasan. Jakarta:Perhimpunan
Qur’a>n. Terj. AbdulHayyie Al-Kattani. Pengembangan Pesantren dan Masyarakat
Jakarta: Gema Insani Press. 1999. (P3M) dan Ford Foundation Jakarta. 2004.

20 Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 12-21


Miftahuddin dan Irma Riyani Wahyu Dalam Pandangan Nasr Hamid Abu Zaid

Abas, WM Ubaidillah Haji (dkk.),“Wahyu Jurnal Center of Quranic Research.


Menurut Noeldeke: Studi Analisis Awal”,

Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir 3, 1 (Juni 2018): 12-21 21

You might also like